Upload
rifki-syabani
View
2.542
Download
8
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Buku "40 HARI" ini adalah buku berisi catatan seputar persiapan dan perjalanan haji hari demi hari yang saya lakukan pada tahun 1431 H.Buku ini bisa menjadi panduan ibadah, panduan perjalanan dan sekaligus buku kisah jurnal harian yang begitu personal.Dengan membaca buku ini, kita tidak hanya mendapatkan kisah perjalanan yang utuh seakan-akan ikut dalam setiap aktivitas di tanah suci, namun terdapat pula:1. tips dan saran seputar perjalanan haji sejak persiapan hingga selesai kembali ke tanah air.2. Penjelasan dan panduan ritual haji yang ringkas, dan mudah dipahami dengan menggunakan konsep "mind-map" atau peta pikiran. Sesuatu yang berbeda dari buku-buku panduan haji lainnya.3. Daftar belanja harian yang bisa menjadi panduan dalam merancang perjalan haji yang terukur dan terencana secara baik.4. ilustrai dan foto-foto yang ditampilkan mampu memberikan gambaran detail selama menjalani aktivitas dan bermukim di tanah suci selama musim haji.Inilah sebuah buku travel guide, hajj guide dan travel note yang dikemas secara ringan, santai, namun semoga penuh hikmah.
Citation preview
40 Hari
Oleh: Rifki Sya’bani
Copyright © 2011 by Rifki Sya’bani
Penerbit
Abuziyad Book Lounge
Desain Sampul:
Rifki Sya’bani
Diterbitkan melalui:
www.nulisbuku.com
Daftar Isi
i Preface
ii Prolog
iii Apa Kata Mereka
1 Bab 1: Persiapan Demi Persiapan
2 Dipaksa Berhaji
12 Gerimis Mengundang
15 Akhir Oktober
21 Haji Menuju Allah
29 Barang Bawaan
34 Surat Wasiat
38 Bab 2: Permulaan
39 Hari Keberangkatan
44 Mindmap: Ihram
45 Langkah Pertama di Jazirah
57 Mindmap: Miqat Makani
58 Perbedaan Itu Tak Bisa Dihindari
66 Jumat Perdana di Tanah Suci
74 Mindmap: Thawaf
75 Mindmap: Tips dan Tuntunan Saat Thawaf
76 Menyatakan Cinta di Depan Ka'bah
82 Pengenalan Medan
92 Perjumpaan Tak Disangka
104 Jagalah Kesehatan
109 Berburu Daging Kambing
113 Bab 3: Armina
114 Kasak-Kusuk
118 Belajar Wirausaha
Daftar Isi 122 Satu Hari Menjelang
127 Info Layanan Selular di Tanah Suci
129 mindmap: tata cara haji
128 Tarwiyah
139 mindmap: Wukuf
140 Arafah
147 mindmap: Mabit di Muzdalifah
148 Nahr
157 Mindmap: Potong Rambut
158 Mindmap: Tahalul
159 Mindmap: Mabit di Mina
160 Mindmap: Melempar Jumrah
161 Hari Pertama Tasyrik
169 Nafar Awal
172 Mindmap: Sa'i
173 Hari Ketiga Tasyrik: Rehat dan Tips Belanja
176 Merpati
179 Mindmap: Tertib Proses Haji
180 Bab 4: Pasca Haji
181 Hajjah Jagalah Hijabmu
186 Kamar Barokah
189 Hati-hati di Pasar
192 Thawaf Sunnah
197 Ke Jeddah
202 Bahasa Pemersatu
206 Bermalam di Masjidil Haram
209 Perlukah Mencium Hajar Aswad
Daftar Isi 214 Pergi ke Hudaibiyah
224 Napak Tilas di Jabal Nur
233 Thawaf Wada'
236 Bab 5: Madinah, Kota Nabi
237 Menuju ke Madinah
240 Raudhah, Taman Surga
246 Ziarah di Madinah
254 Masjid-Masjid
259 Berjalan Kaki ke Quba
263 Sejuta Rasa
268 Pemuda Gaza
271 Buku-buku Gratis
274 Persiapan Pulang
275 Tinggal Landas
278 Mind Map: Tips Ziarah di Tanah Haram
279 Mind Map: Manajemen Barang Bawaan
280 EPILOG Daftar Pustaka
Untuk Ibunda Kunti Zahrowardati dan Ayahanda Ghufron
Zahid di Klaten, atas cinta dan sayangnya hingga kini dan
nanti, terimakasih atas segala dorongan dan motivasinya, juga
atas keikhlasan dan kesabarannya menemani anak-anak super kami: Ziyad, Taqiya dan Tsabita selama kepergian kami selama
menunaikan ibadah haji tahun 1431 H.
Kepada Istri tercinta, Barkah Safir, semoga kelak kita bisa
menapaki cerita indah lagi, menikmati jamuan Allah, di rumah-
Nya, di kota yang di berkahi, menyapa salam dan menapaki
jejak Rasulullah tercinta, serta tergugu menemui kesejatian diri
di Padang Arafah—replika padang masyar tempat menghitung
diri…
Buku ini saya persembahkan kepada saudara-saudari
ku yang ingin mempersiapkan diri menunaikan
ibadah haji, ibadah yang fenomenal, personal dan
begitu mengharu-biru.
Atau sekedar sebagai melipur rindu kala kaki telah
pernah menjejak di sana…
Berharap bisa menyapa hati berbalas ilmu nan
manfaat..
Barakallahu fiikum.
Prolog
Alhamdulillah, tiada kata yang lebih pantas untuk dituliskan dalam awal prolog ini. Sungguh, menulis sebuah buku ternyata tidak semudah memancangkan niat di
awal.
Menulis adalah pekerjaan yang memerlukan konsistensi semangat, konsistensi niat dan konsistensi usaha. Kekuatan tulisan yang dihasilkan seseorang itu memang berangkat dari kekuatan hati yang menggerakkan jari-jari pada tombol-tombol di keyboard atau tangan yang menggurat coret di atas kertas.
Oleh karena itu, bagi saya buku ini adalah milestone awal untuk lebih mampu mengasah hati dalam dunia kepenulisan. Ada banyak guru yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu atas jasanya membangun kerangka cara berpikir, pemilihan diksi, hingga gaya bertutur dalam tulisan khas milik saya ini.
Maka menulislah; agar jutaan pembaca menjadi guru yang
meluruskan kebengkokan, mengingatkan keterluputan,
membetulkan kekeliruan.
Penulis hakikatnya menyapa dengan ilmu; maka ia berbalas
tambahan pengertian; kian bening, kian luas, kian dalam, kian
tajam.
Agungnya lagi; sang penulis merentangkan ilmunya melampaui
batas-batas waktu & ruang. Ia tak dipupus usia, tak terhalang
jarak. [Salim A. Fillah]
iii
“40 Hari” adalah catatan sederhana dari seorang yang mencoba menulis apa adanya, membagikan apa yang bisa dibagi, mengabadikan pengalaman berharga dari sebuah perjalanan yang begitu monumental dalam hidup, antara Mekkah dan Madinah. Agar ia abadi dalam kemanfaatan, dan tentu menjadi buah keberkahan tersendiri dalam hidup yang singkat ini.
Terus terang, menulis memoar perjalanan ini adalah satu upaya yang cukup sulit dilakukan dimana semuanya saya lakukan setelah saya berada di tanah air. Ini mungkin rencana dan skenario Allah yang memang sudah diatur oleh Yang Maha Mengatur, notebook yang saya sengaja bawa ke tanah suci agar dapat mendukung aktivitas tulis-menulis selama disana ternyata bermasalah. Walhasil rencana saya one day, one note gagal total. Hikmahnya tentu agar saya bisa lebih fokus pada aktivitas ibadah di sana, hehe.
Sehingga semua tulisan ini adalah sebuah rekonstruksi ulang dari segala kenangan, memori, ingatan dan rekaman dalam benak, coretan di buku harian secara manual dan analog (halaah ) serta dokumentasi foto yang saya susun hari per hari dalam perjalanan haji yang saya lakukan pada tahun 2010 (1431 H).
Alhamdulillah, diantara rutinitas pekerjaan yang tidak pernah berkurang hari demi hari, rangkaian tulisan terkait perjalanan haji yang sebagian telah pernah ada dalam blog pribadi saya dan beberapa yang lain telah saya tuliskan dalam artikel pribadi berhasil dirangkum menjadi satu rangkaian kisah.
Tidak istimewa bukan berarti tidak spesial.
Buku ini memang layaknya sebuah buku yang lain. Ada keunggulan, namun mungkin lebih banyak kekurangan yang bisa anda jumpai.
Saya berharap buku ini bukan sekedar berbagi tentang pengalaman perjalanan haji yang begitu personal, namun juga banyak memuat informasi terkait ritual ibadah haji, tips dan info-info seputar haji serta panduan yang ringan dan layaknya sebuah kisah yang betutur secara khas.
Jadi singkatnya, buku ini adalah:
1. Catatan harian yang merupakan pengalaman nyata
2. Travel guide, karena ada beberapa panduan perjalanan dan foto-foto eksklusif koleksi pribadi, serta tips yang bisa dijadikan referensi serta dilengkapi dengan catatan belanja
3. Ada mind map penjelasan beberapa hal penting terkait ritual ibadah haji, sehingga materi-materi terkait panduan ritual ibadah haji ditampilkan dengan cara yang berbeda dan mudah dipahami. Insya Allah.
Maka melalui buku ini, saya berharap sahabat pembaca bisa memetik hikmah, pelajaran dan pengalaman seakan-akan ikut dalam setiap langkah perjalanan haji yang saya lakukan.
Inilah sebuah buku travel guide, hajj guide dan travel note yang dikemas secara ringan, santai, namun semoga penuh hikmah.
Semoga bermanfaat.
Mohon maaf atas segala khilaf dan salah.
Twitter: @Rifki_Syabani
http://abuziyad.multiply.com
v
Apa Kata Mereka
Membaca buku ini kita akan terbakar oleh semangat perjuangan yang tak pernah padam, perpaduan antara ikhtiar dan “pertolongan“ Allah.
Kita akan terbawa dalam penelusuran perjalanan spiritual Ibadah Haji yang sangat luar biasa. Buku ini mengungkit Spirit dan Inspiratif ...
(Indra Wahyudi; [email protected]. Engineer Telecommunication)
There's a huge possibility that after reading this book, anyone would be longing to go for a Hajj. It happens to me. Rifki made the journey of Hajj into something that's very interesting and exciting, not only from spiritual perspective, but also from a humane perspective.
Recommended reading for anyone, especially for those who are not interested in going for a Hajj.
Borrys Hasian, Senior UC (User Experience) Designer di Singapore
While I'm reading this valuable experience, I could not hold back my tears.. This book involved me both physically and emotionally… This such amazing story, hopefully can benefit the readers and inspire them
to perform this pilgrim journey. Once is not enough, let's do more and more..
vi
(dr. Sarah Firdausa, calon Master of Medical Science, International Islamic University Malaysia)
Ada rasa bergemuruh di dada...Ada azzam membuncah memenuhi rongga jiwa... Ada juga linangan air mata membasahi pipi yg terkotori debu, kembali berkaca akan ringkih dan pincangnya keimanan diri ini kpd Engkau Ya Rabb... Bukan harta yang menyampaikan kaki ini, namun karena IMAN-lah Engkau memanggil kami.
Sungguh, buku ini mempunyai keunggulan pada gambar dan foto yang membuat kisah perjalanannya menjadi utuh dan menginspirasi.
(Fakhrul Insightmaster, Direktur eMB Corp, Trainer Muda)
Buku yang Subhanallah sangat luar biasa.
Buku ini memiliki keunggulan pada mind map (diagram panah) yang sangat membantu bagi kita yang awam saat melaksanan haji nanti. Selain itu daftar belanja yang ditampilkan juga sangat membantu kita untuk bisa mengukur kebutuhan belanja saat di sana dan tips-tips singkat yang sangat bermanfaat.
(Arif Kurniawan, aktivis dakwah)
Persiapan demi Persiapan
2
Allah telah
memaksa
saya
berhaji tahun ini
Bandung, 01 Oktober 2010
Jangan gusar dulu kawan, izinkan
sedikit lancang kali ini... Judulnya
tampak memang provokatif dan
tidak pada tempatnya. Namun
begitulah, menurut pandangan
sederhana saya yang sering salah
ini, bahkan juga sering salah
memaknai skenario indah milik
Allah.
Haji seringkali kita anggap
sebagai ibadah kelas tersier.
Semacam barang mewah bagi
kita. Hanya khusus bagi orang
mapan, gedongan dan kaya raya,
yang punya deposito 8 atau 9
digit lebih, atau orang-orang
borjuis kelas elit dengan rumah
mentereng dan sebagainya. Atau
kalaupun tidak ia adalah ibadah
yang baru bisa dilaksanakan
setelah kita pensiun, tabungan
puluhan tahun yang tak terjamah
untuk dibelanjakan, yang
istiqomah ditambahkan
walaupun sedikit atau yang bisa
dilaksanakan setelah menjual
tanah warisan keluarga atau aset
properti puluhan tahun. Pada
kenyataannya kondisi semacam
itu memang paling sering kita
jumpai. Mengumum dan wajar
saja. Karena bagi kita sekarang
yang tinggal di Indonesia, biaya
haji memang bisa mencapai 30
juta per orang. Angka yang tak
sedikit bagi sebagian besar kita.
Tapi, bukankah kita sering
mendengar kisah-kisah nan ajaib
dan penuh inspirasi bagaimana
orang bisa saja berhaji seketika
dan begitu saja tanpa perlu ia
harus menjadi karyawan sebuah
perusahaan besar, BUMN atau
PNS bertahun-tahun, maupun
pengusaha sukses terlebih
dahulu. Pada kenyataannya,
seringkali kita jumpai, seorang
tukang becak, atau tukang sapu
sekalipun ataupun pedagang
kecil berskala micro atas izin
Allah bisa berangkat memenuhi
undangan-Nya ini.
Persiapan demi Persiapan
3
Dan berhaji memang bukan soal
“jika mampu” saja, kawan. Kita
seringkali salah mengartikan
syarat “jika mampu” ini.
Sehingga kemudian meletakkan
rukun islam kelima ini sebagai
sebuah ibadah yang utophis,
sesuatu yang tinggi dan sulit:
nanti jaaaak.. begitulah seloroh
orang Melayu Pontianak. Jadilah
akhirnya ia memang uthopis,
tinggi dan sulit bagi yang
menganggap demikian.
Padahal bukankah sejatinya tidak
ada daya dan kemampuan selain
datang dari-Nya? Laa haula
walaa quwwata illa billaah.
Namun masih saja kita
beranggapan “ah, saya belum
bisa berhaji, karena belum
mampu...” Sejak kapan manusia
bisa mendapatkan
kemampuannya sendiri? “Ah,
saya kan miskin, bagaimana bisa
berangkat haji?” lupakah ia
bahwa Allah Maha Kaya?
Lupakah bahwa harta yang ada
ditangannya itu sejatinya titipan
dari Allah, karunia-Nya yang
Allah ujikan kepada kita untuk
dikelola. Sebuah ujian bagaimana
kita memandang harta dunia.
Berawal dari 2 tahun lalu. Awal
tahun 2008, tiba-tiba muncul
saja azzam/keinginan kuat untuk
memenuhi panggilan dan
undangan Allah ini. Saya merasa
capaian dalam hidup ini sudah
begitu diluar ekspektasi. Dari
sebuah sepeda roda dua, motor,
akhirnya kami sudah punya
mobil minimalis sendiri dan
sebuah rumah sederhana yang
dicicil selama 5 tahun di BRI
Syariah. Semua Allah telah
cukupkan dari segala penjuru.
Alhamdulilah. Sungguh nikmat-
Nya yang mana lagi yang kami
dustakan?
Kini saatnya meraih lompatan
spiritual yang lebih manakala
saya memang merasa belum
apa-apa. Ilmu tipis, amal kurang,
akhlak masih abu-abu dan hati
yang masih sering berkhianat ini.
Astaghfirullah, ya Allah...
Akhirnya tabungan Mabrur dari
BSM yang kami buka awal tahun
2008 bisa menjadi harapan agar
azzam itu bisa terlaksana
Persiapan demi Persiapan
4
secepatnya, sebelum niat itu
terkubur dalam rutinitas dunia,
tenggelam dari lautan keinginan
dan nafsu serta terlupa atas
pilihan-pilihan pragmatis ala
manusia yang kikir ini. Hiks...
saya hanya berharap jika
kemudian Allah memanggil jiwa
dan nyawa saya sebelum bisa
berangkat, maka tabungan ini
diharapkan akan datang di
yaumil hisab sebagai bukti
bahwa saya sudah berusaha
memenuhi undangan dan
panggilan-Nya ke Baitullah.
“Mas Rifki, mau ambil dana
talangan haji tidak? Biar nanti
langsung bisa dapat porsi haji?”
tanya Pak Taufik dari bagian
pelayanan. Saya pun tak berpikir
panjang, “Boleh, Pak”.
Dengan modal masing-masing 5
juta, lalu masing-masing
tabungan tersebut digenapi 15
juta oleh BSM, kami pun
menyetor ke Depag.
Alhamdulillah, langsung dapat
porsi haji (SPPH). Urut kacang ke
1700 sekian. Artinya, jika per-
tahun diberangkatkan 850 orang
dari Kota Pontianak, maka kami
baru bisa berangkat paling cepat
2009 dengan asumsi ada banyak
yang mengundurkan diri, atau
dalam kondisi normal baru pada
tahun 2010. Waktu mendaftar
saat itu usia saya 27 tahun
beranjak menuju 28 tahun.
Artinya, jika saya berangkat pada
tahun 2010, maka berhaji bisa
menjadi momentum indah dalam
hidup pada fase 10 tahun ketiga
saya, sebagai bekal perjalanan
mengarungi hidup menuju usia
matang 40 tahun selanjutnya.
Subhanallah…
Waktu pun berjalan. Kawan,
kami bukanlah dari keluarga
yang kaya raya, dan kami pun
tidak merasa sampai ke taraf itu.
Gaji yang datang, sebagian rezeki
dari Allah yang datang melalui
perantara sebuah operator
selular dimana saya berkhidmat
tiap bulannya kebanyakan
memang hanya numpang lewat.
Biasalah, pos-pos belanja
variabel maupun tetap sudah
menanti. Cadangan cash flow
kami tak pernah sampai 3-6 kali
take home pay yang saya terima
Persiapan demi Persiapan
5
setiap bulannya. Lewat sudah
teori-teori Safir Senduk maupun
Aidil Akbar tentang bagaimana
mengatur keuangan keluarga.
Tak satu pun bisa kami
praktekkan dengan baik. Sisa
kekurangan yang harus kami
bayarkan untuk membayarkan
dana talangan haji pun akhirnya
orang tua turun tangan
membantu. Alhamdulillah... saya
yakin ini semua atas izin-Nya.
Menjelang Ramadhan
1430H/2009 saya dihubungi
petugas haji dari KUA kecamatan
Pontianak Kota. “Bapak, Insya
Allah bisa berangkat tahun ini,
udah positif masuk ke kursi
cadangan, dan ternyata banyak
yang mengundurkan diri.” Bagai
disambar geledek. Senang tapi
lebih banyak kaget dan bingung.
Lantaran sisa pelunasan akhir
masih perlu sekitar 25-30 juta
lagi untuk porsi saya dan istri.
Belum lagi Tsabita, bungsu kami
itu masih 1 tahun. Akhirnya
dengan bulat hati, saya jawab
“Kami belum bisa berangkat
tahun ini, ditunda tahun 2010
saja, Pak. Uang kami belum
cukup”. –Belakang alasan ini
menurut saya kuranglah tepat.
Pada dasarnya hati saya memang
belum siap saat itu.
Dua bulan kemudian, satu
sentakan kecil menyadarkan diri
dan kembali membangkitkan
azzam itu. Film bergenre
Religius: Emak Ingin Naik Haji,
begitu tajam menukik menyindiri
diri sekaligus menyadarkan
kembali. Film itu seperti Allah
skenariokan untuk menjewer
saya, menyentil dan
Persiapan demi Persiapan
6
memahamkan pikiran butek
saya, kalau berhaji itu bukan
masalah mampu harta, maupun
mampu ilmu semata. Juga
meluruskan tentang bagaimana
menata niat pergi haji itu atas
alasan apa. Dari film itu saya
mendapati kesimpulan bahwa
modal terbesar untuk
menunaikan ibadah haji ternyata
terletak pada kesiapan hati dan
jiwa dalam menyambut
panggilan-Nya ke Baitullah,
dibarengi segenap kesungguhan
upaya yang baik dan benar serta
berlandaskan kerinduan yang
mendalam. Maka kesiapan fisik
dan lainnya itu akan seiring
sejalan dengan kesiapan hati dan
jiwa kita. Masalah harta dan
kesiapan finansial usahakan
semaksimal mungkin, dan
pasrahkan sisanya kepada Allah
yang Maha Kaya.
Mak ingin kubawa kau pada rumah
mimpimu yang dari dalamnya terpancar
keindahan Ilahi dan berjuta tanda kebesaran-Nya
Tapi Mak tanganku terlalu lemah dan
daya yang kupunyaseperti hembusan angin melintas celah batu karang
Mak
rumah mimpimu
entah kapan kupersembahkan tapi ia selalu ada dalam doaku
(Asma Nadia)
Saya tidak malu mengakui kalau cerita ini membuat saya menangis! Dan langsung
menggerakkan saya untuk segera mewujudkannya dalam film layar lebar." –[Aditya Gumay]
“Tapi Emak yakin, Allah tau, hati
emak udah lama ada di situ" (salah satu dialog Aty Kanser,sebagai Emak dalam film
tersebut)
Kawan, bagi kita seorang muslim,
panggilan haji itu sudah ada
ditujukan kepada kita semua,
tanpa kecuali. Salah besar orang
bilang, “Kenapa belum berangkat
haji? Soalnya belum ada
panggilan!-Panggilan yang
mana? Panggilan kematian?”
Padahal sejatinya panggilan itu
sudah ada, hanya masalahnya
kita merasa terpanggil atau
tidak.
Kelompok orang-orang yang
terpanggil itu ada yang kemudian
Persiapan demi Persiapan
7
mempersiapkan diri, menyertai
hatinya dengan sebentuk ikhtiar
yang utuh. Ikhtiar finansial,
ikhtiar ilmu, ikhtiar fisik dan
ikhtiar hati. Sementara ada pula
yang sekedar meletakkannya di
kantong daftar keinginan saja.
Tanpa ada sedikit usaha dan
perhatian. “aah, nanti-nanti
jaaaak...” begitu selorohnya.
Kawan, saya sempat mengalami
kondisi keduanya. Ketika berhaji
hanya diletakkan di daftar
keinginan, maka jalan untuk
memenuhi syarat mampu itu pun
seperti jalan di tempat.
"Kepada-Nyalah naik perkataan-
perkataan yang baik dan amal
yang saleh dinaikkan-Nya." QS.
35:10
Dan ketika keinginan ini saya
azzamkan kuat-kuat, lalu diikuti
kesungguhan—betapa pun kecil.
Hanya dengan sebatas ucapan di
hati, maka ia pun menjadi sebait
doa. Saya beranikan keinginan
itu saya tuangkan dalam blog
pribadi. Mungkin dengan
perantara doa-doa dari entah
siapa yang saya tak
mengenalnya. Melalui lisan-lisan
ikhlas dari orang-orang mulia itu-
lah kemudian Allah
memudahkan jalan ini. Tak lupa
juga keinginan ini saya tuangkan
dalam draft proposal hidup saya.
Kerinduan pada Ka’bah seakan
mengkristal menjadi sebuah
kerinduan untuk menjadi orang
yang lebih baik dari hari ke hari.
Betapa pun saya ini masih begitu
berdebu, compang camping
pakaian takwa nya dan masih
pula terlalu cinta dunia.
Astaghfirullah.
Ramadhan 1431 H, menjadi titik
kultiminasi keyakinan ini. Saya
sempat terbimbangkan dalam
sebuah persimpangan, antara
berhaji tahun ini atau ditunda
tahun depan. Kemampuan
finansial pun begitu menguji.
Lagi-lagi memberikan pelajaran
tentang bagaimana memandang
soal harta, dan juga tentang
anak-anak amanah kami itu—
yang masih balita semua, serta
tentang bekal ilmu dan soal
menata hati.
Persiapan demi Persiapan
8
Mengapa kita begitu khawatir
akan kekurangan uang?
Sedangkan Allah Maha Kaya.
Mengapa kita khawatir pada
anak-anak, padahal ada Allah
yang Maha Memelihara? Kepada
siapa lagi tempat terbaik kita
menitipkannya? Tidakkah
mereka adalah amanah-amanah
dari-Nya pula? Perantaranya bisa
melalui orang tua, eyang nya
anak-anak atau sahabat-sahabat-
saudara seperjuangan kami di
sini, tentu siap mengulurkan
tangan untuk mengasuh
mereka?
Sempat pula pulang kampung
dan berlebaran di Banda Aceh
via Malaysia menjadi alasan
penundaannya. Kebetulan kami
sekeluarga sudah booking ticket
Air Asia via Kuching dan KL
Malaysia. Tentu artinya perlu
menggunakan passport sebagai
dokumen perjalanannya. Padahal
secara bersamaan passport itu
harus segera diproses melalui
depag untuk pengurusan visa
haji. Melalui skenario yang indah
saya seperti di”paksa” untuk
tidak menundanya tahun depan.
Memang ada kepastian umur
sampai tahun depan?
Ketika saya sudah bulat tekad
untuk menundanya, kemudian
saya pergi ke Depag kota
Pontianak, lalu menemui Pak
Yunus kasi Haji dan Umrah.
“Saya mau tarik passport pak,
saya mau tunda tahun depan
saja. Saya merasa belum siap.”
Begitu alasan saya.
Padahal sejujurnya alasannya
saya supaya saya bisa pakai
passport itu untuk mudik via
Malaysia agar bisa saving cost
karena tidak perlu beli tiket
pesawat lagi yang harganya tidak
manusiawi itu, hehe. Apalagi
cash flow kami memang sangat
terbatas saat ini. Dan satu tahun
ini saya ingin lebih fokus lagi
mempersiapkan hati dan ilmu.
Begitu tekad saya. Syukur-syukur
sekembalinya dari Banda
Aceh,passport bisa diproses
menyusul sehingga rencana
berangkat tahun ini bisa tetap
terlaksana. Yang penting asal
tidak mengeluarkan uang untuk
Persiapan demi Persiapan
9
beli tiket mudik lagi saja. Sayang
uangnya, pikir saya waktu itu.
Tamparan keras mendera saya.
Passport tidak bisa ditarik.
Memangnya kamu bisa menunda
dan mendahulukan apa yang
telah Allah tetapkan?
Memangnya uang untuk beli
tiket, dan untuk pelunasan
datang atas kuasa dirimu, heh?
Memangnya setahun ini nanti
ada jaminan Allah cukupkan
kembali harta dan kesempatan
yang sama bagimu??
Memangnya ada jaminan bahwa
ilmu dan bekal ruhiah lainnya
akan lebih baik dari sekarang jika
kamu tunda satu tahun lagi???
Apakah kamu yakin uang yang
ada di tabungan sekarang akan
tetap bertahan hingga tahun
depan?? Bukankah Allah maha
Kuasa, yang atas izin-Nya bisa
saja uang tersebut ludes seketika
diambil kembali melalui sebab-
sebab yang Allah skenariokan
atas kita?? Begitulah pesan yang
saya dapati. Sebuah tarbiyah
yang indah di Ramadhan itu.
Tekad saya pun bulat kembali.
Bekal berangkat haji ternyata
lebih kepada kesiapan hati kita
untuk utuh dan ikhlas
memenuhi panggilan dan
undangan-Nya. Kalau hati kita
sudah utuh, pasrah dan bulat
secara total, Insya Allah, jalan
kemudahan akan terbentang
luas. Jika hati kita tidak siap dan
ridho, selebar apa pun
kemudahan itu Allah bentangkan
kehadapan kita, kita pun akan
tetap merasa berat dan sulit.
Harta, mobil, rumah, karir-
jabatan dan anak-anak kita akan
seperti menjadi tembok
penghalangnya. Begitulah
tarbiyah ramadhan kembali
membulatkan tekad itu. Semua
kemampuan itu datangnya dari
Allah... La haula walaa Quwwata
illa billaaah. Maka mintalah
pada-Nya, kawan!
Alhamdulillah, akhir Agustus
2010, tabungan di rekening
bounching lagi. Ada Gaji dan THR
yang baru ditransfer oleh kantor
tempat saya bekerja. Dan
Subhanallah jumlahnya pas
banget. Lunas sudah kekurangan
Persiapan demi Persiapan
10
ongkos haji tersebut:US$
3.325/orang. Tidak sampai disitu
saja, ternyata keperluan untuk
membeli tiket pulang-pergi
Banda Aceh-Pontianak
sekeluarga pun kembali
terpenuhi sudah.
Alhamdulillah….Biarlah tiket Air
Asia itu hangus terbakar.
Memang bukan rezeki kita lagi,
buat apa disesali. Jadilah rencana
berlebaran di Serambi Mekkah
tetap terwujud juga.
Uangnya kini cuma numpang
lewat saja, kawan. Rekening pun
kembali tipis. Buang kembali
jauh-jauh teori cash flow ratio-
nya Safir Senduk atau Aidil
Akbar. Namun usah khawatir,
saya yakin Allah akan mampukan
kami lagi nanti. Insya Allah. Cash
flow ratio dari Allah lebih besar
dan tak terduga. Hidup berkah
itu memang hidup yang “pas-
pasan” seperti itu, kawan. Pas
butuh uang, pas ada yang
transfer ke tabungan, pas mau
beli ini-itu pas cukup uangnya..
Hehe..
Saya pun makin merasa GR,...
Allah memang telah “memaksa”
saya dan istri berhaji tahun ini.
Jadi tidak ada alasan buat kita untuk tidak bergegas menjawab panggilan tersebut dan memenuhinya. "Labbaikallahumaa Labbaik."
Sayangnya yang terjadi saat ini justru sebaliknya. Si miskin enggan menjawab panggilan tersebut dengan dalih tak punya harta. Si kaya tak segera merespon panggilan tersebut dengan dalih waktunya belum tepat. Yang muda masih mengulur waktu untuk memenuhi panggilan itu dengan dalih masih ada hari esok. Yang tua merasa malas karena sayang dengan harta yang sudah terlanjur ditumpuk.
Padahal, panggilan haji bukan cuma milik si kaya, si miskin, yang tua atau yang muda. Banyak diantara kita yang mengaku "belum mampu" namun bisa menabung untuk memiliki rumah, kendaraan, handphone, atau asesoris dunia lainnya.
Persiapan demi Persiapan
11
Memang, mampu menjadi salah satu syarat pergi haji. Namun, mampu tak sama dengan menyerah. Mampu harus dibarengi dengan upaya sungguh-sungguh, sementara menyerah jelas tanpa usaha.
Jangan-jangan, kita bukan tergolong orang tak mampu berhaji, namun orang yang menyerah untuk bisa berhaji.
Labbaikallahumma labbaik.. Labbaika laa syariika laka labbaik.
Persiapan demi Persiapan
12
GERIMIS
MENGUNDANG
KA. Taksaka,
Yogya-Jkt. 17
Okt 2010
Ternyata berat juga meninggalkan
anak-anak hingga pertengahan
Desember nanti. Allah-lah pemilik
jiwa-jiwa mereka. Kami titipkan
semuanya pada-Nya melalui
eyang nya di Solo. Sungguh pagi
ini telah saya benamkan baik-baik
wajah-wajah manis mereka di
sebuah sudut hati, di “space
special” dalam memori otak ini.
Semoga Allah menjaga jiwa dan
akhlak mereka. Labbaikallahumma
labbaiik. Menjelang 2 November
keberangkatan kami. Dalam fase
perjalan lain dari Solo menuju
Jakarta--dan mata ini pun tak
kuasa menahan gerimisnya.
Dari balik kacamata hitam Eiger,
saya coba sembunyikan gerimis
dan cairan air yang menggenang
di pelepuk mata ini. Mungkin
suasana gerbong KA Taksaka
yang nyaman, dingin dan lagu-
Persiapan demi Persiapan
13
lagu yang didendangkan begitu
mendukung rasa. Ahh..
Pagi ini saya kembali
meninggalkan sebuah stasiun
untuk melanjutkan perjalanan.
Stasiun dan perjalanan dalam
arti sebenarnya maupun arti
kiasan yang begitu luas dalam
hidup ini.
Dan pagi ini pun saya coba
benamkan dalam sudut khusus di
hati serta space memory dalam
otak saya tentang wajah-wajah
manis anak-anak kami, Ziyad 5
tahun, Taqiya 3,5 tahun dan yang
terakhir Tsabita 2 tahun.
Sungguh saya sebenarnya biasa
dan sangat terbiasa
meninggalkan mereka dalam
rangkaian dinas dan pekerjaan
atau aktivitas lain berhari-hari
lamanya terpisah laut, pulau
atau bahkan samudera.
Entahlah, kali ini jauh berbeda.
Mungkin efek psikologi dari
rencana keberangkatan haji kami
awal bulan depan-lah yang
membuat hal ini jadi jauh
berbeda.
14 Oktober 2010, anak-anak kami antar kepada orang tua saya di Klaten, kota diantara Solo dan Yogyakarta. Ini memang sudah kesepakatan kami, lebih lagi Eyang Uti dan Eyang Kakung dari anak-anak kami itu, memang sudah jauh-jauh hari mempersiapkan diri atas kedatangan 3 cucunya dari Pontianak. Selama tak lebih dari 3 hari saya membersamai mereka di Klaten untuk akhirnya kami tinggalkan selama lebih kurang 2 bulan. Kebetulan bertepatan dengan sebuah perjalanan dinas saya ke Bandung dan Jakarta, rentang tanggal 11 s.d. 22 Oktober 2010 dalam rangka mengikuti sebuah meeting dan training penugasan dari kantor. Sementara Umminya anak-anak hingga tanggal 22 baru meninggalkan mereka dan menyusul ke Jakarta untuk selanjutnya berdua kembali ke Pontianak pada tanggal 23 Oktober 2010.
Persiapan demi Persiapan
14
Semalaman pun Tsabita lebih
banyak saya peluk dan goda
sebelum ia tidur. Si mungil yang
manis ini pun terasa kian
ngangenin.
Pagi ini saat berangkat, saya pun
merasa bisa tegar dan seakan tak
ada yang berbeda. Ziyad sang
sulung pun sudah jauh-jauh hari
berulang kami informasikan
bersama adiknya, Taqiya, bahwa
saya dan ummi nya akan pergi
jauh meninggalkan mereka
bersama Eyangnya di Solo. Dan
so far, mereka mengerti dan tak
menjadi soal. Bahkan Ziyad lebih
memilih bermain lego-nya
ketimbang ikut mengantar saya
ke stasiun. Hehe... bocah
petualang satu itu!
Sampai di sini mata ini masih
kering tanpa linangan. Namun
setelah kereta api ini melaju
dalam rintik hujan di luar, entah
mengapa mata ini pun ikut
gerimis.
Dan memang kadangkala
kekhawatiran yang tidak perlu
itulah yang seringkali
membangun rasa berat
meninggalkan mereka dalam
rangka menjalankan syariat yang
satu ini.
Dan kereta pun telah melaju
hingga melewati Wates, sendu
dan syahdu kian bertambah saat
menengok ke luar gerbong,
hujan put turun berderai.
Rinainya penuh rindu
mengabarkan pada bumi
sebentuk cinta langit pada
penduduknya.
Ah,.. untunglah ada kacamata
Eiger nan keren ini... tak ada satu
pun yang tahu kalau saya sedang
berlinang sendiri di sini menatapi
satu persatu gulir air hujan yang
membekas di kaca jendela.
Allahumma Shaiban nafii’an.
Persiapan demi Persiapan
15
Departemen Agama atau Kementrian
Agama RI telah menyiapkan 3 tas
untuk masing-masing calon jamaah
haji. Tas tersebut terdiri dari 1 buah
koper besar, 1 tas jinjing dan 1 tas
selempang untuk menyimpan
passport dan tanda pengenal
lainnya.
Akhir Oktober 2010
Inilah hari-hari terakhir kami di
Pontianak sebelum jadwal
keberangkatan rombongan
jamaah haji Kloter 23 Batam
gelombang II diterbangkan ke
Jeddah. Hari-hari yang penuh
dengan berita duka dari
seluruh penjuru negeri.
Bencana tak pandang
bulu menegur dan
menyapa bangsa ini
tanpa bosan dan lelah.
Tidak hanya dari ujung
Timur di Papua, bahkan
juga sampai ke Barat,
tidak hanya di daerah
terpencil-terisolir tapi
bahkan juga hingga ke
ibukota negara, tidak hanya di
puncak gunung tapi juga hingga
ke tepi pantai dan lautan.
Media tanpa lelah mengulang-
ngulang berita, entah antara
bersemangat menyebarkan
informasi tervalid, ter-up to date,
atau terkini serta terpercaya, toh
pada akhirnya lebih dirasa lebay,
repititif, dan hanya menimbulkan
kepanikan-kepanikan lain.
Substansi yang diberitakan hanya
sedikit yang mengantarkan kita
pada penyadaran sejati, karena
yang dieksploitasi hanya rasa iba,
sedih dan muram. Tak salah, tapi
tentu tidak semua pula benar.
Persiapan demi Persiapan
16
Kadangkala media apalagi
televisi kini terindikasi sudah
menjadikan berita bencana ini
sebagai upaya menaikkan rating
dan popularitas stasiun TV-nya.
Wallahu a’lam.
Ah,.. sudahlah..TV kami yang
satu-satunya, yang digantung di
ruang tengah itu pun sudah
mulai ada suara-suara lirih
seperti desingan aneh kalau
dinyalakan serta melelahkan
kalau terlalu lama ditatap,
karena harus menengadahkan
kepada 30-40 derajat ke atas—
lebih baik memang kita lupakan
saja.
Kembali ke laptop! Lalu browsing
berita dari berbagai sumber,
maka sudah cukup bagi saya
untuk mengkonsumsi berita pagi
ini. Selebihnya fokus pada
persiapan keberangkatan kami.
Tas koper coklat besar sudah rapi
dibungkus dengan tali jaring
plastik, tidak lupa pita warna
sesuai dengan rombongan dan
regu, telah siap di ruang depan.
Selebihnya hamparan beberapa
tumpukan buku yang dibaca
secara random, lalu tas jinjing
yang isinya sebagian sudah siap
tersusun di dalamnya siap di
bawa esok hari, adalah
pemandangan yang begitu
kontras dengan 2 pekan lalu.
Biasanya hari-hari seperti ini
setidaknya di ruangan ini ada
celoteh si Tsabita yang kenes,
atau keributan khas Abang Zee
dan Kakak Qiya yang tak mau
saling mengalah sebelum mereka
Ada beberapa kolega dan rekan yang kaget dengan rencana keberangkatan kami ke tanah suci tahun ini. Sebagian bahkan menyayangkan karena mengingat 3 anak-anak kami tersebut masih balita semua. Alhamdulillah, semua itu justru menguatkan kami. Anak-anak sejak 6 bulan terakhir sudah kami kondisikan sedemikian rupa dengan memberikan informasi secara berulang, motivasi dan sekaligus pengertian tentang rencana kepergian kami.
Persiapan demi Persiapan
17
berdua berangkat ke sekolah
masing-masing. Kini tidak ada,
Sekarang mereka sudah bisa
menyesuaikan dengan ritme
kehidupan di rumah Eyang-nya di
Klaten-Solo. Rindu itu tentu ada,
namun Alhamdulillah hati ini tak
sempat gerimis atau mendung
karenanya, kami harus bebaskan
dari rasa berat meninggalkan
mereka.
Alhamdulillah kalau beberapa
tahun lalu sebagian mereka
pernah menikmati asap kabut di
Pontianak maka kini mereka di
Solo, bisa pula menikmati dari
jauh hujan abu vulkanik dari
Merapi. Subhanallah, semoga
mereka tumbuh menjadi anak-
anak yang kuat fisik dan
mentalnya dan Allah senantiasa
menjaga meraka dalam
kebaikan.
Daftar barang-barang yang kami
bawa sudah dibuat dan tinggal di
cek ulang. Pembagian bawaan
barang antara koper dan
handbag memang harus
disesuaikan dengan kebutuhan
kami yang masih harus transit di
Batam semalam, sementara tas
koper baru akan kembali ke
pangkuan saat sudah tiba di
Saudi Arabia. Belum lagi bawaan
seperti buku bagi saya adalah hal
wajib disaat-saat menanti
antrian atau tunggu di bandara
hingga sampai ke maktab nanti.
Surat wasiat untuk anak-anak
terkait dengan warisan pun
sudah saya susun dan kirim ke
Eyang-nya. Proposal hidup yang
akan saya “ajukan”kepada
pemilik hidup saya pun sudah
tersusun dengan rapi tak lupa
pula 2 lembar tulisan berisi
ringkasan nama-nama dan
harapan/doa-doa khusus dari
saudara, sahabat, teman
seperjuangan dan semua,
termasuk buddy online di blog
pribadi, yang telah menitipkan
doanya pun telah saya siapkan di
tempat-tempat yang mustajab.
Tiga hari terakhir ini saya lebih
banyak membaca buku ringan
terkait catatan perjalan ibadah
haji dari berbagai penulis. Ini
membuat saya mendapatkan
gambaran yang lebih detail
Persiapan demi Persiapan
18
tentang perjalanan haji.
Sementara untuk soal
manasiknya Insya Allah sudah
final, jika pun ada yang masih
perlu pendalaman dan
pemantapan tentu akan ada
banyak orang yang bisa ditanyai
dan diminta sebagai nara
sumber. Tak lupa saya telah
buatkan mind map untuk setiap
step ibadahnya. Mudah-
mudahan lancar saat
pelaksanaannya nanti.
Pagi tadi setelah shubuh,
Alhamdulillah saya masih bisa
menikmati sensasi breath with
the wind bersama neng seli
(sepeda lipat kesayangan )
hingga ke kantor. Lalu pulang
singgah menguras ATM untuk
keperluan cash flow kami selama
di tanah haram nanti.
Terus terang, saya adalah orang
yang masih konvensional dan
mungkin sebagian menyebutnya
naïf, karena sampai saat ini tak
satu pun kartu kredit mampir
terselip di dompet. Padahal saya
adalah orang yang dalam
setahun bisa berkali-kali
melakukan traveling ke berbagai
belahan kota dan pulau di
Indonesia. Bahkan sesekali ke
manca negara. Namun tak satu
pun yang mendorong saya
beralasan untuk memiliki kartu
kredit.
Sebagaimana sebuah perjalanan ke luar negeri, ibadah haji juga
memerlukan rencana dan persiapan yang sangat matang.
Padahal di zaman modern
sekarang ini, peran kartu kredit
begitu terasa membantu bagi
para traveler dan orang yang
hidup dari lounge bandara satu
ke lounge bandara lain.
Entahlah, mungkin dengan ATM
atau kartu debet yang saya miliki
semua persoalan keuangan
selama safar tersebut masih bisa
diatasi. Dalam kacamata syariah
soal kartu kredit ini pun masih
dalam perselisihan pendapat.
Ada yang membolehkan ada
yang mengharamkan. Demi
menghindari dari hal-hal yang
subhat itu maka saya pun sampai
Persiapan demi Persiapan
19
saat ini tidak memiliki kartu
kredit.
Namun kini ada rasa khawatir
juga ketika akan melakukan safar
di luar negeri dalam waktu yang
lebih lama dan ternyata
memerlukan dana yang besar
dibanding dengan cash yang
dibawah, sementara kartu ATM
dan kartu debet yang dimiliki
tidak bisa digunakan di sana.
Ahh…kalau sudah begini lebih
baik tentu tawakal saja, mudah-
mudahan semua under control
dan tentu jika ada hal-hal yang
membutuhkan dana besar masih
ada saudara-saudara yang bisa
membantu di sana nanti. Dengan
begitu pun saya dilatih untuk
berhemat dan tentu lebih bijak
dalam mengelola keuangan
selama safar nanti.
Better buying an experience
rather than buying a thing.
prinsip penting seorang
backpacker sepertinya harus
kembali ditekankan. Apalagi ini
kan perjalanan ibadah, bukan
sebuah perjalanan wisata
belanja.
Ingat juga pengalaman saya
waktu pergi ke Jepang. Ya karena
tidak ada kartu kredit, maka
semua transaksi yang digunakan
adalah by cash. Dampaknya saya
pun terhindar dari over budget
dan lebih cenderung untuk
berhemat. Walaupun punya
resiko besar atas uang saku/cash
yang kita bawa itu pasti dalam
jumlah yang cukup besar dan
apabila cash yang kita bawa
bermasalah (hilang atau
tercecer) maka dampaknya akan
fatal.
Tips untuk mengatasi ini
adalah, biasanya saya akan
menyimpan uang tersebut di 2
atau lebih tempat yang berbeda.
Selain itu biasanya juga karena
perbedaan kurs mata uang yang
bersifat fluktuatif, maka saya pun
simpan dalam 2 bentuk. Dalam
bentuk uang yang banyak
diterima di berbagai Negara
(sayangnya ia adalah: Dollar,
bukan Dirham atau dinnar!) dan
selebihnya sudah dalam bentuk
mata uang yang digunakan di
negara tujuan.
Persiapan demi Persiapan
20
Kini saatnya saya pejamkan mata
atas apa-apa yang saya tinggal di
sini. Dan saya pasrah, siap, ikhlas
dan tawakal atas apa-apa yang
akan Engkau “jamukan” pada
kami ya Allah...
“Sesungguhnya ibadahku,
hidup dan matiku hanya
untuk-Mu.”
PERHATIAN: sebaiknya anda
tidak usah menukar uang Rupiah anda lagi di tanah air. Karena Panitia
Penyelenggara Haji & Umrah dari Departemen/Kementerian Agama RI telah menyiapkan uang saku atau living cost yang cukup besar dengan rincian pecahan nominal yang sangat memadai. (SAR 500, SAR 100, SAR 50, SAR 10). Pengalaman pribadi saya, ketika akan berangkat dari Pontianak, harga 1 Saudi Arabia Riyal (SAR) di Money Changer terletak pada harga Rp. 3000,- padahal saat menukarnya di Mekkah atau di Madinah dihargai pada kisaran angka Rp. 2500,- saja.
Persiapan demi Persiapan
21
Raihan - Haji Menuju Allah
Apa sejatinya yang paling
sangat perlu dipersiapkan untuk
melakukan perjalanan menuju ke
tanah suci? Selain uang sekarung
tentu? Dan niat sekokoh karang,
semurni emas?
Kawan, setelah kita sungguh-
sungguh berniat untuk pergi haji
atas dasar perintah Allah
Subhanahu wa Ta’ala dan
mengikuti tuntunan Nabi
sallallahu ‘alaihi wasallam, demi
mengharapkan Ridho Allah
semata, maka yang harus kita
persiapkan adalah:
1. Personal Behavior.
Persiapan mental dengan
membiasakan diri pada tindak-
tanduk seorang muslim sejati.
Biasakanlah untuk bertindak,
berprilaku dan bersikap sesuai
dengan koridor agama. Menjauh
dari segala bentuk kemaksiatan
semaksimal mungkin. Hal ini
penting agar kita bisa melakukan
pengkondisian hati selama
pelaksanaan ibadah haji dan
Labbaikallahumma Labbaika Labbaika Laa Syarikalaka Labbaika Innalhamda Wal Ni’mata Laka Wal Mulk Laa Syarikalaka Pergi haji Artinya menuju Allah yang Esa Membawa hati dan diri yang hina Memberi hadiah kepada Allah Berhati-hatilah menghadapNya Setiap hamba Pergi haji dengan segala yang baik Hati yang baik akhlak yang baik Harta yang halal hati yang bersih Niat yang suci amal mulia Pergi haji Ilmu tentangnya mestilah ada Agar syarat dan rukun tepat sempurna Sah dan batalnya dapat dijaga Agar amalan hajinya tidak sia-sia Tata tertib dan akhlak kenalah jaga Buatlah dengan tenang serta tawadu’ Sabar dan tolak ansur mestilah ada Jangan berkasar merempuh manusia Tanah haram jagalah pantang larangnya Pergi haji bukannya masa untuk membeli belah Beringatlah betulkanlah niat kita Moga-moga haji kita diterima Jagalah pantang larang-Nya Yang boleh rusakkan hati Jauhkan maksiat dan yang sia-sia Takutkan Allah yang Esa Ingat selalu padaNya Agar kita senantiasa memiliki jiwa hamba
Persiapan demi Persiapan
22
hingga setelahnya. Susullah setiap kesalahan, kekhilafan
dan dosa dengan istighfar dan taubat serta amal kebaikan
lainnya.
One who performs hajj without having marital relations or committing
any sin returns from hajj as pure as he was on the day he was born.
[Bukhari & Muslim: 1891:1350]
Sikap mental yang perlu terus dibina:
a. Peliharalah sikap dan prilaku positif pada setiap kondisi dan
situasi, kepada siapa pun dan di mana pun.
b. Selalu ucapkan “Alhamdulillah” pada setiap kondisi; apakah
baik atau buruk. Jadikanlah dua kendaraan yaitu syukur dan
sabar sebagai tunggangan yang terbaik dalam setiap saat.
c. Renungilah setiap kondisi buruk dengan kemungkinan-
kemungkinan kondisi yang lebih buruk sehingga hati dan
fisik kita lebih siap untuk menerima segala kondisi yang
terjadi.
d. Perbanyak dzikir dan istighfar agar bisa selalu menjaga dan
menghadirkan hati pada ruang-ruang kebaikan.
e. Biasakan diri pada kondisi tidak nyaman saat ditengah-
tengah kerumunan orang atau antrian panjang.
2. Kesehatan dan Kesiapan Fisik. Ibadah haji memang sangat
bertumpu pada kekuatan fisik. Thawaf, sai, wuquf di arafah,
hingga melempar jumrah di Mina, semua membutuhkan
stamina dan tenaga serta kondisi tubuh yang prima.
Dalam perjalanan menunaikan ibadah haji, kita setidaknya
akan mengalami ujian fisik atas 3 kondisi:
1. Jetlag akibat perjalanan jauh, 8 jam dalam perjalanan
dengan pesawat udara. Mengalami perbedaan waktu
Persiapan demi Persiapan
23
akan menyebabkan perubahan dan penyesuaian jam-jam
biologis tubuh.
2. Perbedaan iklim dan cuaca yang ekstrim. Udara di Arab
Saudi lebih kering dengan kelembaban udara yang
sangat berbeda dengan di tanah air yang basah dan
lembab. Sementara itu saat-saat musim panas, suhu
udara bisa begitu ekstrim jauh lebih panas dari suhu
rata-rata tertinggi di Indonesia. Rentan mengalami
dehidrasi, gangguan pernapasan, dll.
3. Pelaksanaan ibadah umrah dan haji kita sepakati tentu
memerlukan fisik yang prima, berjalan, lari-lari kecil,
tidur di tenda, bahkan di alam terbuka, dan belum lagi
konsekuensi berdesak-desakan, mengantri dan
menunggu. Jika tidak mampu disikapi dengan baik justru
akan menimbulkan kelelahan fisik dan mental yang
berikutnya akan menyebabkan kondisi tubuh menjadi
lemah.
Jet lag (juga dieja jetlag atau jet-lag) adalah sebuah kondisi psikologis akibat perubahan ritme circadian. Perubahan tersebut disebabkan oleh kerja shift, perjalanan melewati meridian, atau panjangnya hari yang berubah. Kondisi ini dipercayai sebagai akibat dari terganggunya putaran terang/gelap yang mengubah periode ritme circadian tubuh. Dia dapat diperburuk oleh faktor lingkungan. [Wikipedia]
Gambar berikut menunjukkan pola dan siklus iklim di tanah suci, jamaah haji hendaknya mempersiapkan diri sesuai dengan kondisi dan situasi iklim yang sedang berlangsung (sumber: www.weather2travel.com)
Persiapan demi Persiapan
24
Persiapan demi Persiapan
25
Ada beberapa tips yang bisa dilakukan dalam rangka
mempersiapkan fisik dan jasmani kita sebelum berangkat ke
tanah suci:
Makanlah makanan yang halal dan thoyib
Jangan makan berlebihan
Olah raga teratur sesuai kemampuan
Perbanyak aktivitas jalan kaki
Biasakan dengan aktivitas yang mudah terkena paparan
panas sinar matahari secukupnya, terutama jika
berangkat haji di musim panas. Hal ini agar tubuh mudah
menyesuaikan dengan temperature udara yang ekstrim
3. Perlengkapan.
Pergi haji memang merupakan seni traveling yang unik, beda
dan special. Barang yang dibawa diharapkan lengkap, praktis
dan benar-benar berguna.
4. Bekal Hidup.
Selama tinggal di tanah suci kita tetap membutuhkan uang
sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan harian kita.
Bawalah bekal uang secukupnya. Simpan dalam beberapa
bentuk dan tempat. Siapkan ATM bank yang memiliki
jaringan hingga ke tanah suci seperti:VISA atau mastercard.
5. Pemahaman Ilmu
Hal ini penting untuk senantiasa ditanamkan dalam benak
setiap calon jamaah haji.
Persiapan demi Persiapan
26
--apa yang Rasulullah katakan, laksanakan dan tidak
laksanakan dalam rituah ibadah umrah dan haji?—
Maka persiapan ilmu dalam melaksanakan ibadah umrah
dan haji ini begitu penting dan harus mantap.
Bertaburannya Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH)
tentu menjadi salah satu alternatif solusi.
Sayangnya hal ini justru kemudian meninabobokan calon
jamaah haji. Banyak dari mereka kemudian terbuai dengan
kata-kata manis para pembimbing haji, “Ibu-Ibu dan Bapak-
bapak tidak usah khawatir dan payah-payah menghapal doa-
doa karena nanti di sana akan dibimbing oleh petugas dari
kami.” Akhirnya mereka sangat bergantung dengan para
pembimbing ini.
Pada kenyataannya di lapangan pembimbing haji tak
selamanya bisa diandalkan. Banyak kegiatan ibadah yang
akhirnya dilakukan oleh jamaah secara mandiri.
Saat thawaf misalnya, jamaah akan sulit tetap berada dalam
kelompok yang berjumlah besar. Selain pada beberapa kasus
sebenarnya hal ini sepatutnya dihindari. Nanti saya akan
ceritakan di bagian selanjutnya dalam buku ini.
Nah, ketika jamaah tercerai-berai dari kelompok
bimbingannya, maka jika tanpa ada persiapan matang dan
pemahaman yang memadai, dapat dipastikan jamaah
menjadi kebingungan dalam menyelesaikan rangkaian
ibadahnya.
Persiapan demi Persiapan
27
Tak sedikit yang kemudian belum selesai sa’i sudah kembali
ke pemondokan, atau ada juga yang kelupaan untuk
melakukan tahalul selepas sa’i. Langsung melepas kain
ihramnya dan berganti pakaian biasa dan seterusnya.
Maka alangkah baiknya jika calon jamaah haji bisa
mempersiapkan bekal pemahaman dan ilmu tentang
manasik haji ini dengan sebaik-baiknya dan mampu
melaksanakan seluruh rangkaian ritual ibadah haji dan
umrah secara mandiri. Karena dengan pemahaman yang
memadai maka kita bisa lebih menikmati perjalanan ibadah
kita.
Jangan terbebani dengan harus menghafal sederet doa-doa
khusus untuk setiap rangkaian kegiatan ibadah. Hafalkan
yang bisa dihafal dan sisanya cukup dibaca saja dari buku
doa yang dibagikan Depag sebagai bagian dari kelengkapan.
Jika lafal arabnya tidak bisa dihafal cukup hafal dan
pahamkan terjemaahannya saja, tidak ada masalah. Dan
tidak ada salahnya jika berdoa dengan doa khusus gubahan
sendiri misalnya.
Prinsip kebersamaan dan kemandirian memang menjadi hal
utama yang harus senantiasa diingat. Kebersamaan
maksudnya adalah senantiasa bisa saling berbagi dan
menjaga fasilitas umum milik bersama yang disediakan oleh
pemerintah Indonesia, maktab maupun pemerintah Saudi
Arabia dalam rangka melayani kebutuhan jamaah haji.
Sementara kemandirian yang dimaksud adalah bahwa setiap
jamaah haji mampu melaksanakan seluruh ritual dan
rangkaian kegiatan ibadah secara mandiri dan pula mampu
mengelola diri dalam rangka memenuhi seluruh agenda
ibadah maupun lainnya selama di tanah suci secara baik.
Persiapan demi Persiapan
28
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Musim haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi,
barangsiapa yang menetapkan niat dalam bulan itu akan
mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan
berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan
apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah
mengetahuinya, berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-
baiknya bekal adalah takwa, dan bertakwalah kepada-Ku,
Hai orang-orang yang berakal (Q.S 2:197)
Persiapan demi Persiapan
29
Daftar Bawaan
Sepekan sebelum keberangkatan, kami mulai menyusun dan merapikan barang-barang yang akan di bawa. Daftar bawaan telah dibuat sebagai panduan dan catatan penanda.
Berburu perlengkapan haji baru kami lakukan di pekan-pekan terakhir sebelum keberangkatan. Bersamaan perasaan harap-harap cemas yang membuncah, mirip anak SD yang akan mengikuti perjalanan dharma wisatanya yang pertama—saya lalui hari-hari terakhir di Pontianak sebelum keberangkatan dengan sejuta rasa.
Rasa rindu pada anak-anak sudah terpendam rapi dalam gundukan hati yang tanahnya selalu basah diguyur air hujan tawakal. Sementara itu bayang-bayang tentang tanah suci dan segenap ritual dan keriuhannya makin kuat memenuhi benak. Informasi-informasi terkait tanah suci banyak saya kumpulkan dari berbagai buku panduan haji dan artikel dari berbagai sumber di dunia maya. Sejauh ini “mbah Google” cukup membantu. Hehe..
Barang-barang yang sudah disiapkan, kemudian kami simpan dalam 2 tas yang telah dibagikan oleh Depag. Satu koper besar dan satu lagi tas jinjing.
Prinsip barang bawaan bagi jamaah haji adalah: lengkap, artinya dapat memenuhi hampir semua kebutuhan selama bermukim di tanah suci baik untuk keperluan sehari-hari, sampai dengan keperluan khusus ibadah. Praktis, artinya berfungsi pada banyak keperluan/fungsi ganda, mudah di bawa, relatif ringan, dan mudah digunakan.
Persiapan demi Persiapan
30
Terlalu banyak membawa pakaian justru mubazir dan merepotkan
Pastikan barang-barang yang dibawa adalah benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat di tanah suci. Pikirkan kembali barang-barang sekunder yang sebenarnya bisa dan mudah ditemukan di tanah suci. Apakah perlu dibawa atau tidak?
Pilihlah pakaian yang sesuai dengan musim dan iklim di tanah suci. Pilih pula pakaian yang multifungsi bisa untuk segala macam aktivitas. Usah pikirkan soal paduan warna dan lain-lain. Yang penting sopan, sesuai syariat, dan nyaman. Ingat kita pergi untuk beribadah bukan untuk fashion show.. Pilihlah warna pakaian yang netral dan tidak mencolok pandangan. Lebih utama warna netral seperti hitam, coklat atau putih.
Berikut ini hal-hal yang patut dipertimbangkan untuk dibawa:
Tas praktis untuk membawa dan membungkus sepatu-sendal (shoe bag)
Stone bag atau kantong tempat menyimpan batu untuk melempar jumrah
Buku catatan kecil dan kartu nama (berisi e-mail address dll)
Bantal leher (a blow-up travelling neck-pillow), sangat bermanfaat saat beristirahat di atas pesawat dan atau bis
Persiapan demi Persiapan
31
Bagaimana dengan walimatushafar?
Kebetulan kami tinggal di kompleks perumahan yang didominasi oleh keluarga-keluarga muda yang cukup sibuk dan diselingi beberapa rumah kost yang ditempati mahasiswa yang berganti-ganti dengan segala kesibukan kampusnya, membuat interaksi kami memang kurang intensif. Begitulah tinggal di daerah pemukiman kota. Terasa ada jarak memang. Saling sapa dan tegur hanya ketika saling berpapasan di jalan kompleks, atau bertemu secara insidensial saat rapat RT.
Kami sebenarnya berencana ingin mengundang tetangga untuk menghadiri syukuran dan pamitan di rumah dengan diisi ceramah dan nasehat dari ustadz. Sekalian menghidupkan pengajian di kompleks kami.
Namun karena ketiadaan sumber daya yang memadai, termasuk kesibukan kantor yang harus saya jalani menjelang keberangkatan saya, maka kami putuskan untuk meniadakan acara selamatan khusus di rumah terkait dengan keberangkatan kami ke tanah suci tersebut. Sebagai gantinya—tentu dengan tanpa mengurangi rasa hormat dan takzim kami memutuskan untuk mengantar makanan ala kadarnya dengan diselipkan selembaran surat pamitan kepada tetangga-tetangga di sekitar rumah.
Terus terang, kami memang agak alergi dengan publisitas terkait dengan keberangkatan kami ini. Pamitan dalam unit kerja dan kolega di kantor pun lebih banyak menggunakan email. Juga kepada teman-teman kolega di luar kantor pun kami perlakukan hal yang sama. Kadang cukup sms permintaan maaf dan permohonan doa agar kami dapat melakukan perjalanan ibadah kali ini dengan sebaik-baiknya.
Persiapan demi Persiapan
32
Sementara itu surat wasiat dan beberapa catatan-catatan muamalat saya gandakan pada beberapa lokasi penyimpanan. Ada pula yang saya kirimkan kepada orang tua di Klaten.
Sertifikat, piagam, HD portable, file-file dan dokumen-dokumen penting lainnya saya simpan dalam kotak kontainer plastik besar dan menyimpannya di bawah meja kerja di kantor. Alhamdulillah, kantor tempat saya bekerja relatif lebih aman karena dijaga 24 jam oleh security dengan system pengamanan berlapis. Beginilah untungnya bekerja di kantor yang memiliki instalasi vital yang menyangkut hidup orang banyak, jadi mendapatkan penjagaan dan pengamanan ekstra. Aman deh…
Tips Jika dokumen-dokumen penting anda tidak bisa disimpan di kantor atau tempat aman lainnya, anda bisa juga menyimpannya di “safe deposit box” yang disediakan oleh lembaga keuangan resmi seperti Bank.
Bar
ang
Baw
aan
kebu
tuha
n ib
adah
mus
haf
Al Q
ura
n
kain
ihra
mta
li pi
ngga
ng
baju
ihra
m
man
set
kaos
kak
i wud
hu
jilba
b/ke
rudu
ng
perl
engk
apan
ibad
ah t
amba
han
mas
ker
spra
yer
air
saja
dah
kele
ngka
pan
pri
badi
gadg
et
Han
dpho
ne
cam
era
digi
tal
note
book
alas
tid
ur s
aat
AR
MIN
Asl
eepi
ng b
ag
Toi
letr
ies
alat
-ala
t m
andi
hand
uk
med
ical
an
d dr
ugs
crea
mer
/lot
ion
pele
mba
b
sun-
bloc
k
mul
ti-vi
tam
insu
plem
en
lips
balm
obat
-oba
tan
lain
dipa
kai u
ntuk
keb
utuh
an y
ang
bers
ifat
pri
bad
i, bi
sabe
rbed
a-be
da s
esua
i de
nga
nke
butu
han
kebu
tuha
n ha
rian
paka
ian
baju
har
ian
paka
ian
untu
k ib
adah
, ak
tivita
s lu
ar
paka
ian
di a
sram
a/pe
mon
doka
n, p
akai
an t
idur
paka
ian
dala
m
tutu
p ke
pala
topi
payu
ng
alas
kak
i
kaca
mat
a
mak
an
gela
s
tem
pat
air
food
sto
re
send
ok-g
arpu
mak
anan
pen
duku
ngm
inum
an in
stan
t da
lam
kem
asan
abon
/ker
ing
tem
pe/d
ll
alat
pen
duku
ng
tali
lakb
an
gunt
ing
cutt
er
paku dl
l
dip
akai
set
iap
har
i,be
rsif
at u
mum
Persiapan demi Persiapan
34
SURAT WASIAT
Assalaamu'alaykum
Ba'da Tahmid dan sholawat
Kepada anak-anakku: Ziyad, Taqiya dan Tsabita yang Sholeh-sholehah-- atas alasan perjalanan jauh ke Baitullah yang mungkin bisa jadi menjadi sebab perpisahan untuk selamanya--maka tulisan ini semoga bisa mendelegasikan hal-hal terkait harta benda kami yang kelak akan kami warisi kepada kalian. Tulisan ini juga menjadi bagian dari beberapa tulisan termasuk proposal hidup yang Abu tulis sebagai sebuah doa dan harapan tentang perjalanan hidup yang sementara ini, untuk meraih bahagia di dunia dan akhirat. Semoga ananda semua bisa melaksanakan dengan sebaik-baiknya amanah kehidupan ini.
Kepada Eyang-Uti Eyang Akung--Ibunda Kunti dan Ayahanda Ghufron, semoga uraian ini bisa menjadi panduan untuk bisa menyampaikan, melanjutkan dan menyelesaikan amanah-amanah kami jika memang Allah Subhanahu wa Ta’ala berkehendak lain atas perjalanan ini.
Untuk urusan bagaimana warisan ini dibagi kepada ahlinya, sepenuhnya kami putuskan dengan merujuk kepada Al Quran dan Sunnah, sebagaimana dituangkan detail oleh para ulama sebagai bagian dari ilmu faraid. Karena apa-apa yang telah diatur dalam syariat Islam ini semata-mata adalah untuk kebaikan dan keadilan bagi semua—sebagai bukti ketinggian dan kemuliaan dien-Nya...
Untuk bagaimana teknis pembagian warisan kepada anak-anak kami seluruhnya akan diserahkan kepada kedua orang tua; eyang akung dan eyang uti dengan merujuk aturan syariah tersebut di atas.
Adapun dalam surat ini, saya hanya akan menginventarisasi jumlah kekayaan bersih (net worth)= aktiva(asset)-passiva(utang). Selain itu tentu beberapa hal lain yang menjadi penting untuk ditindaklanjuti.
Persiapan demi Persiapan
35
….. Demikian Ananda semua (Ziyad, Taqiya dan Tsabita), melalui Eyang kalian kami titipkan kembali harta-harta ini. Jauh tak sebanding tentu dibanding dengan iman dan aqidah kalian kepada Allah Azza wa Jalla yang harus terus terpatri dengan baik melebihi kualitas abu dan ummi kalian yang masih banyak kekurangan ini. Untuk utang yang melibatkan lembaga keuangan resmi (Bank) pada akhirnya akan diperhitungkan kembali jika terjadi hal-hal yang menyebabkan kami tidak bisa melunasinya lagi (misal disebabkan oleh kematian/kehilangan nyawa) karena tentu pada akad perjanjiannya terdapat asuransi dan pertanggungan lain Selain itu nilai total hutang tersebut pun bisa ditutupi dari nilai pertanggungan jiwa dari asuransi xxxx Syariah a.n. Rifki Sya’bani yang tertuang dalam daftar asset di atas. Selain itu dari kantor sudah barang tentu akan mendapatkan santunan kematian dan akumulasi Jamsostek dan lain-lain yang telah diatur oleh perusahaan. Semoga jika lah ternyata Allah berkehendak lain atas perjalanan ini—menyebabkan kami tak lagi dapat berkumpul lagi di dunia ini; membersamai kalian bertiga lagi, semoga bekal harta ini menjadi bukti bahwa abu-mu ini tidak meninggalkan kalian dalam kondisi lemah harta. Insya Allah. Semoga Allah Subhana wa Ta’ala masih memperkenankan kita bisa kembali bersua dan membersamai hidup hingga jauh masa di depan. Amiin. Kepada Ibunda dan Bapanda, mohon surat yang berisi rincian harta ini dipegang dan dipergunakan sebagaimana mestinya. Surat wasiat ini pun sudah kami buat rangkap dalam bentuk digital dan kami persaksikan kepada 2 orang minimal sebagai saksi yaitu: ….. Adapun harta yang berharga lain yang masih kami tinggal dalam rumah adalah koleksi buku-buku dan majalah-majalah yang jumlah totalnya mencapai lebih dari 350 buah dengan berbagai judul, genre, dan tema. Tersimpan dan tersusun dalam 2 rak buku besar dan 2 rak buku kecil. Kami berharap buku-buku itu kelak bisa
Persiapan demi Persiapan
36
menjadi jendela kehidupan, pintu ilmu pengetahuan, pelipur hati dan mencerahkan jiwa bagi ananda semua. Jika ternyata Abu tidak lagi bisa kembali dan berjumpa dengan kalian bertiga, jadikanlah kelak, buku-buku itu adalah sebuah perpustakaan umum yang bisa diakses secara bertanggung jawab oleh banyak orang untuk bisa diambil kemanfaatannya. Atas usia kalian yang masih dini, tentu tak cukup banyak bisa mengenal kami sebagai orang tua, cukuplah dalam HD portable dan dalam Laptop xxxx yang kami titip dan simpan di kantor sebagai citra kenangan atas kami. Tersimpan berfolder-folder foto-foto kebersamaan kita, puluhan tulisan pribadi dan koleksi e-book dan kajian-kajian yang bisa diambil manfaatnya kelak. Insya Allah. Demikian tulisan ini sebagai upaya dan ikhtiar berjaga-jaga jika takdir Allah berkehendak lain atas harapan bersua kembali pada Desember 2010 nanti. Pontianak, 29 Oktober 2010
Cuplikan surat wasiat di atas adalah salah satu cara kami
mempersiapkan diri atas segala kemungkinan yang bisa terjadi.
Kadangkala membacanya tak kurang membuat hati saya pun gerimis.
Surat wasiat di atas memang lebih banyak merinci soal daftar
kekayaan yang kami miliki. Rumusan sederhana yang kami gunakan
adalah:
kekayaan bersih (net worth)= aktiva(asset)-
passiva(utang)
Mengapa surat wasiat dan daftar kekayaan ini penting untuk kita
jabarkan kepada ahli waris saat kita meninggalkan mereka untuk
Persiapan demi Persiapan
37
menunaikan ibadah haji? Hal ini semata-mata untuk memberikan
ketenangan kepada kita bahwa segala pertinggalan hak dan kewajiban
kita dalam bermuamalat ada jaminan untuk ditunaikan secara baik
sepeninggalan kita jika ternyata Allah berkehendak lain atas
perjalanan spiritual ini.
Perjalanan haji ini akhirnya memang menyadarkan saya untuk
membiasakan lebih rinci terhadap daftar kekayaan ini. Bukan sekedar
untuk mengukur capaian tapi lebih pada cara kita memandang harta
ini sebagai bentuk amanah yang kelak harus dipertanggungjawabkan.
Selain itu pun saya bisa mengukur sejauh mana telah mempersiapkan
generasi sepeninggalan saya—anak-anak kami itu, adalah generasi
yang memiliki kekuatan materi yang menyebabkan mereka kelak bisa
berdiri tegak di atas izzah tanpa harus menjadi peminta-minta.
Setelah dilandasi dengan niat yang baik dan benar, lalu pastikan
bahwa biaya haji ini berasal dari sumber yang halal, tidak mengandung
subhat atau harta haram. Maka selanjutnya adalah penuhilah Hak-hak
Allah, lalu yang tidak kalah penting: PENUHI HAK-HAK DENGAN
MANUSIA; termasuk soal hutang-piutang dan akad-akad muamalat
lainnya.