28
TUGAS TERSTRUKTUR BAKTERIOLOGI BIOREMEDIASI MINYAK BUMI OLEH BAKTERI Pseudomonas sp. Disusun oleh: Amelia Wulandari B1J008014 Arif Wibowo B1J008080 Khusnul B1J008155 Nevy Yunda Pratiwi B1J008019 Rena Tri Hernawati B1J008095 Sofiyah Kholid B. B1J008149 Sri Lukiana Dewi B1J008089

BIOREMEDIASI

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BIOREMEDIASI

TUGAS TERSTRUKTUR BAKTERIOLOGI

BIOREMEDIASI MINYAK BUMI OLEH BAKTERI Pseudomonas sp.

Disusun oleh:

Amelia Wulandari B1J008014Arif Wibowo B1J008080Khusnul B1J008155Nevy Yunda Pratiwi B1J008019Rena Tri Hernawati B1J008095Sofiyah Kholid B. B1J008149Sri Lukiana Dewi B1J008089

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONALUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS BIOLOGIPURWOKERTO

2010

Page 2: BIOREMEDIASI

PENDAHULUAN

Bioremediasi merupakan penggunaan mikroorganisme untuk mengurangi

polutan di lingkungan. Saat bioremediasi terjadi, enzim-enzim yang diproduksi

oleh mikroorganisme memodifikasi polutan beracun dengan mengubah struktur

kimia polutan tersebut, sebuah peristiwa yang disebut biotransformasi. Pada

banyak kasus, biotransformasi berujung pada biodegradasi, dimana polutan

beracun terdegradasi, strukturnya menjadi tidak kompleks, dan akhirnya menjadi

metabolit yang tidak berbahaya dan tidak beracun.

Sejak tahun 1900an, orang-orang sudah menggunakan mikroorganisme

untuk mengolah air pada saluran air. Saat ini, bioremediasi telah berkembang pada

perawatan limbah buangan yang berbahaya (senyawa-senyawa kimia yang sulit

untuk didegradasi), yang biasanya dihubungkan dengan kegiatan industri. Yang

termasuk dalam polutan-polutan ini antara lain logam-logam berat, petroleum

hidrokarbon, dan senyawa-senyawa organik terhalogenasi seperti pestisida,

herbisida, dan lain-lain. Banyak aplikasi-aplikasi baru menggunakan

mikroorganisme untuk mengurangi polutan yang sedang diujicobakan. Bidang

bioremediasi saat ini telah didukung oleh pengetahuan yang lebih baik mengenai

bagaimana polutan dapat didegradasi oleh mikroorganisme, identifikasi jenis-jenis

mikroba yang baru dan bermanfaat, dan kemampuan untuk meningkatkan

bioremediasi melalui teknologi genetik. Teknologi genetik molekular sangat

penting untuk mengidentifikasi gen-gen yang mengkode enzim yang terkait pada

bioremediasi. Karakterisasi dari gen-gen yang bersangkutan dapat meningkatkan

pemahaman kita tentang bagaimana mikroba-mikroba memodifikasi polutan

beracun menjadi tidak berbahaya.

Bioremediasi adalah suatu teknik dengan menggunakan mikroorganisme

atau tumbuhan untuk detoksifikasi kontaminan (Melethia, 1996). Detoksifikasi

kontaminan bisa dengan cara transformasi senyawa dari senyawa toksik menjadi

senyawa non toksik atau dengan cara degradasi kontaminan menjadi karbon

dioksida dan air. Proses biologi yang terjadi merupakan proses pemulihan

komponen lingkungan secara biologis (Backer dan Herson, 1994) dengan cara

mengekslopitasi kemampuan katalitik sifat organisme untuk meningkatkan laju

Page 3: BIOREMEDIASI

perombakan suatu polutan (Sheehan, 1997). Dalam teknik bioremediasi ada dua

tujuan utama dalam penanggulangan lingkungan yang tercemar oleh senyawa

hidrokarbon yaitu:

a. Transformasi senyawa toksin menjadi senyawa non toksin

b. Membuat akumulasi antrophogenik lebih cepat memasuki siklus biogeokimia

alami.

Untuk mencapai tujuan diatas ada 4 teknik dasar dalam bioremediasi yaitu:

1. Stimulasi aktivitas mikroorganisme indogenous dengan cara penambahan

nutrisi, kondisi reaksi redok, optimasi pH dan lain-lain.

2. Inokulasi daerah yang tercemar dengan mikroorganisme yang mempunyai

kemampuan spesifik mentransformasi kontaminan

3. Aplikasi dari imobilisasi enzim

4. Penggunaan tanaman (fitoremediasi) untuk menghilangkan atau transformasi

kontaminan.

Bioremediasi merupakan proses biologi secara alami yang aplikasinya

merupakan proses mikrobiologi yang menyebabkan terjadinya pemutusan

senyawa dari senyawa komplek menjadi senyawa sederhana dan mengakibatkan

perubahan sifat polutan dari bersifat toksik menjadi non toksik. Pada proses

bioremediasi ada beberapa persyaratan supaya bioremediasi dapat berjalan dengan

sukses, adapun kriteria menurut Steven and Marc, 1996 adalah:

a. Adanya populasi mikroba, yaitu mikroba yang dapat mendegradasi polutan

b. Terdapatnya sumber energi dan sumber karbon yang bisa digunakan sebagai

sumber energi dengan melepaskan elektron selama transformasi dan juga

digunakan oleh sel mikroba tersebut.

c. Adanya elektron aseptor, elektron lepas dikarenakan adanya transformasi

karbon.

d. Adanya nutrisi, antara lain: nitrogen, phospor, calcium, potasium,

magnesium, besi.

e. Kondisi lingkungan yang mendukung seperti temperatur, pH, salinitas,

tekanan, konsentrasi polutan dan kehadiran inhibitor.

Berdasarkan agen dan proses biologis serta pelaksanaan rekayasa,

bioremediasi dapat dibagi menjadi lima kelompok (Gossalam, 1999) yaitu:

Page 4: BIOREMEDIASI

a. In situ Bioremediasi

In situ bioremediasi juga disebut interistik bioremediasi atau natural

attnuation, secara prinsip merupakan rancangan yang mengandalkan

kemampuan mikroorganisma indogen dalam merombak polutan untuk

melenyapkan polutan dari lingkungan. Pembersihan in-situ adalah

pembersihan di lokasi. Pembersihan ini lebih murah dan lebih mudah, terdiri

dari pembersihan, venting (injeksi), dan bioremediasi.

b. Ex situ Bioremediasi

Ex situ bioremediasi merupakan pemindahan polutan dalam suatu tempat

untuk diberikan suatu perlakukan (above ground treatment). Bioremediasi ex-

situ dilakukan dengan cara tanah yang tercemar digali dan dipindahkan ke

dalam penampungan yang lebih terkontrol, kemudian diberi perlakuan khusus

dengan menggunakan mikroba. Bioremediasi ex-situ dapat berlangsung lebih

cepat, mampu me-remediasi jenis kontaminan dan jenis tanah yang lebih

beragam, dan lebih mudah dikontrol dibanding dengan bioremediasi in-situ.

c. Bioaugmentasi

Bioaugmentasi merupakan perlakuan biologis dengan menggunakan

mikroorganisme perombak pemulih lingkungan yang tercemar. Ada beberapa

situasi yang mensyaratkan penggunaan mikroorganisma selektif tersebut

seperti:

1) Mikroorganisme indogen hanya mampu merombak polutan dengan

kecepatan sangat rendah.

2) Mikroorganisme indogen perombak polutan pada lingkungan

bersangkutan jumlahnya tidak banyak.

3) Lingkungan telah tercemar berat sehingga perlu dilakukan pemulihan

populasi mikroorganisme.

4) Bila kecepatan perombakan polutan menjadi faktor tertentu.

5) Jika waktu dan biaya yang tersedia untuk melakukan bioremediasi

hanya sedikit.

d. Surfactan-aided Bioremediation

Surfactan-aided Bioremediation, umumnya digunakan untuk mendegradasi

polutan yang melekat pada partikel tanah (tanah, pasir atau sendimen).

Page 5: BIOREMEDIASI

e. Fitoremediasi

Penggunaan tanaman atau pohon untuk pemulihan tanah atau badan perairan

yang telah tercemar. Tanaman bisa berperan aktif maupun pasif dalam proses

penyisihan polutan.

Proses bioremediasi harus memperhatikan antara lain temperatur tanah,

derajat keasaman tanah, kelembaban tanah, sifat dan struktur geologis lapisan

tanah, lokasi sumber pencemar, ketersediaan air, nutrien (N, P, K), perbandingan

C : N kurang dari 30:1, dan ketersediaan oksigen. Contoh bioremediasi bagi

lingkungan yang tercemar minyak bumi. Yang pertama dilakukan adalah

mengaktifkan bakteri alami pengurai minyak bumi yang ada di dalam tanah yang

mengalami pencemaran tersebut. Bakteri ini kemudian akan menguraikan limbah

minyak bumi yang telah dikondisikan sedemikian rupa sehingga sesuai dengan

kebutuhan hidup bakteri tersebut. Dalam waktu yang cukup singkat kandungan

minyak akan berkurang dan akhirnya hilang, inilah yang disebut sistem

bioremediasi.

Minyak bumi mengandung n-alkana, paraffin, hidrokarbon polinuklear

aromkatik, aromatic, dan beberapa jenis logam berat seperti arsen (As), cadmium

(Cd), krom (Cr), raksa (Hg), nikel (Ni), timbale (Pb), tembaga (Cu), dan seng (Zn)

(Rossiana, 2002).

Berdasarkan kandungan senyawanya, komposisi minyak bumi sebagai

berikut:

Jenis Senyawa Jumlah (%) Contoh

Senyawa hidrokarbon 90,00-99,00 Alkana, sikloalkana, dan

aromatis

Senyawa karbon

mengandung belerang

0,10-7,00 Trioalkana(R-S-H)

Alkanatiol (R-S-H)

Senyawa karbon

mengandung nitrogen

0,01-0,90 Pirol (C4H5N)

Senyawa karbon

mengandung oksigen

0,01-0,04 Asam karboksilat

(RCOOH)

Senyawa organo logam Sangat kecil Senyawa logam nikel

Page 6: BIOREMEDIASI

Senyawa Hidrokarbon

Salah satu bentuk senyawa xenobiotik adalah senyawa hidrokarbon.

Senyawa hidrokarbon adalah senyawa yang mengandung unsur karbon (C) dan

hidrogen (H). Seluruh hidrokarbon memiliki rantai karbon dan atom-atom

hidrogen yang berikatan pada rantai karbon tersebut. Menurut Alvarez (1991)

yang dikutip dari Anna et al (2003), pencemaran pada tanah yang diakibatkan oleh

kontaminasi senyawa hidrokarbon menyebabkan kerusakan yang luas karena

terakumulasinya polutan pada jaringan hewan dan tumbuhan yang dapat

meningkatkan resiko terjadinya kematian dan mutasi. Mikroorganisme yang

mampu bertahan di habitat yang tercemar disebabkan karena mikroorganisme

tersebut mampu memanfaatkan kontaminan dalam metabolismenya dan mampu

menjalankan peran yang tepat di lingkungan tersebut (Anna et al, 2003).

Senyawa hidrokarbon minyak bumi merupakan salah satu senyawa

hidrokarbon xenobiotik. Senyawa ini dapat menjadi sumber pencemar bagi

lingkungan air dan tanah yang potensinya semakin meningkat seiiring dengan

perkembangan perindustrian (Margesin dan Schinner, 2001 dalam Ueno et al,

2007). Faktor-faktor yang mempengaruhi terdegradasi atau tidaknya senyawa

xenobiotik oleh mikroorganisme antara lain (Hutzinger dan Verkamp, 1981 yang

dikutip dari Marini, 2003):

1. Kemampuan enzim dalam menerima substrat yang secara struktur sama

tetapi tidak

identik dengan senyawa yang ditemukan di alam.

2. Kemampuan substrat tersebut untuk merangsang mikroorganisme untuk

membentuk enzim pendegradasi.

Walaupun senyawa hidrokarbon yang terdapat dalam minyak bumi sangat

banyak jumlahnya, namun senyawa tersebut dapat dikelompokkan ke dalam tiga

golongan senyawa hidrokarbon, yaitu: senyawa hidrokarbon paraffin, naften dan

aromat. Di samping senyawa-senyawa tersebut, dalam produk minyak bumi juga

terdapat senyawa hidrokarbon monoolefin dan diolefin, yang terjadi karena

rengkahan dalam proses pengolahan minyak bumi dalam kilang, misalnya pada

destilasi minyak mentah dan proses perengkahan.

Page 7: BIOREMEDIASI

1.1 Senyawa Hidrokarbon paraffin

Senyawa hidrokarbon paraffin adalah senyawa hdirokarbon jenuh dengan

rumus umum CnH2n+2. Senyawa ini mempunyai sifat-sifat kimia stabil

pada suhu biasa tidak bereaksi dengan asam sulfat pekat dan asam sulfat

berasap, larutan alakali pekat, asam nitrat maupun oksidator kuat seperti

asam kromat, kecuali senyawa yang mempunyai atom karbon tersier.

Bereaksi lamban dengan khlor dengan bantuan sinar matahari, bereaksi

dengan khlor dan brom kalau ada katalis.

1.2 Senyawa hidrokarbon naften

Senyawa hidrokarbon naften adalah senyawa hdirokarbon jenuh dengan

rumus CnH2n. karena senyawa hidrokarbon ini mempunyai sifat kimia

seperti senyawa hidrokarbon paraffin dan mempunyai struktur molekul

siklis, maka senyawa ini juga disebut senyawa sikloparafin. Senyawa

naften yang mempunyai cincin dengan 5 dan 6 atom karbon, misalnya

siklopentan.

1.3 Senyawa hidrokarbon aromat

Senyawa hidrokarbon aromat adalah senyawa hidrokarbon tidak jenuh

dengan rumus umum CnH2n-6, sehinga karenanya senyawa ini

mempunyai sifat kimia yang sangat reaktif. Contohnya naftalen dan

antrasen.

1.4 Senyawa hidrokarbon monolefin

Senyawa hidrokarbon monoolefin mempunyai rumus CnH2n dan

meruapakan senyawa hidrokarbon yang tidak jenuh dengan sebuah ikatan

rangkap dua. Contohnya propilen (C3H6)

1.5 Senyawa hidrokarbon diolefin

Senyawa hidrokarbon diolefin mempunyai rumus umum CnH2n-2 dan

merupakan senyawa tidak jenuh dengan dua buah ikatan rangkap dua.

Minyak terbukti menjadi pencemar lautan nomor satu. Separuhnya

dihasilkan dari aktivitas industri. Selebihnya akibat kegiatan pelayaran hingga

kecelakaan kapal tanker. Lautan Indonesia sebagai jalur kapal tanker internasional

pun rawan tercemar limbah minyak. Namun laut Indonesia juga memiliki

Page 8: BIOREMEDIASI

mekanisme tersendiri untuk menetralisasi pencemaran. Laut Indonesia kaya

mikroba pengunyah minyak yang mampu meremediasi kawasan tercemar.

Minyak bumi merupakan sumber energi utama yang digunakan baik pada

rumah tangga, industri maupun transportasi. Hal ini menyebabkan meningkatnya

kegiatan eksplorasi, eksploitasi, pengolahan dan transportasi produksi minyak

bumi untuk memenuhi kebutuhan manusia sehingga semakin besar pula

kecenderungannya untuk mencemari lingkungan, terutama di wilayah pesisir. 

Pencemaran tersebut berasal dari buangan limbah kilang minyak, hasil sampingan

dari proses produksi, distribusi maupun transportasi.

Limbah yang dihasilkan dari kilang minyak berupa limbah cair dan limbah

padat.  Produksi kilang minyak bumi sebanyak 1000 barrel per hari akan

menghasilkan limbah padat (lumpur minyak) lebih dari 2.6 barrel sedangkan di

Indonesia, produksi kilang menghasilkan minyak bumi sekitar 1,2 juta barrel per

hari yang berarti menghasilkan limbah padat sebanyak 3120 barrel per hari dan

dalam waktu satu tahun menghasilkan limbah sebanyak 1.3 juta barrel, yang

285.000 barrel diantaranya adalah limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun).

Pengolahan limbah minyak bumi dilakukan secara fisika, kimia dan

biologi.  Pengolahan secara fisika dilakukan untuk pengolahan awal yaitu dengan

cara melokalisasi tumpahan minyak menggunakan pelampung pembatas (oil

booms), yang kemudian akan ditransfer dengan perangkat pemompa (oil

skimmers) ke sebuah fasilitas penerima reservoar baik dalam bentuk tangki

ataupun balon dan dilanjutkan dengan pengolahan secara kimia, namun biayanya

mahal dan dapat menimbulkan pencemar baru. Pengolahan limbah secara biologi

merupakan alternatif yang efektif dari segi biaya dan aman bagi lingkungan.

Pengolahan dengan metode biologis disebut juga bioremediasi, yaitu bioteknologi

yang memanfaatkan makhluk hidup khususnya mikroorganisme untuk

menurunkan konsentrasi atau daya racun bahan pencemar (Kepmen LH No. 128,

2003).

Page 9: BIOREMEDIASI

PEMBAHASAN

Mikroorganisme, terutama bakteri yang mampu mendegradasi senyawa

yang terdapat di dalam hidrokarbon minyak bumi disebut bakteri

hidrokarbonoklastik.  Bakteri ini mampu mendegradasi senyawa hidrokarbon

dengan memanfaatkan senyawa tersebut sebagai sumber karbon dan energi yang

diperlukan bagi pertumbuhannya. Mikroorganisme ini mampu menguraikan

komponen minyak bumi karena kemampuannya mengoksidasi hidrokarbon dan

menjadikan hidrokarbon sebagai donor elektronnya. Mikroorganisme ini

berpartisipasi dalam pembersihan tumpahan minyak dengan mengoksidasi minyak

bumi menjadi gas karbon dioksida (CO2). Bakteri pendegradasi minyak bumi akan

menghasilkan bioproduk seperti asam lemak, gas, surfaktan, dan biopolimer yang

dapat meningkatkan porositas dan permeabilitas batuan reservoir formasi klastik

dan karbonat apabila bakteri ini menguraikan minyak bumi. Udiharto (1992),

mengatakan bahwa hidrokarbon teroksidasi karena spesifitas enzim yang

dimiliki oleh mikroba cukup luas, seperti halnya enzim monooksigenase yang

berperan dalam oksidasi n-alkana menjadi alkohol primer, enzim oksigenase

yang berperan dalam degradasi sikloalkana dan enzim deoksigenase pada

degradasi benzen dan katekol.

Berikut adalah reaksi degradasi senyawa hidrokarbon fraksi aromatik oleh

bakteri  yang diawali dengan pembentukan Protocatechuate atau catechol atau

senyawa yang secara struktur berhubungan dengan senyawa ini. Kedua senyawa

ini selanjutnya didegradasi menjadi senyawa yang dapat masuk ke dalam siklus

Krebs (siklus asam sitrat), yaitu suksinat, asetil KoA, dan piruvat.

Bakteri hidrokarbonoklastik diantaranya adalah Pseudomonas,

Arthrobacter, Alcaligenes, Brevibacterium, Brevibacillus, dan Bacillus.  Bakteri-

bakteri tersebut banyak tersebar di alam, termasuk dalam perairan atau sedimen

yang tercemar oleh minyak bumi atau hidrokarbon. Kita hanya perlu mengisolasi

bakteri hidrokarbonoklastik tersebut dari alam dan mengkulturnya, selanjutnya

kita bisa menggunakannya sebagai peng-olah limbah minyak bumi yang efektif

dan efisien, serta ramah lingkungan.

Page 10: BIOREMEDIASI

Mekanisme Kerja Bakteri Pseudomonas sp. dalam Proses BioremediasiMinyak Bumi

Pencemaran lingkungan oleh hidrokarbon minyak bumi terus mengalami

peningkatan dan telah menimbulkan dampak yang berarti bagi makhluk hidup.

Bioremediasi adalah salah satu upaya untuk mengurangi polutan tersebut dengan

bantuan organisme. Biodegradasi senyawa hidrokarbon dari minyak bumi ini

dapat dilakukan oleh mikroorganisme, salah satunya adalah bakteri Pseudomonas

sp.

Bakteri Pseudomonas sp. merupakan bakteri hidrokarbonoklastik yang

mampu mendegradasi berbagai jenis hidrokarbon. Keberhasilan penggunaan

bakteri Pseudomonas dalam upaya bioremediasi lingkungan akibat pencemaran

minyak bumi membutuhkan pemahaman tentang mekanisme interaksi antara

bakteri Pseudomonas sp dengan senyawa hidrokarbon. Kemampuan bakteri

Pseudomonas sp. IA7D dalam mendegradasi hidrokarbon dan dalam

menghasilkan biosurfaktan menunjukkan bahwa isolat bakteri Pseudomonas sp.

IA7D berpotensi untuk digunakan dalam upaya bioremediasi lingkungan akibat

pencemaran hidrokarbon. Bahan utama minyak bumi adalah hidrokarbon alifatik

dan aromatik. Selain itu, minyak bumi juga mengandung senyawa nitrogen antara

0-0,5%, belerang 0-6%, dan oksigen 0-3,5%.

Terdapat sedikitnya empat seri hidrokarbon yang terkandung di

dalam minyak bumi, yaitu seri n-paraffin (n-alkana) yang terdiri atas metana

(CH4) sampai aspal yang memiliki atom karbon (C) lebih dari 25 pada rantainya,

seri iso-paraffin (isoalkana) yang terdapat hanya sedikit dalam minyak bumi, seri

neptena (sikloalkana) yang merupakan komponen kedua terbanyak setelah n-

alkana, dan seri aromatik (benzenoid). Bakteri Pseudomonas yang umum

digunakan antara lain: Pseudomonas aeruginosa, Pseudomonas stutzeri,

Pseudomonas diminuta.

Salah satu faktor yang sering membatasi kemampuan bakteri Pseudomonas

dalam mendegradasi senyawa hidrokarbon adalah sifat kelarutannya yang rendah,

sehingga sulit mencapai sel bakteri. Oleh karena itu, untungnya, bakteri

Pseudomonas dapat memproduksi biosurfaktan. Kemampuan bakteri

Pseudomonas dalam memproduksi biosurfaktan berkaitan dengan keberadaan

enzim regulatori yang berperan dalam sintesis biosurfaktan.

Page 11: BIOREMEDIASI

Ada 2 macam biosurfaktan yang dihasilkan bakteri Pseudomonas :

1. Surfaktan dengan berat molekul rendah (seperti glikolipid, soforolipid,

trehalosalipid, asam lemak dan fosfolipid) yang terdiri dari molekul

hidrofobik dan hidrofilik. Kelompok ini bersifat aktif permukaan, ditandai

dengan adanya penurunan tegangan permukaan medium cair.

2. Polimer dengan berat molekul besar, yang dikenal dengan

bioemulsifier polisakarida amfifatik. Dalam medium cair, bioemulsifier ini

mempengaruhi pembentukan emulsi serta kestabilannya dan tidak selalu

menunjukkan penurunan tegangan permukaan medium.

Biosurfaktan merupakan komponen mikroorganisme yang terdiri atas

molekul hidrofobik dan hidrofilik, yang mampu mengikat

molekul hidrokarbon tidak larut air dan mampu menurunkan tegangan permukaan.

Selain itu biosurfaktan secara ekstraseluler menyebabkan emulsifikasi

hidrokarbon sehingga mudah untuk didegradasi oleh bakteri. Biosurfaktan

meningkatkan ketersediaan substrat yang tidak larut melalui

beberapa mekanisme. Dengan adanya biosurfaktan, substrat yang berupa cairan

akan teremulsi dibentuk menjadi misel-misel, dan menyebarkannya ke permukaan

sel bakteri. Substrat yang padat dipecah oleh biosurfaktan, sehingga lebih mudah

masuk ke dalam sel.

Pelepasan biosurfaktan ini tergantung dari substrat hidrokarbon yang ada.

Ada substrat (misal seperti pada pelumas) yang menyebabkan biosurfaktan hanya

melekat pada permukaan membran sel, namun tidak diekskresikan ke dalam

medium. Namun, ada beberapa substrat hidrokarbon (misal heksadekan) yang

menyebabkan biosurfaktan juga dilepaskan ke dalam medium. Hal ini terjadi

karena heksadekan menyebabkan sel bakteri lebih bersifat hidrofobik. Oleh

karena itu, senyawa hidrokarbon pada komponen permukaan sel yang hidrofobik

itu dapat menyebabkan sel tersebut kehilangan integritas struktural selnya

sehingga melepaskan biosurfaktan untuk membran sel itu sendiri dan juga

melepaskannya ke dalam medium.

Terdapat tiga cara transpor hidrokarbon ke dalam sel bakteri secara umum

yaitu :

Page 12: BIOREMEDIASI

1. Interaksi sel dengan hidrokarbon yang terlarut dalam fase air. Pada kasus

ini, umumnya rata-rata kelarutan hidrokarbon oleh proses fisika sangat

rendah sehingga tidak dapat mendukung.

2. Kontak langsung (perlekatan) sel dengan permukaan

tetesan hidrokarbon yang lebih besar daripada sel mikroba. Pada kasus

yang kedua ini, perlekatan dapat terjadi karena sel bakteri bersifat

hidrofobik. Sel mikroba melekat pada permukaan

tetesan hidrokarbon yang lebih besar daripada sel dan pengambilan

substrat dilakukan dengan difusi atau transpor aktif. Perlekatan ini terjadi

karena adanya biosurfaktan pada membrane sel bakteri Pseudomonas.

3. Interaksi sel dengan tetesan hidrokarbon yang telah teremulsi atau

tersolubilisasi oleh bakteri. Pada kasus ini sel mikroba berinteraksi dengan

partikel hidrokarbon yang lebih kecil daripada sel. Hidrokarbon dapat

teremulsi dan tersolubilisasi dengan adanya biosurfaktan yang dilepaskan

oleh bakteri pseudomonas ke dalam medium.

 Mekanisme degradasi hidrokarbon di dalam sel bakteri Pseudomonas:

1. Hidrokarbon Alifatik

Mikroorganisme pendegradasi hidrokarbon rantai lurus dalam

minyak bumi ini jumlahnya relatif kecil dibanding mikroba pendegradasi

hidrokarbon aromatik. Di antaranya adalah Nocardia, Pseudomonas,

Mycobacterium, khamir tertentu, dan jamur. Mikroorganisme ini

menggunakan hidrokarbon tersebut untuk pertumbuhannya. Penggunaan

hidrokarbon alifatik jenuh merupakan proses aerobik (menggunakan

oksigen). Tanpa adanya O2, hidrokarbon ini tidak didegradasi oleh

mikroba (sebagai pengecualian adalah bakteri pereduksi sulfat).

Pseudomonas sp. menggunakan hidrokarbon tersebut untuk

pertumbuhannya. Langkah pendegradasian hidrokarbon alifatik jenuh oleh

Pseudomonas sp. meliputi oksidasi molekuler (O2) sebagai sumber reaktan

dan penggabungan satu atom oksigen ke dalam hidrokarbon teroksidasi.

Page 13: BIOREMEDIASI

Gambar 1. Reaksi degradasi hidrokarbon alifatik

2. Hidrokarbon Aromatik

Banyak senyawa ini digunakan sebagai donor elektron secara aerobik

oleh bakteri Pseudomonas. Degradasi senyawa hidrokarbon aromatik

disandikan dalam plasmid atau kromosom oleh gen xy/E. Gen ini berperan

dalam produksi enzim katekol 2,3-dioksigenase. Metabolisme senyawa ini

oleh bakteri diawali dengan pembentukan Protocatechuate atau catechol

atau senyawa yang secara struktur berhubungan dengan senyawa ini.

Kedua senyawa ini selanjutnya didegradasi oleh enzim katekol 2,3-

dioksigenase menjadi senyawa yang dapat masuk ke dalam siklus Krebs

(siklus asam sitrat), yaitu suksinat, asetil KoA, dan piruvat.

Page 14: BIOREMEDIASI

Gambar 2. Reaksi degradasi hidrokarbon aromatik

Faktor Pembatas Biodegradasi

Kemampuan sel mikroorganisme untuk melanjutkan pertumbuhannya

sampai minyak bumi didegradasi secara sempurna bergantung pada suplai oksigen

yang mencukupi dan nitrogen sebagai sumber nutrien. Seorang ilmuwan bernama

Dr. D. R. Boone menemukan bahwa nitrogen tetap merupakan nutrien yang paling

penting untuk degradasi bahan bakar. Selain itu keaktifan mikroorganisme

pendegradasi hidrokarbon juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan seperti

temperatur dan pH. Kondisi lingkungan yang tidak sesuai menyebabkan mikroba

ini tidak aktif bekerja mendegradasi minyak bumi. Sebagai contoh, penambahan

nutrien anorganik seperti fosfor dan nitrogen untuk area tumpahan minyak

meningkatkan kecepatan bioremediasi secara signifikan.

Senyawa hidrokarbon aromatis polisiklis (PAH) dalam minyak memiliki

toksisitas yang cukup tinggi. Efek toksik dari hidrokarbon yang terdapat dalam

minyak berlangsung melalui larutnya lapisan lemak yang menyusun membran sel,

sehingga menyebabkan hilangnya cairan sel atau kematian terhadap sel

Page 15: BIOREMEDIASI

(Rosenberg and Ron, 1998). Menurut Iwabuchi & Harayama (1997), biodegradasi

senyawa PAH diawali dengan masuknya atom oksigen (reaksi oksidasi) ke dalam

inti aromatik. Reaksi ini dikatalisis oleh multikomponen dioksigenase. Senyawa

PAH yang teroksidasi akan membentuk precursor intermediet dari siklus asam

sitrat. Sebagai produk dari siklus tersebut pada akhirnya akan terbentuk air dan

karbon dioksida. Fenantren merupakan salah satu poliaromatik hidrokarbon

(PAH) yang biasa ditemukan pada tanah yang tercemar, daerah estuaria dan

perairan lainnya. Fenantren merupakan bentuk paling sederhana dari PAH yang

mempunyai bentuk bay-region dan Kregion sehingga sering digunakan sebagai

model substrat untuk mempelajari metabolisme PAH yang karsinogenik.

Beberapa bakteri yang diketahui dapat mendegradasi senyawa PAH

(Polycyclic Aromatic Hydrocarbon) dalam minyak bumi antara lain

Cycloclasticus, Marinobacter, Pseudomonas, dan Sphingomonas (Kasai et

al.2002). Phenanthrene merupakan salah satu dari senyawa PAH yang berpotensi

sebagai zat karsinogen dan bersifat racun terhadap biota laut seperti diatom,

gastropoda, remis, serta ikan (Ouyang 2006; Sack et al. 1997).

Terbentuknya zona bening disekeliling koloni bakteri menunjukkan bahwa

koloni bakteri tersebut dapat menggunakan senyawa phenanthrene sebagai sumber

karbon dan energi bagi pertumbuhannya. Oleh karena media ONR7a merupakan

media minimum mineral, setelah sumber karbon dari medium digunakan untuk

pertumbuhan habis, maka bakteri akan menggunakan senyawa karbon aromatik

yaitu phenanthrene sebagai sumber karbon dan energi bagi bakteri (Sheryl et al.

1995).

Menurut Iwabuchi & Harayama, (1997), biodegradasi senyawa PAH

diawali dengan masuknya atom oksigen (reaksi oksidasi) ke dalam inti aromatik.

Reaksi ini dikatalisis oleh multikomponen dioksigenase. Senyawa PAH yang

teroksidasi akan membentuk precursor intermediet dari siklus asam sitrat. Sebagai

produk dari siklus tersebut pada akhirnya akan terbentuk air dan karbon dioksida.

Senyawa phenanthrene dapat didegradasi secara sempurna oleh bakteri menjadi

air dan karbon dioksida melalui salah satu dari dua jalur yang ada, yakni jalur o-

phthalat dan salisilat (Iwabuchi & Harayama 1997). Kedua jalur tersebut melalui

senyawa intermediet yang sama, yaitu 1-hydroxy-2-napthoic acid.

Page 16: BIOREMEDIASI

Naftalena adalah senyawa hidrokarbon aromatik dengan rumus molekul

C10H8. Naftalena berbentuk padatan kristal putih, berbau tajam, dan dapat

terbakar. Naftalena diperoleh dari hasil ekstraksi tar batubara. Digunakan dalam

industri warna, bahan dasar pembuatan resin sintetik, dan di rumah tangga

(dikenal dengan nama kapur barus atau kamper).

Bioremediasi sebagai Metode Alternatif Pelestarian Lingkungan

Secara ekonomi dan fungsi, penggunaan teknik bioremediasi harus dapat

berkompetisi dengan teknologi remediasi lainnya, seperti pembakaran (insinerasi)

atau perlakuan kimia. Sebelum suatu teknik bioremediasi diaplikasikan,

informasi tentang keadaan lokasi dan potensi mikroorganisme harus sudah

diketahui. Untuk itu perlu dilakukan uji laboratorium untuk mengetahui kecepatan

degradasi pada suatu fungsi lingkungan tertentu seperti pH, konsentrasi oksigen,

nutrien, komposisi mikroba, ukuran partikel tanah, dan juga suhu. Dibanding

teknik remediasi lain, aplikasi bioremediasi jauh lebih murah. Levine and Gealt

(1993) menyatakan bahwa bioremediasi untuk satu yard tanah yang

terkontaminasi diperlukan dana sekitar 40 sampai 100 dolar. Sedangkan melalui

proses lainnya, seperti dengan insinerasi, memerlukan biaya 250 sampai 800 dolar

dan landfilling sekitar 150 sampai 250 dolar untuk kapasitas tanah yang sama.

Bioremediasi dapat diaplikasikan pada lingkungan-lingkungan yang terpolusi

melalui berbagai mekanisme. Litchfield (1991), bioremediasi dilakukan melalui

lima pendekatan berikut: bioreaktor, perlakuan fase padat, pengomposan,

landfarming, dan perlakuan in situ. Berbagai proses teknologi telah berkembang

di masing-masing bidang.

Page 17: BIOREMEDIASI

KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai

berikut:

1. Bioremediasi merupakan proses mikrobiologi yang menyebabkan

terjadinya pemutusan senyawa dari senyawa komplek hidrokarbon

menjadi senyawa sederhana CO2 dan H2O serta mengakibatkan perubahan

sifat polutan dari bersifat toksik menjadi non toksik.

2. Bakteri Pseudomonas sp. merupakan bakteri hidrokarbonoklastik yang

mampu mendegradasi berbagai jenis hidrokarbon, karena memiliki

kemampuan dalam memproduksi biosurfaktan yang berkaitan dengan

keberadaan enzim regulatori.

Page 18: BIOREMEDIASI

DAFTAR PUSTAKA

Anna, I et al. 2003. Isolation Of Soil Bacteria For Bioremediation Of Hydrocarbon Contamination. BETCH MOCK. Chapter 2.

Anonim, 2008. Mekanisme Kerja Bakteri Pseudomonas sp. http://orpipu.blogspot.com/ Diakses tanggal 6 Desember 2010.

______, 2008. Penanganan Limbah Bioremediasi. http://massofa.wordpress.com. Diakses tanggal 6 Desember 2010.

______, 2010. Bakteri, Pengolah Limbah Minyak Bumi yang Ramah Lingkungan. http://wwwesdm.go.id. Diakses tanggal 6 Desember 2010.

______, 2010. Pseudomonas. http://id.wikipedia.org/wiki/Pseudomonas. Diakses tanggal 6 Desember 2010.

J. Ouyang, M. Fitzgerald, 2006. University of Minnesota. http://umbbd.umn.edu/pha/pha_map.

Marini, Larisa. 2003. Immobilisasi Kultur Campuran Bakteri Petrofilik dan Karakterisasi Aktivitasnya dalam Degradasi Minyak Pelumas. Bandung: Tugas Akhir TL-ITB.

Rosenberg, E. and Ron, E.Z. (1998). Bioremediation of Petrolium Contamination. In: Bioremediation: Principles and Application, ed. R. L. Crawford & D. L. Crawford, Cambridge University Press, Cambridge. pp. 100-124.

Rossiana N, D. Sumiarsa, dan H. Salim, 2002. Bioremediasi Lumpur Minyak Bumi dengan Kascing. Journal Biotika Vol, 1 no.2, Desember 2002: 11-15. Jurusan Biologi FMIPA-UNPAD Jatinangor.

Toccalino, P. L., R. L. Johnson, & D. R. Boone. 1993. Nitrogen limitation and nitrogen fixation during alkane biodegradation in a sandy soil. Appl. Environ. Microbiol. 59:2977-2983.

Udiharto. 1992. Aktivitas Mikroba dalam Degradasi Crude Oil. Diskusi Ilmiah VII Hasil Penelitian PPPTMGB "LEMIGAS". Jakarta.

Ueno, A., Ito, Y., Yumoto, I., Okuyama, H. 2007. Isolation and Characterization of Bacteria From Soil Contaminated With Diesel Oil and Possible Use of these in Autochthonous Bioaugmentation. World J Microbiol Biotechnol. Vol 23. pp 1739-1745.