Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Kepemimpinan
Definisi kepemimpinan menurut Robbins & Judge (2008) menyebutkan
bahwa kepemimpinan merupakan kemampuan untuk mempengaruhi suatu
kelompok guna mencapai sebuah visi atau serangkaian tujuan yang ditetapkan.
Alam Keith, Lucas Digital dalam Kouzes Posner, menjelaskan bahwa
kepemimpinan pada dasarnya adalah mengenai penciptaan cara bagi orang untuk
ikut berkontribusi dalam mewujudkan sesuatu yang luar biasa (Kouzes Posner,
2002:3). Makna ini menunjukkan kepemimpinan adalah suatu hubungan antara
seorang pemimpin dan mereka yang mengikuti. Ada hubungan antar pribadi di
mana pihak lain mengadakan penyesuaian karena mereka berkeinginan untuk itu,
bukannya karena mereka harus berbuat demikian. Dalam kepemimpinan
dibutuhkan kekuatan dinamika yang pokok yang mendorong untuk memotivasi,
dan mengkoordinasikan organisasi dalam pencapaian tujuan-tujuannya.
Menurut Rivai dan Mulyadi (2009), kepemimpinan adalah sebagai proses
mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas-aktivitas yang ada hubungannya
dengan pekerjaan para anggota kelompok. Tiga implikasi penting yang
terkandung dalam hal ini yaitu:
1. Kepemimpinan melibatkan orang lain, baik itu bawahan maupun
pengikut.
2. Kepemimpinan melibatkan pendistribusian kekuasaan antara pemimpin
dan anggota kelompok secara seimbang, karena anggota kelompok
bukanlah tanpa daya.
3. Adanya kemampuan untuk menggunakan bentuk kekuasaan yang berbeda
untuk mempengaruhi tingkah laku pengikutnya melalui berbagai cara.
Dari pengertian kepemimpinan tersebut dapat disimpulkan bahwa
kepemimpinan merupakan kemampuan lebih yang dimiliki oleh seseorang untuk
mempengaruhi, mengajak dan membujuk orang-orang yang ada dalam
lingkungannya, agar mereka bersedia bekerja untuk mencapai tujuan yang ingin
dicapai.
7
8
Maka pemimpin juga dapat dikatakan sebagai orang yang mampu
memengaruhi orang lain. Kemampuan mereka untuk memengaruhi didasarkan
pada wewenang formal yang melekat dalam posisi-posisi mereka. Para pemimpin
dapat ditunjuk atau muncul dari dalam kelompok. Pemimpin dapat
mempengaruhi orang lain untuk bekerja melebihi tindakan-tindakan yang
diperintahkan oleh wewenang formal.
2.1.1 Pengertian Kepemimpinan Transformasional
Secara istilah atau kata kepemimpinan transformasional terdiri dari
dua kata yaitu kepemimpinan dan transformasional.
Adapun istilah transformasional atau transformasi bermakna
perubahan rupa (bentuk, sifat, fungsi dan lain sebagainya), bahkan ada juga
yang menyatakan bahwa kata transformasional berinduk dari kata
“transform” yang memiliki makna mentransformasikan atau mengubah
sesuatu menjadi bentuk lain yang berbeda.
Bass (1985) mendefinisikan kepemimpinan transformasional
didasarkan pada pengaruh dan hubungan pemimpin dengan pengikut atau
bawahan. Para pengikut merasa percaya, mengagumi, loyal dan menghormati
pemimpin, serta memiliki komitmen dan motivasi yang tinggi untuk
berprestasi dan berkinerja yang lebih tinggi. Seorang pemimpin
transformasional dapat memotivasi para pengikutnya dengan tiga cara (Yukl,
1998), yaitu:
1. Membuat mereka lebih sadar mengenai pentingnya hasil-hasil
suatu pekerjaan.
2. Mendorong mereka untuk lebih mementingkan organisasi atau tim
daripada kepentingan diri sendiri.
3. Mengaktifkan kebutuhan-kebutuhan mereka pada yang lebih
tinggi.
Kepemimpinan transformasional berdasarkan pada kekayaan
konseptual, melalui karisma, konsideran individual dan stimulasi intelektual,
diyakini akan mampu melahirkan pemikiran-pemikiran untuk jangkauan ke
depan, azas kedemokrasian dan ketransparanan. Kepemimpinan
transformasional dianggap dapat menjawab tantangan pelaksanaan
manajemen melalui tiga unsur, yaitu karisma, konsideran individual, dan
9
stimulasi intelektual pada diri pemimpin. Dalam konteks kepemimpinan,
adalah penting bagi seseorang untuk dapat menanamkan pengaruhnya
terhadap orang lain (Yulk, 2009).
Dari pernyataan para ahli maka dapat disimpulkan kepemimpinan
transformasional adalah gaya kepemimpinan yang memberikan perubahan
terhadap para pengikutnya dengan cara lebih mendekatkan diri dengan para
pengikutnya.
2.1.2 Tipe Kepemimpinan Transformasional
Kepemimpinan erat kaitannya dengan proses yang disengaja dari seseorang
untuk menekankan pengaruhnya yang kuat terhadap orang lain untuk
membimbing, membuat struktur, memfasilitasi aktivitas dan hubungan di dalam
kelompok atau organisasi. Menurut Robbins & Coulter (2007:469), gaya
kepemimpinan dapat dibedakan menjadi tiga tipe yaitu:
1) Kepemimpinan Kharismatik
Menurut teori kepemimpinan kharismatik, para pengikut terpicu kemampuan
kepemimpinan yang heroik atau dasar yang luar biasa ketika mereka
mengamati perilaku-perlaku tertentu pemimpin mereka.
2) Kepemimpinan Non-Kharismatik
Karakteristik pokok pemimpin kharismatik yang membedakan dari yang non-
kharismatik, yang dapat dijelaskan dibawah ini:
Visi dan artikulasi. Memiliki visi ditunjukkan dengan sasaran ideal yang
berharap masa depan lebih baik daripada status quo, mampu
mengklarifikasi pentingnya visi yang dapat dipahami orang lain.
Resiko personal. Pemimpin kharismatik bersedia menempuh resiko
personal tinggi, menanggung biaya besar, dan terlibat kedalam
pengorbanan diri untuk meraih visi.
Peka terhadap lingkungan. Mereka mampu menilai secara realistis
kendala lingkungan dan sumber daya yang dibutuhkan untuk membuat
perubahan.
Kepekaan terhadap kebutuhan pengikut. Pemimpin kharismatik
perspektif (sangat pengertian) terhadap kemampuan orang lain, dan
responsif terhadap kebutuhan dan perasaan mereka.
10
Perilaku tidak konvesional. Pemimpin kharisamatik terlibat dalam
perilaku yang dianggap baru dan berlawanan dengan norma.
3) Gaya Kepemimpinan Transformasional
Sebagian besar teori kepemimpinan mengacu pada teori kepemimpinan
transaksional, yaitu pemimpin yang memandu atau memotivasi para pengikut
mereka menuju sasaran yang ditetapkan dengan memperjalas persyaratan
peran dan tugas. Tetapi terdapat tipe pemimpin lain yang mengilhami para
pengikut untuk melampaui kepentingan diri mereka sendiri demi kebaikan
organisasi, dan mampu memberikan dampak yang mencolok dan luar biasa
pada diri pengikutnya. Pemimpin dengan tipe tersebut dikenal dengan istilah
pemimpin transformasional.
2.1.3 Komponen Kepemimpinan Transformasional
John Hall, et al (2012) mengidentifikasi perilaku kepemimpinan transformasional atas empat komponen:
1. Idealized influence
menekankan tipe pemimpin yang memperlihatkan kepercayaan, keyakinan
dan dikagumi / dipuji pengikut.
2. Inspirasional motivation
menekankan pada cara memotivasi dan memberikan inspirasi kepada
bawahan terhadap tantangan tugas. Pengaruhnya diharapkan dapat
meningkatkan semangat kelompok.
3. Intelectual stimulation
menekankan tipe pemimpin yang berupaya mendorong bawahan untuk
memikirkan inovasi, kreativitas, metode atau cara-cara baru.
4. Individualized consideration
menenkankan tipe pemimpin yang memberikan perhatian terhadap
pengembangan dan kebutuhan berprestasi bawahan.
2.2 Pengertian Motivasi
Motivasi kerja merupakan dorongan dari manusia untuk bekerja lebih giat
yang disertai tujuan yang jelas dan ketekunan yang terus menerus. Motivasi
11
merupakan akibat dari interaksi individu dan situasi. Dimana tiap-tiap individu
memiliki dorongan motivasi dasar yang berbeda (Robbins, 2007:213).
Menurut George dan Jones (2005) motivasi kerja adalah suatu kekuatan
psikologis di dalam diri seseorang yang menentukan arah perilaku seseorang di
dalam organisasi, tingkat usaha, dan kegigihan di dalam menghadapi rintangan.
Sedangkan menurut Wexley dan Yulk, seperti dikutip Moh. As’ad motivasi
didefinisikan sebagai “the process by which behavior is energized and directed.”
(Moch. As’ad, 1995) yang artinya bahwa motivasi adalah merupakan proses di
mana perilaku digerakkan atau diarahkan. Dari batasan di atas dapat disimpulkan
bahwa motif adalah yang melatar belakangi individu dalam berbuat untuk
mencapati tujuan tertentu atau dapat dikatakan motif merupakan pendorong
dalam mencapai suatu tujuan tertentu dan motivasi adalah sesuatu yang
menimbulkan motif. Jadi motivasi kerja adalah sesuatu yang memberikan
semangat atau dorongan seseorang untuk bekerja. Kuat lemahnya motivasi kerja
seseorang akan ikut menentukan besar kecil kinerja karyawannya.
Ada tiga golongan yang dapat diberikan untuk memotivasi pegawai :
(Mangkunegara, 2000), yaitu :
1. Material Motivation
Material Motivation yaitu segala daya perangsang yang dapat dinilai
dengan uang.
2. Semi Material Motivation
Semi Material Motivation yaitu semua jenis motivasi yang tidak dapat
dinilai dengan uang.
3. Non Material Motivation
Non Material Motivation yaitu seluruh jenis perangsang yang tidak
termasuk pada jenis diatas, golongan yang termasuk dalam non material
motivation meliputi : penempatan yang tepat, latihan yang sistematis,
semangat kerja yang obyektif pekerjaan yang terjamin, kondisi yang
obyektif, pekerjaan yang terjamin, kondisi pekerjaan yang
menyenangkan, fasilitas – fasilitas, rekreasi, perumahan dan lain – lain
(Mangkunegara, 2000).
12
2.2.1 Faktor-faktor Motivasi
Menurut Herzberg, yang tergolong sebagai faktor motivasional antara lain
ialah pekerjaan seseorang, keberhasilan yang diraih, kesempatan bertumbuh,
kemajuan dalam karier dan pengakuan orang lain. Sedangkan faktor-faktor
hygiene atau pemeliharaan mencakup antara lain status seseorang dalam
organisasi, hubungan seorang individu dengan atasannya, hubungan seseorang
dengan rekan-rekan sekerjanya, teknik penyeliaan yang diterapkan oleh para
penyelia, kebijakan organisasi, sistem administrasi dalam organisasi, kondisi
kerja dan sistem imbalan yang berlaku. Salah satu tantangan dalam memahami
dan menerapkan teori Herzberg ialah memperhitungkan dengan tepat faktor mana
yang lebih berpengaruh kuat dalam kehidupan seseorang, apakah yang bersifat
intrinsik ataukah yang bersifat ekstrinsik (Siagian, 1995).
Menurut Robbins & Coulter (2007), Motivasi adalah proses yang ikut
menentukan intensitas, arah, dan ketekunan individu dalam usaha mencapai
sasaran. Menurut Frederick Herzberg dalam Robbins & Coulter (2007) ada dua
jenis faktor yang mempengarhi motivasi kerja, yaitu:
(1) Faktor instrinsik yang terdiri dari:
Tanggung Jawab (Responsibility), Kemajuan (Advancement), Pekerjaan
Itu Sendiri (the work itself), Pencapaian (achievement), Pengakuan
(Recognition)
(2) faktor ekstrinsik yang terdiri dari:
Kebijakan dan Administrasi perusahaan (company policy and
administration), Kondisi kerja (working condition), Gaji dan Upah
(wages and salaries), Hubungan Antar Pribadi (interpersonal relation),
Kualitas supervisi (Quality supervisor).
2.2.2 Teori Motivasi
Teori dari Clayton Alderfer dengan teori ERG adalah teori yang menjabarkan
motivasi kerja. Teori ini dijabarkan oleh Alderfer dalam Winardi (2002:79)
sebagai berikut:
a) Kebutuhan eksistensi (Existence need=E) adalah kebutuhan yang
mencangkup semua tipe keinginan-keinginan fisiologikal dan material.
13
b) Kebutuhan-kebutuhan untuk tergolong pada kelompok-kelompok
(Relatedness needs=R) yaitu kebutuhan untuk memiliki hubungan yang
berarti dengan pihak-pihak lainnya dan kepuasaan yang dicapai karena
berbagai pemilikan dan perasaan-perasaan secara bersama-sama.
c) Kebutuhan-kebutuhanakan pertumbuhan (Growth needs=G) yaitu
kebutuhan untuk tumbuh menjadi manusia dan memanfaatkan
kemampuan-kemampuan individu hingga mencapai potensi secara
maksimal.
2.2.3 Dasar Pokok Motivasi
David McClelland menganalisis tentang tiga kebutuhan manusia yang sangat
penting didalam organisasi atau perusahaan tentang motivasi mereka. McClelland
theory of needs memfokuskan kepada tiga hal, yaitu:
Need for Achievement
Beberapa orang memiliki keinginan untuk mencapai kesuksesan. Mereka
berjuang untuk memenuhi ambisi secara pribadi daripada mencapai
kesuksesan dalam bentuk penghargaan atau organisasi, sehingga mereka
melakukannya selalu lebih baik dan lebih efisien dari waktu ke waktu.
Need for Power
Beberapa orang mungkin selalu untuk memiliki pengaruh, dihormati dan
senang mengatur sebagian manusia lainnya. Manusia semacam ini justru
senang, dengan tugas yang dibebankan kepadanya atau statusnya dan
cenderung untuk lebih peduli dengan kebanggaan, prestise, dan memperoleh
pengaruh terhadap manusia lainnya.
Need for Affiliation
Kebutuhan ini menempati posisi paling akhir dari riset para pakar
manajemen. Maksudnya di sini, orang yang memiliki kebutuhan seperti ini
tentu mereka memiliki motivasi untuk persahabatan, menanggung dan
bekerja sama daripada sebagai ajang kompetisi di dalam suatu organisasi.
2.2.4 Komponen Motivasi
Komponen-komponen yang terkandung dalam motivasi menurut Greenberg
dan Baron (2003:190) adalah:
14
Arousal
Motivasi berkaitan dengan keinginan atau energi, dibalik tindakan.
Direction
Motivasi berkaitan pula dengan pilihan yang di buat serta arah kebiasaannya.
Maintaining
Dapat dikatakan bahwa orang yang menyerah sebelum tujuannya tercapai
adalah orang yang memiliki tingkat motivasi rendah.
2.2.5 Dimensi dan Indikator Motivasi
Wahjosumidjo (1996:42), menyatakan ada delapan sasaran yang dapat
dicapai karyawan bila diberi motivasi, yaitu:
1. Perilaku karyawan
2. Gairah dan semangat kerja
3. Disiplin kerja
4. Prestasi kerja
5. Moral kerja
6. Tanggung jawab
7. Produktivitas dan efisiensi
8. Loyalitas karyawan
2.3 Pengertian Kinerja
Kinerja dapat diasumsikan sebagah hasil dari suatu proses atau pekerjaan.
Karena itu setiap karyawan dituntut untuk memiliki kompetensi yaitu
kemampuan atau kecakapan melaksanakan tugas atau pekerjaan yang menjadi
tanggung jawabnya atau yang dipercayakan. Setiap pelaksanaan tugas atau
pekerjaan ada suatu kegiatan memproses atau mengubah input (masukan)
menjadi suatu output (keluaran) yang bernilai tambah sebagai produk atau hasil
kerja.
Mangkunegara (2006) menyatakan, kinerja karyawan (prestasi kerja) adalah
hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan
dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya, sedangkan Hariandja (2002) menyatakan, kinerja merupakan hasil
kerja yang dihasilkan karyawam/pegawai atau perilaku nyata yang ditampilkan
sesuai dengan perannya untuk mencapai tujuan organisasi.
15
Menurut Gorda (2006), kinerja adalah hasil kerja yang disumbangkan
Seseorang karyawan yang berkaitan dengan tugas dan tanggungjawabnya kepada
Organisasi (perusahaan) yang didasari atas kecerdasan spiritual, intelegensia,
emosional dan kecerdasan mengubah kendala menjadi peluang serta ketrampilan
fisik yang diarahkan kepada pemanfaatan sumber daya yang disediakan oleh
organisasi (perusahaan). Kinerja karyawan atau job performance tidak bisa
dilepaskan dengan motivasi kerja. Sebab motivasi kerja pada prakteknya
memperlihatkan perilaku kerja dari seorang karyawan.
Kinerja karyawan atau job performance menurut Moh. As’ad (1995)
didefinisikan sebagai “kesuksesan seseorang dalam melaksanakan pekerjaan,
atau successfull role achievement yang diperoleh seseorang dari
perbuatanperbuatannya.” Pendapat ini dikutip dari pendapat dua orang ahli yaitu
pertama dari Maier (1965), yang memberi batasan kinerja karyawan sebagai
kesuksesan seseorang dalam melaksanakan pekerjaan. Kedua, dari pendapat
Porter and Lawler (2004) yang menyatakan bahwa, kinerja adalah “successful
role achievement” yang diperoleh seseorang dari perbuatan-perbuatannya.
Berdasarkan dua pendapat tersebut As’ad menyimpulkan bahwa kinerja
karyawan adalah hasil yang dicapai seseorang menurut ukuran yang berlaku
terhadap pekerjaan yang bersangkutan.
Masalah yang paling penting untuk mengukur kinerja adalah menentukan
kriterianya. Menurut Belows yang dikutip As’ad (1995) menyatakan kriteria
kinerja yang baik adalah reliable, realistis, representatif, dan bisa memprediksi
(predictable). Apabila kriteria pekerjaan sudah ditentukan, maka langkah
berikutnya dalam mengukur job performance adalah mengumpulkan informasi
yang berhubungan dengan hal tersebut dari seseorang selama periode tertentu.
Dengan membandingkan hasil ini dengan standar yang dibuat untuk periode
waktu yang bersangkutan, akan didapatkan level of performance seseorang.
Pada dasarnya gaya kepemimpinan untuk memberikan pengaruh pada
karyawan yang diberikan oleh pemimpin dan motivasi kerja sebagai dorongan
dalam pencapaian tujuan yang dapat mempengaruhi kinerja.
2.3.1 Faktor Kinerja
Menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2007:9), kinerja karyawan adalah
hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan
16
dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya. Kinerja individu adalah hasil kerja karyawan baik dari segi kualitas
maupun kuantitas berdasarkan standar kerja yang ditentukan.
Mangkunegara, (2007:14), kinerja karyawan dipengaruhi oleh tiga faktor,
yaitu:
1. Individual Factor, yang terdiri dari:
Kemampuan dan keahlian
Latar belakang
Demografi
2. Psycological Factor, yang terdiri dari:
Persepsi
Attitude
Personality
Pembelajaran
Motivasi
3. Organization Factor, yang terdiri dari:
Sumber daya
Kepemimpinan
Penghargaan
Struktur
Job Design
Terdapat pula faktor yang didefinisikan Veithzal Rivai (2003:317) sebagai
faktor yang dapat menghambat kinerja, dalam hal ini Veithzal mendifinisikan
menjadi 3 (tiga) kelompok utama yaitu:
1. Kendala hukum/ legal
Penilaian kinerja harus bebas dari diskriminasi tidak sah atau tidak legal.
Apapun format penilaian kinerja yang digunakan oleh departemen SDM
harus sah dan dapat dipercaya. Jika hal tersebut tidak dipenuhi, keputusan
penempatan mungkin ditentang melanggar hokum ketenagakerjaan atau
hokum lainnya. Keputusan tidak tepat mungkin dapat terjadi kasus
pemecatan yang diakibatkan kepada kelalaian.
2. Bias oleh penilai (penyelia)
17
Setiap masalah yang didasarkan kepada ukuran subyektif adalah peluang
terjadinya bias. Bentuk-bentuk bias yang umumnya terjadi adalah:
o Hallo effect, terjadi ketika pendapat pribadi penilai mempengaruhi
terhadap kinerja baik dalam arti positif dan kinerja jelek dalam arti
negatif.
o Kesalahan yang cenderung terpusat. Beberapa penilai tidak
menempatkan karyawan ke dalam posisi ekstrim dalam arti ada
karyawan yang dinilai sangat positif dan dinilai sangat negatif.
o Bias terlalu lunak dan terlalu keras. Bias terlalu lunak terjadi ketika
penilai cenderung begitu mudah dalam mengevaluasi kinerja
karyawan.
3. Mengurangi bias penilaian
Bias penilaian dapat dikurangi melalui standar penilaian dinyatakan
secara jelas, pelatihan, umpan balik, dan pemilihan teknik penilaian
kinerja yang sesuai.
2.3.2 Aspek-aspek Kinerja
Mangkunegara (2007: 17-18) mengemukakan aspek-aspek yang dinilai dalam
kinerja mencakup:
Kesetiaan
Hasil kerja
Kejujuran
Kedisiplinan
Kerjasama
Kepemimpinan
Kepribadian
Prakarsa
Kecakapan
Tanggung jawab
Sedangkan menurut Husein Umar dalam Mangkunegara (2007: 19),
membagi aspek-aspek kinerja sebagai berikut:
Mutu pekerjaan
Kejujuran karyawan
18
Inisiatif
Kehadiran
Sikap
Kerjasama
Keandalan
Pengetahuan tentang pekerjaan
Tanggung jawab
Pemanfaatan waktu kerja
2.3.3 Indikator Pengukuran Kinerja
Kinerja karyawan dapat diukur dengan indikator sebagai berikut (A.A.
Anwar, 2000):
1. Kuantitas Kinerja
Pengukuran kinerja seorang karyawan dapat dilihat dari kuantitas kerja yang
diselesaikan dalam waktu tertentu. Dengan kuantitas tersebut seorang
karyawan memiliki kemampuan ataupun kepercayaan dari perusahaan untuk
melakukan kerja-kerja organisasi.
2. Kualitas Kinerja
Penilaian seorang karyawan adalah dengan melihat kualitas kerja yang
dilakukan sesuai dengan yang diharapkan. Penyelesaian bukan hanya terlihat
dari penyelesaian tapi dilihat dari kecakapan, ketepatan, dan juga hasil yang
diharapkan perusahaan. Kualitas kerja adalah merupakan modal penting
untuk mencapai tujuan perusahaan.
3. Dapat tidaknya diandalkan
Kemampuan dapat digolongkan pada dua jenis, yaitu kemampuan fisik dan
kemampuan intelektual. Merupakan kenyataan yang tidak dapat disangkal
bahwa setiap orang mempunyai tingkat kemampuan tertentu yang sangat
mungkin berbeda dari orang-orang lain. Implikasi kenyataan ini dalam
kehidupan organisasional antara lain adalah bahwa setiap orang memilih
kelebihan dan kekurangan tertentu dibandingkan dengan orang-orang lain di
sekitarnya.
4. Sikap
19
Sikap adalah merupakan modal kerja yang harus dimiliki seorang karyawan,
sebab seorang karyawan akan terlihat hasil kerjanya dari perilaku dalam
aktivitas perusahaan
2.4 Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Pengarang Judul Objek Hasil
Talat Islam,
Muhammad
Aamir, Ishfaq
Ahmed dan
Saher Khushi
Muhammad
( May 2012)
The Impact of Transformational and
Transactional Leadership Styles on the
Motivationand Academic
Performance of
Students at University
Level
Leadership style;
Transformational
leadership style;
Transactional
leadership style;
Motivation;
Performance.
Signifikan.
Hasil penelitian ini
menunjukkan
bahwa ada
hubungan yang
positif antara
Kepemimpinan
Transformasional
terhadap kinerja,
dan motivasi
terhadap kinerja
Sundi K
(Desember,
2013)
Effect of
Transformational
Leadership and
Transactional
Leadership on
Employee Performance
of Konawe Education
Department at
Southeast Sulawesi
Province*)
Transformational
Leadership;
Transactional
Leadership; Work
Motivation;
Employee
Performance
Signifikan.
Hasil penelitian ini
menunjukkan
bahwa ada
hubungan yang
positif antara
kepemimpinan
transformasional
dan motivasi
terhadap kinerja
Marnis
(December
2012)
Transformational Leadership In The
Efforts Of Increasing Motivation,
Performance, and Job Satisfactions At PT Bank Mandiri TBK
Transformational leadership; Employee’s motivation; Employee’s
performance; Job satisfaction.
Tidak signifikan.
Hasil penelitian ini
menunjukkan
bahwa
Kepemimpinan
20
transformasional
tidak memiliki
pengaruh terhadap
kinerja.
Hasil akan
signifikan jika
kepemimpinan
transformasional
disalurkan melalui
motivasi terhadap
kinerja.
H. M. Thamrin
(Oktober, 2012)
The Influence of Transformational Leadership andOrganizational
Commitment on Job Satisfaction and
Employee Performance
Transformational Leadership;
Organizational Commitment; Job Satisfaction; and
Employee Performance.
Hasil signifikan
yang
menunjukkan
bahwa
kepemimpinan
transformasional
secara positif
mempengaruhi
kinerja.
Dr. Hsin Kuang
Chi, Dr. Huery
Ren Yeh, dan
Chiou Huei Yu
The Effects of
Transformation
Leadership,
Organizational Culture,
Job Satisfaction on the
Organizational
Performance in the
Non-profit
Organizations
Transformational
Leadership,
Organizational
Culture, Job
Satisfaction,
Organizational
Performance
Signifikan. Studi
ini menemukan
bahwa
kepemimpinan
transformasional
memiliki efek
positif pada
kinerja organisasi.
itu berarti
bahwa pemimpin
transformasional
membantu untuk
mempromosikan
atau memotivasi
H1
H2
H3
Keterangan:
H1: Pengaruh Kepemimpinan Transformasional terhadap Kinerja Karyawan
H2: Pengaruh Motivasi terhadap kinerja karyawan
H3:Pengaruh kepemimpinan transformasional dan motivasi terhadap kinerja karyawan
21
kinerja
2.5 Kerangka Pemikiran
Peneliti bermaksud melakukan penelitian masalah yang terdapat di PT.
Lestari Banten Energi. Dengan judul penelitian “Analisa Pengaruh
Kepemimpinan Transformasional dan Motivasi Terhadap Kinerja
Karyawan PT. Lestari Banten Energi”. Peneliti menunjukan bahwa
kepemimpinan transformasional dan motivasi sebagai variabel independent (X1
dan X2) atau variabel yang mempengaruhi. Kinerja karyawan sebagai variabel
dependent (Y) atau variabel yang dipengaruhi.
Berdasarkan paradigma diatas maka dapat digambarkan model penelitiannya:
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Sumber: Penulis
2.6 Hipotesis
T-1: Bagaimana pengaruh antara kepemimpinan transformasional terhadap
kinerja karyawan PT Lestari Banten Energi?
Ho: Diduga Tidak ada pengaruh yang signifikan antara kepemimpinan
transformasional terhadap kinerja karyawan PT Lestari Banten Energi
Kepemimpinan Transformasiona
l (X1)
Motivasi
(X2)
Kinerja Karyawan
(Y)
22
Ha: Diduga Ada Pengaruh yang signifikan antara kepemimpinan
transformasional terhadap kinerja karyawan PT Lestari Banten Energi
T-2: Bagaimana pengaruh antara motivasi terhadap kinerja karyawan PT Lestari
Banten Energi?
Ho: Diduga Tidak ada Pengaruh yang signifikan antara motivasi terhadap kinerja
karyawan PT Lestari Banten Energi
Ha: Diduga Ada Pengaruh yang signifikan antara motivasi terhadap kinerja
karyawan PT Lestari Banten Energi
T-3: Bagaimana pengaruh antara kepemimpinan transformasional dan motivasi
terhadap kinerja karyawan PT Lestari Banten Energi?
Ho: Diduga Tidak ada pengaruh yang signifikan antara kepemimpinan
transformasional dan motivasi terhadap kinerja karyawan PT Lestari Banten
Energi
Ha: Diduga Ada pengaruh yang signifikan antara kepemimpinan
transformasional dan motivasi terhadap kinerja karyawan PT Lestari Banten
Energi