195
Pengembangan Muatan Lokal… (Dini Amaliah) Page [ 419 ] BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN PENGEMBANGAN MUATAN LOKAL SEBAGAI SALAH SATU STRATEGI MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) Dini Amaliah Universitas Indraprasta PGRI Jakarta [email protected] Abstrak Pelaksanaan muatan lokal harus benar-benar memperhatikan karakteristik lingkungan daerah dan juga kebutuhan daerah tersebut. Hal ini bertujuan sebagai usaha pengenalan pemahaman dan pewarisan nilai karakteristik daerah kepada peserta didik. Peserta didik juga diharapkan tidak saja memiliki pengetahuan secara akademis berupa pengetahuan global seperti yang diharapkan, tetapi juga mempunyai kepedulian terhadap nilai-nilai sosio- kultural yang melingkupi peserta didik. Konsep muatan lokal tersebut sesuai dengan konsep trikon yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara yaitu salah satunya konsentris, yang berarti setelah bersatu dan berkomunikasi dengan bangsa-bangsa lain di dunia, jangan kehilangan kepribadian sendiri. Muatan lokal berarti penguat sumber daya manusia Indonesia akan kecintaan dan nilai lokal daerah sebagai bentuk pertahanan diri dalam menerima arus global. Sehingga muatan lokal menjadi salah satu strategi dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Kekuatan informasi, pengetahuan dan budaya luar akan menjadi tambahan kekuatan bangsa tanpa mengurangi, mengaburkan bahkan menghilangkan kecintaan peserta didik akan nilai sosio- kultural bangsa dan juga daerahnya. Makalah ini berupaya menjelaskan peranan penting muatan lokal dalam menghadapi MEA dengan metode conceptual paper, yaitu melalui kajian bersifat kualitatif melalui pengumpulan jurnal deskriptif dan literatur. Kata kunci: Muatan lokal, Strategi, MEA PENDAHULUAN Indonesia termasuk salah satu negara dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau ASEAN Economic Community (AEC) yang akan bergulir mulai akhir tahun 2015 ini. MEA merupakan realisasi pasar bebas di Asia Tenggara yang sebelumnya telah disebut dalam Framework Agreement on Enhancing ASEAN Economic Cooperation pada tahun 1992. Dengan adanya MEA terciptanya pasar bebas di bidang permodalan, barang dan jasa, serta tenaga kerja. Konsekuensi atas kesepakatan MEA yakni dampak aliran bebas barang bagi negara-negara ASEAN, dampak arus bebas jasa, dampak arus bebas investasi, dampak arus tenaga kerja terampil, dan dampak arus bebas modal. Menjelang MEA yang sudah di depan mata, pemerintah Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan langkah strategis, khususnya di bidang pendidikan. Hal ini dikarenakan pendidikan merupakan pencetak sumber daya manusia (SDM) berkualitas yang menjadi jawaban terhadap kebutuhan sumber daya manusia. Oleh karena itu perlu meningkatkan standar mutu sekolah agar lulusannya siap menghadapi persaingan. Salah

BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Pengembangan Muatan Lokal… (Dini Amaliah)

P a g e [ 419 ]

BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN

PENGEMBANGAN MUATAN LOKAL SEBAGAI SALAH SATU STRATEGI

MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA)

Dini AmaliahUniversitas Indraprasta PGRI Jakarta

[email protected]

AbstrakPelaksanaan muatan lokal harus benar-benar memperhatikan karakteristiklingkungan daerah dan juga kebutuhan daerah tersebut. Hal ini bertujuansebagai usaha pengenalan pemahaman dan pewarisan nilai karakteristik daerahkepada peserta didik. Peserta didik juga diharapkan tidak saja memilikipengetahuan secara akademis berupa pengetahuan global seperti yangdiharapkan, tetapi juga mempunyai kepedulian terhadap nilai-nilai sosio-kultural yang melingkupi peserta didik. Konsep muatan lokal tersebut sesuaidengan konsep trikon yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara yaitu salahsatunya konsentris, yang berarti setelah bersatu dan berkomunikasi denganbangsa-bangsa lain di dunia, jangan kehilangan kepribadian sendiri. Muatanlokal berarti penguat sumber daya manusia Indonesia akan kecintaan dan nilailokal daerah sebagai bentuk pertahanan diri dalam menerima arus global.Sehingga muatan lokal menjadi salah satu strategi dalam menghadapiMasyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Kekuatan informasi, pengetahuan danbudaya luar akan menjadi tambahan kekuatan bangsa tanpa mengurangi,mengaburkan bahkan menghilangkan kecintaan peserta didik akan nilai sosio-kultural bangsa dan juga daerahnya. Makalah ini berupaya menjelaskan perananpenting muatan lokal dalam menghadapi MEA dengan metode conceptual paper,yaitu melalui kajian bersifat kualitatif melalui pengumpulan jurnal deskriptif danliteratur.

Kata kunci: Muatan lokal, Strategi, MEA

PENDAHULUAN

Indonesia termasuk salah satu negara dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

atau ASEAN Economic Community (AEC) yang akan bergulir mulai akhir tahun 2015 ini.

MEA merupakan realisasi pasar bebas di Asia Tenggara yang sebelumnya telah disebut

dalam Framework Agreement on Enhancing ASEAN Economic Cooperation pada tahun

1992. Dengan adanya MEA terciptanya pasar bebas di bidang permodalan, barang dan

jasa, serta tenaga kerja. Konsekuensi atas kesepakatan MEA yakni dampak aliran bebas

barang bagi negara-negara ASEAN, dampak arus bebas jasa, dampak arus bebas investasi,

dampak arus tenaga kerja terampil, dan dampak arus bebas modal.

Menjelang MEA yang sudah di depan mata, pemerintah Indonesia diharapkan

dapat mempersiapkan langkah strategis, khususnya di bidang pendidikan. Hal ini

dikarenakan pendidikan merupakan pencetak sumber daya manusia (SDM) berkualitas

yang menjadi jawaban terhadap kebutuhan sumber daya manusia. Oleh karena itu perlu

meningkatkan standar mutu sekolah agar lulusannya siap menghadapi persaingan. Salah

Page 2: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 420 ] P a g e

satu caranya dengan menguatkan kepala sekolah, guru dan orang tua. Karena

kepemimpinan kepala sekolah menjadi kunci tumbuhnya ekosistem pendidikan yang

lain. Selain itu peningkatan kemampuan peserta didik dalam bidang kewirausahaan juga

merupakan bekal dalam menghadapi persaingan MEA. Langkah strategis lain dalam

bidang pendidikan adalah menerapkan pendidikan berkarakter sebagai daya tahan

dalam menghadapi MEA melalui pengembangan kurikulum baik intra maupun ekstra

kurikuler.

Pengembangan kurikulum diperlukan juga dalam menghadapi dampak negatif

dari MEA. Melalui kurikulum yang tidak hanya bersifat global namun lokal maka dampak

negatif MEA dapat dibendung. Salah satu upayanya dengan pengembangan kurikulum

muatan lokal (MULOK) yang sudah dilakukan dalam pendidikan di Indonesia.

Pengembangan MULOK merupakan pengembangan konsep pendidikan yang sesuai

dengan konsep dari Ki Hajar Dewantara yaitu Trikon. Pendidikan menurut Ki Hajar

Dewantara merupakan proses pembudayaan yakni suatu usaha memberikan nilai-nilai

luhur kepada generasi baru dalam masyarakat yang tidak hanya bersifat pemeliharaan

tetapi juga dengan maksud memajukan serta memperkembangkan kebudayaan menuju

ke arah keluhuran budaya manusia. Upaya kebudayaan (pendidikan) dapat ditempuh

dengan sikap (laku) yang dikenal dengan teori Trikon, yaitu kontinuitas berarti bahwa

garis hidup sekarang harus merupakan lanjutan dari kehidupan pada zaman lampau

berikut penguasaan unsur tiruan dari kehidupan dan kebudayaan bangsa lain;

konvergensi berarti harus menghindari hidup menyendiri, terisolasi dan mampu menuju

ke arah pertemuan antar bangsa dan komunikasi antar negara menuju kemakmuran

bersama atas dasar saling menghormati, persamaan hak, dan kemerdekaan masing-

masing; dan konsentris berarti setelah bersatu dan berkomunikasi dengan bangsa-

bangsa lain di dunia, jangan kehilangan kepribadian sendiri. Bangsa Indonesia adalah

masyarakat merdeka yang memiliki adat istiadat dan kepribadian sendiri. Meskipun kita

bertitik pusat satu, namun dalam lingkaran yang konsentris itu kita masih tetap memiliki

lingkaran sendiri yang khas yang membedakan Negara kita dengan Negara lain.

Konsep konsentris yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara merupakan dasar

pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan lokal diberikan dalam rangka

usaha pengenalan pemahaman dan pewarisan nilai karakteristik daerah kepada peserta

didik. Kedudukan muatan lokal dalam kurikulum bukanlah mata pelajaran yang berdiri

sendiri, tetapi merupakan mata pelajaran terpadu, yaitu bagian dari mata pelajaran yang

sudah ada. Melalui muatan lokal yang diterapkan di sekolah, diharapkan peserta didik

dapat meningkatkan kecintaannya terhadap budaya daerahnya dan menanamkan nilai

sosio kultural yang melingkupi peserta didik. Pemahaman nilai karakteristik daerah

kepada peserta didik diharapkan dapat menjadi benteng yang tangguh dalam

menghadapi dampak negatif dari arus global yaitu MEA. Dengan begitu peserta didik

akan menjadikan arus global menjadi tambahan kekayaan nilai sosio kultural tanpa

menghilangkan nilai budaya daerah.

Page 3: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Pengembangan Muatan Lokal… (Dini Amaliah)

P a g e [ 421 ]

Berdasarkan hal tersebut, tujuan MULOK secara filosofis merupakan

pengembangan dari konsep primordial yaitu menumbuhkan dan meningkatkan rasa

nasionalisme sebagai wujud rasa cinta terhadap bangsa Indonesia. Nasionalisme yang

ada pada diri setiap peserta didik dapat menjadikan bangsa ini menjadi bangsa yang kuat,

kokoh dan tangguh dalam menghadapi berbagai tantangan dan peluang baik yang

muncul dalam diri bangsa maupun dari luar seperti MEA.

Selain itu, MULOK bertujuan dalam pengembangan edukatif dan psikologis

peserta didik. Dengan MULOK pembelajaran aktif, inovatif, kreatif dan menyenangkan

(PAIKEM) dapat terwujud, karena dengan PAIKEM materi pembelajaran dapat mudah

diserap peserta didik dan dapat mewujudkan pembelajaran sejati yang merupakan

bagian dari pembelajaran holistik yang dikemukakan oleh Prof. Dr. M. Surya yaitu bahwa

pembelajaran sejati bersifat nyata, dekat, dikenal, alami dan natural, yang merupakan

kesatuan dari konsep MULOK. Pembelajaran sejati inilah yang akan mewujudkan SDM

berkualitas dan siap menghadapi tantangan dan peluang bangsa. Penulisan paper ini

bertujuan untuk menelaah pengembangan konsep kurikulum muatan lokal di sekolah

dan menginternalisasi peran pengembangan konsep muatan lokal dalam diri peserta

didik sebagai upaya dalam menghadapi MEA.

KONSEP KURIKULUM MUATAN LOKAL

Dalam hal ini, beragam pandangan telah dikemukakan sejumlah pakar. Namun,

dalam bagian ini hanya akan dikemukakan beberapa definisi yang telah diajukan.

Tirtarahardja dan La Sula mengungkapkan bahwa kurikulum muatan lokal adalah …suatu

program pendidikan yang isi dan media dan strategi penyampaiannya dikaitkan dengan

lingkungan alam, lingkungan sosial, dan lingkungan budaya serta kebutuhan daerah (Iim

Wasliman, 2007: 209). Yang dimaksud dengan isi adalah materi pelajaran yang dipilih

dan lingkungan dan dijadikan program untuk dipelajari oleh murid di bawah bimbingan

guru guna mencapai tujuan muatan lokal. Media penyampaian ialah metode dan berbagai

alat bantu pembelajaran yang digunakan dalam menyajikan isi muatan lokal. Jadi isi

program dan media penyampaian materi lokal diambil dan menggunakan sumber

lingkungan yang dekat dengan kehidupan peserta didik.

Menurut Mulyasa kurikulum muatan lokal adalah kegiatan kurikuler yang

mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah,

termasuk keunggulan daerah yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata

pelajaran yang ada. (Mulyasa, 2009: 256) Substansi Muatan lokal ditentukan oleh

masing-masing satuan pendidikan. Pendapat ini tampaknya menganggap bahwa

kurikulum muatan lokal hanya bisa diakomodasi melalui kegiatan yang terpisah dengan

mata pelajaran.

Muatan lokal diorientasikan untuk menjembatani kebutuhan keluarga dan

masyarakat dengan tujuan pendidikan nasional. Dapat pula dikemukakan, mata pelajaran

ini juga memberikan peluang kepada siswa untuk mengembangkan kemampuannya yang

dianggap perlu oleh daerah yang bersangkutan. Oleh sebab itu, mata pelajaran muatan

Page 4: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 422 ] P a g e

lokal harus memuat karakteristik budaya lokal, keterampilan, nilai-nilai luhur budaya

setempat dan mengangkat permasalahan sosial dan lingkungan yang pada akhirnya

mampu membekali siswa dengan keterampilan dasar sebagai bekal dalam kehidupan (life

skill).

Dengan demikian, kurikulum muatan lokal adalah seperangkat rencana dan

dengan keadaan dan kebutuhan daerah masing-masing serta cara yang digunakan

sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Muatan lokal merupakan

kegiatan kurikuler dan ekstrakurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang

disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang

materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Muatan lokal

merupakan bagian dari struktur dan muatan kurikulum yang terdapat pada standar isi di

dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan.

Tujuan penyelenggaraan dan pelaksanaan muatan lokal dalam kurikulum yaitu

terdiri dari tujuan langsung dan tak langsung. (Abdullah Idi, 1999: 180) Tujuan langsung

meliputi bahan pengajaran lebih mudah diserap oleh murid, sumber belajar di daerah

dapat lebih dimanfaatkan untuk kepentingan pendidikan, murid dapat menerapkan

pengetahuan dan keterampilan yang dipelajarinya untuk memecahkan masalah yang

ditemukan di sekitarnya, dan murid lebih mengenal kondisi alam, lingkungan sosial dan

lingkungan budaya yang terdapat di daerahnya. Sedangkan tujuan tak langsung meliputi:

murid dapat meningkatkan pengetahuan mengenal daerahnya, murid diharapkan dapat

menolong orangtuanya dan menolong dirinya sendiri dalam rangka memenuhi

kebutuhan hidupnya, dan murid menjadi akrab dengan lingkungan dan terhindar dari

keterasingan terhadap lingkungan sendiri. Oleh karena itu untuk mencapai tujuan di

mana bahan muatan lokal sifatnya mandiri dan tidak terikat oleh pusat, maka peranan

guru dalam melaksanakan proses pembelajaran dalam muatan lokal ini sangat

menentukan. Untuk melaksanakan pengembangan, langkah-langkah yang ditempuh yaitu

menyusun perencanaan muatan lokal, melaksanakan pembinaan, dan merencanakan

pengembangan. (Dakir, 2010: 119)

Dalam menyusun perencanaan muatan lokal juga akan menyangkut berbagai

sumber seperti pengajar, metode, media, dana dan evaluasinya. Merencanakan bahan

muatan lokal yang akan diajarkan, langkah-langkahnya dapat ditempuh yaitu

mengaidentifikasi segala sesuatu yang mungkin dapat dijadikan bahan muatan lokal,

menyeleksi bahan muatan lokal, menyusun silabus yang bersangkutan, mencari sumber

bahan tertulis maupun tidak tertulis, dan mengusahakan sarana/ prasarana yang relevan

dan terjangkau.

Meskipun kurikulum muatan lokal telah direncanakan dengan rapi, tetapi dalam

pelaksanaannya tentu akan mengalami berbagai hambatan. Atas dasar berbagai

pengalaman bagi si pelaksana dan berbagai saran, kritik dan tanggapan yang merupakan

bahan masukan yang sangat berguna bagi revisi bahan muatan lokal selanjutnya. Selain

itu pembinaan perlu ditangani oleh tenaga-tenaga yang profesional yang dilakukan

secara berkelanjutan guna tercapainya tujuan muatan lokal secara optimal.

Page 5: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Pengembangan Muatan Lokal… (Dini Amaliah)

P a g e [ 423 ]

Pada pengembangan muatan lokal ada yang bersifat untuk jangka jauh dan untuk

jangka pendek. Pengembangan jangka jauh dilaksanakan secara berurutan dan

berkesinambungan dari berbagai muatan lokal yang pernah ada di sekolah-sekolah

bawahnya. Sedangkan di perguruan tinggi akan lebih tepat diistilahkan dengan “program

khusus”, yang akan menjadi ciri khas bagi setiap perguruan tinggi yang bersangkutan.

Perkembangan muatan lokal dalam jangka jauh yaitu melatih keahlian dan keterampilan

para siswa yang sesuai dengan harapan nantinya. Dapat membantu dirinya sendiri,

keluarga, masyarakat yang akhirnya dapat membantu pembangunan nusa dan

bangsanya. Oleh karenanya, perkembangan muatan lokal dalam jangka panjang harus

direncanakan secara sistematik oleh keluarga, sekolah dan masyarakat setempat dengan

perantara pakar-pakar pada intansi terkait, baik negeri maupun swasta. Perkembangan

tersebut dapat dilaksanakan dengan pola Trikon teori oleh Ki Hajar Dewantara yaitu

muatan lokal diambilkan dari bahan setempat (Konsentris), kemudian berjalan terus

makin meningkat sesuai dengan perkembangan peserta didik menuju ke daerah-daerah

yang lain (Kontinyu) akhirnya meskipun setiap sekolah memulai dari sentrisnya masing-

masing tetapi kalau semua sekolah melaksanakan secara kontinyu akibatnya akan terjadi

kesamaan bahan yang dipelajari oleh semua peserta didik di Indonesia (Konvergensi).

Jadi dengan kata lain untuk muatan lokal di sekolah dasar bersifat konsentris kemudian

dilaksanakan secara kontinyu di sekolah menengah pertama dan akan terjadi

konvergensi di sekolah menengah atas.

Sedangkan pengembangan muatan lokal dalam jangka pendek dapat dilakukan

oleh sekolah setempat dengan cara menyusun kurikulum muatan lokal kemudian

menyusun silabusnya dan direvisi setiap saat. Dalam pengembangan selanjutnya ada dua

hal yang perlu diperhatikan yaitu perluasan muatan lokal dan pendalaman muatan lokal.

(Dakir, 2010:123)

Perluasan muatan lokal pada dasarnya ialah bahan muatan lokal yang ada di

daerahnya itu yang terdiri dari berbagai jenis muatan lokal. Sedangkan pendalaman

muatan lokal adalah bahan muatan lokal yang sudah ada kemudian diperdalam sampai

lanjutan. Oleh karena itu pelajaran ini diberikan pada siswa yang sudah dewasa.

Landasan pengembangan muatan lokal adalah keberadaannya sebagai salah satu

isi dan struktur kurikulum yang harus diberikan pada tingkat dasar dan menengah. Hal

ini sebagaimana tercantum dalam Pasal 37 Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menyatakan bahwa Sekolah Dasar dan

Menengah terdiri dari mata pelajaran pendidikan agama; pendidikan kewarganegaraan,

bahasa; matematika; ilmu pengetahuan alam; Ilmu Pengetahuan Sosial; Seni dan Budaya;

Pendidikan Jasmani dan Olahraga; Keterampilan/Kejuruan; dan muatan lokal (UU

Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 Pasal 37 ayat 1).

Selanjutnya, dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No.

22 Tahun 2006 tentang standar isi menyatakan bahwa Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP) selain memuat beberapa mata pelajaran, juga terdapat mata pelajaran

muatan lokal yang wajib diberikan pada semua tingkat satuan pendidikan. Kebijakan

Page 6: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 424 ] P a g e

yang berkaitan dengan dimasukkannya mata pelajaran muatan lokal dalam standar isi

dilandasi kenyataan bahwa Indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa

yang memiliki keanekaragaman multikultur (adat istiadat, tata cara, bahasa, kesenian,

kerajinan, keterampilan daerah) merupakan ciri khas yang memperkaya nilai-nilai

kehidupan bangsa Indonesia. Adapun landasan pengembangan muatan lokal tercantum

pula pada UU No. 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah dan Peraturan

pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang standar nasional

pendidikan. (Rusman, 2009:404).

KONSEP MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) DAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN

Pembentukan MEA berawal dari kesepakatan para pemimpin ASEAN dalam

Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) pada Desember 1997 di Kuala Lumpur, Malaysia.

Kesepakatan ini bertujuan meningkatkan daya saing ASEAN serta bisa menyaingi

Tiongkok dan India untuk menarik investasi asing. Modal asing dibutuhkan untuk

meningkatkan lapangan pekerjaan dan kesejahteraan warga ASEAN. Saat itu, ASEAN

meluncurkan inisiatif pembentukan integrasi kawasan ASEAN atau komunitas

masyarakat ASEAN melalui ASEAN Vision 2020 saat berlangsungnya ASEAN Second

Informal Summit. Inisiatif ini kemudian diwujudkan dalam bentuk roadmap jangka

panjang yang bernama Hanoi Plan of Action yang disepakati pada 1998.

Tujuan dibentuknya MEA untuk meningkatkan stabilitas perekonomian di

kawasan ASEAN, serta diharapkan mampu mengatasi masalah-masalah di bidang

ekonomi antar negara ASEAN. Selama hampir dua dekade, ASEAN terdiri dari hanya lima

negara - Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand yang pendiriannya pada

tahun 1967. Negara-negara Asia Tenggara lainnya yang tergabung dalam waktu yang

berbeda yaitu Brunei Darussalam (1984), Vietnam (1995), Laos dan Myanmar (1997),

dan Kamboja (1999).

Menjelang MEA yang sudah di depan mata, pemerintah Indonesia diharapkan

dapat mempersiapkan langkah strategis dalam sektor tenaga kerja, sektor infrastruktur,

dan sektor industri. Dalam menghadapi MEA, Pemerintah Indonesia menyiapkan respon

kebijakan yang berkaitan dengan Pengembangan Industri Nasional, Pengembangan

Infrastruktur, Pengembangan Logistik, Pengembangan Investasi, dan Pengembangan

Perdagangan (www.fiskal.depkeu.go.id). Selain hal tersebut masing-masing Kementerian

dan Lembaga berusaha mengantisipasi MEA dengan langkah-langkah strategis.

Menurut Suroso (2015) dalam bidang pendidikan, Pemerintah juga dapat

melakukan pengembangan kurikulum pendidikan yang sesuai dengan MEA. Pendidikan

sebagai pencetak sumber daya manusia (SDM) berkualitas menjadi jawaban terhadap

kebutuhan sumber daya manusia. Oleh karena itu meningkatkan standar mutu sekolah

menjadi keharusan agar lulusannya siap menghadapi persaingan. Kegiatan sosialisasi

pada masyarakat juga harus ditingkatkan misalnya dengan Iklan Layanan Masyarakat

tentang MEA yang berusaha menambah kesiapan masyarakat menghadapinya.

Page 7: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Pengembangan Muatan Lokal… (Dini Amaliah)

P a g e [ 425 ]

Mendikbud Anies Baswedan mengatakan, meningkatkan standar mutu pendidikan

salah satunya dengan menguatkan aktor pendidikan, yaitu kepala sekolah, guru, dan

orang tua. Menurutnya, kepemimpinan kepala sekolah menjadi kunci tumbuhnya

ekosistem pendidikan yang baik. Guru juga perlu dilatih dengan metode yang tepat, yaitu

mengubah pola pikir guru.

Menurut Julipah dalam makalahnya mengenai Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

2015 pendekatan yang mampu dioptimalkan untuk menghadapi tantangan MEA 2015 ke

depan khususnya di bidang pendidikan yaitu: pendidikan merupakan hal yang terpenting

untuk meningkatkan kualitas sumber daya masyarakat khususnya di kawasan Indonesia

Timur. Sebagai usaha untuk meningkatkan daya saing dengan penduduk dari asal negara

asing lainnya, penting untuk pemerintah daerah maupun pusat untuk lebih memberikan

perhatian kepada masalah pendidikan. Penyuluhan sebagai langkah untuk mencerdaskan

kehidupan masyarakat setempat pun perlu dilakukan untuk memberikan kemudahan

mengelola kekayaan alam kawasan Indonesia Timur.

PERAN MUATAN LOKAL DALAM MENGHADAPI MEA

Pemerintah melakukan pengembangan kurikulum pendidikan yang sesuai dengan

MEA. Salah satu aspek yang dilakukan dalam strategi menghadapi MEA dengan

pengembangan kurikulum adalah pengembangan kurikulum muatan lokal.

Pengembangan kurikulum muatan lokal ada yang bersifat untuk jangka jauh dan untuk

jangka pendek.

Pengembangan jangka jauh dilaksanakan secara berurutan dan

berkesinambungan dari berbagai muatan lokal yang pernah ada di jenjang sekolah dasar

sampai menengah, seperti yang dilakukan oleh Kepala Dinas Tenaga Kerja dan

Transmigrasi Nusa Tenggara Barat, dengan berupaya menerapkan kurikulum muatan

lokal melalui peningkatan kemampuan berbahasa Inggris. Menurut H Wildan di Mataram,

Nusa Tenggara Barat (NTB) republika.co.id (April, 2015) menilai masih lemahnya

penguasaan bahasa Inggris akan menjadi kendala dalam menghadapi persaingan

Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). "Penguasaan bahasa Inggris menjadi kendala dalam

menghadapi persaingan MEA yang akan diberlakukan mulai akhir 2015.” Penguasaan

bahasa Inggris, menurutnya menjadi salah satu persyaratan utama dalam perekrutan

tenaga kerja di setiap perusahaan, baik milik pemerintah maupun swasta, terutama

perusahaan asing. Hal ini senada yang dilakukan di DKI Jakarta, bahwa pengembangan

kurikulum 2013 semakin menambah sarat pentingnya muatan lokal di sekolah, seperti

yang diungkapkan dalam replubika.co.id (Desember, 2013) Kepala Dinas Pendidikan DKI

Jakarta Taufik Yudi Mulyanto menekankan bahwa bahasa Inggris akan dijadikan muatan

lokal dalam kurikulum baru. “Jadi, di Jakarta, bahasa Inggris justru akan menjadi mata

pelajaran wajib sebagai tambahan dari desain minimal yang ditawarkan Pusat. Begitu

juga dengan Penjaskes.”

Pada perguruan tinggi akan lebih tepat diistilahkan dengan “program khusus”,

yang akan menjadi ciri khas bagi setiap perguruan tinggi yang bersangkutan. Hal ini

Page 8: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 426 ] P a g e

sesuai dengan yang dilakukan Universitas Indraprasta PGRI dalam mengembangkan

budaya daerah dengan melaksanakan pagelaran wayang orang dan kulit sebagai bentuk

pelestarian budaya di mana mahasiswa dan dosen ikut aktif baik sebagai penari, pemain

dan pelakon.

Perkembangan muatan lokal dalam jangka jauh dapat dilaksanakan dengan pola

Trikon teori oleh Ki Hajar Dewantara yaitu konsentris, kontinyu dan konvergensi dalam

muatan lokal seperti yang diuraikan dalam jurnal humaniora oleh Nunung Sri Wahyuni

(2013) menjelaskan pengembangan muatan lokal melalui membatik di SMA Situbondo,

hasil penelitiannya menyatakan bahwa penetapan muatan lokal membatik merupakan

keputusan sekolah dengan tujuan mensukseskan program pemerintah kabupaten

Situbondo melestarikan dan mengembangkan budaya lokal khususnya batik situbondo,

memberikan bekal keterampilan, dan peluang usaha. Selain itu implementasi muatan

lokal membatik terlaksana secara optimal serta minat wirausaha siswa tinggi setelah

mengikuti mulok membatik.

Muhammad Nur Farid dalam jurnal komunitas Unnes (2012) mengkaji bagaimana

pelaksanaan muatan lokal batik tulis Lasem pada tingkat sekolah dasar di Kecamatan

Lasem sebagai bentuk pelestarian budaya lokal. Hasil penelitian ini menunjukkan

pelaksanaan muatan lokal batik tulis Lasem pada kelas empat dan kelas lima. Muatan

lokal tersebut berhasil menanamkan kepedulian dan kecintaan anak-anak pada batik

tulis Lasem.

Contoh lain dalam pengembangan muatan lokal jangka jauh adalah penetapan

keluasan waktu belajar dalam pelaksanaan muatan lokal di Surabaya dengan menetapkan

Jumat Jawa (JJ). DKI Jakarta sebagai ibukota negara Indonesia juga telah menerapkan

muatan lokal dengan menetapkan pakaian daerah untuk dipakai guru sebagai langkah

memperkenalkan dan menumbuhkan kecintaan pada budaya daerah.

Berbagai upaya yang dilakukan dalam dunia pendidikan untuk menghadapi

tuntutan dan tantangan dalam menghadapi MEA dengan pengembangan kurikulum

muatan lokal baik melalui penerapan bahasa Inggris untuk mengadaptasi tuntutan MEA,

maupun dengan menguatkan budaya daerah sebagai pondasi budaya nasional seperti

penerapan muatan lokal Jumat Jawa, membatik, bahasa Sunda dan lain sebagainya. Hal

ini penting sehingga kecintaan peserta didik akan daerahnya menjadi penguat dalam

menghadapi MEA, yaitu peserta didik menjadi think globally act locally.

Sedangkan pengembangan muatan lokal dalam jangka pendek dapat dilakukan

oleh sekolah setempat dengan cara menyusun kurikulum muatan lokal kemudian

menyusun silabusnya dan direvisi setiap saat. Pihak yang memegang peranan cukup

penting baik di dalam perencanaan dan pelaksanaan kurikulum adalah guru. Peranan

guru bukan hanya menilai perilaku dan prestasi belajar murid-murid dalam kelas, tetapi

juga menilai implementasi kurikulum dalam lingkup yang lebih luas. Hasil-hasil penilaian

demikian akan sangat membantu pengembangan kurikulum, untuk memahami

hambatan-hambatan dalam implementasi kurikulum dan juga dapat membantu mencari

cara untuk mengoptimalkan kegiatan guru (Nana Syaodih S., 2009:157).

Page 9: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Pengembangan Muatan Lokal… (Dini Amaliah)

P a g e [ 427 ]

Kreativitas guru dalam pelaksanaan pembelajaran menjadi dasar pengembangan

muatan lokal yang terinternalisasi tidak hanya untuk peserta didik namun juga bagi

pendidiknya. Guru dituntut untuk dapat menggunakan sumber daya ada (lingkungan)

dalam pelaksanaan pembelajaran agar pembelajaran menjadi optimal dan kontekstual.

Pembelajaran yang kontekstual merupakan salah satu strategi dalam menerapkan

muatan lokal di dalam semua materi pembelajaran. Pembelajaran kontekstual dapat

menciptakan pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan

(PAIKEM) dengan menggunakan berbagai variasi metode, sumber dan alat/ media

pembelajaran.

Dalam pengembangan selanjutnya ada dua hal yang perlu diperhatikan yaitu

perluasan muatan lokal dan pendalaman muatan lokal. Perluasan muatan lokal pada

dasarnya ialah bahan muatan lokal yang ada di daerahnya itu yang terdiri dari berbagai

jenis muatan lokal. Sedangkan pendalaman muatan lokal adalah bahan muatan lokal yang

sudah ada kemudian diperdalam sampai lanjutan. Perluasan dan pendalaman muatan

lokal yang dimaksud salah satunya dengan penguasaan bahasa daerah selain bahasa

asing. Melalui muatan lokal seperti yang diungkapkan Kompas (26 Maret 2015) adalah

sebagian bahasa daerah di Nusantara semakin terancam punah, terutama akibat

minimnya tradisi pengajaran lintas generasi. Hal ini merugikan bangsa Indonesia karena

keanekaragaman bahasa, sebagai salah satu unsur penting pembentuk kebudayaan,

menjadi semakin berkurang. Ini merupakan tantangan besar khususnya dalam

menghadapi MEA. Salah satu cara yang wajib ditempuh adalah dengan mengembangkan

muatan lokal bahasa daerah sebagai wujud penanaman nilai budaya daerah.

Penerapan muatan lokal bahasa daerah di sekolah yang dilakukan selama ini perlu

dipertahankan untuk menjaga bahasa daerah agar tidak punah karena bahasa daerah

merupakan identitas suatu bangsa. Dalam pelaksanaannya perlu dibuat sebagai mata

pelajaran mandiri mengingat karakteristiknya yang tidak dapat diintegrasikan dengan

mata pelajaran strategi belajar dan pembelajaran, sebagaimana yang dilakukan

Pemerintah Propinsi Jawa Barat. Adapun landasannya, sebagaimana surat edaran Kepala

Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat No. 423/2372/Set-disdik tertanggal 26 Maret

2013 perihal Pembelajaran Muatan Lokal Bahasa Daerah pada Jenjang SD/MI, SMP/MTs,

SMA/SMK/MA, dengan demikian pembelajaraan muatan lokal Bahasa Daerah tetap

diakomodir dalam Kurikulum 2013 di Jawa Barat dengan pilihan bahasa yaitu Bahasa

Sunda, Bahasa Cirebon dan Bahasa Melayu Betawi. (Bambang Sugiharto, 2013)

SIMPULAN

Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) tahun 2015 bisa jadi merupakan

momok yang menakutkan bagi beberapa kalangan, salah satunya di bidang pendidikan.

Indonesia dituntut untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang memiliki

integritas dan jati diri yang kuat sebagai bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia merupakan

bangsa yang memiliki beraneka ragam budaya. Budaya tersebut harus terus dilestarikan

dan diperkuat melalui pengembangan kurikulum. Salah satu caranya pengembangan

Page 10: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 428 ] P a g e

kurikulum yang dilakukan adalah dengan pengembangan kurikulum muatan lokal di

mana karakteristik dan ciri daerah ditingkatkan dan penguasaan akan pengetahuan

global juga dioptimalkan. Muatan lokal dapat menumbuhkan kecintaan peserta didik

sebagai penerus bangsa akan nilai-nilai sosio kultural daerahnya dan negerinya. Selain

itu nilai moral yang terkandung pada setiap daerah dapat ditumbuhkan dalam diri

peserta didik maupun pendidik. Nilai moral inilah yang menjadi ciri dan bekal bangsa

dalam menghadapi tuntutan dan tantangan masa depan.

Pengembangan muatan lokal yang telah dilaksanakan di Indonesia merupakan

salah satu strategi jitu dalam menghadapi MEA. Dengan pelaksanaan MEA, melalui

muatan lokal bangsa Indonesia dapat merubah tantangan menjadi peluang. Dampak

negatif MEA dapat diubah menjadi positif yaitu semakin menjadikan bangsa Indonesia

kuat, kokoh dan tegar.

Adapun pelaksanaan muatan lokal yang sudah berlangsung sekian lama di

Indonesia sebagai salah satu langkah strategis menghadapi MEA, masih perlu untuk terus

diperbaiki dan dikembangkan. Minimnya evaluasi pelaksanaan muatan lokal menjadi hal

yang harus dipikirkan. Evaluasi muatan lokal penting untuk pengembangan kurikulum

yang adaptif dengan perkembangan global. Oleh karena itu, penelitian ini pun perlu

dikembangkan sampai tahap evaluasi pelaksanaan muatan lokal, untuk mengetahui

seberapa jauh muatan lokal sudah dilaksanakan. Dengan begitu, pelaksanaan muatan

lokal menjadi optimal dan tepat sasaran serta dapat menginternalisasi ke dalam diri

bangsa Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Dakir, Haji. (2010). Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum. Jakarta: Rineka Cipta.

Idi, Abdullah. (1999). Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktik. Jakarta: Gaya MediaPratama.

Iim Wasliman. (2007). Modul Problematika Pendidikan Dasar. Bandung: Pps PendidikanDasar UPI.

Kompas. (2012). Bahasa Daerah Terancam: Sebagian dari 749 Bahasa di Nusantara kianKehilangan Penutur. Maret 2015, halaman 12. Jakarta.

Mulyasa, E. (2009). Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Kemandirianguru dan Kepala Sekolah, Cetakan Ketiga, Jakarta: PT Bumi Aksara.

Munawaroh, Julipah Al. (2015). Makalah: Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015.http://www.academia.edu/9060383/masyarakat_ekonomi_ASEAN_2015_MEA_2015_ diakses 23 Mei 2015.

Nasir, Muhammad. (2013). Pengembangan Kurikulum Muatan Lokal Dalam KonteksPendidikan Islam di Madrasah. Jurnal Studi Islamika, 10(1), 1-18.http://www.jurnalhunafa.org/index.php/hunafa/article/view/12, diakses 23 Mei2015.

Nur Farid, Muhammad. (2012). Peranan Muatan Lokal Materi Batik Tulis Lasem SebagaiBentuk Pelestarian Budaya Lokal. Jurnal Komunitas (Research And Learning In

Page 11: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Pengembangan Muatan Lokal… (Dini Amaliah)

P a g e [ 429 ]

Sociology And Anthropologhy), 4(1) Http://Journal.Unnes.Ac.Id/Nju/Index.Php/Komunitas/Article/View/2400

Putra, Yudha Manggala P. (2015). Penguasaan Bahasa Inggris Dinilai Kendala HadapiMEA. http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/daerah/15/04/14/nmsfq9-penguasaan-bahasa-inggris-dinilai-kendala-hadapi-mea, diakses pada 14 April2015

Rachman Taufik. (2012). Pengamat: Bahasa Inggris Jadi Muatan Lokal Saja.http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/berita-pendidikan/12/10/22/mca72n pengamat-bahasa-inggris-jadi-muatan-lokal-saja, diakses 23 Mei 2015.

Rusman. (2009). Manajemen Kurikulum. Jakarta: Rajawali Pers.

Sugiharto, Bambang. (2013). Penerapan Bahasa Daerah pada Kurikulum 2013 di JawaBarat. http://bahasa.kompasiana.com/2013/11/28/penerapan-bahasa-daerah-pada-kurikulum-2013-di-jawa-barat-613871.html, diakses 24 Mei 2015.

Suroso, G.T. (2015). Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) dan Perekonomian Indonesia.http://www.bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/150-artikel-keuanganumum/20545-masyarakat-ekonomi-asean-mea-dan-perekonomian-indonesia,diakses 24 Mei 2015.

Page 12: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 430 ] P a g e

MEMBANGUN KEPERCAYAAN DIRI SISWA

MELALUI KEGIATAN EKSTRAKURIKULER

Bernadus GapiUniversitas Negeri [email protected]

AbstrakArtikel bertujuan untuk mengetahui cara dalam membangun kepercayaan dirisiswa melalui kegiatan ekstrakurikuler. Artikel ini berupa hasil pemikiranpenulis, analisis ilmiah, dan kajian teori. Dari hasil pemikiran, analisis ilmiah dankajian teori, disimpulkan bahwa cara membangun kepercayaan diri siswamelalui kegiatan ekstrakurikuler adalah dengan menggunakan strategi berupatekanan dan apresiasi pada setiap pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler.Tekanan dapat berupa aturan dan sanksi sebagai salah satu aspek pendorongdalam motivasi yakni “mencoba dengan keras”, sedangkan apresiasi dapatberupa pujian dan pemberian simbol penghargaan. Penggunaan strategimembangun kepercayaan diri siswa berupa tekanan dan apresiasi terhadapsiswa sangat tergantung dari waktu dan kondisi siswa pada saat mengikutikegiatan ekstrakurikuler, antara lain; pada saat siswa dengan kondisi sangatpasif sampai pada kondisi pasif menggunakan unsur tekanan, pada saat siswaaktif menggunakan unsur apresiasi, dan pada saat siswa hiper aktif dapatmenggunakan unsur tekanan.

Kata kunci: Kepercayaan diri, Kegiatan ekstrakurikuler, strategi, tekanan,apresiasi

PENDAHULUAN

Sasaran penerapan Kurikulum 2013 adalah untuk mewujudkan kompetensi sikap,

pengetahuan, dan keterampilan siswa sebagai peserta didik. Ketiga kompetensi dasar

tersebut selanjutnya diharapkan dapat membangun kesiapan bagi generasi muda dalam

menghadapi MEA. Untuk mendukung terwujudnya pencapaian ketiga kompetensi

tersebut, khususnya sikap dan keterampilan siswa serta dalam menyikapi MEA Tahun

2015, maka salah satu hal yang teramat penting untuk diperhatikan oleh lembaga sekolah

dalam mendukung program kurikuler adalah kepercayaan diri siswa. Membangun

kepercayaan diri siswa bertujuan agar siswa memiliki keberanian dalam

mengekspresikan ide, pemikiran, serta gagasan baik secara abstrak maupun

mewujudnyatakan dalam ranah konkret yang selanjutnya dapat membantu

berkembangnya prestasi belajar siswa. Hal ini senada dengan pendapat Soesarsono

Wijandi (1999:33) bahwa Kepercayaan diri merupakan paduan sikap dan keyakinan

seseorang dalam menghadapi tugas atau pekerjaan.

Kemampuan menyampaikan ide, pemikiran dan gagasan secara baik dan benar,

serta sistematis dan objektif dapat dipandang siswa sebagai tantangan dan di sisi lain

sebagai masalah dalam mengambil keputusan apakah ide, pemikiran serta gagasannya

dieksplorasikan dan diekspresikan atau tidak. Seorang siswa yang percaya diri, tentu

akan mengambil keputusan untuk segera berpendapat ataupun bertindak terhadap ide,

pemikiran dan gagasan yang dimiliki karena memiliki “keyakinan” terhadap kemampuan

Page 13: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Membangun Kepercayaan Diri… (Bernadus Gapi)

P a g e [ 431 ]

dirinya dan “optimis” terhadap konsekuensi tindakannya serta “siap menerima” respon

dan penilaian pihak lain. Sejalan dengan itu, Angelis (2007:10) mengenai percaya diri

berawal dari tekad pada diri sendiri, untuk melakukan segalanya yang kita inginkan dan

butuhkan dalam hidup. Percaya diri terbina dari keyakinan diri sendiri, sehingga kita

mampu menghadapi tantangan hidup apapun dengan berbuat sesuatu.

Membangun kepercayaan diri siswa amatlah penting. Siswa sejatinya merupakan

sosok anak-anak dan remaja yang masih dalam tahap proses untuk mendapatkan

kematangan dan kemajuan dirinya sehingga proses yang dimaksud adalah proses belajar.

Dalam proses belajar tersebut siswa akan menemukan kekurangan dan kelebihan dirinya

demi perbaikan dan peningkatan kualitas dan kompetensi diri. Untuk itu penting bagi

siswa untuk mengekspresikan apa yang ada dalam pikirannya untuk dapat menemukan

kekurangan dan kelebihan tersebut. Siswa yang aktif dan percaya diri akan mudah

menemukan dua hal tersebut dibandingkan dengan siswa yang cenderung pasif dan

minder dalam proses pembelajaran.

Membangun kepercayaan diri siswa dapat dilakukan melalui kegiatan

ekstrakurikuler yang secara sederhana dapat diartikan sebagai kegiatan di luar mata

pelajaran wajib yang bertujuan untuk pengembangan diri siswa. Hakim (2002:122)

menjelaskan bahwa rasa percaya diri siswa di sekolah bisa dibangun melalui berbagai macam

bentuk kegiatan, yang salah satunya adalah melalui kegiatan ekstrakurikuler. Selanjutnya

Pengertian ekstrakurikuler menurut kamus besar Bahasa Indonesia (2002:291) yaitu:”

suatu kegiatan yang berada di luar program yang tertulis di dalam kurikulum seperti

latihan kepemimpinan dan pembinaan siswa. Terdapat banyak kegiatan ekstrakurikuler

yang jika diprogramkan dan dijalankan dengan baik dan benar maka kepercayaan diri

siswa akan terbentuk dan dapat mendukung kemajuan prestasi belajar serta

perkembangan kepribadian siswa lainnya.

Berdasarkan uraian di atas, maka ditarik rumusan masalah, yakni “bagaimana cara

membangun kepercayaan diri siswa melalui kegiatan ekstrakurikuler?”, dan bertujuan

untuk mengetahui cara membangun kepercayaan diri siswa dalam kegiatan

ekstrakurikuler.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Konsep Kepercayaan Diri dan Pengertian Percaya Diri

Menurut Lauster (2012:4) kepercayaan diri merupakan suatu sikap atau

keyakinan atas kemampuan diri sendiri, sehingga dalam tindakan-tindakannya tidak

terlalu cemas, merasa bebas untuk melakukan hal-hal yang sesuai keinginan dan

tanggung jawab atas perbuatannya, sopan dalam berinteraksi dengan orang lain,

memiliki dorongan prestasi serta dapat mengenal kelebihan dan kekurangan diri sendiri.

Kepercayaan diri adalah suatu keyakinan seseorang terhadap segala aspek kelebihan

yang dimilikinya dan keyakinan tersebut membuatnya merasa mampu untuk bisa

mencapai berbagai tujuan di dalam hidupnya (Hakim, 2002:6). Hal ini bukan berarti

bahwa individu tersebut mampu dan kompeten melakukan segala sesuatu seorang diri.

Page 14: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 432 ] P a g e

Rasa percaya diri yang tinggi sebenarnya hanya merujuk pada adanya beberapa

aspek dari kehidupan individu tersebut di mana ia merasa memiliki kompetensi, yakni

mampu dan percaya bahwa dia bisa karena didukung oleh pengalaman, potensi aktual,

prestasi serta harapan yang realistik terhadap diri sendiri. Selanjutnya, Thantaway dalam

Kamus istilah Bimbingan dan Konseling (2005:87), percaya diri adalah kondisi mental

atau psikologis diri seseorang yang memberi keyakinan kuat pada dirinya untuk berbuat

atau melakukan sesuatu tindakan. Orang yang tidak percaya diri memiliki konsep diri

negatif, kurang percaya pada kemampuannya, karena itu sering menutup diri.

Dari segi perkembangan, rasa percaya diri dapat timbul berkat adanya pengakuan

dari lingkungan (Dimyati dan Mudjiono, 2009). Menurut (Aunurrahma 2009) Percaya

diri adalah salah satu kondisi psikologi seseorang yang berpengaruh terhadap aktivitas

fisik dan mental dalam proses pembelajaran. Rasa percaya diri pada umumnya muncul

ketika seseorang akan melakukan atau terlibat di dalam suatu aktivitas tertentu di mana

pikirannya terarah untuk mencapai sesuatu hasil yang diinginkan. Dari dimensi

perkembangan, rasa percaya diri dapat tumbuh dengan sehat bilamana ada pengakuan

dari lingkungan.

Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa percaya diri adalah sikap

positif yang dimiliki seorang individu yang membiasakan dan memampukan dirinya

untuk mengembangkan penilaian positif baik terhadap diri sendiri, mapun lingkungan

serta situasi yang dihadapi untuk meraih apa yang diinginkan.

Konsep Kegiatan Ekstrakurikuler

Pengertian ekstrakurikuler menurut kamus besar Bahasa Indonesia (2002:291)

yaitu;” suatu kegiatan yang berada di luar program yang tertulis di dalam kurikulum

seperti latihan kepemimpinan dan pembinaan siswa”. Kegiatan ekstrakurikuler sendiri

dilaksanakan di luar jam pelajaran wajib. Kegiatan ini memberi keleluasaan waktu dan

memberikan kebebasan pada siswa, terutama dalam menentukan jenis kegiatan yang

sesuai dengan bakat serta minat mereka.

Menurut Oemar Hamalik (2004: 181), kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan

pendidikan di luar ketentuan kurikulum yang berlaku, akan tetapi bersifat pedagogis dan

menunjang pendidikan dalam menunjang ketercapaian tujuan sekolah. Kegiatan

Ekstrakurikuler adalah kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran untuk membantu

pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka

melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga

kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah/ madrasah (Anifral

Hendri, 2008: 1-2).Pengertian di atas menekankan bahwa kegiatan ekstrakurikuler untuk

membantu pengembangan peserta didik dan pemantapan pengembangan kepribadian

siswa yang salah satunya adalah membangun kepercayaan diri.

Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81

A Tahun 2013, Ekstrakurikuler adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh peserta

didik di luar jam belajar kurikulum standar sebagai perluasan dari kegiatan kurikulum

dan dilakukan di bawah bimbingan sekolah dengan tujuan untuk mengembangkan

Page 15: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Membangun Kepercayaan Diri… (Bernadus Gapi)

P a g e [ 433 ]

kepribadian, bakat, minat, dan kemampuan peserta didik yang lebih luas atau di luar

minat yang dikembangkan oleh kurikulum. Berdasarkan definisi tersebut, maka kegiatan

di sekolah atau pun di luar sekolah yang terkait dengan tugas belajar suatu mata

pelajaran bukanlah kegiatan ekstrakurikuler.

Sehubungan dengan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa kegiatan

ekstrakurikuler merupakan kegiatan yang menekankan kepada kebutuhan siswa agar

menambah wawasan, sikap dan kepribadian siswa khususnya kepercayaan diri siswa

baik di luar jam pelajaran wajib serta kegiatannya dilakukan di dalam dan di luar sekolah

Tujuan kegiatan ekstrakurikuler sesuai dengan yang tercantum dalam

Permendiknas No. 81A Tahun 2013, yaitu sebagai berikut:

1. Kegiatan ekstrakurikuler harus dapat meningkatkan kemampuan kognitif, afektif, dan

psikomotor peserta didik.

2. Kegiatan ekstrakurikuler harus dapat mengembangkan bakat dan minat peserta didik

dalam upaya pembinaan pribadi menuju pembinaan manusia seutuhnya.

Fungsi Kegiatan Ekstrakurikuler

Ada empat fungsi yang melekat dalam kegiatan ekstrakurikuler: pertama,

pengembangan, yaitu fungsi kegiatan ekstrakurikuler untuk mengembangkan

kemampuan dan kreativitas siswa sesuai dengan potensi, bakat dan minat mereka.

Kedua, sosial, yaitu fungsi kegiatan ekstrakurikuler untuk mengembangkan kemampuan

dan rasa tanggung-jawab sosial peserta didik. Ketiga, rekreatif, yaitu fungsi kegiatan

ekstrakurikuler untuk mengembangkan suasana rileks, menggembirakan dan

menyenangkan bagi peserta didik yang menunjang proses perkembangan. Keempat,

persiapan karir, yaitu fungsi kegiatan ekstrakurikuler untuk mengembangkan kesiapan

karir peserta didik

Dari tujuan dan manfaat kegiatan ekstrakurikuler dapat terlihat sangat jelas

arahnya yakni untuk meningkatkan kemampuan dan pengembangan pribadi siswa

sehingga kepercayaan diri siswa dimaksud menjadi salah satu aspek penting yang akan

timbul dalam diri siswa melalui kegiatan ekstrakurikuler. Untuk itu dalam

implementasinya perlu memperhatikan cara-cara dalam membangun kepercayaan diri

siswa.

Jenis-jenis kegiatan ekstrakurikuler

Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan Republik Indonesia kegiatan

ekstrakurikuler terdiri dari ekstrakurikuler wajib dan ekstrakurikuler pilihan. Terkait

dengan kegiatan ekstrakurikuler pilihan, maka menurut Anifral Hendri (2008: 2–3),

mengemukakan pendapat umumnya mengenai beberapa jenis kegiatan ekstrakurikuler

dalam beberapa bentuk yaitu:

1. Krida, Latihan Dasar Kepemimpinan Siswa (LDKS), organisasi siswa (OSIS), Palang

Merah Remaja (PMR), Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (PASKIBRAKA).

Page 16: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 434 ] P a g e

2. Karya Ilmiah, meliputi Kegiatan Ilmiah Remaja (KIR), kegiatan penguasaan keilmuan

dan kemampuan akademik, penelitian.

3. Latihan/lomba keberbakatan/ prestasi, meliputi pengembangan bakat olah raga, seni

dan budaya, cinta alam, jurnaistik, teater, keagamaan.

4. Seminar, lokakarya, dan pameran/ bazar, dengan substansi antara lain karir,

pendidikan, kesehatan, perlindungan HAM, keagamaan, seni budaya.

5. Olahraga, yang meliputi beberapa cabang olahraga yang diminati tergantung sekolah

tersebut, misalnya: Basket, Karate, Taekwondo, Silat, Softball, dan lain sebagainya.

Prinsip-prinsip Kegiatan Ekstrakurikuler

1. Individual, yaitu prinsip kegiatan ekstrakurikuler yang sesuai dengan potensi, bakat,

minat peserta didik masing-masing.

2. Pilihan, yaitu prinsip kegiatan ekstrakurikuler yang sesuai dengan keinginan dan

diikuti secara sukarela peserta didik.

3. Keterlibatan aktif, yaitu prinsip kegiatan ekstra kurikuler yang menuntut

keikutsertaan peserta didik secara penuh.

4. Menyenangkan, yaitu prinsip kegiatan ekstrakurikuler dalam suasana yang disukai

dan menggembirakan peserta didik.

5. Etos kerja, yaitu prinsip kegiatan ekstrakurikuler yang membangun semangat peserta

didik untuk bekerja dengan baik dan berhasil.

6. Kemanfaatan sosial, yaitu prinsip kegiatan ekstrakurikuler yang dilaksanakan untuk

kepentingan masyarakat.

Format kegiatan ekstrakurikuler

1. Individual, yaitu format kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti peserta didik secara

perorangan.

2. Kelompok, yaitu format kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti oleh kelompok-

kelompok peserta didik.

3. Klasikal, yaitu format kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti oleh peserta didik dalam

satu kelas.

4. Gabungan, yaitu format kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti oleh pesert didik antar

kelas atau antar sekolah.

5. Lapangan, yaitu format kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti seorang atau sejumlah

peserta didik melalui kegiatan di luar kelas atau kegiatan lapangan

Penguatan Paradigma dan Membangun Model Kegiatan Ekstrakurikuler

Oleh karena peran kegiatan ekstrakurikuler yang sangat penting bagi

pengembangan anak dan kontribusinya terhadap prestasi anak dalam ranah

intrakurikuler maka pandangan tentang kegiatan ekstrakurikuler dalam dunia

pendidikan dewasa kini sudah semestinya dikuatkan melalui sistem yang terpadu dan

terarah. Sistem yang terpadu dan terarah berarti kegiatan ekstrakurikuler tidak bisa lagi

Page 17: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Membangun Kepercayaan Diri… (Bernadus Gapi)

P a g e [ 435 ]

dipandang hanya sekedar kegiatan sampingan yang sifatnya rutinitas dan tidak

terkontrol dengan baik melainkan sebagai kegiatan yang sama pentingnya dengan

kegiatan intrakurikuler. Hadirnya Permendiknas No. 39 Tahun 2008 tentang pembinaan

kesiswaan dan Permendiknas No. 81A Tahun 2013 tentang implementasi kurikulum,

menegaskan bahwa kegiatan ekstrakurikuler menjadi salah satu inti kurikulum dan

layanan pendidikan sekolah yang tidak boleh ditinggalkan.

Untuk dapat membangun kepercayaan diri siswa dalam pengembangan diri

melalui kegiatan ekstrakurikuler maka sangatlah penting kegiatan ekstrakurikuler

dimaksud dilaksanakan secara sistematis, terarah, dan pada tahap perencanaan serta

pelaksanaannya dapat memperhatikan strategi membangun kepercayaan diri siswa.

Model skema kegiatan ekstrakurikuler yang dikembangkan disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Skema Model Rancangan Kegiatan Ekstrakurikuler dan Strategi Membangun

Kepercayaan Diri Siswa

Analisis:

Kebutuhan,bakat, minat,

dankesesuaian

dengan K 13

ProgramKegiatan:

Menyusunprogramkegiatan

Pelaksana:Terdiri dari;

KepalaSekolah,Wakasek

Kurikulm danKesiswaan,

guru danpelatih

Prinsip

Tanggung jawabkerja:

Setiap pihakmelaksanakan tugasdan tanggung jawabyang berbeda, dan

siswa dituntut untukterlibat secara penuh

berdasarkanminatnya

Jenis kegiatan:Terdapat kegiatansifatnya wajib dan

pilihan. Untuk kegiatanpilihan, jenis kegiatan

ekstrakurikulerbervariasi berdasarkanpada kebutuhan anak

dan kesesuaian dengankondisi kurikulum 2013

Perencanaan

Pelaksana

anFormat

HASILKEGIATANEKSTAKURIKU

LER

KEPERCAYAAN DIRISISWA SEBAGAI

HASIL

STRATEGIMEMBANGUN

KEPERCAYAN DIRIDisertakan dalam tahap perencanaan Diimplementasikan dalamtahap pelaksanaan

Page 18: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 436 ] P a g e

Dari Gambar 1 sebelum dapat terlihat skema model rancangan kegiatan

ekstrakurikuler dan strategi meningkatkan kepercayaan diri siswa yang dalam

implementasi merupakan suatu system yang terdiri dari perencanaan dan pelaksanaan

untuk mencapai hasil “kepercayaan diri siswa”. Dalam kaitannya dengan tahap

perencanaan, maka prinsip dan format kegiatan ekstrakurikuler merupakan acuan

penting agar perencanaan dimaksud memperhatikan hal-hal yang menjadi prinsip

kegiatan ekstrakurikuler dan hal-hal yang menjadi format kegiatan ekstrakurikuler.

Tahap Perencanaan terdiri dari; analisis, penyusunan program kegiatan, dan

unsur pelaksana kegiatan. Proses analisis memperhatikan kebutuhan siswa dan

kesesuaian dengan kondisi kurikulum 2013. Dengan memperhatikan kebutuhan, bakat

dan minat siswa dimaksud bertujuan agar pihak lembaga merancang kegiatan

ekstrakurikuler yang menjawab kebutuhan, bakat, potensi, serta hobi pada setiap siswa.

Dengan bakat serta potensi yang berbeda-beda, maka jenis kegiatan menjadi bervariasi

dalam mengakomodir kebutuhan siswa. Selanjutnya kesesuaian dengan kondisi

kurikulum 2013 bermaksud agar kegiatan ekstrakurikuler memperhatikan pula keadaan

dan aturan main K 13. Hal-hal yang perlu disesuaikan adalah terkait dengan waktu,

sarana-prasarana pendukung, dan kesiapan kemampuan guru. Unsure pelaksana

melibatkan semua komponen dalam lembaga sekolah.

Selanjutnya dalam tahap pelaksanaannya, setiap komponen dari lembaga sekolah,

mulai dari kepala sekolah, wakil kepala sekolah dan guru serta pelatih memperhatikan

dan melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya masing-masing. Hal ini menunjukkan

bahwa kegiatan ekstrakurikuler dalam rangka membangun kepercayaan diri siswa

menjadi tugas dan tanggung jawab bersama. Masing-masing pihak memiliki peran yang

berbeda-beda. Selanjutnya jenis kegiatan yang dikembangkan menjadi bervariasi

tergantung kebutuhan anak.

Terkait dengan tujuan “membangun kepercayaan diri siswa” melalui kegiatan

ekstrakurikuler, maka yang dilakukan adalah dengan memasukkan strategi membangun

kepercayaan diri siswa pada tahap perencanaan dan diaplikasikan pada tahap

pelaksanaan yang pada akhirnya dapat mendukung tercapainya tujuan yakni

meningkatnya kepercayaan diri siswa.

Unsur Yang Terlibat dalam Kegiatan Ekstrakurikuler

Permendiknas Tahun 2008 dan Juknis penyusunan program pengembangan diri

melalui kegiatan ekstrakurikuler untuk SMA oleh Direktorat Pembina Sekolah Menengah

Atas mengemukakan tentang unsur pelaksana kegiatan ekstrakurikuler, sebagai berikut:

Kepala Sekolah

Kepala sekolah memperhatikan referensi atau acuan yang menjadi input dalam

melaksanakan kegiatan ekstrakurikuler. Referensi atau acuan tersebut antara lain:

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003, PP Nomor 19 Tahun 2005, Permendiknas Nomor

27 Tahun 2007, Permendiknas Nomor 59 tahun 2014, Panduan Pelaksanaan Kurikulum

2013, Panduan Pengembangan diri, Panduan tentang membangun kepercayaan diri.

Selanjutnya Kepala sekolah memiliki peran dalam hal, yakni;

Page 19: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Membangun Kepercayaan Diri… (Bernadus Gapi)

P a g e [ 437 ]

1. Menyusun rencana pengembangan diri melalui kegiatan ekstrakurikuler yang di

dalamnya memuat unsure-unsur dan strategi membangun kepercayaan diri siswa,

dan penugasan kepada wakasek bidang kesiswaan dan kurikulum.

2. Memberi arahan teknis tentang program pengembangan diri melalui kegiatan

ekstrakurikuler yang menekankan pada maksimalisasi unsure-unsur cara

implementasi strategi membangun kepercayaan diri siswa,

Sementara itu Wakil Kepala Sekolah Bidang Akademik dan Kurikulum memiliki

tugas untuk menyusun rencana kegiatan untuk menyusun program pengembangan diri

yang bertujuan membangun kepercayaan diri siswa melalui kegiatan ekstrakurikuler.

Menyusun aturan teknis dalam pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler. Sedangkan guru,

pembina, dan pelatih melakukan analisis kebutuhan dan kesesuaian yang meliputi

analisis kebutuhan, bakat dan minat peserta didik, dan analisis program kegiatan

ekstrakurikuler dengan kondisi kurikulum 2013.

Memasukkan Strategi Membangun Kepercayaan Diri Siswa dalam Berbagai Jenis

Kegiatan Ekstrakurikuler

Kegiatan ekstrakurikuler sangat bervariasi tergantung pada kebutuhan, bakat,

minat siswa dan kesesuaian dengan kondisi kurikulum 2013.. Untuk menjawab berbagai

kebutuhan, bakat dan minat siswa, maka jenis kegiatan ekstrakurikuler haruslah

bervariasi. Berbagai jenis kegiatan ekstrakurikuler tersebut, antara lain;

1. Krida, meliputi Kepramukaan, Latihan Dasar Kepemimpinan Siswa (LDKS), Palang

Merah Remaja (PMR), Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (PASKIBRAKA).

2. Karya Ilmiah, meliputi Kegiatan Ilmiah Remaja (KIR), kegiatan penguasaan keilmuan

dan kemampuan akademik, penelitian.

3. Latihan/lomba keberbakatan/ prestasi, meliputi pengembangan bakat olah raga, seni

dan budaya, cinta alam, jurnaistik, teater, keagamaan.

4. Seminar, lokakarya, dan pameran/ bazar, dengan substansi antara lain karir,

pendidikan, kesehatan, perlindungan HAM, keagamaan, seni budaya.

5. Olahraga, yang meliputi beberapa cabang olahraga yang diminati tergantung sekolah

tersebut, misalnya: Basket, Karate, Taekwondo, Silat, Softball, dan lain sebagainya.

Setelah model kegiatan ekstrakurikuler telah dibentuk seperti yang termuat pada

Gambar 1 sebelumnya, maka langkah selanjutnya yang paling penting adalah

memasukkan unsur-unsur dalam strategi untuk membangun kepercayaan diri siswa.

Strategi membangun kepercayaan diri siswa sangatlah penting untuk didesain dan

disertakan dalam berbagai jenis kegiatan ekstrakurikuler.

Strategi yang digunakan dalam membangun kepercayaan diri siswa adalah dengan

menggunakan pendekatan berupa tekanan (pressure) dan apresiasi. Siswa akan

terdorong oleh pressure dan apresiasi yang diberikan oleh pelatih atau Pembina kegiatan

ekstrakurikuler. Pressure merupakan tekanan yang bertujuan untuk mendorong

keaktifan siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler. Pressure dibuat dalam bentuk aturan dan

sanksi yang mendorong siswa untuk berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan

ekstrakurikuler yang dijalankan.

Page 20: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 438 ] P a g e

Menurut Kahler (1975) yang termuat dalam Motivasi-mativator.blogspot.com,

mengemukakan tentang beberapa faktor pendorong dalam motivasi sehingga membuat

orang dapat bertindak. Salah satu faktor tersebut yaitu mencoba dengan keras.

Sedangkan Achmad (2007), mengemukakan bahwa motivasi eksternal sebagai dorongan

yang muncul dari luar diri pribadi seseorang, seperti kondisi lingkungan kelas, kampus,

adanya ganjaran berupa hadiah (reward) bahkan karena merasa takut oleh hukuman

atau sanksi (punishment).

Dengan pandangan Kihler dan Achmad tersebut maka unsur pressure atau tekanan

dapat dijadikan cara yang menjadi stategi guru atau Pembina dalam mendorong siswa

untuk tidak pasif dan kaku dalam kegiatan ekstrakurikuler atau dengan kata lain dapat

menjadi aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler. Pada titik inilah kepercayaan diri siswa

akan terbentuk bersama keaktifannnya

Selain dalam bentuk pressure, apresiasi juga merupakan faktor pendorong yang

sangat penting dalam memotivasi siswa melalui kegiatan ekstrakurikuler. Apresiasi

sendiri oleh para ahli mendefenisikannya sebagai bentuk penghargaan, penilaian,

pengertian, bentuk itu berasal dari kata kedua “to appreciate” yang berarti menghargai,

menilai, mengerti. Apresiasi mengandung makna pengenalan melalui perasaan atau

kepekaan batin, dan pengakuan terhadap nilai-nilai keindahan yang diungkapkan

pengarang. (Aminuddin, 1987). Dari pengertian yang dikemukakan oleh Aminudin

tersebut dapat disimpulkan bahwa apresiasi dapat dijadikan guru atau Pembina kegiatan

ekstrakurikuler sebagai salah satu cara lain dalam mendorong keaktifan siswa yang pada

akhirnya dapat membangun kepercayaan dirinya.

Pembina atau pelatih kegiatan ekstrakurikuler harus mengetahui waktu dan

kondisi yang tepat dalam memberikan tekanan (pressure) dan apresiasi. Dengan kata lain

Pembina atau pelatih mengetahui secara baik pada saat mana apresiasi diberikan dan

tekanan seperti apa yang diterapkan pada setiap kondisinya. Aturan secara sederhana

mengandung unsur disiplin dan sanksi. Untuk itu, penting bagi pelatih menyadari disiplin

yang dimaksud bertujuan untuk mendorong keterlibatan aktif bagi siswa dalam

berlangsungnya kegiatan ekstrakurikuler. Sedangkan sanksi diberlakukan hanya untuk

meluruskan kembali ketidakpatuhan terhadap aturan disiplin yang sudah dibangun

bukan kepada hal-hal lainnya yang justru menjadikan siswa atau peserta merasa

terpojok, dan merasa takut berekspresi.

Tekanan (pressure) dan apresiasi sebagai strategi membangun kepercayaan diri

siswa dapat dibuat dalam skema pada Gambar 2. Oleh karena yang menjadi tujuannya

adalah membangun kepercayaan diri siswa, maka perlu dipahami bahwa “kepercayaan

diri” tersebut mengandung dua makna yakni;

1. Tidak ragu-ragu, yang artinya siswa tidak lagi berada dalam keadaan penuh keragu-

raguan, pesimis, bimbang dan tidak memiliki keberanian berekspresi dan

mengeksplorasi tentang ide, pikiran dan gagasannya melalui penyampaian pendapat

dan tindakan inisiatif.

Page 21: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Membangun Kepercayaan Diri… (Bernadus Gapi)

P a g e [ 439 ]

2. Tidak berlebihan (over confidence), artinya siswa memiliki keberanian dan inisiatif

dalam mengekspresikan atau mengeksplorasikan ide, gagasan, dan pemikiran secara

arif, bijakasana, dan bertanggung jawab serta secara santun, baik dan benar.

Gambar 2. Skema Strategi Membangun Kepercayaan Diri Siswa dalam Berbagai JenisKegiatan Ekstrakurikuler

Terhadap dua hal tersebut, maka strategi membangun kepercayaan diri siswa

melalui tekanan (pressure), dan apresiasi perlu diberikan pada saat-saat yang

dibutuhkan. Berikut adalah empat kondisi berbeda yang dipertimbangkan dalam

menggunakan strategi membangun kepercayaan diri siswa:

1. Siswa super pasif dalam kegiatan ekstrakurikuler

Siswa dengan kondisi super pasif dalam kegiatan ekstrakurikuler terlihat dengan sifat

acuh tak acuh, dan cenderung melanggar aturan baik kedisiplinan maupun

keterlibatannya. Siswa ditandai dengan perilaku tidak taat terhadap aturan dan

terlihat tidak tertarik sama sekali dengan jenis kegiatan ekstrakurikuler yang

dilaksanakan. Persoalan seperti ini semakin erat kaitannya dengan rendahnya nilai

kepribadian dan di sisi lain bisa karena ketidaktertarikan terhadap jenis kegiatan

ekstrakurikuler yang dijalani. Sanksi yang diberikan adalah dapat berupa sanksi

dengan pendekatan edukasi dan teguran. Sanksi dengan pendekatan edukasi dapat

dilakukan dengan berbagai cara misalnya memberi teguran yang memotivasi dan

mendorong perubahan sikap ikut ambil bagian dalam kegiatan ekstrakurikuler.

2. Siswa Pasif dalam kegiatan ekstrakurikuler

Kondisi ini terlihat di mana siswa menyukai kegiatan ekstrakurikuler dan ikut ambil

bagian secara utuh, tetapi tidak memiliki keberanian dan berpendapat dan berkreatif

dalam bentuk tindakan, atau dengan kata lain hanya sekedar mengikuti pelaksanaan

kegiatan dimaksud tapi takut mengambil peran tertentu. Dengan kondisi ini maka

StrategiMembangun

Keprcayaan diriSiswa

JenisKegiatan

Ekstrakurikuler

Krida

Karya ilmiah

Latihan/Lomba

Seminar, Lokakarya, dan Pameran

Olahraga

Pressure

Apresiasi

Aturan

Sanksi Edukasi

Pujian

Simbol Penghargaan

Teguran

Disiplin

Keterlibatan

Kritik

Page 22: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 440 ] P a g e

strategi yang digunakan adalah dengan menggunakan pendekatan pressure berupa

sanksi edukasi, misalnya sanksi melakoni gaya orang pidato bagi yang tidak

menyampaikan pendapat saat diberi kesempatan, atau dengan cara lainnya. Selain hal

tersebut bisa dengan kata-kata motivasi akan mendorong semangat siswa untuk

percaya akan dirinya.

3. Siswa Aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler

Siswa dalam kelompok ini memiliki semangat dalam kegiatan ekstrakurikuler dan

selalu mengambil inisiatif dan aktif dalam berbagai kesempatan serta selalu siap

menjalani tugas dan perannya dalam berlangsungnya kegiatan dimaksud. Dengan

keadaan seperti ini menunjukkan rasa kepercayaan diri yang sudah baik dan efektif

dalam kegiatan. Untuk itu bentuk strategi yang diberikan adalah untuk

mempertahankan semangat dan kepercayaan dirinya dengan cara memberi apresiasi

baik dalam bentuk pujian maupun dalam bentuk pemberian penghargaan berupa

simbol dan bentuk apresiasi lainnya.

4. Siswa hyper aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler

Siswa dengan kondisi hiper aktif dan mulai menunjukkan adanya gejala over

confidence ditunjukan dengan tingkat ego yang tinggi dalam kegiatan ekstrakurikuler

yang cenderung mengakibatkan siswa lainnya sulit mendapatkan kesempatan dalam

mengekspersikan ide, pikiran, serta gagasannya. Untuk itu perlu strategi dengan

pendekatan teguran halus maupun kritik ringan. Hal ini bertujuan untuk

mengembalikan kepercayaan diri siswa tersebut ke dalam keadaan yang

sesungguhnya yakni kepercayaan diri yang bertanggung jawab, santun, dan bijaksana.

Beberapa ahli dalam uraian di atas telah mengemukakan konsep teori dari

kegiatan ekstrakurikuler, yang pada dasarnya bertujuan untuk pengembangan

kepribadian siswa. Hal tersebut diperkuat melalui hadirnya Permendiknas Nomor 81 A

Tahun 2013 yang menegaskan bahwa tujuan pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler

adalah untuk mengembangkan kepribadian, bakat, minat, dan kemampuan peserta didik.

Salah satu hal penting yang turut terbentuk dalam pengembangan kepribadian diri

tersebut adalah kepercayaan diri siswa.

Bersandarkan pada teori para ahli sebelumnya, maka dalam upaya membangun

kepercayaan diri siswa melalui kegiatan ekstrakurikuler, seorang guru atau pembina

dapat menggunakan cara atau metode membangun kepercayaan diri siswa. Penulis

menyebutkan cara tersebut sebagai strategi membangun kepercayaan diri siswa melalui

tekanan (pressure) dan apresiasi.

SIMPULAN

Membangun kepercayaan diri siswa melalui kegiatan ekstrakurikuler sangat

penting agar siswa memiliki kepercayaan atas kemampuan dirinya, meyakini dirinya,

menghargai apa yang ada dalam dirinya dan selanjutnya dapat membuatnya mengambil

keputusan untuk mengekspresikan ide, gagasan, dan pikirannya baik dalam ranah

abstrak maupun ranah konkret. Kegiatan ekstrakurikuler haruslah bervariasi

Page 23: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Membangun Kepercayaan Diri… (Bernadus Gapi)

P a g e [ 441 ]

berdasarkan kebutuhan, bakat, minat, dan kesesuaian dengan kondisi kurikulum

sehingga mendapatkan keterlibatan siswa secara menyeluruh dalam kegiatan dimaksud.

Cara membangun kepercayaan diri siswa melalui kegiatan ekstrakurikuler adalah

dengan menggunakan strategi membangun kepercayaan diri siswa. Di dalam strategi

tersebut terdapat unsur tekanan (pressure) dan apresiasi. Penggunaan tekanan dan

apresiasi sangat tergantung dari waktu dan kondisi siswa, antara lain;

1. pada saat siswa dalam kondisi sangat pasif, menggunakan strategi tekanan (pressure)

berupa aturan dan sanksi

2. pada saat siswa dalam kondisi pasif, menggunakan strategi tekanan (pressure)

berupa aturan dan sanksi serta dimungkinkan untuk menggunakan cara apresiasi

melalui pujian motivasi

3. pada saat siswa dalam kondisi aktif, menggunakan strategi apresiasi berupa pujian

dan pemberian symbol penghargaan

4. dalam kondisi siswa hiper aktif, menggunakan strategi tekanan (pressure) berupa

teguran dan kritik ringan.

Dengan demikian, berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan sebelumnya,

maka disarankan beberapa hal kepada guru, dan pembina kegiatan ekstrakurikuler untuk

dapat menggunakan strategi membangun kepercayaan diri siswa berupa tekanan

(pressure) dan apresiasi dalam kegiatan ekstrakurikuler sehingga dapat membangun

kepercayaan diri siswa. Selanjutnya, kepada pembaca yang hendak melakukan penelitian

di bidang yang sama agar dapat menjadikan artikel ini sebagai salah satu kajian untuk

menghasilkan temuan empiris dalam membuktikan keefektifan cara tekanan dan

apresiasi pada kegiatan ekstrakurikuler dalam membangun kepercayaan diri siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Angelis. 2007. Confidence (Percaya Diri). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Anifral, Hendri. (2008). Ekskul Olahraga Upaya Membangun karakter Siswa

Arianto, S. 2010. Aspek-aspek Kepercayaan Diri. Tersedia dalam http://Kepercayaan_diri.html. Diakses tanggal 01 Mey 2012

Aunurrahman. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Alfabeta: Bandung.

Depdiknas. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Dimyati dan Mudjiono.2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta

Hakim, T. 2002. Mengatasi Rasa Tidak percaya Diri. Jakarta: Purwa Suara.

Kahler. 10975. http://motivasi-motivator.blogspot.com/ 2009/09/04/faktor-pendorong/diakses tanggal 02 Mey 2015

Kementrian Pendidikan RI. 2008. Peraturan Menteri Pendidikan tentang PembinaanKesiswaan. Tersedia dalam: http//kementerianpendidikan.ac.id/peraturan/ekstrakurikuler/ diakses tanggal 02 Mey 2015

Page 24: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 442 ] P a g e

Kementrian Pendidikan RI. 2008. Surat Keputusan Dirjen Dikdasmen. Tersedia dalamhttp//kementerianpendidikan.ac.id/SK/dirjendikdasmen/ diakses tanggal 01 MeyTahun 2015

Lauster, P. 2012. Test Kepribadian (terjemahan Cecili, G. Sumekto). Yogyakarta, Kansius

Oemar Hamalik. 2004. Manajemen Pengembangan Kurikulum, Bandung: PT. RemajaRosdakarya.

Oemar Hamalik. 2007. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara

Oemar Hamalik. 2011. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara

Permendiknas No. 39 Tahun 2008 tentang Pembinaan Kesiswaan.

Permendinas No. 81 Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum.

Soesarsono Wijandi. 1999. Pengantar Kewiraswastaan. Bandung: Sinar Baru

Thantaway. 2005. Kamus Istilah Bimbingan dan Konseling .http://ilmupsikologi.com

Page 25: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Pendidikan Etika Bagi… (Iin Marlyn Laoere)

P a g e [ 443 ]

PENDIDIKAN ETIKA BAGI PESERTA DIDIK MATA DIKLAT AKUNTANSI

KEUANGAN DI SMK SEBAGAI MODAL BERKOMPETISI DI ERA MEA

Iin Marlyn LaoereUniversitas Negeri Surabaya

[email protected]

AbstrakSekolah Menengah Kejuruan mempunyai program keahlian akuntansi sebagaipencetak peserta didik yang menghasilkan calon teknisi akuntansi juniordiharapkan dapat menyiapkan lulusan berkarakter, handal, dan profesionalmenuju Masyarakat Ekonomi ASEAN, sehingga ketika mereka bekerja dalambidangnya tidak terjerat tindak korupsi dan bentuk kecurangan lainnya. Tujuanpembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui: (1) pendidikan karakter kerjaseperti apa yang perlu diberikan pada peserta didik kejuruan akuntansi, (2)seberapa penting pendidikan etika pada mata diklat akuntansi keuangan sebagaimodal dasar berkompetisi di era MEA. Kesimpulannya, melalui pendidikan etikabagi peserta didik diharapkan mampu untuk meningkatkan karakter jujur, dapatdipercaya, bertanggung jawab, rasional, objektivitas, dan relevan yang harusdimiliki oleh seorang Akuntan, sehingga dapat menepis isu moral (misal;korupsi, cuci uang, dan penggelapan) yang seringkali melekat pada seorangAkuntan. Pendidikan etika pada mata diklat akuntansi telah dapat dilakukannamun perlu dilakukan pemantapan karakter melalui pendidikan etika dalampendidikan kejuruan sebagai langkah strategis untuk menghasilkan tenaga kerjakejuruan yang beretika dan mampu bersaing.

Kata Kunci: Pendidikan, Etika, Akuntansi, SMK, MEA

PENDAHULUAN

Perkembangan zaman yang terjadi saat ini membuat setiap negara harus mampu

menghadapi berbagai macam hal dari perkembangan tersebut. Dimana saat ini memasuki

masyarakat ekonomi ASEAN (MEA) yang merupakan salah satu peluang sekaligus

hambatan bagi setiap negara termasuk Indonesia. Masyarakat Ekonomi ASEAN

merupakan realisasi tujuan akhir dari integrasi ekonomi yang dianut dari visi 2020, yang

didasari pada konvergerensi kepentingan negara-negara ASEAN untuk memperdalam

dan memperluas integrasi ekonomi melalui inisiatif yang ada dan baru dengan batas

waktu yang jelas. Pembentukan masyarakat ekonomi ASEAN (MEA) berawal dari

kesepakatan pimpinan ASEAN dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) pada Desember

1997 di Kuala Lumpur, Malaysia. Kesepakatan ini bertujuan untuk meningkatkan

stabilitas perekonomian di kawasan ASEAN, serta diharapkan mampu untuk mengatasi

permasalahan ekonomi di negara-negara ASEAN. Menghadapi perkembangan tersebut

maka melalui pendidikan diharapkan mampu untuk meningkatkan kemampuan

intelektual dan kualitas sumber daya manusia serta mengembangkan karakteristik yang

dimiliki oleh peserta didik.

Pendidikan merupakan salah satu faktor dalam menentukan strategi

pembangunan karakter bangsa. Strategi pembangunan karakter bangsa dapat dilakukan

melalui pendidikan, pembelajaran dan fasilitas. Penyelenggaraan pendidikan karakter

Page 26: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 444 ] P a g e

melalui pengembangan etika mencakup perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan

dan pengendalian mutu yang melibatkan seluruh unit utama di lingkungan pemangku

kepentingan pendidikan nasional. Peran pendidikan sangat strategis karena merupakan

pembangun integrasi nasional yang kuat.

Pengembangan etika yang merupakan perwujudan amanat Pancasila dan

Pembukaan UUD1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan yang

terjadi saat ini, seperti: disorientasi dan belum dihayati nilai-nilai yang terkandung dalam

Pancasila, keterbatasan perangkat kebijakan terpadu dalam mewujudkan nilai-nilai

Pancasila, bergesernya nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,

memudarnya kesadaran terhadap nilai-nilai budaya bangsa, ancaman disintegrasi dan

melemahnya kemandirian bangsa (Buku Induk Kebijakan Nasional Pembangunan

Karakter Bangsa 2010-2025).

Pendidikan kejuruan sebagai salah satu bagian dari sistem pendidikan nasional

memainkan peran yang sangat penting bagi terwujudnya angkatan tenaga kerja nasional

yang terampil. Pendidikan kejuruan diperuntukkan bagi anak yang ingin memperoleh

keterampilan untuk dapat bekerja setelah menamatkannya. Terdapat dua indikator

keberhasilan SMK di mata masyarakat. Salah satu indikator tersebut adalah tingkat

kelulusan sedang lainnya adalah terserapnya lulusan ke dunia kerja.

Intinya peserta didik yang nanti menjadi lulusan SMK diharapkan mempunyai

sumber daya yang berkemampuan keahlian khusus yang diharapkan menjadi tenaga siap

kerja yang berkemampuan di bidangnya. Namun menurut Suryamin sebagai Kepala

Badan Pusat Statistika menyebutkan bahwa tingkat pengangguran terbuka paling banyak

diperoleh lulusan SMK, diploma dan sarjana. Jumlah tenaga kerja per Agustus 2014

mencapai 182,99juta, di mana 7,24 juta di antaranya berstatus pengangguran terbuka.

Menurut Suryamin, jumlah pengangguran lulusan SMK adalah 11,24 % dari jumlah

pengangguran terbuka. Pengangguran lulusan SMK per Agustus 2014 ini naik sebesar

0,03% dibandingkan jumlah pengangguran lulusan SMK per Agustus 2013 yang

mencapai 11,21% (Tempo, 2014).

Keluaran Sekolah Menengah Kejuruan diharapkan dapat mampu menghasilkan

lulusan yang terampil dan siap menghadapi pasar kerja. Menghadapi masyarakat

ekonomi ASEAN tidak hanya dilihat kemampuan intelektualnya saja tetapi karakteristik

yang ada pada diri setiap individu baik itu tanggung jawab, etika, moral juga menjadi

beberapa faktor yang dipertimbangankan. Namun pada kenyataannya tamatan SMK

hanya diakui oleh sekolah sendiri dan masih minimnya kepercayaan dunia usaha dan

industri. Pendidikan kejuruan model lama memiliki kelemahan yaitu, penyelenggaraan

pendidikan secara sepihak sehingga siswa tertinggal oleh kemajuan dunia usaha atau

industri, tidak jelas kompetensi yang dicapai, dan tidak mengakui keahlian yang

diperoleh di luar sekolah (Tri, dkk., 2013). Di mana ketika SMK mencapai tingkat

kelulusan 100 % tetapi jumlah lulusan yang kesulitan memperoleh pekerjaan lebih dari

50% (LPMP JATENG, 2015). Hal itu disebabkan karena sebagian besar lulusannya tidak

berdaya dalam pertarungan di bursa kerja atau pada saat seleksi banyak peserta didik

Page 27: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Pendidikan Etika Bagi… (Iin Marlyn Laoere)

P a g e [ 445 ]

harus didiskualifikasi karena tindakan indisipliner serta gagal saat wawancara karena

tidak menguasai budaya kerja. Sehingga SMK perlu membenahi pola pembinaan mental

peserta didiknya agar dapat diterima di dunia kerja. Sekolah Menengah Kejuruan harus

memfokuskan pada pendidikan etika, kerja sama, komunikasi, inisiatif, kreatif dan

pemikiran analitis.

Sekolah Menengah Kejuruan harus menyiapkan peserta didik dengan berbekal

kompetensi dan kemampuan yang handal sesuai dengan keahliannya sehingga berdaya

saing tinggi dalam dunia kerja dan industri nantinya. Dengan perubahan dan

perkembangan zaman yang terjadi saat ini baik itu di bidang ekonomi, teknologi, sosial

dan perindustrian membuat dunia kerja semakin kompetitif dengan peningkatan kualitas

tenaga kerja yang dapat dilihat dari penyerapan tenaga kerja berpendidikan tinggi.

Peserta didik yang nantinya menjadi lulusan SMK yang lulusannya sebagian besar

langsung ke dunia kerja diharapkan dapat mempunyai kemampuan yang handal sesuai

dengan keahliannya dan dapat bersaing dengan tenaga kerja yang berpendidikan tinggi,

seperti diploma dan sarjana. Sehingga penulis menspesifikasikan pendidikan etika bagi

peserta didik mata diklat akuntansi keuangan di Sekolah Menengah Kejuruan sebagai

modal berkompetisi di era masyarakat ekonomi ASEAN (MEA).

Sekolah Menengah Kejuruan memiliki beberapa program keahlian yang salah

satunya adalah program keahlian akuntansi yang mempunyai tujuan untuk menyiapkan

peserta didiknya menjadi calon teknisi akuntansi junior yang berkarakter dan beretika

sehingga ketika mereka bekerja dalam bidangnya tidak terjerat dengan tindak korupsi

dan beberapa bentuk kecurangan lainnya. Badan Standar Nasional Pusat (BSNP, 2006)

menyatakan bahwa tujuan pendidikan SMK adalah meningkatkan kecerdasan,

pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan

mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya. SMK merupakan sekolah

yang menciptakan siswanya, bukan hanya siap melanjutkan ke perguruan tinggi

melainkan kepada kesiapan mereka memasuki dunia kerja yang mempunyai kemampuan

intelektual yang tinggi dan kepribadian yang baik.

Dalam menyiapkan peserta didik yang memiliki kemampuan intelektual dan

kualitas yang tinggi maka perlu dilihat beberapa hal menyangkut, 1) Pendidikan karakter

kerja seperti apa yang perlu diberikan kepada peserta didik dalam mata diklat akuntansi

keuangan, dan 2) Seberapa penting pendidikan etika bagi peserta didik mata diklat

akuntansi keuangan di SMK sebagai modal berkompetisi di era MEA. Sehingga

diharapkan agar peserta didik yang nantinya menjadi lulusan yang memiliki karakter dan

etika kerja yang tinggi. Hal ini tidak terlepas dari fungsi pendidikan kejuruan sebagai

pelestari nilai-nilai dan norma di masyarakat sekaligus sebagai agen perubahan sesuai

dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

PEMBAHASAN

Pendidikan Etika

Page 28: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 446 ] P a g e

Istilah etika berasal dari bahasa Yunani kuno di mana bentuk tunggal kata etika

adalah ethos sedangkan bentuk jamaknya adalah ta etha. Ethos mempunyai banyak arti:

tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kebiasaan, akhlak, watak, sikap, cara berpikir,

dan perasaan. Sedangkan arti ta etha adalah adat kebiasaan (Suryabrata, 2012).

Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan etika memiliki arti: (1) ilmu tentang

apa yang baik dan apa yang buruk, serta tentang hak dan kewajiban moral; (2) kumpulan

asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; (3) asas perilaku yang menjadi pedoman.

Dalam kehidupan sehari-hari istilah etika dan moral memiliki arti yang serupa dan sulit

untuk dibedakan. Moral merupakan suatu aturan atau prinsip hidup yang membedakan

mana yang baik dan mana yang buruk di mana moral dipengaruhi oleh nilai-nilai yang

dianut masyarakat baik nilai agama, adat istiadat, ideologi dan sebagainya. Sehingga

pengertian moral lebih kepada penilaian perbuatan yang dilakukan, baik dan buruk.

Sedangkan etika lebih mengarah kepada sistem nilai yang berlaku dan mempelajari

bagaimana hakikat dan kaidah moral tersebut. Etika berfungsi untuk memberikan

penilaian kritis dan rasional atas nilai-nilai moral yang ada.

Etika dalam suatu organisasi merupakan suatu sistem nilai. Sistem ini berisi

rentang nilai yang dianggap penting serta menjadi standar dan panduan yang

mengarahkan sikap atau perilaku seseorang. Perilaku personal yang dianggap menyalahi

nilai yang dianut akan menjadi perhatian bagi orang-orang yang berada di lingkungan

sekitar (Suryabrata, 2012). Dalam pendidikan etika terdapat nilai-nilai moral yang

menjadi dasar perilaku dalam praktik pendidikan, baik itu di dalam dan di luar

lingkungan pendidikan. Nilai-nilai tersebut dijadikan sebagai panduan yang

mengarahkan sikap atau perilaku seseorang dalam praktik pendidikan. Pendidikan etika

tidak lepas dari pembahasan tentang integrasi akademik. Integrasi akademik merupakan

nilai fundamental dalam pengajaran, pembelajaran, dan ilmu pengetahuan. Adanya

integrasi akademik menunjukkan adanya sebuah komitmen untuk melaksanakan nilai-

nilai fundamental tersebut meskipun menghadapi situasi yang buruk. nilai-nilai

fundamental tersebut, meliputi: (1) kejujuran; (2) kepercayaan, (3) keadilan; (4) rasa

hormat; dan (5) tanggung jawab.

Pendidikan etika merupakan salah satu aspek dari penerapan pendidikan

berkarakter. Karakter menurut F.W. Foerster (dalam Hamalik, 2009) adalah suatu yang

mengualifikasikan seorang pribadi di mana karakter menjadi identitas, ciri dan sifat yang

tetap. Etika pada hakikatnya mengamati realitas moral secara kritis, tidak memberikan

ajaran, melainkan memeriksa kebiasaan-kebiasaan, nilai-nilai, norma-norma, dan

pandangan-pandangan moral secara kritis. Etika bisa memiliki banyak arti dan tentu saja

arti tersebut saling berkaitan (Hamalik, 2009), yaitu: etika bisa dijelaskan sebagai cara

pandang manusia atau sekelompok manusia terhadap dua hal yaitu baik dan buruk; etika

merupakan ilmu dalam mempertimbangkan perbuatan manusia, sehingga bisa dinilai

baik atau buruknya; etika adalah ilmu untuk mengkaji berbagai norma yang ada dalam

masyarakat; dan etika merupakan pegangan nilai yang universal atau umum bagi suatu

masyarakat di mana karakter itulah yang menunjukkan kualitas seorang pribadi dapat

Page 29: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Pendidikan Etika Bagi… (Iin Marlyn Laoere)

P a g e [ 447 ]

diukur. Sehingga tujuan dari pendidikan etika adalah mewujudkan kesatuan esensial si

subjek dengan perilaku dan sikap atau nilai hidup yang dimiliki.

Ada empat ciri dasar pendidikan karakter melalui pendidikan etika (Adisusilo,

2014). Pertama, keteraturan interior di mana setiap tindakan diukur berdasarkan

seperangkat nilai. Nilai menjadi pedoman normatif setiap tindakan. Kedua, koherensi

yang memberi keberanian, yang membuat seseorang teguh pada prinsip, tidak mudah

terombang-ambing pada situasi. Koherensi ini merupakan dasar yang membangun rasa

percaya satu sama lain, tanpa koherensi maka kredibilitas seseorang akan runtuh. Ketiga,

otonomi maksudnya seseorang menginternalisasikan nilai-nilai dari luar sehingga nilai-

nilai pribadi menjadi sifat yang melekat, melalui keputusan bebas tanpa paksaan dari

orang lain. Keempat, keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan merupakan daya tahan

seseorang guna mengingini apa yang dipandang baik, dan kesetiaan merupakan dasar

bagi penghormatan atas komitmen yang dipilih.

Pendidikan Etika bagi Peserta Didik pada Mata Diklat Akuntansi Keuangan di

Sekolah Menengah Kejuruan

Kehidupan pendidikan merupakan pengalaman proses belajar yang dihayati

sepanjang hidupnya, baik di dalam jalur pendidikan sekolah maupun luar sekolah.

Berkaitan dengan perkembangan peserta didik, kehidupan pendidikan yang dimaksud

baik yang dialami oleh remaja di dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan kehidupan

masyarakat. Hakikatnya kehidupan anak di dalam pendidikan merupakan awal

kehidupan kariernya di mana kehidupan karier merupakan pengalaman seseorang di

dalam dunia kerja.

Perkembangan peserta didik menyangkut perkembangan berbagai aspek, yang

akan menunjukkan perilaku seseorang yang salah satunya adalah etika. Perilaku

seseorang yang menggambarkan perpaduan berbagai aspek itu terbentuk di dalam

lingkungan. Lingkungan tempat anak berkembang itu sangat kompleks. Seorang individu,

pertama bertumbuh dan berkembang di lingkungan keluarga. Sesuai dengan tugas

keluarga dalam melaksanakan misinya sebagai penyelenggaraan pendidikan yang

bertanggung jawab mengutamakan pembentukan pribadi anak. Sedangkan sekolah

merupakan tempat untuk mengembangkan karakter yang ada dalam diri peserta didik.

Pendidikan karakter melalui pendidikan etika yang diajarkan di SMK yang nantinya

diharapkan peserta didik yang lulusannya siap untuk bekerja mampu untuk

mengembangkan segala kemampuannya dalam dunia kerja baik itu kemampuan

intelektualnya maupun kemampuan beretika.

Perkembangan karakter pada seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor yang

khas yang ada pada orang yang bersangkutan yang disebut faktor bawaan (nature) dan

lingkungan (nurture) di mana orang yang bersangkutan tumbuh dan berkembang

(Sunarto & Hartono, 2013). Faktor bawaan boleh dikatakan berada di luar jangkauan

masyarakat dan individu untuk mempengaruhinya. Sedangkan faktor lingkungan

merupakan faktor yang berada pada jangkauan masyarakat dan individu. Jadi usaha

Page 30: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 448 ] P a g e

pengembangan pendidikan etika bagi peserta didik dapat dilakukan guru atau setiap

komponen yang terkait sebagai bagian dari lingkungan.

Pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan adalah bagian dari sistem pendidikan

yang mempersiapkan peserta didik agar kompeten dalam satu kelompok pekerjaan atau

satu bidang pekerjaan atas bidang-bidang pekerjaan lainnya. Hal ini sesuai dengan

amanat Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa pendidikan kejuruan

merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat bekerja dalam

bidang tertentu, atau mempersiapkan peserta didik untuk memasuki dunia kerja

(Kunandar, 2007). Berdasarkan pernyataan tersebut, jelas bahwa SMK memfokuskan

pada suatu program keahlian atau program-program pendidikan tertentu yang

disesuaikan dengan kebutuhan lapangan pekerjaan. Kebijakan pemerintah dalam bidang

pendidikan seperti yang telah dimuat dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional, dialaminya mencakup dasar dan tujuan,

penyelenggaraan pendidikan tersebut wajib belajar, penjamin kualitas pendidikan serta

peran masyarakat dalam sistem pendidikan nasional. Kebijakan tersebut dibuat untuk

menghasilkan pendidikan Indonesia yang baik dan lulusan berkualitas dalam semua

jenjang pendidikan.

Sekolah menengah kejuruan adalah sekolah yang dibangun atau didirikan untuk

menciptakan lulusan agar siap untuk kerja sesuai dengan minat dan bakatnya. Hal ini

sesuai dengan pernyataan Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan

Menengah Bab 1 Pasal 1 ayat 3, bahwa pendidikan menengah kejuruan adalah

pendidikan pada jenjang menengah yang mengutamakan pengembangan kemampuan

siswa untuk melaksanakan jenis pekerjaan tertentu. Berdasarkan pernyataan tersebut,

sekolah menengah kejuruan memfokuskan pada suatu program keahlian atau program-

program pendidikan tertentu yang disesuaikan dengan kebutuhan lapangan pekerjaan.

Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah

Kejuruan Pasal 3 ayat 2, bahwa sekolah menengah kejuruan mengutamakan penyiapan

siswa untuk memasuki lapangan kerja serta mengembangkan sikap professional, di mana

hasil akhir dari sekolah menengah kejuruan yaitu lulusan siap bekerja dengan sikap

profesional sebagai bekal dalam mengaplikasikan keahliannya pada lapangan pekerjaan

tertentu. Menurut Kepmendikbud RI No. 0490/U/1992 tentang Sekolah Menengah

Kejuruan Pasal 2 ayat 1 tujuan pendidikan di Sekolah Menengah Kejuruan adalah: (1)

mempersiapkan siswa untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan

meluaskan pendidikan dasar; (2) meningkatkan kemampuan siswa sebagai anggota

masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya,

dan alam sekitar; (3) meningkatkan kemampuan siswa untuk dapat mengembangkan diri

dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan kesenian; dan (4) menyiapkan

siswa untuk memasuki lapangan kerja dan mengembangkan sikap professional.

Akuntansi merupakan salah satu program keahlian dalam SMK. Kebutuhan akan

tenaga kerja di bidang ekonomi dan akuntansi sangat banyak dibutuhkan. Program

keahlian akuntansi diharapkan menghasilkan tamatan yang memiliki pengetahuan,

Page 31: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Pendidikan Etika Bagi… (Iin Marlyn Laoere)

P a g e [ 449 ]

keterampilan dan nilai serta sikap yang terintegrasi dan kecakapan kerja dalam bidang

akuntansi dengan menerapkan nilai-nilai etika serta mampu mengadaptasi

perkembangan masyarakat yang sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi serta dapat

memenuhi tuntutan dunia kerja masa sekarang dan masa yang akan datang. Kurikulum

SMK harus lebih mengutamakan mata diklat yang berkaitan dengan pekerjaan dan

lapangan pekerjaan atau seiring disebut dengan model Link and Match, yaitu memilih

mata diklat dan jurusan yang menunjang pekerjaan. Namun pada kenyataannya, lembaga

pendidikan lebih sering terpaku pada teori, sehingga peserta didik kurang inovatif dan

kreatif sehingga minimnya kompetensi yang dimiliki (Kunandar, 2007). Untuk

menghasilkan peserta didik yang nantinya menjadi tamatan SMK yang sesuai dengan

kebutuhan dunia usaha dan dunia industri, yang secara nyata terus berkembang dari

waktu ke waktu, maka kurikulum SMK harus dirancang dan dilaksanakan untuk

menyesuaikan perkembangan ilmu dan teknologi. Keluaran satuan pendidikan adalah

tingkat penguasaan suatu pengetahuan yang dicapai oleh siswa dalam mengikuti

program pembelajaran sesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan.

Pendidikan etika bagi peserta didik mata diklat akuntansi keuangan di Sekolah

Menengah Kejuruan merupakan salah satu modal dasar untuk berkompetisi di era

masyarakat ekonomi ASEAN. Karena melalui pendidikan etika diharapkan peserta didik

mampu untuk meningkatkan nilai-nilai karakter yang ada pada diri mereka. Pendidikan

karakter dari sisi yuridis mempunyai landasan yang kuat, di mana Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3

menyebutkan bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi

peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha

Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara

yang demokratis dan bertanggung jawab. Dari delapan tujuan yang ingin dicapai lima di

antaranya mengarah kepada pendidikan karakter.

Menurut Syaifullah Yusuf dalam Penganugerahan Widya Pakerti Nugraha tanggal

20 Oktober 2014 mengatakan bahwa masyarakat ekonomi ASEAN menuntut semua yang

berkecimpungan di dalamnya agar mempunyai mental yang luar biasa karena

menghadapi masyarakat dari luar Indonesia. Di dalam pendidikan etika diajarkan

menjadi manusia yang bermartabat, cerdas, tangguh, jujur, dan peduli. Keempat hal

tersebut beralasan untuk menjadi kunci sukses. Apabila mempunyai kecerdasan maka

akan bisa memilah mana yang baik dan salah. Kecerdasan, harus diimbangi dengan

kejujuran dan etika yang baik pula untuk mendapatkan kepercayaan orang lain.

Sedangkan tangguh diperlukan karena menghadapi masyarakat ekonomi ASEAN bukan

hanya masyarakat Indonesia saja tetapi juga negara lain di ASEAN. Sikap peduli tidak

kalah pentingnya dengan ketiga hal tadi, karena dengan sikap peduli dengan orang lain,

maka akan mudah untuk menjaga hubungan baik dengan pihak lain. Hal tersebut juga

diungkapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional dalam sambutannya pada peringatan

Hari Pendidikan Nasional tanggal 2 Mei 2010 menekankan bahwa pembangunan

karakter dan pendidikan etika merupakan suatu keharusan, karena pendidikan tidak

Page 32: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 450 ] P a g e

hanya menjadikan peserta didik menjadi cerdas juga mempunyai etika dan sopan santun,

sehingga keberadaannya sebagai anggota masyarakat menjadi bermakna baik bagi

dirinya maupun masyarakat pada umumnya. Dengan etika dan karakter yang kuat dan

unggul akan dapat membawa suatu bangsa mempunyai kemandirian dan berdaya saing

tinggi dengan negara-negara maju lainnya. Beberapa negara dapat menjaga eksistensi

negaranya terutama dalam bidang ekonomi dan perindustrian didasari oleh karakter

bangsa yang kuat dan tangguh yang dimiliki oleh masyarakatnya.

Ghaffari, dkk (2008: 183-198) dalam penelitiannya Exploring Implementation of

Ethics in U.K. Accounting Programs mengungkapkan pentingnya pendidikan etika dalam

kurikulum khususnya pembelajaran akuntansi bagi peserta didik dalam akuntansi

keuangan dan audit. Hasil survei menunjukkan bahwa melihat beberapa penyimpangan

yang terjadi di dalam akuntansi dan audit maka beberapa sekolah menengah dan

universitas di Inggris memasukkan pendidikan etika di dalam kurikulum sebagai dasar

pembelajaran akuntansi.

Dellaportas, dkk (2011: 63-82) dalam penelitiannya Developing an Ethics

Education Framework for Accounting mengusulkan agar pendidikan etika dapat

diterapkan dalam pembelajaran terstruktur pada disiplin akuntansi. Pendidikan etika

mempunyai tiga komponen yang saling terkait, meliputi: pembuatan keputusan etis dan

perilaku; tujuan kognitif dan perilaku kunci pendidikan etika; dan pendekatan diskrit dan

meresap untuk memberikan konten. termasuk diskusi tentang bagaimana

membandingkan dengan model pendidikan etika dan analisis dukungan melalui

tanggapan oleh organisasi profesi (didasarkan pada Exposure Draft yang dikeluarkan

oleh Federasi Internasional Akuntan (IFAC), sebagai awal International Education

Practice Statement).

Bean, dkk (2007: 59-75) dalam penelitiannya Ethics Education in our Colleges and

Universities: A Positive Role for Accounting Practitioners yaitu meninjau kembali tingkat

pendidikan etika sebelum ke perguruan tinggi dan penekanan dari Asosiasi untuk

Meningkatkan Collegiate Schools of Business (AACSB) untuk pendidikan etika bisnis di

perguruan tinggi menggunakan pendekatan kurikulum. Menurut Bean, dkk bahwa sekolah

bisnis dan praktisi akuntansi dapat menjalin kemitraan yang lebih berarti daripada apa yang saat

ini ada melalui dewan penasehat bisnis tradisional di sebagian besar sekolah bisnis, di mana

etika melekat dalam praktik akuntan publik dan ciri khas profesi akuntansi. Praktisi akuntansi

dapat memainkan peran penting dan positif dalam membantu sekolah bisnis untuk memeriksa

kembali kewajiban mereka kepada masyarakat dan siswa mereka dengan aktif terlibat dalam

pertukaran pandangan oleh para akademisi tentang perlunya pendidikan etika serta orang-orang

dari badan akuntansi profesional.

Page 33: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Pendidikan Etika Bagi… (Iin Marlyn Laoere)

P a g e [ 451 ]

Pendidikan Etika bagi Peserta Didik Mata Diklat Akuntansi Keuangan di Sekolah

Menengah Kejuruan sebagai Modal Berkompetisi di Era Masyarakat Ekonomi

ASEAN (MEA)

Kunci pembangunan masa depan bangsa Indonesia adalah pendidikan, sebab

dengan pendidikan diharapkan setiap individu dapat meningkatkan kualitas

keberadaanya dan mampu berpartisipasi dalam gerak pembangunan. Dengan pesatnya

perkembangan dunia dan dalam menghadapi masyarakat ekonomi ASEAN (MEA) ini,

pendidikan nasional juga harus melakukan perkembangan secara terus-menerus seirama

dengan perkembangan zaman. Semua orang pasti mempunyai harapan dan cita-cita

bagaimana memiliki kehidupan yang baik.

Perkembangan yang terjadi saat ini membuat setiap satuan pendidikan harus

mampu untuk mengembangkan kualitas sumber daya manusia serta karakteristik dari

setiap peserta didik. Berbagai fenomena dan fakta saat ini menunjukkan bahwa terdapat

beberapa penyimpangan yang terjadi pada peserta didik yang tidak hanya dalam lingkup

lokal, nasional, regional, bahkan dalam lingkup internasional. Beberapa penyimpangan

yang terjadi pada peserta didik, antara lain: narkoba, pergaulan bebas, kekerasan antar

sesame pelajar, dan tawuran antar sekolah, di mana menunjukkan bahwa nilai-nilai etika

yang ada dalam diri peserta didik mulai luntur akibat perubahan atas perkembangan

yang terjadi saat ini. Sehingga hal tersebut menjadi pengingat bagi kita tentang seberapa

pentingnya ditanamkan penguatan pendidikan karakter melalui pendidikan etika bagi

peserta didik sejak dini agar dapat menyiapkan generasi muda yang siap untuk

berkompetisi serta memiliki etika dan sikap yang baik sebagai sumber daya aktif penentu

kejayaan dan eksistensi suatu bangsa. Peserta didik tidak hanya memiliki kemampuan

intelektual yang tinggi saja tetapi juga memiliki akhlak dan etika yang baik pula.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat 1 tertulis

bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kecerdasan, akhlak

mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Untuk mencapai potensi belajar yang baik dan turut menyatakan keberhasilan dan

berlangsungnya proses pembelajaran adalah guru, siswa, orang tua, masyarakat, sarana

dan prasarana sebagai pendukung dalam proses pembelajaran. Tidak cukup sampai pada

pendidikan dalam hal ini materi ilmu pengetahuan yang diajarkan kepada siswa saja,

tetapi bagaimana membentuk dan menerapkan pendidikan etika dalam pendidikan

berkarakter, sehingga melalui pendidikan karakter, etika, akhlak, sifat seseorang manusia

yang berpendidikan dapat mengaplikasikan segala apa yang diperoleh baik itu di

pendidikan formal maupun pendidikan non formal dalam kehidupan sehari-hari

terutama dalam menghadapi masyarakat ekonomi ASEAN (MEA).

Pendidikan etika adalah salah satu cara yang dilakukan untuk membangun

manusia-manusia yang berkarakter di mana hal-hal buruk atau negatif bisa

diminimalisasi, diantisipasi, dan dihilangkan. Sehingga diperlukan kerjasama dan

Page 34: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 452 ] P a g e

kekompakan dari berbagai pihak yaitu, pemerintah, masyarakat, guru, orang tua dalam

menyukseskan pendidikan etika melalui pendidikan karakter.

Pendidikan etika dalam lingkup pendidikan kejuruan tidak lepas dari aspek

kurikulum, pembelajaran, dan iklim atau budaya di sekolah. Jika tujuan pendidikan

adalah membantu peserta didik untuk mengembangkan potensinya agar mampu untuk

menghadapi problema kehidupan dan kemudian memecahkan secara arif dan kreatif,

berarti pembelajaran pada semua mata diklat seharusnya diorientasikan ke tujuan itu

dan hasil belajar juga diukur berdasarkan kemampuan yang bersangkutan dalam

memecahkan problema kehidupan. Agar semuanya dapat berjalan dengan baik sesuai

dengan tujuan yang ditetapkan maka diperlukan pengembangan aspek-aspek karakter

dalam hal ini etika yang dihubungkan dengan subtansi mata diklat atau sebagai metode

pembelajarannya.

Salah satu contoh pentingnya pendidikan karakter melalui pendidikan etika bagi

peserta didik mata diklat akuntansi keuangan di SMK melalui penerapan pembelajaran

pendidikan etika pada kompetensi dasar (KD) siklus pengikhtisaran dengan materi

pokok menyusun laporan keuangan. Dalam kompetensi dasar (KD) siklus pengikhtisaran

dengan materi pokok penyusunan laporan keuangan dibutuhkan ketelitian dalam

penyusunanya, tanggung jawab, etika dan relevan. Hal tersebut didasarkan pada

karakteristik kualitas penyusunan laporan keuangan menurut Panduan Standar

Akuntansi Keuangan (PSAK) yang di dalamnya terkandung karakter-karakter yang

penting untuk ditanamkan dan dikembangkan dalam kurikulum. Karena kurikulum

berorientasi kompetensi maka karakter dapat disertakan sebagai kompetensi dasar yang

dikembangkan bersama mata diklat lainnya.

Karakteristik kualitas laporan keuangan menurut Panduan Standar Akuntansi

Keuangan (PSAK) adalah: (1) Dipahami, kualitas penting informasi yang ditampung

dalam laporan keuangan adalah kemudahannya untuk dipahami oleh pemakainya; (2)

Relevan, agar laporan keuangan bermanfaat, informasi didalamnya harus relevan untuk

memenuhi kebutuhan pemakai dalam proses pengambilan keputusan; (3) Materialitas,

relevansi informasi dipengaruhi oleh hakekat dan materialitas laporan keuangan,

imformasi dipandang material apabila kelalaian untuk mencantumkan atau kesalahan

dalam mencatat informasi tersebut mempengaruhi keputusan ekonomi pemakai yang

diambil dasar laporan keuangan; (4) Keandalan, supaya laporan keuangan bermanfaat,

informasi juga harus handal; (5) Penyajian jujur, informasi keuangan di laporan

keuangan harus jujur dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, tidak mengada-ada

atau memanipulasi data pada laporan keuangan; (6) Substansi mengungguli bentuk, jika

informasi dimaksudkan untuk menyajikan transaksi serta peristiwa lain yang harusnya

disajikan, peristiwa tersebut perlu dicatat dan disajikan sesuai dengan subtansinya dan

realitas ekonomi dan bukan hanya bentuk hukum; (7) Netralisasi, informasi harus

diarahkan pada kebutuhan umum pemakai, tidak tergantung pada kebutuhan dan

keinginan pihak tertentu; (8) Pertimbangan sehat, penyusunan laporan keuangan

adakalanya menghadapi ketidakpastian suatu peristiwa dan keadaan tertentu, namun

Page 35: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Pendidikan Etika Bagi… (Iin Marlyn Laoere)

P a g e [ 453 ]

demikian penggunaan pertimbangan sehat tidak memperkenankan; (9) Kelengkapan,

agar dapat diandalkan, informasi dalam laporan keuangan harus lengkap dalam batasan

materialitas dan biaya. Sehingga dari materi pokok laporan keuangan disusun indikator

dan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, misalnya tujuan pembelajaran agar dapat

melatih keterampilan berpikir, ketepatan, dan ketelitian peserta didik dalam penyusunan

laporan keuangan.

Tujuan laporan keuangan tersebut adalah peserta didik diharapkan dapat

melaporkan laporan keuangan dengan jumlah yang benar dan akurat sesuai dengan data

transaksi yang ada. Tujuan tersebut mengandung nilai-nilai karakter, yaitu kejujuran,

karena peserta didik harus menyusun jumlah saldo yang benar sesuai dengan jumlah

saldo pada pencatatan transaksi sebelumnya. Karakter beretika, karena peserta didik

diharuskan untuk menyajikan saldo dalam penyusunan laporan keuangan sesuai dengan

kode etik yang ada di dalam panduan standar akuntansi keuangan (PSAK). Karakter

rasional, karena peserta didik diharuskan menyajikan jumlah saldo dalam sebuah

laporan yang dapat diterima oleh nalar banyak orang dan tidak mengada-mengada.

Karakter bertanggung jawab, karena bila ada kesalahan dalam penyusunan laporan

keuangan maka akan dapat menyalahi informasi keuangan suatu perusahaan dan dapat

pula mengakibatkan kerugian bagi perusahaan tersebut. Sehingga dapat juga muncul

penanaman karakter dapat dipercaya, karena laporan keuangan yang disusun harus

benar sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan sekecil mungkin terjadi kesalahan.

Karakter kerja yang perlu ditanamkan pada peserta didik kejuruan akuntansi di

era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

Pertumbuhan ekonomi suatu Negara merupakan hal yang sangat penting dicapai

karena setiap negara menginginkan adanya proses perubahan perekonomian yang lebih

baik dan ini akan menjadi indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara.

Percepatan tersebut, mulai dari melakukan pembenahan internal kondisi perekonomian

di suatu negara bahkan sampai melakukan kerjasama internasional dalam bidang untuk

dapat memberikan kontribusi positif demi percepatan pertumbuhan ekonomi.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu negara

yaitu faktor sumber daya manusia, faktor sumber daya alam, faktor ilmu pengetahuan

dan teknologi, faktor budaya dan faktor daya modal. Dari aspek ketenagakerjaan,

terdapat kesempatan yang sangat besar bagi pencari kerja karena dapat banyak tersedia

lapangan kerja dengan berbagai kebutuhan akan keahlian yang beraneka ragam. Selain

itu, akses untuk pergi keluar negeri dalam rangka mencari pekerjaan menjadi lebih

mudah bahkan bisa jadi tanpa ada hambatan tertentu.

Masyarakat ekonomi ASEAN juga menjadi kesempatan yang bagus bagi para

wirausahawan untuk mencari pekerja terbaik sesuai dengan kriteria yang diinginkan.

Dalam hal ini dapat memunculkan risiko ketenagakerjaan bagi Indonesia. Dilihat dari sisi

pendidikan dan produktivitas Indonesia masih kalah bersaing dengan tenaga kerja yang

berasa dari Malaysia, Singapura, dan Thailand serta fondasi industri yang bagi Indonesia

Page 36: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 454 ] P a g e

sendiri membuat Indonesia berada pada peringkat keempat di ASEAN. Selain itu dalam

menghadapi masyarakat ekonomi ASEAN yang dibutuhkan bukan hanya kemampuan

intelektual setiap individu saja tetapi dibutuhkan kualitas atau karakteristik dari setiap

individu. Sehingga perlu ditanamkan karakter kerja bagi peserta didik kejuruan

akuntansi sebelum memasuki dunia kerja. Hal ini dilakukan agar pada saat peserta didik

sudah memasuki dunia kerja diharapkan bekerja dengan penuh tanggung jawab yang

ditunjukkan dengan prestasi yang tinggi, baik itu dari kemampuan intelektualnya

maupun etika kerjanya.

Karakter perlu ditanamkan kepada peserta didik. Menurut Gaa dan Throne (2014)

dalam penelitian An Introduction to the Special Issue on Professionalism and Ethics in

Accounting Eduction menyatakan bahwa perlu dilakukan pembelajaran mengenai etika

sehingga nantinnya peserta didik mempunyai etika kerja yang tinggi sebagai calon

akuntan dan auditor. Kode etik akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan

aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktek sebagai auditor, bekerja di lingkungan

usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan. etika

profesional bagi praktek auditor di Indonesia dikeluarkan oleh Ikatan akuntansi

Indonesia (Sihwajoni dan Gudono, 2000).

Prinsip etika yang tercantum dalam kode etik akuntan Indonesia adalah: (1)

Tanggung jawab profesi, dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai professional

dalam semua kegiatan yang dilakukan; (2) Kepentingan publik, setiap anggota

berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam rangka pelayanan kepada publik,

menghormati kepercayaan publik dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme; (4)

Objektivitas, setiap anggota harus menjaga objektivitasnya dan bebas dari benturan

kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. Prinsip objektivitas

mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak

berprasangka, serta bebas dari benturan kepentingan sendiri atau dari kepentingan

pihak lain; (5) Kompetensi dan kehati-hatian profesionalisme, setiap anggota harus

melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi dan ketekunan, serta

mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan

profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi

kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional dan tidak boleh memakai atau

mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau

kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya; (6) Kerahasiaan, setiap

anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan

jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa

ada persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk

mengungkapkannya; (7) Perilaku Profesional, setiap anggota harus melaksanakan jasa

profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan.

Kementerian tenaga kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia telah menetapkan

Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) yang merupakan rumusan

kemampuan kerja yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan keahlian, serta

Page 37: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Pendidikan Etika Bagi… (Iin Marlyn Laoere)

P a g e [ 455 ]

sikap kerja yang relevan dalam pelaksanaan tugas dan syarat jabatan yang ditetapkan

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kementerian tenaga

kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 tentang Standar

Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) sebagai kerangka penjenjangan kualifikasi

kompetensi yang dapat menyandingkan, menyetarakan, dan mengintegrasikan antara

bidang pendidikan dan bidang pelatihan kerja serta pengalaman kerja dalam rangka

pemberian pengakuan kompetensi kerja sesuai struktur pekerjaan di berbagai sektor.

Beberapa pemaparan di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa karakter yang perlu

ditanamkan dan dikembangkan bagi peserta didik pada mata diklat akuntansi keuangan

di SMK yang nantinya menjadi calon akuntan dan auditor, antara lain: mempunyai etika,

jujur, dapat dipercaya, bertanggung jawab, rasional, objektivitas, konsisten, dan relevan.

SIMPULAN

Secara garis besar dapat disimpulkan pendidikan etika dibutuhkan pada dunia

kerja atau industri bagi seorang tenaga teknisi akuntansi junior telah dapat

diimplementasikan pada pembelajaran mata diklat akuntansi keuangan di SMK. Hal

tersebut dapat dilihat khususnya pada beberapa prinsip etika yang tercantum dalam

kode etik akuntan Indonesia, hampir sama dengan karakter-karakter yang terkandung

dalam proses pembelajaran siklus akuntansi proses pengihtisaran untuk penyusunan

laporan keuangan (yang sesuai dengan karakteristik kualitas penyusunan laporan

keuangan menurut PSAK). Akan tetapi pengimplementasian pendidikan etika masih

secara umum, belum terdapat fokus pengembangan karakter teknisi akuntansi junior

berupa tindakan khusus yang diperintahkan dan diteladani oleh guru kepada peserta

didik. Dalam perkembangannya dibutuhkan pengembangan pola implementasi

pendidikan etika yang lebih dalam pembelajaran ataupun iklim di sekolah. Dengan

membudayakan nilai karakter melalui pendidikan etika di sekolah, kerjasama

dengan pihak terkait (guru, siswa, wali kelas, kepala sekolah, orang tua peserta didik,

komite sekolah), pendekatan secara personal dengan peserta didik, menjelaskan

pentingnya pendidikan etika dan memberi keteladanan kepada peserta didik. Sehingga

pemantapan etika dalam pendidikan kejuruan merupakan langkah strategis untuk

menghasilkan tenaga kerja kejuruan yang berkarakter agar mampu bersaing di era

masyarakat ekonomi ASEAN. Langkah ini merupakan upaya meningkatkan relevansi

kompetensi lulusan dengan kebutuhan dunia kerja atau industri.

Pendidikan etika pada mata diklat akuntansi keuangan telah dapat dilakukan. Namun

perlu dilakukan lagi pemantapan karakter melalui pendidikan etika dalam pendidikan kejuruan

sebagai langkah strategis untuk menghasilkan tenaga kerja kejuruan yang beretika dan

mempunyai modal dasar untuk mampu bersaing dan berkompetisi di era masyarakat ekonomi

ASEAN (MEA). Sehingga diharapkan agar setiap komponen, baik guru, siswa, orang tua dan

masyarakat dapat saling membantu dalam meningkatkan pendidikan etika tersebut.

Page 38: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 456 ] P a g e

DAFTAR PUSTAKA

Adisusilo, Sutarjo. (2014). Pembelajaran Nilai Karakter. Jakarta: Rajawali Press.

Badan Standar Nasional. (2006). Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan PendidikanDasar dan Menengah Nomor 23 Tahun 2006. Jakarta: Kementerian PendidikanNasional.

Bean, David F; Bernardi, Richard A. (2007). Ethics Education in our Colleges andUniversities: A Positive Role for Accounting Practitioners. Journal of AcademicEthics , 59-75.

Dellaportas, Steven; Jackling, Beverley; Leung, Philomena; Cooper, Barry J. (2011).Developing an Ethics Education Framework for Accounting. Journal of BusinessEthics Education , 63-82.

Eklund, Mona; Bejerholm, Ulrika. (2007). Temperament, Charakter, and Self-Esteem inRelation to Occupational Performance in Individual wwith Sczihophrenia. OTJR ,57-58.

Gaa, James C; Throne, Linda. (2004). An Introduction to the Special Issue onProfessionalism and Ethics in Accounting Eduction. Issues in Accounting , 1-6.

Ghaffari, F., Kyriacou, O., & Brennan, R. (2008). Exploring the Implementation of Ethics inU.K. Accounting Programs. Issues in Accounting Education , 183-198.

Hamalik, Oemar. (2009). Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru AlgensindoOffset.

Ikatan Akuntansi Indonesia. (2009). Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 1Revisi 2009: Laporan Keuangan.

Kamisa. ( 1997). Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Kartika.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. (1992). Keputusan MenteriPendidikan dan Budaya Republik Indonesia Nomor 0490/U/1992 tentang SekolahMenengah Kejuruan Pasal 2 Ayat 1. Jakarta: Kementerian Pendidikan danKebudayaan Republik Indonesia.

Kementerian Pendidikan Nasional. (2010). Sambutan Menteri Pendidikan Nasional padaPeringatan Hari Pendidikan Nasional . Retrieved Mei 2, 2010, from www.kemdiknas.go.id

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia. (2012). Tata CaraPenetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia. Jakarta: KementerianTenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia.

Killian, Laita J; Huber, Marsha M; Brandon, Christopher. (Issue in Accounting Eduction).The Financial Statement Interview: Intentional Learning in the First Accounting.Issue in Accounting , 337-360.

Kunandar. (2007). Guru Profesional. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

LPMP Provinsi Jawa Tengah. (2014). Antara Lulus dan Bekerja. Retrieved April 16, 2015,from http;//www.lpmpjateng.go.id

Republik Indonesia. (1990). Peraturan Pemeintah Nomor 29 Tahun 1990 tentangPendidikan Menengah Bab 1 Pasal 1. Jakarta: Sekretariat Negara.

Page 39: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Pendidikan Etika Bagi… (Iin Marlyn Laoere)

P a g e [ 457 ]

Republik Indonesia. (2003). Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang SistemPendidikan Nasional. Jakarta: Sekretariat Negara.

Republik Indonesia. (2012). Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2012 tentangKerangka Kualifikasi Nasional Indonesia Tahun 2012. Jakarta: Sekretariat Negara.

Sihwajoni; Gudono, M. (2000). Persepsi Akuntan terhadap Kode Etik Akuntan. Jurnal RisetAkuntansi Indonesia , 168-190.

Sunarto,H; Hartono, Agung B. (2013). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rineka Cipta.

Suryabrata, Sumadi. (2012). Psikologi Pendidikan. Jakarta : Rajawali Press.

Suryamin. (2014). Lulusan SMK Mendominasi Jumlah Pengangguran Terbuka. RetrievedApril 16, 2015, from http://www.tempo.co

Tri, Septiani, dkk. (2013). Implementasi Pendidikan Karakter pada Mata PelajaranProduktif Akuntansi di SMK Negeri 3 Surakarta. Jurnal Vol 1 No. 2, Hal 1-14

Yusuf, Syaifullah. (2014). Anugerah Widya Pakerti Nugraha 2014. Retrieved April 14,2015, from Layanan Informasi Publik Pendidikan Provinsi Jawa Timur:www.google.com

Page 40: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 458 ] P a g e

PEMBELAJARAN EKONOMI BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER

Yoyok Soesatyo, Novi Trisnawati & Ruri Nurul Aeni WulandariUniversitas Negeri [email protected]

AbstrakKehidupan bangsa yang banyak dipengaruhi oleh budaya asing baik melaluimedia cetak maupun elektronik serta kebiasaan remaja saat ini yangmenginginkan hidup yang serba instan. Sehingga dalam pembelajaran ekonomiperlu diikuti oleh pendidikan karakter agar mereka mampu mengaplikasikansemua ilmu pengetahuan yang diperoleh sesuai dengan falsafah dan pola hidupyang merujuk pada semua aturan dan kebiasaan bangsa Indonesia. Prosespembelajaran ekonomi hendaknya lebih memperhatikan teori-teori yang sesuaidengan kehidupan bangsa Indonesia dan tujuan pendidikan nasional yangtercantum dalam kurikulum baik di tingkat sekolah lanjutan maupun perguruantinggi.

Kata Kunci: Pendidikan Karakter, Pembelajaran Ekonomi

PENDAHULUAN

Fenomena yang terjadi saat ini di lingkungan masyarakat menggambarkan bahwa

hasil pendidikan nasional belum mengarah dan mampu mewujudkan figur manusia

Indonesia seutuhnya yang berdasarkan falsafah Pancasila seperti yang tersurat dan

tersirat dalam Undang-undang Sisdiknas tahun 2003. Kehidupan masyarakat di

Indonesia sering mengalami krisis, antara lain: identitas karakter bangsa semakin tidak

jelas, dan dapat dikatakan kehilangan jati diri sebagai warga negara Indonesia, kepastian

hukum yang tidak jelas, hilangnya sikap saling menghormati/menghargai, komunikasi

yang tidak didasari sopan santun di forum publik, unggah-ungguh dan gotong-royong

serta saling membantu sesama umat manusia jarang kita temui. Bahkan, akhir-akhir ini

sering diberitakan di media publik, kondisi kehidupan masyarakat semakin

memprihatinkan dengan adanya penyimpangan perilaku yaitu ; terjadinya aneka

kesenjangan sosial yang semakin tinggi, korupsi merajalela di semua lembaga baik

eksekutif, yudikatif maupun legislatif, beban kehidupan masyarakat bertambah berat

karena perkembangan budaya dan kemajuan teknologi serta pengaruh globalisasi yang

tidak bisa dihindari, berkembangnya fragmentasi kehidupan, tidak mengindahkan lagi

norma-norma agama/rusaknya komunitas moral, perilaku provokatif dan emosional baik

di golongan pemuda, mahasiswa, dan masyarakat tidak dapat terkendali, marak dan

meluasnya aneka konflik/pertikaian antar etnis/ golongan/pelajar/mahasiswa termasuk

kalangan elit politik yang memperebutkan keinginan mereka masing-masing dan

memaksakan kehendaknya, menguatnya egoisme pribadi dan kolektif, banyaknya

praktek tanpa dasar teori dan teori tanpa implementasi, apalagi pada tahun 2014 yang

disebut tahun politik ini banyak menguntungkan kelompok elit politik melalui berbagai

kebijakan mengabaikan/melupakan moralitas dan lebih focus pada mencari uang, materi,

jabatan dan kekuasaan.

Page 41: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Pembelajaran Ekonomi Berbasis… (Yoyok Soesatyo, Novi Trisnawati & Ruri Nurul Aeni Wulandari)

P a g e [ 459 ]

Faktanya kehidupan masyarakat yang terjadi saat ini khususnya yang

berhubungan dengan kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat merupakan tantangan

bagi para tenaga pendidik bidang studi pendidikan ekonomi khususnya Pembelajaran

Ekonomi agar mampu menyumbangkan alumni yang berbasis pendidikan karakter

bangsa Indonesia seperti yang tertulis dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional. Berdasarkan fenomena di atas dapat dirumuskan sebagai berikut

“Bagaimana Pembelajaran Ekonomi Berbasis Pendidikan Karakter?”. Dengan tujuan

untuk “Menganalisis Pembelajaran Ekonomi Berbasis Pendidikan Karakter”.

Pembelajaran Ekonomi hendaknya mampu memberikan pengetahuan,

pemahaman, pengalaman, dan dapat memecahkan permasalahan ekonomi yang dihadapi

untuk memenuhi kebutuhan individual maupun kelompoknya sesuai dengan kapasitas

jasmaninya sehingga tidak menimbulkan permasalahan bagi orang lain dan masyarakat

dalam arti yang luas. Di samping itu perlu adanya konseptualisasi karakter sebagai warga

negara dan bangsa yang dimasukkan dalam setiap butir-butir pemahaman materi

sehingga peserta didik dapat evaluasi diri, menggunakan akal pikiran rasional, yuridis

formal, procedural, moralitas, kesantunan dan kepatutan terhadap setiap pemenuhan

kebutuhan pribadi dan menghadapi fenomena/kasus di lingkungannya maupun yang

terjadi di masyarakat. Pembelajaran ekonomi berbasis pendidikan karakter merupakan

salah satu jalan keluar/solusi menghadapi krisis yang terjadi di masyarakat diikuti

dengan peningkatan moralitas dan spriritualitas yang sudah menjadi budaya bangsa

Indonesia, nilai-nilai, kearifan, etika, akhlak baik, jujur, bertanggung jawab, keteladanan,

berjiwa besar untuk kepentingan masyarakat lebih diutamakan dibandingkan untuk

kepentingan pribadi/individual.

Siapapun orang yang memiliki kemampuan secara individual, kelompok maupun

karena jabatannya di bidang ekonomi ataupun bidang lain akan selalu berusaha

melaksanakan setiap kegiatannya sesuai aturan yang berlaku, etika moral, kepatutan,

kejujuran, mandiri, toleran, empati, sabar, saling membantu dan menghormati, respek,

produktif, mempunyai komitmen sosial dan semangat kebangsaan, serta kemanfaatannya

untuk masyarakat. Tidak lagi terpikirkan model pencitraan dan seolah-olah baik namun

dibalik itu semua penuh dan sarat dengan permasalahan baru yang sangat merugikan

orang lain dan masyarakat, anti korupsi, manipulasi, dan sikap lainnya yang sangat

merugikan orang banyak serta bertentangan dengan nilai-nilai, etika moral dan hukum

yang berlaku dalam agama manapun. Atas dasar tersebut di atas diharapkan dapat

terwujudnya kehidupan bangsa yang utuh, bersatu, sejahtera, adil dan makmur, saling

menghormati dan membantu, harmonis, rasa kepedulian dan kesetiakawanan, toleransi,

cinta tanah air, rasa kebangsaan, hidup hemat dan sehat, mengenal skala prioritas dalam

kehidupannya, berani mengambil risiko, memanfaatkan peluang usaha, membentuk jiwa

kewirausahaan, demokratis dan tidak ada diskriminasi.

Page 42: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 460 ] P a g e

PEMBAHASAN

Pendidikan karakter bangsa Indonesia yaitu berkarakter moral Pancasila sudah

dilakukan sejak masa revolusi fisik masa Orde Lama, masa Orde Baru sampai pada Era

Reformasi. Tujuan tersebut terkait dengan upaya mewujudkan manusia susila yang cakap

sebagai perwujudan manusia Indonesia dan pelaku-pelaku ekonomi yang memiliki

karakteristik berbudi luhur, jujur, bekerja keras,disiplin, mandiri, inovatif, kreatif,

bertangung jawab, cerdas, kritis, professional dan memiliki semangat untuk maju.

Menurut Ki Hajar Dewantara memberikan penjelasan tentang susila yaitu kesusilaan

sebagai orang berbudi halus dan ini dikaitkan dengan adab dan peradaban yang memiliki

arti berbudi luhur. Dimensi kemanusiaan dan ketuhanan hadir dalam penggambaran

pribadi susila dan beradab.

Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan UUD

1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap

terhadap tuntutan zaman. Berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk

watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang

beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,

kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

(UU No. 20 Tahun 2003 Bab 2 Pasal 3).

Gambar 1. Pembangunan Karakter Bangsa(Sumber: Diknas tentang Pendidikan Karakter Nasional)

Pada tahun 2025, Sistem Pendidikan Nasional mencanangkan untuk menghasilkan

“Insan Indonesia cerdas dan kompetitif, yang berkeadilan, bermutu dan yang berkaitan

dengan keperluan masyarakat Indonesia maupun dunia/global. Kurikulum disusun

sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia

dengan memperhatikan (a) Peningkatan iman dan takwa, (b) Peningkatan akhlak mulia,

Page 43: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Pembelajaran Ekonomi Berbasis… (Yoyok Soesatyo, Novi Trisnawati & Ruri Nurul Aeni Wulandari)

P a g e [ 461 ]

(c) Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik, (d) Keragaman potensi

daerah dan lingkungan, (e) Tuntutan pembangunan daerah dan nasional, (f) Tuntutan

dunia kerja. Grand design pendidikan karakter yang telah dibuat pemerintah menetapkan

empat nilai utama yang harus ditanamkan di lembaga pendidikan yaitu; 1) jujur dan

bertanggung jawab (cerminan dari olah hati), 2) cerdas (cerminan dari olah pikir), 3)

sehat dan bersih (cerminan dari olah raga), dan 4) peduli dan kreatif (cerminan dari olah

rasa).

Pendidikan karakter yang saat ini diterapkan merupakan perwujudan dari

berbagai pendapat beberapa filosuf antara lain Imam Al-Ghozali (Hujjatul Islam)

mengatakan bahwa Karakter lebih dekat dengan Akhlaq, yaitu spontanitas manusia

dalam bersikap, atau perbuatan yang telah menyatu dalam diri manusia sehingga ketika

muncul tidak perlu dipikirkan lagi. Apabila lahir tingkah laku yang indah dan terpuji

maka dinamakanlah akhlak yang baik. Dan apabila yang lahir itu tingkah laku yang keji

dinamakanlah akhlak yang buruk Tingkah laku seseorang itu adalah lukisan batinnya.

Menurut Gordon Willard Allport (Psikolog Amerika), Karakter sebagai penentu bahwa

seseorang sebagai pribadi, pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan

bertumbuhnya.

Pendidikan karakter bukan sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana

yang salah, lebih dari itu pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation)

tentang hal mana yang baik sehingga peserta didik menjadi paham (kognitif) tentang

mana yang baik dan salah, mampu merasakan (afektif) nilai yang baik dan biasa

melakukannya (psikomotor).

Dengan kata lain, pendidikan karakter yang baik, harus melibatkan bukan saja

aspek “pengetahuan yang baik” (moral knowing), tetapi juga “merasakan dengan baik”

atau “loving the good” (moral feeling), dan “perilaku yang baik” (moral action). Jadi

pendidikan karakter erat kaitannya dengan “habit” atau kebiasaan yang terus menerus

dipraktekkan dan dilakukan.

Gambar 2. Nilai-nilai Pendidikan Karakter(Sumber: Diknas tentang Pendidikan Karakter Nasional)

Nilai-nilai karakter yang perlu ditanamkan kepada peserta didik adalah nilai

universal yang mana seluruh agama, tradisi dan budaya pasti menjunjung tinggi nilai-

Page 44: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 462 ] P a g e

nilai tersebut. Nilai-nilai universal ini harus dapat menjadi perekat bagi seluruh anggota

masyarakat walaupun berbeda latar belakang budaya, suku dan agama. Untuk

menggambarkan nilai-nilai pendidikan karakter dapat dilihat pada Gambar 2.

Karena pendidikan karakter merupakan suatu habit atau kebiasaan, maka

pembentukan karakter seseorang itu memerlukan communities of character yang terdiri

dari keluarga, lembaga pendidikan, institusi keagamaan, media, pemerintahan dan

berbagai pihak yang mempengaruhi nilai-nilai generasi muda. Semua communities of

character tersebut hendaknya memberikan suatu keteladanan, intervensi, pembiasaan

yang dilakukan secara konsisten, dan penguatan. Dengan perkataan lain, pembentukan

karakter memerlukan pengembangan keteladanan yang ditularkan, intervensi melalui

proses pembelajaran, pelatihan, pembiasaan terus menerus dalam jangka panjang yang

dilakukan secara konsisten dan penguatan.

Gambar 3. Tiga Pendekatan dan Implementasi Pendidikan Karakter(Sumber: Diknas tentang Pendidikan Karakter Nasional)

Presiden Susilo Bambang Yudoyono, dalam rangka mencanangkan gerakan

nasional pendidikan karakter pada tanggal 11 Mei 2010 berusaha mengembalikan

pendidikan pada khitahnya yang meliputi ketiga aspek yaitu: kognetif, afektif dan

psikomotorik secara konsisten serta prestasi dalam sikap dan perilakunya melalui

pembudayaan karakter di lingkungannya. Menurut Komarudin Hidayat (2010), tanpa

budaya lembaga pendidikan yang bagus akan mengalami kesulitan melakukan

pendidikan karakter, jika budaya lembaga pendidikan sudah mapan, siapapun yang

masuk dalam komunitas tersebut secara otomatis akan mengikuti tradisi/budaya yang

sudah ada. Pembangunan lembaga pendidikan terberat justru terletak pada upaya

membangun budaya/kultur, karena selain membutuhkan dana juga daya tahan

kesabaran, keuletan, presistensi, dan konsistensi dari seluruh pemangku kepentingan

lembaga pendidikan/civitas akademika, orang tua, masyarakat dan pemerintah.

Pendidikan karakter diharapkan mampu membangun manusia Indonesia

seutuhnya yang menjunjung tinggi nilai-nilai ke Indonesiaan yaitu ; nilai-nilai Pancasila,

UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI yang sudah digariskan oleh para pendiri

Page 45: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Pembelajaran Ekonomi Berbasis… (Yoyok Soesatyo, Novi Trisnawati & Ruri Nurul Aeni Wulandari)

P a g e [ 463 ]

bangsa dan Negara Indonesia, sekaligus menjawab tantangan dan pengaruh yang ada di

masyarakat karena perkembangan budaya, teknologi, informasi yang begitu cepat dan

tidak mungkin dibendung. Pengaruh yang sangat luar biasa ini bila tidak segera ditangani

akan dapat menghancurkan kualitas manusia Indonesia dan derajat kualitas kehidupan

berbangsa dan bernegara. Menurut Anderson dan Krathwohl (2001), jika perkembangan

dan pengaruh teknologi informasi yang sangat luar biasa dimanfaatkan secara positif

misalnya; penyebaran informasi yang bermanfaat bagi masyarakat luas, baik informasi

factual, konseptual maupun procedural akan dapat menunjang terwujudnya peningkatan

kualitas manusia Indonesia dan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Mc.Gaughey (2005), menyatakan bahwa pemanfaatan negative teknologi

informasi dan komunikasi telah melampui pemanfaatan positif dan patut diduga telah

memberi kontribusi melemahnya karakter bangsa, menurunkan kualitas manusia, dan

menurunkan derajat kualitas kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dalam rangka menciptakan masyarakat yang sejahtera, makmur berkeadilan dan

memiliki karakter, maka perguruan tinggi memiliki peran yang sangat strategis, untuk

mengimplementasikan pendidikan karakter secara integrasi dan dilandasi kerangka

berpikir yang komprehensif dalam upaya menanamkan karakter alumninya untuk

memasuki dunia kerja dan kembali ke lingkungan masyarakat sebagai insan terdidik,

teladan, jujur, cara berpikir memecahkan permasalahan berdasarkan nilai-nilai moral,

kepatutan, santun, akhlak mulia, cepat dan tepat, bermartabat, bermakna, cerdas dan

tuntas serta sesuai ketentuan yang digariskan oleh Tuhan YME. Menurut Lickona (2004),

untuk mewujudkan nilai-nilai karakter yang dicita-citakan maka implementasinya dapat

melalui rancangan kurikulum yang ada sehingga terintegrasi dengan bidang studinya

masing-masing.

Tim Sprod (2001), menyatakan peranan pendidik dan metode membangun suatu

kelas, sebagai suatu masyarakat untuk melakukan inkuiri etis dalam upaya mewujudkan

pribadi dan masyarakat madani. Menurut pendapat Wren (2008) pendidikan Karakter

perlu adanya upaya untuk dikembangkan sesuai perkembangan budaya dan

teknologi/informasi agar setiap individu berbuat baik pada dirinya sendiri dan terhadap

orang lain serta terhadap Tuhan-Nya.

Identifikasi tentang pendidikan karakter secara terperinci, teliti, dan benar akan

diketahui nilai-nilai apa saja yang perlu diberikan baik secara bersama-sama oleh

kelompok ataupun setiap bidang studi, baik tataran konseptual, penerapan dalam

kegiatan nyata yang didasari nilai-nilai etika, moral, kepatutan, kejujuran, akhlak mulia,

cepat, tepat, cerdas dan tuntas sesuai budaya bangsa dan negara Indonesia. Nilai-nilai

karakter yang dimiliki oleh para civitas akademika khususnya alumni perguruan tinggi

dapat diilustrasikan seperti pada Gambar 6.

Suwarsih Madya (2010), menyatakan bahwa : Kehidupan bangsa yang cerdas

adalah kehidupan yang dibangun oleh warga negara Indonesia yang berpola pikir dan

sikap cerdas, yang keduanya terwujud dalam perilaku yang sarat dengan kebajikan dan

jauh dari hal-hal yang merugikan /destruktif bagi diri, masyarakat maupun bangsa, baik

Page 46: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 464 ] P a g e

dalam jangka pendek maupun panjang sehingga mampu memecahkan masalah yang

dihadapi secara efektif (tanpa menimbulkan masalah baru) dengan pandangan ke masa

depan yang makin membaik kualitasnya.

Gambar 4. Nilai- nilai karakter alumni (Sumber: Suwarsih Madya, 2010)

Bila pendidikan karakter dikaitkan dengan pembelajaran Ekonomi, maka

diperlukan beberapa strategi dan model. Strategi pertama antara lain, pemahaman

secara jelas, tegas dan tepat tentang sistem Ekonomi didasarkan pada landasan ideal

Pancasila, landasan konstitusional; UUD 1945, Peraturan Pemerintah, Kepres, Kepmen,

Perda dan aturan lainnya, landasan operational; perencanaan secara nasional, meliputi

kepentingan propinsi dan Kota/Kabupaten, landasan perencanaan dan pelaksanaannya;

meliputi perencanaan yang dilakukan kelembagaan/departemen dan daerah (propinsi

dan Kota/Kabupaten).

Tujuan, sasaran dan target yang akan dicapai harus bertumpu pada Sistem

Ekonomi Pancasila (SEP) dengan karakteristik mencerminkan budaya Indonesia; (1)

Peranan negara masih diperlukan dan usaha swasta dikembangkan secara berdampingan

untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur, (2) Hubungan kerja antar lembaga

ekonomi didasarkan pada azas kekeluargaan dan keakraban hubungan antar manusia,

(3) Masyarakat sebagai suatu kesatuan memegang peranan sentral dalam SEP artinya

bukan mengabaikan individu tetapi langkahnya harus sesuai dan serasi dengan

kepentingan masyarakat, (4) Negara menguasai bumi air dan kekayaan alam lainnya

untuk kemakmuran masyarakat (5) Sistem nilai SEP mempengaruhi tingkah laku pelaku

ekonomi dan selalu mengikuti dinamika pertumbuhan masyarakat.

Kedua, tenaga kependidikan memiliki peran yang penting dan bertanggung jawab

dalam keberhasilan mencapai tujuan dan melaksanakan pendidikan ekonomi Indonesia

yang berbasis karakter, melalui berbagai kegiatan dan media yang digunakan agar

mahasiswa berusaha mencari referensi dari berbagai media, mampu melakukan

introspeksi dan menyiapkan diri untuk menjadi manusia Indonesia yang bermakna.

NILAI-NILAI

KARAKTER

DASAR/

UNIVERSAL

Page 47: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Pembelajaran Ekonomi Berbasis… (Yoyok Soesatyo, Novi Trisnawati & Ruri Nurul Aeni Wulandari)

P a g e [ 465 ]

Di samping itu perlunya “hidden Curriculum”, dan merupakan instrument yang amat

penting dalam pengembangan karakter mahasiswa.

Ketiga, dalam proses pembelajaran ekonomi Indonesia diberikan gambaran

tentang bagaimana kondisi ekonomi Indonesia secara micro dan macro, memberikan

berbagi informasi tentang kemampuan sumberdaya alam dan sumber daya manusia yang

dimiliki Indonesia serta mengetahui bagaimana sebenarnya posisi ekonomi Indonesia

secara global.

Keempat, budaya organisasi di perguruan tinggi harus dapat dimanfaatkan dalam

rangka pengembangan karakter serta menekankan pada daya piker yang kritis dan

kreatif (critical and creative thinking), kemampuan bekerja sama, dan belajar membuat

perencanaan, program, kebijakan dan keputusan/pernyataan atas dasar falsafat bangsa

Indonesia untuk menata ekonomi Indonesia mencapai kemakmuran yang berkeadilan.

Kelima, pada hakikatnya salah satu fase pendidikan karakter adalah merupakan

proses pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari baik di lingkungan kampus, keluarga,

masyarakat. Hal ini perlu keteladan dan pembinaan secara bertahap antara lain; sikap

selama dalam kegiatan pembelajaran (kegiatan PBM, penyelesaian tugas, UTS dan UAS)

dan pergaulannya dengan civitas akademika.

Keenam, pendidikan karakter akan lebih efektif dan efisien kalau dikerjakan oleh

perguruan tinggi bekerjasama dengan berbagai institusi, mass media, lembaga swasta

dan tokoh masyarakat memberikan contoh/keteladanan kehidupan yang bermakna,

amanah, produktif, kreatif, inovatif, jujur, bertanggung jawab, tidak mudah putus asa,

tidak konsumtif dan tidak korupsi, tidak berpikir dan bersikap instant karena untuk

mencapai cita-cita dan tujuan haruslah melalui proses dan ujian.

Model yang digunakan antara lain : Pertama, diberikan informasi yang rasional

dan benar tentang bagaimana ekonomi Indonesia ditinjau secara micro dan macro sejak

awal kemerdekaan sampai era reformasi, termasuk apa yang telah direncanakan dan

dilaksanakan oleh Pemerintahan pada saat itu, bagaimana kondisi internal dan eksternal,

bagaimana kondisi politik dalam negeri dan luar negeri, sehingga akan dipahami secara

benar tentang apa konsekuensi dari kebijakan yang sudah ditetapkan, mengapa kondisi

bangsa, negara dan masyarakat Indonesia masih memprihatinkan di mana salahnya dan

apa yang harus dimiliki agar mampu mencapai tujuan seperti keberhasilan yang telah

dicapai oleh negara Cina, Singapura, Jepang dll. Yaitu karakter bangsa.

Kedua, perlu dirumuskan kebijakan atau peraturan, budaya organisasi serta

standar perilaku yang dirumuskan bersama-sama untuk ditaati oleh semua civitas

akademika agar dapat/mampu mewujudkan kondisi yang kondusif dan mencerminkan

kampus sebagai wadah mencetak calon pemimpin bangsa yang berkarakter dan cinta

tanah air Indonesia.

Ketiga, perlu diciptakan komunikasi dengan berbagai pihak yang dapat

mempererat hubungan dan kerjasama, mensosialisasikan secara terus menerus visi dan

misi universitas, isi dan target pendidikan karakter kepada seluruh civitas akademika

agar mampu merubah pola piker, sikap, tingkah laku, jiwa wirausaha yang professional,

Page 48: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 466 ] P a g e

percaya diri, dan menjadi pribadi yang memiliki kepribadian dan harga diri sebagi warga

Negara Indonesia.

Keempat, proses pengembangan karakter memerlukan model keteladanan dan

kejujuran, pola kehidupan yang bernuansa realistis dan relegius serta contoh konkret

yang konsisten, bukan kesejahteraan dan kemakmuran yang duniawi sesaat tapi yang

bermakna dan sepanjang hayat.

Sistem Ekonomi Nasional Indonesia (SENI), mengedepankan karakteristik

kebhinekaan dari masyarakat Indonesia yang beranekaragam ciri-ciri kehidupannya,

berinteraksi dalam semangat kekeluargaan, meningkatkan kemakmuran dan

kesejahteraan rakyat menuju terwujudnya keadilan sosial. Tujuan ini dapat tercapai bila

seluruh rakyat tanpa kecuali memiliki rasa nasionalisme/karakter dan patuh terhadap

aturan main keadilan ekonomi.

Keadilan ekonomi bersumber pada setiap isi dari 5 sila Pancasila yaitu ; 1) setiap

roda kegiatan ekonomi bangsa digerakkan oleh rangsangan-rangsangan ekonomi, social

dan moral, 2) seluruh masyarakat bertekad mewujudkan pemerataan social, tidak

membiarkan timbulnya ketimpangan ekonomi dan kesenjangan social. 3) seluruh pelaku

ekonomi harus selalu bersemangat nasionalistik, menomorsatukan terwujudnya

perekonomian nasional yang kuat dan tangguh. 4) koperasi dan bekerja secara kooperatif

menjiwai para pelaku ekonomi, demokrasi ekonomi dan kerakyatan yang dipimpin oleh

hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. 5) perekonomian nasional

diupayakan terdapat keseimbangan antara perencanaan ekonomi nasional dengan

rencana yang bernuansa desentralisasi dan otonomi daerah untuk mewujudkan suatu

keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

Ada 7 (tujuh) butir paradigma, prinsip-prinsip etik dalam system ekonomi

Pancasila yaitu ; 1) harus menyumbangkan terciptanya ketahanan ekonomi nasional yang

kokoh dan tangguh, 2) harus mengandung sikap dan tekad kemandirian dalam diri

manusia, keluarga dan masyarakat Indonesia, 3) perekonomian nasional harus

dikembangkan kearah perekonomian yang berkeadilan dan berdaya saing tinggi, 4)

demokrasi ekonomi harus mewujudkan untuk memperkokoh struktur usaha nasional, 5)

koperasi sokoguru perekonomian nasional sebagai gerakan dan wadah kegiatan ekonomi

rakyat dan sebagai badan usaha ditujukan pada penguatan dan perluasan basis usaha. 6)

kemitraan usaha dijiwai semangat kebersamaan dan kekeluargaan yang saling

menguntungkan harus ditumbuhkembangkan. 7) usaha nasional harus dikembangkan

sebagai usaha bersama berdasarkan azas kekeluargaan dalam system ekonomi pasar

terkelola dan dikendalikan oleh keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha

Esa dan nasionalisme tinggi.

Pendekatan dalam pembelajaran ekonomi yang berbasis karakter lebih tepat

dengan menggunakan Student Centered, karena lebih ditekankan pada aktivitas dan sikap

peserta didik. Pendekatan ini diharapkan perkembangan karakter akan muncul atas

dasar kesadaran hati dari peserta didik sendiri, mereka asyik untuk mendiskusikan

fenomena dan mengkreasikan pikirannya serta mencari solusi pemecahannya.

Page 49: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Pembelajaran Ekonomi Berbasis… (Yoyok Soesatyo, Novi Trisnawati & Ruri Nurul Aeni Wulandari)

P a g e [ 467 ]

Menurut Hasan (2010), prinsip-prinsip pendidikan karakter harus berpijak pada

prinsip keberlanjutan melalui pembelajaran semua bidang studi, bukan kegiatan

mengajarkan nilai tetapi mengembangkan nilai, proses pembelajaran tidak membuat

peserta didik mengantuk dan harus menyenangkan bagi peserta didik. Dengan demikian

dapat dikatakan bahwa pengembangan karakter merupakan sebuah proses panjang,

dimulai dari awal peserta didik masuk sampai selesai.

Menurut Zuchdi (2009) program pendidikan karakter secara tidak langsung dapat

dilakukan dengan pengintergrasian kesadaran dan habit dalam setiap mata kuliah.

Atas dasar beberapa pendapat di atas, pendekatan pembelajaran ekonomi dapat

dilakukan antara lain: tercermin dari metode pembelajaran yang meliputi inkulkasi nilai,

keteladanan, fasilitas dan pengembangan ketrampilan. Untuk dapat lebih mempercepat

dan mendukung tercapainya tujuan diperlukan buku ajar ekonomi yang berbasis

pendidikan karakter, karena buku ajar tersebut memiliki pengaruh yang sangat besar

terhadap pembentukan karakter.

Ki Hajar Dewantara mengemukakan teori Patrap Tri Loka yang berisi Ing Ngarsa

Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, dan Tut Wuri Handayani. Berdasarkan teori

tersebut tenaga pendidik harus dapat member contoh, memberi semangat, dan memberi

dorongan kepada peserta didik dalam mengembangkan nilai-nilai karakter.

Bila merujuk kedudukan dan tanggung jawab pendidik dalam agam Islam sangat

dihargai (sabda Rasullah SAW) artinya; Tinta para ulama/ ilmuan lebih tinggi/berharga

dari pada darah para syuhada “ (HR.Abu Daud & Tarmidzi). Jadi didalam Islam

kedudukan pendidik adalah amat tinggi, jika tidak ada pendidik maka manusia akan

menjadi hewan karena tidak ada pembelajaran dan bimbingan. Siapa yang memuliakan

pendidik berarti secara tidak langsung telah memuliakan Rasul, siapa yang memuliakan

Rasul berarti memuliakan Allah, dan siapa yang memuliakan Allah syurgalah tempat

kediamannya. Pada gambar 5 dibawah ini merupakan konseptual pendidikan karakter

pada pembelajaran ekonomi.

Gambar 5. Pendidikan Karakter pada Pembelajaran Ekonomi

Page 50: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 468 ] P a g e

Menurut Sudarsono (2002:11) dalam ekonomi Islam, kebutuhan manusia terbatas

karena pemenuhan kebutuhan tersebut disesuaikan dengan kemampuan jasmani

manusia. Pada dasarnya sumber daya yang diberikan Allah SWT tidak terbatas. Oleh

karena itu, manusia dituntut berupaya memberdayakan kekayaan alam sebagai mana

mestinya dan disesuaikan dengan pemenuhan kebutuhannya, sehingga diharapkan

muncul kreativitas dan inovasi untuk menemukan hal-hal yang baru, dalam rangka

memenuhi kebutuhannya. Tujuan akhir ekonomi Islam yaitu mencapai kebahagiaan di

dunia dan akhirat melalui suatu tatanan kehidupan yang baik serta bermartabat sesuai

dengan norma-norma kehidupan yang ada. terhormat dan bermakna itulah yang

merupakan kebahagiaan hakiki yang sangat dicita-citakan oleh setiap manusia dan bukan

kebahagiaan yang semu/sesaat yang akhirnya justru menimbulkan penderitaan dan

kesengsaraan bagi dirinya maupun orang lain.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil pembahasan di atas menunjukkan bahwa pembelajaran

ekonomi berbasis pendidikan karakter perlu ditumbuhkembangkan agar peserta didik

mampu mengaplikasikan materi ekonomi yang diperoleh sesuai dengan falsafah dan

kehidupan bangsa dalam kehidupan sehari-hari. Saran untuk kita semua sebagai civitas

akademika perguruan tinggi sepatutnya menulis buku ajar sesuai bidang studi masing-

masing dalam rangka pendidikan karakter.

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, L.W. dan Krath Wohl, D.R. 2001. A Taxonomy for Learning Teaching andAssessing. New York : Addison Weskey Logman, Inc.

Departemen Pendidikan Nasional RI. Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 TentangSistem Pendidikan Nasional. Biro Hukum Sekjen Diknas.

Dewantara, Ki Hajar. 1997. Pendidikan. Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan TamanSiswa.

Hasan, Said Hamid, dkk. 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa.Jakarta: Balitbang Puskur.

Lickona, Thomas.2004. Character matters: How to help our children develop goodjudgement, integrity ,and other essential virtues. New York: Toughstone.

Sprod, Tim. 2001. Philosophical Discussion in Moral Education. London: Routledge

Sudarsono, Heri.2002. Konsep Ekonomi Islam suatu Pengantar. Jogyakarta : Ekonisia

Wren, Thomas.2008. Philosophical Moorings. In Nucci, Larry P & Narvaez, Darcia.Eds.Handbook of Moral and Character Education, pp. 11-29. New York and London:Routledge Taylon & Francis Group.

Zuchdi, Darmiyati. 2009. Pendidikan Karakter, Grand Design, dan Nilai-nilai Target.Yogyakarta: UNY Press.

Page 51: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Indonesian Qualifications Framework… (Sri Sumaryati)

P a g e [ 469 ]

INDONESIAN QUALIFICATIONS FRAMEWORK:

SEBUAH UPAYA INTERNALISASI GENERIC SKILLS PADA MAHASISWA

Sri SumaryatiUniversitas Sebelas Maret

[email protected]

AbstrakNilai generic skills sangat penting untuk dimiliki oleh mahasiswa dalamusahanya meningkatkan kemampuannya untuk bersaing di pasar global. Untukitu Perguruan Tinggi, dalam hal ini Program Studi hendaknya mampu memenuhikebutuhan mahasiswa ini melalui kegiatan pembelajaran beserta perangkatnya,yang akhirnya terjabar pada sebuah kurikulum. Tujuan penulisan artikel iniadalah menawarkan suatu strategi yang mampu mengintegrasikan nilai genericskills dalam kurikulum pendidikan ekonomi. Artikel ini ditulis berdasarkan hasilreview literature yang relevan serta laporan hibah pengembangan kurikulumProdi Pendidikan Ekonomi. Artikel ini menyimpulkan bahwa nilai generic skillsdapat dikembangkan melalui pengalaman belajar secara berkelanjutan sejakmahasiswa baru masuk perguruan tinggi sampai mereka lulus.

Kata kunci: Generic skills, kurikulum

PENDAHULUAN

Peningkatan ranking Indeks Pembangunan Manusia (IPM/HDI) negara Indonesia

dari ranking 121 pada tahun 2012 menjadi ranking 108 pada tahun 2013 merupakan

kabar menggembirakan bagi bangsa. Namun, jika mencermati posisi ranking negara-

negara terdekat seperti Malaysia yang mengalami kenaikan dari ranking 64 ke ranking

62, Singapura dari ranking 18 ke ranking 9, Brunei Darussalam pada ranking yang sama

yaitu 30, dan China dari ranking 101 ke ranking 91 (UNDP 2013, UNDP 2014), maka

posisi HDI Indonesia masih perlu ditingkatkan agar posisinya tidak terlalu jauh dari

posisi negara-negara tetangga. Agar dapat menduduki posisi yang lebih baik diperlukan

kerja keras untuk memperbaiki kualitas manusia Indonesia, meningkatkan daya saing

bangsa, di tengah-tengah persaingan dengan masyarakat dunia lainnya. Ini semua

merupakan pekerjaan rumah seluruh rakyat Indonesia.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI)

merupakan pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan

standar hidup untuk semua negara seluruh dunia. IPM digunakan untuk

mengklasifikasikan apakah sebuah negara adalah negara maju, negara berkembang atau

negara terbelakang dan juga untuk mengukur pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi

terhadap kualitas hidup. Mengingat bahwa salah satu indikator dari IPM adalah sektor

pendidikan, maka para pelaku pendidikan, khususnya pendidikan ekonomi, mempunyai

tugas yang tidaklah ringan untuk dapat mengembangkan pendidikan ekonomi yang

mampu mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pendidikan ekonomi dapat

memfasilitasi kebutuhan masyarakat terhadap pengetahuan ekonomi dan keuangan yang

Page 52: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 470 ] P a g e

sangat diperlukan pada masa ekonomi global yang sedang dihadapi masyarakat dunia

saat ini.

Untuk menghadapi era globalisasi, SDM yang mampu bersaing mutlak diperlukan.

(Salladien, 1996) Hampir semua pakar ketenagakerjaan setuju bahwa kunci sukses suatu

organisasi adalah SDM yang memiliki kompetensi kerja (Karami dkk, 2004). Oleh

karenanya, sebagai upaya peningkatan kualitas SDM yang berasal dari lulusan

pendidikan tinggi, sangatlah berhubungan dengan pengembangan berbagai ketrampilan

yang relevan (generic skills), sehingga dengan semakin meningkatnya kompetensi lulusan

diharapkan dapat memenuhi keragaman permintaan pasar kerja era globalisasi. Sebagai

institusi di bawah LPTK, pendidikan ekonomi mendapat mandat untuk menghasilkan

guru yang memiliki kompetensi spesifik yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas

atau pekerjaan, yang beragam sesuai dengan keragaman aktivitas dan dapat

dikembangkan selama proses pembelajaran berlangsung (Robbins, 2003:465; Vecchio,

1992: 78; Nelson & Quick, 1994:21 dalam T. Watts, 2008)

Selanjutnya muncul pertanyaan, bagaimana cara melaksanakan pendidikan

ekonomi yang mampu meningkatkan generic skills mahasiswa pendidikan ekonomi?

Chapple & Tolley, 2000; Fallows & Steven, 2000 dalam Robley, 2005 mengemukakan

bahwa hal yang dapat dilakukan adalah melalui pengembangan materi-materi

pembelajaran yang dapat mengakomodasi peningkatan generic skills, atau melalui

internalisasi nilai-nilai generic skills pada setiap program yang dilakukan secara kontinyu

yang terjabar dalam kurikulum. Kurikulum merupakan “… seperangkat rencana dan

pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai

pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran mencapai tujuan pendidikan tertentu”

(UU RI Nomor 20 Tahun 2013). Agar dapat mencapai tujuan pendidikan menghasilkan

guru yang mampu melaksanakan pendidikan ekonomi, maka kurikulum pendidikan

ekonomi dapat didesain dengan muatan mata kuliah, pengalaman belajar dan

perencanaan pembelajaran ekonomi sedemikian rupa. Perlu diperhatikan juga bahwa

generic skills sangat penting untuk dimiliki oleh lulusan Pendidikan Ekonomi pada

khususnya, dan semua mahasiswa pada umumnya. Hal ini sesuai dengan pendapat dari

Satoshi (2010) bahwa “Generic skills are important for higher education graduates in their

employment, successful competition in labor market, development of career in organization

and bringing individual input in the successful development of democratic society.

Developed generic skills ensure broader person’s social security and possibilities for self-

realization.”

Dengan demikian, ketika suatu negara menginginkan kualitas sumber daya

manusia, khususnya calon pendidik, yang mampu bersaing maka negara tersebut dapat

mengawalinya melalui pembangunan generic skills bagi bangsanya. Oleh karena itu,

peran LPTK sangatlah besar. Artikel ini bertujuan untuk menawarkan suatu strategi

integrasi pengembangan generic skills dalam kurikulum pendidikan ekonomi. ‘Kurikulum

merupakan cetak biru dari keseluruhan proses pembelajaran pada sistem pendidikan......’

(Dikti, 2012: ii). Melalui kurikulum dapat diketahui arah semua aktivitas pendidikan

Page 53: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Indonesian Qualifications Framework… (Sri Sumaryati)

P a g e [ 471 ]

dalam mencapai tujuan pendidikan yaitu pengembangan manusia yang memiliki

pengetahuan, keterampilan, teknologi serta karakter sesuai dengan falsafah hidup bangsa

dan penciri institusi pendidikan di mana mereka belajar. Oleh karena itu, suatu institusi

pendidikan dituntut mampu mendesain kurikulum sesuai dengan kebutuhan dan

perkembangan masyarakat serta perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi,

seni dan olah raga (IPTEKSO).

Kurikulum pendidikan tinggi saat ini mengalami pembaharuan dalam konsep

kurikulum, sebagaimana dalam buku pedoman penyusunan kurikulum berbasis

kompetensi dari Dirjen Pendidikan Tinggi. Beberapa pembaharuan konsep kurikulum

antara lain: 1) Luaran hasil pendidikan tinggi yang semula berupa kemampuan minimal

penguasaan pengetahuan, ketrampilan, dan sikap sesuai dengan sasaran kurikulum suatu

Program studi, diganti dengan kompetensi seseorang untuk dapat melakukan

seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggungjawab sebagai syarat untuk dianggap

mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu.

Luaran hasil pendidikan tinggi ini yang semula penilaiannya dilakukan oleh

penyelenggara pendidikan tinggi sendiri, dalam konsep yang baru penilaian selain oleh

perguruan tinggi juga dilakukan oleh masyarakat pemangku kepentingan. 2) Kurikulum

program studi yang semula disusun dan ditetapkan oleh Pemerintah lewat sebuah

Konsorsium (Kurikulum Nasional), diubah, yakni kurikulum inti disusun oleh perguruan

tinggi bersama-sama dengan pemangku kepentingan dan kalangan profesi, dan

ditetapkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan. 3) Berdasarkan Kepmendikbud No.

056/U/1994 komponen kurikulum tersusun atas Kurikulum Nasional (Kurnas) dan

Kurikulum Lokal (Kurlok) yang disusun dengan tujuan untuk menguasai isi ilmu

pengetahuan dan penerapannya (content based), sedangkan dalam Kepmendiknas No.

232/U/2000 disebutkan bahwa kurikulum terdiri atas Kurikulum Inti dan kurikulum

Institusional. 4) Dalam Kepmendiknas no 232/U/2000, hasil belajar ditekankan pada

keutuhan kompetensi berkarya, sehingga matakuliah dikelompokkan ke dalam

Matakuliah Pengembangan Kepribadian (MPK), Matakuliah Keilmuan dan Keterampilan

(MKK), Matakuliah Perilaku Berkarya (MPB), Matakuliah Keahlian Berkarya (MKB), dan

Matakuliah Berkehidupan Bermasyarakat (MBB). Melalui kurikulum tersebut, suatu

program studi mengantar mahasiswanya memiliki kompetensi utama, kompetensi

pendukung, dan kompetensi lain yang bersifat khusus dan gayut dengan kompetensi

utama. Setiap kompetensi dapat mengandung 5 elemen kompetensi yaitu landasan

kepribadian, penguasaan IPTEKSO, kemampuan berkarya, sikap dan perilaku dalam

berkarya, dan pemahaman kaidah berkehidupan bermasyarakat.

Dalam perkembangannya, setelah terbit Peraturan Presiden RI Nomor 8 Tahun

2012 tentang Kerangka Kualifikasi nasional Indonesia (KKNI), maka kompetensi lulusan

atau capaian pembelajaran setiap program studi harus mengacu pada rumusan deskripsi

pada KKNI sesuai dengan jenjang/levelnya. Lulusan S1 harus memiliki kualifikasi level 6,

di mana lulusan setara S1 dituntut memiliki kemampuan di bidang kerja yaitu mampu

mengaplikasikan bidang keahliannya dan memanfaatkan IPTEKS pada bidangnya dalam

Page 54: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 472 ] P a g e

penyelesaian masalah serta mampu beradaptasi terhadap situasi yang dihadapi, memiliki

penguasaan pengetahuan yaitu menguasai konsep teoretis bidang pengetahuan tertentu

secara umum dan konsep teoretis bagian khusus dalam bidang pengetahuan tersebut

secara mendalam, serta mampu memformulasikan penyelesaian masalah prosedural,

memahami kaidah berkehidupan bermasyarakat dengan mampu mengambil keputusan

yang tepat berdasarkan analisis informasi dan data, dan mampu memberikan petunjuk

dalam memilih berbagai alternatif solusi secara mandiri dan kelompok, serta mempunyai

sikap dan perilaku dalam berkarya berupa bertanggung jawab pada pekerjaan sendiri

dan dapat diberi tanggung jawab atas pencapaian hasil kerja organisasi (Dikti, 2012).

Kurikulum berbasis kompetensi menuju KKNI yang didesain oleh suatu program

studi tetap harus bermuatan pendidikan karakter. Apabila dicermati, maka setiap elemen

kompetensi mengandung unsur karakter yang akan dihasilkan. Sebagai contoh, elemen

kompetensi landasan kepribadian akan menghasilkan karakter lulusan yang beriman,

bertakwa, berakhlak mulia; elemen sikap dan perilaku berkarya akan menghasilkan

karakter lulusan yang profesional. Kesemua unsur karakter tersebut menuju pada

pembangunan manusia sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Rumusan kompetensi

atau capaian pembelajaran lulusan dari suatu program studi seharusnya dirumuskan

oleh suatu forum komunikasi atau asosiasi program studi sejenis misalnya rumusan

kompetensi pendidikan ekonomi ditetapkan oleh Asosiasi Pendidikan Ekonomi. Dengan

demikian semua program studi sejenis akan memiliki kemampuan minimal yang relatif

sama, sehingga rumusan kompetensi tersebut dapat menjadi penyetara kualifikasi

lulusan program studi. Walaupun rumusan kompetensi ditetapkan secara bersama,

namun suatu program studi dapat mengembangkannya sendiri kompetensi lain sebagai

penciri dari program studinya. Dengan demikian, jika suatu program studi memiliki

kehendak untuk menanamkan generic skills pada mahasiswa, maka hal ini bukanlah hal

yang mustahil.

PEMBAHASAN

Pembelajaran di Perguruan Tinggi Saat Ini

Kondisi pembelajaran di program studi/ perguruan tinggi masih cukup beragam.

Perguruan tinggi yang telah menjalankan sistem penjaminan mutu dengan baik dari

jenjang institusi sampai program studi umumnya telah melaksanakan pembelajaran yang

berbasiskan capaian. Namun permasalahan utama yang dihadapi Perguruan Tinggi dalam

mengembangkan kurikulumnya yaitu:

1. Kurangnya persiapan dosen di dalam menyiapkan perangkat pembelajaran sebelum

melakukan pembelajaran;

2. Ketidakjelasan rumusan capaian pembelajaran;

3. Ketidakjelasan strategi dan metode pembelajaran;

4. Pemilihan strategi dan metode pembelajaran yang belum tentu tepat untuk

memunculkan capaian pembelajaran yang telah ditetapkan;

Page 55: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Indonesian Qualifications Framework… (Sri Sumaryati)

P a g e [ 473 ]

5. Aktivitas asesmen cenderung pada pemberian skor/nilai kepada mahasiswa

daripada memberikan tuntunan untuk membuka potensinya; dan

6. Instrumen untuk melakukan asesmen cenderung mencirikan asesmen sumatif dari

pada asesmen formatif.

Hal di atas dapat mengindikasikan bahwa pemahaman dosen dalam melaksanakan

pembelajaran yang baik masih lemah atau dosen kurang peduli terhadap capaian

pembelajaran, strategi, dan metode pembelajaran serta cara asesmen yang tepat. Ada

anggapan bahwa dengan tatap muka sekali dalam satu minggu telah dilakukan

pembelajaran sesuai dengan tuntutan aturan yang ada dengan ukuran pembelajaran yang

baik adalah jumlah tatap muka di kelas. Di samping itu, sistem jaminan mutu pendidikan

sering tidak berfungsi dengan baik, seperti sistem pendukung terkait dengan tata kelola

sumber daya manusia, sarana prasarana dan lingkungan pembelajaran, sistem pelayanan,

pemantauan dan evaluasi serta tindak lanjut dari hasil evaluasi. Sering yang menjadi

alasan tidak berkembangnya sistem pembelajaran dengan baik adalah kurangnya

pendanaan. Walaupun pendanaan merupakan bagian dari perencanaan yang krusial

dalam mendirikan atau mengembangkan program studi, nilai-nilai dalam pembelajaran

semestinya tetap menjadi prioritas. Di sisi lain, tidak sedikit perguruan tinggi yang telah

menerapkan sistem penjaminan mutu pendidikan dengan baik, mampu mengembangkan

nilai-nilai internalnya untuk memenuhi kebutuhan pemangku kepentingan yang dinamis.

Perguruan tinggi seperti itu dengan mudah mendapatkan pengakuan dari masyarakat

lokal sekitarnya, nasional, dan bahkan internasional. Sistem pembelajaran merupakan

bagian penting untuk mampu menghasilkan lulusan yang berdaya saing tinggi.

Sistem pembelajaran yang baik mampu memberikan pengalaman belajar kepada

mahasiswa untuk membuka potensi dirinya dalam menginternalisasikan pengetahuan,

keahlian, dan perilaku serta pengalaman belajar sebelumnya. Sistem pembelajaran

seperti itu mampu mengembangkan elemen-elemen kompetensi yang diamanatkan oleh

Kepmendiknas No. 045/2002. Dengan dikeluarkannya Perpres No. 8 Tahun 2012 tentang

Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI), program studi dituntut untuk

menghasilkan lulusan yang sesuai dengan kualifikasi KKNI. Dengan demikian bagi

Perguruan Tinggi yang masih bermasalah di dalam sistem pembelajarannya mesti segera

melakukan pembenahan atau perbaikan untuk mampu menghasilkan lulusan paling tidak

memenuhi kualifikasi yang telah ditetapkan. Demikian pula sistem penjaminan mutu

pendidikannya mesti mampu mengendalikan proses pendidikan dengan baik merujuk

pada jenjang kualifikasi KKNI.

Mahasiswa dihadapkan pada masalah nyata di bidang sains dan diberi tugas untuk

menyelesaikannya sebagai suatu cara pembelajaran. Dosen diharapkan dapat menerima

kesalahan dalam proses pembelajaran sebagai hal yang wajar dan memotivasi untuk

memperbaiki secara terus-menerus. Proses pembelajaran yang diterapkan benar-benar

menyatu dengan materi pembelajaran yang diformat sesuai dengan dimensi pengetahuan

dan dimensi proses kognitif secara benar menurut empat pilar pembelajaran. Oleh

karena itu, perlu dilakukan perubahan di Indonesia di dalam proses dan materi

Page 56: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 474 ] P a g e

pembelajaran dari KBK di perguruan tinggi tidak lagi berbentuk pembelajaran terpusat

dosen (teacher-centered learning/TCL), tetapi diganti dengan menggunakan prinsip

pembelajaran terpusat mahasiswa (student-centered learning/SCL) yang diramu untuk

dapat diterapkan, serasi dengan keadaan Perguruan Tinggi di Indonesia.

Qualifications Framework Concept

Menganalisis kualifikasi kerangka kerja dan pengalaman perkembangan mereka

di negara-negara Eropa dan negara-negara lain dunia yang berbeda-beda, hal ini sangat

dipengaruhi oleh tujuan mereka dan konteks aplikasi. Secara umum, kerangka kualifikasi

dapat didefinisikan sebagai "Deskripsi sistematis kualifikasi yang sistem pendidikan

“(Adam 2003). Mengikuti pendekatan ini, adalah mungkin mengklaim bahwa setiap

negara memiliki kerangka kualifikasi nasional, meskipun belum tentu bernama cara ini.

Namun persyaratan tertentu yang ditetapkan untuk deskripsi kualifikasi disebabkan

tingkat kualifikasi tertentu dalam kualifikasi kerangka. Menurut Irma (2010) dasar dari

setiap Kerangka kualifikasi adalah deskripsi umum dari kualifikasi dan / atau gelar

kualifikasi disediakan dalam tertentu wilayah atau negara menunjukkan kondisi yang

diperlukan dan kesempatan untuk memperoleh kualifikasi pada tingkat lain.

Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Sosial dan Pembangunan (OECD) menyajikan

definisi berikut dari kerangka kualifikasi adalah “alat untuk pengembangan dan

klasifikasi kualifikasi menurut seperangkat kriteria untuk tingkat pembelajaran tercapai.

Ini seperangkat kriteria mungkin tersirat dalam kualifikasi deskriptor sendiri atau dibuat

eksplisit dalam bentuk satu set tingkat deskriptor "(Kuriant; 2005 dalam Karseth &

Solbrekke, 2010). Untuk membuat jelas perlu dicatat bahwa kualifikasi Kerangka dapat

dilihat dari berbagai jenis dan dibuat di berbagai tingkat. M. Young (2005) dalam Karseth

(2010) telah menjelaskan perbedaan antara yang komprehensif dan kerangka kualifikasi

parsial dilihat dari ruang lingkupnya. Kerangka kualifikasi yang komprehensif dipahami

sebagai kerangka kerja terpadu, termasuk kualifikasi dari semua jenis, diperoleh dengan

cara formal, non-formal dan informal dan diperlukan untuk bekerja di berbagai bidang

ekonomi. kualifikasi parsial kerangka meliputi kualifikasi yang merupakan ciri khas dari

lingkup tertentu. Kualifikasi parsial dapat kualifikasi tersebut kerangka yang sistematis

menggambarkan berikut:

1. kualifikasi yang diperoleh di sektor konkret dari sistem pendidikan dan diperlukan

untuk pekerjaan di berbagai sektor ekonomi (misalnya, kerangka kualifikasi yang

membatasi dirinya untuk kualifikasi disediakan dalam sistem pendidikan tinggi);

2. kualifikasi yang dari jenis tertentu yang dapat diperoleh di berbagai sektor dari

sistem pendidikan dan diperlukan untuk pekerjaan di berbagai sektor ekonomi

(misalnya, kualifikasi Kerangka yang hanya mencakup kualifikasi kejuruan);

3. kualifikasi berorientasi pada sektor konkret ekonomi yang dapat diperoleh di

berbagai sektor dari sistem pendidikan (untuk Misalnya, kerangka kualifikasi yang

sistematis menggambarkan kualifikasi khusus untuk sektor konstruksi).

Page 57: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Indonesian Qualifications Framework… (Sri Sumaryati)

P a g e [ 475 ]

Generic skills dan atributnya

Generic skills sendiri diartikan sebagai Skills or abilities pertaining to genes, thus as

mater of heredity are transferred through genes from one generation to another (Sumsion,

2007) Dengan kata lain generic skills adalah ketrampilan yang dapat dibutuhkan di

tempat kerja untuk menyelesaikan pekerjaan. Dari semua ketrampilan yang dimiliki oleh

seseorang generic skills merupakan ketrampilan utama yang dibutuhkan untuk

memasuki dunia kerja, sebab generic skills ini merupakan portable skills yang dimiliki

seseorang dan siap dimanfaatkan di tempat kerja (University of Cambridge, 2003; Smith,

2003; Gilbert, 2007). Keterampilan tersebut sebenarnya bisa dialihkan atau hanya dapat

dipelajari dalam konteks mereka digunakan; keterampilan yang dipelajari secara

otomatis dalam program studi dan tidak boleh disarikan dari itu; fokus pada

keterampilan akan mempersempit tujuan kurikulum untuk reduksionis dan supercial

hasil-hasil pada biaya belajar lebih dalam dan lebih banyak gol reflektif atau kritis

(Gilbert, 2007)

Menurut hasil survey ketenagakerjaan di Inggris (2003), ada empat personal

transferable skills yang dipandang sangat dibutuhkan oleh pasar kerja era globalisasi.

empat ketrampilan ini diinformasikan sebagai atribut yang sangat penting, di mana

employers sudah merasa cukup jika tenaga kerja yang dikelolanya memiliki ketrampilan

tersebut, yaitu kemampuan mendapatkan informasi, komunikasi dan presentasi,

merencanakan dan problem solving, dan kemampuan bersosialisasi (Atlay, 2000). Jewish

(2009) mengidentifikasi atribut penting transferable skills yang digunakan dalam dunia

kerja, yaitu sebagai berikut: 1) komunikasi verbal, 2) komunikasi non-verbal, 3) menulis

laporan, 4) bekerja dengan orang lain, 5) bekerja dengan teknologi dan informasi, 6)

menganalisis masalah, 7) memecahkan masalah, dan 8) berorganisasi.

Terkait dengan hal ini adalah Job Characteristics Model ( JCM), setiap pekerjaan

dapat diuraikan sesuai dengan lima dimensi inti kerja yaitu: 1) Keragaman ketrampilan,

yaitu tingkat di mana suatu pekerjaan membutuhkan aktivitas yang beragam sehingga

pekerja harus dapat memanfaatkan beberapa ketrampilan dan bakat yang berbeda; 2)

Identitas tugas, yaitu tingkat di mana suatu pekerjaan membutuhkan penyelesaian dari

keseluruhan atau sebagian tugas yang dapat diidentifikasi; 3) Signifikansi tugas, yaitu

tingkat di mana suatu pekerjaan menyediakan dampak substansial pada kehidupan atau

pekerjaan orang lain; 4) Otonomi, yaitu tingkat di mana suatu pekerjaan menyediakan

kebebasan substansial dan kebebasan berkreasi kepada setiap individu dalam

menjadwalkan kerja dan menentukan prosedur yang akan digunakan untuk

melaksanakannya. 5) Umpan balik, yaitu tingkat di mana pelaksanaan kegiatan suatu

pekerjaan menuntut hasil kerja secara langsung dan informasi yang jelas tentang

keefektifan pekerja (Karami, 2000).

Cara Meningkatkan Generic Skills

Generic skills dapat dikembangkan melalui peningkatan kualitas pembelajaran.

Peningkatan pembelajaran dan peningkatan kualitas lulusan ini dilakukan agar lulusan

Page 58: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 476 ] P a g e

memiliki nilai pasar yang lebih baik dari waktu ke waktu. Peningkatan ini pada

gilirannya akan meningkatkan competitive advantage mereka, sehingga lebih mudah

memenangkan persaingan pada dunia kerja.

Berubahnya kurikulum menyebabkan isu-isu tentang proses belajar-mengajar

yang dilaksanakan saat ini juga menarik perhatian. Fokus pembelajaran berbasis

kompetensi telah mendorong adanya kaji ulang terkait praktek-praktek penilaian yang

saat ini berlangsung. Saat ini penilaian telah bergeser ke arah penilaian personal generic

skill daripada penilaian hanya dari isi akademik dari apa yang dipelajari mahasiswa (T.

Watts and C. J. McNair , 2008)

Teori pengembangan generic skills yang dikemukakan oleh Gilbert (2004) yang

mengemukakan bahwa generic skills dapat dikembangkan melalui peningkatan kualitas

pembelajaran. Peningkatan kualitas pembelajaran dapat diartikan ke dalam peningkatan

tiga tahap proses pembelajaran yaitu: (1) tahap perencanaan atau perancangan

pembelajaran, (2) tahap pelaksanaan pembelajaran dan (3) tahap pengukuran. Melalui

teori tersebut pengembangan generic skills mahasiswa dapat dilakukan melalui

peningkatan kualitas pembelajaran secara terpadu, yaitu 1) keterampilan tersebut

sebenarnya bisa dialihkan atau hanya bisa dipelajari dalam konteks mereka digunakan; 2)

keterampilan dipelajari secara otomatis dalam program studi; 3) Fokus pada keterampilan yang

dituju; 4) mahasiswa tersebut dimotivasi oleh tujuan atau kemanfaatan dari generic skills 5)

mengembangkan beberapa kualitas intrapersonal dan interpersonal yang skills. Robley (2005)

mempunyai alternatif dengan melakukan internalisasi nilai-nilai generic skills pada setiap

program yang dilakukan pada sebuah kegiatan pembelajaran.

Peningkatan kualitas pembelajaran untuk mata kuliah dapat digunakan sebagai

sarana peningkatan generic skills, mahasiswa sebaiknya dimonitor dan dievaluasi dari

waktu ke waktu. Hal ini bertujuan agar kualitas pembelajaran, kognisi, prestasi, generic

skills mahasiswa, yang dapat diamati dan terukur dari waktu ke waktu.

Adalah fakta, bahwa banyak lulusan perguruan tinggi yang tidak terserap di dunia

kerja yang bisa jadi disebabkan karena kurikulum yang kurang sesuai dengan kebutuhan

dunia kerja atau dengan kata lain tidak ada link and match antara sistem pendidikan

nasional dengan sistem ketenagakerjaan, atau karena kurikulum pendidikan yang kurang

mampu menghasilkan lulusan mandiri dan berdaya saing tinggi. Oleh karena itu wajar

jika posisi IPM negara Indonesia berada pada medium human development, karena dari

satu indikator yaitu standar hidup yang dilihat dari pendapatan per kapita sudah

tereduksi oleh pengangguran yang ada.

Upaya peningkatan generic skills telah banyak dilakukan, yang semua itu

bertujuan agar lulusan perguruan tinggi memiliki kemampuan memahami dan

berorientasi pada orang lain, kemampuan yang memungkinkan seseorang untuk

memanfaatkan dan mengatur informasi baru, kemampuan berpikir yang memungkinkan

orang-orang untuk memproses ide, serta kemampuan seseorang yang terkait dengan

kemampuan mengambil tindakan dan keputusan. apabila kemampuan ini telah melekat

pada semua lulusan PT, maka berkurangnya pengangguran dan kejahatan bukanlah suatu

Page 59: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Indonesian Qualifications Framework… (Sri Sumaryati)

P a g e [ 477 ]

keniscayaan. Mencermati hal tersebut, maka tidaklah mengherankan jika saat ini banyak

program studi, tidak terkecuali pendidikan ekonomi, menetapkan nilai plus mahasiswa

dalam usahanya mempersiapkan lulusan yang memiliki kompetensi yang dibutuhkan

oleh pengguna.

Namun pada kenyataannya banyak program studi yang belum mendesain

pembelajaran yang mampu menginternalisasi nilai-nilai ini. dalam pembelajaran,

seringkali lebih banyak menekankan pada aspek kognitif. Padahal, agar seseorang

berperilaku baik, maka diperlukan pengetahuan, keterampilan, sifat, motivasi, dan peran

sosial yang pada akhirnya muncul dalam bentuk perilaku. Dengan demikian ketika

program studi menetapkan internalisasi generic skills ini, maka yang perlu diperhatikan

adalah bahwa tidak mungkin perguruan tinggi mengharapkan semua mahasiswa dan

lulusannya disiapkan menjadi pribadi-pribadi yang handal, yang mampu bersaing pada

era modern ini. Jadi, pendidikan di Perguruan Tinggi bukan berarti pendidikan sekedar

transfer of knowledge tapi sudah berkembang pada transfer of value. Untuk

mengintegrasikannya ke dalam kurikulum pendidikan ekonomi maka strategi yang dapat

dilakukan adalah:

Penetapan profil lulusan.

Profil lulusan merupakan luaran pendidikan yang akan dihasilkan. Ketika

menetapkan profil lulusan, program studi telah mempertimbangkan kebijakan

universitas dan program studi yang antara lain tercermin dalam visi dan misi. Dalam

profil lulusan sudah terkandung nilai-nilai dan keyakinan yang dikembangkan universitas

dan program studi. Dari sini dapat diketahui bagaimana komitmen perguruan tinggi

terhadap proses internalisasi nilai generic skills yang akan diberikan kepada mahasiswa.

Penetapan kompetensi lulusan

Program studi menetapkan kompetensi apa saja yang harus dimiliki lulusannya,

sekaligus menetapkan kompetensi apa saja yang harus mampu dilakukan oleh lulusan

serta dimilikinya generic skills misalnya memanfaatkan dan mengatur informasi baru,

kemampuan berpikir yang memungkinkan orang-orang untuk memproses ide, serta

kemampuan seseorang yang terkait dengan kemampuan mengambil tindakan dan keputusan,

dan kemampuan lainnya sesuai dengan kondisi program studi. Jika kompetensi yang

bersifat umum ditetapkan bersama oleh asosiasi program studi sejenis, maka kompetensi

ini dapat menjadi kompetensi sebagai penciri program studi.

Penetapan kompetensi lulusan/capaian pembelajaran

Setelah menetapkan profil lulusan sebagai outcome program studi, maka langkah

selanjutnya adalah menentukan kompetensi apa saja yang harus dimiliki oleh lulusan

program studi sebagai output pembelajarannya. Untuk menetapkan kompetensi lulusan,

dapat dilakukan dengan menjawab pertanyaan: “Untuk menjadi profil ……. lulusan harus

mampu melakukan apa saja?” Pertanyaan ini diulang untuk setiap profil, sehingga

diperoleh daftar kompetensi lulusan yang lengkap.

Kompetensi lulusan ini minimal harus mengandung 4 unsur deskripsi KKNI, yakni:

1. Deskripsi umum, sebagai ciri lulusan pendidikan di Indonesia;

Page 60: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 478 ] P a g e

2. Rumusan kemampuan di bidang kerja;

3. Rumusan lingkup keilmuan yang harus dikuasai; dan

4. Rumusan hak dan kewenangan manajerialnya

Pengkajian Kandungan Elemen Kompetensi

Pada tahap ini dilakukan pengkajian terhadap rumusan kompetensi lulusan yang

telah terumuskan, dengan lima elemen kompetensi yang terdapat pada SK Mendiknas

045/U/2002, yaitu (a) landasan kepribadian; (b) penguasaan ilmu pengetahuan,

teknologi, seni dan olah raga; (c) kemampuan berkarya; (d) sikap dan perilaku dalam

berkarya; serta (e) kaidah pemahaman berkehidupan bermasyarakat.

Setiap kompetensi yang dirumuskan dianalisis untuk melihat adanya kandungan

elemen kompetensi tersebut di atas. Ada kemungkinan sebuah kompetensi mengandung

lebih dari satu elemen kompetensi. Analisis adanya kandungan elemen kompetensi

dilakukan dengan cara mengecek kemungkinan strategi pembelajaran untuk dapat

mencapai kompetensi tersebut. Jika suatu kompetensi dapat dicapai dengan diselipkan ke

dalam bentuk kurikulum terselubung, tidak diajarkan dalam sebagai topik bahasan, maka

kompetensi tersebut dapat dinyatakan bermuatan elemen (a) landasan kepribadian yang

lebih bersifat soft skills.

Penentuan bahan kajian atau materi ajar

Setelah menganalisis elemen kompetensi, langkah selanjutnya adalah menentukan

bahan kajian yang akan harus dikuasai untuk mencapai kompetensi lulusan yang telah

ditetapkan. Bahan kajian adalah suatu bangunan ilmu, teknologi, ataupun seni yang

menunjukkan ciri dari rumpun atau cabang ilmu tertentu, atau bidang kajian yang

merupakan inti keilmuan suatu program studi. Bahan kajian dapat pula merupakan

pengetahuan/bidang kajian yang akan dikembangkan yang dibutuhkan bagi masyarakat

atau pemangku kepentingan pada masa yang akan datang. Pilihan bahan kajian itu sangat

dipengaruhi oleh visi keilmuan program studi yang bersangkutan, yang biasanya dapat

diambil dari program pengembangan program studi (misalnya, diambil dari pohon

penelitian program studi). Tingkat keluasan, kedalaman, dan kerincian bahan kajian

merupakan hak otonom masyarakat akademik di program studi tersebut.

Agar lulusan menguasai kompetensi yang ditetapkan maka kajian apa saja yang

perlu dikuasai. Bahan kajian terkait dengan kompetensi yang akan dikembangkan yang

dibutuhkan masyarakat dan pemangku kepentingan. Program studi dapat menentukan

bahan kajian yang mendukung kompetensi yang diharapkan dapat dicapai bagi

mahasiswa.

Pembentukan Mata Kuliah/Kegiatan

Berdasarkan bahan kajian kemudian dibentuk matakuliah dan atau kegiatan yang

terprogram dan terintegrasi. Perlu diingat bahwa generic skills secara utuh tidak dapat

dibentuk dalam satu atau beberapa matakuliah secara terpisah. Dengan demikian

pembentukan mata kuliah dan kegiatan dapat dijabarkan dalam tahapan misalnya tahap

pengenalan.

Page 61: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Indonesian Qualifications Framework… (Sri Sumaryati)

P a g e [ 479 ]

Pembentukan Program dengan mengintegrasikan nilai generic skills

Setelah penentuan profil lulusan sampai dengan pembentukan mata kuliah dan

kegiatan, selanjutnya program studi sebaiknya menata secara terstruktur pelaksanaan

program pendidikan yang mengintegrasikan nilai generic skills dalam kegiatan

pembelajaran yang akan dilakukan. Di sini bentuk dari program akan menunjukkan nama

kegiatan, tujuan kegiatan, pelaksana kegiatan, indikator ketercapaian, sarana prasarana

yang diperlukan. Dengan melaksanakan program yang terjadwal dengan baik sejak

mahasiswa pertama kali masuk kampus sampai mereka lulus maka secara tidak langsung

akan membentuk iklim kewirausahaan di lingkungan kampus. Walaupun sangat

dimungkinkan bahwa sarana prasarana menjadi kendala pelaksanaan, namun dengan

berbekal komitmen yang tinggi maka kendala akan menjadi tantangan yang jika didekati

dengan perilaku yang mengintegrasikan nilai generic skills dalam kegiatan pembelajaran

maka akan menghasilkan prestasi yang luar biasa.

SIMPULAN

Nilai generic skills sangat diperlukan dalam bidang pekerjaan apapun, termasuk

guru. Pengintegrasian nilai ini dapat dikembangkan melalui pengalaman belajar secara

berkelanjutan dan terprogram sejak mahasiswa baru masuk perguruan tinggi sampai

mereka lulus. Proses yang panjang tersebut dapat dilakukan melalui mata kuliah dalam

aktual kurikulum, dalam hidden curriculum, kegiatan pengenalan, pelatihan, penguatan,

pengembangan dan praktik. Agar dapat melaksanakannya maka perlu ada komitmen dari

institusi, ada pernyataan yang jelas nilai-nilai dan keyakinan apa yang dikembangkan,

ada kegiatan yang dilakukan agar dapat memfasilitasi kebutuhan mahasiswa yang

bervariasi.

DAFTAR PUSTAKA

Anne Daly, Lynne Leveson, Peter Dixon. (2011). Separate or Integrate? The contributionof the Workshop Model to Effectively Embedding Generic Skills, Asian SocialScience Vol. 7, No. 4; April 2011, Published by Canadian Center of Science andEducation.

Atlay, M. & Harris, R. (2000). An Institutional Approach To Developing Students''Transferable' Skills, Innovations in Education and Training International, 37(1),76-84.

Dikti. 2012. Panduan Pengembangan dan Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi (KPT)Pendekatan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan Pendidikan BerbasisCapaian. Jakarta: Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat JenderalPendidikan Tinggi Direktorat Pembelajaran Dan Kemahasiswaan.

Irma Spudyte, Saulius Vengris, Mindaugas Misiunas, 2010, QUALIFACATIONS OF HIGHEREDUCATION IN THE NATIONAL QUALIFICATIONS FRAMEWORK, 2010

Jewish C. 2009. Functional Transferable Skills, Manitoba: Child and Family Service.

Page 62: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 480 ] P a g e

Karami, Azhdar;Analoui, Farhad; Cusworth, John (2004). Strategic Human ResourceManagement and Resource-based Approach: The Evidence From the BritishManufacturing, Management Research News; 2004; 27, 6

Karseth, B. & Solbrekke, T.D. (2010) Qualifications Frameworks: The Avenue TowardsThe Convergence of European Higher Education?, European Journal of Education,Vol. 45, No. 4, 2010

Rob Gilbert, Jo Balatti, Phil Turner and Hilary Whitehouse, 2004, The Generic SkillsDebate In Research Higher Degrees, Higher Education Research & Development Vol.23, No. 3, August 2004

Robley, W., Whittle, S. & Murdoch-Eaton, D. (2005). Mapping Generic Skills Curricula: ARecommended Methodology, Journal of Further and Higher Education Vol. 29, No.3, August 2005, pp. 221–231

Salladien. 1996. Pendidikan Berorientasi pada Profesi Merupakan Upaya MenghadirkanTenaga Kerja yang Profesional di Era Tinggal Landas yang Penuh Dinamika.Makalah yang Disampaikan pada Acara Wisuda Program Diploma. IKIP Malang

Satoshi Sugahara, Perceived Importance of CPA’s Generic Skills: A Japanese Study, AsianJournal of Finance & Accounting ISSN 1946-052X 2010, Vol. 2, No. 1: E1

Smith, Rosita. 2003. Transferable Skills. On http://www.placement-mannual.online

T. Watts and C. J. McNair, Trigger Points: Enhancing generic skills in accounting Educationthrough changes to teaching practices, The Australasian Accounting Business &Finance Journal, June, 2008. Vol. 2, No.2. Page 34

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2013 tentang Sistem PendidikanNasional. 2013. http://www.kemenag.go.id/file/dokumen/UU2003.pdf, diunduhtanggal 10 Januari 2015 jam 20.05

UNDP. 2014. Human Development Report 2014. Http://hdr.undp.org/en. Diunduh padatanggal 13 April 2015, jam 20.55.

University of Cambridge. 2003. Transferable Skills. On http://[email protected]

Page 63: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Peranan Kurikulum dalam… (W. Diana Puspita N.)

P a g e [ 481 ]

PERANAN KURIKULUM DALAM PENINGKATAN KOMPETENSI

LULUSAN AKUNTANSI DI ERA MASYARAKAT EKONOMI ASEAN

W. Diana Puspita N.Universitas Negeri Surabaya

[email protected]

AbstrakKebijakan pemerintah membuka program Masyarakat Ekonomi ASEAN tahun2015 berpengaruh pada penyerapan tenaga kerja. Warga Negara yang tergabungdalam organisasi ASEAN bebas menjadi tenaga kerja di negara-negara yangmenjadi anggota ASEAN. Pendidikan menghadapi tantangan yang signifikan.Tantangan tersebut berhubungan dengan bagaimana menghasilkan lulusanakuntansi yang memiliki kompetensi sesuai dengan kompetensi yang dituntutoleh orang-orang yang mempekerjakan mereka (Frederickson, 1995). Oleh sebabitu, kompetensi lulusan warga Negara Indonesia menjadi hal yang sangat pentinguntuk diperhatikan para penyelenggara pendidikan khususnya bidang akuntansi.Di bawah pengaruh globalisasi dan ekspansi teknologi yang sedang berjalan,banyak sarjana percaya bahwa ada perbedaan yang jelas antara penyediapendidikan akuntansi (guru dan siswa) dan demanders (akuntansi perusahaanyaitu perusahaan bisnis) (Cheng, 2007). Dalam kenyataan di lapangan telahterjadi perbedaan harapan antara penyedia pendidikan akuntansi dandemanders pendidikan yaitu perusahaan. Penyedia akuntansi mempersiapkanalumni agar memiliki kompetensi yang diharapkan demanders, namunkenyataannya tidak sesuai dengan harapan demanders. Langkah yang dilakukanoleh penyelenggara pendidikan akuntansi adalah dengan mendesain kurikulumyang sesuai dengan harapan perusahaan.

Kata kunci: desain kurikulum, kompetensi mahasiswa akuntansi, masyarakatekonomi ASEAN

PENDAHULUAN

Pendidikan akuntansi menghadapi tantangan yang signifikan. Tantangan tersebut

berhubungan dengan bagaimana menghasilkan lulusan akuntansi yang memiliki

kompetensi sesuai dengan kompetensi yang dituntut oleh orang-orang yang

mempekerjakan mereka (Frederickson, 1995).

Setiap lulusan mendambakan pekerjaan yang sesuai dengan kompetensi yang

dimiliki, tidak terkecuali mahasiswa akuntansi. Kompetensi lulusan mahasiswa

merupakan modal utama bagi mahasiswa dalam memperoleh pekerjaan sesuai dengan

program studi yang ditempuh pada masa studi program sarjana. Kompetensi lulusan

menjadi pertimbangan di kalangan perusahaan dalam merekrut tenaga kerja melalui

seleksi. Kurikulum penyedia pendidikan akuntansi mempengaruhi kompetensi

mahasiswa sehingga kurikulum merupakan faktor utama penentu kompetensi lulusan

mahasiswa akuntansi.

Kompetensi lulusan juga berpengaruh pada kualitas alumni. Semakin tinggi

kompetensi yang dimiliki oleh alumni semakin bagus kualitas pada alumni tersebut.

Selain itu semakin tinggi kompetensi alumni maka akan meningkatkan kualitas

Page 64: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 482 ] P a g e

universitas tempat alumni menempuh pendidikan. Menurut Faturrahman (2012) kualitas

pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan bahwa indeks

pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Kualitas pendidikan di Indonesia

berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Dari data tersebut jelas bahwa

Indonesia memiliki daya saing yang rendah dengan Negara-negara di benua Asia.

Indonesia tertinggal karena sumber daya manusia yang tidak kompeten.

Menyongsong era Masyarakat Ekonomi ASEAN, pendidikan tinggi di Indonesia

mendapat tantangan dalam menghasilkan lulusan yang kompeten. Alumni pendidikan

tinggi khususnya mahasiswa akuntansi akan bersaing dengan masyarakat luar negeri

yang datang ke Indonesia untuk memperoleh pekerjaan. Sehingga persaingan tidak hanya

terjadi antar alumni pendidikan tinggi tetapi persaingan juga terjadi dengan masyarakat

luar negeri. Hal inilah yang mendorong penulis untuk mengungkap bagaimana peran

kurikulum dalam peningkatan kompetensi lulusan akuntansi di era Masyarakat Ekonomi

ASEAN.

PEMBAHASAN

Di bawah pengaruh globalisasi dan ekspansi tehnologi yang sedang berjalan,

banyak sarjana percaya bahwa ada perbedaan yang jelas antara penyedia pendidikan

akuntansi (guru dan siswa) dan demander pendidikan (akuntansi perusahaan yaitu

perusahaan bisnis).(Cheng, 2007). Hal ini merupakan tantangan bagi pihak penyedia

pendidikan akuntansi agar meningkatkan kompetensi lulusan. Peningkatan kompetensi

lulusan akan berpengaruh pada kepercayaan perusahaan untuk menerima alumni

mahasiswa akuntansi.

Hasil penelitian Frederickson (1995) menunjukkan bahwa pendidik akuntansi

harus mendidik siswa, tidak melatih siswa, karena perusahaan menuntut bahwa lulusan

memiliki kompetensi yang “lebih luas”. Lebih luas dalam hal ini adalah menyangkut

tentang pemahaman materi dan penyesuaian dengan dunia kerja atau professional.

Menurut Watty, Kim (2005) bahwa akuntan akademisi memiliki pandangan yang sangat

berbeda tentang atribut kualitas dalam pendidikan akuntansi saat ini digambarkan

(keyakinan) di sekolah mereka / departemen dan apa yang mereka anggap seharusnya

menjadi atribut kualitas dalam pendidikan akuntansi (sikap). Berdasarkan penelitian ini,

pandangan keseluruhan dalam pendidikan akuntansi yaitu keyakinan dan sikap.

Penelitian ini mengidentifikasi keyakinan dan sikap responden tentang pandangan

keseluruhan kualitas dalam pendidikan akuntansi. Hasil penelitian ini menyimpulkan

bahwa terdapat perbedaan pandangan tentang atribut kualitas dalam pendidikan

akuntansi (sikap dan keyakinan) antara penyedia pendidikan akuntansi dan akuntan

akademisi.

Perbedaan pandangan dari beberapa penelitian di atas merupakan bukti bahwa

output yang dihasilkan penyedia pendidikan akuntansi tidak sama dengan apa yang

diharapkan oleh perusahaan. Upaya yang dilakukan oleh penyedia pendidikan akuntansi

adalah bagaimana membangun mahasiswa akuntansi yang kompeten dan dapat bersaing

Page 65: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Peranan Kurikulum dalam… (W. Diana Puspita N.)

P a g e [ 483 ]

dengan mahasiswa luar negeri. Membangun mahasiswa yang memiliki kompetensi

lulusan yang baik salah satunya adalah dengan desain kurikulum pada universitas.

Kurikulum merupakan faktor utama yang menentukan kompetensi mahasiswa. Menurut

Alber Shack (dalam Kai Wen, Cheng, 2007) ada banyak masalah dalam pendidikan

akuntansi saat ini, dan masalah utama terletak pada desain kurikulum. Mereka

menunjukkan bahwa tidak cukup untuk mengubah kurikulum hanya dengan

menambahkan lebih banyak PR atau beberapa mata kuliah “baru” sebaliknya kurikulum

memerlukan reformasi drastis. Penelitian yang dilakukan oleh Kai-When, Cheng (2007)

tentang desain kurikulum dalam pandangan penyedia akuntansi pendidikan dengan

memberikan kuesioner pada penyedia akuntansi pendidikan untuk mengeksplorasi arah

masa depan “desain kurikulum” pada akuntansi pendidikan di tingkat universitas untuk

memperoleh saran tentang cara mengurangi kesenjangan harapan antara bisnis dan

praktisi akademis di bidang ini. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat

perbedaan yang jelas harapan antara penyedia pendidikan akuntansi (guru dan siswa)

dengan demander pendidikan (akuntansi perusahaan dan perusahaan bisnis).

Penelitian yang dilakukan oleh Kai-When, Cheng (2007) menghasilkan 5 arahan

yang dapat digunakan universitas untuk meningkatkan akuntansi pendidikan yaitu:

Pertama, mata kuliah dasar akuntansi, akuntansi menengah, akuntansi lanjutan,

akuntansi biaya, akuntansi manajemen dan audit harus diintegrasikan. Hal ini

menjelaskan bahwa keenam mata kuliah yaitu dasar akuntansi, akuntansi menengah,

akuntansi lanjutan, akuntansi biaya, akuntansi manajemen dan audit harus dihubungkan

dalam program praktek pendidikan professional. Dalam hal ini mata kuliah dasar

akuntansi merupakan mata kuliah yang menjadi prasyarat untuk mengambil mata kuliah

berikutnya. Oleh sebab itu pada mata kuliah dasar akuntansi, mahasiswa akuntansi

benar-benar menguasainya. Pengintegrasian keseluruhan mata kuliah akuntansi dapat

dilakukan dengan program kursus praktek pendidikan professional bidang akuntansi

dengan memberikan sertifikat bagi mahasiswa yang dinyatakan lulus dalam program

tersebut.

Kedua, beberapa program studi seperti bahasa Inggris, percakapan bahasa Inggris,

keterampilan dan kemampuan komunikasi bisnis, e-commerce, manajemen biaya

strategis, dan perencanaan sumber daya perusahaan, harus dilengkapi. Mahasiswa harus

menguasai bahasa Inggris karena merupakan bahasa Internasional. Kemampuan bahasa

Inggris dapat diperoleh mahasiswa melalui kegiatan kursus pendidikan profesional

bahasa Inggris dengan memberikan sertifikat bagi mahasiswa yang menguasai bahasa

Inggris.

Ketiga, mahasiswa harus dibagi ke dalam pekerjaan dan kelompok studi lanjutan

sesuai dengan kepentingan mereka. Hal ini menjelaskan bahwa mahasiswa

dikelompokkan dalam studi lanjutan sesuai dengan minat mahasiswa. Dalam hal ini

mahasiswa diminta untuk memilih konsentrasi bidang studi agar dapat menguasai ilmu

akuntansi dengan lebih mendalam. Penguasaan pada satu bidang akuntansi dapat

Page 66: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 484 ] P a g e

meningkatkan kompetensi lulusan akuntansi karena para lulusan akuntansi akan

memperdalam satu bidang akuntansi yang akan menjadi keahliannya.

Keempat, pendekatan studi kasus harus lebih ditekankan dalam proses

pembelajaran. Dalam hal ini pemberian kursus dengan kegiatan praktek yang mengarah

pada dunia kerja sebenarnya harus lebih ditingkatkan oleh penyedia pendidikan

akuntansi. Hal ini dikarenakan teori yang berkembang pada dunia bisnis semakin pesat,

Oleh sebab itu pemahaman mahasiswa tentang dunia kerja bidang akuntansi harus

disempurnakan dengan memberikan lebih banyak studi kasus lapangan.

Kelima, kurikulum sekolah harus lebih fleksibel terhadap perkembangan dunia

bisnis. Hal ini menjelaskan bahwa sebuah system kurikulum sekolah harus menyesuaikan

dengan kondisi lapangan atau dunia kerja. Dalam hal ini kurikulum harus lebih fleksibel

dalam menerima fakta di lapangan sehingga kurikulum dapat menyesuaikan kondisi

nyata dunia usaha.

Selanjutnya menurut Ma, Ma & Ko (Kermis, George, 2010) dibandingkan dengan

lingkungan pendidikan, kursus bisnis harus lebih menekankan pada pengetahuan

keuangan, hukum dagang, pengetahuan pajak, matematika dan statistic, kemampuan

kerjasama tim, etika bisnis, dan kemampuan ekspansi bisnis. Berdasarkan hasil

penelitian tersebut kursus bisnis merupakan penerapan dari teori yang diperoleh pada

saat menempuh pendidikan seperti teori hukum dagang, pajak, matematika dan statistik,

kerjasama tim, etika bisnis dan kemampuan ekspansi bisnis. Dari penerapan teori

tersebut diharapkan lulusan akuntansi mampu menjalankan bisnis.

Penjelasan di atas memberikan gambaran bahwa kurikulum sangat penting untuk

menghasilkan lulusan yang kompeten dalam bidang akuntansi. Desain kurikulum

dirancang oleh penyedia akuntansi pendidikan dengan memahami pandangan dari para

praktisi bisnis, sehingga harapan antara penyedia pendidikan akuntansi dan perusahaan

memiliki kesamaan. Pemahaman pada mata kuliah dasar-dasar akuntansi, akuntansi

keuangan, akuntansi keuangan lanjutan, akuntansi manajemen dan audit harus

ditingkatkan dengan mewajibkan mahasiswa untuk mengikuti pendidikan professional

yang diprogramkan oleh universitas.

Perencanaan kurikulum menjadi isu yang sangat penting bagi penyedia

pendidikan akuntansi. Kurikulum tradisional hanya fokus pada pengembangan akuntan

yang baik tanpa memperhatikan kemampuan dari alumni. Peran pendidik dalam

menghasilkan lulusan yang kompeten sangat penting dari sebelumnya. Hal ini

dikarenakan perubahan lingkungan bisnis yang sangat pesat, sehingga masing-masing

universitas harus mempersiapkan mahasiswa agar memenuhi persyaratan memasuki

persaingan dunia kerja.

Selain pengembangan kurikulum, universitas memperhatikan kriteria calon

mahasiswa yang akan diterima. Universitas harus memperketat perekrutan mahasiswa

dan persyaratan kelulusan bagi mahasiswa untuk menjamin kualitas lulusan. Kualitas

lulusan menjadi kompeten apabila universitas mampu membentuk mahasiswa menjadi

Page 67: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Peranan Kurikulum dalam… (W. Diana Puspita N.)

P a g e [ 485 ]

manusia yang cerdas, terampil, berbudi pekerti luhur dan bertaqwa kepada Tuhan Yang

Maha Esa.

Berdasarkan Permendikbud No. 73 tahun 2013 tentang penerapan kerangka

kualifikasi nasional Indonesia bidang pendidikan tinggi, kurikulum yang berlaku pada

pendidikan tinggi adalah kurikulum berbasis Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia

(KKNI). Pada pasal 2 ayat 1 disebutkan bahwa “Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia

(KKNI) merupakan kerangka perpanjangan kualifikasi yang dapat menyandingkan,

menyetarakan, dan mengintegrasikan capaian pembelajaran dari jalur pendidikan

nonformal, pendidikan informal, dan/atau pengalaman kerja ke dalam jenis dan jenjang

pendidikan tinggi”.

Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia bertujuan untuk menyelaraskan dunia

pendidikan dengan dunia kerja. Penyedia pendidikan akuntansi melaksanakan kurikulum

berbasis KKNI dengan harapan bahwa mahasiswa akuntansi memperoleh pengalaman

kerja yang dapat dijadikan bekal setelah lulus dari program sarjana. Pengalaman kerja

pada saat menempuh pendidikan dilakukan dengan magang pada perusahaan. Dengan

kegiatan magang tersebut diharapkan mahasiswa memiliki kompetensi yang sesuai

dengan harapan perusahaan. Menurut Kermis, George; Kermis, Marguerite (2010) tugas

akuntan pendidik adalah mempersiapkan siswa untuk menjadi kompetitif di masa depan.

Tujuan dari kegiatan magang tersebut adalah agar lulusan akuntansi dapat bersaing baik

dengan sesama lulusan dalam negeri maupun masyarakat internasional.

Pengembangan kurikulum dapat dilakukan dengan memperkuat kompetensi

mahasiswa akuntansi pada mata kuliah dasar-dasar akuntansi, akuntansi keuangan

menengah, akuntansi keuangan lanjutan, akuntansi biaya, akuntansi manajemen dan

audit. Dasar-dasar akuntansi merupakan fondasi pada mata kuliah semester berikutnya

sehingga pada mata kuliah ini mahasiswa harus benar-benar memahami tentang konsep

dasar-dasar akuntansi. Mata kuliah akuntansi keuangan menengah merupakan mata

kuliah yang membahas tentang konsep dan prinsip laporan keuangan suatu perusahaan

serta perlakuannya dalam akuntansi. Dalam mata kuliah ini mahasiswa diharapkan dapat

menganalisis laporan keuangan suatu perusahaan sesuai dengan prinsip-prinsip

akuntansi.

Selanjutnya mata kuliah akuntansi keuangan lanjutan, mata kuliah ini membahas

berbagai aspek akuntansi keuangan untuk situasi yang bersifat khusus yang terjadi pada

suatu entitas bisnis. Pemberian mata kuliah akuntansi keuangan lanjutan pada

mahasiswa bertujuan untuk memberikan kerangka dasar bagi mahasiswa yang ingin

berkarir sebagai praktisi akuntansi keuangan maupun akademisi dalam mengembangkan

ilmu akuntansi keuangan. Mata kuliah akuntansi biaya merupakan bidang akuntansi yang

membahas tentang biaya-biaya yang berhubungan dengan aktivitas perusahaan dalam

menghasilkan barang dan jasa. Mata kuliah akuntansi manajemen adalah sistem

akuntansi yang berkaitan dengan ketentuan dan penggunaan informasi akuntansi untuk

manajemen dalam suatu perusahaan. Mata kuliah ini bertujuan untuk memberikan dasar

kepada mahasiswa untuk memahami pembuatan keputusan bisnis pada saat berkarir.

Page 68: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 486 ] P a g e

Mata kuliah audit merupakan mata kuliah yang memberikan pemahaman kepada

mahasiswa tentang pemeriksaan laporan keuangan.

Berdasarkan penjelasan tersebut, keenam mata kuliah di atas merupakan mata

kuliah yang harus ditempuh mahasiswa akuntansi agar mereka memiliki kompetensi

dalam bidang akuntansi. Oleh karena itu, agar keenam mata kuliah tersebut dapat

dipahami secara keseluruhan oleh mahasiswa maka perlu ditambah dengan program

kursus dari penyedia pendidikan akuntansi. Program kursus yang diberikan oleh

penyedia pendidikan akuntansi bertujuan untuk meningkatkan kompetensi mahasiswa

dengan lebih banyak praktek pendidikan professional bidang akuntansi. Pemberian

program kursus diharapkan dapat memenuhi harapan dari perusahaan.

Mahasiswa lebih ditekankan pada konsep pekerjaan dan studi lanjutan sesuai

dengan kepentingan mereka agar mereka dapat memutuskan perencanaan karir. Dalam

memenuhi harapan perusahaan, universitas menggunakan pendekatan studi kasus agar

mahasiswa memahami kondisi dunia kerja yang sesungguhnya. Fleksibilitas program

universitas diusulkan agar mahasiswa dapat memutuskan berapa lama mereka akan

menempuh program studi sarjana.

Kebijakan pemerintah dengan membuka pasar bebas tenaga kerja antar Negara

ASEAN yang terprogram dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada tahun 2015

berdampak pada warga negara Indonesia secara keseluruhan karena mereka akan

menghadapi pasar bebas tenaga kerja antar wilayah ASEAN. Pembukaan pasar bebas bagi

tenaga kerja berdampak pada penyerapan tenaga kerja, karena selain bersaing dengan

masyarakat Indonesia, tenaga kerja Indonesia juga akan bersaing dengan masyarakat

dari Negara yang tergabung dalam organisasi ASEAN. Oleh karena itu kompetensi lulusan

sangat berpengaruh terhadap kualitas sumberdaya manusia.

Agar dapat berkompetisi dengan warga Negara yang tergabung dalam organisasi

ASEAN, masyarakat Indonesia harus menunjukkan karakter bangsa Indonesia. Menurut

Muslich (2014) karakter bangsa merupakan aspek penting dari kualitas sumberdaya

manusia karena kualitas karakter bangsa menentukan kemajuan suatu bangsa.

Keunggulan yang dimiliki bangsa Indonesia adalah karakter yang mencerminkan

Pancasila. Menurut Endraswara (2013) sekolah adalah ruang untuk membentuk budi

pekerti bangsa. Budi pekerti dibangun atas dasar watak (karakter). Budi pekerti

merupakan upaya pengendalian diri, agar menjadi insan masa depan..

Pendidikan nilai moral (karakter) adalah penanaman dan pengembangan nilai-

nilai dalam diri peserta didik yang tidak harus merupakan satu program atau pelajaran

secara khusus (Maksudin, 2013). Hal ini menjelaskan bahwa setiap mata kuliah atau mata

pelajaran harus mencantumkan pendidikan karakter dengan tujuan agar aspek kognitif,

afektif dan psikomotorik dapat tercapai. Menurut Mu’in (2011) yang merupakan

pendidikan karakter di antaranya adalah sikap demokrasi, pendidikan multikultural,

budaya baca tulis (literer) dan pendidikan antikorupsi.

Indonesia adalah Negara yang mencerminkan sikap demokrasi. Sikap demokrasi

adalah sikap yang menjunjung tinggi perbedaan pendapat dan mendorong manusia

Page 69: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Peranan Kurikulum dalam… (W. Diana Puspita N.)

P a g e [ 487 ]

untuk menyalurkan aspirasi dan memahami makna kesetaraan di antara sesama

manusia. Dengan bersikap demokrasi masyarakat ekonomi ASEAN akan menghargai kita

sebagai bangsa yang memiliki sopan santun dan berbudi pekerti luhur.

Pendidikan multikultural merupakan pendidikan yang memacu kesadaran akan

perbedaan yang membuat bangsa plural bisa bertahan (Mu’in, 2011). Indonesia

merupakan bangsa yang terdiri dari bermacam-macam suku, budaya, ras dan agama.

Oleh karena itu sikap multikultural merupakan modal dalam mempersatukan bangsa

sehingga tidak mudah digoyahkan oleh bangsa lain pada saat Indonesia menghadapi

pasar bebas tenaga kerja dalam program masyarakat ekonomi ASEAN (MEA).

Budaya membaca dan menulis (literer) akan memberikan tambahan pengetahuan.

Kondisi riil di Indonesia, budaya membaca dan menulis di kalangan generasi muda sangat

rendah. Oleh sebab itu membudayakan membaca dan menulis merupakan konsep yang

harus diterapkan dalam kurikulum. Selain menambah pengetahuan, budaya membaca

dan menulis dapat memperkaya kosakata yang dapat dimanfaatkan dalam

berkomunikasi. Dengan membudayakan membaca dan menulis, masyarakat Indonesia

dapat memperoleh informasi yang dapat digunakan sebagai modal untuk memperkuat

kompetensi.

Korupsi merupakan tindakan yang tidak sesuai dengan Pancasila. Korupsi adalah

tindakan yang tidak jujur dan merugikan negara, sehingga dapat menimbulkan

ketidakpercayaan publik. Sedangkan profesi akuntan harus menekankan pada kejujuran.

Dengan mendidik mahasiswa melalui pendidikan antikorupsi diharapkan lulusan

memiliki sikap jujur yang menjadi modal dalam bersaing dengan masyarakat Indonesia

pada khususnya dan masyarakat internasional pada umumnya.

SIMPULAN

Pertama, perencanaan kurikulum menjadi isu yang sangat penting dan diperlukan

oleh universitas untuk menghasilkan lulusan yang kompeten dalam menghadapi

persaingan di era Masyarakat Ekonomi ASEAN.

Kedua, agar menghasilkan lulusan akuntansi yang kompeten, kurikulum

pendidikan akuntansi perlu menambah kursus atau kegiatan di luar kurikulum (SKS)

misalnya (1) pelaksanaan program pendidikan professional pada enam mata kuliah yaitu

dasar-dasar akuntansi, akuntansi keuangan mencegah, akuntansi keuangan lanjutan,

akuntansi biaya, manajemen keuangan dan audit harus diintegrasikan dengan baik. (2)

Senior memberikan kursus kepada juniornya dalam kelompok himpunan mahasiswa

akuntansi, (3) Meminta kalangan bisnis memberikan kuliah. Hal ini dimaksudkan agar

membuat mahasiswa lebih sadar akan masalah yang mungkin mereka hadapi dalam

bisnis dan memungkinkan mereka menerapkan teori pada urusan praktis.

Ketiga, melengkapi program di antaranya kemampuan bahasa Inggris (bisnis dan

percakapan bahasa Inggris), kemampuan komunikasi dan kemampuan; mengelola

keterampilan (manajemen biaya strategis, manajemen informasi, perencanaan sumber

Page 70: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 488 ] P a g e

daya perusahaan, sistem informasi keuangan, dan bisnis perangkat lunak aplikasi); serta

pengetahuan hukum (undang-undang pajak).

Keempat, menghapus program yang tidak relevan dengan perkembangan dunia

bisnis dan teknologi. Misalnya keuangan publik, ekonomi mikro, ekonomi makro,

perdagangan internasional dan valuta asing. Hal ini dikarenakan program keuangan

public, ekonomi mikro, ekonomi makro, perdagangan internasional dan valuta asing

berfokus pada teori dengan demikian sangat tidak berguna dalam bisnis praktis yang

berhubungan dengan bidang akuntansi.

Kelima, mahasiswa melaksanakan program magang pada perusahaan sehingga

memiliki pengalaman bekerja dan studi lanjutan, sehingga mereka dapat membuat

persiapan yang tepat untuk pemilihan karir mereka. Pemberian studi kasus menjadi

sangat penting untuk memberikan pemahaman kepada mahasiswa tentang dunia bisnis

yang sebenarnya.

Keenam, memperketat perekrutan mahasiswa dan persyaratan kelulusan bagi

mahasiswa sehingga memungkinkan mahasiswa memutuskan berapa lama mereka akan

menempuh studi didasarkan pada kemampuan individu mahasiswa. Selain itu pihak

universitas dapat memfasilitasi perencanaan karir bagi alumni. Hal ini berpengaruh pada

kualitas penyedia pendidikan akuntansi. Dengan memfasilitasi karir bagi alumni maka

dapat menimbulkan kepercayaan pada masyarakat akan kualitas penyedia pendidikan

akuntansi. Penyedia pendidikan akuntansi yang berkualitas akan mudah merekrut siswa-

siswi yang memiliki kemampuan intelektual yang tinggi sehingga memudahkan pada

proses pendidikan pada universitas.

Selain kompetensi hard skill di atas kurikulum harus menekankan pada soft skill

yaitu sikap yang merupakan ciri khas bangsa Indonesia di antaranya sikap demokrasi,

pemahaman tentang multikultural, membudayakan baca tulis (literer) dan menanamkan

jiwa anti korupsi. Hal itu dikarenakan Indonesia akan menghadapi pasar bebas tenaga

kerja sehingga dengan sikap demokrasi, memahami multikultural, membudayakan baca

tulis (literer) dan jiwa anti korupsi dapat meningkatkan persatuan dan kesatuan bangsa

Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Endraswara, S. (2013). Pendidikan Karakter Dalam Folklor. Yogyakarta: Pustaka RumahSuluh.

Faturrahman, I. K. (2012). Pengantar Pendidikan. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Frederickson, J. R., & Pratt, J. (1995). A Model of Accounting Education. Issues inAccounting Education, 229.

Kai Wen, C. (2007). The Curriculum Design in Universities from the Perspective ofProviders in Accounting. Education, 581-590.

Kermis, G. M. (2010). Professional Presence and Soft Skill: A Role for AccountingEducation. Education, 1-10.

Maksudin. (2013). Pendidikan Karakter Non-Dikotomik. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Page 71: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Peranan Kurikulum dalam… (W. Diana Puspita N.)

P a g e [ 489 ]

Mu'in, F. (2011). Pendidikan Karakter. Jogjakarta: AR-Ruzz Media.

Muslich, M. (2014). Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional.Jakarta: PT Bumi Aksara.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 73 Tahun 2013 Tentang PenerapanKerangka Kualifikasi Nasional Indonesia Bidang Pendidikan Tinggi

Watty, K. (2005). Quality in Accounting Education: What Say The Academics. QualityAssurance in Education, 120-131.

Page 72: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 490 ] P a g e

PENGEMBANGAN MODEL PELATIHAN PUBLIKASI ILMIAH

BERBASIS PERMENEG PAN DAN RB NO. 16 TAHUN 2009

PADA GURU IPS KOTA SEMARANG

Marhaeni Dwi Satyarini, Eko Heri Widiastudi & Y. SuharsoIKIP Veteran Semarang

[email protected]

AbstrakPenelitian ini bertujuan mengembangkan model pelatihan publikasi ilmiah guruIPS SMP Kota Semarang. Pengembangan model pelatihan publikasi ilmiahberbasis Permeneg PAN & RB Nomor 16 Tahun 2009 dilaksanakan dalam 3tahap, yaitu tahap pendahuluan, pengembangan model dan tahap evaluasi.Tahap pendahuluan merupakan kegiatan pengumpulan data, menggunakannatural setting dengan teknik pengumpulan data In-depth Interview, observasi,dokumentasi dan angket. Analisis deskriptif untuk menemukan model faktual.Tahap pengembangan, dengan menganalisis model factual untuk merencanakanpengembangan model pelatihan yang ideal dengan expert judgment. Tahapevaluasi digunakan untuk menguji kelayakan implementasi pengembanganmodel hipotetik menjadi model final melalui Focus Group Discussion (FGD). Hasilpenelitian menunjukkan bahwa pelatihan publikasi ilmiah dilaksanakan berbasiskebijakan dan ketersediaan anggaran pemerintah. Sebanyak 51,85% respondenbelum pernah mengikuti pelatihan publikasi ilmiah. Kebutuhan guru IPS adalahkesempatan untuk mengikuti pelatihan, kepakaran nara sumber, dukungan danadan fasilitas dari pemangku kepentingan, dan pendampingan secaraberkelanjutan dan berkesinambungan sehingga dibutuhkan pola kerja samaberbentuk lembaga kemitraan.

Kata kunci: model pelatihan, publikasi ilmiah

PENDAHULUAN

Pasal 1 UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menyebutkan guru adalah

pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,

mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak

usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

Selanjutnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 Tahun 2008 Tentang Guru,

menjelaskan bahwa “Guru wajib memiliki Kualifikasi Akademik, kompetensi, Sertifikat

Pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan

tujuan pendidikan nasional. Kompetensi Guru meliputi kompetensi pedagogik,

kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh

melalui pendidikan profesi”.

Untuk meningkatkan mutu pendidikan, profesionalisasi guru merupakan suatu

keharusan, terlebih lagi jika melihat kondisi objektif saat ini dalam pelaksanaan

pendidikan, di antaranya: (1) perkembangan Iptek, (2) persaingan global bagi lulusan

pendidikan, (3) otonomi daerah, dan (4) implementasi Kurikulum2013, (4) tuntutan

masyarakat akan kualitas sumber daya manusia dalam menghadapi perubahan dan

ketidakpastian yang menjadi ciri kehidupan masyarakat modern.

Page 73: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Pengembangan Model Pelatihan… (Marhaeni Dwi Satyarini, Eko Heri Widiastudi & Y. Suharso)

P a g e [ 491 ]

Guru sebagai tenaga profesional mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang

sangat penting dalam mencapai visi pendidikan 2025, menciptakan insan Indonesia

cerdas dan kompetitif. Guru Profesional tidak cukup hanya berkonsentrasi pada tugas

utamanya mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan

mengevaluasi peserta didik seperti tersebut pada Undang-Undang Guru dan Dosen, tetapi

harus melakukan kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB). Peraturan

Menteri Negara Pedayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permennegpan

dan RB) Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya,

menyebutkan PKB merupakan salah satu komponen pada unsur utama yang diberikan

angka kredit selain (a) pendidikan; (b) pembelajaran/bimbingan dan (c) penunjang.

Ada 3 (tiga) unsur kegiatan dalam pengembangan keprofesian berkelanjutan,

yaitu: Pengembangan Diri, meliputi: (a) mengikuti diklat fungsional; (b) melaksanakan

kegiatan kolektif guru. Publikasi Ilmiah, meliputi: (a) membuat publikasi ilmiah hasil

penelitian; dan (b) membuat publikasi buku. Karya Inovatif, meliputi: (a) menemukan

teknologi tepat guna, (b) menemukan/menciptakan karya seni; (c)

membuat/memodifikasi alat pelajaran; (d) mengikuti pengembangan penyusunan

standar, pedoman, soal dan sejenisnya.

Definisi tugas utama guru tidak menyebutkan adanya tugas penelitian dan

pembuatan karya ilmiah. Ini menunjukkan bahwa dari awal guru tidak dipersiapkan

untuk memiliki kemampuan meneliti, menulis dan mempublikasikan karya ilmiahnya,

sehingga dengan diberlakukannya Permenneg PAN dan Reformasi Birokrasi nomor 16

tahun 2009 diperlukan model pelatihan yang sesuai untuk meningkatkan kompetensi

menulis publikasi ilmiah dengan menganalisis pelatihan dan pengembangan yang selama

ini telah dilaksanakan dan persoalan yang ada, yang menyebabkan belum terpenuhinya

kompetensi Guru IPS dalam melaksanakan publikasi ilmiah untuk pengembangan

profesinya.

Berdasarkan pada identifikasi masalah dalam pengembangan model pelatihan

publikasi ilmiah bagi Guru IPS di Kota Semarang dapat dirumuskan masalah penelitian

yaitu: 1). Bagaimana bentuk dan kebutuhan pelatihan publikasi ilmiah bagi Guru IPS Kota

Semarang saat ini 2). Bagaimana rancangan pengembangan model pelatihan publikasi

ilmiah bagi Guru IPS di Kota Semarang?

Tujuan penelitian pengembangan ini 1). Mendeskripsikan bentuk dan kebutuhan

pelatihan publikasi ilmiah bagi Guru IPS Kota Semarang, 2). Mendeskripsikan rancangan

pengembangan model pelatihan publikasi ilmiah bagi Guru IPS Kota Semarang.

Secara teoretis, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu

dasar pelaksanaan pelatihan publikasi ilmiah bagi guru IPS dan bagi Kepala Sekolah

dapat menjadi acuan dalam pembinaan dan pengembangan kompetensi guru dalam

publikasi ilmiah.

Menurut Sikula (1981) pelatihan adalah proses pendidikan jangka pendek dengan

menggunakan prosedur yang sistematis dan terorganisir, sehingga karyawan operasional

belajar pengetahuan, teknik pengerjaan dan keahlian untuk tujuan tertentu. Pendidikan

Page 74: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 492 ] P a g e

dan pelatihan merupakan kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dalam rangka

pengembangan kualitas sumber daya manusia, yang substansinya menyangkut aspek

proses perencanaan, penempatan, dan pengembangan tenaga kerja manusia. Menurut

Sudjana (2004) pelatihan dapat dikaji dari aspek pengembangan sistem, model, dan

pengelolaan pelatihan. Dari segi pengembangan sistem, pelatihan memiliki komponen

input (masukan), process (proses), output (keluaran). Unsur masukan meliputi masukan

lingkungan (environmental input), masukan sarana (instrumental input), masukan bahan

mentah (raw input), dan masukan lainnya (others input). Unsur proses (processes)

merupakan interaksi semua komponen input dalam pelatihan, unsur output dan outcome

yang terdiri dari keluaran berupa kognisi, ketrampilan, dan sikap serta nilai.

Kebijakan peningkatan mutu guru dilaksanakan dalam berbagai bentuk kegiatan

pendidikan di lembaga pendidikan tenaga kependidikan (preservice education),

pendidikan dan pelatihan (in-service training), dan pendidikan dalam jabatan (on the job

training) (Suparlan, 2006: 118).

Menurut Handoko (2003: 243) tujuan latihan dan pengembangan adalah untuk

memperbaiki efektivitas kerja dalam mencapai hasil kerja yang telah ditetapkan. Latihan

dimaksudkan untuk memperbaiki penguasaan ketrampilan dan teknik pelaksanaan

pekerjaan tertentu, terperinci dan rutin. Pengembangan mempunyai lingkup lebih luas

dalam peningkatan kemampuan, sikap dan sifat kepribadian. Tujuan pelatihan menurut

McKenna (2000:145) menambah pengetahuan, ketrampilan, mengubah sikap,

Berdasarkan pendapat di atas dapat dirumuskan tujuan pelatihan adalah untuk

memberikan pengetahuan, pemahaman, mengembangkan bakat dan keahlian, serta sikap

anggota organisasi atau karyawan dalam rangka untuk mencapai tujuan organisasi

secara efisien dan efektif.

Gambar 1. Siklus Pelatihan Menurut Goad dalam Nedler (1982:11)

Pelatihan sebagai sebuah konsep bertujuan meningkatkan pengetahuan dan

keterampilan seseorang (sasaran didik). Perkembangan model pelatihan (capacity

building, empowering, training dll) saat ini tidak hanya terjadi pada dunia usaha, akan

tetapi pada lembaga-lembaga profesional tertentu model pelatihan berkembang pesat

Analyze

Design

DevelopConduct

Evaluate

Page 75: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Pengembangan Model Pelatihan… (Marhaeni Dwi Satyarini, Eko Heri Widiastudi & Y. Suharso)

P a g e [ 493 ]

sesuai dengan kebutuhan belajar, proses belajar (proses edukatif), assessment,

sasaran, dan tantangan lainnya dalam dunia global (Kamil, 2010: 1) .

Model pelatihan yang dikemukakan Goad dalam Nedler (1982:11) memiliki lima

(5) langkah pokok yang terlihat pada Gambar 1. Berdasarkan gambar tersebut dapat

dijelaskan bahwa model pelatihan ini menggunakan siklus dengan 5 langkah yaitu: 1)

analisis kebutuhan pelatihan (analyze to determine training requirement); 2) desain

pendekatan pelatihan (design the training approach); 3) pengembangan materi pelatihan

(develop the training materials); 4) pelaksanaan pelatihan (conduct the training); 5)

evaluasi dan perbaikan pelatihan (evaluate and update the training).

Model Pelatihan lain dikemukakan Nedler (1982:12) yaitu: “The Critical Event

Model (CEM). Model ini memiliki langkah (1) menentukan kebutuhan organisasi (Identify

the needs of the organization); (2) menentukan spesifikasi tugas (specify job

performance); (3) menentukan kebutuhan peserta pelatihan (Identify Leaner need); (4)

merumuskan tujuan (determine objective); (5) menentukan kurikulum pelatihan(Build

curriculum); (6) memilih strategi pembelajaran(Select Instructional Strategis); (7)

memilih dan menentukan sumber belajar (obtain Instructional Resources); (8)

melaksanakan pelatihan (Conduct Training); dan selanjutnya kembali pada tahap awal

untuk disempurnakan dengan memperhatikan hasil evaluasi dan masukan pada setiap

tahapan.

Gambar 2. Model Critical Even Nedler (1982:12)

Pengembangan model pelatihan publikasi ilmiah dalam penelitian ini mengacu

pada fungsi manajemen mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,

pelaksanaan tindakan, pengembangan dan pengendalian.

Menurut Amrullah (2004:12-13) perencanaan meliputi aktivitas untuk

menentukan tujuan, dan sasaran yang akan dicapai, serta langkah strategis yang akan

diambil untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Mengacu pada konsepsi ini maka

kegiatan pelatihan didahului dengan penetapan tujuan yang akan dicapai, penyusunan

langkah strategis, meliputi rancangan kriteria peserta, pelatih, materi dan strategi

Identify the needs of The organization

Specify job performance

Identify Leaner

Determine

Conduct Trainning

Obtain Instructioanal Resources

The organization

Select Instructional Strategis

Build curriculum

Evaluation

And

Feedback

Page 76: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 494 ] P a g e

pembelajaran. Dalam perencanaan kinerja diperlukan eksplorasi bersama tentang apa

yang perlu diketahui dan dilakukan para Guru untuk memperbaiki kinerjanya dan

mengembangkan keterampilan dan kompetensinya, dan bagaimana manajer (dalam hal

ini penyelenggara pelatihan) dapat memberikan dukungan dan bimbingan yang

diperlukan.

1. Pengorganisasian dan Pengarahan

Pengorganisasian merupakan proses pemberian perintah, pengalokasian sumber

daya, pembagian tugas dan wewenang setiap komponen dalam rangka melaksanakan

rencana yang telah ditetapkan dan melalui pengarahan seorang manajer menciptakan

komitmen agar karyawan bekerja dengan semangat tinggi dan mencari alternatif

untuk mendorong kembali apabila semangat kerja mereka menurun. Tahapan

pengorganisasian pelatihan menurut McKenna (2000:115), 1) melakukan penelitian

tentang objek/aspek yang akan dilatihkan, 2) menentukan materi, 3) menentukan

metode pelatihan, 4) memilih pelatih yang sesuai kebutuhan, 5) mempersiapkan

fasilitas yang dibutuhkan, 6) menentukan peserta, 7) melaksanakan program, 8)

melakukan evaluasi program.

2. Pelaksanaan (Tindakan Kerja) dan Pengembangan.

Manajemen pelatihan berbasis kinerja membantu orang untuk siap bertindak

sehingga mereka dapat mencapai hasil seperti direncanakan. Dengan demikian,

pelatihan berbasis kinerja merupakan pekerjaan yang berhubungan dengan aktivitas

orang (guru) dalam menjalankan pekerjaan dan bagaimana cara yang dipakai untuk

mencapainya.

3. Pengendalian (Monitoring dan Umpan Balik Berkelanjutan)

Pengendalian adalah proses untuk melihat ketercapaian rencana yang dilaksanakan

Pengendalian memiliki fungsi: 1) mengukur pencapaian prestasi kerja, 2)

menganalisis hasil pengukuran, 3) menentukan strategi perbaikan apabila ada

kelemahan, 4) melakukan perbaikan jika ada kekurangan dalam proses pelaksanaan

rencana.

Konsekuensi guru sebagai jabatan profesi dituntut untuk mengembangkan diri

secara mandiri dan berkelanjutan agar dapat memiliki daya saing untuk memenangkan

seleksi alam sumber daya yang berkualitas. Pelaksanaan PKB akan lebih efektif jika

dilakukan secara sinergis oleh pemangku kepentingan, dalam hal ini Dinas Pendidikan,

LPTK sebagai penghasil calon guru, dan sekolah sebagai wahana kinerja guru.

PKB harus dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan guru untuk meningkatkan

kompetensi dan profesionalitasnya, yang akan berimplikasi pada perolehan angka kredit

untuk kenaikan pangkat/jabatan fungsional guru. Permeneg PAN dan RB No. 16/ 2009

menyebutkan salah satu unsur PKB yang diberikan penilaian angka kredit adalah

publikasi ilmiah. Publikasi ilmiah adalah karya tulis ilmiah yang dipublikasikan kepada

masyarakat sebagai bentuk kontribusi guru terhadap peningkatan kualitas proses

pembelajaran dan pengembangan dunia pendidikan. Macam-macam karya tulis ilmiah

Page 77: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Pengembangan Model Pelatihan… (Marhaeni Dwi Satyarini, Eko Heri Widiastudi & Y. Suharso)

P a g e [ 495 ]

yang diperhitungkan angka kreditnya dalam Permeneg PAN& RB Nomor 16 Tahun 2009,

dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Publikasi Ilmiah dan Penghitungan Angka Kreditnya

1 PRESENTASI PADA FORUM ILMIAHa Menjadi pemrasaran/nara sumber pada

seminar atau lokakarya ilmiahSuratketerangan danmakalahpemrasaran

0,2

b Menjadi pemrasaran/nara sumber padakologiunm atau diskusi ilmiah

Suratketerangan danmakalahpemrasaran

0,2

2 MELAKSANAKAN PUBLIKASI ILMIAH HASIL PENELITIANATAU GAGASAN ILMU PADA BIDANG PENDIDIKAN FORMALa Membuat karya tulis berupa laporan hasil penelitian pada bidang

pendidikan di sekolahnya1) Diterbitkan/dipublikasikan dalam

bentuk buku ber ISBN dan diedarkansecara nasional atau telah lulus daripenilaian BNSP

Buku 4

2) Diterbitkan/dipublikasikan dalammajalah/jurnal ilmiah tingkat nasionalyang terakreditasi

Karya ilmiahdalammajalah/jurnalilmiah

3

3) Diterbitkan/dipublikasikan dalammajalah/jurnal ilmiah tingkat Provinsi

Karya ilmiahdalammajalah/jurnalilmiah

2

4) Diterbitkan/dipublikasikan dalammajalah/jurnal ilmiah tingkatkabupaten/kota

Karya ilmiahdalammajalah/jurnalilmiah

1

5) Diseminarkan di sekolahnya, disimpan diperpustakaan

Laporan 4

6) Membuat makalah berupa tinjauanilmiah dalam bidang pendidikan, tidakditerbitkan, disimpan diperpustakaan

Makalah 2

7) Membuat tulisan ilmiah populer dibidang pendidikan formal danpembelajaran pada satuanpendidikannyaa) Dimuat di media masa tingkat

nasionalArtikel Ilmiah 2

b) Dimuat di media masa tingkatProvinsi (koran daerah)

Artikel Ilmiah 1,5

8) Membuat artikel ilmiah dalam bidangpendidikan formal dan pembelajaranpada satuan pendidikannya

Page 78: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 496 ] P a g e

a) Dimuat di jurnal tingkat nasionalyang terakreditasi

Artikel Ilmiah 2

b) Dimuat di jurnal tingkat nasionalyang tidak terakreditasi/tingkatprovinsi

Artikel Ilmiah 1,5

c) Dimuat di jurnal tingkat lokal(kabupaten/kota/sekolah/madrasahdstnya.

Artikel Ilmiah 1

3 MELAKSANAKAN PUBLIKASI BUKU TEKS PELAJARAN ,BUKU PENGAYAAN DAN PEDOMAN GURU

a Membuat buku pelajaran per tingkat/bukupendidikan per judul1) Buku pelajaran yang lolos penilaian

oleh BSNPBuku 6

2) Buku pelajaran yang dicetak olehpenerbit dan ber ISBN

Buku 3

3) Buku pelajaran dicetak oleh penerbittetapi belum ber ISBN

Buku 1

b Membuat modul/diklat pembelajaran persemester1) Digunakan di tingkat provinsi dengan

pengesahan dari Dinas PendidikanProvinsi

Modul/diklat 1,5

2) Digunakan di tingkat Kota/Kabupatendengan pengesahan dari dinaspendidikan Kota/Kabupaten

Modul/diklat 1

3) Digunakan di tingkatsekolah/madrasah setempat

Modul/diklat 0,5

c Membuat buku dalam bidang pendidikan1) Buku dalam bidang pendidikan

dicetak oleh penerbit dan ber ISBNBuku 3

2) Buku dalam bidang pendidikandicetak oleh penerbit tetapi tidak berISBN

Buku 1,5

d Membuat karya hasil terjemahan yangdinyatakan oleh kepala sekolah /madrasahtiap karya

Karya hasilterjemahan

1

e Membuat buku pedoman guru Buku 1,5Sumber: Lampiran 1 Permeneg PAN & RB Nomor 16 Tahun 2009

METODE

Kajian dalam penelitian ini difokuskan pada analisis kebutuhan, perencanaan,

pelaksanaan, dan evaluasi dan refleksi untuk mendapatkan model pelatihan yang efektif,

dengan subjek penelitian Guru IPS SMP di Kota Semarang.

Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri sebagai pengumpul

data, serta instrumen pedoman wawancara, lembar observasi dan angket, untuk

Page 79: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Pengembangan Model Pelatihan… (Marhaeni Dwi Satyarini, Eko Heri Widiastudi & Y. Suharso)

P a g e [ 497 ]

memperoleh data tentang pemahaman secara operasional, potensi, permasalahan dan

kebutuhan guru IPS dalam melaksanakan publikasi ilmiah.

Langkah pengumpulan data: 1). diawali dengan pemberian informasi tentang

implementasi publikasi ilmiah dalam usulan jabatan fungsional dan perolehan angka

kredit. 2). Guru diminta untuk mengisi angket yang sudah disiapkan peneliti.

3).melakukan analisis SWOT terhadap isian angket, 4). Peneliti menggali informasi

melalui wawancara mendalam dengan Kepala Dinas Pendidikan Kota Semarang, Kepala

Sekolah, Ketua MGMP dan Guru IPS.

Analisis data deskriptif dengan uji credibility, transferability, dependability dan

conformability untuk mendapatkan fakta empirik tentang 1). Pemahaman operasional

implementasi publikasi ilmiah berbasis Permeneg PAN & RB No. 16 Tahun 2009. 2).

Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan publikasi ilmiah selama ini. 3). Permasalahan

yang dihadapi dan kebutuhan guru dalam melaksanakan publikasi ilmiah. 4) menemukan

model factual model pelatihan publikasi ilmiah 5) merancang model pelatihan yang dapat

dikembangkan secara berkelanjutan.

Pengujian rancangan model yang dikembangkan dilakukan dengan expert

judgment. Pengujian kelayakan model melalui implementasi model pelatihan dengan

melibatkan guru, Kepala Sekolah, pengurus MGMP, tim penilai angka kredit , Perguruan

tinggi dan hasilnya dikaji dalam forum diskusi terfokus (focus group discution)

Penelitian ini dirancang dengan pendekatan penelitian dan pengembangan,

menurut Borg & Gall (1983:772-773) penelitian dan pengembangan pendidikan adalah

proses yang digunakan untuk mengembangkan dan memvalidasi produk pendidikan.

Pengembangan suatu model dilakukan melalui 10 (sepuluh) tahapan yang terdiri dari (1)

Research and information collecting, (2) Planning, (3) Develop preliminary from of product,

(4) Preliminary field testing; (5) Main produk revision; (6) Main field testing; (7)

Operational product revision,(8) Operational field testing. (9) Final product revision, (10)

Dissemination and implementation. Kesepuluh langkah di atas diimplementasikan dalam

tiga langkah utama penelitian ini:

Pertama, tahap pendahuluan ini merupakan kegiatan research and information/

data collecting tentang pendidikan dan pelatihan publikasi ilmiah yang selama ini

dilaksanakan, sumber pembiayaan, ketercukupan dana dan fasilitas, permasalahan dan

kebutuhan guru IPS dalam publikasi ilmiah. Hasil penelitian ini dianalisis dengan

pendekatan kualitatif untuk menemukan model factual dan merancang model pelatihan

publikasi ilmiah yang ideal.

Kedua, tahap pengembangan mencakup langkah-langkah 1) penyusunan model

konseptual dengan memadukan hasil kajian teori dengan hasil studi pendahuluan. 2)

konsultasi dan uji ahli (expert judgment), terdiri pakar manajemen, Kepala Dinas

Pendidikan, Guru IPS SMP Pascasertifikasi di Kota Semarang.

Ketiga, tahap validasi mencakup langkah menguji kelayakan rancangan model

melalui implementasi model pelatihan serta melakukan perbaikan dalam rangka

finalisasi model akhir, yaitu menyimpulkan apakah model yang dikembangkan layak

Page 80: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 498 ] P a g e

untuk diterapkan. Validasi model ini menggunakan Focus Group Discussion (FGD). Secara

keseluruhan alur penelitian pengembangan ini dapat digambarkan pada gambar 3.

Gambar 3. Prosedur Penelitian pengembangan (Samsudi: 2009)Diadopsi dari Borg & Gall

HASIL DAN PEMBAHASAN

Fakta Empirik Bentuk Pelatihan Publikasi Ilmiah

Permeneg PAN& RB Nomor 16 Tahun 2009 mengamanatkan kepada semua guru

untuk memenuhi kebutuhan angka kredit publikasi ilmiah dalam usulan kenaikan

pangkat dan jabatan fungsional. Pemerintah telah melaksanakan

sosialisasi/diklat/workshop tentang pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB)

termasuk sub unsur publikasi ilmiah dengan harapan guru memiliki kemampuan dam

kesiapan melaksanakan publikasi ilmiah sebagai salah satu cara meningkatkan

profesionalitasnya.

Perencanaan kegiatan sosialisasi/diklat/workshop publikasi ilmiah yang selama

ini dilaksanakan, meliputi kejelasan legalitas penyelenggara, persyaratan peserta, tujuan,

materi, nara sumber, tempat dan waktu pelaksanaan, fasilitas yang diterima peserta,

serta system evaluasi untuk peserta.

Nara sumber Kepala Dinas Pendidikan Kota Semarang Drs. Bunyamin, M.Pd dan

Ketua MPGP IPS Sub Rayon 02 Slamet, S.Pd mengatakan bahwa sosialisasi/

workshop/diklat telah dilaksanakan dengan baik walaupun belum mampu menjangkau

Studi lapangan tentangpelatihan publikasi ilmiahGuru IPS SMPPascasertifikasi di KotaSemarang

STUDI

LITERATUR

Deskripsi dananalisis temuan

(ModelFaktual)

STUDI PENDAHULUAN

Temuan DrafModel PKB danPenyusunanPerangkat Model

TAHAP PENGEMBANGAN

UJI

AHLIEvaluasi dan

Perbaikan

Model

Hipotetik

TAHAP FGD

PENGEMBANGAN MODEL PELATIHAN PUBLIKASI ILMIAHGURU IPS SMP PASCASERTIFIKASI DI KOTA SEMARANG

MODEL FINAL

Page 81: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Pengembangan Model Pelatihan… (Marhaeni Dwi Satyarini, Eko Heri Widiastudi & Y. Suharso)

P a g e [ 499 ]

dan merata untuk semua guru. Hal ini terjadi karena kegiatan yang dilakukan masih

terbatas pada kebijakan pemerintah dan berbasis anggaran yang tersedia. Terkait dengan

kejelasan nara sumber, materi, waktu dan tempat pelaksanaan, persyaratan peserta

sudah tercantum dalam leaflet/brosur undangan. Pendapat Guru IPS SMP Di Kota

Semarang melalui angket, menunjukkan: perencanaan sosialisasi/ workshop/diklat

publikasi ilmiah sebanyak 34,4% menyatakan sangat baik, 58,4% menyatakan baik ,

4,66% menyatakan cukup dan 0,5% sedang dan 0,25 menyatakan kurang

Pelaksanaan/penyelenggaraan sosialisasi/workshop/diklat publikasi ilmiah

melibatkan semua pemangku kepentingan antara lain: LPMP, MGMP, Kepala Sekolah,

Perguruan Tinggi dan Guru. Dalam penetapan peserta, menurut Kepala Dinas Pendidikan

Kota Semarang telah bekerjasama dengan Kepala Sekolah, untuk penetapan peserta

harus memperhatikan kesiapan peserta, kompetensi, masa kerja, dan tugas di sekolah,

untuk mengikuti sosialisasi/workshop/diklat diberikan undangan dan surat tugas dari

Dinas Pendidikan Kota Semarang dan berkoordinasi dengan Kepala sekolah.

Materi menjadi harapan tertinggi bagi peserta , dengan mengikuti pelatihan

tingkat sekolah, MGMP, tingkat kota maupun tingkat nasional, guru berharap

memperoleh materi dan pengetahuan dalam pembuatan proposal, pelaksanaan

penelitian, penulisan laporan dan artikel, makalah, buku ajar, modul dan buku pedoman

guru, sehingga mampu melaksanakan penulisan karya ilmiah dan publikasi ilmiah. Secara

keseluruhan hasil angket tentang materi yang selama ini diterima peserta diperoleh data

17.6% responden menyatakan sangat baik, 56,3% menyatakan baik, dan 14,5%

menyatakan cukup dan sedang 1,3% kurang dan selebihnya tidak berpendapat.

Waktu pelaksanaan sosialisasi/workshop/diklat publikasi ilmiah, sebaiknya

kegiatan dilakukan pada waktu liburan sekolah atau pada waktu luang guru/di luar jam

pelajaran, sehingga tidak mengganggu proses pembelajaran. 25,2% responden

berpendapat bahwa penetapan waktu pelaksanaan sangat baik, 44% baik, 9,2 cukup dan

5,5% menyatakan kurang baik serta selebihnya tidak berpendapat.

Selanjutnya terkait dengan kesempatan mengikuti sosialisasi/workshop/diklat

publikasi ilmiah Kepala Dinas Pendidikan Kota Semarang, Drs. Bunyamin, M.Pd

mengatakan bahwa pelatihan belum mampu menjangkau seluruh guru. Hal ini

disebabkan karena keterbatasan anggaran. Hal senada disampaikan ibu Endang Hadi

Wahyuningsih, guru SMPN 33 Semarang, Dra. Lucy guru SMPN 20 Semarang, Erna Hadi

Nurhidayawati guru SMPN 36, Istifaiyah guru SMPN 24 Semarang, belum pernah

mengikuti sosialisasi/workshop/diklat publikasi ilmiah. Hasil angket menunjukkan

sebanyak 10% guru memiliki kesempatan mengikuti sangat baik, 32% memiliki

kesempatan baik, 18% cukup, 11% sedang dan 21% kurang memiliki kesempatan serta

selebihnya tidak berpendapat.

Kepakaran menjadi focus pemilihan pemateri/nara sumber, yaitu penguasaan

konten, kemampuan berkomunikasi, kesesuaian materi dengan kebutuhan penulisan

karya ilmiah dan publikasi ilmiah, serta kemampuan instruktur dalam memotivasi dan

mengembangkan potensi guru, nara sumber perlu memilih bahasa yang mudah dipahami,

Page 82: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 500 ] P a g e

sistematis, simple dan tidak bertele-tele dalam penyampaian materi serta implementatif,

nara sumber harus dipilih menguasai materi pelatihan, dapat berasal dari LPMP, Diknas

dan Perguruan Tinggi. Sebagian responden berpendapat bahwa kualitas pelatihan

ditentukan oleh nara sumber. Hasil angket tentang kualitas nara sumber pelatihan

publikasi ilmiah selama ini menunjukkan: 24,4% menyatakan kepakaran nara sumber

sangat baik, 61,6% baik, 10,4% cukup dan selebihnya tidak berpendapat .

Fasilitas yang diterima peserta sosialisasi/workshop/diklat publikasi ilmiah,

seperli kelengkapan fasilitas, kelayakan gedung, tempat tidur, pelayanan kesehatan dan

konsumsi, foto copy dan lain sebagainya. Sebanyak 9% guru mengatakan bahwa fasilitas

yang diterima sangat baik, 52% mengatakan baik, 20% cukup , 2% sedang dan 4%

mengatakan kurang sedangkan selebihnya tidak berpendapat.

Evaluasi dalam penyelenggaraan sosialisasi/workshop/diklat penulisan dan

publikasi ilmiah meliputi kesesuaian tes dengan kompetensi yang akan dikembangkan,

evaluasi dalam proses , formatif dan sumatif dengan materi yang dikembangkan dalam

pelatihan/ workshop, objektivitas dalam melaksanakan penilaian dan kesesuaian

rencana dengan pelaksanaan, pendapat para guru menunjukkan: sebanyak 14%

mengatakan baik sekali, 46% mengatakan baik, 20% dalam kategori cukup, 4% sedang ,

6% kurang dan selebihnya tidak berpendapat.

Kegiatan penulisan dan publikasi ilmiah yang telah dilakukan Guru IPS Kota

Semarang T-3 sebagian besar berupa makalah, LKS, modul tingkat sekolah, buku

pedoman guru, dan sebagian kecil telah membuat buku ber ISBN dan melakukan

penulisan dan publikasi ilmiah hasil penelitian. Hasil wawancara menunjukkan

kurangnya motivasi melakukan penelitian, publikasi ilmiah dan penulisan buku. Hal ini

didorong oleh pemikiran guru yang menganalogkan beratnya beban penelitian dan

publikasi ilmiah dan kurangnya kompetensi dan budaya ilmiah.

Hasil angket tentang hasil penulisan dan publikasi ilmiah yang telah dilaksanakan

pada T-3 diperoleh data seperti dalam tabel 2.

Tabel 2. Hasil Publikasi Ilmiah Guru IPS SMP Pascasertifikasi T-3

NO URAIAN Frekwensi>4X 4X 3X 2X 1X 0

1 Presentasi pada forum ilmiah 2% 9,6% 70,4%2 Melaksanakan publikasi

ilmiah hasil penelitian ataugagasan ilmu pada pendidikanformal

18,5%

3 Melakukan publikasi bukuteks pelajaran, bukupengayaan, dan pedoman guru

7,4% 40,75% 51,85%

Page 83: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Pengembangan Model Pelatihan… (Marhaeni Dwi Satyarini, Eko Heri Widiastudi & Y. Suharso)

P a g e [ 501 ]

Analisis Kebutuhan Publikasi Ilmiah.

Analisis kebutuhan guru IPS SMP Pascasertifikasi di Kota Semarang, dilakukan

melalui wawancara dengan berbagai pihak antara lain Dinas pendidikan Kota Semarang,

Ketua MGMP, Kepala Sekolah dan guru menunjukkan

1. Kemampuan guru dalam melaksanakan penulisan ilmiah perlu pelatihan dan

pendampingan secara berkesinambungan.

2. Kebutuhan materi sosialisasi/workshop/diklat meliputi materi: penulisan bahan

ajar, modul, Penelitian Tindakan Kelas (PTK) mulai dari cara menganalisis masalah

pembelajaran, penyusunan proposal, pelaksanaan PTK, dan penyusunan laporan

penelitian, serta penulisan makalah/artikel.

3. Belum merata kesempatan untuk mengikuti diklat/workshop publikasi ilmiah kepada

semua guru, karena keterbatasan anggaran pemerintah, oleh karena itu diperlukan

komitmen dan dukungan dari para guru untuk menyelenggarakan diklat/workshop

secara mandiri maupun melalui MGMP.

4. Dukungan dana dari Sekolah, Yayasan dan pemerintah sangat diperlukan untuk

pemerataan kesempatan mengikuti pelatihan bagi semua guru.

5. Kepakaran instruktur/narasumber dalam penyesuaian materi dengan kebutuhan

guru, kemampuan berkomunikasi, pemilihan metode dan pengelolaan kelas sangat

penting, metode pelatihan dengan praktik langsung sangat dibutuhkan guru dan

bukan hanya teori. Hasil angket dari responden sebanyak 67,6% menyatakan

kepakaran nara sumber sangat penting dan 27,8% menyatakan penting, dan

selebihnya tidak berpendapat. Responden yang tidak berpendapat merupakan guru

yang belum pernah memiliki kesempatan mengikuti sosialisasi/workshop/diklat

tentang publikasi ilmiah

6. Terkait dukungan dan kesempatan untuk melaksanakan PTK, hasil wawancara

menunjukkan bahwa pelaksanaan PTK memerlukan waktu yang lama dengan

persiapan yang tidak sederhana dan membutuhkan biaya cukup banyak, tidak

sebanding dengan nilai angka kredit dan reward kenaikan gaji yang diperoleh.

Berdasarkan temuan tersebut, guru perlu merubah pola pandang, bahwa PTK

sebenarnya telah dilaksanakan guru dalam keseharian tetapi masih dalam bentuk

tindakan yang belum sistematis, sehingga perlu dilaksanakan dan dilaporkan secara

tertulis. Hasil angket menunjukkan sebanyak 64,2% responden menyatakan sangat

penting dukungan untuk melaksanakan PTK baik dari guru sendiri, Kepala Sekolah,

budaya sekolah, apresiasi dari teman sejawat maupun Dinas Pendidikan, 18,5 %

responden menyatakan penting. Kepala Sekolah perlu melakukan tagihan setiap

tahun kepada guru dan melakukan pembinaan dalam pelaksanaan PTK untuk

peningkatan kualitas pembelajaran.

7. Dukungan dana dan fasilitas untuk guru dalam melaksanakan PTK dari Dinas

Pendidikan Kota berupa: alokasi anggaran untuk diklat/workshop, kompetisi

penyusunan PTK, perijinan dan kesempatan pelaksanaan PTK. Dukungan Kepala

Sekolah berupa perijinan, kesempatan dan kolaborasi dalam pelaksanaan PTK. Hasil

Page 84: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 502 ] P a g e

angket menunjukkan sebanyak 61,22% responden menyatakan sangat penting

dukungan dana dan fasilitas dari sekolah, yayasan, Dinas Pendidikan untuk

melaksanakan PTK, 22,2% menyatakan penting dan 8,3% menyatakan cukup penting

dan selebihnya tidak berpendapat. Berdasarkan hasil angket terbuka diperoleh data

bahwa kurangnya guru melakukan PTK selain faktor dana juga disebabkan guru

belum dimilikinya kompetensi melaksanakan PTK.

8. Kebutuhan mendasar bagi guru adalah peningkatan kompetensi dalam penulisan

karya ilmiah dan publikasi ilmiah baik, sehingga diperlukan pelatihan berbasis kinerja

dan pendampingan secara berkesinambungan oleh instruktur/nara

sumber/pembimbing PTK. Diperlukan peningkatan kualitas pelatihan dan dilanjutkan

dengan pendampingan secara periodik dan berkesinambungan dengan membangun

kemitraan antara sekolah, Disdik, tim Penilai Angka Kredit dengan Perguruan Tinggi

maupun LPMP dan Guru agar guru dapat memaknai fungsi pelaksanaan publikasi

ilmiah dan PTK dari sudut pandang pengembangan kualitas tugas profesinya.

Fakta Empiris Bentuk Pelatihan

Pelaksanaan sosialisasi/workshop/diklat penulisan dan publikasi ilmiah secara

umum telah dilaksanakan dengan baik, utamanya pada perencanaan yaitu kejelasan

legalitas penyelenggara, persyaratan peserta, waktu dan tempat, nara sumber dan

fasilitas yang akan diterima peserta serta ketentuan tentang pembiayaan telah disajikan

dalam liflet/brosur, namun pelaksanaan workshop/diklat cenderung teoretis dan belum

mampu mengaktifkan seluruh peserta, serta tidak adanya sanksi yang jelas bagi peserta

yang tidak memenuhi kewajiban

Hasil angket dan dokumen menunjukkan 51,85% responden belum melaksanakan

penulisan dan publikasi ilmiah selama T-3, 40,75% telah melaksanakan rata-rata 2x

dalam T-3 dan 7.4% telah melaksanakan 3x dalam T-3.

Kurangnya motivasi diri guru menjadi factor dasar rendahnya penulisan dan

publikasi ilmiah para guru Motivasi eksternal sangat mendominasi aktivitas publikasi

ilmiah, dengan menganalogkan kebijakan PLPG yang hasilnya dapat memberikan

kontribusi kesejahteraan bagi guru, sedangkan penulisan karya ilmiah, adalah aktivitas

yang membutuhkan waktu lama, tidak mudah dan hasil yang diperoleh tidak sebanding

dengan nilai angka kredit dan kenaikan gaji/ tunjangan yang diperolehnya. Untuk itu

para pemangku kepentingan perlu menanamkan kesadaran, komitmen dan konsistensi

bersama melalui pembinaan, dan kemitraan untuk melaksanakan pelatihan dan

pendampingan.

Analisis Kebutuhan

Materi sosialisasi/workshop/diklat harus memperhatikan relevansinya dengan

kebutuhan guru untuk menghasilkan publikasi ilmiah, baik berupa hasil penelitian,

gagasan ilmiah, kajian pustaka, penulisan buku ajar, modul, makalah dan artikel ilmiah.

Page 85: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Pengembangan Model Pelatihan… (Marhaeni Dwi Satyarini, Eko Heri Widiastudi & Y. Suharso)

P a g e [ 503 ]

Relevansi materi dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan guru dan motivasi

guru dalam melaksanakan penulisan dan publikasi ilmiah.

Penetapan waktu pelaksanaan dinilai baik oleh peserta sosialisasi/workshop/

diklat publikasi ilmiah, 58% responden menyatakan bahwa penetapan waktu kegiatan

dapat menentukan keikutsertaan dan keberhasilan pelatihan. Hasil wawancara dengan

MGMP maupun guru merekomendasikan agar pelatihan dilaksanakan pada waktu

liburan sekolah atau waktu luang guru seperti hari sabtu dan minggu.

Kesempatan untuk mengikuti pelatihan sangat dibutuhkan oleh guru IPS, 66,67%

responden menyatakan bahwa kesempatan untuk mengikuti sosialisasi/workshop/diklat

penulisan dan publikasi ilmiah sangat penting. Fakta empiric menunjukkan 51,85%

responden belum pernah mengikuti sosialisasi/workshop/diklat publikasi ilmiah.

Gambar 4. Model Faktual Pelatihan Publikasi Ilmiah

Kebutuhan akan kepakaran narasumber/instruktur dalam workshop/diklat

penulisan karya ilmiah dan pubikasi ilmiah sangat penting dikemukakan oleh 67,6 %

responden. Kepakaran nara sumber dalam berkomunikasi dan memilih metode yang

tepat akan sangat membantu peningkatan kompetensi guru dalam menulis karya ilmiah

UU Nomor 20 Tahun 2003Permenegpan& RB Nomor 16 Tahun 2009

PKB

Publikasi Ilmiah

Anggaran Pemerintah

Dinas Pendidikan Kota Semarang

Pertemuan Sekolah, MGMP, Individu

Dinas PendidikanKota Semarang,LPMP, MGMP IPS,Sekolah dan LPTK

ADDCE

Goad

(1982:11)

PelatihanPenulisan danPublikasi Ilmiah Guru IPSSMP Pascasertifikasi di KotaSemarang

TUTOR

MODEL FAKTUAL PELATIHAN PUBLIKASI ILMIAH

Page 86: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 504 ] P a g e

dan mempublikasikan lewat seminar maupun jurnal ilmiah. Nara sumber yang

direkomendasikan oleh responden adalah 1) dari LPMP, 2) dari Dinas Pendidikan dan 3)

dari Perguruan Tinggi, yang memiliki kepakaran dalam pelatihan publikasi ilmiah.

Pengembangan Model

Tahap pengembangan merupakan tindak lanjut dari fakta empiris hasil studi

pendahuluan model pelatihan publikasi ilmiah berbasis Permeneg PAN & RB Nomor 16

Tahun 2009 pada Guru IPS di Kota Semarang yang telah dilaksanakan. Kegiatan pelatihan

yang selama ini dilaksanakan digambarkan pada model factual Gambar 4.

Pengembangan kompetensi guru IPS Kota Semarang dalam penulisan dan

publikasi ilmiah dilakukan melalui workshop/diklat berbasis kebijakan pemerintah dan

anggaran belanja pengembangan profesi guru. Pelaksanaan sosialisasi/workshop/diklat

dilakukan melalui kerjasama Dinas Pendidikan, LPMP, MGMP dan Sekolah serta

Perguruan Tinggi. Pelatihan masih sebatas dimanfaatkan oleh guru yang memiliki

dedikasi, komitmen dan konsistensi serta prestasi dalam meningkatkan mutu

pendidikan.

Karena berbasis pada kewajiban yang bernaung di bawah kebijakan dan anggaran

pemerintah maka kelemahan model ini adalah 1) motivasi internal lemah, 2) tidak

merata memberikan kesempatan pelatihan pada semua guru, 3) informasi dari pihak ke 2

belum tentu sama dengan pihak 1, 4) kerjasama dengan LPTK masih sebatas sebagai nara

sumber, sehingga bentuk tanggung jawab sebatas pada waktu pelaksanaan kegiatan

terjadwal, 5) keterbatasan anggaran menyebabkan hasil pelatihan belum ditindaklanjuti

sehingga hasilnya tidak optimal, 6) sistem evaluasi unjuk kerja tidak tuntas.

Validasi rancangan model final dilakukan melalui Focus Group Discussion (FGD)

antara peneliti, Kepala Dinas Pendidikan Kota Semarang, Ketua MGMP, Kepala Sekolah

dan Guru IPS yang ditugasi dan unsur Perguruan Tinggi.

Pengembangan model pelatihan ini menggabungkan antara model pelatihan Goad

(ADDCE) dengan model CEM dari Nedler dengan memperhatikan siklus fungsi

manajemen, seperti dalam gambar 4.4.

Langkah kerja pengembangan model pelatihan publikasi ilmiah adalah :

1. Kepala Dinas Pendidikan berkoordinasi dengan LPMP, MGMP dan Kepala Sekolah,

Tim PAK serta LPTK, membentuk Lembaga Pengembangan Profesi Guru.

2. Lembaga pengembang profesi guru bertanggungjawab merancang pengembangan

profesi guru IPS melalui pemetaan kebutuhan, perencanaan, pelaksanaan dan

evaluasi program pelatihan di bawah koordinasi Dinas Pendidikan Kota Semarang .

3. Perencanaan, meliputi a) penetapan tujuan, AD/ART lembaga pengembang, b)

penyusunan renstra, c) perencanaan kegiatan sesuai tujuan dan renstra, d)

penetapan kegiatan, waktu dan tempat pelaksanaan kegiatan, syarat peserta, system

evaluasi, nara sumber dan metode pelatihan, e) merancang sumber dana.

4. Pelaksanaan kegiatan di bawah koordinasi Dinas Pendidikan Kota Semarang agar

tidak mengganggu tugas utama guru, meliputi: pembentukan panitia pelaksana,

Page 87: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Pengembangan Model Pelatihan… (Marhaeni Dwi Satyarini, Eko Heri Widiastudi & Y. Suharso)

P a g e [ 505 ]

penetapan waktu, biaya, peserta, tempat, fasilitas, system evaluasi, nara sumber, dan

penjaminan mutu pelaksanaan. Pelaksanaan kegiatan melalui pelatihan kelompok,

lesson study, MGMP, praktek penulisan/penelitian maupun pendampingan pakar.

Gambar 5. Model Pelatihan Berbasis Need Assesment

Kolaborasi model ADDCE Goad (1982:11) dengan Model Critical Even Nedler (1982:12)

5. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui tingkat kompetensi guru baik pengetahuan

maupun unjuk kerja selama pelatihan maupun di luar pelatihan. Teknik evaluasi yang

digunakan adalah portofolio, unjuk kerja dan penilaian kinerja selama dan setelah

pelatihan, melalui supervisi dan hasil karya ilmiah peserta dengan kontribusi

penetapan angka kredit (PAK). Hasil evaluasi digunakan sebagai masukan untuk

melanjutkan pembinaan dan peningkatan profesionalitas guru di bidang lainnya.

UU Nomer 20 Tahun 2003Permenegpan & RB Nomer 16 Tahun 2009

Dinas Pendidikan Kota Semarang, Pemerintah Daerah, LPMP,

PGRI Kota Semarang, MGMP, Universitas/LPTK

PKB

Publikasi Ilmiah

KEMITRAAN (dilembagakan)

Perencanaan, Pelaksanaan, Evaluasi dan Pengembangan

1. Tujuan2. Struktur

Organisasi3. Pedoman

Pelatihan4. Standar Biaya5. Jurnal IPS

1. Pembinaan2. Diklat/workshop3. Pendampingan

pakar4. Uji coba

penelitian

1. Kognitif2. Proses

pelatihan3. Unjuk kerja4. Supervise5. Penilaian

kinerja

1. Leson Study

2. Implementasi

dalam

pembelajaran

di kelas

3. Kompetisi

Perencanaan Pelaksanaan Evaluasi Pengembangan

GURU IPS SMP PASCASERTIFIKASI KOMPETENDALAM PUBLIKASI ILMIAH

KUALITAS PEMBELAJARAN DAN KINERJA GURU

Page 88: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 506 ] P a g e

6. Melembagakan kerjasama Dinas Pendidikan Kota Semarang, LPMP, MGMP dan

Perguruan Tinggi dalam bentuk: nara sumber, fasilitas tempat, efisiensi dana.

7. Membangun kesadaran, komitmen dan konsistensi guru akan tugas profesinya, dan

pengembangan profesi menjadi kewajiban guru dan tanggung jawab bersama

pemangku kepentingan di bidang pendidikan.

8. Mengembangkan budaya penulisan dan publikasi karya ilmiah, memanfaatkan

anggaran dari Dinas Pendidikan Kota/Propinsi, Perguruan Tinggi, LPMP, dsb.

Kelebihan pengembangan model pelatihan ini ada pada

1. Adanya lembaga pengembangan profesi guru, sehingga perencanaan, koordinasi,

pelaksanaan pengembangan serta evaluasi dapat dilaksanakan secara simultan.

2. Terdapat kejelasan sumber dana dan partisipasi peserta/ guru dalam PKB.

3. Pengembangan kompetensi dan profesionalitas guru dilaksanakan secara

berkelanjutan dan berkesinambungan sehingga terbentuk budaya penulisan ilmiah.

SIMPULAN.

Secara umum kegiatan PKB Guru IPS di Kota Semarang masih perlu mendapat

perhatian serius dari berbagai pihak utamanya bagi pemangku kepentingan. Hasil

penelitian menunjukkan 70,4% responden belum melaksanakan presentasi pada forum

ilmiah, 18,5% yang telah melakukan publikasi ilmiah hasil penelitian maupun gagasan

ilmiah sekali dalam T-3, 7,4% telah melakukan publikasi buku teks pelajaran, buku

pengayaan dan pedoman guru tiga kali dalam T-3, 40,75% telah melakukan publikasi

buku teks pelajaran, buku pengayaan dan pedoman guru 2 kali dalam T-3, dan 51,85%

belum pernah melakukan publikasi buku teks pelajaran, buku pengayaan dan pedoman

guru dalam T-3.

1. Perencanaan, sosialisasi/workshop/diklat publikasi ilmiah masih didasarkan pada

issue-isue terhangat dari kebijakan pemerintah dan berbasis ketersediaan anggaran

pemerintah. Oleh karena itu perencanaan yang dilakukan bersifat parsial dan belum

mengakomodasi seluruh kebutuhan guru. Penetapan peserta, waktu dan tempat,

materi, nara sumber, kejelasan penyelenggara, dan system evaluasi telah dijelaskan

dalam leaflet/brosur sebelum pendaftaran peserta dimulai. Perencanaan dapat

dikategorikan baik. Hal ini dibuktikan oleh hasil wawancara dan angket sebanyak

34,4% menyatakan baik sekali dan 58,4% menyatakan baik

2. Pelaksanaan sosialisasi/workshop/diklat dari aspek fasilitas dan pelayanan

kesehatan, konsumsi, dinilai baik. Kepakaran nara sumber dalam penguasaan materi,

kemampuan berkomunikasi dan penguasaan kelas serta metode pelatihan yang

digunakan, direkomendasikan oleh guru perlu dipilih nara sumber yang benar-benar

pakar dalam bidang ilmu yang dilatihkan dan memiliki pengalaman langsung dalam

praktek sehingga mampu memberikan solusi atas permasalahan yang dihadapi guru.

Penetapan waktu sosialisasi/workshop/diklat belum sesuai dengan waktu luang

guru sehingga guru belum dapat memanfaatkan kesempatan sepenuhnya mengikuti

kegiatan. Keterbatasan anggaran yang dialokasikan belum mampu menjangkau

Page 89: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Pengembangan Model Pelatihan… (Marhaeni Dwi Satyarini, Eko Heri Widiastudi & Y. Suharso)

P a g e [ 507 ]

secara merata kepada semua guru. Oleh karena itu guru yang telah berkesempatan

mengikuti pelatihan diberi tugas menjadi tutor, menularkan ilmunya kepada teman

sejawat melalui MGMP maupun secara personal.

3. Sistem evaluasi yang diterapkan dalam sosialisasi/workshop/diklat dilakukan

dengan pre tes, penilaian proses dan post tes serta tagihan portofolio utamanya pada

penulisan proposal PTK, namun belum mampu mengukur keberhasilannya, karena

belum ada tindak lanjutnya .

4. Metode pelatihan yang diterapkan masih cenderung bersifat teoritis dan masih

kurang memberikan ruang untuk praktek dan pembahasan.

5. Pembimbingan dilakukan sebatas kebijakan anggaran dan proyek, sehingga

pembimbingan masih berlangsung dalam posisi pelatihan/diklat dan guru merasa

kurang nyaman untuk konsultasi/pembimbingan setelah pelatihan/workshop

selesai. Akibatnya pengetahuan dan kemampuan guru dalam membuat karya ilmiah

maupun PTK tidak tuntas.

6. Pelatihan PTK yang telah diterima guru masih bersifat parsial, hal ini dapat

disebabkan kurang matangnya perencanaan, penugasan yang tidak

berkesinambungan maupun kurangnya kesesuaian waktu dengan kesempatan guru,

sehingga guru belum memiliki pengetahuan dan keterampilan melaksanakan PTK

secara utuh, baik mulai penulisan proposal, pelaksanaan penelitian maupun

penulisan laporan dan penulisan artikel hasil penelitian.

Berdasarkan simpulan di atas, saran yang disampaikan antara lain:

1. Perencanaan sosialisasi/workshop/diklat publikasi ilmiah dilakukan berdasarkan

kebutuhan guru, dan kesesuaian waktu guru agar tidak mengganggu waktu mengajar

2. Kepakaran nara sumber/instruktur disesuaikan dengan tujuan pelatihan dan dipilih

sesuai profesionalitasnya.

3. Agar sosialisasi/workshop/diklat publikasi ilmiah berjalan berkelanjutan dan

berkesinambungan, diperlukan kerjasama berupa kemitraan yang dilembagakan

antara Dinas Pendidikan Kota Semarang, LPMP, Organisasi PGRI Kota Semarang,

MGMP dan Perguruan Tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Amrullah. (2004). Pengantar Manajemen, Yogyakarta: Graha Ilmu.

Borg, Welter R. Dan Meredith D. Gall. (1983). Education Research: An Introduction. NewYork dan London: Logman

Handoko, Hani. (2003). Manajemen. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.

Hasibuan, Malayu. (2003). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Bumi Aksara

Kamil. Mustofa. (2010). Model Pendidikan dan Pelatihan. Bandung: Alfabeta

Kemendiknas. (2010). Pedoman Pengelolaan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan(PKB)

Page 90: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 508 ] P a g e

MacKenna. Eugeendan Nic Beech.(2000) . The Essence of Human Resouces Management.Terjemahan.Yogyakarta: Andi Offset

Nedler, L .(1982). Designing Training Programs: The Critical Events Model. Philiphines:Addison-Wisley Publishing Company, Inc

Permeneg PAN dan RB Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru danAngka Kreditnya.

Samsudi . (2009). Disain Penelitian Pendidikan. Semarang: UNNES PRESS

Sikula, Andrew F. (1981). Personnel Administration and Human Resources Management.New York: A Wiley Trans edition, by John Wiley & Sons Inc

Sudjana, D. (2004). Sistem dan Manajemen Pelatihan: Teori dan Aplikasi. Bandung: FallahProduction

Suparlan. (2006). Guru Sebagai Profesi. Yogyakarta: Hikayat Pulishing

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

Page 91: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Kesiapan Perangkat Pembelajaran… (Eka Ary Wibawa & Badrun Kartowagiran)

P a g e [ 509 ]

KESIAPAN PERANGKAT PEMBELAJARAN PENGANTAR AKUNTANSI

DALAM RANGKA IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013

Eka Ary Wibawa & Badrun KartowagiranProgram Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta

[email protected]

AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesiapan perangkat pembelajaranpengantar akuntansi dalam rangka implementasi Kurikulum 2013. Penelitian inimerupakan penelitian evaluasi dengan model evaluasi kesenjangan. Objekpenelitian ini adalah kesiapan silabus, RPP, rancangan penilaian, buku guru,buku siswa, dan persepsi siswa tentang kesiapan perangkat pembelajaran.Instrumen pengumpulan data adalah lembar penilaian, angket, dan pedomanwawancara. Validitas lembar penilaian dihitung dengan formula Aiken’s V danreliabilitasnya dengan intra-class correlation coefficient. Validitas angketdihitung dengan analisis faktor eksploratori dan reliabilitasnya dengan rumusAlpha. Analisis data menggunakan teknik deskriptif kuantitatif, deskriptifkualitatif, dan analisis multivariat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1)silabus pengantar akuntansi cukup siap, (2) RPP siap, (3) rancangan penilaiankurang siap, (4) buku guru belum siap, (5) buku siswa belum siap, dan (6)persepsi siswa mengindikasikan bahwa perangkat pembelajaran belum siap. Adaperbedaan persepsi siswa tentang kesiapan perangkat pembelajaran pengantarakuntansi. Perangkat pembelajaran pengantar akuntansi belum siap untukmengimplementasikan Kurikulum 2013.

Kata Kunci: evaluasi, perangkat pembelajaran, Kurikulum 2013

PENDAHULUAN

Pendidikan di Indonesia masih membutuhkan perbaikan. Fenomena negatif yang

mengemuka yaitu perkelahian pelajar, narkoba, korupsi, plagiarisme, dan kecurangan

dalam ujian (Kemdikbud, 2013a: 8). Kondisi peserta didik tersebut disinyalir terjadi

karena kurikulumnya tidak pas. Kurikulum sebelum ini, Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP) secara konseptual memiliki struktur dan kerangka kurikulum yang

bagus, namun pada prakteknya kurikulum tersebut masih memiliki beberapa kelemahan.

Masyarakat memiliki persepsi bahwa kurikulum tersebut terlalu menitikberatkan pada

aspek kognitif, beban belajar siswa terlalu berat, dan kurang bermuatan karakter

(Kemdikbud, 2013a: 8). Sumiyati (2013: 1) menyatakan bahwa proses pembelajaran

selama ini lebih berpusat pada guru (teacher centered), kurang memperhatikan situasi,

keadaan, dan kebutuhan siswa.

Solusi dari kelemahan KTSP di atas yaitu pengembangan Kurikulum 2013.

Sumiyati (2013: 1) menjelaskan bahwa urgensi mengembangkan kurikulum baru karena

ada sesuatu yang diperlukan dan belum ada pada kurikulum sekarang (KTSP). Perbaikan

kurikulum diharapkan dapat menciptakan generasi yang kompeten sebagai modal

pembangunan, jika tidak maka kemungkinan besar generasi yang akan datang hanya

akan menjadi beban pembangunan.

Page 92: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 510 ] P a g e

Pemerintah resmi menetapkan kebijakan Kurikulum 2013 pada tanggal 15 Juli

2013. Keunggulan Kurikulum 2013 yaitu: (1) menekankan aspek kognitif, afektif, dan

psikomotorik secara proporsional, (2) materi pembelajaran merupakan materi esensial

dan relevan dengan kompetensi yang dibutuhkan, (3) menekankan pada pendidikan

karakter, (4) menghasilkan lulusan yang memiliki keterampilan sesuai kebutuhan

masyarakat, (5) berpusat pada peserta didik dan proses pembelajarannya kontekstual,

dan (6) mengkombinasikan penilaian proses dan penilaian hasil pembelajaran.

Kurikulum 2013 diberlakukan secara bertahap mulai tahun 2013. Pada tahun

2013, kurikulum tersebut dilaksanakan pada kelas I, IV, VII, dan X. Implementasi

kurikulum tersebut tidak ke semua sekolah, namun hanya terbatas pada sekolah yang

ditunjuk oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud). Implementasi

Kurikulum 2013 secara bertahap dan terbatas sudah berjalan satu semester untuk tahun

ajaran 2013/2014 (Widdiharto, 2014: 10). Pemerintah melakukan tiga persiapan untuk

implementasi Kurikulum 2013 yaitu berkait dengan buku pegangan dan buku siswa,

pelatihan guru, dan tata kelola khususnya administrasi buku raport.

Tema pengembangan Kurikulum 2013 adalah dapat menghasilkan insan

Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap (tahu

mengapa), keterampilan (tahu bagaimana), dan pengetahuan (tahu apa) yang terintegrasi

(Isniati, 2014: 12). Pembelajaran pada Kurikulum 2013 lebih menekankan pada

pendidikan karakter agar mampu menghasilkan lulusan yang berkarakter mulia.

Penelitian Richardson, et.al (2009: 71) menunjukkan bahwa dengan adanya pendidikan

karakter dapat menumbuhkan keterampilan sosial siswa dan mereka mampu

berinteraksi positif dengan teman sebayanya.

Pengembangan Kurikulum 2013 bertujuan untuk mendorong peserta didik atau

siswa, mampu lebih baik dalam melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan

mengkomunikasikan, apa yang mereka peroleh atau mereka ketahui setelah menerima

materi pembelajaran. Hal tersebut dilandasi oleh konsep pembelajaran yang

menggunakan pendekatan ilmiah. Isniati (2014: 12) menyatakan bahwa melalui

pendekatan tersebut diharapkan siswa memiliki kompetensi sikap, keterampilan, dan

pengetahuan yang jauh lebih baik serta mereka akan lebih kreatif, inovatif, dan produktif.

Dalam rangka pencapaian tujuan pengembangan Kurikulum 2013, maka

diperlukan kesiapan perangkat pembelajaran untuk mengimplementasikan Kurikulum

2013. Perangkat pembelajaran memiliki peran yang sangat penting dalam

mengimplementasikan Kurikulum 2013. Dalam hal ini perangkat pembelajaran dikatakan

siap apabila perangkat pembelajarannya sudah ada dan sesuai dengan kriteria yang

ditetapkan oleh pemerintah. Apabila perangkat pembelajarannya sudah siap maka

implementasi Kurikulum 2013 dapat berjalan dengan baik. Sebaliknya, apabila perangkat

pembelajarannya belum siap maka implementasi Kurikulum 2013 tidak dapat berjalan

dengan baik.

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan sekolah menengah yang memiliki

beberapa bidang studi keahlian yang salah satunya adalah bidang studi keahlian bisnis

Page 93: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Kesiapan Perangkat Pembelajaran… (Eka Ary Wibawa & Badrun Kartowagiran)

P a g e [ 511 ]

dan manajemen. Permendiknas Nomor 28 Tahun 2009 tentang Standar Kompetensi

Kejuruan SMK/MAK (Kemdiknas, 2009: 501-512) menjelaskan bahwa SMK bisnis dan

manajemen memiliki tiga program studi keahlian, yaitu administrasi, keuangan, dan tata

niaga. Program studi keahlian keuangan sendiri terdiri dari dua kompetensi keahlian,

yaitu akuntansi dan perbankan.

Implementasi Kurikulum 2013 pada SMK ke semua bidang studi keahlian

termasuk bidang studi keahlian bisnis dan manajemen, khususnya pada program studi

keahlian keuangan kompetensi keahlian akuntansi. Berdasarkan Permendikbud Nomor

70 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum SMK/MAK (Kemdikbud,

2013c), terdapat perubahan dalam pembelajaran akuntansi di SMK. Implementasi

Kurikulum 2013 dalam pembelajaran akuntansi di SMK dibatasi pada kompetensi dasar

pengantar akuntansi. Menurut Permendikbud tersebut, kompetensi dasar ini diberikan di

kelas X dan XI. Perubahan ini tentu saja berdampak langsung pada pembelajaran

pengantar akuntansi terutama dalam penyusunan perangkat pembelajarannya. Guru

akuntansi dituntut mampu untuk menyiapkan dan menyusun perangkat pembelajaran

yang sudah disesuaikan dengan perubahan struktur kurikulum tersebut.

Pemerintah sudah melakukan beberapa persiapan untuk implementasi Kurikulum

2013, salah satunya dengan mengadakan pelatihan bagi guru. Berdasarkan hasil

wawancara dengan Drs. Jamin – Guru akuntansi SMK Negeri 1 Pengasih – pada tangal 30

Januari 2014 dapat diketahui bahwa pelatihan bagi guru SMK hanya terbatas pada guru

mata pelajaran matematika, bahasa Indonesia, dan sejarah. Sebagian besar guru

akuntansi belum mendapatkan pelatihan langsung dari pemerintah. Idealnya guru-guru

kompetensi keahlian akuntansi juga mendapatkan pelatihan Kurikulum 2013 secara

langsung dari pemerintah, terutama dalam penyusunan perangkat pembelajaran.

Widdiharto (2014: 10) menyatakan bahwa Kemdikbud tetap berkomitmen dan

berbenah dalam menggagas Kurikulum 2013 meskipun masih ada pro-kontra, sikap

skeptis, bahkan apriori terhadap kebijakan baru tersebut. Lebih lanjut lagi, Widdiharto

(2014: 10) menegaskan bahwa Lembaga Perguruan Tinggi Kependidikan (LPTK), Dewan

Pendidikan, wakil rakyat, dan masyarakat luas harus senantiasa terus mengawal jalannya

Kurikulum 2013 dengan kritis, konstruktif, dan kooperatif. Salah satu cara efektif yang

dapat dilakukan untuk mengawal jalannya Kurikulum 2013 yaitu melalui kegiatan

penelitian.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Dra. Isti Triasih – Kepala Seksi SMK Dinas

Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Provinsi DIY - pada tanggal 7 Februari 2014, sejauh

ini pihak pemerintah belum pernah melakukan evaluasi tentang kesiapan SMK dalam

rangka implementasi Kurikulum 2013. Artinya selama ini belum pernah dilakukan

penelitian untuk mengevaluasi kesiapan perangkat pembelajaran pengantar akuntansi

SMK bisnis dan manajemen dalam rangka implementasi Kurikulum 2013. Adanya tekad

untuk ikut mengawal jalannya Kurikulum 2013 dan belum adanya penelitian yang

mengevaluasi kesiapan perangkat pembelajaran pengantar akuntansi SMK bisnis dan

Page 94: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 512 ] P a g e

manajemen merupakan dua hal pokok yang melatarbelakangi diselenggarakannya

penelitian ini.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

kesiapan perangkat pembelajaran pengantar akuntansi SMK bisnis dan manajemen

dalam rangka implementasi Kurikulum 2013. Perangkat pembelajaran yang diteliti

dibatasi pada silabus, RPP, rancangan penilaian, buku teks pelajaran, dan buku panduan

guru. Hal ini dikarenakan perangkat pembelajaran tersebut yang menjadi perangkat

pembelajaran utama dalam proses pembelajaran

METODE

Penelitian ini adalah penelitian evaluasi dengan menggunakan pendekatan

kuantitatif dengan survey. Model evaluasi yang dipilih adalah model evaluasi kesenjangan

(discrepancy evaluation model). Model evaluasi ini dipilih karena untuk mengidentifikasi

apakah ada kesenjangan antara perangkat pembelajaran yang ideal sesuai dengan

Kurikulum 2013 dengan kondisi yang ada di lapangan. Apabila tidak ada kesenjangan

maka perangkat pembelajarannya sudah siap untuk mengimplementasikan Kurikulum

2013. Apabila masih terdapat kesenjangan maka informasi kesenjangan tersebut

digunakan sebagai dasar dalam merumuskan rekomendasi untuk memperbaiki

perangkat pembelajaran pengantar akuntansi.

Waktu penelitian dilakukan selama tujuh bulan dari bulan Februari sampai

dengan bulan Agustus 2014. Penelitian ini dilakukan di SMK bisnis dan manajemen di DIY

yang sudah mengimplementasikan Kurikulum 2013 yaitu SMK Negeri 1 Bantul, SMK

Negeri 1 Pengasih, dan SMK Negeri 1 Wonosari.

Objek penelitian ini adalah kesiapan perangkat pembelajaran pengantar akuntansi

yang terdiri atas silabus, RPP, rancangan penilaian, buku guru, buku siswa, dan persepsi

siswa tentang kesiapan perangkat pembelajaran pengantar akuntansi. Sumber informasi

penelitian ini adalah guru dan siswa. Guru yang menjadi sumber informasi adalah guru

mata pelajaran pengantar akuntansi. Siswa yang menjadi sumber informasi adalah siswa

kompetensi keahlian akuntansi kelas X dengan jumlah sampel sebanyak 166 siswa.

Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik simple random sampling.

Prosedur penelitian evaluasi ini yaitu: pertama, menentukan kriteria evaluasi

kesiapan perangkat pembelajaran akuntansi; kedua mengumpulkan data terkait dengan

kondisi kesiapan perangkat pembelajaran pengantar akuntansi; ketiga, mengidentifikasi

kesenjangan yang terjadi antara kriteria evaluasi dengan kondisi kesiapan perangkat

pembelajaran pengantar akuntansi di lapangan; keempat, menentukan penyebab

terjadinya kesenjangan; dan terakhir menyusun rekomendasi untuk memperbaiki

kesiapan perangkat pembelajaran pengantar akuntansi

Data penelitian ini berupa data kuantitatif dan kualitatif. Teknik pengumpulan

data yang digunakan yaitu dokumentasi, wawancara, dan angket. Instrumen

penelitiannya yaitu lembar penilaian, pedoman wawancara, dan angket. Dokumentasi

digunakan untuk mendokumentasikan perangkat pembelajaran yang terdiri atas silabus,

Page 95: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Kesiapan Perangkat Pembelajaran… (Eka Ary Wibawa & Badrun Kartowagiran)

P a g e [ 513 ]

RPP, rancangan penilaian, buku guru, dan buku siswa. Wawancara digunakan untuk

menggali informasi lebih dalam dari guru tentang perangkat pembelajaran. Angket

digunakan untuk memperoleh data persepsi siswa tentang kesiapan perangkat

pembelajaran pengantar akuntansi. Uji validitas instrumen lembar penilaian dengan

expert judgment dan rumus Aiken’s V, sedangkan uji reliabilitasnya dengan intraclass

correlation coefficient (ICC). Instrumen pedoman wawancara diuji validitas isi dengan

expert judgment. Instrumen angket diuji validitasnya dengan analisis faktor eksploratori

dan uji reliabilitasnya dengan rumus Alpha.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik deskriptif

kuantitatif, deskriptif kualitatif, dan analisis multivariat. Teknik deskriptif kuantitatif

digunakan untuk mengetahui kesiapan silabus, RPP, rancangan penilaian dan persepsi

siswa tentang kesiapan perangkat pembelajaran pengantar akuntansi. Teknik deskriptif

kualitatif digunakan untuk mengetahui kesiapan buku guru dan buku siswa. Analisis

multivariat digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan persepsi siswa tentang

kesiapan perangkat pembelajaran pengantar akuntansi. Penilaian kesiapan perangkat

pembelajaran dilakukan oleh tiga orang penilai (rater) dengan menggunakan lembar

penilaian dan rubrik penilaian. Hasil penilaian ketiga rater tersebut dirata-rata untuk

mencari besarnya skor rata-rata kesiapan perangkat pembelajaran dan skor tersebut

digunakan untuk mencari skor akhir. Selanjutnya skor akhir tersebut dikategorisasikan

untuk mengetahui sejauhmana tingkat kesiapan perangkat pembelajaran pengantar

akuntansi. Kategorisasinya yaitu skor 91-100= sangat siap, 81-90= siap, 71-80= cukup

siap, 61-70= kurang siap, dan kurang dari 60= tidak siap. Masing-masing perangkat

pembelajaran dikatakan siap untuk mengimplementasikan Kurikulum 2013 apabila

minimal sudah mencapai skor 81 atau dalam kategori siap.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kesiapan Silabus

Kesiapan silabus dinilai dari tujuh aspek yaitu kepemilikan silabus, identitas mata

pelajaran, perumusan materi pokok, perumusan kegiatan pembelajaran, penilaian,

alokasi waktu, dan pemilihan sumber belajar. Hasil penelitian tentang kesiapan silabus

dapat dilihat pada Tabel 1.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesiapan silabus memiliki rata-rata skor

sebesar 77,25, yang berarti dalam kategori cukup siap. Artinya, silabus pengantar

akuntansi SMK bisnis dan manajemen di DIY cukup siap untuk mengimplementasikan

Kurikulum 2013.

Aspek kepemilikan silabus masuk dalam kategori sangat siap. Semua sekolah yang

menjadi tempat penelitian sudah memiliki silabus pengantar akuntansi Kurikulum 2013.

Silabus tersebut ada yang diperoleh langsung dari pusat, download dari internet, dan ada

yang meng-copy dari sekolah lain. Hal ini didukung oleh pendapat Widdiharto (2014: 10)

yang menyatakan bahwa bahan rujukan untuk menyusun silabus sudah relatif baku dan

Page 96: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 514 ] P a g e

up to date serta bisa diakses publik (termasuk guru) karena di-publish secara terbuka di

berbagai laman Kemdikbud maupun lainnya.

Tabel 1. Kesiapan Silabus

No Aspek Skor Ket

1 Kepemilikan silabus 100,00 Sangat siap

2 Identitas mata pelajaran 51,85 Tidak siap3 Perumusan materi pokok 77,78 Cukup siap4 Perumusan kegiatan pembelajaran 85,19 Siap5 Penilaian 92,59 Sangat siap6 Alokasi waktu 88,89 Siap7 Pemilihan sumber belajar 29,63 Tidak siap

Rata-rata 75,13 Cukup siap

Aspek identitas mata pelajaran masuk dalam kategori tidak siap. Sebagian besar

guru tidak menuliskan indentitas mata pelajaran dan identitas sekolah dengan lengkap.

Guru sebaiknya menuliskan identitas mata pelajaran pada silabus dengan jelas dan

lengkap. Sebagaimana pendapat yang dikemukakan oleh Majid (2011: 42) yang

menyatakan bahwa pada bagian identitas mata pelajaran perlu dituliskan dengan jelas

nama mata pelajaran, jenjang sekolah, kelas, dan semester.

Aspek perumusan materi pokok masuk dalam kategori cukup siap. Perumusan

materi pokok dalam silabus harus disesuaikan dengan SKL dan KD. Setiap silabus sudah

memuat materi pokok yang sesuai dengan SKL. Ada silabus yang sudah merumuskan

materi pokok sesuai dengan KD pengantar akuntansi Kurikulum 2103, namun ada juga

yang belum. KD pengantar akuntansi Kurikulum 2103 sesuai dengan Permendikbud

Nomor 70 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum SMK/MAK yaitu

tentang uang dan keuangan perusahaan. Silabus yang belum merumuskan materi pokok

sesuai dengan KD tersebut, perumusan materi pokoknya tentang akuntansi. Hal ini dapat

terjadi karena guru hanya men-download silabus dari internet tanpa memperhatikan KD

yang ada dalam Permendikbud Nomor 70 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan

Struktur Kurikulum SMK/MAK.

Aspek perumusan kegiatan pembelajaran masuk dalam kategori siap. Semua

silabus sudah memuat perumusan kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan konsep

Kurikulum 2013, yang meliputi tahap mengamati, menanya, mengeksplorasi, asosiasi,

dan komunikasi. Dalam setiap tahap tersebut juga sudah dijelaskan secara rinci aktivitas

kegiatan pembelajarannnya. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh

Sumiyati (2013: 2) yang menyatakan bahwa pembelajaran Kurikulum 2013 sudah

mengedepankan pengalaman personal melalui pengamatan, menanya, menalar, mencoba,

dan mengkomunikasikannya.

Aspek penilaian masuk dalam kategori sangat siap. Penilaian yang terdapat dalam

silabus meliputi tes, tugas, observasi, dan portofolio. Jenis penilaian tersebut mampu

mengungkap aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Perumusan aspek penilaian

dalam silabus tersebut sudah sesuai dengan prinsip penilaian otentik. Aspek alokasi

Page 97: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Kesiapan Perangkat Pembelajaran… (Eka Ary Wibawa & Badrun Kartowagiran)

P a g e [ 515 ]

waktu masuk dalam kategori siap. Aspek alokasi waktu yang ada dalam silabus sudah

sesuai dengan struktur kurikulum dan cakupan materinya. Alokasi waktu untuk mata

pelajaran pengantar akuntansi adalah 2 jam pelajaran per minggu.

Aspek pemilihan sumber belajar masuk dalam kategori tidak siap. Hal ini

disebabkan karena dalam silabus tersebut tidak menyebutkan secara jelas dan lengkap

sumber belajar yang dipakai, bahkan ada yang tidak menyebutkan sumber belajar sama

sekali. Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar

dan Menengah menjelaskan bahwa sumber belajar dapat berupa buku, media cetak dan

elektronik, alam sekitar atau sumber belajar lain yang relevan. Apabila sumber belajar

berupa buku maka minimal harus menyebutkan judul buku, nama pengarang, tahun

terbit, dan penerbitnya. Sebaiknya guru menuliskan sumber belajar dengan jelas dan

lengkap pada silabus. Hal ini didukung oleh pendapat Majid (2011: 59) yang menyatakan

bahwa sumber belajar diperlukan agar dalam menyusun silabus terhindar dari kesalahan

konsep. Selain itu dengan mencantumkan sumber belajar kita akan terhindar dari

perbuatan menjiplak karya orang lain (plagiat).

Kesiapan RPP

Kesiapan RPP dinilai dari sepuluh aspek yaitu kepemilikan RPP, identitas mata

pelajaran, perumusan indikator, perumusan tujuan pembelajaran, pemilihan materi ajar,

pemilihan sumber belajar, pemilihan media belajar, model pembelajaran, skenario

pembelajaran, dan penilaian. Hasil penelitian tentang kesiapan RPP dapat dilihat pada

Tabel 2.

Tabel 2. Kesiapan RPP

No Aspek Skor Ket

1 Kepemilikan RPP 100,00 Sangat siap2 Identitas mata pelajaran 94,44 Sangat siap3 Perumusan indikator 85,19 Siap4 Perumusan tujuan pembelajaran 85,19 Siap5 Pemilihan materi ajar 81,48 Siap6 Pemilihan sumber belajar 74,07 Cukup siap7 Pemilihan media belajar 44,44 Tidak siap8 Model pembelajaran 88,89 Siap9 Skenario pembelajaran 88,89 Siap

10 Penilaian 74,07 Cukup siapRata-rata 81,67 Siap

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesiapan RPP memiliki rata-rata skor

sebesar 81,67, yang berarti dalam kategori siap. Artinya, RPP pengantar akuntansi SMK

bisnis dan manajemen di DIY siap untuk mengimplementasikan Kurikulum 2013.

Aspek kepemilikan RPP masuk dalam kategori sangat siap. Hal ini dikarenakan

semua sekolah yang menjadi tempat penelitian sudah memiliki RPP pengantar akuntansi

Kurikulum 2013. Berdasarkan hasil wawancara, Sebagian besar RPP tersebut disusun

oleh guru secara bersama-sama atau tim di sekolah, meskipun ada juga guru yang

Page 98: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 516 ] P a g e

menyusunnya sendiri. Sebanyak 67% guru sudah memiliki RPP lengkap selama satu

semester yaitu minimal sebanyak 6 buah RPP.

Aspek identitas mata pelajaran masuk dalam kategori sangat siap. Sebagian besar

guru sudah menuliskan identitas mata pelajaran dengan lengkap meliputi nama satuan

pendidikan, kelas/semester, program keahlian, mata pelajaran, materi pokok, alokasi

waktu, dan jumlah pertemuan. Sebanyak 33% guru belum menyebutkan nama satuan

pendidikan dengan lengkap. Sebaiknya guru menuliskan identitas mata pelajaran dengan

lengkap. Hal ini sejalan dengan Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar

Proses Pendidikan Dasar dan Menengah yang menjelaskan bahwa dalam RPP harus

memuat identitas sekolah yaitu nama satuan pendidikan, mata pelajaran atau tema,

kelas/semester, materi pokok, alokasi waktu (Kemdikbud, 2013b: 6).

Aspek perumusan indikator masuk dalam kategori siap. Penulisan indikator harus

sesuai dengan KI, KD, dan menggunakan kata kerja operasional. Semua guru sudah

menuliskan indikator pencapaian kompetensi dengan menggunakan kata kerja

operasional. Sebanyak 33% guru sudah menuliskan indikator lengkap sesuai dengan KI

dan KD, namun sisanya belum menuliskannya dengan lengkap. Sebanyak 67% guru

hanya menuliskan indikator yang berkaitan dengan KI-3 dan KI-4.

Aspek perumusan tujuan pembelajaran masuk dalam kategori siap. Semua guru

sudah merumuskan tujuan pembelajaran sesuai dengan indikator atau tujuan

pembelajaran yang ingin dicapai. Seperti halnya dalam merumuskan indikator, sebanyak

33% guru sudah merumuskan tujuan pembelajaran lengkap sesuai dengan KI dan KD,

namun ada juga yang belum lengkap. Sebanyak 67% guru hanya merumuskan tujuan

pembelajaran yang berkaitan dengan KI-3 dan KI-4.

Aspek pemilihan materi ajar masuk dalam kategori siap. Semua guru sudah

memilih materi ajar yang sesuai dengan tujuan pembelajaran. Sebanyak 33% guru sudah

menyertakan materi pembelajaran di dalam RPP dan sisanya hanya menyebutkan garis

besar materi pembelajarannya saja. Materi pembelajaran yang direncanakan di dalam

RPP sudah sesuai dengan alokasi waktu yang tersedia.

Aspek pemilihan sumber belajar masuk dalam kategori cukup siap. Sebagian besar

guru sudah menuliskan sumber belajar yang sesuai dengan materi pembelajaran dan

karakteristik peserta didik. Sumber belajar yang digunakan berupa buku, majalah, dan

materi hasil download dari internet. Sebanyak 83% guru sudah menuliskan sumber

belajar dengan lengkap meliputi judul buku, pengarang, tahun terbit, dan penerbit,

namun ada yang belum lengkap yaitu sebanyak 17%. Sumber belajar yang digunakan

guru belum sesuai dengan Kurikulum 2013, bahkan masih ada guru yang masih

menggunakan sumber belajar yang didesain untuk Kurikulum 2004.

Aspek pemilihan media belajar masuk dalam kategori tidak siap. Permendikbud

Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah

menjelaskan bahwa media pembelajaran berupa alat bantu proses pembelajaran untuk

menyampaikan materi pelajaran. Guru harus memilih dan merencanakan media

pembelajaran yang akan digunakan dalam pembelajaran pengantar akuntansi.

Page 99: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Kesiapan Perangkat Pembelajaran… (Eka Ary Wibawa & Badrun Kartowagiran)

P a g e [ 517 ]

Sebagaimana pendapat yang dikemukakan oleh Mulyasa (2013: 100) yang menyatakan

bahwa guru harus mampu melakukan pemilihan dan penggunaan media pembelajaran.

Lebih lanjut lagi, Sanjaya (2013: 23) menyatakan bahwa guru dituntut untuk mampu

mengorganisasikan berbagai jenis media pembelajaran dan perkembangan teknologi

informasi memungkinkan setiap guru untuk menggunakan berbagai pilihan media yang

dianggap cocok.

Aspek model pembelajaran masuk dalam kategori siap. Sebanyak 83% guru sudah

merencanakan penggunaan model pembelajaran yang sesuai dengan tujuan

pembelajaran dan pendekatan scientific. Model pembelajaran tersebut seperti model

discovery learning dan model problem based learning. Hal ini sesuai dengan

Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 yang menjelaskan bahwa untuk memperkuat

pendekatan ilmiah (scientific) perlu diterapkan pembelajaran berbasis penyingkapan

(discovery learning) dan untuk mendorong kemampuan peserta didik untuk

menghasilkan karya kontekstual sangat disarankan menggunakan pembelajaran berbasis

pemecahan masalah (problem based learning).

Aspek skenario pembelajaran masuk dalam kategori siap. Semua RPP sudah

menampilkan kegiatan pendahuluan, inti, dan penutup dengan jelas. Kegiatan inti

pembelajaran sudah sesuai dengan pendekatan scientific yang meliputi kegiatan

mengamati, menanya, mengeksplorasi, mengasosiasikan, dan mengkomunikasikan.

Alokasi waktu dalam skenario pembelajaran juga sudah sesuai dengan cakupan materi

pembelajaran.

Aspek penilaian masuk dalam kategori cukup siap. Sebanyak 83% guru sudah

menyebutkan rencana penilaian yang akan digunakan dengan lengkap, namun sebanyak

17% guru belum menuliskannya dengan lengkap. Teknik penilaian yang digunakan

antara lain pengamatan, tes lisan, tes tertulis, dan tugas. Sebagian guru sudah menuliskan

teknik penilaian beserta instrumen penilaiannya, namun ada juga yang belum

menyertakan instrumen penilaiannya.

Kesiapan Rancangan Penilaian

Kesiapan rancangan penilaian dinilai dari delapan aspek yaitu adanya rancangan

penilaian dalam RPP, kesesuaian dengan KI, kesesuaian dengan KD, kesesuaian dengan

indikator, menggunakan penilaian otentik, kesesuaian dengan pendekatan scientific,

kesesuaian dengan materi pembelajaran, dan kesesuaian waktu. Hasil penelitian tentang

kesiapan rancangan penilaian dapat dilihat pada Tabel 3.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesiapan rancangan penilaian memiliki rata-

rata skor sebesar 64,58, yang berarti dalam kategori kurang siap. Artinya, rancangan

penilaian pengantar akuntansi SMK bisnis dan manajemen di DIY kurang siap untuk

mengimplementasikan Kurikulum 2013.

Aspek adanya rancangan penilaian dalam RPP masuk dalam kategori sangat siap.

Hal ini dikarenakan semua guru sudah menuliskan rancangan penilaian dalam RPP

mereka. Hasil penelitian Hamid, Hassan, & Ismail (20012: 85) menunjukkan bahwa

Page 100: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 518 ] P a g e

kemampuan guru dalam melakukan penilaian dan evaluasi merupakan indikator yang

valid untuk menilai kinerja guru. Dengan demikian guru harus mampu merancang

penilaian sesuai dengan tuntutan kurikulum yang berlaku agar mampu menilai proses

dan hasil pembelajaran secara komprehensif.

Tabel 3. Kesiapan Rancangan Penilaian

No Aspek Skor Ket

1 Adanya rancangan penilaian dalam RPP 100,00 Sangat siap2 Kesesuaian dengan KI 81,48 Siap3 Kesesuaian dengan KD 62,96 Kurang siap4 Kesesuaian dengan indikator 42,59 Tidak siap5 Menggunakan penilaian otentik 75,93 Cukup siap6 Kesesuaian dengan pendekatan scientific 50,00 Tidak siap7 Kesesuaian dengan materi pembelajaran 55,56 Tidak siap8 Kesesuaian waktu 48,15 Tidak siap

Rata-rata 64,58 Kurang siap

Aspek kesesuaian dengan KI masuk dalam kategori siap. Para guru sudah

merencanakan penilaian yang menilai empat ranah KI, yaitu kompetensi sikap spiritual,

sikap sosial, pengetahuan, dan keterampilan. Sebanyak 83% rancangan penilaian sudah

lengkap menilai keempat ranah KI tersebut dan sisanya sebanyak 17% belum lengkap

keempat ranah KI tersebut. Kompetensi sikap spiritual dan sikap sosial dinilai dengan

menggunakan lembar pengamatan, lembar penilaian sikap, lembar penilaian sikap jujur,

dan lembar penilaian sikap toleransi. Kompetensi pengetahuan dinilai dengan

menggunakan tes dan kompetensi keterampilan dinilai dengan lembar pengamatan

diskusi dan tugas.

Aspek kesesuaian dengan KD masuk dalam kategori kurang siap. Sebanyak 83%

guru sudah menuliskan rancangan penilaian yang sesuai dengan KD dan sisanya belum

menuliskan rancangan penilaian yang sesuai dengan KD. Sebanyak 50% rancangan

penilaian belum menilai KD kelompok kompetensi pengetahuan yang sudah dituliskan di

dalam RPP. Setelah dianalisis lebih lanjut, ada RPP yang menuliskan KD kelompok

kompetensi pengetahuan namun dalam rancangan penilaiannya belum menyertakan soal

atau instrumen penilaiannya.

Aspek kesesuaian dengan indikator masuk dalam kategori tidak siap. Sebanyak

33% guru sudah menuliskan indikator dengan lengkap dan menuliskan soal yang sesuai

dengan indikator tersebut, namun sebanyak 50% guru menuliskan rancangan penilaian

tetapi tidak sesuai indikator. Setelah dianalisis lebih lanjut, ada rancangan penilaiannya

tetapi tidak ada indikatornya. Selain itu, ada guru yang menuliskan indikatornya tetapi di

dalam rancangan penilaian tidak menyertakan teknik dan instrumen penilaiannya.

Aspek menggunakan penilaian otentik masuk dalam kategori cukup siap. Para

guru merencanakan penilaiannya dengan menggunakan teknik penilaian otentik seperti

tes lisan, tes tertulis, tugas, penilaian keterampilan, penilaian diskusi, dan penilaian sikap.

Page 101: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Kesiapan Perangkat Pembelajaran… (Eka Ary Wibawa & Badrun Kartowagiran)

P a g e [ 519 ]

Teknik penilaian otentik tersebut dapat mengukur kompetensi sikap spiritual, sikap

sosial, pengetahuan, dan keterampilan.

Aspek kesesuaian dengan pendekatan scientific masuk dalam kategori tidak siap.

Pendekatan scientific berkaitan erat dengan proses pembelajaran sehingga

membutuhkan instrumen penilaian seperti lembar pengamatan untuk mengamati siswa

ketika proses pembelajaran sedang berlangsung. Guru sudah menuliskan teknik penilaian

dengan menggunakan pengamatan, namun sebanyak 50% guru belum menyertakan

instrumen lembar pengamatannya.

Aspek kesesuaian dengan materi pembelajaran masuk dalam kategori tidak siap.

Setelah dianalisis lebih lanjut, sebanyak 33% guru sudah menyertakan materi

pembelajaran dan menuliskan rancangan penilaian sesuai dengan materi pembelajaran

tersebut. Sebanyak 17% guru belum menyertakan materi pembelajaran dengan lengkap

tetapi ada soalnya di rancangan penilaian. Sebanyak 50% guru belum menyertakan

materi pembelajaran dan juga instrumen penilaiannya. Aspek kesesuaian waktu masuk

dalam kategori tidak siap. Setelah dianalisis lebih lanjut, ada beberapa soal-soal yang

pengerjaannya membutuhkan banyak waktu sehingga tidak mungkin selesai dalam satu

pertemuan.

Kesiapan Buku Guru

Hasil penelitian menunjukkan bahwa buku guru mata pelajaran pengantar

akuntansi belum siap untuk mengimplementasikan Kurikulum 2013 karena sekolah

belum memperoleh kiriman buku guru dari pemerintah. Hal ini tentu saja akan

menghambat proses implementasi Kurikulum 2013. Sebagaimana diungkapkan oleh

Suyanto (2013: 2) yang menyatakan bahwa apabila buku-buku itu datang tidak tepat

waktu, maka para guru akan panik dan tidak percaya diri dalam mengimplementasikan

Kurikulum 2013.

Selama ini proses pembelajaran pengantar akuntansi menggunakan buku paket

yang biasa digunakan guru pada semester atau kurikulum sebelumnya. Ada tiga buku

paket yang digunakan oleh guru dalam pembelajaran pengantar akuntansi. Nama

pengarang, tahun terbit, dan nama penerbit ketiga buku tersebut ada pada peneliti untuk

menjaga kerahasiaannya.

Dalam penelitian ini, ketiga buku tersebut tetap dianalisis untuk menilai kualitas

buku tersebut. Analisis dilakukan oleh tiga orang penilai (rater). Analisis buku dilakukan

dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Aspek penilaian analisis buku tersebut

yaitu kesesuaian materi pembelajaran dengan KI dan KD pengantar akuntansi Kurikulum

2013, cakupan materi, kedalaman pembahasan materi, kontekstual, kualitas tulisan dan

gambar, serta keberadaan soal latihan dan pembahasan/kunci jawaban.

Hasil analisis menunjukkan bahwa materi pembelajaran yang terdapat dalam

buku tidak sesuai dengan KI dan KD Kurikulum 2013 karena bukunya memang tidak

didesain untuk itu. Sebagian besar buku masih mengacu pada kurikulum KTSP, bahkan

Page 102: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 520 ] P a g e

ada yang masih berdasarkan kurikulum 2004. Hal ini tentu akan berdampak langsung

pada materi pembelajaran yang diberikan kepada peserta didik.

Cakupan materi pembelajaran yang ada dalam buku tersebut cukup luas dan

memadai, terutama terkait materi akuntansi perusahaan jasa dan perusahaan dagang.

Ada buku yang menjelaskan sampai pada materi akuntansi perusahaan manufaktur dan

analisis laporan keuangan. Kedalaman pembahasan materinya cukup dalam dan cukup

detail, ada satu buku yang sudah disesuaikan dengan IFRS (standar akuntansi yang

berlaku internasional).

Materi pembelajaran dan contoh-contoh yang diberikan kontekstual dengan

kehidupan sehari-hari, selain itu contoh-contohnya juga kekinian (up to date). Kualitas

tulisan dan gambar cukup bagus dan jelas, hanya saja masih ada yang hitam putih,

apabila berwarna akan lebih menarik. Semua buku sudah ada soal latihannya, namun

belum ada pembahasan ataupun kunci jawabannya. Pada dasarnya buku-buku tersebut

sudah layak untuk dijadikan referensi dalam pembelajaran pengantar akuntansi, hanya

saja belum sesuai dengan Kurikulum 2013.

Kesiapan Buku Siswa

Hasil penelitian menunjukkan bahwa buku siswa mata pelajaran pengantar

akuntansi belum siap untuk mengimplementasikan Kurikulum 2013. Hal ini dikarenakan

sekolah belum memperoleh kiriman buku siswa dari pemerintah. Proses pembelajaran

pengantar akuntansi selama ini hanya menggunakan buku paket yang dipakai guru dan

ditambah materi dari internet.

Hasil penelitian ini sejalan dengan artikel yang ditulis oleh Sulianita (2014: 4)

yang menjelaskan bahwa implementasi Kurikulum 2013 untuk mata pelajaran kelompok

paket keahlian masih banyak keluhan dari guru karena mereka belum mendapatkan

buku guru, buku siswa, dan juga ada yang belum mendapatkan pendidikan dan pelatihan.

Hasil penelitian ini juga didukung dengan berita yang ditulis oleh Amirullah yang

menyatakan bahwa penerapan Kurikulum 2013 membuat guru dan siswa bingung

karena buku-buku pelajaran yang akan digunakan belum didistribusikan ke sekolah

(Amirullah, 14 Agustus 2014).

Idealnya para siswa sudah memperoleh buku siswa Kurikulum 2013. Mendikbud

Mohammad Nuh menegaskan bahwa perkembangan buku Kurikulum 2013 sudah selesai

untuk sampai ke sekolah masing-masing (Harahap, 5 Agustus 2014). Masih adanya

sekolah yang belum menerima buku disebabkan karena belum semua perusahaan

pemenang tender selesai mencetak buku tersebut dan tidak semua perusahaan memiliki

modal yang cukup untuk mencetak sesuai kontrak buku yang dimenangkan (Alfiyah, 13

Agustus 2014).

Persepsi Siswa tentang Kesiapan Perangkat Pembelajaran Pengantar Akuntansi

Data persepsi siswa tentang kesiapan perangkat pembelajaran pengantar

akuntansi memiliki skor tertinggi sebesar 36, skor terendah sebesar 17, mean sebesar

Page 103: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Kesiapan Perangkat Pembelajaran… (Eka Ary Wibawa & Badrun Kartowagiran)

P a g e [ 521 ]

27,45, median sebesar 27,00, modusnya adalah 27, dan standar deviasi sebesar 3,65.

Kategorisasi persepsi siswa tentang kesiapan perangkat pembelajaran pengantar

akuntansi dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Diagram Batang Persepsi Siswa tentang Kesiapan Perangkat PembelajaranPengantar Akuntansi

Persepsi siswa tentang kesiapan perangkat pembelajaran pengantar akuntansi

pada kategori sangat positif frekuensinya 20 (12,05%), kategori positif frekuensinya 57

(34,34%), kategori negatif frekuensinya 68 (40,96%), dan kategori sangat negatif

frekuensinya 21 (12,65%). Data tersebut menunjukkan bahwa kecenderungan persepsi

siswa tentang kesiapan perangkat pembelajaran pengantar akuntansi berpusat pada

kategori negatif. Persepsi siswa yang cenderung negatif tersebut selaras dengan kesiapan

perangkat pembelajaran pengantar akuntansi yang belum sepenuhnya siap untuk

mengimplementasikan Kurikulum 2013.

Sugihartono, et.al. (2007: 8) menjelaskan bahwa persepsi yang ada pada diri

seseorang akan mempengaruhi bagaimana perilaku orang tersebut. Persepsi yang positif

akan menghasilkan hal yang positif, begitu juga sebaliknya. Apabila siswa memiliki

persepsi yang positif tentang kesiapan perangkat pembelajaran pengantar akuntansi,

maka siswa tersebut akan lebih siap dalam mengikuti pembelajaran pengantar akuntansi.

Analisis lebih lanjut untuk mengetahui adanya perbedaan persepsi siswa tentang

kesiapan perangkat pembelajaran pengantar akuntansi dilakukan dengan menggunakan

analisis multivariat. Rangkuman hasil analisis multivariat dapat dilihat pada Tabel 5.

Berdasarkan Tabel 5, dapat diketahui bahwa nilai uji F Wilks’ Lamda sebesar 4,951

dengan sig. = 0,000, sehingga Ho ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

Page 104: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 522 ] P a g e

terdapat perbedaan yang signifikan persepsi siswa tentang kesiapan perangkat

pembelajaran akuntansi antara siswa SMK Negeri 1 Bantul, SMK Negeri 1 Pengasih, dan

SMK Negeri 1 Wonosari.

Tabel 5. Rangkuman Hasil Analisis Uji Beda dengan Analisis Multivariat

Effect Uji F Sig.

Xa Wilks' Lambda 4.951a .000

Hasil penelitian ini memperkuat teori yang dikemukakan Slameto (2010: 103-

105) yang menyatakan bahwa persepsi seseorang atau kelompok dapat jauh berbeda

dengan persepsi orang atau kelompok lain sekalipun situasinya sama. Senada dengan hal

tersebut, Elfiky (2014: 132) menyatakan bahwa setiap orang memiliki persepsi yang

berbeda-beda tentang kenyataan hidup yang mereka jalani.

Hasil analisis post hoc menunjukkan bahwa aspek yang memberikan perbedaan

signifikan yaitu persepsi siswa tentang kesiapan RPP dan persepsi siswa tentang

kesiapan rancangan penilaian. Sementara itu tidak ada perbedaan signifikan persepsi

siswa tentang kesiapan silabus antara siswa SMK Negeri 1 Bantul, SMK Negeri 1

Pengasih, dan SMK Negeri 1 Wonosari.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh secara keseluruhan, maka dapat

ditarik kesimpulan sebagai berikut: (1) silabus pengantar akuntansi SMK bisnis dan

manajemen di DIY cukup siap untuk mengimplementasikan Kurikulum 2013, (2) RPP

siap untuk mengimplementasikan Kurikulum 2013, (3) rancangan penilaian kurang siap

untuk mengimplementasikan Kurikulum 2013, (4) buku guru belum siap untuk

mengimplementasikan Kurikulum 2013, (5) buku siswa belum siap untuk

mengimplementasikan Kurikulum 2013, (6) persepsi siswa mengindikasikan bahwa

perangkat pembelajaran pengantar akuntansi belum siap untuk mengimplementasikan

Kurikulum 2013, (7) terdapat perbedaan persepsi siswa tentang kesiapan perangkat

pembelajaran pengantar akuntansi antara siswa SMK Negeri 1 Bantul, SMK Negeri 1

Pengasih, dan SMK Negeri 1 Wonosari, dan (8) perangkat pembelajaran pengantar

akuntansi SMK bisnis dan manajemen di DIY belum siap untuk mengimplementasikan

Kurikulum 2013.

DAFTAR PUSTAKA

Alfiyah, N. (2014, Agustus 13). Alasan buku Kurikulum 2013 terlambat dicetak. Tempo, p.1. Diambil pada tanggal 14 Agustus 2014 darihttp://www.tempo.co/read/news/2014/ 08/13/079599273/Alasan-Buku-Kurikulum-2013-Terlambat-dicetak.

Amirullah. (2014, Agustus 14). Kurikulum 2013 murid belum terima buku pelajaran.Tempo, p. 1. Diambil pada tanggal 14 Agustus 2014 dari

Page 105: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Kesiapan Perangkat Pembelajaran… (Eka Ary Wibawa & Badrun Kartowagiran)

P a g e [ 523 ]

http://www.tempo.co/read/news/2014/ 08/14/083599455/Kurikulum-2013-Murid-Belum-Terima-Buku-Pelajaran.

Elfiky, I. (2014). Terapi berpikir positif. (Terjemahan Khalifurrahman Fath & M. TaufikDimas). Jakarta: Zaman. (Buku asli diterbitkan tahun 2008).

Hamid, S.R.A, Hassan, S.S.S., & Ismail, N.A.H. (2012). Teaching quality and performanceamong experienced teachers in Malaysia. Australian Journal of Teacher Education,Volume 37, Issue 11, November 2012, 85-103.

Harahap, R.F. (2014, Agustus 5). Buku Kurikulum 2013 ditargetkan tiba di sekolah 15agustus. Okezone, p. 1. Diambil pada tanggal 14 Agustus 2014 darihttp://kampus. okezone.com/read/2014/08/05/560/1020396/buku-kurikulum-2013-ditargetkan-tiba-di-sekolah-15-agustus.

Isniati, S. (2014, Januari 7). Resolusi bidang pendidikan tahun 2014. Kedaulatan Rakyat,p. 12.

Kemdikbud. (2013a). Rasional Kurikulum 2013. Jakarta: Kemdikbud.

Kemdikbud. (2013b). Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor65 Tahun 2013, tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah.

Kemdikbud. (2013c). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 70 Tahun2013, tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum SMK/MAK.

Kemdiknas. (2009). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 28 Tahun 2009,tentang Standar Kompetensi Kejuruan Sekolah Menengah Kejuruan(SMK)/Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK).

Majid, A. (2011). Perencanaan pembelajaran: Mengembangkan standar kompetensi guru.Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Mulyasa, E. (2013). Pengembangan dan implementasi Kurikulum 2013. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya.

Richardson, R.C., et.al. (2009). Character education: Lessons for teaching social andemotional competence. Children & Schools, Number 2, April 2009, 71-78.

Sanjaya, W. (2013). Strategi pembelajaran berorientasi pada proses pendidikan. Jakarta:Kencana.

Slameto. (2010). Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta: PT RinekaCipta.

Sugihartono, et.al. (2007). Psikologi pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.

Sulianita, L. (2014, Februari). Dikeluhkan!! Implementasi Kurikulum 2013 di SMK.Kompasiana. Diambil pada tanggal 14 Agustus 2014 darihttp://edukasi.kompasiana.com/2014/02/11/di-keluhkan-implementasi-kurikulum-2013-di-smk-634286.html.

Sumiyati. (2013, November). Implementasi Kurikulum 2013 menuju indonesia maju.Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Sains, yangdiselenggarakan oleh Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret padatanggal 9 November 2013 di Surakarta.

Page 106: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 524 ] P a g e

Suyanto. (2013). Katup pengaman Kurikulum 2013. Artikel dalam rubrik tokoh di webUNY. Diambil pada tanggal 20 November 2014 darihttp://www.uny.ac.id/rubrik-tokoh/prof-suyanto-phd.html-0.

Widdiharto, R. (2014, Januari 7). Belajar dari implementasi Kurikulum 2013. KedaulatanRakyat, p. 10.

Page 107: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Upaya Meningkatkan Mutu… (Kirwani, Albrian Fiky Prakoso & Riza Yonisa Kurniawan)

P a g e [ 525 ]

UPAYA MENINGKATKAN MUTU PROSES PEMBELAJARAN

PRODI PENDIDIKAN EKONOMI PADA MATA KULIAH STATISTIKA

Kirwani, Albrian Fiky Prakoso & Riza Yonisa KurniawanUniversitas Negeri Surabaya

[email protected]

AbstrakArtikel hasil kajian pemikiran ini bertujuan untuk meningkatkan mutu prosespembelajaran prodi pendidikan ekonomi pada mata kuliah statistika.Permasalahan yang terjadi yaitu mahasiswa mengalami kesulitan dalammengolah data primer. Indikator yang menunjukkan mutu proses pembelajaranpada mata kuliah statistika yaitu mahasiswa mampu menyusun instrumen padasatu maupun dua variabel bebas serta menguji validitas dan reliabilitasinstrumen. Hasil pembahasan menunjukkan perlunya perbaikan yang dilakukanyaitu mulai dari perbaikan silabus hingga penerapannya di kelas. Adanyapenambahan materi tentang membuat angket, cara mengolah data angket danmemasukkannya ke dalam excel dengan metode simulasi sehingga mahasiswapaham tentang analisis data primer. Dengan demikian akan memudahkanmahasiswa dalam mengerjakan skripsi.

Kata kunci: Mutu Proses Pembelajaran, Statistika

PENDAHULUAN

Mata kuliah statistika merupakan salah satu mata kuliah prasyarat sebelum

mahasiswa mengerjakan skripsi. Jika mahasiswa belum lulus mata kuliah ini, maka

mahasiswa tidak diperbolehkan memprogram skripsi dan sifatnya wajib lulus tentunya.

Selain menjadi mata kuliah prasyarat memprogram skripsi, di sisi lain mata kuliah ini

menjadi momok bagi mahasiswa. Dari hasil wawancara yang dilakukan, sebagian

responden yaitu mahasiswa yang sedang memprogram skripsi, sebesar +80% mereka

mengaku terpacu pada penelitian yang berasal dari data sekunder. Sedangkan mereka

yang mendapati judul penelitian yang menggunakan data primer mengaku kurang

pengetahuan tentang pembuatan angket serta tabulasi data angket ke dalam excel.

Sebagian besar mahasiswa yang mendapati skripsinya menggunakan data

sekunder, mereka memilih untuk belajar membuat angket dan tabulasi data melalui

internet, dan juga membaca penelitian terdahulu. Hal tersebut terjadi karena pada saat

mereka memprogram mata kuliah statistika mereka tidak mendapatkan materi tentang

pengolahan data primer.

Sebelum mahasiswa mengolah data primer, mahasiswa tentunya juga harus

memahami bagaimana cara membuat angket. Dalam membuat angket, mahasiswa harus

benar-benar paham tentang variabel yang mereka teliti, sub variabel jika ada serta

indikator pada masing-masing variabel atau sub variabel. Setelah mereka paham

bagaimana caranya menyusun angket, maka dilanjutkan dengan melakukan uji coba

instrumen yang bertujuan untuk mengetahui Validitas dan Reliabilitas instrumen. Uji ini

dilakukan karena merupakan syarat dari instrumen sebelum digunakan dalam penelitian.

Page 108: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 526 ] P a g e

Jika instrumen sudah diuji validitas dan reliabilitas dan memenuhi persyaratan ujinya

maka baru instrumen dapat digunakan untuk mengambil data primer.

Dari beberapa fenomena di atas maka saran yang dapat diberikan yaitu

mahasiswa harusnya juga mendapatkan materi tentang bagaimana cara membuat angket,

cara pengolahannya, serta uji validitas dan reliabilitas instrumen. Penyampaian materi

tersebut harusnya dilakukan melalui metode simulasi agar mahasiswa benar-benar

mengalaminya.

“Model simulasi pada dasarnya adalah salah satu dari sekian strategi

pembelajaran yang bertujuan memberikan pengalaman belajar yang lebih nyata melalui

penciptaan tiruan atau imitasi bentuk pengalaman yang mendekati suasana sebenarnya

serta terjadi dalam suasana yang tanpa risiko”. (Rusman, 2011). Penerapan metode

simulasi akan mencapai tujuan yang maksimal jika menerapkan prinsip-prinsip berikut:

1.) Simulasi tersebut dilakukan oleh kelompok mahasiswa, pada tiap kelompok

mendapatkan giliran untuk melakukan simulasi yang sama atau dapat juga berbeda; 2.)

Semua mahasiswa harus terlibat secara langsung sesuai dengan peran masing-masing; 3.)

Penentuan tema disesuaikan dengan level kemampuan kelas, dibicarakan oleh

mahasiswa dan dosen; 4.) Petunjuk harus simulasi diberikan terlebih dahulu sebelum

dilaksanakan; 5.) Dalam proses simulasi hendaknya diilustrasikan situasi atau kondisi

yang lengkap; 6.) Hendaknya terintegrasi dengan beberapa ilmu (Hasibuan, 2010).

Sedangkan beberapa tujuan simulasi adalah sebagai berikut: 1.) Untuk

meningkatkan kegiatan belajar mahasiswa dengan melibatkan mahasiswa dalam

mempelajari kondisi yang hampir sama dengan kejadian yang sebenarnya terjadi; 2.)

Untuk melatih mahasiswa agar dapat menguasai keterampilan tertentu, baik yang

bersifat professional maupun yang penting di kehidupan nyata; 3.) sebagai bahan latihan

untuk memecahkan masalah; 4.) Untuk memberikan suatu rangsangan belajar bagi

mahasiswa; 5.) Untuk memahami berbagai tingkah laku manusia dan kondisi masyarakat

di lingkungan sekitar; 6.) Untuk melatih serta membantu mahasiswa dalam memimpin,

bergaul maupun memahami hubungan antar sesama manusia, bekerja sama secara

kelompok, menghargai dan memahami perasaan dan juga argumen orang lain, dan

meningkatkan kreativitas mahasiswa (Ahmadi, 2005).

Simulasi pada mata kuliah statistika ini harus dilakukan. Hal ini disebabkan

karena jika tidak maka mahasiswa akan mengalami kesulitan dalam mengerjakan skripsi

dan ditakutkan mahasiswa mengalami kelulusan yang tidak tepat waktu.

Pendapat ini didukung oleh teori dari Johnson (2006) yang mengatakan bahwa

waktu mahasiswa hanya dihabiskan untuk mengerjakan tugas, mendengarkan dosen, dan

menyelesaikan soal-soal latihan yang membosankan, dengan dalih mengikuti ujian yang

bisa mengukur pemahaman mahasiswa, mereka hanya mengikuti ujian yang mengukur

kemampuan menghafalkan materi atau fakta-fakta. Kalau otak hanya belajar, mengutip,

dan berlatih, sistem kebut semalam (SKS) sebelum ujian, maka dalam waktu 14 hingga 18

jam, otak akan lupa sebagian besar informasi tersebut, terkecuali kalau informasi itu

mengandung makna.

Page 109: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Upaya Meningkatkan Mutu… (Kirwani, Albrian Fiky Prakoso & Riza Yonisa Kurniawan)

P a g e [ 527 ]

Dengan adanya penambahan materi tentang membuat angket, cara mengolah data

angket dan memasukkannya ke dalam excel dengan metode simulasi, maka diharapkan

mahasiswa benar-benar paham tentang analisis data primer. Sehingga akan membantu

mahasiswa dalam mengerjakan skripsi dan mainset mereka yang semula berfikiran

tentang skripsi itu susah maka dengan sendirinya akan berubah menjadi skripsi itu

menyenangkan dan mudah tentunya.

PEMBAHASAN

Untuk melakukan peningkatan mutu proses pembelajaran pada mata kuliah

statistika, maka indikator peningkatan mutu proses pembelajaran statistika yaitu

mahasiswa mampu menyusun instrumen pada satu maupun dua variabel bebas serta

menguji validitas dan reliabilitas Instrumen yang digunakan untuk mengambil data

primer haruslah tercapai. Sehingga yang harus dilakukan pertama kali adalah menambah

kompetensi dasar pada silabus mata kuliah statistika. Titik penambahan kompetensi

dasar terdapat pada sebelum kompetensi dasar persamaan regresi linear yang

ditunjukkan pada tabel berikut:

Tabel 1. Bagian Silabus Mata Kuliah Statistika

No Kompetensi DasarMateri Pokok danSub Materi Pokok

PengalamanBelajar

IndikatorPencapaian

5. 5.1 MenyusunpersamaanRegresi LinearSatu Prediktor

5.2 MenyusunpersamaanRegresi LinearDua Prediktor

5.3 MenyusunpersamaanRegresi LinearTiga Prediktor

5. Teknik RegresiLinear

5.1 Regresi LinearSatu Prediktor

5.2 Regresi LinearDua Prediktor

5.3 Regresi LinearTiga Prediktor

Mendiskusikan :1. Regresi Linear

Satu Prediktor2. Regresi Linear

Dua Prediktor3. Regresi Linear

Tiga Prediktor

Dapat menyusunpersamaan :1. Regresi Linear

satu Prediktor2. Regresi Linear

dua Prediktor3. Regresi Linear

Tiga Prediktor

Pada silabus di atas diketahui bahwa sebelum melakukan analisis regresi, tidak

terdapat cara menyusun instrumen. Hal ini terjadi karena pada silabus ini terfokus pada

analisis data sekunder. Sehingga yang terjadi adalah mahasiswa langsung diajarkan

menganalisis regresi linear.

Setelah ditelaah dari fenomena yang terjadi yaitu mahasiswa hanya memahami

cara pengolahan data sekunder dan belum memahami pengolahan data primer maka

perlu diberikan penambahan kompetensi dasar tentang penyusunan instrumen.

Penyusunan instrumen yang diajarkan mulanya satu variabel dan dilanjutkan dengan dua

Page 110: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 528 ] P a g e

variabel dan diakhiri dengan uji validitas dan reliabilitas instrumen seperti yang

dijelaskan pada tabel berikut:

Tabel 2. Penambahan Kompetensi Dasar

No Kompetensi DasarMateri Pokok danSub Materi Pokok

PengalamanBelajar

IndikatorPencapaian

4. 4.1 MenyusunInstrumen padasatu variabelbebas, subvariabel danindikatornya

4.2 MenyusunInstrumen padadua variabelbebas, subvariabel danindikatornya

4.3 Menguji Validitasdan ReliabilitasInstrumen

4. Instrumenpenelitian

4.1 InstrumenPenelitian satuvariabel bebas

4.2 InstrumenPenelitian duavariabel bebas

4.3 Uji Validitas danReliabilitas

Mendiskusikan :1. Instrumen

Penelitian satuvariabel bebas

2 InstrumenPenelitian duavariabel bebas

3 Uji Validitas danReliabilitas

Dapat :1. Menyusun

instrumen padasatu variabelbebas, subvariabel danindikatornya

2. MenyusunInstrumen padadua variabelbebas, subvariabel danindikatornya

3. Menguji Validitasdan ReliabilitasInstrumen yangdigunakan untukmendapatkandata primer

Dari perbaikan isi silabus di atas yaitu penambahan kompetensi dasar tentang

penyusunan instrumen penelitian, maka terdapat urutan kegiatan yang jelas mulai

persiapan pembuatan instrumen hingga analisis hasil data. Jika sudah terdapat

penambahan tersebut maka metode simulasi sudah siap dilakukan pada proses

pembelajaran.

Pada pertemuan pertama, mahasiswa bisa diberikan beberapa teori mengenai

variabel penelitian. Karena masih awal dan menyesuaikan dengan urutan kompetensi

dasar, maka mahasiswa diberi contoh satu variabel. Variabel yang dibahas di dalam

perkuliahan merupakan variabel yang berhubungan dengan penelitian pendidikan.

Contoh variabel sederhana yang diberikan dalam bidang pendidikan yaitu

motivasi sebagai variabel bebas, dan hasil belajar sebagai variabel terikat. Misalkan pada

variabel motivasi terdapat sub variabel yaitu Motivasi Intrinsik dan Motivasi Ekstrinsik.

Dari kedua sub variabel tersebut terdapat indikatornya masing-masing. Dari setiap

indikator tersebut dibuatlah instrumen pertanyaan atau pernyataan yang biasa disebut

dengan angket.

Angket yang telah dibuat dapat diisi sesuai dengan skala likert 5 pilihan jawaban

yang terdiri dari Sangat Setuju (5), setuju (4), Cukup Setuju (3), Tidak Setuju (2), dan

Sangat tidak Setuju (1). Sedangkan apabila skala likert terdiri atas 4 pilihan jawaban

Page 111: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Upaya Meningkatkan Mutu… (Kirwani, Albrian Fiky Prakoso & Riza Yonisa Kurniawan)

P a g e [ 529 ]

maka pilihan ketiga yaitu cukup setuju dihilangkan yaitu menjadi Sangat Setuju (4),

setuju (3), Tidak Setuju (2), dan Sangat tidak Setuju (1).

Tetapi adakalanya angket merupakan suatu pertanyaan atau pernyataan bersifat

negatif. Jika sifatnya negatif maka harus menyesuaikan nilai skala likertnya yaitu untuk 5

pilihan jawaban maka akan didapati nilai Sangat Setuju (1), setuju (2), Cukup Setuju (3),

Tidak Setuju (4), dan Sangat tidak Setuju (5). Sedangkan apabila skala likert terdiri atas 4

pilihan jawaban maka pilihan ketiga yaitu cukup setuju dihilangkan yaitu menjadi Sangat

Setuju (1), setuju (2), Tidak Setuju (3), dan Sangat tidak Setuju (4).

Setelah angket tersusun dari indikator yang ada pada setiap sub variabel, maka

angket dapat diujicobakan kepada teman sejawat. Teman sejawat dalam hal ini adalah

teman mahasiswa yang ada dalam satu kelas. Setelah didapatkan angket yang telah terisi

maka langkah selanjutnya adalah merekapitulasi hasil isian angket ke dalam excel.

Setelah mengetahui bagaimana karakteristik yang ada pada variabel dan

merekapitulasi data angket ke dalam angket, maka langkah berikutnya dapat dilakukan

pada pertemuan berikutnya. Namun perlu diketahui, pada akhir pertemuan pertama

mahasiswa terlebih dahulu diberikan tugas untuk mencari satu variabel yang akan dibuat

simulasi. Variabel tersebut harus berhubungan dengan penelitian pendidikan dan

tentunya masing-masing mahasiswa diwajibkan membawa laptop yang telah terinstal

software untuk menganalisis data. Dalam hal ini software yang digunakan adalah SPSS,

karena software ini terdapat fasilitas untuk menguji validitas dan reliabilitas instrumen.

Jika dirasa perlu diadakan tutorial untuk instalasi maka bisa dilakukan instalasi software

secara bersama-sama di kelas.

Pada pertemuan berikutnya mahasiswa telah siap dengan variabel dan indikator

yang menjadi tugas mereka pada pertemuan sebelumnya. Langkah pertama yaitu

melakukan instalasi software secara bersama-sama dengan dipandu oleh dosen yang

mana laptopnya telah terhubung dengan LCD sehingga mahasiswa bisa dengan mudah

mengikuti langkah-langkah instalasi.

Setelah software telah terinstal, langkah berikutnya yaitu menugaskan mahasiswa

untuk merencanakan berapa jumlah item pertanyaan atau pernyataan yang akan mereka

buat pada setiap indikatornya, entah itu bersifat positif maupun negatif. Jika sudah

terdapat jumlah item pertanyaan atau pernyataan yang direncanakan, barulah

mahasiswa diminta untuk membuat angketnya berdasarkan jumlah yang telah mereka

rencanakan.

Perlu diketahui dalam setiap indikator minimal terdapat satu item pertanyaan

atau pernyataan, namun mahasiswa disarankan untuk membuat lebih dari satu angket

pada masing-masing indikator agar bisa mencakup indikator yang lebih detail atau

terperinci. Untuk menghemat kertas (Paperless) maka mahasiswa dalam membuat

angket disarankan langsung membuatnya ke dalam bentuk soft file.

Selain jumlah item yang dibuat, kalimat dalam angket juga perlu dikonsultasikan

kepada dosen. Jika angket bersifat negatif, maka tidak boleh mengandung kata-kata

seperti tidak, agak, atau kata-kata penguat lainnya karena hal ini bisa membuat

Page 112: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 530 ] P a g e

responden bingung. Sehingga peran dosen di sini adalah mengecek angket setiap

mahasiswa agar angket yang mereka buat bisa mudah dipahami oleh responden.

Dalam membuat angket yang bersifat negatif, hendaknya menggunakan lawan

kata sifat dari kalimat positif. Sebagai contoh “saya adalah mahasiswa yang rajin dalam

mencatat” yang merupakan kalimat positif, jika mahasiswa ingin membuat angket

tersebut ke dalam kalimat negatif maka kalimat tersebut tidak boleh berbunyi “Saya

adalah mahasiswa yang tidak rajin dalam mencatat” melainkan “Saya adalah mahasiswa

yang malas dalam mencatat”. Kata rajin yang bersifat positif jika mau diganti dengan

kalimat negatif tidak boleh diberi kata keterangan, penguat, maupun penjelasan seperti

tidak, sangat, agak dan lain sebagainya, tetapi harus menggunakan lawan kata dari rajin

itu sendiri yaitu malas. Dengan demikian tidak terjadi kerancuan antara angket dengan

pilihan jawaban yang telah disediakan.

Dosen mengecek satu per satu angket yang telah dibuat oleh mahasiswa sampai

benar-benar mendekati sempurna. Jika waktu memungkinkan, mahasiswa diminta untuk

membuat format tabulasi data hasil angket, namun jika membutuhkan waktu yang lebih

panjang maka dapat dilakukan pada pertemuan berikutnya.

Pada pertemuan berikutnya, mahasiswa telah memiliki variabel, indikator

maupun angket. Langkah selanjutnya yaitu membuat tabulasi data angket dengan

software excel. Tentunya mahasiswa harus memperhatikan apakah variabel yang mereka

gunakan mengandung sub variabel, sub indikator atau tidak. Jika variabel langsung

diturunkan ke dalam indikator maka formatnya dicontohkan sebagai berikut

Tabel 3. Simulasi Tabulasi data Angket

Item 1 Item 2 ∑ Ind1 Item 3 Item 4 ∑ Ind2 Item 5 Item 6 ∑ Ind3 Item 7 Item 8 ∑ Ind4

1 4 3 7 2 5 7 3 4 7 4 3 7 28

2 3 3 6 2 3 5 4 4 8 1 2 3 22

3 4 2 6 3 5 8 5 5 10 5 4 9 33

n 5 1 6 4 5 9 5 5 10 5 4 9 34

No.resp

Variabel X

∑ Var XIndikator 3 Indikator 4Indikator 1 Indikator 2

Tabel di atas merupakan simulasi bagi mahasiswa yang ketepatan variabelnya tidak

memiliki sub variabel. Dari variabel langsung diturunkan menjadi beberapa indikator.

Dari masing-masing indikator dijabarkan menjadi 2 item. Dalam hal ini dosen harus

mengklarifikasi bahwa dalam setiap indikator tidak harus dijabarkan menjadi 2 item,

melainkan boleh bervariasi, bisa menjadi 3 ataupun lebih item. Sedangkan apabila

variabel yang digunakan mahasiswa terdapat sub variabelnya, misalnya variabel motivasi

belajar yang terdiri dari motivasi belajar intrinsik dan ekstrinsik, maka format tabelnya

adalah sebagai berikut:

Tabel 4. Tabulasi data Angket Variabel Motivasi Belajar

Page 113: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Upaya Meningkatkan Mutu… (Kirwani, Albrian Fiky Prakoso & Riza Yonisa Kurniawan)

P a g e [ 531 ]

Item 1 Item 2 ∑ Ind1 Item 3 Item 4 ∑ Ind2 Item 5 Item 6 ∑ Ind1 Item 7 Item 8 ∑ Ind2

1 4 3 7 2 5 7 14 3 4 7 4 3 7 14 28

2 3 3 6 2 3 5 11 4 4 8 1 2 3 11 22

3 4 2 6 3 5 8 14 5 5 10 5 4 9 19 33

n 5 1 6 4 5 9 15 5 5 10 5 4 9 19 34

Indikator 1No.resp Indikator 2

Sub Variabel (Motivasi Intrinsik)

∑ sub

Var 1∑ sub

Var 2

Sub Variabel (Motivasi Ekstrinsik)

∑ Var XIndikator 1 Indikator 2

Tabel di atas merupakan contoh simulasi input data hasil angket yang telah diisi

oleh responden. Tentunya pada setiap variabel berbeda-beda komponennya baik dari sisi

sub variabel, indikator, maupun jumlah item pertanyaan atau pernyataan pada setiap

indikator. Yang jelas pada satu indikator minimal dapat dijadikan satu item pertanyaan

atau pernyataan baik itu berupa kalimat positif maupun negatif seperti halnya yang telah

dibahas sebelumnya.

Baik pada tabel 3 maupun pada bab 4 terdapat jumlah hasil data angket pada

setiap sub variabel, indikator. Walaupun sebenarnya ketika melakukan uji regresi yang

dipakai hanyalah jumlah keseluruhan total jawaban pada setiap angket, tetapi jumlah

jawaban pada setiap indikator dan setiap sub indikator juga harus dilakukan. Hal ini

bertujuan untuk membantu mahasiswa agar lebih mudah dalam melakukan pembahasan

pada penelitian atau skripsi mereka.

Jika yang dianalisis mahasiswa hanyalah jumlah total per variabel, maka

mahasiswa akan kesulitan dalam melakukan pembahasan atau menginterpretasikan data

pada setiap sub variabel maupun pada setiap indikator. Hal ini juga dapat membantu

mahasiswa agar mereka tidak kehabisan kata-kata ketika mereka menyusun

pembahasan. Jika pembahasan data yang dilakukan secara jumlah total variabel maka

pembahasan tersebut hanyalah secara umum. Sedangkan jika mereka membahas

interpretasi data pada setiap sub variabel maupun pada setiap indikator maka

mahasiswa dapat melakukan pembahasan lebih khusus dan lebih terperinci, sehingga

mereka menjadi kaya akan kata-kata pada pembahasan di penelitian mereka.

Pada pertemuan berikutnya, tepatnya yaitu pada kompetensi dasar berikutnya

tentang menyusun instrumen dengan dua variabel bebas. Pada kompetensi dasar ini

langkahnya hampir sama dengan pertemuan sebelumnya, hanya saja mahasiswa perlu

membuat tabulasi hasil data angket pada variabel bebas pertama pada excel diletakkan

ke dalam sheet 1, sedangkan variabel bebas berikutnya diletakkan pada sheet 2 seperti

pada Gambar 1. Pada gambar 1 dapat diketahui bahwa tabulasi tersebut terdapat 2

variabel. Jika ingin menambahkan variabel lagi misal menjadi 3 atau lebih variabel maka

cukup menambahkannya ke dalam sheet baru.

Page 114: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 532 ] P a g e

Gambar 1. Contoh Tabulasi 2 Variabel Bebas

Setelah semua tabulasi telah terbuat, maka pada pertemuan selanjutnya adalah

menguji validitas dan reliabilitas. Namun, sebelum menguji validitas dan reliabilitas,

maka mahasiswa diminta untuk melakukan sedikit perubahan pada kolomnya seperti

pada tabel berikut:

Tabel 5. Tabulasi Data untuk Uji Validitas & Reliabilitas

Sub Variabel (Motivasi Intrinsik) Sub Variabel (Motivasi Ekstrinsik)

Indikator 1 Indikator 2 Indikator 1 Indikator 2

∑ sub

Var 2

Item 1 Item 2 Item 3 Item 4 Item 5 Item 6 Item 7 Item 8 Item 9 Item 10

1 4 3 2 5 3 4 4 3 2 5 35

2 3 3 2 3 4 4 1 2 2 3 27

3 4 2 3 5 5 5 5 4 3 5 41

n 5 1 4 5 5 5 5 4 4 5 43

No.resp

Perubahan yang harus dilakukan mahasiswa adalah menghilangkan kolom jumlah

pada setiap sub variabel maupun jumlah pada setiap indikator dan tinggal jumlah secara

keseluruhan seperti pada tabel 5 di atas. Setelah itu mahasiswa diminta mengisi hasil

angket secara acak, dimisalkan hasil angket tersebut adalah jawaban responden yang

direkapitulasi dan dimasukkan ke dalam tabel. Namun jumlah responden diusahakan

lebih dari 30 responden agar seolah-olah mahasiswa telah mengambil data responden

dari satu kelas di suatu sekolah, dengan catatan responden untuk uji coba angket

bukanlah sampel dalam penelitian melainkan responden lain yang setipikal dengan

sampel seperti siswa kelas yang sederajat tetapi lokasi sekolahnya berbeda.

Langkah berikutnya yaitu dosen menyimulasikan uji validitas dengan laptop yang

telah terhubung dengan LCD dan tentunya mahasiswa mengikuti langkah-langkah

pengujian validitas yang dilakukan oleh dosen. Contoh output uji validitas dengan SPSS

dapat dilihat pada Tabel 6.

Dari output tersebut, mahasiswa diminta untuk menganalisisnya. Untuk

mengetahui apakah angket itu valid atau tidak bisa dilihat melalui nilai signifikansinya

seperti yang ditandai warna oranye. Jika nilai signifikasnsi lebih kecil daripada alpha

(0,05) maka angket dinyatakan valid, dan sebaliknya jika nilai signifikansi lebih besar

dari alpha (0,05) maka angket tersebut tidak valid (Priyatno, 2010).

Page 115: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Upaya Meningkatkan Mutu… (Kirwani, Albrian Fiky Prakoso & Riza Yonisa Kurniawan)

P a g e [ 533 ]

Tabel 6. Contoh Output Uji Validitas

ITEM1 ITEM2 ITEM 3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7

ITEM1 PearsonCorrelation

0.395 0.311 -0.221 0.864 0.254 0.292 -0.416

Sig. (2-tailed) 0.046 0.123 0.278 0.000 0.211 0.148 0.035

N 26 26 26 26 26 26 26

ITEM2 PearsonCorrelation

0.424 0.307 -0.312 0.619 -0.078 0.125 -0.384

Sig. (2-tailed) 0.031 0.127 0.121 0.001 0.705 0.543 0.053

N 26 26 26 26 26 26 26

ITEM3 PearsonCorrelation

0.521 0.381 -0.285 0.964 0.183 0.267 -0.406

Sig. (2-tailed) 0.006 0.055 0.158 0.000 0.371 0.188 0.039

N 26 26 26 26 26 26 26

JUMLAH

PearsonCorrelation

0.688 0.650 -0.542 0.711 0.139 0.578 -0.438

Sig. (2-tailed) 0.000 0.000 0.004 0.000 0.498 0.002 0.025

N 26 26 26 26 26 26 26

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Dari tabel 6 dapat dianalisis bahwa angket nomor 1, 2, 3, 4, 6, 7 adalah valid

karena nilai signifikansinya lebih besar dari alpha. Sedangkan angket nomor 5 tidak valid

karena nilai signifikansiya lebih besar dari alpha yaitu sebesar 0,498. Sehingga, angket

nomor 5 tidak dapat digunakan untuk mengambil data penelitian dan angket nomor 5

harus dihapus dari daftar angket.

Setelah menguji validitas, selanjutnya yaitu mahasiswa menyimulasikan uji

reliabilitas. Suatu instrumen dikatakan reliabel apabila nilai Cronbach alpha atau

Reliability Coefficientsnya lebih besar dari sama dengan 0,7. Sedangkan jika nilai

Reliability Coefficientsnya 0,6 maka instrumen dikatakan kurang baik (Priyatno, 2010).

Contoh output uji reliabilitas dengan SPSS adalah sebagai berikut:

Gambar 2. Contoh Output Uji Reliabilitas

Dari gambar di atas diketahui bahwa nilai Reliability Coefficientsnya sebesar

0,8590 yang lebih besar daripada 0,7 sehingga angket dikatakan reliabel dan layak

digunakan untuk mengambil data penelitian. Setelah dilakukannya uji validitas dan

reliabilitas maka instrumen dapat digunakan untuk mengambil data penelitian pada

responden yang sebenarnya yaitu sampel penelitian.

Langkah yang terakhir adalah mengakumulasi data angket dari variabel bebas

dengan variabel terikat. Pada simulasi ini mahasiswa mula-mula hanya diminta untuk

menggunakan variabel bebas sebagai bahan simulasi menyusun instrumen, sehingga

mahasiswa perlu menambahkan variabel terikat. Untuk memudahkan proses simulasi

Page 116: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 534 ] P a g e

maka variabel terikat yang digunakan untuk simulasi adalah hasil belajar siswa yang juga

dimasukkan ke dalam excel seperti pada gambar berikut:

Gambar 2. Contoh Penambahan variabel hasil belajar

Pada tahap ini mahasiswa diminta menyimulasikan untuk memasukkan nilai hasil

belajar siswa ke dalam excel sebagai variabel terikat. Nilai hasil belajar berskala 0-100

dimisalkan mahasiswa agar mendekati situasi nyata. Setelah itu langkah yang terakhir adalah

mengakumulasikan masing-masing skor pada setiap variabel seperti pada gambar berikut:

Gambar 3. Contoh Akumulasi Data pada Semua Variabel

Dengan demikian terkumpullah semua data baik data dari variabel bebas maupun yang

terikat. Setelah terkumpul barulah mahasiswa diajarkan tentang analisis regresi yang ada pada

Kompetensi Dasar berikutnya seperti yang ada pada silabus sebelum diberikan penambahan

kompetensi dasar tentang menyusun instrumen.

Dari paparan di atas, dapat dikatakan bahwa hasil pemikiran ini sesuai dengan teori

dari Johnson (2006) yang mengatakan bahwa otak mahasiswa tidak akan lupa tentang

informasi yang mereka dapatkan setelah 14 hingga 18 jam. Hal ini dikarenakan mereka

menerima informasi dengan penuh makna yaitu mereka melakukan simulasi.

Selain itu, hasil penelitian Klassen dan Willoughby (2003) juga mengatakan

demikian, mereka menunjukkan bahwa simulasi game telah merupakan pelajaran yang

baik. Mahasiswa mengalami suatu keputusan imitasi yang mereka lakukan sendiri,

Page 117: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Upaya Meningkatkan Mutu… (Kirwani, Albrian Fiky Prakoso & Riza Yonisa Kurniawan)

P a g e [ 535 ]

kemudian mahasiswa juga mengalami semua keputusan itu sendiri dan mahasiswa juga

harus membuat suatu keputusan yaitu menyusun instrumen dan mengolah datanya ke

dalam excel sebagai follow up dari hasil tersebut. Dengan mengalami keputusan yang

mereka buat, maka keputusan itu menjadikan situasi yang seolah-olah nyata mereka

alami.

Pendapat juga ini dipertegas oleh Salemi (2005) dalam penelitiannya yang

berbunyi “kami mengubah instruktur dosen dan mahasiswa yang pada awalnya

menghafal menjadi menerapkan ilmu ekonomi untuk memecahkan berbagai masalah

yang berarti dan dilakukan secara berulang-ulang dan terus menerus. Dengan menghafal

saja maka mahasiswa pasti akan cepat lupa, sedangkan dengan mengaplikasikan ilmu

ekonomi untuk memecahkan permasalahan akan menjadikan mahasiswa “melek

ekonomi”. Dengan menjadikan mereka “melek ekonomi, maka mahasiswa akan mencapai

tingkat pemahaman yang abadi dan selanjutnya membuat hasil belajar mereka menjadi

meningkat. Hal ini sesuai dengan simulasi yang telah dilakukan yaitu bukannya

menghafal, tetapi mahasiswa mengaplikasikan teori tentang penyusunan instrumen dan

juga uji validitas serta reliabilitas instrumen penelitian yang akan dijadikan sebagai bekal

mahasiswa dalam mengerjakan skripsi.

Demikian juga pada teori John Dewey (dalam Prakoso, 2013) yang mengatakan

bahwa mahasiswa pasti akan belajar dengan baik jika semua yang mereka pelajari

berhubungan dengan apa yang telah diketahui dan dengan suatu kegiatan atau peristiwa

yang akan terjadi di sekelilingnya. Kejadian maupun peristiwa yang akan mereka alami

adalah ketika mereka mengerjakan skripsi. Mereka akan teringat kembali tentang

simulasi yang telah mereka lakukan ketika mereka memprogram mata kuliah statistika.

Selain itu, pemikiran ini juga didukung oleh beberapa hasil penelitian lainnya

seperti penelitian dari Wisnungkoro (2014), Parnayathi (2013), Wati (2011), dan

Wahyuningsih (2012) yang mengatakan bahwa dengan diterapkannya simulasi kepada

peserta didik atau dalam hal pemikiran ini adalah mahasiswa, maka hasil belajar maupun

pemahaman konsep mereka meningkat. Interpretasi temuan dari hasil pemikiran ini

adalah mahasiswa menjadi lebih antusias dalam menerima materi statistika jika mereka

melakukan simulasi secara individu. Simulasi ini sangat bermanfaat bagi mereka ketika

mereka mengerjakan skripsi, sehingga dapat dikatakan ketika mahasiswa mengikuti

mata kuliah ini mereka akan lupa dengan nilai mata kuliah yang mereka targetkan seperti

halnya pada mata kuliah lainnya. Mereka lupa mindset mereka tentang apakah nantinya

nilai mereka A atau, B maupun C, tetapi yang mereka pikirkan adalah bagaimana caranya

supaya saya benar-benar bisa menyusun instrumen, mengolah dan menganalisisnya agar

saya tidak kesulitan dalam mengerjakan skripsi saya kelak.

SIMPULAN

Simpulan yang dapat diberikan dari hasil pemikiran ini adalah perlu

ditambahkannya Kompetensi dasar tentang penyusunan instrumen dan

menyimulasikannya hingga interpretasi data regresi dengan Software. Dengan

Page 118: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 536 ] P a g e

ditambahkannya kompetensi dasar tersebut maka indikator peningkatan mutu proses

pembelajaran statistika yaitu mahasiswa mampu menyusun instrumen pada satu

maupun dua variabel bebas serta menguji validitas dan reliabilitas Instrumen yang

digunakan untuk mengambil data primer akan tercapai. Sedangkan keterbatasan hasil

pemikiran ini adalah memerlukan waktu yang sangat panjang ketika melakukan simulasi

dan perubahan silabus harus dilakukan secara matang agar tidak terjadi tumpang tindih

antar materi. Saran yang dapat diberikan yaitu hendaknya hasil pemikiran ini dijadikan

sebagai sebuah penelitian dan mencoba diterapkan simulasi dengan Software pada

semua kompetensi dasar yang ada pada mata kuliah statistika.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. (2005). Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia

Hasibuan, J.J. (2010). Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya

Johnson, Elaine B. (2006). Contextual Teaching Learning. Bandung : MLC

Klassen, Kenneth J. and Keith A. Willoughby. (2003). In-Class Simulation Game :Assessing Student Learning. Journal of Information Technology Education, 2(1),13-59

Parnayathi, I Gusti Agung Sri. (2013). Papan Flanel Simulasi Rangkaian Listrik sebagaiMedia untuk Meningkatkan Kinerja Ilmiah dan Pemahaman Konsep Siswa. JurnalIlmiah Disdikpora Kabupaten Klungkung, 1 (1), 1-17

Prakoso, Albrian Fiky. (2013). Penerapan Model CTL dengan Metode Problem Solvingdalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa SMK. Jurnal Pendidikan Ekonomi, 6 (1),27-47

Priyatno, Duwi. (2010). Paham Analisa Statistik Data dengan SPSS. Jakarta: Media Kom

Rusman. (2011). Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru.Jakarta: Rajawaali Pers

Salemi, Michael K. (2005). Teaching Economic Literacy : Why, What and How.International Review of Economics Education, 4(2), 46-57

Wahyuningsih, Maria Estri. (2012). Peningkatan Kemampuan Menulis SuratKesekretariatan dalam Bahasa Indonesia melalui Teknik Simulasi. JurnalAdministrasi dan Kesekretarisan, 4(2), 101-120

Wati, Anastasia Widya. (2011). Penerapan Algoritma Genetika dalam Optimasi Model danSimulasi. Jurnal TI, 1(2), 161-167

Wisnungkoro, Dimas. (2014). Pengaruh Metode Simulasi terhadap Hasil Belajar DribbleSepakbola Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 3. Jurnal Pendidikan Olahragadan Kesehatan. 2(3), 667-670

Page 119: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Implikasi Kurikulum Pendidikan… (Suripto & Rhini Fatmasari)

P a g e [ 537 ]

IMPLIKASI KURIKULUM PENDIDIKAN EKONOMI

PADA PEMBELAJARAN JARAK JAUH DALAM MENYAMBUT

ERA MASYARAKAT EKONOMI ASEAN

Suripto & Rhini FatmasariFakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Terbuka Jakarta

[email protected]

AbstrakPerubahan yang terjadi secara global secara tidak langsung mempengaruhisektor pendidikan berkaitan dengan output yang dihasilkan berupa SumberDaya Manusia (SDM). Tuntutan dan persaingan kerja membutuhkan SDM handaldan kompeten. Berlakunya Era Masyarakat Ekonomi ASEAN perlu dicermatisecara baik, karena berimplikasi pada peningkatan mutu SDM Nasional. SebagaiLembaga Pendidikan Jarak Jauh yang menghasilkan lulusan guru-guru di seluruhIndonesia, peningkatan kualitas lulusan Program Studi Pendidikan Ekonomi PIPSUniversitas Terbuka patut menjadi perhatian dan kajian yang sangat khusus.Agar proses peningkatan kualitas lulusan yang dapat bersaing di Era MasyarakatEkonomi ASEAN diperlukan satu potret secara umum bagaimana kualitas dankompetensi lulusan di lapangan. Dari hasil survey yang dilakukan ditemukanbahwa para lulusan Program Studi Pendidikan Ekonomi telah merasakanpeningkatan kompetensi yang sangat baik serta dapat diterapkan di tempatmereka bekerja. Namun pandangan jauh ke depan sangat diperlukan agarkompetensi lulusan sanggup bersaing sesuai dengan kualifikasinya.

Kata kunci: Kurikulum, pembelajaran jarak jauh, MEA

PENDAHULUAN

Komitmen Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) rencananya diimplementasikan

pada akhir tahun 2015. Ketika MEA berjalan, maka pada saat itu arus barang dan jasa di

antara negara-negara ASEAN akan bebas dapat melintasi batas – batas Negara secara

fisik dan administrasi, tanpa hambatan. Pelaksanaan MEA menghilangkan hambatan

aliran barang, investasi dan jasa di antara negara ASEAN. Tujuan utamanya adalah untuk

kesejahteraan dan kemakmuran rakyat yang ada di negara ASEAN. Akan tetapi jika

Negara-negara ASEAN khususnya Indonesia tidak siap maka ditengarai akan membawa

dampak yang merugikan.

Kompetisi SDM antarnegara ASEAN merupakan hal yang pasti terjadi sehingga

bila pekerja Indonesia tidak siap menghadapi persaingan terbuka ini, MEA akan menjadi

satu rintangan besar bagi SDM Indonesia karena akan kalah bersaing dengan negara

ASEAN lainnya. Selain itu penguasaan teknologi juga merupakan satu keharusan karena

perkembangannya yang sangat cepat. Sehingga diperlukan pula pelatihan dan pendidikan

yang menggunakan aplikasi teknologi dalam proses pembelajarannya. Kunci utama

dalam menghadapi MEA adalah peningkatan kompetensi sumberdaya manusia agar

dapat memanfaatkan keunggulan komparatif menjadi keunggulan kompetitif, dengan

upaya peningkatan daya saing SDM nasional. Sehingga salah satu “pekerjaan rumah”

Indonesia adalah meningkatkan kompetensi SDM.

Page 120: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 538 ] P a g e

Kompetensi yang tinggi dalam profesi yang ditekuni merupakan satu syarat tak

terbantahkan dalam dunia kerja. Tuntutan pekerjaan yang lebih besar serta daya saing

dengan Sumber Daya Manusia (SDM) lainnya menyebabkan kompetensi menjadi senjata

agar tetap eksis. Keterbukaan informasi dan era pelayanan prima menjadikan

stakeholders memilih SDM dengan kompetensi tinggi untuk menjalankan satu profesi.

Kompetensi yang tinggi akhirnya akan bermuara pada mutu dan kualitas. Hal ini

merupakan salah satu jalan keluar bagi para stakeholders agar target dan tuntutan

konsumen terpenuhi. Secara ideal kompetensi mengacu kepada sikap dan komitmen

anggota profesi untuk bekerja berdasarkan standar yang tinggi dan kode etik profesinya.

Pada dunia kerja, profesi guru merupakan satu pekerjaan profesional dalam

bidang pendidikan dan pengajaran. Namun, hingga kini “pekerjaan untuk melakukan

pendidikan dan pengajaran” ini masih sering dianggap dapat dilakukan oleh siapa saja.

Inilah tantangan bagi profesi guru. Paling tidak hal ini masih sering terjadi di lapangan

(Karsidi, 2005). Agar dapat disebut sebagai jabatan profesional, guru seyogyanya harus

didukung oleh kompetensi standar. Kompetensi tersebut berupa pemilikan kemampuan

atau keahlian yang bersifat khusus, tingkat pendidikan minimal, dan sertifikasi keahlian

haruslah dipandang perlu sebagai prasyarat untuk menjadi guru profesional. Surya

(2003) menyatakan bahwa guru yang profesional harus menguasai keahlian dalam

kemampuan materi keilmuan dan ketrampilan metodologi. Guru juga harus memiliki rasa

tanggung jawab yang tinggi atas pekerjaannya baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa,

bangsa dan negara, lembaga dan organisasi profesi. Selain itu, guru juga harus

mengembangkan rasa kesejawatan yang tinggi dengan sesama guru.

Profesionalisme tentu saja tidak akan tercipta dengan sendirinya, diperlukan

sejumlah pendidikan dan pelatihan sehingga melahirkan sikap tersebut. Lembaga

Pendidikan selama ini dipandang mampu melahirkan sikap profesionalisme. Namun

terkadang materi-materi dan kompetensi yang diberikan selama menjalani pendidikan

belum sesuai dengan kebutuhan di lapangan. Atau sering terjadi lulusan dari satu

lembaga pendidikan belum dianggap cakap dan profesional ketika dihadapkan pada

realitas di lapangan kerja.

Universitas Terbuka (UT) sebagai salah satu Lembaga Pendidikan jarak jauh

mengemban amanat melahirkan SDM yang kompeten dan profesional. Melalui layanan

pendidikan UT telah lahir lulusan yang berprofesi di segala bidang. Program Studi

Pendidikan Ekonomi (PEKO) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) UT secara

khusus mendidik dan mencetak guru-guru di seluruh tanah air. Adanya KKNI

memberikan satu tantangan bagi Program Studi PEKO untuk mengkaji kembali struktur

kurikulum serta layanan belajar yang diberikan kepada mahasiswa. Kajian ini didasarkan

pada realita di lapangan mengenai kompetensi yang telah diterima oleh para mahasiswa

dan kebergunaan kompetensi tersebut di tempat mereka bekerja.

Tulisan ini akan membahas sekilas mengenai proses pembelajaran dan layanan

yang diberikan oleh UT. Selanjutnya akan dianalisis pendapat mahasiswa UT khususnya

Program Studi PEKO mengenai layanan belajar dan kompetensi yang mereka peroleh

Page 121: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Implikasi Kurikulum Pendidikan… (Suripto & Rhini Fatmasari)

P a g e [ 539 ]

selama menjalani pendidikan serta bagaimana penerapan kompetensi tersebut di dunia

kerja.

MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (AEC=ASEAN ECONOMIC COMMUNITY)

Implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN (AEC=ASEAN Economic Community)

bertujuan agar terjadi integrasi ekonomi regional di Negara-negara ASEAN. MEA

memiliki karakteristik: (a) pasar dan basis produksi tunggal, (b) wilayah ekonomi yang

sangat kompetitif, (c) wilayah pembangunan ekonomi yang adil, dan (d) kawasan yang

terintegrasi ke dalam ekonomi global. MEA bekerjasama dalam pengembangan dan

peningkatan kapasitas sumber daya manusia; pengakuan kualifikasi profesional;

konsultasi lebih dekat terhadap kebijakan makro ekonomi dan keuangan; langkah-

langkah pembiayaan perdagangan; peningkatan infrastruktur dan konektivitas

komunikasi; pengembangan transaksi elektronik melalui e-ASEAN; mengintegrasikan

industri di seluruh wilayah untuk mempromosikan sumber daerah; dan meningkatkan

keterlibatan sektor swasta untuk membangun AEC.

Dalam hal MEA mengembangkan pasar dan basis produksi tunggal, terdapat lima

elemen inti: (a) arus bebas barang; (b) arus bebas jasa; (c) arus bebas investasi; (d) arus

modal yang lebih bebas; dan (d) arus bebas tenaga kerja terampil. Salah satu isu yang

mengemuka terkait dengan implementasi MEA adalah kesiapan sumber daya manusia

(SDM). SDM ini tidak hanya mereka yang bekerja di pemerintahan melainkan juga yang

bergelut di dunia usaha, khususnya yang bekerja di sektor usaha kecil menengah (UKM)

dan informal. MEA tidak hanya membuka arus perdagangan barang atau jasa tetapi juga

pasar tenaga kerja profesional, seperti dokter, pengacara, akuntan, dan lainnya.

Dari aspek ketenagakerjaan, terdapat kesempatan yang sangat besar bagi para

pencari kerja karena tersedia lapangan kerja dengan berbagai kebutuhan keahlian yang

beraneka ragam. Selain itu, akses untuk pergi ke luar negeri dalam rangka mencari

pekerjaan menjadi lebih mudah bahkan usaha peningkatan kualitas SDM bisa ditempuh

dengan upaya sinergi antara pemerintah, pelaku usaha, dan akademisi untuk

menetapkan standar kompetensi profesionalisme di masing-masing sektor.

Indonesia sudah cukup menyiapkan diri sejak awal akan diberlakukannya MEA,

terutama beberapa kebijakan pengembangan SDM berbasis Kompetensi, sistem

pendidikan berbasis kompetensi (UU20/2004 tentang SISDIKNAS), sistem pelatihan

berbasis kompetensi dan sertifikasi berbasis kompetensi (UU 13/2003 tentang

ketenagakerjaan, dan PP 31/2006 tentang Sistem Pelatihan Kerja Nasional), serta

kebijakan pengembangan SDM berbasis kompetensi secara sektoral. Dalam sertifikasi

melalui Undang-undang 13/2003 tentang ketenagakerjaan dan PP 23/2004 tentang

Badan Nasional Sertifikasi Profesi, telah menyiapkan secara sistem, struktur,

kelembagaan dan pedoman sertifikasi kompetensi. Bagi SDM Indonesia yang kompeten,

MEA membuka peluang peningkatan daya saing tenaga kerja Indonesia dalam pasar

tenaga kerja global, meningkatkan harmonisasi sistem pendidikan, pelatihan dengan

Page 122: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 540 ] P a g e

sistem internasional, serta meningkatkan rekognisi tenaga kerja bersertifikat kompetensi

Indonesia di pasar kerja internasional.

Pada pelaksanaannya masih terdapat beberapa kendala dalam pengembangan

SDM, yakni terbatasnya SKKNI dan paket kualifikasinya, terbatasnya lembaga pendidikan

dan pelatihan yang menerapkan sistem pembelajarannya yang berbasis kompetensi.

Sehingga agar tercapai target kesiapan Indonesia dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN

maka diperlukan langkah-langkah strategis terpadu dari hilir hingga hulu pada proses

pengembangan SDM.

PENGALAMAN DI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI UNIVERSITAS TERBUKA

Universitas Terbuka merupakan satu Perguruan Tinggi yang menerapkan model

Pendidikan Jarak Jauh (PJJ). Pendidikan Jarak Jauh ditandai dengan karakteristik sebagai

berikut. Pertama, jauhnya jarak antara peserta didik dengan pengajar dan pengelola

pendidikan. Kedua karena jauhnya jarak tersebut, sistem ini mengandalkan pemanfaatan

berbagai media cetak maupun non-cetak. Ketiga, peserta didik belajar secara mandiri dan

dapat memanfaatkan berbagai bantuan belajar. Keempat, peserta didik belajar di mana

saja, kapan saja dan dapat memilih program pendidikan menurut kebutuhannya. Kelima,

PJJ menawarkan program pendidikan dengan standar kualitas yang sama bagi seluruh

peserta didik (Asandhimitra, dkk , 2004).

Adanya keterpisahan antara pengajar dan mahasiswa ini memunculkan

konsekuensi tingginya peran teknologi informasi dan komunikasi guna menjembatani

interaksi antara pengajar dan mahasiswa. UT menyediakan beragam layanan bantuan

belajar serta media pembelajaran agar terjadi interaksi dengan mahasiswa. Layanan

belajar dan media pembelajaran dikemas dalam bentuk modul sebagai bahan belajar

utama. Modul dirancang secara khusus agar dapat dipelajari secara mandiri oleh

mahasiswa tanpa kehadiran bantuan tutor atau dosen (Belawati, 2003). Selain itu

diberikan juga ragam layanan belajar lainnya seperti tutorial on line (layanan tutorial

berbasis internet), Web Supplement, Video interaktif, Computer Assisted Instruction

(CAI), Dry Lab (praktikum yang dilakukan secara virtual dengan simulasi melalui

komputer), latihan mandiri online, dan perpustakaan digital.

Struktur Kurikulum

Hilda Taba (1962) menyatakan “A curriculum is a plan for learning therefore,

what is know about the learning process and the development of the individual has

bearing on the shaping of the curriculum”. Sedangkan J. Galen Saylor dan William M.

Alexander (1956), menjelaskan arti kurikulum sebagai berikut” The curriculum is the

sum totals of schools efforts to influence learning, whether in the class room, on the play

ground, or out of school”. Jadi segala usaha sekolah untuk mempengaruhi anak belajar,

apakah dalam ruang kelas, di halaman sekolah, atau di luar sekolah termasuk kurikulum.

Kurikulum meliputi juga apa yang disebut kegiatan ekstra kulikuler.

Page 123: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Implikasi Kurikulum Pendidikan… (Suripto & Rhini Fatmasari)

P a g e [ 541 ]

Hal ini sesuai dengan rumusan pengertian kurikulum seperti yang tertera dalam

Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional "Kurikulum

adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran

serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran

untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu".

Menyimak dari pengertian kurikulum di atas, dapat kita simpulkan bahwa

kurikulum merupakan suatu rencana tertulis yang disusun guna memperlancar proses

pembelajaran. Kurikulum disusun dan diimplementasikan dalam proses pendidikan agar

kompetensi yang diharapkan dapat dicapai. Penyusunan satu kurikulum tidak dapat

berdiri sendiri, banyak faktor yang harus diperhatikan ketika kurikulum disusun, di

antaranya adalah perubahan-perubahan yang terjadi di dalam masyarakat dan Visi-Misi

satu lembaga pendidikan.

Sebagai bagian dari UT secara keseluruhan, Program Studi Pendidikan Ekonomi

dan Koperasi PIPS UT mempunyai Misi penyelenggaraan pendidikan guru Pendidikan

Ekonomi dalam jabatan (in-service training) melalui pendidikan jarak jauh. Latar

belakang mahasiswa yang masuk ke program ini berasal dari lulusan SLTA, DI, DII, DIII

Kependidikan dan DIII Non Kependidikan. Kurikulum yang diberlakukan pada setiap

latar pendidikan mahasiswa tidak sama. Ada pengakuan terhadap jumlah sks yang

sebelumnya telah ditempuh oleh mahasiswa pada jenjang studi sebelumnya. Mahasiswa

yang sebelumnya telah menempuh pendidikan DI, DII dan DIII (selanjutnya akan disebut

dengan istilah “masukan”) akan dihargai jumlah SKS yang telah mereka tempuh dengan

cara membebaskan beberapa Mata Kuliah. Sedangkan untuk masukan SLTA diwajibkan

menempuh semua beban sks yang dipersyaratkan. Implikasi dari kebijakan ini adalah

perbedaan lamanya masa studi pada setiap masukan.

Gambar 1. Jenjang Pendidikan Awal Mahasiswa Masukan S1 PEKO UT

(Sumber: Data Exit Survey PEKO)

Sesuai dengan misi yang diemban UT untuk penyelenggaraan pendidikan guru

dalam jabatan (in service training) 89,58% mahasiswa S1 Pendidikan Ekonomi UT

Page 124: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 542 ] P a g e

sebelumnya telah menempuh jenjang pendidikan Diploma dan sedang bekerja sebagai

guru. Mahasiswa dengan latar belakang pendidikan SLTA berjumlah 9,38%. Mahasiswa

dengan latar belakang sarjana sebanyak 1,04% merupakan lulusan Perguruan Tinggi non

kependidikan yang ingin melanjutkan pendidikan profesi guru. Dengan latar belakang

jenjang pendidikan awal yang berbeda, maka kurikulum yang diberlakukan pada setiap

masukan juga berbeda. Struktur kurikulum yang diberlakukan pada setiap masukan

dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Struktur Kurikulum S1 Pendidikan Ekonomi PIPS UT

No Nama Mata Kuliah

Masukan

SLTA DI DII DIIIKependidikan

DIII NonKependidikan

1 Mata Kuliah KompetensiUtama

100 80 59 29 45

2 Mata kuliah KompetensiPendukung

40 24 19 9 11

3 TAP 4 4 4 4 4

Jumlah 144 108 82 42 60Sumber : Katalog UT

Pada Tabel 1 terlihat mahasiswa dengan masukan SLTA diwajibkan menempuh

144 sks, karena mereka baru menempuh jalur pendidikan tinggi di Program Studi PEKO.

Sedangkan masukan DI diwajibkan menempuh 108 sks dengan adanya pengurangan

pada Mata Kuliah Kompetensi Utama dan Mata Kuliah Kompetensi Pendukung. Masukan

DIII Kependidikan mengambil lebih sedikit MK dengan jumlah 42 sks sementara

mahasiswa dengan latar belakang pendidikan DIII non Kependidikan mengambil 60 sks.

Kompetensi Lulusan

Menurut Glossary Our Workforce Matters (Sinnott. et.al: 2002 dalam

wikipedia.org), kompetensi adalah karakteristik dari karyawan yang mengkontribusikan

kinerja pekerjaan yang berhasil dan pencapaian hasil organisasi. Hal ini mencakup

pengetahuan, keahlian dan kemampuan ditambah karakteristik lain seperti nilai,

motivasi, inisiatif dan kontrol diri. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik

Indonesia No.045/U/2002 tentang kurikulum inti pendidikan tinggi menyatakan bahwa

kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggungjawab yang dimiliki

seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan

tugas di bidang pekerjaan tertentu. Pengertian kompetensi tersebut merujuk pada

kemampuan seseorang sehingga dianggap cakap dalam satu bidang pekerjaan.

Berpegang pada Peraturan Presiden No. 8 tahun 2012 tentang KKNI , dinyatakan bahwa

sarjana (S1) dikategorikan sebagai jabatan teknisi atau analis (bukan dikategorikan

sebagai ahli) yang berada pada level (jenjang) 6 (enam). Kualifikasi ini tentu saja

mensyaratkan beberapa kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang lulusan Lembaga

Pendidikan.

Page 125: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Implikasi Kurikulum Pendidikan… (Suripto & Rhini Fatmasari)

P a g e [ 543 ]

Sebagai lulusan S1 kompetensi utama mahasiswa PEKO adalah memiliki

penguasaan bidang studi pendidikan ekonomi secara utuh dan mantap, baik yang

berkenaan dengan substansi maupun metodologi keilmuan bidang studi. Sedangkan

kompetensi pendukung lulusan (1) memiliki pemahaman tentang peserta didik, (2)

memiliki kemampuan untuk mengembangkan dan memutakhirkan kemampuan diri serta

memanfaatkan kemampuannya bagi pengembangan pendidikan di sekolah khususnya,

serta (3) memiliki kemampuan untuk mempertanggungjawabkan layanan ahli yang

diberikan secara moral, sosial, dan ilmiah (Borang Program Studi PEKO, 2009).

Gambar 2. Masa Tunggu memperoleh Pekerjaan

(Sumber: Data Exit Survey PEKO)

Apakah kompetensi yang disusun Program Studi PEKO telah sesuai dengan

harapan stakeholder?

Praktik kompetensi lulusan yang disusun oleh program Studi PEKO dengan

harapan stakeholder dapat dirasakan sendiri oleh para lulusan. Exit Survey program studi

PEKO menunjukkan dengan kompetensi yang mereka miliki lulusan PEKO tidak

menunggu lama untuk memperoleh pekerjaan (lihat Gambar 2). Sebagian besar lulusan

(86,5%) telah bekerja ketika menempuh pendidikan di Program Studi PEKO. Lulusan

lainnya sebanyak 10,4% menunggu kurang dari 3 (tiga) bulan untuk memperoleh

pekerjaan dan hanya segian kecil lulusan (1%) yang memerlukan waktu yang agak

panjang 1-2 tahun untuk memperoleh pekerjaan.

Sedangkan bidang pekerjaan yang ditekuni lulusan S1 PEKO UT berdasarkan

kompetensi yang mereka miliki, sebanyak 76% lulusan bekerja penuh waktu sesuai

bidang studi (lihat Gambar 3). Mereka saat ini bekerja sebagai guru di tingkat SLTP dan

SMA mata pelajaran IPS, Ekonomi, dan Akuntansi. 17% lulusan bekerja paruh waktu

sesuai dengan bidang studi, lulusan ini bekerja sebagai guru honor. Sebanyak 4% lulusan

yang bekerja penuh waktu tidak sesuai bidang studi bekerja di perusahaan swasta atau

Page 126: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 544 ] P a g e

BUMN yang tidak bergerak di bidang pendidikan. Selanjutnya 2% lulusan yang memiliki

lebih dari satu pekerjaan bekerja sebagai guru tetap pada pagi hari, sedangkan sore hari

mereka mengajar di sekolah lain.

Gambar 3. Status Pekerjaan Lulusan (Sumber: Data Exit Survey PEKO)

Tabel 2. Persepsi Kualitas Kinerja Lulusan Menurut Lulusan

Komponen Kualitas Kinerja LulusanSangat

BaikBaik Kurang

SangatKurang

N/A

1. Kemampuan untuk PengembanganDiri

a. Minat untuk mengikuti studi lanjut 18,8 52,1 25,0 1,0 3,1b. Minat Anda untuk mengikuti pelatihan 24,0 70,8 3,1 2,1c. Minat untuk pengembangan diri 17,7 43,8 33,3 3,1 2,12. Kepemimpinan

a. Perencanaan 9,4 69,8 5,2 15,6b. Pengelolaan 7,3 70,8 7,3 14,6c. Monitoring dan Evaluasi 7,3 61,5 12,5 18,8

3. Kemampuan Mengajar (Khusus untukGuru)

a. Keterampilan dasar mengajar 25,0 66,7 8,3b. Merancang pembelajaran 14,6 75,0 3,1 7,3c. Menggunakan media dan alat peraga 8,3 71,9 11,5 8,3d. Menggunakan strategi pembelajaran yang

tepat12,5 71,9 7,3 8,3

e. Melaksanakan penelitian tindakan kelas 8,3 40,6 39,6 3,1 8,3f. Menguasai materi 27,1 63,5 1,0 8,3g. Melaksanakan evaluasi 18,8 68,8 4,2 8,3h. Membimbing/memotivasi siswa 18,8 71,9 1,0 8,3

Sumber: Data Exit Survey PEKO

Selama menjalani profesinya, lulusan S1 Peko merasakan kompetensi yang

terbentuk selama menjalani pendidikan sudah cukup memadai. Hal ini terlihat dari

persepsi Kinerja lulusan, yang menyatakan sebagian besar komponen Kualitas Kinerja

Lulusan baik. Ada beberapa kemampuan yang dianggap sangat baik oleh lulusan (1)

Page 127: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Implikasi Kurikulum Pendidikan… (Suripto & Rhini Fatmasari)

P a g e [ 545 ]

minat untuk mengikuti pelatihan, minat untuk mengikuti studi lanjut dan kemampuan

mengajar terkait dengan kemampuan dasar mengajar. Data ini menunjukkan stimulus

yang diberikan program studi direspon dengan baik oleh para lulusan dalam bentuk

keinginan pengembangan diri lebih lanjut. Sedangkan kompetensi mengajar, khususnya

Keterampilan Dasar Mengajar dirasakan berkembang sangat baik oleh lulusan selama

mengikuti pendidikan di UT.

Tabel 3, Persepsi Kompetensi Lulusan Menurut Lulusan

No Kompetensi LulusanKompetensi dalam Bidang Pekerjaan

SangatBaik

Baik KurangSangatKurang

N/A

1 Penguasaan atas bidang ilmu yang ditempuhdi UT 26,0 65,6 3,1 5,2

2. Pengetahuan tentang bidang ilmu lain 14,6 74,0 7,3 4,23. Berpikir analitis 29,2 60,4 2,1 8,34. Kemampuan untuk mendapatkan

pengetahuan baru secara cepat 33,3 57,3 2,1 7,35. Kemampuan untuk bernegosiasi secara

efektif 19,8 65,6 5,2 1,0 8,36. Kemampuan untuk berkinerja di bawah

tekanan 9,4 41,7 21,9 9,4 17,77. Kepekaan terhadap kesempatan-

kesempatan baru 22,9 60,4 7,3 9,48. Kemampuan untuk mengkoordinasikan

kegiatan 22,9 67,7 2,1 7,39. Kemampuan mengelola waktu secara efisien 42,7 50,0 7,3

10. Kemampuan untuk bekerjasama produktifdengan orang lain 31,3 58,3 3,1 7,3

11. Kemampuan untuk memberdayakan oranglain 19,8 56,3 13,5 1,0 9,4

12. Kemampuan menggunakan komputer atauinternet 39,6 47,9 4,2 8,3

13. Kemampuan memecahkan masalah 38,5 54,2 7,314. Memiliki ide baru 31,3 57,3 4,2 7,315. Kemampuan menilai ide sendiri atau orang

lain 15,6 69,8 7,3 7,316. Kemampuan mempresentasikan ide, hasil,

atau laporan 26,0 61,5 5,2 7,317. Kemampuan menulis laporan kegiatan

(penelitian, proyek, dsb) 17,7 65,6 8,3 8,318. Kemampuan menulis dan berbicara dalam

bahasa asing 16,7 49,0 25,0 1,0 8,3Sumber : Data Exit Survey PEKO

Sistem perkuliahan yang diberlakukan oleh UT mengembangkan beberapa

kompetensi unggulan yang akhirnya dimiliki oleh para lulusan. Kompetensi tersebut

dinilai sangat baik oleh para lulusan berkaitan dengan kemampuan (1) mengelola waktu

secara efisien (42,7%). Hal ini didasarkan kebiasaan yang harus dilakukan oleh para

lulusan selama mengikuti perkuliahan di UT. Tanpa adanya kuliah tatap muka dengan

dosen/ tutor mempunyai konsekuensi mahasiswa harus mampu memahami materi-

materi dalam perkuliahan secara baik dan mandiri. Begitu juga harus mampu mengatur

Page 128: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 546 ] P a g e

waktu antara bekerja dan kuliah. Tuntutan yang sangat tinggi terhadap kemampuan

mahasiswa menggunakan teknologi dalam pembelajaran berujung pada tingginya

kemampuan mahasiswa dalam (2) menggunakan komputer dan internet (39,6%).

Kompetensi selanjutnya yang juga berkembang sangat baik karena adanya tuntutan

belajar mandiri berupa (3) Kemampuan memecahkan masalah (38,5%) dan kemampuan

untuk mendapatkan pengetahuan baru secara cepat (33,3%). Sedangkan kompetensi

yang dirasakan masih kurang bagi para lulusan berkaitan dengan kemampuan menulis

dan berbicara dalam bahasa asing (25%).

SIMPULAN

Menyimak data exit survey dan penyelenggaraan Pendidikan Jarak Jauh Program

Studi PEKO terlihat bahwa lulusan yang dihasilkan telah memiliki kompetensi yang

sangat memadai dalam bidang pekerjaan mereka sebagai guru. Namun demikian dalam

menghadapi Era MEA perlu dicermati lebih lanjut agar Kurikulum dan penyelenggaraan

pendidikan disesuaikan dengan perubahan-perubahan di dalam masyarakat. Hal ini

diperlukan dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia pada masa depan.

Peningkatan kompetensi guru juga berarti peningkatan kualitas pendidikan dan generasi

penerus bangsa.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Nasional Sertifikasi Profesi, Edisi Pertama 2014

Bagus Prasetyo, Menilik Kesiapan Dunia Ketenagakerjaan Indonesia Menghadapi MEAJurnal RechtsVinding Online,ISSN 2089-9009

Borang Program Studi Pendidikan Ekonomi dan Koperasi FKIP Universitas Terbuka2009.

Dewi Wuryandani, Peluang Dan Tantangan SDM Indonesia Menyongsong Era MasyarakatEkonomi ASEAN, Ekonomi Dan Kebijakan Publik Vol. VI, No.17/I/P3DI/September/2014

Hilda Taba (1962) Curriculum development: theory and practice , New York : Harcourt,Brace & World.

Karsidi, Ravik, Prof. Dr.M.S. (2005) Profesionalisme Guru dan Peningkatan MutuPendidikan di Era Otonomi Daerah, Makalah: Disampaikan dalam SeminarNasional Pendidikan Dewan Pendidikan Kabupaten Wonogiri, 23 Juli 2005

Santoso, Megawati (2011), Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia. DirektoratPembelajaran dan Kemahasiswaan Dirjen Dikti Kemendiknas.

Saylor, J Galen (1956), Curriculum Planning For Better Teaching and Learning, New York:Rinehart & Company, Inc.

Surya, Muhammad. 2003. Percikan Perjuangan Guru. Semarang: Aneka Ilmu.

Tim Exit Survey Universitas Terbuka (2014), Exit Survey Program Studi PendidikanEkonomi dan Koperasi.

Page 129: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Program Pendidikan Menengah… (Lili Marliyah)

P a g e [ 547 ]

PROGRAM PENDIDIKAN MENENGAH UNIVERSAL (PMU)

DALAM KONSEP INOVASI PENDIDIKAN

Lili MarliyahIKIP Veteran Semarang

[email protected]

AbstrakTarget pembangunan pendidikan yang diarahkan untuk menghasilkan insanIndonesia cerdas. Indeks ketercapaian sektor pendidikan memprihatinkan,sehingga menuntut tanggung jawab pemerintah untuk menetapkan sebuahlompatan kebijakan bidang pendidikan yang dapat meningkatkan nation dignitymelalui program PMU. Esensi program PMU adalah merupakan programkeberlanjutan dari wajar 9 tahun menjadi 12 tahun dan merupakan upayastrategis dalam konsep pemerataan dan peningkatan mutu pendidikan. Dalamkerangka makro kebijakan pendidikan nasional, PMU merupakan suatulompatan kebijakan yang signifikan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi,daya saing bangsa, peningkatan kehidupan sosial politik serta kesejahteraanmasyarakat. Nilai keinovatifan program PMU terletak pada kekhasan dankebaruan serta keinovatifan program PMU dapat dilihat dari unsur kualitatif,bersifat diusahakan dan memiliki unsur meningkatkan kemampuan.Karakteristik keinovatifan PMU dilihat dari unsur kompleksitas, trialability danobservabilty relatif rendah. Proses difusi dan peran agen pembaharuan programPMU masih terbatas. Dampak dari inovasi PMU adalah perubahan sosial positifmaupun negatif.

Kata Kunci: Pendidikan Menengah Universal (PMU), Inovasi Pendidikan

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan proses pembentukan kemampuan dasar yang

fundamental, baik menyangkut daya pikir atau daya intelektual, maupun daya emosional

atau perasaan yang diarahkan kepada tabiat manusia dan kepada sesamanya. Pendidikan

mempunyai peranan dalam meningkatkan kualitas manusia sebagai sumberdaya

pembangunan dan menjadi titik sentral pembangunan. Pendidikan merupakan hak asasi

setiap warga negara dan untuk itu setiap warga negara Indonesia berhak memperoleh

pendidikan yang bermutu sesuai dengan minat dan bakat yang dimilikinya tanpa

memandang status sosial, status ekonomi, suku, etnis, agama, dan gender.

Pembangunan pendidikan diarahkan untuk menghasilkan insan Indonesia cerdas

dan kompetitif melalui peningkatan ketersediaan, keterjangkauan, kualitas dan relevansi,

kesetaraan dan kepastian memperoleh layanan pendidikan. Hal ini sesuai dengan amanat

konstitusi yaitu pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem

pendidikan nasional dan memajukan kebudayaan nasional untuk meningkatkan

keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka

mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang -undang.

Indikator keberhasilan sektor pendidikan senantiasa dikaitkan dengan naik

turunnya indeks pembangunan sumber daya manusia Indonesia, dibandingkan dengan

indeks yang sama dari berbagai bangsa lain di dunia. Kondisi indeks ini sangat

Page 130: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 548 ] P a g e

memprihatinkan, sehingga menuntut tanggung jawab pemerintah untuk dapat

menetapkan sebuah lompatan kebijakan bidang pendidikan yang dapat meningkatkan

nation dignity dan indeks pembangunan sumber daya manusia Indonesia. Dalam hal ini

penekanan pada upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) termasuk

pengembangan kemampuan ilmu dan teknologi serta penguatan daya saing SDM.

Pemerataan akses dan peningkatan mutu pendidikan akan membuat warga

negara Indonesia memiliki kecakapan hidup (life skills) sehingga mendorong tegaknya

pembangunan manusia seutuhnya serta masyarakat madani dan modern yang dijiwai

nilai-nilai Pancasila, sebagaimana yang telah diamanatkan dalam UU No 20 Tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam konteks ini peran PMU adalah memberikan

kepastian kepada semua siswa bahwa siswa tidak usah lagi khawatir dengan masalah

pembiayaan, akses masuk ke sekolah menengah (SMA//SMK/MA//MAK,) karena negara

telah menjamin.

Selain bonus demografi yang dimiliki bangsa Indonesia yaitu menjaga

konsekuensi logis keberlanjutan dari keberhasilan wajib belajar sembilan tahun. Setelah

keberhasilan program wajib belajar sembilan yang dicanangkan pemerintah untuk

meningkatkan kualitas SDM sudah dinyatakan berhasil karena APK untuk SMP/MI sudah

tercapai yaitu 98,20 %, harus ada keberlanjutan program pendidikan. Wajib belajar

sampai 12 tahun, mengingat APK SMA/MA/SMK masih rendah yaitu 70,53 %. Dengan

demikian program PMU dapat meminimalisir angka putus sekolah dan agar seluruh

warga usia sekolah berkesempatan untuk menikmati pendidikan.

Argumen lain yang menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan

antara lama sekolah atau lama belajar dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi,

derajat kesehatan, daya saing dan pendapatan. Laporan data Statistik World Bank 2011

dan The Global Competitiveness Report 2010-2011menyebutkan bahwa, lama sekolah

(baca: PMU) berkorelasi positif terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau

Human Development Indeks (HDI).

Upaya pemberdayaan manusia seutuhnya dilaksanakan dengan cara

memperlakukan manusia yang seutuhnya sebagai subjek dalam upaya pemberdayaan

melalui bidang pendidikan dan kebudayaan. Manusia Indonesia memiliki hak untuk

mengaktualisasikan dirinya secara optimal dalam aspek kecerdasan intelektual, spiritual,

sosial, serta mewarisi dan mengekspresikan nilai-nilai budaya. Paradigma ini merupakan

fondasi dari pendidikan dan kebudayaan untuk menyiapkan manusia Indonesia sebagai

pribadi yang mandiri (makhluk individu), sebagai elemen dari sistem sosial yang saling

berinteraksi, mendukung satu sama lain (makhluk sosial) dan toleransi dalam keragaman

budaya dalam keragaman budaya serta sebagai pemimpin bagi terwujudnya kehidupan

yang lebih baik di muka bumi sebagai makhluk Tuhan.

Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa program pendidikan

menengah universal (PMU) merupakan salah satu pengembangan kebijakan bidang

pendidikan di Indonesia.

Page 131: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Program Pendidikan Menengah… (Lili Marliyah)

P a g e [ 549 ]

PEMBAHASAN

Esensi Program Pendidikan Menengah Universal

Kebijakan pemerintah tentang Program Pendidikan Menengah Universal (PMU)

adalah merupakan upaya strategis dalam program pendidikan yang memberikan layanan

seluas-luasnya pada seluruh warga negara untuk mengikuti pendidikan menengah yang

bermutu. Hal ini mengandung pengertian konsep pemerataan dan peningkatan mutu

pendidikan.

Program Pendidikan Menengah Universal merupakan keberlanjutan dari program

wajib belajar 9 tahun. Wajib belajar 9 tahun telah dinilai berhasil dan tuntas oleh

pemerintah dengan tercapainya APK (Angka Partisipasi Kasar) SD/MI secara nasional

115,33 % dan APK SMP/MTs sebesar 98,20 % pada tahun 2010 (Sumber: Kemdikbud

2011). Pada tahun yang sama, angka partisipasi kasar (APK) SMA/SMK/MA secara

nasional baru mencapai 70,53 %, dan masih ada disparitas antara APK SMP/MTs dengan

APK SMA/SMK/MA sebesar 27,67 %. Artinya masih ada 27,67 % jumlah penduduk usia

SM yang tidak dapat melanjutkan sekolah ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Inilah

salah satu hal yang menjadi pertimbangan pemerintah meluncurkan program pendidikan

menengah universal.

Tujuan penyelenggaraan PMU adalah untuk memberikan layanan, pelaksanaan

dan pemerataan memperoleh pendidikan menengah yang bermutu bagi setiap warga

negara Indonesia. Penyelenggaraan PMU mempunyai sasaran yaitu setiap warga negara

Indonesia usia 16 (enam belas) tahun sampai 18 (delapan belas) tahun yang ingin

melanjutkan ke jenjang pendidikan menengah dan mempercepat APK pendidikan

menengah menjadi 97% pada tahun 2020.

Perbedaan antara wajib belajar dengan pendidikan menengah universal (PMU)

terletak pada prinsip dan filosofi pelaksanaan. Jika wajib belajar diamanatkan oleh

undang-undang, wajib diikuti oleh semua penduduk usia sekolah, dibiayai sepenuhnya

oleh pemerintah dan ada sanksi bagi yang tidak mengikuti. Pendidikan Menengah

Universal (PMU) meliputi SMA/SMK/MA, yang memberikan kesempatan seluas-luasnya

kepada seluruh warga negara RI untuk mengikuti pendidikan menengah yang bermutu,

difasilitasi oleh pemerintah untuk menampung penduduk usia sekolah, pembiayaan

ditanggung oleh pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat, sanksi longgar bagi

yang tidak mengikuti.

Adapun beberapa prinsip dasar pelaksanaan PMU meliputi: (a) mutu yang terjaga,

tidak berkurang karena adanya penambahan daya tampung; (b) perimbangan SMA-SMK

sesuai potensi dan kebutuhan daerah; (c) pemerataan distribusi layanan pendidikan

menengah untuk menjangkau yang tidak terjangkau; (d) peningkatan kebekerjaan

(employability) lulusan (khususnya SMK); dan (e) pencapaian target APK di tingkat

nasional, provinsi, dan kabupaten/kota secara bertahap. Dengan demikian pendidikan

yang bermutu bukanlah milik suatu kelompok atau perseorangan, akan tetapi pendidikan

adalah hak semua warga negara tanpa membedakan suku, agama, ataupun golongan..

Page 132: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 550 ] P a g e

Sasaran Pendidikan Menengah Universal (PMU) tentunya tidak asal saja tetapi

juga mempunyai sasaran yang ingin dicapai atau tujuan dari pelaksanaanya. Dalam

pelaksanaan Pendidikan Menengah Universal (PMU) ada tiga sasaran yang ingin dicapai,

yaitu:

1. Meningkatkan Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan menengah. Angka

Partisipasi Kasar (APK) merupakan rasio jumlah siswa, berapapun usianya, yang

sedang sekolah di tingkat pendidikan tertentu terhadap jumlah penduduk kelompok

usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikan tertentu. Misal, APK SMA sama

dengan jumlah siswa yang duduk di bangku SMA dibagi dengan jumlah penduduk

kelompok usia 16 sampai 18 tahun. APK menunjukkan tingkat partisipasi penduduk

secara umum di suatu tingkat pendidikan. APK merupakan indikator yang paling

sederhana untuk mengukur daya serap penduduk usia sekolah di masing-masing

jenjang pendidikan.

2. Memperkecil disparitas antar daerah. Disparitas dapat diartikan dengan perbedaan.

Jadi, memperkecil disparitas antar daerah dapat diartikan dengan memperkecil

perbedaan antar daerah khususnya dalam bidang pendidikan.

3. Memperkuat pelayanan pendidikan vokasi. Istilah vokasi digunakan untuk program

pendidikan menggantikan istilah profesional atau profesi. Istilah vokasi diturunkan

dari bahasa Inggris, vocation, yang sama artinya dengan profession. Di Amerika

Serikat, vokasi digunakan untuk menyebut pengelompokan sekolah kejuruan seperti

di Indonesia.

Program pendidikan menengah universal (PMU) yang bermutu implementasinya

menggunakan strategi tersedianya dan terjangkaunya Layanan Pendidikan Menengah

yang Bermutu, Relevan dan Berkesetaraan, dicapai dengan menggunakan strategi sebagai

berikut:.

1. Penyediaan tenaga pendidik pendidikan menengah berkompeten yang merata di

seluruh provinsi, kabupaten, dan kota;

2. Penyediaan manajemen satuan pendidikan menengah berkompeten yang merata di

seluruh provinsi, kabupaten, dan kota;

3. Penyediaan dan pengembangan sistem pembelajaran, informasi berbasis riset, dan

standar pendidikan menengah, dan keterlaksanaan akreditasi serta pengembangan

dan pembinaan bahasa untuk pendidikan menengah;

4. Penyediaan dan peningkatan sarana dan prasarana untuk penerapan sistem

pembelajaran SMA/Paket C bermutu yang merata di seluruh provinsi, kabupaten, dan

kota;

5. Penyediaan dan peningkatan sarana dan prasarana untuk penerapan sistem

pembelajaran SMK/Paket C Kejuruan bermutu yang berbasis keunggulan lokal dan

relevan dengan kebutuhan daerah yang merata di seluruh provinsi, kabupaten, dan

kota;

Page 133: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Program Pendidikan Menengah… (Lili Marliyah)

P a g e [ 551 ]

6. Penyediaan subsidi untuk meningkatkan keterjangkauan layanan pendidikan

SMA/SMLB/SMK/Paket C bermutu yang merata di seluruh provinsi, kabupaten, dan

kota.

Pendanaan PMU meliputi biaya investasi, biaya operasional, dan biaya personal.

Pendanaan penyelenggaraan PMU menjadi tanggung jawab pemerintah pusat,

pemerintah daerah dan masyarakat. Sumber pendanaan PMU bersumber dari APBN,

APBD, masyarakat dan/atau sumber lain yang sah. Salah satu program utama yang

mendukung PMU adalah penyediaan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Sekolah

Menengah (SM). Sebagai hal paling inti dari BOS SM ini adalah agar beban masyarakat

untuk menyekolahkan anaknya ke tingkat pendidikan menengah tidak terlalu berat.

Karenanya, BOS SM yang akan disalurkan mulai awal tahun ajaran 2013/2014

mengalami kenaikan signifikan, yaitu mencapai Rp 1 juta per siswa per tahunnya. Selain

itu, siswa juga berkesempatan mendapatkan Bantuan Siswa Miskin, Beasiswa, BOP Paket

C, dan pengembangan bakat dan minat. Berkaitan dengan itu, Kemdikbud meminta

kepada sekolah untuk menyampaikan daftar siswa yang tidak mampu berdasarkan

urutan, karena yang tahu kondisi siswa yaitu sekolah. Nanti, dari daftar yang banyak itu

disesuaikan dengan alokasi per kabupaten.

Evaluasi dan penjaminan mutu PMU dilakukan dengan pemerintah pusat dan

pemerintah daerah. Evaluasi meliputi evaluasi masukan, proses dan keluaran yang

dilakukan secara transparan dan akuntabel. Penjaminan mutu dilakukan mengacu pada

Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan standar nasional pendidikan (SNP).

Hubungan PMU dengan kerangka kebijakan makro pendidikan di Indonesia.

Pembangunan pendidikan diarahkan untuk menghasilkan insan Indonesia cerdas

dan kompetitif melalui peningkatan ketersediaan, keterjangkauan, kualitas dan relevansi,

kesetaraan dan kepastian memperoleh layanan pendidikan. Hal ini sesuai degan amanat

konstitusi yaitu pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem

pendidikan nasional dan memajukan kebudayaan nasional untuk meningkatkan

keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka

mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang -undang.

Indikator keberhasilan sektor pendidikan senantiasa dikaitkan dengan naik

turunnya indeks pembangunan sumber daya manusia Indonesia, dibandingkan dengan

indeks yang sama dari berbagai bangsa lain di dunia. Posisi Indonesia yang kini berada

dalam urutan 107 sangat jauh di bawah Singapura, Malaysia, Thailand dan di bawah

Vietnam serta Palestina. Kondisi ini sangat memprihatinkan, sehingga menuntut

tanggung jawab pemerintah untuk dapat menetapkan sebuah lompatan kebijakan bidang

pendidikan yang dapat meningkatkan nation dignity dan indeks pembangunan sumber

daya manusia Indonesia. Dalam hal ini penekanan pada upaya peningkatan kualitas

sumber daya manusia (SDM) termasuk pengembangan kemampuan ilmu dan teknologi

serta penguatan daya saing SDM.

Page 134: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 552 ] P a g e

Hubungan program Pendidikan Menengah Universal (PMU) dengan kerangka

kebijakan makro pendidikan di Indonesia dapat dijelaskan dalam konteks program

pecapaian tahun emas bagi bangsa Indonesia. Pemerintah menetapkan target tahun 2045

adalah tahun emas bagi bangsa Indonesia yaitu ulang tahun kemerdekaan yang ke 100.

Momentum inilah yang akan dijadikan tujuan utama pembangunan pendidikan

menengah universal. Pemerintah bersama masyarakat Indonesia harus berkomitmen

untuk menyiapkan generasi yang mampu menghadapi tantangan zaman yang semakin

berat. Dalam konteks ini program PMU berupaya untuk menjaring usia produktif

sehingga memiliki daya saing dalam kancah pergaulan dan persaingan global.

Sehubungan dengan pencapaian kebijakan makro pendidikan melalui program

pendidikan menengah universal (PMU), ada beberapa faktor pendukung pelaksanaan

pendidikan menengah universal di antaranya adalah manfaat bonus demografi. Bonus

demografi yang dimiliki oleh Bangsa Indonesia merupakan sumber daya manusia yang

potensial karena jumlah penduduknya lebih banyak pada angkatan kerja. Jika bonus

demografi tidak dimanfaatkan dan dikelola dengan baik maka akan menjadi bencana

demografi atau demographic disaster seperti pengangguran, kriminalitas, narkoba dan

lain-lain. Apabila bonus demografi dapat dikelola dan dimanfaatkan dengan baik, maka

hal ini merupakan potensi dan kekuatan yang besar untuk meningkatkan dan

mempertahankan kesinambungan pembangunan nasional dan keberlangsungan

kehidupan berbangsa.

Selain bonus demografi yang dimiliki bangsa Indonesia yaitu menjaga

konsekuensi logis keberlanjutan dari keberhasilan wajib belajar sembilan tahun. Setelah

keberhasilan program wajib belajar sembilan yang dicanangkan pemerintah untuk

meningkatkan kualitas SDM sudah dinyatakan berhasil karena APK untuk SMP/MI sudah

tercapai yaitu 98,20 %, harus ada keberlanjutan program pendidikan. Wajib belajar

sampai 12 tahun, mengingat APK SMA/MA/SMK masih rendah yaitu 70,53 %. Dengan

demikian program PMU dapat meminimalisir angka putus sekolah dan agar seluruh

warga usia sekolah berkesempatan untuk menikmati pendidikan.

Argumen lain yang menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan

antara program PMU dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi, derajat kesehatan,

daya saing dan pendapatan. Laporan data Statistik World Bank 2011 dan The Global

Competitiveness Report 2010-2011menyebutkan bahwa, lama sekolah (baca: PMU)

berkorelasi positif terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human

Development Indeks (HDI). Lama sekolah pada laporan itu memiliki korelasi positif yang

sangat tinggi dengan nilai PDB per kapita (koefisien korelasi 0,93). Demikian juga lama

sekolah memiliki korelasi positif yang sangat tinggi dengan nilai Global Competitiveness

Indeks GCI (0,96).

Program pendidikan menengah universal (PMU) merupakan lompatan yang sangat

signifikan dalam pelayanan pendidikan dilihat dari kerangka kebijakan makro

pendidikan di Indonesia.

Page 135: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Program Pendidikan Menengah… (Lili Marliyah)

P a g e [ 553 ]

Nilai inovatif dan karakteristik keinovatifan Program Pendidikan Menengah

Inovasi (innovation) adalah ide, barang, kejadian, metode yang dirasakan atau

diamati sebagai sesuatu hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang

(masyarakat), baik itu berupa hasil invensi maupun diskoveri. Inovasi diadakan untuk

mencapai tujuan tertentu atau untuk memecahkan suatu masalah tertentu. Pengertian

inovasi dari beberapa ahli yaitu suatu ide, praktik, atau objek/benda yang disadari dan

diterima sebagai suatu hal yang baru oleh seseorang atau kelompok untuk diadopsi.

(Everett M. Rogers, 2003). Inovasi adalah suatu perubahan yang sifatnya khusus,

memiliki nuansa kebaruan, dan di sengaja melalui suatu program yang jelas dan

direncanakan terlebih dahulu, serta dirancang untuk mencapai tujuan yang diharapkan

dari suatu sistem tertentu. Oleh karena itu dalam menyikapi suatu inovasi, diperlukan

suatu pemahaman yang baik tentang substansi inovasinya itu sendiri, hal ini

dimaksudkan agar inovasi dapat benar-benar memberi nilai tambah bagi kehidupan.

Mengingat hal tersebut, maka dunia pendidikan sebagai suatu sub sistem

kehidupan masyarakat perlu menyikapi dengan terbuka berbagai inovasi yang ada dalam

dunia pendidikan, maupun yang terjadi dalam bidang kehidupan lainnya untuk berupaya

mengintegrasikannya agar dapat dicapai suatu kondisi pendidikan yang tidak tertinggal

dengan perubahan yang terjadi di masyarakat sebagai akibat akumulasi inovasi.

Program Pendidikan Menengah Universal (PMU) merupakan suatu bentuk

inovasi di bidang pendidikan karena mengandung beberapa ciri sebuah inovasi yaitu :

1. Memiliki kekhasan atau khusus artinya suatu inovasi memiliki ciri yang khas dalam

arti ide, program, tatanan, sistem termasuk kemungkinan hasil yang diharapkan.

Pendidikan Menengah Universal memiliki ciri yang khas dalam bentuk program

pendidikan di tingkat menengah yang memberikan layanan seluas-luasnya kepada

seluruh warga negara untuk mengikuti pendidikan menengah yang bermutu. Selain

itu PMU mengandung kemungkinan hasil yang diharapkan yaitu mempercepat

pencapaian Angka Partisipasi Kasar (APK) Pendidikan menengah menjadi 97% pada

tahun 2020.

2. Kebaruan, dalam pengertian baru atau dalam arti belum dipahami, belum diterima,

atau belum dilakukan oleh pengadopsi. Program pendidikan menengah universal

(PMU) memiliki ciri kebaruan, karena program ini pada saat diluncurkan belum

dipahami dan belum diterima atau belum dilakukan oleh pengadopsi. Letak kebaruan

PMU pada program pendidikan yang memberikan akses seluas-luasnya dalam

memperoleh pendidikan bermutu pada tingkat pendidikan menengah.

3. Bersifat “kualitatif” artinya program PMU memungkinkan adanya reorganisasi atau

restrukturisasi komponen/unsur yang sudah ada, bukan pada penambahan unsur

atau komponen yang sudah ada. Program PMU dapat dimaknai merupakan kelanjutan

dari program pendidikan dasar 9 tahun menjadi 12 tahun, sehingga program PMU ini

merupakan restrukturisasi komponen atau unsur yang sudah ada sebelum program

PMU ini diluncurkan.

Page 136: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 554 ] P a g e

4. Bersifat “diusahakan”, berarti Program PMU dilakukan dengan sengaja dan

direncanakan. Program PMU direncanakan, dipertimbangkan dan dirancang untuk

menjadi sebuah program dalam bidang pendidikan yang dianggap merupakan

lompatan yang signifikan untuk pencapaian APK pendidikan menengah yang lebih

baik dari tahun-tahun sebelumnya.

5. Meningkatkan kemampuan”, artinya tujuan utama dari inovasi adalah kapasitas

subjek yang diperbarui. Program PMU memiliki tujuan untuk memberikan layanan,

perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan menengah yang

bermutu bagi setiap warga negara. Dengan demikian program PMU dapat menjaring

usia produktif untuk ditingkatkan kemampuannya sehingga dapat menjadi sumber

daya manusia yang berkualitas dalam berpartisipasi dan menyongsong Tahun Emas

2045.

Adapun beberapa prinsip dasar pelaksanaan PMU meliputi (a) mutu yang terjaga,

tidak berkurang karena adanya penambahan daya tampung; (b) perimbangan SMA-SMK

sesuai potensi dan kebutuhan daerah; (c) pemerataan distribusi layanan pendidikan

menengah untuk menjangkau yang tidak terjangkau; (d) peningkatan kebekerjaan

(employability) lulusan (khususnya SMK); dan (e) pencapaian target APK di tingkat

nasional, provinsi, dan kabupaten/kota secara bertahap.

Selain itu nilai inovasi program pendidikan menengah universal (PMU) sebagai

suatu konsep inovasi seperti di atas ditunjang oleh beberapa hal yang tersirat pada

kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan yakni pada pergeseran paradigma

pendidikan dan kebudayaan yang meliputi:

1. Perubahan wajib belajar menjadi hak belajar

Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta

menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa

diskriminasi. Wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang diselenggarakan

oleh lembaga pendidikan pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat. Oleh

karena itu paradigma wajib belajar usia 7 sampai 15 tahun digeser menjadi hak

belajar yang menjamin kepastian bagi semua warga negara untuk memperoleh

pendidikan dasar dan menengah sampai usia 16-18 tahun. Dengan pergeseran

paradigma tersebut, pemerintah wajib menyediakan sarana prasarana dan

pendanaan demi terselenggaranya pendidikan bagi warga negaranya.

2. Kesetaraan dalam pendidikan

Selanjutnya juga warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat

adat yang terpencil, warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental,

intelektual, dan/atau sosial, serta warga negara yang memiliki potensi kecerdasan

dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus dan/atau layanan

khusus.

3. Pendidikan komprehensif melalui penyelarasan pendidikan dan pembudayaan.

Pendidikan komprehensif merupakan pendidikan yang mampu mengeksplorasi

seluruh potensi peserta didik yang berupa potensi kekuatan batin, karakter,

Page 137: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Program Pendidikan Menengah… (Lili Marliyah)

P a g e [ 555 ]

intelektual dan fisik. Di samping itu potensi tersebut dapat diintegrasikan menjadi

kekuatan peserta didik melalui pendidikan Perubahan dasar perencanaan pendidikan

yang berdasarkan suplai menjadi berdasarkan kebutuhan; terkandung penyelarasan

pendidikan dan pembudayaan serta pendidikan karakter khususnya pendidikan

karakter bangsa yang harus ditanamkan sejak pendidikan usia dini hingga pendidikan

tinggi.

4. Perubahan fungsi sekolah negeri menjadi sekolah publik.

Sekolah-sekolah negeri ke depan harus bergeser menjadi sekolah publik. Bila

sebelumnya sekolah negeri hanya dipakai siswa untuk aktivitas belajar dari siswa

sekolah tersebut, ke depan fungsi dan pemanfaatan sekolah negeri harus

ditingkatkan, tidak hanya untuk siswa dari sekolah itu, tetapi pada saat tidak

digunakan untuk kegiatan belajar mengajar dapat dimanfaatkan untuk kegiatan

anggota masyarakat. dengan ketentuan yang terkendali. Dengan demikian sekolah-

sekolah negeri dapat dimanfaatkan seluas-luasnya. 20110

5. Pengintegrasian kebudayaan dalam pendidikan ;

Untuk memperkuat integrasi fungsi kebudayaan dalam pendidikan perlu penguatan

budaya di masyarakat melalui pemberian fasilitasi sarana untuk sanggar/komunitas

adat/sasana sarasehan, pemberdayaan lembaga kepercayaan dan komunitas adat

sebagai upaya untuk menguatkan kantong-kantong budaya di daerah, kegiatan

berupa pemberian fasilitasi dahulu belum mempunyai standar dan kriteria yang jelas,

untuk itu diperlukan pembuatan POS dan akreditasi dari lembaga kepercayaan dan

komunitas adat yang akan difasilitasi

6. Pergeseran fungsi kebudayaan dari tontonan menjadi tuntunan

Semestinya kebudayaan untuk membangun manusia Indonesia yang berjati diri dan

berkarakter sehingga fungsi kebudayaan mengarah pada kemandirian, gotong royong,

toleransi sebagai wujud tuntunan dalam berbangsa dan bernegara. Untuk

mengembalikan kebudayaan sebagai tuntunan dilakukan dengan upaya melalui

penggalian, penanaman dan penguatan nilai/filosofi/makna kearifan lokal dalam

masyarakat sehingga dapat dipetik manfaatnya.

7. Pengelolaan kebudayaan secara integratif multi sektor.

Pengelolaan kebudayaan tidak lagi menjadi domain sektor kebudayaan saja, tetapi

perlu melibatkan sektor yang lain. Lingkup pengelolaan kebudayaan yang semula

hanya dalam ruang yang sempit seperti candi, masjid atau bangunan kuno dan lainnya

tetapi lingkupnya meluas dalam satu kawasan yang di dalamnya termasuk manusia,

lingkungan, nilai dan tinggalan budaya itu sendiri.

Atribut sebuah inovasi adalah karakteristik yang dimiliki oleh suatu inovasi yang

merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan laju atau kecepatan adopsi inovasi

oleh suatu sistem sosial. Faktor-faktor yang dijadikan pertimbangan pihak adopter

(pengguna inovasi) dalam membuat keputusan untuk menerima atau menolak produk

suatu inovasi jika dikaitkan dengan pemikiran Everett M. Rogers (1983) dalam diffusion

of innovation dipengaruhi oleh 5 (lima) karakteristik inovasi yaitu : 1) Relative advantage

Page 138: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 556 ] P a g e

(Keunggulan relatif) ; 2) Compatibility (Kompatibilitas atau konsisten); 3) Complexity

(Kompleksitas/kerumitan); 4) Trialability (Kemampuan untuk dapat diuji); 5) Observable

(Kemampuan untuk dapat diamati).

Esensi karakteristik inovasi program Pendidikan Menengah Universal (PMU)

adalah :

1. Keunggulan relatif adalah derajat di mana suatu inovasi dianggap lebih baik dan

unggul dari yang pernah ada sebelumnya. Hal ini dapat diukur dari beberapa segi,

seperti segi ekonomi, sosial, kenyamanan, kepuasan dan lain-lain. Program PMU

memiliki keunggulan relatif terutama dilihat dari paradigma kebijakan yang

mendasarinya. Program PMU jika dimaknai sebagai wajib belajar 12 tahun, di mana

pemerintah menjamin lulusan pendidikan dasar dapat melanjutkan ke jenjang

pendidikan menengah yang bermutu, maka di sinilah letak keunggulan relatifnya. Hal

ini disebabkan program PMU belum pernah ada sebelumnya. Dari segi sosial,

program ini memiliki keunggulan relatif karena PMU merefleksikan pergeseran

paradigma dalam pendidikan (seperti telah disebutkan di atas). Semakin besar

keunggulan relatif dirasakan oleh pengadopsi, maka semakin cepat inovasi tersebut

dapat diadopsi.

2. Kompatibilitas adalah derajat di mana inovasi tersebut dianggap konsisten dengan

nilai-nilai yang berlaku, pengalaman masa lalu dan kebutuhan pengadopsi. Pengguna

inovasi (adopter) juga akan mempertimbangkan pemanfaatan inovasi berdasarkan

konsistensinya pada nilai-nilai, pengalaman dan kebutuhannya. Dilihat dari

karakteristik ini PMU memiliki kompatibilitas yang tinggi, karena program ini

konsisten dengan nilai-nilai yang berlaku, terutama PMU memiliki prisnsip

kesetaraan dalam pendidikan. Prinsip ini mengandung arti bahwa setiap warga

negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan ang bermutu dan

setiap warga negara berhak mendapat kesempatan peningkatkan pendidikan

sepanjang hayat.

3. Kompleksitas adalah derajat di mana inovasi dianggap sebagai suatu yang sulit untuk

dipahami dan digunakan. PMU memiliki kompleksitas yang relatif rendah, karena

program ini mudah dipahami dan digunakan oleh pengadopsi. Mengingat progam

PMU merupakan lanjutan dari program wajar 9 tahun.

4. Trialability adalah derajat di mana suatu inovasi dapat diuji-coba pada batas tertentu.

Suatu inovasi yang dapat di uji-cobakan dalam seting sesungguhnya umumnya akan

lebih cepat diadopsi. Dilihat dari karakteristik ini program PMU derajatnya

trialabilitinya relatif rendah karena untuk melihat keberhasilan suatu program

pendidikan yang baru saja diluncurkan memerlukan waktu yang lama, sehingga

pengadopsi akan relatif memerlukan waktu yang lama pula untuk dapat melihat hasil

uji coba program pendidikan menengah universal (PMU). Selain itu juga derajat ini

akan terlihat jika dihubungkan dengan masalah pendanaan program PMU.

5. Observability adalah derajat di mana hasil suatu inovasi dapat terlihat oleh orang lain.

Semakin mudah seseorang melihat hasil dari suatu inovasi, semakin besar

Page 139: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Program Pendidikan Menengah… (Lili Marliyah)

P a g e [ 557 ]

kemungkinan orang atau sekelompok orang tersebut mengadopsi. Dilihat dari

karakteristik ini, PMU relatif rendah derajatnya. Keberhasilan program PMU sulit atau

memerlukan waktu yang lama untuk dapat dilihat atau diamati oleh pengadopsi

Program PMU. Selain itu kendala-kendala yang mungkin dihadapi pada proses

implementasi PMU, terutama masalah pendanaan yang harus dipikul baik oleh

pemerintah pusat, daerah maupun masyarakat.

Proses Difusi dan Keteradopsian Program Pendidikan Menengah Universal (PMU)

Difusi didefinisikan sebagai suatu proses di mana suatu inovasi dikomunikasikan

melalui saluran tertentu selama jangka waktu tertentu terhadap anggota suatu sistem

sosial. Difusi dapat dikatakan juga sebagai suatu tipe komunikasi khusus di mana

pesannya adalah ide baru. Di samping itu, difusi juga dapat dianggap sebagai suatu jenis

perubahan sosial yaitu suatu proses perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi

sistem sosial. Dapat dikatakan bahwa difusi inovasi merupakan satu bentuk komunikasi

yang berhubungan dengan suatu pemikiran baru.

Tujuan utama difusi inovasi adalah diadopsinya suatu inovasi oleh anggota sistem

sosial tertentu. Anggota sistem sosial dapat berupa individu, kelompok informal,

organisasi dan atau sub sistem. Selain itu tujuan dari inovasi adalah untuk mencapai

kesetimbangan dinamis dalam sistem sosial.

Proses difusi inovasi melibatkan empat unsur utama, meliputi: a) inovasi; b)

saluran komunikasi; c) kurun waktu tertentu; dan d) sistem sosial. Proses difusi

pendidikan menengah universal (PMU) dapat dijelaskan bahwa PMU merupakan suatu

inovasi pendidikan, karena kebijakan ini esensinya adalah kelanjutan wajar 9 tahun yaitu

menjadi wajar 12 tahun. Program PMU ini adalah kebijakan yang baru diluncurkan pada

tahun 2013. Penggunaan istilah PMU dipilih Kemdikbud dengan berbagai alasan. Istilah

Wajib Belajar atau Wajar harus berlandaskan dasar hukum yang kuat. Sementara dalam

Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional hanya disebutkan Wajar 9 Tahun,

sedangkan untuk Wajar 12 Tahun tidak dikenal Istilah pendidikan universal pertama kali

diperkenalkan UNESCO. Untuk menyebut Wajar 9 tahun, UNESCO tidak menggunakan

istilah "compulsory basic education", melainkan "universal basic education". Selain itu,

istilah Wajar juga mengandung unsur pemaksaan dan konsekuensinya ada sanksi bagi

yang tidak melakukannya. Sementara PMU esensinya seperti Wajar, tetapi tanpa sanksi,

dan tidak mengenal istilah memaksa. Kata yang digunakan justru "mendorong" agar

seluruh lulusan SMP/sederajat dapat menempuh pendidikan ke jenjang menengah.

Komunikasi adalah proses di mana partisipan menciptakan dan berbagi informasi

satu sama lain untuk mencapai suatu pemahaman bersama. Dalam hal ini difusi dapat

dipandang sebagai suatu tipe komunikasi khusus di mana informasi yang

dipertukarkannya adalah ide baru (PMU). Dengan demikian, esensi dari proses difusi

adalah pertukaran informasi di mana seorang individu mengkomunikasikan suatu ide

baru ke seseorang atau beberapa orang lain.

Page 140: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 558 ] P a g e

Komunikasi yang dimaksudkan dalam proses difusi Pendidikan Menengah

Universal (PMU) adalah upaya mempertukarkan gagasan PMU oleh seseorang atau unit

tertentu yang telah mempunyai pengetahuan dan pengalaman tentang pendidikan

menengah universal kepada seseorang atau unit lain yang belum memiliki pengetahuan

dan pengalaman mengenai program PMU (potential adopter melalui saluran komunikasi

tertentu) dalam hal ini semua pemangku kepentingan bidang pendidikan, khususnya

yang terkait dengan program pendidikan menengah universal.

Saluran komunikasi yang digunakan dalam proses difusi PMU menggunakan dua

kategori saluran yaitu :

1. Saluran Media massa (mass media channel), media massa dapat berupa radio, televisi,

surat kabar, web, dan lain-lain. Kelebihan media massa adalah dapat menjangkau

audiens yang banyak dengan cepat dari satu sumber.

2. Saluran antar pribadi melibatkan upaya pertukaran informasi tatap muka antara dua

atau lebih individu.

Unsur ketiga dalam proses difusi PMU adalah waktu. Waktu merupakan salah satu

unsur penting dalam proses difusi. Dimensi waktu, dalam proses difusi, berpengaruh

dalam proses keputusan inovasi, yaitu tahapan proses sejak seseorang menerima

informasi pertama sampai ia menerima atau menolak inovasi, keinovativan individu atau

unit adopsi lain, dan rata-rata adopsi dalam suatu sistem, yaitu seberapa banyak jumlah

anggota suatu sistem mengadopsi suatu inovasi dalam periode waktu tertentu. Waktu

yang sudah berjalan dalam proses difusi program PMU selama 10 bulan dari mulai

diundangkannya Permen No 80 tahun 2013 tentang Pendidikan Menengah Universal

(PMU).

Unsur selanjutnya dari proses difusi PMU adalah sistem sosial. Sistem sosial

adalah satu set unit yang saling berhubungan yang tergabung dalam suatu upaya

pemecahan masalah bersama untuk mencapai suatu tujuan. Anggota dari suatu sistem

sosial dapat berupa individu, kelompok informal, organisasi dan atau sub sistem. Proses

difusi PMU dalam kaitannya dengan sistem sosial ini dipengaruhi oleh struktur sosial,

norma sosial, peran pemimpin dan agen perubahan, tipe keputusan inovasi dan

konsekuensi inovasi.

Proses difusi program PMU berjalan masih relatif lamban dalam mencapai sasaran

yang diharapkan. Kondisi ini terjadi disebabkan program ini masih relatif baru yaitu 10

bulan dari diundangkannya kebijakan PMU. Selain itu keterjangkauan proses difusi

melalui saluran komunikasi media masa masih terbatas baik secara kuantitatif dan

kualitatif. Proses difusi PMU efektif dilakukan terbatas pada tingkat kelembagaan atau

organisasi di lingkungan pemerintahan, terutama jajaran terkait lembaga kependidikan.

Masyarakat yang terkait dengan program PMU dalam hal ini masyarakat luas terutama

masyarakat middle low yang relatif tidak terjangkau media masa dan teknologi informasi

lainnya cenderung belum mengetahui bahkan belum dapat menerima program PMU yang

baru dirintis implementasinya oleh pemerintah tersebut. Jika digambarkan dalam kurve S

Page 141: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Program Pendidikan Menengah… (Lili Marliyah)

P a g e [ 559 ]

tentang kecepatan relatif dari diadopsinya program PMU sejauh ini akan berbentuk

kurva “S tegak”.

Jejaring Difusi Inovasi Program PMU

Difusi adalah proses komunikasi inovasi antara warga masyarakat (anggota

sistem sosial) dengan menggunakan saluran tertentu dalam waktu tertentu. Proses

komunikasi ditekankan dalam arti terjadinya saling tukar informasi (hubungan timbal

balik) antar beberapa individu baik secara memusat (convergent) maupun memencar

(divergent) yang berlangsung secara spontan. Dengan adanya komunikasi ni akan terjadi

kesamaan pendapat antar warga masyarakat tentang inovasi. dalam sistem difusi

desentralisasi penentuan itu dilakukan oleh klien (warga masyarakat) bekerja sama

dengan beberapa orang yang telah menerima inovasi.

Jaringan difusi adalah jaringan sosial yang ada di masyarakat yang dimanfaatkan

dalam proses difusi inovasi. Jaringan sosial adalah keterkaitan hubungan dan komunikasi

antar individu dalam masyarakat yang disebabkan oleh berbagai kepentingan dan sebab.

Jaringan difusi program pendidikan menengah universal (PMU) adalah jaringan sosial

yang dimanfaatkan dalam proses mendisfusikan program pendidikan menengah

universal (PMU).

Proses penyebaran informasi tentang program PMU sangat efektif jika didifusikan

melalui saluran media massa. Namun untuk membujuk calon adopter agar segera

membuat keputusan adopsi, peran media interpersonal menjadi lebih penting. Dalam

tahapan yang disebut tahap persuasi itulah jaringan sosial yang ada dalam masyarakat

sangat berguna bagi proses difusi program PMU. Proses penyebaran informasi tentang

program PMU yang sedang dan sudah dilakukan adalah dalam bentuk sosialisasi yang

lebih bersifat model arus komunikasi dilakukan one-step flow models dan two-step flow

models.

Dalam proses one-step flow models pesan yang disampaikan mengenai program

PMU disampaikan mengalir tanpa ada perantara (audience bisa langsung mengaskes

langsung media). Model ini memiliki beberapa kelemahan karena bukan all powerful,

karena tidak semua media mempunyai kekuatan yang sama dalam menyampaikan

program PMU. Kelemahan lainnya adalah kemungkinan timbulnya reaksi yang berbeda

dari masyarakat tentang program PMU walaupun menerima dari media masa yang sama.

Dalam proses two-step flow models pesan yang disampaikan mengenai program

PMU dari media massa tidak seluruhnya langsung mengenai masyarakat sasaran, tetapi

pesan tersebut disampaikan oleh pihak tertentu artinya pihak tertentu tersebut dikenal

dengan opinion leaders (para birokrat di lingkungan pemerintahan pusat dan daerah,

utamanya di lingkungan dinas pendidikan). Melalui sosialisasi program PMU di tingkat

propinsi dan Kota/kabupaten serta organisasi di bawah birokarasi pemerintahan

misalnya Dharmawanita, PKK, dan organisasi lainnya. Tahap pertama sumber media

untuk pemimpin opini (transfer informasi), lalu tahap ke-dua pemimpin opini kepada

khalayak/pengikut.

Page 142: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 560 ] P a g e

Proses dalam jejaring difusi program PMU mengalir secara alami sepanjang

hubungan interpersonal yang ditingkatkan melalui konsep homophily dan heterophily.

Konsep komunikasi homophily dalam program PMU sering terjadi namun secara terbatas

di kalangan para agen pembaharu. Jika komunikasi konsep homophily sering terjadi maka

komunikasi menjadi lebih efektif ketika sumber dan penerima adalah homophilous.

Komunikasi efektif memberi kemudahan bagi yang terlibat di dalam sistem dan difusi

program PMU akan semakin menyebar.

Proses yang terjadi dalam jejaring difusi program PMU sebenarnya diawali juga

dalam pengertian model alur komunikasi heterophily, ketika para kerator menetapkan

keputusan suatu program pendidikan menengah universal yang digagas dan ditetapkan

melalui Permen NO 80 tahun 2013, maka jejaring difusi PMU menggunakan konsep alur

komunikasi heterophily. Arus informasi mengallir dari para penggagas kepada para agen

pembaharu yang relatif heterophily. Heterophily sering menghubungkan dua kelompok

dan membagi perbedaan individu secara sosial. Mata rantai hubungan antar pribadi ini

penting terutama untuk membawa informasi tentang program PMU.

Adapun jaringan kemitraan dalam proses difusi program pendidikan menengah

universal (PMU), sedikitnya melibatkan 12 lembaga di lingkungan dinas pendidikan, dan

lembaga lainnya yaitu: 1) .Kemendiknas; 2) Dewan Pendidikan Provinsi/Kabupaten/

Kota; 3) PMP; 4) Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota; 5) Komite Sekolah /Satuan

Pendidikan di Kabupaten/Kota; 6) Media cetak, radio dan televise; 7) Perguruan Tinggi

Negeri/Swasta; 8) Dunia usaha/industri/kerja; 9) Profesional; 10) Asosiasi profesi; 11)

Lembaga Bantuan Hukum; 12) Pengamat pendidikan/ pakar pendidikan

Sistem difusi sentralistik PMU dipadu dengan sistem difusi desentralistik PMU

dan/atau penerapan kedua sistem tersebut disesuaikan dengan kebutuhan. Dalam sistem

difusi sentralistik program PMU, difusi dilakukan oleh pemerintah dan/atau ahli;

sementara itu, dalam sistem difusi desentralistik, program PMU datang dari

ekperimentasi lokal yang sering dilakukan oleh pengguna itu sendiri dan atau atas dasar

saling tukar informasi untuk mencapai suatu pemahaman bersama. Difusi lewat network

horizontal dilakukan unit lokal dengan tingkat kemungkinan reinvensi yang tinggi

tentang Program PMU.

Peran Agen Perubahan (change agent) dan Opinion Leader

Dalam difusi program PMU diperlukan orang-orang yang berperan sebagai agen

perubahan. Agen perubahan ini menjadi penghubung antara calon adopter dengan

inovator. Agen perubahan atau change agent adalah seseorang yang dapat

mempengaruhi orang lain agar sependapat dengan tujuan yang diinginkan oleh suatu

institusi yang mengadakan perubahan. Agen perubahan adalah salah satu unsur penting

dalam proses difusi program PMU. Agen pembaharu program PMU adalah sekelompok

kecil orang tertentu sebagai penentu tentang berbagai hal tentang program PMU, seperti;

kapan dimulainya difusi PMU, dengan saluran apa, siapa yang akan menilai hasilnya, dan

melakukan koreksi, menjadi penghubung antara kreator dengan adopter, dan sebagainya

Page 143: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Program Pendidikan Menengah… (Lili Marliyah)

P a g e [ 561 ]

dalam suatu sistem sosial. Agen perubahan PMU memiliki akses banyak kepada institusi

penggagas PMU dalam ini Kemendiknas, terutama memiliki akses terhadap ide PMU yang

akan atau sedang didifusikan.

Agen perubahan PMU diperlukan terutama dalam: 1) mengembangkan kebutuhan

untuk berubah, 2) mengadakan pertukaran informasi dan menjalin hubungan, 3)

mendiagnosa masalah, 4) menciptakan minat pada khalayak sasaran untuk berubah, 5)

mengubah minat menjadi tindakan, 6) memantapkan adopsi dan mencegah diskontinyu,

dan 7) mencapai suatu hubungan baik

Apabila ditinjau lebih lanjut ada beberapa peran yang harus dilaksanakan oleh

agen perubahan PMU yaitu peran agen perubahan sebagai penghubung atau linker

terutama untuk menyampaikan berbagai pesan atau informasi tentang PMU. Sebagai

penghubung, agen perubahan melakukan kegiatan-kegiatan: 1) mendifusikan PMU

kepada khalayak sasaran, 2) menyalurkan kebutuhan dan masalah khalayak sasaran

kepada institusi perancang perubahan dalam hal ini pemerintah (Kemendiknas) atau

change agency, 3) menyalurkan masukan atau balikan mengenai PMU kepada

Kemendiknas, dan 4) membuat evaluasi atas kesuksesan atau kegagalan difusi yang

dilakukannya.

Kesuksesan agen perubahan PMU tergantung pada : (a) upayanya menghubungi

khalayak sasaran, (b) orientasinya yang lebih kepada khalayak sasaran, bukan pada

Kemendiknas, (c) tingkat kesesuaian program PMU dengan kebutuhan khalayak sasaran,

(d) empatinya kepada khalayak sasaran, (e) homofilitasnya dengan khalayak (f)

kredibilitasnya di mata khalayak, (g) tingkat kesejalanannya dengan pemimpin opini dan

(h) kemampuan khalayak sasaran mengevaluasi program PMU.

Tugas Agen Perubahan di Bidang Pendidikan Menengah Universal (PMU) secara

umum adalah : a) Mensosialisasikan program pendidikan menengah universal (PMU)

kepada kepala birokrasi pemerintah daerah, dan kepala dinas dengan jajaran terkait di

seluruh daerah masing-masing dan cara implementasi penyelenggaraan pendidikan

menengah universal (PMU); b) Mendiagnosa masalah yang dihadapi khalayak sasaran

sehingga diketahui mengapa pelaksanaan program PMU yang digunakan itu tidak sesuai

dengan kebutuhan atau sasaran; c) Membangkitkan kebutuhan untuk berubah, agen

pembaharu harus membantu khalayak sasaran, agar mereka sadar akan perlunya

pendidikan menengah universal (PMU).

Hubungan agen perubahan program PMU secara positif tergantung pada lebih

tingginya khalayak sasaran dibandingkan agen pembaharu dalam hal (a) status sosial, (b)

partisipasi sosial, (c) pendidikan dan (d) kekosmoplitannya. Dari beberapa kondisi agen

perubahan program PMU di atas dapat dijelaskan bahwa peran agen pembaharu program

PMU masih relatif terbatas pada khalayak sasaran pada tingkat lembaga-lembaga

birokrasi pemerintahan serta organisasi terkait di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.

Selain itu peran agen perubahan PMU jika dilihat dari tugasnya sebagai linker,

masih relatif terbatas pada kegiatan difusi program PMU, sedangkan kegiatan lain

terutama dengan tugas melakukan evaluasi tentang keberhasilan atau kegagalan

Page 144: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 562 ] P a g e

program PMU dan menyalurkan balikan atau masukan kepada Kemendiknas, belum

dilakukan. Hal ini mengingat waktu peluncuran dan proses difusi program PMU relatif

belum lama dan proses difusi belum secara keseluruhan mencapai target khalayak

sasaran.

Opinion leaders atau pemimpin opini adalah individu yang memimpin dalam

mempengaruhi pendapat orang lain tentang program PMU.. Opinion leaders adalah orang

yang mempunyai keunggulan dari masyarakat kebanyakan. Opinion leaders lebih mudah

menyesuaikan diri dengan masyarakatnya, lebih kompeten dan lebih tahu memelihara

norma yang ada. Opinion leaders lebih mudah menyesuaikan diri dengan masyarakatnya,

lebih kompeten dan lebih tahu memelihara norma yang ada. Jadi, Opinion leaders dapat

dikatakan sebagai orang-orang berpengaruh, yakni orang-orang tertentu yang mampu

memengaruhi sikap orang lain secara informal dalam suatu sistem sosial.

Perilaku pemimpin opini penting dalam menentukan tingkat adopsi program PMU

dalam suatu system sosial. Bahkan bentuk kurva S difusi terjadi karena pemimpin

opini sekali mengadopsi kemudian memberitahu orang lain tentang program PMU yang

diadopsinya. Kemampuan dirinya memelihara norma menjadi salah satu konsekuensi

logis bentuk pelayanan atau suri teladan yang diberikan atau ditunjukkan kepada

masyarakatnya.

Dalam kenyataannya, sejauh ini orang-orang yang berpengaruh serta berperan

dalam tingkat adopsi program PMU, masih relatif terbatas pada level jajaran birokrasi

pemerintahan pusat, provinsi dan kabupaten/kota. Para opinion leader di tingkat

khalayak sasaran program PMU belum intensif dilakukan, disebabkan tingkat

keteradopsian program PMU masih relatif rendah.

Dampak program PMU terhadap perubahan sosial dalam dinamika pembangunan

pendidikan di Indonesia

Tujuan utama Pendidikan Menengah Universal (PMU) adalah meningkatkan

kualitas penduduk Indonesia dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan daya saing

bangsa, peningkatan kehidupan sosial politik serta kesejahteraan masyarakat.

Tecapainya tujuan program PMU dapat diartikan merupakan dampak positif

diimplementasikannya program pendidikan menengah universal (PMU).

Setiap program kebijakan pendidikan, termasuk program pendidikan universal

(PMU) akan memiliki dampak pada sistem sosial masyarakat di mana program tersebut

diimplementasikan. Dampak yang ditimbulkan merupakan bentuk perubahan yang

terjadi, termasuk tatanan sosial dan tatanan sistem pendidikan yang diharapkan oleh

tujuan program yang diimplementasikan. Dampak tersebut dapat meliputi dampak

perubahan positif yang diharapkan dan kemungkinan dampak negatif pelaksanaan suatu

program. Adapun kemungkinan dampak positif dan negatif meliputi:

1. Beberapa dampak positif dari perubahan yang diharapkan dari program PMU

meliputi: 1) Terjadi peningkatan akses publik ke tingkat sekolah menengah

(SMA/sederajat); 2) Angka partisipasi kasar (APK) tingkat SMA/sederajat akan makin

Page 145: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Program Pendidikan Menengah… (Lili Marliyah)

P a g e [ 563 ]

tinggi, Hingga 2012 ini, APK SMA/sederajat secara nasional masih berada di bawah

70%. Dengan adanya PMU, APK ini akan naik menjadi sekitar 97% pada tahun 2020.

Hal ini sekaligus merupakan percepatan APK pendidikan menengah. Tanpa PMU atau

“Wajar 12 Tahun”, APK sebesar itu baru bisa tercapai pada tahun 2040. Dengan

adanya PMU, peluang masyarakat untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat

SMA/sederajat semakin besar.; 3) Terjadi penambahan jumlah peserta didik yang

berpeluang melanjutkan ke perguruan tinggi, Hal ini sejalan dengan ditingkatkannya

layanan pendidikan tinggi, termasuk akan dibangunnya akademi komunitas

(community college) di setiap kabupaten/kota menyusul disahkannya UU Pendidikan

Tinggi; 4) Penyeimbangan antara SMA dan SMK. Hal ini, akan mengurangi perbedaan

jumlah kedua jenis sekolah menengah ini; dan sekaligus menambah jumlah lulusan

yang siap kerja terutama dari SMK tanpa mengurangi jumlah yang siap melanjutkan

ke perguruan tinggi baik dari SMA maupun SMK; 5) Meningkat dan menguatnya

pendidikan vokasi. Pendidikan vokasi yang dimaksud disini adalah pendidikan

kejuruan di tingkat menengah, bukan pendidikan kejuruan di tingkat perguruan

tinggi. PMU akan memperbaiki kualitas angkatan kerja. Pengetahuan dan

keterampilan lulusan SMA/SMK lebih memadai ketimbang lulusan SD/SMP.

sedangkan berdasarkan usia, lulusan SMA/SMK lebih siap memasuki dunia kerja; 6)

Mobilitas vertikal para lulusan SMA/SMK juga akan cenderung lebih mudah

ketimbang lulusan SD/SMP. Dalam hal ini kehadiran PMU ini boleh dikatakan berada

satu langkah di depan (one step ahead) di tengah-tengah dunia pendidikan kita.

Menjadi terobosan dalam meningkatkan kualitas SDM bangsa Indonesia; sekaligus

memperbaiki kinerja dalam kehidupan sosial dan ekonomi.

2. Beberapa dampak negatif yang akan terjadi dari pelaksanaan Pendidikan Menengah

Universal (PMU), di antaranya adalah masalah anggaran. Dengan diberlakukannya

sistem baru, pastilah ada biaya tambahan yang harus dikeluarkan. Jika dahulu,

pemerintah hanya mencanangkan Wajar 9 tahun, maka pemerintah hanya wajib

menganggarkan dana pendidikan khususnya untuk BOS (Bantuan Operasional

Sekolah) bagi pendidikan selama 9 tahun yaitu SD dan SMP. Namun, dengan rencana

Pendidikan Menengah Universal (PMU), maka pemerintah juga harus menganggarkan

dana yang jauh lebih besar, karena jenjang yang dicakup kini lebih lama yaitu 12

tahun dari SD, SMP sampai SMA/SMK.

3. Dampak negatif lain yang harus diwaspadai adalah masalah transparansi dan

akuntabilitas pendanaan program Pendidikan Menengah Universal (PMU). Penerapan

PMU tanpa diimbangi oleh perbaikan taraf ekonomi dengan signifikan, maka target

PMU tidak akan tercapai dengan maksimal. Begitu pula tanpa transparansi dan

perubahan cara pandang komunitas sekolah, penerapan PMU hanya akan menjadi

ladang baru dan melanggengkan potensi serta modus korupsi yang lama disinyalir

telah terjadi. Dengan demikian, penerapan PMU tidak hanya layak untuk kita sambut

dengan gembira, tetapi juga harus diwaspadai agar tidak terjebak oleh masalah

ekonomi serta budaya korupsi akut yang berkembang di masyarakat.

Page 146: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 564 ] P a g e

SIMPULAN

1. Esensi program Pendidikan Menengah Universal (PMU) adalah merupakan program

keberlanjutan dari wajar 9 tahun menjadi wajar 12 tahun. Program PMU merupakan

upaya strategis dalam program pendidikan yang memberikan layanan seluas-luasnya

pada seluruh warga negara untuk mengikuti pendidikan menengah yang bermutu. Hal

ini mengandung pengertian konsep pemerataan dan peningkatan mutu pendidikan.

2. Program Pendidikan Menengah Universal (PMU) dalam kerangka makro kebijakan

pendidikan nasional merupakan suatu lompatan kebijakan yang signifikan.

Pengembangan kebijakan ini dalam upaya meningkatkan kualitas penduduk

Indonesia guna mendukung pertumbuhan ekonomi dan daya saing bangsa,

peningkatan kehidupan social politik serta kesejahteraan masyarakat.

3. Nilai keinovatifan program PMU terletak pada kekhasan program PMU, kebaruan

Program PMU yaitu wajar 12 tahun yang merupakan keberlanjutan dari wajar 9

tahun yang belum pernah ada sebelumnya. Selain itu keinovatifan program PMU

dapat dilihat dari unsur kualitatif, bersifat diusahakan dan dilihat dari program PMU

memiliki unsur meningkatkan kemampuan. Unsur lain keinovatifan PMU dapat dilihat

dari pergeseran paradigma kebijakan pendidikan dan kebudayaan yang mendasari

pelaksanaan program PMU.

4. Karakteristik keinovatifan PMU dapat dilihat dari unsur-unsur keuntungan relatif dan

kompatibilitas yang relatif tinggi. Karakteristik keinovatifan PMU jika dilihat dari

unsur kompleksitas, triability dan obsevability relatif rendah.

5. Proses difusi program PMU yang sudah berjalan relative masih terbatas belum

menyeluruh mencapai khalayak sasaran yang menjadi target sebagai system sosial

tempat diimplementasikannya program PMU. Sehubungan dengan hal itu maka

tingkat keteradopsiannya masih relatif belum tinggi yang diukur dengan jumlah

khalayak sasaran yang telah mengadopsi program PMU.

6. Peran agen pembaharu dan opinion leader dalam proses difusi PMU masih terbatas

dan relatif belum maksimal.

7. Perubahan sosial yang mungkin akan terjadi sebagai dampak dari inovasi program

PMU dapat berupa dampak positif dan dampak negatif.

DAFTAR PUSTAKA

Kemendiknas, 2013, Kebijakan Permendiknas No 80 Tahun 2013 tentang PendidikanMenengah Universal, Jakarta,.Lemabran Negara

Kemendikbud, 2010, Renstra Kemendikbud 2010-2014, Jakarta

Rogers, Everet M, 1983. Diffusion of Innovations, The Free Press, A Division of MacmillanPublishing Co., Inc. New York, N. Y. 10022

Page 147: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Faktor-Faktor yang… (Dewi Amaliah Nafiati)

P a g e [ 565 ]

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PRESTASI BELAJAR MATA KULIAH PENGANTAR AKUNTANSI

(STUDI EMPIRIS PADA MAHASISWA AKUNTANSI DI JAWA TENGAH)

Dewi Amaliah NafiatiFKIP-Universitas Pancasakti Tegal

[email protected]

AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh ability and effort(kemampuan dan usaha), intellectual skill, high school grades, college grades,emotional skill, dan lingkungan belajar terhadap prestasi belajar mahasiswa S1Akuntansi dalam Mata Kuliah Pengantar Akuntansi. Penelitian ini dilaksanakanpada perguruan tinggi di Jawa Tengah yang memiliki Jurusan Akuntansi.Populasi dalam penelitian adalah mahasiswa dari perguruan tinggi (universitas)yang telah mengambil Mata Kuliah Pengantar Akuntansi. Penentuan sampelmenggunakan teknik purposive sampling. Dari populasi sebanyak 28 universitasbaik negeri maupun swasta terpilih 22 universitas sebagai anggota sampel. Datapenelitian diperoleh melalui angket dan studi pustaka. Data dianalisismenggunakan teknik analisis regresi linier berganda. Berdasarkan hasil analisisditemukan bahwa prestasi belajar mahasiswa dalam mata kuliah pengantarakuntansi dipengaruhi secara signifikan oleh semua variabel penelitian (abilityand effort, intellectual skill, high school grades, college grades, emotional skill, danlingkungan belajar).

Kata Kunci: Prestasi Belajar, Pengantar Akuntansi, dan Mahasiswa Akuntansi

PENDAHULUAN

Perkembangan dan perubahan yang melanda bangsa Indonesia menjadikan

pendidikan nasional kita dihadapkan pada beberapa masalah. Permasalahan tersebut

antara lain peningkatan kualitas dan hasil, terbatasnya dana yang tersedia dan belum

tergalinya sumber dana masyarakat secara proporsional sesuai dengan prinsip

pendidikan sebagai tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat dan orang

tua. Untuk mengantisipasi segala perubahan tersebut maka kita harus menempatkan

pendidikan sebagai modal dasar pembangunan bangsa.

Pendidikan akuntansi yang dilaksanakan di perguruan tinggi pada jenjang S1

menjadi salah satu bekal dalam memasuki dunia profesi akuntan publik bertujuan

menghasilkan lulusan yang beretika dan bermoral tinggi. Berbagai upaya dilakukan

untuk memperkenalkan nilai-nilai profesi dan etika akuntan kepada mahasiswa. Dalam

upaya pengembangan pendidikan akuntansi yang berlandaskan etika ini dibutuhkan

adanya umpan balik (feedback) mengenai kondisi yang ada sekarang, yaitu apakah

pendidikan akuntansi di Indonesia telah cukup membentuk nilai-nilai positif mahasiswa

akuntansi. Hal ini dikarenakan pertumbuhan ekonomi, perkembangan pasar modal dan

teknologi informasi, serta perubahan lain mengakibatkan perubahan peran dan tanggung

jawab akuntan.

Page 148: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 566 ] P a g e

Prestasi belajar pada mata kuliah pengantar akuntansi dipilih dalam penelitian ini

karena mata kuliah ini merupakan dasar sebelum menempuh mata kuliah akuntansi yang

lebih kompleks. Prestasi belajar merupakan hasil belajar berupa kemampuan setelah

mahasiswa mengalami proses belajar dalam waktu tertentu dan telah dicapai di luar diri

manusia setelah melakukan proses untuk memperoleh perubahan tingkah laku kognitif,

afektif, psikomotorik. (Sudjana, 2008) Begitu pentingnya prestasi belajar pengantar

akuntansi karena mengantarkan mahasiswa pada pemahaman awal konsep akuntansi.

Untuk mencapai prestasi belajar pengantar akuntansi diperlukan beberapa faktor, di

antaranya ability and effort (kemampuan dan usaha), Intellectual Skill, High School Grades,

College Grades, Emotional Skill, dan lingkungan belajar.

Falley dan Eskew (1988) menyatakan bahwa ability and effort merupakan

kemampuan dan usaha untuk memperoleh pemahaman secara konkret terhadap

pengantar akuntansi, sehingga kemampuan yang diperoleh tidak hanya sekedar

menghafal materi tetapi benar-benar mampu dimengerti. Menurut Gagne (2010),

intellectual skill (kemampuan intelektual) merupakan kemampuan yang ditunjukkan oleh

mahasiswa tentang operasi-operasi intelektual yang dapat dilakukannya. Untuk

menunjang mahasiswa agar memiliki ability and effort, serta intellectual skill yang baik

terhadap pengantar akuntansi dapat dilihat dari kemampuan mahasiswa sejak high

school grades atau prestasi mahasiswa sejak belajar di SMU dan tentu saja kualifikasi

perguruan tinggi atau college grades yang bersangkutan. high school grades atau prestasi

mahasiswa sejak belajar di SMU seperti yang dikemukakan oleh Ausubel (1968) tentang

teori bermaknanya yang menjelaskan bahwa belajar merupakan proses mengaitkan

informasi baru dengan informasi yang telah diterima sebelumnya pada konsep-konsep

relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Menurut Ausubel, manusia

tidak tahu bagaimana mekanisme memori penyimpanan pengetahuan, yang jelas

informasi-informasi yang diperoleh oleh mahasiswa dapat tersimpan dalam otak. Dengan

berlangsungnya pembelajaran, dihasilkan perubahan-perubahan dalam sel otak,

terutama sel yang menyimpan informasi.

Pencapaian prestasi belajar pengantar akuntansi dapat diperoleh secara maksimal

juga dipengaruhi oleh emotional skill dan lingkungan belajar. Goleman (2000),

mendefinisikan kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami, dan

secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi,

koneksi, dan pengaruh yang manusiawi. Semua faktor-faktor tersebut sebaiknya

berlangsung dalam lingkungan belajar yang kondusif. Walgito (2004) menyatakan bahwa

dalam proses belajar, faktor lingkungan memegang peranan penting karena faktor

lingkungan ini berhubungan dengan tempat, alat-alat belajar, suasana, waktu, dan

pergaulan.

Penelitian ini merupakan perluasan dari penelitian Robert Eskew dan Robert

Falley (1988) yang berjudul “Some Determinant of Student Performance in The First

College-Level Financial Accounting”. Dalam penelitian ini terdapat perubahan dua variabel

independen yaitu variabel lingkungan belajar, dan kecerdasan emosional. Oleh karena itu

Page 149: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Faktor-Faktor yang… (Dewi Amaliah Nafiati)

P a g e [ 567 ]

penelitian ini akan menguji pengaruh ability and effort (kemampuan dan usaha),

Intellectual Skill, High School Grades, College Grades, Emotional Skill, dan lingkungan

belajar, juga berpengaruh terhadap prestasi mahasiswa khususnya dalam mata kuliah

pengantar akuntansi.

METODE

Populasi dalam penelitian adalah mahasiswa S1 Jurusan Akuntansi dari

Perguruan Tinggi di Jawa Tengah. Penentuan sampel menggunakan teknik purposive

sampling, sehingga diperoleh sampel sebanyak 22 perguruan tinggi dari 28 perguruan

tinggi yang berbentuk universitas. Nama dan alamat perguruan tinggi didapat dari

Katalog Perguruan Tinggi. Data penelitian diperoleh melalui pengiriman kuesioner dan

wawancara dengan responden penelitian. Data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah data primer. Data primer yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data yang

didapat dari jawaban responden terhadap serangkaian pertanyaan yang diajukan

peneliti.

Variabel sebagai titik perhatian adalah variabel terikat/dependent variable yaitu

prestasi belajar mata kuliah pengantar akuntansi dan variabel bebas/independent

variable yaitu Ability and Effort (kemampuan dan usaha), Intellectual Skill, High School

Grades, College Grades, Emotional Skill dan Lingkungan Belajar.

Untuk memberikan pemahaman yang lebih spesifik terhadap variabel penelitian

ini maka variabel-variabel tersebut didefinisikan secara operasional. Prestasi belajar

diukur dengan nilai yang diperoleh mahasiswa. Ability and Effort (kemampuan dan

usaha) diukur dengan pertanyaan tentang upaya serta kemampuan mahasiswa

memperoleh pemahaman secara konkret terhadap pengantar akuntansi. Intellectual skill

diukur dengan pertanyaan yang berisi kemampuan membaca, memahami dan

menginterpretasikan informasi pengantar akuntansi. High School Grades diukur dengan

prestasi mahasiswa selama mahasiswa belajar di SMU/SMK. College Grades diukur

dengan melihat kualifikasi perguruan tinggi. Kecerdasan emosional diukur dengan

pertanyaan tentang kemampuan mahasiswa dalam pengendalian diri dan motivasi dalam

mempelajari pengantar akuntansi. Lingkungan belajar diukur dengan pertanyaan tentang

tempat belajar, alat belajar, waktu, disiplin dan metode belajar.

Analisis data yang meliputi pengujian instrumen (uji validitas dan reliabilitas),

pengujian data (uji asumsi klasik), dan pengujian hipotesis dilakukan dengan program SPSS

for Windows. Pengujian hipotesis penelitian ini dilakukan dengan analisis regresi berganda

dengan model sebagai berikut:

Y = β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 + β6X6 + e

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil uji validitas dengan analisis faktor menunjukkan validitas pada skor masing-

masing butir dengan skor total. Untuk pengujian reliabilitas dengan menggunakan teknik

Page 150: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 568 ] P a g e

Cronbach alpha. Hasil pengujian menunjukkan data kuesioner adalah reliabel. Dengan

kata lain, data kuesioner reliabel dan valid.

Tabel 1. Hasil Pengujian Kualitas Data

VariabelHasil

ReliabilitasAlpha Cronbach

Variabel IndikatorHasil AnalisisFaktor Kaiser

MSA > 0,50Ability andEffort

0. 6397 X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7,X8, X9, X10

X6, X7, X8, X9,X10

IntellectualSkill

0. 6261 X11, X12, X13, X14, X15,X16, X17, X18, X19, X20

X16, X17, X18,X19, X20

High SchoolGrades

0. 7087 X21, X22, X23, X24, X25,X26, X27

X26, X27

CollegeGrades

0. 8047 X28, X29, X30, X31, X32,X33, X34, X35

X33, X34, X35

EmotionalSkill

0. 7033 X36, X37, X38, X39, X40,X41, X42, X43, X44, X45

X41, X42, X43,X44, X45

LingkunganBelajar

0. 6735 X46, X47, X48, X49, X50,X51, X52, X53, X54, X55

X51, X52, X53,X54, X55

Berdasarkan hasil uji reliabilitas dengan menggunakan alpha Cronbach diketahui

bahwa variabel Ability and Effort memiliki alpha sebesar 0,6397. Intellectual Skill

memiliki alpha sebesar 0,6261. Variabel High School Grades memiliki alpha sebesar

0,7087. Sedangkan variabel College Grades memiliki alpha sebesar 0,8047. Untuk variabel

Emotional Skill memiliki alpha sebesar 0,7033. Begitu pula untuk variabel Lingkungan

Belajar memiliki nilai alpha sebesar 0,6735. Menurut Sekaran (2006) sebuah variabel

dikatakan reliabel apabila alpha 0,6. Dengan demikian semua variabel dalam penelitian

ini reliabel.

Hasil uji validitas dengan menggunakan analisis faktor diketahui bahwa tidak

semua item pada masing-masing variabel valid. Pada variabel Ability and Effort item yang

valid yaitu item 6,7,8,9, dan 10. Sedangkan variabel Intellectual Skill, item yang valid

adalah item nomor 16, 17, 18, 19, dan 20. Variabel High School Grades, item yang valid

adalah nomor 26 dan 27, sedangkan untuk variabel College Grades, item yang dikatakan

valid berdasarkan analisis faktor adalah item nomor 33, 34, dan 35. Variabel Emotional

Skill, item yang valid adalah nomor 41, 42, 43, 44, dan 45. Item yang valid untuk variabel

Lingkungan Belajar adalah item nomor 51, 52, 53, 54, dan 55. Berdasarkan perhitungan

analisis faktor tersebut, maka dalam penelitian ini item yang tidak valid tidak digunakan

atau dibuang.

Hasil uji asumsi klasik meliputi normalitas, multikolinearitas, dan

heterosedastisitas. Hasil pengujian normalitas menunjukkan nilai signifikansi sebesar

0,99. Nilai ini jauh di atas 0,01 yang menunjukkan bahwa data dalam penelitian ini adalah

normal. Untuk pengujian multikolinearitas dengan melihat nilai Variance Inflation Factor

(VIF) dan tolerance value. Hasil pengujian menunjukkan nilai VIF di sekitar 1, demikian

Page 151: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Faktor-Faktor yang… (Dewi Amaliah Nafiati)

P a g e [ 569 ]

juga dengan nilai tolerance mendekati 1. Dengan demikian keenam variabel independen

tidak memiliki multikolinearitas antar variabel independen satu dengan lain. Deteksi ada

tidak heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu

pada grafik Scatterplot antara SRESID dan ZPRES di mana sumbu Y adalah Y yang telah

diprediksi, dan sumbu X adalah residual (Y prediksi - Y sesungguhnya) yang telah di-

standardized. Dari grafik Scatterplot terlihat titik-titik menyebar secara acak serta

tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini menunjukkan

bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi, sehingga model regresi layak

dipakai untuk memprediksi prestasi belajar berdasarkan masukan variabel

independennya.

Hasil pengujian regresi linear menunjukkan nilai R sebesar 0,560 menunjukkan

korelasi ganda (Ability and Effort, Intellectual Skill, High School Grades, College Grades,

Emotional Skill, dan Lingkungan Belajar) dengan Prestasi Belajar dalam mata kuliah

pengantar akuntansi.

Nilai Adjusted R Square sebesar 0,294 menunjukkan besarnya peran atau

kontribusi variabel Ability and Effort, Intellectual Skill, High School Grades, College Grades,

Emotional Skill, dan Lingkungan Belajar mampu menjelaskan variabel Prestasi Belajar

dalam mata kuliah pengantar akuntansi sebesar 29,4%.

Tabel 2. Ringkasan Analisis Regresi Linear Berganda

Model R R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of

the Estimate

1 ,560(a) ,314 ,294 53,465

Berdasarkan beberapa hasil analisis diperoleh bahwa enam variabel bebas yaitu

Ability and Effort, Intellectual Skill, High School Grades, College Grades, Emotional Skill,

Lingkungan Belajar secara simultan berpengaruh terhadap prestasi belajar. Hal ini

terbukti dari hasil uji ANOVA atau F test, didapat F hitung sebesar 16,835 dengan tingkat

probabilitas 0.000 (signifikansi). Karena probabilitas jauh lebih kecil dari 0,05, maka

model regresi dapat digunakan untuk memprediksi prestasi belajar.

Adapun hasil output SPSS menunjukkan bahwa Ability and Effort berpengaruh

signifikan terhadap prestasi belajar. Hasil ini konsisten dengan teori yang dikemukakan

oleh Simanjuntak (2005) yang menyatakan bahwa Ability and Effort individu dipengaruhi

oleh kebugaran fisik dan kesehatan jiwa individu yang bersangkutan, pendidikan,

akumulasi pelatihan, dan pengalamannya. Hasil tersebut juga konsistensi dengan

penelitian yang disampaikan oleh Robert Eskew dan Robert Faley (1988), Frederickson

dan Part (1995), dan Faridah (2003) yang menyatakan bahwa Ability and Effort

berpengaruh positif terhadap prestasi akademik mahasiswa.

Hasil output SPSS menunjukkan bahwa Intellectual Skill berpengaruh signifikan

terhadap prestasi belajar. Hasil pengujian ini relevan dengan teori belajar yang

dikemukakan oleh Gagne (2010) yang menyatakan bahwa intellectual skill merupakan

penampilan yang ditunjukkan oleh mahasiswa untuk memecahkan masalah dengan

Page 152: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 570 ] P a g e

menentukan aturan-aturan tingkat tinggi yang kompleks. Aturan tersebut berisi aturan

dan konsep terdefinisi yang diperoleh melalui pembelajaran beberapa konsep konkret

dan penguasaan diskriminasi-diskriminasi. Pengujian ini juga konsisten dengan temuan

Stone dan Shelly (1997) membedakan Intellectual Skill menjadi empat bagian yaitu

pertama, cognitive complexity, kedua, ability to identify accounting related information

resources, ketiga, problem structuring dan empat, written communication skill yang

berpengaruh terhadap prestasi belajar akuntansi.

Analisis output SPSS menunjukkan bahwa High School Grades berpengaruh

signifikan terhadap prestasi belajar. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang

dikemukakan oleh Ausubel (1968) tentang teori bermaknanya yang menyatakan bahwa

belajar merupakan proses mengaitkan informasi baru dengan informasi yang lama (telah

dipelajari sebelumnya) tentang konsep-konsep yang relevan dalam struktur kognitif

seseorang. Hasil pengujian ini juga sesuai dengan temuan Smith (1968) yang

mengungkapkan bahwa akuntansi/bookkeeping yang diperoleh di sekolah lanjutan (high-

school) secara positif akan mempengaruhi prestasi mahasiswa di perguruan tinggi dalam

akuntansi dasar.

Output SPSS yang menunjukkan bahwa College Grades berpengaruh signifikan

terhadap prestasi belajar. Hasil pengujian ini sesuai dengan pendapat Tu’u (2003)

tentang faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar, di mana salah satunya

kualifikasi dari lembaga pendidikan dalam hal ini perguruan tinggi. Hasil ini sesuai

dengan salah satu temuan Eskew dan Faley (1988) yang menyatakan bahwa kualifikasi

perguruan tinggi (College Grades) berpengaruh positif dan signifikansi terhadap prestasi

belajar.

Variabel Emotional Skill berpengaruh signifikan terhadap prestasi belajar juga

terbukti dari hasil Output SPSS. Hasil ini sesuai dengan pendapat Goleman (2000) tentang

kecerdasan emosional yaitu kemampuan merasakan, memahami, dan secara efektif

menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi, dan

pengaruh yang manusiawi. Hasil pengujian ini berhasil mendukung temuan Melandi dan

Aziza (2006) yang menyatakan bahwa kecerdasan emosional berupa pengendalian diri

dan empati berpengaruh positif terhadap pemahaman akuntansi.

Begitu pula dengan variabel Lingkungan Belajar. Hasil output SPSS menunjukkan

bahwa Lingkungan Belajar berpengaruh signifikan terhadap prestasi belajar. Hasil

tersebut sesuai dengan Walgito (2004) yang menyatakan bahwa dalam proses belajar,

faktor lingkungan memegang peranan penting karena faktor lingkungan ini berhubungan

dengan tempat, alat-alat belajar, suasana, waktu, dan pergaulan. Hasil pengujian ini

berhasil mendukung temuan Ulfah (2008) yang menyatakan bahwa lingkungan belajar

berpengaruh positif terhadap prestasi belajar akuntansi.

SIMPULAN

1. Pengujian secara bersama-sama menunjukkan hasil yang signifikan. Dengan demikian

Ability and Effort, Intellectual Skill, High School Grades, College Grades, Emotional Skill,

Page 153: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Faktor-Faktor yang… (Dewi Amaliah Nafiati)

P a g e [ 571 ]

Lingkungan Belajar secara simultan berpengaruh positif terhadap prestasi belajar

mahasiswa dalam mata kuliah pengantar akuntansi.

2. Ability and Effort (kemampuan dan usaha) berpengaruh positif terhadap prestasi

belajar mahasiswa dalam mata kuliah pengantar akuntansi. Hasil temuan ini

konsisten dengan temuan Eskew dan Faley (1988), Frederickson dan Part (1995),

dan Faridah (2003) yang menyatakan bahwa Ability and Effort (kemampuan dan

usaha) adalah suatu variabel yang berpengaruh terhadap pendidikan akuntansi

apabila mahasiswa mempunyai kemampuan dalam bidang akuntansi serta upaya

untuk mendukung kemampuan tersebut maka prestasi mahasiswa akan meningkat

dalam mata kuliah pengantar akuntansi.

3. Keahlian intelektual (Intellectual Skill) berpengaruh positif terhadap prestasi belajar

mahasiswa dalam mata kuliah pengantar akuntansi. Hasil ini sesuai dengan temuan

Stone dan Shelley (1997) membedakan Intellectual Skill menjadi empat bagian yaitu

pertama, cognitive complexity, kedua, ability to identifiy accounting related information

resources, ketiga, problem structuring dan empat, written communication skills yang

berpengaruh terhadap prestasi belajar akuntansi.

4. Prestasi di SMU (High School Grades) berpengaruh positif terhadap prestasi belajar

mahasiswa dalam mata kuliah pengantar akuntansi menghasilkan yang signifikan.

Hasil temuan ini mendukung Smith (1968) mengungkapkan bahwa akuntansi/book

keeping yang diperoleh di sekolah lanjutan (high-school) secara positif akan

mempengaruhi prestasi mahasiswa diperguruan tinggi dalam akuntansi dasar.

5. Kualifikasi perguruan tinggi (College Grades) berpengaruh positif terhadap prestasi

belajar mahasiswa dalam mata kuliah Pengantar Akuntansi, menghasilkan temuan

yang mendukung hipotesis. Hasil temuan ini konsisten dengan Eskew dan Faley

(1988) menyatakan bahwa scholastic aptitude test (SAT) dan effort menunjukkan

kontribusi terbesar dalam prestasi mahasiswa diikuti kemudian dengan previous

accounting experience, previous related experience, college-grades serta high school

grades.

6. Emotional Skill berpengaruh positif terhadap prestasi belajar mahasiswa dalam mata

kuliah pengantar akuntansi. Pengujian ini menunjukkan hasil yang signifikan berarti

dapat disimpulkan prestasi belajar mahasiswa selain pengantar akuntansi

berpengaruh terhadap prestasi belajar mahasiswa dalam mata kuliah Pengantar

Akuntansi. Hasil temuan ini konsisten dengan Melandy dan Aziza (2006) menyatakan

bahwa Kecerdasan emosional yaitu pengendalian diri dan empati berpengaruh positif

terhadap tingkat pemahaman akuntansi.

7. Lingkungan belajar berpengaruh positif terhadap prestasi belajar mahasiswa dalam

mata kuliah pengantar akuntansi. Pengujian ini menunjukkan hasil yang signifikan

berarti dapat disimpulkan prestasi belajar mahasiswa selain pengantar akuntansi

berpengaruh terhadap prestasi belajar mahasiswa dalam mata kuliah Pengantar

Akuntansi. Hasil pengujian ini sesuai dengan pendapat Walgito (2004) bahwa dalam

proses belajar, faktor lingkungan memegang peranan penting karena faktor

Page 154: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 572 ] P a g e

lingkungan ini berhubungan dengan tempat, alat-alat belajar, suasana, waktu, dan

pergaulan. Hasil temuan ini konsisten dengan Ulfah (2008) yang menyatakan bahwa

lingkungan belajar berpengaruh positif terhadap prestasi belajar akuntansi.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi rekomendasi bagi dunia pendidikan

umumnya dan khususnya pendidikan akuntansi terutama yang berkaitan dengan cara

untuk meningkatkan prestasi belajar mahasiswa dengan memperhatikan faktor-faktor

yang mempengaruhi peningkatan proses belajar mengajar.

Temuan penelitian ini juga mengindikasikan bahwa faktor-faktor Ability and

Effort, Intellectual Skill, High School Grades, College Grades, Emotional Skill, dan

Lingkungan Belajar secara sinergis berpengaruh signifikan terhadap prestasi belajar

mata kuliah Pengantar Akuntansi. Jika keenam faktor ini dapat dibangun dan lebih

dikembangkan selama perkuliahan Pengantar Akuntansi, maka besar kemungkinan dapat

mengoptimalkan prestasi belajar mahasiswa pada mata kuliah tersebut dan mata kuliah

lain yang terkait.

Berdasarkan temuan hasil penelitian, peneliti mengajukan saran kepada Dosen

Pengampu Mata Kuliah Pengantar Akuntansi hendaknya sebelum memberikan

perkuliahan perlu diketahui dan dipertimbangkan potensi-potensi yang dimiliki

mahasiswa dengan mengungkapkan faktor-faktor yang berpengaruh positif terhadap

prestasi belajar pada mata kuliah yang diampu. Demikian juga hendaknya dapat

mensinergikan faktor-faktor yang telah terbukti berpengaruh positif dan signifikan

(Ability and Effort, Intellectual Skill, High School Grades, College Grades, Emotional Skill,

dan Lingkungan Belajar) terhadap proses dan hasil proses dan hasil belajar dalam

perkuliahan.

Kepada para akademisi dan peneliti, disarankan untuk melakukan penelitian

lanjutan dengan populasi yang lebih luas dan melibatkan faktor-faktor lain yang mungkin

dapat mempengaruhi prestasi belajar mahasiswa, misalnya latar belakang ekonomi orang

tua dan fasilitas yang ada di perguruan tinggi setempat.

DAFTAR PUSTAKA

Ausubel, David P. (1968). The Psychology of Meaningful Verbal Learning. New York. Gruneand Stratton.

Eskew, R. and Faley, R. (1988). “Some Determinant of Student Performance in the FirstCollege-Level Financial Accounting”, Issue in Accounting Education Volume 15.

Faridah. (2003). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Dalam Mata KuliahAkuntansi Keuangan Menengah, Jurnal MAKSI, Vol 3/Agustus/2003. ISSN 1410-6680, UNDIP, Semarang.

Frederickson, J.R. and Pratt, J. 1995. A Model of The Accounting Education Process. Issue inAccounting Education.

Gagne, R. (2010). Teori Belajar Robert Gagne (1916-2002). Diakses darihttp://www.trianawuri.blogspot.com/2010/10/teori-belajar-robert-gagne-1916-2002.html

Page 155: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Faktor-Faktor yang… (Dewi Amaliah Nafiati)

P a g e [ 573 ]

Goleman, D. (2000). Working With Emotional Intelligence. Jakarta: Gramedia PustakaUtama.

Melandy, R. dan Aziza, N. (2006). Pengaruh Kecerdasan Emosional Terhadap TingkatPemahaman Akuntansi, Kepercayaan Diri Sebagai Variabel Pemoderasi. SNA 9,Padang.

Sekaran, Uma. (2006). Research Methods for Business (Metodologi Penelitian untuk Bisnis).Jakarta: Salemba Emapat.

Simanjuntak, Payaman. (2005). Manajemen dan Evaluasi Kerja. Jakarta: Fakultas EkonomiUniversitas Indonesia.

Smith, J. (1968). Articulation of High School Bookkeeping College Elementary accounting,Ph. D. Dissertation, University of Oklahoma.

Stone, D. N. and Shelley, M. K. (1997). Educating for Accounting Expertise: A Field Study.Journal of Accounting Research.

Sudjana, Nana. (2005). Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar BaruAlgesindo.

Tu’u, T. (2004). Peran Disiplin pada Perilaku dan Prestasi Siswa. Jakarta: GramediaWidiasarana Indonesia.

Ulfa, T. M. (2008). Pengaruh Lingkungan Belajar Terhadap Prestasi Belajar Mata DiklatAkuntansi Pada Siswa Kelas XI Jurusan Akuntansi SMK Bhakti Praja Talang TahunPelajaran 2007/2008. Skripsi FKIP Universitas Pancasakti Tegal (tidakdipublikasikan)

Walgito, Bimo. (2004). Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Yogyakarta: YayasanPenerbitan Fakultas Psikologi UGM.

Page 156: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 574 ] P a g e

PENGARUH PRAKTIK KERJA INDUSTRI DAN MOTIVASI BERPRESTASI

TERHADAP KETERAMPILAN AKUNTANSI SISWA PADA MATA PELAJARAN

AKUNTANSI (PENELITIAN PADA SISWA KELAS XII DI SMK KOTA CIREBON)

Enceng YanaPendidikan Ekonomi Unswagati Cirebon

[email protected]

AbstrakProgram pelatihan praktik kerja industri (prakerin) merupakan salah satuperwujudan link and match antara sekolah dengan Dunia Usaha/Dunia Industri.Praktik kerja industri merupakan upaya untuk memberikan kecakapan kerja danpengalaman siswa untuk bekerja pada Dunia Usaha/Dunia Industri. Metode yangdigunakan dalam penelitian ini adalah penelitian survei. Populasi dalampenelitian ini adalah siswa SMK kelas XII Program Keahlian Akuntansi di KotaCirebon Tahun Ajaran 2014/2015 sebanyak 324 siswa. Dengan rumus Yamaneyang digunakan dalam pengambilan sampel, ditetapkan jumlah sampel sebanyak76 sampel. Selanjutnya sekolah yang menjadi lokasi pengambilan dataditentukan dengan Cluster Proporsional Random Sampling. Pengumpulan datamenggunakan kuesioner dan soal tes. Analisis data yang digunakan adalahanalisis regresi linear berganda. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis datadiperoleh nilai F=7,928, dengan nilai sig. 0,001 sehingga dapat disimpulkanbahwa X1 dan X2 secara bersama-sama berpengaruh secara positif terhadap Y.Sedangkan nilai R2=0,178 menunjukkan bahwa variasi variabel keterampilanakuntansi siswa (Y) dapat dijelaskan oleh praktik kerja industri (X1) danvariabel motivasi berprestasi (X2) sebesar 17,8%.

Kata Kunci: Praktik Kerja Industri, Motivasi Berprestasi, Keterampilan Akuntansi

PENDAHULUAN

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan lembaga formal yang bertujuan

untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta

keterampilan siswa untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai

dengan program kejuruannya. Agar dapat bekerja secara efektif dan efisien serta

mengembangkan keahlian dan keterampilan, mereka harus memiliki stamina yang tinggi,

menguasai bidang keahliannya dan dasar-dasar ilmu pengetahuan dan teknologi,

memiliki etos kerja yang tinggi, dan mampu berkomunikasi sesuai dengan tuntutan

pekerjaannya, dan SMK diarahkan untuk mencapai tujuan tersebut.

Tujuan khusus SMK menurut UU No. 20 Tahun 2003 adalah: Pertama,

mempersiapkan siswa agar dapat bekerja, baik secara mandiri atau mengisi lowongan

pekerjaan yang ada, sebagai tempat kerja tingkat menengah, sesuai dengan keahliannya;

Kedua, membekali siswa agar mampu memilih karir, ulet dan gigih dalam berkompetisi,

dan mengembangkan sikap profesional dalam bidang keahlian yang diminati; dan Ketiga,

membekali siswa dengan ilmu pengetahuan dan teknologi agar mampu mengembangkan

diri di kemudian hari melalui jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Mata pelajaran kejuruan terdiri dari beberapa mata pelajaran yang bertujuan

untuk menunjang pembentukan kompetensi kejuruan dan pengembangan kemampuan

Page 157: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Pengaruh Praktik Kerja… (Enceng Yana)

P a g e [ 575 ]

atau keterampilan menyesuaikan diri dalam bidang keahliannya. Para siswa mengikuti

pembelajaran normatif, adaptif, dan produktif di sekolah selama 3 tahun, yaitu kelas X, XI,

dan XII. Selain mengikuti pembelajaran di sekolah, dalam upaya menciptakan siswa yang

kompeten dan siap kerja di dunia industri, siswa kelas XI diwajibkan mengikuti praktik

kerja industri.

Terdapat faktor internal dan eksternal yang mampu menunjang keberhasilan para

siswa di SMK. Yang termasuk ke dalam faktor internal yang dapat memberikan kontribusi

positif yaitu keterampilan akuntansi dan motivasi berprestasi yang terdapat dari diri

siswa itu sendiri. Kemampuan atau keterampilan dalam pendidikan kejuruan yang

dimiliki siswa sangat membantu siswa dalam dunia pekerjaan yang selalu dituntut dapat

bekerja secara profesional. Keterampilan akuntansi adalah suatu hubungan konsep yang

ditunjukkan dengan perbuatan dan berbentuk praktik untuk memperkuat ingatan.

Keterampilan akuntansi sangat dibutuhkan oleh siswa SMK Program Keahlian Akuntansi.

Keterampilan yang dimiliki oleh siswa dapat membantu mereka dalam mengelola jurnal,

mengelola buku besar, menyelesaikan siklus akuntansi perusahaan jasa dan dagang,

mengelola administrasi kas bank, mengelola administrasi dana kas kecil (petty cash),

menyelesaikan siklus akuntansi perusahaan manufaktur, dan lain-lain. Faktor eksternal

yang menunjang keberhasilan penguasaan keterampilan di SMK salah satunya adalah

dengan diperolehnya pengalaman siswa melalui program praktik kerja industri. Program

ini mampu mengantarkan siswa mengenal jenis pekerjaan yang sesuai dengan keahlian

yang dimilikinya.

Praktik kerja industri dilaksanakan oleh siswa kelas XI di dunia industri selama 4

bulan. Salah satu tujuan praktik kerja industri adalah untuk mengenalkan dan memberi

pengalaman kepada siswa tentang dunia kerja sebenarnya di bawah pengawasan dari

pihak sekolah, industri/perusahaan untuk nanti setelah siswa lulus dari pendidikan SMK.

Selain program praktik kerja industri, ada faktor lain yang berkontribusi pada

keterampilan siswa yaitu faktor motivasi untuk berprestasi. Menurut Sri Rumini

(Muhamad Irham dkk, 2013:56), motivasi merupakan keadaan atau kondisi pribadi pada

siswa yang mendorongnya untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu dengan tujuan

untuk mencapai apa yang menjadi tujuan siswa yang bersangkutan. Dalam pembelajaran

peran motivasi berprestasi dapat menunjang keberhasilan siswa. siswa yang memiliki

motivasi berprestasi selalu berupaya untuk menguasai pelajaran yang dipelajarinya,

sehingga motivasi berprestasi ini sangat penting dimiliki oleh siswa agar siswa mampu

menjalani seluruh proses kegiatan yang dilaksanakan disekolah maupun dilaksanakan di

dunia usaha/dunia indutri dengan baik, dan yang terpenting keberhasilan disekolah

dapat berimlikasi terhadap kompetensi yang dimiliki siswa sebagai bekal memasuki

dunia kerja.

Kenyataannya tidak semua siswa mampu melaksanakan sesuai dengan ketentuan

di atas. Kondisi-kondisi tersebut bisa dilihat dari beberapa fakta terkait dengan

keterampilan yang sedikit dimiliki oleh siswa yang telah melaksanakan praktik kerja

industri dalam ketercapaian kompetensi keterampilan akuntansi dalam mata pelajaran

Page 158: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 576 ] P a g e

akuntansi. Rendahnya keterampilan siswa tersebut disebabkan juga masih rendahnya

motivasi berprestasi siswa sehingga pada saat siswa melaksanakan tes kompetensi

keterampilan akuntansi cenderung asal mengerjakan, hal ini terungkap pada saat

wawancara dan observasi awal dengan beberapa guru dan beberapa sekolah SMK di Kota

Cirebon terkait dengan pelaksanaan praktik kerja industri dan motivasi berprestasi yang

berimplikasi terhadap keterampilan akuntansi siswa.

METODE

Penelitian ini menggunakan penelitian survei dengan menggunakan analisis

regresi berganda. Metode survei dilakukan untuk pengujian konstruk yang sudah ada

sebelumnya. Menurut Morissan (2012: 166), “Penelitian survei adalah salah satu metode

terbaik yang tersedia bagi para peneliti sosial yang tertarik untuk mengumpulkan data

guna menjelaskan suatu populasi yang terlalu besar untuk diamati secara langsung.

survei merupakan metode yang sangat baik untuk mengukur sikap, dan orientasi suatu

masyarakat melalui berbagai kegiatan jajak pendapat (public opinion poll)”. Penelitian ini

menggunakan pendekatan kuantitatif kontribusi, menurut Musianto (2002:125)

“Pendekatan kuantitatif ialah pendekatan yang di dalam usulan penelitian, proses,

hipotesis, turun ke lapangan, analisis data dan kesimpulan data sampai dengan

penulisannya mempergunakan aspek pengukuran, perhitungan, rumus dan kepastian

data numerik”. Penelitian ini akan menggunakan analisis regresi linear berganda sebagai

alat analisis data penelitian. Penelitian ini dilakukan di SMK Program Keahlian Akuntansi

Kelas XII di Kota Cirebon. SMK di kota Cirebon yang Program Keahliannya Akuntansi

sebanyak 8 sekolah dan semuanya berstatus swasta, sedangkan SMKN 2 Kota Cirebon

baru menyelenggarakan Program Keahlian Akuntansi sehingga belum ada kelas XII.

Tabel 1. Data Sampel Siswa Kelas XII SMK Program Keahlian AkuntansiNo. Nama Sekolah Jumlah Siswa1. SMK Wahidin 41 siswa2. SMK Budiarti 21 siswa3. SMK Widya Utama 14 siswa

TOTAL 76 siswa

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XII Sekolah Menengah Kejuruan

(SMK) Program Keahlian Akuntansi di Kota Cirebon dengan jumlah 324 siswa dengan

jumlah sekolah 8 sekolah. Sedangkan pengambilan sampel pada penelitian ini

berdasarkan rumus yang diambil dari Taro Yamane (Riduan, 2011;65). Setelah dilakukan

perhitungan menggunakan rumus tersebut, dari jumlah populasi sebesar 324 siswa,

didaptkan sampel 76 siswa dengan tingkat kepercyaan 90%. Selanjutnya penentuan

pengambilan sampel dilakukan dengan membagi sekolah menjadi tiga kluster yang

dilihat dari passing grade dan letak sekolah. Setelah dibagi menjadi tiga kluster maka

dipilih satu sekolah dari masing-masing kluster untuk dijadikan sampel. Sampel dari tiga

kluster tersebut akan ditentukan dengan proporsional sampling sesuai dengan jumlah

Page 159: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Pengaruh Praktik Kerja… (Enceng Yana)

P a g e [ 577 ]

siswa yang ada di sekolah tersebut. Tabel 1 menunjukan jumlah sampel sesuai dengan

proposional sampling.

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel independen (X1) adalah praktik

kerja industri. Praktik kerja industri (On The Job Training) adalah modal pelatihan yang

diselenggarakan di lapangan, bertujuan untuk memberikan kecakapan yang diperlukan

dalam pekerjaan tertentu sesuai dengan tuntutan kemampuan bagi pekerjaan (Hamalik,

2007:21). Variabel X2 adalah Motivasi berprestasi. Motivasi berprestasi adalah

tampakdari usaha yang gigih untuk mencapai keberhasilan dalam segala aktivitas

kehidupan. McClelland (Mubiar Agustian, 2012;20). Sedangkan variabel dependen

merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel

bebas. Dari pengertian tersebut maka yang menjadi variabel dependen adalah

keterampilan akuntansi siswa. Keterampilan akuntansi adalah suatu hubungan konsep

yang ditunjukkan dengan perbuatan praktik untuk memperkuat ingatan. Adapun

indikator keterampilan tersebut ditunjukkan dengan: menganalisa data-data transaksi

pada jurnal umum dengan cepat dan benar, menggolongkan data-data akuntansi dengan

cepat dan benar, mencatat data-data transaksi dengan cepat dan benar, dan memasukkan

data-data transaksi dengan tanpa melihat modul dan tanpa bertanya kepada teman

maupun guru Djamarah (Falakhudin, 2012).

Pengumpulan data yang digunakan dalam peneltian ini adalah kuesioner.

Intrumen kuesioner dipakai untuk megukur veriabel praktik kerja industri (variabel X1)

dan motivasi berprestasi (variabel X2). Sedangkan soal tes digunakan untuk mengukur

keterampilan akuntansi siswa. Teknik analisis data yang digunakan digunakan dalam

penelitian ini adalah analisis regresi linear berganda dengan bantuan software SPSS.

V.16.0.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilaksanakan di tiga sekolah yang terdapat di Kota Cirebon yaitu

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Wahidin, Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

Budiarti, dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Widya Utama, dengan populasi seluruh

siswa kelas XII Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang ada di Kota Cirebon. Populasi ini

yang akan menentukan sampel sebagai responden yang akan diteliti, pengambilan

sampel Proportionate Random Sampling dan Simple Random Sampling yaitu pengambilan

sampel dari anggota populasi secara acak dan berstrata secara proporsional. Sehingga

dapat diperoleh responden sebesar 76 siswa.

Berdasarkan pernyataan respon siswa tentang kegiatan prakerin rata-rata

menunjukkan respon yang sangat setuju. Beberapa pernyataan berdasarkan tabel di atas

menunjukkan siswa menjawab sangat setuju sebesar 81,6%, setuju sebesar 17,1%, dan

yang menjawab netral sebesar 1,3%. Ini berarti pernyataan hadir tepat waktu di tempat

kerja mendapatkan respon yang menunjukkan bahwa siswa lebih memilih sangat setuju

karena siswa harus menjaga etika-norma-tata cara bertingkah laku dengan peraturan

yang harus diikuti.

Page 160: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 578 ] P a g e

Pernyataan mengikuti kegiatan Dunia Usaha/Dunia Industri sampai jam kerja

berakhir mendapatkan respon yang menunjukkan bahwa siswa lebih memilih sangat

setuju sebesar 89,5% karena siswa harus menjaga etika-norma-tata cara bertingkah laku

dengan peraturan yang harus di ikuti. pernyataan selalu menandatangani daftar hadir

mendapatkan respon yang menunjukkan bahwa siswa lebih memilih sangat setuju

sebesar 67,1 % karena sikap rajin, kegiatan, kegetolan membuat siswa selalu hadir dalam

setiap kegiatan praktik kerja industri di Dunia Usaha/Dunia Industri.

Tabel 2. Gambaran Motivasi Berprestasi

PernyataanSangatSering

SeringSekali

SeringKurangSering

TidakSering

% ∑ % ∑ % ∑ % ∑ % ∑ 1 11,8 9 34,2 26 48,7 37 3,9 3 1,3 12 22,4 17 30,3 23 36,8 28 10,5 8 0 -3 6,6 5 13,2 10 48,7 37 23,7 18 7,9 64 32,9 25 32,9 25 28,9 22 5,3 4 - -5 19,7 15 15,8 12 40,8 31 19,7 15 3,9 36 40,8 31 18,4 14 28,9 22 9,2 7 2,6 27 6,6 5 13,2 10 42,1 32 38,2 29 - -8 11,8 9 19,7 15 28,9 22 34,2 26 5,3 49 6,6 5 18,4 14 38,2 29 30,3 23 6,6 5

10 39,5 30 23,7 18 28,9 22 5,3 4 2,6 211 55,3 42 13,2 10 27,6 21 3,9 3 - -12 26,3 20 22,4 17 38,2 29 13,2 10 - -13 7,9 6 19,7 15 56,6 43 9,2 7 6,6 514 89,5 68 5,3 4 2,6 2 1,3 1 1,3 115 2,6 2 5,3 4 42,1 32 47,4 36 2,6 216 75 57 21,1 16 1,3 1 2,6 2 - -17 46,1 35 26,3 20 26,3 20 1,3 1 - -18 78,9 60 10,5 8 2,6 2 7,9 6 - -19 43,4 33 46,1 35 1,3 1 7,9 6 1,3 120 55,3 42 15,8 12 2,6 2 19,7 15 6,6 521 25,0 19 27,6 21 38,2 29 9,2 7 - -22 35,5 27 34,2 26 27,6 21 2,6 2 - -23 26,3 20 11,8 9 43,4 33 14,5 11 3,9 324 6,6 5 9,2 7 46,1 35 34,2 26 3,9 325 32,9 25 27,6 21 19,7 15 13,2 10 6,6 5

Pernyataan selalu menyelesaikan tugas/pekerjaan tepat waktu mendapatkan

respon yang menunjukkan bahwa siswa lebih memilih sangat setuju 60,5% karena

menyelesaikan tugas/pekerjaan tepat waktu merupakan sikap rajin, kegiatan, kegetolan.

Pernyataan memperhatikan penjelasan yang diberikan pimpinan dengan baik

mendapatkan respon yang menunjukkan bahwa siswa lebih memilih sangat setuju

karena kerjasama yang baik dapat membuat atmosfer tempat Dunia Usaha /Dunia

Page 161: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Pengaruh Praktik Kerja… (Enceng Yana)

P a g e [ 579 ]

Industri menjadi nyaman untuk siswa dan pimpinan. Pernyataan dapat bekerja sama

dengan rekan kerja lain tanpa terjadi konflik mendapatkan respon yang menunjukkan

bahwa siswa lebih memilih sangat setuju karena kerjasama yang baik dapat mempererat

hubungan tidak hanya antar siswa dengan Dunia Usaha/Dunia Industri tetapi juga

mempererat hubungan antara sekolah dengan Institusi Pasangan (IP). Sedangkan

gambaran motivasi berprestasi dapat dijabarkan dalam Tabel 2.

Berdasarkan Tabel 2, pernyataan angket tentang motivasi berprestasi relatif siswa

manjawab pada kriteria “Sering” yaitu dari 25 pernyataan 14 pernyataan yang dijawab

sering, misalnya pernyataan “apakah anda sering berdiskusi dengan teman anda bila ada

materi pelajaran yang tidak dimengerti.

Tabel 3. Gambaran Hasil Tes

N Minimum Maximum MeanStd.

Deviation

Pres_1 76 79.00 100.00 93.7368 6.56733

Pres_2 76 65.00 100.00 86.0132 9.44386

Pres_3 76 70.00 96.00 82.9474 6.36217

Valid N(listwise)

76

Keterangan:Pres_1 = Mengelola JurnalPres_2 = Mengelola Buku BesarPres_3 = Menyelesaikan Siklus Akuntansi

Gambaran untuk keterampilan Akuntansi pada Mata Pelajaran Akuntansi di tiga

SMK Kota Cirebon dapat dilihat dalam Tabel 3. Berdasarkan hasil tes akuntansi untuk

nilai tes mengelola jurnal nilai terkecil yang diperoleh siswa sebesar 79 dan nilai terbesar

100. Nilai tes kedua adalah nilai tes mengelola buku besar nilai terkecil yang diperoleh 65

dan nilai terbesar 100. Nilai tes terakhir adalah tes menyelesaikan siklus akuntansi,

diperoleh nilai terkecil sebesar 70 dan nilai terbesar 96. Sedangkan untuk mengetahui

persentase dan frekuensi nilai yang diperoleh siswa pada tiga bagian soal yang

dikerjakan, dapat terlihat pada Tabel 4.

Pengujian Regresi Berganda X1, X2 terhadap Y

Formulasi rancangan analisis Y= a + bx1 + cx2, dengan uji dua pihak, taraf

siginifikan 5%. Persamaan regresi berdasarkan pada output Coefficients di atas diperoleh

nilai a= 49,120; b= 0,122; c= 0,338, jadi persamaan regresinya: y= 49,120 + 0,122x1 +

0,338x2. Untuk menerima atau menolak hipotesis dapat dilihat pada tabel perhitungan

distribusi F. Hasil pengujian diperoleh nilai F= 7,928, dan sig. 0,001 sehingga dapat

disimpulkan bahwa nilai sig. 0,001 = 1% ˂ 5% berarti tolak H0 dan terima H1. Jadi

Page 162: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 580 ] P a g e

persamaan adalah linear atau X1 dan X2 secara berasama-sama berpengaruh secara

positif terhadap y (tanda positif diambilkan dari tanda koefisien regresi).

Tabel 4. Daftar frekuensi dan persentase nilaiPres_1 Pres_2 Pres_3

NilaiFrequen

cyPercen

tNilai

Frequency

Percent NilaiFreque

ncyPercent

79 1 1,32 65 1 1,32 70 6 7,8980 8 10,53 70 8 10,53 75 5 6,5883 1 1,32 75 5 6,58 79 1 1,3285 1 1,32 79 1 1,32 80 21 27,6387 1 1,32 80 10 13,16 81 5 6,5889 4 5,26 82 1 1,32 82 2 2,6390 7 9,21 83 1 1,32 83 4 5,2692 2 2,63 84 6 7,89 85 8 10,5393 4 5,26 85 6 7,89 86 1 1,3294 3 3,95 86 1 1,32 87 1 1,3295 6 7,89 87 2 2,63 88 1 1,3296 3 3,95 89 2 2,63 89 6 7,8997 5 6,58 90 8 10,53 90 8 10,5398 8 10,53 91 1 1,32 91 2 2,6399 1 1,32 92 2 2,63 93 2 2,63

100 21 27,63 93 1 1,32 95 2 2,63Total 76 100 94 3 3,95 96 1 1,32

95 3 3,95 Total 76 10096 2 2,6397 2 2,63

100 10 13,16Total 76 100

Hasil analisis juga diperoleh nilai R Square atau R2 = 0,178 = 17,8%. Nilai tersebut

menunjukkan bahwa variasi variabel keterampilan akuntansi siswa (Y) dapat dijelaskan

oleh praktik kerja industri (X1) dan variabel motivasi berprestasi (X2) secara bersama-

sama sebesar 17,8. Artinya variabel X1 dan X2 mempengaruhi variabel Y hanya sebesar

17,8% sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain selain praktik kerja industri.

Dengan menerimanya persamaan regresi y = 49,120 + 0,122x1 + 0,338x2, maka dengan

persamaan tersebut dapat dijadikan sebagai dasar memprediksi variabel dependen Y jika

diketahui nilai variabel independen X1 dan X2. Sehingga dapat disimpulkan dari uji

hipotesis dari hasil perhitungan adalah Terdapat pengaruh yang signifikan antara praktik

kerja industri, dan motivasi berprestasi terhadap tingkat keterampilan akuntansi siswa

pokok bahasan laporan keuangan pada mata pelajaran akuntansi SMK Program Keahlian

Akuntansi di Kota Cirebon”.

Pembahasan

Respon siswa SMK Program Keahlian Akuntansi di Kota Cirebon pada pelaksanaan

praktik kerja industri dapat diketahui melalui instrumen angket (questionnaire) yang

peneliti buat, dengan sub variabel dan indikator. Indikator-indikator tersebut mengarah

pada kegiatan siswa selama melaksanakan praktik kerja industri, kemudian angket

Page 163: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Pengaruh Praktik Kerja… (Enceng Yana)

P a g e [ 581 ]

tersebut disebarkan kepada responden. Dari angket yang disebarkan meliputi 10

indikator terdiri dari pernyataan sebanyak 20 item.

Sub variabel pertama yaitu meliputi kecakapan kerja. Yang termasuk indikator

dari kecakapan kerja yaitu:

1. Disiplin. Di mana terdapat dua indikator yaitu Saya hadir tepat waktu di tempat kerja

menunjukkan siswa lebih banyak memilih sangat setuju dengan persentase sebesar

81,6% dan Saya mengikuti kegiatan Dunia Usaha/Dunia Industri sampai jam kerja

berakhir menunjukkan siswa lebih banyak memilih sangat setuju dengan persentase

89,5%. Menurut Mulianto (2006: 171), “Disiplin yang berasal dari kata discipline

dapat berarti peraturan yang harus di ikuti, bidang ilmu yang dipelajari, ajaran,

hukuman atau etika-norma-tata cara bertingkah laku”. Berdasarkan penjelasan hasil

penelitian dan menurut ahli, disiplin siswa dalam melaksanakan praktik kerja industri

siswa harus memiliki sikap disiplin karena dari sikap tersebut, siswa dapat mematuhi

peraturan yang berlaku sesuai dengan etika-norma-tata cara.

2. Kerajinan. Di mana terdapat dua indikator yaitu Saya selalu menandatangani daftar

hadir menunjukkan siswa lebih banyak memilih sangat setuju dengan persentase

sebesar 67,1% dan Saya selalu menyelesaikan tugas/pekerjaan tepat waktu

menunjukkan siswa lebih banyak memilih sangat setuju dengan persentase sebesar

60,5%. Berdasarkan penjelasan hasil penelitian dan menurut ahli, kerajinan siswa

harus dibentuk seperti dapat ditunjukkan dengan kehadiran di tempat kerja dan

tugas-tugas/pekerjaan-pekerjaan yang diselesaikan tepat waktu.

3. Kerjasama. Di mana terdapat dua indikator yaitu Saya memperhatikan penjelasan

yang diberikan pimpinan dengan baik menunjukkan siswa lebih banyak memilih

sangat setuju dengan persentase sebesar 68,4% dan Saya dapat bekerja sama dengan

rekan kerja lain tanpa terjadi konflik menunjukkan siswa lebih banyak memilih

sangat setuju dengan persentase sebesar 64,5%. “Kerjasama adalah kegiatan yang

dilakukan bersama-sama dengan tujuan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan

dengan cepat” (Tim Guru Eduka, 2010: 114). Berdasarkan penjelasan hasil penelitian

dan menurut ahli, sikap kerjasama yang dapat dilakukan siswa dapat mempererat

hubungan tidak hanya antar siswa dengan Dunia Usaha/Dunia Industri tetapi juga

mempererat hubungan antara sekolah dengan Institusi Pasangan (IP).

4. Inisiatif. Di mana terdapat dua indikator yaitu Saya mencari informasi tentang apa

saja yang akan saya kerjakan di tempat kerja menunjukkan siswa lebih banyak

memilih sangat setuju dengan persentase sebesar 53,9% dan Saya mengisi jam kerja

yang kosong dengan mengerjakan tugas/pekerjaan yang belum selesai menunjukkan

siswa lebih banyak memilih sangat setuju dengan persentase sebesar 53,9%.

Berdasarkan penjelasan hasil penelitian, sikap inisiatif adalah usaha yang

memprakarsai atau tindakan yang mengerjakan segala tugas / pekerjaan tanpa

mendapatkan perintah dari pimpinan.

5. Tanggung jawab. Di mana terdapat dua indikator yaitu Saya dapat menyelesaikan

tugas/pekerjaan yang diberikan oleh pimpinan menunjukkan siswa lebih banyak

Page 164: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 582 ] P a g e

memilih sangat setuju dengan persentase sebesar 73,7% dan Saya selalu

melaksanakan tugas yang diberikan oleh pimpinan menunjukkan siswa lebih banyak

memilih sangat setuju dengan persentase sebesar 77,6%. Berdasarkan penjelasan

hasil penelitian, ini berarti siswa dapat mempertanggungjawabkan tugas/pekerjaan

dari pimpinan untuk dirinya.

6. Kejujuran. Di mana terdapat dua indikator yaitu Saya berusaha mengerjakan tugas /

pekerjaan dengan usaha sendiri menunjukkan siswa lebih banyak memilih sangat

setuju dengan persentase sebesar 77,6% dan Saya mengakui kelebihan pekerjaan /

tugas yang dikerjakan rekan kerja menunjukkan siswa lebih banyak memilih setuju

dengan persentase sebesar 46,1%. Berdasarkan penjelasan hasil penelitian, sikap

jujur dapat menjalin hubungan yang baik antar-individu yang menunjukkan siswa

berusaha untuk selalu mengerjakan tugas / pekerjaannya dengan usaha sendiri,

mampu mengakui kelebihan pekerjaan yang dilakukan rekan kerjanya, dan selalu

berkata yang sebenarnya.

7. Kebersihan. Di mana terdapat dua indikator yaitu saya selalu menjaga kebersihan

tempat kerja menunjukkan siswa lebih banyak memilih sangat setuju dengan

persentase sebesar 32,9% dan Saya selalu membersihkan terlebih dahulu tempat

kerja menunjukkan siswa lebih banyak memilih sangat setuju dengan persentase

sebesar 75,0%. Berdasarkan penjelasan hasil penelitian, siswa harus bisa

membersihkan dan menjaga tempat kerjanya agar nyaman untuk ditempati karena

kebersihan merupakan sebagian daripada iman.

Sub variabel kedua yaitu meliputi tuntutan kemampuan bagi pekerjaan. Yang

termasuk indikator dari tuntutan kemampuan bagi pekerjaan yaitu:

1. Pencatatan segala transaksi keuangan Perusahaan atau Badan lain ke dokumen yang

diperlukan. Di mana terdapat dua indikator yaitu Saya mengerjakan pencatatan

segala transaksi ke dokumen yang diperlukan menunjukkan siswa lebih banyak

memilih sangat setuju dengan persentase sebesar 69,7% dan Saya melakukan input

dokumen ke dalam pembukuan menunjukkan siswa lebih banyak memilih sangat

setuju dengan persentase sebesar 43,3%. Menurut Bastian (2006: 58), “Transaksi

adalah suatu pertemuan antara 2 (dua) pihak (penjual dan pembeli) yang saling

menguntungkan, yang berdasarkan data/bukti/dokumen pendukung lalu

dimasukkan ke jurnal setelah melalui pencatatan". Berdasarkan penjelasan hasil

penelitian dan menurut ahli, siswa melakukan pencatatan segala transaksi dalam

kegiatan praktik kerja industri dan semua siswa memilih sangat setuju karena

sebagian siswa sudah memahami dan mengimplementasikan materi yang selama ini

dipelajari di sekolah dan siswa dapat mengerjakan pencatatan transaksi ke dokumen

yang diperlukan.

2. Menggolongkan dan mencatat dokumen transaksi di dalam jurnal atau buku lain yang

sejenis dan memposting ke dalam buku besar/buku pembantu. Di mana terdapat dua

indikator yaitu Saya memposting setiap terjadi transaksi dengan angka jumlah

menunjukkan siswa lebih banyak memilih setuju dengan persentase sebesar 36,8%

Page 165: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Pengaruh Praktik Kerja… (Enceng Yana)

P a g e [ 583 ]

dan Saya melakukan pencatatan angka jumlah saat memposting ke dalam buku besar

/ buku pembantu menunjukkan siswa lebih banyak memilih sangat setuju dan setuju

dengan persentase sebesar 32,9%. Menurut Waluyo (2008: 43), "Buku besar adalah

kumpulan dari akun-akun yang saling berhubungan dan merupakan satu kesatuan.

Banyaknya akun tidak ada pembatasannya, tetapi sangat bergantung pada volume

kegiatan dan informasi akuntansi yang diperlukan". Berdasarkan penjelasan hasil

penelitian dan menurut ahli, penggolongan dan pencatatan dokumen transaksi

sebagian besar dapat dikerjakan oleh siswa karena siswa sudah memahami dan dapat

mengimplementasikan materi yang selama ini dipelajari di sekolah.

Sedangkan gambaran motivasi berprestasi siswa SMK Program Keahlian

Akuntansi di Kota Cirebon dapat terlihat instrumen angket yang disebarkan kepada siswa

SMK di Kota Cirebon dari 25 pernyataan angket. Hakikat motivasi berprestasi adalah

dorongan internal dan eksternal pada siswa-siswa yang sedang belajar untuk

mengadakan perubahan tingkah laku, pada umumnya dengan beberapa indikator atau

unsur yang mendukung (Hamzah, 2011:23). Berdasarkan hasil angket yang telah diteliti,

dapat dilihat bahwa kontribusi motivasi berprestasi pada keterampilan akuntansi siswa

SMK Program Keahlian Akuntansi di Kota Cirebon sebesar 15,8 %. Sedangkan

berdasarkan pernyataan angket rata-rata siswa menjawab pada kriteria “sangat sering

sekali”, misalnya saja dari pernyataan yaitu; anda sering merasa bahwa optimis dapat

meraih keberhasilan, anda sering merasa anda sering merasa persaingan yang sehat

dapat meningkatkan motivasi belajar, dan lain-lain. Motivasi berprestasi dapat timbul

karena faktor intrinsik, berupa hasrat dan keinginan berhasil dan dorongan kebutuhan

belajar, harapan akan cita-cita. Sedangkan faktor ekstrinsiknya adalah adanya

penghargaan, lingkungan belajar yang kondusif, dan kegiatan belajar yang menarik

(Hamzah, 2011:23). Banyak faktor yang menyebabkan motivasi berprestasi pada siswa

SMK Program Keahlian Akuntansi di Kota Cirebon sangat tinggi, di antaranya adanya

keinginan siswa untuk bisa berprestasi sehingga terdorong untuk bisa memahami materi

pelajaran, persaingan atau kompetisi sehingga siswa termotivasi untuk belajar,

lingkungan belajar yang kondusif sehingga siswa merasa nyaman dan tidak cepat merasa

bosan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran di sekolah, serta harapan orang tua

kepada anaknya agar bisa sukses untuk masa depannya.

Selanjutnya berdasarkan teknik analisis data yang digunakan diketahui bahwa

persamaan regresi linear berganda diperoleh formulasi rancangan analisis Y= a + bx1 +

cx2, dengan uji dua pihak, taraf signifikansi 5%. Persamaan regresi berdasarkan pada

output Coefficients di atas diperoleh nilai a= 49,120; b= 0,122; c= 0,338, jadi persamaan

regresinya: y= 49,120 + 0,122x1 + 0,338x2. Untuk menerima atau menolak hipotesis

dapat dilihat pada tabel perhitungan distribusi F (Tabel ANOVA) yaitu diperoleh nilai F=

7,928, dan sig. 0,001, sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai sig. 0,001 = 1% ˂ 5%

berarti tolak H0 dan terima H1. Jadi persamaan adalah linear atau X1 dan X2 secara

bersama-sama berpengaruh secara positif terhadap y (tanda positif diambilkan dari

tanda koefisien regresi). Sedangkan untuk dapat melakukan interpretasi hasil dapat

Page 166: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 584 ] P a g e

dilihat pada tabel R Square yaitu: nilai R Square atau R2 = 0,178 = 17,8%. Nilai tersebut

menunjukkan bahwa variasi variabel keterampilan akuntansi siswa (Y) dapat dijelaskan

oleh praktik kerja industri (X1) dan variabel motivasi berprestasi (X2) secara bersama-

sama sebesar 17,8. Artinya variabel X1 dan X2 mempengaruhi variabel Y sebesar 17,8%.

Dengan menerimanya persamaan regresi y = 49,120 + 0,122x1 + 0,338x2, maka dengan

persamaan tersebut dapat dijadikan sebagai dasar memprediksi variabel dependen Y jika

diketahui nilai variabel independen X1 dan X2. Sehingga dapat disimpulkan dari uji

hipotesis dari hasil perhitungan adalah Terdapat pengaruh yang signifikan antara praktik

kerja industri, dan motivasi berprestasi terhadap tingkat keterampilan akuntansi siswa

pokok bahasan laporan keuangan pada mata pelajaran akuntansi SMK Program Keahlian

Akuntansi di Kota Cirebon”.

SIMPULAN

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan lembaga formal yang bertujuan

untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta

keterampilan siswa untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai

dengan program kejuruannya. Agar dapat bekerja secara efektif dan efisien serta

mengembangkan keahlian dan keterampilan, mereka harus memiliki stamina yang tinggi,

menguasai bidang keahliannya dan dasar-dasar ilmu pengetahuan dan teknologi,

memiliki etos kerja yang tinggi, dan mampu berkomunikasi sesuai dengan tuntutan

pekerjaannya, dan SMK diarahkan untuk mencapai tujuan tersebut. Mata pelajaran

kejuruan terdiri dari beberapa mata pelajaran yang bertujuan untuk menunjang

pembentukan kompetensi kejuruan dan pengembangan kemampuan atau keterampilan

menyesuaikan diri dalam bidang keahliannya. Para siswa mengikuti pembelajaran

normatif, adaptif, dan produktif di sekolah selama 3 tahun, yaitu kelas X, XI, dan XII.

Selain mengikuti pembelajaran di sekolah, dalam upaya menciptakan siswa yang

kompeten dan siap kerja di dunia industri, siswa kelas XI diwajibkan mengikuti praktik

kerja industri.

Berdasarkan hasil penelitian bahwa kegiatan prakerin tidak memiliki pengaruh

langsung terhadap keterampilan akuntans siswa hal ini di sebabkan oleh penempatan

yang tidak sesuai dengan keahlian yang dimiliki dan yang telah dipelajari di sekolah oleh

siswa, pengalaman yang di dapat oleh siswa pada saat praktik kerja industri belum dapat

meningkatkan keterampilan siswa sesuai ahlinya, Faktor-faktor penghambat praktik

kerja industri siswa yang masih belum dibenahi oleh pihak sekolah yang dapat

mengakibatkan pengalaman praktik kerja industri yang di dapat oleh siswa tidak optimal,

Motivasi berprestasi siswa dalam mengikuti kegiatan yang diselenggarakan sekolah

belum merata dimiliki siswa

Berikut adalah saran peneliti berdasarkan hasil penelitian: pertama; Sekolah atau

lembaga pendidikan dapat meningkatkan kerjasama dengan Institusi Pasangan (IP) yaitu

lembaga Dunia Usaha/Dunia Industri, khususnya pada peningkatan fungsi siswa prakerin

diberikan peran yang terkait dengan Program Keahliannya. Kedua; sekolah atau lembaga

Page 167: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Pengaruh Praktik Kerja… (Enceng Yana)

P a g e [ 585 ]

pendidikan memberikan pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan mata pelajaran

akuntansi yang dapat meningkatkan keterampilan akuntansi siswa serta pihak sekolah

memilih model praktik kerja industri/instansi yang sesuai dengan karakteristik dari

program keahlian masing-masing. Ketiga; Diharapkan siswa mampu meningkatkan

kompetensi yang dimilikinya yaitu akuntansi sehingga dapat bermanfaat baik pada saat

mengikuti kegiatan yang diselenggarakan pihak sekolah maupun sebagai modal pada saat

bekerja atau berperan di dunia kerja.

DAFTAR PUSTAKA

Agustian, Mubiar. (2011). Permasalahan Belajar dan Inovasi Pembelajaran. Bandung:Refika Aditama

B. Uno, Hamzah. (2011). Teori Motivasi dan Pengukurannya. Jakarta. PT Bumi Aksara.

Bastian, Indra. (2006). Akuntansi Pendidikan. Jakarta: Erlangga

Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Direktorat Pembinaan SMK. (2006). Salinan Peraturan Menteri Pendidikan NasionalNomor 22, 23, 24, dan 34 Tahun 2006.

Falakhudin, An’im. (2012). Peningkatan Keterampilan dan Kemandirian Belajar Siswamelalui Penggunaan Media Aplikasi Komputer Accorate Accounting (Studi PadaSiswa Kelas XI IPS 2 MAN Jember). Jember: Tidak diterbitkan.

Hamalik, Umar. (2007). Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum.Bandung: RemajaRosdakarya.

Irham, M. dan Novan Ardy W. (2013). Psikologi Pendidikan Teori dan Aplikasi dalamProses Pembelajaran. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media

Morissan. (2012). Metode Penelitian Survei. Jakarta: Kencana.

Musianto, L.S. (2002).Perbedaan Pendekatan Kuantitaif dan Pendekatan Kualitatif dalamMetode Penelitian. Jurnal Manajemen & Kewirausahaan. Vol. 4.2.

Riduwan. (2012). Dasar-Dasar Statistika. Bandung: Alfabeta.

Waluyo. (2010). Akuntansi Pajak (Edisi 1). Jakarta: Salemba Empat.

Page 168: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 586 ] P a g e

PENGARUH GAYA BELAJAR DAN LINGKUNGAN BELAJAR TERHADAP

PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN KEWIRAUSAHAAN

MunawarohSTKIP PGRI Jombang

[email protected]

AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pengaruh gaya belajar danlingkungan belajar terhadap prestasi belajar siswa kelas XI Akuntansi SMKNegeri 1 Jombang. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Datapenelitian dikumpulkan dengan menggunakan observasi, dokumentasi dankuesioner (angket). Sebelum digunakan untuk mengumpulkan data, instrumenpenelitian diuji terlebih dahulu baik validitas maupun reliabilitasnya. Analisisdata untuk menguji pengaruh variabel independen terhadap variabel dependendilakukan dengan menggunakan analisis regresi linier berganda yang meliputiUji Determinasi (R2), Uji F, dan Uji t, dengan tingkat signifikansi 0,05.Berdasarkan hasil uji regresi linier berganda diketahui skor prestasi belajarsebesar 33,947, koefisien regresi variabel gaya belajar (X1) sebesar 0,320 dankoefisien regresi variabel lingkungan belajar (X2) sebesar 0,342. Gaya belajardan lingkungan belajar secara simultan mempunyai pengaruh signifikanterhadap prestasi belajar kewirausahaan yang dibuktikan dengan nilai F hitungsebesar 90,250>nilai F tabel sebesar 3,267. Dalam penelitian ini ditemukan pulabahwa nilai R2 (R Square) adalah sebesar 0,838 atau 83,8% yang artinya variasivariabel gaya belajar dan lingkungan belajar menyumbang sebesar 83.8%terhadap variasi variabel prestasi belajar sebesar

Kata kunci: gaya belajar, lingkungan belajar, prestasi belajar

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan kegiatan yang kompleks menuntut penanganan untuk

meningkatkan kualitas baik semua komponen atau beberapa komponen. Gerakan baru

dalam pendidikan yakni upaya peningkatan mutu pendidikan yang akan mempengaruhi

pola komponen lainnya. Komponen tersebut adalah tentang kualitas gaya guru mengajar

dan gaya belajar siswa.

Setiap orang memiliki gaya belajar yang berbeda beda dan hal itu yang menjadi

pelancar dan penghambat proses penyerapan ilmu yang diajarkan oleh guru. Sehingga

guru diharapkan untuk mengajar sesuai dengan karakteristik siswa, agar memudahkan

siswa untuk menyerap pelajaran yang disampaikan.

Berhasil tidaknya siswa dalam belajar dapat dilihat dari gaya belajar dan

lingkungan belajar yang terdapat di sekolah. Gaya belajar merupakan proses penyerapan

dan mengatur serta mengelola informasi yang ditangkap. Gaya belajar bukan hanya

berupa aspek ketika melakukan belajar atau menghadapi informasi, melihat, mendengar,

menulis, dan berkata tetapi juga aspek pemrosesan otak kiri-otak kanan.

Bobbi DePorter (2010) mengungkapkan bahwa gaya belajar adalah kunci untuk

mengembangkan kinerja dalam pekerjaan, di sekolah, dan dalam situasi-situasi antar

pribadi. Ketika menyadari bagaimana diri pribadi dan orang lain menyerap dan mengolah

Page 169: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Pengaruh Gaya Belajar… (Munawaroh)

P a g e [ 587 ]

informasi, karena setiap orang dapat menjadikan belajar dan berkomunikasi dengan

gayanya sendiri

Hamzah Uno (2009) mengungkapkan bahwa apapun cara belajar yang dipilih,

perbedaan gaya belajar itu menunjukkan cara tercepat dan terbaik bagi setiap individu

untuk bisa menyerap sebuah informasi dari luar dirinya. DePorter, mendefinisikan gaya

belajar sebagai bentuk kombinasi dari menyerap, mengatur, dan mengolah informasi.

Dalam prosesnya, murid, tidaklah selalu sama dalam gaya belajarnya

Gaya belajar antara satu orang dengan orang lainnya berbeda, ada yang dengan

gaya visual (belajar dengan melihat), gaya auditorial (belajar dengan mendengarkan),

gaya kinestetik (belajar dengan bergerak). Ketika seorang guru menyadari bagaimana

siswa menyerap dan mengolah informasi, peserta didik dapat menjadikan belajar dan

berkomunikasi lebih mudah dengan gaya belajarnya sendiri.

Gaya belajar seseorang adalah kombinasi dari bagaimana ia menyerap informasi

dan kemudian mengatur serta mengolahnya. Sehingga guru enggan mengenali gaya

belajar masing-masing siswa, guru dapat mengambil langkah penting untuk membantu

diri siswa untuk belajar lebih cepat dan mudah. Tidak hanya untuk diri siswa itu sendiri

namun bagi para guru, dengan mengetahui gaya belajar siswa, guru dapat mengemas

strategi pembelajaran lebih variatif dan menciptakan komunikasi yang efektif antara

guru dan siswa, sehingga prestasi belajar pun akan meningkat.

Karena guru adalah manusia pembelajar, yang mempunyai keikhlasan dalam

mengajar dan belajar, dan senantiasa berintrospeksi apabila ada siswa yang tidak

memahami pelajaran. Maka setiap guru harus berupaya untuk mengajar dengan strategi

pembelajaran yang sesuai dengan gaya belajar siswa. Sehingga siswa akan dengan mudah

menyerap pelajaran di kelas, memahami, dan mengingatnya dalam jangka waktu yang

lama. Oleh karena itu, jika mengajar yang kita pahami adalah sebagai proses membantu

siswa belajar, maka kita berusaha membantu mereka memahami “Style of Learning”-nya,

dengan meningkatkan segi-segi yang kuat dan memperbaiki sisi-sisi lemah daripadanya.

Aspek lain adalah ketika merespon sesuatu atas lingkungan belajar. Lingkungan

belajar merupakan segala sesuatu yang berkaitan dengan tempat yang digunakan dalam

proses belajar dan pembelajaran (Insiyana, 2012). Kedua aspek tersebut yaitu gaya

belajar dan lingkungan belajar sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar yang

dicapai oleh siswa, karena prestasi belajar yang baik mencerminkan gaya belajar dan

lingkungan belajar yang baik

Lingkungan sekolah menurut Insiyana (2012) memegang peranan penting dalam

pendidikan karena pengaruh besar sekali pada jiwa anak. Keadaan gedung sekolah yang

kurang memenuhi syarat juga menghambat proses belajar mengajar misalnya tempat

sekeliling sekolah ramai karena dekat pasar atau pabrik maka akan mengganggu

konsentrasi siswa.

Berdasarkan kutipan di atas maka dapat dikatakan bahwa lingkungan belajar

menyangkut lingkungan personal, lingkungan kultural, lingkungan fisik maupun

lingkungn sosial. Lingkungan belajar dapat diciptakan sedemikian rupa, sehingga mampu

Page 170: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 588 ] P a g e

memfasilitasi siswa untuk melaksanakan kegiatan belajar. Lingkungan belajar

merupakan faktor yang sangat penting dalam proses belajar mengajar, di mana

lingkungan belajar merupakan suatu tempat atau suasana (keadaan) yang

mempengaruhi proses perubahan tingkah laku manusia atau tempat bagi anak untuk

bereksplorasi, bereksperimen dan mengekspresikan diri untuk mendapatkan konsep dan

informasi baru sebagai wujud dari prestasi belajar. Sementara itu yang dimaksud dengan

lingkungan alam atau luar adalah segala sesuatu yang ada dalam dunia ini yang bukan

manusia, seperti rumah, tumbuh-tumbuhan, air, iklim, dan hewan. Lebih lanjut yang

dimaksud dengan lingkungan dalam adalah segala sesuatu yang telah termasuk ke dalam

diri kita, ia berada di antara lingkungan dalam dan lingkungan luar kita. Di samping itu

lingkungan sekolah juga sangat berpengaruh karena dengan adanya lingkungan sekolah

yang kurang mendukung akan berpengaruh terhadap proses belajar siswa.

Belajar adalah suatu aktivitas mental (psikis) yang berlangsung dalam interaksi

dengan lingkungannya yang menghasilkan perubahan tingkah laku yang bersifat relatif

konstan. Belajar merupakan sebuah proses yang dapat merubah tingkah laku seseorang.

Belajar merupakan sebuah proses yang kompleks yang di dalamnya terdapat beberapa

pengetahuan sehingga tercipta kemampuan untuk mengkaitkan antara makna

pengetahuan dengan realitas yang ada.

Menurut temuan hasil penelitian dari Nila Nadhiroh Solichatun (2009),

mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang Jurusan Ekonomi Pembangunan

Program Studi S1 Pendidikan Ekonomi dengan judul “Pengaruh Gaya Belajar (Learning

Style) dan Lingkungan Belajar terhadap Prestasi Belajar Peserta Didik pada Mata

Pelajaran Ekonomi di SMP Laboratorium Universitas Negeri Malang Tahun Ajaran

2009/2010. Penelitian ini menunjukkan bahwa ada pengaruh Gaya Belajar (Learning

Style) dan Lingkungan Belajar Terhadap Prestasi Belajar Peserta Didik Pada Mata

Pelajaran Ekonomi

Hasil survey di SMK Negeri 1 Jombang menunjukkan bahwa gaya belajar dan

lingkungan belajar di SMK Negeri 1 Jombang dapat dikatakan belum begitu mendukung

dalam proses pembelajaran. Hal ini disebabkan karena kondisi siswa yang heterogen

artinya ada yang konsentrasi dan ada yang kurang konsentrasi pada saat guru sedang

menjelaskan materi, sehingga gaya belajar siswa belum efektif. Selain itu, dalam

lingkungan belajar seperti sarana dan prasarana sudah dapat dikatakan lengkap akan

tetapi masih belum tersusun rapi

Penelitian tentang gaya dan lingkungan belajar yang dilakukan di SMK Negeri 1

Jombang pada siswa kelas XI Akuntansi pada mata pelajaran kewirausahaan. Pemilihan

kelas XI Akuntansi dikarenakan siswa kelas XI adalah siswa yang umumnya sudah

memasuki usia remaja di mana pola pikir mereka sudah berkembang dan dalam

kenyataannya usia remaja adalah usia yang rentan terjadi kenakalan remaja dan

cenderung emosional. Peneliti sengaja mengambil kelas XI Akuntansi karena untuk

mengetahui bagaimana gaya belajar siswa dengan adanya perubahan pola pikir dari

peralihan masa anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek /

Page 171: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Pengaruh Gaya Belajar… (Munawaroh)

P a g e [ 589 ]

fungsi untuk memasuki masa dewasa. Dan juga ditetapkan pada mata pelajaran

kewirausahaan karena mata pelajaran kewirausahaan merupakan salah satu mata

pelajaran yang ada di sekolah SMK Negeri 1 Jombang. Mata pelajaran Kewirausahaan

merupakan satu di antara pelajaran wajib yang harus diikuti oleh siswa karena bermuara

pada dua hal yaitu pertama, pemberian semangat dan motivasi dan kedua pemberian

gambaran strategi yang digunakan. Dari latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah

yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu: Apakah ada pengaruh gaya belajar dan

lingkungan belajar terhadap prestasi belajar siswa kelas XI Akuntansi pada Mata

Pelajaran Kewirausahaan di SMK Negeri 1 Jombang.

Sedangkan tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan ada tidaknya pengaruh

gaya belajar dan lingkungan belajar terhadap prestasi belajar siswa kelas XI Akuntansi

pada mata pelajaran kewirausahaan di SMK Negeri 1 Jombang

METODE

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan uji regresi linier

berganda tujuannya untuk menjelaskan ada tidaknya pengaruh antara variabel X1 dan X2

terhadap variabel Y. Dengan desain penelitian sebagai berikut.

Gambar 1. Desain Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah Siswa kelas XI Akuntansi SMK Negeri 1

Jombang tahun pelajaran 2014/.2015 sebanyak 114 Siswa, karena jumlah populasi lebih

dari 100, maka peneliti mengambil sampel sebesar 38 siswa dengan cara random

sampling acak sederhana.

Penelitian ini terdapat dua variabel yaitu: Variabel bebas (X1) adalah Gaya Belajar

dengan indikator: 1) melihat (visual), 2) Belajar dengan mendengarkan (auditorial), 3)

Belajar dengan bekerja (kinestetik). dan Lingkungan Belajar (X2): 1) lingkungan dan

suasana disekolah,2) Hubungan sosial peserta didik dengan peserta didik. Sedangkan

Variabel terikat: (Y) adalah Prestasi Belajar Siswa

Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penelitian ini adalah sebagai

berikut: 1)observasi:Peneliti mengadakan pengamatan awal terhadap aktivitas-aktivitas

secara langsung mengenai proses belajar, gaya belajar dan lingkungan belajar di SMK

Negeri 1 Jombang untuk mencari data yang terdapat dalam objek penelitian. 2)

kuesioner (angket): Peneliti menyebarkan angket kepada siswa SMK Negeri 1 Jombang

yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Angket dalam penelitian ini digunakan

untuk mengetahui pengaruh gaya belajar dan lingkungan belajar terhadap prestasi

Gaya Belajar (X1)

Prestasi Belajar

(Y)Lingkungan Belajar (X2)

Page 172: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 590 ] P a g e

belajar siswa kelas XI Akuntansi SMK Negeri 1 Jombang. Kuesioner dalam penelitian ini

menggunakan kuesioner tertutup dengan hasil uji validitas dan reliabilitas yang

menunjukkan hasil bahwa variabel gaya belajar (X1) dan lingkungan belajar (X2), adalah

valid karena memiliki rhitung > rtabel (0,320). Sedangkan Uji reliabilitas Hasil analisis di

atas didapat nilai Alpha Cronbanch variabel gaya belajar (X1) sebesar 0,878 dan

lingkungan belajar (X2) sebesar 0,887. Jadi secara keseluruhan butir-butir yang ada

dalam masing-masing variabel adalah reliabel karena lebih besar dari 0,320.

Teknik analisis data yang digunakan adalah: Analisis Regresi Linier Berganda

tujuannya untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh gaya belajar dan lingkungan belajar

terhadap prestasi belajar peserta didik. Dirumuskan sebagai berikut:

Y = a + b1 X1 + b2X2

Di mana Y = Variabel dependen (prestasi belajar), X1 dan X2=Variabel independen (gaya

belajar dan lingkungan belajar) dan a = Konstanta (nilai Y apabila X1 dan X2 = 0)

Uji F digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen (X1,X2) secara

bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen (Y), (Priyanto,

2009:79). Uji asumsi klasik juga dilakukan untuk melihat pemenuhan persyaratan

analisis. Uji asumsi klasik yang dilakukan meliputi uji normalitas, multikolinearitas,

heterosedastisitas, dan autokorelasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data Hasil Angket Gaya Belajar dan Lingkungan Belajar

Hasil angket merupakan data yang digunakan untuk mengetahui pengaruh gaya

belajar dan lingkungan belajar terhadap prestasi belajar peserta didik di SMK Negeri 1

Jombang. Dengan hasil sebagai berikut: 1)Variabel gaya belajar (X1): berdasarkan hasil

angket gaya belajar menunjukkan bahwa tanggapan responden tentang gaya belajar

visual sebesar 29% menyatakan sangat setuju, untuk gaya belajar auditorial, sebesar

30% menyatakan sangat setuju sedangkan gaya belajar kinestetik responden juga

memberikan tanggapan sangat setuju sebesar 27%. Hal ini menunjukkan bahwa baik

gaya belajar visual, auditorial dan kinestetik pada siswa sangat diperlukan guna

menunjang prestasi belajar siswa. 2) Variabel Lingkungan belajar (X2): hasil angket

tentang lingkungan belajar menunjukkan bahwa sebagian besar responden yaitu sebesar

30% memberikan tanggapan sangat setuju. Selain itu, tanggapan responden mengenai

hubungan sosial siswa dengan siswa sebesar 27% sangat setuju. Hal ini menunjukkkan

bahwa lingkungan belajar sangat diperlukan guna menunjang prestasi belajar siswa

3).variabel Prestasi belajar (Y): hasil belajar peserta didik setelah melakukan proses

belajar. Indikator prestasi belajar peserta didik kelas XI Akuntansi pada mata pelajaran

kewirausahaan diambil dari nilai rapor semester gasal tahun pelajaran 2014/2015

dengan Kriteria Ketuntasan Minimal sebesar 70. Hasil penelitian didapatkan nilai rapor

peserta didik mata pelajaran kewirausahaan variabel prestasi belajar (Y) diperoleh skor

tertinggi 93 dan skor terendah adalah 71. Dari skor tersebut diperoleh rata-rata sebesar

81.

Page 173: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Pengaruh Gaya Belajar… (Munawaroh)

P a g e [ 591 ]

Uji Asumsi Klasik

Uji Normalitas: digunakan untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal.

Pengujian dalam penelitian ini menggunakan One Sample kolmogorof-Smirnov dengan

menggunakan taraf signifikan 0,05. Data dinyatakan berdistribusi normal jika signifikansi

lebih besar dari 5% atau 0,05. Berdasarkan hasil Uji Normalitas dengan menggunakan

bantuan program SPSS. 16.0. for windows diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 1. Hasil Uji Normalitas dengan Kolmogorov-Smirnov

Kolmogorov-Smirnova

Statistic Df Sig.

Prestasi belajar .138 38 .065

Gaya belajar .095 38 .200

Lingkungan belajar .082 38 .200

Hasil di atas kita lihat pada kolom Kolmogorov-Smirnov yang menunjukkan bahwa

nilai signifikansi untuk prestasi belajar sebesar 0,065, untuk gaya belajar sebesar 0,200

dan untuk lingkungan belajar sebesar 0,200. Karena signifikansi untuk seluruh variabel

lebih besar dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data pada variabel prestasi belajar,

gaya belajar dan lingkungan belajar berdistribusi normal. Angka statistik menunjukkan

semakin kecil nilainya maka distribusi data semakin normal. Sedangkan df menunjukkan

jumlah data.

Uji Multikolinearitas: digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya

penyimpangan asumsi klasik multikolinearitas, yaitu adanya hubungan linier antar

variabel independen dalam model regresi. Prasyarat yang harus terpenuhi dalam model

regresi adalah tidak adanya multikolinearitas. Pada pembahasan ini akan dilakukan uji

multikolinearitas dengan melihat nilai inflation factor (VIF) pada model regresi. Pada

umumnya jika VIF lebih besar dari 5, maka variabel tersebut mempunyai persoalan

multikolinearitas dengan variabel bebas lainnya (Priyatno, 2009:39). Hasil analisis

ditemukan nilai variance inflation factor (VIF) kedua variabel, yaitu gaya belajar dan

lingkungan belajar adalah 1,445 lebih kecil dari 5, sehingga bisa diduga bahwa antar

variabel independen tidak terjadi persoalan multikolinieritas. Sehingga dapat digunakan

dalam penelitian.

Uji Heteroskedastisitas: digunakan untuk mengetahui ada tidaknya

penyimpangan asumsi klasik heteroskedastisitas, yaitu adanya ketidaksamaan varian

dari residual untuk semua pengamatan pada model regresi. Prasyarat yang harus

terpenuhi dalam model regresi adalah tidak adanya gejala heteroskedastisitas. Pada

pembahasan ini akan dilakukan uji heteroskedastisitas dengan menggunakan uji park,

yaitu meregresikan nilai residual (Lnei2) dengan masing-masing variabel dependen (LnX1

dan LnX2).

Hasil analisis ditemukan bahwa nilai t hitung adalah -0,154 dan -0,378. Sedangkan

nilai t tabel dapat dicari pada tabel t dengan df = n-2 atau 38-2 = 36 pada pengujian 2 sisi

Page 174: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 592 ] P a g e

(signifikansi 0,025), didapat t tabel sebesar 2,028. Karena nilai t hitung berada pada –t

tabel ≤ t hitung ≤ t tabel, maka Ho diterima artinya pengujian antara Lnei2 dengan LnX1

dan Lnei2 dengan LnX2 tidak ada gejala heteroskedaktisitas. Dengan ini dapat

disimpulkan bahwa tidak ditemukannya masalah heteroskedaktisitas pada model regresi.

Uji Autokorelasi: digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan

asumsi klasik autokorelasi, yaitu korelasi yang terjadi antara residual pada satu

pengamatan dengan pengamatan lain pada model regresi. Prasyarat yang harus

terpenuhi adalah tidak adanya autokorelasi dalam model regresi. Metode Pengujian yang

digunakan adalah dengan Uji Durbin-Watson (uji DW) dengan ketentuan sebagai berikut:

1) jika d lebih kecil dari dL atau lebih besar dari (4-dL) maka hipotesis nol ditolak, yang

berarti terdapat autokorelasi; 2)jika d terletak antara dU dan (4-dU), maka hipotesis nol

diterima, yang berarti tidak ada autokorelasi; 3)jika d terletak antara dL dan dU atau di

antara (4-dU) dan (4-dL), maka tidak menghasilkan kesimpulan yang pasti.

Hasil analisis ditemukan nilai DW yang dihasilkan dari model regresi adalah 1,643.

Sedangkan dari tabel DW dengan signifikansi 0,05 dan jumlah data (n)=38, seta k=2 (k

adalah jumlah variabel independen) diperoleh nilai dL 1,373 dan dU sebesar 1,594.

Karena nilai DW 1,643 lebih besar dari nilai dU, maka menghasilkan kesimpulan tidak

ada autokorelasi.

Analisis Regresi Linier Berganda

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh gaya belajar dan

lingkungan belajar terhadap prestasi belajar siswa. Dimana gaya belajar (X1) dan

lingkungan belajar (X2) sebagai variabel bebas (independent) sedangkan prestasi belajar

(Y) sebagai variabel terikat (dependent).

Tabel 2. Hasil Perhitungan Uji Regresi Linier Berganda

Model

UnstandardizedCoefficients

StandardizedCoefficients t Sig.

B Std. Error Beta

1 Prestasi Belajar (Y) 33.947 3.579 9.486 .000

Gaya belajar (X1) .320 .051 .512 6.258 .000

Lingkungan belajar(X2) .342 .053 .526 6.418 .000

Berdasarkan Tabel 2 diperoleh persamaan regresi sebagai berikut: 1) prestasi

belajar sebesar 33,947; artinya jika gaya belajar (X1) dan lingkungan belajar (X2) nilainya

adalah 0, maka prestasi belajar (Y) nilainya adalah 33,947. Artinya jika tidak ada gaya

belajar dan lingkungan belajar maka pencapaian peserta didik atas prestasi belajar

sebesar 33,947. 2) koefisien regresi variabel gaya belajar (X1) sebesar 0,320 artinya jika

variabel independen lain nilainya tetap dan gaya belajar mengalami kenaikan 1 satuan,

maka prestasi belajar (Y) akan mengalami peningkatan sebesar 0,320. Koefisien bernilai

positif sebesar 0,320. Koefisien bernilai positif sebesar 0,320, artinya terjadi hubungan

Page 175: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Pengaruh Gaya Belajar… (Munawaroh)

P a g e [ 593 ]

positif antara gaya belajar dengan prestasi belajar, semakin meningkat gaya belajar maka

semakin meningkat pula prestasi belajar pada peserta didik. 3) koefisien regresi variabel

lingkungan belajar (X2) sebesar 0,342 artinya jika variabel independen lain nilainya tetap

dan lingkungan belajar mengalami peningkatan 1 satuan, maka prestasi (Y) akan

mengalami peningkatan sebesar 0,342. Koefisien bernilai positif sebesar 0,342 artinya

terjadi hubungan positif antara lingkungan belajar dengan prestasi belajar, semakin

meningkat lingkungan belajar maka semakin meningkat pula prestasi belajar.

Uji Determinasi (R2): digunakan untuk mengetahui persentase sumbangan

pengaruh variabel independen (X1 dan X2) secara serentak terhadap variabel dependen

(Y). R2 sama dengan 0, maka tidak ada sedikit pun persentase sumbangan pengaruh yang

diberikan variabel independen terhadap variabel dependen, sebaliknya R2 sama dengan

1, maka persentase sumbangan pengaruh yang diberikan variabel independen terhadap

variabel dependen adalah sempurna.

Hasil analisis diperoleh angka R2 (R Square) sebesar 0,838 atau 83,8%. Hal ini

menunjukkan bahwa persentase sumbangan pengaruh variabel independen (gaya belajar

dan lingkungan belajar) terhadap variabel dependen (prestasi belajar) sebesar 83,8%

sedangkan sisanya sebesar 16,2% dipengaruhi oleh variabel bebas lain yang tidak

dimasukkan dalam penelitian ini di antaranya adalah lingkungan alam (fisik), lingkungan

kultural, dan faktor-faktor belajar yaitu faktor intern yang terdiri dari faktor jasmani,

faktor psikologis, dan faktor kelelahan, dan pada faktor ekstern terdiri dari faktor

keluarga, faktor sekolah dan faktor masyarakat.

Berdasarkan hasil analisis regresi ganda dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1) merumuskan Hipotesis Ho: tidak ada pengaruh secara signifikan antara gaya belajar

dan lingkungan belajar secara bersama-sama terhadap prestasi belajar. Ha: ada pengaruh

secara signifikan antara gaya belajar dan lingkungan belajar secara bersama-sama

terhadap prestasi belajar. 2) menentukan tingkat signifikan Tingkat signifikan

menggunakan a=5% (signifikansi 5% atau 0,05 adalah ukuran standar yang sering

digunakan dalam penelitian). a) menentukan F hitung, berdasarkan tabel diatas diperoleh

F hitung sebesar 90,250. b) Menentukan F tabel, dengan menggunakan tingkat keyakinan

95%, a=5%, df 1 (jumlah variabel-1)=2, dan df 2 (n-k-1) atau 38-2-1=35, hasil diperoleh

untuk F Tabel sebesar 3,267. a) Kriteria pengujian Ho diterima bila F hitung < F tabel Ho

ditolak bila F hitung > F tabel. b) membandingkan F hitung dengan F tabel. c) Nilai F

hitung > F tabel (90,250>3,267), maka Ho ditolak.

Kesimpulan: karena F hitung > F tabel (90,250>3,267), maka Ho ditolak dan Ha

diterima, artinya ada pengaruh secara signifikan antara gaya belajar (X1) dan lingkungan

belajar (X2) secara bersama-sama terhadap prestasi belajar (Y). Jadi dapat disimpulkan

bahwa gaya belajar dan lingkungan belajar secara bersama-sama berpengaruh terhadap

prestasi belajar siswa kelas XI Akuntansi pada mata pelajaran Kewirausahaan di SMK

Negeri 1 Jombang.

Berdasarkan hasil analisis data di peroleh interpretasi bahwa hasil prestasi belajar

siswa dipengaruhi oleh gaya belajar dan lingkungan belajar hal ini dibuktikan dengan

Page 176: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 594 ] P a g e

adanya hasil analisis data statistik melalui SPSS 16.0 for windows diperoleh hasil

perhitungan konstanta koefisien regresi dari masing-masing variabel independen yaitu

gaya belajar (X1) sebesar 0,320, dan lingkungan belajar (X2) sebesar 0,342 yang berarti

terjadi hubungan positif antara gaya belajar dan lingkungan belajar dengan prestasi

belajar. Semakin meningkat gaya belajar dan lingkungan belajar maka semakin

meningkat pula prestasi belajar peserta didik.

Berdasarkan hasil analisis juga dapat diketahui bahwa terdapat pengaruh secara

simultan antara gaya belajar dan lingkungan belajar terhadap prestasi belajar siswa kelas

XI Akuntansi di SMK Negeri 1 Jombang yang di peroleh dari hasil F hitung sebesar 90,250

> F tabel sebesar 3,267, dengan nilai determinasi (R Square) sebesar 0,838 atau 83,8%

yang artinya persentase sumbangan pengaruh gaya belajar dan lingkungan belajar

terhadap prestasi belajar peserta didik sebesar 83,8% sedangkan sisanya 16,2%

dipengaruhi oleh variabel bebas lain yang tidak dimasukkan dalam penelitian ini

diantaranya adalah lingkungan alam (fisik), lingkungan kultural, dan faktor-faktor belajar

lainnya.

Pembahasan

Prestasi merupakan hasil usaha kegiatan belajar yang dinyatakan dalam bentuk

simbol, angka, huruf maupun kalimat yang dapat mencerminkan hasil yang sudah dicapai

oleh setiap peserta didik dalam periode tertentu (Sari, 2009). Prestasi tidak akan

dihasilkan selama orang atau siswa tidak melakukan kegiatan. Dalam kenyataan, untuk

mendapatkan prestasi tidak semudah yang dibayangkan, tetapi penuh perjuangan

dengan berbagai tantangan yang harus dihadapi untuk mencapainya. Gaya belajar dan

lingkungan belajar menjadi faktor yang bisa mempengaruhi prestasi belajar siswa kelas

XI Akuntansi pada mata pelajaran kewirausahaan

Berdasarkan analisis data dapat disimpulkan bahwa secara simultan terdapat

pengaruh gaya belajar dan lingkungan belajar terhadap prestasi belajar siswa kelas XI

Akuntansi pada mata pelajaran kewirausahaan di SMK Negeri 1 Jombang. Hal ini dapat

dilihat dari hasil uji F hitung menghasilkan angka sebesar 90,250 dengan tingkat

signifikansi sebesar 0,000 di mana 0,000 < 0,05 maka dapat dikatakan Ho yang

menyatakan bahwa tidak ada pengaruh gaya belajar dan lingkungan belajar terhadap

prestasi belajar ditolak dan Ha yang menyatakan bahwa ada pengaruh gaya belajar dan

lingkungan belajar terhadap prestasi belajar diterima.

Sedangkan hasil pengujian koefisien determinasi diperoleh bahwa ada pengaruh

antara gaya belajar dan lingkungan belajar terhadap prestasi belajar siswa dengan

koefisien korelasi ganda sebesar 0,915 dengan koefisien determinasi (R Square) sebesar

0,838 atau 83,8%. Dari angka tersebut yaitu 83,8% prestasi belajar dapat dijelaskan

dengan menggunakan variabel gaya belajar dan lingkungan belajar. Sedangkan sisanya

yaitu 16,2% dapat dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model

penelitian ini di antaranya adalah lingkungan alam (fisik), lingkungan kultural, dan

faktor-faktor belajar yaitu faktor intern yang terdiri dari faktor jasmani, faktor psikologis,

Page 177: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Pengaruh Gaya Belajar… (Munawaroh)

P a g e [ 595 ]

dan faktor kelelahan, dan pada faktor ekstern terdiri dari faktor keluarga, faktor sekolah

dan faktor masyarakat.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian dari Nila Nadhiroh Solichatun (2009),

bahwa Ada pengaruh antara gaya belajar dan lingkungan belajar terhadap prestasi

belajar Peserta Didik Pada Mata Pelajaran Ekonomi di SMP Laboratorium Universitas

Negeri Malang Tahun pelajaran 2009/2010 secara simultan. Sedangkan , dilihat dari nilai

t tabel dengan taraf signifikan pada tabel coefficient, variabel yang paling dominan

mempengaruhi prestasi belajar adalah lingkungan belajar dengan nilai t hitung 6,418

dengan taraf signifikan 0,000 dan t tabel 2,030 dengan pengujian 2 sisi (taraf signifikan

0,025).

SIMPULAN

Ada pengaruh gaya belajar dan lingkungan belajar terhadap prestasi belajar siswa

kelas XI Akuntansi pada mata pelajaran kewirausahaan di SMK Negeri 1 Jombang.

Variabel gaya belajar dan lingkungan belajar berpengaruh terhadap prestasi belajar pada

mata pelajaran kewirausahaan. Pengkajian faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi

prestasi belajar perlu dilakukan, karena dengan mengetahui faktor lain akan lebih mudah

melakukan identifikasi faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa khususnya mata

pelajaran kewirausahaan dan mencari solusi pemecahan masalah yang mungkin timbul

dari faktor tersebut. Setelah melihat hasil penelitian, guru sebagai pendidik diharapkan

untuk lebih bijak dalam menyikapi berbagai faktor yang bisa mempengaruhi prestasi

belajar khususnya mata pelajaran kewirausahaan. Memberikan perhatian dan kontrol,

yang nantinya akan menciptakan lingkungan belajar yang akan memberikan dampak

pada prestasi belajar siswa.

DAFTAR PUSTAKA

B. Uno, Hamzah. (2009). Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yangKreatif dan Efektif. Jakarta: Bumi Aksara. Media, Yogyakarta.

Deporter, Bobbi & Hernacki, Mike. (2011). Quantum Learning: Belajar nyaman danmenyenangkan. Bandung: Kaifa

Duwi Priyatno. 2009. SPSS Untuk Analisis Korelasi, Regresi, dan Multivariate. PenerbitGava

Insiyana, Lulun Nur.(2012 ) “Pengaruh Gaya dan Lingkungan Belajar Terhadap PrestasiBelajar Peserta Didik Kelas VII Pada Mata Pelajaran Ekonomi Di MTs. Al IhsanTembelang Kabupaten Jombang Tahun Ajaran 2011/2012.”

Purwanto, N. (2006) Ilmu Pendidikan Teori dan Praktis. Bandung:PT Remaja Rosdakarya

Rahayu, Minarti.(2013). Pengertian Gaya Belajar dan Macam-macam Gaya Belajar.http://minartirahayu.blogspot.com/2013/03/pengertian-gaya-belajar-berbagai-macam.html,

Page 178: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 596 ] P a g e

Sari, Masruroh Kusuma. (2009). Peningkatan Prestasi Belajar Ekonomi Melalui MetodePembelajaran Student Teams Achievement Division (Penelitian Pada Siswa KelasVIII SMPN 2 Kartasura”. Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Siregar, E & H.Nara. (2010). Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor: Ghalia Indonesia.

Slameto. (2010). Belajarodanofaktor-faktor0yang0mempengaruhi. Jakarta: Rineka Cipta.

Solichatun, Nila Nadhiroh. (2009). Pengaruh Gaya Belajar (Learning Style) DanLingkungan Belajar Terhadap Prestasi Belajar Peserta Didik Pada Mata PelajaranEkonomi Di SMP Laboratorium Universitas Negeri Malang Tahun Ajaran2009/2010. Malang: Universitas Negeri Malang.

Sugiyono.(2011). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta

Page 179: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Penggunaan Model Probit… (Tejo Nurseto, Bambang Suprayitno & Mustofa)

P a g e [ 597 ]

PENGGUNAAN MODEL PROBIT UNTUK MELAKUKAN PERAMALAN

PENCAPAIAN HASIL BELAJAR MATA KULIAH KUANTITATIF

Tejo Nurseto, Bambang Suprayitno & MustofaUniversitas Negeri Yogyakarta

[email protected]

AbstrakPenelitian ini ditujukan untuk meramal probabilitas keberhasilan pencapaianhasil belajar siswa yang mempunyai latar belakang sosial ekonomi dan jeniskelamin tertentu. Parameter yang dihasilkan dapat digunakan untuk membentukmodel peramalan terhadap pencapaian hasil belajar. Metode yang digunakanadalah ekonometrika dengan model probit atau sebagai salah satu modelprobabilitas nonlinier. Data yang dipakai adalah memakai data cross section darisiswa yang mengikuti mata kuliah Matematika Ekonomi dan Statistika Ekonomi.Semua variabel yang dimasukkan dalam model berpengaruh terhadap tingkatkeberhasilan mahasiswa dalam menjalani PBM mata kuliah kuantitatif.Banyaknya buku dan pekerjaan ibu berpengaruh terhadap keberhasilan tersebutnamun untuk pengaruh banyaknya buku bertanda sebaliknya dengan yangdiharapkan. Mahasiswa yang berjenis kelamin perempuan mempunyai tingkatkeberhasilan yang lebih besar. Kemampuan dasar siswa sangatlah pentingsebagai substansi yang dapat mempengaruhi keberhasilan mahasiswa. Modelperamalan dengan model non linier model probit terbukti mendapatkan hasilyang lebih baik daripada model LPM karena model ini menghasilkan peramalanyang sesuai dengan batasan yang diinginkan.

Kata Kunci: Peramalan, Probit, Hasil Belajar

PENDAHULUAN

Ada kalanya latar belakang sosial tidak memberikan pengaruh positif dalam

menentukan keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Terkadang siswa

yang berasal dari golongan tidak mampu, anak petani, serta berasal dari kalangan

masyarakat yang minim informasi memperoleh hasil belajar yang lebih baik dibanding

siswa yang berasal dari golongan yang sebaliknya yaitu dari kelas sosial menengah ke

atas, status pekerjaan orang tua yang mendukung, dan dari masyarakat yang melek

informasi. Berdasarkan kondisi seperti itu timbul pertanyaan sejauh mana signifikansi

ketersediaan adanya sarana dan prasarana yang diindikasikan dari latar belakang sosial

siswa terhadap keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan pembelajarannya.

Dalam masyarakat Indonesia, masih banyak dijumpai pandangan-pandangan yang

bias gender. Lelaki dikenal sebagai pencari nafkah sedangkan wanita dikenal sebagai

pengasuh anak. Norma ini sudah tercipta dalam masyarakat dengan sendirinya dan

diturunkan dari generasi ke generasi. Seiring dengan perkembangan zaman termasuk di

dalamnya perkembangan kultur yang ada dalam masyarakat sendiri, pola ini sedikit

banyak akan tereliminasi sebagaimana adanya kedinamisan dalam tradisi dan persepsi

kultural. Meskipun demikian, bias gender dalam kehidupan sosial dapat mempengaruhi

pilihan siswa terhadap disiplin ilmu dan motivasinya dalam belajar. Ada sebagian siswa

Page 180: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 598 ] P a g e

wanita merasa tidak percaya diri dalam matematika atau ilmu-ilmu eksak (terutama yang

berkaitan dengan kajian kuantitatif) karena ada persepsi mata pelajaran tersebut adalah

mata pelajaran laki-laki. Sesungguhnya, laki-laki dan wanita apabila diberikan

kesempatan yang sama akan berkembang sama baiknya.

Menurut Eka (2003), stereotipe peran jenis kelamin mengatakan bahwa pria lebih

kompetitif dibandingkan wanita. Karakteristik pribadi yang dimiliki wanita lebih

mengarahkan mereka menghindari konflik dan persaingan. Wanita lebih bersifat

kooperatif dan kurang kompetitif. Keadaan ini disebabkan adanya perasaan takut akan

sukses yang dimiliki wanita serta konsekuensi sosial yang negatif yang akan diterimanya.

Bila wanita sukses bersaing dengan pria, mungkin akan merasa kehilangan feminimitas,

popularitas, takut tidak layak untuk menjadi teman kencan atau pasangan hidup bagi

pria, dan takut dikucilkan. Anggapan tersebut sebelumnya diungkapkan dalam penelitian

yang dilakukan oleh Ahlgren tahun 1983 yang mengatakan bahwa sikap kooperatif lebih

tinggi pada wanita dan sikap kompetitif lebih tinggi pada pria.

Dari sisi dosen, peramalan hasil belajar juga diperlukan sebagai bahan masukan

terhadap hasil belajar nantinya. Dengan mengetahui perkiraan hasil belajar nantinya

maka dosen dapat membuat langkah alternatif yang sekiranya bisa dilakukan ketika hasil

belajar yang diperoleh dari hasil peramalan kurang memuaskan. Walaupun hasil belajar

bukanlah tujuan satu-satunya dalam PBM namun ketika hasil belajar kurang baik maka

hal ini juga bisa menurunkan motivasi dari dosen yang bersangkutan. Dengan

mengetahui perkiraan hasil belajar sebelum waktu PBM berakhir, dosen bisa membuat

langkah yang kreatif yang bisa meningkatkan hasil belajar dari yang diperkirakan.

Peramalan bisa dilakukan pada pertengahan waktu PBM. Dengan diketahuinya

perkiraan hasil belajar pada masa pertengahan itu maka dosen mempunyai cukup waktu

untuk membuat langkah alternatif dalam mengkoreksi metode pembelajarannya,

membuat komunikasi yang lebih baik dengan siswanya, atau membuat langkah strategis

lainnya dalam pembelajaran.

Beranjak dari latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya maka dipandang

perlu untuk melakukan penelitian untuk meramal keberhasilan pencapaian hasil belajar

ketika siswa tersebut mempunyai latar belakang sosial ekonomi tertentu dengan

perbedaan jenis kelamin. Dalam penelitian ini nantinya dilakukan pembentukan model

untuk melakukan peramalan terhadap pencapaian hasil belajar. Model yang dimaksud

adalah model peramalan dengan model probit. Model ini belum pernah dilakukan

terhadap konteks peramalan hasil belajar di Indonesia.

Berdasarkan uraian tersebut maka penelitian ini ditujukan untuk mengetahui

pengaruh karakteristik sosial pada keberhasilan siswa dalam PBM. Selain itu untuk

mengetahui apakah jenis kelamin ikut berpengaruh dalam keberhasilan siswa dalam

PBM. Selanjutnya hasil parameter dapat digunakan untuk melakukan peramalan yang

baik dalam memperkirakan tingkat keberhasilan siswa dalam PBM.

Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada siswa yang diteliti adalah mahasiswa

FISE UNY. Karakteristik siswa adalah jenis kelamin, cita-cita ke depan, dan bagaimana

Page 181: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Penggunaan Model Probit… (Tejo Nurseto, Bambang Suprayitno & Mustofa)

P a g e [ 599 ]

responnya terhadap suasana pembelajaran serta dan karakteristik sosialnya, jenis

kelamin yang dimaksud adalah perempuan atau laki-laki. Mata kuliah yang diteliti adalah

mata kuliah kuantitatif seperti Matematika Ekonomi dan Statistika. Ukuran pencapaian

siswa dalam PBM diindikasikan dengan nilai akhir yang diperoleh siswa. Nilai akhir

tentunya mencakup berbagai komponen seperti tugas, partisipasi, ujian tengah semester

(UTS), ujian akhir semester (UAS)

Hasil Belajar dan Faktor Penentu Keberhasilan Pembelajaran

Sebagaimana dikutip dari Widyastuti (2007), menurut kurikulum menengah

umum Depdikbud tahun 1987, prestasi belajar adalah hasil yang dapat dicapai pada

suatu saat. Pengertian prestasi belajar adalah keberhasilan belajar yang telah dicapai oleh

siswa dalam mengikuti program pengajaran pada waktu tertentu yang diwujudkan dalam

bentuk nilai. Suatu proses belajar mengajar dianggap berhasil ketika daya serap terhadap

bahan pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi tinggi, baik secara individu maupun

kelompok dan perilaku yang digariskan dalam tujuan pengajaran / instruksional khusus

(TIK) telah dicapai oleh siswa baik secara individu maupun kelompok.

Menurut Bloom (dikutip dari Depdiknas, 2009), prestasi akademik atau prestasi

belajar adalah proses belajar yang dialami siswa dan menghasilkan perubahan dalam

bidang pengetahuan, pemahaman, penerapan, daya analisis, sintetis dan evaluasi. Faktor

yang dapat mempengaruhi prestasi akademik yaitu bersifat internal seperti intelegensi,

motivasi belajar, minat, bakat, sikap, persepsi dan kondisi fisik, sedangkan yang bersifat

eksternal adalah lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat.

Diungkapkan oleh Farley dan Gordon pada tahun 1981 (Tarmidi, 2006)

mengungkapkan bahwa keberhasilan dalam pembelajaran dipengaruhi oleh sikap,

perlakuan dalam pembelajaran, dan lingkungan. Oleh karenanya selain faktor internal

dari mahasiswa dan akademis dari pembelajaran itu sendiri maka faktor eksternal dari

mahasiswa sangat penting dalam mempengaruhi belajar mahasiswa tersebut.

Secara definisi dan secara umum (Anonim, 2007), sukses dalam perguruan tinggi

tergantung dari kebutuhan keterpenuhan dari sisi akademisnya. Semua faktor harus

dipertimbangkan, catatan akademis sebelumnya dan kemampuan kognitif yang lebih luas

bisa mempengaruhi kinerja siswa dan persistensi di perguruan tinggi tersebut.

Semua faktor non akademis juga harus dipertimbangkan khususnya yang

mempengaruhi kinerja siswa dalam pembelajaran. Faktor non akademis yang relevan

yang mesti dipertimbangkan adalah faktor-faktor psikis dari individu seperti motivasi,

faktor-faktor keluarga seperti sikap terhadap pendidikan, tingkat keterlibatan dalam

aktivitas kampus, dan perencanaan karir setelah usai kuliah.

Selain itu, ada berbagai faktor yang diungkapkan oleh kepala lembaga penelitian

di Universitas Indiana Blomington (Anonim, 2002) yang bisa mempengaruhi tingkat

ketahanan kompetensi yang diajarkan dalam perkuliahan yaitu antara lain faktor

demografi, status sosial ekonomi, kemampuan akademis, tingkat kesiapan sebelum

masuk ke universitas, Uang saku yang diterima dari orang tua, Komitmen siswa terhadap

Page 182: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 600 ] P a g e

pembelajaran sebelumnya, Integrasi Sosial, dan Integrasi Akademis. Berbagai faktor

tersebut dianggap sebagai faktor yang sangat penting dalam tingkat ketahanan hasil

belajar sebagaimana juga diungkapkan oleh peneliti lainnya di berbagai belahan dunia

lainnya.

Johnson (2000) mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang bisa dianalisis

mempengaruhi pencapaian akademis ada berbagai faktor antara lain ukuran kelas,

ras/etnis, tingkat pendidikan orang tua, jumlah materi bacaan di rumah, tingkat

keringanan biaya dalam makan siang, dan jenis kelamin. Pada dasarnya yang

diungkapkan oleh Johnson ini tidak jauh berbeda dengan yang diungkapkan oleh peneliti

lainnya di mana pada umumnya faktor yang mempengaruhi adalah faktor internal,

eksternal, dan faktor dari sisi akademis atau pembelajaran itu sendiri.

Proses Belajar Mengajar dan Latar Belakang Siswa

Pembelajaran adalah suatu proses pemahaman yang membimbing perubahan

tingkah laku seseorang (peserta didik). Perubahan tingkah laku tersebut meliputi 3 ranah

yaitu: pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotor) dan nilai-nilai (afektif).

Perubahan tingkah hasil pembelajaran sifatnya relatif tetap, dapat diukur, terkonstruksi

dalam struktur pengetahuan peserta didik dan merupakan hasil latihan atau pengalaman.

Pembelajaran pada dasarnya meliputi dua hal yaitu aktivitas belajar dan aktivitas

mengajar. Menurut Sardiman (2007) pembelajaran merupakan suatu proses yang

mempunyai fungsi membimbing siswa di dalam kehidupan, yaitu membimbing siswa

dalam mengembangkan diri sesuai dengan tugas perkembangan. Tugas perkembangan

tersebut mencakup kebutuhan hidup baik sebagai individu maupun sebagai anggota

masyarakat.

Pembelajaran merupakan suatu proses pendidikan. Proses pendidikan terdiri dari

beberapa komponen, yaitu interaksi pendidikan, tujuan pendidikan, lingkungan

pendidikan, dan pergaulan pendidikan (Sukmadinata, 2008: 24-29). Interaksi pendidikan

adalah interaksi antara peserta didik, pendidik, dan berbagai sumber pendidikan. Tujuan

proses pendidikan diarahkan pada peningkatan penguasaan pengetahuan, kemampuan,

keterampilan, pengembangan sikap dan nilai-nilai dalam rangka pembentukan dan

pengembangan diri peserta didik. Lingkungan pendidikan meliputi lingkungan fisik,

sosial, budaya, politis, keagamaan, intelektual, dan nilai-nilai. Pergaulan pendidikan

mencakup pergaulan antara peserta didik dengan pendidik, orang tua dan masyarakat.

Proses belajar mengajar tidak dapat terlepas dari pengaruh keluarga. Keluarga

termasuk dalam lingkungan sosial budaya. Pada keluarga, pola pengasuhan mempunyai

peran penting dalam pengembangan kepribadian siswa. Jika dalam keluarga, seorang

siswa dididik terlalu keras maka siswa tersebut akan “mutung” sebaliknya jika dididik

dengan manja maka akan menjadi orang manja, lembek, tidak ada daya survive dalam

perjalanan hidupnya. Lewat disertasinya, Dr. M. Enoch Markum membuktikan, pola asuh

otoritatif sangat efektif untuk menunjang anak berprestasi tinggi (Anglingsari dan

Sujayanto, 2007). Sedikit banyak ini dipengaruhi oleh pola pendidikan dalam

Page 183: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Penggunaan Model Probit… (Tejo Nurseto, Bambang Suprayitno & Mustofa)

P a g e [ 601 ]

keluarganya. Pola pendidikan dalam keluarga juga tergantung dari tingkat wawasan

orang tua yang terdekat terutama ibu. Agaknya, bila pola asuh otoritatif ini dilakukan,

peranan ibu sangatlah besar dalam menanamkan kebiasaan yang baik. Bukannya ayah

tidak berperanan tetapi peran ibu lebih nyata demikian menurut Dr. M. Enoch Markum.

Selain itu yang terpenting dalam pencapaian prestasi adalah kedisiplinan diri dalam

hidupnya. Kedisiplinan bisa ditanamkan sebagai produk kebiasaan. Misalnya, kebiasaan

menyeberang jalan pada tempatnya, tepat waktu dalam berjanji, atau antre ketika

membeli karcis di loket.

Kondisi sosial ekonomi keluarga mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan

siswa dalam PBM. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Direktorat Pendidikan Kanada

(Anonim, 2004), Peranan tingkat ekonomi keluarga yang sangat penting bagi

keberhasilan siswa juga diungkapkan dalam studi yang dilakukan oleh Pyryt dan Lytton

pada tahun 1998. Mereka mengungkapkan bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan

keluarga memberikan pengaruh positif dalam keberhasilan siswa. Lebih lanjut data

mengungkapkan bahwa setiap peningkatan US$ 1000 pendapatan keluarga

mengakibatkan peningkatan pencapaian skor sebesar seperempat persen.

Direktorat pendidikan Kanada (2006) juga mengungkapkan bahwa studi yang

dilakukan oleh Dooley dan Stewart pada tahun 2004 menyatakan bahwa semakin

meningkatnya pendapatan maka semakin meningkat pula pencapaian siswa dalam

pembelajaran Matematika. Kondisi didukung oleh data empiris yang menunjukkan

bahwa adanya perbedaan hasil tes yang mencolok antara siswa yang berasal dari

golongan bawah dan siswa dari golongan atas. Secara lebih spesifik data menyebutkan

bahwa setelah melalui analisis bivariate diungkapkan bahwa rata-rata skor siswa

meningkat 30 persen dari siswa dari keluarga dengan penghasilan di bawah 20.000 $

Kanada dengan siswa dari keluarga dengan penghasilan 40.000 $ Kanada.

Data empiris lainnya juga diungkapkan oleh Schiller, Khmelkov dan Wang pada

tahun 2002 . Mereka menyatakan bahwa faktor pendidikan keluarga dan tingkat ekonomi

mereka juga menjadi variabel yang penting dalam memperoleh pencapaian hasil belajar

yang diinginkan. Dari sejumlah 200.000 sampel yang diperoleh dari 34 negara

diungkapkan bahwa siswa mempunyai keunggulan dalam pencapaian hasil belajar

seiring dengan semakin tingginya taraf ekonomi keluarganya. Hal lain yang patut untuk

dijadikan perhatian bahwa siswa yang mempunyai kedua orang tua yang tinggal dalam

satu negara mempunyai tingkat keberhasilan yang lebih tinggi dibandingkan bagi mereka

yang tidak senegara dengan orang tuanya. Data ini menguatkan hipotesa “marginalized

family” yang menyatakan bahwa pentingnya bagi keluarga untuk meluangkan waktu dan

perhatiannya bagi anaknya.

Gender dalam Proses Belajar Mengajar

Gender adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang dikonstruksikan

secara sosial dan budaya (Anonim, 2004: 1). Gender mempunyai sifat sosial yang

diperoleh dari pembiasaan atau pembelajaran masyarakat sehingga terpengaruh oleh

Page 184: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 602 ] P a g e

waktu, tempat, dan kondisi sosial. Seringkali pengertian gender disamakan dengan

pengertian sex atau jenis kelamin, sehingga muncul pembedaan-pembedaan peran laki-

laki dan perempuan dalam bidang sosial ke masyarakat. Padahal perbedaan yang bersifat

kodrati antara perempuan dan laki-laki adalah jenis kelamin yang berhubungan dengan

alat dan fungsi reproduksi. Gender berpengaruh juga dalam proses belajar mengajar.

Pandangan yang bersifat bias gender seringkali mempengaruhi interaksi dan motivasi

siswa laki-laki dan perempuan.

Berbagai studi telah dilakukan terkait dengan perbedaan jenis kelamin. Pada studi

yang dilakukan oleh Cavanagh tahun 2005, di Amerika Serikat. Cavanagh menyebutkan

bahwa sekolah-sekolah yang dikhususkan untuk perempuan mempunyai data bahwa

siswa-siswa tersebut lemah dalam bidang ilmu komputer dan teknik. Hal ini

menunjukkan bahwa mereka lemah di dua bidang tersebut yang merupakan

pengembangan dari Matematika dan ilmu eksak pada umumnya. Cavanagh menyatakan

bahwa kondisi ini bisa terjadi karena perempuan mempunyai kelemahan berupa

kurangnya kepercayaan diri dan kurangnya konsen mereka terhadap ilmu tersebut (Dee,

2005).

Hal tersebut menguatkan temuan dalam studi sebelumnya yang dilakukan oleh

Freeman pada tahun 2004. Dia menyatakan bahwa ada perbedaan pencapaian yang

diperoleh antara siswa laki-laki dan perempuan. Siswa laki-laki lebih menonjol dalam

bidang eksak yaitu matematika sebaliknya siswa perempuan lebih menonjol pada bidang

ilmu non eksak yaitu membaca. Freeman juga menyatakan bahwa kondisi ini semakin

meningkat ketika usia siswa semakin meningkat. Setelah menginjak usia remaja ke atas,

kesenjangan gender ini tetap terus meningkat walaupun peningkatan kesenjangan gap

menurun Dee (2007). Hal ini juga dikuatkan oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan

oleh Machin dan McNelly (2006). Pada umumnya wanita lebih unggul dari pria pada mata

pelajaran bahasa.

Namun kondisi empiris di Swedia mengungkapkan hal yang sedikit berbeda. Hal

ini dikemukakan oleh Helena Holmlund and Krister Sund (2005) dalam studinya. Siswa

perempuan pada umumnya memperoleh pencapaian yang melebihi laki-laki dalam bidak

non eksak seperti dalam bidang Bahasa Swedia dan Inggris. Sebaliknya untuk bidang

Matematika, di Swedia tidak ditemukan perbedaan yang nyata yang mengungkapkan

adanya kesenjangan gender dalam hal ini.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif

dengan metode ekonometrika. Karena regresi yang dilakukan adalah regresi probabilitas

maka metode regresinya menggunakan Maximum Likelihood (MLH) dengan model

regresi non linier yaitu model probit. Sedangkan data yang akan diolah dalam penelitian

ini adalah data primer dari populasi mahasiswa yang mengikuti mata kuliah kuantitatif

Matematika dan Statistik Ekonomi yang diikuti oleh mahasiswa jurusan Pendidikan

Ekonomi, Akuntansi, dan Manajemen yang mengikuti PBM yang dilaksanakan dalam

kurun waktu tahun ajar 2008-2009 dan semester pendek 2009.

Page 185: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Penggunaan Model Probit… (Tejo Nurseto, Bambang Suprayitno & Mustofa)

P a g e [ 603 ]

Gambar 1. Kerangka Pikir Dalam Pembentukan Model

Kajian pustaka:-kajian teori

-penggalian

penelitian yang

telah dilakukan

Internal :

Perilaku Siswa

Eksternal:

Lingkungan

Pencapaian Hasil

Belajar

Perlakuan

dalam

Pengajaran

Permasalahan:

-Adakah pengaruh perbedaan

jenis kelamin dan latar belakang

sosial ekonomi siswa terhadap

pencapaian hasil belajar?

Pengukuran :

-regresi non

linier

probability

model: Probit

Regresi non

Linier

Probability

Model:

Kajian pustaka:-kajian teori

-penggalian

penelitian yang

telah dilakukan

Koleksi datasekunder

Koleksi dataprimer: wawancarasample dengankuisioner

Analisis Dampakkarakteristik socialekonomi dan jeniskelamin terhadaphasil belajar.

Koleksi datakualitatif

UjiStatistik

ArtikulasiHasil

Pengukuran

LaporanPenelitian:

RekomendasiKebijakan dan

Saran

Masukan bagisubyek dalamproses belajarmengajar

Luaran: PublikasiIlmiah HasilPenelitian

Hasil

Publikasi Ilmiah Diseminasi hasil

Pembentukan Model

Peramalan Hasil

Belajar Mahasiswa

Page 186: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 604 ] P a g e

METODE

Sebagaimana yang telah dilakukan dalam penelitian Davies dkk (2004) yang akan

dijadikan rujukan bagi penulis untuk meneliti hal ini, maka akan dilakukan metode

ekonometrika dengan model probit. Melalui penggunaan model ini, nantinya akan

diketahui signifikansi dari variabel-variabel yang diteliti terhadap probabilitas

kesuksesan siswa dalam mengikuti PBM. Sedangkan data yang dipakai adalah data cross

section dari objek yang diteliti dari seluruh populasi siswa yang mengikuti mata kuliah

Matematika Ekonomi dan Statistika Ekonomi.

Melalui estimasi data memakai model probit akan diketahui pengaruh masing-

masing variabel terhadap probabilitas keberhasilan siswa dalam PBM. Selain itu, dengan

didapatkannya paramater yang diperoleh dari hasil estimasi, kita bisa memakainya untuk

meramal apakah siswa yang bersangkutan secara individu bisa mencapai keberhasilan

dalam PBM dengan memasukkan data sesuai dengan variabel-variabel yang dimilikinya.

Model probit adalah pengembangan dari model yang memakai variabel

bergantung berupa dummy variabel yaitu variabel boneka yang hanya bernilai 0 dan 1.

Nilai 0 dan 1 ini untuk mewakili variabel kualitatif sebagai perwakilan atau notasi dari

berhasil (nilai 1) atau tidak berhasilnya (nilai 0) siswa dalam pembelajaran.

Jika suatu model memakai variabel dummy sebagai variabel bergantungnya maka

akan banyak kelemahan jika diestimasi dengan memakai pendekatan Ordinary Least

Square (OLS). Model dengan variabel dummy sebagai variabel bergantung yang

diestimasi dengan OLS itu dinamakan Linier Probability Model (LPM) model ini

mensyaratkan bahwa variabel yang diestimasi harus mempunyai nilai antara 0 sampai 1

(Gujarati, 2004).

Karena model LPM mempunyai beberapa kelemahan maka diperlukan solusi

untuk mendapatkan estimasi yang terbaik. Lalu dikembangkan Cumulative Distribution

Function (CDF) yaitu Logit model dan disempurnakan kembali menjadi Probit. Probit ini

adalah usaha untuk menormalkan CDF sehingga juga disebut Normit model. Dengan

model ini maka kita mengestimasi model yang akan dipakai untuk mencapai tujuan

penelitian (3.6).

Model estimasi yang dipakai dalam penelitian ini adalah sebagaimana model yang

dipakai oleh Davies dkk (2004) yaitu:

S=β0 + β1A + β2iXi + β3iFi +ε

Di mana, S adalah dummy variabel yang mewakili pencapaian hasil belajar siswa,

di mana S=1 pada saat siswa mendapat nilai baik (B ke atas) dalam mata kuliah yang

bersangkutan dan S=0 untuk kondisi lainnya. A adalah tingkat kemampuan siswa dalam

hal ini diwakili dengan IPK terakhir sebelum dia mengambil mata kuliah yang

bersangkutan. Xi adalah seperangkat variabel dari karakteristik siswa seperti gender

dalam hal ini jenis kelamin (X1), cita-cita akan pekerjaan ke depannya nanti (X2), dan

penilaian siswa terhadap dosen yang mengampu mata kuliah yang bersangkutan (X3). X3

diindikasikan dengan nyaman tidaknya siswa yang bersangkutan terhadap dosen yang

mengampu mata kuliah tersebut. Fi adalah seperangkat variabel yang menggambarkan

Page 187: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Penggunaan Model Probit… (Tejo Nurseto, Bambang Suprayitno & Mustofa)

P a g e [ 605 ]

latar belakang sosial keluarga siswa seperti pekerjaan ibu (F1) dan seberapa banyak buku

yang dipunyai di rumah (F2). Sedangkan ε adalah komponen error dalam estimasi model.

Pengkategorian cita-cita dan pekerjaan ibu sebagaimana dalam rujukan utama

penelitian ini yaitu oleh Davies (2004). Kategorinya berdasarkan tingkat kebebasan

ekonomi dari kemungkinan cita-cita siswa dan pekerjaan ibu siswa yaitu 1). Buruh, 2)..

Pekerja, 3). Pekerja terampil, 4). Pekerja dengan Keahlian, 5). Manager, dan 6).

Pengusaha.

Kategori berhasil (variabel dummy bernilai 1) atau tidak (variabel dummy bernilai

0) apakah nilainya B atau berapa sifatnya opsional tergantung dari mata kuliah yang

bersangkutan. Sehingga nantinya bisa nilai B ke atas atau kategori yang lainnya

tergantung bagaimana implementasinya nanti. Hal ini terjadi mengingat kesulitan antara

mata kuliah satu dengan yang lainnya berbeda-beda.

Penyebaran kuesioner sebaiknya dilakukan pada pertengahan waktu PBM. Sebab

tentunya kurang baik kuesioner disebarkan pada waktu awal PBM, hal ini dikarenakan

belum cukup waktu digali informasi dari siswa terutama untuk mendapatkan data

tentang nyaman atau tidaknya siswa terhadap dosen yang bersangkutan sebab nyaman

atau tidaknya siswa terhadap dosen tergantung dari interaksi dalam PBM dan bagaimana

dosen tersebut menjalankan strategi pengajarannya. Selain itu, pada awal semester atau

awal waktu PBM tidak semua nilai mata kuliah pada semester sebelumnya sudah keluar

sehingga ketika kuesioner dikeluarkan pada awal kuliah maka akan beresiko tidak

mendapatkan data IPK yang valid.

Penyebaran kuesioner juga sebaiknya jangan terlalu mendekati akhir PBM. Ketika

penyebaran kuesioner mendekati akhir PBM maka dikhawatirkan siswa akan mengisi

data tentang nyaman atau tidaknya terhadap dosen yang bersangkutan kurang objektif

karena bisa jadi diisi dengan berusaha menyenangkan dosen yang bersangkutan (ketika

sekiranya nilai yang didapatkan nanti tidak aman) atau sebaliknya. Padahal diperlukan

objektivitas dalam mengisi kuesioner sehingga nanti didapatkan hubungan yang

sebenarnya antara variabel kenyamanan dengan pencapaian hasil belajar.

Pada akhir PBM atau tepatnya setelah nilai dikeluarkan oleh dosen yang

bersangkutan maka semua data yang diperlukan variabel dalam penelitian ini didapatkan

semua. Dengan data yang ada maka bisa dilakukan estimasi untuk melihat hubungan

antara variabel independen dengan pencapaian hasil belajar. Dari parameter hasil

estimasi ini maka dapat dibentuk model peramalan untuk memperkirakan hasil belajar

bagi mahasiswa mata kuliah tersebut pada periode selanjutnya.

Untuk melihat apakah secara bersama-sama variabel yang digunakan dalam

model mempengaruhi variabel bergantungnya maka digunakan LR stat atau besarnya

Likelihood Ratio. Jika LRstat > LRtabel-nya maka mengindikasikan bahwa secara bersama-

sama variabel yang digunakan dalam model berpengaruh signifikan terhadap variabel

bergantungnya. Namun untuk mudahnya maka bisa melihat prob yang menunjukkan

besarnya probabilitas kesalahan, kesalahan yang dianulir bisa 1%, 5%, 10% tergantung

dari toleransi kita. H0 yang digunakan adalah secara bersama-sama variabel digunakan

Page 188: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 606 ] P a g e

dalam model tidak mempengaruhi variabel bergantungnya, jika prob kurang dari tingkat

signifikansi tersebut maka H0 bisa ditolak.

Untuk menentukan apakah masing-masing variabel yang digunakan dalam model

secara individual mempengaruhi variabel bergantungnya maka digunakan Z test. Jika Zstat

> Ztabel maka H0 yang menyatakan bahwa variabel bebas tidak berpengaruh terhadap

variabel bergantungnya bisa ditolak. Namun untuk mudahnya maka bisa melihat prob

yang menunjukkan besarnya probabilitas kesalahan, kesalahan yang dianulir bisa 1%,

5%, 10% tergantung dari toleransi kita. H0 yang digunakan adalah secara individual

tersebut tidak mempengaruhi variabel bergantungnya, jika prob kurang dari tingkat

signifikansi tersebut maka H0 bisa ditolak.

Karena metode ini merupakan metode regresi MLH maka asumsi klasik

sebagaimana pada metode regresi LS tidak diperlukan. Dengan demikian pengujian

asumsi klasik tidak diperlukan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Untuk mengantisipasi tidak bisa diolahnya data karena adanya kemungkinan

munculnya singular matriks dalam pengolahan data maka data untuk enjoy atau tidaknya

siswa terhadap PBM yang diampu oleh dosen yang bersangkutan selain digali variabel

binomial untuk X3 (1 untuk enjoy dan 0 untuk tidak enjoy) juga dimasukkan nilai ke-

enjoy-annya tersebut yang berupa variabel dengan skala interval 0-100. Begitu pula

untuk data banyaknya buku yang dipunyai siswa selain kategori 1-3 juga digali berapa

banyaknya buku secara kontinue. Dari 329 siswa yang terobservasi populasi dalam

penelitian maka terdapat 316 sampel yang mempunyai data yang lengkap (common

sample). Dari sejumlah tersebut bisa diuraikan deskripsi data yang terobservasi

sebagaimana berikut:

Deskripsi Statistik Data Observasi

Keberhasilan siswa yang diperoleh dari nilai akhir siswa dapat diperoleh deskripsi

menurut nilai akhir yang diperolehnya. Jika dikategorikan bahwa siswa yang bernilai

minimal B dikatakan berhasil maka dari 316 siswa terdiri atas 158 siswa berhasil dan

158 tidak berhasil (kurang dari B).

Gambar 2. Distribusi Mahasiswa Berdasar IPK

Page 189: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Penggunaan Model Probit… (Tejo Nurseto, Bambang Suprayitno & Mustofa)

P a g e [ 607 ]

Secara persentase, sebagian besar mahasiswa mempunyai cita-cita sebagai

Pekerja dengan Keahlian sebesar 64% hal ini sejalan dengan jurusan yang diikuti yang

nantinya diharapkan menjadi guru, pegawai bank, dan dosen. Selain itu cukup besar juga

yang nantinya berharap menjadi pengusaha yaitu 29%.

Gambar 3. Distribusi Mahasiswa Berdasar Cita-Cita

Dari sejumlah 316 mahasiswa terdiri atas 216 siswa perempuan dan sisanya

adalah laki-laki. Selain itu dari mahasiswa yang diteliti ditemukan bahwa sebagian besar

di antaranya yaitu sebanyak 285 siswa atau 90% dari total siswa yang diteliti merasa

enjoy terhadap dosen yang mengampu mata kuliah kuantitatif tersebut.

Sebagian besar ibu siswa mempunyai pekerjaan sebagai pekerja dengan keahlian

sebanyak 48% dan pengusaha sebesar 21%. Dengan kondisi seperti ini tentunya sedikit

banyak memberikan motivasi bagi siswa untuk meniru paling tidak dia akan mencapai

tingkat keberhasilan yang lebih baik dalam ke depannya. Dengan demikian sedikit

banyak akan memotivasi siswa dalam proses pembelajarannya.

Gambar 4. Distribusi Mahasiswa Berdasar Pekerjaan Ibu

Latar belakang social di sini diwakili dengan latar belakang pekerjaan ibu dan

seberapa banyak buku yang dipunyai di rumah. Buku yang dipunyai yang dimaksudkan

Page 190: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 608 ] P a g e

adalah buku yang diperlukan dan berkaitan dengan kepentingannya sebagai mahasiswa

jurusan masing-masing.

Sebagian besar buku yang dimiliki oleh mahasiswa sangatlah sedikit. Di mana

yang mempunyai buku di atas 100 buku hanyalah dimiliki oleh 4% dari siswa yang

diteliti. Dari tabel terlihat bahwa setengah dari siswa yang diobservasi mempunyai buku

35 ke bawah bahkan ironisnya ada yang mempunyai buku hanya sebesar 3 buah.

Gambar 5. Distribusi Jumlah Buku yang Dimiliki

Hasil Estimasi Model

Dari hasil estimasi terlihat semua variable yang ada dalam model signifikan.

Hanya variabel IBU (pekerjaan ibu) dan ENJY (nyaman atau tidaknya siswa dalam PBM)

yang signifikan pada tingkat 10%, sedangkan variabel lainnya yaitu GDR dan CITA

signifikan kurang dari 5%, IPK dan BUKU signifikan kurang dari 1%.

Tabel 1. Hasil Estimasi

Independen

Variabel: Berhasil

ProbitLPM

Koefisien Estimasi Marginal Effect

Coefficient Prob. dy/dx Prob. Coefficient Prob.

C -4.3681 ***0.0001 -1.0354 ***0.0095

IPK 1.0502 ***0.0005 0.3835 ***0.000 0.3678 ***0.0006

GDR 0.3377 **0.0459 0.1233 **0.042 0.1228 **0.0472

CITA 0.1711 **0.039 0.0625 **0.035 0.061 **0.0437

IBU 0.1090 *0.0612 0.0398 *0.057 0.1589 *0.0842

ENJY 0.4638 *0.0727 0.1694 *0.068 0.0404 *0.0641

BUKU -0.4794 ***0.0006 -0.1751 ***0.000 -0.1716 ***0.0006

LR statistic (6 df) 33.9007 F-statistic 5.7297

Probability (LR stat) 7.03E-06 Prob 0

***, **, *: berturut-turut adalah signifikan dalam taraf 1%, 5%, dan 10%.

Page 191: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Penggunaan Model Probit… (Tejo Nurseto, Bambang Suprayitno & Mustofa)

P a g e [ 609 ]

Simulasi Model Probit Peramalan Hasil Belajar

Parameter yang dihasilkan sebagaimana yang ditampilkan dalam table 1 bisa

dipakai untuk melakukan peramalan hasil belajar untuk mata kuliah kuantitatif

matematik dan statistika ekonomi selanjutnya. Dengan berbekal parameter yang

dihasilkan maka dosen yang bersangkutan bisa melakukan peramalan dengan

memasukkan data dalam variabel-variabel tersebut sehingga mendapatkan probabilitas

keberhasilan mahasiswa dalam mata kuliah kuantitatif. Jika probabilitas hasil peramalan

menunjukkkan hasil yang kurang memuaskan maka dosen bisa menerapkan strategi

yang berbeda dari yang sebelumnya.

Berikut simulasi peramalan hasil belajar:

Tabel 2. Simulasi Peramalan Hasil Belajar

obs IPK GDR CITA BUKU ENJY IBU Zi CDF Zi

Interpretasi

(kemungkinan)

1 3 0 3 3 1 3 -1.35161 0.08825 Gagal

2 3.5 0 4 3 0 6 -0.79223 0.21411 Gagal

3 3.6 0 5 2 1 6 0.427093 0.66534 Sukses

4 3.3 0 6 2 1 3 -0.0439 0.48249 Gagal

5 2.7 1 6 1 0 4 -0.21175 0.41615 Gagal

6 3 0 4 1 0 5 -0.46756 0.32005 Gagal

7 3.4 1 4 1 1 4 0.645012 0.74054 Sukses

8 3.6 0 3 3 1 6 -0.39447 0.34662 Gagal

9 2.9 1 5 1 1 2 0.072994 0.52909 Sukses

10 3.2 0 6 2 1 6 0.178115 0.57068 Sukses

11 3 1 5 2 1 4 -0.08335 0.46679 Gagal

12 2.8 1 5 1 1 4 0.185999 0.57378 Sukses

13 3.5 1 6 1 0 6 0.846408 0.80134 Sukses

14 3.8 1 4 2 0 6 0.339893 0.63303 Sukses

15 2.9 0 3 3 1 5 -1.23861 0.10775 Gagal

16 3.2 0 6 1 1 3 0.330466 0.62948 Sukses

17 3.3 0 4 1 0 3 -0.37053 0.35549 Gagal

18 3.1 1 3 3 1 2 -1.01792 0.15436 Gagal

19 2.98 1 4 2 1 3 -0.38446 0.35032 Gagal

20 3.5 1 3 3 0 3 -0.95267 0.17038 Gagal

Sebagai contoh, katakanlah didapatkan 20 observasi dari mahasiswa yang sedang

ikut dalam PBM sebagaimana ditunjukkan dalam table 2. Keduapuluh siswa tersebut

mempunyai data sebagaimana dalam variabel di atas maka akan dihasilkan hasil estimasi

sebesar dalam kolom prob dan akumulasi dari probabilitas tersebut setelah dinormalkan

adalah sebagaimana dalam CDF prob.

Page 192: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 610 ] P a g e

Misalkan untuk observasi 7 maka probabilitas keberhasilannya adalah 0.74054

atau probabilitas terjadi berhasilnya p(Y=1) mahasiswa tersebut adalah 74%. Dengan

demikian siswa yang terobservasi dalam no 7 tersebut menurut model peramalan ini

kemungkinan besar adalah sukses dengan asumsi bahwa siswa dikatakan akan berhasil

jika probabilitas keberhasilannya lebih besar dari 50%. Secara keseluruhan dari 20 siswa

tersebut hanya 8 yang sukses sedangkan sisanya dianggap akan gagal. Sebagai tambahan

informasi, rata-rata tingkat probabilitas keberhasilan siswa dari peramalan tersebut

adalah 0.4308. Dengan demikian perlu kiranya dosen membuat atau mengubah strategi

pembelajaran sehingga bisa mendapatkan hasil PBM yang memuaskan nilainya.

Perbandingan dengan Metode Least Square atau Linear Probability Model (LPM)

Sebagaimana telah diuraikan pada bab sebelumnya bahwa pengukuran

probabilitas bisa dilakukan juga dengan model linier hanya saja dengan metode ini maka

hasil yang didapatkan akan keluar dari apa yang kita harapkan. Dengan model LPM maka

hasil fitted value-nya bisa jadi akan di luar dari yang semestinya, misalkan 110% atau -

10% padahal nilai dari probabilitas tentunya hanya sebatas 0-1 atau 0% sampai dengan

100%.

Jika hasil estimasi model LPM dilakukan maka dihasilkan parameter estimasi

sebagaimana dalam table 2. Jika parameter tersebut diterapkan maka bisa dilakukan

peramalan pada hasil belajar juga. Hanya saja model ini tidak dapat mengakomodasi

kondisi yang ekstrem, akibatnya ketika variabel yang dimasukkan sangat mendukung

kemungkinan hasil belajar maka probabilitas yang dihasilkan bisa lebih dari 100%

sebaliknya ketika variabel yang dimasukkan sangat tidak mendukung maka hasil yang

didapatkan bisa mencapai kurang dari 0%. Ini terjadi karena marginal yang didapatkan

bersifat tetap atau konstan akibatnya ketika ia mencapai titik yang mendekati maksimum

dan terus ditambah maka probabilitasnya akan melebihi 100% atau sebaliknya pada

kondisi yang minimum probabilitasnya akan menjadi kurang dari 0%.

Sekali lagi sebagaimana kita ketahui bahwa probabilitas semestinya nilainya 0%-

100%. Dengan demikian model peramalan probabilitas ini tidak baik untuk diterapkan.

Untuk lebih jelasnya model ini disimulasikan sebagaimana dalam tabel 3 di bawah.

Dari tabel 3 terlihat bahwa untuk observasi 1 nilai prediksinya adalah 1.154246

sedangkan untuk observasi 2 nilai prediksinya adalah -0.26865. Tentunya kedua hasil

peramalan ini tidak mungkin terjadi sebab batasan nilainya adalah 0-1.

Model probit menerapkan marginal yang fleksibel atau berubah-ubah tergantung

dari besarnya nilai variabel yang dimasukkan sedangkan LPM menerapkan marginal

konstan. Hasil dari probit model menjamin nilainya antara 0-100% atau 0-1, karena hal

itu maka peramalan dengan model probit tidak akan menghasilkan probabilitas di luar

yang dipersyaratkan. Dengan mengetahui perbandingan kedua metode di atas maka

dapat kita pastikan bahwa peramalan dengan model non linier model probit akan

mendapatkan hasil yang lebih baik daripada model yang sebelumnya yaitu model LPM.

Page 193: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Penggunaan Model Probit… (Tejo Nurseto, Bambang Suprayitno & Mustofa)

P a g e [ 611 ]

Tabel 3. Perbandingan Kondisi Ekstrem Peramalan LPM dengan Model Probit

Peramalan dengan LPM

Obs IPK GDR CITA BUKU ENJY IBU Fitted NB

1 4 1 6 1 1 6 1.154246

2 2 0 2 1 0 2 -0.26865

Peramalan dengan Model Probit

Obs IPK GDR CITA BUKU ENJY IBU Zi CDF Zi

1 4 1 6 1 1 6 1.835323 0.966772 2 0 2 1 0 2 -2.18695 0.01437

SIMPULAN

Sesuai dengan analisis hasil estimasi maka didapatkan bahwa semua hasil

menunjukkan bahwa variabel penjelasnya yaitu kemampuan dasar, cita-cita, pekerjaan

ibu, banyaknya buku, nyaman atau tidaknya siswa terhadap dosen yang bersangkutan,

serta jenis kelamin perempuan dari mahasiswa berpengaruh terhadap tingkat

keberhasilan mahasiswa dalam menjalani PBM mata kuliah kuantitatif.

Untuk variabel karakteristik siswa yang diwakili oleh banyaknya buku dan

pekerjaan ibu berpengaruh positif terhadap keberhasilan tersebut namun untuk

pengaruh banyaknya buku bertanda sebaliknya dengan yang diharapkan. Artinya

semakin banyak buku semakin rendah tingkat keberhasilan siswa dalam mata kuliah

kuantitatif, hal ini bisa terjadi karena data yang dimasukkan sebagai variabel BUKU

adalah bukannya buku spesifik matematika dan statistika sebagai mata kuliah kuantitatif

yang diteliti. Sedangkan untuk variabel IBU yang berpengaruh signifikan positif

menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pekerjaan ibu maka semakin tinggi tingkat

keberhasilan siswa dalam mata kuliah kuantitatif.

Sedangkan jenis kelamin perempuan berpengaruh positif terhadap

keberhasilannya dalam mata kuliah kuantitatif artinya bahwa mahasiswa FISE UNY yang

berjenis kelamin perempuan mempunyai tingkat keberhasilan yang lebih besar daripada

laki-laki dalam menempuh mata kuliah kuantitatif.

Berdasarkan hasil estimasi ditemukan bahwa kemampuan dasar siswa sangatlah

penting sebagai substansi yang dapat mempengaruhi keberhasilan mahasiswa dalam

mata kuliah kuantitatif. IPK terbukti berpengaruh positif terhadap hasil belajar dengan

demikian anak-anak yang mempunyai IPK yang tinggi cukup kuat dasarnya dalam

menempuh mata kuliah kuantitatif.

Model peramalan dengan model non linier model probit terbukti mendapatkan

hasil yang lebih baik daripada model LPM. Dengan demikian untuk mendapatkan

peramalan yang baik maka lebih baik kita menggunakan model probit.

Dari penelitian ini maka ada beberapa masukan bagi penelitian yang serupa ke

depannya. Untuk penelitian yang sifatnya probabilitas maka sebaiknya memakai non

linier probability sebab tidak mungkin fungsi probabilitas mempunyai marginal konstan

dengan demikian maka nilai fitted-nya tidak akan melebihi dari yang seharusnya. Untuk

Page 194: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 612 ] P a g e

yang memakai variabel buku maka sebaiknya jumlah buku yang dipakai sebagai data

harus spesifik sesuai dengan bidang yang diteliti sehingga mendapatkan parameter yang

semestinya. Dalam penelitian yang sifatnya probabilitas maka semakin besar observasi

yang dipakai dalam estimasi maka semakin baik hasil estimasi yang didapatkan. Hal ini

selain untuk mendapatkan parameter yang sesuai dengan sesungguhnya juga untuk

menghindari non singular matrix dalam pengolahan datanya.

Hasil penelitian bisa dijadikan masukan berbagai pihak yang berkepentingan

dalam pendidikan. Dari hasil penelitian yang didapatkan terlihat bahwa peran ibu

sangatlah penting baik dalam memberi inspirasi kepada mahasiswa, motivasi, serta

dukungan dalam proses belajar mahasiswa. Oleh karenanya penting sekiranya ibu

meluangkan lebih banyak waktunya untuk memberikan arahan terhadap anaknya dan

memberikan dukungan yang lebih berkualitas demi keberhasilan anaknya. Mahasiswa

dengan jenis kelamin laki-laki perlu mendapatkan perhatian lebih dalam menempuh

mata kuliah kuantitatif sebab laki-laki seringkali mudah putus asa dalam proses

pembelajarannya sehingga perlu perlakuan khusus agar bisa menyelesaikan PBM dengan

lebih baik khususnya dalam mata kuliah kuantitatif. Peramalan terhadap hasil belajar

mahasiswa perlu dilakukan dalam rangka mendapatkan indikator keberhasilan dari PBM

itu sendiri. Dengan mengetahui perkiraan hasil belajar sebelum masa PBM selesai maka

pihak dosen sebagai manager di kelas bisa menerapkan strategi yang lebih tepat dalam

pembelajaran setelah dilakukan peramalan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Anglingsari SI SK dan G. Sujayanto (2007). ”Membangun Anak berprestasi”, IntisariOnline, 14 September 2007.

Anonim (2002),”Factors Influencing Retention Behavior at IUB: The Role of Ability,Financial Aid, and Academic and Social Integration”, Dean of the Faculties, Office ofInstitutional Research, Indiana University Bloomington, October, 2002.

Anonim (2004). Kekerasan Terhadap Perempuan Berbasis Gender. Yogyakarta: RifkaAnnisa.

Anonim (2006).,“The Social Consequences of Economic Inequality for Canadian ChildrenA Review of the Canadian Literature”, First Call BC Child and Youth AdvocacyCoalition, The Research and Knowledge Mobilization Directorate of the CanadianCouncil on Learning, March 3, 2006.

Anonim (2007),”The Role of Nonacademic Factors in College Readiness and Success”,©2007 by ACT.

Davies, Peter, Shqiponje Telhaj, David Hutton, Nick Adnet, and Robert Coe. (2004). “SocialBackground, gender, and subject choice in secondary schooling”. Working Paper 25.Economic & Social Research Council.

Dee, Thomas S. (2005).”Theachers and The Gender Gaps in Student Achievement”Working Paper 11660, National Bureau of Economic Research, September 2005.

Depdiknas, (2009), “Akselerasi”, diunduh 07 Desember 2009. pusdiklatdepdiknas.net/dmdocuments/Akselerasi-Hartati.pdf.

Page 195: BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN - seminar.uny…seminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan

Penggunaan Model Probit… (Tejo Nurseto, Bambang Suprayitno & Mustofa)

P a g e [ 613 ]

Eka Danta Jaya Ginting., (2003). ”Hubungan Persepsi Terhadap Program PengembanganKarir dengan Kompetisi Kerja”. Program Studi Psikologi Fakultas KedokteranUniversitas Sumatera Utara. © 2003 Digitized by USU digital library.

Gujarati, Damodar N. (2004).Basic Econometrics, 4rd Edition, International Edition, Mc.Graw Hill, Singapore.

Holmlund, Helena and Krister Sund (2005). ”Is the Gender Gap in School PerformanceAffected by the Sex of the Teacher?”, Working Paper 5/2005, Swedish Institute forSocial Research (SOFI) Stockholm University November 4, 2005.

Johnson, Kirk A. (2000),”Do Small Classes Influence Academic Achievement? What theNational Assessment of Educational Progress Shows”, June 9, 2000 the HeritageFoundation, USA (www.heritage.org)

Machin, Stephen dan Sandra McNally (2006).”Gender and Student Achievement inEnglish Schools”. London: Centre for the Economics of Education London School ofEconomics.

Sardiman A.M. (2007). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja GrafindoPersada.

Sukmadinata, Nana Syaodih. (2008). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Rosda

Tarmidi (2006),”Iklim Kelas dan Prestasi Belajar”, USU Repository 2006.

Widyastuti, Tirani (2007), “Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Sejarah Melalui ModelPembelajaran Student Teams Achievement Division Pada Siswa Kelas VIII SMPNegeri 15 Semarang Tahun Pelajaran 2007/2008”. Skripsi, Universitas NegeriSemarang, Semarang.