8
Patogenesis SIfat – Sifat Kuman Leptospirosis disebabkan kuman dari genus Leptospira dari famili Leptospiraceae. Kuman ini berbentuk spiral, tipis, halus dan fleksibel dengan ukuran panjang 5-15 μm, lebar 0,1-0,2 μm. Salah satu ujung leptospira berbentuk bengkok seperti kait. Leptospira tidak berflagel, namun dapat melakukan gerakan rotasi aktif. Kuman ini tidak mudah diwarnai, namun dapat diwarnai dengan impregnasi perak. Leptospira tumbuh baik pada kondisi aerobik di suhu 28-30°C. (Jawetz,2010). Pada media yang mengandung serum kelinci (Fletcher’s medium), juga pada media yang mengandung serum sapi (Ellinghausen- Mc Cullough-Johnson-Harris/ EMJH medium), pertumbuhannya terlihat dalam beberapa hari sampai 4 minggu. (Ellinghausen,1995). Genus Leptospira sendiri terdiri dari dua spesies yaitu L.interrogans (yang patogen) dan L.biflexa (yang bersifat saprofit/ nonpatogen). Spesies L.interrogans dibagi dalam beberapa serogrup yang terbagi lagi menjadi lebih 250 serovar berdasarkan komposisi antigennya. Beberapa serovar L.interrogans yang patogen pada manusia adalah L.icterohaemorrhagiae, L.canicola, L.pomona, L.grippothyphosa, L.javanica, L.celledoni, L.ballum, L.pyrogenes, L.bataviae, L. hardjo. Indonesia sekitar tahun 2001-2006, insiden leptospirosis meningkat secara signifikan sehingga menjadi pemberitaan di media massa (Priyanto,2008). Penularan juga dapat terjadi melalui gigitan hewan yang sebelumnya telah terinfeksi leptospirosis atau kontak dengan kultur leptospirosis di laboratorium. Manusia yang mempunyai risiko tinggi tertular penyakit ini adalah pekerja di sawah, peternak, pekerja tambang, penjagalan hewan, pekerja industri perikanan, dan dokter hewan. Aktivitas yang berisiko tertular penyakit ini antara lain : berenang di sungai, berburu, dan kegiatan di hutan. Sebagai contoh pada tahun 2000, 80 peserta Ecochallenge multi sport di Borneo, Malaysia yang berenang di sungai Segama terkena leptospirosis. (Sejvar, 2003). Kelompok yang rentan terkena leptospirosis adalah peternakan, lingkungan banjir, dan lingkungan yang banyak tikus. (Yang, 2001). Leptospira masuk ke dalam darah, berkembang biak dan menyebar di jaringan tubuh. Tubuh manusia akan memberikan respon imunologi, baik secara selular maupun humoral. Leptospira berkembang biak terutama di ginjal (tubulus konvoluta). Leptospira ini akan bertahan dan diekresi melalui urin. Leptospira dapat berada di urin sekitar 8 hari setelah infeksi hingga bertahun-tahun. Leptospira dapat dihilangkan melalui mekanisme fagositosis dan imunitas humoral. Setelah fase leptospiremia selama 4-7 hari, leptospira hanya dijumpai pada jaringan ginjal dan mata. Leptospiremia umumnya berlangsung 1-4

Bahan P3a

Embed Size (px)

DESCRIPTION

a

Citation preview

PatogenesisSIfat Sifat KumanLeptospirosis disebabkan kuman dari genus Leptospira dari famili Leptospiraceae. Kuman ini berbentuk spiral, tipis, halus dan fleksibel dengan ukuran panjang 5-15 m, lebar 0,1-0,2 m. Salah satu ujung leptospira berbentuk bengkok seperti kait. Leptospira tidak berflagel, namun dapat melakukan gerakan rotasi aktif. Kuman ini tidak mudah diwarnai, namun dapat diwarnai dengan impregnasi perak.Leptospira tumbuh baik pada kondisi aerobik di suhu 28-30C. (Jawetz,2010). Pada media yang mengandung serum kelinci (Fletchers medium), juga pada media yang mengandung serum sapi (Ellinghausen- Mc Cullough-Johnson-Harris/ EMJH medium), pertumbuhannya terlihat dalam beberapa hari sampai 4 minggu. (Ellinghausen,1995). Genus Leptospira sendiri terdiri dari dua spesies yaitu L.interrogans (yang patogen) dan L.biflexa (yang bersifat saprofit/ nonpatogen). Spesies L.interrogans dibagi dalam beberapa serogrup yang terbagi lagi menjadi lebih 250 serovar berdasarkan komposisi antigennya.Beberapa serovar L.interrogans yang patogen pada manusia adalah L.icterohaemorrhagiae, L.canicola, L.pomona, L.grippothyphosa, L.javanica, L.celledoni, L.ballum, L.pyrogenes, L.bataviae, L. hardjo. Indonesia sekitar tahun 2001-2006, insiden leptospirosis meningkat secara signifikan sehingga menjadi pemberitaan di media massa (Priyanto,2008).Penularan juga dapat terjadi melalui gigitan hewan yang sebelumnya telah terinfeksi leptospirosis atau kontak dengan kultur leptospirosis di laboratorium. Manusia yang mempunyai risiko tinggi tertular penyakit ini adalah pekerja di sawah, peternak, pekerja tambang, penjagalan hewan, pekerja industri perikanan, dan dokter hewan. Aktivitas yang berisiko tertular penyakit ini antara lain : berenang di sungai, berburu, dan kegiatan di hutan. Sebagai contoh pada tahun 2000, 80 peserta Ecochallenge multi sport di Borneo, Malaysia yang berenang di sungai Segama terkena leptospirosis. (Sejvar, 2003). Kelompok yang rentan terkena leptospirosis adalah peternakan, lingkungan banjir, dan lingkungan yang banyak tikus. (Yang, 2001). Leptospira masuk ke dalam darah, berkembang biak dan menyebar di jaringan tubuh. Tubuh manusia akan memberikan respon imunologi, baik secara selular maupun humoral. Leptospira berkembang biak terutama di ginjal (tubulus konvoluta). Leptospira ini akan bertahan dan diekresi melalui urin. Leptospira dapat berada di urin sekitar 8 hari setelah infeksi hingga bertahun-tahun. Leptospira dapat dihilangkan melalui mekanisme fagositosis dan imunitas humoral.Setelah fase leptospiremia selama 4-7 hari, leptospira hanya dijumpai pada jaringan ginjal dan mata. Leptospiremia umumnya berlangsung 1-4 minggu. Pada fase leptospiremia, leptospira melepaskan toksin yang menyebabkan gangguan pada beberapa organ. Gangguan ini dapat diklasifikasikan berdasarkan histopatologi maupun patofisiologinya. Beberapa organ yang mengalami gangguan akibat toksin leptospira adalah ginjal, mata, hati (tersering), otot rangka, pembuluh darah dan jantung. Bila leptospira masuk ke dalam cairan serebrospinal kemudian ke selaput otak, dapat menyebabkan meningitis. Meningitis merupakan gangguan neurologi tersering sebagai komplikasi leptospirosis.Leptospira adalah kuman nefrofilik yang dapat menyerang ginjal secara invasi langsung. Seluruh bagian ginjal dapat terkena infeksi leptospira. Nefritis interstisial merupakan lesi pertama kali yang dapat dijumpai, bahkan sebelum adanya gejala klinis. Selanjutnya pasien dapat mengalami nekrosis tubuler, yang dapat menyebabkan komplikasi ke gagal ginjal akut. Pada tahapan tersebut, pasien dianjurkan menjalani hemodialisis. (Yang,2001).Leptospira juga di temukan di antara sel-sel parenkim hati. Pada komplikasi hati, leptospirosis dapat menyebabkan infiltrasi sel limfosit dan proliferasi sel Kupfer disertai kolestasis, akibatnya ditemukan gejala ikterus. Bagian jantung yang dapat terkena adalah endokardium, miokardium, dan epikardium bisa berkomplikasi perdarahan fokal didaerah endokardium dan miokardium. (Speelman,2008).Kerusakan pada pembuluh darah dapat menyebabkan kebocoran kapiler, hipovolemia, dan renjatan. Banyak pasien dengan leptospirosis berkembang menjadi Disseminated Intravascular Coagulation (DIC), Hemolytic Uremic Syndrome (HUS), Thrombotic Thrombocytopenic Purpura (TTP), dan vaskulitis. Pada keadaan-keadaan demikian, angka mortalitas meningkat sekitar 5-40%. (Yang,2001). Pada otot rangka dapat terjadi nekrosis lokal dan vakuolisasi. Leptospira juga dapat masuk ke ruang anterior mata dan menyebabkan uveitis.SumberPriyanto, Agus. Faktor-faktor Risiko yang Berpengaruh terhadap Kejadian Leptospirosis. Jurnal Epidemiologi, 2008.Yang C W, Wu MS, Pan MS. Leptospirosis renal disease. Nephrol Dial Transplant, 2001

Diagnosis Pemeriksaan PenunjangDiagnosis dapat dilakukan dengan pemeriksaanmikroskopik langsung, spesimen darah segar (padapermukaan masa infeksi) yang dibuat sediaan darahtebal dengan teknik Giemsa, juga dilakukan denganpembiakan leptospira, berasal dari darah dan cairanserebrospinal (minggu pertama masa sakit) dan urin(sesudah minggu pertama sampai hari ke 40). Spesimentersebut ditanam pada media Fletchers atau mediaEMJH.Pada media ini, pertumbuhan akan terlihat dalambeberapa hari sampai 4 minggu. (Ellinghausen,1995.Jawetz, 2010;Murray,2003). Adanya leptospira padamedia ini dapat dilihat dengan menggunakan mikroskoplapangan gelap atau menggunakan mikroskop fluoresen(fluorerescent antibodi stain).Pemeriksaan uji imunoserologi sangat penting untukdiagnosis leptospirosis. Pada umumnya antibodi baruditemukan setelah hari ke-7 atau ke-10. Titernya akanmeningkat dan akan mencapai puncaknya pada mingguke-3 atau ke-4 masa sakit. Uji imunoserologi yang biasadigunakan : (Levett,2003. Tansupaseri,2005): 1. MAT (Microscopic Agglutination Test)2. IgM dot ELISA dipstick testHasil penelitian terbaru (Tahiliani, 2005) menyebutkanadanya antigen spesifik leptospira, yaitu lipoproteinrLipl32 yang dapat menjadi gold standard diagnosisleptospirosis.Sumber: Ellinghausen MC, Mc Cullough WG, Nutrition of Leptospira pomonaand growth of 13 other serotypes : fractionation of oleicalbumin complex (OAC) and medium of bovine albuminand polysorbate. Am.J.Vet.Res.1995.Jawetz E, Melnick JL, Adelberg EA, Medical Microbiology, 25thed, Mc Graw Hill, New York, 2010.Murray P, Jobaran E, Jorgensen J, Manual of Clinical Microbiology,8th ed, ASM Press, Washington DC, 2003.Levett PN, Usefulness of serologic analysis as a prediction of theinfection serovar in patients with severe leptospirosis.Clin Infect Dis, 2003.Tahiliani P, Kumar M Mohan, Chandu D, Kumar A, Nagaraj C,Nandi D. Gel purified lipl32: A prospective antigen fordetection of leptospirosis. Journ Post Med, 2005.Tansuphaseri U, Deepradit S, Philsuksonbati D. A test strip IgMDot-ELISA Assay using leptospiral antigen of endemicstrains for serodiagnosis of acute leptospirosis. JournalMedical Assoc Thai, 2005.

PATOGENESIS TIPOIDMasuknya kuman kedalam tubuh melalui mulut merupakan fakta yang tak terbantahkan.(2, 8) Hasil pengamatan penderita tanpa bantuan pemeriksaan bakteriologik tentang bagaimana infeksi tersebar dari feses penderita lewat air, makanan dan barang-barang yang terifeksi.(5) Penularan terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh tinja dan urin penderita/carier. Penularan juga dapat terjadi karena mengkonsumsi buah-buahan, sayur-sayuran mentah yang dipupuk dengan kotoran manusia, susu dan produk susu yang tercemar. Lalat dapat juga berperan sebagai vektor mekanis merupakan perantara penularan, memindahkan mikroorganisme dari tinja ke makanan. Di dalam makanan, mikroorganisme berkembang biak memperbanyak diri. Penularan Demam Tifoid adalah melalui air dan makanan. Bakteri S. typhi dapat bertahan lama dalam makanan. Penggunaan air minum secara massal yang tercemar sering menyebabkan terjadinya kejadian luar biasa (KLB). Vektor berupa serangga juga berperan dalam penularan penyakit.(17)

Gambar 2.2. Siklus penularan Demam Tifoid.Bakteri yang masuk ke dalam lambung, sebagian akan dimusnahkan oleh asam lambung, sebagian lagi akan masuk ke dalam usus, kemudian berkembang biak. Apabila respon immunitas (Imunoglobulin A) usus kurang baik maka bakteri akan menembus sel-sel epitel (terutama sel M), selanjutnya ke lamina propria. Di lamina propria bakteri berkembang biak dan ditelan oleh sel-sel fagosit terutama makrofag. Bakteri dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag, kemudian dibawa ke Plaques peyeri di illeum distal. Selanjutnya ke kelenjar getah bening mesenterika. Melalui duktus torasikus, bakteri yang terdapat di dalam makrofag masuk ke dalam sirkulasi darah mengakibatkan bakteremia pertama yang tidak menimbulkan gejala. Selanjutnya menyebar ke organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini bakteri meninggalkan sel-sel fagosit dan berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid, kemudian masuk lagi ke dalam sirkulasi darah dan menyebabkan bakteremia yang kedua yang menimbulkan gejala dan tanda penyakit infeksi.Di dalam hati bakteri masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak dan diekskresikan ke dalam lumen usus melalui cairan empedu, sebagian bakteri ini dikeluarkan melalui feses dan sebagian lagi menembus usus.Sumber2. Widodo D. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK-UI; 2006.\5. Hadisaputro S. Bebarapa Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Perdarahan Dan Atau Perforasi Usus Pada Demam Tifoid. Semarang; 1991.8. Hadisaputro S. Tropical Disease Update. Semarang: Laboratorium Ilmu Penyakit Dalam FK Undip; 1991.17. Widoyono. Penyakit Tropis. Semarang: PT Gelora Aksara Pratama; 2005.

PEMFIS MANIFEST

MANIFESTASI KLINISManifestasi klinis demam tifoid pada anak seringkali tidak khas dan sangat bervariasi yang sesuai dengan patogenesis demam tifoid. Spektrum klinis demam tifoid tidak khas dan sangat lebar, dari asimtomatik atau yang ringan berupa panas disertai diare yang mudah disembuhkan sampai dengan bentuk klinis yang berat baik berupa gejala sistemik panas tinggi, gejala septik yang lain, ensefalopati atau timbul komplikasi gastrointestinal berupa perforasi usus atau perdarahan. Hal ini mempersulit penegakan diagnosis berdasarkan gambaran klinisnya saja. 8,9Demam merupakan keluhan dan gejala klinis terpenting yang timbul pada semua penderita demam tifoid. Demam dapat muncul secara tiba-tiba, dalam 1-2 hari menjadi parah dengan gejala yang menyerupai septisemia oleh karena Streptococcus atau Pneumococcus daripada S. typhi. Menggigil tidak biasa didapatkan pada demam tifoid tetapi pada penderita yang hidup di daerah endemis malaria, menggigil lebih mungkin disebabkan oleh malaria. Namun demikian demam tifoid dan malaria dapat timbul bersamaan pada satu penderita. Sakit kepala hebat yang menyertai demam tinggi dapat menyerupai gejala meningitis, di sisi lain S. typhi juga dapat menembus sawar darah otak dan menyebabkan meningitis. Manifestasi gejala mental kadang mendominasi gambaran klinis, yaitu konfusi, stupor, psikotik atau koma. Nyeri perut kadang tak dapat dibedakan dengan apendisitis. Pada tahap lanjut dapat muncul gambaran peritonitis akibat perforasi usus.3Pengamatan selama 6 tahun (1987-1992) di Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair/RSU Dr.Soetomo Surabaya terhadap 434 anak berumur 1-12 tahun dengan diagnosis demam tifoid atas dasar ditemukannya S.typhi dalam darah dan 85% telah mendapatkan terapi antibiotika sebelum masuk rumah sakit serta tanpa memperhitungkan dimensi waktu sakit penderita, didapatkan keluhan dan gejala klinis pada penderita sebagai berikut : panas (100%), anoreksia (88%), nyeri perut (49%), muntah (46%), obstipasi (43%) dan diare (31%). Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran delirium (16%), somnolen (5%) dan sopor (1%) serta lidah kotor (54%), meteorismus (66%), hepatomegali (67%) dan splenomegali (7%).10 Hal ini sesuai dengan penelitian di RS Karantina Jakarta dengan diare (39,47%), sembelit (15,79%), sakit kepala (76,32%), nyeri perut (60,5%), muntah (26,32%), mual (42,11%), gangguan kesadaran (34,21%), apatis (31,58%) dan delirium (2,63%).9 Sedangkan tanda klinis yang lebih jarang dijumpai adalah disorientasi, bradikardi relatif, ronki, sangat toksik, kaku kuduk, penurunan pendengaran, stupor dan kelainan neurologis fokal.3 Angka kejadian komplikasi adalah kejang (0.3%), ensefalopati (11%), syok (10%), karditis (0.2%), pneumonia (12%), ileus (3%), melena (0.7%), ikterus (0.7%).103. Pawitro UE, Noorvitry M, Darmowandowo W. Demam Tifoid. Dalam : Soegijanto S, Ed. Ilmu Penyakit Anak : Diagnosa dan Penatalaksanaan, edisi 1. Jakarta : Salemba Medika, 2002:1-43.8. Darmowandowo D. Demam Tifoid. Dalam : Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak XXXIII. Surabaya : Surabaya Intellectual Club, 2003:19-34.9. Tumbelaka AR. Tata laksana terkini demam tifoid pada anak. Simposium Infeksi Pediatri Tropik dan Gawat Darurat pada Anak. IDAI Cabang Jawa Timur. Malang : IDAI Jawa Timur, 2005, hal.37-50.10. Darmowandowo W. Demam tifoid. Media IDI 1998;23:4-7.

DEMAM TIDAK MENGGIGILMenggigil adalah proses adaptasi tubuh terhadap perubahan set point pengaturan suhu tubuh di hipotalamaus yang telah berubah, peningkatan set point, menyebabkan tubuh merespons suhu tubuh yang seharusnya normal dianggap menjadi lebih dingin sehingga tubuh melakukan proses pembentukan panas dan mempertahankan panas tubuh dengan meningkatkan metabolism, meningkatkan kinetic otot rangka dan melakukan vasokonstriksi, sehingga terjadi proses menggigil.Ketika tidak terjadi menggigil pada demam, bisa saja menandakan terjadinya suatu toleransi berupa penggunaan obat obatan antipiretik sebelum terjadinya fase menggigil atau bisa saja tubuh masih bisa bertoleransi atas meningkatnya set point thermostat hipotalamus.

VAKTOR VIRULENSI DEMAM KUNINGVirus demam Kuning adalah positive sense, beruntai tunggal, Flavivirus RNA, memiliki pembungkus, dengan diameter sekitar 50-60 nm. Virus ini ditularkan melalui air liur dari nyamuk yang terinfeksi. Replikasi lokal virus terjadi dalam kulit dan kelenjar getah bening regional. Viremia dan penyebaran berikut.Virus masuk melalui receptor-mediated endocytosis. Sintesis RNA terjadi dalam sitoplasma dan sintesis protein di dalam retikulum endoplasma. Virion dilepaskan melalui membran sel. Pembungkus virus berisi dua lapis lipid yang diambil dari sel yang terinfeksi. faktor virulensi termasuk:* kapsid C protein memfasilitasi ikatan virus. * Membran protein M adalah sebuah glikoprotein kecil. * protein E memulai infeksi dan memediasi masuknya virus. * protein 1 (NS1) non-struktural mungkin memainkan peran dalam replikasi RNA. * NS2A protein yang terlibat dalam replikasi RNA. * NS2B dan NS3 bentuk kompleks dan terlibat dalam proses polyprotein dan replikasi RNA. * NS5 memiliki peranan penting dalam replikasi RNA.Protein E berinteraksi dengan reseptor seluler, dan virion endocytosed ke dalam sel dendritik. Selanjutnya, sel-sel epidermal dendritik dan saluran getah bening menyebarkan virion. Setelah invasi di tuan rumah, sel-sel Kupffer (makrofag tetap hati) terinfeksi dalam waktu 24 jam.Infeksi cepat menyebarkan ke ginjal, getah bening, limpa, dan sumsum tulang. Gagal ginjal terjadi sebagai tubulus ginjal mengalami perubahan degenerasi lemak dan inti sel, kemungkinan karena efek langsung virus, hipotensi, dan keterlibatan hati.Keterlibatan hati adalah manifestasi infeksi terlambat. efek virus langsung mengakibatkan kematian sel-sel hati. Vitamin K sebagai factor pembekuan habis dan menghambat koagulasi intravaskuler menyebabkan koagulopati dan perdarahan. Keterlibatan Hepar mengakibatkan resiko kematian yang lebih tinggi.Akhirnya, shock sirkulasi sekunder, dengan bukti peningkatan interleukin (IL)-6, IL-1 antagonis reseptor, inferno-inducible protein-10, dan tumor nekrosis faktor (TNF)-alpha. Antigen virus ditemukan di ginjal, miokardium, dan hepatosit. Dalam individu yang bertahan hidup pada demam kuning, dapat sembuh dengan sempurna, tanpa fibrosis.Sumber Barrett AD, Higgs S (2007). "Yellow fever: a disease that has yet to be conquered". Annu. Rev. Entomol. 52: 20929.