Upload
geovani-anggasta-lidyawati
View
22
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
jjjj
Citation preview
Latar Belakang
Latar Belakang
Korupsi semakin marak di negara berkembang baik dikalangan atas maupun dikalangan bawah. Dilihat dari banyaknya korupsi yang terjadi di negara ini disebabkan karena mereka tidak bisa menjaga amanah yang telah di berikan kepadanya sehingga mereka melakukan penyelewengan uang/barang milik perusahaan atau negara, dan bisa juga dengan menerima uang (menerima uang sogok) dengan menggunakan jabatannya untuk kepentingan pribadi. Korupsi semakin marak di negara berkembang belum dapat diatasi.
Oleh sebab itu banyak korupsi yang terjadi dimana-mana. Korupsi semakin membesar dansemakin meluap dimana-mana bahkan tidak terjadi di kalangan DPR/pemerintahan, tapi di kalangan depag pun sudah tak asing lagi di dengar di telinga kita. Sebab yang sangat mendasar bagi seorang koruptor ialah karena mereka sudah tidak bisa jujur pada dirinya sendiri, maka akan sulit untuk jujur pada orang lain. Tidak ada cara lain yang kita bisa lakukan untuk menghapus korupsi di Indonesia yaitu dengan cara memecat pegawai yang korupsi tersebut dan memberi hukuman kepada mereka dengan hukuman dan denda yang seberat-beratnya bahkan layak di beri hukuman secara islami/ syariat islam dan tidak ada ampunan (tebusan huklum) bagi para koruptor tersebut.
Masalah korupsi merupakan masalah yang mengganggu, dan menghambat pembangunan nasional karena korupsi telah mengakibatkan terjadinya kebocoran keuangan negara yang justru sangat memerlukan dana yang besar di masa terjadinya krisis ekonomi dan moneter. Terpuruknya perekonomian Indonesia yang terus-menerus pada saat ini mempengaruhi sendi-sendi kehidupan di dalam masyarakat,berbangsa dan bernegara.Korupsi pada saat ini maupun untuk masa yang akan datang merupakanancaman serius yang dapat membahayakan perkembangan kehidupan bangsa-bangsa pada umumnya, dan khususnya Bangsa Indonesia sehingga kejahatan korupsi selayaknya dikategorikan sebagai kejahatan yang membahayakan kesejahteraan bangsa dan negara.
Hingga saat ini, korupsi masih menjadi problem di negara-negara berkembang. Korupsi memang sudah menjadi penyakit sosial di negara-negara berkembang dan sangat sulit diberantas. Untuk melakukan pemberantasan korupsi ternyata juga sangat banyak hambatannya. Makanya, bagaimanapun kerasnya usaha yang dilakukan oleh pemerintah melalui lembaga-lembaga negara ternyata korupsi juga tidak mudah dikurangi apalagi dihilangkan. Bahkan secara seluruh bisa dinyatakan bahwa korupsi tidak akan pernah bisa untuk dihilangkan. Di tengah kehidupan yang semakin sekular, maka ukurannya adalah seberapa besar seseorang bisa mengakses kekayaan ditambah lagi materi yang sangat mengedepan. Semakin kaya, maka semakin berhasil. Maka ketika seseorang menempati suatu ruang untuk bisa mengakses kekayaan, maka seseorang akan melakukannya secara maksimal. Di dunia ini, maka banyak orang yang mudah tergoda dengan kekayaan. Karena persepsi tentang kekayaan sebagai ukuran keberhasilan seseorang, maka seseorang akan mengejar kekayaan itu tanpa memperhitungkan bagaimana kekayaan tersebut diperoleh.
Rumusan masalah
Bagaimana pengaruh penyakit sosial terhadap material yang sangat mengedepan ?
Bagaimana pengaruh relasi sosial terhadap meterial yang sangat mengedepan ?
Bagaimana pengaruh negara berkembang terhadap korupsi yang semakin marak ?
Tujuan umum
Menjelaskan pengaruh penyakit sosial terhadap material yang sangat mengedepan.
Menjelaskan pengaruh relasi sosial terhadap meterial yang sangat mengedepan.
Menjelaskan pengeruh negara berkembang terhadap korupsi yang semakin marak.
Mafaat
Mengetahui pengaruh penyakit sosial terhadap material yang sangat mengedepan.
Mengetahui pengaruh relasi sosial terhadap meterial yang sangat mengedepan.
Mengetahui pengaruh negara berkembang terhadap korupsi yang semakin marak.
8
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Korupsi
Menurut Tansparency International, World Bank, dan International Monetary Fund, korupsi di sektor publik umumnya didefinisikan sebagai penyalahgunaan jabatan publik untuk keuntungan pribadi. United States Agency for International Development (USAID) (1999) menjelaskan bahwa korupsi adalah penyalahgunaan unilateral oleh pejabat pemerintah seperti penggelapan dan nepotisme, serta pelanggaran yang menghubungkan aktor publik dan privat seperti penyuapan, pemerasan, pengaruh penjajakan, dan penipuan. Dalam korupsi politik, Gibbons (1999) menyebutkan ada sembilan bentuk korupsi :
Patronase politik atau menggunakan sumberdaya publik sebagai pendukung dalam pemilihan.Mempekerjakan pegawai pemerintah yang mendukung pandangan politik penguasa atau kontrak alokasi pegawai berdasarkan kriteria partisan.Membeli suara (money politic)
Pork-barreling atau menjanjikan pekerjaan umum kepada pemilih tetapi calon tahu bahwa pemilih tersebut tidak mampu menjalankan pekerjaan.Penyuapan atau warga negara yang membayar pejabat untuk mendukung kepentingan mereka
Graft atau sogok-menyogok, ketika seorang pejabat menunjukkan bahwa dia harus dihargai agar sesuai dengan tindakan publik
Nepotismeatau menyewa atau mengalokasikan kontrak berdasarkan kekerabatan atau persahabatan
Mendorong pejabat publik lain atau perantara untuk melakukan tindakan korupsi
Kampanye uang atau menerima dana dari kelompok yang berkompromi dalam pemilihan.
Chetwynd et al (2003) beberapa teori ekonomi yang mendukung gagasan bahwa korupsi menghambat pertumbuhan ekonomi melalui beberapa cara berikut :
Korupsi menghambat investasi asing dan domestik : mengambil biaya sewa yang tinggi dan menciptakan ketidakpastian, mengurangi insentif untuk investor asing dan domestik.Korupsi pajak kewirausahaan : pengusaha dan inovatormemerlukan lisensi dan izin dan membayar suap untuk pemotongan biaya ke margin keuntungan.Korupsi menurunkan kualitas infrastuktur publik : sumberdayapublik dialihkan ke penggunaan pribadi, standar dihapuskan : dana untuk operasi dan pemeliharaan dialihkan untuk aktibvitas pencairan keuntungan.Korupsi mengurangi penerimaan pajak : perusahaan dan kegiatan di dorong ke informal atau sektor abi-abu dengan pengambilan sewa pajak yang berlebihan dikurangi dengan imbalan hadiah kepada pejabat pajak. Peningkatan korupsi dapat mengurangi kapasitas pemerintahan dalam memerangi kemiskinan dan dapat meningkatkan kesenjangan pendapatanKorupsi mengalihkan bakat menjadi rente : penjabat yang lain akan terlibat dalam kegiatan produktif menjadi pra-sibuk dengan mengambil keuntungan, di mana meningkatnya kembali dan mendorong lebih banyak keuntungan. Korupsi mendiartosi komposisi pengeluaran publik : pencari keuntungan akan mengejar proyek yang paling mudah dan terselubung, mengalihkan dana yang seharusnya digunakan untuk sektor pendidikan dan kesehatan ke yang lainnya. Ada dua pemikiran tentang korupsi di negara Asia. Pertama, Gunnar Myrdal, pemenang Nobel Ekonomi tahun 1968 dalam Damanhuri (2010) berpendapat dalam bukunya yang berjudul Asian Drama, bahwa korupsi di Asia Selatan dan Asia Tenggara berasal dari penyakit neo-patrimonalisme, yakni warisan budaya feudal kerajaan-kerajaan lama yang terbiasa dengan hubunganpatron-client konteks tersebut, rakyat biasa atau bawahan memberikan upeti (berkembang menjadi sogok, komisi, amplop, dst). Lebih lanjut, karena dalam perspektif kerajaan-kerajaan lama, kekuasaan bersifat kongkret/mutlak dan harus diwujudkan secara kekayaan/materi serta dukungan penduduk. Kemudian kedua, Syed Hussein Alatas, pakar sosiologi korupsi dalam Damanhuri (2010), melihat korupsi di Asia berkaitan dengan warisan dari kondisi historis-struktural yang telah berjalan selama berabad-abad akibat represi yang dilakukan oleh penjajah. Dengan demikian secara terus-menerus bangsa Asia khususnya Asia Tenggara dan Asia Selatan terbiasa melakukan penyimpangan dari 10 norma. Menurut Alatas dalam Damanhuri (2010), meski terdapat berbagai kebijakan anti-korupsi, namun akhirnya korupsi tersebut diterima sebagai praktik tak terhindarkan karena sudah terlalu mengakar dan sulit diberantas.
Ada beberapa teori yang menjelaskan tentang timbulnya praktik korupsi. Teori-teori tersebut antara lain dibahas di bawah ini :
1. Teori Vroom
Teori Vroom menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kinerja seseorang dengan kemampuan dan motivasi yang dimiliki. Teori Vroom tertulis dalam fungsiberikut:
P = f (A , M)...........................(2.1)
Keterangan :
P = Performance
A =Ability
M =Motivation
Berdasarkan Teori Vroom tersebut, kinerja (performance) seseorang merupakan fungsi dari kemampuannya (ability) dan motivasi (motivation). Kemampuan seseorang ditunjukkan dengan tingkat keahlian (skill) dan tingkat pendidikan (knowledge) yang dimilikinya. Jadi, dengan tingkat motivasi yang sama, seseorang dengan skill dan knowledge yang lebih tinggi akan menghasilkan kinerja yang lebih baik. Hal tersebut terjadi dengan asumsi variabel M (Motivasi) adalah tetap. Tetapi Vroom juga membuat fungsi tentang motivasi sebagai berikut:
M = f (E , V)..............................(2.2)
Keterangan
M =Motivation
E = Expectation
V = Valance/Value
Motivasi seseorang akan dipengaruhi oleh harapan (expectation) orang yang bersangkutan dan nilai (value) yang terkandung dalam setiap pribadi seseorang. Jika harapan seseorang adalah ingin kaya, maka ada dua kemungkinan yang akan dia lakukan. Jika motivasi nilai yang dimiliki positif maka seseorang akan cenderung melakukan hal-hal yang tidak melanggar hukum agar bisa menjadi kaya. Namun jika memiliki nilai negatif, maka akan cenderung berusaha mencari segala cara untuk menjadi kaya salah satunya dengan melakukan tindakan kejahatan korupsi.
Teori Kebutuhan Maslow
Maslow menggambarkan hierarki kebutuhan manusia sebagai bentuk piramida. Pada tingkat dasar adalah kebutuhan yang paling mendasar. Semakin tinggi hierarki, kebutuhan tersebut semakin kecil keharusan untuk dipenuhi. Hierarki tersebut terlihat dalam piramida berikut ini:
Teori Kebutuhan Maslow tersebut menggambarkan hierarki kebutuhan dari paling mendasar (bawah) yaitu hingga naik paling tinggi adalah aktualisasi diri. Kebutuhan paling mendasar dari seorang manusia adalah sandang dan pangan (physical needs). Selanjutnya kebutuhan keamanan adalah perumahan atau tempat tinggal, kebutuhan sosial adalah berkelompok, bermasyarakat, berbangsa. Ketiga kebutuhan paling bawah adalah kebutuhan utama (prime needs) setiap orang. Setelah kebutuhan utama terpenuhi, kebutuhan seseorang akan meningkat kepada kebutuhan penghargaan diri yaitu keinginan untuk dihargai, berperilaku terpuji, demokratis dan lainya. Kebutuhan paling tinggi adalah kebutuhan pengakuan atas kemampuan seseorang, misalnya kebutuhan untuk diakui sebagai kepala bagian, direktur maupun walikota yang dipatuhi oleh bawahannya. Jika seseorang menganggap bahwa kebutuhan tingkat tertingginya adalah kebutuhan mendasarnya, maka seseorang akan melakukan segala cara untuk mencapainya, termasuk dengan melakukan tindak pidana korupsi.
3. Teori Klitgaard
Klitgaard memformulasikan terjadinya korupsi dengan persamaan sebagai berikut:
C = M + DA...................... (2.3)
Keterangan :
C =Corruption
M= Monopoly of Power
D= Discretion of official
A=Accountability
Menurut Robert Klitgaard, monopoli kekuatan oleh pimpinan (monopoly of power) ditambah dengan tingginya kekuasaan yang dimiliki seseorang (discretion of official) tanpa adanya pengawasan yang memadai dari aparat pengawas (minus accountability), menyebabkan dorongan melakukan tindak pidana korupsi.
Teori Ramirez Torres
Menurut Torres suatu tindakankorupsi akan terjadi jika memenuhi persamaan berikut:
Rc > Pty x Prob........................(2.4)
Keterangan
Rc = Reward
Pty =Penalty
Prob = Probability
Dari syarat tersebut terlihat bahwa korupsi adalah kejahatan kalkulasi atau perhitungan (crime of calculation) bukan hanya sekedar keinginan (passion). Seseorang akan melakukan korupsi jika hasil (Rc=Reward) yang didapat dari korupsi lebih tinggi dari hukuman (Pty=Penalty) yang didapat dengan kemungkinan (Prob=Probability) tertangkapnya yang kecil.
Teori Jack Bologne (GONE)
Menurut Jack Bologne akar penyebab korupsi ada empat, yaitu:
G =Greedy
O =Opportunity
N = Needs
E =Expose
Greedy, terkait keserakahan dan kerakusan para pelaku korupsi. Koruptor adalah orang yang tidak puas akan keadaan dirinya. Opportuniy, sistem yang memberi peluang untuk melakukan korupsi. Needs, sikap mental yang tidak pernah merasa cukup, selalu sarat dengan kebutuhan yang tidak pernah usai. Exposes,hukuman yang dijatuhkan kepada para pelaku korupsi yang tidak memberi efek jera pelaku maupun orang lain.
Korupsi dan Pembangunan Manusia
Ada sejumlah alasan berdasarkan tinjauan literatur terkait dengan korupsi dan
pembangunan manusia. Korupsi secara tidak langsung dapat memengaruhi
pembangunan manusia melalu cara penurunan pertumbuhan ekonomi dan insentif
untuk investasi.
Berbagai
studi empiris
menunjukkan
bahwa korupsi
memengaruhi
s
umber
daya
yang
dibelanjakan u
ntuk pendidikan
dan kesehatan.
Mauro
(199
5
)
menemukan
bahwa korupsi
mengurangi
pengeluaran
pemerintah
untuk pendidikan
dan kesehatan.
Mauro
mengklaim bahwa
pejabat publik
tidak
ingin menghabiskan lebih banyak
sumberdaya untuk pembelanjaan
pada
program
pendidikan dan
kesehatan karena
kurang
menawarkan
ke
sempatan
untuk
pencarian keuntunga
n (
rent seeking behaviour
).
Demikian pula
pendapat
Gupta,
14
Davoodi, dan Alonso
-
Terme
(1998)
menunjukkan
bahwa korupsi
mengurangi
tingkat
pengeluaran
untuk
program
sosial
,
me
nciptakan
ketimpangan
pendidikan
,
menurunkan
partisipasi
sekolah
tingkat
menengah
,
dan menyebabkan
ketimpangan
distribusi
lahan.
Selain itu,
mereka menemukan bahwa
korupsi
merupakan biaya
ekonomi yang dapat mereduksi pertumbuhan ekonomi dan berimplikas
i pada
p
eningkatkan
ketimpangan pendapata
n.
Rose-Ackerman (1997) berpendapat,
"Korupsi
juga cenderung
mendistorsi
alokasi
manfaat ekonomi,
lebih
menguntungkan
orang
kaya
dan kurang mengarah ke
orang miskin
dan ketidak
adil
an
distribusi pendapatan.
Sebagian
dari
kekayaan negara
ter
distribusikan
kepada orang
-
orang yang korup
,
sehingga
berkontribusi terhadap
peningkatan ketimpangan pendapatan dan
ketidaksetaraan dalam
kekayaan.
Sumber :
Akay,
2006
Gambar 2.2
Korupsi dan Pembangunan Manusia
2.1.2
Korupsi dan Tingkat Investasi
Proposisi-proposisi teoritis yang didukung oleh sejumlah studi menunjukkan
bahwa
tingginya tingkat korupsi
terkait dengan
rendahnya tingkat
investasi
dan
rendahnya tingkat
agregat
pertumbuhan ekonomi
. Beberapa
h
asil
survei
Bank Dunia
tentang korupsi
menggambarkan
hubungan
terbalik atau
trade off
antara
korupsi dan
pertumbuhan
ekonomi
mel
alui komponen investasi
(Chet
wynd
et al
, 2003)
.
1.
Korupsi
menghambat
investasi domestik.
Di Bulgaria,
sekitar satu dari empat
pelaku
bisnis
yang dijadikan responden menyatakan
telah merencanakan untuk
memperluas
usaha
(kebanyakan
melalui
memperoleh peralatan baru
) tapi
gagal
GDP per kapita
rendah
Korupsi
Pembangunan
Manusia
rendah
Harapan hidup
rendah
Akumulasi SDM
rendah
Pertumbuhan
Ekonomi
rendah
Belanja kesehatan
rendah
Belanja pendidikan
rendah
GDP per kapita
rendah
Standar hidup
rendah
15
untuk melakukannya, dan korupsi merupakan faktor penting dalam perubahan
rencana
mereka
.
2.
Korupsi
merugikan
enterpreneur
terutama di kalangan
usaha kecil.
B
eberapa studi
melaporkan
bahwa usaha kecil
cenderung
untuk membayar
suap
(terutama
di
Bosnia
, Ghana,
dan Slovakia
).
Di Polandia
, bisnis
besar
harus berurusan
dengan
sejumlah kegiatan
ekonomi yang
dilisensikan
,
sehingga
m
embuat mereka lebih
rentan terhadap
pemerasan.
3.
Korupsi
menurunkan
pendapatan dari
pajak dan biaya.
Di Bangladesh
, lebih dari
3
0 persen
dari
responden rumah tangga di
perkotaan
mengurangi
tagihan
listrik
dan /
atau air
dengan menyuap
petugas
pembaca
meter.
Di
beberapa penelitian
,
responden
sangat frustrasi
bahwa mereka
menunjukkan kesediaan untuk
membayar pajak
lebih banyak
jika
korupsi
dapat dikendalikan
(
Kamboja,
Indonesia, Rumania).