12
BLOK 15 “Penegakan Diagnosis pada Penyakit Hipopigmentasi” Disusun oleh : Levina Septembera 10-2010-044 Universitas Kristen Krida Wacana *[email protected] Pendahuluan Banyak kelainan kulit berupa bercak putih (makula hipopigmentasi) salah satu diantaranya adalah pitiriasis alba. Pitiriasis alba pertama kali ditemukan oleh Gilbert tahun 1860 dan digolongkan sebagai penyakit bersisik pada saat ini pitiriasis alba digolongkan sebagai bentuk inflamasi dermatosis dan mempunyai beberapa nama yang berada dengan melihat aspek klinis pada lesi. Nama-nama yang sering digunakan adalah seperti pityriasis alba facei dan pityriasis alba simplex. 1 Pitiriasis alba adalah bentuk dermatitis yang tidak spesifik dan belum diketahui penyebabnya. Ditandai dengan adanya bercak kemerahan dan skuama halus yang akan menghilang serta meninggalkan area yang depigmentasi. 2 Pitiriasis alba sering dijumpai pada anak berumur 3-16 tahun (30-40%). Wanita dan pria sama banyak. Lesi berbentuk bulat atau oval. Pada mulanya lesi berwarna merah muda atau sesuai warna kulit dengan skuama halus diatasnya. Setelah eritema menghilang lesi yang dijumpai hanya hipopigmentasi dengan skuama halus. Pada stadium ini penderita datang berobat terutama

Blok 15 - Pitiriasis Alba

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Blok 15 - Pitiriasis Alba

BLOK 15

“Penegakan Diagnosis pada Penyakit Hipopigmentasi”

Disusun oleh : Levina Septembera

10-2010-044Universitas Kristen Krida Wacana

*[email protected]

Pendahuluan

Banyak kelainan kulit berupa bercak putih (makula hipopigmentasi) salah

satu diantaranya adalah pitiriasis alba. Pitiriasis alba pertama kali

ditemukan oleh Gilbert tahun 1860 dan digolongkan sebagai penyakit bersisik

pada saat ini pitiriasis alba digolongkan sebagai bentuk inflamasi dermatosis

dan mempunyai beberapa nama yang berada dengan melihat aspek klinis

pada lesi. Nama-nama yang sering digunakan adalah seperti pityriasis alba

facei dan pityriasis alba simplex.1

Pitiriasis alba adalah bentuk dermatitis yang tidak spesifik dan belum

diketahui penyebabnya. Ditandai dengan adanya bercak kemerahan dan

skuama halus yang akan menghilang serta meninggalkan area yang

depigmentasi.2 Pitiriasis alba sering dijumpai pada anak berumur 3-16 tahun

(30-40%). Wanita dan pria sama banyak. Lesi berbentuk bulat atau oval. Pada

mulanya lesi berwarna merah muda atau sesuai warna kulit dengan skuama

halus diatasnya. Setelah eritema menghilang lesi yang dijumpai hanya

hipopigmentasi dengan skuama halus. Pada stadium ini penderita datang

berobat terutama pada orang dengan kulit berwarna. Bercak biasanya multipel

4 sampai 20. Pada anak-anak lokasi kelainan pada muka (50-60%), paling

sering di sekitar mulut, dagu, pipi serta dahi. Lesi dapat dijumpai pada

ekstremitas dan badan. Lesi umumnya asimtomatik tetapi dapat juga terasa

gatal dan panas.3,4

Page 2: Blok 15 - Pitiriasis Alba

Anamnesis

Etiologi

Menurut pendapat para ahli diduga adanya infeksi Streptococcus, tetapi belum dapat

dibuktikan. Atas dasar riwayat penyakit dan distribusi lesi diduga impertigo dapat merupakan faktor

pencetus. Pitiriasis alba juga merupakan manifestasi dermatitis non spesifik, yang belum diketahui

penyebabnya. Sabun dan sinar matahari bukan merupakan faktor yang berpengaruh.

Gejala Klinis

Pitiriasis alba sering dijumpai pada anak berumur 3-16 tahun (30-40%).

Wanita dan pria sama banyak. Lesi berbentuk bulat atau oval atau plakat yang

tak teratur. Pada mulanya lesi berwarna merah muda atau sesuai warna kulit

dengan skuama halus diatasnya. Setelah eritema menghilang lesi yang

dijumpai hanya hipopigmentasi dengan skuama halus. Pada stadium ini

penderita datang berobat terutama pada orang dengan kulit berwarna. Bercak

biasanya multipel 4 sampai 20 dengan diameter antara ½ – 2 cm. Pada anak-

anak lokasi kelainan pada muka (50-60%), paling sering di sekitar mulut, dagu,

pipi serta dahi. Lesi dapat dijumpai pada ekstremitas dan badan. Dapat

simetris pada bokong, paha atas, punggung, dan ekstensor lengan, tanpa

keluhan. Lesi umumnya menetap, terlihat sebagai leukoderma setelah skuama

menghilang.

Diagnosis Banding

1.Vitiligo

Vitiligo merupakan kelainan pigmentasi yang relatif sering ditemukan di Indonesia. Dapat

mengenai semua usia. Penyebabnya sampai saat ini masih belum pasti, diantaranya autoimun,

autositotoksik, neural dan genetik. Kelainan ditandai dengan makula depigmentasi dengan ukuran

miliar sampai plakat dengan batas yang tegas.

Patogenesis

Patogenesis vitiligo belum dapat dijelaskan dengan pasti. Ada beberapa hipotesis yang

dikemukakan yaitu :

1. Autoimmune hipotesis Merupakan teori yang banyak diterima, dimana immune sistem tubuh

akan menghancurkan melanosit. Pada vitiligo dapat dijumpai autoantibodi terhadap antigen sistem

Page 3: Blok 15 - Pitiriasis Alba

melanogenik yang disebut autoantibodi anti melanosit, yang bersifat toksik terhadap melanosit dan

menghambat pembentukan melanin.

2. Neurogenik hipotesis Beberapa bahan yang lepas dari ujung syaraf perifer pada kulit seperti

Neuropeptide-Y, merupakan bahan toksik terhadap melanosit dan dapat menghambat proses

melanogenesis. Kemungkinan Neuropeptide-Y memegang peranan dalam patogenesis vitiligo

melalui mekanisme neuro- immunity atau neuronal terhadap melanosit.

3. Self- destruct teori oleh Lerner Mekanisme pertahanan yang tidak sempurna pada sintesis

melanin di dalam melanosit, menyebabkan menumpuknya bahan toksik (campuran phenolik) yang

menghancurkan melanosit. Hipotesis ini berdasarkan pengaruh bahan toksik yang dihasilkan oleh

campuran kimia (phenol) terhadap fungsi melanosit.

4. Autocytotoxic hipotesis Berdasarkan observasi, sewaktu terjadinya sintesis melanin,

terbentuk bahan kimia yang bersifat cytotoxic terhadap citoplasma dari sel sehingga menyebabkan

timbulnya kerusakan struktur yang penting seperti mitochondria.

5. Genetik hipotesis Vitiligo diperkirakan dapat diturunkan secara khromosom autosomal.

Cacat genetik ini menyebabkan dijumpainya melanosit yang abnormal dan mudah mengalami

trauma, sehingga menghalangi pertumbuhan dan diferensiasi dari melanosit.

Klasifikasi

Lesi pada vitiligo dapat diklasifikasikan berdasarkan perluasan dan distribusi pada kulit. Secara

luas vitiligo dapat dibagi atas :

1. Tipe lokalisata

Fokal : terdapat satu atau beberapa makula depigmentasi pada beberapa lokasi yang tersebar.

Segmental : terdapat satu atau beberapa makula depigmentasi yang lokalisasinya unilateral pada

satu areal tubuh. Sering dijumpai pada anak-anak. Mukosal : makula depigmentasi hanya terdapat

pada membran mukosa.

2. Tipe generalisata

Merupakan tipe yang sering dijumpai, berupa makula depigmentasi yang distribusinya tersebar

luas pada seluruh permukaan kulit. Pola yang sering dijumpai yaitu bilateral dan simetris.

␣ Acrofacial : makula depigmentasi yang terdapat pada distal ekstremitas dan wajah.

␣ Vulgaris : makula depigmentasi yang menyebar.

␣ Campuran : acrofacial dan vulgaris atau segmental dan acrofasial dan atau vulgaris.

3. Tipe universalis

Proses depigmentasi yang luas mengenai hampir seluruh tubuh dan hanya menyisakan sedikit

daerah yang mempunyai pigmentasi yang normal. Tipe ini jarang ditemukan.

Faktor pencentus

Ada beberapa faktor pencetus terjadinya vitiligo yaitu :Trauma Vitiligo sering timbul pada

Page 4: Blok 15 - Pitiriasis Alba

tempat yang sering mengalami trauma disebut Koebner Phenomen (Isomorphic respon). Sinar

matahari pada kulit yang terbakar / terpapar sinar matahari dapat terjadi vitiligo. Emosi dan stress

sekitar 40% penderita vitiligo, mengalami emosi dan stress lebih kurang 6 bulan sebelum timbul

atau berkembangnya lesi vitiligo.1,3,5

Gejala Klinis

Lesi vitiligo biasanya asimptomatik dimana tidak dijumpai rasa gatal dan sakit, walaupun

penderita dapat juga mengeluhkan terjadinya luka bakar akibat sinar matahari pada daerah yang

mengalami depigmentasi. Karakteristik lesi pada vitiligo yaitu berupa makula atau bercak putih

seperti susu, berdiameter beberapa mm - cm dan berbentuk oval - bundar.Lesi biasanya berbatas

tegas dengan pinggir yang hiperpigmentasi dan lesi lebih mudah dilihat pada penderita yang

berkulit gelap atau agak kecoklatan.

Lokasi depigmentasi paling sering dijumpai pada wajah, leher dan kulit kepala dan daerah yang

sering mendapat trauma seperti ekstensor dari lengan, bagian ventral dari pergelangan tangan,

bagian dorsal dari tangan dan digital phalanges. Vitiligo juga dapat dijumpai pada bibir, genitalia,

gingival, areola dan puting susu.

Depigmentasi dapat juga mengenai rambut pada kulit kepala dimana rambut menjadi berwarna

abu-abu ataupun putih, yang pada awalnya hanya melibatkan sebagian kecil dari rambut. Perubahan

warna tersebut dapat juga terjadi pada rambut alis mata, bulu mata, pubis dan axilla. 1,2,3,6 Dapat

juga ditemukan variasi bentuk klinis vitiligo yaitu :Trichrome vitiligo : vitiligo dengan lesi yang

berwarna coklat muda. Quadrichrome vitiligo : adanya makula peri-follicular atau batas

hiperpigmentasi yang terlihat pada proses repigmentasi vitiligo. Inflammatory vitiligo : lesi

eritematosa dengan tepi yang meninggi.

Pengobatan

Tidak ada pengobatan yang memberikan hasil memuaskan, dianjurkan untuk menggunakan

kamuflase dengan cover mask. Pengobatannya tergantung pada usia, lokasi lesi, tipe vitiligo, lama

dan luasnya penyakit. Tipe segmental dan mukosal merupakan tipe yang resisten terhadap

pengobatan. Pada tipe lain dapat diberi metoksalen oral atau topikal yang dikombinasi dengan sinar

matahari atau UVA. Alternatif lain dengan menggunakan Narrow band – UVB. Kortikosteroid

potensi tinggi dapat diberikan pada lesi vitiligo yang kurang dari 6 bulan. Perkembangan terakhir

digunakan kalsipotriol topikal saja atau dengan kombinasi UVA.

2. Ptiriasis Versikolor

Ptiriasis versikolor, disebabkan oleh Malaize furfur. Patogenesisnya adalah

terdapat flora normal yang berhubungan dengan Ptiriasis versikolor yaitu

Pitysporum orbiculare bulat atau Pitysporum oval. Malaize furfur merupakan

fase spora dan miselium. Faktor predisposisi ada dua yaitu faktor eksogen dan

Page 5: Blok 15 - Pitiriasis Alba

faktor endogen. Faktor endogen adalah akibat rendahnya imun penderita

dsedangkan faktor eksogen adalah suhu, kelembapan udara dan keringat.

Hipopigmentasi dapat disebabkan oleh terjadinya asam dekarbosilat yang

diprosuksi oleh Malaize furfur yang bersifat inhibitor kompetitif terhadap enzim

tirosinase dan mempunyai efek sitotoksik terhadap melanin.

Gejala Klinis

Ptiriasis versikolor, kelainannya sangat superfisialis, bercak berwarna –

warni, bentuk tidak teratur sampai teratur, batas jelas sampai difus, fluoresensi

dengan menggunakan lampu wood akan berwarna kuning muda,

papulovesikular dapat ada tetapi jarang, dan gatal ringan. Secara mikroskopik

akan kita peroleh hifa dan spora (spaghettie and meat ball).

Pengobatan Pengobatan harus dilakukan secara menyeluruh, tekun dan konsisten. Obat topikal berupa

sampo lebih mudah digunakan untuk seluruh tubuh, kecuali wajah dan genital, misalnya selenium

sulfide 1,8%, 15-30 menit sebelum mandi, 1x/hari, atau sampo ketokonazol 2%. Obat topikal lain

adalah solusio tiosulfas natrikus 25% dioleskan 2x/hari setelah mandi selama 2 minggu, dan

berbagai derivat imidazol, misalnya krim mikonazol. Pemakaian krim menyulitkan bila lesi luas.

3. Morbus Hansen

Morbus Hansen adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae, pertama

menyerang saraf tepi, selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa mulut, saluran napas bagian atas,

sistem retikuloendotelial, mata, otot, tulang dan testis, kecuali susunan saraf pusat. Morbus Hansen

ini memiliki nama lain kusta atau lepra. Pada sebagian besar orang yang terinfeksi, penyakit bersifat

asimtomatik. Sebagian kecil yang terlambat didiagnosis dan terlambat diobati, memperlihatkan

gejala klinis dan mempunyai kecenderungan untuk menjadi cacat. Gejala tersebut antara lain

berbentuk lagoftalmos, gangguan sensibilitas kornea, hilangnya sensibilitas pada tangan dan kaki,

kulit yang kering dengan/tanpa ulkus. Kadang-kadang ditemukan tangan lunglai, kaki semper dan

mutilasi jari. Keadaan inilah yang membuat timbulnya stigma tehadap penyakit kusta. Penularan

yang pasti belum diketahui, tetapi sebagian besar ahli berpendapat bahwa penularan melalui saluran

napas (inhalasi) dan kontak kulit erat dan lama. Gangguan sensibilitas ditemukan dengan

pemeriksaan tes sensoris berupa tes rasa raba (dengan ujung kapas), nyeri (dengan jarum suntik)

dan suhu (dengan 2 tabung reaksi yang masing-masing berisi air panas dan air dingin). Setelah

diberi penjelasan, pasien diminta menutup matanya. Bila sentuhan tidak dirasakan oleh pasien,

pemeriksaan ini menunjang diagnosis kusta. Saraf tepi (N. aurikularis magnus, N. ulnaris, N

radialis, N. Peroneus, dan N. tibialis posterior) harus diperiksa, dan pembesaran saraf tersebut

Page 6: Blok 15 - Pitiriasis Alba

adalah patognomonis untuk kusta. Penyakit kusta dibagi atas 2 tipe:

1. Kusta tuberkuloid atau pausibasilar (PB); tipe TT dan BT (Ridley- Jopling).

Jumlah lesi 5 buah atau kurang. Bercak kulit umumnya hipopigmentasi, kadang-kadang eritem;

permukaan kering dan berskuama dengan gangguan sensibilitas, distribusi asimetris, dan hanya

mengenai 1 cabang

saraf. Pada peme-riksaan bakterioskopis (slit skin smear) tidak ditemukan kuman. Tidak

menular dan daya tular rendah.

2. Kusta lepromatosa atau multibasilar (MB); tipe BB, BL dan LL (Ridley Jopling).

Jumlah lesi lebih dari 5 buah. Lesi kulit berbentuk makula, infiltrat difus, papul, dan nodus.

Permukaan halus berkilap, gangguan sensibilitas ringan/tidak ada, distribusi simetris, mengenai

lebih dari 1 cabang saraf. Pada pemeriksaan bakterioskopis ditemukan banyak kuman. Bila tidak

diobati akan menular pada orang yang rentan.

Penatalaksanaan

1. Kusta pausibasilar.

Rifampisin 600 mg sekali sebulan dalam pengawasan ditambaah dapson 100 mg tiap hari

selama sebulan. Bila makan obat tidak teratur, dosis 6 bulan yang diselesaikan dalam 9 bulan masih

dapat diterima. Selalu perhatikan komplikasi !.

2. Kusta multibasilar5

Rifampisin 600 mg dan klofazimin (lampren) 300 mg sekali sebulan dalam pengawasan,

ditambah dapson 100 mg tiap hari dan klofazimin (lampren) 50 mg tiap hari selama 12 bulan. Bila

makan obat tidak teratur, dosis 12 bulan yang diselesaikan dalam 18 bulan masih dapat diterima.

Selalu perhatikan komplikasi !.

Komplikasi

Komplikasi kusta ialah reaksi kusta yang dapat menyebabkan kerusakan saraf dan gejala sisa

kibat kerusakan saraf tersebut; kehilangan sensibilitas dan kehilangan kekuatan otot, dengan akibat

ulserasi dan deformitas,

Reaksi

Terdapat 2 tipe reaksi yang dapat dikenali, yaitu Reaksi Reversal (RR) dan Eritema

Nodosum Leprosum (ENL). Simtom RR dapat berupa lesi lama yang lebih udem dan eritematosa,

dapat muncul lesi baru, pembesaran saraf tepi disertai nyeri dengan peningkatan gangguan fungsi,

dan kadang-kadang disertai pembengkakan akral. Reaksi ENL mempunyai bentuk karakteristik,

berupa nodul-nodul eritematosa yang terasa sakit, dan timbul mendadak. Pasien umumnya merasa

sakit. Saraf pun dapat nyeri. Kadang-kadang terjadi arthritis, limfadenitis, orkitis, iridosiklitis dan

glaukoma yang dapat diikuti dengan kebutaan. Keterlibatan berbagai organ tersebut dapat terjadi

terpisah atau secara bersamaan.

Page 7: Blok 15 - Pitiriasis Alba

4. Psoriasis Vulgaris

Psoriasis adalah peradangan menahun yang ditandai dengan plak eritematosa dengan skuama

lebar, kasar, berlapis dan putih seperti mika. Perjalanan penyakit ini kronis residif. Dapat

menyerang perempuan maupun laki-laki dengan resiko yang sama. Mengenai semua umur terutama

30-40 tahun. Faktor genetik mempunyai keterkaitan yang besar dengan psoriasis tipe satu: yaitu

psoriasis dengan awitan sebelum berumur 40 tahun. Sebaliknya psoriasis tipe dua yaitu bila

awitannya lebih dari 40 tahun sedikit dikaitkan dengan faktor genetik. Biasanya psoriasis

menempati daerah ekstensor, skalp, siku, lutut, dan bokong. Dapat juga mengenai lipatan (psoriasis

inversa) atau palmo-plantar (psoriasis plamoplantar). Luas lesi dapat terlokalisir atau meluas ke

hampir seluruh tubuh. Berbagai bentuk ragam psoriasis dapat dijumpai: Bila ukuran lesi lentikular

disebut psoriasis gutata, bentuk tersering adalah psoriasis vulgaris dengan ukuran lebih besar dari

lentikular. Selain kulit badan, psoriasis juga menyerang kulit kepala, kuku, sendi dan mukosa

(geographic tounge). Psoriasis bentuk berat adalah psoriasis yang luas, psoriasis pustulosa

generalisata, psoriasis eritroderma, dan psoriasis arthritis,dan umumnya 1/3 kasus termasuk dalam

kategori ini. Kualitas hidup pasien menjadi perhatian utama, walaupun seseorang dengan lesi tidak

luas namun mengganggu kualitas hidupnya dapat dikategorikan berat. Lesi sering terasa gatal,

panas dan kering. Garukan atau trauma akan memicu reaksi Koebner, yaitu timbul lesi baru pada

daerah tersebut. Berbagai faktor dapat menimbulkan kekambuhan antara lain: trauma, infeksi,

faktor endokrin, hipokalsemia, stress emosional, obat-obatan (antimalaria, litium, beta andrenergic

blocking agent) dan alkohol.

Pengobatan

Penjelasan tentang penyakit, jenis obat yang dapat mengatasi dan tersedia di wilayah kerja,

efek samping obat-obatan. Kompromi pengobatan dengan pasien agar mendapat kepatuhan yang

tinggi

Psoriasis ringan bila luas lesi < 15% luas permukaan tubuh.

- Terapi topikal:

• Pelembab: vaselin album, urea 10%

• Ter likuor karbonis detergen 5-10%, (untuk kulit dan skalp) dan asam salsilat 3% tidak boleh

untuk daerah lipatan

• Kortikosteroid poten-superpoten (tidak lebih dari 50gram/minggu), dalam waktu kurang dari

dua minggu), untuk daerah lipatan pakai kortiko-steroid lemah –sedang tergantung ketebalan lesi.

• Antralin 2%

• Kalsipotriol (vitamin D3 analog) topikal

• Tazaroten

Lebih dari 15% atau bila rekalsitran Fototerapi UVB, PUVA

Page 8: Blok 15 - Pitiriasis Alba

Psoriasis berat

Fototerapi: UVB/PUVA

Pengobatan sistemik: metotreksat, asitretin, siklosporin, terapi biologik (antara lain infliximab,

alefacept, etanercept, dan efalizumab)

Histopatologi Pitiriasis Alba

Perubahan histopatologik hanya dijumpai adanya akantosis ringan,

spongiosis dengan hiperkeratosis sedang dan parakeratosis setempat. Tidak

adanya pigmen disebabkan karena efek penyaringan sinar oleh stratum

korneum yang menebal atau oleh kemampuan sel epidermal mengangkut

granula pigmen melanin berkurang.

Pada pemeriksaan mikroskop elektron terlihat penurunan jumlah serta

berkurangnya ukuran melanosom.

Pengobatan Pitiriasis Alba

Umumnya mengecewakan. Skuama dapat dikurangi dengan krim emolien.

Dapat dicoba dengan preparat ter, misalnya likuor karbones detergens 3-5%

dalam krim atau salap, setelah dioleskan harus banyak terkena matahari.

Prognosis Pitiriasis Alba

Penyakit dapat sembuh spontan setelah beberapa bulan sampai beberapa

tahun.