Upload
mirna-trissa-imaniar
View
212
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Industri semakin berkembang seiring dengan semakin majunya taraf hidup manusia dan
dalam rangka mengoptimalkan sumberdaya yang tersedia sehingga mampu memenuhi
kebutuhan konsumen dan pasar. Indutri perikanan merupakan salah satu indutri yang
berkembang cukup pesat seiring dengan berubahnya pola konsumsi masyrakat dunia. Di
Indonesia sendiri semakin banyak usaha mikro, kecil, menengah dan besar yang etrus berdiri
terutama di bidang pengolahan hasil perikanan. Kebanyakan industri kecil masih belum
memperhatikan secara baik instalasi pengelolaan limbah yang dihasilkan, sehingga
menimbulkan pencemaran berupa limbah padat, limbah cair, dan bau busuk. Tidak adanya
sistem pengolahan air limbah menyebabkan volume limbah melebihi kemampuan alamiah untuk
mengasimilasi limbah tersebut (Ibrahim, 2005)
Limbah cair industri perikanan mengandung bahan organik yang tinggi. Tingkat
pencemaran limbah cair industri pengolahan perikanan sangat tergantung pada tipe proses
pengolahan dan spesies ikan yang diolah. Bahan organik terlarut dan tersuspensi dapat menjadi
sangat tinggi pada limbah cair proses pengolahan perikanan karena akan meningkatkan BOD
dan COD. Selain itu, peningkatan kadar lemak dan minyak pada limbah juga meningkat.
Timbulnya bau busuk disebabkan oleh dekomposisi kanjut protein, yang kaya akan asam amino
bersulfur (sistein), menghasilkan asam sulfida, gugus thiol, dan amoniak. Asam lemak rantai
pendek hasil dekomposisi bahan organik juga menyebabkan bau busuk.
Oleh karena itu industri perikanan perlu menerapkan sistem pengolahan limbah yang
baik limbah yang dihasilkan sudah sesuai dengan baku mutu lingkungan sebelum diepas ke
lingkungan sekitar. Pengolahan limbah tersebut bisa dengan menggunakan metode kimia
maupun biologi yang ramah liingkungan.
B. Tujuan Praktikum
1. Praktikan mampu melakukan pengukuran parameter fisika, kimia dan biologi dari
limbah industri perikanan
2. Praktikan mampu mengetahui kuantitas parameter pencemaran limbah cair industri
perikanan
3. Praktikan mampu menentukan besar debit dan beban pencemaran limbah cair industri
perikanan
4. Praktikan mampu mengetahui dan menerapkan cara penanganan limbah secara biologis
meliputi fitoremediasi, aerob dan anaerob.
C. Manfaat Praktikum
1. Menambah keterampilan dalam pengukuran parameter fisika, kimia dan biologi dari
limbah industri perikanan
2. Menambah wawasan mengeani kuantitas parameter pencemaran limbah cair industry
perikanan
3. Menambah kemampuan dalam menentukan besar debit dan beban pencemaean serta
penanganan limbah cair industri perikanan
II. TINJAUAN RUJUKAN
A. Limbah dan Parameter Pencemaran
Limbah adalah sisa suatu usaha atau kegiatan, yang mengandung bahan berbahaya atau
beracun yang karena sifat, konsentrasi, atau jumlahnya, baik secara langsung atau tidak
langsung akan dapat membahayakan lingkungan, kesehatan, kelangsungan hidup manusia atau
makhluk hidup lainnya (Mahida,1984).
Menurut Metcalf and Eddy (2003) limbah cair baik domestik maupun non domestik
mempunyai beberapa karakteristik sesuai dengan sumbernya, karakteristik limbah cair dapat
digolongkan pada karakteristik fisik, kimia dan biologi sebagai berikut :
1. Karakteristik Fisika
Karakteristik ini terdiri dari beberapa parameter antara lain :
a. Total Solid (TS)
Padatan terdiri dari mengendap atau tersuspensi. Bahan ini pada akhirnya akan
mengendap di dasar air sehingga menimbulkan pendangkalan pada dasar badan air
penerima bahan padat organik maupun anorganik yang dapat larut,
b. Total Suspended Solid (TSS)
Merupakan jumlah berat dalam mg/l kering lumpur yang ada didalam air limbah setelah
mengalami penyaringan dengan membran berukuran 0,45 mikron.
c. Warna.
Pada dasarnya air bersih tidak berwarna, tetapi seiring dengan waktu dan menigkatnya
kondisi anaerob,warna limbah berubah dari yang abu–abu menjadi kehitaman.
d. Kekeruhan
Kekeruhan disebabkan oleh zat padat tersuspensi, baik yang bersifat organik maupun
anorganik, serta menunjukkan sifat optis air yang akan membatasi pencahayaan
kedalam air.
e. Temperatur
Merupakan parameter yang sangat penting dikarenakan efeknya terhadap reaksi kimia,
laju reaksi, kehidupan organisme air dan penggunaan air untuk berbagai aktivitas
sehari-hari.
f. Bau
Disebabkan oleh udara yang dihasilkan pada proses dekomposisi materi atau
penambahan substansi pada limbah.
2. Karateristik Kimia
a. Biological Oxygen Demand (BOD)
Biological oxygen demand atau kebutuhan oksigen biologis adalah jumlah oksigen yang
dibutuhkan oleh mikroorganisme di dalam air lingkungan untuk memecah atau
mendegradasi atau mengoksidasi limbah organik yang terdapat didalam air.
b. Chemical Oxygen Demand (COD)
Merupakan jumlah kebutuhan oksigen dalam air untuk proses reaksi secara kimia guna
menguraikan unsur pencemar yang ada. COD dinyatakan dalam ppm (part per milion).
(Metcalf and Eddy, 2003)
c. Protein
Protein merupakan bagian yang penting dari makhluk hidup, termasuk di dalamnya
tanaman, dan hewan bersel satu. Di dalam limbah cair, protein merupakan unsur
penyabab bau, karena adanya proses pembusukan dan peruraian oleh bakteri. (Metcalf
and Eddy, 2003)
d. Karbohidrat
Karbohidrat antara lain : gula, pati, sellulosa dan benang-benang kayu terdiri dari unsur
C, H, dan O. Gula dalam limbah cair cenderung terdekomposisi oleh enzim dari bakteri-
bakteri tertentu dan ragi menghasilkan alkohol dan gas CO2 melalui proses fermentasi.
e. Minyak dan Lemak
Minyak dan lemak merupakan bahan pencemar yang banyak ditemukan di berbagai
perairan, salah satu sumber pencemarnya adalah dari agroindustri.
f. Detergen
Deterjen termasuk bahan organik yang sangat banyak digunakan untuk keperluan rumah
tangga, hotel, dan rumah sakit. Fungsi utama deterjen adalah sebagai pembersih dalam
pencucian, sehingga tanah, lemak dan lainnya dapat dipisahkan.
g. Derajat keasaman (pH)
Air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan mempunyai pH sekitar 6,5 –
7,5. Air akan bersifat asam atau basa tergantung besar kecilnya pH. Bila pH di bawah pH
normal, maka air tersebut bersifat asam, sedangkan air yang mempunyai pH di atas pH
normal bersifat basa.
3. Karakteristik biologi
Karakteristik biologi digunakan untuk mengukur kualitas air terutama air yang dikonsumsi
sebagai air minum dan air bersih. Parameter yang biasa digunakan adalah banyaknya
mikroorganisme yang terkandung dalam air limbah. Pengolahan air limbah secara biologis
dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang melibatkan kegiatan mikroorganisme dalam
air untuk melakukan transformasi senyawa-senyawa kimia yang terkandung dalam air
menjadi bentuk atau senyawa lain. Mikroorganisme mengkonsumsi bahan-bahan organik
membuat biomassa sel baru serta zat-zat organik dan memanfaatkan energi yang dihasilkan
dari reaksi oksidasi untuk metabolismenya. (Metcalf and Eddy, 2003)
B. Debit Limbah Cair
Debit limbah cair merupakan banyaknya limbah yang haru sdibuang ke lingkungan. Debit
limbha dan beban pencemaran menentukan kuantitas dan kualitas dari limbah cair itu
sendiri. Debit limbah cair maksimum (DM) maupun debit limbah cair sebenarnya (DA)
dapat diukur sebagai berikut:
DM= Dm x Pb, dimana
DM= Debit limbah cair maksimum yang dipebolehkan bagi industri yang bersangkutan
(m3/bulan)
Dm= Debit limbah cair maksimum yang sesuai dengan industry bersangkutan (m3/satuan
produk)
Pb= Produksi sebenarnya dalam sebulan (dinyatakan dalam satuan produk)
DA= Dp x H, dimana
DA= Debit limbah cair sebenarnya (m3/bulan)
Dp= Hasil pengukuran debit limbah cair (m3/hari)
H= Jumlah hari kerja pada bulan yang bersangkutan
C. Beban Pencemaran Limbah Cair
Menurut PP No. 82 Tahun 2001 Beban pencemaran adalah jumlah suatu unsur pencemar
yang terkandung dalam air atau air limbah. Limbah cair yang dihasilkan dari suatu industri
perikanan harus di analisis terlebih dahulu agar dapat diketahui atau diprediksi beban
pencemarannya. Parameter yang harus diperhatikan dalam analisis tersebut adalah pH, TSS,
BOD, COD , dan minyak atau lemak. Beban pencemaran industri perikanan menurut
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No 06. Tahun 2007 adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Lampiran 1 Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 06 Tahun 2007 mengenai
Beban Pencemaran Limbah Cair
Parameter Pembekuan ikan Pengalengan Ikan Tepung IkanBeban Pencemaran Beban Pencemaran Kadar
(mg/l)Beban Pencema-ran(kg/ton produk)
Kadar(mg/l)
(kg/ton bahan baku) Kadar(mg/l)
(kg/ton bahan baku)Ikan Uda
ngLain-lain
Ikan Udang
Lain-lain
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)1. pH2. TSS 100 1 3 1,5 100
6-91,5 3 2 100 1,2
3. Sulfida4. Amoniak5. Klor Bebas6. BOD57. COD8. Minyak/lemak
-10110020015
-0,10,0120,15
-0,30,03360,45
-0,150,0151,530,225
-517515015
0,0150,0750,0151,1252,250,225
0,030,150,032,254,50,45
0,020,10,021,53,00,3
15-10030015
0,0120,06-1,23,60,18
Debit Air Limbah(m3/ton)
- 10 30 15 - 15 30 20 - 12
D. Baku Mutu Limbah Cair Industri Perikanan
Baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan atau jumlah
unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah yang akan dibuang atau
dilepas ke dalam sumber air dari suatu usaha dan atau kegiatan (PP No. 82, 2001). Berikut
adalah baku mutu limbah cair indutri perikanan yang dikeluarkan oleh Menteri Negara
Lingkungan Hidup No. 06 Tahun 2007
Tabel 2. Lampiran 1 Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 06 Tahun 2007 mengenai Baku
Mutu Limbah Cair Industri Perikanan
Parameter Pembekuan ikan Pengalengan Ikan Tepung IkanBeban Pencemaran Beban Pencemaran Kadar
(mg/l)Beban Pencema-ran(kg/ton produk)
Kadar(mg/l)
(kg/ton bahan baku) Kadar(mg/l)
(kg/ton bahan baku)Ikan Uda
ngLain-lain
Ikan Udang
Lain-lain
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)1. pH2. TSS3. Sulfida4. Amoniak5. Klor Bebas6. BOD57. COD8. Minyak/lemak
100-10110020015
1-0,10,0120,15
3-0,30,03360,45
1,5-0,150,0151,530,225
100-517515015
6-91,50,0150,0750,0151,1252,250,225
30,030,150,032,254,50,45
20,020,10,021,53,00,3
10015-10030015
1,20,0120,06-1,23,60,18
Debit Air Limbah(m3/ton)
- 10 30 15 - 15 30 20 - 12
E. Mekanisme Reduksi Limbah
Penanganan limbah cair bisa dilakukan secara biologis yaitu dengan cara menurunkan
komponen terlarut, khususnya senyawa organik sampai pada batas yang aman terhadap
lingkungan dengan memanfaatkan mikroba dan/atau tanaman. Dalam rangka menyisihkan
bahan organik yang terlarut, mikroorganisme yang ada akan menggunakan bahan organik
sebagai nutrien bagi pertumbuhannya menjadi sel-sel baru dan karbondioksida. Proses
biotransformasi terjadi dalam berbagai macam cara sesuai dengan mikroorganisme yang
berperan didalamnya, misalnya jenis mikroba autotrof atau heterotrof (Loosdrecht dan Jetten,
1998). Penanganan secara biologis sendiri bisa dilakukan secara aerob atau anaerob.
Penanganan biologis aerob bisa berupa sistem lumpur aktif dan kolam aerasi. Lumpur aktif
adalah proses pertumbuhan mikrobia tersuspensi. Proses ini pada dasarnya merupakan
pengolahan aerobik yang mengoksidasi material organik menjadi CO2, H2O dan NH4 dan sel
biomassa baru (Herlambang dan Wahjono, 1999). Proses ini menggunakan udara yang
disalurkan melalui pompa blower (diffused) atau melalui aerasi mekanik. Sel mikroba
membentuk flok yang akan mengendap di tanki penjernihan. Kolam aerasi adalah caar
pengolahan limbah secara aerob yang melengkapi kolam dengan aerator baik berupa aerator
mekanik maupun injeksi udara. Kedalaman kolam adalah 1,5-5 meter dengan kedalaman
optimum 3 meter. Pengolahan dengan kolam aerasi akan menghasilkan bisolid (endapan
lumpur).
Penanganan secara anaerob digunakan untuk menurunkan kadar BOD atau COD yang
sangat tinggi. Pada pengolahan dengan sistem anaerob beban organik dalam limbah dikonversi
menjadi bahan organik terlarut yang kemudian dikonsumsi oleh bakteri penghasil asam,
kemudian menghasilkan asam lemak yang mudah menguap, CO2 dan O2. Senyawa tersebut
kemudian dikonsumsi bakteri penghasil metana dengan hasil akhir gas metana dan CO2
(Balslev-Oelsen, 1990).
Penanganan secara biologis lainnya adalah fitoremediasi. Fitoremediasi adalah
pemanfaatan tumbuhan, mikroorganisme untuk meminimalisasi dan mendetoksifikasi bahan
pencemar, karena tanaman mempunyai kemampuan menyerap ogam-logam berat dan mineral
yang tinggi sebagai fitoakumulator dan fotochelator (Darliana, 2009). Menurut Salt et al. (1998)
tumbuhan mempunyai kemampuan untuk menahan substansi toksik dengan cara biokimia dan
fisiologisnya serta menahan substansi non-nutritive organik yang dilakukan pada permukaan
akar. Bahan pencemar akan dimerabolisme atau diimobilisasi melalui sejumlah proses termasuk
reaksi oksidasi, reduksi dan hidrolisa enzimatis.
III.HIPOTESIS
1. Pengolahan limbah secara biologis dapat mereduksi beban pencemaran limbah cair
industri perikanan
2. Semakin banyak perlakuan bioremediasi yang digunakan maka reduksi beban
pencemaran limbah cair industri perikanan semakin baik dan optimal
IV. METODOLOGI PENELITIAN
A. Alat
1. Pipet tetes 10. Erlenmeyer
2. Tabung mikrotube 11. Toples
3. Petridisk 12. Botol oksigen
4. Drigalsky 13. Kempot
5. Bunsen 14. Pipet ukur
6. Jarum Ose 15. Botol film
7. Tabung reaski 16. pH meter
8. Autoklaf 17. Kertas saring
9. Mikroskop 18. Incubator shaker
B. Bahan
1. Tryptone 5. MnSO4
2. Yeast extract 6. Reagen Oksigen
3. NaCl 7. H2SO4 pekat
4. Aquadest 8. Amilum
5. Tanaman air 9. 1/80 N Na2S2O3
6. H2SO4 0,1 N 10. Limbah cair industri perikanan
7. Amonium oksalat
C. Tata Laksana Praktikum
1. Pembuatan Medium LB Cair
Tryptone 2,5 gram; NaCl 1,25 gram; Yeast Extract 2,5 gram; Akuades 50 ml
Stirer tanpa panas hingga homogen
Autoklaf 15 menit pada suhu 121oC
2. Enrichment 1
Ambil 1 ose bakteri Bacillus licheriformis
Masukkan ke dalam medium LB (7 ml) secara aseptis
Inkubasi selama 24 jam 35±2oC dalam incubator shaker
3. Enrichment 2
Ambil 0,1 ml bakteri dari medium LB 7 ml
Masukkan ke dalam 3 tabung medium LB 10 ml
Inkubasi selama 24 jam 35±2oC dalam incubator shaker
4. Pengukuran Debit Limbah
Tampung air limbah yang mengalir ke dalam wadah
Ukur banyaknya limbah cair yang mengalir selama 1 menit
Lakukan 3 kali ulangan
5. Bioremediasi
Limbah cair disaring
Ukur DO, BOD, BOD5, TSS, pH, dan amati kekeruhan dan bau
Ambil 1 Liter limbah yang telah disaring, ditempatkan pada 5 toples
Lakukan Treatment
Inkubasi selama 7 hari
Toples 1: Kontrol
Toples 2: Fitoremediasi
+ aerasi
Toples 3: Bakteri +aerasi (aerob)
Toples 4: Bakteri tanpa
aerasi (anaerob)
Toples 5: Fitoremediasi
+bakteri+aerasi
Ukur DO, BOD, BOD5, TSS, pH, dan amati kekeruhan dan bau
Bandingkan dengan baku mutu
Hitung beban pencemaran limbah per hari debit limbah
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Tabel 3. Hasil Aplikasi Bioremediasi Pada Limbah Cair Indutri Perikanan
Bioremediasi Awal Kontrol Fitoremediasi Aerob Anaerob Fitoremediasi+kultur bakteri+aerob
BOD H0 (mg/ml) 10.1 10.1 10.1 10.1 10.1 10.1
BOD H5 0 0 0 0 0 0BOD5 10100 10100 10100 10100 10100 10100DO 5 6 8 1.6 4 20pH 7 6 6 9 7 3TSS 30 30 30 80 40 20Kekeruhan +++ ++ + ++ ++++ ++Bau ++ ++ ++ + +++ +
Keterangan : ++++ Sangat keruh/Sangat bau ++ Agak keruh/Agak bau
+++ Keruh/Bau + Bening/Tidak bau
B. Pembahasan
Tahapan praktikum Analisis dan Prediksi Beban Pencemaran Limbah Cair Industri
Perikanan dimulai dengan mengambil sampel limbah cair di UKM Mina Tayu yang
merupakan salah satu industri pengolahan hasil perikanan skala kecil. Pada tahap ini
dihitung debit limbah dari UKM Mina Tayu. Debit limbah diukur dengan cara menampung
air limbah yang mengalir kedalam wadah. Kemudian diukur banyaknya limbah cair yang
mengalir selama 1 menit. Proses tersebut diulangi hingga 3 kali kemudian dihitung rerata
debit untuk mengetahui debit limbah dalam L/menit. Selanjutnya diambil sampel limbah
yang akan diberikan perlakuan berupa bioremediasi untuk mengetahui cara penanganan
limbah yang mampu mengurangi beban pencemaran limbah cair industri perikanan.
Perlakuan bioremediasi yang akan diberikan pada sampel limbah cair ada 4 macam,
yaitu fitoremediasi, kultur bakteri aerob, kultur bakteri anaerob dan gabungan antara fi-
toremediasi, aerob serta pemberian kultur bakteri Bacillus licheniformis. Persiapan yang per-
tama dilakukan adalah mengisolasi bakteri Bacillus licheniformis yang akan digunakan.
Bacillus licheniformis merupakan bakteri gram positif, berbentuk batang dengan panjang an-
tara 1,5 μm sampai 3 μm dan lebar antara 0,6 μm sampai 0,8 μm. Spora dari bateri ini
berbentuk batang silindris atau elips dan terdapat pada sentral atau parasentral. Suhu maksi-
mum pertumbuhannya adalah 50 – 55oC dan suhu minimumnya 15oC (Mao, et al., 1992).
Bacillus licheniformis merupakan species bakteri yang mampu menghasilkan protease
dalam jumlah yang relatif tinggi. Jenis protease yang dihasilkan oleh bakteri ini adalah en-
zim ekstraselular yang tergolong proteinase serin karena mengandung serin pada sisi ak-
tifnya. Enzim ini bekerja sebagai endopeptida (memutuskan ikatan peptida yang berada
dalam rantai protein sehingga dihasilkan peptida dan polipeptida) dan dihambat kuat oleh
senyawa diisopropil-fluorofosfat (DFP), 3,4-dichloroisocoumarin (3,4-DCL), L-3-carboxy-
trans- 2,3-epoxypropylleucylamido (4-guanidine), butane, henymethyl-sulfonylfluoride
(PMSF), dan tosyl-L-lysine chlorometyl ketone (TLCK) (Rao et al., 1998). Pemutusan
ikatan peptide tersebut membantu dalam proses reduksi limbah cair organik industri
perikanan yang sebagian besar limbahnya mengandung protein.
Bakteri ini akan diisolasi mengunakan medium Luria Bertani (LB) dengan bahan
tryptone, NaCl, yeast extract dan aquadest. Keseluruhan bahan pembuatan medium ini
dicampurkan dengan menggunakan stirrer tanpa panas agar homogen lalu disterilisasi meng-
gunakan autoklaf selama 15 menit pada suhu 121oC. Medium yang telah siap kemudian di-
gunakan pada tahap enrichment atau pengkayaan bakteri yang diisolasi. Merode enrichment
dilakukan dengan cara mengambl satu ose bakteri Bacillus licheniformis kemudian dima-
sukkan dalam 7 ml medium LB secara aseptis agar tidak memungkinkan terjadinya pertum-
buhan bakteri lain yang tidka diinginkan, kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu
35±2oC dengan menggunakan incubator shaker. Tahapan selanjutnya adalah enrichment ke-
dua yang dilakukan untuk memperbanyak jumlah bakteri Bacillus licheniformis yang akan
digunakan. Pada enrichment kedua, diambil sebanyak 0,1 ml biakan bakteri dari hasil en-
richment pertama lalu dimasukkan dalam 10 ml medium LB yang selanjutnya diinkubasi se-
lama 24 jam pada suhu 35±2oC dalam incubator shaker.
Tahapan selanjutnya adalah persiapan aplikasi bioremediasi pada limbah cair industri
perikanan yang diambil dari UKM Mina Tayu. Limbah cair tersebut terlebih dahulu disaring
kemudian diukur DO, BOD, BOD5, TSS serta dilakukan pengamatan kekeruhan dan bau.
Hasil pengukuran dan pengamatan kemudian dicatat untuk kemudian dibandingkan dengan
hasil pengukuran parameter yang sama setelah dilakukan proses bioremediasi terhadap lim-
bah. Limbah yang sudah diukur parameter. Limbah tersebut kemudian disaring dan dima-
sukkan dalam 5 stoples kaca masing-masing sebanyak 1 Liter. Setiap stoples tersebut
diberikan perlakuan bioremediasi yang berbeda, yaitu :
Stoples 1 : Perlakuan kontrol
Stoples 2 : Perlakuan fitoremediasi dan aerasi
Stoples 3 : Perlakuan kultur bakteri dan aerasi
Stoples 4: Perlakuan kultur bakteri tanpa aerasi
Stoples 5 : Perlakuan fitoremediasi, aerasi dan kultur bakteri
Apabila keseluruhan stoples telah selesai diberikan perlakuan yang sesuai, stoples tersebut
kemudian diinkubasi selama 7 hari, lalu dilakukan pengukuran dan pengamatan parameter
DO, BODH0, BODH5, BOD5, TSS, kekeruhan dan bau.
Hasil dari bioremediasi selama 7 hari terdapat pada tabel 1. Terlihat bahwa bioreme-
diasi yang dilakukan tidak menghasilkan perubahan pada BODH5 dan BOD5 yang masih
sama sesuai dengan kondisi awal dan control. BOD atau Biological Oxygen Demand adalah
kebutuhan oksigen biologis adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme di
dalam air lingkungan untuk memecah atau mendegradasi atau mengoksidasi limbah organik
yang terdapat didalam air (Mayanti, 2005). Tidak adanya perubahan nilai BOD yang diukur
berarti tidak adanya pengurangan bahan organik oleh mikroorganisme yang terdapat pada
limbah. BOD sendiri dipengaruhi oleh bebrapa faktor, yaitu suhu, cahaya, matahari, gerakan
air dan kadar oksigen (Metcalf dan Eddy, 2003).
Nilai DO atau oksigen terlaut dari perlakuan fitoremediasi serta gabungan antara fi-
toremediasi, kultur bakteri dan aerasi menunjukkan peningkatan. Peningkatan kadar oksigen
terlarut merupakan hasil yang baik dari proses bioremediasi yang dilakukan berkaitan den-
gan berbanding terbaliknya tingkat DO dengan derajat pencemaran air, yaitu semakin tinggi
nilai DO maka semakin rendah tingkat pencemarannya. Peningkatan nilai DO ini dikare-
nakan adanya fotosintesis dari tanaman air yang digunakan, Aerasi yang dilakukan mem-
bantu meningkatkan kadar oksigen dalam air limbah yang bisa digunakan oleh bakteri Bacil-
lus licheniformes dalam mereduksi molekul-molekul organik yang terdapat pada limbah. Se-
mentara itu, pada perlakuan pemberian kombinasi kultur bakteri dan aerasi serta kultur bak-
teri tanpa aerasi terjadi penurunan kadar DO. Hal ini berarti bakteri Bacillus licheniformis
belum mampu bekerja secara optimal dalam mendegradasi limbah yang ada.
pH yang terukur pada limbah setelah bioremediasi berkisar antara 3-9. Penurunan pH
terjadi pada perlakuan fitoremediasi dan kombinasi kultur bakteri, ftoremediasi serta aerasi.
Sedangkan pada perlakuan kultur bakteri aerob pH limbah naik menjadi 9. Berdasarkan Per-
men Menteri Lingkungan Hidup No. 06 Tahun 2007 mengenai baku mutu limbah industri
perikanan, kisaran pH air limbah yang sesuai baku mutu adalah pada kisaran 6-9, sehingga
pada perlakuan kultur bakteri aerob, anaerob dan fitoremediasi sudah sesuai dengan baku
mutu.
Parameter lain yang diamati adalah TSS. Pada kondisi awal TSS limbah terukur 30
mg/L selanjutnya setelah dilakukan bioremediasi terjadi kenaikan TSS pada perlakuan kultur
bakteri aerob menjadi 30 mg/L dan 40 mg/L pada kultur bakteri anaerob. Penguraian bahan
organik secara tepat seharusnya mampu menurunkan kadar TSS dalam suatu limbah. Pen-
ingkatan yang terjadi diduga disebabkan tidak terjadinya penguraian limbah secara optimal.
Kadar TSS berbanding terbalik dengan kadar DO karena semakin banyak partikel solid
dalam suatu perairan akan mengurangi penetrasi oksigen kedalam perairan tersebut (Boyd,
1998)., Bisa dilihat bahwa pada perlakuan kuktur bakteri aerob dan anaerob kadar DO juga
rendah dan hal tersebut berbanding terbalik dengan kadar TSSnya. Pada perlakuan fitoreme-
diasi tidak ada perubahan kadar TSS sedangkan pada kombinasi perlakuan fitoremediasi,
kultur bakteri dan aerasi terjadi penurunan kadar TSS menjadi 20 mg/L. Penurunan tersebut
terjadi karena semakin banyak total padatan tersuspensi yang berhasil dirombak sehingga
membuat kadar TSS turun dan DO meningkat. Kadar TSS yang terdapat pada limbah terse-
but masih memenuhi baku mutu limbah cair indutri perikanan yang tercantum pada tabel 1
yaitu sebesar 100 mg/L.
Parameter kekeruhan dan bau sebagai salah satu karakteristik limbah juga diamati.
Pada kondisi awal kondisi limbah adalah keruh dan bau. Pada perlakuan fitoremediasi lim-
bah menjadi keruh tapi agak berbau sedangkan pada perlakuan kultur bakteri aerob limbah
teramati agak keruh namun tidak berbau, begitu juga dengan perlakuan kombinasi fitoreme-
diasi, kultur bakteri dan aerasi. Sedangkan pada perlakuan kultur bakteri anaerob limbah
teramati sangat keruh dan berbau. Kondisi ini disebabkan tidak adanya suplai oksigen ke
dalam limbah dan kondisi stoples yang tertutup rapat membuat tidak adanya sirkulasi udara
sehingga limbah menjadi bau akibat perombakan yang dilakukan oleh bakteri Bacillus
licheniformes.
Berdasarkan hasil yang diperoleh, perlakuan paling baik adalah kombinasi antara
perlakuan fitoremediasi, kuktur bakteri dan aerasi karena terjadi penurunan nilai TSS dan
peningkatan kadar DO yang lebih tinggi serta pengurangan kekeruhan dan bau yang lebih
baik daripada perlakuan lain. Hal ini terjadi karena proses bioremediasi terjadi secara opti-
mal karena masing-masing komponen didalam perlakuan ini melakukan proses perombakan
senyawa organik dalam limbah cair sehingga hasil yang didapatkan lebih optimal.
Debit limbah yang dikeluarkan oleh UKM Mina Tayu adalah 5410 ml/menit. Apabila
diasumsikan bahwa UKM Mina Tayu memproduksi 100 kg ikan/minggu dengan jumlah hari
kerja efektif adalah 24 hari dalam sebulan serta jam efektif adalah 8 jam per hari, dan digu-
nakan standart baku mutu pada tabel 1 yaitu 10 m3 limbah/ton bahan baku, maka debit
limbah cair maksimum yang boleh dikeluarkan adalah:
DM= 10 m3/ton x 0,1 ton = 1 m3/minggu
DA = 5,140 l/menit x 60 x 8 jam =2467,2 l/hari atau 2,4672 m3/hari
2,4672 m3/hari atau 14,8032 m3/minggu
Perhitungan tersebut menunjukkan bahwa debit limbah cair yang dikeluarkan oleh
UKM Mina Tayu melebihi debit limbah cair maksimum yang diperbolehkan sehingga bisa
disimpulkan bahwa limbah yang dikeluarkan berpotensi menimbulkan pencemaran lingkun-
gan.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Parameter fisika yang diukur pada limbah industri perikanan adalah bau, kekeruhan
dan TSS. Parameter kimia yang diukur adalah BODH0, BODH5 dan BOD5
2. Berdasarkan asumsi dan analisis yang dilakukan, besar Debit sebenarnya dari UKM
Mina Tahu lebih besar daripada debit maksimum yang diperblehkan sehingga
berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan
3. Penanganan limbah secara fitoremediasi dilakukan dengan pemberian tanaman air
dan aerasi pada limbah, sedangkan untuk aerob diberikan kultur bakteri Bacillus
lichenifomes dengan serta tanpa aerasi.
4. Hasil bioremediasi terbaik ditunjukkan pada kombinasi perlakuan fitoremediasi,
pemberian kultur bakteri dan aerasi karena berhasil meningkatkan nilai DO serta
menurunkan nilai TSS secara lebih optimal dibandingkan perlakuan yang lain.
B. Saran
Sebaiknya praktikan diberikan penjelasan mengenai perhitungan beban pencemaran dan
debit serta informasi secara terperinci mengenai segala proses yang menghasilkan lim-
bah sehingga perhitungan bisa dilakukan secara tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Balslev-Olesen, P., A Lynggaard, C Nikelsen. 1990. Pilot-Scale Experiments on Anaerobic
Treatment of Wastewater from a Fish Processing Plant. Wat. Sci. Tech. 22: 463-474
Bening, Mayanti. 2005. Bakteri pada Commercial Seed Pengolah Limbah Cair Cat. FTSL ITB. Bandung.
Boyd, C.E. 1982. Water Quality in Warmwater Fish Pond. Auburn University Agriculture Experiment Stasion. Auburn, Alabama.
Darliana, Ina. 2009. Fitoremediasi sebagai teknologi Alternatif Perbaikan Lingkungan. Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Bandung Raya. Bandung
Herlambang, Arie., Wahjono, Heru Dwi. 1999. Teknologi Pengolahan Limbah Tekstil dengan Sistem Lumpur Aktif. Kelompok Teknologi Pengelolaan Air Bersih dan Limbah Cair. Direktorat Teknologi Lingkunagn. Deputi Bidang Teknologi Informasi, Energi dan Mineral. Jakarta.
Ibrahim, Bustami. 2005. Kajian Ulang Sistem Pengolahan Limbah Cair Industri Hasil Perikanan Secara Bologis Dengan Lumpur Aktif. Buletin Teknologi Hasil Perikanan Vol VIII Nomor 1. Departemen Teknologi Hasil Perairan FPIK IPBPP No. 82 Tahun 2001
Loosdrecht, VMCM dan MSM Jetten. 1998. Microbiological Conversion in Nitrogen Removal. Wat. Sci. Tech. 38 (1), 1-7Grady dan Lim, 1980; Henze et al., 1987; Metcalf dan Eddy, 1991;
Mahida, U.N., 1984. Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri. Rajawali Press. Jakarta
Menteri Lingkungan Hidup. 2007. Baku Mutu Limbah Cair Pengolahan Perikanan. Kementerian Lingkungan Hidup. Jakarta.
Metcalf dan Eddy, Inc. 2003. Wastewater Engineering: Treatment, Disposal and Reuse. McGraw-Hill, Inc: USA.
Salt, D. E., Smith R. D., Raskin I. 1998. Phytoremediation. Annual Revolution Plant Physiologi. Academic Press. New York.