Upload
lykien
View
230
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
PERAN STAKEHOLDER DALAM MEWUJUDKAN PEMBANGUNAN
BERKELANJUTAN DI INDONESIA
Makalah ini Disusun Untuk Memenuhi Mata Kuliah Seminar Masalah-Masalah/Isu-Isu
Lingkungan Yang Diampu Oleh Bapak Drs. Mochamad Rozikin M.AP
Kelompok 8:
Muhammad Rijal Faozan (135030107111065)
Daning Eka Pratiwi (135030100111007)
Amanda Rachma Debyasari (135030100111030)
Kelas B
ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
FAKULTAS ILMU ADMINISTRAS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016
BAB I
LATAR BELAKANG
1.1 Latar Belakang
Isu lingkungan merupakan isu yang semakin marak diperbincangkan di dunia
internasional, banyak dijumpai forum internasional yang mengkaji masalah lingkungan, tidak
hanya tingkat regional melainkan juga tingkat global. Dalam memenuhi tuntutan
pembangunan yang terus menerus, alam dan linggkungan akan terus menerus dieksploitasi
dan dimanfaatkan semaksimal mungkin. Akan tetapi justru hal inilah yang menyebabkan
penurunan daya dukung lingkungan, kelengkapan sumber daya alam atau yang lebih parah
lagi kepunahan sumber daya alam.
Isu lingkungan mulai terangkat ke permukaan pasca terjadinya revolusi industri.
Revolusi industri menyebabkan maraknya pertumbuhan industri tanpa kontrol yang baik
sehingga mengakibatkan pencemaran yang berdampak sangat besar bagi lingkungan akibat
limbah dari pabrik-pabrik tersebut. Belum lagi saat itu juga sudah ada pembukaan lahan,
eksplorasi dan eksploitasi terhadap barang-barang tambang seperti minyak, gas, dan batu bara
serta tambang lainnya yang tidak hanya menghasilkan limbah, tetapi juga menyebabkan
kerusakan lingkungan dan ekosistem akibat proses penambangan yang masih menekankan
pada profit, tanpa terlalu memikirkan dampaknya terhadap lingkungan dan ekosistem yang
ada.
Dewasa ini terdapat empat isu global menyangkut agenda pelestarian lingkungan
sebagai pembangunan di Indonesia, yaitu:
1. Polusi, antara lain polusi udara, hujan asam, perubahan iklim, polusi air, polusi akibat
bahan-bahan kimia, limbah industri, limbah nuklir, dan seterusnya.
2. Sumber alam; antara lain isu deforestasi, hilangnya sumber-sumber genetika, erosi tanah
dan desertifikasi problema lahan kritis, kerusakan sumber-sumber kelautan, degradasi
kemampuan lahan, hilangnya lahan-lahan pertanian dan sebagainya.
3.Perkotaan; antara lain penggunaan tanah/lahan di kota besar, sanitasi lingkungan, air bersih,
manajemen pertumbuhan kota, kesejahteraan sosial dan pendidikan, lingkungan dan
perumahan kumuh, penghijauan kota dan sebagainya.
4. Manajemen; antara lain monitoring dan pelaporan, analisis investasi, analisis biaya-
manfaat, efektifitas biaya, analisis resiko seperti AMDAL dan sebagainya.
Sudah saatnya Indonesia untuk serius melaksanakan pembangunan berkelanjutan.
Meskipun kita sadari bahwa untuk mewujudkannya tidak semudah membalikkan telapak
tangan. Apalagi sebagai negara berkembang, yang masih dihadapkan pada isu-isu seperti
kemiskinan, ledakan populasi dan pengangguran. Isu-isu tersebut seringkali justru menjadi
masalah utama kerusakan lingkungan itu sendiri, dan harus diakui pula masih menjadi
maslaah yang harus dihadapi negara kita. Meskipun negara kita masih harus menyelesaikan
agenda untuk menuntaskan angka kemiskinan dan tingkat pengangguran, kita tetap harus
bersama-sama memulai dan terus belajar untuk pengimplementasikan pembangunan
berkelanjutan.
Trade off antara mengedepankan kepentingan jangka pendek (kepentingan generasi
sekarang) dengan kepentingan jangka panjang (kepentingan generasi mendatang) harus
segera diambil keputusannya. Sudah saatnya kita hidup bukan hanya untuk kepentingan
jangka pendek, namun harus memperhatikan kepentingan generasi mendatang. Oleh karena
itu harus ada perubahan paradigma dalam pengelolaan ekonomi agar supaya keputusan
apapun yang diambil akan menggunakan perspektif jangka panjang, mengedepankan
pembangunan yang berkelanjutan yaitu dengan mengharmonikan infrastruktur dan dan
bangunan dalam jaringan dan lingkup yang lebih luas, terkait aspek-aspek iklim, sumber daya
alam/lingkungan, ekonomi serta sosial dan budaya.
Kehadiran pembangunan mungkin tidak akan menyumbang kerusakan tata ekologi
separah yang terjadi sekarang, bila paradigma atas pembangunan itu dilihat sebagai hubungan
yang tidak bertolak belakang dengan persoalan lingkungan. Akan tetapi, justru pembangunan
ditafsirkan sebagai tujuan dari segalanya karena kecenderungan pembangunan itu dapat
menyelesaikan kemiskinan, keterbelakangan dan masalah-masalah sosial ekonomi lainnya.
Secara normatif, pengelolaan dan pemanfaatan lingkungan dan sumber daya alam
wajib memperhatikan keseimbangan lingkungan dan kelestarian fungsi dan kemampuannya
demi terwujudnya pembangunan berkelanjutan. Pemanfaatan dan pengelolaan lingkungan
dan sumber daya alamnya tidak saja diperuntukan untuk dinikmati di masa sekarang saja,
akan tetapi wajib untuk memperhatikan kehidupan generasi yang akan datang. Sehingga
dalam pengelolaan dan pemanfaatan lingkungan dan sumber daya alamnya sudah sewajarnya
dilakukan suatu aksi atau tindakan pencegahan dan pengendalian akan dampak negatif
pembangunan melalui peran serta aktif dari para pihak sebagai stakeholders dalam
pembangunan, seperti unsur masyarakat, investor, dan pemerintah. Oleh karena itu penulis
mengambil judul “Peran Stakeholder Dalam Mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan Di
Indonesia” pada makalah ini.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa prinsip dan indikator pembangunan berkelanjutan?
1.2.2 Bagaimana peraan stakeholder dalam pembangunan berkelanjutan?
1.2.3 Bagaimana keterkaitan Stakeholder untuk mewujudkan Good Environmental
Governance?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui prinsip dan indikator pembangunan berkelanjutan.
1.2.2 Untuk mengetahui peran stakeholder dalam pembangunan berkelanjutan.
1.2.3 Untuk mengetahui keterkaitan Stakeholder untuk mewujudkan Good Environmental
Governance.
BAB II
Landasan Teori
2.1. Kebijakan Lingkungan
Kebijakan menurut para ahli seperti yang telah dikemukaan oleh Dye dalam (Leo
Agustino, 2008:7) mengemukakan bahwa, kebijakan publik adalah apa yang dipilih oleh
pemerintah untuk dikerjakan atau tidak dikerjakan. Sementara menurut Carl Friedrich dalam
(Leo Agustino, 2008:7) mengartikan kebijakan sebagai serangkaian tindakan/kegiatan yang
diusulkan oleh seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu.
Kebijakan mengandung suatu unsur tindakan untuk mencapai tujuan dan umumnya tujuan
tersebut ingin dicapai oleh seseorang, kelompok ataupun pemerintah.
Kebijakan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai dan praktik-praktik sosial yang
ada dalam masyarakat. Apabila kebijakan berisi nilai-nilai yang bertentangan dengan nilai-
nilai yang hidup dalam masyarakat, maka kebijakan tersebut akan mendapat kendala ketika
diimplementasikan. Sebaliknya, suatu kebijakan harus mampu mengakomodasikan nilai-nilai
dan praktik-praktik yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Dapat ditarik kesimpulan
bahwa yang dimaksud dengan kebijakan pemerintah dalam penelitian ini adalah suatu
lingkup kegiatan yang ditetapkan oleh pemerintah atau aktor pejabat pemerintah yang
dilaksanakan maupun yang tidak dilaksanakan oleh pemerintah atau kelompok lain untuk
mencapai tujuan tertentu.
Oleh karena itu dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa kebijakan lingkungan adalah
setiap tindakan yang sengaja diambil (atau tidak diambil) untuk mengelola kegiatan manusia
dengan maksud untuk mencegah, mengurangi, atau mengurangi efek yang merugikan pada
sumber daya alam dan alam. Kebijakan lingkungan adalah sebuah pernyataan sikap yang
disepakati didokumentasikan dari sebuah perusahaan terhadap lingkungan di mana ia
beroperasi. Kebijakan lingkungan mengacu pada dimensi ekologis (ekosistem), tetapi juga
bisa memperhitungkan dimensi sosial (kualitas hidup) dan dimensi ekonomi (manajemen
sumber daya). Kebijakan dapat didefinisikan sebagai "tindakan atau prinsip yang ditetapkan
atau diusulkan oleh, pihak bisnis pemerintah, atau individu" . Dengan demikian, kebijakan
lingkungan berfokus pada masalah yang timbul dari dampak manusia terhadap lingkungan,
yang retroacts ke masyarakat manusia dengan memiliki dampak (negatif) terhadap nilai-nilai
kemanusiaan seperti kesehatan yang baik atau lingkungan 'bersih dan hijau'.
2.2 Stakeholder
Pengertian teori stakeholder menurut Freeman dan Reed (Ulum, 2009, p4) adalah
sekelompok orang atau individu yang diidentifikasi dapat mempengaruhi kegiatan
perusahaan ataupun dapat dipengaruhi oleh kegiatan perusahaan. De Wit dan Meyer (Duran
dan Radoijic, 2004, p14) berpendapat bahwa para pemegang saham, para pekerja, para
supplier, bank, para customer, pemerintah dan komunitas memegang peranan penting dalam
organisasi (berperan sebagai stakeholder), untuk itu korporasi harus memperhitungkan semua
kepentingan dan nilai-nilai dari para stakeholdernya.
Istilah stakeholder sudah sangat fenomenal. Kata ini telah dipakai oleh banayak pihak
dan hubunganya dengan berbagi ilmu atau konteks,lembaga publik telah menggunakan istilah
stakeholder ini secara luas ke dalam proses-proses pengambilan dan implementasi
keputusan.secara sederhana stakeholder sering dinyatakan sebagai para pihak yang terkait
dengan suatu issu atau suatu rencana. Menurut ISO 26000 SR, stakeholder didefinisikan
“individu atau kelompok yang memiliki kepentingan terhadap keputusan serta aktivitas
organisasi” sedangkan menurut standart pengelolaan stakeholder AA1000 SES, definisinya
adalah “kelompok yang dapat mempengaruhi atau terpengaruh oleh aktivitas, produk
layanan, serta kinerja organisasi”. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengenalan
stakeholder tidak sekedar menjawab pertanyaan siapa stakeholder didalam suatu issu tetapi
juga sifat hubungan stakeholder dengan issu, sikap, pandangan dan pengaruh stakeholder itu
sendiri.
Berdasarkan kekuatan, posisi penting, dan pengaruh stakeholder terhadap suatu issu
stakeholder dapat dikategorikan kedalam beberapa kelompok. Menurut ODA (1995)
stakeholder dikategorikan menjadi stakeholder primer, sekunder, dan stakeholder kunci.
a. Stakeholder Utama (Primer)
Merupakan stakeholder yang memiliki keterkaitan kepentingan secara langsung
dengan suatu kebijakan, program, dan proyek. Dimana mereka harus ditempatkan sebagai
penentu utama ketika dalam melakukan proses pengambilan keputusan. Dimana
didalamnya terdiri dari:
- Masyarakat dan Tokoh Masyarakat
- Pihak Manajer Publik
b. Stakeholder Pendukung
Stakeholder yang tidak memiliki kaitan kepentingan secara langsung terhadap suatu
kebijakan, program, dan proyek tetapi memiliki kepedulian (concern) dan keprihatinan
sehingga dapat turut bersuara dan berpengaruh terhadap sikap masyarakat dan keputusan
legal pemerintah. Yang didalamnya terdiri dari ;
- Lembaga (aparat) pemerintah suatu wilayah
- Lembaga pemerintah yang terkait issu
- Lembaga Swadaya Masyarakat setempat
- Perguruan Tinggi
- Pengusaha (Badan Usaha) terkait
c. Stakeholder Kunci
Merupakan stakeholder yang memiliki kewenangan secara legaldalam hal
pengambilan keputusan.Stakeholder kunci yang dimaksud juga adalah unsur aksekutif sesuai
dengan levelnya, legislative, dan instansi. Seperti misalnya untuk proyek level daerah
kabupaten.
- Pemerintah Kabupaten
- DPR Kabupaten
- Dinas yang membawahi langsung proyek yang bersangkutan
2.3. Sustainable Development
Perhatian terhadap masalah lingkungan hidup mulai berkembang setelah munculnya
buku “Silent Spring” oleh Rachel Carson pada tahun 1960-an yang membicarakan persoalan
lingkungan dalam ruang lingkup global. Secara sederhana, pembangunan berkelanjutan
(sustainability development) diartikan sebagai suatu upaya pemenuhan kebutuhan hidup masa
sekarang dengan memperhatikan kesinambungan hidup generasi mendatang. Konsep ini
setara dengan laporan “Our Common Future” oleh komisi bentukan Perserikatan Bangsa-
Bangsa, World Commission on Environment and Development (WCED) yang diketuai Ny.
Gro Brundtland, Perdana Menteri Norwegia pada tahun 1987 yang diterbitkan dengan tema
Sustainable Development, dan kemudian dikenal dengan “Laporan Brundtland”. Konsep ini
merupakan gagasan dasar yang berkembang hingga saat ini dengan mengikuti dinamika
perubahan dan menekankan pentingnya pertumbuhan ekonomi tanpa mengorbankan standar
lingkungan yang tinggi (Wibisono, 2007:14-15).
Masalah lingkungan merupakan suatu permasalahan kompleks yang dialami hampir
semua negara di belahan dunia. Berbagai isu penurunan kualitas lingkungan pun semakin
meluas. Oleh karena itu, saat ini kesadaran dan penilaian masalah lingkungan harus segera
diatasi, yaitu dengan meningkatkan pembangunan bewawasan lingkungan (eco development)
yang menggunakan dan mengelola sumber daya alam secara bijaksana sehingga dapat
meningkatkan mutu lingkungan hidup.
Dalam memenuhi tuntutan pembangunan yang terus menerus, alam dan linggkungan
akan terus menerus dieksploitasi dan dimanfaatkan semaksimal mungkin. Akan tetapi justru
hal inilah yang menyebabkan penurunan daya dukung lingkungan, kelengkapan sumber daya
alam atau yang lebih parah lagi kepunahan sumber daya alam.
Dalam Hadi (2005:2) pembangunan berkelanjutan (sustainable development) oleh
Komisi Dunia Untuk Lingkungan dan Pembangunan / WCED (World Commission on
Environmental and Development) didefinisikan sebagai pembangunan yang ditujukkan untuk
memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengorbankan kemampuan generasi yang
akan datang untuk memenuhi kebutuhan sendiri.
Dalam UU PPLH menyebutkan pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan
terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi
pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan,
kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan. Karena itu,
prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan
suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program.
Upaya dalam menata dan memelihara kelestarian lingkingan, tidaklah hanya
mengandalkan pemerintah saja, namun lebih jauh masyarakat pun mempunyai peranan
penting dalam upaya mewujudkan hal itu. Diantaranya yaitu dengan pola pendidikan melalui
berbagai penyuluhan-penyuluhan tentang pentingnya menata dan memelihara kelestarian
lingkungan hisup. Membangun kesadaran masyarakat yang mempunyai wawasan lingkungan
yang luas merupakan “pilar” dalam menjaga kondisi lingkungan benar-benar jauh dari
berbagai sumber pengrusakan dan pencemaran lingungan. Sebab, pada dasarnya masalah
lingkungan yang mengakibatkan kerusakan lingkungan disebabkan oleh tangan-tangan
manusia sendiri. Masyarakat yang berwawasan lingkungan dengan etika atau moral
lingkungan yang tinggi benar-benar dibutuhkanl dalam setiap pembangunan di Indonesia.
Tidak terkecuali adanya penegakkan hukum lingkungan secara tegas dan terarah. Lebih jauh,
dengan mengacu pada hal tersebut setidaknya wawasan lingkungan maupun ilmu
pengetahuan dan teknologi akan mengarah pada pemeliharaan dan pelestarian lingkungan
hidup.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Prinsip dan indikator pembangunan berkelanjutan
Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) sebagai salah satu
paradigma dari pembangunan memiliki fokus utama yaitu mewujudkan keseimbangan
pembangunan sosial dan lingkungan agar mendukung pertumbuhan ekonomi (Suryono, 2010,
h.82). Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) merupakan suatu konsep yang
sederhana namun kompleks yang tidak hanya memperhatikan nilai keadilan antargenerasi,
namun juga terdapat nilai-nilai yang menyebabkan penekanan yang berbeda terhadap apa
yang harus dipertahankan dan apa yang harus dikembangkan yaitu seperti freedom, equality,
solidarity, tolerance, respect for nature, and shared responsibility (Roehrl, 2013, h.9).
A.Prinsip Pembangunan Berkelanjutan
Menurut Prof. Dr. Emil Salim menyatakan pembangunan berkelanjutan (sustainable
development) diartikan sebagai suatu proses pembangunan yang mengoptimalkan manfaat
dari sumber daya alam dan sumber daya manusia dengan menyerasikan sumber alam dan
manusia dalam pembangunan. Menurut Salim, konsep pembangunan berkelanjutan ini
didasari oleh lima ide pokok besar, yaitu sebagai berikut:
”Pertama, proses pembangunan mesti berlangsung secara berlanjut, terus-menerus,
dan kontinyu, yang ditopang oleh sumber alam, kualitas lingkungan, dan manusia yang
berkembang secara berlanjut pula. Kedua, sumber alam (terutama udara, air, dan tanah)
memiliki ambang batas, di mana penggunaannya akan menciutkan kuantitas, dan kualitasnya.
Ketiga, kualitas lingkungan berkorelasi langsung dengan kualitas hidup. Keempat, bahwa
pola penggunaan sumber alam saat ini mestinya tidak menutup kemungkinan memilih opsi
atau pilihan lain di masa depan. Dan kelima, pembangunan berkelanjutan mengandaikan
solidaritas transgenerasi, sehingga kesejahteraan bagi generasi sekarang tidak mengurangi
kemungkinan bagi generasi selanjutnya untuk meningkatkan kesejahteraannya pula”.
Sedangkan, Budimanta (2005) mengungkapkan Prinsip dasar pembangunan
berkelanjutan meliputi:
Pertama, pemerataan dan keadilan sosial. Dalam hal ini pembangunan berkelanjutan
harus menjamin adanya pemerataan untuk generasi sekarang dan yang akan datang,
berupa pemerataan distribusi sumber lahan, faktor produksi dan ekonomi yang
berkeseimbangan (adil), berupa kesejahteran semua lapisan masyarakat.
Kedua, menghargai keaneragaman (diversity). Perlu dijaga berupa keanegaragaman
hayati dan keanegaraman budaya. Keaneragaman hayati adalah prasyarat untuk
memastikan bahwa sumber daya alam selalu tersedia secara berkelanjutan untuk masa
kini dan yang akan datang. Pemeliharaan keaneragaman budaya akan mendorong
perlakuan merata terhadap setiap orang dan membuat pengetahuan terhadap tradisi
berbagai masyarakat dapat lebih dimengerti oleh masyarakat.
Ketiga, menggunakan pendekatan integratif. Pembangunan berkelanjutan mengutamakan
keterkaitan antara manusia dengan alam. Manusia mempengaruhi alam dengan cara
bermanfaat dan merusak Karena itu, pemanfaatan harus didasarkan pada pemahaman
akan kompleknya keterkaitan antara sistem alam dan sistem sosial dengan cara-cara yang
lebih integratif dalam pelaksanaan pembangunan.
Keempat, perspektif jangka panjang, dalam hal ini pembangunan berkelanjutan seringkali
diabaikan, karena masyarakat cenderung menilai masa kini lebih utama dari masa akan
datang. Karena itu persepsi semacam itu perlu dirubah.
Pembangunan berkelanjutan yang dianut Indonesia adalah pembangunan yang dapat
memenuhi aspirasi dan kebutuhan masyarakat generasi saat ini tanpa mengurangi potensi
pemenuhan aspirasi dan kebutuhan masyarakat generasi mendatang.Pemerintah berupaya
mewujudkan konsep-konsep pembangunan berkelanjutan dalam berbagai pembentukan dan
pelaksanaan hukum lingkungan.UU-PPLH yangdisahkan pada tahun 2009 memuat prinsip-
prinsip pembangunan berkelanjutan sebagai instrumen perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup di Indonesia. Prinsip-prinsip dimaksud yakni:
1. Prinsip Keadilan Antar Generasi (Intergenerational Equity)
Prinsip keadilan antargenerasi ini didasari sumber daya alam yang ada di bumi ini
adalah sebagai titipan (in trust) untuk dipergunakan generasi yang akan datang. Setiap
generasi merupakan penjaga dari planet bumi ini untuk kemanfaatan generasi berikutnya dan
sekaligus sebagai penerima manfaat dari generasi sebelumnya.
2. Prinsip Keadilan Dalam Satu Generasi
Prinsip ini disebut pula keadilan intragenerasi. Prinsip ini menurut Prof. Ben Boer,
menunjuk kepada gagasan bahwa masyarakat dan tuntutan kehidupan dalam satu generasi,
memiliki hak dalam kemanfaatan sumber-sumber alam dan kenikmatan atas lingkungan yang
bersih dan sehat.
3. Prinsip Pencegahan Dini (Precautionary Principle)
Prinsip pencegahan dini (precautionary principle) secara teoretis atau praktis
mengandung makna bahwa apabila terdapat ancaman atau adanya ancaman kerusakan
lingkungan yang tidak dapat dipulihkan, ketiadaan pembuktian ilmiah yang konklusif dan
pasti, tidak dapat dijadikan alasan menunda upaya-upaya untuk mencegah terjadinya
kerusakan lingkungan tersebut.
4. Prinsip Perlindungan Keragaman Hayati (Biodiversity Conservation)
Prinsip perlindungan keragaman hayati (biodiversity conservation) merupakan
prasyarat dari berhasil tidaknya pelaksanaan prinsip keadilan antargenerasi (intergenerational
equity principle). Perlindungan keragaman hayati juga terkait dengan masalah pencegahan,
sebab mencegah kepunahan jenis dari keragaman hayati diperlukan pencegahan dini.18
Upaya perlindungan keragaman hayati dilakukan untuk membuktikan komitmen dan
kesadaran pentingnya mencegah secara dini kepunahan keragaman hayati sekaligus
melaksanakan prinsip keadilan baik antargenerasi maupun dalam satu generasi untuk
mewujudkan karakteristik pembangunan berkelanjutan.
5. Prinsip Internalisasi Biaya Lingkungan
Prinsip ini berangkat dari suatu keadaan, penggunaan sumber--sumber lingkungan
hidup, merupakan kecenderungan dari dorongan pasar. Akibatnya, kepentingan yang selama
ini tidak terwakili dalam komponen pengambilan keputusan dalam menentukan harga pasar
tersebut diabaikan dan menimbulkan kerugian bagi mereka. Masyarakat yang menjadi korban
dari kerusakan lingkungan, tidak memiliki suatu mekanisme untuk memaksa kelompok untuk
membayar kerugian bagi kerusakan tersebut kecuali pengadilan.19
B.Indikator Pembangunan Berkelanjutan
Surna Tjahja Djajadiningrat (2005), menyatakan bahwa dalam pembangunan yang
berkelanjutan terdapat aspek keberlanjutan yang perlu diperhatikan, yaitu:
1. Keberlanjutan Ekologis, yakni akan menjamin berkelanjutan eksistensi bumi.
2. Keberlanjutan di Bidang Ekonomi, dalam perpektif ini pembangunan memiliki dua hal
utama, yakni, berkelanjutan ekonomi makro dan ekonomi sektoral. Berkelanjutan ekonomi
makro, menjamin ekonomi secara berkelanjutan dan mendorong efesiensi ekonomi
melalui reformasi struktural dan nasional.
3. Keberlanjutan Sosial dan Budaya, meliputi: stabilitas penduduk, pemenuhan kebutuhan
dasar manusia, Mempertahankan keanekaragaman budaya dan mendorong partisipasi
masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan.
4. Keberlanjutan Politik, tujuan yang akan dicapai adalah, respek pada human rights,
kebebasan individu dan sosial untuk berpartisipasi di bidang ekonomi, sosial dan politik,
dan demokrasi.
5. Keberlanjutan Pertahanan Keamanan, Keberlanjutan kemampuan menghadapi dan
mengatasi tantangan, ancaman dan gangguan baik dari dalam maupun dari luar yang
langsung maupun tidak langsung yang dapat membahayakan integrasi, identitas,
kelangsungan bangsa dan negara.
3.2 Stakeholder dalam pembangunan berkelanjutan
A. Pemerintah
Dalam pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development) terdapat hubungan
erat antara penyelenggaraan pemerintahan yang baik dengan pengelolaan lingkungan hidup
yang baik. Penyelenggaraan pemerintahan yang baik akan mempengaruhi dan menentukan
pengelolaan lingkungan hidup yang baik, dan pengelolaan lingkungan hidup yang baik
mencerminkan tingkat penyelenggaraan pemerintahan yang baik. Tegasnya, tanpa
penyelenggaraan pemerintahan yang baik, sulit mengharapkan akan adanya pengelolaan
lingkungan hidup yang baik.
Pemerintah yang baik yang peduli terhadap kelestarian lingkungan hidup
adalahpemerintahan yang menerapkan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik
(goodgovernance) dan prinsip-prinsip pengelolaan lingkungan yang baik (good
environmentalgovernance).Penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan prinsip good
environmental governance memberikan makna bahwa pengelolaan urusan pemerintahan di
bidangsumberdaya alam dan lingkungan diselenggarakan sedemikian rupa dengan
dilandasivisi perlindungan dan pelestarian fungsi lingkungan hidup dalam mendukung
pelaksanaan pembangunan berkelanjutan. Prinsip good governance pada dasarnya
dikembangkan untuk mewujudkan penyelenggaraan tata pemerintahan yang lebih baik dan
tertib.
Dalam kaitan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development) pemerintah
sebagai penyelenggara pemerintahan dalam upayanya mengusahakan kesejahteraan sosial
memiliki peran yang sangat strategis dalam rangka menjaga kelestarian lingkungan sesuai
dengan konsep pembangunan berkelanjutan. Dalam menjalankan peran ini pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah berdasarkan prinsip otonomi dan pendelegasian wewenang dalam
bidang lingkungan hidup wajib melakukan kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) yang
berupa rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipasif untuk memastikan
bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam
pembangunan suatu wilayah dan / atau kebijakan, rencana, dan / atau program.
Dalam kontek di atas, pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dalam
mengeluarkan izin lingkungan wajib bertindak berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku
untuk menciptakan kepastian hukum, memperhatikan kepentingan umum dan merespon
aspirasi masyarakat yang terkena dampak dari perbuatan mengeluarkan izin bersangkutan
untuk mewujudkan keadilan. Sehingga bisa dirasakan kedamaian dan keadilan dalam
masyarakat dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.
Pengelolaanlingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan dan
pencemaran serta pemulihan kualitas lingkungan telah menuntut dikembangkannya berbagai
perangkat kebijakan dan program serta kegiatan yang didukung oleh sistem pendukung
pengelolaan lingkungan lainnya. Sistem tersebut mencakup kemantapan kelembagaan,
sumberdaya manusia dan kemitraan lingkungan, disamping perangkat hukum dan
perundangan, informasi serta pendanaan. Keterkaitan dan keseluruhan aspek lingkungan telah
memberi konsekuensi bahwa pengelolaan lingkungan, termasuk sistem pendukungnya tidak
dapat berdiri sendiri, akan tetapi berintegrasi dengan seluruh pelaksanaan pembangunan.
Menurut Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup (1997), kebijakan daerah dalam
mengatasi permasalahan lingkungan hidup khususnya permasalahan kebijakan dan
penegakan hukum yang merupakan salah satu permasalahan lingkungan hidup di daerah
dapat meliputi :
Regulasi Perda tentang Lingkungan.
Penguatan Kelembagaan Lingkungan Hidup.
Penerapan dokumen pengelolaan lingkungan hidup dalam proses perijinan.
Sosialisasi/pendidikan tentang peraturan perundangan dan pengetahuan lingkungan
hidup.
Meningkatkan kualitas dan kuantitas koordinasi dengan instansi terkait dan
stakeholders.
Pengawasan terpadu tentang penegakan hukum lingkungan.
Memformulasikan bentuk dan macam sanksi pelanggaran lingkungan hidup.
Peningkatan kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia.
Peningkatan pendanaan dalam pengelolaan lingkungan hidup.
Sesuai dengan Undang-undang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan PP
No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai
Daerah Otonom, dalam bidang lingkungan hidup memberikan pengakuan politis melalui
transfer otoritas dari pemerintah pusat kepada daerah:
Meletakkan daerah pada posisi penting dalam pengelolaan lingkungan hidup.
Memerlukan peranan lokal dalam mendesain kebijakan.
Membangun hubungan interdependensi antar daerah.
Menetapkan pendekatan kewilayahan.
Dapat dikatakan bahwa konsekuensi pelaksanaan UU No. 32 Tahun 2004 dengan PP
No. 25 Tahun 2000, Pengelolaan Lingkungan Hidup lebih diprioritaskan di Daerah, maka
kebijakan nasional dalam bidang lingkungan hidup secara eksplisit PROPENAS merumuskan
program yang disebut sebagai pembangunan sumberdaya alam dan lingkungan hidup.
Program itu mencakup :
1. Program Pengembangaan dan Peningkatan Akses Informasi Sumber Daya Alam dan
Lingkungan Hidup.
Program ini bertujuan untuk memperoleh dan menyebarluaskan informasi yang
lengkap mengenai potensi dan produktivitas sumberdaya alam dan lingkungan hidup
melalui inventarisasi dan evaluasi, serta penguatan sistem informasi.Sasaran yang
ingin dicapai melalui program ini adalah tersedia dan teraksesnya informasi
sumberdaya alam dan lingkungan hidup, baik berupa infrastruktur data spasial, nilai
dan neraca sumberdaya alam dan lingkungan hidup oleh masyarakat luas di setiap
daerah.
2. Program Peningkatan Efektifitas Pengelolaan, Konservasi dan Rehabilitasi Sumber
Daya Alam
Tujuan dari program ini adalah menjaga keseimbangan pemanfaatan dan
pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup hutan, laut, air udara dan mineral.
Sasaran yang akan dicapai dalam program ini adalah termanfaatkannya, sumber daya
alam untuk mendukung kebutuhan bahan baku industri secara efisien dan
berkelanjutan. Sasaran lain di program adalah terlindunginya kawasan-kawasan
konservasi dari kerusakan akibat pemanfaatan sumberdaya alam yang tidak terkendali
dan eksploitatif.
3. Program Pencegahan dan Pengendalian Kerusakan dan Pencemaran Lingkungan Hidup
Tujuan program ini adalah meningkatkan kualitas lingkungan hidup dalam
upaya mencegah kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan dan pemulihan kualitas
lingkungan yang rusak akibat pemanfaatan sumberdaya alam yang berlebihan, serta
kegiatan industri dan transportasi. Sasaran program ini adalah tercapainya kualitas
lingkungan hidup yang bersih dan sehat adalah tercapainya kualitas lingkungan hidup
yang bersih dan sehat sesuai dengan baku mutu lingkungan yang ditetapkan.
4. Program Penataan Kelembagaan dan Penegakan Hukum, Pengelolaan Sumber Daya
Alam dan Pelestarian Lingkungan Hidup.
Program ini bertujuan untuk mengembangkan kelembagaan, menata sistem
hukum, perangkat hukum dan kebijakan, serta menegakkan hukum untuk mewujudkan
pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian lingkungan hidup yang efektif dan
berkeadilan.Sasaran program ini adalah tersedianya kelembagaan bidang sumber daya
alam dan lingkungan hidup yang kuat dengan didukung oleh perangkat hukum dan
perundangan serta terlaksannya upaya penegakan hukum secara adil dan konsisten.
5. Progam Peningkatan Peranan Masyarakat dalam Pengelolaan Sumber Daya alam dan
Pelestarian fungsi Lingkungan Hidup.
Tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan peranan dan kepedulian
pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian
fungsi lingkungan hidup. Sasaran program ini adalah tersediaanya sarana bagi
masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian fungsi lingkungan
hidup sejak proses perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan, perencanaan,
pelaksanaan sampai pengawasan.
Dari penjelasan di atas sebaiknya peran pemerintah tidak hanya sebagai pembuat
kebijakan (legislatif) dan pengontrol saja, tetapi ada beberapa hal yang seharusnya dilakukan
pemerintah :
1. Melakukan pembaharuan teknologi yang ramah lingkungan, dengan mendukung serta
memberikan dana bagi institusi atau individu yang melakukan pembaharuan teknologi
tersebut. Misalnya teknologi Biogas, Biopori, dan minyak biji jarak.
2. Mengajak perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang lingkungan dan SDA
untuk ikut serta menjaga SDA yang ada, dengan mendorong mereka melakukan
corporate sosial responsibility (CSR) sebagai bentuk tanggung jawab terhadap
eksploitasi SDA yang dilakukan, dengan membuat UU perihal kewajiban perusahaan
melakukan CSR.
3. Mengkampayekan Cinta Indonesia Cinta Lingkungan, seperti buang sampah pada
tempatnya, tentunya dengan memberikan sanksi bagi para pelanggar (tanpa pandang
levelitas).
4. Mensosialisasikan dengan tepat kebijakan-kebijakan kepada seluruh aspek
masyarakat, agar dapat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk ikut berperan serta
memelihara dan meningkatkan kualitas lingkungan.
5. Meningkatan kapasitas kelembagaan dan sumber daya manusia (SDM) seperti
pengetahuan serta keteranpilan SDM dalam pengelolaan dan pengembagan program
CSR.
Otto Soemarwoto dalam Sutisna (2006:45), mengajukan enam tolok ukur
pembangunan berkelanjutan secara sederhana yang dapat digunakan baik untuk pemerintah
pusat maupun di daerah untuk menilai keberhasilan seorang Kepala Pemerintahan dalam
pelaksanaan proses pembangunan berkelanjutan. Keenam tolok ukur tersebut meliputi:
1. Tolok ukur pro lingkungan hidup (pro-environment) dapat diukur dengan berbagai
indikator. Salah satunya adalah indeks kesesuaian, seperti misalnya nisbah luas hutan
terhadap luas wilayah (semakin berkurang atau tidak), nisbah debit air sungai dalam
musim hujan terhadap musim kemarau, kualitas udara, dan sebagainya. Berbagai bentuk
pencemaran lingkungan dapat menjadi ndikator yang mengukur keberpihakan pemerintah
terhadap lingkingan. Terkait dengan tolok ukur pro lingkungan ini, Syahputra (2007)
mengajukan beberapa hal yang dapat menjadi rambu-rambu dalam pengelolaan
lingkungan yang dapat dijadikan indikator, yaitu
a. Menempatkan suatu kegiatan dan proyek pembangunan pada lokasi secara benar
menurut kaidah ekologi.
b. Pemanfaatan sumberdaya terbarukan (renewable resources) tidak boleh melebihi
potensi lestarinya serta upaya mencari pengganti bagi sumberdaya tak terbarukan 9non-
renewable resources).
c. Pembuangan limbah industri maupun rumah tangga tidak boleh melebihi kapasitas
asimilasi pencemaran.
d. Perubahan fungsi ekologis tidak boleh melebihi kapasitas daya dukung lingkungan.
2. Tolok ukur pro rakyat miskin (pro-poor) bukan berarti anti orang kaya. Yang dimaksud pro
rakyat miskin dalam hal ini memberikan perhatian pada rakyat miskin yang memerlukan
perhatian khusus karena tak terurus pendidikannya, berpenghasilan rendah, tingkat
kesehatannya juga rendah serta tidak memiliki modal usaha sehingga daya saingnya juga
renda. Pro rakyat mliskin dapat diukur dengan indikator indeks Pembangunan Manusia
(IPM) dan Inkdeks Kemiskinan Manusia (IKM).
3. Tolok ukur pro kesetaraan gender. Kesetaraan gender ini dapat diukur dengan
menggunakan Genderrelated Index (GDI) dan Gendeer Empowernment Measure (GEM)
untuk suatu daerah. Jika nilai GDI mendekati HDI, artinya di daerah tersebut hanya sdikit
terjadi disparitas jender dan kaum perempuan telah semakin terlibat dalam proses
pembangunan.
4. Tolok ukur pro pada kesempatan hidup atau kesempatan kerja dapat diukur dengan
menggunakan berbagai indikator seperti misalnya indikator demografi (angkatan kerja,
jumlah penduduk yang bekerja, dan sebagainya), ideks gini, pendapatan perkapita, dan
lain-lain.
5. Tolok ukur pro dengan bentuk negara kesatuan RI merupakan suatu keharusan, karena
pembangunan berkelanjutan yang dimaksud adalah untuk bangsa indonesia yang berada
dalam kesatuan NKRI.
6. Tolok ukur anti korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dapat dilihat dari berbagai kasus
yang dapat diselesaikan serta berbagai hal lain yang terkait dengan gerakan anti KKN
yang digaungkan di daerah bersangkutan.
B. Masyarakat
Peran serta masyarakat dalam pembangunan menurut PBB adalah menciptakan
kesempatan yang memungkinkan seluruh anggota masyarakat secara aktif mempengaruhi dan
memberi kontribusi pada proses pembangunan dan berbagi hasil pembangunan secara adil
(United Nations dalam Midgley, 1986: 24).
Dalam proses pembangunan berkelanjutan, peran serta masyarakat dengan kearifan
lokalnya perlu diberikan tools dan mekanisme yang jelas agar bisa berinteraksi dalam
penyelenggaraan penataan ruang,Masyarakat perlu diperkuat dengan cara pelibatan aktif
dalam proses penentuan kebijakan publik, termasuk penataan ruang. Selain itu, peran serta
masyarakat dapat memberikan kontribusi agar menghasilkan rencana tata ruang yang lebih
sensitif dan lebih mampu mengartikulasikan kebutuhan berbagai kelompok masyarakat yang
beragam dengan tidak mengesampingkan kearifan lokal. Kepala Sub-Bagian Dokumentasi
dan Informasi Hukum Raditya Hari Murti menambahkan bahwa peran masyarakat dalam
penataan ruang dapat diwujudkan sejak tahap perencanaan hingga tahap pengendalian
pemanfaatan ruang dengan melibatkan masyarakat baik yang terkena dampak secara
langsung, yang memiliki keahlian di bidang penataan ruang, maupun masyarakat yang
kegiatan pokoknya di bidang penataan ruang.
Demikian pula peran masyarakat dalam pembangunan berkelanjutan dapat dikaitkan
dengan UUPLH Pasal 7 ayat (1) yang menyatakan bahwa masyarakat mempunyai
kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan dalam pengeloaan lingkungan
hidup. UUPLH Pasal 7 ayat (2) menyatakan bahwa pelaksanaan ketentuan pada ayat (1)
dilakukan dengan cara:
a. Meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan;
b. Menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat;
c. Menumbuhkan ketangkapsegeraan masyarakat untuk melakukan pengawasan
sosial;
d. Memberikan saran pendapat;
e. Menyampaikan informasi dan atau menyampaikan laporan
Dalam masyarakat terdapat juga yang disebut masyarakat akademisi yaitu
masyarakat dari Perguruan Tinggi dimana sesuai dengan Tridarma –nya menempatkan
perguruan tinggi sebagai lembaga yang menyediakan jasanya kepada masyarakat dalam
berbagau bentuk. Bentuk tersebut dapat berupa kesediaan untuk membuka diri bagi
pertanyaan atau permintaan dari masyarakat guna memecahkan berbagai masalah yang
dihadapi masyarakat dan juga bentuk tersebut dapat pula berupa kegiatan perguruan tinggi di
tengah-tengah masyarakat untuk memberi jasa pemecahan masalah yang dihadapi
masyarakat.
Pemahaman tentang berbagai aspek lingkungan hidup merupakan syarat mutlak
yang perlu ada pada setiap lulusan perguruan tinggi sebagai kaum cendekiawan yang
senantiasa siap untuk memecahkan masalah lingkungan hidup secara inter dan multidisipliner
serta lintas-sektoral.
Seorang cendekiawan harus mampu menginternalisasikan cara berpikir alternatif
harus senantiasa siap mengajukan berbagai alternatif pemecahan masalah, karena sifat
masalah yang selalu berubah sesuai waktu dan tempat.Disamping perannya sebagai penghasil
lulusan perguruan tinggi, penghasil penelitian dan pelaksana pengabdian masyarakat, sesuai
dengan pelaksanaan Tridarma ‘Watchdog’, sebagai lembaga pemantau dan lembaga advokasi
tentang pelaksanaan kebijakan di bidang lingkungan hidup.
Dengan demikian, masyarakat dari perguruan tinggi akan dapat memberikan
partisipasinya yang bermakna dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan sebagai
pembangunan yang memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi-
generasi mendatang memenuhi kebutuhannya sendiri.
Landasan hukum bagi peran serta Perguruan Tinggi dalam pengelolaan lingkungan
hidup adalah UUPLH Pasal 6 ayat (1) yang menyatakan bahwa setiap orang mempunyai hak
dan kewajiban untuk berperan serta dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup. Pengertian
orang adalah orang seorang, kelompok orang atau badan hukum, sehingga dengan demikian
termasuk di dalamnya perguruan tingggi dengan sivitas akademikanya.
Dalam penjelasan Pasal 9 UULH tercantum bahwa penelitian tentang lingkungan
hidup meliputi antara lain pengembangan konsep tentang lingkungan hidup, studi keadaan
yang ada, kecenderungan perubahan lingkungan baik secara alam maupun karena pengaruh
kegiatan manusia, serta hubungan timbal balik antara kebutuhan manusia yang makin
meningkat dengan lingkungan hayati dan lingkungan nonhayati. Perguruan tinggi dengan
penyelenggaraan penelitiannya sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 ayat (3) PP Dikti
merupakan lembaga yang mempunyai kewajiban berperan serta melaksanakan penelitian
sebagaimana dikemukaakan dalam penjelasan Pasal 9 UULH tersebut. Peran serta dalam
penyelenggaraan pengabdian kepada masyarakat (Pasal 3 ayat
(4) PP Dikti) dilakukan dengan membantu memberdayakan masyarakat agar mampu
melaksanakan pembangunan berkelanjutan.
Pemberdayaan masyarakat memiliki keterkaitan erat dengan pembangunan yang
berkelanjutan (sustainable development) dimana pemberdayaan masyarakat merupakan suatu
prasyarat utama serta diibaratkan sebagai gerbong yang akan membawa masyarakat menuju
suatu keberlanjutan secara ekonomi, sosial dan ekologi yang dinamis.
Sustainable development mensyaratkan adanya pengelolaan sumberdaya ekologi
secara bijaksana oleh warga masyarakat lokal.Dalam hal ini mekanisme ekologi mencakup
aspek lingkungan sekitar yang sangat luas bagi masyarakat.Termasuk di dalamnya bagaimana
masyarakat diberi kesempatan dan didorong untuk mengelola dan memanfaatkan sumberdaya
ekologi-nya secara berkesinambungan, termasuk di dalamnya fasilitas infrastuktur (saluran
irigasi, jembatan, jalan, fasilitas publik lainya), hutan masyarakat, penggembalaan umum,
gunung, sungai dan lain sebagainya.Beberapa ahli banyak memberikan kritik bahwa selama
ini masyarakat cenderung hanya dilibatkan sebagai obyek dalam pengelolaan sumberdaya
ekologi, mereka jarang sekali dilibatkan dalam perencanaan, pengambilan keputusan serta
pengelolaan sumberdaya ekologi tersebut.
Proses pemberdayaan masyarakat terkait erat dengan faktor internal dan eksternal.
Tanpa mengecilkan arti dan peranan salah satu faktor, sebenarnya kedua faktor tersebut
saling berkontribusi dan mempengaruhi secara sinergis dan dinamis.Meskipun dari beberapa
contoh kasus yang disebutkan sebelumnya faktor internal sangat penting sebagai salah satu
wujud self-organizing dari masyarakat namun kita juga perlu memberikan perhatian pada
faktor eksternalnya.
Seperti yang dilaporkan Deliveri (2004), proses pemberdayaan masyarakat mestinya
juga didampingi oleh suatu tim fasilitator yang bersifat multidisplin. Tim pendamping ini
merupakan salah satu external factor dalam pemberdayaan masyarakat. Peran tim pada awal
proses sangat aktif tetapi akan berkurang secara bertahap selama proses berjalan sampai
masyarakat sudah mampu melanjutkan kegiatannnya secara mandiri. Dalam operasionalnya
inisiatif tim pemberdayaan masyarakat (PM) akan pelan-pelan dikurangi dan akhirnya
berhenti. Peran tim Pemberdayaan Masyarakat (PM) sebagai fasilitator akan dipenuhi oleh
pengurus kelompok atau pihak lain yang dianggap mampu oleh masyarakat.
Tahapan pelaksanaan pemberdayaan masyarakat ada 4 tahapan yaitu :
Tahap 1. Seleksi lokasi
Tahap 2. Sosialisasi pemberdayaan masyarakat
Tahap 3. Proses pemberdayaan masyarakat:
• Kajian kedaaan pedesaan partisipatif
• Pengembangan kelompok
• Penyusunan rencana dan pelaksanaan kegiatan
• Monitoring dan evaluasi partsipatif
Tahap 4. Pemandirian Masyarakat
C. Swasta
Sejarah lahirnya prinsip pembangunan berkelanjutan ditandai dengan terbentuknya
World dan Lingkungan) pada tahun 1984, yang diketuai oleh Ny. Gro Harlem Brundtland,
Perdana Menteri Norwegia, selanjutnyaa komisi ini lazim pula disebut dengan Komisi
Brundtland. Komisi ini bertugas untuk menganalisis dan member saran bagi proses
pembangunan berkelanjutan, yang laporannya terangkum dalam buku “Our Common
Future”. Komisi ini terdiri dari 9 orang mewakili negara maju dan 14 orang mewakili negara
berkembang. Salah satu anggotanya adalah Emil Salim dari Indonesia, yang pada waktu itu
menjabat sebagai Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup.
Pada tanggal 3 sampai 14 Juni 1992, PBB melakukan konferensi tentang
Lingkungan dan Pembangunan (United Nations Conference on Environment and
Development, UNCED) di Rio de Janeiro, Brasil atau yang lebih popular dengan Konferensi
Tingki Tinggi Bumi di Rio (KTT Rio). Salah satu isu yang sangat penting yang menjadi dasar
pembicaraan di KTT Rio adalah prinsip Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable
Development). DIstilah pembangunan berkelanjutan kini telah menjadi konsep yang bersifat
subtle infiltration, mulai dari perjanjian-perjanjian internasional, dalam implementasi
nasional dan peraturan perundang-undangan.
Peran swasta terhadap konteks pembangunan berkelanjutan (Sustainable
Development) dapat berupa CSR. Perusahaan-perusahaan harus memperhatikan dan tanggung
jawab terhadap aspek sosial dan lingkungan dalam menjalankan aktivitasnya. CSR
(Corporate Social Responsibility) adalah suatu konsep atau tindakan yang dilakukan oleh
perusahaan sebagai rasa tanggung jawab perusahaan terhadap social maupun lingkungan
sekitar dimana perusahaan itu berada, seperti melakukan suatu kegiatan yang dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar dan menjaga lingkungan, memberikan
beasiswa untuk anak tidak mampu di daerah tersebut, dana untuk pemeliharaan fasilitas
umum, sumbangan untuk membangun desa/fasilitas masyarakat yang bersifat sosial dan
berguna untuk masyarakat banyak, khususnya masyarakat yang berada di sekitar perusahaan
tersebut berada. Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan sebuah fenomena dan
strategi yang digunakan perusahaan untuk mengakomodasi kebutuhan dan kepentingan
stakeholder-nya. CSR dimulai sejak era dimana kesadaran akan sustainability perusahaan
jangka panjang adalah lebih penting daripada sekedar profitability perusahaan.
Kegiatan CSR akan menjamin keberlanjutan bisnis yang dilakukan. Hal ini
disebabkan karena :
1.Menurunnya gangguan social yang sering terjadi akibat pencemaran lingkungan,
bahkan dapat menumbuh kembangkan dukungan atau pembelaan masyarakat
setempat.
2. Terjaminnya pasokan bahan baku secara berkelanjutan untuk jangka panjang.
3. Tambahan keuntungan dari unit bisnis baru, yang semula merupakan kegiatan CSR
yang dirancang oleh korporat.
Adapun 5 pilar yang mencakup kegiatan CSR yaitu:
1. Pengembangan kapasitas SDM di lingkungan internal perusahaan maupun lingkungan
masyarakat sekitarnya.
2. Penguatan ekonomi masyarakat sekitar kawasan wilayah kerja perusahaan.
3. Pemeliharaan hubungan relasional antara korporasi dan lingkungan sosialnya yang
tidak dikelola dengan baik sering mengundang kerentanan konflik.
4. Perbaikan tata kelola perusahaan yang baik
5. Pelestarian lingkungan, baik lingkungan fisik, social serta budaya.
Sedangkan berikut ini adalah manfaat CSR bagi masyarakat:
1.Meningkatknya kesejahteraan masyarakat sekitar dan kelestarianlingkungan.
2. Adanya beasiswa untuk anak tidak mampu di daerah tersebut.
3. Meningkatnya pemeliharaan fasilitas umum.
4. Adanya pembangunan desa/fasilitas masyarakat yang bersifat sosial dan berguna
untuk masyarakat banyak khususnya masyarakat yang berada di sekitar perusahaan
tersebut berada.
Berikut ini adalah manfaat CSR bagi perusahaan:
1.Meningkatkan citra perusahaan.
2. Mengembangkan kerja sama dengan perusahaan lain.
3. Memperkuat brand merk perusahaan dimata masyarakat.
4. Membedakan perusahan tersebut dengan para pesaingnya.
5. Memberikan inovasi bagi perusahaan
Dalam mendukung pihak swasta atau perusahaan-perusahaan untuk berwawasan
lingkungan dalam aktivitasnya dan berpartisipatif mewujudkan pembangunan yang
berkelanjutan, pemerintah mengembangkan sistem audit yang dilaksanakan oleh Kementrian
Lingkungan Hidup dan tersebut disebut sebagai Program Penilaian Peringkat Kerja
Perusahaan (PROPER). Hasil dari pemeriksaan ini akan dikategorikan berdasarkan tingkat
ketaatan dan kepatuhan perusahaan terhadap standar yang berlaku berdasarkan warna.
Terdapat 5 kategori peringkat perusahaan berdasarkan penilaian yang dilakukan melalui
PROPER, yaitu:
(1) Kategori emas merupakan penilaian untuk perusahaan yang telah melakukan
pengelolaan lingkungan lebih dari yang dipersyaratkan dan telah melakukan upaya 3
R (Reuse, Recycle dan Recovery, kemudian juga telah menrapkansistem pengelolaan
lingkungan yang berkesinambungan, serta melakukan upaya-upaya yang berguna bagi
kepentingan masyarakat pada jangka panjang;
(2) kategori hijau diberikan kepada perusahaan yang telah melakukan pengelolaan
lingkungan lebih dari yang dipersyaratkan, telah mempunyai sistem pengelolaan
lingkungan, mempunyai hubungan yang baik dengan masyrakat, termasuk melakukan
upaya 3R;
(3) kategori biru diberikan kepada perusahaan yang telah melakukan pengelolaan yang
dipersyaratakan sesuai dengan ketentuan atau peraturan yang berlaku. Sementara biru
minus, perusahaan yang melakukan pengelolaan lingkungan, tetapi beberapa upaya
belum mencapai hasil sesuai dengan persyaratan sebagaiman diatur dengan peraturan
perundang-undangan;
(4) kategori merah diberikan kepada perusahaan yang melakukan upaya pengelolaan
lingkungan, tetapi baru sebagian mencapai hasil yang sesuai dengan persyaratan
sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Sementara Merah minus,
bagi perusahaan yang baru sebagian kecil mencapai hasil;
3.3 Keterkaitan Stakeholder untuk mewujudkan Good Environmental Governance
Pengaruh manusia mulai terasa terhadap sistem sejak adanya perkembangan yang
pesat dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Di dalam pemanfaatan sumberdaya alam,
komponen yang terkait tidak hanya komponen alam tetapi tenaga, cara-cara pengelolaan.
Beraneka ragam kepentingan dengan beragam kelembagaan serta bermacam-macam
pengelolaan sumberdaya akan menimbulkan konflik. Didalam beberapa aturan, pengelolaan
lingkungan hidup sering didefinisikan sebagai upaya terpadu untuk melestarikan fungsi
lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaat, pengembangan,
pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup. Pelaksanaannya
dilakukan oleh pemerintah sesuai dengan bidang tugas dan tanggungjawab masing-masing,
masyarakat, serta pelaku pembangunan lainnya dengan memperhatikan keterpaduan
perencanaan dan kebijakan oleh para perencana dan pelaku pembangunan masih kurang
diperhatikan.
Oleh karena itu pembangunan berkelanjutan bukanlah suatu tingkat keselarasan
yang tetap, akan tetapi berupa sebuah proses pemanfaatan sumberdaya, arah investasi,
orientasi, pengembangan teknologi, serta perubahan kelembagaan yang konsisten dengan
kebutuhan di kemudian hari dan juga kebutuhan hari ini. Pembangunan berwawaan
lingkungan tidak mungkin dilakukan tanpa peran serta dari semua pihak, terutama di negara
yang sedang membangun seperti Indonesia. Keharusan berperan serta dari asas lingkungan
hidup sebagai milik bersama (common property). Yang berarti pemeliharaannya bukan hanya
pemanfaatannya saja harus dilaksanakan bersama.
Pemerintah memiliki kekuatan (power) yang besar dalam pembangunan dan
pengelolaan sumberdaya alam karena sebagai penentu dalam pengambil kebijakan. Swasta
(pemilik modal) juga memberikan andil sebagai pihak yang selalu mengambil manfaat dari
sumberdaya alam dan juga pihak yang selalu diuntungkan karena seringkali berada dibawah
perlindungan negara (pemerintah) serta swasta berperan dalam mempengaruhi kebijakan
publik dengan pendekatan. Kedua stakeholder ini disebut juga sebagai penguasa. Masyarakat,
terutama masyarakat yang hidup disekitar sumberdaya alam, adalah pilar utama dalam
melaksanakan pembangunan berwawasan lingkungan. Mereka merasakan langsung dampak
dari penghancuran perlahan sumberdaya alam dan hutan oleh para penguasa (negara dan
pemodal). Sehingga, diperlukan organisasi non pemerintah yang berperan sebagai
penghubung antara ketiga stakeholder tersebut melalui advokasi dan pemberdayaan
masyarakat secara partisipatif.
Dilhat dari banyak kasus yang terjadi seperti pengelolaan sumberdaya alam dan
lingkungan yang tidak mengindahkan hubungan sinergis antar stakeholders. Mereka berjalan
sendiri-sendiri sesuai dengan kepentingannya masing-masing. Hal ini juga terjadi disebabkan
karena adanya konflik, baik itu konflik kepentingan ataupun konflik pengkoordinasian.
Munculnya konflik sebaiknya disikapi dengan cara membuat suatu alternatif pengelolaan
sumberdaya alam dalam bentuk hubunganyang lebih humanis (humanistic relationship) agar
dapat terwujudnya pembangunan yang berkelanjutan.
Keterpaduan pelaksanaan baik di tingkat nasional maupun daerah akan sangat
diperlukan. Implikasi dari semua hal tersebut maka peranana kelembagaan dalam
pengelolaan lingkungan hidup menjadi sangat penting keberadaanny. Sehingga hubungan
sinergis kelembagaan multpihak merupakan cara yang tepat dalam mengelola sumberdaya
alam lingkungan. Hubungan yang sinergis antar multipihak dapat dilakukan dengan metode
partisipatori dan kolaboratif.
a. Metode Partisipatoris
Merupakan proses pengumpulan data yang melibatkan kerjasama aktif pengumpul
data dan responden. Pertanyaan-pertanyaan secara umum tidak dirancang secara baku,
melainkan hanya merupakan garis-garis besarnya saja. Topik-topik pertanyaan yang
muncul dapat berkembang berdasarkan tanya jawab dari respondennya.
b. Metode Kolaborasi
Menurut Alwasilah, pengertian kolaborasi adalah suatu teknik pengajaran menulis
untuk melibatkan sejawat untuk saling mengoreksi. Kolaborasi adalah ajang bertegur
sapa dan bersilaturrahmi ilmu pengetahuan.Selain itu ada pembelajaran bersama.Salah
satu prinsipnya adalah bahwa setiap orang mempunya kelebihan tersendiri.
Keberhasilan peningkatan partisipasi masyarakat sangat ditentukan oleh kemampuan
pemerintah melaksanakan manajemen kemitraan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan
pemerintah dalam menumbuhkembangkan dan memperkuat lembaga dan organisasi
masyarakat adalah dengan meningkatkan akses, kapasitas, dan kapabilitasnya. Dan ketika
masyarakat dibukakan perannya dalam perencanaan pembangunan sumberdaya dan
lingkungan. Dukungan pemerintah pula secara formal dengan adanya kebijakan yang
mengutarakan peran masyarakat dalam pembangunan diakui, merupakan betuk keputusan
good evirontmental governance.
Gambar Stakeholder Management Pemerintah, Sektor Swasta, Masyarakat
Menurut Anwar (2009:4) Good Environmental Governance adalah organisasi
kepemerintahan yang digunakan untuk menghitung dan menilai modal, keuntungan,
perencanaan, pelaksanaan dan kinerja pembangunan ekonomi yang baik. Environmental
Governance merupakan konsep dalam ekologi politik dan kebijakan lingkungan sebagai
pertimbangan berkelanjutan yang memperdulikan lingkungan sebagai pertimbangan tertinggi
untuk mengelola sebuah Negara sebagai kegiatan politik, sosial dan ekonomi. Environmental
Governance juga membicarakan mengenai penyusunan baik secara formal maupun informal,
institusi dan faktor lain yang menentukan bagaimana sumber daya atau lingkungan digunakan
sebaik mungkin. Selain itu juga membicarakn mengenai bagaimana permasalahan dan
kesempatan dapat dievaluasi dan dianalisa sebaik mungkin. Bagaimana sebuah perbuatan
dianggap terlarang ataupun dapat diterima, dan juga mengenai sanksi dan peraturan yang
diaplikasikan untuk memberikan efek kepada pola perbuatan penggunaan sumber daya
ataupun lingkungan.
Kepemerintahan lingkungan (Environmental Governance) menurut Mugabe dan
Tumushabe sebagian dibangun berdasarkan dua konsep, yakni konsep manajemen dan
kepemerintahan lingkungan. Konsep Environmental Governance sendiri dapat didefinisikan
sebagai sebuah kumpulan dari nilai-nilai dan norma-norma yang memandu atau mengatur
hubungan antara negara dan masyarakat dalam penggunaan, pengawasan dan manajemen dari
lingkungan alam. Nilai-nilai dan norma-norma ini diekspresikan dalam suatu rantai yang
ompleks yang terdiri dari peraturan, kebijakan, dan institusi yang mengatur sebuah
mekanisme organisasi dalam mengartikulasikan sasaran yang luas dan target perencanaan
yang spesifik dari manajemen lingkungan. Environmental Governance menyediakan sebuah
kerangka kerja konseptual dimana tingkah laku publik dan swasta diatur dalam mendukung
pengaturan yang lebih berorientasi ekologis. Kerangka kerja tersebut membentuk hubungan
timbal balik antara masyarakat (global, regional, nasional dan lokal) dalam berhubungan
dengan akses dan penggunaan barang dan jasa lingkungan serta mengikat mereka dengan
etika-etika lingkungan spesifik tertentu. Maka sebuah kebijakan pemerintah yang berdasarkan
pada konsep Good Environmental Governance tentu akan bersahabat dengan alam dan dunia
global.
Apabila berbicara mengenai good governance, kita tidak hanya berbicara tentang
tata pengelolaan pemerintahan yang baik oleh pemerintah semata. Dalam konsep good
governance kita juga berbicara tentang bagaimana konsep tersebut dapat diterapkan kepada
pihak perusahaan dan masyarakat sipil. Dalam sudut pandang pemerintah, pelaksanaan good
governance untuk memastikan bahwa tata pemerintahan yang bersih dan transparan telah
terlaksana dengan baik dengan memperhatikan prinsip-prinsip yang dikemukakan
sebelumnya.
Pemerintah disini berperan sebagai regulator dan memastikan bahwa praktek-
praktek yang mereka lakukan sesuai dengan prinsip – prinsip good governance, baik yang
dilakukan oleh mereka sendiri dan pihak lainnya. Pihak perusahaan berusaha bagaimana
perusahaannya bekerja melayani sesuai dengan prinsip-prinsip good governance yang telah
ditentukan. Pihak korporasi dalam konteks ini mempunyai tanggung jawab untuk dapat
melakukan usaha-usaha produktif ekonominya secara benar dan adil (fair) sehingga tercipta
pasar yang kompetitif. Masyarakat sipil dalam kaitan dengan konsep good governance
mempunyai peran yang sesungguhnya sangat menonjol karena keterlibatannya dalam praktek
tata kelola pemerintahan dan dianggap paling baik. Sehingga peran masyarakat sipil disini
adalah bagaimana mereka mempunyai daya kontrol yang tangguh dalam tata pelaksanaan
pemerintahan berkaitan dengan pelayanan publik, kemandirian yang menonjol sehingga dapat
bekerja secara independen sehingga tidak mudah dipengaruhi, dan bagaimana meningkatkan
tingkat partisipasi mereka dalam pelaksanaan pemerintahan. Sehingga dapat dikatakan
praktek good governance dapat menjadi guidence atau panduan untuk operasional
perusahaan, baik yang dilakukan dalam kegiatan internal maupun eksternal perusahaan.
Internal berkaitan dengan operasional perusahaan dan bagaimana perusahaan tersebut
bekerja, sedangkan eksternal lebih kepada bagaimana perusahaan tersebut bekerja dengan
stakeholder lainnya, termasuk didalamnya publik.
Keterkaitannya dengan lingkungan, maka terdapat beberapa kriteria yang harus
dilakukan dalam melaksanakan good governance yang dikatakan sebagai environmental
governance, antara lain:
1. Transparansi
Adanya rumusan kebijakan yang terkait dengan masalah keterbukaan dan
kerahasiaan informasi. Wajib menyampaikan kebijakan/informasi secara berkala (contoh
pada Laporan Tahunan dan Laporan keuangan) kepada stakeholder dengan tepat waktu,
akurat, objektif, mudah dimengerti, setara dan sesuai dengan kaidah baku akuntansi,
sehingga pihak-pihak yang terkait dapat melihat dan memahami bagaimana dan atas
dasar apa keputusan-kepututusan tertentu dibuat dan bagaimana suatu perusahaan
dikelola.
2. Akuntabilitas
Adanya sistem pemantauan pelaksanaan fungsi,tugas dan tanggung jawab Dewan
Komisaris, Komisaris Independen, Direksi, Komisi Audit, Komisi Nominasi dan
Remunerasi, Komisaris/Direksi/Manager serta melakukan evaluasi (audit) terhadap
kinerjanya, Fit and Proper Test, Assesment ; Kepastian bahwa kebijakan perusahaan dan
SOP telah dijalankan dengan benar ; Mutasi dan pelatihan pegawai secara regular, dll.
3. Fairness
Keadilan dan kesetaraan perlakuan terhadap pihak yang berkepentingan.
Menjunjung tinggi persaingan yang fair, nilai sportifitas dan profesionalisme. Tender
dilakukan secara terbuka dan sesuai prosedur, menetapkan etika kerja dan pedoman
perilaku serta melaksanakan survey tingkat kepuasan.
4. Independent
Sebuah korporat bebas dari pengaruh atau tekanan pihak lain yang tidak sesuai
dengan mekanisme korporasi. Adakalanya kepentingan politis dari sekelompok atau
sebagian orang yang mencoba mengatasnamakan pemerintah menginterfensi kebijakan-
kebijakan strategis. Untuk itulah fungsi Komisaris dan Komite Audit harus benar-benar
Independen agar fungsi pengawasan berjalan dengan baik.
5. Responsibilitas
Setiap korporat harus mengimplementasikan Corporate Social Responsibility,
memiliki kepekaan pada stakeholders dan lingkungannya, membangun industri
penunjang, menciptakan dan memelihara nilai tambah produk dan jasa.
Dalam pembangunan keberlanjutan lingkungan, dengan dilaksanakannya tata kelola
pemerintahan yang baik akan memastikan bahwa pelaksanaan pembangunan yang
berorientasi lingkungan telah benar-benar dilakukan karena fungsi kontrol yang berlapis dan
aspek partisipasi serta transparansi yang harus dilakukan. Adanya good governance
seharusnya dapat memastikan bahwa praktek-praktek perlindungan dan preservasi
lingkungan telah dilakukan dan direncanakan secara baik. Seperti yang sudah diketahui
dengan kondisi politik yang ada diIndonesia, tingkat kerusakan lingkungan di Indonesia
adalah sangat tinggi. Pengelolaan sumber daya alam yang tidak sempurna, tumpang tindih
peraturan, dan konflik antar aktor semakin memperparah kondisi lingkungan Indonesia.
Dengan adanya good governance ini maka praktek pengelolaaan lingkungan dapat dipastikan
konsistensinya. Misalnya dalam kaca mata pandang pemerintah, good governance akan lebih
banyak memainkan perannya sebagai regulator dengan bagaimana pemerintah dapat
menyediakan kebijakan yang melindungi keberadaan lingkungan kita. Selain itu pemerintah
dilain sisi juga dapat berfungsi sebagai kontrol bagi pihak korporasi yang melakukan
pengelolaan sumber daya alam.
Pencapaian keberlanjutan pembangunan manusia adalah kesejahteraan manusia yang
dapat mengembangkan kemampuan manusia untuk berusaha, berkreasi dan berinovasi sesuai
dengan kemampuannya tanpa keterbatasan lingkungan yang dimiliki. Oleh karena itu
pencapaian elemen keberlanjutan pembangunan manusia adalah tujuan yang tidak dapat
dicapai tanpa adanya sinergis antara keberlanjutan lingkungan dan ekonomi. Peran good
governance dalam hal ini adalah bagaimana memastikan bahwa pembangunan manusia yang
diharapkan tersebut sesuai dengan apa yang menjadi tujuan utama dari pembangunan
berkelanjutan. Dengan prinsip-prinsip yang ada dalam good governance akan memastikan
pemerintah, korporasi, dan masyarakat sipil melakukan pekerjaannya secara benar.
BAB IV
KESIMPULAN
Dalam kaitan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development) pemerintah
sebagai penyelenggara pemerintahan dalam upayanya mengusahakan kesejahteraan sosial
memiliki peran yang sangat strategis dalam rangka menjaga kelestarian lingkungan sesuai
dengan konsep pembangunan berkelanjutan.Peran swasta dapat berupa CSR, perusahaan-
perusahaan harus memperhatikan dan tanggung jawab terhadap aspek sosial dan lingkungan
dalam menjalankan aktivitasnya. Dan peran masyarakat dalam pembangunan berkelanjutan
menciptakan kesempatan yang memungkinkan seluruh anggota masyarakat secara aktif
mempengaruhi dan memberi kontribusi pada proses pembangunan dan berbagi hasil
pembangunan secara adil.
Pembangunan berkelanjutan bukanlah suatu tingkat keselarasan yang tetap, akan
tetapi berupa sebuah proses pemanfaatan sumberdaya, arah investasi, orientasi,
pengembangan teknologi, serta perubahan kelembagaan yang konsisten dengan kebutuhan di
kemudian hari dan juga kebutuhan hari ini. Pembangunan berwawasan lingkungan tidak
mungkin dilakukan tanpa peran serta dari semua pihak, terutama di negara yang sedang
membangun seperti Indonesia. Keharusan berperan serta dari asas lingkungan hidup sebagai
milik bersama (common property). Yang berarti pemeliharaannya bukan hanya
pemanfaatannya saja harus dilaksanakan bersama.
DAFTAR PUSTAKA
ardhy, 2011. Kebijakan Lingkungan. (online)
http://ardhysatrio.blogspot.co.id/2011/10/kebijakan-lingkungan.html diakses pada 17 April
2016, pukul 12.30WIB
akmal ghozali. 2015. Penerapan Konsep Pembangunan Berkelanjutan Dalam
Program Musrenbang (online)
http://mkppb.blogspot.co.id/2015/06/penerapan-konsep-pembangunan.htmlDiakses pada
Minggu, 17 April 2016, pukul 12.30
trit.2010.Analisis Kebijakan Pemerintah Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam
Berkelanjutan (online)
http://trit0824.student.ipb.ac.id/2010/06/20/analisis-kebijakan-pemerintah-dala m
pengelolaan-sumber-daya-alam-yang-berkelanjutan/Diakses pada, 19 April 2016, pukul
19.00 WIB
ferry prasetyia. 2013. Barang Publik. (online)
http://ferryfebub.lecture.ub.ac.id/files/2013/01/Bagian-IV-Barang-Publik.pdfDiakses Pada,
19 April 2016, pukul 19.00 WIB
wikipedia. Pemangku kepentingan. (online)
https://id.wikipedia.org/wiki/Pemangku_kepentinganDiakses Pada, 19 April 2016, pukul
19.00
unang mulkhan dan maulana agung pratama. 2011.Peran Pemerintah dalam
Kebijakan Corporate Social Responsibility (CSR) Dalam Upaya Mendorong
Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development). (online)
http://fisip.unila.ac.id/jurnal/files/journals/3/articles/99/public/99-304-1-PB.pdfDiakses Pada,
19 April 2016, pukul 20.00 WIB
muhamad randy wiguna semesta.2014.Peran Partisipasi Stakeholder terhadap
Efektivitas Program Green Corridor Initiative (GCI), Chevron (online)
http://skpm.ipb.ac.id/karyailmiah/index.php/kolokium/article/downloadSuppFile/709/271.
Diakses pada,20 April 2016, pukul 16.00 WIB
jalal.2013.Pembangunan Berkelanjutan, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR),
dan Penanganan Kemiskinan (online)
http://pwyp-indonesia.org/Download/Pembangunan%20Berkelanjutan.pdfDiakses pada, 20
April 2016, pukul 16.00 WIB
anvinaradyowirono.2008. Hubungan Sinergis Multipihak.(online)
http://anvinaayunita.blogspot.co.id/p/hubungan-sinergis-multipihak.htmlDiakses pada, 20
April 2016, pukul 16.00 WIB
adi prasetijo. 2009.Good Governance Dan Pembangunan Berkelanjutan. (online)
https://etnobudaya.net/2009/10/20/good-governance-dan-pembangunan-berkelanjutan/
Diakses pada, 21 April 2016, pukul 20.00 WIB
Hardjasoemantri, Koesnadi. 2001. Perguruan Tinggi dan Pembangunan
Berkelanjutan. Departemen Pendidikan Nasional: Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi.