26
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri semakin berkembang seiring dengan semakin majunya taraf hidup manusia dan dalam rangka mengoptimalkan sumberdaya yang tersedia sehingga mampu memenuhi kebutuhan konsumen dan pasar. Indutri perikanan merupakan salah satu indutri yang berkembang cukup pesat seiring dengan berubahnya pola konsumsi masyrakat dunia. Di Indonesia sendiri semakin banyak usaha mikro, kecil, menengah dan besar yang etrus berdiri terutama di bidang pengolahan hasil perikanan. Kebanyakan industri kecil masih belum memperhatikan secara baik instalasi pengelolaan limbah yang dihasilkan, sehingga menimbulkan pencemaran berupa limbah padat, limbah cair, dan bau busuk. Tidak adanya sistem pengolahan air limbah menyebabkan volume limbah melebihi kemampuan alamiah untuk mengasimilasi limbah tersebut (Ibrahim, 2005) Limbah cair industri perikanan mengandung bahan organik yang tinggi. Tingkat pencemaran limbah cair industri pengolahan perikanan sangat tergantung pada tipe proses pengolahan dan spesies ikan yang diolah. Bahan organik terlarut dan tersuspensi dapat menjadi sangat tinggi pada limbah cair proses pengolahan perikanan karena akan meningkatkan BOD dan COD. Selain itu, peningkatan kadar lemak dan minyak pada limbah juga meningkat. Timbulnya bau busuk disebabkan oleh dekomposisi kanjut protein, yang kaya akan asam amino bersulfur (sistein), menghasilkan asam sulfida, gugus thiol, dan amoniak. Asam lemak rantai pendek hasil dekomposisi bahan organik juga menyebabkan bau busuk. Oleh karena itu industri perikanan perlu menerapkan sistem

BIOREMEDIASI

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BIOREMEDIASI

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Industri semakin berkembang seiring dengan semakin majunya taraf hidup manusia dan

dalam rangka mengoptimalkan sumberdaya yang tersedia sehingga mampu memenuhi

kebutuhan konsumen dan pasar. Indutri perikanan merupakan salah satu indutri yang

berkembang cukup pesat seiring dengan berubahnya pola konsumsi masyrakat dunia. Di

Indonesia sendiri semakin banyak usaha mikro, kecil, menengah dan besar yang etrus berdiri

terutama di bidang pengolahan hasil perikanan. Kebanyakan industri kecil masih belum

memperhatikan secara baik instalasi pengelolaan limbah yang dihasilkan, sehingga

menimbulkan pencemaran berupa limbah padat, limbah cair, dan bau busuk. Tidak adanya

sistem pengolahan air limbah menyebabkan volume limbah melebihi kemampuan alamiah untuk

mengasimilasi limbah tersebut (Ibrahim, 2005)

Limbah cair industri perikanan mengandung bahan organik yang tinggi. Tingkat

pencemaran limbah cair industri pengolahan perikanan sangat tergantung pada tipe proses

pengolahan dan spesies ikan yang diolah. Bahan organik terlarut dan tersuspensi dapat menjadi

sangat tinggi pada limbah cair proses pengolahan perikanan karena akan meningkatkan BOD

dan COD. Selain itu, peningkatan kadar lemak dan minyak pada limbah juga meningkat.

Timbulnya bau busuk disebabkan oleh dekomposisi kanjut protein, yang kaya akan asam amino

bersulfur (sistein), menghasilkan asam sulfida, gugus thiol, dan amoniak. Asam lemak rantai

pendek hasil dekomposisi bahan organik juga menyebabkan bau busuk.

Oleh karena itu industri perikanan perlu menerapkan sistem pengolahan limbah yang

baik limbah yang dihasilkan sudah sesuai dengan baku mutu lingkungan sebelum diepas ke

lingkungan sekitar. Pengolahan limbah tersebut bisa dengan menggunakan metode kimia

maupun biologi yang ramah liingkungan.

B. Tujuan Praktikum

1. Praktikan mampu melakukan pengukuran parameter fisika, kimia dan biologi dari

limbah industri perikanan

2. Praktikan mampu mengetahui kuantitas parameter pencemaran limbah cair industri

perikanan

3. Praktikan mampu menentukan besar debit dan beban pencemaran limbah cair industri

perikanan

4. Praktikan mampu mengetahui dan menerapkan cara penanganan limbah secara biologis

meliputi fitoremediasi, aerob dan anaerob.

Page 2: BIOREMEDIASI

C. Manfaat Praktikum

1. Menambah keterampilan dalam pengukuran parameter fisika, kimia dan biologi dari

limbah industri perikanan

2. Menambah wawasan mengeani kuantitas parameter pencemaran limbah cair industry

perikanan

3. Menambah kemampuan dalam menentukan besar debit dan beban pencemaean serta

penanganan limbah cair industri perikanan

Page 3: BIOREMEDIASI

II. TINJAUAN RUJUKAN

A. Limbah dan Parameter Pencemaran

Limbah adalah sisa suatu usaha atau kegiatan, yang mengandung bahan berbahaya atau

beracun yang karena sifat, konsentrasi, atau jumlahnya, baik secara langsung atau tidak

langsung akan dapat membahayakan lingkungan, kesehatan, kelangsungan hidup manusia atau

makhluk hidup lainnya (Mahida,1984).

Menurut Metcalf and Eddy (2003) limbah cair baik domestik maupun non domestik

mempunyai beberapa karakteristik sesuai dengan sumbernya, karakteristik limbah cair dapat

digolongkan pada karakteristik fisik, kimia dan biologi sebagai berikut :

1. Karakteristik Fisika

Karakteristik ini terdiri dari beberapa parameter antara lain :

a. Total Solid (TS)

Padatan terdiri dari mengendap atau tersuspensi. Bahan ini pada akhirnya akan

mengendap di dasar air sehingga menimbulkan pendangkalan pada dasar badan air

penerima bahan padat organik maupun anorganik yang dapat larut,

b. Total Suspended Solid (TSS)

Merupakan jumlah berat dalam mg/l kering lumpur yang ada didalam air limbah setelah

mengalami penyaringan dengan membran berukuran 0,45 mikron.

c. Warna.

Pada dasarnya air bersih tidak berwarna, tetapi seiring dengan waktu dan menigkatnya

kondisi anaerob,warna limbah berubah dari yang abu–abu menjadi kehitaman.

d. Kekeruhan

Kekeruhan disebabkan oleh zat padat tersuspensi, baik yang bersifat organik maupun

anorganik, serta menunjukkan sifat optis air yang akan membatasi pencahayaan

kedalam air.

e. Temperatur

Merupakan parameter yang sangat penting dikarenakan efeknya terhadap reaksi kimia,

laju reaksi, kehidupan organisme air dan penggunaan air untuk berbagai aktivitas

sehari-hari.

f. Bau

Disebabkan oleh udara yang dihasilkan pada proses dekomposisi materi atau

penambahan substansi pada limbah.

2. Karateristik Kimia

Page 4: BIOREMEDIASI

a. Biological Oxygen Demand (BOD)

Biological oxygen demand atau kebutuhan oksigen biologis adalah jumlah oksigen yang

dibutuhkan oleh mikroorganisme di dalam air lingkungan untuk memecah atau

mendegradasi atau mengoksidasi limbah organik yang terdapat didalam air.

b. Chemical Oxygen Demand (COD)

Merupakan jumlah kebutuhan oksigen dalam air untuk proses reaksi secara kimia guna

menguraikan unsur pencemar yang ada. COD dinyatakan dalam ppm (part per milion).

(Metcalf and Eddy, 2003)

c. Protein

Protein merupakan bagian yang penting dari makhluk hidup, termasuk di dalamnya

tanaman, dan hewan bersel satu. Di dalam limbah cair, protein merupakan unsur

penyabab bau, karena adanya proses pembusukan dan peruraian oleh bakteri. (Metcalf

and Eddy, 2003)

d. Karbohidrat

Karbohidrat antara lain : gula, pati, sellulosa dan benang-benang kayu terdiri dari unsur

C, H, dan O. Gula dalam limbah cair cenderung terdekomposisi oleh enzim dari bakteri-

bakteri tertentu dan ragi menghasilkan alkohol dan gas CO2 melalui proses fermentasi.

e. Minyak dan Lemak

Minyak dan lemak merupakan bahan pencemar yang banyak ditemukan di berbagai

perairan, salah satu sumber pencemarnya adalah dari agroindustri.

f. Detergen

Deterjen termasuk bahan organik yang sangat banyak digunakan untuk keperluan rumah

tangga, hotel, dan rumah sakit. Fungsi utama deterjen adalah sebagai pembersih dalam

pencucian, sehingga tanah, lemak dan lainnya dapat dipisahkan.

g. Derajat keasaman (pH)

Air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan mempunyai pH sekitar 6,5 –

7,5. Air akan bersifat asam atau basa tergantung besar kecilnya pH. Bila pH di bawah pH

normal, maka air tersebut bersifat asam, sedangkan air yang mempunyai pH di atas pH

normal bersifat basa.

3. Karakteristik biologi

Karakteristik biologi digunakan untuk mengukur kualitas air terutama air yang dikonsumsi

sebagai air minum dan air bersih. Parameter yang biasa digunakan adalah banyaknya

mikroorganisme yang terkandung dalam air limbah. Pengolahan air limbah secara biologis

dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang melibatkan kegiatan mikroorganisme dalam

air untuk melakukan transformasi senyawa-senyawa kimia yang terkandung dalam air

Page 5: BIOREMEDIASI

menjadi bentuk atau senyawa lain. Mikroorganisme mengkonsumsi bahan-bahan organik

membuat biomassa sel baru serta zat-zat organik dan memanfaatkan energi yang dihasilkan

dari reaksi oksidasi untuk metabolismenya. (Metcalf and Eddy, 2003)

B. Debit Limbah Cair

Debit limbah cair merupakan banyaknya limbah yang haru sdibuang ke lingkungan. Debit

limbha dan beban pencemaran menentukan kuantitas dan kualitas dari limbah cair itu

sendiri. Debit limbah cair maksimum (DM) maupun debit limbah cair sebenarnya (DA)

dapat diukur sebagai berikut:

DM= Dm x Pb, dimana

DM= Debit limbah cair maksimum yang dipebolehkan bagi industri yang bersangkutan

(m3/bulan)

Dm= Debit limbah cair maksimum yang sesuai dengan industry bersangkutan (m3/satuan

produk)

Pb= Produksi sebenarnya dalam sebulan (dinyatakan dalam satuan produk)

DA= Dp x H, dimana

DA= Debit limbah cair sebenarnya (m3/bulan)

Dp= Hasil pengukuran debit limbah cair (m3/hari)

H= Jumlah hari kerja pada bulan yang bersangkutan

C. Beban Pencemaran Limbah Cair

Menurut PP No. 82 Tahun 2001 Beban pencemaran adalah jumlah suatu unsur pencemar

yang terkandung dalam air atau air limbah. Limbah cair yang dihasilkan dari suatu industri

perikanan harus di analisis terlebih dahulu agar dapat diketahui atau diprediksi beban

pencemarannya. Parameter yang harus diperhatikan dalam analisis tersebut adalah pH, TSS,

BOD, COD , dan minyak atau lemak. Beban pencemaran industri perikanan menurut

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No 06. Tahun 2007 adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Lampiran 1 Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 06 Tahun 2007 mengenai

Beban Pencemaran Limbah Cair

Parameter Pembekuan ikan Pengalengan Ikan Tepung IkanBeban Pencemaran Beban Pencemaran Kadar

(mg/l)Beban Pencema-ran(kg/ton produk)

Kadar(mg/l)

(kg/ton bahan baku) Kadar(mg/l)

(kg/ton bahan baku)Ikan Uda

ngLain-lain

Ikan Udang

Lain-lain

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)1. pH2. TSS 100 1 3 1,5 100

6-91,5 3 2 100 1,2

Page 6: BIOREMEDIASI

3. Sulfida4. Amoniak5. Klor Bebas6. BOD57. COD8. Minyak/lemak

-10110020015

-0,10,0120,15

-0,30,03360,45

-0,150,0151,530,225

-517515015

0,0150,0750,0151,1252,250,225

0,030,150,032,254,50,45

0,020,10,021,53,00,3

15-10030015

0,0120,06-1,23,60,18

Debit Air Limbah(m3/ton)

- 10 30 15 - 15 30 20 - 12

D. Baku Mutu Limbah Cair Industri Perikanan

Baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan atau jumlah

unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah yang akan dibuang atau

dilepas ke dalam sumber air dari suatu usaha dan atau kegiatan (PP No. 82, 2001). Berikut

adalah baku mutu limbah cair indutri perikanan yang dikeluarkan oleh Menteri Negara

Lingkungan Hidup No. 06 Tahun 2007

Tabel 2. Lampiran 1 Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 06 Tahun 2007 mengenai Baku

Mutu Limbah Cair Industri Perikanan

Parameter Pembekuan ikan Pengalengan Ikan Tepung IkanBeban Pencemaran Beban Pencemaran Kadar

(mg/l)Beban Pencema-ran(kg/ton produk)

Kadar(mg/l)

(kg/ton bahan baku) Kadar(mg/l)

(kg/ton bahan baku)Ikan Uda

ngLain-lain

Ikan Udang

Lain-lain

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)1. pH2. TSS3. Sulfida4. Amoniak5. Klor Bebas6. BOD57. COD8. Minyak/lemak

100-10110020015

1-0,10,0120,15

3-0,30,03360,45

1,5-0,150,0151,530,225

100-517515015

6-91,50,0150,0750,0151,1252,250,225

30,030,150,032,254,50,45

20,020,10,021,53,00,3

10015-10030015

1,20,0120,06-1,23,60,18

Debit Air Limbah(m3/ton)

- 10 30 15 - 15 30 20 - 12

E. Mekanisme Reduksi Limbah

Penanganan limbah cair bisa dilakukan secara biologis yaitu dengan cara menurunkan

komponen terlarut, khususnya senyawa organik sampai pada batas yang aman terhadap

lingkungan dengan memanfaatkan mikroba dan/atau tanaman. Dalam rangka menyisihkan

bahan organik yang terlarut, mikroorganisme yang ada akan menggunakan bahan organik

sebagai nutrien bagi pertumbuhannya menjadi sel-sel baru dan karbondioksida. Proses

biotransformasi terjadi dalam berbagai macam cara sesuai dengan mikroorganisme yang

berperan didalamnya, misalnya jenis mikroba autotrof atau heterotrof (Loosdrecht dan Jetten,

Page 7: BIOREMEDIASI

1998). Penanganan secara biologis sendiri bisa dilakukan secara aerob atau anaerob.

Penanganan biologis aerob bisa berupa sistem lumpur aktif dan kolam aerasi. Lumpur aktif

adalah proses pertumbuhan mikrobia tersuspensi. Proses ini pada dasarnya merupakan

pengolahan aerobik yang mengoksidasi material organik menjadi CO2, H2O dan NH4 dan sel

biomassa baru (Herlambang dan Wahjono, 1999). Proses ini menggunakan udara yang

disalurkan melalui pompa blower (diffused) atau melalui aerasi mekanik. Sel mikroba

membentuk flok yang akan mengendap di tanki penjernihan. Kolam aerasi adalah caar

pengolahan limbah secara aerob yang melengkapi kolam dengan aerator baik berupa aerator

mekanik maupun injeksi udara. Kedalaman kolam adalah 1,5-5 meter dengan kedalaman

optimum 3 meter. Pengolahan dengan kolam aerasi akan menghasilkan bisolid (endapan

lumpur).

Penanganan secara anaerob digunakan untuk menurunkan kadar BOD atau COD yang

sangat tinggi. Pada pengolahan dengan sistem anaerob beban organik dalam limbah dikonversi

menjadi bahan organik terlarut yang kemudian dikonsumsi oleh bakteri penghasil asam,

kemudian menghasilkan asam lemak yang mudah menguap, CO2 dan O2. Senyawa tersebut

kemudian dikonsumsi bakteri penghasil metana dengan hasil akhir gas metana dan CO2

(Balslev-Oelsen, 1990).

Penanganan secara biologis lainnya adalah fitoremediasi. Fitoremediasi adalah

pemanfaatan tumbuhan, mikroorganisme untuk meminimalisasi dan mendetoksifikasi bahan

pencemar, karena tanaman mempunyai kemampuan menyerap ogam-logam berat dan mineral

yang tinggi sebagai fitoakumulator dan fotochelator (Darliana, 2009). Menurut Salt et al. (1998)

tumbuhan mempunyai kemampuan untuk menahan substansi toksik dengan cara biokimia dan

fisiologisnya serta menahan substansi non-nutritive organik yang dilakukan pada permukaan

akar. Bahan pencemar akan dimerabolisme atau diimobilisasi melalui sejumlah proses termasuk

reaksi oksidasi, reduksi dan hidrolisa enzimatis.

Page 8: BIOREMEDIASI

III.HIPOTESIS

1. Pengolahan limbah secara biologis dapat mereduksi beban pencemaran limbah cair

industri perikanan

2. Semakin banyak perlakuan bioremediasi yang digunakan maka reduksi beban

pencemaran limbah cair industri perikanan semakin baik dan optimal

Page 9: BIOREMEDIASI

IV. METODOLOGI PENELITIAN

A. Alat

1. Pipet tetes 10. Erlenmeyer

2. Tabung mikrotube 11. Toples

3. Petridisk 12. Botol oksigen

4. Drigalsky 13. Kempot

5. Bunsen 14. Pipet ukur

6. Jarum Ose 15. Botol film

7. Tabung reaski 16. pH meter

8. Autoklaf 17. Kertas saring

9. Mikroskop 18. Incubator shaker

B. Bahan

1. Tryptone 5. MnSO4

2. Yeast extract 6. Reagen Oksigen

3. NaCl 7. H2SO4 pekat

4. Aquadest 8. Amilum

5. Tanaman air 9. 1/80 N Na2S2O3

6. H2SO4 0,1 N 10. Limbah cair industri perikanan

7. Amonium oksalat

C. Tata Laksana Praktikum

1. Pembuatan Medium LB Cair

Tryptone 2,5 gram; NaCl 1,25 gram; Yeast Extract 2,5 gram; Akuades 50 ml

Stirer tanpa panas hingga homogen

Autoklaf 15 menit pada suhu 121oC

2. Enrichment 1

Ambil 1 ose bakteri Bacillus licheriformis

Masukkan ke dalam medium LB (7 ml) secara aseptis

Page 10: BIOREMEDIASI

Inkubasi selama 24 jam 35±2oC dalam incubator shaker

3. Enrichment 2

Ambil 0,1 ml bakteri dari medium LB 7 ml

Masukkan ke dalam 3 tabung medium LB 10 ml

Inkubasi selama 24 jam 35±2oC dalam incubator shaker

4. Pengukuran Debit Limbah

Tampung air limbah yang mengalir ke dalam wadah

Ukur banyaknya limbah cair yang mengalir selama 1 menit

Lakukan 3 kali ulangan

5. Bioremediasi

Limbah cair disaring

Ukur DO, BOD, BOD5, TSS, pH, dan amati kekeruhan dan bau

Ambil 1 Liter limbah yang telah disaring, ditempatkan pada 5 toples

Lakukan Treatment

Inkubasi selama 7 hari

Toples 1: Kontrol

Toples 2: Fitoremediasi

+ aerasi

Toples 3: Bakteri +aerasi (aerob)

Toples 4: Bakteri tanpa

aerasi (anaerob)

Toples 5: Fitoremediasi

+bakteri+aerasi

Page 11: BIOREMEDIASI

Ukur DO, BOD, BOD5, TSS, pH, dan amati kekeruhan dan bau

Bandingkan dengan baku mutu

Hitung beban pencemaran limbah per hari debit limbah

Page 12: BIOREMEDIASI

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 3. Hasil Aplikasi Bioremediasi Pada Limbah Cair Indutri Perikanan

Bioremediasi Awal Kontrol Fitoremediasi Aerob Anaerob Fitoremediasi+kultur bakteri+aerob

BOD H0 (mg/ml) 10.1 10.1 10.1 10.1 10.1 10.1

BOD H5 0 0 0 0 0 0BOD5 10100 10100 10100 10100 10100 10100DO 5 6 8 1.6 4 20pH 7 6 6 9 7 3TSS 30 30 30 80 40 20Kekeruhan +++ ++ + ++ ++++ ++Bau ++ ++ ++ + +++ +

Keterangan : ++++ Sangat keruh/Sangat bau ++ Agak keruh/Agak bau

+++ Keruh/Bau + Bening/Tidak bau

B. Pembahasan

Tahapan praktikum Analisis dan Prediksi Beban Pencemaran Limbah Cair Industri

Perikanan dimulai dengan mengambil sampel limbah cair di UKM Mina Tayu yang

merupakan salah satu industri pengolahan hasil perikanan skala kecil. Pada tahap ini

dihitung debit limbah dari UKM Mina Tayu. Debit limbah diukur dengan cara menampung

air limbah yang mengalir kedalam wadah. Kemudian diukur banyaknya limbah cair yang

mengalir selama 1 menit. Proses tersebut diulangi hingga 3 kali kemudian dihitung rerata

debit untuk mengetahui debit limbah dalam L/menit. Selanjutnya diambil sampel limbah

yang akan diberikan perlakuan berupa bioremediasi untuk mengetahui cara penanganan

limbah yang mampu mengurangi beban pencemaran limbah cair industri perikanan.

Perlakuan bioremediasi yang akan diberikan pada sampel limbah cair ada 4 macam,

yaitu fitoremediasi, kultur bakteri aerob, kultur bakteri anaerob dan gabungan antara fi-

toremediasi, aerob serta pemberian kultur bakteri Bacillus licheniformis. Persiapan yang per-

tama dilakukan adalah mengisolasi bakteri Bacillus licheniformis yang akan digunakan.

Bacillus licheniformis merupakan bakteri gram positif, berbentuk batang dengan panjang an-

tara 1,5 μm sampai 3 μm dan lebar antara 0,6 μm sampai 0,8 μm. Spora dari bateri ini

berbentuk batang silindris atau elips dan terdapat pada sentral atau parasentral. Suhu maksi-

mum pertumbuhannya adalah 50 – 55oC dan suhu minimumnya 15oC (Mao, et al., 1992).

Bacillus licheniformis merupakan species bakteri yang mampu menghasilkan protease

dalam jumlah yang relatif tinggi. Jenis protease yang dihasilkan oleh bakteri ini adalah en-

zim ekstraselular yang tergolong proteinase serin karena mengandung serin pada sisi ak-

Page 13: BIOREMEDIASI

tifnya. Enzim ini bekerja sebagai endopeptida (memutuskan ikatan peptida yang berada

dalam rantai protein sehingga dihasilkan peptida dan polipeptida) dan dihambat kuat oleh

senyawa diisopropil-fluorofosfat (DFP), 3,4-dichloroisocoumarin (3,4-DCL), L-3-carboxy-

trans- 2,3-epoxypropylleucylamido (4-guanidine), butane, henymethyl-sulfonylfluoride

(PMSF), dan tosyl-L-lysine chlorometyl ketone (TLCK) (Rao et al., 1998). Pemutusan

ikatan peptide tersebut membantu dalam proses reduksi limbah cair organik industri

perikanan yang sebagian besar limbahnya mengandung protein.

Bakteri ini akan diisolasi mengunakan medium Luria Bertani (LB) dengan bahan

tryptone, NaCl, yeast extract dan aquadest. Keseluruhan bahan pembuatan medium ini

dicampurkan dengan menggunakan stirrer tanpa panas agar homogen lalu disterilisasi meng-

gunakan autoklaf selama 15 menit pada suhu 121oC. Medium yang telah siap kemudian di-

gunakan pada tahap enrichment atau pengkayaan bakteri yang diisolasi. Merode enrichment

dilakukan dengan cara mengambl satu ose bakteri Bacillus licheniformis kemudian dima-

sukkan dalam 7 ml medium LB secara aseptis agar tidak memungkinkan terjadinya pertum-

buhan bakteri lain yang tidka diinginkan, kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu

35±2oC dengan menggunakan incubator shaker. Tahapan selanjutnya adalah enrichment ke-

dua yang dilakukan untuk memperbanyak jumlah bakteri Bacillus licheniformis yang akan

digunakan. Pada enrichment kedua, diambil sebanyak 0,1 ml biakan bakteri dari hasil en-

richment pertama lalu dimasukkan dalam 10 ml medium LB yang selanjutnya diinkubasi se-

lama 24 jam pada suhu 35±2oC dalam incubator shaker.

Tahapan selanjutnya adalah persiapan aplikasi bioremediasi pada limbah cair industri

perikanan yang diambil dari UKM Mina Tayu. Limbah cair tersebut terlebih dahulu disaring

kemudian diukur DO, BOD, BOD5, TSS serta dilakukan pengamatan kekeruhan dan bau.

Hasil pengukuran dan pengamatan kemudian dicatat untuk kemudian dibandingkan dengan

hasil pengukuran parameter yang sama setelah dilakukan proses bioremediasi terhadap lim-

bah. Limbah yang sudah diukur parameter. Limbah tersebut kemudian disaring dan dima-

sukkan dalam 5 stoples kaca masing-masing sebanyak 1 Liter. Setiap stoples tersebut

diberikan perlakuan bioremediasi yang berbeda, yaitu :

Stoples 1 : Perlakuan kontrol

Stoples 2 : Perlakuan fitoremediasi dan aerasi

Stoples 3 : Perlakuan kultur bakteri dan aerasi

Stoples 4: Perlakuan kultur bakteri tanpa aerasi

Stoples 5 : Perlakuan fitoremediasi, aerasi dan kultur bakteri

Page 14: BIOREMEDIASI

Apabila keseluruhan stoples telah selesai diberikan perlakuan yang sesuai, stoples tersebut

kemudian diinkubasi selama 7 hari, lalu dilakukan pengukuran dan pengamatan parameter

DO, BODH0, BODH5, BOD5, TSS, kekeruhan dan bau.

Hasil dari bioremediasi selama 7 hari terdapat pada tabel 1. Terlihat bahwa bioreme-

diasi yang dilakukan tidak menghasilkan perubahan pada BODH5 dan BOD5 yang masih

sama sesuai dengan kondisi awal dan control. BOD atau Biological Oxygen Demand adalah

kebutuhan oksigen biologis adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme di

dalam air lingkungan untuk memecah atau mendegradasi atau mengoksidasi limbah organik

yang terdapat didalam air (Mayanti, 2005). Tidak adanya perubahan nilai BOD yang diukur

berarti tidak adanya pengurangan bahan organik oleh mikroorganisme yang terdapat pada

limbah. BOD sendiri dipengaruhi oleh bebrapa faktor, yaitu suhu, cahaya, matahari, gerakan

air dan kadar oksigen (Metcalf dan Eddy, 2003).

Nilai DO atau oksigen terlaut dari perlakuan fitoremediasi serta gabungan antara fi-

toremediasi, kultur bakteri dan aerasi menunjukkan peningkatan. Peningkatan kadar oksigen

terlarut merupakan hasil yang baik dari proses bioremediasi yang dilakukan berkaitan den-

gan berbanding terbaliknya tingkat DO dengan derajat pencemaran air, yaitu semakin tinggi

nilai DO maka semakin rendah tingkat pencemarannya. Peningkatan nilai DO ini dikare-

nakan adanya fotosintesis dari tanaman air yang digunakan, Aerasi yang dilakukan mem-

bantu meningkatkan kadar oksigen dalam air limbah yang bisa digunakan oleh bakteri Bacil-

lus licheniformes dalam mereduksi molekul-molekul organik yang terdapat pada limbah. Se-

mentara itu, pada perlakuan pemberian kombinasi kultur bakteri dan aerasi serta kultur bak-

teri tanpa aerasi terjadi penurunan kadar DO. Hal ini berarti bakteri Bacillus licheniformis

belum mampu bekerja secara optimal dalam mendegradasi limbah yang ada.

pH yang terukur pada limbah setelah bioremediasi berkisar antara 3-9. Penurunan pH

terjadi pada perlakuan fitoremediasi dan kombinasi kultur bakteri, ftoremediasi serta aerasi.

Sedangkan pada perlakuan kultur bakteri aerob pH limbah naik menjadi 9. Berdasarkan Per-

men Menteri Lingkungan Hidup No. 06 Tahun 2007 mengenai baku mutu limbah industri

perikanan, kisaran pH air limbah yang sesuai baku mutu adalah pada kisaran 6-9, sehingga

pada perlakuan kultur bakteri aerob, anaerob dan fitoremediasi sudah sesuai dengan baku

mutu.

Parameter lain yang diamati adalah TSS. Pada kondisi awal TSS limbah terukur 30

mg/L selanjutnya setelah dilakukan bioremediasi terjadi kenaikan TSS pada perlakuan kultur

bakteri aerob menjadi 30 mg/L dan 40 mg/L pada kultur bakteri anaerob. Penguraian bahan

organik secara tepat seharusnya mampu menurunkan kadar TSS dalam suatu limbah. Pen-

ingkatan yang terjadi diduga disebabkan tidak terjadinya penguraian limbah secara optimal.

Page 15: BIOREMEDIASI

Kadar TSS berbanding terbalik dengan kadar DO karena semakin banyak partikel solid

dalam suatu perairan akan mengurangi penetrasi oksigen kedalam perairan tersebut (Boyd,

1998)., Bisa dilihat bahwa pada perlakuan kuktur bakteri aerob dan anaerob kadar DO juga

rendah dan hal tersebut berbanding terbalik dengan kadar TSSnya. Pada perlakuan fitoreme-

diasi tidak ada perubahan kadar TSS sedangkan pada kombinasi perlakuan fitoremediasi,

kultur bakteri dan aerasi terjadi penurunan kadar TSS menjadi 20 mg/L. Penurunan tersebut

terjadi karena semakin banyak total padatan tersuspensi yang berhasil dirombak sehingga

membuat kadar TSS turun dan DO meningkat. Kadar TSS yang terdapat pada limbah terse-

but masih memenuhi baku mutu limbah cair indutri perikanan yang tercantum pada tabel 1

yaitu sebesar 100 mg/L.

Parameter kekeruhan dan bau sebagai salah satu karakteristik limbah juga diamati.

Pada kondisi awal kondisi limbah adalah keruh dan bau. Pada perlakuan fitoremediasi lim-

bah menjadi keruh tapi agak berbau sedangkan pada perlakuan kultur bakteri aerob limbah

teramati agak keruh namun tidak berbau, begitu juga dengan perlakuan kombinasi fitoreme-

diasi, kultur bakteri dan aerasi. Sedangkan pada perlakuan kultur bakteri anaerob limbah

teramati sangat keruh dan berbau. Kondisi ini disebabkan tidak adanya suplai oksigen ke

dalam limbah dan kondisi stoples yang tertutup rapat membuat tidak adanya sirkulasi udara

sehingga limbah menjadi bau akibat perombakan yang dilakukan oleh bakteri Bacillus

licheniformes.

Berdasarkan hasil yang diperoleh, perlakuan paling baik adalah kombinasi antara

perlakuan fitoremediasi, kuktur bakteri dan aerasi karena terjadi penurunan nilai TSS dan

peningkatan kadar DO yang lebih tinggi serta pengurangan kekeruhan dan bau yang lebih

baik daripada perlakuan lain. Hal ini terjadi karena proses bioremediasi terjadi secara opti-

mal karena masing-masing komponen didalam perlakuan ini melakukan proses perombakan

senyawa organik dalam limbah cair sehingga hasil yang didapatkan lebih optimal.

Debit limbah yang dikeluarkan oleh UKM Mina Tayu adalah 5410 ml/menit. Apabila

diasumsikan bahwa UKM Mina Tayu memproduksi 100 kg ikan/minggu dengan jumlah hari

kerja efektif adalah 24 hari dalam sebulan serta jam efektif adalah 8 jam per hari, dan digu-

nakan standart baku mutu pada tabel 1 yaitu 10 m3 limbah/ton bahan baku, maka debit

limbah cair maksimum yang boleh dikeluarkan adalah:

DM= 10 m3/ton x 0,1 ton = 1 m3/minggu

DA = 5,140 l/menit x 60 x 8 jam =2467,2 l/hari atau 2,4672 m3/hari

2,4672 m3/hari atau 14,8032 m3/minggu

Perhitungan tersebut menunjukkan bahwa debit limbah cair yang dikeluarkan oleh

UKM Mina Tayu melebihi debit limbah cair maksimum yang diperbolehkan sehingga bisa

Page 16: BIOREMEDIASI

disimpulkan bahwa limbah yang dikeluarkan berpotensi menimbulkan pencemaran lingkun-

gan.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

Page 17: BIOREMEDIASI

A. Kesimpulan

1. Parameter fisika yang diukur pada limbah industri perikanan adalah bau, kekeruhan

dan TSS. Parameter kimia yang diukur adalah BODH0, BODH5 dan BOD5

2. Berdasarkan asumsi dan analisis yang dilakukan, besar Debit sebenarnya dari UKM

Mina Tahu lebih besar daripada debit maksimum yang diperblehkan sehingga

berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan

3. Penanganan limbah secara fitoremediasi dilakukan dengan pemberian tanaman air

dan aerasi pada limbah, sedangkan untuk aerob diberikan kultur bakteri Bacillus

lichenifomes dengan serta tanpa aerasi.

4. Hasil bioremediasi terbaik ditunjukkan pada kombinasi perlakuan fitoremediasi,

pemberian kultur bakteri dan aerasi karena berhasil meningkatkan nilai DO serta

menurunkan nilai TSS secara lebih optimal dibandingkan perlakuan yang lain.

B. Saran

Sebaiknya praktikan diberikan penjelasan mengenai perhitungan beban pencemaran dan

debit serta informasi secara terperinci mengenai segala proses yang menghasilkan lim-

bah sehingga perhitungan bisa dilakukan secara tepat.

DAFTAR PUSTAKA

Balslev-Olesen, P., A Lynggaard, C Nikelsen. 1990. Pilot-Scale Experiments on Anaerobic

Page 18: BIOREMEDIASI

Treatment of Wastewater from a Fish Processing Plant. Wat. Sci. Tech. 22: 463-474

Bening, Mayanti. 2005. Bakteri pada Commercial Seed Pengolah Limbah Cair Cat. FTSL ITB. Bandung.

Boyd, C.E. 1982. Water Quality in Warmwater Fish Pond. Auburn University Agriculture Experiment Stasion. Auburn, Alabama.

Darliana, Ina. 2009. Fitoremediasi sebagai teknologi Alternatif Perbaikan Lingkungan. Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Bandung Raya. Bandung

Herlambang, Arie., Wahjono, Heru Dwi. 1999. Teknologi Pengolahan Limbah Tekstil dengan Sistem Lumpur Aktif. Kelompok Teknologi Pengelolaan Air Bersih dan Limbah Cair. Direktorat Teknologi Lingkunagn. Deputi Bidang Teknologi Informasi, Energi dan Mineral. Jakarta.

Ibrahim, Bustami. 2005. Kajian Ulang Sistem Pengolahan Limbah Cair Industri Hasil Perikanan Secara Bologis Dengan Lumpur Aktif. Buletin Teknologi Hasil Perikanan Vol VIII Nomor 1. Departemen Teknologi Hasil Perairan FPIK IPBPP No. 82 Tahun 2001

Loosdrecht, VMCM dan MSM Jetten. 1998. Microbiological Conversion in Nitrogen Removal. Wat. Sci. Tech. 38 (1), 1-7Grady dan Lim, 1980; Henze et al., 1987; Metcalf dan Eddy, 1991;

Mahida, U.N., 1984. Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri. Rajawali Press. Jakarta

Menteri Lingkungan Hidup. 2007. Baku Mutu Limbah Cair Pengolahan Perikanan. Kementerian Lingkungan Hidup. Jakarta.

Metcalf dan Eddy, Inc. 2003. Wastewater Engineering: Treatment, Disposal and Reuse. McGraw-Hill, Inc: USA.

Salt, D. E., Smith R. D., Raskin I. 1998. Phytoremediation. Annual Revolution Plant Physiologi. Academic Press. New York.