248

Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

  • Upload
    others

  • View
    4

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting
Page 2: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan adalah jurnal ilmiah,

Diterbitkan oleh Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Propinsi Kalimantan Timur

Terbit dua kali setahun, yakni setiap bulan Juni dan Desember

Penanggung Jawab

Bambang Utoyo

Penyunting

Tendas Teddy Soesilo

Wakil Ketua Penyunting

Andrianus Hendro Triatmoko

Penyunting Pelaksana

Prof. Dr. Dwi Nugroho Hidayanto, M.Pd., Prof. Dr. Husaeni Usman, M.Pd., Dr. Edi

Rachmad, M.Pd., Drs. Ali Sadikin, M.AP, Drs. Masdukizen, Dra.Pertiwi Tjitrawahjuni,

M.Pd.,Dr. Sugeng, M.Pd., Dr. Pramudjono, M.S,

Dr. Jarwoko, M.Pd, Dr. Rita Zahra, M.Pd, Samodro, M.Si

Sirkulasi

Sunawan

Sekretaris

Abdul Sokib Z.

Tata Usaha

Heru Buana Herman,Sunawan,

Alamat Penerbit/Redaksi : Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Provinsi

Kalimantan Timur, Jl. Cipto Mangunkusumo Km 2 Samarinda Seberang, PO Box 218

• Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan diterbitkan pertama kali pada Juni

2007 oleh LPMP Kalimantan Timur

• Penyunting menerima sumbangan tulisan yang belum pernah diterbitkan

dalam media lain. Naskah dalam bentuk soft file dan print out di atas

kertas HVS A4 spasi ganda lebih kurang 20 halaman, dengan format

seperti tercantum pada halaman kulit dalam belakang

Page 3: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016 ISSN 1858-3105

Diterbitkan oleh

Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Propinsi Kalimantan Timur

Page 4: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan

rakhmatNya serta hidayah-Nya, Borneo Jurnal Ilmu Pendidikan LPMP

Kalimantan Timur dapat diterbitkan.

Borneo Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016 ini merupakan edisi khusus yang

diharapkan terbit untuk memenuhi harapan para penulis.

Tujuan utama diterbitkannya jurnal Borneo ini adalah memberi wadah kepada

tenaga pendidik, khususnya guru di Provinsi Kalimantan Timur untuk

mempublikasikan hasil pemikirannya di bidang pendidikan, baik berupa telaah

teoritik, maupun hasil kajian empirik lewat penelitian. Publikasi atas karya mereka

diharapkan memberi efek berantai kepada para pembaca untuk melahirkan gagasan-

gagasan inovatif untuk memperbaiki mutu pendidikan melalui pembelajaran dan

Pemikiran. Perbaikan mutu pendidikan ini merupakan titik perhatian utama tujuan

LPMP Kalimantan Timur sebagai lembaga penjaminan mutu pendidikan.

Pada edisi ini, jurnal Borneo memuat beberapa artikel yang ditulis oleh Guru dan

Pengawas. jurnal Borneo edisi khusus Nomor 12 September 2016 ini memuat

tulisan dari pengawas dan guru yang berasal dari Dinas Pendidikan Kabupaten Kutai

Timur. Jurnal ini diterbitkan sebagai apresiasi atas semangat untuk memajukan

dunia pendidikan melalui tulisan yang dilakukan oleh para pendidik dan tenaga

kependidikan dari KabupatenKutai Timur. Untuk itu, terima kasih kami sampaikan

kepada para penulis artikel sebagai kontributor sehingga jurnal Borneo edisi ini

dapat terbit sesuai waktu yang ditentukan.

Ucapan terima kasih dan selamat kami sampaikan kepada pengelola jurnal Borneo

yang telah berupaya keras untuk menerbitkan Borneo edisi ini. Apa yang telah

mereka sumbangkan untuk menerbitkan jurnal Borneo mudah-mudahan dicatat

sebagai amal baik oleh Alloh SWT.

Kami berharap, semoga kehadiran jurnal Borneo ini memberikan nilai tambah,

khususnya bagi LPMP Kalimantan Timur sendiri, maupun bagi upaya perbaikan mutu

pendidikan pada umumnya.

Redaksi

Bambang Utoyo

Page 5: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

DAFTAR ISI

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016 ISSN : 1858-3105

KATA PENGANTAR

iii

DAFTAR ISI

iv

1 Peningkatan Hasil Belajar Matematika Pada Pokok Bahasan Operasi

Bilangan Bulat Melalui Media Garis Banji Bagi Siswa Kelas VII

Agus Bunga

1

2 Peningkatan Keterampilan Menulis Cerpen Dengan Metode Mistery Ball

Throwing Pada Siswa Kelas VIIIA

Alfrida Malaga

13

3 Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan

Keaktifan Dan Hasil Belajar Menulis Descriptive Text

Andi Fausiah Jollong

25

4 Meningkatkan Kemampuan Berbicara Melalui Metode Diskusi Dalam Mata

Pelajaran Bahasa Indonesia Pada Siswa Kelas VIII

Anti

37

5 Penerapan Model Cooperative Learning (STAD) Dengan Metode Praktikum

Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Bidang Studi IPA

Budi Utomo

49

6 Peningkatan Penguasaan Kosakata Melalui Media Gambar Pada

Pembelajaran Speaking Siswa Kelas VII

Erni Herlyani

61

7 Peningkatan Prestasi Belajar IPS Kelas VII Di Smpn 3 Muara Bengkal

Melalui Pendekatan Learning Comunity

Ervina

73

Page 6: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

8 Peningkatan Hasil Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan Struktur Teks Dengan

Penggunaan Metode Fun Learning

Haliyah

85

9 Upaya Peningkatan Motivasi Dan Prestasi Belajar Matematika Pada Materi

Segiempat Kelas VII B Melalui Teams Games Tournament (TGT)

Henny Dwi Susanti

97

10 Upaya Peningkatan Keterampilan Menulis Cerpen Dengan Strategi Copy The

Master Melalui Media Audiovisual Pada Siswa Kelas VII

Yuliana Palinggi

109

11 Upaya Peningkatan Kemampuan Siswa Kelas VIII Dalam Mengungkapkan

Makna Monolog Berbentuk Prosedur Melalui Demonstrasi

Felisia Dwi Retnowati

121

12 Peningkatan Keterampilan Menulis Surat Resmi Melalui Penerapan

Pendekatan Kontekstual Pada Siswa IX A SMP Negeri 3 Karangan

Ngatmono

133

13 Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Kelas IX Pelajaran Pendidikan Agama

Kristen Materi Gereja Menggunakan Problem Based Learning

Tatag Setyawan

145

14 Penerapan Strategi Random Teks Dalam Meningkatkan Keaktifan Dan

Hasil Belajar Membaca Dan Menghafal Ayat-Ayat Al Qur-An Pada Peserta

Didik Kelas VIII

Sri Wahyuni

157

15 Peningkatan Hasil Belajar Siswa Materi Perpangkatan Dan Bentuk Akar

Melalui Pendekatan STAD Bagi Siswa Kelas IX

Mohadi

169

16 Penggunaan Media Gambar Untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis

Kalimat Bahasa Inggris

Yuliana

181

Page 7: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

17 Upaya Meningkatkan Efektivitas Belajar Tolak Peluru Dengan

Menggunakan Media Modifikasi Peluru Dari Bola Plastik Pada Siswa Kelas

VIII

Mustofa

193

18 Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Pai Pada Materi Sejarah Pertumbuhan

Ilmu Pengetahuan Pada Masa Abbasiyah Dengan Menggunakan Media

Kartu Kuartet

Yudhy Vernanda

205

19 Peningkatan Keterampilan Menulis Paragraf Melalui Penerapan Kegiatan

Menulis Jurnal Untuk Penilaian Autentik Pada Siswa Kelas VIII

Suriani

217

20 A Study Of Teacher Talk At A Private Elementary School In Malang

Anik Yusanti

229

Page 8: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

1

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA

POKOK BAHASAN OPERASI BILANGAN BULAT MELALUI

MEDIA GARIS BANJI BAGI SISWA KELAS VII

Agus Bunga

Guru SMPN 3 Kaubun

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil

belajar matematika siswa kelas VII SMPN 3 Kaubun yang

diajar dengan menggunakan media pembelajaran Garis

Banji pada pokok bahasan operasi bilangan bulat.

Penelitian ini dilaksanakan pada semester ! tahun

pelajaran 2016/2017. Penelitian ini dilaksanakan di SMPN

3 Kaubun dengan populasi seluruh siswa kelas VII SMPN 3

Kaubun dan sampel yang diteliti sebanyak 20 siswa.

Rancangan penelitian ini dilakukan dengan dua siklus.

Nilai hasil belajar selama penelitian yang diperoleh

selama dua siklus mengalami kenaikan pada siklus

pertama rata rata kelas hanya 65 % dan pada sklus kedua

rata rata kelas meningkat menjadi 80%. Prestasi belajar

siswa meningkat melalui aktifitas: (1) pemanfaatan media

pembelajaran, (2) keterlibatan siswa dalam demonstrasi /

dalam menggunakan media pembelajaran, (3)pengaftifan

siswa dalam latihan menggunakan media pembelajaran,

(4)pemberian bimbingan pada siswa dalam menerapkan

media pembelajaran.

Kata Kunci : Hasil Belajar, Media Pembelajaran, Garis

Banji

PENDAHULUAN

Matematika memiliki peranan sangat penting dalam

pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta dalam

menyelesaikan masalah kehidupan sehar-hari. Mengingat pentingnya

matematika tersebut maka di semua jenjang sekolah diajarkan mata

pelajaran matematika yang di kenal dengan Matematika sekolah.

Page 9: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

2

Mengingat pentingnya sekolah seharusnya siswa senang

terhadap mata pelajaran Matematika. Dalam belajar di kelas maupun di

rumah penuh semangat, aktif, kreatif, dan hasil belajarnya tinggi.

Namun dalam kenyataannya berdasarkan pengamatan, di kelas yang

penulis ampu, banyak siswa yang tidak suka terhadap mata pelajaran

Matematika. Mayoritas mereka belajar di kelas kurang semangat, malas

mengerjakan tugas – tugas yang penulis berikan, pasif, dan kurang

kreatif. Sebagai akibatnya hasil belajarnyapun rendah. Hal ini dapat

dilihat dari nilai harian siswa selama ini, yakni dari 20 siswa, dengan

Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) = 70 untuk aspek pengetahuan

dan keterampilan, hanya 5 siswa atau 25 % yang telah tuntas belajar.

Dengan kata lain masih ada 15 siswa atau75 % yang masih belum tuntas

belajar.

Rendahnya hasil belajar siswa tersebut tentu tidak terlepas dari

proses pembelajaran yang penulis laksanakan selama ini. Selama ini

pelaksanaan pembelajaran yang penulis secara singkat sebagai berikut:

1. Penulis menjelaskan tentang materi dengan metode ceramah dan

sesekali dengan tanya jawab sebagai akibatnya siswa pasif karena

hanya berperan sebagai pendengar. 2. Siswa diberikan beberapa soal

untuk dikerjakan baik secara individual maupun kelompok. 3. Pada

siswa saat mengerjakan soal secara kelompok terdapat beberapa siswa

yang tidak aktif dalam kelompok. 4. Siswa diberikan PR dan diperiksa

pada pertemuan berikutnya.

Pembelajaran sebagaimana yang penulis lakukan di atas, kurang

sesuai dengan tuntutan pembelajaran Matematika yang semestinya.

Semestinya pembelajaran Matematika dilaksanakan dengan

memvariasikan berbagai model, pendekatan, strategi, dan metode

pembelajaran. Pembelajaran hendaklah di mulai dari sederhana,

komplek, dari mudah ke sulit, dari nyata ke abstrak dan akan lebih baik

lagi apabila di mulai dari menyelesaikan permasalahan dalam

kehidupan sehari-hari yang ada di lingkungan sekolah.

KAJIAN TEORI

Pengertian Hasil Belajar

Pada dasarnya, penerapan berbagai model dan metode

pembelajaran melalui pendekatan pendekatan tertentu merupakan usaha

untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Belajar pada hakekatnya

Page 10: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

3

merupakan proses perubahan di dalam kepribadian yang berupa

kecakapan, sikap, kebiasaan dan kepandaian, Perubahan ini bersifat

menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan

atau pengalaman (BSNP, 2006).

Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi belajar dan

tindakan mengajar. Dari sisi guru, tindakan mengajar diakhiri dengan

proses evaluasi (penilaian) hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar

merupakan puncak proses belajar yang merupakan bukti dari usaha

yang telah dilakukan. Menurut Hamalik (2002). hasil belajar tampak

sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa, yang dapat

diamati dan diukur dalam perubahan pengetahuan, sikap dan

ketrampilan.

Perubahan dapat diartikan terjadinya peningkatan dan

pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya,

misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, sikap tidak sopan menjadi sopan

dan sebagainya. Menurut Dimyati dan Mudjiono (1999), dampak

pembelajaran adalah hasil yang dapat diukur seperti tertuang dalam

raport, angka dalam ijazah atau kemampuan meloncat setelah

latihan. Hasil belajar sering dipergunakan dalam arti yang sangat luas

yakni untuk bermacam-macam aturan terhadap apa yang telah dicapai

oleh murid, misalnya ulangan harian, tugas-tugas pekerjaan rumah, tes

lisan yang dilakukan selama pelajaran berlangsung, tes akhir semester

dan sebagainya. Dalam penelitian ini, hasil belajar yang dimaksudkan

adalah hasil tes yang dilaksanakan pada setiap akhir siklus tindakan.

Dari uraian di atas jelas bahwa suatu proses pembelajaran pada

akhirnya akan menghasilkan kemampuan siswa yang mencakup

pengetahuan, sikap dan keterampilan. Dalam arti bahwa perubahan

kemampuan merupakan indikator untuk mengetahui hasil belajar siswa.

Sedangkan hasil belajar merupakan hasil yang diperoleh siswa setelah ia

menerima suatu pengetahuan yang berupa angka (nilai).

Kriteria Hasil Belajar Siswa

Penilaian belajar adalah proses pemberian nilai hasil belajar

yang dicapai oleh siswa dengan kriteria tertentu dalam hal ini kriteria

hasil belajar. Seorang siswa dianggap telah memiliki kompetensi dasar

tertentu apabila siswa yang bersangkutan telah mencapai batas minimal

nilai tertentu dari berbagai teknik penilaian yang dilakukan guru

terhadap indikator – indikator yang telah ditetapkan. Batas nilai

minimal itu disebut dengan kriteria ketuntasan belajar minimal (KKM).

Page 11: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

4

KKM ini idealnya 75, namun sekolah melalui musyawarah guru mata

pelajaran (MGMP) atau Kelompok Kerja Guru (KKG) diberikan

kewenangan untuk menetapkan KKM tersebut kurang dari 75.

Meskipun demikian secara cepat atau lambat dari tahun ke tahun harus

ditingkatkan, sehingga mendekati KKM ideal, yakni 75 (Depdiknas,

2006).

Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Banyak faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa.

Setidaknya dalam hal ini terdapat empat faktor, di mana antara faktor

yang satu dengan yang lain saling berkaitan dan tidak dapat berdiri

sendiri. Keempat faktor tersebut adalah: a) faktor materi yang dipelajari,

b) faktor siswa (meliputi: kecerdasan dan motivasi atau minat siswa), c)

faktor proses pembelajaran (yang di dalamnya mencakup bagaimana

guru mengelola pembelajaran, model/ metode/ strategi/ pendekatan/

teknik pembelajaran yang digunakan guru dan bagaimana aktivitas

siswa dalam belajar) dan d) faktor lingkungan, termasuk di dalamnya

sarana/ prasarana dan media atau alat bantu belajar atau sering juga

disebut dengan alat peraga (Depdikbud, 1987).

Mengingat tidak mudah untuk mengetahui semua faktor yang

mempengaruhi hasil belajar di atas, maka dalam penelitian ini dibatasi

pada faktor - faktor: a) hasil belajar siswa, b) kemampuan guru

mengelola pembelajaran, dan c) aktivitas siswa dan suasana kelas

selama proses pembelajaran berlangsung.

Media Pembelajaran

Secara umum media pembelajaran adalah alat bantu dalam

proses belajar mengajar. Sesuatu apa pun yang dapat dipergunakan

untuk merangsang pikiran, perhatian, perasaan, dan kemampuan atau

ketrampilan pebelajar tersebut sehingga dapat mendorong terjadinya

proses belajar atau kegiatan pembelajaran. Batasan dari media

pembelajaran ini cukup luas dan mendalam dengan mencakup

pengertian sumber, manusia dan lingkungan setra metode yang

dimanfaatkan dari tujuan pembelajaran.

Singkatnya pengertian media pembelajaran adalah suatu alat

sebagai perantara untuk pemahaman makna dari materi yang

disampaikan oleh pendidik atau guru baik berupa media cetak atau pun

elektronik dan media pembelajaran ini juga sebagai alat untuk

Page 12: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

5

memperlancar dari penerapan komponen-komponen dari sistem

pembelajaran tersebut, sehingga proses pembelajaran dapat bertahan

lama dan efektif, suasana belajar pun menjadi menyenangkan.

Proses pembelajaran adalah proses komunikasi yang

berlangsung dalam suatu system, maka dari itu media pembelajaran

tersebut menempati posisi yang cukup penting sebagai salah satu

komponen system pembelajaran. Tanpa adanya media pembelajaran

tersebut, komunikasi tidak akan terjadi dan proses belajar mengajar

sebagai proses komunikasi juga tidak akan bisa berlangsung secara

efektif dan optimal. Jadi, media pembelajaran tersebut bisa dikatakan

sebagai komponen integral dari sistem pembelajaran. Kesimpulannya,

media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat dijadikan

peantara untuk menyalurkan pesan, merangsang fikiran, minat,

perasaan, dan kemauan peserta didik sehingga dapat mendorong

terciptanya proses belajar pada diri peserta didik.

Media pembelajaran di bagi beberapa jenis, yaitu : Media

Visual: grafik, chart, komik, diagram, kartun, bagan, dan poster. Media

Audial: radio, laboratorium bahasa, tape recorder, dan sejenisnya.

Projected still media, slide, over head projector (OHP), In focus dan

sejenisnya. Projected motion media : film, video (DVD, VCD, VTR),

televisi, komputer dan sejenisnya. Sedangkan tujuan dari media

pembelajaran tersebut adalah untuk mempermudah proses belajar -

mengajar, untuk meningkatkan efisiensi belajar-mengajar, menjaga

relevansi dengan tujuan belajar, untuk membantu konsentrasi

mahasiswa dan lain-lain.

Kelebihan dan Kekurangan Media Pembelajaran

Kelebihan atau kegunaan media pembelajaran yaitu:

Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis

(dalam bentuk kata-kata, tertulis atau lisan belaka). Mengatasi

perbatasan ruang, waktu dan daya indera. Dengan menggunakan media

pendidikan secara tepat dan bervariasi sifat pasif anak didik dapat

diatasi. Dengan sifat yang unik pada tiap siswa ditambah lagi dengan

lingkungan dan pengalaman yang berbeda, sedangkan kurikulum dan

materi pendidikan ditentukan sama untuk setiap siswa,maka guru akan

mengalami kesulitan. Semuanya itu harus diatasi sendiri. Apalagi bila

latar belakang guru dan siswa juga berbeda.

Page 13: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

6

Kekurangan penggunaan media pembelajaran

Ada beberapa kelemahan sehubungan dengan gerakan

pengajaran visual anatar lain terlalu menekankan bahan-bahan visualnya

sendiri dengan tidak menghirukan kegiatan-kegiatan lain yang

berhubungan dengan desain,pengembangan,produksi, evaluasi, dan

pengelolaan bahan-bahan visual. Disamping itu juga bahan visual

dipandang sebagai alat bantu semata bagi guru dalam proses

pembelajaran sehingga keterpaduan antara bahan pelajaran dan alat

bantu tersebut diabaikan. kelemahan audio visual: terlalu menekankan

pada penguasaan materi dari pada proses pengembangannya dan tetap

memandang materi audio visual sebagai alat Bantu guru dalam proses

pembelajaran.

Kerangka Berpikir

Berdasarkan pengalaman dikelas, pembelajaran matematika

terasa membosankan jika menggunakan metode pembelajaran

konvesional, sedangkan prestasi belajar matematika juga rendah.

Pembelajaran dengan menggunakan media pembelajaran Garis-Banji

dapat memecahkan masalah ini. Hasilnya diharapkan proses

pembelajaran dikelas tidak lagi monoton dan dapat meningkatkan hasil

belajar siswa.

Hipotesis Tindakan

Hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah apabila

diterapkan penggunaan media pembelajaran Garis Banji, maka akan

terjadi peningkatan hasil belajar matematika di kelas VII SMPN 3

Kaubun tahun pembelajaran 2015/2016.

METODE PENELITIAN

Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action research),

karena penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran

di kelas. Penelitian ini juga termasuk penelitian deskriptif, sebab

menggambarkan bagaimana suatu teknik pembelajaran diterapkan dan

bagaimana hasil yang diinginkan dapat dicapai. Penelitian ini akan

dilaksanapan pada semester ganjil tahun pelajaran 2016/ 2017 atau pada

bulan Agustus tahun 2016 di SMPN 3 Kaubun. Subyek penelitian

Page 14: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

7

adalah siswa-siswi kelas VII SMP Negeri 3 Kaubun Tahun Pelajaran

2016/2017.

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action research),

karena penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran

di kelas. Penelitian ini juga termasuk penelitian deskriptif, sebab

menggambarkan bagaimana suatu teknik pembelajaran diterapkan dan

bagaimana hasil yang diinginkan dapat dicapai. Tujuan utama dari

penelitian tindakan ini adalah meningkatkan hasil pembelajaran di kelas

dimana guru secara penuh terlibat dalam penelitian mulai dari

perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi. Penelitian ini akan

dihentikan apabila ketuntasan belajar secara kalasikal telah mencapai

70% atau lebih. Jadi dalam penelitian ini, peneliti tidak tergantung pada

jumlah siklus yang harus dilalui.

Prosedur Tindakan Kelas

Penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari

Kemmis dan Taggart (dalam Sugiarti, 1997: 6), yaitu berbentuk spiral

dari sklus yang satu ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi

planning (rencana), action (tindakan), observation (pengamatan), dan

reflection (refleksi). Siklus spiral dari tahap-tahap penelitian tindakan

kelas dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 1. Alur PTK

Page 15: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

8

Rancangan/rencana awal, sebelum mengadakan penelitian

peneliti menyusun rumusan masalah, tujuan dan membuat rencana

tindakan, termasuk di dalamnya instrumen penelitian dan perangkat

pembelajaran. Implementasi meliputi tindakan yang dilakukan oleh

peneliti sebagai upaya membangun pemahaman konsep siswa serta

mengamati hasil atau dampak dari diterapkannya media pembelajaran

Garis-Banji. Pengamatan / Observasi. Observasi dibagi dalam tiga

putaran, yaitu putaran 1 dan 2, dimana masing putaran dikenai

perlakuan yang sama (alur kegiatan yang sama) dan membahas satu sub

pokok bahasan yang diakhiri dengan tes formatif di akhir masing

putaran. Refleksi, peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan

hasil atau dampak dari tindakan yang dilakukan berdasarkan lembar

pengamatan yang diisi oleh pengamat.

Teknik Pengumpulan dan Analisis Data

Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh melalui

observasi pengolahan menggunakan media pembelajaran Garis-Banji,

observasi aktivitas siswa dan guru, dan tes formatif. Analisis ini dihitung

dengan menggunakan statistik sederhana yaitu: Untuk menilai ulangan

atu tes formatif : Peneliti melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh

siswa, yang selanjutnya dibagi dengan jumlah siswa yang ada di kelas

tersebut sehingga diperoleh rata-rata tes formatif dapat dirumuskan:

=N

XX

Dengan : X = Nilai rata-rata. Σ X = Jumlah semua nilai siswa

Σ N = Jumlah siswa

Untuk ketuntasan belajar, ada dua kategori ketuntasan belajar

yaitu secara perorangan dan secara klasikal. Berdasarkan petunjuk

pelaksanaan belajar mengajar, yaitu seorang siswa telah tuntas belajar

bila telah mencapai skor 70% atau nilai 70, dan kelas disebut tuntas

belajar bila di kelas tersebut terdapat 85% yang telah mencapai daya

serap lebih dari sama dengan 70%. Untuk menghitung persentase

ketuntasan belajar digunakan rumus sebagai berikut:

%100...

xSiswa

belajartuntasyangSiswaP

=

Page 16: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

9

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan tindakan yang telah dilaksanakan pada siklus I

tindakan belum memuaskan maka Penelitian dilanjutkan kesiklus II.

Secara lengkap perbandingan pencapaian prestasi siswa pra-tindakan,

siklus I, dan siklus II adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Prestasi Siswa Pra-Tindakan, Siklus I, dan Siklus II

NO SISWA NILAI SISWA

TES AWAL SIKLUS 1 SIKLUS 2

1 Siswa 1 75 80 85

2 Siswa 2 74 80 85

3 Siswa 3 70 78 80

4 Siswa 4 68 72 75

5 Siswa 5 60 60 70

6 Siswa 6 55 70 72

7 Siswa 7 66 74 75

8 Siswa 8 60 65 70

9 Siswa 9 65 72 72

10 Siswa 10 65 75 75

11 Siswa 11 55 60 70

12 Siswa 12 55 60 63

13 Siswa 13 55 70 75

14 Siswa 14 70 75 75

15 Siswa 15 53 74 76

16 Siswa 16 55 70 70

17 Siswa 17 56 62 62

18 Siswa 18 60 70 71

19 Siswa 19 62 71 68

20 Siswa 20 58 70 65

RATA-RATA 60.16 67.80 74.44

KETUNTASAN 13 murid 13 murid 16 murid

PROSENTASE 41% 65% 80%

KKM 70 70 70

Target Ketuntasan 70% 70% 70%

Berdasarkan tabel hasil belajar matematika siklus 1, dan 2

meningkat. Pada siklus I, dengan menerapkan pengajaran menggunakan

Page 17: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

10

media pembelajaran Garis-Banji diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar

siswa adalah 67,80 dan ketuntasan belajar mencapai 65% atau ada 13

siswa dari 20 siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan

bahwa pada siklus pertama secara klasikal siswa belum tuntas dalam

belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ≥ 70 sebesar 65% lebih

kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 70%.

Hal ini disebabkan karena siswa masih canggung dengan diterapkannya

menggunakan media pembelajaran Garis-Banji.

Pada siklus II, diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa

adalah 74,44 dan ketuntasan belajar mencapai 80% atau ada 16 siswa

dari 20 siswa sudah tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada

siklus II ini ketuntasan belajar secara klasikal telah tercapai. Berdasarkan

analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses pengajaran

menggunakan media pembelajaran Garis-Banji dalam setiap siklus

mengalami peningkatan. Hal ini berdampak positif terhadap proses

mengingat kembali materi pelajaran yang telah diterima selama ini, yaitu

dapat ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata siswa pada setiap

siklus yang terus mengalami peningkatan.

Melalui hasil peneilitian ini menunjukkan bahwa pengajaran

menggunakan media pembelajaran Garis-Banji memiliki dampak positif

dalam meningkatkan prestasasi belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari

semakin mantapnya pemahaman dan penguasaan siswa terhadap materi

yang telah disampaikan guru selama ini (ketuntasan belajar meningkat

dari sklus I dan II).

Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam

proses pengajaran menggunakan media pembelajaran Garis-Banji dalam

setiap siklus mengalami peningkatan. Hal ini berdampak positif

terhadap proses mengingat kembali materi pelajaran yang telah diterima

selama ini, yaitu dapat ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata

siswa pada setiap siklus yang terus mengalami peningkatan.

Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam

proses pembelajaran Matematika dengan pengajaran menggunakan

media pembelajaran Garis-Banji yang paling dominan adalah bekerja

dengan menggunakan alat/media, mendengarkan/ memperhatikan

penjelasan guru, dan mengaplikasikan kedalam soal. Jadi dapat

dikatakan bahwa aktivitas isiswa dapat dikategorikan aktif.

Sedangkan untuk aktivitas guru selama pembelajaran telah

melaksanakan langkah-langkah pengajaran menggunakan media

Page 18: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

11

pembelajaran Garis-Banji baik. Hal ini terlihat dari aktivitas guru yang

muncul di antaranya aktivitas membimbing dan mengamati siswa dalam

mengerjakan kegiatan, menjelaskan/melatih menggunakan alat, memberi

umpan balik/evaluasi/tanya jawab dimana prosentase untuk aktivitas di

atas cukup besar.

KESIMPULAN

Dari hasil kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan selama

dua siklus, dan berdasarkan seluruh pembahasan serta analisis yang

telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa penggunaan media

pembelajaran Garis-Banji dapat meningkatkan kemampuan guru

menyajikan materi, memotivasi dan mengelola kelas serta dapat

meningkatkan hasil belajar siswa, partisipasi / keaktifan dalam

pemahaman terhadap materi pembelajaran. Dengan menerapkan

pengajaran menggunakan media pembelajaran Garis-Banji diperoleh

nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 74,44 dan ketuntasan belajar

mencapai 80% atau ada 16 siswa dari 20 siswa sudah tuntas belajar.

Hasil ini menunjukkan bahwa pada siklus II ini ketuntasan belajar

secara klasikal telah tercapai.

SARAN

Bagi Guru guru matematika pada khususnya dapat mencoba

menerapkan pembelajaran dengan menggunakan media pembelajaran

untuk meningkatkan hasil belajar siswa atau untuk mengatasi berbagai

permasalahan pembelajaran yang terjadi di kelasnya. Bagi kepala

sekolah dapat mendorong agar para guru dapat melakukan penelitian

yang sejenis untuk meningkatkan hasil belajar siswa atau untuk

mengatasi berbagai permasalahan pembelajaran yang terjadi di kelasnya.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan

Praktek. Jakarta: Rineksa Cipta.

Depertemen Pendidikan Nasional Direktorat Jendral Pendidikan Dasar

Dan Menengah. Penelitian Tindakan Kelas PPDGT .

Bandung 2003.

Gagne (dalam Ismail, 1998) Komponen Sumber Belajar.

Page 19: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

12

Kemmis, S. dan Mc. Taggart, R. 1988. The Action Research Planner.

Victoria Dearcin University Press.

Margono. 1997. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta. Rineksa

Cipta.

Ngalim, Purwanto M. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Nur, Moh. 2001. Pemotivasian Siswa untuk Belajar. Surabaya.

University Press. Universitas Negeri Surabaya.

Purwanto, N. 1988. Prinsip-prinsip dan Teknis Evaluasi Pengajaran.

Bandung: Remaja Rosda Karya.

Rustiyah, N.K. 1991. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Bina Aksara.

Soetomo. 1993. Dasar-dasar Interaksi Belajar Mengajar. Surabaya

Usaha Nasional.

Sukidin, dkk. 2002. Manajemen Penelitian Tindakan Kelas. Surabaya:

Insan Cendekia.

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2014. Metode Penelitian Pendidikan.

Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Surakhmad, Winarno. 1990. Metode Pengajaran Nasional. Bandung:

Jemmars.

Suryosubroto. 1997. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta:PT.

Rineksa Cipta.

Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi Pendidikan, Suatu Pendekatan Baru.

Bandung: Remaja Rosdakarya.

Usman, Uzer. 2000. Menjadi Guru Profesional. Bandung:PT. Remaja

Rosdakarya

Page 20: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

13

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS CERPEN

DENGAN METODE MISTERY BALL THROWING PADA SISWA

KELAS VIIIA

Alfrida Malaga

Guru SMP Negeri 3 Kaliorang

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur kemampuan siswa

melalui penggunaan Mistery ball throwing dalam

pembelajaran menulis cerpen. Pada siklus ke 2 kekurangan

siklus satu dan siklus dua sudah bisa diatasi dengan

bantuan keterampilan menulis dengan metode Mistery ball

throwing.Untuk keaktifan siswa dari hasil penelitian

Mistery ball throwing yang dilakukan temen sejawat juga

mengalami peningkat dari aspek penilaian pengamat. Dari

hasil penelitian menunjukkan penggunaan pendekatan XX

mampu meningkatkan keterampilan siswa dalam

menghasilkan karya –karya cerpen yang beragam serta

meningkatkan aktivitas guru dalam proses belajar

mengajar.

Kata Kunci : Hasil Belajar, Mistery ball throwing

PENDAHULUAN

Bahasa dan sastra Indonesia merupakan salah satu ilmu

pendidikan diperlukan untuk meningkatkan kualitas manusia . Dengan

mempelajari pendidikan bahasa dan satra diharapkan dapat

meningkatkan kepribadian dan wawasan Pendidikan. dikatakan sebagai

usaha yang disadari oleh pelakunya untuk mencapai suatu tujuan

tertentu. Dengan menyesuaikan pada tantangan internal dan ekternal

bangsa, tujuan pembentukan dan pelaksanaan kurikulum difokuskan

kepada pengayaan pengetahuan (kognitif), pembentukan sikap (afektif)

dan pembiasaan tingkah laku (psikomotor) peserta didik.

Usaha ini bukan saja bertumpu pada perubahan isi kurikulum

tetapi juga melibatkan keseluruhan aspek dalam kurikulum tersebut

seperti tujuan, landasan dan prinsip-prinsip, pelaksanaan pembelajaran,

Page 21: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

14

evaluasi pembelajaran serta aspek-aspek yang berkaitan dengan

pendekatan, strategi, dan teknik belajar mengajar. pendidikan karakter

pada siswa. Sastra sebagai wahana pengembangan kepribadian dan

perluasan wawasan sehingga membentuk karakter positif yang siap

bersaing. Sastra merasuk keberbagai sendi kehidupan politik, sejarah,

ekonomi, hak azasi, hukum dan sebagainya. Melalui karya sastra

pengarang dapat merefleksikan kejadian-kejadian dalam kehidupan

diolah menjadi cerita dengan mengangkat karakter-karakter positif

sehingga menjadi contoh dalam berinteraksi dengan manusia lain.

Kenyataan menunjukkan bahwa sampai saat ini masih banyak

guru yang menggunakan pendekatan tradisional dalam pembelajaran

matematika sehingga siswa belum terarahkan untuk memahami sendiri

konsep-konsep matematika yang sedang dipelajari. Pendekatan

tradisional tersebut belum mampu mengembangkan kemampuan kognitif

(penalaran), afektif (sikap), dan psikomotorik (keterampilan) seperti

yang digariskan dalam kurikulum. Siswa cenderung menghafalkan

konsep-konsep matematika yang dipelajarinya tanpa memahami dengan

benar. Akibatnya penguasaan terhadap konsep-konsep matematika siswa

menjadi sangat kurang. Selain itu guru sebagai pemberi informasi

cenderung mendominasi kegiatan pembelajaran di kelas sehingga tidak

terjadi hubungan timbal balik antar guru dan siswa yang berimplikasi

terhadap kualitas pembelajaran dalam proses belajar mengajar bahasa

Indonesia. Lebih jauh, pembelajaran Bahasa Indonesia selama ini masih

cenderung menggunakan metode ceramah, penugasan, dan Tanya jawab

atau yang disebut dengan pembelajaran konvensional.Dimana guru yang

paling berperan dalam pembelajaran sedangkan siswa menjadi

pendengar dan penonton pasif.

Kontribusi penulisan cerpen bagi anak sedikitnya dapat ditinjau

dari tiga hal yaitu dari kebutuhan perkembangan anak, masyarakat dan

dunia kerja. A Salah satu penyebab nilai siswa yang kurang maksimal

tersebut adalah metode yang digunakan guru dalam pembelajaran

menulis sebuah cerpen tidak dapat membantu siswa untuk lebih mudah,

kreatif, dan merasa senang (menyenangkan). Keterampilan menulis

cerpen yang diajarkan di sekolah-sekolah selama ini menggunakan

metode mistery ball throwing Salah satu penyebab nilai siswa yang

kurang maksimal tersebut adalah metode yang digunakan guru dalam

pembelajaran menulis sebuah cerpen tidak dapat membantu siswa untuk

lebih mudah, kreatif, dan merasa senang (menyenangkan). Keterampilan

Page 22: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

15

menulis cerpen yang diajarkan di sekolah-sekolah selama ini

menggunakan metode mistery ball throwing.

Peran guru amat dominan dalam proses pembelajaran. Siswa

kurang aktif dan seringkali metode ini menimbulkan kebosanan bagi

siswa dalam pembelajaran menulis cerpen sehingga karya yang

dihasilkan siswa kurang maksimal. Cerpen yang dibuat kurang menarik

karena bahasa yang digunakan monoton, dan pengembangan ide atau

gagasan kurang bervariasi. Hal ini dapat dilihat dari kesesuaian isi

cerpen dengan tema, pengembangan topik, dan diksi yang belum

mendapat perhatian dari siswa. Guru sebagai penyampai materi harus

dapat menyampaikan materi yang akan dibahas dengan metode dan

media yang tepat dan menarik. Hal tersebut akan berdampak pada

keberhasilan siswa dalam mengikuti pembelajaran dan mengerjakan

tugas yang diberikan oleh guru.

Agar materi bahasa Indonesia yang diberikan dapat menunjang

kebutuhan perkembangan anak, maka dalam pengembangan

kurikulumnya (yang mencakup desain, implementasi, dan evaluasi)

antara lain perlu memperlihatkan perkembangan kognitif anak dan

kemampuan berpikirnya, serta tuntutan kemampuan dasar menulis

cerpen pada bidang studi bahasa Indonesia yang diperlukan untuk

melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi. Selanjutnya dalam

kegiatan yang bersifat problem posing, anak memperoleh kesempatan

untuk mengembangkan kemampuannya menidentifikasi fakta-fakta yang

diberikan serta permasalahan yang bisa muncul dari fakta-fakta

tersebut.Sedangkan melalui kegiatan membaca, anak dapat

mengembangkan kemampuannya untuk berpikir termasuk yang

tingkatannya lebih tinggi.

Dalam studi ini, terungkap bahwa bagaimana peran guru dalam

peningkatan kemampuan berpikir menulis cerpen. Secara khusus, studi

ini menemukan tiga strategi guru dalam mengembangkan kemampuan

berpikir siswa yaitu (1) strategi guru dalam mengungkap metode

penyelesaian yang digunakan siswa (mengungkap); (2) strategi guru

dalam upaya mendorong peningkatan pemahaman konsep atau masalah

yang dihadapi (mendorong); dan (3) mengembangkan daya berpikir

menulis cerpen siswa (mengembangkan).

Strategi mengungkap adalah upaya untuk memfasiltasi

kemungkinan terungkapnya siswa melalui berbagai pertanyaan yang

diajukan pada kelas atau kelompok selama proses penyelesaian soal

berlangsung. Strategi mendorong adalah upaya guru yang diamksudkan

Page 23: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

16

untuk mendorong siswa pada saat mereka mencoba menyelesaikan

permasalahan yang dihadapi, dan strategi mengembangkan adalah suatu

upaya guru untuk memfasilitasi siswa agar kemampuan berpikir menulis

cerpen mereka bisa meningkat. Penerapan pendekatan mistery ball

throwing dalam pembelajaran bahasa Indonesia menarik untuk dikaji.

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bagian dari solusi untuk

meningkatkan keterampilan peserta didik dalam berimajinasi,

meningkatkan motivasi belajar dan meningkatkan mutu hasil belajar

pada mata pelajaran bahasa Indonesia. Oleh karena itu, penelitian ini

berusaha untuk mengetahui implementasi pendekatan mistery ball

throwing ini dalam rangka Peningkatan Motivasi belajar dan Hasil

Belajar Siswa Kelas VIIIA SMP Negeri 3 Kaliorang.

Berdasarkan hal tersebut, maka perlu upaya pemecahan masalah

untuk meningkatkan kemampuan menulis cerpen siswa kelas VIII B

SMP N 3 Negeri Kaliorang dengan menggunakan metode mistery ball

throwing. Inti-inti konsep metode mistery ball throwing adalah

pembelajaran menulis cerpen dengan suasana menyenangkan. Dalam

metode mistery ball throwing terdapat permainan melempar bola berisi

potongan cerpen. Kondisi kelas dibuat agar siswa tidak tertekan dengan

pembelajaran menulis cerpen. Dengan permainan siswa akan merasa

senang, tidak terbebani dalam menulis cerpen. Selain itu metode mistery

ball throwing dilaksanakan dengan cara berkelompok. Pembelajaran

menulis cerpen apabila dilakukan dengan berkelompok akan

memudahkan siswa dalam menuangkan ide-ide, merangkai kalimat,

merangkai peristiwa sehingga terbentuk cerpen yang menarik. Berbeda

apabila siswa membuat cerpen sendiri, maka siswa merasa terbebani dan

sulit menuangkan ide, gagasan dalam pembuatan cerpen.

Melalui penggunaan metode Salah satu penyebab nilai siswa

yang kurang maksimal tersebut adalah metode yang digunakan guru

dalam pembelajaran menulis sebuah cerpen tidak dapat membantu siswa

untuk lebih mudah, kreatif, dan merasa senang (menyenangkan).

Keterampilan menulis cerpen yang diajarkan di sekolah-sekolah selama

ini menggunakan metode konvensional. Peran guru amat dominan dalam

proses pembelajaran. Siswa kurang aktif dan seringkali metode ini

menimbulkan kebosanan bagi siswa dalam pembelajaran menulis cerpen

sehingga karya yang dihasilkan siswa kurang maksimal. Cerpen yang

dibuat kurang menarik karena bahasa yang digunakan monoton, dan

pengembangan ide atau gagasan kurang bervariasi.

Page 24: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

17

KAJIAN TEORI

Pengkajian Cerpen

Cerpen adalah bentuk prosa baru dalam sastra Indonesia berupa

cerita fiksi/rekaan (cerkan), yang menggambarkan sebagian kecil dari

kehidupan seseorang dalam menghadapi masalah hidup yang maha luas.

Bentuknya lebih singkat daripada novel (Wirjosoedarmo, 1984:134).

Cerpen adalah suatu karangan prosa yang berisi cerita sebuah peristiwa

kehidupan manusia/tokoh tersebut, yang dibangun oleh unsur-unsur:

tema, amanat, plot, perwatakan, latar, dialog, dan pusat pengisahan

(Suroto, 1993:18). Cerpen pada umumnya sebuah cerita yang pendek,

punya beberapa karakter utama (kemungkinan satu atau dua),

aksi/tindakan dan memunculkannya dalam waktu yang singkat,

perhatian diberikan untuk mengkomunikasikan arti atau konsep yang

menurut penulis itu penting (Percy, 1981:94). Sedangkan Lubis

(1997:94), menyatakan pada umumnya panjang sebuah cerpen adalah

500-1000 atau 1500-2000 hingga 10.000; 20.000 atau 30.000 kata.

Sedangkan isi cerpen memusatkan perhatian pada suatu yang lebih

terbatas. Cerpen memiliki seorang pelaku utama dan bergantung pada

satu situasi.

Berdasarkan beberapa pengertian cerpen tersebut, pendapat Lubis

sangat tepat/sesuai bila digunakan dalam penelitian ini, karena

disesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa menengah pertama dalam

menulis sebuah karya sastra berupa cerpen. Tujuan menulis cerpen yakni

bertujuan untuk mencapai niali artistik dan nilai kesenian. Terdapat dua

tujuan yang dapat dicapai melalui pengembangan penulisan kreatif,

yakni yang bersifat apresiatif, dan yang bersifat ekspresif. Apresiatif

maksudnya, bahwa melalui kegiatan penulisan kreatif orang dapat

mengenal, menyenangi, menikmati, dan mungkin menciptakan kembali

secara kritis sebagai hal yang dijumpai dalam teks-teks kreatif karya

orang lain dengan caranya sendiri.

Ekspresif dalam arti bahwa kita dimungkinkn mengekspresikan

atau mengungkapkan berbagai pengalaman atau berbagai hal yang

menggejala dalam diri kita untuk dikomunikasikan kepada orang lain

dalam dan melalui tulisan kreatif, sebagai sesuatu yang bermakna

(Suyuti, 1988:5). Kedua tujuan tersebut sekaligus memberi peluang bagi

pembentukan pribadi kreatif. Dalam kaitan ini, kepribadian hendaknya

dipahami tidak hanya sebagai kumpulan sejumlah unsur kepribadian.

Berdasarkan kenyataan harus diakui bahwa ciri-ciri yang melekat pada

Page 25: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

18

pribadi yang kreatif antara ciri yang satu dengan yang lain tidak bisa

dipisahkan secara tegas.

Pembelajaran menulis cerpen melalui 4 tahap proses kreatif

menulis, yaitu: (1) tahap persiapan, (2) tahap inkubasi, (3) tahap saat

inspirasi, (4) tahap penulisan. Pada tahap persiapan, penulis telah

menyadari apa yang akan dia tulis dan bagaimana menuliskannya.

Munculnya gagasan menulis itu untuk membantu penulis untuk segera

memulai menulis atau masih mengendapkannya. Tahap inkubasi ini

berlangsung pada saat gagasan yang telah muncul disimpan, dipikirkan

matang-matang, dan ditunggu sampai waktu yang tepat untuk

menuliskannya. Tahap inspirasi adalah tahap dimana terjadi desakan

pengungkapan gagasan yang telah ditemukan sehingga gagasan tersebut

mendapat pemecahan masalah. Tahap selanjutnya adalah tahap

penulisan untuk mengungkapkan gagasan yang terdapat dalam pikiran

penulis, agar hal tersebut tidak hilang atau terlupa dari ingatan penulis

(Sumardjo, 2001:7).

Menurut Ahmad (1990:56), menulis memiliki empat tahapan,

yaitu: (1) pratulis (prewriting), (2) menulis, (3) merevisi, (4) uji-baca

(profreading) naskah. Melalui tahapan menulis tersebut, maka

pembelajaran menulis cerpen dengan metode mistery ball throwing

dalam diimplementasikan sebagai berikut. 1) Pratulis (prewriting) Draf

/naskah cerpen yang sudah ditulis siswa perlu dilakukan koreksi.

Apabila pada draf/ naskah cerpen yang sudah dikoreksi terdapat

kesalahan, maka siswa perlu melakukan revisi pada draf/naskah cerpen

yang sudah dikoreksi tersebut. Koreksi ini dilakukan oleh masing-

masing kelompok dengan cara memperbaiki penggunaan kata, tanda

baca, dan EYD.

Kegiatan dalam pratulis (prewriting) merupakan kegiatan

pertama yang harus dilakukan oleh siswa sebelum menulis cerpen.

Kegiatan yang termasuk dalam pratulis (prewriting) adalah mencari

inspirasi, yang dapat dilakukan siswa dengan berdiskusi kelompok untuk

mengumpulkan informasi dan menemukan gagasan (ide-ide) dalam

informasi. Informasi adalah bahan mentah sebagai sarana pembangun

gagasan. Informasi dapat diperoleh siswa dengan mengingat kembali

pengalaman-pengalaman yang pernah diperoleh siswa baik dari

pengalaman langsung yang dialami siswa maupun pengalaman teman-

teman dekat/sekelompok/ orang lain yang pernah didengarnya, melalui

informasi cetak (membaca), buah penyelidikan dan pikiran siswa dari

Page 26: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

19

waktu-waktu yang lalu dan tersimpan selama ini di dalam pikiran

maupun jiwa siswa.

Pada akhirnya, semua informasi tersebut perlu diseleksi dan

ditentukan yang terbaik dalam penalaran dan pengembangan gagasan

menjadi sebuah tema dalam sebuah tulisan yang akan ditulis siswa

(dalam kelompok). Kegiatan yang harus dilakukan siswa dalam tahap

menulis ini adalah menuliskan hasil diskusi kelompok berupa

ide/gagasan yang berasal dari anggota masing-masing kelompok. Untuk

kegiatan awal menulis cerpen masing-masing kelompok hanya

menuliskan setting awal/gambaran situasi di awal cerita terlebih dahulu,

kemudian dilanjutkan kelompok lain sampai cerita tersebut berakhir.

METODE PENELITIAN

Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini

adalah Karya Tulis Ilmia (KTI). Hakikat penelitian tindakan kelas atau

class room action research terletak pada adanya tindakan dalam situasi

yang alami untuk memecahkan permasalahan-permasalahan praktis atau

meningkatkan kualitas praktik (Rofi’uddin, 1998:4). Tindakan tersebut

berupa pemberian solusi yang tepat dalam mengatasi permasalahan

pembelajaran yang dihadapi guru, yaitu dengan menawarkan cara dan

prosedur baru yang dalam penelitian ini berupa pemilihan dan

penggunaan metode pembelajaran untuk memperbaiki dan

meningkatkan profesional guru dalam proses belajar mengajar maupun

hasil belajar siswa. Melalui metode mistery ball throwing, guru dapat

mengatasi permasalahan dalam memberikan pembelajaran menulis

cerpen, salah satunya yaitu kesulitan guru dalam membangkitkan

imajinasi, memadukan kalimat dan meningkatkan kemampuan maupun

kreatifitas siswa pada pembelajaran menulis cerpen.

Prosedur Tindakan Kelas

Prosedur tindakan dilaksanakan sebagai berikut : (a). Tahap

perencanaan (membuat Rpp sesuai dengan model pembelajaran dan

tahap kegiatan pembelajaran). (b). Tahap pelaksanaan (melaksanakan

model mistery ball throwing dalam proses pembelajaran). (c). Tahap

pengamatan dan penilaian (melakukan pengamatan dan penilaian dalam

proses pembelajaran dengan menggunakan lembar pengamatan kegiatan

guru dan keterlibatan siswa dalam pembelajaran). (d). Refleksi

(mengungkapkan perubahan yang terjadi dalam proses pembelajaran

Page 27: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

20

yang menggunakan model tsb berupa : kemajuan yang dicapai siswa

dan guru,kekurangan dan kendala yang dihadapi dalam tiap tindakan

sehingga dapat melihat perubahan yang muncul)

Rancangan Tindakan

Tahap Pelaksanaan Tindakan siklus 1: Apersepsi yang

meliputi:Membuka wawasan siswa tentang materi yang akan dipelajari,

Memberikan PreTest sesuai materi yang akan disampaikan).

Menggunakan pendekatan model mistery ball throwing dalam

pembelajaran, Siswa mengerjakan lembar kerja siswa yang diberikan

guru, Memberikan Post Test di akhir Pembelajaran. Tahap Pelaksanaan

Tindakan siklus 2 : Memberi materi bahan pelajaran di kelas,

Memberikan soal untuk diskusi materi yang telah disampaikan),

Menggunakan pendekatan pembelajaran model mistery ball throwing .

Memberikan kesempatan siswa bertanya dari materi yang telah

disampaikan, Guru bersama siswa membuat kesimpulan, Memberikan

Post Test di akhir pembelajaran.

Perbaikan khususnya pada perangkat pembelajaran sejalan

dengan hasil refleksi untuk digunakan pada pertemuan kedua;

Melaksanakan tes hasil belajar yang pertama sebagai evaluasi siklus

Teknik Pengumpulan Data; (1). Pengamatan tentang kegiatan guru

dalam proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan model

mistery ball throwing. (2). Pengamatan tentang keterlibatan aktif siswa

dalam pembelajaran yang menggunakan pendekatan model mistery ball

throwing. (3). Catatan lapangan oleh guru yang merupakan bagian dari

jurnal guru dan catatan lapangan oleh observer tentang peristiwa yang

terjadi dalam kelas di luar lembar pengamatan. (4). Dokumentasi yang

berupa bukti fisik melalui video atau kamera dan kemajuan nilai yang

disimpan. (5). Diskusi atau wawancara antar guru dengan teman sejawat

sebagai pengamat dan guru dan siswa.

Teknik Pemeriksaan Kepercayaan / Keabsahan data

Untuk menguji keabsahan data dalam penelitian ini dilakukan

dengan 4 uji yakni uji kredibilitas data, uji transferability, uji

auditability, dependability, dan uji confirmabilty. Dalam penelitian ini

untuk mengukur tingkat motivasi, menggunakan standar penskoran

maksimal 45. Sedangkan untuk mengukur hasil belajar bahasa Indonesia

Page 28: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

21

menggunakan standar penskoran maksimal 100. Kriteria penskoran

dalam tindakan ini sebagai berikut:

Tingkat Motivasi Belajar Siswa

Penskoran motivasi belajar siswa maksimal 49, penskoran dapat

dikategorikan antara lain : tingkat motivasi belajar tinggi; rentang skor

antara 35 s/d 45, tingkat motivasi belajar sedang; rentang sor 28 s/d 35,

tingkat motivasi rendah memiliki rentang skor < 27. Selanjutnya

dilakukan penilaian dengan mengacu sebagai berikut: skor maksimum =

3 (skor maksimum setiap indikator) x 15 (indikator) = 45.

Hasil Belajar Siswa

Pengukuran hasil belajar siswa mengacu pada kriteria ketuntasan

minimal (KKM) mata pelajaran matematika yang telah ditetapkan sesuai

dengan kondisi sekolah yang meliputi: kompleksitas, sarana pendukung

tan intake,sekolah menetapkan kriteria ketuntasan minimal (KKM)

bahasa indonesia yaitu 75. Kriteria keberhasilan peningkatan hasil

belajar adalah jika terjadi peningkatan nilai pretest dibanding post test

pada siklus I, , post tes siklus II .Hasil tes diharapkan mencapai nilai

diatas kriteria ketuntasan (KKM) untuk bahasa Indonesia 75.

Tabel 1. Kriteria Hasil Belajar

No Ktriteria Nilai

1 Diatas kriteria ketuntasanminimal (KKM) >73

2 Kisaran kriteria ketuntasan minimal (KKM) 73

3 Dibawah kriteria ketuntasan (KKM) <73

Hasil aktivitas guru dan siswa

Dalam penentuan indikator keberhasilan hasil belajar, Nana

Sudjana berpendapat bahwa terdapat dua cara yakni cara yang

menggunakan rata-rata dan simpangan baku dan cara tanpa

menggunakan rata-rata dan simpangan baku. Penelitian ini

menggunakan teknik konversi tanpa menggunakan nilai rata-rata dan

simpangan baku dengan kriteria konversi sebagaimana tergambar dalam

tabel 2.

Page 29: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

22

Tabel 2. Kriteria Nilai Konversi

Persentase Jawaban

(%)

Nilai Konversi

Huruf Kriteria

81 - 100

71 - 80

60 - 70

50 - 59

0 - 49

A

B

C

D

E

Sangat Baik

Baik

Cukup

Kurang

Sangat Kurang

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan tindakan yang telah dilaksanakan pada siklus I

tindakan belum memuaskan maka Penelitian dilanjutkan kesiklus II dan

seterusnya sampai tujuan penelitian sesuai harapan yaitu hasil yang

memuaskan. Hasil penelitian yang dilaksanakan disajikan sebagaimana

tertuang dalam Tabel 3 dan Tabel 4.

Tabel 3. Hasil Observasi Aktivitas Guru

Aspek yang diteliti Siklus 1 Siklus 2

Kemampuan menyajikan materi 67 88

Kemampuan guru memotivasi siswa 67 87

Pembimbingan guru terhadap siswa 67 87

Kemampuan guru mengelola kelas 73 88

Tabel 4. Hasil Observasi Aktivitas Siswa

Aspek yang diteliti Siklus 1 Siklus 2

Perhatian siswa 60 88

Partisipasi atau keaktifan siswa 53 73

Pemahaman siswa 60 73

Berdasarkan Tabel 3 dan Tabel 4, hasil belajar bahasa Indonesia

siklus1, 2, meningkat setiap siklusnya. Pada siklus 1 terjadi peningkatan

sebesar 43% ,siklus 2 terjadi peningkatan sebesar 52% terjadi

peningkatan sebesar 55%. Hasil observasi aktivitas guru siklus 1.2. Dua

aspek terakhir yakni pembimbingan guru terhadap siswa dan

kemampuan guru mengelola kelas terlihat sangat maksimal. Hasil

Observasi aktivitas siswa pada siklus 1 masih kurang. Namun setelah

Page 30: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

23

melewati siklus 1 dan 2 siswa sudah fokus dengan pembelajaran karena

suda mengenal pendekatan tersebut. Hasil Interpretasi tentang motivasi

belajar siswa dalam proses pmbelajaran bahasa Indonesia dengan

pendekatan pembelajaran model mistery ball throwing. Hasil Interpretasi

skala pendapat siswa terhadap pembelajaran dengan model mistery ball

throwin pada siklus 1 dan 2 bahwa siswa memiliki sikap positif

terhadap pembelajaran dengan menggunakan pendekatan model mistery

ball throwing .

KESIMPULAN

Penggunaan pendekatan model mistery ball throwing dapat

meningkatkan kemampuan guru menyajikan materi, memotivasi dan

mengelola kelas serta dapat meningkatkan hasil belajar siswa, partisipasi

/ keaktifan dalam pemahaman terhadap materi pembelajaran.

SARAN

Bagi guru hendaknya meningkatkan kualitas mengajarnya sesuai

dengan kompetensi minimal dan harus memahami metede dan

pendekatan model mistery ball throwing , penggunaan buku cerpen dan

LKS yang kreatif hendaknya harus dikembangkan. Bagi Siswa

hendaknya mengerjakan semua soal LKS sesuai intruksi sehingga fokus

mengerjakannya dan melibatkan diri dalam setiap kegiatan pembelajaran

dengan pendekatan model mistery ball throwing sehingga motivasi

belajar dan hasil belajar. Bagi sekolah dapat memberikan kesempatan

yang lebih luas untuk mengembangkan pendekatan pendekatan

pembelajaran termasuk pendekatan model mistery ball throwing

sehingga kualitas pembelajaran semakin meningkat. Selain itu dengan

memberikan ijin untuk mengikuti pelatihan yang memotivasi untuk

meningkatkan kualitas belajar.

DAFTAR PUSTAKA

Aminudin, 1987. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung : Sinar

Barulgensindo

Depdiknas. 2004. Kurikulum Berbasis Kompetensi Sekolah Menengah

Pertama. Jakarta: Depdiknas.

Page 31: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

24

Fananie, Zainudin. 2000. Telaah sastra. Surakarta : Universitas

Muhammadiyah Surakarta Press.

Ibrahim, K.M dan Laode, Aley. 1994. Kamus Lengkap Super 15.000.000

Inggris-Indonesia Indonesia-Inggris dengan Cara

Membacanya. Surabaya: KURNIA PUTRA.

Lubis, Mochtar. 1997. Sastra dan Tehniknya. Jakarta: Obor Indonesia.

Nursisto. 2000. Penuntun Mengarang. Jakarta: Adicita Karya Nusa.

Percy, Bernard. 1981. The Power of CreativeWriting. Englewood:

Prectice-Hall.

Pradopo, Rahmat Djoko. 1975. Beberapa Gagasan dalam Kritik Sastra

Indonesia Modern. Jogyakarta: PD Lukaman.

Rofi’uddin, Ahmad. 1998. Rancangan Penelitian Tindakan. Lokakarya

Tingkat Lanjut Penelitian Kualitatif Angkatan VII Tahun

1998/1999. Lembaga Penelitian IKIP Malang.

Sayuti, A Suminto. 1998. Cara Menulis Kreatif. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar

Sumardjo, Jakob. 1984. Memahami Kesusasteraan. Bandung: Alumni.

Suroto.1993. Teori Bimbingan Apresiasi Sastra Indonesia untuk SMU.

Jakarta: Erlangga.

Tarigan. 1986. Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.

Bandung: Angkasa Jaya.

Wirjosoedarmo, Soekono. 1984. Pengantar ke Arah Studi Teori Sastra

Indonesia. Jakarta: PT. Intan.

Page 32: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

25

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS

MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN

HASIL BELAJAR MENULIS DESCRIPTIVE TEXT

Andi Fausiah Jollong

Guru SMP Negeri 1 Batu Ampar

Abstrak

Dari nilai hasil ulangan harian semester genap untuk

beberapa soal pada aspek menulis pada siswa kelas VIII A

hasil rata-rata kelas belum termasuk kategori tuntas, oleh

karena itu diperlukan suatu model pembelajaran yang

inovatif. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan

keaktifan dan hasil belajar menulis teks deskriptif siswa.

subyek penelitian adalah 28 siswa kelas VIII A SMPN 1

Batu Ampar. Data yang dianalisis meliputi ketuntasan

belajar individu, dan ketuntasan belajar klasikal.

Berdasarkan hasil análisis dan pembahasan, penelitian

tindakan kelas ini dapat disimpulkan : Pembelajaran

dengan menggunakan model pembelajaran berbasis

masalah dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Rata-

rata nilai ketuntasan belajar individu (80,00), dengan nilai

ketuntasan belajar klasikal sebesar (85,67). Penggunaan

model pembelajaran berbasis masalah juga dapat

meningkatkan siswa dalam bertanya pada saat proses

pembelajaran

Kata Kunci : Problem based learning, hasil belajar, teks

deskriptif

PENDAHULUAN

Bagi peserta didik SMP, Bahasa Inggris merupakan pengalaman

pertama bagi mereka untuk belajar bahasa selain dari bahasa ibu. Pada

tahap awal ini, aspek bahasa seperti pembendaharaan kata, tekanan kata,

pengucapan, tata bahasa dan aspek bahasa lainnya merupakan hal utama

yang perlu mereka kuasai. Begitu pula dengan ke empat keterampilan

bahasa yang ada dalam Bahasa Inggris yaitu mendengarkan (listening),

Page 33: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

26

berbicara (speaking), membaca (reading) dan menulis (writing). Materi-

materi tersebut diajarkan secara sistematis dan berkesinambungan

sehingga peserta didik mampu berkomunikasi dan berwacana dalam

bahasa Inggris pada tingkat literasi tertentu.

Dari nilai hasil ulangan harian semester genap tahun pelajaran

2015-2016 untuk beberapa soal pada aspek menulis pada siswa kelas

VIII A hasil rata-rata kelas belum termasuk kategori tuntas. Sekitar 45%

siswa dari kelas VIII A yang mampu menjawab dengan baik.

Berdasarkan pengalaman penulis di lapangan, kegagalan siswa dalam

menulis teks deskriptif akibat dari kurangnya kosakata bahasa Inggris

yang mereka miliki sehingga mereka kurang terampil dalam menulis

ide-ide atau pengetahuan mereka. Hal tersebut menyebabkan siswa tidak

begitu menguasai keterampilan menulis teks deskriptif. Oleh karena itu,

diperlukan suatu model pembelajaran yang mampu meningkatkan dan

mengembangkan pembendaharaan kosakata siswa sehingga mereka

mampu memahami dengan baik suatu teks deskriptif dan mampu

menuangkan pikirannya untuk menulis suatu teks deskriptif.

Sebagai salah satu alternatif upaya meningkatkan kompetensi

menulis teks deskriptif siswa adalah dengan menggunakan model

pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) untuk

meningkatkan keaktifan dan hasil pembelajaran menulis teks deskriptif

bahasa Inggris. Model pembelajaran berbasis masalah berlandaskan

pada psikologi kognitif, sehingga fokus pengajaran tidak begitu banyak

pada apa yang sedang dilakukan siswa, melainkan kepada apa yang

sedang mereka pikirkan pada saat mereka melakukan kegiatan itu. Pada

problem based learning peran guru lebih berperan sebagai pembimbing

dan fasilitator sehingga siswa belajar berpikir dan memecahkan masalah

mereka sendiri.

Berdasarkan paparan diatas, maka dapat dikemukakan rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah: apakah penerapan model

pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan hasil belajar menulis

teks deskriptif siswa kelas VIIIA? dan apakah penerapan model

pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan keaktifan menulis

teks deskriptif siswa kelas VIIIA? Tujuan penelitian yang ingin dicapai

dalam penelitian ini adalah: Untuk meningkatkan hasil belajar siswa

menulis teks deskriptif dalam penerapan model pembelajaran berbasis

masalah dan untuk meningkatkan keaktifan siswa menulis teks deskriptif

dalam penerapan model pembelajaran berbasis masalah.

Page 34: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

27

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat

bagi semua pihak, terutama bagi siswa, guru, peneliti, dan sekolah.

Adapun manfaat yang dapat diambil sebagai berikut. Bagi Siswa:

Meningkatkan hasil belajar dan solidaritas siswa untuk menemukan

pengetahuan; Mengembangkan wawasan; Meningkatkan kemampuan

menganalis masalah melalui pembelajaran dengan model pembelajaran

berbasis masalah. Bagi Guru: Menambah pengetahuan, wawasan dan

mengembangkan kompetensi guru dalam pembelajaran dengan

menggunakan model pembelajaran berbasis masalah; Dengan

melaksanakan penelitian tindakan kelas ini guru dapat mengetahui

strategi pembelajaran yang bervariasi yang dapat meningkatkan sistem

pembelajaran di kelas, khususnya penerapan model pembelajaran

berbasis masalah.

KAJIAN TEORI

Hakikat Pembelajaran

Pembelajaran merupakan usaha sadar yang dilakukan oleh setiap

orang dari tidak tahu menjadi tahu. Pada peserta didik terjadi perubahan

tingkah laku pada saat proses pembelajaran. Hal ini terjadi karena

mereka mendapatkan pengetahuan/informasi baru yang bisa mereka

bangun dengan mengaitkan pengetahuan/informasi yang mereka tahu

sebelumnya. Hamalik (2008:65-66) menjelaskan Tiga ciri khas yang

terkandung dalam sistem pembelajaran ialah:Rencana, ialah penataan

ketenagaan, material dan prosedur, yang merupakan unsur-unsur

pembelajaran, dalam suatu rencana khusus, kesalingtergantungan

(interpendence), antara unsur-unsur sistem pembelajaran yang serasi

dalam suatu keseluruhan. Tiap unsur bersifat esensial, dan masing-

masing memberikan sumbangannya kepada sistem pembelajaran, tujuan,

sistem pembelajaran mempunyai tujuan tertentu yang hendak dicapai.

Ciri ini menjadi dasar perbedaan antara sistem yang dibuat oleh manusia

dan sistem yang alami (natural).

Pembelajaran Bahasa Inggris

Bahasa Inggris mempunyai pengaruh yang sangat penting bagi

siswa baik sebagai alat komunikasi dengan penutur asing juga

mempunya peranan yang sangat penting untuk menunjang siswa dalam

rangka mempelajari bidang studi yang lain.Oleh sebab itu kurikulum

yang dikembangkan sekarang bertujuan untuk dapat mempersiapkan

Page 35: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

28

siswa agar mempunyai kompetensi yang mampu merefleksikan

pengalamannya sendiri dan pengalaman orang lain, mengemukakan

gagasan, dan budaya orang lain (Depdiknas:2004).

Pada kenyataannya, pengajaran bahasa Inggris di sekolah sangat

tidak sesuai dengan Standar Isi (Depdiknas:2006). Pendidik bahasa

mengajar hanya berdasarkan buku teks, tampa menyadari bahwa

pengajaran bahasa pada saat ini lebih mengutamakan ketercapaian

kompetensi tertentu. Ada beberapa kompetensi yang harus diraih oleh

siswa agar dapat mencapai kompetensi yang sesuai dengan tuntutan

Standar Isi, dalam hal ini Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi

Dasar (KD).

Jenis Teks Bahasa Inggris (genres)

Didalam proses pembelajaran guru sebaiknya menjelaskan

berbagai jenis teks, memberikan contoh teks, sambil menjelaskan bahwa

setiap teks mempunyai tujuan komunikatif, strutur teks dan ciri-ciri

kebahasaan sebelum siswa mencoba menyusun atau membuat teks

mereka masing-masing. Lebih lanjut siswa SMP diharapkan mampu

untuk memahami makna dalam teks funsional dan esei pendek

berbentuk naratif, recount, prosedur, report dan deskriptif.

Tujuan komunikatif teks naratif adalah menghibur pendengar atau

pembaca dengan pengalaman nyata atau khayal. Ciri naratif adalah

adanya unsur konflik (masalah) dan resolusi (penyelesaian masalah).

Jumlah masalah atau penyelesaiannya mungkin hanya satu, mungkin

juga lebih. Struktur teks terdiri dari pengenalan latar (tokoh, waktu, dan

tempat), Pengembangan konflik, Penyelesaian konflik, Koda

(perubahan yang terjadi pada tokoh atau pelajaran yang dapat dipetik

dari cerita).

Recount; Tujuan komunikatif teks recount adalah melaporkan

peristiwa, kejadian atau kegiatan dengan tujuan memberitakan atau

menghibur. Struktur teks terdiri dari pendahuluan (orientasi), yaitu

memberikan informasi tentang apa, siapa, di mana dan kapan, Laporan

(rentetan) peristiwa, kegiatan yang terjadi, yang biasanya disampaikan

secara berurut. Komentar pribadi dan/atau ungkapan penilaian (jika ada).

Prosedur; Tujuan komunikatif teks prosedur adalah memberi

petunjuk cara melakukan sesuatu melalui serangkaian tindakan atau

langkah. Struktur Teks terdiri dari tujuan kegiatan atau judul, bahan-

bahan, langkah-langkah. Report; Tujuan komunikatif teks report adalah

Page 36: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

29

menyampaikan informasi tentang sesuatu, apa adanya, sebagai hasil

pengamatan sistematis atau analisis yang dideskripsikan dapat meliputi

gajala alam, lingkungan, benda buatan manusia, atau gejala-gejala sosial.

Deskriptif; Tujuan komunikatif teks deskriptif adalah

mendeskripsikan ciri-ciri seseorang, suatu benda atau tempat

tertentu. Struktur teks terdiri dari pengenalan benda (orang atau sesuatu

yang akan dideskripsikan. Deskripsi, menggambarkan ciri-ciri benda

tersebut,misalnya berasal dari mana, warnanya, ukurannya, kesukaannya

dsb. Deskripsi ini hanya memberikan informasi mengenai benda atau

orang tertentu yang sedang dibahas saja, misalnya deskripsi tentang ‘My

Dog’. Ciri-ciri ‘anjing saya’ tersebut dapat berbeda dengan anjing yang

lain.

Problem Based Learning

Model pembelajaran problem based learning berlandaskan

pada psikologi kognitif, sehingga fokus pengajaran tidak begitu banyak

pada apa yang sedang dilakukan siswa, melainkan kepada apa yang

sedang mereka pikirkan pada saat mereka melakukan kegiatan itu. Pada

problem based learning peran guru lebih berperan sebagai pembimbing

dan fasilitator sehingga siswa belajar berpikir dan memecahkan masalah

mereka sendiri. Belajar berbasis masalah menemukan akar

intelektualnya pada penelitian John Dewey (Ibrahim, 2000). Pedagogi

Jhon Dewey menganjurkan guru untuk mendorong siswa terlibat dalam

proyek atau tugas yang berorientasi masalah dan membentu mereka

menyelidiki masalah-masalah tersebut.

Adaptasi struktur problem based learning dalam kelas-kelas

sains dilakukan dengan menjamin penerapan beberapa komponen

penting dari sains lima penerapan esensial dari problem based

learning adalah seperti diurutkan dalam Gallagher et.al (1995)

adalah:Orientasi siswa pada masalah, Mengorganisasikan siswa untuk

belajar, Membantu penyelidikan siswa, Mengembangkan dan

menyajikan hasil karya, Menganalisis dan mengevaluasi proses

pemecahan masalah

Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan perilaku yang diperoleh pembelajar

setelah mengalami aktivitas belajar. Jika pembelajar mempelajari

pengetahuan tentang konsep, maka perubahan perilaku yang diperoleh

adalah berupa penguasaan konsep (Anni, 2004:4). Untuk memberikan

Page 37: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

30

informasi mengenai tingkat penguasaan pelajaran yang diberikan selama

proses belajar mengajar berlangsung digunakan alat ukur berupa tes

dalam suatu proses evaluasi. Prestasi belajar adalah puncak hasil belajar

yang dapat mencerminkan keberhasilan belajar siswa terhadap

pencapaian tujuan belajar yang telah ditetapkan. Hasil belajar siswa

dapat meliputi aspek kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan

psikomotorik (tingkah laku).

Keaktifan Siswa dalam Pembelajaran

Dalam penelitian ini, keaktifan diartikan sebagai kegiatan yang

dilakukan oleh siswa dalam sebuah proses pembelajaran yang akan

tercipta situasi belajar aktif. Menurut Raka Joni (1992: 19-20) dan

Martinis Yamin (2007: 80-81) menjelaskan bahwa keaktifan siswa

dalam kegiatan pembelajaran dapat dilaksanakan manakala : (1)

pembelajaran yang dilakukan lebih berpusat pada siswa, (2) guru

berperan sebagai pembimbing supaya terjadi pengalaman dalam belajar

(3) tujuan kegiatan pembelajaran tercapai kemampuan minimal siswa

(kompetensi dasar), (4) pengelolaan kegiatan pembelajaran lebih

menekankan pada kreativitas siswa, meningkatkan kemampuan

minimalnya, dan mencapai siswa yang kreatif serta mampu menguasai

konsep-konsep, dan (5) melakukan pengukuran secara kontinu dalam

berbagai aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Siswa dikatakan

memiliki keaktifan apabila ditemukan ciri-ciri perilaku seperti : sering

bertanya kepada guru atau siswa lain, mau mengerjakan tugas dari guru,

mampu menjawab pertanyaan, senang diberi tugas belajar.

METODE PENELITIAN

Setting dan Subjek Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan pada semester 1 tahun

ajaran 2016/2017, dimulai pada bulan Juli sampai dengan bulan

September 2016. Penelitian ini dilaksanakan di kelas VIII A SMP

Negeri 1 Batu Ampar. SMP Negeri 1 Batu Ampar merupakan salah satu

sekolah berstandar nasional di Kabupaten Kutai Timur. SMPN 1 Batu

Ampar terletak di atas pegunungan dengan cuaca yang sejuk dan

nyaman. Adapun subyek penelitian adalah 28 siswa kelas VIII A dengan

siswa laki-laki sebanyak 17 siswa dan perempuan sebanyak 10 siswa.

Rata-rata usia mereka adalah antara 11 sampai dengan 13 tahun.

Page 38: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

31

Sumber Data

Dalam penelitian ini peneliti mengumpulkan data tentang

informasi dan keadaan siswa dilihat dari aspek kualitatif dan kuantitatif.

Pada aspek kualitatif berupa informasi-informasi pada saat pelaksanaan

pembelajaran, serta hasil observasi yang dilakukan oleh kolaborator atau

teman sejawat. Sedangkan pada aspek kuantitatif data diperoleh nilai

hasil belajar siswa. Nilai hasil belajar siswa kelas VIII A pada kondisi

awal diperoleh dari dokumen nilai Ulangan Harian yang ada pada guru

sebelum tindakan dilakukan.

Teknik Pengumpulan, Validasi dan Analisis Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan tes tertulis,

lembar observasi, dan dokumentasi (foto, video). Agar diperoleh data

yang valid, maka semua data dilakukan validasi. Data-data hasil

observasi, baik itu berupa aktivitas siswa ketika berlangsungnya

pelaksanaan tindakan siklus I dan siklus II maupun kinerja guru saat

melakukan tindakan pada siswa divalidasi dengan cara trianggulasi

sumber, yakni dengan cara berkolaborasi dengan teman sejawat yang

berperan sebagai observer. Trianggulasi merupakan teknik keabsahan

data yang memanfaatkan sesuatu yang lain untuk keperluan pengecekan

(Lexy J. Moleong, 178). Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah

deskriptif persentase. Data yang dianalisis meliputi ketuntasan belajar

individu, dan ketuntasan belajar klasikal. Analisis ini bertujuan untuk

mengetahui ketuntasan belajar siswa yang diperoleh dari setiap siklus.

Indikator Kinerja

Indikator yang digunakan untuk mengukur peningkatan prestasi

belajar siswa adalah adanya peningkatan prestasi belajar siswa baik

secara klasikal maupun individual. Secara individual, siswa dinyatakan

tuntas belajar jika telah mencapai tingkat pemahaman materi 70% yang

ditunjukkan dengan perolehan nilai tes 70 atau lebih. Kriteria yang

digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan perbaikan pembelajaran

adalah jika ada peningkatan hasil belajar secara klasikal dan individual,

serta minimal 80% dari siswa tuntas dalam belajar, maka intervensi yang

dilakukan dikatakan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Peningkatan keaktifan siswa diamati saat pembelajaran

berlangsung, siswa menjawab maupun mengajukan pertanyaan, interaksi

antar siswa ketika siswa melakukan kerja kelompok, dalam kegiatan

kerja kelompok dicatat keterlibatan masing-masing siswa dalam

Page 39: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

32

pembelajaran. Data peningkatan keaktifan siswa diperoleh dari lembar

pengamatan.

Prosedur penelitian.

Penelitian Tindakan ini dilaksanakan dalam dua siklus dengan

metode yang sama seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Setiap

siklus ditempuh dengan lima langkah yaitu orientasi siswa pada

masalah; mengorganisasikan siswa untuk belajar; membantu

penyelidikan siswa; mengembangkan dan menyajikan hasil karya;

menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Perencanaan (Planning); Hal-hal yang perlu dipersiapkan dalam

penelitian ini meliputi: Rencana pembelajaran, lengkap dengan metode,

materi, dan penilaiannya, Mempersiapkan media pembelajaran,

Menyusun dan menyiapkan pedoman observasi selama proses

pelaksanaan pembelajaran. Pedoman observasi digunakan untuk

mencatat hasil pengamatan terhadap pelaksanaan pembelajaran serta

digunakan untuk mencatat segala perilaku dan aktivitas siswa selama

proses pembelajaran berlangsung, Menyusun dan mempersiapkan topik

teks deskriptif untuk siswa sebagai evaluasi.

Penerapan tindakan (Action); Guru menggunakan metode

problem based learning dalam menyampaikan materi teks deskriptif

untuk memudahkan siswa dalam menulis suatu teks deskriptif

berdasarkan topik yang diberikan. Ada 5 tahap pembelajaran dengan

menggunakan metode problem Based Learning yaitu Orientasi siswa

pada masalah; Mengorganisasikan siswa untuk belajar; Membantu

penyelidikan siswa; Mengembangkan dan menyajikan hasil karya;

Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Pengamatan (Observing); Selama kegiatan ini guru mengamati

siswa dan mencatatnya. Pengamatan bisa meliputi sikap dan perilaku

siswa, baik yang dkehendaki (On Task), seperti menuliskan kata benda

dengan benar sebanyak-banyaknya, menuliskan kata sifat dengan benar

sebanyak-banyaknya, menuliskan frase benda, kalimat dan paragraf

dengan benar untuk mendeskripsikan gambar, maupun yang tidak

dikehendaki (Off Task), seperti mengobrol, mengganggu teman,

bergerak ke arah yang tidak semestinya, berdiri dan duduk terlalu sering

pada saat pembelajaran, keluar/masuk kelas, mengantuk, melamun,

bermain HP/benda lain, mengerjakan tugas pelajaran lain, dan lain-lain.

Selain itu juga diadakan penilaian terhadap tulisan siswa. Dari hasil

Page 40: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

33

pengamatan digunakan untuk menentukan apakah tindakan bisa

dihentikan atau perlu dilanjutkan.

Refleksi (Reflexion); Pada tahap ini siswa diajak berdiskusi

apakah mereka menyukai strategi pembelajaran tersebut. Apabila siswa

masih merasa belum menyukai, atau siswa masih belum berhasil belajar

aktif dalam pembelajaran, maka perlu ditanyakan apa yang menjadi

kendala mereka. Siswa juga diberitahu apa yang seharusnya dan tidak

seharusnya dilakukan selama pembelajaran. Pada tahap ini juga

dilakukan untuk mengoreksi apa yang telah dilakukan oleh guru selama

tindakan. Refleksi dalam penelitian tindakan kelas sekaligus merupakan

analisis data.

HASIL PENELITIAN

Deskripsi Kondisi Awal

Siswa–siswi SMPN 1 Batu Ampar masih memiliki kemampuan

yang rendah pada kompetensi menulis khususnya menulis teks deskrptif.

Hal ini tampak pada hasil ujian semester genap tahun pelajaran 2015-

2016 untuk beberapa soal pada aspek menulis pada siswa kelas VIII A

hasil rata-rata kelas belum termasuk kategori tuntas. Sekitar 45% siswa

dari kelas VIII A yang mampu menjawab dengan baik. Hal ini

menunjukkan masih sekitar 55% siswa yang belum tuntas.

Deskripsi Hasil Siklus 1

Perencanaan Tindakan; Hal-hal yang dipersiapkan pada tahap ini

meliputi: Rencana pembelajaran, lengkap dengan metode, materi, dan

penilaiannya, Media pembelajaran, Pedoman observasi selama proses

pelaksanaan pembelajaran, Topik teks deskriptif untuk siswa sebagai

evaluasi. Pelaksanaan Tindakan; Pada tahap ini guru melaksanakan

proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berbasis

masalah. Pertemuan pertama dilaksanakan pada tanggal 25 Juli 2016 di

kelas VIII-A SMPN 1 Batu Ampar.

Hasil Pengamatan; Pada siklus 1, hasil dari pembelajaran Bahasa

Inggris pada kompetensi dasar menulis teks deskriptif dengan

menggunakan model pembelajaran berbasis masalah yaitu nilai

ketuntasan belajar individu (66,67%), dan nilai ketuntasan belajar

klasikal (50,55%). Hasil ini belum memenuhi ketuntasan belajar yang

diharapkan. Untuk itu perlu diperbaiki pada siklus berikutnya.

Page 41: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

34

Kegiatan observasi yang dilakukan dalam siklus I menunjukkan

bahwa keaktifan peserta didik dalam bertanya dalam proses belajar

terlihat belum ada peningkatan, siswa yang bertanya hanya ada 10 0rang

saja atau 50%. Dilihat dari keaktifan peserta didik dalam bertanya saat

proses belajar mengajar berlangsung belum ada peningkatan karena

peserta didik baru mengenal metode pembelajaran problem based

learning. Peserta didik masih belum terbiasa dengan langkah kegiatan

yang dilaksanakan. Dilihat dari keaktifan peserta didik dalam

mengerjakan soal-soal tes yang diberikan peneliti, terlihat bahwa para

peserta didik belum mulai bersemangat dalam mengerjakan, adapula

sebagian peserta didik yang sudah mulai tertib dalam mengerjakan teks.

Refleksi; Kegiatan guru dalam pembelajaran siklus I masih ada

beberapa aspek yang belum tuntas. Ini yang menjadi tindakan lebih

lanjut pada siklus II nanti, agar prestasi belajar peserta didik lebih

optimal. Tingkat keaktifan siswa pada siklus I kurang yaitu hanya ada 10

orang siswa yang mengajukan pertanyaan, serta ketuntasan klasikal

dalam pembelajaran Bahasa Inggris pada kompetensi dasar menulis teks

deskriptif dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah

pada siklus I ini dikategorikan kurang dengan persentase 50,55%, karena

tiap aspeknya belum maksimal. Dengan munculnya hambatan –

hambatan pada saat pembelajaran siklus I, maka diperlukan adanya

perbaikan yang dilanjutkan pada siklus II.

Deskripsi Hasil Siklus 2

Perencanaan Tindakan; Perencanaan dalam siklus II ini didasari

pada hasil pada siklus 1. Rencana yang dilakukan adalah membuat

perbaikan rencana pembelajaran yang materinya berbeda pada siklus 1

dan diupayakan agar mampu lebih baik dari siklus 1, menyiapkan

lembar observasi, dan menyiapkan perangkat tes. Pelaksanaan Tindakan;

Pada tahap ini guru melaksanakan proses pembelajaran masih

menggunakan model pembelajaran berbasis masalah. Pertemuan pada

siklus II ini dilaksanakan pada tanggal 15 Agustus 2016 di kelas VIII-A

SMPN 1 Batu Ampar. Pada tahap ini siswa telah terbiasa dengan

langkah dalam model pembelajaran berbasis masalah.

Hasil Pengamatan; Hasil pengamatan siklus II nilai ketuntasan

belajar individu (80,25%) dan nilai ketuntasan belajar klasikal (85,67%).

Dengan hasil nilai siklus II ini dapat dikatakan bahwa dengan

menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dapat

Page 42: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

35

meningkatkan prestasi belajar siswa. Hasil kegiatan observasi

menunjukkan bahwa dalam kegiatan pembelajaran pada siklus II,

keaktifan peserta didik dalam bertanya semakin meningkat menjadi 24

orang siswa yang bertanya atau 85%. Peserta didik merasa senang

dengan kegiatan pembelajaran menggunakan model pembelajaran

berbasis masalah. Hal ini dapat dilihat pada tingkat antusias peserta

didik dalam mengerjakan perintah guru dan pada saat mengerjakan tes.

Refleksi; Pada siklus II ini berdasarkan pengamatan kegiatan

guru melakukan proses pembelajaran dengan menggunakan model

pembelajaran berbasis masalah mencapai 80% dikategorikan baik,

sehingga persentase aktivitas siswa juga meningkat menjadi 85% dengan

kategori tinggi. Ketuntasan klasikal dalam pembelajaran Bahasa Inggris

pada kompetensi dasar menulis teks deskriptif pada siklus II mengalami

kemajuan daripada siklus I.

Pada siklus II ketuntasan klasikal mencapai 85% dalam kategori

sangat baik. Pelaksanaan siklus II mampu memperbaiki dari siklus I. Hal

ini ditunjukkan pada nilai rata – rata siklus I 66,67% menjadi 80,00%

pada nilai rata- rata siklus II. Hal ini juga ditunjukkan pada peserta didik

lebih aktif dalam pembelajaran, peserta didik memperhatikan penjelasan

dari guru dan meningkatnya keaktifan siswa dalam bertanya kepada guru

pada proses belajar berlangsung serta mempu mengerjakan soal.

Kegiatan guru pada siklus II menunjukkan bahwa guru mampu

menyampaikan materi menggunakan model pembelajaran berbasis

masalah dengan baik sehingga dapat meningkatkan siswa dalam

bertanya kepada guru dalam proses pembelajaran dengan menggunakan

model pembelajaran berbasis masalah agar prestasi belajar peserta didik

meningkat. Berdasarkan hasil pada siklus II, maka tindakan dalam siklus

dihentikan, karena hasil yang diharapkan sudah mencapai target

ketuntasan yaitu 7,00.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil análisis dan pembahasan, penelitian tindakan

kelas ini dapat disimpulkan :Pembelajaran dengan menggunakan model

pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan hasil belajar siswa

pada mata pelajaran bahasa Inggris pokok bahasan menulis teks

deskriptif kelas VIIIA SMPN 1 Batu Ampar Tahun Ajaran 2016/2017.

Rata-rata nilai ketuntasan belajar individu (80,00), dengan nilai

ketuntasan belajar klasikal sebesar (85,67). Penggunaan model

Page 43: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

36

pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan siswa dalam

bertanya pada saat proses pembelajaran bahasa Inggris pokok bahasan

menulis teks deskriptif kelas VIIIA SMPN 1 Batu Ampar Tahun Ajaran

2016/2017.

SARAN

Berdasarkan simpulan diatas, maka dapat disarankan:Hendaknya

kedepan guru bahasa Inggris SMPN 1 Batu Ampar dalam

menyampaikan pokok bahasan menulis teks deskriptif menggunakan

model pembelajaran berbasis masalah sebagai salah satu alternatif model

pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar siswa.Guru diharapkan

dapat mengelola kelas dengan efektif, inovatif dan merespon aktif dan

kreatif setiap perkembangan pendidikan. Guru dalam menyampaikan

materi belajar harus menggunakan variasi dalam penggunaan model

belajar sehingga siswa dengan mudah menerima materi yang

disampaikan oleh guru dan mendapatkan nilai yang diharapkan.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan

Praktek, Jakarta : Rineka Cipta

Depdiknas. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22

Tahun 2006. Tentang Standar Isi

Gallagher, S.A. 1995. Implementing Problem Based Learning in Science

Classroom. Wiley Online Library

Hamalik, O. 2008. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Bumi Aksara

Ibrahim, M & Mohamad N (2000). Pengajaran Berdasarkan Masalah,

Surabaya : Pusat Sains dan Matematika Sekolah, Program Pasca

Sarjana Unesa, University Press

Mulyasa. 2006. Menjadi guru profesional : Menciptakan Pembelajaran

Kreatif dan Menyenangkan, Bandung : Rosdakarya

Moleong, J Lexy, Prof. Dr. 2009. Metode Penelitian Kualitatif.

Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Soedjana, Nana. 2000. Dasar-dasar proses Belajar Mengajar. Bandung :

Sinar Baru Algesindo

Page 44: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

37

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA MELALUI

METODE DISKUSI DALAM MATA PELAJARAN BAHASA

INDONESIA PADA SISWA KELAS VIII

Anti

Guru SMP Negeri 2 Muara Wahau

Abstrak

Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas

(Classroom Action Research). Masalah yang dikaji dalam

penelitian ini adalah metode diskusi. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan

berbicara murid pada mata pelajaran Bahasa Indonesia

dengan metode diskusi. Penelitian ini dilaksanakan dalam

2 siklus. Proses penelitian yang dilakukan yaitu; 1)

Membimbing siswa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia

melalui metode diskusi, 2) Mengamati perilaku siswa

selama berlangsungnya proses belajar mengajar pada

lembar observasi, 3) Mengadakan evaluasi yaitu dengan

memberikan tes penerapan pada akhir siklus, dan 4)

Menganalisis setiap data yang diperoleh. Adapun hasil

penelitian yang dicapai setelah menerapkan pembelajaran

berbicara melalui metode diskusi selama 2 siklus adalah;

1) siswa dan guru sangat aktif dalam melakukan dan

menjalankan proses belajar-mengajar, dan 2) terjadi

peningkatan rata-rata hasil belajar siswa yaitu, dari 71,55

pada siklus I menjadi 78,57 pada siklus II. Dari hasil

penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

melalui metode diskusi dapat meningkatkan prestasi

belajar Bahasa Indonesia siswa.

Kata Kunci: Kemampuan Berbicara, Metode Diskusi

PENDAHULUAN

Salah satu metode belajar mengajar yang dapat diterapkan oleh

guru untuk meningkatkan kemampuan siswa berberbicara secara lisan

adalah metode diskusi. Diskusi merupakan bentuk berbicara sekurang-

Page 45: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

38

kurangnya dua arah yang di dalamnya terjadi pertukaran pikiran atau

pendapat atau suatu masalah yang dilakukak secara teratur dan terarah

untuk mencapai tujuan tertentu.

Roestiyah (1986: 35), mangatakan bahwa diskusi merupakan

metode yang mengarah kapada interaksi multi arah yaitu proses

berbicara yang lebih dari arah yang mengandung tindakan atau

perbuatan komunikator dan komunikan. Hubungan anatara komunikator

dan komunikan biasanya karena mereka menginteraksi sesuatu yang

biasa desebut pesan. Dalam hal ini, pesan yang dimaksud adalah materi

pembelajaran yang akan diajarkan. Dalam proses ini terjadi berbicara

antara orang yang memberi dengan orang yang menerima pesan.

Proses belajar mengajar dengan menggunakan metode diskusi

mengarah kepada proses pembelajaran yang mengembangkan kegiatan

siswa secara optimal sehingga menumbuhkan minat dan motivasi siswa

belajar aktif. (Djamarah, at,al, 2000:14) lebih lanjut dikemukakan bahwa

interaksi dalam diskusi itu bukan sekedar aksi dan reaksi melainkan

ditandai adanya hubungan tiap individu, yaitu antara guru dan siswa

serta antara siswa dengan siswa lainya. Tiap individu ikut aktif berperan.

Pelaksanan metode diskusi pada pembelajaran Bahasa Indonesia

dapat membantu siswa untuk secara efektif belajar mengajar dengan

metode diskusi mengarah kepada proses pembelajaran yang

mengembangkan kegiatan siswa secara optimal sehingga menumbuhkan

minat siswa belajar aktif.

Berdasarkan hasil studi awal yang telah dilakukan, diperoleh

informasi bahwa metode diskusi sering diterapkan dalam pembalajaran

Bahasa Indonesia di sekolah tersebut. Akan tetap siswa yang terlibat

aktif sedikit cenderung dimonopoli oleh siswa tertentu. Untuk

mengetahui secara pasti pelaksanaan metode diskusi pada pembelajaran

Bahasa Indonesia pada siswa kelas VIII A SMP Negeri 2 Muara Wahau

Kabupaten Kutai Timur perlu dilakukan penilitian yang lebih mendalam.

Berdasarkan uraian tersebut di atas maka permasalahan peneliti

adalah “Apakah ada peningkatan kemampuan berbicara pada siswa

melalui metode diskusi dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia pada

siswa di kelas VIII A SMP Negeri 2 Muara Wahau Kabupaten Kutai

Timur”?Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengatahui

peningkatan kemampuan berbicara dengan penggunaan metode diskusi

pada siswa kelas VIII A SMP Negeri 2 Muara Wahau Kabupaten Kutai

Timur. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat: Para

Page 46: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

39

peneliti sebagai bahan masukan atau pengalaman dalam melakukan

penelitian tindakan kelas, khususnya yang terkait dengan cara

meningkatkan kemampuan berbicara melalui metode diskusi pada siswa

kelas VIII A SMP Negeri 2 Muara Wahau Kabupaten Kutai Timur.Bagi

guru, sebagai bahan masukan tentang cara menerapkan metode diskusi

dalam meningkatkan kemampuan berbicara pada siswa kelas VIII A

SMP Negeri 2 Muara Wahau Kabupaten Kutai Timur.Bagi siswa, dapat

melatih siswa untuk mengharapkan pendapatnya berpikir kritis, keatif,

inovatif dalam menyelesaikan masalah, serta dapat meningkatkan rasa

sosial bagi siswa lainnya.

KAJIAN TEORI

Kemampuan berbicara

Keterampilan berbicara adalah kemampuan mengungkapkan

pendapat atau pikiran dan perasaan kepada seseorang atau kelompok

secara lisan, baik secara berhadapan ataupun dengan jarak jauh. Menurut

Pageyasa (2004) penguasaan teori berbicara bukanlah menjadi tujuan

utama dalam pembelajaran berbicara. Hal yang terpenting dalam

pembelajaran berbicara adalah siswa mampu berbicara sesuai dengan

konteks. Pembelajaran berbicara harus berorientasi pada aspek

penggunaan bahasa, bukan pada aturan pemakaiannya.

Menurut Utari dan Nababan (1993): “kemampuan berbicara

adalah pengetahuan mengenai bentuk-bentuk bahasa dan dan makna-

makna bahasa tersebut, dan kemampuan untuk menggunakannya pada

saat kapan dan kepada siapa”. Pengertian ini dilengkapi oleh Ibrahim

(2001) bahwa: Kemampuan berbicara adalah kemampuan bertutur dan

menggunakan bahasa sesuai dengan fungsi, situasi, serta norma-norma

berbahasa dalam masyarakat yang sebenarnya. Kompetensi komunikatif

juga berhubungan dengan kemampuan sosial dan menginterpretasikan

bentuk-bentuk linguistik. Para siswa tentu sudah memiliki pengetahuan

sebagai modal dasar dalam bertutur karena siswa berada dalam suatu

lingkungan sosial yang menuntutnya untuk paham kode-kode linguistik.

Moris dalam Novia (2002) menyatakan bahwa: “berbicara

merupakan alat komunikasi yang alami antara anggota masyarakat untuk

mengungkapkan pikiran dan sebagai sebuah bentuk tingkah laku

sosial.”Wilkin dalam Oktarina (2002) menyatakan bahwa: “keterampilan

berbicara adalah kemampuan menyusun kalimat-kalimat karena

Page 47: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

40

komunikasi terjadi melalui kalimat-kalimat untuk menampilkan

perbedaan tingkah laku yang bervariasi dari masyarakat yang berbeda”.

Wolner dan Mills dalam Sardiman (1999:131) mengatakan

bahwa: “Diskusi adalah suatu proses yang teratur yang mengakibatkan

sekolompok orang dalam interaksi tatap muka yang informal dengan

berbagai pengalaman atau informasi, pengambilan kesimpulan, atau

pemecahan masalah.”Mukhtar (2003), untuk lebih menjelaskan proses

berbicara Watzlawick, Beavin dan Jackson menyebut lima (5) aksioma

berbicara yaitu: Anda tidak dapat tidak berkomunikasi; Setiap interaksi

memiliki dimensi isi dan hubungan; Setiap interaksi diartikan dengan

cara bagaimana pelaku interaksi menjelaskan kejadian; Pesan bersifat

digital dan analog; Pertukaran berbicara bersifat simetrik dan

komplementer.

Metode diskusi

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, diskusi diartikan sebagai

suatu pertemuan ilmiah untuk bertukar pikiran mengenai suatu masalah.

Sebagai metode penyuluhan berkelompok, diskusi biasanya membahas

satu topik yang menjadi perhatian umum di mana masing-masing

anggota kelompok mempunyai kesempatan yang sama untuk bertanya

atau memberikan pendapat. Pengertian umum diskusi adalah

membicarakan suatu masalah oleh para peserta diskusi dengan tujuan

untuk menemukan pemecahan yang paling baik berdasarkan berbagai

masukan. Sebaliknya, debat adalah pembicaraan tentang suatu masalah

dengan tujuan untuk memenangkan atau mempertahankan pendapat

yang dimiliki oleh peserta debat. Sangat mungkin, pendapat yang

dimenangkan bukan yang terbaik. (Poedjosoedarmo, 2001).

Metode diskusi adalah suatu cara mengajar yang dicirikan oleh

suatu keterikatan pada suatu topik atau pokok pernyataan atau problem

dimana para peserta diskusi dengan jujur berusaha untuk mencapai atau

memperoleh suatu keputusan atau pendapat yang disepakati

bersama.Metode diskusi ialah suatu cara penyampaian bahan pelajaran

dan guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengumpulkan

pendapat, membuat kesimpulan atau menyusun berbagai alternatif

pemecahan masalah. Dalam kehidupan modern ini banyak sekali

masalah yang dihadapi oleh manusia; sedemikian kompieksnya masalah

tersebut sehingga tak mungkin hanya dipecahkan dengan satu jawaban

saja. tetapi kita harus menggunakan segala pengetahuan kita untuk

Page 48: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

41

memberi pemecahan yang terbaik. Ada kemungkinan terdapat lebih-dari

satu jawaban yang benar sehingga harus menemukan jawaban yang

paling tepat di antara sekian banyak jawaban tersebut.

METODE PENELITIAN

Setting Penelitian

Tempat penelitian tindakan kelas dilaksanakan di kelas

VIIIA SMP Negeri 2 Muara Wahau tahun pelajaran 2015 / 2016. Alasan

dipilih siswa kelas VIII adalah (1) siswa kelas VIII masih banyak

mengalami kesulitan dalam berbicara (2) siswa kelas VIII tidak mampu

menanggapi secara kritis mengenai hal-hal apa saja yang perlu

diperhatikan pada saat berbicara dalam diskusi. (3) siswa kelas VIII

tidak mampu berbicara pada saat melakukan diskusi.

Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada tahun ini pada tahun ajaran 2015 /

2016 yaitu pada tanggal 5 Oktober 2016 dan 29 Oktober 2016 dengan

rencana pelaksanaan dua siklus, siklus pertama pada tanggal 13 Oktober

20106 dan siklus kedua pada tanggal 26 Oktober 2016

Subjek dan Objek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah peneliti sekaligus sebagai praktisi..

Sebelum melaksanakan pembelajaran, peneliti melakukan perencanaan

berupa menyusun rencana pembelajaran, menentukan materi,

menentukan media pembelajaran. Selanjutnya peneliti melaksanakan

penilaian baik selama pembelajaran maupun akhir pembelajaran. Objek

penelitian adalah siswa kelas VIIIA SMP Negeri 2 Muara Wahau yang

akan ditingkatkan kemampuan keterampilan berbicara dalam berdiskusi

dengan memperhatikan hal-hal apa saja yang harus diperhatikan dalam

berdiskusi

Jenis Penelitian

Dalam menentukan metode penelitian harus memikirkan secara

matang metode apa yang akan digunakan agar sesuai dengan jenis

penelitian yang akan dicapainya. Menurut Arikonto (2006:3) metode

penelitian adalah cara yang digunakan peneliti dalam mengumpulkan

data penelitiannya. Dalam penelitian ini digunakan metode penelitian

tindakan kelas (PTK), menurut Arikunto (2006:3) penelitian tindakan

Page 49: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

42

kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa

sebuah tindakan yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah

kelas bersama. Dalam penelitian ini akan diawali dengan melakukan

penelitian prasiklus dengan cara memberikan tes berbicara untuk

mengetahui kemampuan berbicara siswa dalam berdiskusi dengan

memperhatikan adalahp pengucapan, struktur kata, kosakata, dan

kepasihan berbicara., kemudian apa bila tidak berhasil dilanjutkan ke

siklus berikutnya

Prosedur Penelitian

Dalam penelitian ini direncanakan dalam dua siklus yang akan

dilaksanakan sesuai dengan tahapan-tahapan pada penelitian tindakan

kelas yakni perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi

berdasarkan perputaran siklus, apabila penelitian pada siklus pertama

belum berhasil, maka dilanjutkan pada siklus berikutnya :

Tehnik Pengumpulan Data dan Analisis Data

Teknik pengumpulan data dalam pelaksanaan penelitian tindakan

kelas adalah Teknik Dokumentasi,Teknik Observasi.Jenis data yang

diperoleh adalah data kualitatif yang terdiri dari lembar observasi,

kuisioner, dan tes kemampuan berbicara. Data tentang situasi belajar

mengajar, kehadiran siswa, minat dan keaktifan siswa pada saat

dilaksanakan tindakan diambil dengan meggunakan lembar observasi.

Analisis Data adalah klasifikasi kemampuan berbicara siswa yang akan

didinilai adalah 1) Pengucapan, 2) struktur kata, 3) kosakata, dan 4)

kepasihan berbicara. Kriteria-kriteria yang dinilai tersebut dibagi dalam

beberapa kategori seperti yang terlihat dalam tabel berikut

Tabel 1. Kriteria Penskoran

Kategori Skor Kriteria

Sangat baik

Baik

Kurang Baik

Tidak Baik

5

4

3

2

Pengucapan, struktur, kosakata, kepasihan

memuaskan

Apabila masih salah satu komponen kurang

dikuasai

Terdapat kesalahan terhadap komponen

berbicara

Tidak mengerti dan tidak mampu berbicara

Page 50: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

43

Adapun kriteria yang digunakan untuk menentukan kategori

kemampuan berbicara siswa adalah skala lima berdasarkan kriteria

penilaian rapor dan penaikan kelas yaitu: 55% - 64% dikategorikan tidak

baik, 65% -79% dikategirokan kurang baik, 80% - 89% dikategorikan

baik, dan 90% - 100% dikategorikan sangat baik.

Tabel 1. Kriteria Penskoran

Kategori Skor (interval nilai)

Sangat baik

Baik

Kurang baik

Tidak baik

90-100

80-89

65-79

55-64

Indikator Keberhasilan

Indikator keberhasilan dalam penelitian ini adalah bila terjadi

peningkatan skor rata-rata pemahaman siswa, dan terjadi peningkatan

jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar. Berdasarkan ketentuan

Dekdikbud dalam Mustaring (2003), siswa dianggap tuntas belajar jika

mendapat skor minimal 70,00 dari skor ideal 100 dan tuntas belajar

secara klasikal jika 85% dari jumlah siswa yang tuntas belajar. Untuk

maksud di atas digunakan rumus

%100xN

FP =

Keterangan: P = Persentase tercapainya ketuntasan belajar, F = jumlah

sampel yang telah memperoleh nilai minimal atau 70, N = jumlah objek

penelitian

HASIL TINDAKAN DAN PEMBAHASAN

Siklus I

Perencanaan; dalam tahap perencanaan ini, mencakup tahapan-

tahapannya adalah penyiapan bahan atau materi pelajaran yang akan

disampaikan dengan menggunakan metode diskusi.Penyusunan Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sesuai dengan pokok bahasan atau

materi dan instrument pengumplan data seperti membuat soal untuk

menguji hasil siswa dan lembar pengamatan selama kegiatan belajar

berlangsung.Pelaksanaan; peneliti melaksanakan kegiatan belajar

mengajar untuk menentukan hasil keterampilan bebicara melalui tes

lisan menunjukkan bahwa Nilai rata-rata kemampuan berbicara siswa

Page 51: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

44

adalah 71.55 dari skor ideal yang mungkin dicapai yaitu 100. Juga

ditunjukkan dalam tabel bahwa siswa yang tuntas mengalami

peningkatan dari 5 orang menjadi 10 orang. Sedangkan siswa yang

belum tuntas adalah 10.

Obserasi;Observasi ini dilakukan saat kegiatan belajar mengajar

berlangsung yakni pada motivasi belajar siswa dan perhatian siswa,

disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yaitu meningkatkan

keterampilan berbicara siswa melalui metode diskusi.Berdasarkan hasil

yang diperoleh pada tabel 4.5 diatas dapat diketahui bahwa motivasi

belajar siswa meningkat, dari kondisi awal masih ada yang menunjukkan

motivasi sangat rendah, tetapi pada siklus I ini sudah tidak ada yang

memilliki nilai motivasi sangat rendah. Berdasarkan hasil yang

diperoleh pada tabel 4.6 diatas dapat diketahui bahwa perhatian siswa

pada tingkat tinggi meningkat dari kondisi awal hanya 2 orang kemudian

pada siklus I meningkat menjadi 20 orang.

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari siklus I ini, peneliti

menemukan adanya kelemahan-kelemahan dalam kegiatan belajar

mengajar sebagai berikut:1) Pelaksanaan metode yang kurang maksimal,

hal itu dikarenakan pada pembagian kelompok peneliti menggunakan

cara acak, sehingga siswa merasa tidak nyaman dan tidak leluasa saat

pelaksanaan diskusi.2) Aspek perhatian siswa dan motivasi belajar siswa

kurang maksimal.3) Saat pelaksanaan diskusi, dirasa peneliti para siswa

terlalu banyak bercanda, karena pembagian kelompok terlalu besar.

Berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut, maka peneliti akan

melakukan perbaikan agar hasil yang diperoleh pada siklus berikutnya

lebih memuaskan. Perbaikan-perbaikan itu antara lain: 1) Membagi

kelompok dengan cara membiarkan siswa memilih teman yang dianggap

bisa diajak kerjasama (menentukan anggota kelompok sesuai pilihan

sendiri). 2) Memaksimalkan kegiatan belajar mengajar sehingga siswa

menjadi merasa mempunyai kesadaran untuk lebih bertanggung jawab

saat kegiatan belajar mengajar berlangsung. 3) Membagi kelompok

diskusi dengan jumlah anggota yang lebih kecil dari pada sebelumnya.

4) Mengajak siswa untuk keluar kelas (berdiskusi diluar kelas) guna

mengatasi kejenuhan siswa saat kegiatan belajar mengajar berlangsung.

Siklus II

Perencanaan; dari hasil refleksi pada siklus I, peneliti akan

menperbaiki kelemahan-kelemahan yang ditemukan dalam siklus I .

Page 52: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

45

Guru membuat perencanaan dalam mengajar pada siklus II yaitu:1)

Penyiapan bahan atau materi belajar.2) Penyusunan perencanaan

pelaksanaan pembelajaran (RPP) sesuai dengan pokok bahasan,

merancang atau membuat soal dan lembar pengamatan. Pelaksanaan;

proses belajar siklus II mempersiapkan siswa agar lebih serius dalam

mengikuti proses belajar mengajar dan kegiatan yang dilaksanakan

berjalan dengan maksimal. Proses belajar mengajar ini guru

menyampaikan kompetensi dasar dan indicator yang ingin dicapai.

Dari Tabel 4: 7 menunjukkan bahwa Nilai rata-rata kemampuan

berbicara siswa adalah 78,57 dari skor ideal yang mungkin dicapai yaitu

100. Juga ditunjukkan dalam tabel bahwa siswa yang tuntas mengalami

peningkatan dari 10 orang menjadi 18 orang. Sedangkan siswa yang

belum tuntas adalah 7. Obserasi; Observasi ini dilakukan saat kegiatan

belajar mengajar berlangsung yakni pada motivasi belajar siswa dan

perhatian siswa, disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yaitu

meningkatkan keterampilan berbicara siswa melalui metode diskusi.

Adapun hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut:

Tabel 3. Hasil Pengamatan Motivasi Belajar Siswa

Kategori Jumlah Persentase

SR 0 0%

S 5 20%

R 0 0%

T 20 80%

Jumlah 25 100%

Berdasarkan hasil yang diperoleh pada tabel 4.8 diatas dapat

diketahui bahwa motivasi belajar siswa meningkat, dari kondisi siklus I

masih ada yang menunjukkan motivasi rendah, tetapi pada siklus II ini

sudah tidak ada yang memilliki nilai motivasi rendah.

Tabel 4. Hasil Pengamatan Perhatian Belajar Siswa

Kategori Jumlah Persentase

SR 0 0%

S 2 8%

R 0 0%

T 23 92%

Jumlah 25 100%

Page 53: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

46

Berdasarkan hasil yang diperoleh pada tabel 4.9 diatas dapat

diketahui bahwa perhatian siswa pada tingkat tinggi meningkat dari

siklus I meningkat menjadi 20 orang kemudian pada siklus II meningkat

menjadi 23 orang. Refleksi; Pelaksanaan siklus II ini merupakan siklus

tambahan untuk mengupayakan perbaikan pembelajaran dari hasil yang

diperoleh dari kondisi awal dan siklus I. Pembelajaran siklus II ini,

menurut peneliti telah menunjukkan perubahan atau peningkatan lebih

baik dari kondisi awal dan siklus sebelumnya, yakni dalam hal: 1) Minat

siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar (pembelajaran). 2)

Keaktifan siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar lebih

meningkat, ditunjukkan dengan keseriusan siswa saat diskusi. 3) Siswa

lebih berani mengungkapkan ide atau gagasannya, ditunjukkan dengan

aktifnya kegiatan diskusi. 4) Keterampilan berbicara siswa lebih

meningkat dibandingkan pada kondisi awal dan siklus I.

PEMBAHASAN

Berbicara adalah salah satu dari empat keterampilan berbahasa,

yaitu menyimak, membaca, dan menulis. Berbicara sangat penting bagi

ekstensi sosial dan budaya manusia. Oleh karena itu, kemampuan

berbicara perlu dimiliki sejak dini, termasuk kepada siswa kelas VIII A

SMP Negeri 2 Muara Wahau Kabupaten Kutai Timur. Siswa

membutuhkan keterampilan berbicara dalam interaksi sosialnya. Siswa

akan dapat mengungkapkan pikiran dan perasaanya secara efektif jika ia

terampil berbicara. Agar siswa terampil berbicara, siswa mutlak

memerlukan pembelajaran berbicara. Tanpa pembelajaran, keterampilan

itu tidak mungkin diperoleh.

Keunggulan lain dari penelitian ini yang bisa dipetik oleh siswa

adalah bediskusi tampak seperti permainan yang menyenangkan karena

menggunakan daya nalar dan kebebasan berekspresi dan berpendapat.

Hal ini akan membebaskan siswa dari tekanan dan kejenuhan dalam

pembelajaran dan membantu siswa untuk lebih meningkatkan

kemampuan berbicaranya dengan pembelajaran yang menyenangkan dan

kreatif. Selain, bagi guru-guru juga diharapkan kepada pengembang

bahan ajar, khususnya untuk SMP kelas VIII, untuk mengembangkan

bahan ajar yang berhubungan dengan kompetensi dasar menyampaikan

informasi yang diperoleh dari berbagai sumber secara lisan (berbicara) di

kelas melalui metode diskusi.

Page 54: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

47

KESIMPULAN

Metode bediskusi adalah cara belajar yang menyenangkan dan

kreatif. Strategi ini sangat cocok untuk digunakan dalam pembelajaran

berbicara, juga pembelajaran keterampilan berbahasa yang lainnya. Hal

ini sesuai dengan hasil penelitian di atas yang memperlihatkan bahwa

metode berdiskusi mampu meningkatkan kemampuan berbicara seorang

siswa. Metode diskusi ini berhasil meningkatkan kemampuan berbicara

siswa dalam aspek; 1) pengucapan, 2) struktur bahasanya, 3)

kosakatanya, dan 4) kepasihan berbicara.

SARAN

Dari hasil penelitian yang diperoleh baik tentang peningkatan

kemampuan berbicara dengan metode diskusi maka dapat disarankan

beberapa hal: Dalam mengajarkan materi pelajaran, sebaiknya guru tidak

hanya terfokus pada pengembangan satu model pembelajaran saja,

maupun satu teknik saja melainkan harus mampu mencari suatu model,

strategi, metode dan teknik kreatif yang dapat meningkatkan

kemampuan berbicara siswa.Diharapkan kepada pengembang bahan

ajar, khususnya untuk SMP kelas VIII , untuk mengembangkan bahan

ajar yang berhubungan dengan kompetensi dasar menyampaikan

informasi yang diperoleh dari berbagai sumber secara lisan (berbicara) di

kelas melalui metode diskusi.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Rulam. 1998. Metode Diskusi. Yogyakarta: Kanisius.

Alwi, Hasan, dkk. 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi III.

Jakarta: Balai Pustaka.

Bulatau,J.S.J. 1990. Teknik Diskusi Kelompok. Yogyakarta: Kanisius.

Daradjat, Zakiah, dkk. 2004. Metodik Kasus Pengajaran Bahasa

Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.

Djamarah, Syaiful Bachri. 2000. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT.

Rineka Cipta.

Ibrahim, Abd. Syukur. 2001. Pengantar Sosiolinguistik, Sajian Bunga

Rampai. Universitas Negeri Malang.

Moeliono, Anton dkk. 1994. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:

Bina Aksara.

Page 55: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

48

Mukhtar, 2003. Pembelajaran Pendidikan Bahasa Indonesia.

RinekaGaliza Anggota. IKPI.

Mulyati, Sydiati. 1995. Kreatif Berbahasa Menuju Keterampilan

Pragmatik. Yogyakarta : Kanusius.

Novia, T. 2002. Strategy to improve student's ability in speaking.

Makalah Tugas Akhir S1. Padang: UNP Padang.

Octarina, D. 2001. Interactive activities as the way to improve EFL

learners' speaking abilities. Makalah Tugas Akhir S1 - Padang:

UNP Padang.

Pageyasa, Wayan. 2004. Peningkatan Kemampuan Berbicara Siswa

Kelas 1 MTs Sunan Kalijogo Malang Melalui Strategi Pemetaan

Pikiran (Tesis). Universitas Negeri Malang.

Parera,J.D. 1987. Belajar Mengemukakan Pendapat. Jakarta: Erangga.

Poedjosoedarmo, Soepomo. 2001. “Language Teaching Approaches and

Advanced Level of Language Competence”. Makalah dalam

Seminar on Language and Culture, Sanata Dharma University,

August 25.

Roestiyah, N.K.K.1986. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka

Cipta.

Saliwangi, Basenang. 1989. Strategi Belajar Mengajar Bahasa

Indonesia. Malang: IKIP Malang.

Sardiman. 2003. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta:Raja

Grafindo Persada.

Simanjuntak dan Pasaribu. 1983 Proses Belajar Mengajar. Bandung:

Tarsio.

Supami. 1985. Menuntun Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.

(Berdasarkan Kurikulum 1984) untuk Siswa Kelas I semester 1

da 2. Bandung: Ganesa Exact Bandung.

Tolla, Ahmad. 2004. Interaksi dan Strategi Belajar Mengajar. Ujung

Pandang: FBS UNM.

Usman, Basyiruddin. 2002. Metodologi Pembelajaran Bahasa

Indonesia. Jakarta: Ciputat Pers.

Utari, Sri dan Subyakto Nababan. 1993. Metodologi Pengajaran

Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Wiyanto, Asul. 2000. Terampil Diskusi. Jakarta: PT. Grasindo.

Page 56: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

49

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING (STAD)

DENGAN METODE PRAKTIKUM UNTUK MENINGKATKAN

HASIL BELAJAR BIDANG STUDI IPA

Budi Utomo

Guru SMP Negeri 2 Long Mesangat

Abstrak

Penulisan penelitian ini dilatar belakangi oleh rendahnya

hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA khususnya

penyerapan materi Besaran dan satuan. Dimana materi

besaran dan satuan dianggap sulit oleh sebagian besar

siswa. Terbukti pada pembelajaran IPA pada materi

Besaran dan Satuan di kelas VII dari 36 siswa, 26 orang

atau sebesar 72,22 % yang dinyatakan tidak tuntas dan

hanya mencapai 27,88 %. Siklus I, dengan menerapkan

pengajaran pembelajaran kooperatif (Cooperative

Learning) STAD diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar

siswa adalah 62,00 dan ketuntasan belajar mencapai 72%

atau ada 20 siswa dari 36 siswa sudah tuntas belajar.

Siklus II, adalah 76,41 dan ketuntasan belajar mencapai

91,00% atau ada 30 siswa dari 36 siswa sudah tuntas

belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada siklus II ini

ketuntasan belajar secara klasikal telah tercapai.

Peningkatan hasil belajar siswa ini karena siswa sudah

mulai akrab dengan pengajaran berbasis cooperatif,

disamping itu ada perasaan senang pada diri siswa dengan

adanya cara belajar yang baru karena itu adalah

pengamalan pertama bagi siswa.

Kata Kunci : Kooperatif (Cooperative Learning) STAD,

Hasil belajar

PENDAHULUAN

Untuk dapat mencapai tujuan pendidikan yang benar maka harus

dibuat suatu arah yang dibuat oleh pemerintah sebagai pengatur dan

Page 57: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

50

paling bertanggung jawab dalam pendidikan nasional yaitu Undang-

Undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional yang

selanjutnya dijabarkan dalam metode-metode pengajaran, salah satunya

adalah dengan model Cooperative Learning (STAD) dengan model

praktikum.

Untuk mengatasi hal tersebut maka upaya guru agar siswa dalam

menerima pelajaran menjadi efektif dapat menggunakan model

Cooperative Learning (STAD) dengan model praktikum. Metode ini

sangat menunjang dalam proses belajar mengajar, karena siswa dapat

lebih berkonsentrasi dan berinteraksi kepada orang lain dan guru selama

proses belajar mengajar berlangsung sehingga motivasi dan konsentrasi

belajarnya lebih terfokus dan terarah. Dalam penggunaannya, model

Cooperative Learning (STAD) dengan model praktikum dapat memacu

rasa keingintahuan siswa untuk mencari jawaban dan merangsang

motivasi siswa untuk mencapai hasil belajar yang optimal. Hal ini selain

untuk melihat keefektifan model Cooperative Learning (STAD) dengan

model praktikum ktik, juga untuk mengetahui pengaruh keaktifan dan

kreatifitas siswa dalam proses belajar mengajar.

Pada prinsipnya proses pembelajaran di SMPN 2 Long Mesangat

telah berlangsung dengan penerapan metode dan strategi pengajaran

yang bervariatif, namun pencapaian prestasi belajar siswa belum

optimal. Kontribusi para guru dalam proses pembelajaran juga telah

cukup besar walaupun masih banyak kendala yang dihadapi. Hal

tersebut bukan berarti tidak ada upaya perbaikan tatapi faktor-faktor

diluar kegiatan belajar masih mempengaruhi hasil belajar.

Penulisan penelitian ini dilatar belakangi oleh rendahnya hasil belajar

siswa pada mata pelajaran IPA khususnya penyerapan materi Besaran

dan satuan. Dimana materi besaran dan satuan dianggap sulit oleh

sebagian besar siswa. Terbukti pada pembelajaran IPA pada materi

Besaran dan Satuan di kelas VII dari 36 siswa, 26 orang atau sebesar

72,22 % yang dinyatakan tidak tuntas dan hanya mencapai 27,88 %

Karena keterbatasan waktu, maka diperlukan pembatasan

masalah yang Karena keterbatasan waktu, maka diperlukan pembatasan

masalah yang meliputi: Penelitian ini hanya dikenakan pada siswa kelas

VII semester I SMP Negeri 2 Long Mesangat tahun pelajaran

2014/2015, Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus tahun

pelajaran 2014/2015, Materi yang disampaikan adalah pokok bahasan

besaran dan satuan.

Page 58: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

51

Melalui penelitian ini akan diperoleh informasi mengenai upaya

peningkatan hasil belajar siswa melalui penerapan model Cooperative

Learning dengan model praktikum. Oleh karena itu penelitian ini

diharapkan berguna untuk : Dapat menambah wawasan bagi guru

mengenai masalah dalam penerapan model Cooperative Learning

(STAD) dengan model praktikum di SMPN 2 Long Mesangat. Dapat

menjadikan bahan masukan kepada pendidik dalam peningkatan hasil

belajar siswa kearah yang lebih baik. Memberikan bahan masukan bagi

peserta didik agar mereka mampu meningkatkan hasil belajarnya yang

lebih baik lagi.

KAJIAN TEORI

Pengertian Belajar

Belajar adalah suatu perubahan kapasitas kinerja individu

sebagai hasil pengalaman, perubahan potensi perilaku, dan

pengembangan pengetahuan serta ketrampilan atau sikap yang baru

sebagai hasil interaksi individu dengan informasi dan lingkungannya.

Gagne mengemukakan bahwa belajar adalah perubahan kemampuan

atau disposisi (kecenderungan) seseorang yang dapat bertahan selama

periode waktu tertentu.

Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu pembelajaran

yang dikembangkan dari teori kontruktivisme karena mengembangkan

struktur kognitif untuk membangun pengetahuan sendiri melalui berpikir

rasional. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Sistem pembelajaran

gotong royong atau Cooperative Learning merupakan system pengajaran

yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama

dengan sesame siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur. Pembelajaran

kooperatif dikenal dengan pembelajaran secara berkelompok. Tetapi

belajar kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok atau kerja

kelompok karena dalam belajar kooperatif ada struktur dorongan atau

tugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya

interaksi secara terbuka dan hubungan yang bersifat interdepedensi

efektif diantara anggota kelompok. Hubungan kerja seperti itu

memungkinkan timbulnya persepsi yang positif tentang apa yang dapat

dilakukan siswa untuk mencapai keberhasilan belajar berdasarkan

kemampuan dirinya secara individu dan andil dari anggota kelompok

Page 59: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

52

lain selama belajar bersama dalam kelompok. Untuk mencapai hasil

yang maksimal,

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai

berikut: Dengan menerapkan model Cooperative Learning (STAD)

dengan praktikum dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas VII

di SMPN 2 Long Mesanga

METODOLOGI PENELITIAN

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII pada SMPN 2

Long Mesangat yang berjumlah 36 orang siswa. Sedangkan objek dari

pengembangan inovasi pembelajaran ini adalah penerapan metode

Cooperative Learning (STAD) dan metode praktikum dengan fokus

peningkatan hasil belajar IPA. Penelitian ini dilakukan di Sekolah

Menengah Pertama SMPN 2 Long Mesangat pada siswa kelas VII

dengan alasan peneliti mengajar di tempat tersebut, sehingga akan

berusaha memperbaiki pembelajaran di kelas. Adapun waktu

penelitiannya selama 6 bulan mulai bulan Januari dan berakhir pada

bulan Juni 2016

Pengumpulan data malalui lembar observasi diisi oleh guru dan

rekan sejawat yang telah memiliki pengetahuan dan pengalaman tentang

metode pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) dan melakukan

secara langsung dalam menjawab pertanyaan yang tersedia pada lembar

observasi. Catatan lapangan dibuat sebagai refleksi untuk menerangkan

hal-hal yang terjadi dan sebagai bahan acuan untuk perbaikan pada

tindakan berikutnya.

Evaluasi pembelajaran dilaksanakan menggunakan LKS yang

terdiri dari soal-soal faktual. Hasil pembelajaran yang dikumpulkan

dengan menggunakan LKS tersebut diperoleh dari hasil diskusi siswa

dan jawaban-jawaban siswa dalam menyelesaikan persoalan faktual.

Angket yang diberikan terdiri dari 15 pernyataan. Data hasil rekaman

pembelajaran disajikan dalam bentuk photo. Data tersebut selengkapnya

dapat dilihat pada penyajian photo lampiran

Dalam setiap siklus dirancang dengan menerapkan pendekatan

kontekstual sebagai salah satu pendekatan yang sesuai untuk mencapai

tujuan pembelajaran IPA. Keberhasilan penelitian ini dilihat dari proses

dan hasil belajar siswa Selama kegiatan penelitian berlangsung, penulis

Page 60: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

53

berkolaborasi dengan teman sejawat sebagai observer. Untuk lebih lanjut

pola tindakan dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 1. PTK Kemmis dan Taggart

Pengembangan inovasi pembelajaran di kelas VII SMPN 2 Long

Mesangat ini akan dilaksanakan melalui prosedur sebagai berikut:

Perencanaan Tindakan Penelitian untuk meningkatkan hasil belajar IPA

melalui penerapan metode Cooperative Learning di kelas VII pada

SMPN 2 Long Mesangat akan dilakukan selama 3 bulan dengan 3 kali

tindakan. Kegiatan penelitian ini dilakukan dengan alur : refleksi awal,

perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan, refleksi dan

perencanaan ulang, sesuai dengan model PTK yang dikemukakan oleh

Kemmis. Pada tahap perencanaan pengembang melakukan kegiatan

sebagai berikut: Membuat skenario pembelajaran/RPP, Mempersiapkan

sarana yang mendukung terlaksananya kegiatan pengembangan inovasi

pembelajaran, Mempersiapkan instrumen pengembangan untuk proses

Page 61: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

54

kegiatan dan instrumen untuk mengukur kemampuan siswa yang berupa

tes hasil pembelajaran.

Setiap akhir pembelajaran siswa diberikan lembar soal yang

berisi tentang hal-hal yang telah dipelajari guna melatih kemampuan

kognitif, afektif dan psikomotorik, untuk menyelesaikannya dapat

dilakukan secara individu atau kelompok kecil. Untuk memperoleh data

yang real diberikan angket yakni daftar pernyataan yang disusun untuk

mengumpulkan informasi tertentu dan diisi oleh responden atau sumber

informasi yang diinginkan. Catatan lapangan yang dimaksud untuk

mencata segala aktivitas guru dan siswa dimulai dari guru masuk kelas

sampai pada akhir pembelajaran. Hal ini digunakan untuk mengetahui

respon siswa terhadap pembelajaran.

Peristiwa yang terjadi pada proses kegiatan pembelajaran

berlangsung digunakan untuk merevisi tindakan selanjutnya. Di samping

itu untuk mencatat data kualitatif, kasus istimewa atau untuk melukiskan

suatu proses, seperti pembelajaran kooperatif, sehingga dapat diketahui

komentar siswa tentang penggunaan cara belajar yang dialaminya. Untuk

mengetahui respon siswa, guru dan kepala sekolah, pada penelitian ini

diperlukan wawancara, terutama siswa sebagai subjek penelitian.

Analisis Data

Data yang diperoleh dari setiap instrument akan dikumpulkan

kemudian dianalisis. Kegiatan analisis data ini berupa display data dan

klasifikasi data, kemudian melakukan refleksi yang disertai perbaikan

tindakan. Langkah-langkah tersebut dijadikan pedoman pengolahan dan

analisis data. Kemudian dalam pelaksanaannya akan dikembangkan

sesuai dengan perkembangan keadaan data yang diperoleh.

Terhadap seluruh data yang telah diperoleh akan direfleksikan

dan dievaluasi untuk merancang tindakan perbaikan pada siklus

berikutnya. Refleksi dan evaluasi berkenaan dengan respon siswa,

kesulitan dan kontribusi dalam menciptakan strategi penyelesaian soal

pada pokok bahasan kemagnetan melalui metode pembelajaran

kooperatif (Cooperative Learning) STAD

Prosedur Penelitian

Secara teoritik pengembangan dan penerapan pembelajaran

kooperatif sesuai dengan disain penelitian dan menggunakan model

penelitian tindakan kelas menurut FX. Soedarsono. Tahap awal peneliti

Page 62: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

55

melakukan penjajagan assesment untuk menentukan masalah yang

sesungguhnya yang dirasakan terhadap apa yang telah dilaksanakan

selama ini. Pada tahap ini peneliti dapat menimbang dan

mengidentifikasi masalah-masalah dalam proses pembelajaran

(memfokuskan masalah) kemudian melakukan analisis dan merumuskan

masalah yang layak untuk penelitian tindakan.

Siklus I

Rancangan; Berdasarkan hasil observasi pelaksanaan

pembelajaran IPA oleh guru kelas, kemudian ditemukan permasalahan

yang muncul selama pembelajaran tersebut berlangsung. Temuan ini

dikonsultasikan kepada teman sejawat. Berdasarkan hasil diskusi

tersebut dirancang dan dilaksanakan tindakan perbaikan berupa

pelaksanaan pembelajaran IPA dengan pokok bahasan besaran pokok.

Pelaksanaan; Pelaksanaan dilakukan dengan rencana

pembelajaran dengan memanfaatkan kesiapan peneliti dalam memahami

tujuan pembelajaran. Pada pelaksanaan siklus pertama peneliti akan

melakukan kegiatan dalam proses pembelajaran dengan memberikan

gambaran umum tindakan yang akan dilakukan oleh peneliti tanpa

mengabaikan pemahaman peneliti tentang pendekatan pembelajaran

pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning). Peneliti akan

mengembangkan kemampuan mengajarnya melalui metode yang

bervariasi, yang memungkinkan siswa terlibat secara aktif dalam

membangun pengetahuannya sendiri. Sebagai dampak pengiring dalam

pelaksanaan pembelajaran ini, siswa diharapkan memiliki rasa percaya

diri terhadap penyelesaian tugas mandiri dan kelompok.

Pengamatan; Selama pelaksanaan tindakan, peneliti akan

mengamati setiap perubahan kemampuan kognitif, afektif dan

psikomotorik siswa. Dari pengamatan tersebut diharapkan peneliti

memperoleh informasi mengenai adanya kesesuaian antara pembelajaran

dengan pelaksanaannya, mengukur kemampuan siswa dalam bentuk

hasil belajar berupa tugas mandiri dan lembar kerja siswa (LKS).

Refleksi; Refleksi akan dilakukan oleh peneliti dan guru berdasarkan

temuan-temuan yang didapat dari hasil monitoring.

Siklus II

Rancangan; Berdasarkan hasil evaluasi dan refleksi pada siklus I,

kemudian permasalahan yang muncul selama pembelajaran pada siklus I

tersebut berlangsung. Temuan ini dikonsultasikan kepada teman sejawat.

Page 63: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

56

Berdasarkan hasil diskusi tersebut dirancang dan dilaksanakan tindakan

perbaikan berupa pelaksanaan pembelajaran IPA dengan pokok bahasan

kemagnetan. Pelaksanaan; Pelaksanaan dilakukan dengan rencana

pembelajaran dengan upaya perbaikan dari hasil siklus I. Pada

pelaksanaan siklus II peneliti akan melakukan kegiatan dalam proses

pembelajaran dengan memberikan gambaran umum tindakan yang akan

dilakukan oleh peneliti tanpa mengabaikan pemahaman peneliti tentang

pendekatan pembelajaran pembelajaran kooperatif (Cooperative

Learning). Peneliti akan mengembangkan kemampuan mengajarnya

melalui metode yang bervariasi, yang memungkinkan siswa terlibat

secara aktif dalam membangun pengetahuannya sendiri

Pengamatan; Selama pelaksanaan tindakan, peneliti akan

mengamati setiap perubahan yang lebih baik dibandingkan dengan siklus

I. Dari pengamatan tersebut diharapkan peneliti memperoleh informasi

mengenai adanya upaya perbaikan serta mengukur kemampuan siswa

dalam bentuk hasil belajar berupa tugas mandiri dan lembar kerja siswa

(LKS). Refleksi; Refleksi akan dilakukan oleh peneliti dan guru

berdasarkan temuan-temuan c yang didapat dari hasil monitoring dan

wawancara. Peneliti akan menyampaikan permasalahan yang

dihadapinya selama proses kegiatan pembelajaran berlangsung. Data

dibahas bersama pengamat untuk mendapat kesamaan pandangan

terhadap tindakan pada siklus kedua. Hasil diskusi dijadikan bahan

untuk menarik kesimpulan.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Siklus I

Melihat hasil pengamatan pada siklus I, Antusias siswa dalam

mengikuti kegiatan, keaktifan siswa dalam kegiatan percobaan,

kemampuan siswa dalam menghimpun hasil/data, kelancaran dalam

menyusun laporan, Kelancaran mengemukakan ide/pendapat, ketelitian

menghimpun hasil diskusi, keaktifan bertanya, keaktifan mencari

sumber belajar, mendapat nilai kurang dengan rentang nilai > 60, ini

menunjukkan siswa masih kesulitan dan belum siap karena baru

mengenal model pembelajaran jigsaw . Disisi lain siswa merasa senang

dan terdorong untuk lebih kreatif walaupun terdapat 40% yang masih

kesulitan memahami materi dan 50% kurang berani berpendapat.

Dengan demikian pada siklus II perlu adanya motivasi yang dapat

Page 64: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

57

mendorong siswa lebih berkompetensi menyediakan buku sumber

belajar yang memadai. Berdasarkan siklus I didapat nilai prestasi siswa

dengan rerata 7.5 berarti ada kenaikan 40% dari sebelum tindakan, hal

ini mendorong melanjutkan pada siklus II. Pada akhir proses belajar

mengajar siswa diberi tes formatif I. Data hasil penelitian pada siklus I

adalah sebagai berikut:

Tabel 1 Nilai Siswa pada Siklus I

KOMPONEN NILAI SISWA

Rata-rata 62,00

Ketuntasan 20 murid

Prosentase 72%

KKM 70

Target Ketuntasan 75%

Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa dengan menerapkan

pengajaran pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) STAD

diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 62,00 dan

ketuntasan belajar mencapai 72% atau ada 20 siswa dari 36 siswa sudah

tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama

secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang

memperoleh nilai ≥ 70 sebesar 72% lebih kecil dari persentase

ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 75%. Hal ini disebabkan

karena siswa masih canggung dengan diterapkannya cooperatif STAD.

Siklus II

Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif II.

Instrument yang digunakan adalah tes formatif II. Adapun data hasil

penelitian pada siklus II adalah sebagai berikut.

Tabel 2. Nilai Siswa pada Siklus II

KOMPONEN NILAI SISWA

Rata-rata 76,41

Ketuntasan 30 murid

Prosentase 91%

KKM 70

Target Ketuntasan 75%

Page 65: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

58

Dari tabel di atas diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa

adalah 76,41 dan ketuntasan belajar mencapai 91,00% atau ada 30 siswa

dari 36 siswa sudah tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada

siklus II ini ketuntasan belajar secara klasikal telah tercapai. Peningkatan

hasil belajar siswa ini karena siswa sudah mulai akrab dengan

pengajaran berbasis cooperatif, disamping itu ada perasaan senang pada

diri siswa dengan adanya cara belajar yang baru karena itu adalah

pengamalan pertama bagi siswa.

PEMBAHASAN

Siklus I

Berdasarkan analisis data pada siklus I, antusias siswa dalam

mengikuti pembelajaran cukup. Hal ini disebabkan baru pertama kali

siswa mengenal metode tersebut. Sementara ini kelancaran

mengemukakan ide terlihat sangat kurang, kreativitas siswa masih

kurang. Hal ini terlihat pada saat diskusi kelas kurang berjalan dengan

baik. Hal ini sesuai dengan teori-teori yang mendukung penerapan

metode Cooperative Learning antara lain, Gagne mengemukakan bahwa

belajar adalah perubahan kemampuan atau disposisi(kecenderungan)

seseorang yang dapat bertahan selama periode waktu tertentu.1 Menurut

pendapat Kenneth D.Moore, belajar adalah suatu perubahan kapasitas

kinerja individu sebagai hasil pengalaman.

Di sisi lain kelancaran mengemukakan ide, keaktifan siswa

dalam diskusi, kemampuan dalam menghimpun hasil diskusi, keaktifan

siswa dalam mencari sumber belajar lebih meningkat bila dibandingkan

pada siklus I. Hal ini terlihat masing-masing kelompok disibukkan

mempelajari modul-modul yang sudah disiapkan oleh guru-guru

sehingga siswa ingin berlama-lama belajar. Berdasarkan analisis hasil

observasi pada siklus I, terlihat siswa termotivasi untuk belajar dan

merasa senang belajar. Namun disini masih merasa kesulitan dalam

memahami materi terlihat adanya hanya 60%,begitu juga dengan

mengemukakan ide hanya mencapai 60%. Pada siklus I siswa terlibat

lebih kreatif mencapai 90%, yang mengalami kesulitan mencapai 30%.

Pada siklus II rata-rata siswa terlihat sangat senang dan yang mengalami

kesulitanpun tidak ada sehingga pembelajaran ini betul-betul dapat

Page 66: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

59

meningkatkan minat dan kreatifitas belajar siswa. Hal ini terlihat pada

menurunnya presentasi kesulitan yang dihadapi siswa.

Siklus II

Pencapaian kenaikan hasil belajar pada siklus I yaitu 75

dibanding sebelum siklus yaitu 30 yang berarti kenaikan 45%.

Begitupula pada siklus II ada kenaikan angka yaitu 88 yang berarti naik

13% dibandingkan siklus I. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan

metode Cooperative Learning dapat meningkatkan pemahaman siswa

pada konsep-konsep yang dipelajari. Hal tersebut selaras dengan

pendapat Curzon6 yang berpendapat bahwa belajar adalah

perubahan(modifikasi) perilaku yang ditampakkan oleh seseorang

melalui aktivitas dan pengalamannya, sehingga pengetahuan,

keterampilan dan sikapnya termasuk cara penyesuaian terhadap

lingkungannya berubah.

Pendapat lain yang dinyatakan oleh Slavin bahwa pembelajaran

kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana sistem belajar dan

bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah antara 4 – 6

orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih

bergairah dalam belajar. Strategi adalah pola perilaku yang dilakukan

guru dalam pembelajaran yang diterapkan dalam proses kegiatan belajar

dengan multi metode dan media belajar. Berdasarkan uraian di atas dapat

dinyatakan bahwa penerapan metode Cooperative Learning dapat

meningkatkan pemahaman siswa pada konsep-konsep yang dipelajari,

khususnya materi kemagnetan.

KESIMPULAN

Penerapan metode pembelajaran Cooperative Learning (STAD )

model praktikum pada pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam menjadikan

siswa lebih kreatif dan aktif dalam pembelajaran. Ketrampilan

menyampaikan pendapat kepada orang lain baik lisan maupun tertulis

perlu ada latihan. Penerapan metode pembelajaran Cooperative

Learning(STAD ) model praktikum pada pelajaran Ilmu Pengetahuan

Alam meningkatkan hasil prestasi belajar siswa

SARAN

Inovasi pembelajaran yang memacu pembelajaran berbasis siswa

perlu dikembangkan guna meningkatkan kegiatan-kegiatan belajar

Page 67: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

60

mengajar. Untuk mengembangkan sikap dan ketrampilan dalam

bertanya, menjawab, menyampaikan pendapat, kesan dan tulisan,

memerlukan banyak latihan. Guru perlu melakukan pendekatan untuk

memberikan motivasi sehingga terbentuk rasa percaya diri.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2001). Prosedur Penelitian Suatu pendekatan Praktek.

Jakarta: Rineka Cipta.

Bueche, F. (1988). Principles of Physics. New York: McGraw-Hill.

Bulus. (2011). The Effect Of Using Alternative Assessment Activities On

Students' In Science And Technology Course. Educational

Sciences Journal , 997-1004 Vol II Nomor 2.

David R. K.(2002), A Revision of Bloom’s Taxonomy, An Overview

(Ohio: Theory Into Practice, vol 41 number 4 )

Depdiknas. (2008). Buku BSE IPA SMP 8. Jakarta: PT Setia Purna Inves.

Depdiknas. (2006). Standar Isi. Jakarta: Depdiknas.

Depdiknas. (2004). Standar Kompetensi Mata pelajaran Fisika, SMP

dan SMA. Jakarta: Depdiknas.

Depdiknas. (2006). Standar Penilaian. Jakarta: Depdiknas.

Depdiknas. (2007). Standar Proses Untuk Satuan Pendidikan dasar dan

Menengah. Jakarta: Depdiknas.

Dita (2013) Internalisasi Pendidikan Karakter Melalui Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Pada Materi Pokok

Larutan Penyangga Unesa Journal of Chemistry Education

ISSN: 2252-9454 Vol. 2, No. 2, PP 39-45 May 2013

Djamarah,S (1996). Psikologi Belajar. Jakarta Rineka Cipta

Fauzi, A. (2008). Pengembangan Perangkat Pembelajaran Fisika Model

Kooperatif Tipe STAD di SMA Tesis. Surabaya: Universitas

Negeri Surabaya.

Gurinda. (2013) Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif STAD

Untuk Meningkatkan Kualitas Belajar Produktif Otomotif

Siswa Kelas X TKR SMK Negeri 3 Palu. Engineering

Education Journals UNIMA ISSN 2337-5892 Volume 1, No

2, 2013

Halliday, D. (1999). Fisika. Jakarta: Erlangga.

Ibrahim, M. (2000). Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Unesa

University Press

Page 68: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

61

PENINGKATAN PENGUASAAN KOSAKATA MELALUI

MEDIA GAMBAR PADA PEMBELAJARAN SPEAKING

SISWA KELAS VII

Erni Herlyani

Guru SMP Negeri 5 Sangatta Utara

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan penguasaan

kosakata siswa pada pembelajaran speaking melalui media

gambar di kelas VII A SMP Negeri 5 Sangatta

Utara.Manfaat dari penelitian ini adalah meningkatkan

penguasaan kosakata siswa secara signifikan terutama

melalui latihan-latihan soal dengan media gambar serta

menumbuhkan kepercayaan diri peserta didik pada

pembelajaran speaking, karena ada kesan belajar bahasa

Inggris menyenangkan. Sedangkan hasil yang diperoleh

dalam penelitian ini adalah nilai hasil belajar selama

penelitian yang diperoleh selama dua siklus mengalami

peningkatan yang signifikan yaitu pada siklus I rata rata

nilai siswa yaitu 68.64 dan pada siklus 2 meningkat lagi

menjadi 73,83. Pada akhir pembelajaran siklus 2, dari 31

siswa hanya 3siswa yang tidak tuntas belajar. Media

gambar mampu meningkatkan penguasaan kosakata dalam

pembelajaran speaking pada siswa kelas VII A SMP N 5

Sangatta Utara.

Kata Kunci : penguasaan kosa kata, media gambar

PENDAHULUAN

Bahasa Inggris tidak dapat dipungkiri adalah bahasa utama

komunikasi antarbangsa dan sangat diperlukan untuk berpartisipasi

dalam pergaulan dunia. Makin datarnya dunia dengan perkembangan

teknologi informasi dan komunikasi menyebabkan pergaulan tidak dapat

lagi dibatasi oleh batas-batas negara. Kurikulum 2013 menyadari peran

penting bahasa Inggris tersebut dalam menyampaikan gagasan melebihi

batas negara Indonesia serta untuk menyerap gagasan dari luar yang

Page 69: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

62

dapat dipergunakan untuk kemaslahatan bangsa dan negara sebagai

akibat datarnya dunia.

Sebagia guru mata pelajaran bahasa Inggris, peneliti menemukan

masalah berupa kesulitan siswa siswi di lingkup SMP N 5 Sangatta

Utara kelas VII dalam berkomunikasi dengan bahasa Inggris baik dalam

maupun diluar proses belajar mengajar khususnya saat pembelajaran

speaking. Setiap stimulus yang diberikan guru berupa pertanyaan yang

harus dijawab atau penugasan untuk melakukan dialog tidak

mendapatkan timbal balik yang diharapkan. Dari pengamatan peneliti,

siswa tampak tidak punya keberanian untuk mengungkapkan pikirannya

dalam bahasa Inggris, karena rendahnya penguasaan kosakata sehingga

mereka selalu ragu untuk berbicara dalam bahasa Inggris.

Penguasaan kosa kata merupakan hal yang paling mendasar yang

harus dikuasai seseorang dalam pembelajaran bahasa Inggris yang

merupakan bahasa asing bagi seluruh siswa dan masyarakat Indonesia.

Bagaimana seseorang dapat mengungkapkan suatu bahasa apabila ia

tidak memahami kosakata dari bahasa tersebut. Menurut Graves (1986)

kosakata ideal yang harus dimiliki oleh pembelajar pemula adalah antara

2500 sampai 5.000 kata untuk menunjang pembelajaran bahasa. Namun

hal ini kurang dimiliki oleh para pembelajar bahasa Inggris di negara

kita, apalagi bahasa Inggris adalah sebagai bahasa asing sehingga

penggunaan bahasa tersebut hanya pada beberapa hal dan tempat.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti melakukan refleksi tentang

apa yang terjadi dan mengapa hal tersebut terjadi. Dari hasil diskusi

dengan teman sejawan untuk mengidentifikasi kekurangan dari

pembelajaran yang telah peneliti laksanakan terungkap beberapa

masalah yaitu guru kurang maksimal menggunakan media pemelajaran

untuk meningkaptkan penguasaan kosakata siswa. Salah satu cara yang

peneliti gunakan untuk membantu meningkatkan penguasaan siswa

terhadap kosakata sehingga siswa aktif dalam pembelajaran speaking

adalah dengan menggunakan media gambar.

Rumusan masalah dari penelitian ini adalah apakah media

gambar dalam pembelajaran Speaking dapat meningkatkan penguasaan

kosakata siswa kelas VII semester I SMP N 5 Sangatta Utara?,

bagaimanakah pelaksanaan pembelajaran untuk peningkatan penguasaan

kosakata melalui media gambar dalam pembelajaran Speaking siswa

Kelas VII semester I SMP N 5 Sangatta Utara?, dan bagaimanakah

pelaksanaan evaluasi pembelajaran untuk peningkatan penguasaan

Page 70: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

63

kosakata melalui media gambar dalam pembelajaran Speaking siswa

Kelas VII semesternI SMP N 5 Sangatta Utara?. Berdasarkan

permasalah tersebut, maka tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian

ini adalah Meningkatan penguasaan kosakata melalui media gambar

dalam pembelajaran Speaking siswa Kelas VII SMP N 5 Sangatta

Utara. Mendeskripsikan kegiatan pembelajaran untuk peningkatan

penguasaan kosakata melalui media gambar dalam pembelajaran

Speaking siswa Kelas VII SMP N 5 Sangatta Utara. Mendeskripkan

evaluasi pembelajaran untuk peningkatan penguasaan kosakata melalui

media gambar dalam pembelajaran Speaking siswa Kelas VII SMP N 5

Sangatta Utara.

KAJIAN TEORI

Hakikat Kosakata

Kosakata (Inggris: vocabulary) adalah himpunan kata yang

diketahui oleh seseorang atau entitas lain, atau merupakan bagian dari

suatubahasa tertentu. Kosakata seseorang didefinisikan sebagai

himpunan semua kata-kata yang dimengerti oleh orang tersebut atau

semua kata-kata yang kemungkinan akan digunakan oleh orang tersebut

untuk menyusun kalimat baru. Kekayaan kosakata seseorang secara

umum dianggap merupakan gambaran dari intelejensia atau tingkat

pendidikannya (Wikipedia.com).

Kosakata juga bermakna perbendaharaan kata (Tim Penyusun

Kamus Pusat Bahasa 1995:527) Kosakata adalah semua kata yang

terdapat dalam suatu bahasa, kekayaan kata yang dimiliki oleh seorang

pembicara atau penulis, kata yang dipakai dalam suatu bidang ilmu

pengetahuan. Daftar kata yang disusun seperti kamus disertai penjelasan

secara singkat dan praktis. Menurut Kridalaksana (1993), kosakata

adalah komponen bahasa yang memberikan informasi tentang arti dan

kata-kata yang digunakan dalam bahasa sedangkan dalam Webster‟s

Ninth College Dictionary, kosakata dirumuskan seperti berikut: a.

Sebuah daftar atau kumpulan kata dan frasa yang biasanya tersusun

secara baik dan dijelaskan atau diberi definisi. b. Jumlah atau persediaan

kata-kata yang dimiliki oleh suatu bahasa dalam suatu bidang

pengetahuan. c. Sebuah daftar atau kumpulan dari istilah atau kode yang

tersedia untuk digunakan.

Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa kosakata adalah

komponen suatu bahasa dan jumlah kata yang dimiliki oleh seseorang,

Page 71: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

64

profesi dan sebagainya, dalam suatu komunikasi dan segala aspek dari

kehidupan seperti perdagangan, pendidikan, bisnis, sosial, politik, dan

sebagainya.

Proses Pembelajaran

Brown (2000) menegaskan bahwa pengertian mengajar tidak

dapat dipisahkan dari belajar. Mengajar adalah mengarahkan dan

menfasilitasi proses belajar; membantu pembelajar untuk belajar, serta

menciptakan kondisi untuk belajar. Pemahaman kita mengenai cara

belajar seseorang akan menentukan sisi pandang kita terhadap

pendidikan, gaya mengajar, pendekatan, metode, dan teknik pengajaran

kita di kelas. Jika kita menganggap belajar adalah proses pengkondisian

melalui sejumlah program penguatan, maka gaya kita mengajar akan

selalu menitikberatkan proses penguatan yang berulang-ulang. Jika kita

menganggap belajar bahasa adalah proses deduktif maka cara kita

mengajar akan diawali dengan menghadirkan rumus-rumus dan aturan-

aturan penyusunan kalimat kepada para siswa kita bukannya memberi

kesempatan kepada siswa untuk menggali dan menemukan aturan-aturan

tersebut secara induktif.

Konsep berbicara

Tarigan (1999:11) menyatakan bahwa berbicara merupakan suatu

tindakan untuk menyampaikan pesan melalui lisan. Menurut Arsyad dan

Mukti (1991:27) berbicara adalah untuk mengucapkan bunyi artikulasi

atau mengucapkan kata-kata untuk mengekspresikan pikiran, gagasan

dan perasaan. Hal ini sejalan dengan New Webster Dictionary

(1994:932), “speaking is an act to express idea, feelings and thought

orally”. Artinya apabila seseorang tidak memiliki kemampuan berbicara

maka pendapat, perasaan dan pikirannya tidak akan pernah diterima atau

dimengerti orang lain, sehingga mereka akan mudah terisolasi dari

pergaulan. Nunan ( 1991: 932) said, “To most people, mastering the art

of speaking is the single most important aspect of learning a second or

foreign language, and success is measured in term of the ability sto

carry out a conversation in the language”.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa

kemampuna penguasaan bahasa Inggris seseorang dapat dilihat dari

kemampuan berkomunikasi, melakukan percakapan dengan

menggunakan media bahasa. Dalam konteks tersebut, sungguh

Page 72: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

65

menggambarkan betapa pentingnya peningkatan speaking skill baik di

lingkungan pembelajaran di kelas maupun di lingkungan masyarakat.

Salah satu teknik yang efektif dalam meningkatkan keterampilan

berbicara bahasa Inggris adalah dengan menggunakan gambar,

Dobson(1997:25)

Media Gambar

Media berasal dari kata “Medium” (Media = Jamak, Medium =

tunggal) secara harfiah berarti perantara, penyampean/penyalur. Media

yang dimaksud dalam dunia pendidikan adalah media yang bentuk

maupun fungsinya sudah dirancang sehingga bisa digunakan untuk

memperlancar kegiatan proses belajar dari pihak sasaran. Media ini

dalam proses kegiatan pengajaran (Yusuf, 1990:72). Menurut Arsyad

(2002:105) gambar merupakan salah satu jenis bahasa memungkinkan

terjadinya komunikasi. Gambar merupakan bahasa yang diekspresikan

melalui tanda dan simbol. Gambar yang telah diatur melalui seleksi

merupakan bahasa “visual”.

Bahasa visual ini harus memperhatikan tatanan bagian-bagian

yang akan ditampilkan. Tatanan bagian-bagian itu harus dapat

menampilkan gambar yang dapat dimengerti, dapat dibaca dan dapat

menarik perhatian. Sehingga gambar dapat menyampaikan pesan yang

diinginkan. Menurut pendapat Edmundo (1988:28) bahwa media gambar

yang diberikan oleh siswa dalam mempelajari bahasa asing dapat

memberikan kesempatan untuk berlatih menggunakan bahasa dalam

konteks yang nyata atau di dalam situasi yang mana mereka bisa

menggunakannya untuk mengkomunikasikan idenya.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan peneliti adalah Penelitian

Tindakan Kelas (PTK) dalam dua siklus dan dilaksanakan di tempat

peneliti melaksanakn tugas mengajar , yaitu SMP N 5 Sangatta Utara.

Kegiatan penelitian ini berlangsung dari bulan September hingga

Desember 2016. Adapun subjek penelitian adalah siswa kelas VII A

tahun ajaran 2016-2017 Semester ganjil yang berjumlah 31 orang.

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan prosedur rancangan

penelitian tindakan kelas (classroom action research). Penelitian

direncanakan dalam beberapa siklus (daur) dan kegiatan penelitian akan

Page 73: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

66

dihentikan ketika hasil penelitian telah menunjukkan kejenuhan. Secara

lebih jelas, kegiatan penelitian ditunjukkan dalam bagan berikut ini

Gambar 1. Konsep PTK dalam Penelitian

Prosedur Tindakan Kelas

Prosedur tindakan dilakukan sebagai berikut;pertama, menyusun

rencana pelaksanaan pembelajaran. Penyusunan rencana pelaksanaan

pembelajaran (RPP) yang dilengkapi dengan instrument dan media

pembelajaran berupa gambar. Kedua, melaksanakan kegiatan

Page 74: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

67

pembelajaran. Pelaksanaan pembelajaran dijalankan sesuai RPP yang

telah dibuat. Ketiga, melaksanakan pengamatan. Mengamati dan

direkam dengan menggunakan instrument pencatat. Keempat,

melaksanakan evaluasi pembelajaran. Kegiatan evaluasi terhadap

kemampuan penguasaan kosakata dilakukan pada saat proses

pembelajaran dan setelah kegiatan pembelajaran dalam bentuk tes tulis.

Kegiatan evaluasi terhadap kegiatan pembelajaran dilakukan pada saat

melakukan refleksi. Refleksi yang dimaksud adalah refleksi yang

dilakukan secara bersama-sama dengan siswa maupun refleksi yang

dilakukan oleh peneliti tanpa melibatkan siswa

Data dan Sumber Data Penelitian

Data dalam kegiatan penelitian ini meliputi tiga unsur, yaitu

dokumen rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), pelaksanaan

pembelajaran dan kegiatan evaluasi pembelajaran. Sumber data

penelitian adalah dokumen yang berisi kegiatan guru dan siswa dalam

kegiatan pembelajaran speaking.

Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan jalan melakukan

pengamatan langsung selama pembelajaran, pencatatan dan rekap hasil

latihan siswa, serta hasil ujian tulis siswa yang dilakukan secara periodik

sesuai dengan program semester yang telah dibuat.

Teknik Analisis Data

Untuk mengetahui keefektivan suatu metode dalam kegiatan

pembelajaran perlu diadakan analisa data. Pada penelitian ini

menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode

penelitian yang bersifat menggambarkan kenyataan atau fakta sesuai

dengan data yang diperoleh dengan tujuan untuk mengetahui prestasi

belajar yang dicapai siswa juga untuk memperoleh respon siswa

terhadap kegiata pembelajaran serta aktivitas siswa selama proses

pembelajaran. Untuk mengalisis tingkat keberhasilan atau persentase

keberhasilan siswa setelah proses belajar mengajar setiap putarannya

dilakukan dengan cara memberikan evaluasi berupa soal tes tertulis pada

setiap akhir putaran.

Analisis ini dihitung dengan menggunakan statistik sederhana

yaitu: Untuk menilai ulangan atu tes formatif; Peneliti melakukan

penjumlahan nilai yang diperoleh siswa, yang selanjutnya dibagi dengan

Page 75: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

68

jumlah siswa yang ada di kelas tersebut, sehingga diperoleh rata-rata tes

formatif dapat dirumuskan:

=N

XX

Dengan : X = Nilai rata-rata

Σ X = Jumlah semua nilai siswa

Σ N = Jumlah siswa

Untuk ketuntasan belajar; Ada dua kategori ketuntasan belajar

yaitu secara perorangan dan secara klasikal. Berdasarkan petunjuk

pelaksanaan belajar mengajar, yaitu seorang siswa telah tuntas belajar

bila telah mencapai skor 75% atau nilai 70, dan kelas disebut tuntas

belajar bila di kelas tersebut terdapat 85% yang telah mencapai daya

serap lebih dari sama dengan 75%. Untuk menghitung persentase

ketuntasan belajar digunakan rumus sebagai berikut:

%100...

xSiswa

belajartuntasyangSiswaP

=

Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah format

penilaian RPP (rencana pelaksanaan pembelajaran), panduan

pengamatan kegiatan pembelajaran, panduan evaluasi pembelajaran

berupa ulangan unit atau ulangan blok dan soal latihan yang disertai

dengan gambar

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Hasil Penelitian Per Siklus

Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus I

dilaksanakan pada tanggal 12 September 2016 di Kelas VII SMP N 5

Sangatta Utara dengan jumlah siswa 31 siswa. Dalam hal ini peneliti

bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada

rencana pelajaran yang telah dipersiapkan. Pengamatan (observasi)

dilaksanakan bersamaan dengan pelaksaaan belajar mengajar

Page 76: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

69

Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif I

dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam

proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Maka dari data test awal

(siklus I) diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 68,64 dan

ketuntasan belajar mencapai 71% atau ada 22 siswa dari 31 siswa sudah

tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama

secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang

memperoleh nilai ≥ 70 sebesar 71% lebih kecil dari persentase

ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 75%. Seningga masih

diterdapat 9 siswa yang belum mencapai nilai ketuntasan. Hal ini

disebabkan karena siswa masih canggung dengan penggunaan media

gambar.

Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus II

dilaksanakan pada tanggal 10 Oktober 2016 di Kelas VII A dengan

jumlah siswa 31 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru.

Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran

dengan memperhatikan revisi pada siklus I, sehingga kesalah atau

kekurangan pada siklus I tidak terulanga lagi pada siklus II. Pengamatan

(observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar

mengajar. Dan diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah

73,83 dan ketuntasan belajar mencapai 90,00% atau ada 28 siswa dari 31

siswa sudah tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada siklus II

ini ketuntasan belajar secara klasikal telah tercapai. Peningkatan hasil

belajar siswa ini karena siswa sudah mulai akrab dan merasa senang

dengan pengajaran melaui media gambar.

PEMBAHASAN

Melalui hasil peneilitian ini menunjukkan bahwa pengajaran

bahasa Inggris melalui media gambar memiliki dampak positif dalam

meningkatkan prestasasi belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari semakin

mantapnya penguasaan siswa terhadap kosakata yang telah disampaikan

guru selama ini (ketuntasan belajar meningkat dari sklus I dan II).

Pada siklus I, dengan menerapkan media gambar pada

pembelajaran speaking diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa

adalah 66,64 dan ketuntasan belajar mencapai 71% atau ada 22 siswa

dari 31 siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa

pada siklus pertama secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena

siswa yang memperoleh nilai ≥ 70 sebesar 71% lebih kecil dari

Page 77: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

70

persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 75%. Hal ini

disebabkan karena siswa masih canggung dengan diterapkannya

pengajaran melalui media gambar

Pada siklus II, diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa

adalah 73,83 dan ketuntasan belajar mencapai 90,00% atau ada 28 siswa

dari 31 siswa sudah tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada

siklus II ini ketuntasan belajar secara klasikal telah tercapai. Berdasarkan

analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses pengajaran melalui

media gambar dalam setiap siklus mengalami peningkatan. Hal ini

berdampak positif terhadap proses mengingat kembali materi pelajaran

yang telah diterima selama ini, yaitu dapat ditunjukkan dengan

meningkatnya nilai rata-rata siswa pada setiap siklus yang terus

mengalami peningkatan.

Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses

pembelajaran speaking melaui media gambar yang paling dominan

adalah bekerja dengan menggunakan alat/media, mendengarkan/

memperhatikan penjelasan guru, dan diskusi antar siswa/antara siswa

dengan guru. Jadi dapat dikatakan bahwa aktivitas isiswa dapat

dikategorikan aktif. Sedangkan untuk aktivitas guru selama

pembelajaran telah melaksanakan langkah-langkah pengajaran melaui

media gambar dengan baik. Hal ini terlihat dari aktivitas guru yang

muncul di antaranya aktivitas membimbing dan mengamati siswa dalam

mengerjakan kegiatan, menjelaskan/melatih menggunakan alat, memberi

umpan balik/evaluasi/tanya jawab dimana prosentase untuk aktivitas di

atas cukup besar.

KESIMPULAN

Dari hasil kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan selama

tiga siklus, dan berdasarkan seluruh pembahasan serta analisis yang telah

dilakukan dapat disimpulkan bahwa, pada siklus I, dengan menerapkan

pengajaran melalui media gambar diperoleh nilai rata-rata prestasi

belajar siswa adalah 66,64 dan ketuntasan belajar mencapai 71% atau

ada 22 siswa dari 31 siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut

menunjukkan bahwa pada siklus pertama secara klasikal siswa belum

tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ≥ 70 sebesar 72%

lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar

75%. Hal ini disebabkan karena siswa masih canggung dengan

Page 78: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

71

diterapkannya pengajaran melalui media gambar. Pada siklus II,

diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 73,83 dan

ketuntasan belajar mencapai 90,00% atau ada 28 siswa dari 31 siswa

sudah tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada siklus II ini

ketuntasan belajar secara klasikal telah tercapai. Pengajaran kosakata

melalui media gambar dalam setiap siklus mengalami peningkatan. Hal

ini berdampak positif terhadap proses mengingat kembali materi

pelajaran yang telah diterima selama ini, yaitu dapat ditunjukkan dengan

meningkatnya nilai rata-rata siswa pada setiap siklus yang terus

mengalami peningkatan.

SARAN

Dari hasil penelitian yang diperoleh dari uraian sebelumnya agar

proses belajar mengajar Bahasa Ingris lebih efektif dan lebih

memberikan hasil yang optimal bagi siswa, teman-teman guru ketika

melaksanakan pengajaran bahasa Inggris melalui media gambar

memerlukan persiapan yang cukup matang, sehingga mampu

menentukan atau memilih topik yang benar-benar bisa diterapkan

dengan media gambar dalam proses belajar mengajar sehingga diperoleh

hasil yang optimal. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa,

guru hendaknya lebih sering melatih siswa dengan berbagai metode

pengajaran yang sesuai, walau dalam taraf yang sederhana, dimana

siswa nantinya dapat menemuan pengetahuan baru, memperoleh konsep

dan keterampilan, sehingga siswa berhasil atau mampu memecahkan

masalah-masalah yang dihadapinya. Perlu adanya penelitian yang lebih

lanjut, karena hasil penelitian ini hanya dilakukan pada siswa kelas VII

semester I SMP N 5 Sangatta Utara tahun pelajaran 2016/2017. Untuk

penelitian yang serupa hendaknya dilakukan perbaikan-perbaikan agar

diperoleh hasil yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Azhar, Arsyad.2002. Media Pengajaran. Jakarta : Raja Grafinda Persada

Haryanto dan Suradi.2007. Super Bahasa Inggris untuk SD kelas V.

Jakarta : Erlangga

Mulyasa,2009. Praktik Penelitian Tindakan Kelas. Bandung : PT

Remaja Rosdakarya

Page 79: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

72

Nunan, David. 1991.Language Teaching Methodology. Great

Britain:Prentice Hall International

Pawit, Yusuf. 1990.Komunikasi Pendidikan dan Komunikasi

Instruksional. Bandung : PT Remaja Rosdakarya

Tarigan, Jago.1999. Pengembangan Keterampilan Berbicar. Jakarta

The Random House. 1961. American Everyday Dictionary. Edited by

Yess Stein.New York

Webster. 1994. The New Grolier Webster Dictionary of English

Languag. America.

Page 80: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

73

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR IPS KELAS VII DI

SMPN 3 MUARA BENGKAL MELALUI PENDEKATAN

LEARNING COMUNITY

Ervina

Guru SMP Negeri 3 Muara Bengkal

Abstrak

Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk meningkatkan

prestasi belajar siswa khususnya di Kelas VII SMPN 3

Muara Bengkal. Dalam implementasi materi, pengajaran

lebih menekankan aspek pengetahuan, berpusat pada guru,

mengarahkan bahan berupa informasi yang tidak

mengembangkan berpikir nilai serta hanya membentuk

budaya menghafal dan bukan berpikir kritis. Dalam

pelaksanaan menilai pembelajaran IPS sangat

menjemukan karena penyajiannya bersifat monoton dan

ekspositoris sehingga siswa kurang antusias dan

mengakibatkan pelajaran kurang menarik padahal minat

merupakan modal utama untuk keberhasilan pembelajaran

IPS di Kelas VII SMPN 3 Muara Bengkal. Hal tersebut

dapat dilihat dari hasil ulangan harian IPS yang pertama

di kelas VII. SMPN 3 Muara Bengkal pada kompetensi

dasar mendeskripsikan keragaman bentuk muka bumi,

proses pembentukan dan dampaknya terhadap kehidupan

men capai rata – rata 50,8 dan hanya 50 % siswa

mencapai nilai 70 atau > 70. Padahal idealnya minimal

harus mencapai 100% siswa mendapat 70 atau > 70..

Kondisi tersebut disebabkan oleh kenyataan sehari – hari

yang menunjukkan bahwa siswa kelihatannya jenuh

mengikuti pelajaran IPS Kelas VII di SMPN 3 Muara

Bengkal. Hal ini terbukti sebagian besar siswa mengeluh

apabila diajak belajar IPS di Kelas VII SMPN 3 Muara

Bengkal.

Kata Kunci : Prestasi Belajar, Pendekatan Learning

Comunity

Page 81: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

74

PENDAHULUAN

Guru adalah ujung tombak pembelajaran IPS yang terjadi di

kelas VII SMPN 3 Muara Bengkal . Strategi dan manajemen guru untuk

mengatasi masalah pembelajaran sangat dibutuhkan dalam upaya

meningkatkan kualitas pembelajaran. Pelaksanaan pembelajaran di

dalam kelas VII di SMPN 3 Muara Bengkal merupakan salah satu tugas

utama guru, dan pembelajaran dapat diartikan sebagai kegiatan yang

ditujukan untuk membelajarkan siswa. Dalam proses pembelajaran

masih sering ditemui adanya kecenderungan meminimalkan keterlibatan

siswa. Dominasi guru dalam proses pembelajaran menyebabkan

kecenderungan siswa lebih bersifat pasif sehingga mereka lebih banyak

menunggu sajian guru dari pada mencari dan menemukan sendiri

pengetahuan, ketrampilan atau sikap yang mereka butuhkan.

Kenyataan tersebut, menunjukkan bahwa proses yang dilakukan

oleh guru untuk pembelajaran IPS di Kelas VII SMPN 3 Muara Bengkal

belum aktif. Dengan demikian menjadi kendala yang dirasakan adalah

masalah proses pembelajaran yang kurang variasi dan kurang melibatkan

siswa secara aktif. Guru menggunakan model pembelajaran yang

terkesan monoton sehingga siswa menjadi kurang aktif. Setelah

memperhatikan situasi kelas yang seperti itu, maka perlu dipikirkan cara

penyajian dan suasana pembelajaran IPS Kelas VII di SMPN 3 Muara

Bengkal yang cocok untuk siswa, sehingga siswa dapat berpartisipasi

aktif dalam proses pembelajaran. Saat ini pemerintah sudah sering

mensosialisasikan berbagai model pembelajaran. Salah satu model

pembelajaran yang disosialisasikan adalah model pembelajaran learning

community.

Dalam implementasi materi, pengajaran IPS di Kelas VII SMPN

3 Muara Bengkal lebih menekankan aspek pengetahuan, berpusat pada

guru, mengarahkan bahan berupa informasi yang tidak mengembangkan

berpikir nilai serta hanya membentuk budaya menghafal dan bukan

berpikir kritis. Dalam pelaksanaan menilai pembelajaran IPS sangat

menjemukan karena penyajiannya bersifat monoton dan ekspositoris

sehingga siswa kurang antusias dan mengakibatkan pelajaran kurang

menarik padahal guru IPS wajib berusaha secara optimum merebut

minat siswa karena minat merupakan modal utama untuk keberhasilan

pembelajaran IPS di Kelas VII SMPN 3 Muara Bengkal.

Page 82: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

75

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat

kepada : Siswa, agar prestasi belajarnya meningkat dan mendapatkan

pengalaman belajar yang lebih menarik, menyenangkan, dan

mengasyikkan.Guru, agar dapat menambah wawasan dan informasi

tentang pilihan berbagai bentuk- bentuk strategi pembelajaran,

khususnya pembelajaran IPS di Kelas VII SMPN 3 Muara

Bengkal.Sekolah, diharapkan dapat memberikan informasi dalam

peningkatan kualitas pendidikan dan terjaminnya pelayanan sekolah

kepada siswanya.Penelitian lanjutan, sebagai bahan rujukan dalam

penelitian selanjutnya.

KAJIAN TEORI

Prestasi Belajar

Menurut teori behaviorisme, belajar adalah perubahan tingkah

laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon atau

perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk

bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara

stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar bila ia telah

mampu menunjukkan perubahan tingkah laku. Menurut teori ini, yang

terpenting adalah masukan/ input yang berupa stimulus dan keluaran/

output berupa respon. Faktor yang mempengaruhi belajar dalam teori ini

adalah penguatan respons(Daryanto,2009).Menurut teori humanistik,

belajar adalah untuk memanusiakan manusia atau dapat dikatakan proses

aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Proses belajar dapat dianggap

berhasil bila seorang pelajar telah memahami lingkungannya dan dirinya

sendiri. Faktor yang berpengaruh disini adalah pengalaman konkrit,

pengalaman aktif dan reflektif, konseptualisasi dan eksperimentasi

seorang pelajar (Daryanto, 2009). Menurut teori kognitivisme, belajar

tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, lebih

dari itu belajar melibatkan proses berfikir yang sangat kompleks.

Ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seorang individu melalui

proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan. Asumsi

dasar teori ini adalah bahwa setiap orang mempunyai pengalaman dan

pengetahuan di dalam dirinya yang tertata dalam bentuk struktur

kognitif. Proses belajar akan berjalan dengan baik bila materi pelajaran

yang baru beradaptasi (bersinambung) secara “klop” dengan struktur

kognitif yang sudah dimiliki oleh seorang anak(Daryanto,2009).Menurut

aliran sibernetik, belajar adalah proses pengolahan informasi. Teori ini

Page 83: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

76

berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu informasi. Menurut

teori ini tidak ada satu proses belajar pun yang ideal untuk segala situasi,

yang cocok untuk semua siswa. Dengan diulang-ulang maka bahan

pelajaran akan semakin diingat atau dikuasai. Hal ini sama dengan

pendapat ahli-ahli psikologi daya, belajar adalah proses melatih daya

jiwa yaitu mengerjakan sesuatu yang sama berulang-ulang dengan jalan

melatihnya, proses mengerjakan sesuatu berulang-ulang sehingga daya

ingatan akan menjadi lebih tinggi kalau berulang-ulang mengingat

sesuatu tersebut (Sumadi,2002).

Selain orang tua, lingkungan juga merupakan salah satu faktor

yang tidak sedikit pengaruhnya terhadap hasil belajar siswa dalam

proses pelaksanaan pendidikan. Karena lingkungan alam sekitar sangat

besar pengaruhnya terhadap perkembangan pribadi anak, sebab dalam

kehidupan sehari-hari anak akan lebih banyak bergaul dengan

lingkungan dimana anak itu berada. Lingkungan masyarakat dapat

menimbulkan kesukaran belajar anak, terutama anak-anak yang

sebayanya. Apabila anak-anak yang sebaya merupakan anak-anak yang

rajin belajar, maka anak akan terangsang untuk mengikuti jejak mereka.

Sebaliknya bila anak-anak di sekitarnya merupakan kumpulan

anak-anak nakal yang berkeliaran tiada menentukan anakpun dapat

terpengaruh pula. Dengan demikian dapat dikatakan lingkungan

membentuk kepribadian anak, karena dalam pergaulan sehari-hari

seorang anak akan selalu menyesuaikan dirinya dengan kebiasaan-

kebiasaan lingkungannya. Oleh karena itu, apabila seorang siswa

bertempat tinggal di suatu lingkungan temannya yang rajin belajar maka

kemungkinan besar hal tersebut akan membawa pengaruh pada dirinya,

sehingga ia akan turut belajar sebagaimana temannya (Sumadi , 2002).

Pengukuran adalah pemberian angka kepada suatu atribut atau

karakteristik tertentu yang dimiliki oleh seseorang, hal atau obyek

tertentu menurut aturan atau formulasi yang jelas. Jadi pengukuran

prestasi belajar adalah pemberian angka atau skala tertentu menurut

suatu aturan atau formula tertentu terhadap penguasaan pengetahuan

atau ketrampilan yang dikembangkan melalui pelajaran. Pengukuran ini

digunakan oleh seorang pendidik atau guru untuk melakukan penilaian

terhadap hasil belajar anak didiknya, baik menggunakan instrumen tes

maupun non tes. Tes adalah suatu pernyataan atau tugas atau

seperangkat tugas yang direncanakan untuk memperoleh informasi

tentang atribut pendidikan yang setiap butir pertanyaan atau tugas

Page 84: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

77

tersebut mempunyai jawaban atau ketentuan tertentu yang dianggap

benar (Zainul dan Nasution, 1997).

Instrumen non tes lebih ditekankan pada sikap seorang anak

didik, misalnya sopan santun, budi pekerti dan hubungan sosial dengan

teman dan lingkungan. Penilaian hasil belajar dapat dilakukan dengan

baik dan benar bila menggunakan informasi yang diperoleh melalui

pengukuran hasil belajar dengan menggunakan tes sebagai alat ukurnya.

Secara garis besar penilaian dapat dibagi menjadi dua, yaitu penilaian

formatif dan penilaian sumatif. Penilaian formatif digunakan untuk

memantau sejauh manakah proses pendidikan telah berjalan

sebagaimana yang direncanakan. Sedangkan penilaian sumatif dilakukan

untuk mengetahui sejauh mana peserta didik telah dapat berpindah dari

satu unit keunit berikutnya (Zainul dan Nasution, 1997).

Dalam penelitian ini yang digunakan sebagai instrumen

penelitian adalah nilai ulangan harian, yaitu nilai pada kegiatan sehari –

hari pada uji kompetensi. Hal ini dikarenakan nilai ulangan harian

memberi gambaran yang jelas tentang kemampuan belajar seorang anak

atau peserta didik. Nilai ulangan harian yang di ambil adalah nilai

ulangan harian mata pelajaran IPS Kelas VII di SMPN 3 Muara

Bengkal. Adapun caranya untuk menentukan prestasi belajar anak yaitu

dengan mengambil nilai mentah hasil ulangan harian. Setelah itu barulah

kita tentukan prestasi belajar anak dengan menggunakan batasan nilai

KKM ( criteria ketuntasan minimal ). Disini peneliti mengambil nilai

ulangan karena nilai ulangan harian adalah nilai asli yang belum

ditambah oleh guru sehingga hasilnya akan menjadi lebih valid.

Learning Comunity

Joyce & Weil (1996) dalam bukunya ”Models of Teaching”

memaparkan beberapa model pembelajaran dengan unsur-unsur dasar,

yaitu (1) syntax, yaitu langkah-langkah operasional pembelajaran, (2)

social system, adalah suasana dan norma yang berlaku dalam

pembelajaran, (3) principles of reaction, menggambarkan bagaimana

seharusnya guru memandang, memperlakukan, dan merespon siswa, (4)

support system, segala sarana, bahan, alat, atau lingkungan belajar yang

mendukung pembelajaran, dan (5) instructional dan nurturant effects—

hasil belajar yang diperoleh langsung berdasarkan tujuan yang disasar

(instructional effects) dan hasil belajar di luar yang disasar (nurturant

effects). Lima unsur tersebut dicoba dipaparkan pada bagian ini sehingga

tergambar Model Learning community yang dimaksud dalam penelitian

Page 85: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

78

ini. Model Learning community sulit didefinisikan secara jelas karena

masih baru dan bersifat kompleks (Pancucci, 2007). Tetapi menurut

Zhao & Kuh (2004), konsep learning community tidaklah baru sama

sekali. Konsep ini diperkenalkan oleh Alexander Meiklejohn pada tahun

1920 (Smith dalam Zhao & Kuh, 2004).

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action research),

karena penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran di

kelas. Penelitian ini juga termasuk penelitian deskriptif, sebab

menggambarkan bagaimana suatu teknik pembelajaran diterapkan dan

bagaimana hasil yang diinginkan dapat dicapai. Tujuan utama dari

penelitian tindakan ini adalah meningkatkan hasil pembelajaran di kelas

dimana guru secara penuh terlibat dalam penelitian mulai dari

perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi. Penelitian ini akan

dihentikan apabila ketuntasan belajar secara kalasikal telah mencapai

75% atau lebih. Jadi dalam penelitian ini, peneliti tidak tergantung pada

jumlah siklus yang harus dilalui.

Subjek Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kelas VII SMPN 3 Muara Bengkal,

Kabupaten Kutai Timur. Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan mulai

dari minggu ke 2 bulan Juli 2016 sampai dengan minggu ke 2 bulan

September 2016. Subyek penelitian adalah siswa kelas VII. Di SMPN 3

Muara Bengkal dengan jumlah siswa di kelas ini adalah 22 orang yang

terdiri dari 11 orang laki – laki dan 11 orang perempuan.

Tehnik Pengumpulan Data

Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh melalui

observasi pengolahan pembelajaran learning community, observasi

aktivitas siswa dan guru, dan tes formatif.

Instrumen Pengumpulan dan Analisis Data

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:

Silabus; Yaitu seperangkat rencana dan pengaturan tentang kegiatan

pembelajaran pengelolahan kelas, serta penilaian hasil belajar. Rencana

Pelaksanaan Pelajaran (RPP); Yaitu merupakan perangkat pembelajaran

Page 86: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

79

yang digunakan sebagai pedoman guru dalam mengajar dan disusun

untuk tiap putaran. Masing-masing RP berisi kompetensi dasar, indicator

pencapaian hasil belajar, tujuan pembelajaran khusus, dan kegiatan

belajar mengajar. Lembar Kegiatan Siswa; Lembar kegaian ini yang

dipergunakan siswa untuk membantu proses pengumpulan data hasil

eksperimen.

Lembar Observasi Kegiatan Belajar Mengajar; .Lembar

observasi pengolahan pembelajaran Discovery inquiry, untuk mengamati

kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran.Lembar observasi

aktivitas siswa dan guru, untuk mengamati aktivitas siswa dan guru

selama proses pembelajaran. Tes formatif; Tes ini disusun berdasarkan

tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Tes formatif ini diberikan setiap

akhir putaran. Bentuk soal yang diberikan adalah pilihan ganda

(objektif).

Metode Pengumpulan Data

Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh melalui

observasi pengolahan pembelajaran learning community, observasi

aktivitas siswa dan guru, dan tes formatif.

Teknik Analisis Data

Untuk mengetahui keefektivan suatu metode dalam kegiatan

pembelajaran perlu diadakan analisa data. Pada penelitian ini

menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode

penelitian yang bersifat menggambarkan kenyataan atau fakta sesuai

dengan data yang diperoleh dengan tujuan untuk mengetahui prestasi

belajar yang dicapai siswa juga untuk memperoleh respon siswa

terhadap kegiata pembelajaran serta aktivitas siswa selama proses

pembelajaran. Untuk mengalisis tingkat keberhasilan atau persentase

keberhasilan siswa setelah proses belajar mengajar setiap putarannya

dilakukan dengan cara memberikan evaluasi berupa soal tes tertulis dan

ulangan harian..

Analisis ini dihitung dengan menggunakan statistik sederhana

yaitu: Untuk menilai ulangan atau tes formatif; Peneliti melakukan

penjumlahan nilai yang diperoleh siswa, yang selanjutnya dibagi dengan

jumlah siswa yang ada di kelas tersebut sehingga diperoleh rata-rata tes

formatif dapat dirumuskan:

Page 87: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

80

=N

XX

Dengan: X = Nilai rata-rata

Σ X = Jumlah semua nilai siswa

Σ N = Jumlah siswa

Untuk ketuntasan belajar; Ada dua kategori ketuntasan belajar

yaitu secara perorangan dan secara klasikal. Berdasarkan petunjuk

pelaksanaan belajar mengajar, yaitu seorang siswa telah tuntas belajar

bila telah mencapai skor 75% atau nilai 70, dan kelas disebut tuntas

belajar bila di kelas tersebut terdapat 85% yang telah mencapai daya

serap lebih dari sama dengan 75%. Untuk menghitung persentase

ketuntasan belajar digunakan rumus sebagai berikut:

%100...

xSiswa

belajartuntasyangSiswaP

=

HASIL PENELITIAN

Siklus Pertama

Kegiatan penelitian tindakan kelas tahap siklus pertama

dilaksanakan berdasarkan hasil kegiatan tahap pra siklus. Tahap siklus

pertama diterapkan tindakan penelitian dengan menggunakan

pendekatan learning community yaitu sebagai berikut: Perencanaan;

Penyusunan perencanaan mengacu pada peningkatan prestasi dan

partisipasi belajar siswa mata pelajaran IPS Kelas VII SMPN 3 Muara

Bengkal Perencanaan penelitian tindakan kelas menggunakan langkah-

langkah sebagai berikut:Mengkondisikan kelas agar dapat digunakan

untuk penelitian tindakan kelas. Menyiapkan perangkat penelitian,

antara lain: Menyusun angket penelitian. Menyusun pedoman

observasi.Menyusun pedoman wawancara atau panduan wawancara.

Menyiapkan pedoman analisis data.

Tindakan; Melaksanakan penelitian tindakan kelas, dengan

menggunakan skenario sebagai berikut :Membentuk kelompok belajar

berdasarkan hiterogenitas jenis kelamin, kemampuan.Memberi

penjelasan kepada kelompok tentang materi yang harus didiskusikan,

dan yang dilakukan dalam kelompok. Menugaskan kelompok untuk

Page 88: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

81

membuat kesimpulan materi yang didiskusikan dalam kelompok

Membimbing kelompok dalam mengerjakan tugas diskusi.Rangkuman

yang dibuat harus dihubungkan dengan kondisi riil di masyarakat

setempat. Masing-masing kelompok diminta untuk mempresentasikan

hasil kerja kelompok. Kelompok lain diberi kesempatan untuk memberi

tanggapan hasil kelompok lain. Meminta kelompok mengumpulkan hasil

kerja kelompok. Membuat kesimpulan bersama dalam kelas.

Pengamatan atau Observasi

Peneliti mengadakan pengamatan atau observasi selama proses

pembelajaran dan laporan hasil kerja kelompok siswa berupa rangkuman

hasil diskusi kelompok, meliputi : 1). Reaksi siswa saat menerima tugas

mendiskusikan materi. 2). Aktifitas siswa selama diskusi kelompok. 3).

Partisipasi siswa dalam membuat laporan hasil kerja. 4). Produk siswa

yang berupa laporan hasil kerja kelompok. 5). Partisipasi siswa selama

diskusi kelas. 6). Partisipasi siswa selama membuat laporan bersama.

Refleksi; Berdasarkan hasil pengamatan atau observasi dan

wawancara selama kagiatan siklus pertama, diperoleh data aktifitas dan

hasil kerja siswa selama diskusi. Data tersebut digunakan sebagai dasar

untuk menyusun rencana tindakan pada siklus ke dua. Kegiatan refleksi

dilakukan untuk mengetahui kelemahan tindakan siklus pertama, apakah

telah terjadi perubahan atau belum, dan bagaimana cara mengatasi

kelemahan-kelamahan yang terjadi pada siklus tersebut, selanjutnya

digunakan untuk .Adapun data hasil penelitian pada siklus I adalah

sebagai berikut:

Tabel 1. Siklus Pertama

Komponen Hasil

Rata-rata 72,90

Ketuntasan 15 murid

Prosentase 68%

KKM 70

Target Ketuntasan 75%

Siklus Kedua

Penelitian tindakan kelas pada siklus ke dua dilaksanakan

berdasarkan refleksi dari pelaksanaan tindakan siklus pertama.

Pelaksanaan tindakan siklus ke dua dilaksanakan dengan tujuan

memperbaiki kelemahan – kelemahan tindakan siklus pertama. Adapun

Page 89: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

82

langkah-langkah tindakan siklus ke dua adalah sebagaimana djeaskan

paragraph berikut ini.

Kegiatan perencanaan siklus ke dua adalah sebagai berikut :

Menyusun rencana atau skenario tindakan ulang berdasarkan evaluasi

dan catatan yang didapat berdasarkan hasil refleksi siklus 1. Menyiapkan

perangkat tindakan berupa lembar pengumpulan data dan perangkat

analisis data. Melaksanakan rencana tindakan siklus ke dua dengan

pendekatan learning community. Tindakan Pada siklus ke dua, peneliti

melakukan tindakan yang berupa perbaikan dari tindakan siklus pertama,

dengan menggunakan pendekatan yang sama seperti siklus pertama

yakni pendekatan learning community yang lebih bervariasi.Obeservasi

Atau Pengamatan Kegiatan yang dilakukan pada saat observasi adalah

Peneliti melakukan pengamatan atau observasi dengan menggunakan

lembar pengamatan terhadap proses diskusi siswa Mengumpulkan data

hasil diskusi siswa baik diskusikelompok maupun diskusi kelas.

Tabel 2. Siklus Kedua

Komponen Hasil

Rata-rata 80,90

Ketuntasan 22 murid

Prosentase 100 %

KKM 70

Target Ketuntasan 75%

Setelah proses pembelajaran dilakukan dimulai dari tahap pra

siklus ,siklus pertama siklus kedua . Maka di proleh perbandingan pada

setiap siklus sebagai berikut.

Tabel 3. Siklus Perbandingan hasil perbandingan Per Siklus

Komponen Hasil

Tes Awal Siklus 1 Siklus 2

Rata-rata 57,95 72,90 80,90

Ketuntasan 7 murid 15 Murid 22 Murid

Prosentase 31% 68 % 100%

KKM 70 70 70

Target Ketuntasan 75% 75% 75%

Page 90: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

83

KESIMPULAN

Setelah proses pembelajaran yang dilakukan dari mulai tahap

awal siklus, siklus I dan siklus II, maka diperoleh beberapa kesimpulan

yaitu : Hasil pembelajaran kondisi awal IPS Kompetensi Dasar

mendeskripsikan keragaman bentuk muka bumi, proses pembentukan

dan dampaknya terhadap kehidupan melalui pendekatan learning

community diperoleh data dimana pada masa prasiklus mencapai rata-

rata 57,95 dan sebanyak 31% siswa memperoleh nilai tuntas. Nilai

terendah adalah 40 dan tertinggi adalah 70. Hasil belajar pada siklus I

terdapat kenaikan prestasi belajar berupa rata – rata kelas menjadi

72,90dan sebanyak 68 % siswa memperoleh nilai tuntas. Nilai terendah

adalah 55 dan nilai tertinggi adalah 75.Hasil belajar pada siklus II

terdapat kenaikan prestasi belajar berupa rata – rata kelas menjadi 80,90

dan sebanyak 100 % siswa memperoleh nilai tuntas. Nilai terendah

adalah 70 dan nilai tertinggi adalah 90 Karena dalam penelitian ini

terjadi peningkatan prestasi belajar siswa , maka peneliti berkesimpulan

bahwa model pembelajaran learning community sangat cocok digunakan

dalam pembelajaran IPS di Kelas VII SMPN 3 Muara Bengkal

SARAN

Guru hendaknya selalu mencari dan menyesuaikan model

pembelajaran dengan materi yang disampaikan, guru sebagai pendidik

hendaklah juga memahami karakteristik dan kemampuan siswa, karena

masing-masing siswa pada dasarnya mempunyai karakter dan

kemampuan yang berbeda-beda.Karena kegiatan ini sangat bermanfaat

khususnya bagi guru dan siswa, maka diharapkan kegiatan ini dapat

dilakukan secara berkesinambungan dalam pembelajaran IPS .

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi, Suhardjono, Supardi. 2006. Penelitian Tindakan

Kelas. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Hisyam Zaini, Bermawy Munthe, Sekar Ayu Aryani. 2004. Strategi

Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: CTSD.

Saiful Rachman, Yoto, Syarif Suhartadi, Suparti. 2006. Penelitian

Tindakan Kelas dan Penulisan Karya Ilmiah. Surabaya: SIC

Bekerjasama Dengan Dinas P dan K Provinsi Jawa Timur.

Page 91: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

84

Mulyasa, E.. 2005. Menjadi Guru Profesional, Menciptakan

Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung: PT

Remaja Rosdakarya Offset.

Sumadi. 2002. Prestasi dalam Belajar. Pustaka Widyamara : Jakarta

Page 92: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

85

PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA PADA POKOK

BAHASAN STRUKTUR TEKS DENGAN PENGGUNAAN

METODE FUN LEARNING

Haliyah

Guru SMP Negeri 2 Sangatta Utara

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan kemampuan

belajar siswa dalam menerapkan pembelajaran fun

learning dalam menemukan struktur teks dengan

menggunakan barang bekas sebagai media belajar di kelas

VIII C SMP Negeri 2 Sangatta Utara. Pendekatan yang

digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

kualitatif. Penelitian Tindakan Kelas dilaksanakan secara

bersiklus. Pembelajaran dilakukan di kelas VIII SMP

Negeri 2 Sangatta Utara. Dari hasil penelitian dapat

dikatakan bahwa pelaksanaan perbaikan pelajaran pada

siklus I dan siklus II meningkat dan karena itu prestasi

belajar siswa juga meningkat. Pelaksanaan pembelajaran

dengan jumlah nilai sebelum siklus dengan nilai 60,16,

pada siklus I dengan nilai 67,80, pada siklus II dengan

nilai 74,44. Prestasi belajar siswa meningkat melaluai

aktivitas-aktivitas: (1) pemanfaatan alat peraga/media

pembelajaran, (2) keterlibatan siswa dalam menggunakan

alat peraga, (3) pengaktifan siswa dalam menggunakan

alat peraga, dan (5) pemberian bimbingan pada siswa

dalam menggunakanalat peraga.

Kata Kunci : Fun Learning, Media Belajar Barang Bekas

PENDAHULUAN

Bahasa merupakan sarana untuk berkomunikasi anatarmanusia.

Bahasa sebagai alat komunikasi ini, dalam rangka memenuhi sifat

manusia sebagai makhluk sosial yang perlu berinteraksi dengan sesama

manusia. Bahasa dianggap sebagai alat yang paling sempurna dan

mampu membawakan pikiran dan perasaan baik mengenai hal – hal

Page 93: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

86

yang bersifat konkrit maupun yang berisfat abstrak. Seseorang yang

mempunyai kemapuan berbahasa yang memadai akan lebih mudah

menyerap dan menyampaikan informasi baik secara lisan maupun

tulisan.

Berdasarkan pengamatan catatan lapangan yang peneliti lakukan

di SMP Negeri 2 Sangatta Utara, peneliti mengamati guru pamong

dalam proses belajar mengajar bahasa Indonesia di kelas VIII C, proses

awal guru bersama siswa memberikan / menjawab salam, guru tidak

menanyakan kabar kepada siswa, guru tidak memberikan apersepsi /

motovasi kepada siswanya sebelum melakukan pembelajaran, guru tidak

memberitahukan tujuan pembelajaran awal yang akan dipelajari. Guru

langsung membahas kegiatan inti eksplorasi. Dalam kegiatan inti guru

tidak bisa mengkondisikan siswa kearah yang lebih kondusif dan siap

untuk memulai pembelajaran, guru menjelaskan materi dengan

menggunakan metode ceramah, guru harus menerangkan bagaimana

menjadi moderator, sekertaris, penyaji dan pengamat dengan

memperagakan hal tersebut.

Hal ini menyebabkan siswa bermain dengan temannya di

belakang, ada yang tidur – tiduran, dan ada yang ngobrol sendiri ketika

guru menerangkan materi didepan kelas. Saat siswanya tidak

mendengarkan guru ketika menjelaskan materi, guru bertanya dan siswa

tidak bisa menjawab apa yang ditanyakan oleh gurunya, ketika siswanya

tidak bisa menjawab guru tidak tegas dalam menegur kenapa siswanya

tidak bisa menjawab, guru langsung melanjutkan materinya saja. setelah

guru menjelaskan materi, akhir pembelajaran guru langsung menutup

tanpa memberikan kesimpulan kepada siswanya tentang materi hari ini,

guru langsung memberikan tugas berkelompok tentang diskusi

bagaimana menjadi moderator, sekertaris, penyaji, pengamat, dengan

materi bebas.

Pembelajaran bahasa indonesia selama ini masih cenderung

menggunakan metode ceramah, penugasan, dan tanya jawab atau yang

disebut dengan pembelajaran konvensional. Dimana guru yang paling

berperan dalam pembelajaran sedangkan siswa menjadi pendengar dan

penonton pasif. Dalam studi ini, terungkap bahwa bagaimana peran guru

dalam peningkatan kemampuan berpikir bahasa indonesia. Secara

khusus, studi ini menemukan tiga strategi guru dalam mengembangkan

kemampuan berpikir siswa yaitu (1) strategi guru dalam mengungkap

metode penyelesaian yang digunakan siswa (mengungkap); (2) strategi

Page 94: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

87

guru dalam upaya mendorong peningkatan pemahaman konsep atau

masalah yang dihadapi (mendorong); dan (3) mengembangkan daya

berpikir bahasa indonesia siswa (mengembangkan).

Penerapan pendekatan fun learning dalam pembelajaran bahasa

indonesia menarik untuk dikaji. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi

bagian dari solusi untuk meningkatkan keterampilan peserta didik dalam

memecahkan masalah, meningkatkan motivasi belajar dan meningkatkan

mutu hasil belajar pada mata pelajaran bahasa indonesia. Oleh karena

itu, penelitian ini berusaha untuk mengetahui implementasi pendekatan

fun learning ini dalam rangka Peningkatan Motivasi belajar dan Hasil

Belajar Siswa Kelas VIIIC SMP Negeri 2 Sangatta Utara.

Nilai mata pelajaran Bahasa Indonesia belum begitu memuaskan

bagi kami sebagai peneliti, terbukti nilai Bahasa Indonesia tentang teks

cerita fabel pada ulangan harian memperoleh nilai tertinggi 70, nilai

terendan 45, dan nilai rata-rata 60,16. Terdapat 13 murid (41%) yang

berhasil mencapai ketuntasan. Kegagalan mencapai ketuntasan belajar

secara klaksikal adalah karena faktor metode pembelajaran yang

diterapkan oleh guru kurang beragam dan kurang menarik fun learning

minat siswa untuk mencapai proses belajar dan hasil belajar.

Penulis mencoba menerapkan salah satu metode pembelajaran,

yaitu metode pembelajaran berbasis fun learning untuk mengungkapkan

apakah dengan model berbasis dapat meningkatkan motivasi belajar dan

prestasi sains. Dalam metode pembelajaran berbasis fun learning siswa

lebih aktif dalam memecahkan untuk menemukan sedang guru berperan

sebagai pembimbing atau memberikan petunjuk cara memecahkan

masalah itu. Dengan menyadari gejala-gejala atau kenyataan tersebut di

atas, maka dalam penelitian ini penulis penulis mengambil judul

“Peningkatan Hasil Belajar Siswa pada Pokok Bahasan Struktur Teks

dengan Penggunaan Metode Fun Learning bagi Siswa Kelas VIIIC SMP

Negeri 2 Sangatta Utara”. Alasan pertama penulis melakukan penelitian

ini adalah menghasilkan siswa yang memiliki pengetahuan dalam

masalah bahasa indonesia. Alasan lain adalah bahwa pendekatan fun

learning memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan

dan mendorong sikap kemandirian dalam berpikir, berani mengambil

keputusan, serta memiliki kreatifitas yang tinggi.

Berdasarkan perumusan masalaah di atas, maka tujuan

dilaksanakan penelitian ini adalah untuk mengetahui penggunaan

pendekatan pembelajaran fun learning untuk meningkatkan motivasi

belajar bahasa indonesia pokok bahasan struktur teks siswa kelas VIIIC

Page 95: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

88

SMP Negeri 2 Sangatta Utara dan mengetahui penggunaan pendekatan

pembelajaran fun learning meningkatkan.Hasil belajar bahasa indonesia

pokok bahasan struktur teks siswa kelas VIIIC SMP Negeri 2 Sangatta

Utara.Kegunaan Hasil Penelitian dari sisi Teoritis, hasil penelitian ini

dapat digunakan sebagai bahan untuk pengembangan penelitian

berikutnya terkait dengan berbagai isu-isu pendekatan pembelajaran

bahasa indonesia kontekstual khususnya pendekatan fun learning.Dari

sisi Praktis Sebagai acuan bagi guru dalam melaksanakan tugas

mengajar, Sebagai bahan referensi pembanding bagi pengguna jasa

pendidikan (stakeholders) yang berpartisipasi dalam peningkatan

kualitas kerja guru dalam proses belajar mengajar di sekolah menengah

pertama.

KAJIAN TEORI

Hakikat Belajar

Belajar adalah proses perubahan tingkah laku akibat dari

interaksi dengan lingkungannya. Perubahan tersebut menyangkut

perubahan pengetahuan, keterampilan, maupun nilai sikap. Hasil belajar

dapat dikatakan membekas atau konstan jika pembelajaran yang terjadi

akibat proses belajar tahan lama dan tidak mudah terhapus begitu saja.

Robert M. Gagne dalam hasibuan (2006:5) mengemukakan lima macam

kemampuan manusia yang merupakan hasil belajar, yaitu (1)

keterampilan intelektual ( yang merupakan hasil belajar terpenting dari

sistem lingkungan skolastik), (2) Strategi kognitif, mengatur “cara

belajar” dan berfikir seseorang dalam arti seluas-luasnya, termasuk

kemampuan memecahkan masalah, (3) Informasi verbal, pengetahuan

dalam arti informasi dan fakta, (4) Keterampilan motorik yang diperoleh

di sekolah antara lain keterampilan menulis, mengetik, menggambar,

dan sebagainya, (5) Sikap dan nilai, berhubungan dengan arah serta

intensitas emosional yang dimiliki seseorang sebagaiman dapat

disimpulkan dari kecenderungannya bertingkah-laku terhadap orang,

atau kejadian.

Untuk memperoleh prestasi/hasil belajar yang baik harus

dilakukan dengan baik dan pedoman cara yang tapat. Setiap orang

mempunyai cara atau pedoman sendiri-sendiri dalam belajar.

Pedoman/cara yang satu cocok digunakan oleh seorang siswa, tetapi

mungkin kurang sesuai untuk anak/siswa yang lain. Hal ini disebabkan

Page 96: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

89

karena mempunyai perbedaan individu dalam hal kemampuan,

kecepatan dan kepekaan dalam menerima materi pelajaran. Oleh karena

itu tidaklah ada suatu petunjuk yang pasti yang harus dikerjakan oleh

seorang siswa dalam melakukan kegiatan belajar. Tetapi faktor yang

paling menentukan keberhasilan belajar adalah para siswa itu sendiri.

Untuk dapat mencapai hasil belajar yang sebaik-baiknya harus

mempunyai kebiasaan belajar yang baik.

Adapun faktor yang mempengaruhi prestasi belajar itu, dapat

dibedakan menjadi dua golongan yaitu: Faktor yang ada pada diri siswa

itu sendiri yang kita sebut faktor individu. Yang termasuk ke dalam

faktor individu antara lain faktor kematangan atau pertumbuhan,

kecerdasan, latihan, motivasi, dan faktor pribadi. Faktor yang ada pada

luar individu yang kita sebut dengan faktor sosial. Sedangkan yang

faktor sosial antara lain faktor keluarga, keadaan rumah tangga, guru,

dan cara dalam mengajarnya, lingkungan dan kesempatan yang ada atau

tersedia dan motivasi sosial.

Faktor yang mempengaruhi kegiatan belajar di atas menunjukkan

bahwa belajar itu merupaka proses yang cukup kompleks. Artinya

pelaksanaan dan hasilnya sangat ditentukan oleh faktor-faktor di atas.

Bagi siswa yang berada dalam faktor yang mendukung kegiatan belajar

akan dapat dilalui dengan lancar dn pada gilirannya akan memperoleh

prestasi atau hasil belajar yang baik. Sebaliknya bagi siswa yang berada

dalam kondisi belajar yang tidak menguntungkan, dalam arti tidak

ditunjang atau didukung oleh faktor-faktor diatas, maka kegiatan atau

proses belajarnya akan terhambat atau menemui kesulitan.

METODE PENELITIAN

Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah kelas VIII C SMP Negeri 2 Sangatta

Utara sebanyak 32 siswa yang terdiri laki – laki 18 dan perempuan 14

berdasarkan pengamatan peneliti memilih kelas VIII karena siswa tidak

dapat menguasai pembelajaran dengan baik terutama pada menemukan

struktur teks, masih banyak siswa yang sibuk sendiri ketika guru

menjelaskan materi, yaitu ada saja siswa yang bermain di belakang,

berbicara dengan teman sebangku dan tertidur ketika guru menjelaskan

materi, serta kemampuan siswa dalam menemukan struktur teks kurang

memadai, masih ada siswa yang menggunakan sistem menghafal ketika

menemukan struktur teks yang membuat peneliti ingin melakukan

Page 97: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

90

penelitian. Objek penelitian ini adalah peningkatan kemampuan

menemukan struktur teks cerita fabel. Waktu yang dimanfaatkan untuk

melakukan penelitian ini adalah bulan Agustus 2016.

Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan kuantitatif yaitu mengambarkan masalah sebenarnya yang

ada di lapangan, kemudian direfleksikan dan dianalisis berdasarkan teori

menunjang dilanjutkandengan pelaksanaan tindakan di lapangan.

Pendekatan kuantitatif dalam penelitian ini digunakan untuk menelusuri

dan mendapatkan gambaran secara jelas tentang situasi kelas dan

kemampuan siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Penelitian

tindakan kelas dilaksanakan secara bersiklus.

Sebelum siklus I dilaksanakan kolaborator melaksanakan tes

pratindakan terlebih dahulu. Fungsi dari tes ini adalah untuk mengetahui

seberapa besar tingkat kemampuan menemukan struktur teks pada

siswa.Tes yang diberikan adalah tes kemampuan menemukan struktur

teks melalui pengalaman pribadi untuk mengomentari keadaan kelas

VIII. Berdasarkan tes prasiklus inilah yang akan dijadikan pedoman

penetapan alternatif tindakan selanjutnya.

Tahap siklus 1: Pada tahap perencanaan ini, peneliti menetapkan

alternatif tindakan yang akan dilakukan dalam upaya peningkatan

keterampilan menyampaika struktur teks yang diinginkan melalui

beberapa tahapan di bawah ini : Perencanaan dalam siklus pertama

meliputi: Menobservasi hasil ulangan harian pelajaran bahasa indonesia

kelas VIII C SMP Negeri 2 Sangatta Utara tahun pelajaran 2016/2017.

Mengidentifikasi masalah yang dihadapi siswa. Membuat rencana

pelaksanaan pembelajaran materi kompetensi dasar struktur teks cerita

fabel dengan menggunakan model pembelajaran fun learning dengan

membuat kuis, membuat lembar pengamatan untuk siswa, dan membuat

soal-soal untuk melihat hasil tindakan pada siklus I.

Implementasi tindakan yaitu pelaksanaan KBM sesuai dengan

RPP siklus 1 yang telah dibuat.Inti pelaksanaannya adalah pembelajaran

keterampilan menemukan struktur teks pengalaman pribadi kelas VIII

SMP Negeri 2 Sangatta Utara dengan model fun learning. Langkah –

langkah pada tindakan dijelaskan seperti dibawah ini : Awal pelaksanaan

tindakan adalah membentuk kelompok yang terdiri dari 5 sampai dengan

7 siswa secara acak. Pada setiap kelompok diberi materi dan soal berupa

Page 98: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

91

potongan-potongan teks untuk didiskusikan bersama teman

kelompoknya dengan bimbingan guru seperlunya. Pada pertemuan

kedua siswa diberikan kuis. Pada pertemuan ketiga dilaksanakan tes

siklus pertama untuk mengetahui tingkat keberhasilan belajar selama

siklus I.

Pengamatan; Saat pelaksanaan implemsntasi tindakan kelas

diobservasi oleh seorang pengamat yaitu guru bahasa indonesia.

Pengamat mengisi lembar pengamatan untuk siswa yang berisi semua

kegiatan siswa dalam setiap pertemuannya dan memberi penilaian setiap

poin penilaiannya. Refleksi dan Analisa; Semua hasil dari implementasi

tindakan dan hasil pengamatan oleh observer dikumpulkan, dianalisis

dan dievaluasi didiskusika antar pengamat tentang kelebihan dan

kelemahan pada siklus I sebagai bahan refleksi awal siklus II.

Berdasarkan refleksi pada siklus I, perlu diadakan perbaikan pada

siklus II dengan langkah-langkah sebagai berikut: mengidentifikasi

masalah dari refleksi I, membuat rencana pelaksanaan pembelajaran

materi struktur teks cerita fabel dengan menggunakan metode

pembelajaran fun learning, membentuk kelompok yang anggotanya

terdiri dari 5 sampai 7 orang untuk mendiskusikan, membagikan

potongan-potongan teks kepada setiap anggota kelompok untuk

didiskusikan, setiap kelompok akan menyampaikan hasil diskusinya

lewat permainan kuis, memberikan soal tes untuk melihat hasil tindaka

pada siklus II.

Lokasi Penelitian

Lokasi yang digunakan untuk penelitian ini adalah SMP Negeri 2

Sangatta Utara. Lokasi penelitian ini dipilih berdasarkan terkait

rendahnya kemampuan menemukan struktur teks dengan menggunakan

metode atau model pembelajaran keterampilan menemukan struktur teks

di sekolah tersebut. Subjek penelitian ini adalah kelas VIII C SMP

Negeri 2 Sangatta Utara sebanyak 32 siswa yang terdiri laki – laki 18

dan perempuan 14 berdasarkan pengamatan peneliti memilih kelas VIII

karena siswa tidak dapat menguasai pembelajaran dengan baik terutama

pada menemukan struktur teks.

Rencana Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada tahun ajaran 2016/2017 dalam

bulan Agustus sampai dengan September. Penelitian tindakan kelas ini

akan dilaksanakan dengan jadwal sebagai berikut: (1) siklus I

Page 99: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

92

dilaksanakan pada hari Kamis, 20 Agustus 2016; (2) dilaksanakan pada

hari Senin, 02 September 2016. Adapun langkah-langkah setiap siklus

terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, refleksi, dan pengamatan.

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan ada beberapa cara

yaitu; tes unjuk kerja dan observasi. Tes unjuk kerja dalam penelitian ini

yaitu siswa diberi tugas secara tertulis maupun paktik. Tes unjuk kerja

dilakukan untuk mengetahui kemampuan setelah siswa mengikuti proses

pembelajaran pada setiap siklus. Moleong, (2000:112) menyimpulkan

bahwa ada empat teknik yang dapat digunakan untuk mengumpulkan

data dalam penelitian kualitatif, yaitu pengamatan, wawancara, catatan

lapangan, dan penggunaan dokumentasi. Pengamatan adalah penelitian

dengan cara mengadakan pengamatan terhadap suatu hal secara

langsung dan sistematis. Catatan lapangan digunakan untuk

mendeskripsikan kegiatan – kegiatan pada waktu proses pembelajaran

berlangsung seperti persiapan sebelum KBM, sikap pada saat KBM,

berlangsung dan seluruh kegiatan saat penelitian dilakukan. Dokumetasi

berupa foto – foto pelaksanaan penelitian tindakan dari awal

pembelajaran sampai berakhirnya pembelajaran.

Alat Pengumpulan dan Validasi Data

Alat atau instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data

terdiri atas beberapa instrumen yaitu: Butir soal tes unjk kerja dan

lembar observasi. Validasi data yang berupa proses pembelajaran

dilakukan melalui obsrvasi dan wawancara kepada siswa dan pengamat

(kolaborator) dengan menggunakan berbagai instrumen. Dengan

demikian validasi proses pembelajaran diperoleh melalui triangulasi

sumber dan triangulasi metode.

Teknik Analisis Data dan Indikator Keberhasilan

Penelitian ini menggunakan teknik data deskriptif kualitatif, yaitu

mendeskripsikan keterampilan menemukan struktur teks pengalaman

pribadi sebelum dan sesudah implementasi tindakan dilakukan. Analisis

data kualitatif digunakan untuk data kualitatif yang berupa hasil

pengamatan, catatan lapangan, dan wawancara. Data kualitatif diperoleh

dari hasil penelitian keterampilan membaca dan memahami serta

menemukan bagia-bagian struktur teks siswa sebelum dan sesuadah

Page 100: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

93

diberi tindakan. Indikator keberhasilan dari penelitian tindakan kelas ini

adalah: 91,00% dari jumlah siswa telah lulus KKM materi struktur teks

yaitu 70,00 dengan nilai rata-rata 74,44.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Siklus I

Tahap Perencanaan; Pada tahap ini peneliti mempersiapkan

perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 1, soal tes

formatif 1 dan alat-alat pengajaran yang mendukung. Tahap Kegiatan

dan Pelaksanaan; Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus I

dilaksanakan pada tanggal 20 Agustus 2016 di Kelas VIII SMP Negeri 2

Sangatta Utara dengan jumlah siswa 32 siswa. Dalam hal ini peneliti

bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada

rencana pelajaran yang telah dipersiapkan. Pengamatan (observasi)

dilaksanakan bersamaan dengan pelaksaaan belajar mengajar

Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif I

dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam

proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Dari dapat dijelaskan

bahwa dengan menerapkan pengajaran berbasis discovery inquiry

diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 67,80 dan

ketuntasan belajar mencapai 72% atau ada 23 siswa dari 32 siswa sudah

tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama

secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang

memperoleh nilai ≥ 70 sebesar 72% lebih kecil dari persentase

ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 75%. Hal ini disebabkan

karena siswa masih canggung dengan diterapkannya pengajaran berbasis

discovery inquiry.

Secara umum dapat dikatakan bahwa pelaksanaan perbaikan

pembelajaran berjalan dengan baik, dengan nilai rata-rata 60,16 sebelum

perbaikan dan pada siklus I dengan nilai rata-rata menjadi

67,80.Ketuntasan yang dicapai juga mengalami peningkatan dari pra

siklus ketuntasan mengalami peningkatan menjadi 72% atau sekitar 23

orang yang telah lulus.

Siklus II

Tahap perencanaan; Pada tahap ini peneliti mempersiapkan

perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 2, soal tes

formatif II dan alat-alat pengajaran yang mendukung. Tahap kegiatan

Page 101: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

94

dan pelaksanaan; Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus II

dilaksanakan pada tanggal 02 September 2014 di Kelas VIII.C dengan

jumlah siswa 32 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru.

Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran

dengan memperhatikan revisi pada siklus I.

Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif II

dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam

proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Instrument yang

digunakan adalah tes formatif II. Dari tabel diperoleh nilai rata-rata

prestasi belajar siswa adalah 74,44 dan ketuntasan belajar mencapai

91,00% atau ada 29 siswa dari 32 siswa sudah tuntas belajar. Hasil ini

menunjukkan bahwa pada siklus II ini ketuntasan belajar secara klasikal

telah tercapai.

Peningkatan hasil belajar siswa ini karena siswa sudah mulai

akrab dengan pengajaran berbasis fun learning, disamping itu ada

perasaan senang pada diri siswa dengan adanya cara belajar yang baru

karena itu adalah pengamalan pertama bagi siswa. Pada siklus II hasil

belajar siswa dalam perbaikan pembelajaran Bahasa Indonesia di Kelas

VIIIC SMP Negeri 2 Sangatta Utara mengalami peningkatan dimana

nilai rata-rata kelas telah mencapai angka 74,44 dengan nilai ketuntasan

sebesar 70 artinya sudah 29 orang siswa yang mencapai ketuntasan.

Berarti masih tersisa 3 orang atau sekitar 9% yang masih belum tuntas.

PEMBAHASAN

Dari hasil tes yang dilakukan dari 32 siswa dengan nilai yang

diperoleh dengan data yang lengkap pada nilai sebelum siklus, siklus I,

dan siklus II dapat dilihat pada Tabel.

Tabel 1. Nilai Kemampuan Siswa pada Struktur Teks

Keterangan Nilai

Sebelum Siklus I Siklus II

Jumlah 1.919 2.170 2.382

Rata-rata 60,16 67,80 74,44

Melalui hasil peneilitian ini menunjukkan bahwa pengajaran

berbasis fan learning memiliki dampak positif dalam meningkatkan

prestasasi belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari semakin mantapnya

Page 102: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

95

pemahaman dan penguasaan siswa terhadap materi yang telah

disampaikan guru selama ini (ketuntasan belajar meningkat dari sklus I

dan II). Sebelum dilakukan PTK, nilai mata pelajaran Bahasa Indonesia

belum begitu memuaskan, terbukti nilai Bahasa Indonesia tentang

Menemukan Struktur Teks pada ulangan harian memperoleh nilai

tertinggi 70, nilai terendan 45, dan nilai rata-rata 60,16. Terdapat 13

murid (41%) yang berhasil mencapai ketuntasan.

Pada siklus I, dengan menerapkan pengajaran berbasis fun

learning diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 67,80 dan

ketuntasan belajar mencapai 72% atau ada 23 siswa dari 32 siswa sudah

tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama

secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang

memperoleh nilai ≥ 70 sebesar 72% lebih kecil dari persentase

ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 75%. Hal ini disebabkan

karena siswa masih canggung dengan diterapkannya pengajaran berbasis

fun learning.

Pada siklus II, diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa

adalah 74,44 dan ketuntasan belajar mencapai 91,00% atau ada 29 siswa

dari 32 siswa sudah tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada

siklus II ini ketuntasan belajar secara klasikal telah tercapai. Berdasarkan

analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses pengajaran berbasis

fun learning dalam setiap siklus mengalami peningkatan. Berdasarkan

analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses pembelajaran

Bahasa Indonesia dengan pengajaran berbasis fun learning yang paling

dominan adalah bekerja dengan menggunakan alat/media,

mendengarkan/ memperhatikan penjelasan guru, dan diskusi antar

siswa/antara siswa dengan guru. Jadi dapat dikatakan bahwa aktivitas

isiswa dapat dikategorikan aktif. Sedangkan untuk aktivitas guru selama

pembelajaran telah melaksanakan langkah-langkah pengajaran berbasis

fun learning dengan baik. Hal ini terlihat dari aktivitas guru yang muncul

di antaranya aktivitas membimbing dan mengamati siswa dalam

mengerjakan kegiatan, menjelaskan/melatih menggunakan alat, memberi

umpan balik/evaluasi/tanya jawab dimana prosentase untuk aktivitas di

atas cukup besar.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, maka dapat

disimpulkan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran Fun

Page 103: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

96

Learning dalam mengajarkan pokok bahasan struktur teks pada siswa

kelas VIII SMP Negeri 2 Sangatta Utara prestasi belajar Bahasa

Indonesia siswa dapat ditingkatkan. Hal ini dapat dilihat dari hasil tes

awal, siswa yang memperoleh nilai minimal 70 sebanyak 41%

meningkat pada siklus I menjadi 72%; siswa yang memperoleh nilai

minimal 70 pada siklus II meningkat pula menjadi 91,00%.

SARAN

Berdasarkan kesimpulan, maka peneliti menyarankan hal-hal

sebagai berikut: Bagi guru diharapkan dapat mempelajari dan

memahami agar mampu menerapkan model pembelajaran Fun Learning

dalam proses belajar mengajar, juga diharapkan selalu mencoba atau

meneliti setiap model pembelajaran, sehingga model pembelajaran

tersebut sesuai dengan materi yang diajarkan. Bagi siswa diharapkan

agar dalam belajar selalu menanyakan masalah-masalah yang tidak

dimengerti dalam materi yang diajarkan dan selalu melakukan diskusi

dengan temannya dalam menyelesaikan setiap masalah.

DAFTAR PUSTAKA

Winkel, W.S. (1991). Psikologi dan Evaluasi Belajar. Jakarta. PT.

Gramedia.

Trianto, Drs. (2007). Model-model Pembelajaran inovatif Beriorentasi

Konstruktivistik. Surabaya. Prestasi Pustaka.

Bell Gredler, E. Margaret. 1991. Belajar dan Membelajarkan. Jakarta:

CV. Rajawali.

M, Dalyono. 1997. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Sutikno, Sobry. (2007). Model-model Pembelajaran Efektif dan

Bermakna. Bandung. NTP Press.

Suhardi. (2006). Meningkatkan Minat dan Motivasi Belajar Siswa Kelas

II SMPN 4 Danau Panggang melalui Model Pembelajaran

Kooperatif. http:// Suhardinet.wordpress.com. Diakses pada

tanggal 15 Agustus 2008.

Page 104: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

97

UPAYA PENINGKATAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR

MATEMATIKA PADA MATERI SEGIEMPAT KELAS VII B

MELALUI TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT)

Henny Dwi Susanti

Guru SMP Negeri 1 Kongbeng

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan motivasi

dan prestasi belajar matematika siswa kelas VII SMP

negeri 1 Kongbeng melalui model pembelajaran Teams

Games Tournament (TGT). Manfaat penelitian ini

diantaranya 1) bagi siswa yaitu meningkatkan motivasi dan

prestasi belajar matematika siswa, 2) bagi guru yaitu dapat

menemukan cara pengelolaan dan penilaian yang tepat

untuk meningkatkan motivasi dan prestasi belajar

matematika siswa kelas VII B SMP Negeri 1 Kongbeng.

Subjek Penelitian Tindakan Kelas ini adalah siswa kelas

VII B sejumlah 32 siswa. Metode yang digunakan adalah

metode deskripsi dengan teknik pengolahan data analisis

deskripsi yaitu dengan membandingkan nilai pra siklus

dengan siklus I dan siklus II. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa motivasi belajar siswa meningkat dari siklus I

sampai dengan siklus III. Dari hasil penelitian, pada siklus

I diperoleh data motivasi siswa dengan kriteria sangat baik

9,20%, kriteria baik 30,30%, kriteria cukup baik 35,50%,

dan kriteria kurang baik 25 %. Hal ini menunjukkan bahwa

baru 39% siswa yang mempunyai motivasi belajar yang

baik. Hal ini ditunjukkan dari hasil rata-rata nilai yang

diperoleh siswa sebesar 65,40. Setelah dilakukan tindakan

pada siklus II dan Siklus III mengalami peningkatan. Pada

siklus III terdapat peningkatan dalam hal motivasi belajar

siswa yaitu diperoleh data motivasi siswa dengan kriteria

sangat baik 35,65% , kriteria baik 42,35% , kriteria cukup

baik 12,55% dan kriteria kurang baik 9,45 % .

Kata Kunci : Motivasi, Prestasi Belajar, Teams Games

Tournament

Page 105: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

98

PENDAHULUAN

Matematika bagi sebagian besar siswa adalah mata pelajaran

yang tidak disukai bahkan dibenci. Hasil survei sederhana yang

dilakukan peneliti setiap awal tahun, jika ada pertanyaan mata pelajaran

apa yang disukai siswa, maka jawabannya hampir 90 % siswa menjawab

selain mata pelajaran matematika. Sebaliknya jika ditanya mata

pelajaran apa yang tidak disukai, maka hampir 75 % menjawab

matematika.

Secara geografis SMP Negeri 1 Kongbeng terletak kurang lebih

120 km dari pusat kota Sangatta. Dengan demikian input siswa lulusan

SD yang mempunyai kemampuan menengah ke bawah saja yang

memilih bersekolah di SMP Negeri 1 Kongbeng, sedangkan yang

berkemampuan menengah ke atas memilih sekolah di luar daerah

Kongbeng seperti Kota Sangatta dan Samarinda. Berbagai macam cara

digunakan baik oleh sekolah maupun guru-guru dengan harapan dapat

meningkatkan prestasi belajar matematika. Usaha-usaha tersebut antara

lain dengan jam tambahan kelas IX, materi pengayaan kelas VII dan

VIII dan bahkan guru-guru mengadakan kegiatan kelompok mengajar

atau sering disebut dengan “team teaching”. Pada kegiatan tersebut satu

kelas diajar oleh dua orang guru dimana satu guru menjadi guru model

(mengajar di depan kelas) dan satu orang guru menjadi observer

(mengamati jalannya pelajaran di belakang siswa)

Untuk mengatasi kurangnya motivasi siswa dalam pelajaran

matematika maka perlu usaha peningkatan motivasi dengan memberi

variasi model pembelajaran yang bersifat Cooperative Learning yang

menarik atau menyenangkan, yang melibatkan siswa, yang dapat

meningkatkan aktivitas dan tanggung jawab siswa. Banyak model

pembelajaran yang dapat diterapkan dalam proses belajar mengajar.

Salah satunya adalah model pembelajaran dengan tipe “Teams Games

Tournament” atau biasa disingkat TGT. Dalam TGT siswa melakukan

permainan-permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk

memperoleh skor bagi tim mereka masing-masing. Dengan suasana

permainan dalam pembelajaran maka diharapkan akan menarik dan

menimbulkan efek rekreaktif dalam belajar siswa. Aktivitas belajar

dengan permainan yang dirancang dalam model pembelajaran

Cooperative Learning dengan tipe TGT memungkinkan siswa dapat

Page 106: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

99

belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab,

kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.

Namun demikian ternyata hasilnya belum optimal, ini ditunjukan

dengan ketuntasan belajar yang masih rendah. Hasil pengamatan lainnya

adalah kurangnya motivasi belajar terhadap pembelajaran matematika

antara lain: Minat siswa terhadap matematika rendah. Kemampuan siswa

rendah. Siswa beranggapan matematika sebagai pelajaran yang susah.

Siswa tidak dilibatkan secara aktif. Guru kurang melaksanakan variasi

kegiatan pembelajaran. Dukungan dari keluarga di rumah kurang. Untuk

mengatasi kurangnya motivasi siswa dalam pelajaran matematika maka

perlu usaha peningkatan motivasi dengan memberi variasi model

pembelajaran yang bersifat Cooperative Learning yang menarik atau

menyenangkan, yang melibatkan siswa, yang dapat meningkatkan

aktivitas dan tanggung jawab siswa.

KAJIAN TEORI

Motivasi Belajar

Motivasi adalah sesuatu yang mendorong seseorang untuk

bergerak, baik disadari maupun tidak disadari. Motivasi muncul karena

adanya keinginan kuat yang berkaitan dengan adanya kebutuhan dalam

diri seseorang yang menuntut pemenuhannya. Motivasi dapat diartikan

sebagai kekuatan atau daya dorong yang menggerakkan sekaligus

mengarahkan kehendak dan perilaku seseorang dan segala kekuatan

untuk mencapai tujuan yang diinginkannya, yang muncul dari keinginan

memenuhi kebutuhannya.

Berdasarkan dari sumber timbulnya, motivasi belajar matematik

dibedakan menjadi dua jenis, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi

ekstrinsik. Motivasi Intrinsik; Motivasi intrinsik adalah motivasi yang

berasal dari dalam diri siswa. Motivasi Intrinsik dapat juga dikatakan

sebagai bentuk motivasi yang didalamnya dimulai dan diteruskan

berdasarkan suatu dorongan dari dalam diri dan secara mutlak berkaitan

dengan aktifitas belajar matematikanya. Pada umumnya motivasi

intrinsik lebih kuat dari pada motivasi ekstrinsik. Oleh karena itu

motivasi intrinsik sangat penting pada anak didik kita. Jangan hendaknya

anak mau belajar matematika dan bekerja karena takut dimarahi,

dihukum atau tidak lulus ujian (Ngalim Purwanto, 1996:82).

Motivasi Ekstrinsik; Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang

berasal dari luar diri siswa. Motivasi ekstrinsik dapat juga dikatakan

Page 107: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

100

sebagai bentuk motivasi yang didalamnya aktifitas belajar matematika

dimulai dan diteruskan berdasarkan suatu dorongan dari luar yang tidak

secara mutlak berkaitan dengan aktifitas belajar matematikanya. Dalam

kegiatan belajar mengajar matematika, motivasi ekstrinsik juga sangat

penting sebab keadaan siswa itu dinamis dan juga mungkin komponen-

komponen lain dalam proses belajar matematika mengajar ada yang

kurang menarik bagi siswa, sehingga diperlukan motivasi ekstrinsik.

Reni Akbar dan Hawadi (2001:44) menyatakan bahwa sebenarnya ada

dua bentuk atau ragam motivasi, yaitu:

Motivasi yang berasal dari luar dirinya (Motivasi Ektrinsik) yang

artinya bahwa motivasi ini muncul karena faktor di luar dirinya baik dari

lingkungan rumah maupun sekolah, seperti: (1)Siswa belajar karena

takut dihukum guru (2)Siswa belajar karena dijanjikan akan memperoleh

hadiah oleh orang tuanya.(3)Siswa belajar karena untukmenaikkan

gengsi dirinya dimata teman atau saudaranya.(4)Siswa belajar karena

akan memperoleh pujian/penghargaan dari sekolah.Motivasi yang

berasal dari dalam diri siswa (Motivasi Intrinsik). Motivasi ini muncul

tanpa dorongan dari pihak luar. Siswa belajar karena kesadaran atau

keinginannya untuk belajar matematika. Belajar bagi dirinya sudah

merupakan kebutuhan. Ia menyadari sepenuhnya manfaat dari kegiatan

belajar.Motivasi sangat berarti dalam proses belajar matematika.

Dalam belajar matematika, motivasi mempunyai fungsi: a.

Mendukung seseorang untuk belajar matematika, sebagai penggerak

yang memberikan energi atau kekuatan seseorang untuk belajar

matematika. b. Menyeleksi perbuatan, yaitu untuk menentukan

perbuatan-perbuatan mana yang harus dilakukan. Mendorong timbulnya

tingkah laku untuk belajar matematika.

Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan

lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka

saling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam

kelompok untuk saling membantu memecahkan masalah-masalah yang

kompleks. Jadi hakekat sosial dan penggunaan kelompok sejawat

menjadi aspek utama dalam pembelajaran kooperatif. (Trianto, 2007:41).

Di dalam kelas kooperatif siswa belajar bersama dalam

kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4–6 orang siswa yang

sederajat tetapi heterogen, kemampuan, jenis kelamin, suku/ras, dan satu

Page 108: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

101

sama lain saling membantu. Tujuan dibentuknya kelompok tersebut

adalah untuk memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk dapat

terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan kegiatan belajar. Selama

bekerja dalam kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai

ketuntasan materi yang disajikan oleh guru, dan saling membantu teman

sekelompoknya untuk mencapai ketuntasan belajar.

Pembelajaran Model Teams Games Tournaments

Sesuai dengan namanya, model TGT ini mengandung kegiatan-

kegiatan yang bersifat permainan. Seperti karakteristik pembelajaran

kooperatif lainnya, teknik TGT memunculkan adanya kelompok dan

kerjasama dalam belajar, di samping itu terdapat persaingan antar

individu dalam kelompok maupun antar kelompok. Dalam teknik TGT

ini pula siswa yang mempunyai kemampuan dan jenis kelamin yang

berbeda dijadikan dalam sebuah tim yang terdiri dari empat orang siswa.

Di dalam kegiatan pembelajaran dengan permainan ini semua siswa

memiliki peluang yang sama untuk memperoleh prestasi, baik sebagai

tim maupun anggota kelompok.

Banyak siswa yang menganggap bahwa belajar matematika itu

sulit, sehingga siswa cenderung kurang menyukai pelajaran matematika,

bahkan mereka memiliki motivasi yang rendah dalam menekuni

pelajaran matematika. Ketika pelajaran akan berlangsung, rendahnya

respon umpan balik dari siswa terhadap pertanyaan dan penjelasan guru

serta pemusatan perhatian terhadap pelajaran yang kurang, sebagian

besar siswa pasif.

Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam model

pembelajaran kooperatif tipe TGT memungkinkan siswa dapat belajar

lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama,

persaingan sehat dan keterlibatan belajar. Dengan menggunakan model

pembelajaran kooperatif dengan tipe Teams Games Tournament (TGT),

maka diharapkan dapat meningkatkan motivasi belajar dan prestasi

belajar Matematika siswa kelas VII B SMP N 1 Kongbeng khususnya

pada materi segi empat.

Adapun tahapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT

adalah sebagai berikut: (a)Mengajar (teach) Mempersentasekan atau

menyajikan materi, menyampaikan tujuan, tugas, atau kegiatan siswa

dalam pembelajaran, dan memberikan motivasi.(b)Belajar Kelompok

(team study). Siswa bekerja dalam kelompok yang terdiri atas 4 sampai 6

orang dengan kemampuan akademik, jenis kelamin, dan ras / suku yang

Page 109: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

102

berbeda. Setelah guru menginformasikan materi, dan tujuan

pembelajaran, kelompok berdiskusi dengan menggunakan LKS. Dalam

kelompok terjadi diskusi untuk memecahkan masalah bersama, saling

memberikan jawaban dan mengoreksi jika ada anggota kelompok yang

salah dalam menjawab.(c). Permainan (game tournament). Permainan

diikuti oleh anggota kelompok dari masing-masing kelompok yang

berbeda. Tujuan dari permainan ini adalah untuk mengetahui apakah

semua anggota kelompok telah menguasai materi, dimana

pertanyaan- pertanyaan yang diberikan berhubungan dengan materi yang

telah didiskusikan dalam kegiatan kelompok. (d). Penghargaan

kelompok (team recognition).Pemberian penghargaan (rewards)

berdasarkan pada rerata poin yang diperoleh oleh kelompok dari

permainan.

Banyak siswa yang menganggap bahwa belajar matematika itu

sulit, sehingga siswa cenderung kurang menyukai pelajaran matematika,

bahkan mereka memiliki motivasi yang rendah dalam menekuni

pelajaran matematika. Ketika pelajaran akan berlangsung, rendahnya

respon umpan balik dari siswa terhadap pertanyaan dan penjelasan guru

serta pemusatan perhatian terhadap pelajaran yang kurang, sebagian

besar siswa pasif. Dalam pembelajaran kooperatif siswa yang mengalami

kesulitan bisa terbantu karena bisa belajar kepada teman sekelompoknya.

Dalam pembelajaran kooperatif dengan tipe Teams Games Tournament

(TGT) siswa belajar dari sesama teman, bekerja sama dan saling

membantu dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. Apabila

ada dari anggota kelompok yang tidak mengerti dengan tugas yang

diberikan, maka anggota yang lain bertanggungjawab untuk memberikan

jawaban atau menjelaskan.

Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam model

pembelajaran kooperatif tipe TGT memungkinkan siswa dapat belajar

lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama,

persaingan sehat dan keterlibatan belajar. Dengan demikian melalui

pembelajaran kooperatif tipe TGT, diharapkan dapat meningkatkan

motivasi belajar siswa yang pada akhirnya bermuara pada meningkatnya

prestasi belajar matematika siswa kelas VII B SMP N 1 Kongbeng.

Dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif dengan tipe

Teams Games Tournament (TGT), maka diharapkan dapat

meningkatkan motivasi belajar dan prestasi belajar Matematika siswa

kelas VII B SMP N 1 Kongbeng khususnya pada materi segi empat.

Page 110: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

103

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan pada peserta didik

kelas VII B semester genap pada mata pelajaran matematika di SMP N

1 Kongbeng tahun pembelajaran 2016/2017. Subyek penelitian pada

kelas VII B ini berjumlah 32 siswa, terdiri dari 18 siswa laki-laki dan 14

siswa perempuan.

Desain Penelitian

Desain penelitian ini menggunakan model Teams Games

Tournaments dengan tahapan perencanaan, tindakan, pengamatan, serta

refleksi untuk setiap siklus. Penelitian ini dilaksanakan melalui tiga

sikluntuk melihat motivasi belajar matematika siswa kelas VII B pada

SMP N 1 Kongbeng maka dilakukan observasi kegiatan pembelajaran

yang dilakukan oleh peneliti sendiri dan guru lain yang setiap hari

menjadi team teaching di kelas tersebut. Setelah dilakukan pengkajian

reflektif dan diskusi, maka ditetapkan tindakan untuk meningkatkan

motivasi siswa dalam belajar matematika dengan model pembelajaran

kooperatif dengan tipe Teams Games Tournament (TGT).

Penelitian tindakan kelas ini direncanakan dalam 3 siklus, yang

tiap-tiap siklusnya mencakup tahapan berikut. Perencanaan (Planning).

Perencanaan tindakan meliputi penyusunan rencana pembelajaran,

membuat skenario pembelajaran dengan teknik Teams Games

Tournament (TGT), membuat media permainan sesuai dengan tema

dalam rencana pembelajaran dengan Teams Games Tournament (TGT)

yang dilengkapi dengan petunjuk kegiatan dan aturan permainan, serta

penyusunan alat-alat evaluasi tindakan.

Tindakan (Acting); Implementasi tindakan atau pelaksanaan

tindakan meliputi :Pembuatan kelompok-kelompok belajar yang terdiri

dari empat orang siswa dengan kemampuan heterogen.Membagi

petunjuk kegiatan atau aturan permainan pada tiap kelompok Siswa

melaksanakan permainan sesuai dengan petunjuk kegiatan.Masing-

masing anggota berkompetensi untuk mendapatkan nilai. Pengamatan /

Observasi (Observing); Observasi pelaksanaan pembelajaran dilakukan

secara kolaboratif dengan menggunakan instrument monitoring yang

telah direncanakan. Data tentang kondisi pembelajaran matematika

diperoleh dari lembar observasi yang diisi observer. Data tentang tingkat

kemajuan motivasi belajar matematika pada siswa diperoleh dari lembar

Page 111: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

104

angket yang diedarkan setelah kegiatan pembelajaran pada setiap siklus

berakhir. Dan data tentang hasil belajar siswa diperoleh dari hasil

evaluasi yang berupa tugas dan ulangan harian. Refleksi (Reflecting)

Refleksi dilakukan berdasarkan hasil wawancara dengan siswa, hasil

lembar pengamatan dan hasil diskusi dengan guru. Hasil refleksi

digunakan untuk menentukan langkah-langkah tindakan berikutnya.

Teknik Pengumpulan data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah: Observasi

(pengamatan) yaitu untuk mengetahui situasi dan proses pelaksanaan

kegiatan belajar mengajar yang berlangsung di kelas. Angket (kueisoner)

untuk memperoleh data motivasi belajar matematika siswa melalui

model pembelajaran kooperatif tipe TGT. Tes yaitu untuk memperoleh

data hasil belajar siswa.

Analisis Data

Skor motivasi yang diukur dalam penelitian ini menggunakan

angket model ARCS (Attention, Relevance, Confidence, Satisfaction).

Perhitungan skor yang diberikan siswa terhadap pernyataan-pernyataan

dalam Angket Motivasi Siswa dibuat dengan ketentuan sebagai berikut:

Untuk pernyataan dengan kriteria positif: 1= sangat tidak setuju, 2=

tidak setuju, 3= ragu-ragu, 4= setuju, 5= sangat setuju. Untuk

pernyataan dengan kriteria negatif: 1=sangat setuju, 2=setuju, 3=ragu-

ragu, 4=tidak setuju, dan 5=sangat tidak setuju. Menghitung skor rata-

rata gabungan dari kriteria positif dan negatif tiap kondisi, kemudian

menentukan kategorinya dengan ketentuan skor rata-rata: 1,00 – 1,49 =

tidak baik, 1,50 – 2,49 = kurang baik, 2,50 – 3,49 = cukup baik; 3,50 –

4,49 = baik, 4,50 – 5,00 = sangat baik. Analisis data yang digunakan

dalm penelitian ini menggunakan rumus:

%100=N

fp

Keterangan : P = presentase, F = frekuensi yang sedang dicari

presentasenya, N = jumlah frekuensi / responden

Indikator Keberhasilan Penelitian

Penelitian ini berhasil apabila motivasi belajar matematika siswa

mengalami peningkatan rata-rata motivasi dengan kategori minimal

Page 112: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

105

cukup baik dan juga prestasi belajar mengalami peningkatan dari siklus

satu ke siklus selanjutnya.

HASIL TINDAKAN DAN PEMBAHASAN

Kegiatan pembelajaran pada siklus I dilaksanakan sebanyak 1

kali pertemuan dan setiap pertemuan berlangsung selama 2 jam pelajaran

(2 x 45 menit). Dari hasil pengamatan mengenai diskusi kelompok

terlihat kurangnya kerja sama dari setiap anggota kelompok, peneliti dan

guru observer menyimpulkan bahwa hal ini dikarenakan ada beberapa

anggota yang kurang bersemangat dalam belajar, hal ini ditunjukkan

dengan hasil angket motivasi belajar.

Pelaksanaan pengamatan proses pembelajaran pada siklus ini,

siswa sebagian besar antusias mengikuti pembelajaran, hal ini terlihat

dari banyaknya siswa yang menanggapi setiap pertanyaan yang diajukan

oleh guru mengenai materi yang diajarkan yaitu materi persegi panjang.

Hal lain yang membuat siswa antusias, dari pemberitahuan sebelumnya

bahwa nanti dalam pembelajaran ini ada kegiatan permainan. Bahkan

sebagian siswa bertanya kepada peneliti permainan yang bagaimana

yang membuatnya mereka penasaran.

Dalam diskusi kelompok terlihat kurangnya kerja sama dari

setiap anggota kelompok, meskipun dalam kegiatan pertandingan

(tournament) siswa kelihatan aktif dan antusias dalam menjawab

pertanyaan. Dalam pertandingan tersebut terlihat kurang tertib, hal ini

karena banyaknya siswa yang kurang memahami langkah-langkah atau

peraturan pertandingan sehingga banyak siswa yang bertanya kepada

guru maksud dari langkah yang mereka jalankan.

Hasil angket motivasi belajar siswa pada siklus I menunjukkan

adanya motivasi siswa dengan kriteria sangat baik sebesar 9,20 %,

kriteria baik sebesar 30,30 %, kriteria cukup baik sebesar 35,50 % dan

kriteria kurang baik 25 %. Hal ini menunjukkan sebanyak 75 % siswa di

kelas VII B mempunyai motivasi meskipun motivasi yang paling rendah

hanya cukup baik.Dari hasil pengamatan mengenai kegiatan permainan,

terlihat beberapa siswa masih belum paham peraturan-peraturan

(langkah-langkah) permainan, oleh sebab itulah pada siklus II guru

memberi penjelasan secara terinci mengenai langkah-langkah

permainannya, dan guru lebih berperan sebagai motivator baik dalam

diskusi kelompok maupun dalam kegiatan permainan. Dari hasil

evaluasi yang menunjukkan hasil rata-rata kelas 65,40, ini berarti sudah

Page 113: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

106

memenuhi kriteria ketuntasan belajar yang ditetapkan oleh guru mata

pelajaran sebesar 63,00. Pada tahap siklus II ini, kegiatan pembelajaran

dimulai dengan menjelaskan materi mengenai persegi dengan

demonstrasi dan metode tanya jawab. Pada Siklus II diskusi kelompok

yang terlihat lebih aktif kerja sama dari setiap anggota kelompok

dibandingkan dengan siklus I. Dalam kegiatan pertandingan

(tournament) siswa kelihatan aktif dan antusias dalam menjawab

pertanyaan. Setiap anggota dari masing-masing kelompok sudah

memahami betul peraturan dari permainannya, hal ini dibuktikan

lancarnya jalannya permainan tersebut. Hasil evaluasi yang diperoleh

oleh siswa setelah pelaksanan model pembelajaran TGT ini

menunjukkan hasil rata-rata kelas 69,00.

Dalam diskusi kelompok yang terlihat lebih aktif kerja sama dari

setiap anggota kelompok dibandingkan dengan siklus I. Dalam kegiatan

pertandingan (tournament) siswa kelihatan aktif dan antusias dalam

menjawab pertanyaan. Setiap anggota dari masing-masing kelompok

sudah memahami betul peraturan dari permainannya, hal ini dibuktikan

lancarnya jalannya permainan tersebut. Dari hasil pengamatan mengenai

diskusi kelompok terlihat mulai tercipta kerja sama dari setiap anggota

kelompok, peneliti dan guru observer menyimpulkan bahwa hal ini

dikarenakan ada beberapa anggota mulai bersemangat dalam belajar, hal

ini ditunjukkan dengan hasil angket motivasi .

Hasil angket motivasi belajar siswa pada siklus II menunjukkan

adanya motivasi siswa dengan kriteria sangat baik sebesar 15,10 %,

kriteria baik sebesar 35,40 %, kriteria cukup baik sebesar 28,75 % dan

kriteria kurang baik 20,75 %. Hal ini menunjukkan sebanyak 79,25 %

siswa di kelas VII B mempunyai motivasi meskipun motivasi yang

paling rendah hanya cukup baik. Hasil angket motivasi belajar siswa

pada siklus II menunjukkan adanya motivasi siswa dengan kriteria

sangat baik sebesar 15,10 %, kriteria baik sebesar 35,40 %, kriteria

cukup baik sebesar 28,75 % dan kriteria kurang baik 20,75 %. Hal ini

menunjukkan sebanyak 79,25 % siswa di kelas VII B mempunyai

motivasi meskipun motivasi yang paling rendah hanya cukup baik.

Dari hasil pengamatan dalam pelaksanaan model pembelajaran

TGT, waktu yang tersedia tidak cukup, hanya sampai pada kegiatan

permainan, pada kegiatan pemberian penghargaan tidak sempat

dilaksanakan, hal ini karena waktu pembelajaran pada bulan Ramadhan

dipersingkat, sehingga peneliti dan guru pamong menyepakati untuk

Page 114: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

107

terpenuhinya waktu dalam pelaksanaan model pembelajaran TGT pada

siklus III, maka pelaksanaannya dirancang dua pertemuan, pertemuan

pertama kegiatan menjelaskan materi dan diskusi kelompok, sedangkan

pertemuan kedua kegiatan permainan (tournament) dan pemberian

penghargaan. Pada siklus III mengalami kenaikan dari 75 % pada siklus

I, meningkat menjadi 79,25% , dan menjadi lebih baik pada siklus III

yaitu menjadi 90 % yang terdiri dari kategori motivasi sangat baik, baik

dan cukup baik.

Nilai rata-rata siswa setiap siklus mengalami kenaikan. Pada

siklus I dengan materi persegi panjang rata-rata hasil nilai siswa 65,40.

Pada siklus II dengan materi persegi rata-rata hasil nilai siswa 69,00.

Pada siklus III dengan materi jajargenjang rata-rata hasil nilai siswa

68,00. Dari siklus II ke siklus III nilai rata-rata siswa mengalami sedikit

penurunan, dikarenakan tingkat kesulitan materi semakin meningkat

pada siklus III .

KESIMPULAN

Beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian

tindakan kelas (PTK) ini adalah sebagai berikut: Motivasi belajar

matematika siswa secara umum mengalami kenaikan rata-rata motivasi

minimal cukup baik yang awalnya sebesar 75 % siswa menjadi sebesar

90 % siswa di kelas VII B. Hal ini menurut analisis peneliti dikarenakan

sebagai berikut: (1) Siswa senang dengan variasi model pembelajaran

yang menurut mereka baru dan belum pernah mereka dapat sebelumnya

(2) Materi pembelajaran yang dibahas relatif dapat dipahami oleh siswa

karena di jenjang sekolah sebelumnya pernah diajarkan. Hasil tes yang

dilaksanakan pada setiap siklus mengalami kenaikan, kecuali pada siklus

III. Pada siklus I nilai rata-rata sebesar 65,40, pada siklus II nilai rata-

rata sebesar 69,00 dan pada siklus III nilai rata-rata sebesar 68,00.

SARAN

Beberapa saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian

tindakan kelas ini adalah sebagai berikut: Penerapan model

pembelajaran dengan tipe Team Games Tournament sebagai salah satu

alternatif model pembelajaran bagi guru yang dapat memotivasi belajar

matematika. Tournamen/permainan dalam model pembelajaran TGT,

hendaknya dirancang sedemikian rupa sehingga siswa lebih tertarik lagi

Page 115: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

108

dan dapat meningkatkan motivasi pada diri siswa yang pada akhirnya

dapat meningkatkan prestasi siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Haryono, Moh.. (2007). Penggunaan Variasi Metode Belajar untuk

Membangkitkan Motivasi Belajar Matematika. Widyatama,

Vol. 4.

Purwanto, Ngalim. (1996). Psikologi Pendidikan. Bandung. PT. Remaja

Rosdakarya.

Sudijono, A. (2005). Pengantar Statistika Pendidikan. PT Raja

Grafindo. Jakarta

Suhadi. (2006). Meningkatkan Minat dan Motivasi Belajar Siswa Kelas

II SMPN 4 Danau Panggang melalui Model Pembelajaran

Kooperatif Tipe TGT (Teams Games Tournaments).

http://Suhadinet.wordpress.com. Diakses pada tanggal 15

Agustus 2008.

Suhadi. (2008). Model Pembelajaran Kooperatif tipe TGT (Teams

Games Tournaments). http://Suhadinet.wordpress.com.

Diakses pada tanggal 15 Agustus 2008.

Sumanto, Wasty. (1984). Psikologi Pendidikan (Landasan Kerja

Pemimpin Pendidikan. Yogya. Yayasan Paramita.

Sutikno, Sobry. (2007). Menggagas Pembelajaran Efektif dan

Bermakna. Bandung. NTP Press.

Trianto, Drs. (2007). Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi

Konstruktivistik. Surabaya. Prestasi Pustaka.

Wardono. (2005). Penerapan Pembelajaran Kooperatif Jigsaw dan TGT

(Teams Games Tournaments) untuk Meningkatkan Hasil

Belajar Matematika pada Siswa SMP. (Laporan PTK).

Semarang.

Winkel, W.S. (1991). Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar.

Jakarta. PT. Gramedia.

Page 116: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

109

UPAYA PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS CERPEN

DENGAN STRATEGI COPY THE MASTER MELALUI MEDIA

AUDIOVISUAL PADA SISWA KELAS VII

Yuliana Palinggi

Guru SMP Negeri 2 Sangatta Selatan

Abstrak

Menulis cerpen adalah kompetensi dasar yang harus

diajarkan di SMP. Penelitian ini didasarkan pada

rendahnya kemampuan siswa SMP Negeri 2 Sangatta

Selatan dalam menulis cerpen. Hal ini disebabkan karena

ketidak efektifan pembelajaran. Ketidak efektifan

pembelajaran ini bisa disebabkan karena pemilihan

strategi dan media yang tidak tepat dalam pembelajaran

menulis cerpen. Strategi Copy the Master melalui media

audiovisual dapat digunakan untuk meningkatkan

pembelajaran menulis cerpen karena strategi ini

memberikan ide kepada siswa untuk menemukan dan

memulai kegiatan menulis cerpen. Hasil penelitian yang

telah dilakukan menunjukkan adanya peningkatan

pembelajaran menulis cerpen. Peningkatan kemampuan

siswa dalam menulis puisi dapat dilihat dari peningkatan

proses dan hasil pembelajaran menulis cerpen.

Kata Kunci: Menulis Cerpen, Strategi Copy the Master,

Media, Audiovisual

PENDAHULUAN

Pembelajaran menulis cerita pendek (cerpen) penting bagi siswa

sekolah menengah pertama, karena cerpen dapat dijadikan sebagai

sarana untuk berimajinasi dan menuangkan pikiran. Menurut

Widyamartaya (2005:102) menulis cerpen ialah menulis tentang sebuah

peristiwa atau kejadian pokok. Selain itu, menurut Widyamartaya

(2005:96) menulis cerpen merupakan dunia alternatif pengarang.

Sedangkan Sumardjo (2001:84) berpendapat bahwa menulis cerita

pendek adalah seni, keterampilan menyajikan cerita. Kemampuan

Page 117: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

110

menulis cerpen yang dimiliki siswa tidaklah sama. Sebagian siswa

mampu menulis cerpen dengan baik dan sebagian siswa yang lain masih

belum mampu menulis cerpen dengan baik.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada saat melakukan

studi pendahuluan di SMP Negeri 2 Sangatta Selatan diperoleh

informasi bahwa kemampuan siswa dalam menulis cerpen masih rendah.

Siswa mengalami kesulitan menuangkan pikiran dan perasaannya dalam

bentuk cerpen. Tidak sedikit siswa yang mengalami hambatan dalam

mengembangkan keterampilannya menulis cerpen. Hambatan-hambatan

tersebut yaitu daya imajinasi siswa masih kurang, diksi yang digunakan

dalam menulis cerpen kurang bervariasi, kesulitan menentukan tema,

dan kurang dapat mengembangkan ide.

Selama ini guru kurang memberi respon terhadap pelajaran

menulis cerpen sehingga sering dilewati tidak memanfaatkan media

yang tersedia, kurang kreatif dalam mengembangkan potensi diri para

siswa. Keterampilan menulis cerpen yang diajarkan di sekolah-sekolah

selama ini menggunakan metode konvensional. Peran guru amat

dominan dalam proses pembelajaran. Siswa kurang aktif sehingga

menimbulkan kebosanan bagi siswa dalam pembelajaran menulis cerpen

sehingga karya yang dihasilkan siswa kurang maksimal. Cerpen yang

dibuatnya kurang menarik karena bahasa yang digunakan monoton, dan

pengembangan ide atau gagasan kurang bervariasi. Hal ini dapat dilihat

dari kesesuaian isi cerpen dengan tema, pengembangan topik, dan diksi

yang belum mendapat perhatian dari siswa.

Faktor lain yang menyebabkan rendahnya keinginan siswa

menulis cerpen ialah media yang digunakan dalam pembelajaran

menulis cerpen karena selama ini guru hanya memberikan penjelasan

cara-cara menulis cerpen secara teori tanpa adanya media yang

digunakan untuk mendukung serta menarik perhatian siswa. Untuk itu

perlu adanya upaya untuk mengatasi kondisi tersebut. Guru diharapkan

dapat memilih metode yang lebih menekankan pada pembelajaran

langsung yang lebih konkret, sehingga kemampuan menulis siswa lebih

meningkat. Guru dapat menerapkan strategi-strategi pembelajaran yang

dapat memberikan peluang kepada siswa untuk lebih aktif, kreatif, dan

inovatif. Strategi tersebut diharapkan dapat membuat siswa mempunyai

keyakinan bahwa dirinya mampu belajar, yang dapat memanfaatkan

potensi siswa seluas-luasnya.

Page 118: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

111

Salah satu strategi pembelajaran yang mengacu pada

pembelajaran menulis kreatif adalah strategi Copy the Master. Ide ini

diperkuat pendapat bahwa strategi Copy the Master adalah strategi

pemodelan yang dekat dengan calon penulis. Adanya model yang dekat

dengan penulis berarti memudahkan penulis untuk memulai kegiatan

menulis. Selain itu peneliti menggunakan media audio visual sebagai

sarana untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis cerpen.

Dengan menggunakan strategi Copy the Master ini siswa mendapat

pengalaman langsung karena mendapat kesempatan mengamati atau

mencermati model tulisan, sehingga pemahaman siswa tentang konsep

lebih konkret. Hipotesis tindakan yang diambil adalah dengan

menggunakan strategi Copy the Master pada pengajaran keterampilan

menulis, kemampuan menulis anak semakin meningkat.

KAJIAN TEORI

Strategi Copy the Master berasal dari bahasa Inggris yang artinya

adalah model untuk ditiru. Model yang akan ditiru ini tidak hanya

terbatas pada peniruan lateral, namun ada tahap perbaikan. Tahap

peniruan sampai dengan perbaikan inilah yang menonjol dalam strategi

ini. Pada dasarnya strategi ini menuntut dilakukan latihan-latihan sesuai

dengan model yang ditawarkan.

Dalam proses belajar mengajar, media memiliki fungsi yang

sangat penting. Secara umum fungsi media adalah sebagai penyalur

pesan. Media pengajaran dapat mempertinggi proses belajar siswa dalam

pengajaran yang pada gilirannya dapat mempertinggi hasil belajar yang

dicapainya (Sudjana dan Rivai 2001:2). Selain itu, media pembelajaran

dapat menambah efektivitas komunikasi dan interaksi antara pengajar

dan pembelajar (Pranggawidagda 2002:145).

Dengan adanya media audio visual yang menampilkan gambar

beserta suaranya akan mempermudah siswa untuk menangkap informasi

yang dibutuhkan dalam mengembangkan inspirasi maupun gagasan yang

akan dituangkan dalam menulis sebuah cerpen. Selain itu proses belajar

mengajar akan terasa lebih hidup dan lebih menyenangkan dibandingkan

dengan menggunakan media audio . Pembelajaran menulis cerpen yang

menggunakan media audio kurang maksimal digunakan dalam

pembelajaran menulis cerpen karena penggunaan media audio hanya

menampilkan sebuah suara yang kurang memaksimalkan potensi siswa

dalam menangkap informasi yang sangat dibutuhkan untuk

Page 119: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

112

mengembangkan inspirasi dan ide-idenya yang akan digunakan untuk

menulis sebuah cerpen.

Penelitian mengenai keterampilan menulis banyak dilakukan

dengan menawarkan metode / media yang bermacam-macam sebagai

upaya untuk meningkatkan keterampilan menulis siswa. Terdapat

penelitian-penelitian yang relevan dengan penelitian ini. Setidaknya

relevan dalam hal pemakaian metode, media maupun desain penelitian.

Pemakaian media dan metode pada setiap penelitian tersebut desain

penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas.

Penelitian ini mendeskripsikan seberapa besar peningkatan hasil

dan proses pembelajaran menulis cerpen dengan strategi Strategi Copy

the Master melalui Media Audio Visual di kelas VII A SMPN 2

Sangatta Selatan melalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Dengan

adanya penelitian ini diharapkan dapat membuka wawasan bagi guru

dalam mencari strategi alternatif untuk meningkatkan pembelajaran

menulis cerpen.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas. Rancangan

ini sesuai dengan latar permasalahan dan karakteristik penelitian yang

dilakukan, yakni (1) masalah penelitian berasal dari persoalan yang

terjadi dalam praktik pembelajaran di kelas, yakni kemampuan siswa

dalam menulis cerpen yang masih rendah, (2) adanya tindakan untuk

memperbaiki permasalahan pembelajaran, yaitu melalui penerapan

strategi Copy the Master (3) adanya kolaborasi dalam kegiatan

perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi, serta (4) adanya kegiatan untuk

melakukan evaluasi dan refleksi.

Penelitian ini dilakukan di SMPN 2 Sangatta Selatan. Alasan

pemilihan lokasi tersebut dengan mempertimbangkan beberapa alasan.

Pertama, SMPN 2 Sangatta Selatan telah menerapkan kurikulum 2013

yang di dalamnya mengajarkan menulis/ menyusun teks cerpen. Kedua,

belum pernah dilakukan penelitian sebelumnya mengenai menulis

cerpen dengan menggunakan strategi Copy the Master melalui media

audio visual. Waktu penelitian dilaksanakan pada awal semester II tahun

pelajaran 2015/2016 Penentuan waktu ini didasarkan karena kompetensi

dasar menulis cerpen diajarkan di kelas VII pada semester kedua.

Page 120: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

113

Subjek penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII A SMPN 2

Sangatta Selatan. Pemilihan kelas VII A didasarkan pada pertimbangan

bahwa (1) tingkat kecerdasan siswa merata mulai dari yang cerdas,

sedang, dan kurang, (2) jumlah siswa memadai, (3) guru kelas bersedia

berkolaborasi. Media pembelajaran utama yang digunakan adalah film.

Adapun alat-alat yang digunakan untuk menjaring data keberhasilan

belajar siswa adalah lembar observasi, dan rubrik penilaian kemampuan

menulis cerpen. Penentukan kualifikasi keberhasilan tindakan penelitian

memerlukan rambu-rambu. Indikator pada penelitian ini dibuat untuk

mendekripsikan dua permasalahan penelitian, yakni permasalahan

penelitian proses dan hasil keterampilan menulis cerpen.

Observasi dilakukan oleh peneliti pada saat pembelajaran

berlangsung dengan membuat catatan khusus mengenai perilaku siswa

dalam kegiatan menulis cerpen melalui strategi Copy the Master melalui

media audio visual. Observasi dipergunakan untuk memperoleh data

tentang perilaku siswa selama pembelajaran berlangsung pada siklus I

dan pada siklus II. Peneliti sebelumnya mempersiapkan lembar

observasi untuk dijadikan pedoman dalam pengambilan data. Observasi

atau pengamatan dilakukan oleh peneliti, dibantu oleh guru kolaborator.

Data hasil dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan

tes. Tes dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada siklus I dan siklus II

dengan tujuan untuk mengukur keterampilan siswa dalam menulis

cerpen dengan strategi Copy the Master melalui media audio visual.

Pada hasil tes siklus I dianalisis, dari hasil analisis akan diketahui

kelemahan siswa dalam kegiatan menulis cerpen, yang selanjutnya

sebagai dasar untuk menghadapi tes pada siklus II, yang pada akhirnya

setelah dianalisis hasil tes siklus II dapat diketahui peningkatan

keterampilan menulis cerpen melalui strategi Copy the Master dengan

media audio visual. Tes yang berupa soal esai menulis cerpen

dilaksanakan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menulis

cerpen dengan memperhatikan kriteria-kriteria penilaian yang telah

ditentukan. Kriteria-kriteria penilaian tersebut yakni (1) Tema, (2) Alur,

(3) Latar, (4) Sudut pandang, (5) Gaya Bahasa, (6) Tokoh dan

Penokohan, dan (7) Kepaduan unsur-unsur dalam cerpen.

HASIL PENELITIAN

Kemampuan siswa kelas SMP Negeri 2 Sangatta Selatan dalam

menulis cerita pendek rata-rata masih rendah. Dari hasil pengamatan

Page 121: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

114

selama peneliti melakukan observasi masih banyak siswa yang kurang

tertarik pada pembelajaran menulis cerpen. Siswa tampak kesulitan

dalam menuangkan ide-ide ke dalam bentuk cerpen, hal ini dikarenakan

beberapa faktor yang mempengaruhi seperti penggunaan media dan

teknik pembelajaran yang kurang sesuai. Kesulitan-kesulitan siswa juga

tampak dari hasil kerja siswa. Hasil yang dicapai siswa masih rendah,

hal ini terbukti dari isi cerpen yang tidak sesuai dengan tema atau bahan

pengajaran, isi cerpen tidak sesuai dengan judul, alur yang tidak jelas,

konflik dan karakter tokoh yang kurang sesuai. Seperti tampak pada

tabel berikut:

Tabel 1. Hasil Tes Kemampuan Menulis Cerita Pendek Pra

Tindakan

Kategori Rentang

Nilai

Frekuensi

Skor Bobot

Persen

Rata-

rata

Sangat Baik 85-100

Baik 70-84 8 544 20%

Cukup 60-69 26 1783 65%

Kurang 50-59 6 399 15%

Sangat Kurang 0-49

JUMLAH 40 2666 100%

Siklus I merupakan pemberlakuan awal penelitian dengan

strategi Copy the Master melalui media audio visual. Tindakan siklus ini

dilakukan sebagai upaya untuk memperbaiki dan memecahkan masalah

yang muncul pada pratindakan. Tahap ini dimulai dengan refleksi awal.

Kegiatan yang dilakukan berupa renungan atau pemikiran hasil dengan

guru mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas VII A SMP Negeri 2

Sangatta Selatan. Kegiatan dilanjutkan dengan perencanaan

pembelajaran yang dilakukan sebagai upaya memecahkan segala

permasalahan yang dilakukan yang telah ditemukan pada refleksi awal,

dan segala hal yang perlu dilakukan pada tahap tindakan. Dengan

adanya perencanaan, tindakan pembelajaran yang dilakukan akan lebih

terarah dan sistematis.

Kegiatan publikasi yang dilakukan dengan membacakan cerpen

di depan kelas dapat diketahui bahwa siswa lebih memperhatikan

pembacaan cerpen yang dilakukan oleh salah satu siswa. Selain siswa

Page 122: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

115

yang membacakan cerpen telah memiliki rasa percaya diri dengan bukti

suara siswa saat membacakan sudah lantang dan terdengar hingga

bangku belakang. Muka siswa juga tidak ditutup dengan teks cerpen

yang dibacanya.

PEMBAHASAN

Peningkatan proses keterampilan menulis kreatif cerpen meliputi

proses peningkatan pada tahap pramenulis, proses peningkatan pada

tahap menulis, proses peningkatan pada tahap pasca menulis Media yang

digunakan adalah film dan lembar kerja siswa untuk membuat kerangka

cerpen, menulis cerpen serta lembar penyuntingan. film yang digunakan

yaitu judul Laskar Pelangi. Film tersebut dipilih berdasarkan

pertimbangan bahwa film Laskar pelangi tersebut dapat membantu siswa

dalam mengembangkan cerita baik dari segi judul, tokoh, latar dan alur;

(2) memiliki tokoh, latar, dan alur yang menceritakan tentang sebuah

kehidupan manusia, dan (3) menumbuhkan cipta dan rasa dalam diri

siswa.

Pada kegiatan pramenulis ini suasana kelas tampak kondusif, hal

ini tampak pada siswa yang antusias mengerjakan tugas dari guru.

Dengan penuh perhatian siswa memperhatikan film yang ditayangkan

guru. Setelah siswa menyaksikan film yang ditayangkan, siswa

berdiskusi dengan teman sebangku untuk memilih adegan yang

digunakan sebagai pengembangan membuat kerangka cerpen. Ketika

siswa mengalami kesulitan dalam mengerjakan tugas membuat kerangka

cerpen dan memahami film, siswa selalu bertanya kepada guru. Pada

kegiatan ini guru berkeliling dan mengingatkan siswa untuk

memperhatikan unsur pembangun cerpen dan penggunaan ejaan dan

tanda baca.

Proses peningkatan keterampilan menulis kreatif cerpen pada

tahap menulis suasana kelas tampak kondusif, hal ini tampak pada siswa

yang antusias mengerjakan tugas dari guru. Siswa membaca kembali

kerangka cerpen yang telah dibuatnya, kemudian siswa mengembangkan

kerangka cerpen menjadi cerpen yang utuh dan padu pada lembar kerja

yang telah dipersiapkan oleh guru. Kegiatan pengembangan kerangka

cerpen menjadi cerpen yang utuh dan padu pada tahap menulis ini

dilakukan siswa secara individu. Pengembangan kerangka cerpen

menjadi cerita yang utuh dan padu yang dilakukan pada tahap menulis

ini, media film membantu siswa berimajinasi sehingga film dapat

Page 123: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

116

membantu siswa mengembangkan kerangka cerpen menjadi cerpen yang

utuh dan padu. Pada tahap menulis ini juga dilakukan tahap revisi. Siswa

merevisi cerpen yang telah selesai dibuatnya.

Dari kegiatan pascamenulis dapat diketahui bahwa pembelajaran

menulis kreatif cerpen ini tidak hanya melatihkan siswa untuk pandai

menulis tetapi juga aktif dalam keterampilan menyimak, membaca, dan

berbicara. Setelah kegiatan publikasi guru melakukan refleksi dengan

menanyakan kesulitan yang dialami siswa dalam mengikuti

pembelajaran menulis cerpen dengan menggunakan strategi Copy the

Master melalui media audio visual (film). Dari data observasi dapat

dilihat terjadinya peningkatan perilaku positifsiswa dalam menulis

cerpen. Data tersebut menunjukkan bahwa sebanyak 38 siswa atau

sebesar 95% dari jumlah keseluruhan siswa yang merasa lebih

bersenang hati dalam menulis cerpen. Sisanya sebanyak 2 siswa atau

sebesar 5% yang kurang bersenang hati dalam menulis cerpen. Hal ini

disebabkan siswa kurang berminat dalam menulis cerpen. Berdasarkan

uraian di atas menunjukkan bahwa terjadinya peningkatan perilaku

siswa dalam mengikuti proses pembelajaran pada siklus II ini. Perilaku-

perilaku negatif siswa dapat dikurangi sehingga pembelajaran ini dapat

berhasil. Peningkatan hasil keterampilan menulis cerpen setelah

dilakukan tindakan pada siklus I dan II, diperoleh hasil menulis puisi

seperti yang tampak pada tabel berikut.

Tabel 2. Peningkatan Hasil Keterampilan Menulis Cerpen Setelah

Dilakukan Tindakan Pada Siklus I dan II

Kriteria Nilai

Prasiklus Siklus I Siklus II

Rata-rata

2666 2915 3203

4000 4000 4000

66,65 72,875 80,075

PEMBAHASAN

Peningkatan proses belajar siswa dalam mengikuti proses

pembelajaran menulis cerpen dengan menggunakan strategi Copy the

Master melalui media audio visual dapat dilihat berdasarkan hasil

observasi selama pembelajaran berlangsung. Sedangkan peningkatan

hasil dapat diketahui berdasarkan hasil tes kemampuan menulis cerpen.

Page 124: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

117

Dari hasil observasi dapat dilihat bahwa pada siklus I siswa belum

mengikuti proses pembelajaran menulis cerpen dengan baik, masih ada

beberapa siswa yang melakukan perilaku negatif walaupun jumlahnya

lebih sedikit daripada siswa yang melakukan perilaku positif dalam

mengikuti proses pembelajaran tersebut. Hal ini dibuktikan dengan data

pada hasil observasi siswa yang tercatat ada 10 atau sebesar 25% dari

jumlah keseluruhan siswa yang berbicara dan bercanda dengan

temannya pada saat proses pembelajaran menulis cerpen. Sebanyak 6

siswa atau sebesar 15% dari jumlah keseluruhan siswa yang mondar-

mandir atau jalan-jalan untuk kepentingan yang tidak jelas saat proses

pembelajaran berlangsung.

Pada siklus II sudah ada perubahan perilaku siswa yaitu siswa

sudah mengikuti proses pembelajaran menulis cerpen dengan baik dan

dapat menciptakan suasana belajar yang nyaman. Siswa terlihat sangat

bersungguh-sungguh dalam mengikuti penjelasan dari guru, dan mereka

sudah lebih aktif dalam mengikuti pelajaran dibandingkan pada siklus I.

Perilaku negatif pada siklus I, pada siklus II banyak berkurang. Siswa

yang melakukan perilaku negatif berbicara dan bercanda dengan

temannya menurun dari 10 siswa atau sebesar 25% dari jumlah

keseluruhan siswa menjadi 2 siswa atau sebesar 5% dari jumlah

keseluruhan siswa. Sedangkan siswa yang berjalan-jalan atau

mondarmandir pada saat berlangsungnya proses pembelajaran tidak ada.

Berdasarkan hasil jurnal dari siklus I ke siklus II yaitu siswa

semakin senang terhadap Copy the Master melalui media audio visual

yang dihadirkan guru (peneliti). Menurut sebagian besar dari jumlah

siswa kelas VII A SMP Negeri 2 Sangatta Selatan yang menyatakan

bahwa metode tersebut dapat mempermudah mereka dalam menulis

cerpen karena kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi dapat diatasi

dengan metode tersebut. Berdasarkan hasil wawancara didapatkan hasil

bahwa siswa senang dan tertarik dengan pembelajaran menulis cerpen

dengan menggunakan strategi Copy the Master melalui media audio

visual. Siswa juga dapat mengambil manfaat dari pembelajaran tersebut,

siswa semakin tahu banyak tentang cerpen dan bagaimana menulis

cerpen. Selain itu pembelajaran menulis cerpen dengan menggunakan

strategi Copy the Master melalui media audio visual siswa semakin

berminat menulis cerpen.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar menulis

cerpen dengan menggunakan strategi Copy the Master melalui media

audio visual mampu meningkatkan proses keterampilan siswa dalam

Page 125: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

118

menulis cerpen. Selain itu, terdapat perubahan perilaku yaitu dari

perilaku negatif ke perilaku positif siswa dalam mengikuti proses

pembelajaran menulis cerita pendek. Peningkatan keterampilan menulis

cerpen dengan strategi Copy the Master melalui media audio visual

dapat dilihat pada tabel di bawah ini

Tabel 3. Perolehan Nilai Rata-Rata dan Peningkatan Keterampilan

Menulis Cerpen pada Pratindakan, Siklus I, dan Siklus II

Aspek Nilai Rata-rata Kelas Peningkatan

PT SI SII PT – SI SI-SII PT-SII

1 65,00 73,50 77,50 13,08 5,44 19,23

2 67,88 72,75 78,13 7,18 7,39 15,10

3 63,75 72,00 85,00 12,98 18,06 33,33

4 68.7 74,50 79,25 8,36 6,38 15,27

5 68,25 74,25 79,00 8,79 6,40 15,75

6 67,50 71,88 83,75 6,48 16,52 24,07

7 65,00 72,63 78,13 11,73 7,57 20,19

Rata-rata 66.65 72,88 80,08 9,34 9,88 20,14

Keterangan: PT = Pratindakan, SI = Siklus I, SII = Siklus II,

1 = Tema dan Amanat, 2 = Alur, 3 = Tokoh dan Penokohan, 4 = Latar,

5 = Diksi dan Gaya Bahasa, 6 = Sudut Pandang, 7= Kepaduan Unsur-

unsur Pembangun Cerpen.

Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa keterampilan siswa

setiap aspek penilaian menulis cerpen mengalami peningkatan. Uraian

tabel tersebut dijelaskan secara rinci sebagai berikut. Pada hasil

pratindakan, skor rata-rata kelas mencapai 66,65 termasuk dalam

kategori cukup. Skor rata-rata ini berasal dari jumlah rata-rata

masingmasing aspek yang dinilai. Pada pratindakan, perolehan nilai rata-

rata kelas aspek tema dan amanat sebesar 65 (termasuk kategori cukup),

aspek alur sebesar 67,88 (termasuk cukup), aspek tokoh dan penokohan

sebesar 63,75 (termasuk kategori cukup), aspek latar sebesar 68,7

(termasuk kategori cukup), aspek diksi dan gaya bahasa sebesar 68,25

(termasuk kategori cukup), aspek sudut pandang sebesar 67,50

(termasuk kategori cukup), dan aspek kepaduan unsur-unsur pembangun

cerpen sebesar 65,00 (termasuk kategori cukup).

Selanjutnya, hasil tes menulis cerpen siklus I dengan rata-rata

skor klasikal mencapai 72,88 dan termasuk kategori cukup. Hasil ini

Page 126: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

119

mengalami peningkatan sebesar 9,34% dari hasil pratindakan. Meskipun

hasil ini sudah mengalami peningkatan, tetapi nilai rata-rata ini belum

mencapai target nilai yang telah ditetapkan. Skor ini juga diperoleh dari

penjumlahan tujuh aspek penilaian. Perolehan aspek tema dan amanat

sebesar 73,50 (termasuk kategori cukup), aspek alur sebesar 72,75

(termasuk kategori cukup), aspek tokoh dan penokohan sebesar 72,00

(termasuk kategori cukup), aspek latar sebesar 74,50 (termasuk kategori

baik), aspek diksi dan gaya bahasa sebesar 74,25 (termasuk kategori

cukup), aspek sudut pandang sebesar 71,88 (termasuk kategori cukup),

dan aspek kepaduan unsur-unsur pembangun cerpen sebesar 72,63

(termasuk kategori cukup).

Berikutnya, pada hasil tes menulis cerpen siklus II, diperoleh

nilai rata-rata. kelas 80,08 dan termasuk dalam kategori baik.

Pencapaian skor ini menunjukkan bahwa pembelajaran menulis cerpen

pada siswa kelas VII A SMP Negeri 2 Sangatta Selatan dapat dikatakan

berhasil karena sudah mencapai target yaitu berada pada kategori baik.

Dengan demikian tindakan siklus III, tidak perlu dilakukan. Perolehan

skor aspek tema dan amanat sebesar 77,50 (termasuk kategori baik),

aspek alur sebesar 78,13 (termasuk kategori baik), aspek tokoh dan

penokohan sebesar 85.00 (termasuk kategori sangat baik), aspek latar

sebesar 79,25 (termasuk kategori baik), aspek diksi dan gaya bahasa

sebesar 79,00 (termasuk kategori baik), aspek sudut pandang sebesar

83,75(termasuk kategori baik), dan aspek kepaduan unsur-unsur

pembangun cerpen sebesar 78,13 (termasuk kategori baik).

Peningkatan keterampilan siswa dalam menulis cerpen

merupakan bukti bahwa pembelajaran menulis cerpen melalui strategi

Copy the Master dengan media audio visual ini dapat meningkatkan

kualitas, kreativitas, prestasi dan efektivitas pembelajaran siswa dalam

menulis cerita pendek serta dapat meningkatkan apresiasi sastra siswa

khususnya terhadap karya sastra yang berupa cerpen. Berdasarkan hasil

analisis kuantitatif dan kualitatif atas cerpen siswa padan siklus II

diketahui bahwa nilai kemampuan menulis cerpen siswa di atas nilai

KKM. Hal ini menunjukkan meningkatnya keterampilan menulis kreatif

cerpen siswa.

SIMPULAN DAN SARAN

Proses pembelajaran menulis cerpen menggunakan strategi Copy

the Master melalui media audio visual pada siswa kelasVII A SMP

Page 127: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

120

Negeri 2 Sangatta Selatan setelah mengikuti pembelajaran ini membuat

siswa lebih aktif dan serius dalam kegiatan menulis cerpen. Siswa juga

mengalami perubahan ke arah positif. Perubahan tersebut ditunjukkan

dengan perilaku siswa yang lebih serius dan bersemangat dalam

mengikuti proses pembelajaran menulis cerpen. Keterampilan menulis

cerpen siswa kelas VII A SMP Negeri 2 Sangatta Selatan mengalami

peningkatan setelah mengikuti pembelajaran menulis cerpen melalui

menggunakan strategi Copy the Master melalui media audio visual.

Perolehan hasil rata-rata nilai tes menulis cerpen ini menunjukkan bahwa

pembelajaran menulis cerpen menggunakan strategi Copy the Master

melalui media audio visual pada siswa kelas VII A SMP Negeri 2

Sangatta Selatan dapat meningkat dan berhasil.

Berdasarkan simpulan penelitian menunjukkan bahwa

penggunaan strategi Copy the Master melalui media audio visual pada

siswa kelas VII A SMP Negeri 2 Sangatta Selatan telah berhasil

meningkatkan kemampuan siswa dalam keterampilan menulis kreatif

cerpen, maka secara umum disarankan kepada pembaca untuk

memanfaatkan media audio visual sebagai salah satu alternatif perbaikan

atau peningkatan kemampuan menulis kreatif cerpen siswa yang masih

belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT

Bumi Aksara.

Pranggawidagda, Suwara. 2002. Strategi Penguasaan Bahasa.

Yogyakarta: Adi Cita.

Sudjana, Nana dan Achmad Rivai. 2001. Media Pengajaran. Jakarta:

Sinar Baru

Algensindo.

Suharianto. 1982. Dasar-dasar Teori Sastra. Surakarta: Widya Duta

Sumardjo, Jakob dan Saini K.M. 1986. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta:

Gramedia

Sumardjo, Jacob. 2001. Beberapa Petunjuk Menulis Cerpen. Bandung:

Mitra Kencana.

Widyamartaya, Aloys dan Vero Sudiati. 2005. Kiat Menulis Deskripsi

dan Narasi, Lukisan dan Cerita. Yogyakarta: Pusataka

Widyatama.

Page 128: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

121

UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN SISWA KELAS VIII

DALAM MENGUNGKAPKAN MAKNA MONOLOG

BERBENTUK PROSEDUR MELALUI DEMONSTRASI

Felisia Dwi Retnowati

Guru SMP Negeri 1 Sangkulirang

Abstrak

Penulisan penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya

hasil belajar peserta didik pada mata pelajaran Bahasa

Inggris materi teks prosedur di kelas VIII B SMP Negeri 1

Sangkulirang. Dari 32 peserta didik sebesar 50% yang

dinyatakan tidak tuntas dan hanya mencapai nilai rata rata

sebesar 73.56. Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan

kemampuan belajar peserta didik dalam menerapkan

metode pembelajaran Demonstrasi pada teks prosedur

dengan menggunakan benda kongkret untuk alat peraga

sebagai media belajar . Subyek penelitian adalah peserta

didik di kelasVIII B SMP Negeri 1 Sangkulirang.

Pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan tes

tertulis, observasi pada guru dan peserta didik, kuesioner,

dan catatan lapangan.Analisis data dilakukan secara

kualitatif disertai penyajian data dalam bentuk tabel.Dari

hasil pengamatan teman sejawat padapembelajaran

Bahasa Inggris pada siklus 1diperoleh rata rata nilai 76

dan hanya 23 peserta didik yang tuntas. Pada siklus 2 nilai

rata- rata menjadi 78.12 dan 28 peserta didik yang tuntas.

Penelitian ini dapat meningkatkan hasil belajar peserta

didik padamata pelajaran Bahasa Inggris materi teks

prosedurdi kelas VIII B SMP Negeri 1 Sangkulirang.

Kata kunci : Keaktifan, Hasil Belajar, Metode

Pembelajaran Demonstrasi

PENDAHULUAN

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

Page 129: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

122

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,

serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan

negara. Peran guru tidak hanya sebagai pengajar, tetapi juga sebagai

pendidik, fasilitator yang membantu peserta didik dalam belajar. Guru

berperan utama dalam memilih sumber belajar serta media yang

digunakan dalm proses pembelajaran. Maka pembelajaran tanpa alat

peraga akan sulit mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan atau

kurang bermakna.

Sangat disadari bahwa mengajar Bahasa Inggris sebagai bahasa

asing merupakan satu hal yang memberikan tantangan bagi guru bahasa

inggris karena bahasa tersebut bukanlah merupakan bahasa yang

digunakan sebagai bahasa sehari hari bagi peserta didik. Namun , seiring

tuntutan jaman dimana bahasa inggris sudah menjadi alat komunikasi

global, dan hidup semakin kompetitif adalah perlu dan sangat penting

bagi para guru untuk menumbuhkan minat serta kesenangan dan

kenyamanan peserta didik untuk menggunakan bahasa inggris sebagai

media menyampaikan ide serta meningkatkan kemampuan mereka

memahami media cetak yang ditulis dalam bahasa inggris sehingga hasil

yang diharapkan akan lebih optimal untuk dapat bersaing dimasa

depannya.

Untuk mewujudkan tujuan tersebut, perlu dikembangkan

berbagai metode pembelajaran yang berorientasi pada kompetensi

peserta didik. Diantaranya adalah kemampuan berbahasa Inggris yang

merupakan keharusan di era komunikasi dan globalisasi. Pelajaran

bahasa Inggris di SMP berfungsi sebagai alat pengembangan diri

peserta didik dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.

Setelah menamatkan studi, mereka diharapkan dapat tumbuh dan

berkembang menjadi individu yang cerdas, terampil dan berkepribadian

serta siap berperan dalam pembangunan nasional. Kemampuan

mengungkapkan makna dalam monolog pendek sederhana dengan

menggunakan ragam bahasa lisan secara akurat, lancar, dan berterima

untuk berinteraksi dalam konteks kehidupan sehari-hari dalam teks

berbentuk prosedur adalah salah satu Kompetensi Dasar (KD) yang

harus dikuasai oleh siswa Kelas VIII Sekolah Menengah Pertama

(SMP). Pembelajaran mengungkapkan makna dalam monolog pendek

sederhana dengan menggunakan ragam bahasa lisan secara akurat,

lancar, dan berterima untuk berinteraksi dalam konteks kehidupan

Page 130: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

123

sehari - hari dalam teks berbentuk procedure telah peneliti lakukan

secara klasikal.

Dalam pembelajaran tersebut peneliti menjelaskan materi pokok

yang terdapat dalam indikator sebagai berikut : a. Mengidentifikasi

makna gagasan dalam teks essei berbentuk procedure, b. Melakukan

monolog pendek dalam bentuk prosedur. Peserta didik dibacakan teks

monolog berbentuk prosedur dan diminta untuk menerjemahkannya.

Selanjutnya peserta didik diminta untuk melakukan monolog

menggunakan teks prosedur tersebut. Hasil pembelajaran tersebut

ternyata dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal(KKM). Dari 32 peserta

didik sebesar 50% yang dinyatakan tidak tuntas dan hanya mencapai

nilai rata rata sebesar 73.56.

Rumusan masalah dari penelitian ini adalah Apakah dengan

menggunakan kalimat yang disusun sendiri oleh peserta didik melalui

metode pembelajaran demonstrasi dapat meningkatkan kemampuan

peserta didik dalam mengungkapkan makna monolog berbentuk

prosedur ? Berdasarkan permasalahan tersebut , maka tujuan yang ingin

dicapai melalui penelitian ini adalah meningkatkan kemampuan dalam

mengungkapkan makna monolog berbentuk prosedur dengan

menggunakan kalimat yang disusun peserta didik melalui Metode

pembelajaran Demonstrasi bagi peserta didik kelas VIII SMP Negeri 1

Sangkulirang.

KAJIAN TEORI

Metode Demonstrasi

Merupakan metode pembelajaran dimana guru melakukan suatu

percobaan tentang suatu hal , mengamati prosesnya serta menuliskan

hasil percobaannya, kemudian hasil pengamatan itu disampaikan ke

kelas dan dievaluasi oleh guru. Metode demonstrasi adalah metode yang

sangat efektif dalam membantu peserta didik untuk menjawab kebutuhan

belajarnya dengan usaha sendiri yang sangat efektif membantu peserta

didik untuk menjawab kebutuhan belajarnya dengan usaha sendiri

berdasarkan fakta dan data yang jelas dan benar yang dioerolehnya dari

demonstrasi.

Setiap peserta didik mempunyai kemampuan berpikir yang

berbeda-beda. Ketika peserta didik melihat sesuatu persoalan, maka

cara dan intensitas dan berpikir setiap peserta didik pun berbeda pula.

Perbedaan-perbedaan tersebut akibat dari perbedaan minat, kemampuan,

Page 131: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

124

kesenjangan, pengalaman, cara belajar dan sebagainya (Depdiknas,

2002:24). Perbedaan - perbedaan tersebut akan berdampak pada proses

dan hasil sebuah pembelajaran. Berbagai pendekatan, strategi maupun

model pembelajaran telah dikembangkan oleh para ahli untuk

mengcover kemampuan berpikir peserta didik yang berbeda-beda

tersebut.

Metode Demonstrasi ialah metode mengajar dengan

menggunakan peragaan untuk memperjelas suatu pengertian atau untuk

memperlihatkan bagaimana berjalannya suatu proses pembentukan

tertentu pada peserta didik. Untuk memperjelas pengertian tersebut

dalam prakteknya dapat di lakukan oleh guru atau anak didik itu sendiri.

Adapun aspek yang penting dalam menggunakan Metode Demonstrasi

adalah: 1. Demonstrasi akan menjadi metode yang tidak wajar

apabila alat yang di demonstrasikan tidak bisa di amati dengan

seksama oleh peserta didik. Misalnya alatnya terlalu kecil atau

penjelasannya tidak jelas. 2. Demonstrasi menjadi kurang efektif bila

tidak di ikuti oleh aktivitas di mana Peserta didik sendiri dapat ikut

memperhatikan dan menjadi aktivitas mereka Sebagai pengalaman yang

berharga. 3. Tidak semua hal dapat di Demonstrasikan di kelas

karena alat - alat yang terlalu besar atau yang berada di tempat lain

yang tempatnya jauh dari kelas. 4. Hendaknya dilakukan dalam hal-hal

yang bersifat praktis

Teks Prosedur

Teks prosedur bertujuan untuk memberikan petunjuk tentang

langkah langkah / Metoda / cara-cara melakukan sesuatu (Otong

Setiawan Djuharie, 2006 :38). Teks procedure umumnya berisi tips atau

serangkaian tindakan atau langkah dalam membuat suatu barang atau

melakukan suatu aktifitas. Teks procedur dikenal pula dengan istilah

directory. Teks procedure umumnya memiliki struktur: 1) goal, tujuan

kegiatan, 2) materials, bahan – bahan yang diperlukan untuk

membuat suatu Barang melakukan suatu aktifitas yang sifatnya

opsional, 3) steps, serangkaian langkah.

Penggunaan kalimat imperative atau kalimat perintah dalam teks

prosedur untuk menunjukkan cara membuat / menyiapkan makanan atau

cara mengoperasikan sesuatu. Misal : Boil Noodle = Rebuslah mie,

Pour the seasoning = Tuangkan bumbu, Mix well = Aduklah dengan

sempurna, Spread Curry = Taburkan ( bumbu ) kare, Break three eggs =

Page 132: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

125

Pecahkan 3 telor, Add salt = Tambahkan garam, Put some butter =

Taruhlah sedikit mentega, Turn on = Nyalakan, Fry = gorenglah, Untuk

membuat kalimat imperative atau kalimat perintah kita menggunakan

kata kerja infinitive atau sering di sebut kata kerja dasar, seperti : Boil,

Pour, Mix, Spread, break, Add, Put, Turn on, Fry , etc. Untuk langkah –

langkah dalam pembuatan sesuatu kita bisa menggunakan kata – kata

penghubung / conjunctions seperti first, second, finaly, after that, then,

before that, etc.

Hasil Belajar Peserta Didik Pada Matapelajaran Bahasa Inggris

Pengajaran teks prosedur pada pelajaran Bahasa Inggris dikelas

VIII B sebelumnya mengalami kesulitan karena peserta didik pasif bila

diminta untuk melakukan monolog. Mereka tidak percaya diri untuk

tampil didepan kelas. Sehingga hal ini berpengaruh pada hasil belajar

peserta didik . Hasil belajar peserta didik setelah dilaksanakan

pembelajaran diperoleh nilai rata rata sebesar 73.56 . Dan ketuntasan

belajar mencapai 50% atau ada 16 dari 32 peserta didik tuntas belajar.

Hasil tersebut menunjukkan bahwa secara klasikal peserta didik belum

tuntas belajar, karena peserta didik yang memperoleh nilai ≥ 75 sebesar

50% lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu

sebesar 75%.

METODOLOGI PENELITIAN

Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action research),

karena penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran di

kelas. Penelitian ini juga termasuk penelitian deskriptif, sebab

menggambarkan bagaimana suatu teknik pembelajaran diterapkan dan

bagaimana hasil yang diinginkan dapat dicapai.

Tujuan utama dari penelitian tindakan ini adalah meningkatkan

hasil pembelajaran di kelas dimana guru secara penuh terlibat dalam

penelitian mulai dari perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi.

Penelitian ini akan dihentikan apabila ketuntasan belajar secara kalasikal

telah mencapai 75% atau lebih. Jadi dalam penelitian ini, peneliti tidak

tergantung pada jumlah siklus yang harus dilalui.

Tempat, Waktu Dan Subyek Penelitian

Tempat penelitian adalah tempat yang digunakan dalam

melakukan penelitian untuk memperoleh data yang diinginkan.

Page 133: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

126

Penelitian ini bertempat di SMPN 1 Sangkulirang Tahun Pelajaran

2016/2017. Waktu penelitian adalah waktu berlangsungnya penelitian

atau saat penelitian ini dilangsungkan. Penelitian ini dilaksanakan pada

bulan Agustus semester ganjil Tahun Pelajaran 2016/2017. Subyek

penelitian adalah peserta didik kelas VIII B SMPN 1 Sangkulirang

Tahun Pelajaran 2016/ 2017.

Prosedur Penelitian

Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK).

Menurut Mukhlis (2000: 5) PTK adalah suatu bentuk kajian yang

bersifat sistematis reflektif oleh pelaku tindakan untuk memperbaiki

kondisi pembelajaran yang dilakukan. Tujuan utama dari PTK adalah

untuk memperbaiki/meningkatkan pratik pembelajaran secara

berkesinambungan, sedangkan tujuan penyertaannya adalah

menumbuhkan budaya meneliti di kalangan guru. Ini penelitian

tindakan, maka penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan

dari Kemmis dan Taggart (dalam Sugiarti, 1997: 6), yaitu berbentuk

spiral dari sklus yang satu ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus

meliputi planning (rencana), action (tindakan), observation

(pengamatan), dan reflection (refleksi).

Rancangan/rencana awal, sebelum mengadakan penelitian

peneliti menyusun rumusan masalah, tujuan dan membuat rencana

tindakan, termasuk di dalamnya instrumen penelitian dan perangkat

pembelajaran. Implementasi meliputi tindakan yang dilakukan oleh

peneliti sebagai upaya membangun pemahaman konsep peserta didik

serta mengamati hasil atau dampak dari diterapkannya metode

pembelajaran Demonstrasi. Pengamatan / Observasi. Observasi dibagi

dalam tiga putaran, yaitu putaran 1 dan 2, dimana masing putaran

dikenai perlakuan yang sama (alur kegiatan yang sama) dan membahas

satu sub pokok bahasan yang diakhiri dengan tes formatif di akhir

masing putaran. Refleksi, peneliti mengkaji, melihat dan

mempertimbangkan hasil atau dampak dari tindakan yang dilakukan

berdasarkan lembar pengamatan yang diisi oleh pengamat.

Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: 1.

Silabus; Yaitu seperangkat rencana dan pengaturan tentang kegiatan

pembelajaran pengelolahan kelas, serta penilaian hasil belajar.

Page 134: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

127

2. Rencana Pelaksanaan Pelajaran (RPP); Yaitu merupakan perangkat

pembelajaran yang digunakan sebagai pedoman guru dalam mengajar

dan disusun untuk tiap putaran. Masing-masing RP berisi kompetensi

dasar, indicator pencapaian hasil belajar, tujuan pembelajaran khusus,

dan kegiatan belajar mengajar. 3. Lembar Kegiatan Siswa; Lembar

kegaian ini yang dipergunakan siswa untuk membantu proses

pengumpulan data hasil eksperimen. 4. Lembar Observasi Kegiatan

Belajar Mengajar; Lembar observasi pengolahan pembelajaran

Demonstrasi, untuk mengamati kemampuan guru dalam mengelola

pembelajaran. Lembar observasi aktivitas siswa dan guru, untuk

mengamati aktivitas siswa dan guru selama proses pembelajaran. 5. Tes

formatif; Tes ini disusun berdasarkan tujuan pembelajaran yang akan

dicapai. Tes formatif ini diberikan setiap akhir putaran. Bentuk soal yang

diberikan adalah uraian .

Metode Pengumpulan Dan Tehnik Analisis Data

Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh melalui

observasi pengolahan pembelajaran Demonstrasi, observasi aktivitas

peserta didik dan guru, dan tes formatif. Untuk mengetahui keefektivan

suatu metode dalam kegiatan pembelajaran perlu diadakan analisa data.

Pada penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif.

Untuk mengalisis tingkat keberhasilan atau persentase keberhasilan

peserta didik setelah proses belajar mengajar setiap putarannya

dilakukan dengan cara memberikan evaluasi berupa soal tes tertulis pada

setiap akhir putaran. Analisis ini dihitung dengan menggunakan statistik

sederhana yaitu: Untuk menilai ulangan atu tes formatif; Peneliti

melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh peserta didik, yang

selanjutnya dibagi dengan jumlah peserta didik yang ada di kelas

tersebut diperoleh rata-rata tes formatif dapat dirumuskan:

=N

XX

Dengan : X = Nilai rata-rata, Σ X = Jumlah semua nilai peserta didik

Σ N = Jumlah peserta didik

Untuk ketuntasan belajar; Ada dua kategori ketuntasan belajar

yaitu secara perorangan dan secara klasikal. Berdasarkan petunjuk

pelaksanaan belajar mengajar, yaitu seorang peserta didik telah tuntas

belajar bila telah mencapai skor 75% atau nilai 70, dan kelas disebut

tuntas belajar bila di kelas tersebut terdapat 85% yang telah mencapai

Page 135: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

128

daya serap lebih dari sama dengan 75%. Untuk menghitung persentase

ketuntasan belajar digunakan rumus sebagai berikut:

%100..

xikpesertadid

belajartuntasikyangpesertadidP

=

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Penelitian Persiklus

Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus I

dilaksanakan pada tanggal 8 Agustus 2016 di Kelas VIII B SMPN 1

sangkulirang dengan jumlah 32 peserta didik. Dalam hal ini peneliti

bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada

rencana pelajaran yang telah dipersiapkan. Pengamatan (observasi)

dilaksanakan bersamaan dengan pelaksaaan belajar mengajar.Lama

penelitian Waktu untuk melaksanakan tindakan mulai dari siklus I dan

Siklus II selama 3 bulan.

Siklus Pertama

Pada akhir proses belajar mengajar Peserta diberi tes formatif

dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan peserta didik

dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan.

Tabel 1. Data Hasil Penelitian Pada Siklus I

Kriteria Nilai Peserta didik

Rata-rata 76

Ketuntasan 23 murid

Prosentase 72%

KKM 75

Target Ketuntasan 75%

Kegiatan pembelajaran sesuai dengan rencana pelaksanaan

pembelajaran dan scenario pembelajaran yang telah disiapkan . Adapun

hasil observasi pada siklus 1, menunjukkan bahwa kemampuan guru

dalam menyajikan materi, mengelola kelas dan membimbing peserta

didik tergolong cukup. Efektivitas peserta didik dalam kegiatan

pembelajaran dapat dikatakan cukup baik. Hasil belajar peserta didik

setelah dilaksanakan pembelajaran diperoleh nilai rata rata sebesar 76

Page 136: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

129

pada siklus 1. Dan ketuntasan belajar mencapai 72% atau ada 23 dari 32

peserta didik sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa

pada siklus pertama secara klasikal peserta didik belum tuntas belajar,

karena peserta didik yang memperoleh nilai ≥ 75 sebesar 72% lebih kecil

dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 75%.

Siklus Kedua

Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses

belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran dengan

memperhatikan revisi pada siklus I, sehingga kesalahan atau kekurangan

pada siklus I tidak terulang lagi pada siklus II. Pengamatan (observasi)

dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar. Adapun

data hasil penelitian pada siklus II adalah sebagai berikut.

Tabel 2. Data Hasil Penelitian Pada Siklus II

Kriteria Nilai Peserta didik

Rata-rata 78.12

Ketuntasan 28 murid

Prosentase 88%

KKM 75

Target Ketuntasan 75%

Peneliti membuat skenario pembelajaran berdasarkan desain

pembelajaran disertai soal soal Bahasa Inggris dan lembar observasi

untuk mengamati jalannya proses pembelajaran. Kegiatan pembelajaran

sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran dan scenario

pembelajaran yang telah dipersiapkan. Perhatian dan partisipasi peserta

didik dinilai baik. Hal ini dilihat dari keaktifan peserta didik dalam

menyampaikan atau mempresentasikan teks prosedur dengan

menggunakan kalimat yang disusun sendiri untuk menyelesaikan tugas

yang diberikan. Dari tabel di atas diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar

siswa adalah 78,12 dan ketuntasan belajar mencapai 88% atau ada 28

peserta didik dari 32 peserta didik sudah tuntas belajar. Hasil ini

menunjukkan bahwa pada siklus II ini ketuntasan belajar secara klasikal

telah tercapai.

Peningkatan hasil belajar peserta didik ini karena peserta didik

sudah mulai akrab dengan pengajaran menggunakan metode

Demonstrasi. Berdasarkan hasil tes kognitif dari setiap siklus yang

mengalami peningkatan maka penilitian ini tidak dilanjutkan ke siklus

Page 137: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

130

berikutnya. Hal ini terlihat dari perolehan hasil belajar Bahasa Inggris

peserta didik yang meningkat dari 76 pada siklus 1 menjadi 78,12 pada

siklus 2. Secara lengkap perbandingan pencapaian prestasi peserta didik

pra-tindakan, siklus I, dan siklus II adalah sebagai berikut.

Tabel 3. Data Hasil Penelitian Pada Siklus III

Kriteria Nilai Siswa

Tes Awal Siklus 1 Siklus 2

Rata-rata 73.56 76 78.12

Ketuntasan 16 murid 23 murid 28 murid

Prosentase 50% 72% 88%

KKM 75 75 75

Target Ketuntasan 75% 75% 75%

PEMBAHASAN

Dalam rangka melatih keterampilan proses berfikir,

merumuskan dan menganalisis tidak dapat diajarkan dengan

pendekatan dengan gaya teoritik namun memerlukan lingkungan belajar

yang berpusat pada peserta didik dan mendorong siswa berfikir kritis

dan kreatif . Oleh karenanya diperlukan metode pembelajaran yang

berorientasi pada kompetensi peserta didik dan dapat dilakukan secara

efektif dan efisien .

Melalui hasil peneilitian ini menunjukkan bahwa pengajaran

dengan menggunakan metode Demonstrasi memiliki dampak positif

dalam meningkatkan prestasasi belajar peserta didik. Hal ini dapat

dilihat dari semakin baiknya pemahaman dan penguasaan peserta didik

terhadap materi yang telah disampaikan guru selama ini (ketuntasan

belajar meningkat dari sklus I dan II). Sebelum dilakukan PTK, nilai

mata pelajaran Bahasa Inggris belum begitu memuaskan, terbukti nilai

Bahasa Inggris tentang teks prosedur pada ulangan harian memperoleh

nilai tertinggi 85, nilai terendah 65, dan nilai rata-rata73.56. Terdapat 16

peserta didik (50%) yang berhasil mencapai ketuntasan.

Pada siklus I, dengan menerapkan pengajaran menggunakan

metode Demonstrasi diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa

adalah 76 dan ketuntasan belajar mencapai 72% atau ada 26 peserta

didik dari 32 peserta didik sudah tuntas belajar. Hasil tersebut

Page 138: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

131

menunjukkan bahwa pada siklus pertama secara klasikal siswa belum

tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ≥ 75 sebesar 72%

lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar

75%. Hal ini disebabkan karena siswa masih canggung dengan

diterapkannya pengajaran dengan menggunakan metode demonstrasi.

Pada siklus II, diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa

adalah 78.12 dan ketuntasan belajar mencapai 88% atau ada 28 peserta

didik dari 32 peserta didik sudah tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan

bahwa pada siklus II ini ketuntasan belajar secara klasikal telah tercapai.

Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas peserta didik dalam proses

pengajaran dengan menggunakan metode Demonstrasi dalam setiap

siklus mengalami peningkatan. Sedangkan untuk aktivitas guru selama

pembelajaran telah melaksanakan langkah-langkah pengajaran melaui

metode demonstrasi dengan baik.

KESIMPULAN

Dari hasil kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan selama

dua siklus, dan berdasarkan seluruh pembahasan serta analisis yang telah

dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Pada siklus I, dengan

menerapkan pengajaran Demonstrasi diperoleh nilai rata-rata prestasi

belajar siswa adalah 76 dan ketuntasan belajar mencapai 72% atau ada

26 dari 32 peserta didik sudah tuntas belajar. Hasil tersebut

menunjukkan bahwa pada siklus pertama secara klasikal peserta didik

belum tuntas belajar, karena peserta didik yang memperoleh nilai ≥ 75

sebesar 72% lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki

yaitu sebesar 75%. Hal ini disebabkan karena peserta didik masih belum

terbiasa dengan diterapkannya pengajaran menggunakan metode

Demonstrasi. 2. Pada siklus II, diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar

siswa adalah 78.12 dan ketuntasan belajar mencapai 88% atau ada 28

dari 32 peserta didik sudah tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa

pada siklus II ini ketuntasan belajar secara klasikal telah tercapai.

SARAN

Saran yang dapat menjadi pertimbangan bagi pembaca antara

lain: bagi tenaga pendidik untuk mengembangkan pengetahuan dan lebih

sering melatih peserta didik dengan berbagai metode pengajaran yang

sesuai, walau dalam taraf yang sederhana, dimana peserta didik

Page 139: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

132

nantinya dapat memperoleh konsep dan keterampilan, sehingga peserta

didik berhasil atau mampu memecahkan masalah-masalah yang

dihadapinya. Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut, karena hasil

penelitian ini hanya dilakukan pada peserta didik kelas VIII B semester I

SMPN 1 Sangkulirang tahun pelajaran 2016 / 2017. 4. Untuk penelitian

yang serupa hendaknya dilakukan perbaikan-perbaikan agar diperoleh

hasil yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Kemmis, S. dan Taggart, R. 1988. The Action Research Planner.

Deakin: Deakin University.

Wibawa, Basuki. 2003. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Depdiknas

Dirjen Pendasmen Dirtendik: 2003.

Arikunto, Suharsimi. 2005. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Dirjen

PMPTK.

Suhardjono et.al. 2005. Pedoman Penyusunan Karya Tulis Ilmiah

Di Bidang Pendidikan Dan Angka Kredit Pengembangan

Profesi Guru. Jakarta : Dirjen Dikgu dan Tentis.

Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan :

Lampiran Permendiknas no 22 Tahun 2006 Tentang

Standar Isi. Jakarta: ----------.

Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: Lampiran

Permendiknas no 23 Tahun 2006 Tentang Standar

Kompetensi Lulusan. Jakarta: ---

Mulyana, Slamet.2007. Penelitian Tindakan Kelas Dalam

Pengembangan Profesi Guru. Bandung: LPMP.

Page 140: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

133

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS SURAT RESMI

MELALUI PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL

PADA SISWA IX A SMP NEGERI 3 KARANGAN

Ngatmono

Guru SMP Negeri 3 Karangan

Abstrak

ABSTRAK

Karya tulis PTK yang berjudul “ Peningkatan Ketrampilan

Menulis Surat Resmi Melalui Penerapan Pendekatan

Kontekstual pada siswa kelas IX.A SMPN 3 Karangan” ini

bertujuan untuk mengetahui kemampuan siswa kelas IX.A

di SMP N 3 Karangan Kabupaten Kutai Timur dalam hal

penulisan surat resmi dalam proses belajar mengajar

maupun penerapannya dalam kehidupan di masyarakat

maupun instansi. Pendekatan yang digunakan untuk

meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis surat

resmi ini adalah pendekatan kontekstual. Karena dengan

metode ini diharapkan siswa lebih terampil sesuai yang

diharapkan yaitu semua siswa mampu dalam menulis surat

resmi. Dalam proses belajar mengajar mengenai menulis

surat resmi sering terjadi kurang sempurna dalam

penyusunan kalimatnya. Akhirnya peneliti menyimpulkan

bahwa siswa kelas IX.A belum begitu mampu menulis surat

resmi yang tidak bias kita hindari dalam penggunaannya

dalam praktek sehari-hari yang tidak bias lepas dari

penggunaannya setiap waktu

Kata Kunci : Ketrampilan menulis, Surat Resmi,

Kontekstual

PENDAHULUAN

Pembelajaran bahasa sangat penting untuk diajarkan di sekolah-

sekolah, baik bahasa nasional (Indonesia), bahasa daerah maupun bahasa

asing. Pembelajaran Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional harus

Page 141: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

134

lebih diarahkan pada kemampuan dan keterampilan siswa untuk

berkomunikasi secara lisan maupun tulis. Pembelajaran bahasa

diharapkan dapat meningkatkan keterampilan berbahasa siswa yang

meliputi keterampilan mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis.

Keempat keterampilan ini saling berkaitan dan saling melengkapi dalam

kegiatan komunikasi.

Menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang

sangat penting bagi siswa. Keterampilan menulis siswa harus terus

ditingkatkan, terutama keterampilan menulis surat resmi. Pada siswa

SMP kelas IX misalnya, diharapkan dapat menulis surat resmi dengan

benar sesuai aturan yang ada dalam penulisan surat resmi. Dalam

keterampilan menulis, ketepatan pengungkapan gagasan harus didukung

oleh ketepatan bahasa yang digunakan (Depdiknas 2003:5).

Pembelajaran menulis di Sekolah Menengah Pertama perlu

mendapat perhatian dari para guru mata pelajaran Bahasa Indonesia .

Ketika dihadapkan pada pembelajaran menulis surat resmi, siswa selalu

mengalami kesulitan terutama dalam penggunaan bahasa. Hasil tulisan

siswa sebagian besar lemah dalam masalah kebahasaan dan teknik

penulisan. Selama pembelajaran menulis, siswa kurang memperhatikan

aturan-aturan yang ada dalam keterampilan menulis sehingga

menyebabkan lemahnya keterampilan siswa dalam menulis surat resmi.

Lemahnya keterampilan siswa dalam menulis surat resmi

disebabkan alokasi waktu pembelajaran menulis di sekolah-sekolah

selama ini relatif lebih kecil. Hal ini menyebabkan keterampilan menulis

siswa kurang maksimal. Siswa kurang mendapatkan pengalaman dan

pengetahuan dalam pembelajaran menulis. Setelah menamatkan jenjang

sekolah, dikhawatirkan siswa belum mampu menggunakan bahasa

secara baik dan benar dalam keterampilan menulis.

Dalam pembelajaran menulis, siswa kurang memahami hakikat

menulis. Berdasar hasil pengamatan selama mengajar, peneliti

mengetahui bahwa ketika diberikan kesempatan menulis surat resmi,

para siswa tidak mementingkan mutu tulisan. Mereka lebih

mementingkan sistematika surat resmi tanpa memperhatikan

penggunaan bahasa. Kurangnya pemahaman tentang surat resmi juga

menyebabakan rendahnya keterampilan menulis siswa. Aturan-aturan

yang ada dalam penulisan surat resmi, terutama dalam hal kebahasaan

menyebabkan siswa sulit menulis surat resmi dengan benar. Untuk

Page 142: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

135

mengatasi hal ini, guru harus lebih banyak memberikan penjelasan

kepada siswa dengan memberikan contoh-contoh surat resmi.

Faktor lain penyebab rendahnya keterampilan menulis surat

resmi adalah siswa kurang berlatih menulis surat resmi. Mereka

menganggap bahwa menulis adalah pelajaran yang sulit. Siswa

mengalami kesulitan menulis terutama dalam pemakaian bahasa. Untuk

meningkatkan keterampilan menulis, siswa harus banyak diberi latihan

dengan teknik belajar yang bervariasi.

LANDASAN TEORETIS

Hakikat Menulis

Menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang

dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara

tatap muka dengan orang lain (Tarigan 1986:3). Menulis merupakan

suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif. Dalam kegiatan menulis,

penulis harus terampil memanfaatkan grafologi, struktur bahasa, dan

kosakata. Keterampilan menulis tidak datang secara otomatis, melainkan

harus melalui latihan dan praktik yang banyak dan teratur. Menurut

Akhadiah, dkk (1988:2), menulis merupakan suatu proses, yaitu proses

penulisan. Ini berarti bahwa kita melakukan kegiatan dalam beberapa

tahap, yakni tahap prapenulisan, tahap penulisan, dan tahap revisi.

Dalam menulis diperlukan adanya suatu bentuk ekspresi gagasan

yang berkesinambungan dan mempunyai urutan logis dengan

menggunakan kosakata dan tatabahasa tertentu atau kaidah kebahasaan

yang digunakan sehingga dapat menggambarkan atau menyajikan

informasi yang diekspresikan secara jelas. Itulah sebabnya untuk

terampil menulis diperlukan latihan dan praktik yang terus-menerus dan

teratur (Suriamiharja,dkk 1996:2).

Tujuan Menulis

Setiap jenis tulisan memiliki tujuan yang beranekaragam, yaitu

memberitahukan atau mengajar, meyakinkan atau mendesak, menghibur

atau menyenangkan, mengutarakan atau mengekspresikan perasaan dan

emosi yang berapi-api. Bagi penulis yang belum berpengalaman, ada

baiknya memperhatikan tujuan menulis (Tarigan 1986:23). Tulisan yang

bertujuan untuk memberitahukan atau mengajar disebut wacana

informatif (informative discourse). Melalui tulisan, penulis bertujuan

Page 143: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

136

ingin memberitahu atau mengajarkan sesuatu kepada pembaca sehingga

pembaca menjadi tahu mengenai sesuatu yang disampaikan oleh penulis.

Tulisan yang bertujuan untuk meyakinkan atau mendesak disebut

wacana persuasif (persuasive discourse). Melalui tulisan, pengarang

bertujuan ingin meyakinkan pembacanya akan kebenaran gagasan yang

disampaikan sehingga pembaca dapat dipengaruhi dan merasa yakin

akan gagasan penulis. Tulisan yang bertujuan untuk menghibur atau

menyenangkan atau yang mengandung tujuan estetik disebut tulisan

literer atau wacana kesastraan (literary discourse). Penulis bertujuan

untuk menyenangkan dan menghindarkan kedukaan para pembaca.

Melalui tulisan, penulis ingin menolong para pembaca memahami,

menghargai perasaan dan penalarannya, serta membuat hidup para

pembaca lebih mudah dan menyenangkan dengan karyanya itu.

Pendekatan Kontekstual

Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning

(CTL)), merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan

antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan

mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan ysng

dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai

anggota keluarga dan masyarakat (Depdiknas 2002:1). Pendekatan

kontekstual menjadi pilihan dalam kegiatan belajar mengajar karena

diperlukan sebuah strategi belajar baru yang lebih memberdayakan

siswa. Sebuah strategi belajar yang tidak mengharuskan siswa

menghafal fakta-fakta, tetapi sebuah strategi yang mendorong siswa

mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka seniri (Nurhadi

2004:104).

Ada tujuh komponen utama pembelajaran yang mendasari

penerapan pendekatan kontekstual di kelas. Ketujuh komponen utama

itu adalah konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning),

menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community),

pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian sebenarnya

(authentic assessment). Konstruktivisme merupakan landasan filosofi

pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh

manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks

yang terbatas (sempit) dan tidak sekonyong-konyong. Menurut Zulaeha

(2003:1), pembelajaran yang berciri konstruktivisme menekankan

terbangunnya pemahaman sendiri (siswa) secara aktif, kreatif, dan

Page 144: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

137

produktif dari pengalaman atau pengetahuan terdahulu dan dari

pengalaman belajar yang bermakna.

Model Pendekatan Kontekstual

Kontekstual adalah salah satu pendekatan pembelajaran yang

menekankan pentingnya lingkungan alamiah itu diciptakan dalam proses

belajar agar kelas lebih ‘hidup’ dan lebih ‘bermakna’ karena siswa

‘mengalami’ sendiri apa yang dipelajarinya. Pendekatan kontekstual

merupakan pendekatan yang memungkinkan siswa untuk menguatkan,

memperluas, dan menerapkan pengetahuan serta keterampilan akademik

mereka dalam berbagai macam tatanan kehidupan baik di sekolah

maupun di luar sekolah (Nurhadi dan Senduk 2003:5). Tugas guru dalam

kelas kontekstual adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Guru

lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi.

Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama

untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa).

Masyarakat belajar merupakan salah satu komponen pendekatan

kontekstual yang dapat dijadikan sebagai strategi pembelajaran. Konsep

masyarakat belajar menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari

kerjasama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari ‘sharing’

antarteman, antarkelompok, dan antara yang tahu ke yang belum tahu.

Dalam kelas kontekstual, guru disarankan selalu melaksanakan

pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar. Siswa dibagi dalam

kelompok-kelompok yang anggotanya heterogen. Siswa yang pandai

mengajari yang lemah, siswa yang tahu memberitahu yang belum tahu,

yang cepat menangkap mendorong temannya yang lambat, yang

mempunyai gagasan segera memberi usul, dan seterusnya. ”Masyarakat

belajar” bisa terjadi apabila ada proses komunikasi dua arah. Dalam

masyarakat belajar, dua kelompok atau lebih yang terlibat dalam

komunikasi pembelajaran saling belajar. Seseorang yang terlibat dalam

kegiatan masyarakat belajar memberi informasi yang diperlukan oleh

teman bicaranya dan sekaligus meminta informasi yang diperlukan dari

teman belajarnya (Depdiknas 2002:15).

METODE PENELITIAN

Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian tindakan kelas

(PTK) dengan dua siklus, yaitu proses tindakan pada siklus I dan siklus

Page 145: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

138

II. Untuk mengetahui kemampuan siswa sebelum diberikan tindakan,

terlebih dahulu diberikan tes awal sebelum siklus I. Siklus I bertujuan

untuk mengetahui kemampuan menulis siswa. Siklus I digunakan

sebagai refleksi untuk melaksanakan siklus II. Sedangkan hasil proses

tindakan pada siklus II bertujuan untuk mengetahui peningkatan

keterampilan menulis setelah dilakukan perbaikan dalam kegiatan

belajar mengajar yang didasarkan pada refleksi siklus I. Tiap siklus

terdiri atas empat tahap, yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan, dan

refleksi.

Prosedur Tindakan Siklus I

Pada tahap perencanaan siklus I dilakukan persiapan

pembelajaran menulis surat resmi dengan menyusun rencana

pembelajaran terlebih dahulu sesuai dengan tindakan yang akan

dilakukan. Selain itu, peneliti menyiapkan soal yang akan diujikan

melalui lembar tes menulis surat resmi beserta kriteria penilaiannya.

Peneliti juga menyiapkan instrumen penelitian yang berupa lembar

observasi, lembar wawancara, lembar angket, lembar jurnal, dan

dokumentasi yang berupa foto. Setelah menyiapkan alat tes dan nontes,

peneliti berkoordinasi dengan guru mata pelajaran mengenai kegiatan

pembelajaran yang akan dilaksanakan. Tindakan ini disesuaikan dengan

rencana pembelajaran yang telah disusun. Pelaksanaan tindakan dalam

siklus I meliputi apersepsi, proses pembelajaran, dan evaluasi

Prosedur Tindakan Siklus II

Perencanaan yang dilakukan adalah memperbaiki dan

menyempurnakan rencana pembelajaran yang telah dilakukan pada

siklus I. Dalam tahap ini, peneliti menyusun rencana pembelajaran

dengan tindakan yang berbeda dengan tindakan pada siklus I. Peneliti

juga menyiapkan soal tes dan kriteria penilaiannya, lembar observasi,

lembar jurnal, lembar angket, lembar wawancara, dan foto. Kemudian

peneliti berkoordinasi dengan guru mata pelajaran mengenai kegiatan

pembelajaran yang akan dilaksanakan pada siklus II.

Tindakan yang dilakukan pada siklus II berbeda dengan tindakan

pada siklus I. Sebelum siswa menulis surat resmi, peneliti menjelaskan

terlebih dahulu kesalahan-kesalahan hasil tes siswa pada siklus I.

Peneliti menanyakan kesulitan yang dihadapi siswa dalam menulis surat

resmi. Kemudian siswa diberi arahan dan bimbingan agar dalam

Page 146: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

139

pelaksanaan kegiatan menulis surat resmi pada siklus II menjadi lebih

baik. Dalam proses pembelajaran, siswa membahas tugas yang diberikan

pada pembelajaran sebelumnya. Kemudian, siswa berlatih menulis surat

resmi yang berupa surat permohonan bantuan secara berkelompok

dengan teman sebangku.

Hasil pekerjaan setiap kelompok ditukar dengan kelompok lain

untuk dikoreksi. Siswa mengoreksi hasil pekerjaan dan menemukan

kesalahan-kesalahan yang ada dalam penulisan surat resmi oleh

kelompok lain. Setelah berdiskusi dengan teman sebangku, secara

klasikal siswa berdiskusi untuk membahas sistematika dan penggunaan

bahasa dalam surat permohonan bantuan. Pada akhir kegiatan

pembelajaran, peneliti melakukan evaluasi dengan mengadakan tes.

Secara individu, siswa diminta untuk menulis surat resmi berupa surat

permohonan bantuan dengan sistematika yang tepat dan bahasa yang

efektif.

Selama proses pembelajaran berlangsung, peneliti melakukan

pengamatan terhadap siswa dengan menggunakan lembar observasi dan

melakukan pemotretan. Setelah kegiatan pembelajaran selesai, peneliti

membagikan angket dan jurnal kepada siswa untuk mengetahui

tanggapan, kesan, dan pesan siswa selama mengikuti pembelajaran. Pada

siklus II ini, dilihat peningkatan hasil tes dan perilaku siswa dalam

mengikuti kegiatan pembelajaran, yang meliputi keaktifan siswa dalam

mengerjakan tugas dan keaktifan siswa dalam bertanya dan menjawab

pertanyaan. Untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap kegiatan

pembelajaran, peneliti juga melakukan wawancara di luar jam pelajaran.

Variabel Peningkatan Keterampilan Menulis surat resmi

Peningkatan keterampilan menulis surat resmi dapat diketahui

dengan meningkatnya hasil keterampilan menulis surat resmi dan

perubahan tingkah laku siswa selama proses pembelajaran berlangsung

dengan menggunakan pendekatan kontekstual. Target tingkat

keberhasilan setiap siswa ditetapkan jika siswa mampu menulis surat

resmi dengan benar. Target keberhasilan setiap siswa pada proses

pembelajaran siklus I dan siklus II ditetapkan nilai batas tuntas 70.

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui tes.

Tes dilakukan sebanyak dua kali, yaitu pada siklus I dan siklus II. Tes

Page 147: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

140

diberikan kepada siswa pada akhir pembelajaran dengan memberikan

tugas kepada siswa untuk menulis surat resmi. Tes diberikan untuk

mengetahui keterampilan siswa dalam kesesuaian bentuk surat,

kelengkapan bagian-bagian surat, penulisan bagian-bagian surat,

kejelasan isi surat, pilihan kata, ejaan dan tanda baca, penggunaan

bahasa baku, dan struktur kalimat.

Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dilakukan secara kualitatif maupun

kuantitatif. Secara kualitatif Data kualitatif diperoleh dari data nontes,

yaitu data observasi, jurnal, angket, wawancara, dan dokumentasi foto.

Analisis data dilakukan dengan menelaah seluruh data yang diperoleh,

menyusunnya dalam satuan-satuan, dan dikategorisasikan. Hasil analisis

data secara kualitatif digunakan untuk mengetahui perubahan perilaku

siswa pada pembelajara siklus I dan siklus II, serta untuk mengetahui

efektivitas penggunaan pendekatan kontekstual dalam peningkatan

keterampilan menulis surat resmi.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bagian ini akan disajikan hasil tes dan nontes yang

diperoleh selama penelitian berlangsung. Hasil tes terbagi atas tiga

bagian, yaitu pratindakan, siklus I, dan siklus II. Hasil tes siklus I dan

siklus II berupa keterampilan menulis surat resmi siswa dengan

pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual. Hasil nontes

diperoleh dari observasi, wawancara, angket, dan jurnal. Mayoritas skor

siswa masih berada pada kategori kurang, yaitu sebanyak 75% siswa.

Sisanya sebesar 25% siswa berada pada kategori cukup. Sementara itu,

kategori sangat baik dan baik belum dicapai oleh siswa atau sebesar 0%.

Dengan demikian, keterampilan menulis surat resmi siswa perlu

ditingkatkan.

Peningkatan tersebut dapat dilakukan dengan memberikan

tindakan siklus I dengan pembelajaran menggunakan pendekatan

kontekstual. Tindakan siklus II dilakukan karena pada siklus I

keterampilan menulis surat resmi siswa kelas IXA SMP Negeri 3

Karangan masih pada kategori cukup dan belum memenuhi target

pencapaian nilai rata-rata kelas yang telah ditentukan. Selain itu,

perubahan tingkah laku siswa dalam pembelajaran menulis surat resmi

Page 148: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

141

juga belum tampak. Oleh karena itu, tindakan siklus II dilakukan untuk

meningkatkan keterampilan menulis surat resmi dan mengubah tingkah

laku siswa dalam pembelajaran.

Tindakan siklus II ternyata dapat mengatasi masalah-masalah

yang ada dalam pembelajaran siklus I. Hal ini dibuktikan dengan

meningkatnya kategori cukup ke kategori baik. Aspek-aspek yang dinilai

dalam keterampilan menulis surat resmi meliputi delapan aspek, yaitu:

(1) kesesuaian bentuk surat; (2) kelengkapan bagian-bagian surat; (3)

penulisan bagian-bagian surat; (4) kejelasan isi surat; (5) pilihan kata;

(6) ejaan dan tanda baca; (7) penggunaan bahasa baku; dan (8) struktur

kalimat. Pembahasan hasil nontes berpedoman pada lima instrumen

penelitian, yaitu lembar observasi, wawancara, angket, jurnal, dan

dokumentasi foto. Kegiatan pratindakan dilakukan sebelum tindakan

siklus I dilakukan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui gambaran awal

mengenai keterampilan siswa dalam menulis surat resmi.

Keterampilan siswa pada aspek kelengkapan bagian-bagian surat

mengalami peningkatan dari tes pratindakan sampai siklus II. Nilai rata-

rata pada tes siklus I meningkat sebesar 3% dari tes pratindakan. Melalui

diskusi pada pembelajaran siklus I, siswa sudah dapat mengidentifikasi

sistematika penulisan surat resmi sehingga siswa sudah mengetahui

bagian-bagian dalam penulisan surat resmi. Nilai rata-rata pada tes siklus

II mengalami peningkatan sebesar 10% dari tes siklus I. Pada

pembelajaran siklus II, siswa sudah mampu menulis bagian-bagian surat

dengan lengkap. Jadi, peningkatan rata-rata nilai pada aspek

kelengkapan bagian-bagian surat dari tes pratindakan sampai tes siklus II

sebesar 13%, sehingga siswa mengalami kesulitan untuk memilih kata

yang tepat. Peningkatan rata-rata nilai pada aspek pilihan kata pada

siklus II sebesar 10 % dari tes pratindakan. Dalam menulis surat resmi,

sebagian besar siswa mengalami kesulitan dalam pilihan kata.

Peningkatan rata-rata nilai pada aspek ejaan dan tanda baca pada

siklus I sebesar 2%. Dalam pembelajaran siklus I, sebagian besar siswa

belum menggunakan ejaan dan tanda baca yang tepat dalam menulis

surat resmi. Pada pembelajaran siklus II, nilai rata-rata siswa meningkat

sebesar 13% dari siklus II. Peningkatan tersebut karena guru selalu

mengarah kan siswa untuk menggunakan ejaan dan tanda baca yang

sesuai dalam penulisan surat resmi. Pada tes siklus II nilai rata-rata pada

aspek ejaan dan tanda baca meningkat sebesar 15% karena pada siklus II

sebagian besar siswa sudah mampu menggunakan ejaan dan tanda baca

dengan tepat dalam menulis surat resmi.

Page 149: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

142

Nilai rata-rata pada aspek penggunaan bahasa baku pada tes

siklus I tidak mengalami peningkatan karena adanya kesamaan nilai rata-

rata siswa pada tes pratindakan dan tes siklus I. Hal itu disebabkan

karena dalam penulisan surat resmi pada tes pratindakan maupun siklus I

sebagian besar siswa menggunakan bahasa dan kata-kata yang sama.

Kemudian pada siklus II nilai rata-rata siswa meningkat sebesar 9%

karena dalam pembelajaran siklus II siswa sudah berlatih menulis surat

resmi dengan pilihan kata dan bahasa yang tepat. Jadi, nilai rata-rata

pada aspek penggunaan bahasa baku pada siklus II mengalami

peningkatan sebesar 9% dari tes pratindakan. Nilai rata-rata aspek

struktur kalimat pada tes siklus I mengalami peningkatan sebesar 5%

dari tes pratindakan karena melalui diskusi siswa sudah berlatih menulii

surat resmi dengan struktur kalimat yang tepat. Pada tes siklus II nilai

rata-rata siswa mengalami penurunan. Hal itu disebabkan karena

perbedaan topik pada tes menulis surat resmi siklus I dan siklus II. Pada

siklus II siswa menulis surat resmi dengan topik yang berbeda dengan

siklus II sehingga siswa mengalami kesulitan dalam menyusun kalimat.

Jadi, peningkatan nilai rata-rata aspek struktur kalimat pada siklus II

sebesar 3% dari siklus I. Sebagian besar siswa tidak mampu menyusun

struktur kalimat yang tepat dalam menulis surat resmi.

Berdasarkan rata-rata nilai dan peningkatan pada masing-masing

aspek penilaian menulis surat resmi dapat disimpulkan bahwa nilai rata-

rata kelas pada tes pratindakan mencapai 62 termasuk dalam kategori

kurang karena masih berada pada rentang nilai 0-64. Nilai rata-rata

tersebut berasal dari jumlah rata-rata setiap aspek yang dinilai.

Rendahnya keterampilan siswa dalam menulis surat resmi tersebut

karena kemampuan siswa dalam aspek bahasa dan nonkebahasaan masih

kurang. Hal ini dapat dilihat pada hasil penilaian setiap aspek surat yang

menunjukkan hasil yang jauh di bawah kategori baik.

Nilai rata-rata kelas pada tes menulis surat resmi siklus I sebesar

65 dan termasuk dalam kategori cukup karena berada pada rentang nilai

65-74. Dengan demikian, nilai tes siklus I belum memenuhi target nilai

yang telah ditentukan. Nilai rata-rata tersebut diakumulasikan dari

masing-masing aspek penilaian. Dilihat dari nilai rata-rata setiap aspek

penilaian pada siklus I, dapat disimpulkan bahwa kemampuan siswa

pada setiap aspek penilaian menulis surat resmi mengalami peningkatan

sebesar 3% dari rata-rata nilai pratindakan. Nilai rata-rata kelas

keterampilan menulis surat resmi siklus II sebesar 75 dan termasuk

Page 150: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

143

dalam kategori baik karena berada pada rentang nilai 75-84. Pencapaian

skor tersebut berarti sudah memenuhi target nilai yang ditentukan dan

tindakan siklus III tidak perlu dilakukan. Nilai masing-masing aspek

pada siklus II hampir semua mengalami peningkatan. Berdasarkan nilai

rata-rata setiap aspek penilaian pada siklus II dapat disimpulkan bahwa

kemampuan siswa pada setiap apek penilaian menulis surat resmi

mengalami peningkatan sebesar 9% dari nilai rata-rata siklus I. Jadi,

secara keseluruhan peningkatan keterampilan menulis surat resmi siswa

kelas IXA SMP Negeri 3 Karangan sebesar 13%.

KESIMPULAN

Keterampilan menulis surat resmi siswa kelas IXA SMP Negeri

3 Karangan mengalami peningkatan sebesar 13% setelah dilakukan

pembelajaran dengan pendekatan kontekstual . Nilai rata-rata kelas pada

tes pratindakan mencapai 62 dan termasuk dalam kategori kurang.

Setelah dilakukan tindakan pembelajaran pada siklus I, nilai rata-rata

siswa meningkat sebesar 3% menjadi 65 dan termasuk dalam kategori

cukup. Nilai rata-rata pada siklus I belum memenuhi target penilaian

yang ditentukan sehingga perlu dilakukan tindakan pembelajaran siklus

II. Setelah dilakukan tindakan pembelajaran siklus II, nilai rata-rata tes

menulis surat resmi siswa meningkat sebesar 10%. Nilai rata-rata kelas

pada tes siklus II mencapai 75 dan sudah memenuhi target penilaian

yang ditentukan karena termasuk dalam kategori baik.

Setelah digunakan pembelajaran kontekstual terjadi perubahan

tingkah laku siswa. Pada pembelajaran siklus I, kesiapan siswa

mengikuti kegiatan pembelajaran masih kurang dan sebagian siswa

masih menunjukkan perilaku yang negatif. Keaktifan siswa dalam

kegiatan pembelajaran dan diskusi masih kurang sehingga dalam

menulis surat resmi sebagian siswa masih mengalami kesulitan. Pada

pembelajaran siklus II siswa tampak siap dan semangat mengikuti

pembelajaran. Perilaku siswa dalam kegiatan pembelajaran

menunjukkan perubahan yang mengarah pada perilaku positif. Selain itu,

siswa lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran maupun diskusi.

SARAN

Saran yang diberikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut;

Guru, khususnya guru bidang studi Bahasa Indonesia, hendaknya

Page 151: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

144

menggunakan pembelajaran kontekstual dalam kegiatan menulis surat

resmi karena dapat melatih siswa bekerja sama dengan orang lain. Guru

hendaknya melatih siswa untuk gemar menulis dan selalu mengarahkan

siswa untuk menggunakan kata. kalimat, dan bahasa yang sesuai dalam

kegiatan menulis.Siswa hendaknya selalu berlatih menulis terutama

menulis surat resmi dengan pilihan kata, kalimat, dan bahasa yang

sesuai. Siswa disarankan lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran agar

dapat mengatasi kesulitan dalam belajar. Untuk Peneliti Penelitian

mengenai keterampilan menulis dengan pendekatan kontekstual penting

untuk dilakukan. Penelitian lanjutan dari penelitian ini perlu dilakukan

dengan membahas aspek yang berbeda dan untuk menambah khasanah

ilmu bahasa.

DAFTAR PUSTAKA

Akhadiah, Sabarti, Maidar G Arsjad, dan Sakura H Ridwan. 1988.

Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta:

Erlangga.

Arifin, Syamsir. 1987. Pedoman Penulisan Surat menyurat Indonesia.

Padang: Angkasa Raya.

Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat

Pendidikan Lanjutan Pertama. 2002. Pendekatan Kontekstual

(Contextual Teaching and Learning (CTL)). Jakarta:

Departemen Pendidikan Nasional.

________2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi SLTP kerangka Dasar

Pengembangan Silabus dan Sistem Penilaian Hasil Belajar

Siswa SLTP Berbasis Kompetensi. Jakarta: Departemen

Pendidikan Nasional.

Keraf, Gorys. 2002. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama.

Kustiawan, Nanang. 2003. Membuat Surat Dinas / Resmi. Surabaya:

Pustaka media.

Page 152: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

145

MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS IX

PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN MATERI

GEREJA MENGGUNAKAN PROBLEM BASED LEARNING

Tatag Setyawan

Guru SMP Negeri 1 Rantau Pulung

Abstrak

Penulisan penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya

Nilai hasil belajar siswa pada mata pelajaran Pendidikan

Agama Kristen materi gereja di kelas IX SMP Negeri 1

Rantau Pulung. Pada data awal siswa yang mencapai

ketuntasan belajar adalah 43%. Pada siklus I terjadi

peningkatan ketuntasan belajar siswa menjadi 57 %, dan

pada siklus II terdapat peningkatan yang signifikan yaitu

menjadi 85,71 %. Tujuan penelitian ini adalah untuk

meningkatkan prestasi belajar Pendidikan Agama Kristen

dalam materi gereja melalui model Problem Based

Learning. Penelitian ini menggunakan design Penelitian

Tindakan Kelas (PTK). Subyek penelitian ini adalah siswa

kelas IX SMP Negeri 1 Rantau Pulung. Pengumpulan data

dilakukan dengan observasi, tes tertulis, dan wawancara.

Analisis data dilakukan secara kualitatif disertai penyajian

data dalam bentuk tabel. Dari hasil pengamatan teman

sejawat pada siklus I diperoleh rata-rata nilai 73,57 dan

hanya 3 siswa yang tuntas. Pada siklus II rata-rata nilai

meningkat menjadi 75 dan ada 6 siswa tuntas. Penelitian

ini dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata

pelajaran Pendidikan Agama Kristen materi gereja di kelas

IX SMP Negeri 1 Rantau Pulung.

Kata Kunci : Model PBL, Prestasi Belajar, PAK

PENDAHULUAN

Tujuan pendidikan nasional seperti yang ada di Undang-undang

No.20 Sisdiknas Tahun 2003 Pasal 3 adalah berkembangnya potensi

peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada

Page 153: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

146

Tuhan Yang Maha Esa, berakhal mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,

mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta

bertanggungjawab. Dengan tujuan tersebut, mata pelajaran Pendidikan

Agama menjadi penting sebagai dasar pembentukan karakter mental

kerohanian, yang dapat menjadi dasar dan balance (penyeimbang) antara

kemampuan pengetahuan, keterampilan dengan sikap spiritual dan sosial

dalam perkembangan potensi diri setiap siswa.

Secara umum, Pendidikan Agama Kristen di SMP Negeri 1

Rantau Pulung memiliki tugas yang sama dengan mata pelajaran yang

lain untuk mencapai hasil dari tujuan pendidikan tersebut di atas. Salah

satu bentuk dukungan mencapai tujuan itu diperlukan pembelajaran yang

bersifat kreatif dalam menerapkan bentuk model – model pembelajaran.

Sedangkan secara khusus, Pendidikan Agama Kristen merupakan

kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia yang bertujuan

membentuk siswa menjadi manusia yang beriman dan berbakti kepada

Tuhan Yang Maha Esa serta memiliki akhlak mulia mencakup etika,

budi pekerti, atau moral. Semua itu diaktualisasikan bukan dalam bentuk

konsep saja, namun juga melalui proses pembelajaran yang kreatif, aktif,

efektif, dan menyenangkan.

Pada pelaksanaan pembelajaran yang bersifat monoton atau

menggunakan pola klasik yaitu guru menerangkan, menata, dan

memberikan contoh; itu dapat membuat siswa memiliki daya serap dan

prestasi belajar yang rendah dengan bukti adanya nilai hasil ulangan

harian dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 75 (Tujuh

Puluh Lima). Dalam Kurikulum 2013 mata pelajaran Pendidikan

Agama Kristen kelas IX semester I menyebutkan Kompetensi

Dasar menghayati karya Allah dalam pertumbuhan gereja sebagai umat-

Nya di dunia yang bergumul untuk menjadi saksi-Nya yang setia,

dengan materi Gereja nilai yang diperoleh siswa pada ulangan harian

memperoleh nilai tertinggi 75, nilai terendah 60, dan nilai rata-rata

67,14 . Terdapat 3 (Tiga) atau 43 % siswa yang berhasil mencapai

ketuntasan, dari 7 (Tujuh) jumlah siswa kelas IX yang beragama

Kristen.

Kegagalan secara klasikal dalam mencapai ketuntasan belajar ini

terjadi karena guru menerapkan model pembelajaran yang tidak menarik

minat siswa dalam proses pembelajaran. Demikian pula pada materi

gereja, para siswa mengalami kesulitan untuk memahami pengertian

gereja, tugas gereja, sifat-sifat gereja, dan tradisi atau ajaran gereja.

Page 154: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

147

Kesulitannya dilatarbelakangi oleh asal gereja para siswa yang berbeda-

beda denominasinya.

Untuk itu penulis mencoba menerapkan salah satu model

pembelajaran yaitu model pembelajaran Problem Based Learning

untuk mengungkap apakah dengan menggunakan model Problem

Based Learning dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Dalam

model ini guru berperan sebagai fasilitator dan siswa dapat belajar

tentang cara berpikir kritis dalam pemecahan masalah, serta

memperoleh pengetahuan yang esen sial dalam materi pelajaran.

Model pembelajaran Problem Based Learning dapat menjadi

salah satu alternatif pilihan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional

melalui proses pembelajaran di kelas, karena dalam model pembelajaran

ini peran siswa dituntut aktif untuk mengaitkan rasa keingintahuan serta

kemampuan analisis siswa dan inisiatif atas materi pelajaran. Para siswa

juga dapat berpikir kristis dan analitis, serta mencari sumber

pembelajaran yang sesuai. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah

apakah dengan penggunaan model Problem Based Learning dapat

meningkatkan prestasi belajar Pendidikan Agama Kristen dalam materi

Gereja bagi siswa kelas IX semester I SMP Negeri 1 Rantau Pulung

tahun pelajaran 2015 / 2016 ?

Tujuan penelitian yang akan dicapai adalah untuk meningkatkan

prestasi belajar Pendidikan Agama Kristen dalam materi Gereja melalui

model Problem Based Learning bagi siswa kelas IX semester I SMP

Negeri 1 Rantau Pulung tahun pelajaran 2015/2016.

Manfaat Penelitian; Materi kajian dalam penggunaan model

pembelajaran Problem Based Learning untuk meningkatkan prestasi

belajar siswa di SMP Negeri 1 Rantau Pulung. Solusi alternatif terhadap

penggunaan model-model pembelajaran dalam peningkatan kualitas

proses pembelajaran di SMP Negeri 1 Rantau Pulung. Kontribusi

pemikiran tentang pengembangan model pembelajaran yang sesuai

dengan mata pelajaran Pendidikan Agama Kristen peningkatan prestasi

belajar peserta didik di SMP Negeri 1 Rantau Pulung.

Batasan Masalah Penelitian; Penelitian hanya dilaksanakan bagi

siswa yang beragama Kristen kelas IX Semester I SMP Negeri 1 Rantau

Pulung tahun pelajaran 2015/2016. Penelitian ini dilaksanakan pada

bulan Agustus tahun pelajaran 2015/2016. Materi pelajaran yang

disampaikan adalah gereja

Page 155: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

148

KAJIAN TEORI

Model Pembelajaran Problem Based Learning

Problem Based Learning adalah pembelajaran berbasis masalah,

yang merupakan penggunaan berbagai macam kecerdasan untuk

melakukan konfrontasi terhadap tantangan dunia nyata, kemampuan

untuk menghadapi segala sesuatu yang baru dan kompleksitas yang ada.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Problem

Based Learning adalah suatu model pembelajaran yang menggunakan

masalah nyata sehingga siswa dapat menyusun pengetahuannya sendiri,

menumbuhkan keterampilan berpikir kritis, Inkuiri, memecahkan

masalah, dan mandiri.

Menurut Arends berbagai pengembangan pengajaran Problem

Based Learning telah memberikan model pengajaran yang memiliki

karakteristik sebagai berikut: Pengajuan Pertanyaan atau Masalah.

Berfokus pada keterkaitan antar disiplin. Penyelidikan autentik.

Menghasilkan produk dan memamerkannya. Model pembelajaran

Problem Based Learning akan dapat dijalankan apabila guru siap dengan

segala perangkat pembelajaran yang diperlukan. Siswa pun harus sudah

memahami prosesnya, dan telah membentuk kelompok-kelompok kecil.

Setiap kelompok menjalankan proses pembelajaran yang dikenal

dengan proses tujuh langkah yaitu : Mengklarifikasi istilah dan konsep

yang belum jelas. Memastikan setiap anggota memahami berbagai istilah

dan konsep yang ada dalam masalah. Merumuskan masalah; Fenomena

yang ada dalam masalah menuntut penjelasan hubungan-hubungan apa

yang terjadi di antara fenomena itu. Menganalisis masalah; Anggota

mengeluarkan pengetahuan terkait apa yang sudah dimiliki anggota

tentang masalah. Terjadi diskusi yang membahas informasi faktual (yang

tercantum pada masalah), dan juga informasi yang ada dalam pikiran.

Menata gagasan secara sistematis dan menganalisis; Bagian yang

sudah dianalisis dilihat keterkaitannya satu sama lain kemudian

dikelompokkan; mana yang paling menunjang, mana yang bertentangan,

dan sebagainya. Analisis adalah upaya memilah sesuatu menjadi bagian-

bagian yang membentuknya. Memformulasikan tujuan pembelajaran;

Kelompok dapat merumuskan tujuan pembelajaran karena kelompok

sudah tahu pengetahuan mana yang masih kurang, dan mana yang masih

belum jelas. Tujuan pembelajaran akan dikaitkan dengan analisis

masalah yang dibuat. Mencari informasi tambahan dari sumber lain; Saat

Page 156: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

149

ini kelompok sudah tahu informasi apa yang tidak dimiliki, dan sudah

punya tujuan pembelajaran.

Prestasi Belajar

Pada penelitian ini yang dimaksudkan sebagai prestasi belajar

adalah keberhasilan peserta didik dalam upaya meningkatkan nilai –

nilai sikap, penge tahuan, dan keterampilan yang disajikan dalam bentuk

nilai angka atau skor ketuntasan pada setiap standrat kompetensi

dasarnya. Prestasi belajar peserta didik merupakan hasil yang telah

dicapai melalui keikutsertaannya dalam setiap proses pembelajaran dan

evaluasi dalam bentuk test yang diberikan oleh guru. Prinsip-prinsip

pengoptimalan aktifitas belajar untuk mencapai prestasi belajar, yaitu :

Prinsip motivasi, Prinsip latar atau konteks, Prinsip keterarahan, Prinsip

belajar sambil bekerja, Prinsip perbedaan perorangan, Prinsip

menemukan, Prinsip pemecahan masalah.

Pendidikan Agama Kristen

Pendidikan agama Kristen merupakan pendidikan nilai, sehingga

diharapkan melaluinya terjadi perubahan dan pembaruan, baik tentang

pemahaman mau pun sikap dan perilaku. Mata pelajaran Pendidikan

Agama Kristen berbeda dengan mata pelajaran yang lain, dalam bentuk

pelaksanaan proses pembelajaran mengupayakan bahwa peserta didik

dapat berjumpa dan memahami Allah sebagai Yang Maha Kuasa

pencipta langit bumi, dan Yesus Kristus sebagai juru selamat manusia.

Hasil dari pembelajaran yang dilaksanakan memiliki bentuk-bentuk

karya, unjuk kerja, dan pembiasaan pada perilaku atau sikap yang

merupakan kegiatan yang dapat diukur melalui penilaian (assessment)

sesuai dengan kriteria pencapaian setiap kompetensi dasarnya.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan penulis adalah Penelitian

Tindakan Kelas (PTK). Proses penelitian ini dilaksanakan melalui empat

tahap, yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi

(Mulyasa,2010:70). Penelitian ini dilaksanakan dengan tahapan-tahapan

perencanaan, pelaksanaan, pengamatan (observasi), dan refleksi. Subyek

penelitian adalah siswa kelas IX yang beragama Kristen di SMP Negeri

1 Rantau Pulung. Siklus spiral dari tahap-tahap penelitian tindakan kelas

dapat dilihat pada gambar berikut.

Page 157: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

150

Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Tehnik pengumpulan data pada penelitian ini adalah observasi,

tes, dan wawancara. Observasi; Observasi dalam penelitian ini adalah

observasi langsung yaitu peneliti dan pengamat melihat dan mengamati

secara langsung kemudian mencatat perilaku dan kejadian yang terjadi

pada keadaan yang sebenarnya. Observasi dilakukan selama proses

pembelajaran dari kegiatan awal sampai kegiatan akhir. Instrumen

observasi akan lebih efektif jika informasi yang hendak diambil berupa

kondisi atau fakta alami, tingkah laku dan hasil kerja responden dalam

situasi alami. Sebaliknya, instrumen observasi mempunyai keterbatasan

dalam menggali informasi yang berupa pendapat atau persepsi dari

subyek yang diteliti (Soekowati, 2006:64).

Tes dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal siswa

sehingga peneliti dapat merencanakan tindakan yang akan diambil dalam

memperbaiki proses pembelajaran. Pemberian tindakan dilakukan

melalui tiga siklus dan evaluasi dilakukan diakhir siklus untuk

mengetahui prestasi belajar siswa pada setiap siklus. Tes adalah suatu

alat pengumpul informasi, bersifat lebih resmi karena penuh dengan

batasan-batasan (Arikunto, 2005:33).

Wawancara; Wawancara pada penelitian ini menggunakan

wawancara tidak berstruktur karena peneliti memandang model ini

adalah yang paling luwes, di mana subyek diberi kebebasan untuk

menguraikan jawabannya dan ungkapan-ungkapan pandangannya secara

bebas dan sesuai hatinya. Wawancara ini digunakan untuk

mendapatkan data tentang pendapat siswa mengenai penerapan media

pembelajaran benda asli dalam materi bangun ruang.

Analisis data

Adapun tes hasil belajar siswa diolah untuk mengukur ketuntasan

dengan menggunakan rumus: Untuk menilai ulangan atau tes formatif.

Peneliti melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh siswa,yang

selanjutnya dibagi dengan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut

sehingga diperoleh rata-rata tes formatif dapat dirumuskan:

=N

XX

Dengan : X = Nilai rata-rata, Σ X = Jumlah semua nilai siswa

Σ N = Jumlah siswa

Page 158: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

151

Untuk ketuntasan belajar; Ada dua kategori ketuntasan belajar

yaitu secara perorangan dan secara klasikal. Berdasarkan petunjuk

pelaksanaan belajar mengajar, yaitu seorang siswa telah tuntas belajar

bila telah mencapai skor 75% atau nilai 75, dan kelas disebut tuntas

belajar bila di kelas tersebut terdapat 75% yang telah mencapai daya

serap lebih dari atau sama dengan 75%. Untuk menghitung persentase

ketuntasan belajar digunakan rumus sebagai berikut:

%100...

xSiswa

belajartuntasyangSiswaP

=

Di samping itu dilakukan juga metode analisis deskriptif yang

merupakan pemaparan dari hasil penerapan pembelajaran dengan model

Problem Based Learning. Rumus tersebut dipergunakan untuk

mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa terhadap materi gereja

antara siklus satu dengan siklus lainnya.

Prosedur Penelitian

Gambar 1. Alur Penelitian Tindakan Kelas

Berdasarkan Gambar 1. alur Penelitian Tindakan Kelas adalah:

Rancangan/rencana awal; Sebelum mengadakan penelitian peneliti

Page 159: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

152

menyusun rumusan masalah, tujuan dan membuat rencana tindakan,

termasuk di dalamnya instrumen penelitian dan perangkat pembelajaran.

Implementasi; Meliputi tindakan yang dilakukan oleh peneliti

sebagai upaya membangun pemahaman konsep siswa serta mengamati

hasil atau dampak dari diterapkannya model Problem Based Learning.

Pengamatan / Observasi; Observasi dibagi dalam tiga putaran, yaitu

putaran 1 dan 2, dimana masing putaran dikenai perlakuan yang sama

(alur kegiatan yang sama) dan membahas satu sub pokok bahasan yang

diakhiri dengan tes formatif di akhir masing-masing putaran. Refleksi;

Peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan hasil atau dampak

dari tindakan yang dilakukan berdasarkan lembar pengamatan yang diisi

oleh pengamat.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Setelah dilakukannya tindakan pada siklus I dan Siklus II dapat

disajikan sebagaimana tersaji pada Tabel 1, hasil penelitian yang berupa

data kelas yang terdiri dari; rata-rata kelas, jumlah dan prosentase

ketuntasan untuk kondisi awal, setelah silklus I dan setelah siklus II

sebagai berikut.

Tabel 1. Data Nilai Penelitian

No Nama Siswa Nilai

Tes Awal Siklus I Siklus II

1 A 80 80 95

2 B 70 70 85

3 C 70 70 90

4 D 70 70 0

5 E 75 75 80

6 F 75 75 90

7 G 75 75 85

Jumlah 470 515 525

Rata-Rata 67,14 73,57 75

Ketuntasan 3 Siswa 4 siswa 6 siswa

Prosentase 43 % 57 % 85,71 %

KKM 75 75 75

Target Ketuntasan 75 % 75 % 75 %

Page 160: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

153

Melalui hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengajaran

menggunakan model Problem Based Learning memiliki dampak positif

dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari

semakin mantapnya pemahaman dan penguasaan siswa terhadap materi

yang telah disampaikan guru selama ini (ketuntasan belajar meningkat

dari sklus I dan II). Sebelum dilakukan Penelitian Tindakan Kelas

(PTK), nilai mata pelajaran Pendidikan Agama Kristen belum begitu

memuaskan, terbukti nilai Pendidikan Agama Kristen dengan materi

gereja pada ulangan harian memperoleh nilai tertinggi 80, nilai terendah

70, dan nilai rata-rata 67,14. Terdapat 3 siswa atau 43 % yang berhasil

mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).

Pada siklus I, dengan menerapkan pengajaran menggunakan

model Problem Based Learning diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar

siswa adalah 73,57 dan ketuntasan belajar mencapai 57 % atau ada 4

siswa dari 7 siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan

bahwa pada siklus pertama secara klasikal siswa belum tuntas

belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ≥ 75 sebesar 57 % lebih

kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 75 %.

Hal ini disebabkan karena siswa merasakan kesulitan dalam

mengklarifikasi, merumuskan, menganalisis, menata gagasan,

memformulasikan, mencari informasi tambahan, dan mensistesis, serta

menguji materi gereja, sehingga siswa masih merasa canggung dengan

diterapkannya pengajaran menggunakan model Problem Based

Learning.

Pada siklus II, diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa

adalah 75 dan ketuntasan belajar mencapai 85,71 % atau ada 6 siswa

dari 7 siswa sudah tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada

siklus II ini ketuntasan belajar secara klasikal telah tercapai. Berdasarkan

analisis data, diperoleh aktifitas siswa dalam proses pengajaran

menggunakan model Problem Based Learning dalam setiap siklus

mengalami peningkatan. Hal ini berdampak positif terhadap

meningkatnya nilai rata-rata siswa pada setiap siklus.

KESIMPULAN

Berdasarkan analisis data dalam proses pembelajaran Pendidikan

Agama Kristen dengan menggunakan model Problem Based Learning

prestasi belajar siswa meningkat, karena para siswa sudah mulai akrab

dan antusias dengan langkah-langkah pembelajaran menggunakan model

Page 161: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

154

Problem Based Learning. Disamping itu siswa juga sudah mampu

mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami permasalahan,

memiliki keterampilan berpikir kritis untuk memecahkan masalah, serta

mengembangkan minat belajar siswa untuk meningkat prestasi

belajarnya. Sedangkan untuk aktifitas guru selama pembelajaran telah

melaksanakan langkah-langkah pengajaran menggunakan model

Problem Based Learning dengan baik. Hal ini terlihat dari aktifitas

guru yang muncul di antaranya aktifitas membimbing dan mengamati

siswa dalam mengerjakan kegiatan, menjelaskan/melatih menyampaikan

pemecahan masalah, memberi umpan balik/evaluasi/tanya jawab dimana

prosentase untuk aktifitas di atas cukup besar.

SARAN

Dari hasil penelitian yang diperoleh melalui uraian sebelumnya,

bahwa proses belajar mengajar Pendidikan Agama Kristen dengan

menggunakan model Problem Based Learning dapat meningkatkan

prestasi belajar siswa , maka disampaikan saran sebagai berikut: Untuk

melaksanakan pengajaran menggunakan model Problem Based Learning

memerlukan persiapan yang cukup matang, sehingga guru harus mampu

menentukan atau memilih topik yang benar-benar bisa diterapkan dalam

proses belajar mengajar sehingga diperoleh hasil yang optimal.

Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa, guru

hendaknya lebih sering melatih siswa dengan menggunakan model

Problem Based Learning, dimana siswa nantinya akan terbiasa berpikir

kritis untuk mengklarifikasi, merumuskan, menganalisis, menata

gagasan, memformulasi kan, mencari informasi tambahan, dan

mensistesis, serta menguji per masalahan yang ada dalam materi

pelajaran. Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut, karena hasil

penelitian ini hanya dilakukan pada siswa kelas IX semester I SMP

Negeri 1 Rantau Pulung tahun pelajaran 2015/2016.

DAFTAR PUSTAKA

M. Taufiq Amir, 2009, Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based

Learning, Jakarta, Media Group

Page 162: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

155

Trianto, 2007, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi

Konstruktif , Jakarta, Prestasi Pustaka

Wina sanjaya, 2008, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar

Proses Pendidikan, Jakarta, Prenada Media Group

Saminanto, 2011, Ayo Praktik PTK (Penelitian Tindakan Kelas),

RaSAIL, Semarang, Media Group

W.Gulo, 2008, Strategi Belajar-Mengajar, Jakarta, PT.Gramedia

Widiasarana Indonesia.

Kementrian Pendidikan dan Kebudatayaan Republik Indonesia, 2014,

Buku Pendidikan Agama Kristen, Jakarta, Pusat Kurikulum

dan Perbukuan, Puskurbuk Kemdikbud

Sanjaya.W, 2012, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standrat Proses

Pendidikan, Jakarta, Penerbit Kencana Prenada Media Group

Wahyudin, 2012, Filsafat dan model-model pembelajaran matematika,

Bandung: Penerbit Mandiri

Trianto, 2011, Panduan Lengkap Penelitian Tindakan Kelas (Classroom

Action Research ) Teori dan Praktek, Surabaya, Prestasi

Pustaka

Nurhadi, Burhan Yasin, Agus Gerrad Senduk, 2004, Pembelajaran

Kontekstual (Contextual Teaching and Learning / CTL ) dan

penerapannya dalam KBK, Malang, Penerbit Universitas

Negeri Malang

Fo’arota Telaumbanua, 2013, Modul Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta,

LPTK Penyelenggara Sertifikasi Guru Pendidikan Agama

Kristen dalam Jabatan, dan Sertifikasi Guru yang Diangkat

dalam Jabatan Pengawas PAK

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan

Praktek, Jakarta, Rineksa Cipta.

Zainal Aqib, 2011, Penelitian Tindakan Kelas untuk Guru SMP, SMA,

SMK, Bandung, CV.Yrama Widya

Depertemen Pendidikan Nasional Direktorat Jendral Pendidikan Dasar

Dan Menengah, 2003, Penelitian Tindakan Kelas PPDGT,

Bandung

Kemmis, S. dan Mc. Taggart, R, 1988. The Action Research Planner,

Victoria Dearcin University Press

Page 163: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

156

Margono, 1997, Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta, Rineksa

Cipta.

Ngalim, Purwanto M, 1990, Psikologi Pendidikan, Bandung, Remaja

Rosdakarya

Nur, Moh, 2001, Pemotivasian Siswa untuk Belajar, Surabaya,

University Press, Universitas Negeri Surabaya.

Purwanto, N, 1988, Prinsip-prinsip dan Teknis Evaluasi Pengajaran,

Bandung, Remaja Rosdakarya.

Page 164: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

157

PENERAPAN STRATEGI RANDOM TEKS DALAM

MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR

MEMBACA DAN MENGHAFAL AYAT-AYAT AL QUR-AN

PADA PESERTA DIDIK KELAS VIII

Sri Wahyuni

Guru SMP Negeri 3 Muara Ancalong

Abstrak

Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

yang dilaksanakan di SMP Negeri 3 Muara Ancalong

dalam bidang Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti

pada kelas VIII semester gasal tahun pelajaran

2014/2015.Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan

dalam 2 siklus.Tindakan yang dilakukan untuk

meningkatkan keaktifan dan hasil belajar peserta didik

dengan menerapkan pendekatan strategi belajar yang

menyenangkan, efektif sehingga membuat peserta didik

tidak mengalami titik kejenuhan dalam proses

pembelajaran. Hasil Penelitian menunjukkan dengan

akurat bahwa penerapan Random teks meningkatkan

keaktifan peserta didik dalam proses pembelajaran dan

meningkatkan hasil belajar terlihat dari setiap siklus.

Peningkatan dari siklus I ke Siklus II 42,9 % (43%).dengan

kreteria baik.

Kata Kunci : Random teks, Keaktifan dan Hasil Belajar

PENDAHULUAN

Pendidikan Agama Islam wajib mempelajari ilmu membaca dan

mengahafal ayat-ayat Al Qur’an.Ketika membaca Al-Qur’an peserta

didik harus memiliki etika, salah satunya adalah membaca dengan tartil

dan menjaga kaidah tajwid.Kesempurnaan bacaan Al-Qur’an memiliki

nilai ibadah dan derajat yang tinggi, serta memenuhi target tujuan

pembelajaran dalam kurikulum Pendidikan Agama Islam dan Budi

Pekerti. Pada tahun pembelajaran 2014/2015 semester gasal kelas VIII

hasil belajar materi membaca dan menghafal ayat-ayat Al-Qur-an

Page 165: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

158

rendah.Dalam hal ini perlu bimbinngan dalam teknik belajar membaca

dan menghafal ayat-ayat Al-Qur’an lebih baik untuk meningkatkan hasil

belajar.

Sebagai pembimbing dan fasilitator dalam proses pembelajaran,

guru harus menentukan strategi pembelajaran yang tepat guna, efektif,

menyenangkan sehingga peserta didik tidak jenuh,bahkan termotivasi

untuk aktif sehingga tercapai tujuan pembelajaran dan mencapai hasil

belajar tuntas. Kenyataan yang ditemui penulis peserta didik dalam

belajar materi membaca dan menghafal ayat-ayat Al-qur’an dengan

srategi yang dilakukan selama ini, mengalami kejenuhan, tidak focus,

kurang percaya diri sehingga hasil belajar rendah.

Berdasarkan pada masalah yang dihadapi tersebut, maka

diperlukan adanya suatu penelitian tindakan kelas dan mengubah strategi

pembelajaran melalui pemilihan srategi pembelajaran yang lebih efektif

yaitu “Random Text ( teks acak)”.Dengan diterapkannya strategi

Random text diharapkan peserta didik dapat belajar dengan suasana

menyenangkan, aktif, kreatif dan mencapai ketuntasan hasil belajar.

Berdasarkan yang tersebut dalam latar belakang masalah, maka dapat

dirumuskan identifikasi yaitu Belajar membaca dan menghafal ayat-ayat

Al-qur’an tahun pelajaran 2014/2015 semester gasal pada kelas VIII

masih monoton, peserta didik tidak aktif. Hasil belajar membaca dan

menghafal ayat-ayat Al-Qur’an pada peserta didik kelas VIII masih

rendah.

Strategi pembelajaran yang digunakan tidak dapat meningkatkan

keaktifan dan hasil belajar membaca dan menghafal ayat-ayat Qur’an

pada peserta didik kelas VIII.Guru menggunakan strategi yang lain

untuk meningkatkan hasil belajar membaca dan menghafal ayat-ayat al

Qur-an pada peserta didik kelas VIII yaitu dengan strategi Random

text. Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, dapat

dirumuskan batasan masalah yaitu Penelitian ini untuk meningkatkan

hasil belajar peserta didik.Penelitian ini menggunakan strategi belajar

Random text.

Berdasarkan latar belakang masalah maka dapat ditemukan

rumusan masalah yang menjadi fokus pada penelitian ini adalah,Apakah

penerapan srategi Random text (teks acak) dapat meningkatkan

keaktifan belajar materi membaca dan menghafal ayat-ayat Al-Qur’an

pada kelas VIII.Apakah penerapan strategi random text (teks acak) dapat

Page 166: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

159

meningkatkan hasil belajar materi membaca dan menghafal ayat-ayat

Al-qur’an pada kelas VIII.

Adapun Tujuan penelitian ini agar dapat meningkatkan keaktifan

belajar peserta didik dalam materi membaca dan menghafal ayat-ayat

Al- Qur’an pada kelas VIII semester gasal tahun pelajaran

2014/2015.Meningkatkan hasil belajar peserta didik dalam materi

membaca dan menghafal ayat-ayat Al-Qur’an pada kelas VIII semester

gasal tahun pelajaran 2014/2015. Sedangkan manfaat penelitian ini

adalah Bagi peserta didik, penerapan Strategi Random teks dapat

meningkatkan keaktifan belajar dalam membaca dan menghafal Al Qur-

an kelas VIII semester gasal tahun pelajaran 2014/2015,Penerapan

strategi Random text dapat meningkatkan hasil belajar membaca dan

menghafal ayat-ayat Al-Qur-an kelas VIII Semester gasal tahun

pelajaran 2014/2015. Bagi guru, dapat mengembangkan strategi

pembelajaran dalam materi membaca dan menghafal ayat-ayat Al

Qur’an yang lebih berorientasi pada proses dan hasil sehingga kualitas

pembelajaran meningkat.Bagi sekolah, hasil penelitian ini dapat

dijadikan acuan dalam melakukan inovasi pembelajaran dan memotivasi

untuk selalu melakukan inovasi dengan metode belajar dan model

pembelajaran yang lain. Bagi perpustakaan, penelitian ini dapat

dijadikan bahan bacaan dan literature dalam kajian karya ilmiah

terutama Penelitian Tindakan kelas.

KAJIAN TEORI

Random teks

Strategi Random teks.Strategi adalah pola umum kegiatan guru-

anak didik dalam perwujudan pembelajaran untuk mencapai tujuan yang

telah digariskan.Srategi dapat pula diartikan sebagai kegiatan teknis

operasional dalam interaksi antara guru dan siswa, siswa dan siswa

untuk mencapai tujuan pembelajaran. Merupakan salah satu srategi

pembelajaran aktif dalam pembelajaran PAI yang sangat cocok untuk

mata pelajaran membaca dan menghafal surah-surah /ayat pendek Al-

Qur’an dengan menekankan keaktifan anak seperti games yang membuat

anak senang dan ada kerjasamanya. Oleh karena itu guru

mempersiapkan media berupa potong-potong teks sebelum kegiatan

pembelajaran dilaksanakan.

Page 167: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

160

Keaktifan belajar

Kektifan peserta didik merupakan faktor penting dalam proses

belajar mengajar. Sriyono mengatakan (1992: 75) keaktifan adalah

usaha guru dalam mengusahakan peserta didik aktif baik jasmani dan

rohani. Menurut pendapat Dimyati (Dimyati, 1999: 13-14) yang

mengutip pendapat Piaget bahwa pengetahuan dibentuk oleh individu.

Sebab individu melakukan interaksi terus-menerus dengan lingkungan.

Lingkungan tersebut mengalami perubahan. Dengan adanya interaksi

dengan lingkungan maka fungsi intelek semakin berkembang. Belajar

pengetahuan meliputi tiga fase. Fase-fase itu adalah fase eksplorasi,

pengenalan konsep, dan aplikasi konsep.

Belajar adalah sebuah proses perubahan tingkah laku seseorang

secara terus menerus yang diakibatkan interaksi dengan lingkungannya.

Keaktifan belajar adalah partisipasi aktif peserta didik baik secara

jasmani maupun rohani dalam kegiatan belajar mengajar di kelas

maupun di luar kelas. Keaktifan belajar peserta didik sangat berpengaruh

terhadap hasil belajar yang dicapai peserta didik, peserta didik yang aktif

akan mampu menangkap materi yang diajarkan secara optimal.

Hasil belajar

Prestasi berasal dari bahasa Belanda yaitu ”Presesatie” yang

kemudian dalam bahasa Indonesia menjadi ”Prestasi” yang berarti hasil

usaha. Menurut W.J.S. Poerwadarminta, (1980: 768) “Prestasi adalah

hasil yang telah dicapai (dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya).” .”

Sementara itu Widodo (2000: 594) dalam Kamus Ilmiah Populer

berpendapat bahwa, “Prestasi adalah hasil yang telah dicapai.” Pada

umumnya prestasi ini digunakan untuk menunjukkan suatu pencapaian

tingkat keberhasilan tentang suatu tujuan atau bukti suatu

keberhasilan.Kamus Besar Bahasa Indonesia menyatakan bahwa,

“Prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang

dikembangkan melalui mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan

nilai yang diberikan oleh guru”.

Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa

prestasi belajar adalah bukti keberhasilan yang telah dicapai seseorang

dalam kegiatan belajarnya. Strategi Random teks memiliki kelebihan

apabila diterapkan dalam pembelajaran membaca dan menghafal ayat-

ayat Al-qur’an, sehingga dapat meningkatkan aktifitas dan hasil belajar

membaca dan menghafal ayat-ayat Al-qur’an.

Page 168: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

161

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan pada semester 1 tahun pelajaran

2014/2015, yang dilaksanakan selama 3 bulan, mulai dari bulan Oktober

2014 sampai dengan bulan Desember 2014. Penelitian dilaksanakan

oleh Peneliti yang bertugas sebagai guru PAI di SMP Negeri 3 Muara

Ancalong.Subyek penelitian adalah kelas VIII dengan jumlah 7 peserta

didik pada SMP Negeri 3 Muara Ancalong.

Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa Kelas VIII SMP

Negeri 3 Muara Ancalong Semester 1 Tahun 2014/2015. Data yang

dikumpulkan yaitu hasil tes materi membaca dan menghafal ayat-ayat

Al-Qur’an peserta didik hasil observasi kegiatan peserta didik dan guru

dalam proses pembelajaran srategi pembelajaran aktif Random text serta

hasil refleksi setelah melakukan pembelajaran.

Sumber daata penelitian yang digunakan dalam penelitian ini

adalah dari hasil ulangan harian. Sumber data penelitian non tes

dilakukan dengan menggunakan pedoman observasi . Lembar observasi

digunakan untuk merekam kegiatan siswa dan guru pada saat proses

pembelajaran. Adapun lembar observasi yang digunakan pada penelitian

ini adalah lembar observasi terstruktur (hal-hal yang akan dinilai sudah

terterah dalam lembar observasi).

Sumber data penelitian berupa tes unjuk kerja dan tes formatif,

dilakukan pada saat proses belajar mengajar berlangsung untuk

mengetahui kesesuaian antara rancangan dan pelaksanaan tindakan,

kelemahan dan kelebihan yang ada, serta seberapa besar peningkatan

yang tercapai setelah menggunakan srategi pembelajaran

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam

Penelitian Tindakan Kelas ini adalah:Teknik Tes.Dalam teknik tes

diperoleh data keberhasilan tes kecil dan tes formatif tentang materi

membaca dan menghafal ayat-ayat Al-Qur’an. Tes ini dirancang oleh

peneliti dan guru mata pelajaran.Teknik Observasi. Observasi adalah

cara pengumpulan data yang sistematis untuk mengenal pribadi

seseorang. Dalam teknik observasi diperoleh data kualitatif mengenai

situasi pembelajaran pada saat pelaksanaan tindakan yang diambil

dengan menggunakan lembar observasi peserta didik dan guru.

Teknik Wawancara. Moleong (2006:135) mengatakan

wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Wawancara

dapat dilakukan secara terstruktur maupun tidak terstruktur, dan dapat

dilakukan melalui tatap muka (face to face) maupun menggunakan

Page 169: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

162

telepon (Sugiyono, 2006: 157). Dalam teknik wawancara, peneliti

hendak mengumpulkan bukti-bukti tingkat keaktifan dan hasil belajar

peserta didik

Data penelitian ini dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif.

Analisis data kualitatif disajikan dengan mendeskripsikan hasil observasi

peserta didik dan guru, sedangkan analisis kualitatif digunakan analisis

deskriptif yakni membuat daftar skor hasil tes . Hasil tes tersebut

diperiksa berdasarkan skala penilaian tes unjuk kerja dan terhadap

materi pembelajaran yang telah disusun peneliti dan guru. Skor tes unjuk

kerja dan tes formatif materi membaca dan menghafal ayat-ayat al-

qur’an dikategorikan dengan menggunakan penentuan dengan

penghitungan persentase untuk skala lima.

Tabel 1.Penilaian PAP untuk Skala Lima

Interval Persentase

Tingkat Penguasaan

Kategori Data Keterangan

0-4 E-A

85 - 100 4 A Baik sekali

75 – 84 3 B Baik

60 – 74 2 C Cukup

40 – 59 1 D Kurang

0 – 39 0 E Gagal

(Nurgiyanto, 2001, 399)

Analisis keberhasilan Penelitian Tindakan Kelas ini yaitu apabila

terjadi peningkatan 85% hasil belajar pada peserta didik kelas VII yang

ditandai dengan peningkatan nilai yang diperoleh peserta didik pada

hasil tes unjuk kerja dan tes formatif materi membaca dan menghafal

ayat-ayat Al-Qur’an dengan KKM 75 serta terdapat perubahan perilaku

yang lebih aktif dan kreatif peserta didik dalam proses pembelajaran.

Prosedur Tindakan Kelas

Secara lebih rinci prosedur Penelitian Tindakan Kelas ini

dijabarkan sebagai berikut: tahap perencanaan yaitu membuat

Rencana pembelajaran sesuai dengan strategi Random teks,tahap

pelaksanaan yaitu melaksanakan strategi Random teks dalam proses

pembelajaran.tahap pengamatan dan penilaian dengan melakukan

pengamatan dan penilaian dalam proses pembelajaran dengan

Page 170: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

163

menggunakan lembar pengamatan kegiatan guru dan keterlibatan siswa

dalam pembelajaran. Tahap refleksi hasil yang didapatkan pada tahap

evaluasi menentukan kelanjutan penelitian pada siklus berikutnya.

Apabila hasil belajar materi membaca dan menghafal ayat-ayat

al-Qur’an peserta didik pada siklus I belum menunjukkan peningkatan,

akan dilakukan siklus II. Hal-hal yag masih kurang akan diperbaiki dan

hasil yang sudah baik akan ditingkatkan pada siklus II. Hasil analisis

siklus I inilah yang menjadi acuan peneliti dan guru untuk merencanakan

siklus II sehingga hasil yang akan dicapai pada siklus berikutnya sesuai

dengan yang diharapkan dan lebih baik daripada siklus berikutnya.

Rancangan Tindakan

Tahap Pelaksanaan Tindakan siklus 1: Guru melaksanakan

proses pembelajaran menggunakan strategi Random teks.Guru

menyampaikan tujuan pembelajaran dan memberikan motivasi kepada

peserta didik.Guru memberikan pokok masalah pembelajaran tentang

materi membaca dan menghafal ayat-ayat Al-Qur’an.Guru membentuk 2

atau 3 kelompok belajar, peserta didik mendiskusikan dengan rekan

kelompoknya.Guru membagikan lembar kerja yang harus dilaksanakan

oleh peserta didik.Peserta didik melaksanakan program kerjanya.Peserta

didik mempresentasikan hasil kerjanya.Peneliti mengamati setiap

kegiatan peserta didik dan guru melalui lembar observasi.

Tahap Pelaksanaan Tindakan siklus 2 : Guru melaksanakan

pembelajaran menggunakan strategi Random teks, memberikan motivasi

kepada peserta didik.Guru memberikan pokok masalah pembelajaran

berbeda pada siklus I.Guru membentuk 2 atau 3 kelompok belajar,

peserta didik berdiskusi,mempresentasikan hasil kerja kelompok. Peserta

didik beserta Guru melakukan refleksi pelaksanaan pembelajaran.

Peneliti mengamati setiap kegiatan peserta didik dan guru, melalui

lembar observasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan kondisi pra siklus dimana mencapai 20% ketuntasan

dari hasil belajar peserta didik, maka dilaksanakanlah tindakan siklus I

dan siklus 2.Pada tindakan siklus I dan 2 ini proses pembelajaran

menggunakan strategi Random teks. Guru melakukan perencanaan untuk

melaksanakan tindakan setiap siklus dengan mempersiapkan segala

sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan proses pembelajaran,tahap

Page 171: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

164

berikutnya pelaksanaan yaitu melaksanakan perencanaan ,melakukan

pengamatan, melakukan refleksi. Hasil observasi pada siklus I hasil

belajar dan aktivitas peserta didik meningkat dari pra siklus.Pada siklus

II mencapai indicator yang telah ditentukan yaitu 85,7%.Peningkatan

dapat dilihat pada tablel dan gambar berikut.

Tabel 2. Hasil Evaluasi Materi Membaca Dan Menghafal ayat Al-Qur’an

Pra siklus

No. Kategori Rentang

Nilai Frekuensi Persentase

Rata-

rata

1. Sangat Baik ≥ 75 1 20%

55,7

2. Baik 53 – 74 1 20%

3. Cukup 31 – 52 5 60%

4. Kurang ≤ 30 0%

Jumlah 7 100 %

Tabel 3. Hasil Evaluasi membaca dan menghafal QS Al

Furqan/25:63 Siklus I

No. Kategori Rentang

Nilai Frekuensi Persentase

Rata-

rata

1. Sangat Baik ≥ 75 3 42,8%

72,8

2. Baik 70 – 74 2 28,6%

3. Cukup 65 – 69 2 28,6%

4. Kurang ≤ 64 0%

Jumlah 7 100,0 %

Adapun hasil dari proses pembelajaran pada siklus I dapat dilihat

pada diagram batang sebagaimana gambar 1. Data pada tabel 4 dan

gambar 1 menunjukkan bahwa 3 peserta didik atau 42,8% peserta didik

yang mencapai nilai ≥ 75 dalam kategori sangat baik dan 2 peserta didik

atau 28,6% peserta didik yang mencapai skor 70 - 74 dalam kategori

baik. Peserta didik memiliki nilai rata-rata 65 – 69 sebanyak 2 peserta

didik atau 28,6% dalam kategori cukup . Perolehan nilai materi

membaca dan menghafal QS Al Furqan/25:63 pada tahap siklus I masih

dalam kategori cukup dengan rata-rata nilai mencapai 72,8.

Page 172: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

165

Gambar 1. Diagram Hasil Belajar I

Data pada tabel IV.4 dan gambar 1 menunjukkan bahwa 3

peserta didik atau 42,8% peserta didik yang mencapai nilai ≥ 75 dalam

kategori sangat baik dan 2 peserta didik atau 28,6% peserta didik yang

mencapai skor 70 - 74 dalam kategori baik. Peserta didik memiliki nilai

rata-rata 65 – 69 sebanyak 2 peserta didik atau 28,6% dalam kategori

cukup. Perolehan nilai materi membaca dan menghafal QS Al

Furqan/25:63 pada tahap siklus I masih dalam kategori cukup dengan

rata-rata nilai mencapai 72,8.

Peserta didik yang mendapatkan nilai di bawah KKM yaitu < 75

terdapat 4 peserta didik atau 57,2 % dan yang sudah memenuhi KKM

sebesar 42,8% atau sebanyak 3 siswa sehingga hasil ini masih kurang

dari indikator keberhasilan yang ditetapkan yaitu 85%. Dengan hasil ini

maka siklus I dianggap belum berhasil, untuk itu perlu diadakan lagi

perbaikan pembelajaran dengan siklus II.

Tabel 4. Hasil Evaluasi Siklus II

No. Kategori Rentang

Nilai Frekuensi

Persentase

Rata-

rata

1. Sangat

Baik

≥ 75 6

85,7%

82,4% 2. Baik 69 – 74 1 14,3%

3. Cukup 63 – 68 - 0%

4. Kurang ≤ 62 - 0%

Jumlah 7 100 %

Page 173: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

166

Adapun hasil dari perbaikan pembelajaran Al-Qur’an Al Isra :27

pada siklus II dapat dilihat pada diagram batang sebagai berikut:

Gambar 2. Diagram Hasil Belajar Siklus II

Data pada tabel 4 dan gambar 2 menunjukkan bahwa 6 peserta

didik atau 85,7% peserta didik yang mencapai nilai ≥ 75 dalam kategori

sangat baik dan 1 peserta didik atau 24,3% peserta didik yang mencapai

skor 69 - 74 dalam kategori baik. Peserta didik yang mendapat nilai 63 -

68 dengan kategori cukup tidak ada atau 0% dan peserta didik yang

mendapat nilai ≤ 62 dengan kategori kurang tidak adaPerolehan nilai

membaca dan menghafal QS Al Isra/17:27 pada siklus II masih dalam

kategori baik dengan rata-rata nilai mencapai 82,4 dari KKM 75.

Hasil penilaian peserta didik melalui tes unjuk kerja

menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan siklus I dalam

penelitian ini. Rata-rata secara klasikal sebesar 85,7% sudah melampaui

indikator keberhasilan yaitu rata-rata 80%. Sedangkan peserta didik yang

mendapatkan nilai di bawah KKM yaitu < 75 terdapat 1 peserta didik

atau 24,3% dan yang sudah memenuhi KKM sebesar 85,7% sehingga

hasil ini sudah melampaui indikator yang ditetapkan yaitu 85%. Dengan

hasil ini maka siklus II dianggap telah berhasil.

Page 174: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

167

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian tindakan Kelas yang telah penulis

lakukan pada peserta didik kelas VIII SMPN 3 Muara Ancalong

mengenai penerapan strategi Random text dalam pembelajaran membaca

dan menghafal ayat-ayat Al-qur’an, maka diperoleh kesimpulan bahwa

Membaca dan menghafal dapat dilaksanakan dengan suasana yang

menyenangkan melalui permainan kartu sehingga peserta didik lebih

aktif, kreatif dan berkarakter sehingga dapat :Meningkatkan aktifitas

peserta didik dalam proses pembelajaran membaca dan menghafal ayat-

ayat al-qur’an pada kelas VIII.Meningkatkan hasil belajar peserta didik

materi membaca dan menghafal ayat-ayat Al-Qur’an pada kelas VIII.

Perbandingan peningkatan dari pra siklus,siklus I dan Siklus II

dapat dijabarkan sebagai berikut:Kondisi pra siklus dalam proses

pembelajaran monoton, kurang minatnya belajar pada peserta didik

membuat hasil belajar rendah hanya mencapai 20%.Pada tindakan siklus

I, kondisi peserta didik ada peningkatan baik aktifitas maupun hasil

belajar,yaitu mencapai 42,8% meskipun belum mencapai indikator yang

ditentukan.

Pada tindakan siklus II, Guru merancang proses pembelajaran

dengan strategi yang sama namun ditingkatkan cara pelaksaanaannya

untuk lebih menarik, sehingga peserta didik mencapai ketuntasan belajar

sesuai indikator yang telah ditentukan. Pada siklus ke II ini peserta didik

aktif, kreatif dan dari hasil wawancara mereka merasa senang dengan

penerapan strategi Random text dalam materi membaca dan menghafal

ayat-ayat al-Qur’an, sehingga hasil belajar mencapai indikator yang

ditentukan mencapai 85,7%. Dengan demikian Penerapan Strategi

Random teks dalam proses pembelajaran materi membaca dan

menghafal ayat-ayat al Qur’an dapat meningkatkan keaktifan dan hasil

belajar peserta didik sehingga mencapai ketuntasan.Penerapan Random

teks dalam pembelajaran, juga meningkatkan kreativitas guru dalam

merancang pembelajaran dan pelaksanakannya.

SARAN

Berdasarkan hasil penelitian ini, disarankan kepada guru dalam

merancang dan melaksanakan proses pembelajaran untuk menerapkan

strategi pembelajaran yang tepat guna dan bervariasi, bersifat menarik,

inofatif, kreatif, sehingga peserta didik merasa tidak jenuh bahkan

Page 175: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

168

senang dan termotivasi untuk selalu mencintai pelajaran di sekolah.

Disarankan kepada pihak sekolah untuk meningkatkan kinerja dan kerja

sama yang berkwalitas demi keberhsilan mencerdaskan generasi Bangsa

yang berkarakter dan berbudi luhur.

DAFTAR PUSTAKA

Dahar, R.W.1998. Teori-Teori Belajar, Jakarta:P2LPTK

---, 2013. Modul, Materi Paedagogik,Pendidikan dan pelatihan Profesi

Guru LPTK Rayon 211. Fakultas Tarbiyah dan Keguruan,

IAIN Antasari Banjarmasin

Seni Apriliya. 2007. Manajemen Kelas untuk menciptakan iklim belajar

yang kondusif

Sukidin, Basrowi, Suranto. 2010. Manajemen Penelitian Tindakan Kelas

Yatim Riyanto. 2010 Metodologi Penelitian Pendidikan

Zainal Aqib. 2010. Profesionalisme Guru dalam Pembelajaran

Balai Pustaka, 2006, Kamus Besar Bahasa Indonesia

Sulchan Yasin. 1995, Kamus Pintar Bahasa Indonesia

Page 176: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

169

PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA MATERI

PERPANGKATAN DAN BENTUK AKAR MELALUI

PENDEKATAN STAD BAGI SISWA KELAS IX

Mohadi

SMP Negeri 1 Sangatta Selatan

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan

hasil belajar siswa materi perpangkatan dan bentuk akar

melalui pendekatan Students Taem Achievement Divisiont

( STAD) bagi kelas IX SMP N 1 Sangata Selatan. Nilai

hasil belajar siswa selama penelitian yang diperoleh

selama dua siklus mengalami kenaikan secara bertahap

pada siklus pertama rata rata kelas hanya 69.78 % dan

pada sklus kedua rata rata kelas meningkat menjadi

78,13%. Untuk analisis data penelitian ini berupa data

kuantitatif yang dianalisis secara deduktif dengan

menggunakan rata-rata dan persentase. Dari hasil

penelitian menunjukkan penggunaan pendekatan Students

Tem Achievement Divisiont ( STAD) mampu meningkatkan

motivasi, meningkatkan hasil belajar dan mampu

mmbangkitkan dan meningkatkan aktivitas guru dalam

proses belajar mengajar.

Kata Kunci : Hasil Belajar, STAD,Perpangkatan

PENDAHULUAN

Dalam setiap guru , apapun mata pelajaran yang diampunya,

pasti menginginkan agar siswanya pada akhir pembelajaran berhasil

mencapai tujuan yang diharapkan, atau dengan kata lain hasil belajar

siswa memenuhi Kreteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan.

Meskipun sekarang ini penilaian tidak hanya mementingkan hasil tes

hasil belajar (pengetahuan), tapi juga dinilai dari ketrampilan serta sikap

siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar. Namun, jika nilai hasil

tes belajar siswa masih banyak yang harus remedial, maka akan

membuat seorang guru merasa cukup gagal mengajar.

Page 177: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

170

Hal itu juga yang dirasakan peneliti sebagai guru mata pelajaran

matematika, ketika dihadapkan pada kenyataan bahwa hasil belajar

siswa untuk materi perpangkatan dan bentuk akar khusus kelas IX di

SMP N 1 Sangata Selatan ternyata banyak yang nilai kurang dari

harapan yaitu ketuntasan rata-rata di bawah 70 %, sehingga perlu dicari

permasalahan dan solusi untuk mengatasi hal tersebut. Kurangnya

pemahaman siswa tersebut mungkin dilatar belakangi oleh pembelajaran

matematika di sekolah masih menggunakan pendekatan tradisional atau

“konvensional”. Konsep, prinsip, definisi dan rumus-rumus dalam

matematika diajarkan melalui pemberitahuan oleh guru kepada siswa.

Guru cenderung mengajarkan matematika secara simbolis/abstrak yang

bertentangan dengan perkembangan kognitif anak.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti mencoba

melakukan Penelitian Tindakan Kelas sebagai salah satu upaya untuk

meningkatkan hasil belajar siswa terhadap pokok bahasan perpangkatan

dan bentuk akar, dengan pendekatan Student Teams Achivement

Divisions (STAD), sehingga menjadi sebuah pembelajaran yang

menarik. Penerapan pendekatan Student Teams Achivement Divisions

(STAD) dalam pembelajaran matematika menarik untuk dikaji.

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bagian dari solusi untuk

meningkatkan keterampilan peserta didik dalam memecahkan masalah,

meningkatkan motivasi belajar dan meningkatkan mutu hasil belajar

pada mata pelajaran matematika. Oleh karena itu, penelitian ini berusaha

untuk mengetahui implementasi pendekatan Student Teams Achivement

Divisions ( STAD ) ini dalam rangka Peningkatan Motivasi belajar dan

Hasil Belajar Siswa Kelas IX SMP N 1 Sangata Selatan.

Alasan pertama penulis melakukan penelitian ini adalah

menghasilkan siswa yang memiliki pengetahuan dalam masalah

matematika. Alasan lain adalah bahwa pendekatan Student Teams

Achivement Divisions (STAD) memberikan kesempatan kepada siswa

untuk mengembangkan dan mendorong sikap kemandirian dalam

berpikir, berani mengambil keputusan, serta memiliki kreatifitas yang

tinggi. Dengan dua alasan, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian

tindakan kelas yang fokusnya adalah pada penerapan pendekatan STAD

untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Penulis mencoba membuat

judul penelitian ini adalah Peningkatan Hasil Belajar Materi

Perpangkatan dan Bentuk Akar melalui Pendekatan STAD pada Siswa

Kelas IX SMP N 1 Sangata Selatan. Penelitian ini akan membatasi

Page 178: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

171

permasalahan-permasalahan di atas dengan mengangkat masalah

tentang: Pendekatan pembelajaran STAD untuk meningkatkan hasil

belajar materi perpangkatan dan bentuk akar dalam pembelajaran

maatematika siswa kelas IX. Dari batasan masalah di atas, penulis

merumuskan masalah penelitian ini, yaitu bagaimana hasil belajar materi

materi perpangkatan dan bentuk akar melalui pendekatan pembelajaran

STAD.

Berdasarkan perumusan masalaah di atas, maka tujuan

dilaksanakan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatkan hasil

belajar materi perpangkatan dan bentuk akar dalam pembelajaran

maatematika siswa kelas IX . Kegunaan Hasil Penelitian dari sisi

Teoritis, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan untuk

pengembangan penelitian berikutnya terkait dengan berbagai isu-isu

pendekatan pembelajaran matematika kontekstual khususnya pendekatan

Students Tem Achievement Divisiont ( STAD) . Dari sisi Praktis Sebagai

siswa untuk meningkatkan penguasaan materi yang dicapai,sebagai guru

untuk memilih metode yang tepat dalam pembelajaran dan sebagai

sekolah untuk meningkatkan mutu pendidikan khususnya mata pelajaran

matematika.

KAJIAN TEORI

Acuan teori Area dan fokus yang diteliti Hasil belajar siswa,

belajar matematika dan hasil belajar. Menurut Woofolk ada empat jenis

keterampilan yaitu keterampilan pemecahan masalah, ketrampilan

mengambil keputusan, berfikir kritis dan kertampilan berfikir kreatif.

Apabila keempat keterampilan dikembangkan maka dapat diprediksi

kualitas hasil belajar akan memenuhi ketuntasan yang diharapkan.

Pendekatan Students Team Achievement Divisions ( STAD )

Pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achivement

Divisions (STAD) yang dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-

temannya di Universitas John Hopkin (dalam Slavin, 1995) merupakan

pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan

pembelajaran kooperatif yang cocok digunakan oleh guru yang baru

mulai menggunakan pembelajaran kooperatif.

Student Teams Achivement Divisionss (STAD) adalah salah satu

tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Siswa.ditempatkan

dalam tim belajar beranggotakan empat orang yang merupakan

Page 179: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

172

campuran menurut tingkat kinerjanya, jenis kelamin dan suku. Guru

menyajikan pelajaran kemudian siswa bekerja dalam tim untuk

memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran

tersebut. Akhirnya seluruh siswa dikenai kuis tentang materi itu dengan

catatan, saat kuis mereka tidak boleh saling membantu.

Model Pembelajaran Koperatif tipe STAD merupakan

pendekatan Cooperative Learning yang menekankan pada aktivitas dan

interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu

dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang

maksimal. Guru yang menggunakan STAD mengajukan informasi

akademik baru kepada siswa setiap minggu mengunakan presentasi

Verbal atau teks. Menurut Slavin (dalam Noornia, 1997: 21) ada lima

komponen utama dalam pembelajaran kooperatif metode Students Tem

Achievement Divisiont (STAD), yaitu: a. Penyajian Kelas; Penyajian

kelas merupakan penyajian materi yang dilakukan guru secara klasikal

dengan menggunakan presentasi verbal atau teks. Penyajian difokuskan

pada konsep-konsep dari materi yang dibahas. Setelah penyajian materi,

siswa bekerja pada kelompok untuk menuntaskan materi pelajaran

melalui tutorial, kuis atau diskusi.

Menetapkan siswa dalam kelompok; Kelompok menjadi hal yang

sangat penting dalam STAD karena didalam kelompok harus tercipta

suatu kerja kooperatif antar siswa untuk mencapai kemampuan

akademik yang diharapkan. Fungsi dibentuknya kelompok adalah untuk

saling meyakinkan bahwa setiap anggota kelompok dapat bekerja sama

dalam belajar. Lebih khusus lagi untuk mempersiapkan semua anggota

kelompok dalam menghadapi tes individu. Kelompok yang dibentuk

sebaiknya terdiri dari satu siswa dari kelompok atas, satu siswa dari

kelompok bawah dan dua siswa dari kelompok sedang. Guru perlu

mempertimbangkan agar jangan sampai terjadi pertentangan antar

anggota dalam satu kelompok, walaupun ini tidak berarti siswa dapat

menentukan sendiri teman sekelompoknya.

Tes dan Kuis; Siswa diberi tes individual setelah melaksanakan

satu atau dua kali penyajian kelas dan bekerja serta berlatih dalam

kelompok. Siswa harus menyadari bahwa usaha dan keberhasilan

mereka nantinya akan memberikan sumbangan yang sangat berharga

bagi kesuksesan kelompok. Skor peningkatan individual; Skor

peningkatan individual berguna untuk memotivasi agar bekerja keras

memperoleh hasil yang lebih baik dibandingkan dengan hasil

Page 180: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

173

sebelumnya. Skor peningkatan individual dihitung berdasarkan skor

dasar dan skor tes. Skor dasar dapat diambil dari skor tes yang paling

akhir dimiliki siswa, nilai pretes yang dilakukan oleh guru sebelumnya

melaksanakan pembelajaran kooperatif metode STAD. Pengakuan

kelompok; Pengakuan kelompok dilakukan dengan memberikan

penghargaan atas usaha yang telah dilakukan kelompok selama belajar.

Kelompok dapat diberi sertifikat atau bentuk penghargaan lainnya jika

dapat mencapai kriteria yang telah ditetapkan bersama. Pemberian

penghargaan ini tergantung dari kreativitas guru.

METODE PENELITIAN

Desain Penelitian

Desain penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action

research), karena penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah

pembelajaran di kelas. Penelitian ini juga termasuk penelitian deskriptif,

sebab menggambarkan bagaimana suatu teknik pembelajaran diterapkan

dan bagaimana hasil yang diinginkan dapat dicapai.

Tempat, Waktu dan Subyek Penelitian

Tempat penelitian adalah tempat yang digunakan dalam

melakukan penelitian untuk memperoleh data yang diinginkan.

Penelitian ini bertempat di SMP N 1 Sangata Selatan Kabupaten Kutai

Timur Tahun Pelajaran 2013/2014. Waktu penelitian adalah waktu

berlangsungnya penelitian atau saat penelitian ini dilangsungkan.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2014 semester genapl

Tahun Pelajaran 2013/2014. Subyek penelitian adalah siswa kelas IX

SMP N 1 Sangata Selatan Kabupaten Kutai Timur Tahun Pelajaran

2013/2014.

Prosesdur Penelitian

Dalam Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas

(PTK). Menurut Mukhlis (2000: 5) PTK merupakan suatu bentuk kajian

yang bersifat sistematis reflektif oleh pelaku tindakan untuk

memperbaiki kondisi pembelajaran yang dilakukan. Tujuan utama dari

Penelitian Tindakan Kelas adalah untuk memperbaiki/meningkatkan

pratek pembelajaran secara berkesinambungan, sedangkan tujuan

penyertaannya adalah menumbuhkan budaya meneliti di kalangan guru.

Page 181: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

174

Ini penelitian tindakan, maka penelitian ini menggunakan model

penelitian tindakan dari Kemmis dan Taggart (dalam Sugiarti, 1997: 6),

yaitu berbentuk spiral dari sklus yang satu ke siklus yang berikutnya.

Setiap siklus meliputi planning (rencana), action (tindakan), observation

(pengamatan), dan reflection (refleksi). Siklus spiral dari tahap-tahap

penelitian tindakan kelas dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 1. Alur PTK

Page 182: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

175

Penjelasan alur di atas adalah: Rancangan/rencana awal, sebelum

mengadakan penelitian peneliti menyusun rumusan masalah, tujuan dan

membuat rencana tindakan, termasuk di dalamnya instrumen penelitian

dan perangkat pembelajaran. Implementasi meliputi tindakan yang

dilakukan oleh peneliti sebagai upaya membangun pemahaman konsep

siswa serta mengamati hasil atau dampak dari diterapkannya metode

pembelajaran Student Teams Achivement Divisionss. Pengamatan /

Observasi. Observasi dibagi dalam 2 putaran, yaitu putaran 1 dan 2,

dimana masing putaran dikenai perlakuan yang sama (alur kegiatan yang

sama) dan membahas satu pokok bahasan yang diakhiri dengan tes

formatif di akhir masing putaran. Refleksi, peneliti mengkaji, melihat

dan mempertimbangkan hasil atau dampak dari tindakan yang dilakukan

berdasarkan lembar pengamatan yang diisi oleh pengamat.

Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:

Silabus; Yaitu seperangkat rencana dan pengaturan tentang kegiatan

pembelajaran pengelolahan kelas, serta penilaian hasil belajar. Rencana

Pelaksanaan Pelajaran (RPP); Yaitu merupakan perangkat pembelajaran

yang digunakan sebagai pedoman guru dalam mengajar dan disusun

untuk tiap putaran. Masing-masing RPP berisi kompetensi dasar,

indicator pencapaian hasil belajar, tujuan pembelajaran , dan kegiatan

belajar mengajar. Lembar Kegiatan Siswa; Lembar kegaian ini yang

dipergunakan siswa untuk membantu proses pengumpulan data hasil

eksperimen.

Lembar Observasi Kegiatan Belajar Mengajar; Lembar observasi

pengolahan pembelajaran Student Teams Achivement Divisionss

(STAD), untuk mengamati kemampuan guru dalam mengelola

pembelajaran. Lembar observasi aktivitas siswa dan guru, untuk

mengamati aktivitas siswa dan guru selama proses pembelajaran. Tes

formatif; Tes ini disusun berdasarkan tujuan pembelajaran yang akan

dicapai. Tes formatif ini diberikan setiap akhir putaran. Bentuk soal yang

diberikan adalah pilihan ganda (objektif).

Metode Pengumpulan Data

Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh melalui

observasi pengolahan pembelajaran Student Teams Achivement

Divisionss (STAD) , observasi aktivitas siswa dan guru, dan tes formatif.

Page 183: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

176

Teknik Analisis Data

Analisis data ini untuk mengetahui keefektifan suatu metode

dalam kegiatan pembelajaran yang sedang berlangsung. Pada penelitian

ini menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode

penelitian yang bersifat menggambarkan kenyataan atau fakta sesuai

dengan data yang diperoleh dengan tujuan untuk mengetahui prestasi

belajar yang dicapai siswa juga untuk memperoleh respon siswa

terhadap kegiata pembelajaran serta aktivitas siswa selama proses

pembelajaran.

Untuk mengalisis tingkat keberhasilan atau persentase

keberhasilan siswa setelah proses belajar mengajar setiap putarannya

dilakukan dengan cara memberikan evaluasi berupa soal tes tertulis pada

setiap akhir putaran. Analisis ini dihitung dengan menggunakan statistik

sederhana yaitu: Untuk menilai ulangan atau tes formatif; Peneliti

melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh siswa, yang selanjutnya

dibagi dengan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut sehingga

diperoleh rata-rata tes formatif dapat dirumuskan:

=N

XX ;

Dengan : X = Nilai rata-rata, Σ X = Jumlah semua nilai siswa

Σ N = Jumlah siswa

Untuk ketuntasan belajar; Ada dua kategori ketuntasan belajar

yaitu secara perorangan dan secara klasikal. Berdasarkan petunjuk

pelaksanaan belajar mengajar, yaitu seorang siswa telah tuntas belajar

bila telah mencapai skor 75% atau nilai 70, dan kelas disebut tuntas

belajar bila di kelas tersebut terdapat 85% yang telah mencapai daya

serap lebih dari sama dengan 75%. Untuk menghitung persentase

ketuntasan belajar digunakan rumus sebagai berikut:

%100...

xSiswa

belajartuntasyangSiswaP

=

Page 184: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

177

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan tindakan yang telah dilaksanakan pada siklus I

tindakan belum memuaskan maka Penelitian dilanjutkan kesiklus II dan

seterusnya sampai tujuan penelitian sesuai harapan yaitu hasil yang

memuaskan. Dari hasil siklus I dapat dijelaskan bahwa dengan

menerapkan pengajaran melalui pendekatan Student Teams Achivement

Divisionss (STAD) diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah

69,78 dan ketuntasan belajar mencapai 68,75% atau ada 22 siswa dari

32 siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada

siklus pertama secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa

yang memperoleh nilai ≥ 70 sebesar 68,75% lebih kecil dari persentase

ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 75%.

Dari hasil siklus II dapat dijelaskan keberhasilan pembelajaran

melaluinilai yang diperoleh yaitu nilai rata-rata prestasi belajar siswa

adalah 72,50 dan ketuntasan belajar mencapai 78,13% atau ada 25 siswa

dari 32 siswa sudah tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada

siklus II ini ketuntasan belajar secara klasikal telah tercapai.

Peningkatan hasil belajar siswa ini karena siswa sudah mulai

memahami materi perpangkatan dan bentuk akar melalui pendekatan

Student Teams Achivement Divisionss (STAD), disamping itu ada

perasaan senang pada diri siswa dengan adanya cara belajar yang baru

karena itu adalah pengamalan pertama bagi siswa. Dari hasil peneilitian

ini menunjukkan bahwa pengajaran berbasis Student Teams Achivement

Divisionss (STAD) memiliki dampak positif dalam meningkatkan

prestasasi belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari semakin meningkatnya

pemahaman dan penguasaan siswa terhadap materi yang telah

disampaikan guru selama ini (ketuntasan belajar meningkat dari nilai

awal,siklus I dan II).

Pembelajaran awal sebelum dilakukan PTK, nilai mata pelajaran

Matematika materi perpangkatan dan bentuk akar belum memuaskan,

terbukti nilai materi perpangkatan dan bentuk akar pada ulangan harian

memperoleh nilai tertinggi 80, nilai terendan 45, dan nilai rata-rata

63,72. Terdapat 18 murid (56,25%) yang baru berhasil mencapai

ketuntasan. Pada siklus I, dengan menerapkan pengajaran pendekatan

Student Teams Achivement Divisionss (STAD) diperoleh nilai rata-rata

prestasi belajar siswa adalah 69,78 dan ketuntasan belajar mencapai

68,75% atau ada 22 siswa dari 32 siswa sudah tuntas belajar. Hasil

tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran pada siklus pertama

Page 185: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

178

pencapaian siswa belum tuntas , karena dari data siswa yang

memperoleh nilai ≥ 70 sebesar 68,75% lebih kecil dari persentase

ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 75%.

Berdasarkan analisis data, terlihat aktivitas siswa dalam proses

pengajaran pendekatan Student Teams Achivement Divisionss (STAD)

untuk siklus I masih belum terlihat siknifikan terlihat dari kerja sama

kelompok, keaktifan dan nilai yang di hasilkan. Hal ini mulai berdampak

positif terhadap proses mengingat kembali materi pelajaran yang telah

diterima selama ini, untuk itu perlu peningkatan pada siklus berikutnya.

Pada siklus II, diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah

72,50 dan ketuntasan belajar mencapai 78,13% atau ada 25 siswa dari 32

siswa sudah tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pembelajaran

pada siklus II ini ketuntasan belajar secara klasikal telah tercapai.

KESIMPULAN

Dari hasil kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan selama

dua siklus, dan berdasarkan seluruh pembahasan serta analisis yang telah

dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut: Pada siklus I, dengan

menerapkan pengajaran pendekatan Student Teams Achivement

Divisionss (STAD) diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah

69,78 dan ketuntasan belajar mencapai 68,75% atau ada 22 siswa dari

32 siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa

pembelajaran pada siklus pertama pencapaian siswa belum tuntas ,

karena dari data siswa yang memperoleh nilai ≥ 70 sebesar 68,75% lebih

kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 75%.

Pada siklus II, diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa

adalah 72,50 dan ketuntasan belajar mencapai 78,13% atau ada 25 siswa

dari 32 siswa sudah tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada

siklus II ini ketuntasan belajar secara klasikal telah tercapai. Pengajaran

melalui pendekatan Student Teams Achivement Divisionss (STAD)

dalam setiap siklus mengalami peningkatan. Hal ini berdampak positif

terhadap proses mengingat kembali materi pelajaran yang telah diterima

selama ini, yaitu dapat ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata

siswa pada setiap siklus yang terus mengalami peningkatan.

Page 186: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

179

DAFTAR PUSTAKA

Bell Gredler, E Margaret. 1991 “Belajar dan membelajarkan. Jakarta :

CV. Rajawali.

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan

Praktek. Jakarta: Rineksa Cipta.

Depertemen Pendidikan Nasional Direktorat Jendral Pendidikan Dasar

Dan Menengah. Penelitian Tindakan Kelas PPDGT .

Bandung 2003.

Tim Seqip, 2002. Buku IPA Guru. Jakarta. Depdiknas Dirjen Pendidikan

Dasar Dan Menengah.

Waler Klinger .1997 “Metode Pengajaran Ilmu Pendidikan Alam” Nurn

Berg :Erziehung Swiss. Fakultat Der Universitat Erlangen..

Kemmis, S. dan Mc. Taggart, R. 1988. The Action Research Planner.

Victoria Dearcin University Press.

Margono. 1997. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta. Rineksa

Cipta.

Ngalim, Purwanto M. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Nur, Moh. 2001. Pemotivasian Siswa untuk Belajar. Surabaya.

University Press. Universitas Negeri Surabaya.

Purwaningsari. 2002. Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran

Penemuan Terbimbing melalui Model Eksperimen terhadap

Prestasi belajar Fisika pada Siswa SMU Muhammadiyah I

Nganjuk. Skripsi yang tidak dipublikasikan. Universitas

Negeri Surabaya.

Purwanto, N. 1988. Prinsip-prinsip dan Teknis Evaluasi Pengajaran.

Bandung: Remaja Rosda Karya.

Rustiyah, N.K. 1991. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Bina Aksara.

Sardiman, A.M. 1996. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar.

Jakarta: Bina Aksara.

Soetomo. 1993. Dasar-dasar Interaksi Belajar Mengajar. Surabaya

Usaha Nasional.

Sukidin, dkk. 2002. Manajemen Penelitian Tindakan Kelas. Surabaya:

Insan Cendekia.

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2014. Metode Penelitian Pendidikan.

Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Surakhmad, Winarno. 1990. Metode Pengajaran Nasional. Bandung:

Jemmars.

Page 187: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

180

Suryosubroto. 1997. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta:PT.

Rineksa Cipta.

Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi Pendidikan, Suatu Pendekatan Baru.

Bandung: Remaja Rosdakarya.

Page 188: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

181

PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR UNTUK MENINGKATKAN

KEMAMPUAN MENULIS KALIMAT BAHASA INGGRIS

Yuliana

Guru SMP Negeri 4 Muara Bengkal

Abstrak

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang

mengangkat masalah tentang apakah kemampuan menulis

Kalimat Inggris siswa Kelas VII SMP Negeri 4 Muara

Bengkal Tahun Pelajaran 2016/2017 dapat ditingkatkan

melalui pengajaran menggunakan Media Gambar? Subjek

dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP Negeri 4

Muara Bengkal. Pengumpulan data dilakukan dengan tes

tertulis. Analisis data dilakukan dengan cara kualitatif

yang disetai penyajian data dalam bentuk tabel. Dari hasil

pengamatan , setelah siklus 1 diperoleh rata-rata nilai

71,55 dan belum mencapai ketuntasan karena baru

mencapai 54% siswa tuntas. Pada siklus II rata-rata siswa

menjadi 78,65 dengan nilai ketuntasan mencapai 85% .

Penelitian ini dapat meningkatkan kemampuan menulis

kalimat Bahasa Inggris siswa dengan menggunakan media

gambar.

Kata Kunci : Media Gambar, Kemampuan Menulis,

Kalimat

PENDAHULUAN

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh penulis pada siswa

Kelas VII SMP Negeri 4 Muara Bengkal, ketuntasan belajar siswa

belum mencapai 75% dan belum bisa memenuhi ketentuan Kriteria

Ketuntasan Minimal yaitu 75 yang ditetapkan oleh Kurikulum 2013.

Dari permasalahan tersebut, Maka Penulis mencoba mencari cara

bagaimana cara agar siswa bisa memahami materi yang diberikan dan

dapat memenuhi kriteria Ketuntasan Minimal. Oleh sebab itu penulis

mencoba menggunakan Media Gambar untuk meningkatkan nilai dan

hasil belajar siswa yang mengarah kepada seluruh siswa agar

Page 189: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

182

tercapainya Nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) 75 pada

Kurikulum 2013 untuk Mata Pelajaran Bahasa Inggris.

Permasalahan yang dihadapi penulis saat pengamatan dalam

pembelajaran dikelas ialah selain kurangnya sumber belajar siswa.

Masih banyak siswa yang belum memiliki buku siswa dan pengetahuan

dasar tentang Bahasa Inggris yang tidak di ajarkan pada Sekolah Dasar.

Berdasarkan Latar Belakang diatas, maka penulis mengidentifikasi

masalah sebagai berikut” “Mengapa kemampuan menulis kalimat

Bahasa Inggris Siswa Kelas VII SMP Negeri 4 Muara Bengkal Tahun

2016/2017 rendah?”, Faktor- faktor apa saja yang menyebabkan

kemampuan menulis kalimat Bahasa Inggris siswa kelas VII SMP

Negeri 4 Muara Bengkal. Berdasarkan latar belakang dan identifikasi

masalah diatas maka penulis membuat batasan masalah sebagai

Berikut;Untuk meningkatkan kemampuan menulis kalimat Bahasa

Inggris, Menggunakan Media Gambar, Siswa kelas VII SMP Negeri 4

Muara Bengkal Tahun Pelajaran 2016/2017. Berdasarkan Latar

Belakang diatas, maka penulis merumuskan permasalahanya sebagai

berikut “ apakah dengan menggunakan Media Gambar dapat

meningkatkan kemampuan menulis kalimat Bahasa Inggris Siswa Kelas

VII SMP Negeri 4 Muara Bnengkal?”

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka penulis

menyimpulkan bahwa tujuan penelitian ini ialah untuk mendeskripsikan

penggunaan Media Gambar untuk meningkatkan kemampuan menulis

kalimat Bahasa Inggris Siswa Kelas VII SMP Negeri 4 Muara Bengkal.

Adapun maksud penulis mengadakan penelitian ini diharapkan dapat

berguna untuk Menambah Pengetahuan Guru dan wawasan penulis

tentang bagaimana cara meningkatkan kemampuan menulis Kalimat

Bahasa Inggris siswa dengan Media Gambar

KAJIAN TEORI

Pengertian Menulis

Kamus Lengkap Bahasa Indonesia menjelaskan Bahwa kata

Menulis berasal dari kata Tulis. Tulis adalah ada huruf(angka dan

sebagainya) yang dibuat (digurat dan sebagainya) dengan pena (pensil,

cat, dan sebagainya). Menulis adalah membuat huruf, angka, dan

sebagainya dengan pena, pensil, cat, dan sebagainya dan melahikan

pikiran atau perasaan seperti mengarang, membuat surat, dan sebagainya

Page 190: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

183

denggan tu-lisan. Selanjutnya menulis adalah menuangkan gagasan,

pendapat, perasaan, keinginaan, dan kemauan, serta informasi kedalam

tulisan dan kemudian “mengirimkannya” kepada orang

lain(Syafi’ie,1998:45)

Kemampuan menulis

Menurut Purwodarminto. (1988:553) kemampuan berasal dari

kata “Mampu” artinya Kuasa(bisa, sanggup) melakukan sesuatu.

Kemampuan menulis adalah kemampuan seseorang untuk menuangkan

buah pikiran , ide, gagasan, dengan mempergunakan rangkaian bahasa

tulis yang baik dan benar. Kemampuan menulis seseorang akan baik

apabila ia juga memiliki (a) kemampuan untuk menemukan masalah

yang akan ditulis, (b) kepekaan terhadap kondisi pembaca, (c)

kemampuan menyusun perencanaan peenelitian, (d) kemampuan

menggunakan Bahasa Indonesia, (e) kemampuan memulai menulis, (f)

kemampuan memeriksa karangan sendiri. Kemampuan tersebut akan

berkembang apabila ditunjang dengan kegiatan membaca dan kekayaan

kosakata yang dimilikinya.

Kalimat

Kalimat merupakan suatu bentuk ungkapan dalam

menyampaikan gagasan. Biasanya sesuatu dikatakaan kalimat jika

terdapat subjek, predikat, pelengkap. Suatu kalimat terdiri atas beberapa

kata. Kalimat sederhana Bahasa Inggris merupakan suatu kalimat yang

biasanya hanya terdiri atas subjek (S), predikat (berupa Verbs), dan

pelengkap (C) atau biasanya bisa ditambahai dengan keterangan

(adverbs) dan kata sambung (conjunction). (www. Umiuma.net)

Media Gambar

Media gambar menurut Riyanto (1990) merupakan salah satu

jenis bahasa yang memungkinkan terjadinya komunikasi, yang

diekspresikan lewat tanda dan simbol. Jenis-jenis media gambar menurut

Riyanto(1990) dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Foto

dokumentasi; menyangkut dokumen yang berhubungan dengan nilai

sejarah. Foto aktual; gambar atau problem aktual ini menggambarkan

kejadian-kejadian atau problem aktual. Gambar atau foto reklame;

gambar ini bertujuan untuk mempengaruhi manusia dengan tujuan

komersial. Sudjana dan Rivai (2002) mengungkapkan beberapa

kelebihan pembelajaran menggunakan media gambar sebagai berikut:

Page 191: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

184

Konkrit, lebih realistis dan menunjukkan pokok masalah atau pesan yang

akan dikomunikasikan bila dibandingkan media verbal. Dapat mengatasi

batasan ruang dan waktu dapat mengatassi keterbatasan indera. Dapat

memperjelas suatu masalah suatu masalah yang kompleks. Murah

harganya dan mudah diperoleh.

Hipotesis

Dengan menggunakan Media Gambar dapat meningkatkan

kemampuan menulis kalimat Bahasa Inggris Siswa Kelas VII SMP

Negeri 4 Muara Bengkal

METODELOGI PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action research),

karena penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran di

kelas. Penelitian ini juga termasuk penelitian deskriptif, sebab

menggambarkan bagaimana suatu teknik pembelajaran diterapkan dan

bagaimana hasil yang diinginkan dapat dicapai. Tujuan utama dari

penelitian tindakan ini adalah meningkatkan hasil pembelajaran di kelas

dimana guru secara penuh terlibat dalam penelitian mulai dari

perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi. Penelitian ini akan

dihentikan apabila ketuntasan belajar secara kalasikal telah mencapai

75% atau lebih. Jadi dalam penelitian ini, peneliti tidak tergantung pada

jumlah siklus yang harus dilalui.

Tempat penelitian adalah tempat yang digunakan dalam

melakukan penelitian untuk memperoleh data yang diinginkan.

Penelitian ini bertempat di SMP Negeri 4 Muara Bengkal kelas VII

Tahun Pelajaran 2016/2017. Subyek penelitian adalah siswa-siswi kelas

VII SMP Negeri 4 Muara Bengkal Tahun Pelajaran 2016/2017.

Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2016 dengan rincian sebagai

berikut

Prosedur Penelitian

Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK).

Menurut Mukhlis (2000: 5) PTK adalah suatu bentuk kajian yang

bersifat sistematis reflektif oleh pelaku tindakan untuk memperbaiki

kondisi pembelajaran yang dilakukan. Tujuan utama dari PTK adalah

untuk memperbaiki/meningkatkan pratek pembelajaran secara

Page 192: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

185

berkesinambungan, sedangkan tujuan penyertaannya adalah

menumbuhkan budaya meneliti di kalangan guru.

Ini penelitian tindakan, maka penelitian ini menggunakan model

penelitian tindakan dari Kemmis dan Taggart (dalam Sugiarti, 1997: 6),

yaitu berbentuk spiral dari sklus yang satu ke siklus yang berikutnya.

Setiap siklus meliputi planning (rencana), action (tindakan), observation

(pengamatan), dan reflection (refleksi). Siklus spiral dari tahap-tahap

penelitian tindakan kelas dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 1. Alur PTK

Page 193: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

186

Penjelasan alur di atas adalah: Rancangan/rencana awal, sebelum

mengadakan penelitian peneliti menyusun rumusan masalah, tujuan dan

membuat rencana tindakan, termasuk di dalamnya instrumen penelitian

dan perangkat pembelajaran. Implementasi meliputi tindakan yang

dilakukan oleh peneliti sebagai upaya membangun pemahaman konsep

siswa serta mengamati hasil atau dampak dari diterapkannya belajar

menggunakan media gambar. Pengamatan / Observasi. Observasi dibagi

dalam dua putaran, yaitu putaran 1 dan 2, dimana masing putaran

dikenai perlakuan yang sama (alur kegiatan yang sama) dan membahas

satu sub pokok bahasan yang diakhiri dengan tes formatif di akhir

masing putaran.

Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:

Silabus;Yaitu seperangkat rencana dan pengaturan tentang kegiatan

pembelajaran pengelolahan kelas, serta penilaian hasil belajar. Rencana

Pelaksanaan Pelajaran (RPP);Yaitu merupakan perangkat pembelajaran

yang digunakan sebagai pedoman guru dalam mengajar dan disusun

untuk tiap putaran. Masing-masing RP berisi kompetensi dasar, indicator

pencapaian hasil belajar, tujuan pembelajaran khusus, dan kegiatan

belajar mengajar. Lembar Kegiatan Siswa;Lembar kegaian ini yang

dipergunakan siswa untuk membantu proses pengumpulan data hasil

eksperimen. Tes formatif;Tes ini disusun berdasarkan tujuan

pembelajaran yang akan dicapai. Tes formatif ini diberikan setiap akhir

putaran. Bentuk soal yang diberikan adalah essay.

Analisis Data

Untuk mengetahui keefektivan suatu metode dalam kegiatan

pembelajaran perlu diadakan analisa data. Pada penelitian ini

menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode

penelitian yang bersifat menggambarkan kenyataan atau fakta sesuai

dengan data yang diperoleh dengan tujuan untuk mengetahui prestasi

belajar yang dicapai siswa juga untuk memperoleh respon siswa

terhadap kegiata pembelajaran serta aktivitas siswa selama proses

pembelajaran.

Untuk mengalisis tingkat keberhasilan atau persentase

keberhasilan siswa setelah proses belajar mengajar setiap putarannya

dilakukan dengan cara memberikan evaluasi berupa soal tes tertulis pada

Page 194: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

187

setiap akhir putaran. Analisis ini dihitung dengan menggunakan statistik

sederhana yaitu: Untuk menilai ulangan atau tes formatif ; Peneliti

melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh siswa, yang selanjutnya

dibagi dengan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut sehingga

diperoleh rata-rata tes formatif dapat dirumuskan:

=N

XX

Dengan : X = Nilai rata-rata

Σ X = Jumlah semua nilai siswa

Σ N = Jumlah siswa

Untuk ketuntasan belajar; Ada dua kategori ketuntasan belajar

yaitu secara perorangan dan secara klasikal. Berdasarkan petunjuk

pelaksanaan belajar mengajar, yaitu seorang siswa telah tuntas belajar

bila telah mencapai skor 75% atau nilai 75, dan kelas disebut tuntas

belajar bila di kelas tersebut terdapat 85% yang telah mencapai daya

serap lebih dari sama dengan 75%. Untuk menghitung persentase

ketuntasan belajar digunakan rumus sebagai berikut:

%100...

xSiswa

belajartuntasyangSiswaP

=

P = Prosentase Ketuntasan Belajar

Indikator keberhasilan Penelitian

Indikator keberhasilan penelitian tindakan ini dikatakan berhasil

bila terjadi peningkatan hasil belajar siswa yang dihitung berdasarkan

rata-rata tes formatif. Sekurang-kurang nya siswa lulus secara klasikal

sebanyak 75%. Siswa lulus secara individu jika memperoleh nilai 75

sesuai kriteria ketuntasan minimal.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus I

dilaksanakan di Kelas VII dengan jumlah siswa 31 siswa. Dalam hal ini

peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar

mengacu pada rencana pelajaran. Setelah dilakukan tindakan pada siklus

1, diperoleh hasil sebagaimana disajikan Tabel 1.

Page 195: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

188

Tabel 1. Nilai Siswa pada Siklus I

Komponen Hasil

Rata-rata 71,55

Ketuntasan 17 murid

Prosentase 54%

KKM 75

Target Ketuntasan 75%

Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa dengan menerapkan

pengajaran menggunakan media gambar diperoleh nilai rata-rata prestasi

belajar siswa adalah 71,55 dan ketuntasan belajar mencapai 54% atau

ada 17 siswa dari 31 siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut

menunjukkan bahwa pada siklus pertama secara klasikal siswa belum

tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ≥ 75 sebesar 54%

lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar

75%. Hal ini disebabkan karena siswa masih belum teliti memahami

gambar.

Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus II

dilaksanakan pada tanggal 10 Oktober 2016 di Kelas VII dengan jumlah

siswa 31 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun

proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran dengan

memperhatikan revisi pada siklus I, sehingga kesalah atau kekurangan

pada siklus I tidak terulang lagi pada siklus II. Pengamatan (observasi)

dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar. Pada

akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif II dengan tujuan

untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar

mengajar yang telah dilakukan. Instrument yang digunakan adalah tes

formatif II. Adapun data hasil penelitian disajikan table 2.

Tabel 2. Nilai Siswa pada Siklus II

Komponen Hasil

Rata-rata 78,65

Ketuntasan 26 murid

Prosentase 85%

KKM 75

Target Ketuntasan 75%

Page 196: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

189

Dari tabel di atas diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa

adalah 78,65 dan ketuntasan belajar mencapai 85,00% atau ada 26 siswa

dari 31 siswa sudah tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada

siklus II ini ketuntasan belajar secara klasikal telah tercapai. Peningkatan

hasil belajar siswa ini karena siswa merasa mudah mengerjakan dengan

panduan gambar. Disamping itu ada perasaan senang pada diri siswa

dengan adanya belajar menggunakan media gambar. Secara lengkap

perbandingan pencapaian prestasi siswa kondisi Awal (Prasiklus), siklus

I, dan siklus II adalah sebagaimana disajikan dalam Tabel 3 berikut ini.

Tabel 3. Hasil Tiap Siklus

Komponen Nilai Siswa

Tes Awal Siklus 1 Siklus 2

Rata-rata 60.16 71,55 78,64

Ketuntasan 13 murid 17 murid 26 murid

Prosentase 41% 54% 85%

KKM 75

Target Ketuntasan 75%

PEMBAHASAN

Melalui hasil peneilitian ini menunjukkan bahwa pengajaran

menggunakan media gambar memiliki dampak positif dalam

meningkatkan prestasasi belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari semakin

mantapnya pemahaman dan penguasaan siswa terhadap penulisan

kaliamat dengan benar (ketuntasan belajar meningkat dari sklus I dan II).

Sebelum dilakukan PTK, nilai mata pelajaran Bahasa Inggris belum

begitu memuaskan, terbukti nilai Bahasa Inggris tentang menuliskan

kegiatan pribadi pada tes awal memperoleh nilai tertinggi 70, nilai

terendan 45, dan nilai rata-rata 60,16. Terdapat 13 murid (41%) yang

berhasil mencapai ketuntasan.

Pada siklus I, dengan menggunakan media gambar diperoleh

nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 71,55 dan ketuntasan belajar

mencapai 54% atau ada 17 siswa dari 31 siswa sudah tuntas belajar.

Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama secara klasikal

siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ≥ 75

sebesar 54% lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki

Page 197: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

190

yaitu sebesar 75%. Hal ini disebabkan karena siswa masih belum teliti

dalam memahami gambar yang diberikan.

Pada siklus II, diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa

adalah 78.65 dan ketuntasan belajar mencapai 85% atau ada 26 siswa

dari 31 siswa sudah tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada

siklus II ini ketuntasan belajar secara klasikal telah tercapai. Berdasarkan

analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses pengajaran

menggunakan media gambar dalam setiap siklus mengalami

peningkatan. Hal ini berdampak positif terhadap proses mengingat

kembali materi pelajaran yang telah diterima selama ini, yaitu dapat

ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata siswa pada setiap siklus

yang terus mengalami peningkatan.

Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses

pembelajaran Bahasa Inggris dengan pengajaran menggunakan media

gambar yang paling dominan adalah belajar dengan menggunakan

alat/media, mendengarkan/ memperhatikan penjelasan guru, dan diskusi

antar siswa/antara siswa dengan guru. Jadi dapat dikatakan bahwa

aktivitas isiswa dapat dikategorikan aktif. Sedangkan untuk aktivitas

guru selama pembelajaran telah melaksanakan langkah-langkah

pengajaran telah menggunakan media gambar dengan baik. Hal ini

terlihat dari aktivitas guru yang muncul di antaranya aktivitas

mengarahkan dan mengamati siswa dalam mengerjakan kegiatan,

menjelaskan/melatih menggunakan gambar, memberi umpan

balik/evaluasi/tanya jawab dimana prosentase untuk aktivitas di atas

cukup besar.

KESIMPULAN

Dari hasil kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan selama

dua siklus, dan berdasarkan seluruh pembahasan serta analisis yang telah

dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut: Pada siklus I, dengan

menggunakan media gambar diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar

siswa adalah 71,55 dan ketuntasan belajar mencapai 54% atau ada 17

siswa dari 31 siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan

bahwa pada siklus pertama secara klasikal siswa belum tuntas belajar,

karena siswa yang memperoleh nilai ≥ 75 sebesar 54% lebih kecil dari

persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 75%. Hal ini

Page 198: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

191

disebabkan karena siswa masih belum teliti dalam memahami gambar

yang diberikan.

Pada siklus II, diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa

adalah 78,65 dan ketuntasan belajar mencapai 85,00% atau ada 26 siswa

dari 31 siswa sudah tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada

siklus II ini ketuntasan belajar secara klasikal telah tercapai. Pengajaran

menggunakan media gambar dalam setiap siklus mengalami

peningkatan. Hal ini berdampak positif terhadap proses mengingat

kembali materi pelajaran yang telah diterima selama ini, yaitu dapat

ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata siswa pada setiap siklus

yang terus mengalami peningkatan

SARAN

Dari hasil penelitian yang diperoleh dari uraian sebelumnya agar

proses belajar mengajar Bahasa Inggris lebih efektif dan lebih

memberikan hasil yang optimal bagi siswa, maka disampaikan saran

sebagai berikut: Untuk melaksanakan pengajaran menggunakan media

gambar memerlukan persiapan yang cukup matang, sehingga guru harus

mampu memilih gambar yang sesuai dengan materi yang akan

disampaikan. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa, guru

hendaknya lebih sering mengajak siswa meperhatihan hal-hal yang

sederhana dilingkungan sekitar dimana siswa nantinya dapat menemuan

pengetahuan baru, memperoleh konsep dan keterampilan, sehingga

siswa berhasil atau mampu memecahkan masalah-masalah yang

dihadapinya. Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut, karena hasil

penelitian ini hanya dilakukan pada siswa kelas VII SMP Negeri 4

Muara Bengkal Tahun Pelajaran 2016/2017. Untuk penelitian yang

serupa hendaknya dilakukan perbaikan-perbaikan agar diperoleh hasil

yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Fatimah Siti, Upaya Peningkatan Pemahaman Siswa Tentang Konsep

Hidup Rukun Dalam Perbedaan Dengan Model

Pembelajaran Picture and Picture Dengan Media Gambar.

Borneo Volume X, Nomor 1 Juni 2016. LPMP Samarinda

www.umiuma.net, Pengertian Menulis Kalimat Bahasa Inggris, 08

september 2016.

Page 199: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

192

Dimyati dan Mujiyono, 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta:

Rineka Cipta.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi

Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta.

Hamalik, Oemar. 2004. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

Munandi, Yudhi. 2008. Media Pembelajaran sebuah Pendekatan Baru.

Jakarta: Gunung Persada.

Page 200: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

193

UPAYA MENINGKATKAN EFEKTIVITAS BELAJAR TOLAK

PELURU DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA MODIFIKASI

PELURU DARI BOLA PLASTIK PADA SISWA KELAS VIII

Mustofa

Guru Penjaskes SMP Negeri 4 Sangkulirang

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan dan

mengetahui sejauh mana media modifikasi bola plastik

dapat meningkatkan efektifitas belajar di kelas VIII SMP

Negeri 4 Sangkulirang khususnya dalam materi tolak

peluru. Manfaat penelitian adalah meningkatkan mutu

serta kualitas pendidikan di sekolah SMP Negeri 4

Sangkuirang. Penelitian ini menggunakan desain PTK

yang terdiri dari 2 ( dua ) siklus. Subyek penelitian adalah

siswa kelas VIII SMP Negeri 4 Sangkulirang Kabupaten

Kutai Timur yang berjumlah 25 orang, yang terdiri dari 13

perempuan dan 12 laki – laki. Teknik pengumpulan data

menggunakan pengamatan (observasi) dan tes praktik.

Sedangkan teknik pengumpuan data menggunakan teknik

kuantitatf dan kualitatif. Penelitian ini menghasilkan

kesimpulan : Pertama, aktivitas siswa selama mengikuti

proses pembelajaran Tolak peluru dengan menggunakan

media modifikasi bola plastik di kategorikan aktif. Setelah

dilakukan siklus kedua, aktivitas siswa mengalami

peningkatan keaktifan rata-rata sebesar 72,5% yang

termasuk kriteria Aktif. Kedua Rata-rata ketuntasan

belajar untuk aspek Cara Menolak mencapai 85% putra

dan putri mencapai 73,3%. Mengacu pada Indikator Hasil

Belajar Siswa, persentase tersebut menunjukan bahwa

pembelajaran Cara Menolak pada Tolak Peluru dengan

menggunakan media modifikasi bola plastik, berkategori

Sangat Efektif untuk putra dan Efektif untuk putri.

Kata kunci : Tolak Peluru, SMP Negeri 4 Sangkulirang.

Modifikasi bola plastic.

Page 201: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

194

PENDAHULUAN

Sarana prasarana merupakan salah satu bagian yang strategis

dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Dengan kata lain, lengkap dan

tidak lengkapnya sarana prasarana pembelajaran turut mempengaruhi

maksimal dan tidak maksimalnya ketercapaian tujuan pembelajaran.

Sarana yang lengkap bisa memudahkan guru untuk mengejar target-

target tertentu yang menjadi tujuan pembelajaranya. Begitu sebaliknya,

sarana yang tidak lengkap akan menyulitkan bagi guru dalam mencapai

target-target tujuan pembelajaranya.

Terjadi pula pada pembelajaran Tolak Peluru di SMP Negeri 4

Sangkulirang, Kondisi nyata di sekolah, media Peluru hanya tersedia 2

buah, 1 peluru untuk putri dan 1 peluru untuk putra. Sementara rata-rata

siswa di SMP Negeri 4 Sangkulirang berjumlah 25 – 30 orang, jadi

komparasi antara jumlah peluru dan jumlah siswa adalah 1 : 14

putra/putri. Jelas dari gambaran tersebut bahwa proses pembelajaran

Tolak Peluru menjadi tidak efektif. Situasi dan kondisi ini sudah berjalan

cukup lama dan sekolah sampai detik ini belum bisa memenuhi sarana

peluru tersebut sampai batas yang cukup memadai atau kondisi ideal,

misalnya dengan perbandingan 1 : 2 (1 peluru untuk 2 orang).

Dari beberapa kriteria media alternatif modifikatif untuk

mengganti peluru tersebut nampaknya bola plastik bisa dijadikan media

alternatif modifikatif untuk mengganti peluru. Dari segi bentuk, jelas ada

kemiripan dengan bentuk peluru, dari segi ketersediaan dan harga, maka

bola plastik sangat mudah sekali di dapat di pasar-pasar tradisional

dengan harga sangat murah. Dari permasalahan tersebut di atas maka

penulis menentukan judul Penelitian Tindakan Kelas ini “Upaya

Meningkatkan Efektivitas Belajar Tolak Peluru dengan menggunakan

Media Modifikasi peluru dari Bola Plastik, Pada siswa Kelas VIII di

SMP Negeri 4 Sangkulirang tahun pelajaran 2015/2016”

Dari latar belakang tersebut di atas, maka Rumusan Penelitian

yang diajukan adalah : Apakah media modifikasi bola plastik bisa

meningkatkan efektivitas belajar Tolak Peluru di kelas VIII SMP Negeri

4 Sangkulirang ? Pertanyaan yang harus terjawab dalam penelitian ini

adalah : (a). Sejauh mana aktifitas siswa kelas VIII dalam pembelajaran

tolak peluru ? (b). Sejauh mana aktifitas guru dalam mengajarkan tolak

peluru (c). Sejauh mana hasil belajar tolak peluru yang di lakukan siswa

dengan media modifikasi bola plastic ?. (d). Sejauh mana respon siswa

Page 202: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

195

terhadap pembelajaran tolak peluru dengan media modifikasi bola

plastic ? Dari permasalahan tersebut di atas, sesungguhnya ada beberapa

alternatif tindakan agar proses pembelajaran Tolak Peluru di kelas VIII

bisa menjadi efektif, diantaranya : a. Media modifikasi bola plastik. b.

Dengan bentuk formasi pembelajaran yang variatif. c. Penyediaan peluru

yang memadai dari sekolah

Tujuan dari Penelitian Tindakan Kelas ini adalah untuk

mengetahui sejauhmana media modifikasi bola plastik bisa

meningkatkan efektivitas belajar di kelas VIII SMP Negeri 4

Sangkulirang. Bagi siswa lebih partisipatif dalam proses pembelajaran

Tolak Peluru dan mengetahui teknik dasar yang di gunakan dalam tolak

peluru. Bagi Guru Penjas Orkes bisa melakukan modifikasi serta inovasi

dalam pembelajaran tolak peluru menggunakan bola plastic, dan bisa

menjadi inspirasi pengetahuan untuk menggunakan media pembelajaran

meskipun keterbatasan alat dan bahan. Bagi sekolah, adanya

peningkatan kualitas pembelajaran dan pengajaran yang berakibat

terhadap peningkatan kualitas siswa dan guru, sehingga pada akhirnya

akan mampu meningkatkan kualitas sekolah secara keseluruhan serta

menjadi dorongan dan motivasi sekolah untuk berkembang lebih baik

KAJIAN TEORI

Hakikat Belajar

Pembelajaran ialah suatu proses yang dilakukan oleh individu

untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara

keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam

interaksi dengan lingkungannya “ (Surya:2004). Menurut Surya (2004)

lebih lanjut bahwa ada beberapa prinsip yang menjadi landasan

pengertian tersebut di atas ialah : Pertama, pembelajaran sebagai usaha

memperoleh perubahan perilaku. Prinsip ini mengandung makna bahwa

ciri utama proses pembelajaran itu adalah adanya perubahan perilaku

dalam diri individu.

Artinya seseorang telah mengalami pembelajaran akan berubah

perilakunya. Tetapi tidak semua perubahan perilaku sebagai hasil

pembelajaran. Perubahan perilaku sebagai hasil pembelajaran

mempunyai cirri-ciri sebagai berikut : (a) perubahan yang disadari,

artinya individu yang melakukan proses pembelajaran menyadari bahwa

pengetahuan, keterampilan, dan ia lebih yakin terhadap dirinya. (b).

Perubahan bersifat kontinyu (berkesinambungan) Artinya suatu

Page 203: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

196

perubahan yang terjadi, meyebebkan terjadinya perubahan perilaku yang

lain. (c). Perubahan bersifat fungsional, artinya perubahan yang telah

diperoleh sebagai hasil pembelajaran memberikan manfaat bagi individu

yang bersangkutan. Perubahan yang bertujuan dan terarah, artinya

perubahan itu terjadi karena ada sesuatu yang akan yang akan dicapai.

Kedua, Hasil pembelajaran ditandai dengan perubahan perilaku

secara keseluruhan. Prinsip ini mengandung makna bahwa perubahan

perilkau sebagai hasil pembelajaran adalah meliputi aspek kognitif,

afektif dan psikomotor. Ketiga, pembelajaran merupakan suatu proses.

Prinsip ketiga ini mengandung makna bahwa pembelajaran itu

merupakan suatu aktivitas yang berkesinambungan. Keempat, adanya

dorongan sesuatu tujuan yang akan di capai. Prinsip ini mengandung

bahwa aktifitas pembelajaran itu terjadi karena adanya kebutuhan yang

harus di puaskan, dan adanya tujuan yang harus di

capai.Kelima,pembelajaran merupakan bentuk pengalaman. Pengalaman

pada dasarnya adalah kehidupan melalui situasi yang nyata dengan

tujuan tertentu.

Efektivitas merupakan aspek penting dalam berbagai bentuk

kegiatan, karena efektivitas merupakan cerminan dari tingkat

keberhasilan dalam mencapai tujuan atau sasaran yang ingin dicapai.

Rivai dengan mengutip Exzioni (1964) menuliskan bahwa efektivitas

adalah sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan dan

sasarannya. Efektivitas tidak hanya dapat dilihat dari sisi produktivitas,

akan tetapi dapat pula dilihat dari sisi persepsi atau sikap orangnya.

Disamping itu, efektivitas juga dapat dilihat dari bagaimana tingkat

kepuasaan yang dicapai oleh orang (Robbins, 1977 dikutip oleh Rivai).

Masih dari Rivai dengan mengutip Prokovenko (1987) dan

Miskel (1992) dengan demikian efektivitas merupakan suatu konsep

yang sangat penting kerena mampu memberikan gambaran mengenai

keberhasilan seseorang dalam mencapai sasaran atau suatu tingkatan

terhadap mana tujuan-tujuan dicapai atau tingkat pencapaian tujuan dan

dalam kaitannya dengan efektifitas belajar Rivai ( 2000) mengatakan

bahwa efektifitas belajar adalah tingkat pencapaian tujuan pelatihan.

Pencapain tujuan tersebut berupa peningkatan pengetahuan dan

keterampilan serta pengembangan sikap melalui proses pembelajaran.

Menurut Rivai aspek-aspek yang meliputi efektivitas belajar adalah :

Peningkatan pngetahuan, Peningkatan ketrampilan, Perubahan sikap,

Page 204: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

197

Perilaku, Kemampuan adaptasi, Peningkatan integritas, Peningkatan

integrasi, Peningkatan interaksi cultural.

Media Belajar

Media berasal dari bahasa Latin merupakan bentuk jamak dari

medium yang secara harfiah berarti, perantara atau pengantar, yaitu

perantara atau pengantar sumber pesan dengan penerima pesan.

Beberapa ahli yang dikutip Sudrajat memberikan definisi tentang media

pembelajaran diantaranya, Schram (1977) mengemukakan bahwa media

pembelajaran adalah teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan

untuk keperluan pembelajaran. Sementara, Briggs(1977) berpendapat

bahwa media pembelajaran adalah sarana fisik untuk menyampaikan isi/

materi pembelajaran seperti : buku, film, video dan sebagainya.

Sedangkan National Education Association (1969) mengungkapkan

bahwa media pembelajaran adalah sarana komunikasi dalam bentuk

cetak maupun pandang-dengar, termasuk teknologi perangkat keras. Dari

ketiga pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran

adalah segala sesuatu yang dapat menyalurka pesan, dapat merangsang

pikiran, perasaan, dam kemauan peserta didik sehingga dapat

mendorong terciptanya proses belajar pada diri peserta didik.

METODE PENELITIAN

Penelitian Tindakan Kelas dengan judul “ Upaya Meningkatkan

Efektivitas Belajar Tolak Peluru dengan Media Modifikasi Bola Plastik

pada siswa kelas VIII di SMP Negeri 4 Sangkulirang “ ini dilaksanakan

di kelas VIII SMP Negeri 4 Sangkulirang tahun 2015/2016. Penelitian

ini dilaksanakan dari mulai 19 Juli s.d 19 Agustus 2015. Subjek

penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 4 Sangkulirang,

dengan jumlah siswa putri 13 orang dan putra 12 orang, jadi jumlah total

25 orang siswa.

Penelitian Tindakan Kelas ini adalah untuk mengukur

sejauhmana efektivitas belajar Tolak Peluru dengan menggunakan media

modifikasi bola plastik, indikator dari efektivitas belajar adalah

meningkatnya hasil belajar siswa (Rivai: 2000), dengan kata lain bahwa

untuk melihat efektif tidaknya sebuah proses pembelajaran bisa dilihat

dari pencapaian hasil pembelajarannya. Berikut Tabel 1 menyajikan

Indikator Hasil Belajar Siswa dan Tabel 2 mengenai keaktifan siswa.

Page 205: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

198

Tabel 1. Rerata – rata Hasil Belajar Siswa

Aspek Ketuntasan Kriteria

Awalan 75 – 100 %

51 – 74 %

25 – 50 %

0 – 24 %

Sangat Efektif

Efektif

Cukup efektif

Kurang efektif

Cara Menolak 75 – 100 %

51 – 74 %

25 – 50 %

0 – 24 %

Sangat Efektif

Efektif

Cukup efektif

Kurang efektif

Sikap Akhir 75 – 100 %

51 – 74 %

25 – 50 %

0 – 24 %

Sangat Efektif

Efektif

Cukup efektif

Kurang efektif

Tabel 2. Indikator Keaktifan Siswa

Aspek Keaktifan Siswa Kriteria

Aktivitas siswa

dalam belajar

Tolak Peluru.

75 – 100 %

51 – 74 %

25 – 50 %

0 – 24 %

Sangat Efektif

Efektif

Cukup efektif

Kurang efektif

Rencana penelitian ini adalah penilaian tindakan kelas dalam

bidang study penjaskes. Langkah – langkah yang akan di lakukan ini di

laksanakan dalam dua siklus penelitian yang bertujuan untuk

mendapatkan hasil yang maksimal. Setiap siklus penelitian terdiri atas :

perencanaan pokok, tindakan pelaksanaaan, observasi, serta refleksi.

Penelitian ini di lakukan untuk menambah pengetahuan serta

memberikan motivasi kepada anak untuk berinovasi serta mencoba

melakukan sesuatu meskipun fasilitas masih kurang.

Untuk mengumpulkan data penelitian, dilakukan dengan cara

menentukan sumber data terlebih dahulu, kemudian jenis data, teknik

pengumpulan data, dan instrumen yang digunakan. Teknik pengumpulan

data secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini : Berikut ini

merupakan teknik pengumpulan data secara keseluruhan dari hasil

penelitian.

Page 206: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

199

Tabel 3. Teknik Pengumpulan Data

Sumber

Data Jenis Data

Teknik

Pengumpulan Data Instrumen

Siswa

Aktivitas siswa

dalam belajar

Tolak Peluru Observasi

Pedoman

Observasi

Siswa

Hasil Belajar

siswa

Tes Siswa melakukan

awalan, Tolak Peluru,

sikap akhir

Melaksanak

an praktik

tolak peluru

Setelah melakukan dan menyelesaikan dua ( 2 ) siklus penelitian,

peneliti melakukan pengamatan dan pengumpulan data, maka di dapat

hasil dalam setiap aspek dalam penelitian siklus pertama ( 1 ). Berikut

ini merupakan table penilaian aspek pada siklus pertama ( 1 ) Setelah

melakukan dan menyelesaikan 1 siklus penelitian , peneliti yang

melakukan pengamatan, melakukan diskusi dan refleksi, maka di dapat

hasil seperti terlihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil Tiap Aspek pada Siklus 1

Aspek Penelitian Nilai rata – rata

Siklus Penelitian Tindakan

Aktivitas siswa dalam

belajar Tolak Peluru

75 %

Perlu ditingkatkan

dengan berbagai

formasi dan

permainan

Hasil Belajar siswa

awalan Pa

awalan Pi

Cara Menolak Pi

Cara Menolak Pa

Sikap Akhir Pa

Sikap Akhir Pi

80 %

45 %

50 %

75 %

75 %

55 %

Perlu ditingkatkan

kembali terutama

putri yang harus

mendapat perhatian

lebih, terutama pada

aspek cara menolak

dan sikap akhir :

porsi mengulang di

tambah untuk putri

Hasil Tiap Aspek pada siklus pertama saya melakukan

Tindakan : (1). Nilai rata – rata aktifitas dalam belajar tolak peluru 75 %,

Page 207: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

200

sudah efektif dari jumlah siswa 25 orang. (2). Hasil belajar siswa puta

dalam tolak peluru nilai rata – ratanya adalah 76,6 %, sudah efektif

dalam pembelajaran. (3). Hasil belajar siswa putri dalam tolak peluru

niai rata – ratanya adalah 50 %, cukup efektif namun perlu di tingkatkan

dalam hasil belajar siswa putri.

Perlu ditingkatkan terutama putri yang harus mendapat perhatian

lebih, terutama pada aspek cara menolak dan sikap akhir : porsi

mengulang di tambah untuk putri dan di berikan treatment untuk

memperoleh hasil yang maksimal. Untuk aktifitas guru dan siswa putra

sudah baik. Setelah siklus pertama seleasi kemudian di berikan

treeatmen per bagian yang bertujuan untuk meningkatkan hasil dari

pembelajaran tolak peluru. Yang di lakukan antara lain : (1). Melakukan

lompat jongkok, yang bertujuan untuk meningkatkan kekuaan otot

tungkai dalam olahraga. (2). Melakukan Push-Up, yang bertujuan untuk

meningkatkan kekuatan otot lengan. (3). Melakukan Sit-Up, yang

bertujuan untuk meningkatkan kekuatan otot perut serta otot pungggung.

(4). Pembelajaran prespektif kinestetik yang bertujuan untuk

meningkatkan respon serta memberikan arahan mengenai ketepatan

gerak serta kebiasaan. Berikut ini disajikan tabel 5 yaitu tentang tiap

aspek pada siklus ke 2 serta peningkatannya.

Tabel 5. Hasil Tiap Aspek Pada Siklus Ke 2 dan Peningkatannya

Aspek Hasil rata – rata tiap

aspek dalam siklus ke 2

Siklus

Peningkatan

Aktivitas siswa dalam

belajar Tolak Peluru 75 % 5 %

Hasil Belajar siswa

Awalan Pa

Hasil belajar awalan Pi

Cara menolak Pa

Cara menolak Pi

Sikap akhir Pa

Sikap akhir Pi

90 %

70 %

80 %

75 %

85 %

75 %

10 %

35 %

5 %

25 %

10 %

20 %

Ket : Hasil siklus II setelah di lakukan treatmen : (1). Adanya

peningkatan aktivitas siswa dalam tolak peluru sebanyak 5% yang

awalnya 75% menjadi 80%. (2). Adanya peningkatan hasil belajar siswa

Page 208: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

201

terutama siswa putri setelah di berikan metode dan tritmen selama 2

minggu. Untuk siswa putra ada kenaikan dalm awalan 10% dari 80%

menjadi 90%, dan untuk siswa putrid terdapat kenaikan 35% dari 45

menjadi 70%.. (3). Dalam cara menolak mengalami kenaikan, untuk

putra sebesar 5 % dari 75% menjadi 80 %, untuk putrid dari 50 %

menjadi 75 % mengalami kenaikan sebesar 25 %. (4). Dalam sikap akhir

juga mengalami kenaikan untuk putra dari 75% menjadi 85 %, dan untuk

putrid dari 50 % menjadi 75 %.

PEMBAHASAN

Aktivitas Siswa dalam Belajar Tolak Peluru. Berdasarkan hasil

observasi, aktivitas siswa pada siklus penelitian dengan 2 siklus

penelitian pada proses pembelajaran Tolak Peluru menunjukan adanya

peningkatan aktivitas siswa dari siklus pertama sampai siklus kedua

seperti terlihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Aktivitas Siswa

Siklus Penelitian Tindakan Aktifitas

Pertama 70%

Kedua 75%

Rata-rata 72,5%

Berdasarkan hasil observasi aktivitas siswa pada dua siklus

penelitian pada pembelajaran Tolak Peluru dengan bola plastik

menunjukan adanya peningkatan aktivitas siswa dari siklus pertama

sampai siklus kedua seperti terlihat pada Tabel 6. Terlihat bahwa siklus

pertama aktivitas siswa mencapai 70%, kemudian pada siklus kedua

mencapai 75% ini berarti ada peningkatan 5% setelah ada treathment

atau perbaikan pada siklus kedua, sehingga rata-rata keaktifan siswa

selama dua siklus adalah 72,5%. Mengacu pada Indikator Keaktifan

Siswa pada Tabel 2, kisaran angka 72,5% memiliki kriteria Aktif.

Dengan kata lain, siswa selama mengikuti pembelajaran Tolak Peluru

dengan media modifikasi bola plastik bergerak aktif baik saat mendapat

tugas dari guru atau pun inisiatif sendiri. Berikut merupakan tabel hasil

belajar praktik siswa dalam siklus I dan siklus II

Page 209: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

202

Tabel 7. Hasil Belajar Siswa

Siklus

Penelitian Aspek

Jenis

Kelamin

Ketuntasan

Belajar

Pertama

Awalan

Cara Menolak

Sikap Akhir

Pa

Pi

Pa

Pi

Pa

Pi

80%

45%

75%

50%

75%

55% Awalan Pa

Pi

90%

70%

Kedua Cara Menolak Pa

Pi

80%

75%

Sikap Akhir Pa

Pi

85%

75%

Berdasarkan hasil tes praktik yang dilakukan kepada siswa, dari

mulai awalan, cara menolak, dan sikap akhir Tolak Peluru, pada akhir

siklus ternyata mendapat kenaikan Karena di berikan treatmen oleh guru

dalam latihan. Latihan yang di berikan meliputi : lompat jongkok

sehingga memberikan penambahan dalam kekuatan tungkai, melakukan

Push-Up sehingga kekuatan otot punggung mempengaruhi kekuatan

melempar dalam tolak peluru, melakukan Sit – Up sehingga kekuatan

otot perut menjadi kuat dan memberikan dampak dalam tolak peluru

untuk persiapan dan gerakan tolakan . Dari Tabel 7 terlihat bahwa untuk

siklus pertama hasil tes praktik Awalan mencapai, putri 45%, dan putra

80%. Ini artinya, ada sebanyak 6 orang siswa putri yang mampu

menuntaskan pembelajaran dari 13 orang, dan ada 10 orang siswa putra

yang mampu menuntaskan pembelajaran dari 12 orang.

Masih pada siklus pertama, hasil tes praktik cara menolak

mencapai, putri 50% dan putra 75%. Ini artinya, ada sebanyak 7 orang

putri yang mampu menuntaskan pembelajaran, dan 9 orang putra yang

mampu menuntaskan pembelajaran. Dari siklus pertama, hasil tes

praktik sikap akhir mencapai 55% putri, dan 75% putra. Ini artinya ada 7

orang putri yang mampu menuntaskan pembelajaran, dan ada 9 orang

putra yang mampu menuntaskan pembelajaran. Pada siklus kedua dari

Tabel 7 terlihat ada peningkatan pada tes praktik tiap aspek. Pada tes

Page 210: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

203

praktik awalan mencapai 90% putra, dan 70% putri. Ini berarti bahwa

ada 11 orang siswa yang mampu menuntaskan pembelajarannya, artinya

untuk putra ada 2 siswa belum mampu menuntaskan pembelajarannya,

dan untuk putri ada 9 orang yang mampu menuntaskan

pembelajarannya.

Pada tes praktik cara menolak terlihat mencapai 80% putra dan

75% putri. Ini berarti ada sebanyak 10 orang putra yang mampu

menuntaskan pembelajaran, dan 10 orang siswa putri yang mampu

menuntaskan pembelajaran. Sementara pada tes praktik sikap akhir

persentase mencapai 85% putra dan 75% untuk putri. Ini artinya bahwa

ada 11 orang putra yang mampu menuntaskan pembelajaran , dan ada

10 orang putri yang mampu menuntaskan pembelajaran.

KESIMPULAN

Pertama, aktivitas siswa selama mengikuti proses pembelajaran

Tolak peluru dengan menggunakan media modifikasi bola plastik di

kategorikan aktif. Dan setelah dilakukan siklus kedua, aktivitas siswa

mengalami peningkatan keaktifan rata-rata sebesar 72,5% . Kalau

mengacu pada Indikator Keaktifan Siswa maka besaran keaktifan

sebesar 72,5% termasuk kriteria Aktif. Kedua Rata-rata ketuntasan

belajar untuk aspek Cara Menolak mencapai 85% putra dan putri

mencapai 73,3%. Mengacu pada Indikator Hasil Belajar Siswa pada

Tabel 1, persentase tersebut menunjukan bahwa pembelajaran Cara

Menolak pada Tolak Peluru dengan menggunakan media modifikasi

bola plastik, berkategori Sangat Efektif untuk putra dan Efektif untuk

putri.

SARAN

Siswa lebih partisipatif dalam proses pembelajaran Tolak

Peluru dan mengetahui teknik dasar yang di gunakan dalam tolak peluru.

Bagi Guru Penjas Orkes, Bisa melakukan modifikasi serta inovasi dalam

pembelajaran tolak peluru menggunakan bola plastic, dan bisa menjad

inspirasi pengetahuan untuk menggunakan media pembelajaran

meskipun keterbatasan alat dan bahan. Bagi sekolah, Adanya

peningkatan kualitas pembelajaran dan pengajaran yang berakibat

terhadap peningkatan kualitas siswa dan guru, sehingga pada akhirnya

Page 211: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

204

akan mampu meningkatkan kualitas sekolah secara keseluruhan serta

menjadi dorongan dan motivasi sekolah untuk berkembang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Sudrajat, Ahkmad. 2007. Media Pembelajaran.

Artikel. http : // ahkmadsudrajat.wordpress.com / bahan-ajar / media-

pembelajaran /

Surya, Mohamad. 2004. Psikologi Pembelajaran & Pengajaran.

Bandung .

Pustaka Bani Quraisy.Rivai, H Veithzal. 2001. Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Efektivitas Belajar Mahasiswa.

Page 212: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

205

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PAI PADA

MATERI SEJARAH PERTUMBUHAN ILMU PENGETAHUAN

PADA MASA ABBASIYAH DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA

KARTU KUARTET

Yudhy Vernanda

Guru SMP Negeri 4 Muara Bengkal

Abstrak

Tujuan penelitian ini meningkatkan pemahaman hasil

belajar siswa pada pelajaran Pendidikan Agama Islam

pokok bahasan Sejarah Pertumbuhan Ilmu Pengetahuan

Muslim Masa Abbasiyah dengan menggunakan media

kartu kuartet sebagai media belajar pada siswa kelas VIII

SMPN 4 Muara Bengkal Kab. Kutai Timur. Manfaat

penelitian ini adalah meningkatkan kualitas pendidikan di

sekolah. Penelitian ini menggunakan dua siklus. Subyek

penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMPN 4 Muara

Bengkal dengan jumlah siswa 29 orang. Teknik

pengumpulan data menggunakan pengamatan (observasi)

dan metode tes tertulis. Sedangkan teknik analisis data

menggunakan data kuatitatif dan kualitatif. Hasil

penelitian ini bahwa pembelajaran pada siklus 1 dan 2

meningkatkan hasil belajar siswa yaitu prasiklus 57.05,

siklus 1 meningkat menjadi 60,14 dan pada siklus 2

menjadi 78,23. Prestasi belajar siswa meningkat melalui

aktivitas : (1) pemanfaatan media belajar, (2) keterlibatan

siswa dalam menggunakan media belajar, (3) keaktifan

siswa dalam berlatih menggunakan media belajar dan (4)

pemberian bimbingan menggunakan media belajar.

Kata Kunci: Hasil belajar, kartu kuartet sebagai media

belajar

PENDAHULUAN

Pendidikan Agama Islam (PAI) memiliki peranan penting dalam

rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional yaitu mencerdaskan

Page 213: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

206

kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indoensia seutuhnya,

yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha

Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan,

kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri

serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Dengan

demikian, pengajaran pendidikan agama Islam harus memperhatikan

teknik dan media pengajaran yang efektif supaya pembelajaran menjadi

menyenangkan dan membentuk karakter bangsa yang luhur berbasis

pendidikan agama Islam.

Salah satu materi pendidikan agama islam adalah pertumbuhan

ilmu pengetahuan pada masa keemasan Islam yaitu di masa khalifah

Umayah dan Abbasiyah. Tujuan materi diharapkan peserta didik tidak

melupakan sejarah keemasan Islam dan termotivasi dari tokoh-tokoh

ilmuwan muslim untuk belajar, meneliti dan menjadi insan yang kreatif

sehingga memberikan sumbangsih ilmu pengetahuan bagi agama dan

bangsa.

Kendala yang sering ditemukan oleh guru PAI dalam

menyampaikan materi sejarah islam yaitu terbatasnya media

pembelajaran. Selama ini guru-guru PAI kerap menggunakan metode

konvensional yaitu ceramah menyampaikan materi sejarah islam

sehingga peserta didik mengalami kebosanan karena harus mencerna

ceramah guru dengan mencari gambaran nyata tentang sejarah islam di

masa lalu. Hal ini mengakibatkan rendahnya hasil belajar siswa pada

materi sejarah pertumbuhan ilmu pengetahuan Islam.

Pengalaman penulis dalam pembelajaran PAI pada pokok

bahasan sejarah Islam menunjukkan hasil yang belum maksimal.

Ketuntasan siswa dalam menguasai materi sejarah Islam masih rendah.

Hal ini ditunjukkan dengan hasil ulangan harian kelas VIII tahun

2014/2015 menunjukkan nilai rerata 59,44 dari KKM 70. Penulis

menduga kendala siswa menguasai materi sejarah islam disebabkan guru

yng belum menggunakan media belajar kreatif untuk menjadikan

pembelajaran materi sejarah Islam menjadi menyenangkan. Selama ini

guru hanya menggunakan metode ceramah untuk menyampaikan materi

sejarah Islam. Hal ini menyebabkan siswa menjadi bosan dan kurang

bermnat dalam mempelajari sejarah Islam.

Salah satu media pembelajaran yang akan dilakukan dalam

penelitian ini adalah menggunakan media kartu kuartet. Permasalahan

yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana kartu kuartet

Page 214: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

207

dapat meningkatkan minat dan hasil belajar siswa pada pokok bahasan

sejarah Islam.

KAJIAN TEORI

Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan suatu kemampuan ideal siswa yang

diharapkan setelah proses pembelajaran. Sudjana dalam Fahrul (2007)

bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa

setelah ia menerima pengalaman belajar. Sedangkan hasil belajar yang

dikemukakan oleh Abdurahman dalam Rosnani (2007) menyatakan

bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah

melalui kegiatan belajar. Menurut Morgan dalam Tanwey (2004) belajar

dapat didefenisikan sebagai setiap perubahan tingkah laku yang relatif

tetap dan terjadi sebagai hasil latihan dan pengalaman. Sedangkan

menurut Gagne dalam Suprijono, (2009) berpendapat bahwa belajar

adalah perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang

melalui aktivitas. Dan menurut Djamarah dalam Husniabdillah(2007)

Belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu

perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam

interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif dan

psikomotor.

Dengan demikian, menurut beberapa pendapat diatas, maka dapat

disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku yang tetap

sebagai jawaban dari interaksi lingkungan berkaitan dengan kognitif,

afektif dan psikomotorik.

Pembelajaran PAI

Adapun pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) menurut

Muhaimin adalah “suatu upaya membuat peserta didik dapat belajar,

butuh belajar, terdorong belajar, mau belajar dan tertarik untuk terus-

menerus mempelajari agama Islam, baik untuk mengetahui bagaimana

cara beragama yang benar maupun mempelajari Islam sebagai

pengetahuan.” Dengan demikian pembelajaran PAI dapat diartikan

sebagai upaya membuat peserta didik dapat belajar, terdorong belajar,

mau belajar dan tertarik untuk terus menerus mempelajari apa yang

teraktualisasikan dalam kurikulum agama Islam sebagai kebutuhan

peserta didik secara menyeluruh yang mengakibatkan beberapa

perubahan yang relatif tetap dalam tingkah laku seseorang baik dalam

Page 215: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

208

kognitif, efektif dan psikomotorik. Pemaknaan pembelajaran pendidikan

agama Islam merupakan bimbingan menjadi muslim yang tangguh dan

mampu merealisasikan ajaran Pendidikan Agama Islam dalam

kehidupan sehari-hari sehingga menjadi insan kamil. Untuk itu

penanaman Pembelajaran PAI sangat penting dalam membentuk dan

mendasari peserta didik.Dengan penanaman pembelajaran PAI sejak dini

diharapkan mampu membentuk pribadi yang kokoh, kuat dan mandiri

untuk berpedoman pada agama Islam. (Muhaimin, Peradigma

Pendidikan Islam, 183)

Pengertian Media

Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah

berarti “tengah”, “perantara”, atau “pengantar”. Gerlach dan Ely dalam

Arsyad (1997) mengatakan bahwa “media apabila dipahami secara garis

besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi

yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan,

atau sikap”. Dalam pengertian ini guru, buku teks, dan lingkungan

sekolah merupakan media.

Kartu Kuartet

Secara khusus belum ada penelitian tentang media kartu kuartet

dalam ilmu pendidikan. Media pembelajaran yang memiliki kesamaan

dengan kartu kuartet adalah flash card (kartu bergambar). Flash Card

atau Education Card adalah kartu-kartu bergambar yang dilengkapi kata-

kata, yang diperkenalkan oleh Glenn Doman, seorang dokter ahli bedah

otak dari Philadelphia, Pennsylvania. Gambar-gambar pada flashcard

dikelompok-kelompokkan antara lain: seri binatang, buah-buahan,

pakaian, warna, bentuk-bentuk angka, dan sebagainya. Kartu ini

dimainkan dengan cara diperlihatkan kepada anak dan dibacakan secara

cepat, hanya dalam waktu 1 detik untuk masing-masing kartu. Tujuan

dari metode itu adalah melatih kemampuan otak kanan untuk mengingat

gambar dan kata-kata, sehingga perbendaharaan kata dan kemampuan

membaca anak bisa dilatih dan ditingkatkan sejak usia dini. Dengan

demikian, kartu kuartet adalah modifikasi dari flash card, yaitu kartu

yang berisi gambar materi pelajaran dengan tujuan meningkatkan

pembendaharaan kata.

Metode kartu kuartet sangat baik untuk mengingat nama-nama

dan peristiwa penting dalam pelajaran sejarah yang sangat menekankan

Page 216: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

209

hafalan peristiwa. Cara permainan: 1.Siswa membentuk kelompok 5

orang 1 tim. 2. 1 tim membuat lingkaran dan kartunya diletakkan di

tengah-tengah lingkaran pemain. 3. Untuk menentukan siapa yang

penyebut pertama maka dilakukan lot. 4. Salah satu siswa bertindak

sebagai pembagi kartu. 5. Kemudian kartu dibagi sebanyak 3 kartu per

orang dan sisanya diletakkan ditengah bundaran pemain. 6. Penyebut

yang sudah ditentukan menyebutkan judul salah satu kartu yang

dipegang. 7. Pemain yang lainnya secara bergantian dari kiri kekanan

menyebutkan jawabannya. 8. Jika jawaban benar maka lawan

mengambil kartu tersebut dan dipisahkan dari kartu lain. 9. Penyebut

harus mengambil kartu lagi yang terletak ditengah pemain dan

seterusnya seperti itu. 10. Jika kartu di tengah sudah habis, maka

berusaha untuk mengambil kartu lawannya. 11. Dan pemenangnya

adalah pemain yang banyak mengumpulkan kartu

METODE PENELITIAN

Setting Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (Classroom

Action Research).Menurut Sukidin dkk (2002:54) ada 4 macam bentuk

penelitian tindakan, yaitu: (1) penelitian tindakan guru sebagai peneliti,

(2) penelitian tindakan kolaboratif, (3) penelitian tindakan simultan

terintegratif, dan (4) penelitian tindakan sosial eksperimental. Penelitian

ini mengacu pada perbaikan pembelajaran yang berkesinambungan.

Kemmis dan Taggart (1988:14) menyatakan bahwa model penelitian

tindakan adalah berbentuk spiral. Tahapan penelitian tindakan pada

suatu siklus meliputi perencanaan atau pelaksanaan observasi dan

refleksi. Siklus ini berlanjut dan akan dihentikan jika sesuai dengan

kebutuhan dan dirasa sudah cukup.

Penelitian ini dilakukan secara bersiklus yaitu masing-masing

siklus terdiri atas empat tahap dan dilakuan dalan satu pertemuan. Hal

ini dilakukan karena terbatasnya waktu yang tersedia. Tahapan kegiatan

setiap siklus adalah: (1) menyusun rencana kegiatan,(2) melakukan

tindakan, (3) melakukan observasi, dan (4) membuat analisis yang di

lanjutkan dengan refleksi. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII

SMP Negeri 4 Muara Bengkal berjumlah 29 siswa. Penelitian ini

dilaksanakan dalam dua siklus dengan tahapan-tahapan : perencanaan,

pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Sumber data penelitian ini berasal

Page 217: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

210

dari ulangan harian pada materi sejarah pertumbuhan ilmu pengetahuan

muslim masa Abbasiyah pada tahun ajaran 2013/2014 dan 2014/2015.

Tempat, Waktu dan Subyek Penelitian

Tempat penelitian adalah tempat yang digunakan dalam

melakukan penelitian untuk memperoleh data yang diinginkan.

Penelitian ini bertempat di SMPN 4 muara Bengkal Tahun pelajaran

2015/2016.

Waktu Penelitian

Waktu penelitian adalah waktu berlangsungnya penelitian atau

saat penelitian ini dilangsungkan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan

Mei semester genap

Subyek Penelitian

Subyek penelitian adalah siswa-siswi kelas VIII tahun pelajaran

2015/2016 pada pokok bahasan Sejarah pertumbuhan ilmu pengetahuan

pada masa Abbaiyah

Sumber Data

Sumber data penelitian ini berasal dari ulangan harian pada

materi sejarah pertumbuhan ilmu pengetahuan muslim masa Abbasiyah

pada tahun ajaran 2013/2014 dan 2014/2015.

Teknik Dan Alat Pengumpul Data

Adapun cara pengumpulan data pada penelitian ini adalah

sebagai berikut : a. Data hasil belajar PAI pokok bahasan sejarah

pertumbuhan ilmu pengetahuan muslim masa Abbasiyah diperoleh

dengan memberikan tes pada setiap akhir siklus. b. Data tentang situasi

belajar mengajar diperoleh dengan menggunakan lembar observasi.

Adapun alat pengumpul data yang digunakan untuk mengumpulkan data

dalam penelitian ini adalah:a. Lembar observasi, Lembar observer

digunakan untuk mengetahui data tentang kehadiran siswa, keaktifan

siswa, perhatian siswa dan interaksi siswa dengan siswa dalam

mengikuti proses belajar mengajar . b. Tes hasil belajar digunakan untuk

memperoleh informasi tentang penguasaan siswa setelah proses

pembelajaran

Page 218: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

211

Validasi Dan Analisis Data

Validasi data yang berupa proses pembelajaran dilakukan

melalui observasi dan wawancara kepada siswa dan pengamat

(kolaborator) dengan menggunakan berbagai instrumen. Dalam rangka

menyusun dan mengolah data yang terkumpul sehingga dapat

menghasilkan suatu kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan,

maka digunakan analisis data kuantitatif dan pada metode observasi

digunakan data kualitatif. Cara penghitungan untuk mengetahui

ketuntasan belajar siswa dalam proses belajar mengajar sebagai berikut:

a. Merekapitulasi hasil tes. b. Menghitung jumlah skor yang tercapai dan

prosentasenya untuk masing-masing siswa dengan menggunakan rumus

ketuntasan belajar seperti yang terdapat dalam buku petunjuk teknis

penilaian yaitu siswa dikatakan tuntas secara individual jika

mendapatkan nilai minimal 65, sedangkan secara klasikal dikatakan

tuntas belajar jika jumlah siswa yang tuntas secara individu mencapai

85% yang telah mencapai daya serap lebih dari sama dengan 65%.

Prosedur Tindakan

Pelaksanaan secara rinci setiap siklus disajikan sebagai berikut :

guru menganalisis hasil belajar siswa yang tidak mencapai ketuntasan

dalam belajar. Guru membuat rencana perbaikan pembelajaran. Guru

menggunakan media kartu kuartet materi sejarah pertumbuhan ilmu

pengetahuan muslim masa Abbasiyah. Pelaksanaan tindakan : dalam

fase ini dilaksanakan proses belajar mengajar dengan menekankan aspek

partispasi siswa dan peningkatan belajar. Observasi : apakah

penggunaan metode sudah efektif dalam pembelajaran. Penggunaan

media yang sesuai dengan materi pembelajaran.

HASIL PENELITIAN

Siklus I

Dari data pra siklus yaitu nilai UH materi sejarah pertumbuhan

ilmu pengetahuan Islam pada masa Abbasiyah tahun 2014/2015

diperoleh nilai rerata 59,44. Kemudian dilaksanakan siklus satu dengan

tahapan yaitu : 1. Menyiapkan rencana pelaksanan pembelajaran (RPP)

mata pelajaran PAI dengan pokok bahasan sejarah pertumbuhan ilmu

pengetahuan muslim masa Abbasiyah dengan tujuan untuk

mengalokasikan waktu yang digunakan. 2. Membuat lembar observasi

untuk mengamati kondisi pembelajaran di kelas ketika pelaksanaan

Page 219: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

212

tindakan sedang berlangsung. 3. Menyusun lembar kegiatan siswa (LKS)

untuk mengetahui sejauh mana pemahaman siswa tentang materi yang

telah diajarkan. 4. Membuat dan menyusun alat evaluasi untuk melihat

sejauh mana peningkatan dan hasil belajar PAI pokok bahasan sejarah

pertumbuhan ilmu pengetahuan muslim masa Abbasiyah pada siswa

setelah menggunakan media kartu kuartet. 5.Membuat media kartu

kuartet dengan materi sejarah pertumbuhan ilmu pengetahuan muslim

masa Abbasiyah.

Pelaksanaan tindakan pada siklus I ini dilaksanakan sebanyak 3

pertemuan pemberian materi dan 1 pertemuan pemberian tes siklus.

Waktu pelaksanannya yaitu pertemuan I pada tanggal 04 Mei 2015,

pertemuan ke-2, 07 Mei 2015, pertemuan ke-3, 11 Mei 2015, dan

pemberian tes siklus I, 14 Mei 2015. Adapun kegiatan yang dilakukan

guru selama pelaksanaan tindakan yaitu: Guru mengecek kehadiran

siswa. Menyampaikan tujuan pembelajaran dan rencana penggunaan

kartu kuartet sebagai media dalam proses belajar mengajar. Memberikan

motovasi kepada siswa. Guru menjelaskan pokok-pokok materi yang

akan dipelajari hari itu. Memberikan penjelasan cara penggunaan media

kartu kuartet. Siswa dibagi dalam beberapa kelompok secara heterogen

yang terdiri dari ± 4 orang. Guru memberikan tugas kepada siswa berupa

LKS. Guru memantau dan memembimbing siswa yang mengalami

kesulitan dalam diskusi dan penggunaan media. Menunjuk secara acak

salah satu kelompok untuk memperlihatkan hasil kerja kelompoknya.

Memberikan penghargaan dan pujian pada setiap kelompok. Menutup

dengan do’a dan salam

Hasil yang diperoleh sebagai berikut : nilai rerata 68,06 dan

siswa yang belum tuntas sebanyak 21 siswa. Refleksi dari siklus satu

yaitu : Siklus I dilaksanakan 4 kali pertemuan dengan menerapkan

media kartu kuartet. Pada siklus I tampak masih ada beberapa siswa

yang tidak hadir mengikuti pelajaran baik itu tidak hadir tanpa

keterangan maupun yang sakit. Sebelum masuk pada materi pelajaran

guru selalu menyampaikan tujuan pembelajaran kemudian memberikan

motivasi kepada siswa agar siswa tertarik terhadap materi pelajaran

tersebut, gurupun menyampaikan materi secara garis besarnya dan

menjelaskan hal-hal yang akan dilakukan tetapi dengan begitu masih

banyak siswa yang tidak memperhatikan guru. Sehingga dalam

mengerjakan LKS tidak tahu harus bagaimana menyelesaikannya.

Page 220: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

213

Pada setiap selesai satu kali pertemuan guru selalu memberikan

pekerjaan rumah (PR) dengan tujuan agar siswa mau belajar dan melatih

diri dalam menyelesaikan soal-soal yang ada dan dikumpul pada

pertemuan berikutnya. Tetapi pada pertemuan berikutnya masih banyak

siswa yang tidak meyelesaikan pekerjaan rumah tersebut dengan

berbagai alasan yang mereka berikan. Karena hasil yang didapat pada

siklus I belum menujukkan hasil yang optimum dan metode yang

digunakan belum terserap dengan baik pada siswa maka perlu

dilanjutkan pada siklus II.

Siklus 2

Tahap perencanaan; Pada pertemuan siklus II tahap perencanaan

relatif sama dengan pertemuan siklus I, yaitu membuat rencana

pelaksanaan pembelajaran dengan materi bangun datar, mempersiapkan

lembar observasi dan lembar kegiatan siswa serta menyusun alat

evaluasi. Mengembangkan teknik pembelajaran guna memperbaiki

pembelajaran pada siklus I. Tahap pelaksanaan tindakan; Pelaksanaan

tindakan pada pertemuan siklus II juga dilaksanakan dalam 3 pertemuan

pemberian materi dan 1 pertemuan tes siklus, dan waktu pelaksanaannya

yaitu, pertemuan I, 21 Mei 2015, pertemuan ke-2, 25 Mei 2015,

pertemuan ke-3, 28 Mei 2015, dan tes siklus II dilaksanakan pada

tanggal 01 Juni 2015.

Pelaksanaan tindakan pada pertemuan siklus II ini relatif sama

dengan pelasanaan pada siklus I. Hasil dari siklus dua yaitu diperoleh

nilai rerata ulangan harian yaitu : 79,51 dan yang siswa yang tidak tuntas

mencapai tiga orang. Hasil ini meningkat secara signifikan. Ternyata

hasil yang diperoleh siklus II sangat memuaskan. Grafik perkembangan

hasil belajar siswa disajikan dalam tabel berikut ini.

Tabel 1. Nilai Kemampuan Siswa

Keterangan Nilai

Sebelum siklus 1 siklus 2

Rerata 59,44 68,06 79,51

Tabel 2. Tingkat Ketuntasan Siswa

Keterangan Tuntas KKM

Sebelum siklus 1 siklus 2

Rerata 59,44 68,06 79,51

Page 221: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

214

Tabel 3. Perbandingan Hasil Belajar PAI Pada Setiap Siklus

Skor

Kategori

Frekuensi Persentase

(%)

Siklus

1

Siklus

2

Siklus

1

Siklus

2

0 < x ≤ 55 Sangat Rendah 6 1 20,68 3,44

55 < x ≤ 65 Rendah 15 2 51,74 6,90

65 < x ≤ 80 Sedang 8 10 27,58 34,50

80 < x ≤ 90 Tinggi 0 15 0 51,72

90 < x ≤ 100 Sangat Tinggi 0 1 0 3,44

Dari hasil analisis deskriptif di atas menunjukkan bahwa skor

rata-rata hasil belajar PAI pokok bahasan sejarah pertumbuhan ilmu

pengetahuan muslim masa Abbasiyah siswa pada siklus I sebesar 58,14

dengan standar deviasi 21,89 setelah dikategorisasikan berada dalam

kategori “rendah” dan pada siklus II terlihat bahwa skor rata-rata hasil

belajar PAI pokok bahasan sejarah pertumbuhan ilmu pengetahuan

muslim masa Abbasiyah siswa sebesar 78,23 dengan standar deviasi

8,67 yang berada pada kategori “sedang”. Hal ini menunjukkan bahwa

telah terjadi peningkatan hasil belajar PAI pokok bahasan sejarah

pertumbuhan ilmu pengetahuan muslim masa Abbasiyah siswa kelas

VIII SMPN 4 Muara Bengkal Kab. Kutai Timur melalui media kartu

kuartet.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan maka dapat

ditarik kesimpulan bahwa, pelaksanaan pembelajaran dengan

menggunakan media kartu kuartet dapat meningkatkan hasil belajar PAI

siswa kelas VIII SMPN 4 Muara Bengkal Kab. Kutai Timur melalui

beberapa tahap yaitu penyajian materi, belajar dalam kelompok,

pemberian skor, tes dan penghargaan kelompok. Tingkat pencapaian

pembelajaran dengan menggunakan media kartu mengalami

peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata hasil belajar siswa kelas

VIII SMPN 4 Muara Bengkal Kabipaten Kutai Timur yang mengalami

peningkatan yaitu dari 58,14 setelah pelaksanaan tindakan pada siklus I.

Ternyata hal tersebut belum mencapai indikator keberhasilan sehingga

dilakukan lagi penerapan media kartu kuartet dengan beberapa perbaikan

Page 222: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

215

hasil refleksi siklus I, sehingga hasil yang didapatkan menjadi 78,23

setelah pelaksanaan tindakan pada siklus II.

Ketuntasan siswa pada siklus I hanya sebesar 22,73% atau 8

orang, dan siswa yang tidak tuntas pada siklus I sebanyak 21 orang atau

sekitar 77,27%. Sedangkan siswa yang tuntas setelah pelaksanaan

tindakan pada siklus II sebanyak 26 orang, sekitar 89,66 %, dan siswa

yang tidak tuntas pada siklus II sebanyak 3 orang, sekitar 10,34%.

Selama kegiatan belajar mengajar, siswa telah melaksanakan aktivitas

dengan baik seperti memperhatikan penjelasan guru, menjawab soal

yang diberikan guru saat pembahasan materi, belajar kelompok, semakin

terampil dalam bekerjasama, menyelesaikan tugas dari guru dan tercipta

rasa senang dalam belajar dengan menggunakan media kartu kuartet

SARAN

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini, maka penulis

mengajukan beberapa saran sebagai berikut: Kepada guru PAI

khususnya agar dapat mencoba menerapkan media kartu kuartet dalam

proses belajar mengajar khususnya mata pelajaran PAI agar dapat

meningkatkan hasil belajar siswa. Guru PAI sebaiknya kreatif dalam

menciptakan suasana kelas agar siswa tidak cepat bosan dan tegang

dalam belajar serta lebih termotivasi untuk memperhatikan apa yang

diajarkan. Sebaiknya kepada pihak sekolah memaksimalkan sarana dan

prasarana di sekolah, misalnya peningkatan kualitas dan kuantitas buku-

buku perpustakaan, sehingga tidak ada lagi siswa yang tidak kebagian

buku pelajaran saat belajar.

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, A.1997. Media Pembelajaran. (Cetakan ke-13). Jakarta:

Penerbit PT.Raja Garfindo Persada.

Azzet, A.M.2010. Mengembangkan Kecerdasan Sosial Bagi Anak.

Jogjakarta: Penerbit Kata Hati.

Ekawarna Dr.2010. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Penerbit Gaung

Persada.

Tanwey, Gerson, R.2004. Belajar dan Pembelajaran.Surabaya: Unesa

University Press.

Hamalik, Oemar.2001. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT Bumi

Aksara

Page 223: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

216

Mariani, D.”Bermain dan Kreativitas Pada Anak”. Dalam

http://deviarimariani.wordpress.com. Diakses pada 5

September 2011.

Pupuh & Soebry.2007.Strategi Belajar Mengajar Melalui Penanaman

Konsep Umum dan Konsep Islami. (Cetakan ke-2), Bandung:

Penerbit PT Refika Aditama.

Suprijono. 2010. Cooperatve Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Page 224: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

217

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS PARAGRAF

MELALUI PENERAPAN KEGIATAN MENULIS JURNAL

UNTUK PENILAIAN AUTENTIK PADA SISWA KELAS VIII

Suriani Guru SMP Negeri 2 Kaliorang

Abstrak

Salah satu persoalan yang ditemukan di sekolah adalah

rendahnya keterampilan menulis siswa, khususnya

keterampilan menulis paragraf. Hal tersebut terjadi karena

strategi pembelajaran menulis yang digunakan belum

memberi kesempatan dan belum mendorong terbentuknya

kebiasaan menulis pada siswa. Untuk mengatasi hal

tersebut, diterapkan kegiatan menulis jurnal pada siswa

dan memanfaatkan tulisan dalam jurnal itu untuk bahan

penilaian autentik. Dalam penerapannya kegiatan menulis

jurnal tersebut dilakukan dalam tiga tahapan. Kegiatan

tahapan itu adalah (1) pemahaman konsep dan pemodelan

kegiatan menulis jurnal, (2) pelaksanaan dan pembiasaan

menulis jurnal, dan (3) penilaian autentik dengan

memanfaatkan tulisan dalam jurnal siswa. Pendekatan

yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

kualitatif, sedangkan rancangan penelitian yang digunakan

adalah penelitian tindakan kelas. Rancangan penelitian

tindakan kelas tersebut dilakukan dalam tiga siklus

penelitian. Subjek penelitiannya adalah siswa Kelas 8 SMP

Negeri 2 Kaliorang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

kegiatan tersebut dapat meningkatkan keterampilan

menulis paragraf siswa, baik dari segi kuantitas maupun

kualitas paragraf yang dihasilkan. Kegiatan menulis jurnal

juga membuat kegiaan menulis menjadi lebih menarik dan

bermakna bagi siswa.

Kata Kunci : Menulis Paragraf, Menulis Jurnal, Penilaian

Autentik

Page 225: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

218

PENDAHULUAN

Salah satu aspek keterampilan berbahasa yang berkaitan dengan

pengungkapan pikiran, gagasan, pendapat, dan perasaan tersebut adalah

keterampilan menulis paragraf. Keterampilan menulis paragraf sebagai

keterampilan berbagasa yang bersifat produktif-aktif merupakan salah

satu kompetensi dasar berbahasa yang harus dimiliki siswa agar terampil

berkomunikasi secara tertulis. Siswa akan terampil mengorganisasikan

gagasan dengan runtut, menggunakan kosakata yang tepat dan sesuai,

memperhatikan ejaan dan tanda baca yang benar, serta menggunakan

ragam kalimat yang variatif dalam menulis jika memiliki kompetensi

menulis paragraf yang baik.

Berdasarkan pengalaman dan pengamatan di kelas, ditemukan

bahwa menulis kerap kali menjadi suatu hal yang kurang diminati dan

kurang mendapat respon yang baik dari siswa. Siswa tampak mengalami

kesulitan ketika harus menulis. Siswa tidak tahu apa yang harus

dilakukan ketika pembelajaran menulis dimulai. Mereka terkadang sulit

sekali menemukan kalimat pertama untuk memulai paragraf. Siswa

kerap menghadapi sindrom kertas kosong (blank page syndrome) tidak

tahu apa yang akan ditulisnya. Mereka takut salah, takut berbeda dengan

apa yang diinstruksikan gurunya.

Pembelajaran menulis juga sering membingungkan siswa karena

pemilahan-pemilihan yang kaku dalam mengajarkan jenis-jenis tulisan

atau jenis-jenis paragraf, seperti narasi, eksposisi, deskripsi, dan

argumentasi. Pengategorian yang kaku itu membuat siswa menulis

terlalu berhati-hati karena takut salah, tidak sesuai dengan jenis karangan

yang dituntut. Padahal, ketakutan untuk berbuat salah tersebut dapat

mematikan kreativitas siswa untuk menulis. Selain itu, Halliday (dalam

Tompkins & Hoskisson, 1991:187) menyatakan bahwa pengategorian

jenis-jenis karangan tersebut terlihat artifasial ketika kita meminta siswa

menggunakannya untuk berbagai tujuan yang berbeda, sebab siswa

terkadang mengombinasikan dua atau lebih kategori untuk

mengemukakan sebuah gagasan dalam tulisannya.

Menulis merupakan suatu keterampilan dan keterampilan itu

hanya akan berkembang jika dilatihkan secara terus menerus atau lebih

sering. Memberikan kesempatan lebih banyak bagi siswa untuk berlatih

menulis dalam berbagai tujuan merupakan sebuah cara yang dapat

diterapkan agar keterampilan menulis meningkat dan berkembang secara

Page 226: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

219

cepat. Permasalahan lain yang terkait dengan pembelajaran keterampilan

menulis di sekolah adalah sistem penilaian dan pencapaian target

kurikulum pembelajaran yang hanya diukur berdasarkan hasil tes-tes

tertulis di akhir caturwulan, semester, atau tahun pelajaran. Padahal,

tidak semua keterampulan berbahasa dapat dievaluasi dengan

menggunakan paper and pencil tests (Saukah, 1999). Untuk mengetahui

kemampuan dan perkembangan keterampilan berbahasa, termasuk

menulis tidak tidak cukup hanya dilihat melalui jawaban soal-soal yang

diberikan satu atau dua kali ditengah dan diakhir semester (subsumatif

dan sumatif). Tes-tes tertulis hanya salah satu bagian saja dari proses

penilaian.

Menyikap hal tersebut perlu diterapkan suatu model penilaian

keterampilan menulis yang autentik dari komprehensif dengan berbagai

teknik dan prosedur. Model penilaian tersebut melihat perkembangan

dan keberhasilan keterampilan berbahasa siswa secara berkelanjutan

(Pulh, 1997:6). Penilaian tersebut juga harus dilakukan secara autentik,

yaitu didasarkan proses perkembangan dan data-data autentik yang

menggambarkan keterampilan berbahasa yang dikuasainya (Nurhadi,

2003:19). Dalam konteks yang lebih komunikatif, penilaian pun tidak

hanya dilakukan oleh guru, siswa dapat belajar saling menilai dengan

temannya, bahkan belajar menilai dirinya sendiri.

KAJIAN TEORI

Jurnal

Salah satu cara alternatif yang dapat diterapkan untuk

membiasakan dan melatihkan keterampilan menulis pada siswa,

khususnva menuiis paragraf adalah dengan menulis jurnal atau dalam

istilah yang lebih umum dikenal dengan menulis buku harian.

Pembiasaan dan rutinitas menulis tersebut akan menjadi suatu kebiasaan

perilaku yang positif. Dengan menulis jurnal. siswa dapat berlatih

menulis lebih sering dan lebih bebas di luar jam pembelajaran menulis

secara khusus. Siswa akan terbiasa mengungkapkan gagasan atau

perasaannya secara tertulis dalam bentuk paragraf-paragraf yang baik.

Jurnal dapat menjadi sarana yang membantu siswa untuk belajar menulis

dengan lebih menyenangkan dan berhasil (Eanes, 1997:457).

Kegiatan menulis jurnal itu tidak hanya dilakukan ketika

pmbelajaran menulis, pada pembelajaran bahasa Indonesia dengan fokus

keterampilan lain kegiatan tersebut juga dapat disisipkan. Guru dapat

Page 227: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

220

menyediakan waktu setiap bari atau beberapa hari dalam seminggu

sekitar sepuluh sampai dengan lima bela menit bagi siswa untuk menuiis

jurnal pribadinva (Capacchione, 1989:15; Tompkins & Hoskisson,

1991:189). Dalam konteks sistem pembelajaran sekolah di Indonesia

sekilas terkesan penyedian waktu ini mengurangi alokasi waktu

pembelajaran pokok, tetapi bila disadari lebih jauh pengurangan alokasi

waktu pembelajaran ini, yang dimanfaatkan untuk menulis jurnal, dapat

memberi manfaat yang besar bagi siswa.

Rutinitas menulis jurnal yang dilakukan siswa memberi manfaat

positif bagi perkembangan kemampuan menulis. Selain itu, dapat pula

meningkatkan penguasaan aspek pembahasaan yang lain secara tidak

langsung. Secara berkesinambungan siswa akan teriatih mengemukakan

gagasan dan perasaannva dengan pilihan kata, kalimat; struktur

penyajian, dan pola pengernbangan yang baik. Sebab, untuk terampil

menulis, anak-anak harus sering dan bebas menulis (serta membaca)

supaya mereka terampil dalam menggunakan struktur yang kompleks

dan benat secara tata bahasa ( Leonhardt, 200l : 22).

Tulisan dalam jurnal merupakan produk yang alamiah dan

bersifat spontan. Siswa dapat menuliskan pengalaman keseharian vang

dialami atau dirasakannya, tanggapannya tentang kegiatan pembelajaran,

tanggapannya tentang suatu bacaan yang dibacanya, tanggapan terhadap

lingkungan di sekitarnva atau hal-hal lain yang menurutnva menarik

untuk di tulis. Melalui kegiatan menulis jurnal siswa berlatih dan

membiasakan diri mengemukakan gagasan, mengekspresikan diri, atau

menanggapai hal-hal yang menarik perhatiannya dalam bentul: paragraf-

paragraf. Kegiatan menulis jurnal ini memberikan kesempatan siswa

untuk menulis dengan lebih bebas. untuk keperluan tugas-tugas menulis

seeara formal, tulisan dalam jurnal dapat menjadi pilihan sumber ide

awal untuk dikembangkan.

Konsep jurnal dalam penelitian ini adalah tulisan-tulisan yang

ditulis siswa daiam buku catatan khusus yang sifatnva informal, spontan,

rutin, dan personal. Halha1 yang ditulis adalah tentang pengalaman

pribadi, curahan perasaan atau gagasan, tanggapan tentang), bacaan,

tanggapan tentang proses pembelajaran. atau hal-hal lain yang menarik

minat dan perhatian siswa. Topik-topik yang ditulis dalam jurnal itu

dapat dipilih secara bebas atau ditentukan sesuai konteks pembelajaran.

Selanjutnya, tulisan siswa tersebut diberi respon oleh guru sebagai upaya

meningkatkan motivasi siswa untuk menulis.

Page 228: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

221

Sebagai tulisan informal maka aspek yang ditekankan dalam

menulis jurnal adalah kelancaran / kefasihan (fluencv) dalam

mengemukakan suatu gagasan secara tertulis. Kejelasan isi tulisan lebih

ditekankan dari pada aspek-aspek mekanik, seperti ketepatan ejaan atau

penggunaan pungtuasi. Namun. bukan berarti aspek mekanik diabaikan

oleh guru dalam pembelajaran. justru sebaiknya, tulisan-tulisan jurnal

siswa dapat menjadi bahan acuan dan refleksi bagi guru untuk

mengetahui tingkat pemahaman dan penguasaan siswa terhadap aspek-

aspek tersebut.

Dalam pelaksanaannva kegiatan menulis jurnal dapat dilakukan

melalui tiga tahapan. Ketiga tahapan itu adalah (1) tahap pendahuluan.

(2) tahap pelaksanaan, dan (3) tahap penilaian. Pada tahap pendahuluan,

kegiatannya pokoknya terdiri dari pemahaman konsepdan pemodelan

kegiatan yang akan dilakukan. Pada tahap peiaksanaan. kegiatan

pokoknya adalah pengintegrasian menulis jurnal dalam pembelajaran,

pembiasaan menulis jurnal secara berlanjut, pemberian penguatan dan

respon guru, serta pemberian bimbingan. untuk mengembangkan

kreativitas iswa dalam menulis. Pada tahap penilaian, kegiatan penilaian

yang dilakukan dalam bentuk penilaian proses dan penilaian hasil.

Kegiatan Menulis Jurnal sebagai Bahan Penilaian Autentik

Penilaian yang sesuai untuk menilai perkembangan keterampilan

menulis paragraf siswa adalah penilaian autentik. Penilaian autentik

sesuai untuk diterapkan karena penilaian tersebut bersifat menyeluruh,

berkesinambungan, dan berdasarkan pada data autentik berupa tulisan

siswa yang sebenarnya. Penilaian itu tidak hanya mengacu pada produk

akhir, tetapi juga mengacu pada kinerja dan proses perkembangan

beiajar siswa secara berkelanjutan. Tulisan siswa dalam jurnal dapat

digunakan sebagai salah satu bahan untuk penerapan penilaian autentik.

Penilaian autentik yang memanfaatkan tulisan siswa dalam jurnalnya

memberikan gambaran yang sebenarnya (autentik) tentang performansi

keterampilan menulis paragraf siswa. Penilaian ketcrampilan menulis

tersebul bersifat kompleks dan berkelanjutan.

Realisasi penerapan penilaian autentik dengan memanfaatkan

jurnal berguna untuk memberi informasi tentang perkembangan

kosakata, struktur kalimat, kelancaran dan kepaduan penataan gagasan

dalam paragraf; serta penggunaan aspekaspek mekanik yang diperoleh

siswa setahap demi setahap. Jurnal rnenjadi sebuah portofolio yang

memberikan data tentang perkembangan keterampifan menulis siswa

Page 229: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

222

secara menyeluruh. Selain itu. berbagai kekurangan dan kesalahan yang

terdapat tulisan siswa melalui penilaian autentik dapat dibenahi dan

dapat menjadi pertimbangan perencananaan pembelajaran selanjutnva

sehingga konsep penilaian yang, sesungguhnya terlaksana.

Jurnal dapat menjadi sebuah afternatif bahan penilaian yang

efektif untuk mengetahui dan melihat perkembangan keterampilan

menulis siswa. Jurnal siswa dapat menjadi bagian dari portofoiio yang

merekam perkembangan menulis dari waktu ke waktu. Selain itu,

pemanfaatan jurnal dalam penilaian menjadikan penilaian tidak hanya

dilakukan guru, tetapi siswa juga dapat dilatih untuk melakukan

penilaian diri-sendiri (self-assesment) terhadap tulisan-tulisan yang telah

dibuatnya. Siswa juga dapat memilih sebuah tulisan andalan dalam

jurnal yang ditulisnya untuk dinilai atau ditanggapi oleh temannva (peer-

assesment). Bahkan bila siswa tidak keberatan, orangtuanya pun dapat

membaca dan memberikan penilaian terhadap tulisan-tulisan dalam

jurnal itu.

METODE PENELITIAN

Pendekatan dan Rancangan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalan penelitian ini adalah

pendekatan kualitatif Penggunaan pendekatan kualitatif ini didasari

pemikiran bahwa penelitian ini berupaya untuk mengungkapkan

berbagai gejala yang memberikan makna dan informasi scsuai konteks

dan tujuan penelitian melalui pengumpulan data. Pengumpulan data

tersebut dilakukan pada latar alamiah dengan peneliti sebagai instrumen

utama dalam pengumpulan data. Sejalan dengan pemfokusan dan latar

alaminya yang berwujud aktivitas di dalam kelas, rancangan penelitian

tindakan yang diterapkan adalah penelitian tindakan kelas classroom

action reserch).

Berdasarkan pendekatan dan rancangan PTK yang akan

diterapkan, prosedur dan langkah-langkah penelitian ini mengikuti

prinsip-prinsip dasar penelitian tindakan. Oleh karena itu, model

rancangan penelitian tindakan kelas yang akan digunakan adalah model

spirail-bersiklus sebagaimana dikemukakan Lewin dan dikembangkan

oleh kemmis dan Elliot (Elliot, 1991:71). Secara umum model siklus ini

meliputi (1) perencanaan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) pengamatan,

(4) analisis dan refleksi.

Page 230: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

223

Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas 8 SMP Negeri 2

Kaliorang. Seluruh siswa akan dikenai tindakan karena penelitian

tindakan kelas adalah penelitian yang mengikuti alur pembelajaran

sebenarnva. Pertimbangan pemilihan kelas 8 sebagai sumber data

penelitian karena kelas 8 merupakan kelas peneliti dalam melaksanakan

tugas sehari-hari dan di kelas ini terdapat masalah tersebut. Selain itu,

kelas 8 SMP merupakan kelas tengah, dengan siswa yang telah dapat

herpikir secara logis dan abstrak serta telah mempunyai dasar

pengetahuan awal tentang keterampilan menulis yang dipelajari di kelas

7. Pengetahuan awal tersebut, misalnya bentuk paragraf, pola-pola

kalimat, dan penggunaan ejaan atau pungtuasi.

Data dan Teknik Pengumpulan Data

Data yang ingin diperoleh adalah data tentang proses kegiatan

dan data tentang hasil kegiatan menulis jurnal. Data-data itu meliputi (1 )

data awal tentang kemampuan keterampilan menulis paragraf siswa (2)

data pokok tentang upaya peningkatan keterampilan menulis paragraf

melalui tindakan pemahaman konsep dan pemodelan kegiatan menulis

jurnal. (3) data pokok tentang upaya peningkatan keterampilan menulis

paragraf melalui tindakan pelaksanaan dan pembiasaan kegiatan menulis

jurna1, (4) data pokok tentang upaya peningkatan keterampilan menulis

paragraf melalui tindakan penilaian autentik dengan memanfaatkan

tutisantulisan dalam jurnal siswa, serta data pendukung tentang

perkembangan keterampilan menulis siswa setelah tindakan. Untuk

memperoleh data penelitian, teknik pengumpulan data yang akan

digunakan adalah wawancara, pengamatan, pendokumentasian. dan

pemberian tes menulis. Sesuai dengan (karakteristik penelitian kualitatif,

dalam penelitian ini peneliti berperan sebagai instrumen utama

pengumpulan data. Data-data tersebut berupa transkrip wawancara dan

rekaman kegiatan belajar, catatan lapangan dokumentasi hasil tulisan

siswa dan hasil tes Menulis.

Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini akan dilakukan dengan dasar

analisis data model alir yang terdiri atas tiga tahapan yaitu (1)

mereduksi data, (2) menyajikan data, dan (3) menarik kesimpulan dan

memverifikasi. Analisis data tersebut dilakukan selama dan sesudah

Page 231: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

224

penelitian, mulai dari tahap perencanaan kegiatan, pelaksanaan. Hingga

refleksi kegiatan.

Prosedur Tindakan

Perencanaan yang dibuat, disesuaikan dengan satuan program

semester yang telah disusun oleh guru mata pelajaran, sehingga

pelaksaaaan penelitian ini tetap berjalan sesuai alur progam

pembelajaran mata pelajaran bahasa Indonesia sebagaimana mestinya.

kegiatan menulis jurnal dalam penelitian ini menjadi kegiatan suplemen

vang terintegrasi dalam pembeiajaran pokok. Pelaksanaan setiap siklus

terdiri atas tiga tindakan pokok. Adapun ketiga tindakan pokok tersebut

adalah (1 ) pemahaman dan pemodelan. (2) Pelaksanaan dan pembiasaan

kegiatan menulis jurnal, dan (3} pelaksanaan penilaian autentik melalui

jurnal. Dalam tiap siklus, tindakan pertama dilaksanakan dengan alokasi

waktu dua kali pertemuan jam pelajaran. Tindakan kedua dilakukan

terinteigrasi dalam tiap jam pelajaran bahasa Indonesia selama empat

kali pertemuan, guru menyediakan waktu sepuluh sampai dengan lima

belas menit di menit awal atau di akhir pelajaran untuk menulis.

Penelitian dilakukan dalam tiga siklus. Setiap siklus terdiri dari

kegiatan perencanaan, pengamatan, analisis temuan, dan refleksi

tindakan. Dalam tiap siklusnya dilakukan tiga pokok pembelajaran.

Ketiga pokok pembelajaran itu adalah (1) kegiatan pemahaman konsep

dan pemodelan kegiatan menulis jurnal, (2) pelaksanaan dan pembiasan

menulis jurnal, dan (3) penilaian autentik dengan memanfaatkan tulisan

dalam jurnal siswa.

Pada siklus I kegiatan yang dilakukan pada tahap ini ada 6

langkah pokok. Keenam langkah pokok itu adalah ( 1 ) menyediakan

waktu di awal pembelajaran untuk menulis, (2) meminta siswa menulis

secara bebas tentang gagasan. Perasaan, atau berbagai hal yang

dialaminya, (3) membantu memunculkan gagasan siswa melalui kegitan

tanya jawab, (4) memantau dan membimbing siswa saat menulis. (5)

memberi penguatan tiap kali pertermuan, dan (6) mengumpulkan

kembali buku jurnal yang telah ditulis untuk diberi respon

Pada siklus II langkah-langkah pembalajaran tersebut tetap sama,

tetapi lebih bervariasi dibanding langkah-langkah pembelajaran pada

siklus I. Pada pertemuan pertama, guru meminta Siswa untuk menulis

tentang kegiatan kesehariannya, perasaan, pengalaman yang dialaminya,

gagasan, atau tanggapannya tentang sesuatu. Pada pertemuan kedua,

Page 232: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

225

guru memancing gagasan siswa untuk menulis dengan berandai-andai

melalui kegiatan tanya-jawab.

Pada siklus ke III langkah-langkah pembelajaran juga diperbaiki

kembali berdasarkan hasil refleks siklus II. Pada kegiatan menulis

pertama. siswa tetap akan diminta menulis bebas tentang hal-hal yang

berkaitan dengan perasaan atau pengalamannya. Namun pada pertemuan

kedua guru meminta siswa menuliskan tanggapannya tentang proses

pembejajaran yang diikutinya, sehingga kegiatan menulis jurnal

dilakukan di pengujung jam pelajaran

HASIL PENELITIAN

Dalam tiap siklus penilaian autentik tulisan Jurnal siswa

dilakukan oleh Guru dan siswa. Kegiatan penilaian oleh siswa akan

dilakukan dua kali. Penilaian pertama. berupa penilaian diri sendiri

dilakukan setelah kegiatan tertulis kesatu dan kedua. Penilaian kedua

berupa penilaian rekan sejawat dilakukan telah kegiatan menulis ketua

dan keempat.

Hasil Peningkatan Kemampuan Menulis Paragraf Siswa

Hasil penelitian tindakan ini menunjukkan bahwa dengan

pembiasaan menulis jurnal secara berkelanjutan, siswa menjadi terbiasa

menulis paragraf dan keterampilan menulis paragrafnya pun meningkat.

Indikator peningkatan keterampilan menulis paragraf tersebut dapat

dilihat dari tiga hal yaitu (1) kuantitas gagasan yang dihasilkan, (2)

kualitas paragraf: dan aktivitas dan motivasi siswa. Peningkatan pertama

terlihat dari jumlah gagasan dan pilihan topik. Jumlah gagasan yang

ditulis bertambah banyak serta memperlihatkan cara pemalu yang

beragam, tidak datemukan lagi paragraf yang hanya terdiri dari satu

kalimat. Peningkatan tersebut terjadi pada tiap siklus tindakan. Hal

tersebut secara lebih jelas dapat terlihat pada tabel 2.

Tabel 2. Rata-rata Jumlah Gagasan dalam Tulisan Tiap Siklus

Siklus Paragraf Kalimat

Jumlah Rata-Rata Jumlah Rata-rata

Siklus I 97 10,4 431 47,8

Siklus II 120 13,3 554 61,6

Siklus III 132 14,7 606 67,3

Page 233: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

226

Kualitas paragraf yang dihasilkan memperlihatkan peningkatan.

Peningkatan kualitas tersebut mencakup aspek pengembangan topik,

pengorganissia gagasan, penggunaan pilihan kata, tata bahasa, serta

ejaan dan tanda baca yang secara bertahap semakin baik. Secara lebih

jelas, hal tersebut tergambar dalam tabel berikut :

Tabel 3. Nilai Dan Kualifikasi Kualitas Tulisan Per Siklus

Siklus I Siklus II Siklus III

Rata-Rata Kualifikasi Rata-Rata Kualifikasi Rata-Rata Kualifikasi

2,3 Cukup 3,1 Baik 3,4 Baik

Dari tabel di atas dapat dijelaskan siklus I kualitas paragraf siswa

rata-rata berkualitas cukup, cukup maka pada siklus II dan III meningkat

menjadi baik. Dengan kata lain, paragraf yang ditulis siswa umumnya

telah memiliki gagasan utama dan gagasan pengembang yang jelas.

Gagasan-gagasan itu dikembangkan secara logis dengan

pengorganisasian yang baik. Struktur kalimat dan peralihan antar

gagasan dalam paragraf sudah memperlihatkan keefektifan, hal tersebut

teriihat dari sedikitnya kesalahan dalam penggunaan konjungsi. Kosa-

kata yang digunakan juga cukup tepat dan dapat mewakiii gagasan yang

dikemukakan.

Keantusiasan, aktivitas, dan motovasi siswa untuk menulis yang

semakin meningkat. Hal itu ditandai dengan kemauan siswa membuat

buram tulisannya di rumah, walaupun tanpa penugasan dari guru. Siswa

cepat menulis di kelas karena umumnya mereka telah memiliki buram

yang dibuat di rumah. Siswa juga terbangkitkan motivasi untuk melukis

karena merasa tidak mendapat beban tugas yang berat. Tabel berikut

menunjukkan perilaku siswa dalam belajar selama siklus penelitian.

Tabel 5. Persentase Keaktifan Siswa Selama Pelaksanaan Tindakan

Indikator Siklus I Siklus II Siklus II

Siswa sangat aktif menulis tiap kegiatan

Siswa aktif menulis tiap kegiatan

Siswa kurang aktif menulis

Siswa pasif

2 (8%)

9 (36%)

8 (32%)

6 (24%)

4 (24%)

12 (48%)

4 (16%)

3 (12%)

8 (32%)

14 (66%)

3 (12%)

-

Jumlah 25

(100%)

25

(100%)

25

(100%)

Page 234: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

227

Dari tabel di atas terlihat terjadi peningkatan aktivitas siswa

selama pelaksanaan tindakan. Pada siklus I masih banyak siswa yang

belum atau kurang aktif untuk menulis. Namun, pada siklus II dan III

jumlah siswa yang aktif dan sangat aktif menulis terus meningkat.

Bahkan, pada akhir siklus III tidak terlihat siswa yang pasif atau tidak

menulis jurnalnya.

KESIMPULAN

Penerapan kegiatan menulis jurnal ini dapat memberikan

kesempatan lebih banyak kepada siswa untuk mengekspresikan gagasan

secara tertulis. Siswa semakin mudah dan terbiasa menemukan berbagai

bahan atau gagasan yang dapat ditulisnya. Penerapan autentik oleh siswa

maupun guru dengan memanfaatkan hasil tulisan jurnal siswa juga dapat

memberi pengaruh yang besar terhadap peningkatan keterampilan

menulis paragraf siswa. Dengan menilai hasil tulisannya sendiri maupun

hasil tulisan teman; siswa dapat mengkonstruksi dan menemukan sendiri

pengetahuannya.

SARAN

Berdasarkan pembahasan hasil penelitian, penulis

mengemukakan saran-saran berikut : Bagi guru bahasa Indonesia

maupun guru mata pelajaran lain disarankan kegiatan menulis jurnal ini

dapat terus diterapkan dan diintegrasikan dalam pembeiajaran karena

selain memberikan gambaran tentang perkembangan keterampilan

menulis jurnal juga memberikan gambaran tentang berbagai persoalan

yang berkaitan dengan hasil belajar dan perkembangan psikologi siswa.

Bagi peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian

tindakan serupa disarankan untuk melakukannya dalam konteks tataran

program studi atau mata pelajaran lain karena menulis rnerupakan proses

kognitif dan afektif yang mencakup berbagai bidang.

DAFTAR PUSTAKA

Depdikbud. 1999. Penelitian Tindakan (Action Research). Bahan

Pelatihan Jakarta: Dikdasmen Depdikbud.

Capacchione. L. 1989. The Creative Journal For Children: A Guide for

Parents, Teacher, and Counselors. Boston: Shambala.

Page 235: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

228

Eanes, R. 1997. Content Area Literacy: Teaching Today’s and

Tomorrow. New York: Delmar Publisher.

Elliot, J. 1991. AN. Action Reseach for Educational Change.

Buckingham: Open University Press.

Hammond, L.D. dan Snyde, J.D.2001. Authentic Assesment of Reaching

Indonesia Context, U.S. Departemen Education (online),

(http:www.Contextual.org/abs2.htm., diakses 29 Oktober

2001 oleh Darmono).

Laonhardt, M.2001. 99 Cara Menjadikan Anak Anda Bergairah

Menulis. Terjemahan oleh Eva Y. Nukman. 2001. Bandung

Kaifa.

Nurhadi & Senduk, A.G. 2003. Pembelajaran Kontekstual dan

Penerapannya dalam KBK. Malang: Penerbit Universitas

Negeri Malang.

O’Malley, J.M. & Piece, L.V. 1996. Authentic Assessment for Ennglish

Language Learners: Practical Approaches For Teachers.

Virginia: Addison-Wesley.

Puhl, C. 1997. Develop, Not Judge: Continuous Assesment in the ESL

Classroom. English Teaching Forum, April 1997, pp 2-9.

Saukah, A. 1999. Prinsip Dasar Penilaian Pendidikan Bahasa. Bahasa

dan Seni. Tahun 27, Nomor 1, Pebruari 1999, Hal; 19- 33.

Saukah, Ali. 2001. The Teaching Writing and Grammar. Bahasa dan

Seni. Tahun 28, Nomor 2, Agustus 2000, Hal. 191-199.

Suparno, 2001. Pembelajaran Bahasa Indonesia dengan Pendekatan

Kontekstual. Makalah disajikan pada Simposium di Wisma

Jaya, Bogor. Direktorat SLTP, Dirjen Dikdasmen.

November, 2001.

Suyanto, K.E. 2002. Authentic Assesment (Penilaian Otentik) dalam

Pembelajaran Bahasa. Materi Pelatihan Calon Pelatih

Pembelajaran Kontekstual Mata Pelajaran Bahasa Inggris

Guru SLT di Malang. Direktorat SLTP, Depdiknas. 2002.

Tompkins, G.E & Hoskisson, K. 1991. Language Arts : Content and

Teaching Strategis. New York: Macmillan.

Tompskin, G.E. 1994. Teaching Writing Balancing Process and

Product. New York: Macmillan.

Page 236: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

229

A STUDY OF TEACHER TALK AT A PRIVATE ELEMENTARY

SCHOOL IN MALANG

Anik Yusanti

Guru SD Negeri 001 Teluk Pandan

Abstract

This is a descriptive qualitative study which was taken from

the researcher’s idea to know more about teacher’s

utterances in the English classroom interaction of

Elementary school. The researcher focused on teacher’s

initiation and feedback in the English classroom

interaction at a private elementary school in Malang. This

study was held to know how the initiation and feedback

were used and given in classroom interaction and to

introduce the reader about the effective strategy that must

be used in teaching English. The result of this study showed

that in initiation, the researcher found three kinds of

initiation which was used by the teacher such as:

Questioning, instructing and informing. Display questions

dominated in the classroom interaction. It happened

because the teacher always wanted to measure her

students’ comprehension about the material she had

explained. In instructing, the teacher usually used

prohibition, command and direction. In giving directions

like commands the teacher put some informing utterances

in it just like in questioning as well. Feedback results from

this study found that the teacher rarely used discoursal

function and reformulation feature, because she often used

understandable utterances to give the feedback. Regarding

the effective features, the teacher often used repetition

feature in her utterances. In conclusion, the teacher’s role

in giving initiation and feedback is essentially needed to

engage the students to involved in classroom interaction

and make them able to think creatively.

Keyword : Teacher Talk, Classroom Interaction, Initiation,

Feedback.

Page 237: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

230

INTRODUCTION

This research studies about teacher talk in private elementary

school in Malang. Malang was chosen as it has qualified schools, good

educational environment and also good teachers’ competence in

teaching. Here, the researcher wants to employ teacher talk as the

discussion especially in initiation and feedback, without neglecting the

role of students’ response. Richard and Weber (1985) in Shinde and

Karekatti (2010) stated that teacher talk as a typical variety of language

sometimes used by teachers when they are in the process of teaching.

Ellis (2008:794) stated that “L2 teacher talk can be viewed as a special

register, analogous to foreigner talk”. This study has the function to

describe its phonological, lexical, grammatical and discoursal properties.

Specifically, this study has research questions as follows: 1) How is the

initiation used by the English teacher in classroom interaction at a

private elementary school in Malang? (2) How is the feedback given by

the English teacher in classroom interaction at a private elementary

school in Malang? Based on those research questions, this study aimed

to

Related to the function above, study of teacher talk here as

discoursal properties can become stimuli for the student to use the target

language. Discoursal properties means that teacher talk as conversational

instrument can be used to give a stimulus for students to use target

language. Problems arise because of lack understanding from the teacher

about teacher talk. The researcher may see that teacher talk in English

classrooms is regarded as one special variety of the English language,

especially in elementary school, so it has its own specific features which

other varieties do not share. Based on previous studies, the study about

feedback and initiation are always interesting to be discussed. Yanfen

and Yuqin (2010) stated that initiation and follow up are as the

interactiont needs to be known well.

When initiating an interaction, their study found invitation,

question and direction had used in some ways on preference between

teachers and students. Setiawati (2012) dicussed about constructive

teacher talk, revealing the suitable amount and the students’ perception

of teacher talk. She found that reducing teacher talk could make the class

more motivating, interesting and chalenging. Another was conducted by

Page 238: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

231

Fauziah (2009) who found the ways to overcome the problems by giving

simple question, giving easy talk, and approaching students.

Setiawati’s study (2012) found that constructive teacher talk

emerged by reducing teacher talk which could make the class more

motivating, interesting and challenging. The frequency of display and

referential question and also the ways of the teacher of giving feedback

were discussed as the result, the amount of teacher talk could create

different classroom condition. Moreover, in Yanfen and Yuqin (2010),

the result stated that teacher talk plays an important role in provoking

interaction in the class. Teacher should understand the efficient language

to make interactive activities. Here, positive comments and

encouragement to the students should be employed well.

Here, the researcher may choose some aspects to be studied in

the teacher talk in English classroom from elementary level. The context

of this study is related to the kind of initiation used, the functions and

strategy of effective feedback in English classroom interaction at a

private elementary school in Malang. In this way, the teacher must be

able to use communicative talk to the students in order to deliver the

subject well. The researcher will make detail about the description of

teacher talk used by English teacher in classroom interaction of private

elementary school in Malang, how the teacher used initiation and

feedback in the classroom interaction.

METHODOLOGY

This proposed study uses descriptive qualitative research design.

Reichadt and Cook (1979) in Chaudron (1988:16) stated that there are

the typical contrasting atribute between qualitative and quantitative

paradigm. They said that qualitative paradigm involves naturalistic,

uncontrolled, subjective, process-oriented observation, while

quantitative paradigm is obtrusive, controlled, objective, and product-

oriented. Based on that theory, this study employed qualitative paradigm

because the researcher studied about the teacher’s natural behaviour in

classroom interaction.

In this study, the researcher applied qualitative research design

by using classroom observation and analyze the result from the

observation to answer the research problem. In Savenye & Robinson

(2004:1046) stated that qualitative research methods typically include

Page 239: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

232

interviews and observations but may also include case studies, surveys,

and historical and document analyses.

The researcher focused on two features about teacher talk,

namely initiation and feedback. This study explored deeply about

initiation and feedback in elementary English classroom interaction. In

initiation, the researcher paid attention on how teacher informs, instructs

and asks question (referential and display) to the students. Regarding

the feedback dimension, the researcher took in this study how the

teacher deal with reformulation, elaboration, comment, repetition and

responsiveness.

The subject of this study was an English teacher who

implemented English talks as a media of communication to the students

in classroom interaction at a private elementary school in Malang. The

subject here was a female teacher, because the researcher wanted to get

equal background of gender as her. She has good basic in English from

the local university in Malang. She had been teaching English in

Elementary since 2008. She teaches fourth and fifith grade in this

school. Her competence in teaching English is very good, it can be

shown by her background of her study, the workshop about teaching she

had followed and applied in her teaching, and the responsibility in

holding the English school organization in this school.

In this research, the setting that used was an elementary school

from 4th grade students. The school is a Private Elementary School in

Malang which has Islamic based learning. This school has the way to

teach the students in interesting atmosphere and in every activities

between teacher and students in learning usually do in interesting way

based on the grade of the students. So the researcher wanted to know

more about the teacher talk used in English classroom interaction in the

4th grade, how the teacher gives initiation and gives the feedback to the

students because in state elementary school, the English started from the

fourth grade.

The data was taken from utterances in teaching and learning

activities done by the English teacher in 4th grade at a private

elementary school in Malang. The source of the data was taken from the

English teacher who teaches and communicate with the students. The

data involved the teacher's verbal behaviour that taken from the teacher

while delivering the material to the students. An audio recorder was used

by the researcher to record the teacher talk and then making the

Page 240: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

233

transcription of it to analyze the teacher’s utterances. The teacher’s

privacy and confidentiality is taken with special care into the researcher

account. All data collected is remain confidential and anonymous. Data

were collected by conducting three time observations. The first

observation was held on April 11th, the second was April 25th and the

last was on May 30th 2013. The English material is teached once a

week, every Thursday with the duration 60 minutes of 70 minutes

existed.

The observations were done to find what happens in the

classroom from the teacher-students interaction. In doing this, the

researcher records activities in the classroom and makes some field notes

without influencing teaching and learning process. The recording was

done to take verbal data from teacher communication with the students

and field notes were done to take non verbal data from the teacher. After

the verbal and non verbal data were taken from three time observations,

the researcher analyzed it to get the answer of two research questions.

Because of the same result from the first and second data, the researcher

decided not to transcribe and analyze the third data. Some document

such as teaching materials and lesson plans were also used to complete

the data.

Moreover, the researcher were using field notes that is needed to

analyze the data from the observation which cannot be recorded. The

other was audio recorder that was used to record teacher and students

interaction in the classroom. The researcher had taken three recorded

data that was taken from three different weeks. Besides, the lesson plan

also important to be used in analayzing the data based on the lesson

planned. The last is camera digital to capture the activities in the

classroom.

The instrument of this study is the researcher. The researcher as

instrument accentuates the distinctive function of the researcher’s

knowledge, perspective, and subjectivity in data acquisition (Barret,

2007:418). The data from observation recorded, transcribed and they

were analyzed. Transcription is a representational process. Green Et al.

(1997, p.173) in Davidson (2009:37) stated: what is represented in the

transcript (e.g., talk, time, nonverbal actions, speaker/hearer

relationships, physical orientation, multiple languages, translations);

who is representing whom, in what ways, for what purpose, and with

what outcome; and how analysis position themselves and their

participants in their representations of form, content, and action.

Page 241: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

234

The data was carried out through sorting out similar information,

categorizing the information and interpreting the data. And then the data

was interpreted to answer research question. According to Miles and

Huberman (1994:10) in data analysis there are three components such

as: data reduction, data display, and conclussion drawing and

verivication. In data reduction, the data was sorted out by selecting,

focusing, abstracting, and transforming the data that appear in

transcription and written up field notes or transcription (Miles and

Huberman, 1994:10). The researcher made some symbols as written

above to make the clear utterances within teacher and students and also

make the right classification related to teacher’s initiation and feedback.

FINDINGS AND DISCUSSION

The Teacher’s Initiation in the Classroom Interaction.

Initiation; Questioning; In terms of giving question, the teacher

often used display question and referential question. This study showed

that in questioning, the teacher was using very simple vocabulary and

easy to be comprehended by the students who always hear about some

simple vocabulary from the teacher. She also used translation in her

utterances.

The teacher tried to build good communication with the students,

it is indicated by saying “How are you today?”. The students responded

it well because the teacher uttered those kind of questioning almost in

every meeting. She delivered that initiation also to ask about the

homework she gave in the last meeting. She checked the homework to

the most naughty and hyperctive student but he is very fluent in English.

Here, the tacher also aksed for his reason why he did it in a paper. From

those utterances above, the researcher classified the referential questions

in this following table 1.

Table 1. Data Analysis (1) Referential Questions

Referential

Question

T: Ok. How are you today?

T: Rafli have you do your

homework?

T: Ok. Why in the paper?

Page 242: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

235

The other example of initiation in questioning is from the teacher

made referential question that was not answered, the word “really?” is

such referential question to make sure about the previous response of the

student. In the last initiation she asked her students by using short

utterances such as “oh...finish? Who is? Fadel” but here the students still

could comprehend well her utterances because these terms she uttered

often used in this classroom activity, besides her tones in that phrase was

easy to comprehend. From this following table classified about the

questions:

Table 2. Data Analysis (1) Referential Question

Referential

Question

T: Really?

T: Who still not submit the homewrok today?

T: Is there?

T: Anyone of you?

T: Alung, have you do?

T: Who is? Fadel?

The teacher asked students’ comprehension in “easy or difficult

to you?” and their response seemed unrellated with teacher’s initiation.

To correct students’ mistake in responding, the teacher used another

initiation in “lha kok gak nyambung sih mas?”. That was kind of

referential question to made correction. In this extract, teacher needed to

give ssome correction of students’ response because the students’ have

to know that they had made mistake in their response. The referential

questions from extract can be seen in this following classification table.

Table 3. Data analysis (1) Referential Question

Referential

Question

T: Easy or difficult to you?

T: No no no easy or difficult?

T: Lah kok gak nyambung sih

mas?

In this classroom interaction the teacher only delivered

referential question in the begining and the end of the study in the

classroom. This custom always appear in every teaching and learning

process in this classroom. This types of questions mostly same with the

second observations about referential questions. The teacher used it in

the begining of the teaching learning activity and she also usually used

Page 243: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

236

this type of question to know students’ comprehension. The point in this

type of question, the teacher could deliver well the message to the

students and she could get the information that she wanted to know

about her students to make good conducive classroom interaction.

Display Question

In this part of discussion take the dominant role in the classroom

interaction. Display question that is delivered to the students has fixed

answer that can be useful to measure students’ ability in attaining the

material given. From this question, it is known that the teacher had

delivered the material about that and she tried to remind the students

about material given. From the students’ response the teacher known

that they still remembered about the past lessons and she asked deeper

about its meaning and function.

When teacher asked about the meaning in “What is the maning

of ini? Which one?” she tried to elaborate students mind about the

material and in “ok, the meaning of this and these is? Apa?” she repeated

almost the same display question to make students more comprehend

about her explanations. In asking about the function, she asked “Ok guys

what is the function of this?” that sentence made the students paid

attention to what would the teacher explain about, and it made the

students focused on the explanation.

Table 4. (Data analysis 1) Display Question

Display

Question

T: Ok, do you still remember about this, these, that and

those?

T: What is the maning of ini? Which one?

T: Ok, the meaning of this and these is? Apa?

T: Ok guys what is the function of this?

T: Why we use this?

T: Why we use the to be is? Why? How about they?

From the findings shown that display question mostly took

dominant utterances. In the beginning of the teaching learning activity

the teacher reflected the past lesson while in the process of teaching and

learning, she uttered display question related to the lesson given. The

teacher moved from another topic from positive sentence of this, these,

that and those to the interogative sentences by using display question

both in Indonesia and English, but she prefered to make utterances in

Page 244: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

237

Indonesia rather than in English because just like to this utterance “how

if we change this sentence, this sentence into question?”. The other

initiation in form of display question always used many examples from

things in the classroom like the utterance “This is a table” and “Is this a

table?”. The classification data was in the following table:

Table 5. (Data analysis 1) Display Question

Display

question

T: Sekarang bagaimana kalau kita rubah...how if we

change this sentence into question? Caranya bagaimana?

T: Bagaimana caranya?

T: To be nya dari “this is a table” itu mana? To be nya itu

mana? To be nya yang mana?

T: So we change into the question seperti ini: Is this a

table? Artinya apa? Apakah ini sebuah meja? Is this a

table?

T: Bagaimana?

T: Are these tables?

Discussion

Teacher’s initiation in the Classroom Interaction.

Based on data displayed and data analyzed above, the usage of

initiation in classroom interaction in this classroom consisted of the three

parts of initiation such as: Questioning, instructing and informing.

Chaudron (1988:126) stated that In questioning, the teacher’s question

constitute a primary means of engaging learners’ attention, promoting

verbal responses and evaluating learners’ progress. In questioning the

teacher used both referential and display question. This readiness could

make good classroom interaction, because as stated by Alwright

(1984:156) in Ellis’ book (2008:775) that everything happened in the

classroom was through the process of live person to person interaction.

Here, the teacher made her students ready in learning their lesson and

made the situations very comfortable.

While delivering the initiation in instruction, the teacher initiated

the students in form of prohibition, command and direction. Most of the

teacher’s utterances in the classroom interaction were in form of

command. While prohibition and direction delivered infrequently,

whereas in Sinclair and Brazil (1982:75) stated that in directives there is

an action specified and the approriate response devided into two, they

are acknowledgement and activity. Yanfen and Yuqin (2010:80) as

Page 245: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

238

written in the second chapter stated that instruction in form of directing

is an authoritative direction that have to be obeyed. Authoritative is a

part of third type in adult control, the outcome of high warmth and high

control. That type of adult control was stated by Engleheart (2009) as the

discussion in chapter two.

Teacher’s Feedback in the Classroom Interaction.

The researcher described the feedback given in this classroom

interaction in forms of feedback function and the effective strategy in

delivering the feedbacks. These terms stated in Cullen’s explanation

(2002) about F-move in his research. The researcher also explained

about the usage of discoursal function which rarely used in teacher’s

utterances. According to Cullen (2002), discoursal feedback was such

kind of giving attention to the whole class of individual response,

teacher tried to retell individual response to the whole class with another

acceptable utterance.

The other discussion about feedback analysis, the researcher

found that effective strategy of delivering feedback in this classroom

seemed quite dominated only by repetition. In Cullen (2002) this is

repetitive feedback of students contributions, sometimes derogatorily

described as echoing. It used in a number of ways in the teacher’s

utterances of this classroom. Comments used rarely in teacher’s

utterances. These comments can be seen on extract 4.24 as the reflection

of surprise. The other comment could be seen in the classification of the

data displayed.

The most rarely strategy used in the feedback was reformulation.

This form very seldom seen in the three data of observation. It caused by

the teacher who always used literal language in delivering her material.

She used some simple utterances in her talk in order to get easy

understanding in students’ perception. Reformulation from Edward and

Mercer (1987) in Cullen (2002:124-125) explained that it is the

teacher’s way to repair students’ contribution. In this classroom

interaction, the teacher very rare to reformulate students’ contribution.

After formulating the findings and discussions, the researcher

could take the last finding that in general the discoursal function and

reformulation feedback only could be seen slightly in the teacher’s

utterances. This happened because the teacher always used clear literal

Page 246: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

239

utterances to respond students’ contribution, so she did not need to make

any other explanation to be explained to the students.

CONCLUSION AND SUGGESTION

For the conclussion it can be found that the initiation used by the

teacher varried based on her utterances such as in terms of questioning,

instructing and informing. In the questioning, teacher used few of

referential questions, only in the begining of the teaching learning

activity and she often used display question. In giving feedback, teacher

mostly used evaluatif function and less discoursal feedback function.

From the data analyzed can be shown that teacher gave more attention to

give evaluation to the students rather than give them some discoursal

patterns to the students. Whereas about the strategy in delivering

feedback, she gave the feedback well with full stressed utterances used

in repetition to distinct the students’ response. The repetition here

sometime consist of corrective utterances which made students’

understand their fault in responding. While in comment and elaboration,

the teacher used praise and clarification which could be the support of

the students to compete with their friends in the classroom. In this

classroom interaction, teacher still took dominant role in classroom

interaction and students only responded her initiation and feedback in

short response.

Suggestions

The researcher suggests that teacher took dominant role in the

classroom interaction will make classroom are not effective and make

the students very depend on the teacher’s answer. The usage of

discoursal function and also the reformulation strategy need to be

increase to make students exploration of the teacher’s feedback become

eagerly to be known. The researcher also suggested to the readers to

explore more information about the IRF exchange in the classroom in

order to know more about the effective features especially in identifying

responsiveness, because by knowing this feature, the teacher could be

better in teaching. As the teacher, if we have greater understanding about

this IRF exchange, we will have ability to train and develop ourself in

teaching our students in the classroom. The other suggestion is for

further researcher who could develop this study deeply. Especially about

the feedback in the classroom interaction of higher level of education.

Page 247: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

(BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 12, Oktober 2016)

240

REFERENCES

Barret, J. R. The Researcher as Instrument: Learning to Conduct

Qualitative Research Through Analyzing and Interpreting a

Choral Rehearsal. Music Education Research Vol. 9, No. 3,

November 2007, pp. 417_433. Routledge.

Bearne, E., H. Donbey, and T. Grainger. 2003. Classroom Interaction in

Literacy. Open University Press. New York.

Bogdan, R. C. and S. K. Biklen. 1992. Qualitative research for

education: An introduction to theory and methods 2nd

Edition. Boston, MA: Allyn and Bacon.

Chaudron, C. 1988. Second Language Classroom: Research on

Teaching and Learning. Cambridge: Cambridge University

Press. New York.

Cullen, R. 1998. Teacher Talk and the Classroom Context. ELT Journal

Volume 52/3 July. Oxford University Press. Oxford.

Eccles, J. S. 1999. The Development of Children Ages 6 to 14. The

Future of Children: When School is Out, Vol.9 No.2.

Michigan University.

Edwards, N. and N. Mercer. 1987. Common Knowledge: the

development of understanding in the classroom. London:

Methuen.

Ellis, R. 2008. The Study of Second Language Acquisition. 2nd Edition.

Oxford University. New York.

Ellis, R. 1985. Understanding Second Language Acquisition. Shanghai:

Shanghai

Foreign Language Education Press.

Englehart, J. M. 2009. International Handbook of Research on Teacher

and Teaching: Teacher – Student interaction. Springer. New

York.

Page 248: Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan Wakil Ketua Penyunting

Persyaratan Pemuatan Naskah Untuk

1. Naskah belum pernah diterbitkan dalam media cetak lain, diketik spasi dua pada kertas A4, panjang 10-20 halaman, dan diserahkan paling lambat 1 bulan sebelum tanggal penerbitan dalam bentuk ketikan pada MS Word dan print-outnya.

2. Artikel ditulis dalam Bahasa lndonesia/lnggris, dilengkapi Abstrak (50-70 kata). 3. Artikel (hasil penelitian) memuat:

Judul Nama Penulis Identitas Penulis (jabatan), Alamat email, dan Nomor HP/WA Abstrak dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris Kata-kata kunci Pendahuluan(memuat latar belakang masalah dan sedikit tinjauan pustaka, dan masalah/tujuan penelitian). Metode Hasil Pembahasan Kesimpulan dan Saran Daftar Pustaka (berisi pustaka yang dirujuk dalam uraian saja).

4. Artikel (kajian teoretik, setara hasil penelitian) memuat Judul Nama Penulis Identitas Penulis/Alamat email / Nomor HP Abstrak dalam Bahasa lndonesia dan Bahasa lnggris Kata-kata kunci Pendahuluan Subjudul Subjudul sesuai kebutuhan Subjudul Penutup (Kesimpulan dan Saran) DaftarPustaka(berisi pustaka yang dirujuk dalam uraian saja).

5. Daftar Pustaka disajikan mengikuti tata cara seperti contoh berikut, disusun secara alfabetis dan kronologis: Gagne, ILM., 1974. Essential of Learning and Instruction. New York: Halt Rinehart and

Winston. Popkewitz, T.S., 1994. Profesionalization in teaching and teacher education: some

notes on its history, ideology, and potentia?. Journalof Teaching and Teacher Education, 10 (10): 1-14.

6. Sebagai prasyarat bagi pemrosesan artikel, para penyumbang artikel wajib menjadi pelanggan, minimal selama satu tahun.