BEBANDIN

Embed Size (px)

DESCRIPTION

miner

Citation preview

87. CARA ANALITIK / STATIK SEMUPerhitungan pengaruh beban seismik terhadap stabilitas lereng dikembangkan dari model blok luncur sederhana seperti terlihat dalam Gambar 7. Gaya penyebab meluncurnya blok massa batuan pada mode diatas adalah komponen berat blok itu sendiri yang searah dengan arah gelincir, sedangkan komponen normalnya akan memberikan hambatan geser, maka dalam hal ini kekuatan geser yang menahan blok agar tidak meluncur juga dapat dinyatakan sebagai fungsi dari berat blok tersebut. Faktor keamanan untuk keseimbangan sistem ini dapat dinyatakan sebagai berikut :Gambar 7 Model blok luncur sederhanaF = (23)dimana :W= berat blokb= sudut kemiringan bidang gelincirf= sudut geser antara blok dengan bidang gelincirC= kohesi antara blok dengan bidang gelincirA= luas bidang kontakPengaruh beban seismik dapat diasumsikan dengan menambahkan gaya pulsatik mendatar yang memberikan percepatan pada masa blok sebesar aH. Dengan demikian maka sistem gaya yang bekerja dapat diperlihatkan seperti pada Gambar 7 (B).Resultance berat blok dan beban seismik, atau gaya total atau berat teraselerasi (=WA) adalah :WA = (24)dimana :qA= arc tan (aH/g)g= percepatan gravitasiKomponen geser dan normal dari WA, berturut-turut adalah WA sin (b+qA) dan WA cos (b+qA), oleh karena itu persamaan faktor keamanan (23) berubah menjadi :F = (25)Apabila kohesi (C) diabaikan, maka persamaan (25) dapat disederhanakan menjadi :F = (26)atau dengan kata lain, pengaruh adanya percepatan dapat diekivalensikan dengan perubahan sudut lereng dari b menjadi (b + qA).7.1 PENYEDERHANAAN MODEL PEKERJAAN UMUMUntuk memperhitungkan adanya beban dinamis 9terutama berupa gempa bumi), Departemen Pekerjaan Umum secara praktis memberikan arahan yaitu dengan memperbesar Faktor Keamanan Minimum terhadap lereng yang dirancang sebagaimana terlihat pada Tabel 1.Tabel 1Faktor keamanan minimum kemantapan lereng standard pekerjaan umumParameter Kuat GeserResikoKondisi bebanMaksimumSisaTelitiKurangTelitiKurangTinggiDengan gempa1,501,751,351,50Tanpa gempa1,802,001,601,80MenengahDengan gempa1,301,601,201,40Tanpa gempa1,501,801,351,50RendahDengan gempa1,101,251,001,10Tanpa gempa1,251,401,101,207.2 LONGSORAN NON-SIRKULAR CARA JANBUAnalisis kelongsoran untuk model non-sirkular yang banyak digunakan adalah analisis cara Janbu. Agar pengaruh adanya beban dinamis (getaran) ikut diperhitungkan dalam analisis, maka dilakukan sedikit modifikasi terhadap rumus faktor kemanan (FK) Janbu, yaitu dengan menambahkan faktor gempa (Fg) (lihat Gambar 8 dan 9) yang didefinisikan sebagai :Fg = (27)dimana :a=percepatan yang timbul sehubungan dengan adanya beban dinamis/gempa, dapat berupa ah yang arah kerjanya mendatar atau av yang arah kerjanya vertikal.g=percepatan gravitasi.Rumus faktor keamanan (FK) Janbu tetap berbentuk :FK = fo x (28)dengan y, Q dan fo seperti semula, sebesar :y = tan (a) tan (f)(29)Q = (1/2) gw zw2(30)Faktor koreksifo = 1 + K (31)Jika c = 0; K = 0,31 c > 0 dan f > 0; K = 0,50adapun x dan z berubah dari :x = {c + (g h gwhw) tan f} (1 + tan2 a) Dx(32)z = g h (tan a) Dx(33)Gambar 8Parameter-parameter geometri longsoran metoda JanbuGambar 9 Pengaruh faktor gempa pada longsoran metoda JanbuMenjadi :x = (c + (gh (1 Fgh tan a Fgv) gwhw) tan f} (1 + tan2 a) Dx(34)z = g h {(1 + Fgv) tan (a) + Fgh} Dx(35)dimana :c= kohesi (sisa) materialf= sudut geser dalam (sisa) materiala= sudut kemiringan segmeng= bobot isi materialgw= bobot isi airzw= tinggi muka air pada tension crackh= tinggi segmenhw= tinggi muka air pada segmenFgh= faktor gempa arah mendatar = ah/gFgv= faktor gempa arah vertikal = av/gG= percepatan gravitasiApabila besaran ah dan av diketahui, maka perhitungan faktor keamana dilakukan seperti biasa yaitu dengan menentukan terlebih dahulu FKc secara coba-coba (FK pada ruas kanan persamaan), dilanjutkan dengan iterasi sedemikian rupa sehingga diperoleh FK (di ruas kiri) sama besar dengan FKc (di ruas kanan).7.3 PENGARUH GEMPA BUMI DENGAN MODIFIKASI CARA JANBUBeban dinamis berupa gempa bumi dapat diketahui pengaruhnya dengan memperkirakan besar percepatan gempa (a) yang paling mungkin terjadi di daerah tersebut. Untuk hal ini dapat digunakan persamaan empiris dari Donovan (1972) yang menghubungkan antara percepatan dengan magnitude gempa, yaitu :a = dimana :a= percepatan gempa maksimum (dalam cm/dt2 = gal)M= magnitude gempa (skala Richter)d= jarak hiposenter (km)Percepatan gempa yang diperhitungkan dalam hal ini adalah merupakan percepatan dengan arah kerja mendatar, oleh karena itu dalam perhitungan dengan menggunakan formula Janbu yang dimodifikasi di atas, dianggap tidak ada pengaruh percepatan vertikal (av = 0)Gambar 10Hubungan faktor gempa dan magnitude gempa(untuk jarak hiposenter 50 75 km)Gambar 11Hubungan faktor gempa dan magnitude gempa(untuk jarak hiposenter 80 125 km)8. CARA NUMERIKSalah satu bentuk penyelesaian dengan cara numerik adalah dengan menggunakan metoda elemen hingga (finite elemen method).8.1 KONSEP DASARKonsep dasar pada metoda elemen hingga adalah membagi suatu sistem struktur menjadi elemn-elemen kecil yang disebut finite element dalam bentuk geometri tertentu dimana masing-masing elemen dianalisis secara terpisah selanjutnya diadakah penggabungan (summation) berdasarkan prinsip Continuity, Compatibility, Equilibrium, Boundary Condition dan Convergence. Sasaran pokok perhitungan adalah menentukan perpindahan dan tegangan yang terjadi pada setiap titik dalam struktur.Prosedur perhitungan dengan metoda elemen hingga dilaksanakan dalam 8 langkah dasar, yaitu :a.Langkah 1 : Disretisasi dan memilih tipe elemen.Yaitu membagi kontinum menjadi sejumlah elemen yang berhingga dengan bentuk geometri yang sederhana (segi tiga, segi empat dan sebagainya). Pertemuan antara lemen-elemen disebut garis nodal (nodal lines) atau bidang nodal (nodal planes), sedangkan titik potong antara sisi-sisi elemen disebut titik nodal.b.Langkah 2 : Memilih model atau fungsi perpindahanYaitu memilih sebuah pola atau bentuk fungsi untuk distribusi perpindahan setiap titik sembarang yang berlaku pada setiap elemen, dipengaruhi oleh nilai titik nodalnya.c.Langkah 3 : Menentukan hubungan regangan-peralihan dan hubungan tegangan-regangan.Pada setiap elemen harus dipenuhi persyaratan hubungan regangan-peralihan dan hubungan tegangan-regangan sesuai dengan kasusnya.d.Langkah 4 : Menentukan persamaan elemen dan matrik kekakuan elemen.Salah satu cara yang sering digunakan untuk menurunkan persamaan elemen yaitu dengan prinsip usaha virtual, yang akan menghasilkan bentuk persamaan :r = k q(36)dimana :r = vektor gaya titik nodalk = matrik kekakuan elemenq = vektor peralihan titik nodal.e.Langkah 5 : Menentukan persamaan global dan memasukkan syarat-syarat batas.Persamaan-persamaan elemen yang diperoleh dari langkah 4 diadakan penggabungan, dan dengan memasukkan syarat-syarat batas maka didapat persamaan global dalam bentuk :R = K Q(37)dimana :R = vektor penggabungan gaya titik nodal globalK = matrik kekakuan strukturQ = vektor peralihan titik nodal globalf.Langkah 6 : Selesaikan persamaan global.Persamaan (37) merupakan suatu sistem persamaan linier dimana hasil yang diperoleh adalah peralihan titik nodal sebagai besaran pertama (primary unknown)g.Langkah 7 : Selesaikan besaran kedua.Pada langkah ini dilakukan perhitungan regangan dan tegangan serta reaksi perletakan.h.Langkah 8 : Interpretasi hasil.Hasil perhitungan berupa output dari komputer yang segera dapat dipergunakan untuk analisis desain. Interpretasi yang dilakukan antara lain :- memilih penampang kritis dari sistem- menggambarkan besaran peralihan dan tegangan yang terjadi dalam sistem.8.2 FORMULASI ANALISIS DINAMISPada sembarang kontinum elastis linier akan terdapat frekuensi alami dan ragam getar yang dapat dicari dengan menggunakan massa benda tersebut beserta kekakuannya. Gambar 12 memperlihatkan sebuah elemen sangat kecil yang dinyatakan dalam koordinat Cartesius. Pada elemen ini bekerja gaya tubuh bx(t)dV, by(t)dV, dan bx(t)dV yang besarnya bergantung pada waktu t.Gambar 12 juga menunjukkan gaya tubuh inersia ru dV, rv dV, dan rw dV; dua titik di atas notasi menunjukkan turunan kedua u, v, dan w terhadap waktu. Lambang r dalam rumus ini adalah kerapatan massa (mass density) yang didefinisikan sebagai gaya inersia per satuan percepatan per satuan volume.Apabila pada analisis statik persamaan keseimbangan struktur diperlihatkan dengan persamaan (37), R = K Q, maka pada analisis dinamis hubungan tersebut tidak dapat lagi digunakan, karena bertambahnya variabel-variabel yang harus diperhitungkan. Untuk hal tersebut dikembangkan tiga model dinamisa, yaitu model steady state, model nilai Eigen dan model respons spectrum atau seismik.8.3 ANALISIS STEADY STATEbentuk umum pembebanan pada steady state ini adalah seperti pada persamaan (38) :Gambar 12 Gaya badan inersia dan gaya badan yang dibebankanR = F sin (wt)(38)dimana w adalah frekuensi sudut, oleh karena itu R dalam hal ini merupakan fungsi dari waktu. Untuk kasus dimana tidak ada redaman, maka persamaan keseimbangan pada sistem struktur adalah sbb.:Ma + Ku = R = F sin (wt)(39)dimana M adalah matrik massa (diagonal) dan K adalah matrik kekakuan. Solusi pada kasus ini didapat dengan mensubstitusikan perpindahan u dan percepatan a dalam bentuk :u = sin (wt) U(40)a = -w2 sin (wt) U(41)Besaran amplitudo diperoleh dari solusi persamaan linier :(K w2M) U = F(42)8.4 ANALISIS NILEI EIGENAnalisis seismik dengan menggunakan pendekatan response spectrum memerlukan ragam bentuk getaran tanpa redaman dan frekuensi dari sistem. Secara umum kasus ini digolongkan dalam masalah nilei Eigen sbb.:K f = M f W2(43)dimana :K= matrik kekakuanM= matrik diagonal massaW= matrik diagonal nilei Eigenf= matrik yang berhubungan dengan vektor Eigen8.5 ANALISIS RESPONSE SPECTRUM / SEISMICPersamaan keseimbangan dinamis yang berhubungan dengan respon struktur terhadap ground motion diperlihatkan pada persamaan (44) sbb.:M + Cu + Ku = M ugdimana :M= matrik diagonal massaC= matrik redamanK= matrik kekakuanug= percepatan ground, u dan u adalah percepatan, kecepatan dan perpindahan pada struktur.9. STUDI KASUS9.1 GEOMETRI LERENG PENAMBANGAN BATUBARAGeometri lereng penambangan yang diperhitungkan untuk analisis kemantapan lereng, adalah misalnya harus memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut :a.Di atas batubara A, tinggi teras individu (H) diambil sebesar 20 m, dan kemiringan teras individu (bind) 60.b.Antara batubara A dan B, H diambil maksimum 15 m dan bind 60, karena ketebalan kelompok batuan pada bagian ini lebih kecil dari 15 m.c.Antara batubara B dan C, H diambil 15 m dan bind tetap sebesar 60.d.Tinggi total tambang terbuka Tanah Hitam, mulai dari batuabra C hingga permukaan tanah + 110 m.e.Dengan memperhatikan lebar berm yang akan diperoleh, maka overall slope (b) yang diperhitungkan hanya b = 30 dan = 45.Kenampakan lereng tambang yang memenuhi kelima ketentuan diatas berturut-turut diperlihatkan pada Gambar 13 dan Gambar 14.9.2 LITOLOGI BATUANAtas dasar hasil pemboran inti dan penambangan lubang bor yang telah tersedia maka secara garis besar litologi batuan misalkan adalah sebagai berikut :a.Batuan atas, terdiri dari batupasir; batulanau, batupasir kwarsa, konglomerat.b.Batuan atap lapisan batubara A; terdiri dari batuasir dan batulanau.c.Batubara A.Gambar 13 Geometri lereng penambangan dengan sudut lereng 300Gambar 14 Geometri lereng penambangan dengan sudut lereng 450d.Batu lantai lapisan batubara A; terdiri dari batupasir halus dan batulanau.e.Batuan antara lapisan batubara A dan B1; terdiri dari batupasir dan batulanau.f.Batuan atap lapisan batubara B1; terdiri dari batupasir dan batulanau.g.Batubara B1.h.Batuan antara lapisan batuabra B1 dan B2, yang juga merupakan batuan lantai lapisan batubara B1 dan batuan atap lapisan batubara B2; terdiri dari batulanau.i.Batubara B2.j.Batuan antara lapisan batubara B2 dan C yang juga merupakan batuan lantai lapisan batubara B2; terdiri dari batulanau.k.Batuan atap lapisan batubara C; terdiri dari batulanau karbonat dan batulempung.l.Batubara C.m.Batuan lantai lapisan batubara C; yaitu batulanau.(Data sifat fisik dan mekanik batuan yang digunakan pada kasus ini diperlihatkan pada Tabel 2).9.3 MODEL KELONGSORANAtas dasar geometri lereng penambangan, struktur geologi, lebar berm yang masih memungkinkan untuk operasional penambangan, maka model-model kelongsoran lereng yang dipandang paling mungkin dalam hal ini adalah kelongsoran lereng non-sirkular.Untuk itu didapat mode-model dengan overall slope b = 30 dan 45, yaitu :a.ISA.1.30 dan ISA.1.45, berturut-turut menunjukkan model kelongsoran untuk teras indovidu pertama di atas lapisan batubara A dengan H = 20 m, yang membentuk overall slope sebesar 30 dan 45 (lihat Gambar 15).b.ISA.2.30 dan ISA.2.45, sama dengan ISA.1 akan tetapi untuk teras berikutnya (di bawah ISA.1, lihat Gambar 15).c.ISB.30 dan ISB.45, sama dengan ISA akan tetapi untuk teras di antara batubara A dan B (lihat Gambar 16).d.SLPA.30 dan SLPA.45, menunjukkan model kelongsoran seluruh lereng batuan di atas lapisan batubara A yang akan membentuk overall slope sebesar 30 dan 45 (Gambar 15).e.SLPB.30 dan SLPN.45, sama dengan SLPA akan tetapi untuk semua lereng batuan di atas lapisan batubara B (lihat Gambar 16).f.SLPC.30 dan SLPC.45, berturut-turut menunjukkan model kelongsoran terhadap overall slope 30 dan 45 yang runtuh pada kaki lereng (lihat Gambar 17 dan 18).g.APLAN, BPLAN dan CPLAN, sama dengan SLPA, SLPB, dan SLPC akan tetapi runtuh pada batas perlapisan batubara A, B, dan C (lihat Gambar 15 dan 18).Tabel 2 Data parameter batuanUrutan batuan pada modelgkeringt/m3kN/m3gjenuht/m3kN/m3CrT/m3kN/m3Fr(0)KeteranganA 2.3122.66 2.4924.43 56.6555.2525.58BatulanauB, D 2.1220.8 2.3222.76 63.7624.937.28BatupasirC 2.1621.19 2.3623.15 38.1373.7625.23Batupasir diselipi batulanauE 2.4524.03 2.5825.31 10.6103.9426.53BatulanauF, I, K 1.1711.48 1.2612.36 92.4906.4417.04Batubara A, B1&B2G 2.1621.19 2.3422.96125.41,230.1719.37BatulanauH 2.221.58 2.3623.15 6.8 66.7138.82BatupasirJ, L 2.423.54 2.5124.62 18.8184.4334.2BatulanauM 1.1911.67 1.2712.46113.41,112.45 9.2Batubara CN 1.7517.17 2.0620.21 15.7154.0241.34BatulanauGambar 15 Model kelongsoran lereng di atas batubara AGambar 16 Model kelongsoran lereng di atas batubara BGambar 17 Model kelongsoran lereng tambang dengan slope 30Gambar 18 Model kelongsoran lereng tambang dengan slope 45 Gambar 19 Grafik scaled distance untuk percepatan arah radialGambar 20 Grafik scaled distance untuk percepatan arah tangensialGambar 21 Grafik scaled distance untuk percepatan arah mendatarGambar 22 Grafik scaled distance untuk percepatan arah vertikal9.4 PENGAMATAN VIBRASI PELEDAKANDiperoleh grafik-grafik scaled distance seperti pada Gambar 17 s.d. 20 berturut-turut memperlihatkan grafik scaled distance untuk musim kenarau dan penghujan menurut komponen radial dan tangensial (yang kemudian digabung sebagai komponen mendatar), serta komponen vertikal.Dari grafik scaled distance ini dapat diperoleh besaran a W1/3 maksimum yang mungkin dapat ditimbulkan pada kegiatan peledakan di lokasi penelitian, yaitu dengan mengekstrapolasokan titik-titik puncak data ke arah garis R/W1/3 mendekati nol (sumbu tegak) yang hasilnya seperti pada Tabel 3.Tabel 3. Hasil ekstrapolasi grafik scaled distanceMusima W1/3Komponen vertikalKomponen horisontalKemarau203,00550,00Penghujan275,00915,00Dengan mengambil asumsi jumlah bahan peledak per nomor delay rata-rata sebesar 600 kg, maka besaran a dan a yang ditimbulkan pada musin penghujan akan memberikan faktor gempa yang tidak lebih dari 0.1 untuk komponen mendatar (Fgh) dan tidak lebih dari 0.04 untuk komponen vertikal (Fgv), atau :Fgh < 0.1Fgv < 0.04Sedangkan pada musim kemarau, angka tersebut akan semakin mengecil.9.5 HASIL ANALISIS DENGAN CARA MODIFIKASI JANBUHasil analisis diperlihatkan dengan grafik-grafik faktor keamanan sebagai fungsi dari Fgh untuk berbagai Fgv, seperti terlihat pada Gambar 23 s.d 32.Gambar 23 Faktor keamanan lereng untuk model ISA.1.30 dan 45Gambar 24 Faktor keamanan lereng untuk model ISA.2.30 dan 45Gambar 25 Faktor keamanan lereng untuk model SLPA.30 dan 45Gambar 26 Faktor keamanan lereng untuk model ISB.30 dan 45Gambar 27 Faktor keamanan lereng untuk model SLPB.30 dan 45Gambar 28 Faktor keamanan lereng untuk model SLPC.30 dan 45Gambar 29 Faktor keamanan lereng untuk model APLAN.30 dan 45Gambar 30 Faktor keamanan lereng untuk model BPLAN.30 dan 45Gambar 31 Faktor keamanan lereng untuk model CPLAN.30 dan 45Gambar 32 Faktor keamanan lereng untuk model APLAN,BPLAN, & CPLAN.