BBDM THT

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tht

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang

Rinitis alergi adalah kelainan berupa inflamasi pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal, dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE.1Berdasarkan frekuensi serangan, WHO Initiative Allergic Rhinitis and Its Impact on Asthma 2007 membagi rinitis alergi menjadi 2 jenis : Yaitu intermiten, bila gejala 4 minggu. Sementara itu, klasifikasi menurut berat ringannya penyakit, dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu gejala ringan bila gejala rinitis tidak mengganggu aktivitas sehari-hari dan gejala sedang sampai berat, bila sudah terdapat 1 atau lebih gangguan seperti gangguan tidur, belajar, dan bekerja.

Rinitis alergi terdapat pada lebih kurang 40 juta penduduk amerika. Rinitis ditemukan di semua ras manusia, pada anak-anak lebih sering terjadi terutama anak laki-laki. Memasuki usia dewasa, prevalensi laki-laki dan perempuan sama. Insidensi tertinggi terdapat pada anak-anak dan dewasa muda dengan rerata pada usia 8-11 tahun, sekitar 80% kasus rinitis alergi berkembang mulai dari usia 20 tahun. Insidensi rinitis alergi pada anak-anak 40% dan menurun sejalan dengan usia sehingga pada usia senja rinitis alergi jarang ditemukan. 1

Di Indonesia, angka kejadian rhinitis alergi yang pasti belum diketahui karena sampai saat ini belum pernah dilakukan penelitian multisenter. Prevalensi rhinitis alergi perenial di Jakarta besarnya sekitar 20 %, sedangkan menurut Sumarman dan Haryanto tahun 1999, di daerah padat penduduk kota Bandung menunjukkan 6,98 %, di mana prevalensi pada usia 12-39 tahun. Berdasarkan survei dari ISAAC (International Study of Asthma and Allergies in Childhood), pada siswa SMP umur 13-14 tahun di Semarang tahun 2001- 2002, prevalensi rinitis alergi sebesar 18%.2,31.2 Rumusan Masalah

Karena rhinitis alergi merupakan penyakit yang sering dijumpai maka diagnosis dan penanganan yang tepat memegang peranan yang penting.1.3 Tujuan

1. Tujuan umumUntuk mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan tonsillitis2. Tujuan khusus Mengetahui definisi dari rhinitis alergi Mengetahui etiologi dan faktor predisposisi rhinitis alergi Mengetahui patogenesis terjadinya rhinitis alergi Mengetahui klasifikasi, gejala klinis, dan pemeriksaan fisik dari rhinitis alergi Mengetahui pemeriksaan penunjang dari rhinitis alergi Mengetahui penatalaksanaan rhinitis alergi

Mengetahui komplikasi dan prognosis rhinitis alergi1.4 Manfaat

Dengan mengetahui dan mnguasai berbagai hal mengenai rhinitis alergi maka diharapkan dapat membantu para dokter dalam menegakkan suatu diagnosis, etiologi, komplikasi, dan pengobatan rhinitis alergi.b. FISIOLOGI HIDUNG

Fungsi hidung adalah untuk:1. Sebagai jalan nafas

Pada inspirasi, udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke atas setinggi konka media dan kemudian turun kebawah ke nasofaring sehingga aliran udara ini berbentuk lengkungan atau arkus.

Pada ekspirasi, udara masuk melalui koana dan kemudian mengikuti jalan yang sama seperti udara inspirasi. Akan tetapi di bagian depan aliran udara memecah, sebagian akan melalui nares anterior dan sebagian lain kembali ke belakang membentuk pusaran dan bergabung dengan aliran dari nasofaring.Hidung dengan berbagai katup inspirasi dan ekspirasi serta kerja mirip katup dari jaringan erektil konka dan septum, menghaluskan dan membentuk aliran udara, mengatur volume dan tekanan udara yang lewat, dan menjalankan berbagai aktivitas penyesuaian udara (filtrasi, pengaturan suhu dan kelembaban udara).

Perubahan tekanan udara didalam hidung selama siklus pernafasan telah diukur memakai rinomanometri. Selama respirasi tenang, perubahan tekanan udara dalam hidung adalah minimal dan normalnya tidak lebih dari 10-15 mmH2O, dengan kecepatan aliran udara bervariasi antara 0-140 ml/menit. Pada inspirasi, terjadi penurunan tekanan; udara keluar dari sinus sementara pada ekspirasi tekanan sedikit meningkat; udara masuk ke dalam sinus. Secara keseluruhan, pertukaran udara sinus sangat kecil, kecuali pada saat mendengus, suatu mekanisme dimana hantaran udara ke membrana olfaktorius yang melapisi sinus meningkat.2. Pengatur kondisi udara (air conditioning)

Fungsi ini untuk menyiapkan udara yang akan masuk kedalam alveolus paru. Fungsi ini dilakukan dengan cara mengatur kelembaban dan mengatur suhu. Mengatur kelembaban udara dilakukan oleh palut lendir. Pada musim panas, udara hampir jenuh oleh uap air, penguapan dari lapisan ini sedikit, sedangkan pada musim dingin akan terjadi keadaan sebaliknya.

Mengatur suhu dimungkinkan karena banyaknya pembuluh darah dibawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang luas, sehingga radiasi dapat berlangsung secara optimal. Dengan demikian suhu udara melalui hidung 37 C.

3. Penyaringan dan pelindung

Fungsi ini berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu dan bakteri dan dilakukan oleh:

a. Rambut (vibrise) pada vestibulum nasi

b. Silia

c. Palut lendir (mucous blanket)

debu dan bakteri akan melekat pada palut lendir dan partikel-partikel yang besar akan dikeluarkan dengan reflek bersin. Palut lendir ini akan dialirkan ke nasofaring oleh gerakan silia.

d. Lisozym : enzim yang dapat menghancurkan beberapa jenis bakteri.

Transport benda asing yang tertimbun dari udara inspirasi ke faring di sebelah posterior, dimana kemudian akan ditelan atau diekspektoran, merupakan kerja silia yang menggerakkan lapisan mukus dengan partikel yang terperangkap. Kerja silia yang efektif dapat terganggu oleh udara yang sangat kering, seringkali terjadi dirumah pada bulan-bulan musim dingin dengan pemanasan. Juga penting untuk mempertahankan PH Netral 7. polusi udara mengganggu efektivitas silia dalam berbagai cara. Nitrogen dioksida dan sulfur dioksida, komponen lazim dari asam mengganggu kesehatan hidung.

Mukus hidung disamping berfungsi sebagai alat transportasi partikel yang tertimbun dari udara inspirasi, juga memindahkan panas. Normalnya mukus menghangatkan udara inspirasi dan mendinginkan udara ekspirasi, serta melembabkan udara inspirasi dengan lebih dari 1 liter uap setiap harinya.

Lapisan mukus, disamping menangkap dan mengeluarkan partikel lemah, juga merupakan sawar terhadap alergen, virus, bakteri. Walaupun organisme hidup mudah dibiak dari segmen hidung anterior, sulit untuk mendapat suatu biakan postnasal yang positif. Lisozim yang terdapat pada lapisan mukus, bersifat destruktif terhadap dinding sebagian bakteri. Fagositosis aktif dalam membran hidung merupakan bentuk proteksi di bawah permukaan. Membran sel pernafasan juga memberikan imunitas induksi selular. Sejumlah immunoglobulin dibentuk dalam mukosa hidung, sebagian oleh plasma yang normal terdapat dalam jaringan tersebut. Sesuai kebutuhan fisiologik, telah diamati adanya Ig G, Ig A, dan Ig E.

4. Indra penghidu

Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dengan adanya mukosa olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum. Partikel bau dapat mencapai bagian ini denagn cara difusi dengan palut lender atau bila menarik nafas dengan kuat.

Bila kita ingin mengenali suatu bau, biasanya kita mengendus yaitu menambah tekanan negative guna menarik aliran udara yang masuk ke area olfaktorius. Pada sumbatan hidung yang patologis, pasien sering mengeluh anosmia sebelum mengemukakan bahwa ia juga bernafas lewat mulut. Lebih lanjut kita membedakan berbagai makanan lewat rasa dan bau, keluhan pasien dapat pula berupa makanan tidak pas rasanya.5. Resonansi suara

Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi. Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang sehingga terdengar suara sengau-sengau (rinolalia).6. Proses bicara

Hidung membantu proses kata-kata. Kata dibentuk oleh lidah, bibir, dan palatum mole. Pada pembentukan konsonan nasal (m,n,ng) rongga mulut tertutup dan hidung terbuka, palatum mole turun untuk aliran udara.

Secara umum, bicara yang abnormal akibat perubahan rongga-rongga hidung dapat digolongkan sebagai hipernasal atau hiponasal. Hipernasal terjadi bila insufisiensi velofaringeal menyebabkan terlalu banyak bunyi beresonansi dalam rongga hidung. Pasien pasien palatoskisis yang tidak diperbaiki secara khas mewakili gangguan bicara ini. Hiponasal timbul bila bunyi-bunyi yang normalnya beresonansi dalam rongga hidung menjadi terhambat. Sumbatan hidung dapat menimbulka kelainan ini dengan berbagai penyebab seperti infeksi saluran pernafasan atas, hipertrofi adenoid, atau tumor hidung.7. Reflek nasalMukosa hidung merupakan reseptor reflek yang berhubungan dengan saluran cerna , kardiovaskuler dan pernafasan. Contoh: iritasi mukosa hidung menyebabkan reflek bersin dan nafas terhenti. Rangsang bau tertentu menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas.DAFTAR PUSTAKA1. Irawati N, Kasakeyan E, Rusmono N. Buku Ajar Ilmu Telinga Hidung Tenggorok: Alergi Hidung. Edisi ke-5. Jakarta 2001. Hal 101-62. Lumbanraja PLH. Distribusi Alergen pada Penderita Rinitis Alergi Di Departemen THT-KL FK USU / RSUP H.. Adam Malik Medan. Tesis. Medan : FK USU. 2007.

3. Suprihati. The Prevalence of Allergic Rhinitis and Its Relation to some Risk Factors among 13-14 years old students in Semarang, Indonesia, In : Indonesian Journal of Otorhinolaryngology, Head and Neck Surgery, Vol,XXXV, no 1, Jakarta; 2005 : 64-70.