Upload
others
View
25
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
BIOKONVERSI PENISILIN G MENJADI 6-
Aminopenicillanic Acid (6-APA) SECARA ENZIMATIS
SKRIPSI
OLEH
LULU SULISWATI
14.01.021.013
PROGRAM STUDI TEKNOBIOLOGI
FAKULTAS TEKNOBIOLOGI
UNIVERSITAS TEKNOLOGI SUMBAWA
SUMBAWA BESAR
2018
BIOKONVERSI PENISILIN G MENJADI 6-Aminopenicillanic acid (6-APA)
SECARA ENZIMATIS
SKRIPSI
Diajukan kepada
Universitas Teknologi Sumbawa
sebagai salah satu persyaratan menyelesaikan
Program Sarjana Strata Satu (S1)
Oleh
LULU SULISWATI
14.01.021.013
PROGRAM STUDI TEKNOBIOLOGI
FAKULTAS TEKNOBIOLOGI
UNIVERSITAS TEKNOLOGI SUMBAWA
SUMBAWA BESAR
2018
vii
ABSTRAK
Suliswati, Lulu. 2018. Biokonversi Penisilin G Menjadi 6-Aminopenicillanic Acid
(6-APA) Secara Enzimatis. Skripsi. Program Studi Teknobiologi,
Fakultas Teknobiologi, Universitas Teknologi Sumbawa. Pembimbing
(1) Baso Manguntungi, S.Si., M.Si., (II) Dr. Ahmad Wibisana, MT.
Indonesia sampai saat ini masih kekurangan dalam penyediaan bahan baku obat,
khususnya obat yang berfungsi sebagai antimikroba. Antibiotik dibedakan
menjadi 2 yaitu antibiotik alami dan antibiotik semisintetik. Antibiotik
semisintetik tidak hanya lebih baik dari antibiotik alami tetapi juga dapat
mengatasi masalah resistensi mikroba tehadap antibiotik. Salah satu dari sekian
banyak antibiotik yang dibutuhkan dan digunakan sampai saat ini adalah berasal
dari golongan penisilin. Bahan dasar untuk pembuatan penisilin semisintetik
adalah 6-Aminopenicillanic Acid (6-APA) yang dihasilkan secara kimiawi
maupun enzimatik. Hidrolisis secara enzimatik dengan penisilin asilase lebih
efektif dan efisien dari pada hidrolisis secara kimiawi. Reaksi hidrolisis enzimatik
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain temperatur, pH, dan
konsentrasi substrat. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan biokonversi
penisilin G menjadi 6-APA secara enzimatis dalam reaktor curah (Batch) dan
mengetahui kadar 6-APA yang dihasilkan dari hasil biokonversi berdasarkan
faktor-faktor yang mempengaruhinya. Penelitian dilakukan dengan menghidrolisis
penisilin G menggunakan enzim penisilin asilase amobil. Aktivitas enzim
dilakukan pada kondisi suhu 28 oC, 32
oC, 35
oC, 37
oC, 39
oC, 42
oC, 50
oC, dan
60 oC, pH 6, pH 6,6, pH 7, pH 7,6 dan pH 8, serta konsentrasi substrat 2 % - 10
%. Setelah diperoleh kondisi optimal dari masing-masing faktor, dilakukan proses
biokonversi dalam buffer potasium fosfat yang direaksikan dalam reaktor curah
(Batch). Pengambilan sampel dilakukan pada menit ke-0, 10, 20, 30, 40, 50, 60,
70, 80, 90, 100, 110, 120, 130, 140, 150, 160, 170, dan 180 menit. Sampel
ditambahkan larutan stop reaksi dan PDMAB (4-Dimethylamino Benzaldehyde),
kemudian dianalisis menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang
415. Berdasarkan hasil penelitian, aktivitas penisilin G asilase untuk
mengkonversi penisilin G dicapai pada suhu 42 oC, konsentrasi substrat 7 %, dan
pH 7,6 dengan aktivitas enzim sebesar 86,020, 37,584, dan 30,331 unit/gram.
Penisilin G yang dapat dikonversi menjadi 6-APA adalah sebanyak 71,615 %.
Kata kunci : Penisilin G, penisilin asilase, 6-Aminopenicillanic Acid (6-APA)
viii
ABSTRACT
Suliswati, Lulu. 2018. Bioconversion of Penicillin G Becomes 6-
Aminopenicillanic Acid (6-APA) Enzymatically. Essay. Biotechnology
Study Program, Faculty of Biotechnology, Sumbawa University of
Technology. Counselor (1) Baso Manguntungi, S.Si., M.Sc., (II) Dr.
Ahmad Wibisana, MT.
Indonesia is still lack of the medicinal raw materials supply, especially antibiotic
drugs. Antibiotic is divided into 2, which are natural-based antibiotics and
semisynthetic antibiotics. Semisynthetic antibiotics is better than natural-based
antibiotic in the way of their effectiveness towards the problem of microbial
resistance to antibiotics. The most common antibiotics are derived from the
penicillin group. Precursor of semisynthetic penicillin manufacture is 6-
Aminopenicillanic Acid (6-APA) which is derived chemically and enzymatically.
Enzymatic hydrolysis using penicillin acylase is more effective and efficient than
chemical hydrolysis. This enzymatic hydrolysis is affected by several factors,
including temperature, pH, and substrate concentration. This study aims to convert
penicillin G to 6-APA enzymatically by batch reactor and to identify the amount
of 6-APA resulting from the bioconversion based on the factors affected. This
research was carried out by penicillin G hydrolysis using immobilized penicillin
acylase enzyme. Several treatments towards enzyme temperature conditions were
28 oC, 32
oC, 35
oC, 37
oC, 39
oC, 42
oC, 50
oC, and 60
oC. While the pH
treatments were pH 6, pH 6.6, pH 7, pH 7.6 and pH 8, and substrate
concentrations from 2 % to 10 %. After obtaining the optimum conditions of each
factors, penicillin G bioconversion was carried out in a potassium phosphate
buffer reacted batch reactor. Sampling was performed at 0, 10, 20, 30, 40, 50, 60,
70, 80, 90, 100, 110, 120, 130, 140, 150, 160, 170, and 180 min. The sample was
added with a stop reaction solution and PDMAB (4-Dimethylamino
Benzaldehyde), then analyzed using spectrophotometer with 415 nm wavelength.
Research results showed that the activity of penicillin G acylase to convert
penicillin G was achieved at 42 oC, substrate concentration 7 %, and pH 7, 6 with
enzyme activity of 86.020, 37.584 and 30.331 units/gram. Penicillin G which can
be converted into 6-APA was 71.615 %.
Keywords: Penicillin G, penicillin acylase, 6-Aminopenicillanic Acid (6-APA)
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas
limpahan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul
‘Biokonversi Penisilin G menjadi 6-Aminopenicillanic Acid (6-APA) Secara
Enzimatis”. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan substrat yang
merupakan komponen utama dalam produksi penisilin dan sefalosporin. Skripsi
ini disusun sebagai bentuk pertanggungjawaban penulis pada saat melakukan
penelitian Tugas Akhir di Balai Bioteknologi, Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi (BPPT), Tangerang Selatan, Tahun 2018.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang telah
mendukung penulis, baik selama proses penelitian berlangsung maupun dalam
penyusunan laporan Skripsi:
1. Teristimewa kepada orang tua tercinta bu Siti Asiah dan bapak Edi Ahmadi
yang telah memberikan do’a, dukungan materil dan moral serta semangat
selama menempuh pendidikan S1 Teknobiologi di Fakultas Teknobiologi,
Universitas Teknoligi Sumbawa (FTB UTS).
2. Bapak Baso Manguntungi, S.Si., M.Si., selaku dosen pembimbing I atas
segala bimbingan selama penyusunan skripsi ini.
3. Bapak Dr. Ahmad Wibisana, MT, selaku pembimbing II, yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan penulis selama
penelitian dan penulisan skripsi ini. Tidak hanya bimbingan terkait materi
penelitian, namun juga selalu memberi motivasi untuk melakukan yang
terbaik.
4. Laboratorium Analisis Kimia dan Mikrobiologi, Balai Bioteknologi, Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) selaku tempat penulis
melaksanakan penelitian tugas akhir.
5. Seluruh Tim Laboratorium Analisis Kimia dan Mikrobiologi, BPPT (ibu Lira,
bapak Rudi, bapak Musidin, ibu Uli, mbak Tiol, bapak Ujang, ibu Efrida,
bang Jay beserta seluruh staf peneliti dan laboran) yang telah membantu
penulis selama melakukan penelitian di Balai Bioteknologi, BPPT. Selain itu,
beliau semua senantiasa membantu serta memberi dukungan, motivasi, dan
semangat untuk penulis.
6. Seluruh pengajar di Program Studi Bioteknologi Fakultas Teknobiologi
Universitas Teknologi Sumbawa (Dwi Ariyanti, S.Pt., M.Biotech., Ali Budhi
Kusuma, M.Sc., Maya Fitriana, S.Si., Sausan Nafisah, S.Si., Win Ariga
Mansur Malonga, S.Pi., Izzul Islam, S.Pi., M.Eng., Hurul Aini As Silmi,
S.Si., Lili Suharli, S.Si.,M.Pd., Kusdianawati, S.Pt., M.Si., Khotibul Umam,
M.Sc., dan Riri Rimbun Anggih Chaidir, M.Sc.) atas segala didikan yang
telah penulis terima sejak pertama kali penulis menimba ilmu hingga
akhirnya mampu menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi. Beliau
semua tidak pernah lelah memberikan semangat, motivasi, dukungan, dan doa
untuk penulis selama masa perkuliahan.
7. Pertamina Foundation atas Beasiswa Sobat Bumi Inspirasi Indonesia Timur
yang telah diberikan selama penulis menempuh pendidikan di Fakultas
Teknobiologi, Universitas Teknologi Sumbawa.
x
8. Orang tua kedua ibu Hayat Khairiyah dan bapak Darma yang telah
memberikan do’a dan senantiasa memberi dukungan, motivasi, serta
semangat untuk penulis.
9. Keluarga yang selalu menjadi saudara terbaik yang telah memberikan
dukungan, bantuan moral, dan spiritual selama penyusunan skripsi ini.
10. Teman-teman Bioteknologi 2014, khususnya Ani Sulastri, Auliya Safitri,
Eviana, Dariati, Nurul Izzati, Lovi Adekamulyani, Tegar Aprilian, Kurniawan
Eka Putra, Septi Arini, Robby Sahrullah, yang telah banyak membantu
penulis dalam memberikan motivasi, semangat, do’a, dan dukungan, serta
mengoreksi tulisan penulis dalam skripsi ini.
11. Kakak-kakak FTB 2013, teman-teman FTB 2015, 2016, dan 2017, serta
teman-teman SMA yang telah memeberikan motivasi, arahan dan
memberikan semnagat serta dukungan kepada penulis selama pelaksanaan
penelitian dan penulisan skripsi ini.
12. Semua orang yang telah mendukung, memberikan semangat, dan do’a kepada
penulis yang tidak bisa saya sebut satu per satu sehingga penulis mampu
meyelesaikan skripsi ini.
Penyusunan skripsi tentunya tidak terlepas dari kekurangan. Akhir kata,
semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala senantiasa memberikan kasih sayang-Nya
untuk semua pihak yang telah membantu penulis selama ini. Semoga skripsi ini
dapat menjadi salah satu sumber ilmu pengetahuan dan dapat memberikan
manfaat bagi orang-orang yang membutuhkan.
Sumbawa Besar, 18 Juli 2018
Lulu Suliswati
xi
DAFTAR ISI
ABSTRAK ........................................................................................................ vii
ABSTRACT ...................................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ...................................................................................... ix
DAFTAR ISI ...................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ........................................................................... 2
1.3. Tujuan .............................................................................................. 2
1.4. Manfaat ............................................................................................ 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Antibiotik ......................................................................................... 4
2.2. Penisilin G ........................................................................................ 5
2.3. Penisilin G Asilase ........................................................................... 6
2.4. 6-Aminopenicillanic Acid (6-APA) .................................................. 7
2.5. Biokonversi Penisilin G menjadi 6-Aminopenicillanic Acid
(6-APA) ........................................................................................... 8
2.6. Mekanisme Kerja Antibiotik ............................................................ 9
2.7. Bakteri Resisten................................................................................ 10
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat ......................................................................... 12
3.2. Alat dan Bahan Penelitian .............................................................. 12
3.2.1. Alat Penelitian ....................................................................... 12
3.2.2. Bahan Penelitian ................................................................... 12
3.3. Rancangan Penelitian ..................................................................... 12
3.4. Langkah Kerja ................................................................................ 13
3.4.1. Pembuatan Larutan Stok ........................................................ 13
3.4.1.1. Buffer Potasiium Fosfat 0,1 M ......................................... 13
3.4.1.2. Larutan Stop Reaksi ......................................................... .13
3.4.1.3. Larutan PDMAB (4-Dimethylamino Benzaldehyde) ...... .13
3.4.1.4. Larutan Stok 6-APA......................................................... .14
3.4.2. Pembuatan Kurva Standar 6- APA ........................................ .14
3.4.3. Pengujian Aktivitas Enzim Penisilin Asilase ........................ .14
3.4.4. Biokonversi penisilin G menjadi 6-APA .............................. .15
3.4.5. Analisis Spektrofotometer ..................................................... .15
3.5. Analisa Data .................................................................................... .16
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Enzim ..................... 17
4.1.1. Suhu ....................................................................................... 17
4.1.2. Konsentrasi Substrat ............................................................... 19
xii
4.1.3. pH .......................................................................................... 20
4.2. Biokonversi Penisilin G menjadi 6-Aminopenicillanic Acid (6-APA)
.......................................................................................................... 21
BAB V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan....................................................................................... 25
5.2. Saran ................................................................................................. 25
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 26
LAMPIRAN ....................................................................................................... 29
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Struktur kimia penisilin G, a) cincin β-laktam, b) cincin thiazolidin,
c) R. rantai samping ........................................................................ 5
Gambar 2.2. Struktur kimia konversi penisilin G menjadi 6-APA ...................... 9
Gambar 4.1. Pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim ........................................ 17
Gambar 4.2. Pengaruh konsentrasi substrat terhadap aktivitas enzim ................ 19
Gambar 4.3 Pengaruh pH terhadap aktivitas enzim .......................................... 20
Gambar 4.4. Jumlah penisilin G terkonversi ....................................................... 22
Gambar 4.5. Perbandingan penisilin G yang terkonversi dan jumlah 6-APA yang
terbentuk ........................................................................................ 23
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Rancangan penelitian ........................................................................ 13
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Pembuatan Kura Standar 6-APA ................................................... 29
Lampiran 2. Faktor-faktor yang menpengaruhi Aktivitas enzim ....................... 30
Lampiran 3. Tabel hasil biokonversi penisilin G menjadi 6-APA ..................... 31
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia sampai saat ini masih harus mengimpor kebutuhan bahan baku
obat, khususnya antibiotik yang berfungsi sebagai antimikroba. Kebutuhan akan
antibiotik dewasa ini semakin meningkat seiring dengan berkembangnya berbagai
jenis penyakit akibat infeksi mikroba (Nawfa, 2005). Antibiotik adalah substansi
alamiah hasil metabolisme sekunder mikroorganisme yang mempunyai
kemampuan yang menghambat atau membunuh bakteri (Rachman et al., 2016).
Salah satu jenis antibiotik yang banyak diimpor adalah penisilin. Penisilin
yang digunakan dalam pengobatan terbagai menjadi 2 yaitu penisilin alami dan
penisilin semisintetik. Penisilin alami memiliki kelemahan yaitu spektrumnya
sempit dan peka terhadap penisilinase (β-laktamase). Penisilin semisintetik
diperoleh dengan cara mengubah struktur kimia penisilin alami atau dengan cara
sintesis inti penisilin, bahan dasar yang digunakan untuk pembuatan penisilin
semisintetik adalah 6-Amino Penicillanic Acid (6-APA) (Desriyati et al., 2012).
6-Amino Penicillanic Acid (6-APA) yang dihasilkan dari hasil hidrolisis
penisilin G merupakan salah satu contoh penting dari aplikasi di bidang industri
biokatalis. Senyawa 6-APA sebagai bahan baku antibiotik turunan penisilin dapat
diproduksi melalui proses fermentasi, hidrolisis penisilin G secara kimiawi dan
hidrolisis penisilin G secara enzimatik. Produksi senyawa 6-APA umumnya
dilakukan dengan cara hidrolisis secara enzimatik. Hidrolisis penisilin G secara
enzimatik menggunakan penisilin asilase yang dihasilkan oleh bakteri dan jamur
tertentu. Penggunaan enzim mempunyai beberapa keuntungan antara lain
reaksinya spesifik, efisien, dapat dilakukan pada kondisi lunak, serta lebih ramah
lingkungan (Faber, 2000). Hidrolisis enzimatik lebih banyak digunakan dari pada
hidrolisis kimiawi yang cukup mahal dan menggunakan beberapa bahan kimia
berbahaya. Hidrolisis kimiawi menggunakan banyak reagen kimia dan melewati
berbagai tahapan yang dilakukan pada suhu tinggi, yaitu 40oC (Van Santen et al,
2000). 6-APA adalah prekursor utama untuk produksi antibiotik beta laktam
semisintetik. Penisilin G asilase menyumbang 88% 6-APA dari seluruh dunia,
2
sementara sisanya diproduksi oleh penisilin V asilase (Banerjee & Debnath,
2006).
Hidrolisis penisilin G menjadi 6-APA dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya adalah konsentrasi substrat, temperatur, dan pH. Optimasi faktor-
faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim dalam menghidrolisis penisilin G juga
dilakukan untuk meningkatkan produksi 6-APA. Suhu dan pH optimal untuk
aktivitas penisilin asilase dari E. coli telah diteliti oleh Bruggink et al., (1998),
Javadpour et al., (2002) serta Sukandar & Subagjo (2005). Berdasarkan penelitian
tersebut, aktivitas optimal penisilin asilase dari E. coli dicapai pada kisaran pH
7,5-8,0 dan suhu 30-50oC. Suhu dan pH mempengaruhi sebaran muatan pada sisi
aktif enzim sedangkan suhu mempengaruhi stabilitas enzim. Kondisi optimal
hidrolisis oleh penisilin asilase dapat berbeda tergantung mikroorganisme
penghasilnya.
Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi 6-APA, penelitian
ini dilakukan untuk mendapatkan kondisi optimal dari faktor-faktor tersebut.
Sehingga produksi 6-APA secara enzimatis yang dilakukan dengan berdasarkan
faktor-faktor yang telah disebutkan mendapatkan hasil yang maksimal. Produksi
6-APA dilakukan menggunakan reaktor curah (sistem batch) yang direaksikan
selama 180 menit.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari penelitian ini yaitu sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh temperatur, pH dan konsentrasi substrat terhadap
hidrolisis penisilin G menjadi 6-APA ?
2. Berapa kadar 6-APA yang dihasilkan dari hidrolisis penisilin G dengan
kondisi temperatur, pH dan konsentrasi substrat yang optimal ?
1.3. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan biokonversi penisilin G
menjadi 6-APA secara enzimatis dalam reaktor curah (Batch) dan mengetahui
kadar 6-APA yang dihasilkan dari hasil biokonversi berdasarkan faktor-faktor
yang mempengaruhinya.
3
1.4. Manfaat
Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi mengenai pengaruh
temperatur, pH dan konsentrasi substrat pada hidrolisis penisilin G terkatalisis
penisilin asilase sehingga dapat menghasilkan produk 6-APA yang tinggi.
Informasi tersebut diharapkan dapat menjadi informasi untuk memperoleh proses
biokonversi yang efisien.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Antibiotik
Antibiotik adalah obat yang berasal dari seluruh atau bagian tertentu
mikroorganisme dan digunakan untuk mengobati infeksi bakteri. Antibiotik tidak
efektif untuk melawan virus. Antibiotik selain membunuh mikroorganisme atau
menghentikan reproduksi bakteri juga membantu sistem pertahanan alami tubuh
untuk mengeleminasi bakteri tersebut (Fernandez, 2013).
Pemberian antibiotik merupakan pengobatan utama dalam penanganan
penyakit infeksi. Adapun manfaat penggunaan antibiotik tidak perlu diragukan
lagi, akan tetapi penggunaannya yang berlebihan akan segera diikuti dengan
munculnya kuman kebal antibiotik, sehingga manfaatnya akan berkurang.
Resistensi bakteri terhadap antibiotik, terlebih lagi multi drug resistance
merupakan masalah yang sulit diatasi dalam pengobatan pasien. Hal ini muncul
sebagai akibat pemakaian antibiotik yang kurang tepat, seperti dosis, macam dan
lama pemberian sehingga bakteri berubah menjadi resisten (Negara, 2014).
Antibiotik dibedakan menjadi 2 yaitu antibiotik alami dan antibiotik
semisintetik. Antibiotik semisintetik tidak hanya lebih baik dari antibiotik alami
tetapi juga dapat mengatasi masalah resistensi mikroba tehadap antibiotik. Selain
itu, antibiotik semisintetik umumnya lebih stabil, lebih mudah diabsorbsi dan
lebih sedikit efek sampingnya dibandingkan dengan antibiotik alami (Muharni,
1999). Antibiotik pertama kali ditemukan olah Alexander Flemming pada tahun
1928 yang diproduksi oleh mikroorganisme seperti bakteri dan jamur untuk
membunuh mikroorganisme lainnya. Antibiotik membunuh bakteri dengan
menghambat sintesis dinding sel bakteri. Selanjutnya pada tahun yang sama,
Alexander Flemming juga menemukan antibiotik jenis penisilin secara tidak
sengaja ketika perang dunia I dan perang dunia II (Derderian, 2007).
Salah satu dari sekian banyak antibiotik yang dibutuhkan dan digunakan
sampai saat ini adalah berasal dari golongan penisilin. Antibiotik penisilin
merupakan antibiotik dari golongan beta laktam dibedakan menjadi tiga kelompok
yaitu Penisilin G, Penisilin V dan Ampisilin (Parmar et al., 2000). Penisilin
pertama kali diterapkan untuk aplikasi klinik yaitu pada tahun 1942. Beberapa
5
kelebihan dari penisilin yaitu mempunyai spektrum yang luas, aktif terhadap
bakteri gram positif dan mempunyai toksisitas yang rendah sehingga penggunaan
penisilin G dengan dosis yang tinggi tidak menyebabkan alergi (Rachman et al.,
2016).
2.2. Penisilin G
Penisilin G (Pen-G) dikenal sebagai benzil penisilin yang merupakan
substrat dari enzim Penisilin G Asilase (PGA) untuk pengujian aktivitas enzim.
Pen-G berbentuk garam kalium atau natrium yang berupa bubuk putih sampai
sedikit kuning, tidak berbau, agak higroskopis relatif stabil di udara. Penisilin
dapat menjadi non aktif apabila terkena pengaruh panas, sistein, NaOH,
penicilinase (enzim yang terdapat dalam banyak bakteri yang dapat merusak
penisilin) dan asam hidroklorat. Zat lain yang dapat merusak Penisilin antara lain
adalah logam-logam berat seperti Cu, Ag, Fe, dan Zn (Sarah, 2002).
Pen-G merupakan suatu antibiotik yang tidak dapat diberikan melalui mulut
karena sifatnya yang tidak stabil dengan asam hidroklorat di lambung, bekerja
pada lingkup kerja yang sempit (hanya efektif pada bakteri gram positif). Bakteri
patogen yang resisten terhadap Pen-G adalah Staphylococcus, Streptococcus,
Enterococcus, Pneumococcus, B. antrachis, B. substilis, B. diptheria, Listeria
monocytogen es, Clostridia, Gonococcus dan Meningococcus (Wattimena et al.,
1991) dan juga dapat menimbulkan alergi gatal-gatal serta reaksi efek samping
yang menyebabkan penyakit (diare dan superinfeksi dari k andidiasis). Selain itu
pen-G juga sangat sensitif terhadap enzim β-laktamase yang dapat memutus
ikatan pada cincin β-laktam. Sifat dari antibiotik ini akan hilang jika cincin β-
laktam terputus karena β-laktamase, Selain itu, munculnya resistensi bakteri
terhadap antibiotik dipengaruhi oleh adanya gen resistensi yang terdapat dalam
plasmid, transposon, atau dalam kromosom bakteri (Putri, 2014).
6
Gambar 2.1. struktur kimia penisilin G
a. cincin β-laktam b. cincin thiazolidin R. rantai samping
(Arroliga dan Pien, 2003)
Variasi struktur rantai samping akan membedakan jenis penisilin satu
dengan yang lainnya dan akan mempengaruhi spektrum antibakterinya. Penisilin
alami memiliki kelemahan yaitu sifatnya yang berspektrum sempit dan peka
terhadap penisilinase (β-laktamase) (Pratiwi, 2008). Selain itu, penisilin juga
memiliki beberapa kekurangan dalam pemakaiannya, seperti munculnya gejala
alergi, waktu paruh dalam tubuh sempit, tidak tahan terhadap asam dan β-
laktamase (Sebayang, 2005). Penisilin tidak efektif terhadap bakteri gram negatif
seperti basilus, amuba, plasmodia, ricketsia, virus dan fungi (Patel, 2006).
Kelemahan yang dimiliki oleh penisilin alami sehingga dibutuhkan antibiotik
semisintetik untuk memperbaiki sifat dari penisilin alami. Penisilin semisintetik
diperoleh dengan cara mengubah struktur kimia penisilin alami atau dengan cara
sintesis dari inti penisilin, bahan dasar yang digunakan untuk pembuatan penisilin
semisintetik berupa asam 6-aminopenisilanat (6-APA). Asam 6-aminopenisilanat
(6-APA) merupakan hasil hidrolisis penisilin oleh aktivitas enzim penisilin G
asilase. Penisilin G asilase dihasilkan oleh berbagai macam mikroorganisme,
antara lain jamur dan bakteri (Kafsnochi et al., 2010).
2.3. Penisilin G Asilase
Penisilin G Asilase (PGA) ditemukan pada tahun 1960 dan digunakan
sebagai biokatalis di bidang industri. PGA adalah enzim yang dapat mengkatalisis
reaksi hidrolisis penisilin pada ikatan amida yang menghubungkan rantai samping
asil dengan inti penisilin menjadi 6-Aminopenicillanic Acid (Dolui et al., 2011), 7-
Aminodeacetoxy Cephalosprinic Acid dan dalam mengubah banyak antibiotik
semisintetik seperti ampicillin, amoxicillin, cephalexin, dan cefatoxime (Singh
7
dan Goyal, 2014). Penisilin asilase dikenal sebagai penisilin amidase, penisilin
transferase dan penisilin amidohidrolase dengan nomor golongan enzim (EC
3.5.1.11). Berdasarkan jenis substrat yang dihidrolisis, enzim ini terbagi menjadi:
(1) penisilin G asilase yaitu dengan substrat benzil penisilin; (2) penisilin V
asilase yaitu dengan substrat fenoksimetil penisilin; (3) Ampisilin asilase yaitu
dengan substrat D-α aminobenzil penisilin (ampisilin) (Parmar et al, 2000).
Penisilin asilase adalah enzim yang mengkatalis proses hidrolisis penisilin G atau
penisilin V menjadi 6-APA dan asam organik. Asam organik yang dihasilkan akan
beda – beda tergantung dari jenis penisilin yang dihidrolisis. Bila penisilin G yang
dihidrolisis maka akan dihasilkan asam fenilasetat (PAA), tetapi bila yang dihidrolisis
penisilin V maka akan dihasilkan asam fenoksi metil asetat (Rajendhran et al., 2004).
Penelitian ini dilakukan untuk menghidrolisis penisilin G sehingga menghasilkan 6-
APA dan PAA.
Penisilin asilase adalah enzim yang diproduksi oleh beberapa bakteri dan
jamur. Enzim ini dapat dihasilkan oleh E. coli secara intraselular. Pada gram
positif enzim ini dapat dihasillkan oleh B. megaterium dan Micrococcus roseus,
PGA ini dihasilkan secara ekstraselular. Aplikasi bioteknologi dari penisilin
asilase muncul sebagai alternatif untuk pembuatan antibiotik β-laktam, peptida
kecil dan isomer murni dari campuran rasemat. Namun, penisilin asilase terlibat
terutama dalam industri produksi penisilin semisintesik (Nandi et al., 2014).
Meskipun peran metaboliknya tidak sepenuhnya dipahami, enzim ini secara
luas digunakan untuk produksi 6-APA. Alasan utama adalah bahwa dapat
mengkatalisis hidrolisis Penicillin G dalam hal ini senyawa dan asam fenilasetat.
Enzim ini juga bisa digunakan untuk mengkatalisis reaksi kebalikan dan sintesis
ikatan amida (Nandi et al., 2014). Pada tahun 1950, Sakaguchi dan Murao
menemukan bahwa PGA mampu menghidrolisis rantai samping asam fenil asetat
dari penisilin G. Selanjutnya ditemukan bahwa enzim pensilin asilase ada di mana
– mana pada bakteri, ragi, jamur dan actinomycetes.
PGA berhasil diindustrialisasi pada awal 1990-an untuk rantai samping
hidrolisis penisilin G setelah banyak upaya untuk mengoptimalkan produksi
enzim dan pengembangan proses untuk penghapusan enzim difasilitasi oleh
adopsi strategi imobilisasi enzim dan penggunaan kembali (Door and Fuerst,
2018). Penisilin asilase dapat mengkatalis reaksi bolak – balik dalam
8
menghidrolisis penisilin G, sehingga bila ada campuran asam fenilasetat dan asam
6-APA serta penisilin asilase maka akan terjadi reaksi pembentukan penisilin G
(Chandel et al., 2007).
2.4. 6-Aminopenicilanic Acid (6-APA)
6-Aminopenicilanic Acid (6-APA) dalam industri farmasi digunakan sebagai
produk antara yang sangat penting, terutama sebagai prekursor dalam produksi
antibiotik β-laktam semisintesik seperti ampisilin, amoksisilin dll (Matran et al.,
2013). Senyawa 6-APA ini dapat diperoleh secara hidrolisis kimiawi, enzimatik
maupun fermentasi dari penisilin alam. Lebih dari 60% 6-APA diproduksi secara
enzimatik, karena biaya yang diperlukan dalam proses produksi relatif sedikit dan
lebih murah. Pada proses produksi secara enzimatis, 6-APA diperoleh melalui
reaksi hidrolisis penisilin dengan bantuan enzim penisilin G asilase yang dapat
diperoleh dari berbagai mikroorganisme (Mulyani, 1999).
Enzim dan sel amobil telah digunakan dalam industri farmasi untuk
menghasilkan 6-APA. Produksi 6-APA oleh hidrolisis enzimatik penisilin G
menggunakan penisilin G asilase amobil adalah proses yang ramah lingkungan,
berkelanjutan dan efisien. Dalam reaksi batch, hasil konversi enzimatik penisilin
G ke 6-APA menggunakan sistem immobilisasi sel keseluruhan adalah sekitar
75% (Arshad et al, 2007).
2.5. Biokonversi penisilin G menjadi 6-Aminopenicilanic Acid (6-APA)
6-Aminopenicilanic Acid (6-APA) merupakan prekursor untuk produksi
antibiotik β-laktam semisintetik (amoxycillin, ampicillin, dll). Asam ini dapat
diperoleh dari sintesis kimia. 6-APA juga dapat dihasilkan secara langsung
dengan fermentasi Penicillium sp. tanpa menggunakan prekursor, tetapi tingkat
konversi substrat ke produk yang dihasilkan tidak memuaskan (Matran et al.,
2013).
Sebagian besar penisilin semisintetik dihasilkan dari 6-Aminopenicillanic
Acid (6-APA), yang diproduksi secara deasilasi enzimatik atau kimia dari benzyl
penisilin alami. Metode kimia untuk menghasilkan 6-APA dapat membahayakan
lingkungan dan membutuhkan penggunaan bahan kimia berbahaya seperti
9
piridina, fosfor pentachloride, dan nitrosylchloride. Sebaliknya, konversi secara
enzimatik adalah regio dan stereo-spesifik dan kondisi reaksinya ringan.
Perbandingan ekonomi dari pembuatan 6-APA oleh proses kimia dan enzimatik
menunjukkan bahwa proses enzimatik lebih murah 9% dibandingkan dengan
proses kimia (Parmar et al, 2000).
Gambar 2.1 struktur kimia konversi penisilin G menjadi 6-APA
2.6. Mekanisme kerja antibiotik
Secara umum mekanisme kerja antibiotik terhadap bakteri adalah
menghambat sintesis dinding sel bakteri, menghambat fungsi membran plasma,
menghambat sintesis asam nukleat, menghambat sintesis protein melalui
penghambatan pada tahap translasi dan transkripsi material genetik, dan
menghambat metabolisme folat. Tempat kerja antibiotik pada dinding sel bakteri
adalah lapisan peptidoglikan. Antibiotik bekerja pada dinding sel bakteri,
sehingga kerusakan atau hilangnya lapisan ini akan menyebabkan hilangnya
kekauan dinding sel dan akan mengakibatkan kematian (Neu dan Gootz, 2001).
Penicillin G bekerja dengan mengikat pada protein spesifik yang dapat
mengikat penisilin pada bagian dalam dinding sel bakteri. Tahap awal pada kerja
antibiotik ini dimulai dari pengikatan obat pada reseptor sel bakteri yaitu pada
protein pengikat penisilin (PBPs=Penicillin-Binding Proteins). Kemudian
menghambat kerja enzim D-alanil karboksipetidase yang berperanan pada proses
cross-linking antara rantai peptidoglikan penyusun dinding sel bakteri. Struktur
10
penisilin yang mirip dengan struktur peptida D-alil-D-alanin pada ujung rantai
peptidoglikan, menyebabkan antibiotika ini dapat berikatan dengan enzim D-
alanil karboksipeptidase dan antibiotik menghambat kerja enzim tersebut pada
proses pembentukan dinding sel bakteri (Katzung, 1998). Setelah obat melekat
pada satu atau lebih reseptor maka reaksi transpeptidasi akan dihambat dan
selanjutnya sintesis peptidoglikan akan dihambat. Tahap berikutnya adalah
inaktivasi serta hilangnya inhibitor enzim-enzim autolitik pada dinding sel.
Akibatnya adalah aktivasi enzim-enzim litik yang akan menyebabkan lisis bakteri
(Neu dan Gootz, 2001).
2.7. Bakteri Resisten
Antibiotik β-laktam tidak efektif terhadap semua gram positif atau gram
mikroorganisme negatif dan mungkin secara intrinsik resisten karena (1)
Perbedaan struktural dalam enzim adalah target dari obat-obat ini atau (2) Karena
ketidakstabilan obat untuk menembus ke tempat kerjanya karena lebih kompleks
struktur permukaan. Penyebab utama perkembangan tahan terhadap penisilin
adalah produksi β-laktamase. Proses ini dikendalikan secara genetik; gen untuk
produksi penisilin berada dalam plasmid yang dapat ditransfer oleh fag dari satu
bakteri ke bakteri lain. Produksi β-laktamase sangat penting untuk Staphylococcus
yang diinduksi oleh substrat. Streptococcus tidak menghasilkan β-laktamase.
Bakteri lain yang menghasilkan β-laktamase adalah beberapa strain E.coli,
H.influenza dan B.subtillis. Mekanisme lain dari pengembangan resistensi bisa
karena ketidakmampuan obat untuk menembus situs. Ini terjadi terutama dengan
gram negatif bakteri di mana membran mikroorganisme lain membatasi penetrasi
antibiotik hidrofilik (Patel, 2006).
Pengunaan antibiotik yang tidak rasional dapat menyebabkan resistensi.
Resistensi merupakan kemampuan bakteri dalam menetralisir dan melemahkan
daya kerja antibiotik. Masalah resistensi selain berdampak pada morbiditas dan
mortalitas, juga memberi dampak negatif terhadap ekonomi dan sosial yang
sangat tinggi. Pada awalnya resistensi terjadi di tingkat rumah sakit, tetapi lambat
laun juga berkembang di lingkungan masyarakat, khususnya Streptococcus
11
pneumoniae (SP), Staphylococcus aureus, dan Escherichia coli (Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2406/MENKES/PER/XII/2011).
Permasalahan resistensi bakteri juga telah menjadi masalah yang
berkembang di seluruh dunia sehingga WHO mengeluarkan pernyataan mengenai
pentingnya mengkaji faktor-faktor yang terkait dengan masalah tersebut dan
strategi untuk mengendalikan kejadian resistensi. Salah satu cara untuk
mengendalikan kejadian resistensi bakteri adalah dengan penggunaan antibiotik
secara rasional. Penggunaan obat rasional termasuk antibiotika menurut WHO
adalah pasien mendapatkan pengobatan yang sesuai dengan kebutuhan klinisnya,
dalam dosis yang sesuai dengan kebutuhannya, dalam satu kurun waktu yang
adekuat dan harga terendah baginya dan masyarakat sekitarnya (WHO, 2002).
12
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat
Pelaksaan kegiatan penelitian berlangsung dari tanggal 2 Januari sampai
dengan 22 Mei 2018 yang bertempat di Laboratorium Teknologi Gen, Balai
Bioteknologi BPPT, Gedung 630 Kawasan PUSPIPTEK Serpong, Tangerang
Selatan.
3.2. Alat dan Bahan
3.2.1. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu beaker glass, tabung reaksi,
erlenmeyer, waterbath, pH meter, termometer, mikropipet (100-1000 µL dan 20-
200 µL), pipet ukur, bulp, tip (biru dan kuning), tabung ependorf, rak tabung,
spektrofotometer, kuvet, magnetik stirer, stirer bar, vortex, timbangan analitik,
tissue, alumunium foil.
3.2.2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penisilin G, penisilin G
asilase, 6-Aminopenicillanic Acid (6-APA) standar, K2HPO4, KH2PO4, NaOH,
asam asetat, PDMAB (4-Dimethylamino Benzaldehyde), metanol, dan air RO
(Reserve Osmosis).
3.3. Rancangan Penelitian
Proses biokonversi dilakukan dalam reaktor batch dengan volume 20 mL.
Proses tersebut dilakukan selama 180 menit dengan rentang waktu pengambilan
sampel yaitu 10 menit. Biokonversi dilakukan dengan mempertahankan kondisi
pH 7,5 dan temperatur 37 oC. Proses biokonversi dilakukan sebanyak 3 kali
ulangan. Sebelum dilakukan proses biokonversi, terlebih dahulu melakukan
pengujian aktivitas enzim. Pengujian aktivitas enzim diberikan perlakuan optimasi
suhu, pH dan konsentrasi larutan uji. Masing-masing perlakuan dilakukan
sebanyak 3 kali ulangan.
13
Tabel 3.1. Rancangan Penelitian
Faktor uji Optimasi Ulangan
Suhu 28 oC, 32
oC, 35
oC, 37
oC, 39
oC, 42
oC,
50 oC, dan 60
oC.
3x
pH pH 6, pH 6,6, pH 7, pH 7,6 dan pH 8 3x
Konsentrasi Substrat 2 %, 3 %, 4 %, 5 %, 6 %, 7 %, 8 %, 9 %
dan 10 %
3x
3.4. Metode Kerja
3.4.1. Pembuatan Larutan Stok
3.4.1.1. Buffer Potasiium Fosfat 0,1 M
Larutan buffer potasium fosfat dengan konsentrasi 7 % dan pH 7,5
digunakan sebagai pelarut dari penisilin G yang akan dikonversi menjadi 6-APA.
Langkah kerja yang dilakukan dalam pembuatan buffer adalah membuat larutan
K2HPO4 500 mL dan larutan KH2PO4 100 mL dalam air RO (Reserve Osmosis).
Masing-masing ditimbang sebanyak 8,709 gram dan 1,361 gram. Kedua larutan
tersebut dibuat dengan konsentrasi 0,1 M. Selanjutnya kedua larutan tersebut
dihomogenkan dengan komposisi K2HPO4 sebanyak 80,2 mL dan KH2PO4
sebanyak 19,8 mL dengan pH 7,5.
3.4.1.2. Larutan Stop Reaksi
Stop reaksi terdiri dari campuran 2 larutan yang berbeda yaitu larutan
asam asetat 20 % dan larutan NaOH 0,05 M. Larutan asam asetat dibuat sebanyak
100 mL yaitu dengan mencampurkan air RO dan asam asetat glasial 100 %
masing-masing 80 mL dan 20 mL dengan perbandingan 2:1. Dalam pembuatan
larutan asam asetat ditambahkan air terlebih dahulu kemudian ditambahkan asam
asetat, lalu dihomogenkan. NaOH dibuat dengan konsentrasi 0,05 M dalam 100
mL air, NaOH ditimbang sebanyak 0,2 gram, kemudian homogenkan hingga larut.
3.4.1.3. Larutan PDMAB (4-Dimethylamino Benzaldehyde)
Pembuatan larutan PDMAB dengan konsentrasi 0,5 % sebanyak 10 mL.
Serbuk PDMAB ditimbang sebanyak 0,5 gram, kemudian dilarutkan ke dalam
14
metanol sebanyak 100 mL. Larutan PDMAB merupakan larutan pewarna yang
digunakan dalam proses pembacaan hasil menggunakan spektrofotometer.
3.4.1.4. Larutan Stok 6-APA
Pembuatan larutan stok 6-APA digunakan sebagai standar untuk analisa
hasil yang didapatkan. Larutan dibuat dengan konsentrasi 500 ppm. 6-APA
sebanyak 0,0025 gram dilarutkan dalam 5 mL larutan buffer fosfat 0,1 M pH 7,5.
3.4.2. Pembuatan Kurva Standar 6- APA
Larutan stok 6-APA 500 ppm diencerkan dengan variasi konsentrasi 20
ppm, 40 ppm, 75 ppm, 100 ppm, dan 150 ppm. Dari masing-masing 6-APA
dengan konsentrasi yang bervariasi tersebut diambil sebanyak 140 µL, 280 µL,
525 µL, 700 µL dan 1050 µL 6-APA ditambah larutan stop reaksi hingga volume
akhir menjadi 3500 µL.
3.4.3. Pengujian Aktivitas Enzim Penisilin Asilase
Pengujian aktivitas enzim dimulai dengan pembuatan larutan penisilin G 2
% sebanyak 2 mL (penisilin G ditimbang sebanyak 0,1 gram). Larutan tersebut
dikondisikan di dalam shaker waterbath selama 5 menit, kemudian ditambahkan
enzim penisilin G asilase sebanyak 0,05 gram. Shake dengan kecepatan 100 rpm,
pada suhu 37 oC selama 5 menit. Sambil menunggu 5 menit, ke dalam tabung
ditambahkan larutan stop reaksi sebanyak 500 µL. Setelah 5 menit kemudian
sampling sebanyak 500 µL dan ditambahkan ke dalam larutan stop reaksi (larutan
1). Larutan 1 didilusi sebanyak 50 kali, dengan cara larutan 1 diambil sebanyak
140 µL kemudian ditambahkan ke dalam larutan stop reaksi sebanyak 3360 µL.
Selanjutnya ditambahkan larutan PDMAB sebanyak 500 µL untuk dianalisis
menggunakan spektrofotometer.
Hasil pembacaan selanjutnya dikonversikan ke dalam persamaan linear
standar 6-APA dengan rumus:
Aktivitas enzim PGA =
Dimana, [6-APA] adalah konsentrasi 6-APA yang dihasilkan, BM adalah
berat molekul pen-G (216,255), V adalah volume larutan. Satu unit aktivitas
15
enzim dapat didefinisikan sebagai jumlah enzim yang mengkatalisis hidrolisis
penisilin G untuk menghasilkan 1 μmol asam 6-Aminopenicillanic Acid dalam 1
menit kondisi tertentu (Bahman et al., 2013).
3.4.4. Biokonversi Penisilin G Menjadi 6-APA
Proses biokonversi penisilin G (PenG) menjadi 6-APA dimulai dengan
membuat larutan penisilin G 7 % dalam 10 mL buffer potasium fosfat, kemudian
enzim penisilin asilase ditambahkan ke dalam larutan PenG sebanyak 0,5 %.
Larutan tersebut direaksikan menggunakan stirer di dalam waterbath, suhu dan
pH dijaga agar tetap konstan yaitu pada suhu 37 oC dan pH 7,5.
Pengambilan sampel dilakukan pada rentang waktu 10 menit untuk setiap
pengambilan sampel, sampel diambil hingga menit ke 180 menit. Pada menit ke
180 sampel diambil sebanyak 500 µL dan ditambah 500 µL larutan stop reaksi.
Selanjutnya dilakukan pengenceran sebanyak 50 kali yaitu dengan mengambil
140 µL dari larutan sebelumnya kemudian ditambahkan larutan stop reaksi
sebanyak 3360 µL. Selanjutnya ditambahkan larutan PDMAB sebanyak 500 µL
untuk dianalisis menggunakan spektrofotometer.
3.4.5. Analisis Spektrofotometer
Sampel yang sudah diencerkan kemudian dilakukan pembacaan
menggunakan spektrofotometer. Sebelum melakukan pembacaan sampel terlebih
dahulu melakukan pembacaan kurva standar 6-APA. Sebagai kontrol (blanko)
adalah campuran laruutan stop reaksi dan PDMAB. Semua variasi konsentrasi 6-
APA dimasukkan ke dalam kuvet sebanyak ±3500 µL. Selanjutnya dilakukan
pembacaan untuk pengujian aktivitas enzim, dilakukan dengan cara yang sama
dengan pembuatan kurva standar yaitu menambahkan larutan sebanyak ±3500 µL
ke dalam kuvet. Kemudian dilakukan pembacaan hasil biokonversi penisilin G
menjadi 6-APA.
16
3.5. Analisa Data
Data yang didapatkan dari penelitian disajikan dengan grafik dan Tabel,
selanjutnya data yang didapatkan dianalisa secara deskriptif. Hasil yang diperoleh
merupakan data yang diolah menggunakan microsoft excel.
17
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Enzim
Berikut adalah hasil analisis yang digunakan dalam penelitian ini untuk
melihat pengaruh dari beberapa faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim
penisilin G asilase. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas enzim
diantaranya adalah sebagai berikut:
4.1.1 Temperatur
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapatkan bahwa Aktivitas
enzim pada awal terjadinya reaksi dengan temperatur 28 oC yaitu sebesar 38,593
unit/gram. Sebelum mencapai kondisi optimum, aktivitas enzim terus mengalami
kenaikan hingga mencapai kondisi optimum. Kondisi suhu optimum enzim
penisilin asilase adalah pada suhu 42 oC dengan aktivitas enzim sebesar 86,020
unit/gram. Artinya bahwa 1 gram enzim PGA dapat menghasilkan 6-APA sebesar
86,020 µmol per menit pada kondisi yang ditentukan. Setelah mencapai kondisi
optimum aktivitas enzim kemudian mengalami penurunan jumlah aktivitasnya
pada suhu 50 oC yaitu sebesar 59,170 unit/gram.
Grafik 4.1 Aktivitas enzim pada berbagai suhu
Meskipun kondisi suhu optimum enzim ini sebesar 42 oC tetapi suhu yang
digunakan pada tahapan selanjutnya suhu yang digunakan yaitu 37 oC. Karena
18
pada suhu yang tinggi laju denaturasi enzim semakin cepat sehingga enzim
menjadi tidak aktif. Dengan pertimbangan tersebut maka pada proses biokonversi
selanjutnya digunakan suhu 37 oC.
Penelitian yang dilakukan oleh Abedi et al, (2004) menyatakan bahwa suhu
optimal aktivitas enzim ditunjukkan pada suhu 25 – 30 oC. Enzim yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu enzim penisilin G asilase amobil. Oleh karena itu faktor
lingkungan merupakan faktor penting yang mempengaruhi aktivitas enzim.
Penelitian yang dilakukan oleh Mulyani (1999), suhu optimum penisilin asilase
yaitu 55oC. Enzim yang digunakan yaitu enzim amobil yang telah diimobilisasi
dari isolat bakteri Eschericia coli B-130. Menurut Wang et al., (2010), suhu
optimal konformasi enzim berada dalam keadaan paling sesuai berikatan dengan
substrat sehingga enzim lebih aktif dalam mengkatalisis reaksi.
Hal ini disebabkan kenaikan temperatur akan berpengaruh terhadap ikatan
hidrogen, sehingga akan terjadi pembukaan ikatan non kovalen pada struktur
kwarterner menjadi struktur tersier. Hal tersebut akan menyebabkan perubahan
konformasi enzim terutama pada residu asam amino yang berfungsi untuk
mengikat substrat sehingga akan menurunkan aktivitas enzim penisilin asilase
tersebut (Mulyani, 1999).
Suhu berpengaruh terhadap energi kinetik enzim, dimana pada suatu titik
yang disebut titik optimal, suhu akan menaikkan kecepatan reaksi. Pada suhu
yang rendah, reaksi akan berjalan lambat karena energi kinetik yang diperoleh
oleh molekul enzim dengan substrat untuk melakukan benturan kecil, sedangkan
pada suhu yang terlalu tinggi, akan menyebabkan proses denaturasi yang dapat
merusak bagian aktif enzim, sehingga konsentrasi efektif enzim menjadi
berkurang dan kecepatan reaksinya menurun (Poedjiadi, 1994).
Secara umum, setiap peningkatan sebesar 10 °C di atas suhu minimum,
aktivitas enzim akan meningkat sebanyak dua kali lipat. Aktivitas enzim
meningkat pada kecepatan ini hingga mencapai kondisi optimum. Peningkatan
suhu yang melebihi suhu optimumnya menyebabkan lemahnya ikatan di dalam
enzim secara struktural (Pratiwi, 2008). Pada suhu maksimum enzim akan
terdenaturasi karena struktur protein terbuka dan gugus non polar yang berada di
dalam molekul menjadi terbuka keluar, kelarutan protein di dalam air yang polar
19
menjadi turun, sehingga aktivitas enzim juga akan turun (Lehninger, 2005).
Aktivitas enzim sangat dipengaruhi oleh suhu. Suhu optimal enzim antara 35 ºC –
50 ºC, pada suhu di atas dan di bawah optimalnya, aktivitas enzim berkurang
karena enzim secara bertahap menjadi inaktif akibat protein terdenaturasi.
4.1.2 Konsentrasi Substrat
Aktivitas enzim dilakukan dengan berbagai konsentrasi penisilin G dan
didapatkan bahwa pada konsentrasi 7 %, penisilin G asilase memiliki aktivitas
tertinggi yaitu sekitar 37,584 unit/gram. Hal ini berarti bahwa 1 gram enzim PGA
dapat mendenaturasi senyawa penisilin G menjadi 6-APA sebesar 37,584 µmol
per menit. Hasil tersebut terjadi pada kondisi konsentrasi 6-APA sebesar 829 ppm.
Pada konsentrasi 2 % - 7 % aktivitas enzim semakin meningkat hingga mencapai
konsentrasi optimum, kemudian pada konsentrasi 8 % mengalami penurunan.
Grafik 4.2. Aktivitas enzim dengan perlakuan konsentrasi Penisilin G
Menurut Liao et al., (1999), menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi
penisilin G, aktivitas enzim relatif menurun. Karena penisilin G memiliki sifat
menghambat enzim penisilin asilase, sehingga aktivitas enzim penisilin aslase
tidak terlalu tinggi. Pertambahan konsentrasi substrat akan menaikkan kecepatan
reaksi, hingga pada batas konsentrasi tertentu, dimana penambahan substrat tidak
menaikkan kecepatan reaksi. Substrat yang berlebih dapat mengakibatkan inhibisi
20
substrat, sehingga aktivitas enzim menurun atau sebagian substrat tidak
membentuk kompleks dengan enzim (Poedjiadi, 1994).
4.1.3 pH
Aktivitas enzim dengan berbagai perlakuan pH buffer yang digunakan
menghasilkan tingkat keasaman optimum pada pH 7,6. Aktivitas enzim pada pH
tersebut adalah 30,331 unit/gram dengan konsentrasi 6-APA sebesar 682 ppm.
Hal ini berarti bahwa 1 gram enzim PGA dapat mendegradasi senyawa penisilin G
menjadi 6-APA sebesar 30,331 µmol per menit. Satu unit aktivitas enzim dapat
didefinisikan sebagai jumlah enzim yang mengkatalisis hidrolisis penisilin G
untuk menghasilkan 1 μmol asam 6-Aminopenicillanic Acid dalam 1 menit di
bawah kondisi pengujian yaitu pengaruh pH buffer yang digunakan (Bahman et
al, 2013). Pengujian aktivitas enzim menggunakan berbagai pH pada larutan
buffer fosfat digunakan untuk melihat kondisi pH yang optimum untuk produksi
6-APA. Pengaruh pH adalah pada bentuk struktur ion enzim yang dapat berbentuk
ion positif, ion negatif atau ion bermuatan ganda (zwitter ion) (Poedjiadi, 1994).
Grafik 4.3. Aktivitas enzim dengan perlakuan pH buffer
Penelitian yang dilakukan oleh Abedi (2004), menunjukkan hasil optimasi
pH yang digunakan memperoleh kondisi optimum pada pH sekitar 5,5-6,5.
Perubahan pH sangat mempengaruhi aktivitas enzim karena pH dalam larutan
menunjukkan jumlah ion H+ yang ada dalam larutan. Sehingga perubahan pH
21
sangat mempengaruhi muatan pada enzim maupun substrat. Perubahan pH pada
enzim sangat mempengaruhi pusat aktif enzim yang terdiri dari asam-asam amino.
pH mempengaruhi sebaran muatan pada sisi aktif enzim. Kondisi optimal
hidrolisis oleh penisilin asilase dapat berbeda tergantung mikroorganisme
penghasilnya. Perubahan muatan listrik dapat mengakibatkan perubahan
konformasi maupun perubahan muatan pada residu asam amino yang berfungsi
sebagai pengikat substrat (Mulyani, 1999).
Penurunan aktivitas enzim ini karena konformasi enzim tidak berikatan
dengan konformasi substrat yang disebabkan oleh pH yang terlalu tinggi sehingga
enzim terdenaturasi. Hubungan aktivitas enzim dengan pH (konsentrasi ion
hidrogen) mencerminkan keseimbangan antara denaturasi enzim pada pH yang
terlalu tinggi atau rendah dan efek pada keadaan muatan dari enzim, substrat atau
keduanya (Murray, 2009). Uji aktivitas penisilin G asilase dari E. coli B130 hasil
PCR mutagenik pernah dilakukan oleh Megahati (2001), hasil penelitiannya
menunjukan bahwa pada klon mutagenik menghasilkan enzim dengan aktivitas
tertinggi pada pH 7,5. pH lingkungan enzim yang bersifat basa akan
menyebabkan peningkatan konsentrasi OH- dilingkungan enzim. OH
- akan
membentuk ikatan dengan ion H+ yang terdapat pada gugus karboksil dari asam
amino, aktif pada kisaran pH yang relatif menyebabkan asam amino bermuatan
negatif ini akan menyebabkan perubahan struktur tersier enzim yang selanjutnya
menyebabkan perubahan pada struktur enzim dalam mengkatalisis substratnya.
Setiap enzim mempunyai karakteristik pH optimum dan enzim tersebut aktif pada
kisaran pH yang relatif (Soeka, 2009).
4.2 Biokonversi Penisilin G menjadi 6-Aminopenicillanic Acid (6-APA)
Proses biokonversi yang dilakukan sebanyak 3 kali ulangan dengan
konsentrasi penisilin G sebanyak 7 %, temperatur reaksi yang digunakan yaitu 37
oC dan pH larutan 7,5. Kondisi yang digunakan pada proses biokonversi ini
berdasarkan pada hasil pengujian aktivitas enzim dengan ketiga faktor tersebut.
Hasil uji aktivitas terhadap pengaruh konsentrasi substrat didapatkan konsentrasi
substrat sebesar 7 %. Temperatur yang didapatkan dari hasil uji aktivitas yaitu 42
oC, namun pada proses biokonversi dilakukan pada kondisi suhu 37
oC. Suhu ini
22
digunakan karena pada suhu 42 oC kondisinya terlalu panas sehingga enzim yang
digunakan akan mengalami denaturasi. Kondisi pH yang digunakan pada proses
biokonversi yaitu 7,5, sedangkan pada tahap pengujian aktivitas pH optimum
yang didapatkan yaitu 7,6. Ini dianggap sama karena pada proses pengujian
aktivitas tidak menggunakan pH 7,5 melainkan pH 7,6, dari hal ini tidak akan
berbeda nyata antara pH 7,6 dan pH 7,5.
Grafik 4.4 Jumlah penisilin G terkonversi
Konversi tersebut dilakukan dengan sistem batch yang direaksikan selama
180 menit dengan rentang waktu pengambilan sampel 10 menit (grafik 4.4).
Penisilin G yang terkonversi pada waktu pengambilan sampel pertama yaitu pada
waktu 10 menit yaitu sebesar 8,885% dengan konsetrasi 6-APA yang terbentuk
yaitu 0,3720 mol. Pada menit berikutnya yaitu 20 hingga 80 menit besar penisilin
G yang terkonversi semakin meningkat hingga mencapai 78,177% dengan
konsentrasi 6-APA yang terbentuk yaitu 3,2730 mol. Selanjutnya pada menit
berikutnya yaitu 90 menit mengalami penurunan hasil biokonversi yaitu 44,684%
dengan konsentrasi 6-APA yang terbentuk yaitu 1,8707 mol. Selanjutnya
mengalami peningkatan hingga menit ke 180 menit yaitu dengan jumlah penisilin
G yang terkonversi yaitu 71,615% dan konsentrasi 6-APA yang terbentuk yaitu
2,9982 mol.
23
Grafik 4.5 penisilin G yang terkonversi
Proses biokonversi penisilin G berbanding lurus dengan jumlah konsentrasi
6-APA yang terbentuk. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan
bahwa semakin tinggi jumlah penisilin G yang terkonversi maka jumlah 6-APA
yang terbentuk semakin meningkat. Dapat dilihat pada (grafik 4.4 dan 4.5).
Semakin tinggi jumlah 6-APA yang terbentuk maka semakin sedikit jumlah
penisilin G yang tersisa, sehingga penisilin G yang terbuang akan lebih sedikit
dan penggunaan bahan yang lebih efisien.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Cao et al (2004), bahwa hasil
konversi penisilin G menjadi 6-APA adalah 0,963 yang direaksikan selama 40
menit. Rasio konversi yang tinggi dalam waktu yang singkat mungkin disebabkan
oleh aktivitas enzim yang tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Miao et al,
(2010), didapatkan hasil pada konsentrasi yang lebih rendah dari substrat,
menghasilkan 95,4% 6-APA dan 94,8% PAA. Konversi dari penicillin G adalah
95% atau lebih. Penisilin asilase dapat mempengaruhi waktu kesetimbangan
reaksi, dan juga mempengaruhi hasil konversi penicillin G dalam skala kecil.
24
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Hidrolisis penisilin G dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu temperatur,
pH dan konsentrasi substrat. Produksi 6-APA optimum pada temperatur 42 oC,
konsentrasi penisilin G 7 % dan pH 7,6. Penisilin G mampu dikonversi
menggunakan enzim penisilin G asilase dengan jumlah penislin G yang
terkonversi sebesar 71,615 % dan konsentrasi 6-APA yang terbentuk yaitu 2,9982
mol.
5.2 Saran
Adapun saran yang harus dilakukan pada penelitian berikutnya yaitu perlu
dilakukan proses biokonversi lebih lanjut dengan optimasi waktu reaksi untuk
memastikan peroses biokonversi akan terus meningkat atau tidak dan diharapkan
dapat dilakukan dalam skala industri untuk memenuhi kebutuhan bahan baku obat
di Indonesia.
25
DAFTAR PUSTAKA
Abedi, D., Fazeli, M.R., dan Jafarian, A. 2004. Optimization of Enzimatic
Synthesis of Ampicillin Using Cross-Linked Aggregates of Penicillin G
Acylase. Iranian Journal of Pharmaceutical Research. 3: 159-164. Iran.
Arshad, R., Farooq, S., dan Ali, S.S. 2007. 6-Aminopenicillanic Acid Production
by Intact Cells of E. coli Containing Penicillin G Acylase (PGA).
Pakistan Journal of Biological Sciences. 10(18). 3190-3194. ISSN 1028-
8880. Pakistan.
Banerjee, S., dan Debnath, M. 2006. Kinetic Parameter Studies of 6-Amino
Penicillanic Acid (6-APA) Production by Agarose Immobillized
Penicillin Acylase In a Packed Column Reactor. Proceedings of the 1st
International Conference on Natural Resources Engineering &
Technology; Putrajaya, Malaysia, 237-242. India.
Bruggink, A., Roos, E.C. dan de Vroom, E., 1998, Organic Process Research &
Development, 2, 128-133, Chemferm, DSM Research, Gist-brocades,
Netherland.
Cao, X.J., Wu, X.Y., Luis, P.F., Joaquim, M.S.C., dan Marcos, J.C. 2004.
Production of 6-Aminopenicillanic Acid in Aqueous Two-Phase System
by Recombinant Escherichia coli with Intracellular Penicillin Acylase.
China.
Chandel A.K, L. Venkateswar Rao, M. Lakshmi Narasu, Om V. Singh. 2008. The
realm of penicillin G acylase in lactam antibiotics. Enzyme and
Microbial Technology. 42 : 199–207.
Derderian, Stacie L. 2007. Alexander Fleming's Miraculous Discovery Of
Penicillin. Academic Journal. 3(2). ISSN 1559-9388.
Desriyati., Fifendy, Mades., Siregar, RRP Megahati. 2012. Pegaruh pH Terhadap
Aktivitas Penisilin G Aslase yang dihasilkan Isolat Bakteri dari Air
Batang Kurao Kota Padang.
Dolui, A.K., Sahana, S., Kumar, A. 2011. Studi on Production of 6-
Aminopenicillanic Acid by Free and κ- Carrageenan Immobilized Soil
26
Bacteria. Indian Journal of Pharmaceutical Education and Research.
46(1). 70-74. India.
Door, B.M., and Fuerst D.E. 2018. Enzymatic Amidation for Industrial
Applications. Current Opinion in Chemical Biology. 43: 127-133.
Fernandez,Beatrix Anna Maria. 2013. Studi Penggunaan Antibiotik Tanpa Resep
di Kabupaten Manggarai dan Manggarai Barat – NTT. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Universitas Surabaya. Vol. 2 No. 2.
Kafshnochi, M., Farajnia, S., Aboshof, R., Babaei, H. and Aminolroayaee, M.
2010. “Cloning and over-expression of Penicillin G acylase in E. coli
BL21”. African Journal of Biotechnology, 9 (18): 2697-2701.
Lehninger, A.L. 2005. Dasar-Dasar Biokimia. Erlangga. Jakarta.
Liao, L.C., Ho, C.S., Wu, W.T. 1999. Bioconversion With Whole Cell Penicillin
Acylase in Aqueous Two-Phase Systems. Process Biochemistry.
Elsevier. 34. 417-420. Taiwan.
Matran, R.M., Galaction, A.I., Blaga, A.C., Turnea, M., dan Cascaval. 2013.
Green Technology for 6-Aminopenicillanic Acid Production – Study of
Penicillin G Hydrolysis in A Bioreactor with Mobile Bed of Immobilized
Penicillin Amidase Under Substrate Inhibition. Environmental
Engeneering and Management Journal. 12(11). 2261-2266. Romania.
Megahati, RRP. 2001. Deteksi Mutasi Gen PGA Dari E. coli B130 Hasil PCR
Mutagenik Dengan Mengunakan Metode Single Strand Conformation
Polymorphism (SSCP). Prodi Biologi Pasca Sarjana ITB : Bandung.
Miao, S., Chen, J., Cao, Xuejun. 2010. Preparation of A Novel Thermo-Sensitive
Copolymer Forming Recyclable Aqueous Two-Phase Systems and Its
Application In Bioconversion of Penicillin G. Elsevier. 75. 156-164.
China.
Muharni. 1999. Seleksi Klon Gen Penisilin G Asilase dengan menggunakan
Bakteri Serratia marcescens. Jurnal Penelitian Sains. 26-31. ISSN 1410-
7058.
Mulyani, Nies Suci. 1999. Karakterisasi Enzim Penisilin Asilase dari Eschericia
coli B-130. Jurnal Kimia Sains dan Aplikasi. 2(2): 48-53.
Murray, R. K. 2009. Biokimia Harper. Buku Kedokteran EGC: Jakarta
27
Nandi, A., Pan, S., Potumarthi, R., Danquah, M.K., Sarethy, I.P. 2014. A Proposal
for Six Sigma Integration for Large-Scale Production of Penicillin G and
Subsequent Conversion to 6-APA. Journal of Analytical Methods in
Chemistry. India.
Nawfa, Refdinal. 2005. Formation of Benzyl Penicillyn Using Intermediate
Compounds Outside More Permeable Cells of Penicillium Chrysogenum
ATCC 26818. Majalah IPTEK 16(3). Surabaya.
Negara, Ketut Surya. 2014. Analisis Implementasi Kebijakan Penggunaan
Antibiotika Rasional untuk Mencegah Resistensi Antibiotika di RSUP
Sanglah Denpasar: Studi Kasus Infeksi Methicillin Resistant
Staphylococcus Aureus.
Neu HC, Gootz TD. 2001. Antimicrobial chemotherapy. Medmicro.
Parmar, A., Kumar, H., Marwaha, S.S., Kennedy, J.F. 2000. Advances in
Enzymatic Transformation of Penicillins to 6-Aminopenicillanic Acid (6-
APA). Jurnal Biotechnology Advances. 8 : 289-301. India.
Patel, Rashmin N. 2006. Semisynthetic Penicillins. Department of Pharmacology
S.K. Patel College of Pharmaceutical Education And Rsearch. Kherva,
North Gujarat.
Pratiwi, S. T. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Universitas Gadjah Mada: Jakarta.
Putri, Fentri Paramitha. 2014. Optimasi Produksi Penisilin Asilase (PAc)
Menggunakan B megatirium MS941 Rekobinan yang Mengandung Gen
pac dari B thuringiensis BGSC BD1 dengan Metode Respon Permukaan.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Rachman, S.D., Safari, A., Fazli., Kamara, D.S., Sidik, A., Udin, L.Z., Ishmayana,
S. 2016. Produksi Penisilin Oleh Penicillium chrysogenum L112 dengan
Variasi Kecepatan Agitasi pada Fermentor 1 L. Kartika Jurnal Ilmiah
Farmasi. 4(2). 1-6. p-ISSN 2354-6565/e-ISSN 2502-3438. Bandung.
Sarah M. 2002. Parameter Katabolik Untuk Pembuatan Penisilin G. Universitas
Sumatera Utara. Medan.
Soeka, S. Y. 2009. Kondisi Optimum Produksi Kitinase dari Aktinomisetes
dengan Karakterisasi pH dan Suhu Enzim. Bidang Mikrobiologi.
Cibinong.
28
Sukandar, U., dan Subagjo, Konversi Penisilin G menjadi Asam6-
Aminopenisilanat (6-APA) dengan Enzim Penisilin Asilase dalam
Bioreaktor Curah. Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknologi
Industri, Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Wattimena JR, Sugiarso NC, Widianto NB, Sukandar EY, Soemardji. 1991.
Farmakodinamik dan Terapi Antibiotik. UGM Pr. Yogyakarta.
World Health Organization. (2002). Promoting Rational Use of Medicine.
Geneva: Core Components.
29
Lampiran Lampiran 1. Pembuatan Kura Standar 6-APA
Tabel 1. Hasil standar 6-APA
No standar ppm abs
1
6-APA
0 0
2 20 0,067
3 40 0,141
4 75 0,255
5 100 0,341
6 150 0,502
Gambar 1. Grafik kurva standar 6-APA
30
Lampiran 2. Faktor-faktor yang menpengaruhi Aktivitas enzim
Tabel 2. Pengaruh Temperatur
no. sampel pengenceran abs ppm rata-rata ppm
berat enzim
(g)
volume (mL)
aktivitas enzim
(unit/g)
rata-rata
1 T28 10
0,409 856 851
0,102 5 38,825 38,593
2 0,405 846 0,102 5 38,360
3 T32 10
0,424 895 940
0,104 5 39,789 41,784
4 0,459 985 0,104 5 43,779
5 T35 10
0,49 1064 1058
0,103 5 47,773 47,485
6 0,485 1051 0,103 5 47,197
7 T37 10
0,593 1328 1396
0,104 5 59,056 62,077
8 0,646 1464 0,104 5 65,099
9 T39 10
0,638 1444 1476
0,103 5 64,810 66,249
10 0,663 1508 0,103 5 67,688
11 T42 10
0,716 1644 1897
0,102 5 74,512 86,020
12 0,914 2151 0,102 5 97,528
11 T50 10
0,599 1344 1331
0,104 5 59,740 59,170
12 0,589 1318 0,104 5 58,600
11 T60 10
0,599 1344 1451
0,104 5 59,740 64,529
12 0,683 1559 0,104 5 69,317
Tabel 3. Pengaruh pH
no. sampel pengenceran abs ppm rata-rata ppm
berat enzim
(g)
volume (mL)
aktivitas enzim
(unit/g)
rata-rata
1 buffer pH 6
10 0,257 470
454 0,102 5 21,307
20,572 2 0,245 438 0,102 5 19,837
3 buffer pH 6,6
10 0,328 662
551 0,104 5 29,430
24,503 4 0,246 440 0,104 5 19,576
5 buffer pH 7
10 0,274 516
585 0,104 5 22,941
26,005 6 0,325 654 0,104 5 29,069
7 buffer pH 7,6
10 0,32 640
682 0,104 5 28,468
30,331 8 0,351 724 0,104 5 32,194
9 buffer pH 8
10 0,297 436
489 0,103 5 19,586
21,945 10 0,359 541 0,103 5 24,304
31
Tabel 4. Pengaruh konsentrasi substrat
no. sampel pengenceran abs ppm rata-rata ppm
berat enzim
(g)
volume (mL)
aktivitas enzim
(unit/g)
rata-rata
1 2% 10
0,133 192 194
0,203 10 8,744 8,854
2 0,136 197 0,203 10 8,965
3 3% 10
0,204 306 312
0,204 10 13,893 14,149
4 0,211 318 0,204 10 14,405
5 4% 10
0,239 363 361
0,205 10 16,372 16,299
6 0,237 360 0,205 10 16,226
7 5% 10
0,331 511 521
0,203 10 23,294 23,734
8 0,343 531 0,203 10 24,175
9 6% 10
0,370 574 569
0,204 10 26,031 25,775
10 0,363 563 0,204 10 25,519
11 7% 10
0,486 761 829
0,204 10 34,513 37,584
12 0,570 897 0,204 10 40,655
11 8% 10
0,357 553 573
0,203 10 25,204 26,086
12 0,381 592 0,203 10 26,968
11 9% 10
0,418 652 685
0,203 10 29,686 31,230
12 0,460 719 0,203 10 32,773
11 10% 10
0,457 715 749
0,203 10 32,552 34,132
12 0,500 784 0,203 10 35,712
Lampiran 3. Tabel hasil biokonversi penisilin G menjadi 6-APA
No sampel Pengenceran abs ppm rata-
rata
berat
enzim
(g)
volume
(mL)
aktivitas
enzim rata-rata
t0
1
t 10
50 0,27
6 4022
4066
0,102
3 20 3636,107
3675,991
2 50 0,28
2 4110
0,102
3 20 3715,875
3
t 20
50 0,47
0 6875
6949
0,102
3 20 6215,283
6281,757
4 50 0,48
0 7022
0,102
3 20 6348,230
5
t 30
50 0,64
2 9404
9581
0,102
3 20 8501,975
8661,512
6 50 0,66
6 9757
0,102
3 20 8821,049
7
t 40
50 0,76
4 11199
1120
6
0,102
3 20
10123,93
2 10130,57
9 8 50
0,76
5 11213
0,102
3 20
10137,22
6
32
9
t 50
50 0,89
6 13140
1306
6
0,102
3 20
11878,83
5 11812,36
1 10 50
0,88
6 12993
0,102
3 20
11745,88
8
11
t 60
50 1,02
8 15081
1460
3
0,102
3 20
13633,73
8 13201,66
0 12 50
0,96
3 14125
0,102
3 20
12769,58
1
13
t 70
50 1,12
1 16449
1680
9
0,102
3 20
14870,14
8 15195,86
8 14 50
1,17
0 17169
0,102
3 20
15521,58
9
17
t 90
50 1,37
8 20228
1997
1
0,102
3 20
18286,89
1 18054,23
4 18 50
1,34
3 19713
0,102
3 20
17821,57
6
19
t 100
50 1,51
6 22257
2207
4
0,102
3 20
20121,56
3 19955,37
9 20 50
1,49
1 21890
0,102
3 20
19789,19
5
21
t 110
50 1,48
8 21846
2225
0
0,102
3 20
19749,31
1 20114,91
6 22 50
1,54
3 22654
0,102
3 20
20480,52
1
23
t 120
50 1,56
1 22919
2314
0
0,102
3 20
20719,82
6 20919,24
7 24 50
1,59
1 23360
0,102
3 20
21118,66
7
25
t 130
50 1,66
9 24507
2458
1
0,102
3 20
22155,65
6 22222,12
9 26 50
1,67
9 24654
0,102
3 20
22288,60
3
27
t 140
50 1,78
6 26228
2567
6
0,102
3 20
23711,13
8 23212,58
6 28 50
1,71
1 25125
0,102
3 20
22714,03
4
29
t 150
50 1,79
5 26360
2596
3
0,102
3 20
23830,79
1 23471,83
3 30 50
1,74
1 25566
0,102
3 20
23112,87
6
31
t 160
50 2,00
1 29390
2937
5
0,102
3 20
26569,50
4 26556,20
9 32 50
1,99
9 29360
0,102
3 20
26542,91
4
33
t 170
50 2,15
8 31699
3044
1
0,102
3 20
28656,77
5 27520,07
7 34 50
1,98
7 29184
0,102
3 20
26383,37
8
35
t 180
50 2,20
7 32419
3273
5
0,102
3 20
29308,21
7 29594,05
3 36 50
2,25
0 33051
0,102
3 20
29879,89
0
33
no. konsentrasi
6_APA (mol)
konsentrasi penG 7%
(mol)
penG terkonversi
(%)
pen G sisa
(mol)
pen G sisa (%)
4,187 100,000
1 0,3720
4,1866 8,885 3,815 91,115
2 4,1866
3 0,6358
4,1866 15,187 3,551 84,813
4 4,1866
5 0,8698
4,1866 20,775 3,317 79,225
6 4,1866
7 1,0357
4,1866 24,738 3,151 75,262
8 4,1866
9 1,2152
4,1866 29,026 2,971 70,974
10 4,1866
11 1,3947
4,1866 33,314 2,792 66,686
12 4,1866
13 1,5212
4,1866 36,335 2,665 63,665
14 4,1866
17 1,8707
4,1866 44,684 2,316 55,316
18 4,1866
19 2,0584
4,1866 49,167 2,128 50,833
20 4,1866
21 2,0204
4,1866 48,258 2,166 51,742
22 4,1866
23 2,1196
4,1866 50,629 2,067 49,371
24 4,1866
25 2,2665
4,1866 54,138 1,920 45,862
26 4,1866
27 2,4256
4,1866 57,938 1,761 42,062
28 4,1866
29 2,4379
4,1866 58,231 1,749 41,769
30 4,1866
31 2,7181
4,1866 64,923 1,469 35,077
32 4,1866
33 2,9316
4,1866 70,023 1,255 29,977
34 4,1866
35 2,9982
4,1866 71,615 1,188 28,385
36 4,1866