balai benih ikan pantai

Embed Size (px)

DESCRIPTION

balai benih ikan pantai

Citation preview

  • DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYADIREKTORAT PERBENIHAN

    2 0 0 6

  • KATA PENGANTAR Dalam upaya memenuhi kebutuhan induk dan benih ikan yang berkualitas untuk mendukung program Percepatan Peningkatan Produksi Perikanan Budidaya untuk Ekspor (PROPEKAN), Peningkatan Produksi Perikanan Budidaya untuk Konsumsi Masyarakat (PROKSIMAS) dan Perlindungan dan Rehabilitasi Sumberdaya Perikanan Budidaya (PROLINDA), maka diperlukan optimalisasi pemanfaatan sarana Balai-Balai benih ikan, yang telah dibangun, berupa Balai Benih Ikan Seal (BBIS), Balai Benih Ikan Lokal (BBIL), Balai Benih Udang (BBU), Balai Benih Udang Galah (BBUG) dan Balai Benih Ikan Pantai (BBIP) guna penyediaan benih bermutu untuk mendukung tercapainya sasaran pembangunan perikanan budidaya.

    Dalam rangka peningkatan kinerja Balai-Balai Benih tersebut untuk mencapai sasaran produksi yang diharapkan maka perlu disusun buku Petunjuk Pelaksanaan (Juklak). Petunjuk pelaksana ini diharapkan dapat memberikan gambaran serta pedoman dalam pembangunan dan operasional balai-balai benih ikan didaerah. Juklak Pembangunan ini juga mencakup tujuan pembangunan, deskripsi teknis, skala usaha, tata letak, konstruksi sarana prasarana, pembinaan SDM dan pedoman pembenihan, aspek manajemen dan organisasi UPTD, Standar sarana dan fasilitas fisik dan operasional. Disadari bahwa dalam penyusunan Juklak ini tentu masih banyak kekurangan, untuk itu saran yang bersifat membangun sangatlah diharapkan demi perbaikan Juklak BBIS, BBIL, BBU, BBUG dan BBIP di berbagai daerah. Akhirnya kami menyadari bahwa kondisi daerah dan kendala yang dihadapi pada umumnya berbeda dimasing-masing daerah. Oleh karena itu deskripsi teknis instalasi unit perbenihan ikan yang dibangun, dapat disesuaikan dengan kondisi daerah tanpa merubah prinsip dan pedoman yang telah digariskan. Jakarta, Desember 2006 Direktur Jenderal Perikanan Budidaya DR. Ir. Made L. Nurjana

  • KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA

    NOMOR : 1106 /DPB.O/HK...../X/2006

    TENTANG

    PETUNJUK TEKNIS BALAI BENIH IKAN (BBI), BALAI BENIH IKAN SENTRAL (BBIS), BALAI BENIH UDANG (BBU), BALAI BENIH UDANG GALAH (BBUG),

    DAN BALAI BENIH IKAN PANTAI (BBIP)

    DIREKTUR JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA,

    Menimbang : a. Bahwa dalam rangka meningkatkan kinerja Balai Benih Ikan (BBI) dan Balai Benih Ikan Sentral (BBIS) untuk komoditas air tawar, Balai Benih Udang (BBU) dan Balai Benih Ikan Pantai (BBIP) untuk komoditas air payau dan laut dalam meningkatkan produktivitas dan produksi pembudidayaan ikan, perlu adanya petunjuk pelaksanaan Unit Pelaksana Teknis Dinas bidang perbenihan perikanan, standar sarana, standar fasilitas fisik dan operasional sebagai pedoman baku untuk melaksanakan kegiatan;

    b. bahwa untuk mencapai maksud diatas, dipandang perlu untuk menetapkan Petunjuk Teknis Balai Benih Ikan (BBI), Balai Benih Ikan Sentral (BBIS), Balai Benih Udang (BBU) dan Balai Benih Ikan Pantai (BBIP).

    Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1985;

    2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1992; 3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433) 4. Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005; 5. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2005; 6. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2006; 7. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.24/MEN/2002 tentang Tata Cara dan Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan di Lingkungan Departemen Kelautan dan Perikanan; 8. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor

  • PER.07/MEN/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kelautan dan Perikanan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.13/MEN/2006;

    M E M U T U S K A N

    Menetapkan : PERTAMA : Petunjuk Teknis Pembinaan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD

    Perikanan Propinsi Bidang Perbenihan Perikanan, sebagaimana yang dimaksud dalam lampiran 1 Keputusan ini sebagai pedoman pembinaan perbenihan perikanan di daerah.

    KEDUA : Standar Sarana, Fasilitas Fisik, dan Operasional Balai Benih Ikan (BBI) dan Balai Benih Ikan Sentral (BBIS) sebagaimana dalam lampiran 2 Keputusan ini sebagai pedoman pembinaan dan pengelolaan Balai Benih Ikan (BBI) dan Balai Benih Ikan Sentral (BBIS).

    KETIGA : Standar Sarana, Fasilitas Fisik dan Operasional Balai Benih Ikan Pantai (BBIP) sebagaimana dalam lampiran 3 keputusan ini sebagai pedoman pembinaan dan pengelolaan Balai Benih Ikan Pantai (BBIP) untuk komoditas air payau dan laut.

    KEEMPAT : Menyiapkan Balai Benih Ikan Ikan Sentral (BBIS), Balai Benih Udang (BBU), Balai Benih Udang Galah (BBUG), dan dan Balai Benih Ikan Pantai (BBIP) sebagai unit pelaksana teknis Dinas Perikanan Propinsi bidang Perbenihan Perikanan.

    KELIMA : Melengkapi Balai Benih Ikan Sentral, Balai Benih Ikan Pantai, dengan struktur organisasi maupun tugas fungsi seperti dalam lampiran keputusan ini.

    KEENAM : Seluruh unit kerja Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya dan Dinas Perikanan Daerah wajib mempedomani dan melaksanakan Petunjuk Teknis Pembinaan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perikanan Propinsi bidang Perbenihan Perikanan, Standar Sarana, Fasilitas Fisik, dan Operasional Balai Benih Ikan Sentral, serta Standar Sarana, Fasilitas Fisik dan Operasional Balai Benih Ikan Pantai.

    KETUJUH : Sejak diberlakukannya Keputusan ini, maka Surat Keputusan Direktur Jenderal Perikanan Nomor: 12057/Kpts/IK.330/X/99 dinyatakan tidak berlaku lagi.

    KEDELAPAN : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

  • Ditetapkan di : Jakarta Pada tanggal : Desember 2006

    DIREKTUR JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA

    DR. Ir. MADE L. NURDJANA NIP 080.032.270

    Tembusan Yth. : 1. Menteri Kelautan dan Perikanan; 2. Sekretaris Jenderal Departemen Kelautan dan Perikanan; 3. Inspektur Jenderal Departemen Kelautan dan Perikanan; 4. Direktur Jenderal Lingkup Departemen Kelautan dan Perikanan; 5. Para Gubernur seluruh Indonesia; 6. Para Kepala Dinas Perikanan Propinsi seluruh Indonesia; 7. Para Kepala Balai Unit Pelaksana Teknis Dirjen Perikanan Budidaya

  • I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

    Pembangunan usaha perikanan budidaya beberapa tahun terakhir telah menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan. Data pada periode 2000-2004, terjadi peningkatan luas areal 2,3 % per tahun, peningkatan produksi 10,4 % per tahun, dengan produksi mencapai 1.468.610 ton pada tahun 2004. Disamping peningkatan tersebut, ternyata berbagai permasalahan masih menjadi hambatan pada pengembangan usaha perikanan budidaya diantaranya tingkat produktivitas yang masih rendah, beberapa teknologi pembenihan belum sepenuhnya dikuasai, mutu benih yang masih rendah dan terbatas jumlahnya, adanya serangan hama dan penyakit, serta proses alih teknologi yang aplikatif adaptif belum berjalan dengan baik dan terasa lambat.

    Pengembangan usaha perikanan budidaya sangat tergantung pada

    ketersediaan induk dan benih unggul, karena induk dan benih merupakan salah satu sarana produksi yang mutlak dan akan menentukan keberhasilan usaha budidaya. Proses penyediaan dan distribusi benih unggul harus memenuhi kriteria 7 tepat seperti yang dipersyaratkan, yakni : tepat jenis, waktu, mutu, jumlah, tempat, ukuran dan tepat harga.

    Sehubungan dengan fungsi penyediaan induk dan benih tersebut, maka

    keberadaan Balai Benih Ikan Sentral, Balai Benih Udang, Balai Benih Udang Galah, dan Balai Benih Ikan Pantai selaku Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) pada Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi/Kabupaten/Kota , menjadi sangat penting terkait dengan misi dan Tupoksi yang diembannya.

    Di samping fungsinya sebagai penghasil induk dan benih unggul untuk

    keperluan Unit Pembenihan Rakyat/Penangkar Benih dan pembudidaya ikan diwilayahnya, UPTD juga bertugas untuk melakukan pembinaan dan pemantauan penerapan teknik perbenihan dan distribusi benih, pengendalian mutu benih, pelestarian sumberdaya ikan dan lingkungan, serta memberi kontribusi kepada PAD. Pelaksanaan Tupoksi UPTD tersebut akan lebih efisien dan efektif bila didukung dengan sarana dan prasarana yang cukup, kelembagaan yang mantap disertai sistem tata laksana yang memadai serta sumberdaya manusia yang memenuhi standar keahlian keterampilan yang didukung oleh dedikasi tinggi.

    Kenyataan saat ini belum semua UPTD yang ada di daerah mampu melaksanakan Tupoksi tersebut dengan baik. Karena itu guna meningkatkan kinerja serta menyatukan visi dan misi UPTD, khususnya guna mendukung dan menyukseskan program Revitalisasi Perikanan Budidaya, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya menerbitkan buku Petunjuk Teknis Balai Benih Ikan (BBI), Balai Benih Ikan Sentral (BBIS), Balai Benih Udang (BBU), Balai Benih Udang Galah (BBUG) dan Balai Benih Ikan Pantai (BBIP).

  • 1.2. Maksud dan tujuan

    Petunjuk Teknis ini disusun dengan maksud agar dapat digunakan sebagai acuan dalam rangka mempersiapkan dan mengoperasionalkan BBI/BBU/BBUG/ dan BBIP sebagai UPTD, dengan tujuan utamanya adalah :

    a. Meningkatkan pembinaan dan kinerja balai-balai benih ikan dalam rangka

    mendukung pelaksanaan fungsi UPTD; b. Meningkatkan kelengkapan fasilitas fisik dan SDM di balai-balai benih ikan

    sehingga dapat mendukung tugas dan fungsinya sebagai UPTD ; c. Menyediakan wadah bagi pejabat fungsional didaerah; d. Membantu Dinas yang membidangi perikanan di daerah, dalam pendataan

    perikanan melalui UPTD untuk mendapatkan data dan informasi secara kontinyu, akurat dan tepat waktu.

  • II. KEBIJAKAN DAN KEGIATAN PENGEMBANGAN PERBENIHAN 2.1. Sistem Perbenihan Perikanan

    Kebijakan dan program pengembangan perbenihan perikanan dilaksanakan

    dengan mengacu pada sistem perbenihan perikanan. Sistem perbenihan perikanan adalah suatu tatanan strategis dalam pengembangan perbenihan perikanan untuk mendukung pembangunan perikanan dengan memanfaatkan IPTEK, modal, sumberdaya ikan dan sumberdaya lainnya. Sistem sumberdaya perikanan terdiri dari tiga subsistem yaitu subsistem penelitian, subsistem pengadaan, dan subsistem pengawasan.

    Subsistem penelitian merupakan rangkaian kegiatan penelitian dan

    pengembangan perbenihan untuk mendukung kegiatan subsistem pengadaan dan subsistem pengawasan. Dukungan penelitian dan pengembangan bagi subsistem pengadaan diperlukan terutama yang berkaitan dengan domestika, reproduksi, pemulian, biotek, dan sosial ekonomi. Sedangkan penelitian dan pengembangan bagi subsistem pengawasan diperlukan terutama yang berkaitan dengan pengembangan standarisasi dan metode pengujian mutu benih.

    Pembinaan penelitian dan pengembangan adalah menjadi tugas Lembaga

    Penelitian Pemerintah, sedangkan kegiatan pelaksanaanya dapat dilakukan oleh siapa saja baik lembaga pemerintah maupun swasta. Kegiatan penelitian terutama dilaksanakan atas dasar tuntutan kebutuhan dan dukungan untuk pengembangan. Penelitian yang bersifat mendasar dan berjangka panjang sebaiknya dirintis oleh Lembaga Litbang Pemerintah karena memerlukan biaya mahal dan hasilnya tidak langsung terpakai. Adapun penelitian praktis dan berjangka pendek serta tidak memerlukan biaya tinggi dapat dilakukan oleh pihak swasta atau pihak yang langsung memerlukan. Sedangkan kerjasama penelitian antar negara dan antar pemerintah dengan swasta sangat dimungkinkan untuk dilaksanakan demi kemajuan perbenihan perikanan. Pengakuan Hak Patent atau Hak Kekayaan Intelektual atas hasil penelitian perbenihan perlu diatur dalam peraturan perundangan. Lembaga Litbang Pemerintah dapat mambangun Bank Plasma Nutfah dalam rangka pelestarian dan pemanfaatan keanekaragaman sumberdaya hayati perikanan. 2.2. Kegiatan Pengembangan Perbenihan Perikanan 2.2.1. Tujuan Kegiatan pengembangan perbenihan adalah :

    a. Menunjang pengembangan budidaya ikan dalam rangka pembangunan

    perikanan; b. Tersedianya benih yang memenuhi tujuh (7) tepat yaitu tepat jenis, jumlah,

    ukuran , waktu, tempat, mutu dan harga; c. Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani pembudidaya dan

    nelayan pengumpul benih alam melalui pembinaan kegiatan usaha perbenihan yang berorientasi agribisnis;

  • d. Memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha dibidang perbenihan;

    e. Menciptakan kegiatan perbenihan yang berwawasan lingkungan dalam upaya pelestarian sumberdaya ikan (termasuk plasma nuftah) dan lingkungan hidup;

    f. Meningkatkan devisa secara langsung atau tidak langsung melalui ekspor benih atau hasil perikanan budidaya.

    2.2.2. Kegiatan Utama

    a. Kegiatan pembinaan produksi benih

    Pengadaan benih akan selau mengutamakan produksi dan pemanfaatan sumber benih dalam negeri. Impor benih hanya dilakukan apabila situasinya telah mendesak untuk dapat mempertahankan kelangsungan usaha budidaya didalam negeri.

    Pembinaan produksi benih diarahkan pada upaya meningkatkan kuantitas dan kualitas benih untuk kepentingan budidaya air tawar, payau maupun laut. Kegiatan ini dilaksanakan melalui peningkatan dukungan teknologi sarana dan prasarana perbenihan serta pemanfaatan benih alam. Sasaran pembinaan produksi dititik beratkan pada kelompok-kelompok pembenih/penangkar yang potensial namun lemah dalam permodalan dan ketinggalan dalam penerapan IPTEK sebagai contoh Unit Pembenihan Rakyat (UPR) dan Hatchery Skala Rumah Tangga (HSRT). Pola usaha selanjutnya diarahkan pada pola kemitraan dengan peningkatan peranan Dinas Perikanan Daerah, khususnya didalam penanganan komoditas andalan masing-masing daerah.

    b. Kegiatan pembinaan distribusi dan pemasaran Kegiatan pembinaan distribusi dan pemasaran ini diarahkan pada

    upaya memperlancar arus distribusi benih dari tingkat produsen ke konsumen melalui mekanisme pasar dan penanganan transportasi yang layak sehingga saling menguntungkan produsen maupun konsumen. Dengan adanya pembinaan distribusi dan pemasaran diharapkan pula dapat mengendalikan harga dan lebih mendorong pengembangan perbenihan maupun budidaya.

    c. Kegiatan pembinaan sumber daya manusia

    Kegiatan pembinaan ini diarahkan pada peningkatan pengetahuan dan

    keterampilan para pembenih/penangkar khususnya yang berorientasi agribisnis. Peningkatan keterampilan dapat dilaksanakan melalui pelatihan, magang, pembinaan kelompok serta studi banding kedaerah lain yang relatif lebih maju usaha pembenihannya. Disamping itu dilakukan pula peningkatan

  • kualitas SDM petugas pembina dan penyuluh melalui pendidikan dan latihan yang memadai.

    d. Kegiatan pengawasan mutu benih

    Kegiatan pengawasan benih diarahkan pada upaya terjaminnya kualitas benih sejak dari pembenih sebagai produsen sampai kepada pengguna benih sebagai konsumen (pembudidaya). Melalui mutu benih yang terjamin, maka kepercayaan konsumen terhadap benih akan meningkat dan pada gilirannya pendapatan pembenih akan meningkat. Pengawasan mutu benih mencakup pula kegiatan pengendalian lingkungan akibat kegiatan perbenihan. Karena didalam pengawasan mutu benih dipersyaratkan proses-proses kegiatan yang berwawasan lingkungan.

    e. Kegiatan Pengembangan Sistem Informasi Perbenihan Kegiatan pengembangan sistem informasi perbenihan ini dilaksanakan

    khususnya untuk mengembangkan sistem informasi perbenihan secara lebih baik, sekaligus meningkatkan ketersedian data dan informasi perbenihan yang akurat dan muktahir. Melalui program pengembangan ini maka pengguna data perbenihan akan dapat memperoleh data tersebut secara lebih baik, akurat dan tepat waktu.

    2.2.3. Kegiatan Penunjang

    a. Kegiatan pengembangan teknik perbenihan

    Paket teknologi dan penemuan-penemuan teknologi baru dibidang perbenihan ada yang bersifat sederhana dan langsung bisa diadopsi atau diaplikasikan oleh kebanyakan penangkar benih atau pengusaha perbenihan lainnya. Namun adapula paket teknologi dan penemuan-penemuan teknologi baru dibidang perbenihan yang rumit sehingga memerlukan perekayasaan untuk dapat diaplikasikan secara tepat guna sesuai dengan komoditi daerah tertentu. Tugas pengembangan teknik perbenihan ini dapat dilaksanakan di Balai Benih Pusat (UPT Pusat) ataupun balai benih daerah (UPTD Propinsi).

    b. Kegiatan peningkatan penerapan diseminasi teknologi

    Usaha pembenihan diupayakan dapat berkembang sebagai usaha agribisnis yang berbasis pedesaan. Dengan demikian usaha perbenihan dapat merupakan salah satu peluang usaha bagi masyarakat pedesaan.

    Keberhasilan usaha pembenihan tidak bisa terlepas dari penguasaan

    teknologi pembenihan. Oleh karena itu agar diseminasi teknologi pembenihan dapat segera mencapai wilayah pedesaan, maka diperlukan program percepatan diseminasi dengan sasaran utama pembenih pedesaan.

  • Pelaksanaan diseminasi akan dilakukan melalui pemanfaatan lembaga dan instansi yang sudah ada antara lain Balai Penelitian, Balai Pengembangan Budidaya, Balai Benih dan Lembaga Penyuluhan.

    c. Kegiatan pengkayaan ragam genetik budidaya ikan budidaya

    Beberapa jenis ikan exotic yang telah berkembang pembudidayaanya seperti ikan nila, nila merah, lele dumbo dll telah mengalami penurunan mutu genetik. Hal ini terjadi karena populasi species tersebut waktu pertama kali diimport jumlahnya sangat sedikit, sehingga dalam jangka beberapa tahun telah terjadi depresi inbreeding. Masalah tersebut dapat diatasi dengan mengimport kembali sejumlah parent stock untuk memperkaya ragam genetik dan memperlambat terjadinya depresi inbreeding ikan-ikan tersebut.

    d. Kegiatan pengembangan agribisnis perbenihan

    Dalam era globalisasi persaingan pada dunia usaha menjadi sedemikian ketatnya dan berdampak pada semua sektor termasuk sektor perikanan. Maka pengembangan perikanan yang berorientasi agribisnis merupakan strategi yang harus ditempuh pemerintah dalam mewujudkan sektor perikanan yang maju, tangguh dan efisien guna mensejahterahkan pembudidaya.

    Pengembangan perbenihan perikanan yang berorientasi agribisnis

    akan diarahkan pada segala aktivitas perbenihan dari mulai kegiatan penyedian sarana dan prasarana perbenihan, operasional produksi benih sampai dengan distribusi dan pemasaran benih.

    e. Kegiatan pengembangan sentra produksi benih

    Kelangsungan usaha produksi benih sering dihadapkan pada kendala konflik kepentingan lahan dan kerusakan lingkungan disamping kendala pemasaran karena lokasi produksi yang terisolasi. Guna mengatasi kendala tersebut perlu direncanakan dan ditetapkan sntra-sentra produksi benih dengan pertimbangan lingkungan, kepentingan agribisnis, pembangunan daerah dan dengan mengantisipasi perkembangan sektor lain yang mempunyai dampak terhadap perkembangan perbenihan perikanan. Kegiatan ini perlu dilaksanakan dan sangat penting dalam kaitannya dengan pelaksanaan Pembangunan Perikanan Berbasis Pedesaan di daerah.

  • III. ORGANISASI UPT DAERAH

    Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) adalah suatu unit kerja dibawah pengawasan dan pengelolaan Dinas Perikanan atau Dinas yang membidangi Perikanan baik di Propinsi/Kabupaten/Kota, yang melaksanakan tugas operasional teknis dalam menunjang keberhasilan pembangunan perikanan. Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) bidang perbenihan perikanan dapat dikatagorikan atas dua (2) bidang tugas yaitu UPTD Perbenihan Air Tawar yang meliputi Balai Benih Ikan Lokal (BBI Lokal) dan Balai Benih Ikan Sentral (BBIS); dan UPTD Perbenihan Budidaya Pantai yang meliputi Balai Benih Udang/Balai Benih Udang Galah (BBU/BBUG) dan Balai Benih Ikan Pantai (BBIP) yang meliputi budidaya air payau dan laut. 3.1. Lokasi, Kedudukan, Tugas, Fungsi dan Susunan Organisasi

    Secara umum UPTD Perbenihan Perikanan yang meliputi UPTD BBI dan UPTD BBIP adalah merupakan sarana bimbingan secara langsung kepada unit-unit Usaha Pembenihan Rakyat (UPR) serta Hatchery Skala Rumah Tangga (HSRT) dalam rangka pengadaan dan pengendalian mutu benih. Maka UPTD Perbenihan Perikanan mempunyai tugas pokok melaksanakan bimbingan peningkatan produksi benih dalam jumlah dan mutu. Dalam melaksanakan tugas pokoknya, UPTD Perbenihan Perikanan mempunyai fungsi sebagai berikut :

    3.1.1. Lokasi UPTD Perbenihan Perikanan : a. UPTD Propinsi Perbenihan Perikanan Budidaya Air Tawar, Budidaya Air Payau

    dan Budidaya Laut terdapat masing-masing satu (1) unit di setiap propinsi di Indonesia dengan wilayah kerja meliputi Propinsi dimana UPTD berada.

    b. UPTD Kabupaten/Kota Perbenihan Perikanan Budidaya Air Tawar, Budidaya Air Payau dan Budidaya Laut terdapat masing-masing satu (1) unit dengan fasilitas lengkap disetiap Kabupaten/Kota di Indonesia, dengan wilayah kerja meliputi Kabupaten/Kota tempat UPTD tersebut berada dan BBI lainnya merupakan Unit Instalasi dari BBI yang sudah mapan.

    3.1.2. Kedudukan a. UPTD Perbenihan Perikanan adalah unit pelaksana teknis Dinas Perikanan

    Propinsi atau Kabupaten/Kota dibidang perbenihan air tawar, air payau dan laut, berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Perikanan Propinsi atau Kabupaten/Kota.

    b. UPTD perbenihan air tawar, air payau, dan laut masing-masing dipimpin oleh seorang Kepala.

  • 3.1.3. Tugas

    UPTD Perbenihan mempunyai tugas melaksanakan penerapan teknik perbenihan budidaya air tawar, budidaya air payau dan budidaya laut serta pelestarian sumberdaya ikan dan lingkungan di wilayah Propinsi untuk UPTD Propinsi dan Kabupaten.

    3.1.4. Fungsi

    Dalam melaksanakan tugas UPTD Propinsi perbenihan budidaya air tawar

    menyelenggarakan fungsi : a. Penerapan teknik perbenihan dan distribusi benih; b. Perbanyakan induk Grand Parent Stock (GPS) menjadi induk/calon induk

    Parent Stock dan distribusi induk; c. Penerapan teknik pelestarian sumberdaya ikan dan lingkungan serta teknik

    pengendalian hama dan penyakit; d. Pengendalian mutu benih melalui pelaksanaan sertifikasi sistem mutu benih; e. Pengawasan mutu benih. Dalam melaksanakan tugas UPTD Propinsi perbenihan budidaya air payau/laut

    menyelenggaran fungsi : a. Perbanyakan induk ikan air payau; b. Pengadaan telur/nauplii; c. Penerapan teknik perbenihan dan distribusi benih; d. Penerapan teknik pelestarian sumberdaya ikan dan lingkungan serta teknik

    pengendalian hama dan penyakit; e. Pengendalian mutu benih melalui pelaksanaan sertifikasi sistem mutu benih; f. Pengawasan mutu benih. Dalam melaksanakan tugas UPTD Kabupaten perbenihan budidaya air tawar

    menyelenggarakan fungsi : a. Pemeliharaan calon induk Parent Stock menjadi induk induk Parent Stock

    dan distribusi induk; b. Penerapan teknik perbenihan dan distribusi benih; c. Penerapan teknik pelestarian sumberdaya ikan dan lingkungan serta teknik

    pengendalian hama dan penyakit; d. Pengendalian mutu benih melalui pelaksanaan sertifikasi sistem mutu benih. Dalam melaksanakan tugas UPTD Kabupaten perbenihan budidaya air

    payau/laut menyelenggarakan fungsi : a. Pengadaan induk, telur/nauplii; b. Penerapan teknik perbenihan dan distribusi benih; c. Penerapan teknik pelestarian sumberdaya ikan dan lingkungan serta teknik

    pengendalian hama dan penyakit; d. Pengendalian mutu benih melalui pelaksanaan sertifikasi sistem mutu benih.

  • 3.1.4. Susunan Organisasi

    UPTD Perbenihan Budidaya Air Tawar, Budidaya Air Payau dan Budidaya Laut terdiri dari :

    a. Urusan Tata Usaha; b. Sub Seksi Pelayanan Teknik Produksi dan Sub Seksi Standarisasi dan

    Informasi; c. Kelompok Jabatan Fungsional.

    Susunan Struktur Organisasi UPTD sebagai berikut :

    Urusan Tata Usaha mempunyai tugas melakukan urusan tata usaha UPTD Perbenihan.

    Dalam melaksanakan tugas urusan Tata Usaha mempunyai fungsi

    pelaksanaan urusan kepegawaian, surat menyurat, rumah tangga dan perlengkapan serta keuangan.

    Sub Seksi Pelayanan Teknis Produksi mempunyai tugas melakukan pelayanan

    dan publikasi teknis kegiatan penerapan teknik perbenihan, pelestarian sumberdaya ikan dan lingkungan, pengendalian hama penyakit serta melakukan pelaksanaan sertifikasi sistem mutu atau sertifikasi benih dan pengawasan mutu benih.

    Sub Seksi Standarisasi dan Informasi mempunyai tugas penyiapan perumusan

    kebijakan, standarisasi, norma, pedoman, kriteria, prosedur dan bimbingan teknis serta evaluasi dibidang standarisasi.

    Kelompok Jabatan Fungsional terdiri dari jabatan fungsional, perekayasa dan

    jabatan fungsional lain xccyang diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    K E P A L A

    SUB SEKSI STANDARISASI DAN INFORMASI

    URUSAN TATA USAHA

    SUB SEKSI PELAYANAN TEKNIK PRODUKSI

    KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL

  • Kelompok Jabatan Fungsional tersebut dipimpin oleh seorang tenaga fungsional senior, yang ditunjuk oleh kepala UPTD.

    Jumlah tenaga fungsional tersebut ditentukan berdasarkan kebutuhan dan

    beban kerja. Jenis dan jenjang jabatan fungsional tersebut diatur sesuai dengan peraturan

    perundang-undangan yang berlaku.

  • IV. PEMBINAAN 4.1. Tata Hubungan Kerja

    Segenap kebijaksanaan pokok mengenai pembinaan perbenihan perikanan

    secara nasional ditetapkan oleh Diektur Jenderal Perikanan Budidaya. Pembinaan dan supervisi tentang perbenihan perikanan dari pusat dilaksanakan Direktorat Perbenihan perikanan beserta Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya yaitu : BBBAP Jepara (Jawa Tengah), BBBAT Sukabumi (Jawa Barat), BBBL Lampung (Lampung), BBBAP Situbondo (Jawa Timur), BBAT Jambi (Jambi), BBAT Mandiangin (Kalimantan Selatan), BBAT Tatelu (Sulawesi Utara), BBAP Aceh (NAD), BBAP Takalar (Sulawesi Selatan), BBL Batam (Kepulauan Riau), BBL Lombok (NTB) dan BBL Ambon (Maluku).

    Kegiatan-kegiatan Pembinaan yang dilakukan meliputi : a. Memberikan petunjuk pelaksanaan pengelolaan dan petunjuk teknis kegiatan

    UPTD Perbenihan Perikanan. b. Mengadakan supervisi dan bimbingan teknis perbenihan pada unit kerja UPTD

    perbenihan perikanan di daerah. c. Memberikan penilaian kemampuan UPTD Perbenihan perikanan dalam

    melaksanakan tugas dan fungsinya. d. Memberikan konsultasi pengadaan sarana produksi dan peningkatan

    kemampuan personil UPTD. e. Memberikan konsultasi dan persetujuan gambar detil dan desain konstruksi

    pembangunan atau rehabilitasi prasarana fisik bangunan UPTD. f. Memantau kegiatan dan perkembangan perbenihan ikan air tawar, laut dan air

    payau didaerah.

    Disamping pelaksanaan kegiatan pembinaan dan supervisi tersebut diatas, UPT Pusat juga membantu Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya dalam melaksanakan pembinaan UPTD terutama yang berkaitan dengan bimbinan teknis, perekayasaan, teknologi perbenihan, penyebaran induk-induk ikan bermutu dan pelatihan keterampilan personil lapangan di masing-masing wilayah kerja pembinaannya.

    Dinas Perikanan Propinsi mengelola unit kerja UPTD Propinsi yaitu Balai

    Benih Ikan Sentral (BBIS) dan Balai Benih Ikan Pantai (BBIP); sedangkan unit kerja UPTD Kabupaten yaitu Balai Benih Ikan Lokal (BBIL) berada dibawah pengelolaan Dinas Perikanan Kabupaten. Untuk melaksanakan pembinaan dan koordinasi kegiatan, Kepala Dinas Perikanan Propinsi Propinsi dibantu oleh Kepala Sub Dinas Produksi, sedangkan Kepala Dinas Perikanan Kabupaten/Kota dibantu oleh Kepala Sub Dinas Produksi.

    Untuk pembinaan mutu induk dan benih ikan akan dilakukan Sub Direktorat Standarisasi dan Sertifikasi Direktorat Perbenihan Departemen Kelautan dan Perikanan untuk merumuskan standar dan sistem sertifikasi mutu benih. Badan Litbang Kelautan Perikanan akan membantu merumuskan paket-paket teknologi perbenihan perikanan, produksi induk ikan varietas unggul dan diseminasi teknologi.

  • UPT Pusat setelah mendapatkan petunjuk dari Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya dan masukan teknologi serta produk varietas unggul, selanjutnya akan membina UPTD Propinsi dalam bentuk masukan teknologi perbenihan, grand parent stock varietas induk unggul dan sertifikasi personil. Demikian selanjutnya UPTD Propinsi akan membina UPTD Kabupaten dalam teknologi, hasil induk unggul dan sertifikasi mutu benih. UPTD Kabupaten selanjutnya membina Unit Pembenihan Rakyat (UPR) Hatchery Skala Rumah Tangga (HSRT) didaerah yang akhirnya bermuara di Pembudidaya Ikan di daerah. Secara terinci alur pembinaan dapat dilihat pada skema tata hubungan kerja pembinaan perbenihan halaman 13.

    4.2. Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan

    UPTD Perbenihan Perikanan dengan segala tugas dan fungsinya merupakan sarana pembinaan yang strategis dalam rangka perbenihan didaerah. Sehubungan dengan itu keberadaan dan peran UPTD akan tetap dipertahankan dan ditingkatkan kemampuannya agar dapat selalu memdukung pengembangan perbenihan perikanan didaerah. Oleh karena itu diperlukan monitoring dan evaluasi terhadap kegiatan dan perkembangan perbenihan perikanan didaerah agar apabila terjadi penyimpangan dari tugas dan fungsi atau timbul permasalahan perbenihan lain maka akan dapat segera diketahui dan dicarikan pemecahan masalahnya.

    Monitoring di daerah Kabupaten dilakukan oleh Dinas Perikanan Kabupaten,

    Propinsi dilakukan oleh Dinas Perikanan Propinsi, dan secara Nasional dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya c.q. Direktorat Perbenihan.

    4.2.1. Monitoring dan Evaluasi oleh Dinas Perikanan Propinsi

    Dinas Perikanan Kabupaten/Kota melakukan monitoring dan evaluasi terhadap kegiatan setiap unit UPTD Lokal dan perkembangan perbenihan perikanan didaerahnya. Kegiatan monitoring dapat dilakukan secara langsung ke lapangan maupun melalui laporan. Monitoring dan evaluasi dilakukan terhadap kegiatan bimbingan teknik-teknik pembenihan, pembangunan/rehabilitasi fasilitas fisik, perkembangan UPR, produksi dan pemasaran benih Kabupaten.

    4.2.2. Monitoring dan Evaluasi oleh Dinas Perikanan Kabupaten

    Dinas Perikanan Kabupaten melakukan monitoring dan evaluasi terhadap

    kegiatan setiap unit UPTD Propinsi dan Kabupaten perbenihan perikanan didaerahnya. Kegiatan monitoring dapat dilakukan secara langsung ke lapangan maupun melalui laporan. Monitoring dan evaluasi dilakukan terhadap kegiatan bimbingan teknik-teknik pembenihan, pembangunan/rehabilitasi fasilitas fisik, perkembangan UPR, produksi dan pemasaran Propinsi.

    4.2.3. Monitoring dan Evaluasi oleh Direktorat Jenderal Perikaan Budidaya

    Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya melakukan monitoring dan evaluasi

    terhadap kegiatan unit UPTD Propinsi dan Kabupaten perbenihan perikanan yang

  • dibiayai oleh APBN dan perkembangan perbenihan ikan air tawar diseluruh Indonesia.

    Kegiatan monitoring dapat dilakukan secara langsung ke lapangan maupun

    melalui laporan. Monitoring dan evaluasi dilakukan terhadap kegiatan bimbingan teknik-teknik pembenihan, pembangunan/rehabilitasi fasilitas fisik, UPTD, perkembangan UPR, HSRT, produksi dan pemasaran benih.

    UPT Pusat yang ada di balai benih ikan air tawar membantu Direktorat

    Jenderal Perikanan Budidaya memonitoring pelaksanaan uji lapangan di UPTD mengenai teknik pembenihan yang dilaksanakan dan kegiatan peningkatan mutu induk. Sedangkan UPT Pusat yang ada di balai benih ikan air payau/laut memonitoring pelaksanaan uji lapangan terhadap Balai Benih Ikan Pantai (BBIP) dan Balai Benih Udang (BBU/BBUG) yang ada didaerah.

    Sejalan dengan kegiatan monitoring dan evaluasi ini maka secara periodik

    dua (2) tahun sekali akan dilakukan pula pemilihan UPTD terbaik dengan cara menilai seberapa jauh UPTD telah melaksanakan kegiatan perbenihan sesuai dengan tugas dan fungsinya. Dalam penilaian ini kriteria yang akan digunakan antara lain:

    1. Pencapaian target produksi benih. 2. Pembinaan yang dilakukan UPTD Propinsi terhadap UPTD Kabupaten baik

    dalam pengadaan induk bermutu maupun dalam penyampaian teknologi pembenihan.

    3. Pembinaan yang dilakukan UPTD Kabupaten terhadap UPR atau HSRT dalam penyampaian teknologi pembenihan.

    4. Kegiatan penebaran benih untuk perairan umum. 5. Keterlibatan dan dukungan UPTD terhadap program Budidaya di daerah.

    Penilaian terhadap UPTD ini akan dilaksanakan secara terpisah antara UPTD

    Propinsi perbenihan Perikanan dan UPTD Kabupaten perbenihan perikanan lokal. Laporan kegiatan UPTD dan perkembangan perbenihan dibuat secara berjenjang berdasaran hasil monitoring yang telah dilakukan baik oleh UPTD Dinas Perikanan Kabupaten, Dinas Perikanan Propinsi, maupun Direktorat jenderal Perikanan Budidaya yang meliputi segala aspek yang berkaitan dengan benih antara lain aspek produksi, distribusi pemasaran, teknologi penelitian dan peraturan perundangan. Laporan ini disusun dengan maksud agar semua kegiatan UPTD dan perkembangan perbenihan dapat dievaluasi sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan kebijakan perbenihan di Indonesia. a. Prosedur Pelaporan

    Laporan kegiatan UPTD Perbenihan Perikanan Budidaya dibuat secara periodik bulanan, triwulan, dan tahunan berdasarkan tahun anggaran yang dimulai bulan April dan berakhir bulan Maret tahun berikuitnya. Laporan dibuat bertingkat yaitu :

  • Kepala UPTD Kabupaten Perikanan Budidaya berkewajiban menyampaikan

    laporan triwulan dan tahunan kegiatan unit kerja yang dipimpinnya kepada Kepala Dinas Perikanan Propinsi.

    Kepala UPTD Propinsi Perikanan Budidaya berkewajiban menyampaikan laporan triwulan dan tahunan kegiatan unit kerja yang dipimpinnya kepada Kepala Dinas Perikanan Kabupaten.

    Dinas Perikanan Kabupaten berkewajiban menyampaikan laporan Triwulan dan Tahunan semua UPTD Kabupaten Perbenihan Perikanan Budidaya yang ada di Kabupaten yang bersangkutan kepada Dinas Perikanan Propinsi. Disamping itu Dinas Perikanan Kabupaten menyampaikan laporan Triwulan dan Tahunan tentang perkembangan perbenihan di Kabupaten yang bersangkutan. Yang dimaksud dengan perkembangan ikan adalah perkembangan semua aspek yang berkaitan dengan benih ikan air tawar antara lain : Perkembangan UPR, HSRT, harga benih, produksi dan distribusi benih dan sebagainya.

    Dinas perikanan Propinsi berkewajiban menyerahkan Laporan Triwulan dan Tahunan UPTD Propinsi Perbenihan Perikanan Budidaya dan UPTD Kabupaten Perbenihan Perikanan Budidaya lain yang dibiayai oleh APBN ke Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya c.q. Direktorat perbenihan. Disamping itu Dinas Perikanan Propinsi berkewajiban pula menyampaikan Laporan Triwulan dan Tahunan tentang perkembangan perbenihan perikanan di Propinsi yang bersangkutan.

    Semua Laporan Triwulan dan Tahunan dari Dinas Perikanan Propinsi akan dihimpun oleh Direktorat Perbenihan, Direktorat jenderal Perikanan Budidaya sebagai bahan Laporan Tahunan Perkembangan Perbenihan Ikan Perikanan di Indonesia.

    b. Materi Laporan Kepala UPTD Propinsi dan Kabupaten Perbenihan Perikanan Budidaya

    membuat Laporan Triwulan dan Tahunan mengenai segala kegiatan unit kerja yang dipimpinnya baik yang menyangkut kegiatan yang kompleks maupun kegiatan perkembangan perbenihan disekitarnya atau kegiatan-kegiatan lain yang ditugaskan oleh Dinas Perikanan Daerah (contoh Laporan Triwulan dan Tahunan dapat dilihat pada lampiran 1 dan 2.

    Kepala Dinas Perikanan Kabupaten menyusun Laporan Triwulan dan Tahunan UPTD Kabupaten Perbenihan Perikanan dan perkembangan perbenihan di Kabupaten yang bersangkutan. Laporan dari Dinas Perikanan Propinsi terdiri dari :

    1) Laporan Triwulan dan Tahunan semua UPTD Kabupaten Perbenihan

    Perikanan Budidaya di Kabupaten dengan materi seperti outline laporan pada lampiran 1 dan 2;

    2) Laporan Triwulan dan Tahunan perkembangan Perbenihan Perikanan Budidaya di Kabupaten dengan materi seperti outline laporan pada lampiran 1 dan 2.

  • Kepala Dinas perikanan Propinsi menyusun Laporan Triwulan dan Tahunan UPTD Propinsi Perbenihan Perikanan Budidaya dan perkembangan Perbenihan di Propinsi yang bersangkutan. Laporan Dinas Propinsi yang harus disampaikan ke Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya c.q Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya c.q Direktorat Perbenihan terdiri dari :

    1) Laporan Triwulan dan Tahunan semua UPTD Propinsi Perbenihan Perikanan

    Budidaya di Kabupaten yang dibiayai APBN dengan materi seperti outline laporan pada lampiran 1 dan 2;

    2) Laporan Triwulan dan Tahunan perkembangan Perbenihan Perikanan Budidaya di Propinsi yang bersangkutan dengan materi seperti outline laporan pada lampiran 1 dan 2.

    c. Waktu Pelaporan Laporan Triwulan dari UPTD Kabupaten Perbenihan Perikanan Budidaya kepada

    Dinas Perikanan Kabupaten dikirim paling lambat satu (1) minggu setelah akhir triwulan.

    Laporan Triwulan dari Dinas Perikanan Kabupaten dikirimkan paling lambat dua (2) minggu setelah akhir Triwulan ke Dinas Perikanan Propinsi. Selanjutnya Laporan Triwulan dari Dinas Perikanan Propinsi dikirim ke Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya c.q Direktorat Perbenihan paling lambat satu (1) bulan setelah akhir triwulan.

    Laporan Tahunan dari Dinas Perikanan Kabupaten dikirimkan ke Dinas Perikanan Propinsi paling lambat dua (2) minggu setelah akhir tahun, sedangkan laporan tahunan dari Dinas Perikanan Propinsi dikirimkan ke Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya c.q Direktorat Perbenihan paling lambat satu (1) bulan setelah akhir tahun anggaran.

  • V. PENUTUP Panduan pembinaan dan pengelolaan BBIS, BBU, dan BBUG untuk dipersiapkan sebagai UPTD Perbenihan Perikanan Budidaya ini berisi pedoman pokok pelaksanaan pembinaan untuk meningkatkan pembinaan dan kinerja unit-unit kerja di daerah yang dipersiapkan sebagai UPTD. Diodalam penjabarannya menjadi kegiatan langsung dilapangan masih dimungkinkan untuk disesuaikan lebih lanjut sesuai situasi, kondisi, serta program pengembangan budidaya air tawar di daerah. Selain itu panduan ini dapat dijadikan acuan dalam penyusunan kegiatan atau program-program sebagai usulan kegiatan untuk mendapat bantuan anggaran APBD maupun APBN. Panduan ini akan ditindak lanjuti dengan Juknis kegiatan UPTD yang diterbitkan setiap tahun dan berisi antara lain : tentang penjelasan khusus pelaksanaan kegiatan setiap tahun anggaran.

    Berhasil tidaknya UPTD Perbenihan Perikanan Budidaya dalam melaksanakan tugas dan fungsinya akan dapat dijadikan sebagai indikator dan tolak ukur keberhasilan pembangunan budidaya perikanan didaerah yang bersangkutan.

  • Lampiran 1 LAPORAN BULANAN/TAHUNAN PERKEMBANGAN PERBENIHAN DIMASING-MASING BALAI PROPINSI/KABUPATEN/KOTA : BULAN : TAHUN ANGGARAN : 1. Produksi Benih Tabel 1. Jumlah produksi benih menurut jenis dan sumbernya

    Sumber Benih NO Jenis Ikan BBIS BBIP BBI HSRT Hatchery Alam

    2. Distribusi Benih Tabel 2. Jumlah benih yang masuk dan keluar daerah

  • Keluar Masuk

    Daerah Lain Luar Negeri (eksport) Daerah Lain Luar Negeri No Jenis Ikan Nama Daerah

    Jumlah (1.000 ekor)

    Nama Negara

    Jumlah (1.000 ekor)

    Nama Daerah

    Jumlah (1.000 ekor)

    Nama Negara

    Jumlah (1.000 ekor)

    Catatan : Distribusi benih harus menyertakan dokumen kelayakan :

    1. SK Asal 2. SK Uji Bebas Virus dan Bacteri

  • 3. Produsen Benih Milik Propinsi/Kabupaten/Kota Tabel 3. Daftar Produsen Benih dan Produksinya

    No Nama BBIP/BBIS/BBI Lokasi Luas (Ha) Tahun

    dibangun Sumber

    Dana Jenis Ikan Kapasitas Produksi

    (ekor) Produksi Benih

    (ekor)

  • 4. Produksi Induk Tabel 4. Jumlah induk yang masuk dan keluar daerah

    No Jenis Ikan Keluar Masuk Daerah Lain Luar Negeri (eksport) Daerah Lain Luar Negeri (eksport) Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina

    Nama Daerah ekor kg ekor kg

    Nama Daerah ekor kg ekor kg

    Nama Daerah ekor kg ekor kg

    Nama Negara ekor kg ekor kg

  • 5. Pembenihan Swasta Tabel 5. Daftar Pembenihan Swasta yang berada di Propinsi/Kabupaten

    No Nama Lokasi Luas (Ha) Tahun berdiri Jenis Ikan Produksi/tahun (1.000 ekr) Kapasitas Produksi

  • 6. Harga Induk Tabel 6. Harga induk per Bulan dalam Tahun berjalan

    Ukuran (Kg) Kisaran Harga No Jenis Jantan Betina Terendah (Rp) Tertinggi (Rp)

  • 7. Distribusi/Pemasaran Tabel 7. Lalu Lintas Benih

    Keluar dari Kabupaten/Kota Masuk ke Kabupaten/Kota Daerah Lain Luar Negeri (eksport) Daerah Lain Luar Negeri No Jenis Ikan Nama

    Daerah Jumlah

    (1.000 ekor) Nama

    Negara Jumlah

    (1.000 ekor) Nama

    Daerah Jumlah

    (1.000 ekor) Nama

    Negara Jumlah

    (1.000 ekor)

  • 8. Pembinaan Perbenihan

    Tabel 8. Kegiatan Pembinaan Perbenihan

    No Uraian Kegiatan Waktu Pelaksanaan Penyelenggaraan Sumber Dana 1. Contoh : Desiminasi

    teknologi Kakap Putih dalam rangka peningkatan produksi

  • 9. Permasalahan Perbenihan

    9.1. Produksi a. Teknologi b. Mutu c. Tenaga d. Sarana Produksi e. Wabah Penyakit f. Pencemaran g. dan lain-lain

    9.2. Distribusi/Pemasaran

    a. Transportasi b. Pengepakan c. Harga d. Supplay Demand e. dan lain-lain

    9.3. Pengaturan

    a. Hambatan b. dan lain lain

    10. Pemecahan Masalah dan Saran Pengembangan Perbenihan

  • Lampiran 2 : Keputusan Dirjen Perikanan Budidaya Nomor : 1106/DPB.0/HK.150/XII/2006

    STANDAR SARANA, FASILITAS FISIK DAN OPERASIONAL

    BALAI BENIH IKAN (BBI) DAN BALAI BENIH IKAN SENTRAL (BBIS)

    DIREKTORAT JENDERAL PERIKAAN BUDIDAYA DIREKTORAT PERBENIHAN

    J A K A R T A 2006

    D A F T A R I S I

  • I. PENDAHULUAN .............................................................. 1 II. MAKSUD DAN TUJUAN .............................................................. 1 III. RANCANG BANGUN DAN KONSTRUKSI ........................................ 2 3.1. Kriteria Teknik .............................................................. 2 3.2. Perkolaman .............................................................. 5 IV. Sarana BBI .............................................................. 6 4.1. Bahan Bahan .............................................................. 6 4.2. Peralatan .............................................................. 8 4.3. Bangunan Gedung .............................................................. 11 V. OPERASIONAL .............................................................. 12 5.1. Pengelolaan Induk .............................................................. 12 5.2. Pemijahan .............................................................. 12 L A M P I R A N

  • I. PENDAHULUAN

    Benih ikan merupakan salah satu faktor penentu dalam usaha peningkatan produksi budidaya perikanan. Tersedianya benih ikan yang terjamin pengadaannya baik species, tempat, jumlah, mutu, ukuran, waktu dan harga yang tepat akan sangat mempengaruhi suksesnya usaha budidaya tersebut. Dari total produksi benih secara nasional, 97% dihasilkan oleh Usaha Pembenihan Rakyat (UPR) dan hanya 3% berasal dari produksi Balai Benih Ikan (BBI) milik pemerintah. Hal ini menunjukan bahwa usaha pembenihan merupakan usaha komersial yang cuckup menarik minat masyarakat. Karena itu didalam upaya meningkatkan produksi benih nasional, kebijaksanaan Pemerintah terutama diarahkan pada pembinaan dan pengembangan usaha pembenihan rakyat. Semakin berkembangnya teknologi budidaya dikolam air deras, keramba dan sebagainya, serta perluasan areal budidaya membawa konsekuensi meningkatnya kebutuhan benih ikan yang bermutu tinggi. Dilain pihak, benih yang dihasilkan rakyat mutunya semakin menurun sebagai akibat langkanya induk-induk ikan yang unggul. BBI adalah sarana pemerintah untuk menghasilkan induk dan benih ikan yang bermutu baik dalam jumlah yang memadai dan juga merupakan sarana untuk pengujian lapangan terhadap teknologi yang dihasilkan oleh Balai Budidaya Air Tawar. Karena itu BBI mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut :

    1. Penghasil induk unggul dalam rangka menunjang Usaha Perbenihan Rakyat (UPR) dan pengendalian mutu benih;

    2. Penghasil benih untuk keperluan penebaran diperairan umum dan bila perlu untuk mengisi kekurangan benih yang dihasilkan oleh rakyat;

    3. Tempat melaksanakan adaptasi teknik pembenihan yang lebih baik; 4. Lembaga Sertifikasi Sistem Mutu dan Lembaga Sertifikasi Produk.

    Selain tugas dan fungsi tersebut diatas, BBI diharapkan dapat pula sebagai perintis pembangunan budidaya ikan air tawar didaerah baru. II. MAKSUD, TUJUAN DAN PENGERTIAN

    Maksud dan tujuan disusunnya buku standar ini iakah untuk mewujudkan keseragaman BBI dalam struktur, ruang lingkup, status, dan pola operasionalnya, sehingga mampu melaksanakan tugas dan fungsi serta melaksanakan sertifikasi sistem mutu dan produk.

    Pada buku standar ini dilampirkan pula gambar contoh konstruksi, komposisi

    pakan ikan dan beberapa petunjuk pengelolaan BBI. Yang dimaksud dengan standar fisik adalah standar rancang bangun,

    konstruksi dan sarana yang harus dimiliki/ada di Balai Benih Ikan (BBI). Yang

  • dimaksud standar operasional adalah standar pengelolaan pemijahan, pendederan ikan mas dan nila.

    III. RANCANG BANGUN DAN KONSTRUKSI 3.1. Kriteria Teknik. (1). Prasarana Tahap Pembangunan balai Benih Ikan : Studi Kelayakan meliputi :

    Species dan jumlah ikan yang ingin diproduksi; Teknologi yang ingin diaplikasikan dan dikembangkan; Lokasi BBI tidak terlalu jauh dari lokasi kegiatan perikanan budidaya ikan

    danpasar benih; Hubungan lalu lintas dengan daerah sekitarnya lancar sehingga

    memudahkan pengangkutan bahan-bahan yang diperlukan BBI dan hasil-hasil dari BBI;

    Fasilitas hatchery yang akan dibangun untuk memproduksi benih sesuai dengan permintaan pasar;

    Perkiraan dana untuk konstruksi; Jumlah dan kualifikasi SDM yang dibutuhkan; Perkiraan dana operasional yang dibutuhkan per tahun Analisa ekonomi.

    Detail Desain :

    Gambar detail setiap penampang bangunan; Gambar teknis bangunan BBI; Spesifikasi teknis dan bahan bangunan yang digunakan; Rencana Angaran Biaya (RAB); Jadual pelaksanaan pembangunan fisik/konstruksi

    Pelaksanaan Konstruksi :

    Prasarana pokok pembenihan perioritas pertama, baru prasarana lainnya; Pengawasan (konsultan pengawas + tim teknis) Semua fasilitas dipastikan berfungsi baik

    Konsepsi Pengembangan Prasarana Budidaya :

    Konsep-konsep yang harus diperhatikan dalam pengembangan dan pembangunan prasarana budidaya terutama kegiatan pembenihan antara lain:

  • Aspek operasional Aspek fungsi Aspek konstruksi Aspek pemeliharaan. Dalam pengembangan dan perencanaan Prasarana perlu diperhatikan: Tujuan Tingkat pengembangan yang dilakukan Potensi Kendala (constrain) Prakondisi

    Sehingga prasarana yang dibangun tersebut dapat memberikan manfaat yang optimal.

    Faktor-Faktor Yang Harus dipertimbangkan Dalam Perencanaan

    Pembangunan Prasarana Budidaya. A. Faktor Teknis

    Yang dimaksud dengan faktor teknis adalah faktor-faktor yang berkaitan dengan kegiatan budidaya antara lain: Ketersediaan lahan; Potensi lahan; Kesesuaian komoditas perikanan yang akan dikembangkan; Skala usaha yang akan dikembangkan (skala rumah tangga, skala sedang, skala lengkap)

    B. Faktor Non Teknis

    Yang dimaksud dengan faktor non teknis adlah faktor-faktor diluar teknis perikanan budidaya yang berpengaruh terhadap optimalisasi fungsi pembangunan prasarana budidaya : Aspek sosial; Aspek ekonomi; Aspek manfaat; Ketersediaan dana.

    Prioritas Pembangunan Prasarana Budidaya

    Untuk mendukung optimalisasi fungsi pembangunan prasarana budidaya maka dalam pembangunan prasarana budidaya harus dibuat skala prioritas pembangunan prasarana budidaya berdasarkan kebutuhan dan dana yang tersedia. Untuk menentukan skala prioritas maka prasarana budidaya dapat dikelompokan menjadi 4 (empat) komponen bangunan yaitu : i. Bangunan pokok; ii. Bangunan pendukung; iii. Bangunan penunjang;

  • iv. Bangunan pengaman; v. Bangunan pelengkap.

    1. Prasarana pokok adalah bangunan yang harus ada karena terkait langsung

    dalam proses produksi benih. Misalnya : kolam/bak induk, kolam/bak pemijahan, dll.

    Prasana pendukung adalah bangunan yang keberadaannya mempermudah, mempercepat, dan memperkecil biaya proses pembenihan. Misalnya : kantor, jaringan jalan dan tempat parkir, laboratorium, dll.

    2. Prasarana penunjang adalah : bangunan yang keberadaannya bersifat melengkapi dan tidak mempengaruhi proses perbenihan. Misalnya : Gedung pertemuan, fasilitas olahraga, dll.

    Prasana Pengaman adalah : bangunan yang diperlukan untuk pengamanan fasilitas perbenihan.

    Misalnya : pagar keliling/lingkungan , pos jaga, dll.

    Prasana Pelengkap adalah : bangunan yang fungsinya melengkapi bangunan pendukung, bangunan penunjang dan bangunan pengaman sehingga bangunan perbenihan dimaksud beroperasi lebih optimal dan lebih berdaya guna.

    Misalnya : rumah pompa, rumah genset, garasi kendaraan, dll.

    Sehingga kedudukan prasarana dalam kegiatan budidaya perikanan yaitu : a. Merupakan unsur penunjang pokok yang sangat penting untuk mendukung

    kegiatan budidaya perikanan; b. Direncanakan terakhir dari seluruh kegiatan budidaya; c. Dilaksanakan pertama kali dari keseluruhan kegiatan usaha budidaya. (2). Ketinggian Tempat dan Kemiringan Lahan. Ketinggian tempat sedapat mungkin tidak lebih dari 700 m diatas permukaan laut, sedangkan kemiringan tanah yang ideal berkisar antara 1 5% (3). Tanah. Tanah yang baik untuk BBI adalah tanah dengan struktur yang kuat, dapat menahan air (tidak poreus), subur dan tidak berbatu-batu, teksturnya terdiri dari tanah liat dan liat berpasir (4). Sifat Fisika dan Kimia Air; Sifat fisika yang harus diperhatikan adalah : Suhu air optimal berkisar antara 250 300C; Kekeruhan air 25 100 JTU; Muatan suspensi 25 400 ppm; Kecerahan lebih besar dari 10% penetrasi cahaya sampai dasar perairan.

  • Sifat kimia air yang harus diperhatikan adalah : PH air berkisar antara 4 9, optimum 6,7 8,0; Kadmium (Cd) maksimum 0,01 ppm; Timbal (Pb) maksimum 0,02 ppm; Sulfida (S) maksimum 0,002 ppm; Ammoniak bebas (NH3) maksimum 0,01 ppm; Nitrit (NO2) maksimum 0,2 ppm; Phosphat maksimum 0,01 ppm; Alkalinitas produktif 50 500 ppm; Oksigen terlarut (DO) diisyaratkan > 3 ppm (5). Sistem Pengairan Untuk menjamin suplai air pada BBI secara kontinyu dengan kualitas air yang memenuhi persyaratan, maka diperlukan langkah-langkah lebih lanjut sebagai berikut : a. Sebaiknya air berasal dari sumber mata air, sumur artesis atau sumur bor yang

    sepenuhnya dikuasai BBI. Debit air mineral 20 liter/ha/detik untuk kolam induk, pembenihan, pembesaran dan terpadu, sedangkan untuk kolam air deras sebesar 250 liter/detik/100 m2. Untuk meningkatkan kualitas air (temperatur dan oksigen terlarut) mengurangi adanya gas terlarut, dan mengurangi pengendapan lumpur, maka perlu dibuat filter biologis dengan menggunakan tanaman air (Hidrilla sp).

    b. Terhadap BBI yang memperoleh suplai air dari sungai dan irigasi perlu perlakuan melalui sistem pengendapan dan filterisasi mekanik maupun biologis, utamanya untuk kolam-kolam pembenihan dan pendederan. Untuk itu perlu dilengkapi dengan bak pengendapan air dan bak-bak filter yang dapat berfungsi secara baik dengan luas minimal 10% dari luas kolam pendederan P1.

    c. Untuk menjamin kontinuitas suplai air yang berasal dari irigasi khususnya pada saat perbaikan saluran, maka Dinas Perikanan Daerah seyogyanya mengadakan pendekatan dengan pihak pengairan untuk mencari jalan pemecahannya. Dalam hubungan ini disarankan agar Dinas Perikanan Daerah menjadi anggota Panitia Irigasi Daerah.

    (6). Luas BBI Luas keseluruhan BBI Sentral minimal 5 Ha, sedangkan luas keseluruhan BBI Lokal minimal 2 Ha. 3.2. Perkolaman (1). Standar Perkolaman Jumlah kolam dan luas masing-masing kolam dalam BBI dperhitungkan seperti pada table 1 dan contoh tata letaknya dapat dilihat dalam lampiran 1 dan lampiran 2.

  • Tabel 1. Jumlah dan luas minimal masing-masing kolam di BBI :

    BBI Lokal BBI Sentral No Macam Kolam Jumlah Luas (m2) Total Jumlah

    Luas (m2) Total

    1 Kolam induk betina Kolam induk betina

    6 6

    100 100

    600 600

    8 8

    100 100

    800 800

    2 Kolam Pemijahan 4 20 80 6 20 120 3 Kolam Pendederan I

    Kolam Pendederan II Kolam Pendederan III Kolam Pendederan IV

    5 5 5 5

    250 500 1000 1500

    1250 2500 5000 7500

    6 6 6 6

    250 500 1000 1500

    1500 3000 6000 9000

    4 Kolam Pembesaran 2 100 200 4 100 400 5 Kolam calon induk 6 500 3000 6 1000 6000 6 Kolam makanan alami - - - 2 500 1000 Jumlah 40 20730 58 - 28620 (2). Konstruksi Kolam Kelandaian saluran yang baik adalah 0,5% dan pada pinggiran pematang dibuat peluncuran atau terjunan. Pada lampiran 18 dapat dilihat konstruksi saluran dan peluncuran. Saluran pembuangan haraus dihubungkan dengan jaringan drainase (selokan atau sungai) diluar komplek BBI harus dapat menyalurkan air buangan dengan lancar. Dasar saluran pembuangan minimal harus lebih rendah 25 cm dari dasar kolam dengan lebar 0,5 m. Setiap kolam harus dapat bebas memperoleh air langsung dari saluran pemasukan dan bebas pula melepaskan air kesaluran pembuangan. (3). Petunjuk Tata Air Sistem pengaturan air dengan bangunan-bangunan pengontrol air digambarkan dengan ikhtisar air pada lampiran 19. IV. SARANA BBI Sarana BBI yang disediakan dalam pedoman BBI ini diperhitungkan pada kebutuhan minimal operasional BBI dan merupakan paket pembenihan ian mas dan nila di BBI. Jumlah paket yang disediakan untuk operasional BBI dapat diminta sesuai dengan rencana kerja dan operasional tahunan BBI. Dengan demikian tiap BBI akan mempunyai dana operasional yang berbeda. 4.1. Bahan-bahan (1). Induk Ikan Induk ikan yang dimaksud dalam pedoman BBI adalah induk ikan mas dan nila dengan kriteria ikan mas dengan deskripsi yang jelas. Ditinjau dari mutu induk ikan tersebut mempunyai criteria sebagai berikut :

  • Karakter morfometrik dan genetic sesuai dengan varietasnya, meliputi : bentuk tubuh, warna, bentuk sisik, cepat pertumbuhannya, respon terhadap pakan buatan dan relatif tahan terhadap penyakit.

    Deskripsi varietas jelas. Fekunditas ikan mas antara 80.000 120.000 butir/kg berat induk, dan untuk

    ikan nila rata-rata 900 butir per 300 gram berat induk. Tidak cacat. Sehat, tidak berpenyakit. Gerakan normal. Ratio panjang berat sesuai dengan deskripsi varitasnya.

    Jumlah induk yang dimiliki BBI didasarkan pada jumlah minimal induk yang

    akan digunakan. Tabel dibawah ini menunjukkan jumlah induk minimal yang harus dimiliki oleh BBI :

    Tabel 2. Jumlah minimal induk yang diperlukan BBI :

    Induk Ikan (ekor) Keterangan Jenis Ikan Jantan Betina Ikan mas 100 100 1 : 1 Ikan nila 100 300 1 : 3 Keterangan :

    Berat rata-rata induk ikan mas betina 3 Kg Berat rata-rata induk ikan mas jantan 1,5 kg Berat rata-rata induk ikan nila betina = 0,3 0,4 kg Barat rata-rata induk ikan nila jantan = 0,4 0,5 kg

    (2). Bahan baku makanan ikan (pellet). Pengadaan pakan dapat dilakukan dengan membeli pakan komersial didaerah daerah dimana terdapat penyalur pakan. Pakan ikan (pellet) yang dimaksud adalah pakan dengan kandungan protein minimal 26% dan atau pakan induk dengan kandungan protein 30 40%. Selain hal tersebut pakan dapat juga disediakan dengan membuat formulasi tersendiri dengan bahan seperti tersebut dibawah ini :

    a. Sumber protein, misalnya tepung ikan, cincangan bekicot, ampas tahu dan tepung banawa.

    b. Sumber karbohidrat dan lemak, misalnya bekatul, dedak, singkong, bungkil kacang dan kedelai.

    c. Sumber mineral misalnya: tepung tulang, darah dan cangkang kerang-kerangan.

    d. Sumber serat, misalnya daun singkong, daun gamal dan daun petai cina. e. Sumber perekat, misalnya tepung kanji. f. Vitamin dan mineral.

  • Contoh formulasi pakan seperti tertera dalam lampiran 3. Bahan makanan (pellet) yang dibutuhkan berdasarkan ransum 3 5% berat ikan tiap hari adalah dirinci sebagai berikut : Pakan induk ikan mas = 600 kg Pakan induk ikan nila = 600 kg Pakan benih = 900 kg Total kebutuhan pakan adalah 2.100 kg per tahun.

    (3). Pupuk Pupuk organic diperlukan untuk memperbaiki kesuburan dan struktur dasar kolam, berupa pupuk kotoran ayam, Pemberian pupuk anorganik tidak dianjurkan karena sering menyebabkan blooming algae. Kebutuhan pupuk organic di BBI adalah sebesar 250 500 gr/m2 (tergantung kesuburan lahan) untuk kolam pendederan ikan mas/nila. (4) Kapur Kapur tohor (CaO dipakai sebesar 50 100 gr/m2 (tergantung kesuburan lahan) untuk kolam pendederan ikan mas/nila. (5) Insektisida Insektisida sebanyak 2 liter per siklus. (6) Bahan Pereaksi Kimia/Tahun

    a. Bahan pereaksi kimia dan obat-obatan + 1 kg KmnO4; b. Aceton/alcohol sebanyak 2 liter; c. Hormon buatan (Ovaprim) sebanyak 15 ampul, dan 17 alpha

    methylestosteron 10 gram; d. Aquades + 20 liter; e. Antibiotik (tetramycine, kemicitine) 100 gram f. Metylane Blue 10 gram; g. Hormon HCg 500 IV h. Natrum Chlorida 90,9 %) sebagai pengencer sperma

    4.2. Peralatan (1) Peralatan pembenihan yang digunakan untuk kegiatan BBI diuraikan seperti dalam table 5. Tabel 3. Peralatan pembenihan di BBIS dan BBI No Peralatan BBI Sentral

    Jumlah BBI Lokal Jumlah

    1 Timbangan - kapasitas 1 kg 2 buah 1 buah - kapasitas 10 kg 2 buah 1 buah

  • - Kapasitas 50 kg 2 buah 1 buah 2 Mistar (Ukuran 50 cm) 4 buah 2 buah 3 Fish bus (krembeng) 2 buah 2 buah 4 Kreneng 2 buah 2 buah 5 Aerator/Hyblower 4 buah 2 buah 6 Kaca pembesar 2 buah 1 buah 7 Alat hypophisa 4 buah 2 buah - jarum suntik 2 buah 2 buah - centifuge 1 buah - - centrifuge elektrik 4 buah 2 buah - mortar homogenezer 4 buah 2 set - alat bedah 2 buah 2 buah - kain handuk 4 buah 2 buah - cawan porselin/email Secukupnya Secukupnya - pengaduk telur/bulu ayam Secukupnya Secukupnya - kelenjar hypophisa/hormon 4 set 2 set 8 Gelas ukur (5,10,25 cc) 1 buah 1 buah 9 Freezer 2 buah 2 buah 10 Thermos es 20 set 10 set 11 Happa (2x1x0,75 cm dan

    2x4x0,75 cm) 20 buah 10 buah

    12 Kakaban 50 buah 25buah 13 Corong penetas ( 0,5 m; t 0,5 m) 8 buah 4 buah 14 Pipet Secukupnya Secukupnya 15 Slang plastik 2 buah 2 buah 16 Counter 2 buah 2 set 17 Pisau bedah 2 buah 1 buah 18 Gergaji/bor 2 buah 1 buah 19 Aquarium (60 cm x 40 cm x 45

    cm) Minimal 40 buah Minimal 40 buah

    20 Kateter 10 buah 10 buah 21 Serok halus 5 buah 5 buah 22 Serok kasar 5 buah 5 buah (2) Peralatan perkolaman Peralatan perkolaman yang digunakan untuk kegiatan BBI diuraikan seperti dalam lampiran 6. Tabel 4. Peralatan perkolaman di BBIS dan BBIL No Peralatan BBI Sentral

    Jumlah BBI Lokal Jumlah

    1 Cangkul 6 buah 5 buah 2 Sekop 6 buah 3 buah 3 Garpu 6 buah 3 buah 4 Bakul dan pikulan 4 set 2 set

  • 5 Parang/Grobak 6 buah 3 buah 6 Ember 6 buah 3 buah 7 Traktor kecil/penggaruk 1 buah 1 buah 8 Waring 8 buah 6 buah 9 Geser 6 buah 4 buah 10 Cawan email 2 buah 1 buah 11 Sabit 3 buah 1 buah 12 Pakaian lapangan 20 set 10 set 13 Hapa pemijahan 2 set 1 set 14 Happa pematang gonad 2 set 1 set 15 Baskom 10 buah 10 buah (3). Peralatan distribusi benih/induk Peralatan distribusi benih/induk yang digunakan dalam kegiatan BBI diuraikan seperti dalam tabel 7. Tabel 5. Peralatan distribusi benih/induk :

    No Peralatan BBI Sentral Jumlah BBI Lokal Jumlah

    1 Tabung oksigen (kap. 1 dan 2 m3) 2 buah 2 buah 2 Kantong plastik Secukupnya Secukupnya 3 Tali plastik dan karet Secukupnya Secukupnya 4 Kotak karton/stroform Secukupnya Secukupnya 5 Ember plastik tertutup 15 buah 10 buah 6 Fish bus (kreneng) - - 7 Aerator 15 buah 10 buah 8 Kendaraan roda 4 (pick-up 0,75 ton) 2 buah 1 buah 9 Buffer, es batu, dry ice secukupnya secukupnya (4). Peralatan lainnya Selain peralatan untuk kegiatan pembenihan, perkolaman dandistribusi benih/induk, diperlukan peralatan lain yang diuraikan dalam tabel 8. Tabel 6. Peralatan lainnya :

    No Peralatan BBI Sentral Jumlah

    BBI Lokal Jumlah

    1 Pompa air diesel 10 PK 2 buah 1 buah 2 Hi-blow 3 buah 2 buah 3 Alat-alat pembuatan makanan ikan/pellet

    : 2 buah 1 buah

    - Kompor 2 buah 1 buah - Tapisan/saringan 2 buah 2 buah - Ember 4 buah 2 buah

  • - Nyiru 4 buah 1 buah - Timbangan 1kg, 50 kg 1 buah - - Mesin penggiling basah/berminyak 1 buah - - Mesin penyaring 1 buah - - Mesin pengaduk 1 buah 1 buah - Mesin pencetak pellet 1 buah 1 buah - Mesin peremah 1 buah 1 buah 4 Generator 10 KVA atau PLN 5.000 Watt - 1 buah 5 Generator 20 KVA atau PLN 10.000 Watt 1 buah - 6 Mesin potong rumput 2 buah 2 buah 7 Sepatu lapangan dan senter 8 setel 4 buah 8 Alat transport - Mobil pick up 1 buah 1 buah - Sepeda motor 3 buah 2 buah 9 Alat audiovisual 1 unit 2 unit 10 Buku Petunjuk Pelaksanaan - Jenis ikan dan gambarnya secukupnya Secukupnya - Teknik pembenihan ikan secukupnya Secukupnya - Perawatan benih/induk secukupnya Secukupnya - Pengangkutan dan distribusi secukupnya Secukupnya -Teknik perkolaman secukupnya Secukupnya - Pemupukan secukupnya Secukupnya - Pemberantasan hama secukupnya Secukupnya - Penyedian makanan hidup dan

    makanan buatan secukupnya Secukupnya

    11 Meja tulis, lemari, kursi, kardek, peta dsb secukupnya 12 Mesin tik manual 1 buah 1 buah 13 Komputer 2 buah 1 buah 4.3. Bangunan gedung Tabel 7. Bangunan gedung di BBIS dan BBIL

    BBI LOkal BBI Sentral Luas (m2) Jumlah Luas (m2) Macam Bangunan Jumlah Satuan Jumlah Satuan Jumlah

    - Kantor 1 50 50 1 75 75 - Garasi 1 20 20 1 40 40 - Gudang 1 15 15 1 30 30 - Rumah generator 1 9 9 1 9 9 - Rumah mesin pellet dan gudang makanan

    1 30 30 1 50 50

    - Rumah pimpinan 1 45 45 1 70 70 - Rumah staf 3 36 103 4 45 180 - Rumah pekerja tetap (Kopel)

    6 36 216 6 36 216

    - Rumah jaga 1 36 36 2 36 170 - Asrama 1 100 100 1 200 200 - Aula 1 100 100 1 100 100 Jumlah 18 477 724 20 691 1140

  • V. OPERASIONAL 5.1. Pengelolaan Induk 5.1.1. Ikan Mas Induk ikan betina dan pejantannya dipelihara dalam wadah secara terpisah. Induk-induk tersebut dipeliharadalam kolam air mengalir dengan debit air 1,5 liter air per 1.000 m2 luas kolam induk. Selama pemeliharaan induk diberi pakan pellet dengan kandungan protein 26 30% dengan dosis 3 5% dari berat badan per hari yang diberikan 3 kali sehari. Kepadatan induk ikan dalam kolam adalah 1 kg/m2 luas kolam. Kondisi kimia fisika ideal untuk pemeliharaan induk adalah sebagai berikut : Suhu air : 25 320C PH : 6,5 8 DO : > 5ppm Ammoniak : < 1 ppm 5.1.2. Ikan Nila Kolam seluas 200 m2 dengan sistem air mengalir diperlukan untuk menyimpan induk ikan. Penyimpanan induk dilakukan dalam hapa berukuran 2 x 3 x 1,25 m3 yang ditempatkan dalam kolam seluas 200 m2 tersebut. Setiap hapa dapat menampung 30 ekor induk ikan betina atau 15 ekor ikan jantan. Dengan jumlah induk sebanyak 90 ekor betina dan 30 ekor jantan, diperlukan 5 buah hapa berukuran seperti tersebut diatas. Tiap hapa diberi tanda, misalnya hapa 1 untuk induk betina kelompok I, hapa 2 untuk induk betina kelompok II, hapa 3 untuk pejantan dan seterusnya. Penempatan hapa-hapa diupayakan sedemikian rupa sehingga induk ikan memperoleh air segar yang mengandung O2 jenuh. Selama pemeliharaan kolam diairi 24 jam terus-menerus, induk ikan diberi makan dengan pellet komersial 3% dari berat biomas per hari, diberikan 3 kali dala sehari. Dengan cara ini induk betina akan matang telur setiap 1 bulan sekali. 5.2. Pemijahan 5.2.1. Pemijahan Ikan Mas a. Wadah Pemijahan

    Induk ikan dipijahkan dalam wadah berupa bak tembok, atau hapa pemijahan berukuran 4x2x1 m3 atau tergantung fasilitas kolam pemijahan yang ada di BBI. Dalam kondisi normal, kepadatan induk dalam hapa/kolam pemijahan adalah 2 kg/m2. Dalam hapa seukuran tersebut dipijahkan 4 ekor induk ikan betina dengan berat rata-rata 2 kg per ekor. Kakaban dibuat dari ijuk berukuran panjang 100 cm

  • dengan lebar 20 cm yang diletakkan dalam wadah pemijahan, sehingga jumlah kakaban setiap pemijahan adalah 30 buah.

    b. Proses pemijahan

    Wadah pemijahan harus dijemur/dikeringkan terlebih dahulu. Pada wadah

    pemijahan berupa kolam tanah, pengeringan dilakukan hingga dasar kolam retak-retak. Hapa kemudian dipasang tegak sehingga mampu menampung induk ikan yang akan dipijahkan. Setelah itu wadah pemijahan diairi hingga kedalaman air didalam hapa 80 100 cm.

    Sebelum induk dimasukan kedalam wadah pemijahan, kakabandipasang

    dalam wadah pemijahan. Pemasangan kakaban diusahakan sedemikian rupa sehingga kakaban tenggelam 5 cm dibawah permukaan air.

    Menjelang sore hari induk betina dan jantan yang telah matang telur

    dimasukan bersamaan kedalam wadah pemijahan. Padat tebar induk betina adalah 2 kg per m2 dalam wadah pemijahan, sehingga untuk wadah dengan luas 8 m2 diperlukan 4 ekor induk betina. Dengan perbandingan berat yang sama dengan induk betina, maka ikan jantan yang diperlukan adalah seberat 8 kg, dengan jumlah 8 ekor atau berat rata-rata per ekornya adlah 1 kg.

    Selama pemijahan berlangsung air dibiarkan mengalir masuk kedalam kolam

    dengan debit 2 liter/detik/200 m2 luas wadah pemijahan. Induk ikan yang telah memijah ditangkap untuk dikembalikan kekolam induk (kolam pematangan gonad).

    c. Teknik Pemanenan Larva Telur menetas dalam waktu 48 72 jam, tergantung dari suhu air media. Sekitar 7 hari dalam bak penetasan telur, larva dipanen untuk didederkan lebih lanjut. Setelah telur pada kakaban menetas, kakaban diangkat dan larva dibiarkan pada bak/hapa pemijahan sampai kuning telurnya habis. Setelah 7 hari dalam hapa/bak pemijahan, larva dipanen dan didederkan lebih lanjut. Dengan asumsi bahwa setiap induk ikan menghasilkan 100.000 butir telur, maka telur yang dihasilkan dari 8 kg induk adalah 800.000 butir telur. Selanjutnya diasumsikan pula bahwa tingkat penetasan telur adalah 50% sehingga telur yang menetas menjadi larva adalah 400.000 larva. 5.2.2. Pendederan Ikan Mas a. Wadah pendederan

    Sebelum larva ditebar, kolam pendederan seluas 1.000 m2 ( 2 kolam) harus

    dipersiapkan terlebih dahulu antara lain : kolam dikeringkan, pematang yang bocor diperbaiki, diberi kapur sebanyak 50 gram/m2 luas kolam dan untuk menumbuhkan pakan alami kolam perlu dipupuk dengan kotoran ayam dosis 250 gram per m2 luas kolam. Penebaran larva dilakukan setelah 2 3 hari sejak pengisian air. Benih lepas

  • hapa ditebar dengan padat penebaran 400 ekor/m2. Selama pemeliharaan air dialirkan dengan kolam pendederan I dialiri air dengan debet 1,5 ltr/detik/1.000 m2.

    Pakan tambahan berbentuk tepung atau remahan pellet dengan kandungan protein 30% dan diberikan 10% dari total berat benih dengan frekuensi 3 kali sehari. Untuk menumbuhkan infusoria dan pakan phytoplankton lainnya, penyemprotan dengan insektisida jenis organophosphat dengan dosis 4 ppm dianjurkan.

    Dengan lama pemeliharaan 21 hari, benih ikan dipanen untuk pendederan di

    P2 (pendederan kedua). Tingkat kelulushidupan larva menjadi benih ditingkat P1 adalah 60%. Dengan demikian dari jumlah larva lepas hapa yang ditebar sebanyak 400.000 ekor akan dihasilkan benih sebanyak 240.000 ekor.

    b. Pola produksi

    Jumlah induk yang diperlukan untuk memproduksi benih minimal 32 kg induk

    betina. Tiap pemijahan diperlukan 8 kg induk. Jadi terdapat 4 kelompok induk, dimana tiap kelompok berjumlah 8 kg. Pola produksi benih ikan sampai pendederan 1 (P1) seperti terlihat dalam tabel berikut: Bln I II III IV M 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 KLP I LI II LII III LIII IV LIV I LI II LII III LIII IV LIVPi BI BI BII BII BIII BIII BIV BIV BI BI BII BII BIII BIII Keterangan : Bln : Bulan L : Larva Kelompok Induk M : Minggu B : Benih Kelompok Induk KLP : Kelompok Induk P1 : Pendederan 1 Pada gambar terlihat pemijahan pertama dilakukan pada minggu pertama dengan kelompok induk I (KLP I), penetasan telurnya pada minggu II (M2) dan perawatan larva/pendederan I dilakukan pada minggu III dan IV (M# dan M4), sehingga panen dilakukan pada M4 dan I. Sementara itu pada bulan I, minggu III (M3), kelompok induk II sudah dipijahkan lagi sehingga induk dari kelompok II akan dipanen pada minggu ke II bulan II. Untuk induk kelompok III benih dipanen pada M4 bulan I dan untuk induk kelompok IV benihnya dipanen pada M2 bulan III. Dengan memperkirakan kelompok induk I sudah matang gonad kembali dalam jangka waktu 2 bulan maka pada M1 bulan III, kelompok induk I sudah dipijahkan. Demikian seterusnya berlaku untuk kelompok induk II, III dan IV, sehingga dalam 1 tahun dapat diproduksi 23 siklus pemeijahan atau sekurang-kurangnya20 siklus pemijahan dan pemeliharaan larva.

  • 5.2.3. Pemijahan Ikan Nila a. Wadah Pemijahan

    Pemijahan dilakukan dalam kolam tanah seluas 400 m2 yang mempunyai

    sistem pemasukan dan pengeluaran air sistem monik. Ditengah kolam dipasang hapa pemijahan ukuran 4 x 8 x 1 m3 .

    b. Persiapan Pemijahan

    Sebelum digunakan kolam pemijahan dikeringkan terlebih dahulu dengan tujuan selain membunuh bibit penyakit juga untuk memberikan rangsangan pada ikan untuk memijah. Setelah dasar kolam cukup kering ditandai dengan permukaannya yang retak-retak, air dialirkan kedalam kolam perlahan-lahan sampai ketinggian lebih kurang 80 cm, selanjutnya induk ikan betina (kelompok induk I) dan pejantan (kelompok pejantan I) dimasukan kedalam hapa pemijahan dengan jumlah masing-masing 30 ekor induk betina dan 15 ekor induk jantan.

    c. Proses Pemijahan

    Selang beberapa hari setelah induk betina dan jantannya dimasukan,

    sebagian ikan akan memijah. Diperkirakan sebanyak 60% induk betina atau 20 ekor akan memijah dalam hapa pemijahan.

    d. Pemanenan Benih

    12 hari setelah induk-induk ikan dimasukan kedalam kolam pemijahan, benih

    ikan/larva ikan dapat dipanen dengan cara mengangkat hapa pemijahan sehingga induk dan benih ikan akan tertangkap. Produksi benih dari pemijahan ini diperkirakan 26.000 ekor larva persiklus (12 hari).

    e. Proses Pejantanan Benih Ikan

    Siapkan 5 liter air bersih yang dimasukan kedalam ember beraerasi. Masukan

    benih ikan yang baru ditangkap tersebut, lalu masukan serbuk hormone 17 alpha methyl testoeteron sebanyak 5 miligram kedalam 5 liter air di ember. Biarkan selama 6 10 jam agar proses sex reversal berlangsung. Dengan cara ini diharapkan benih ikan nila menjadi jantan semua.

    5.2.4. Pendederan Ikan Nila a. Wadah

    Wadah pendederan ikan niladapat dilakukan dikolam. Luas kolam

    pendederan sekurang-kurangnya 500 m2, dengan rata-rata padat tebar benih 30 ekor per m2. Kolam tidak porus, dilengkapi dengan pintu pemasukan air dan pintu pengeluaran air berhadapan, artinya tidak dipasang pada satu garis pematang yang

  • sama. Kolam mini harus mampu menampung air hingga kedalaman 60 cm, sehingga tinggi kolam yang dibuat/rehab sekitar 80 cm. b. Kegiatan Pendederan

    Kegiatan pendederan ikan nila dilakukan dikolam dengan tahapan

    kegiatan sebagai berikut :

    Persiapan kolam : Kolam dikeringkan hingga dasar kolam retak-retak, pematang diperbaiki, lumpur dasar kolam dikeduk teplok dan diangkat ke pematang. Kemalir/saluran air diagonal diperbaiki. Kolamselanjutnya diberi kapur sebanyak 50 gr/m2 dan diberi pupuk kotoran ayam (organik) sebanyak 250 gr/m2. Setelah kolam dikapur dengan kapur tohor dan dipupuk, air dimasukan perlahan-lahan setinggi 20 cm kemudian kolam dibiarkan 2 hari tergenang untuk memberi kesempatan pakan alami tumbuh. Setelah atu air dinaikan lagi hingga air didalam kolam mencapai ketinggian 60 cm. Pengisia air dilakukan secara hati-hati agar sampah tidak masuk kedalam kolam, sehubungan dengan hal itu pada saluran pemasukan harus dipasang saringan kasa.

    Penebaran benih : Benih berumur 30 hari ditebarkan dengan kepadatan 30 ekor per m2. Untuk mencegah kematian benih massal, penebaran dilakukan pada udara sejuk yaitu pada pagi atau sore hari. Benih ditebar dengan mengadaptasikannya terlebih dulu. Caranya adalah memasukan air kolam sedikit demi sedikit sehingga tercapai keseimbangan suhu air antara air dalam wadah transportasi dengan air kolam. Jika air diperkirakan telah mempunyai suhu yang sama maka benih ikan dapat ditebar kedalam kolam.

    Pemeliharaan benih : Setiap hari benih ikan diberi pakan tambahan berupa pakan buatan berbentuk tepung, dengan kandungan protein lebih kurang 30%. Jumlah pemberian pakan sebanyak 10% perharinya yang diberikan 3 kali sehari. Pengawasan terhadap air dan lingkungan perkolaman senantiasa diperhatikan setiap harinya. Air harus dijaga agar tetap mengalir dan pematang yang bocor diperbaiki.

    Pemanenan Benih : Setelah berumur satu bulan pemeliharaan, benih sudah dapat dipanen. Adapun cara pemanenannya adalah kolam disurutkan airnya secara perlahan-lahan, tetapi air tetap dibiarkan mengalir perlahan-lahan agar ikan mudah ditangkap sebab ikan akan menyongsong air baru. Penangkapan ikan dilakukan pada pagi hari dengan menggunakan waring dan seser. Benih ikan yang sudah ditangkap ditampung dalam wadah/hapa penampung benih yang ditempatan pada kolam ikan yang berair bersih dan mengalir. Seleksi benih dilakukan berdasarkan ukuran benih tertentu. Benih yang diperoleh dari hasil pendederan biasanya berukuran 3 5 cm dengan derajat kelangsungan hidup lebih kurang 90%, akan dihasilkan benih ikan untuk setiap 500 m2 luas kolam sebanyak 13.500 ekor.

  • 5.2.5. Contoh Komposisi Makanan a. Remah untuk benih ikan Mas : dedak halus 35% tepung ikan 25% tepung kedelai 27% tepung daun 10% vitamin dan mineral 3%

    b. Pellet untuk ikan Mas ukuran konsumsi dan induk : dedak halus 30% tepung ikan 23% tepung kedelai 5% tepung tulang 5% silase ikan 10% tepung daun 10% bungkil kelapa 5% vitamin dan mineral 3%

    c. Makanan untuk ikan Tawes : tepung daun (petai cina) 30% tepung ikan 15% tepung kedelai 10% tepung jagung 5% bungkil kelapa 5% silase ikan 10% dedak halus 23% vitamin dan mineral 2%

    5.2.6. Contoh Rencana Kerja BBI A. Alternatif tanrget produksi benih (ribuan ekor) tahun 20....

    Jenis Tahun 20.... Triwulan I 1-3 cm >3-5 cm >5-8 cm 1-3 cm >3-5 cm >5-8 cm

    Triwulan II dst Keterangan

    Disesuaikan Dengan ke- Butuhan Nyata di daerah

  • B. Target produksi induk (ekor/kg) tahun 20... (khusus BBI Sentral)

    Tahun 20... Triwulan I Betina Jantan Jumlah Betina Jantan Jumlah Jenis ekor kg ekor kg ekor kg ekor kg ekor kg ekor kg

    Triwulan II dst Keterangan

    Disesuaikan dengan keperluan semua BBI lokal dan UPR

    C. Rencana Distribusi Benih, Tahun 20...

    Distribusi

    No Jenis Ukuran Jumlah (1000 ekor)

    Maksud Penggunaan

    Daerah Tujuan

    Keterangan

    1 Mas 1-3 cm >3-5 cm >5-8 cm

    Diisesuaikan dengan keperluan perairan umum, bantuan proyek gizi, bantuan daerah transmigrasi, dsb

    2 Tawes 1-3 cm >3-5 cm >5-8 cm

    dst dst dst dst dst D. Rencana Distribusi Calon Induk dan Induk, Tahun 20...

    Distribusi

    No Jenis Ukuran Jumlah (1000 ekor) Maksud Penggunaan

    Daerah Tujuan

    Keterangan

    1 Mas 1.calon induk 2.induk

    Diisesuaikan dengan keperluan BBI Lokal dan UPR

    2 Tawes 1.calon induk 2.induk

    dst dst dst dst dst

  • I. PENDAHULUAN

    Benih ikan merupakan salah satu faktor penentu dalam usaha peningkatan produksi budidaya perikanan. Tersedianya benih ikan yang terjamin pengadaannya baik species, tempat, jumlah, mutu, ukuran, waktu dan harga yang tepat akan sangat mempengaruhi suksesnya usaha budidaya tersebut. Dari total produksi benih secara nasional, 97% dihasilkan oleh Usaha Pembenihan Rakyat (UPR) dan hanya 3% berasal dari produksi Balai Benih Ikan (BBI) milik pemerintah. Hal ini menunjukan bahwa usaha pembenihan merupakan usaha komersial yang cuckup menarik minat masyarakat. Karena itu didalam upaya meningkatkan produksi benih nasional, kebijaksanaan Pemerintah terutama diarahkan pada pembinaan dan pengembangan usaha pembenihan rakyat. Semakin berkembangnya teknologi budidaya dikolam air deras, keramba dan sebagainya, serta perluasan areal budidaya membawa konsekuensi meningkatnya kebutuhan benih ikan yang bermutu tinggi. Dilain pihak, benih yang dihasilkan rakyat mutunya semakin menurun sebagai akibat langkanya induk-induk ikan yang unggul. BBI adalah sarana pemerintah untuk menghasilkan induk dan benih ikan yang bermutu baik dalam jumlah yang memadai dan juga merupakan sarana untuk pengujian lapangan terhadap teknologi yang dihasilkan oleh Balai Budidaya Air Tawar. Karena itu BBI mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut :

    5. Penghasil induk unggul dalam rangka menunjang Usaha Perbenihan Rakyat (UPR) dan pengendalian mutu benih;

    6. Penghasil benih untuk keperluan penebaran diperairan umum dan bila perlu untuk mengisi kekurangan benih yang dihasilkan oleh rakyat;

    7. Tempat melaksanakan adaptasi teknik pembenihan yang lebih baik; 8. Lembaga Sertifikasi Sistem Mutu dan Lembaga Sertifikasi Produk.

    Selain tugas dan fungsi tersebut diatas, BBI diharapkan dapat pula sebagai perintis pembangunan budidaya ikan air tawar didaerah baru. II. MAKSUD, TUJUAN DAN PENGERTIAN

    Maksud dan tujuan disusunnya buku standar ini iakah untuk mewujudkan keseragaman BBI dalam struktur, ruang lingkup, status, dan pola operasionalnya, sehingga mampu melaksanakan tugas dan fungsi serta melaksanakan sertifikasi sistem mutu dan produk.

    Pada buku standar ini dilampirkan pula gambar contoh konstruksi, komposisi

    pakan ikan dan beberapa petunjuk pengelolaan BBI. Yang dimaksud dengan standar fisik adalah standar rancang bangun,

    konstruksi dan sarana yang harus dimiliki/ada di Balai Benih Ikan (BBI). Yang

  • dimaksud standar operasional adalah standar pengelolaan pemijahan, pendederan ikan mas dan nila.

    III. RANCANG BANGUN DAN KONSTRUKSI 3.1. Kriteria Teknik. (1). Prasarana Tahap Pembangunan balai Benih Ikan : Studi Kelayakan meliputi :

    Species dan jumlah ikan yang ingin diproduksi; Teknologi yang ingin diaplikasikan dan dikembangkan; Lokasi BBI tidak terlalu jauh dari lokasi kegiatan perikanan budidaya ikan

    danpasar benih; Hubungan lalu lintas dengan daerah sekitarnya lancar sehingga

    memudahkan pengangkutan bahan-bahan yang diperlukan BBI dan hasil-hasil dari BBI;

    Fasilitas hatchery yang akan dibangun untuk memproduksi benih sesuai dengan permintaan pasar;

    Perkiraan dana untuk konstruksi; Jumlah dan kualifikasi SDM yang dibutuhkan; Perkiraan dana operasional yang dibutuhkan per tahun Analisa ekonomi.

    Detail Desain :

    Gambar detail setiap penampang bangunan; Gambar teknis bangunan BBI; Spesifikasi teknis dan bahan bangunan yang digunakan; Rencana Angaran Biaya (RAB); Jadual pelaksanaan pembangunan fisik/konstruksi

    Pelaksanaan Konstruksi :

    Prasarana pokok pembenihan perioritas pertama, baru prasarana lainnya; Pengawasan (konsultan pengawas + tim teknis) Semua fasilitas dipastikan berfungsi baik

    Konsepsi Pengembangan Prasarana Budidaya :

    Konsep-konsep yang harus diperhatikan dalam pengembangan dan pembangunan prasarana budidaya terutama kegiatan pembenihan antara lain: Aspek operasional

  • Aspek fungsi Aspek konstruksi Aspek pemeliharaan. Dalam pengembangan dan perencanaan Prasarana perlu diperhatikan: Tujuan Tingkat pengembangan yang dilakukan Potensi Kendala (constrain) Prakondisi

    Sehingga prasarana yang dibangun tersebut dapat memberikan manfaat yang optimal.

    Faktor-Faktor Yang Harus dipertimbangkan Dalam Perencanaan

    Pembangunan Prasarana Budidaya. C. Faktor Teknis

    Yang dimaksud dengan faktor teknis adalah faktor-faktor yang berkaitan dengan kegiatan budidaya antara lain: Ketersediaan lahan; Potensi lahan; Kesesuaian komoditas perikanan yang akan dikembangkan; Skala usaha yang akan dikembangkan (skala rumah tangga, skala sedang, skala lengkap)

    D. Faktor Non Teknis

    Yang dimaksud dengan faktor non teknis adlah faktor-faktor diluar teknis perikanan budidaya yang berpengaruh terhadap optimalisasi fungsi pembangunan prasarana budidaya : Aspek sosial; Aspek ekonomi; Aspek manfaat; Ketersediaan dana.

    Prioritas Pembangunan Prasarana Budidaya

    Untuk mendukung optimalisasi fungsi pembangunan prasarana budidaya maka dalam pembangunan prasarana budidaya harus dibuat skala prioritas pembangunan prasarana budidaya berdasarkan kebutuhan dan dana yang tersedia. Untuk menentukan skala prioritas maka prasarana budidaya dapat dikelompokan menjadi 4 (empat) komponen bangunan yaitu : i. Bangunan pokok; ii. Bangunan pendukung; iii. Bangunan penunjang; iv. Bangunan pengaman;

  • v. Bangunan pelengkap.

    1. Prasarana pokok adalah bangunan yang harus ada karena terkait langsung dalam proses produksi benih. Misalnya : kolam/bak induk, kolam/bak pemijahan, dll.

    Prasana pendukung adalah bangunan yang keberadaannya mempermudah, mempercepat, dan memperkecil biaya proses pembenihan. Misalnya : kantor, jaringan jalan dan tempat parkir, laboratorium, dll.

    2. Prasarana penunjang adalah : bangunan yang keberadaannya bersifat melengkapi dan tidak mempengaruhi proses perbenihan. Misalnya : Gedung pertemuan, fasilitas olahraga, dll.

    Prasana Pengaman adalah : bangunan yang diperlukan untuk pengamanan fasilitas perbenihan.

    Misalnya : pagar keliling/lingkungan , pos jaga, dll.

    Prasana Pelengkap adalah : bangunan yang fungsinya melengkapi bangunan pendukung, bangunan penunjang dan bangunan pengaman sehingga bangunan perbenihan dimaksud beroperasi lebih optimal dan lebih berdaya guna.

    Misalnya : rumah pompa, rumah genset, garasi kendaraan, dll.

    Sehingga kedudukan prasarana dalam kegiatan budidaya perikanan yaitu : a. Merupakan unsur penunjang pokok yang sangat penting untuk mendukung

    kegiatan budidaya perikanan; b. Direncanakan terakhir dari seluruh kegiatan budidaya; c. Dilaksanakan pertama kali dari keseluruhan kegiatan usaha budidaya. (2). Ketinggian Tempat dan Kemiringan Lahan. Ketinggian tempat sedapat mungkin tidak lebih dari 700 m diatas permukaan laut, sedangkan kemiringan tanah yang ideal berkisar antara 1 5% (3). Tanah. Tanah yang baik untuk BBI adalah tanah dengan struktur yang kuat, dapat menahan air (tidak poreus), subur dan tidak berbatu-batu, teksturnya terdiri dari tanah liat dan liat berpasir (4). Sifat Fisika dan Kimia Air; Sifat fisika yang harus diperhatikan adalah : Suhu air optimal berkisar antara 250 300C; Kekeruhan air 25 100 JTU; Muatan suspensi 25 400 ppm; Kecerahan lebih besar dari 10% penetrasi cahaya sampai dasar perairan.

  • Sifat kimia air yang harus diperhatikan adalah : PH air berkisar antara 4 9, optimum 6,7 8,0; Kadmium (Cd) maksimum 0,01 ppm; Timbal (Pb) maksimum 0,02 ppm; Sulfida (S) maksimum 0,002 ppm; Ammoniak bebas (NH3) maksimum 0,01 ppm; Nitrit (NO2) maksimum 0,2 ppm; Phosphat maksimum 0,01 ppm; Alkalinitas produktif 50 500 ppm; Oksigen terlarut (DO) diisyaratkan > 3 ppm (5). Sistem Pengairan Untuk menjamin suplai air pada BBI secara kontinyu dengan kualitas air yang memenuhi persyaratan, maka diperlukan langkah-langkah lebih lanjut sebagai berikut : d. Sebaiknya air berasal dari sumber mata air, sumur artesis atau sumur bor yang

    sepenuhnya dikuasai BBI. Debit air mineral 20 liter/ha/detik untuk kolam induk, pembenihan, pembesaran dan terpadu, sedangkan untuk kolam air deras sebesar 250 liter/detik/100 m2. Untuk meningkatkan kualitas air (temperatur dan oksigen terlarut) mengurangi adanya gas terlarut, dan mengurangi pengendapan lumpur, maka perlu dibuat filter biologis dengan menggunakan tanaman air (Hidrilla sp).

    e. Terhadap BBI yang memperoleh suplai air dari sungai dan irigasi perlu perlakuan melalui sistem pengendapan dan filterisasi mekanik maupun biologis, utamanya untuk kolam-kolam pembenihan dan pendederan. Untuk itu perlu dilengkapi dengan bak pengendapan air dan bak-bak filter yang dapat berfungsi secara baik dengan luas minimal 10% dari luas kolam pendederan P1.

    f. Untuk menjamin kontinuitas suplai air yang berasal dari irigasi khususnya pada saat perbaikan saluran, maka Dinas Perikanan Daerah seyogyanya mengadakan pendekatan dengan pihak pengairan untuk mencari jalan pemecahannya. Dalam hubungan ini disarankan agar Dinas Perikanan Daerah menjadi anggota Panitia Irigasi Daerah.

    (6). Luas BBI Luas keseluruhan BBI Sentral minimal 5 Ha, sedangkan luas keseluruhan BBI Lokal minimal 2 Ha. 3.2. Perkolaman (1). Standar Perkolaman Jumlah kolam dan luas masing-masing kolam dalam BBI dperhitungkan seperti pada table 1 dan contoh tata letaknya dapat dilihat dalam lampiran 1 dan lampiran 2. Tabel 1. Jumlah dan luas minimal masing-masing kolam di BBI :

  • BBI Lokal BBI Sentral

    No Macam Kolam Jumlah Luas (m2) Total JumlahLuas (m2) Total

    1 Kolam induk betina Kolam induk betina

    6 6

    100 100

    600 600

    8 8

    100 100

    800 800

    2 Kolam Pemijahan 4 20 80 6 20 120 3 Kolam Pendederan I

    Kolam Pendederan II Kolam Pendederan III Kolam Pendederan IV

    5 5 5 5

    250 500 1000 1500

    1250 2500 5000 7500

    6 6 6 6

    250 500 1000 1500

    1500 3000 6000 9000

    4 Kolam Pembesaran 2 100 200 4 100 400 5 Kolam calon induk 6 500 3000 6 1000 6000 6 Kolam makanan alami - - - 2 500 1000 Jumlah 40 20730 58 - 28620 (2). Konstruksi Kolam Kelandaian saluran yang baik adalah 0,5% dan pada pinggiran pematang dibuat peluncuran atau terjunan. Pada lampiran 18 dapat dilihat konstruksi saluran dan peluncuran. Saluran pembuangan haraus dihubungkan dengan jaringan drainase (selokan atau sungai) diluar komplek BBI harus dapat menyalurkan air buangan dengan lancar. Dasar saluran pembuangan minimal harus lebih rendah 25 cm dari dasar kolam dengan lebar 0,5 m. Setiap kolam harus dapat bebas memperoleh air langsung dari saluran pemasukan dan bebas pula melepaskan air kesaluran pembuangan. (3). Petunjuk Tata Air Sistem pengaturan air dengan bangunan-bangunan pengontrol air digambarkan dengan ikhtisar air pada lampiran 19. IV. SARANA BBI Sarana BBI yang disediakan dalam pedoman BBI ini diperhitungkan pada kebutuhan minimal operasional BBI dan merupakan paket pembenihan ian mas dan nila di BBI. Jumlah paket yang disediakan untuk operasional BBI dapat diminta sesuai dengan rencana kerja dan operasional tahunan BBI. Dengan demikian tiap BBI akan mempunyai dana operasional yang berbeda. 4.1. Bahan-bahan (1). Induk Ikan Induk ikan yang dimaksud dalam pedoman BBI adalah induk ikan mas dan nila dengan kriteria ikan mas dengan deskripsi yang jelas. Ditinjau dari mutu induk ikan tersebut mempunyai criteria sebagai berikut :

  • Karakter morfometrik dan genetic sesuai dengan varietasnya, meliputi : bentuk tubuh, warna, bentuk sisik, cepat pertumbuhannya, respon terhadap pakan buatan dan relatif tahan terhadap penyakit.

    Deskripsi varietas jelas. Fekunditas ikan mas antara 80.000 120.000 butir/kg