Upload
adriel-jezreel-pokatong
View
4
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
BP
Citation preview
Kelelahan Tubuh karena Mekanisme Kerja Otot
Adriel Jezreel Pokatong/102013381
Mahasiswa Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta, Indonesia
Alamat email: [email protected]
Pendahuluan
Otot sering dikenal juga sebagai “daging” tubuh yang beratnya dapat mencapai 50% dari berat tubuh. Otot ada tiga jenis yaitu: otot polos, otot jantung, dan otot rangka atau otot lurik. Dari ketiga otot tersebut, otot yang memiliki andil besar dalam pergerakan tubuh manusia adalah otot rangka. Gerakan-gerakan yang dilakukan oleh tubuh, mulai dari gerak yang sederhana hingga gerakan yang kompleks, dilakukan oleh otot rangka. Otot rangka yang bekerja secara sadar (dipengaruhi saraf) akan melakukan mekanisme gerak otot yaitu kontrasi dan relaksasi. Untuk melakukan gerak otot dibutuhkan energi yang akan didapat dari proses metabolosme otot dengan melibatkan glukosa.
Namun perlu selalu diingat bahwa otot rangka sangat mudah lelah. Kelelahan otot tersbeut dapat terjadi dikarena penumpukan asam laktat akibat kurangnya pasokan oksigen untuk melakukan glikolisis. Banyak orang yang ketika melakukan pekerjaan yang terlalu berat atau kegiatan yang terus menerus, tubuhnya menjadi lelah, lemas, dan pegal.
Pembahasan
Sistem Muskular (Otot)
Sistem muskular (otot) terdiri dari sejumlah besar otot yang bertanggung jawab atas gerakan tubuh.1 Otot sering dikenal sebagai “daging” tubuh dan tersusun dari banyak dinding organ berongga dan pembuluh-pembuluh tubuh. Jaringan otot yang mencapai 40% sampai 50% berat tubuh, pada umumnya tersusun dari sel-sel kontaktil yang disebut dengan serabut otot. Nantinya, melalui kontraksi, sel-sel otot akan menghasilkan pergerakan dan melakukan pekerjaan.2
Secara umum, otot memiliki beberapa karakteristik, diantaranya: serabut mengandung banyak miofibril yang tersusun dari miofilamen-miofilamen kontraktil, nukleus sel-sel otot terbentuk dengan baik, sitoplasmanya disebut sarkoplasma, membran selnya disebut sarkolema, retikulum endoplasma halus disebut retikulm sarkoplasma, dan serabut otot dapat membesar.2
Fungsi Sistem Muskular2
Terdapat tiga fungsi utama dari otot, yaitu: pergerakan, penopang tubuh, dan produksi panas. Otot mengahasilkan gerakan pada tulang tempat otot tersebut melekat, selain itu otot juga menopang rangka dan dapat mempertahankan tubuh saat berada dalam posisi duduk maupun berdiri. Kontraksi otot secara metabolis akan menghasilkan panas yang dapat mempertahankan suhu normal tubuh.
Ciri-Ciri Otot
Otot merupakan alat gerak aktif karena kemampuannya berkontraksi. Otot akan memendek jika sedang berkontraksi dan memanjang jika berelaksasi. Kotraksi otot dapat terjadi apabila otot sedang melakukan kegiatan, sedangkan relaksasi otot terjadi jika otot sedang beristirahat. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa otot memiliki 4 ciri, yaitu: kontraktilitas, eksitabilitas, ekstensibilitas, dan elastisitas.
Kontraktilitas adalah saat dimana serabut otot berkontaksi dan menegang, dalam kasus ini dapat melibatkan pemendekan otot atau juga tidak. Pemendekan yang dihasilkan akan sangat terbatas karena kontraksi pada setiap diameter sel berbentuk kubus atau bulat. Pada eksitabilitas, serabut otot akan merespon dengan kuat jika distimulasi oleh impuls saraf. Ekstensibilitas, serabut otot memiliki kemampuan untuk meregang melebih panjang otot saat relaks. Sementara, elastisitas, serabut otot dapat kembali ke ukurannya semula setelah berkontraksi atau meregang.2
Jenis-Jenis Otot
Berdasarkan struktur dan fungsinya, otot diklasifikasikan atau digolongkan ke dalam tiga golongan, yaitu: otot polos, otot rangka, dan otot jantung.2 Proses dasar kontraksi pada ketiga jenis otot tersebut serupa, namun terdapat perbedaan yang penting, perbedaan-perbedaan tersebut akan dibahas di bawah ini.
Otot Polos
Otot polos adalah otot yang tidak berlurik dan kerjanya involunter (tak sadar). Jenis otot ini dapat ditemukan pada dinding organ berongga seperti kandung kemih dan uterus, serta pada dinding tuba, seperti pada sistem respiratorik, pencernaan, reproduksi, urinarius, dan sistem sirkulasi dasar.2
Otot polos memiliki ciri-ciri: serabut ototnya berbentuk spindel dengan panjang yang bervariasi, satu sel otot polos mengandung satu nukleus yang terletak di tengah (sentral), bekerja secara tidak sadar, kontraksinya kuat dan lamban, serta tidak mudah lelah.2 Jenis otot ini dapat berkontraksi tanpa adanya rangsangan saraf (meskipun didberapa tempat di bawah pengendalian saraf otonimik / tak sadar).3 Secara fisiologi, otot polos sangat berbeda dengan otot rangka. Kontraksinya lambat namun tahan lama, otot polos juga dapat memendek sampai seperempat panjangya dan dapat membangkitkan kekuatan.4
Gambar 1. Gambaran Mikroskopik Dari Otot Polos3
Otot Jantung
Seperti namanya, otot jantung hanya ditemukan pada jantung. Otot ini bergaris atau memiliki lurik seperti pada otot lurik. Perbedaanya adalah bahwa serabutnya bercabang dan saling bersambung satu sama lain. Otot jantung memiliki kemmapuan khusus untuk mengadakan kontraksi otmatis dan ritmis tanpa tergantung pada ada atau tidaknya rangsangan saraf.3 Ciri lain dari otot jantung adalah nukleusnya yang terletak di tengah dan panjangnya yang berkisar antara 85 mikron sampai 10 mikon dan diameternya sekitar 15 mikron, serta bekerja secara tak sadar.2
Gambar 2. Gambaran Mikroskopik Dari Otot Jantung3
Otot Lurik / Otot Rangka
Otot lurik atau otot rangka merupakan otot volunter (bekerja secara sadar). Otot rangka melekat pada rangka tubuh dan bertanggung jawab untuk pergerakan. Satu serabut panjangnya berkisar antara 10mm sampai 40mm. Jumlah nukleus banyak dan dapat ditemukan di bawah sarkolema pada bagian perifer sel (bagian tepi sel). Kontraksi otot rangka lebih cepat dan kuat namun mudah lelah.2
Lurik yang terdapat pada otot rangka disebabkan oleh struktur protein yang membentuk otot. Protein ini disebut aktin dan miosin. Nantinya, apabila otot berkontraksi, gambaran lurik akan menyempit dan ini diperkirakan karena gerakan relatif satu protein terhadap protein yang lainnya (teori pergeseran filamen – sliding filamen).1
Otot lurik dikendalikan oleh otak yang sangat cepat reaksinya terhadap berbagai jenis rangsangan seperti dingin, panas, angin, arus listrik, dll. Tiap otot mempunyai dua atau lebih tendon yang melekat di tuang. Tendon yang elekat di tulang yang tidak bergerak disebut tendon origo, sementara tendon yang melekat di tuang yang akan digerakan disebut tendon insertio.5
Gambar 3. Gambaran Mikroskopik Dari Otot Rangka3
Otot-Otot Ekstremitas Bawah
Saat melakukan kegiatan berjalan, otot-otot yang bekerja adalah otot-otot yang berada di daerah ekstremitas bawah. Otot-otot yang ada di tubuh bagian bawah antara lain: quadriceps, hamstring, gastrocnemius, tibialis anterior, soleus, dll. Secara khusus, kegiatan berjalan lebih banyak disokong oleh otot gastrocnemius dan otot soleus.6
Gambar 4. Otot-Otot Ekstremitas Bawah7
Mekanisme Kerja Otot
Otot rangka melakukan kerja otot yaitu kontraksi dan relaksasi. Akibat dari aktivitas kontraksi dan relaksasi ini, akan timbul pergerakan pada rangka tubuh. Otot tidak pernah bekerja sendiri, walaupun hanya untuk melakukan gerak paling sederhana. Misalnya saja saat mengambil pensil, memerlukan gerakan jari dan ibu jari, pergelangan tangan, siku, bahu dan mungkin juga batang tubuh ketika membungkuk ke depan. Setiap otot harus berkontraksi dan setiap otot antagonis harus rileks untuk menghasilkan gerakan yang halus. Kerja harmonis otot-otot disebut koordinasi otot. 1
Tentu saja, kerja otot tidak lepas dari peran saraf. Otot dipersarafi oleh 2 serat saraf pendek yaitu saraf sensorik dan saraf motorik. Saraf sensorik yang membawa impuls dari otot menuju ke saraf pusat, sementara saraf motoik membawa impuls ke serat otot dari saraf pusat untuk memicu kontraksi otot. Korpus sel dari sel-sel saraf motorik terdapat dalam komu anterior substansia grisea dalam medula spinalis.8
Kontraksi Otot1
Kontraksi otot dapat terjadi akibat impuls saraf. Impuls saraf yang sifatnya elektrik, dihantar ke sel-sel otot secara kimiawi oleh sambungan otot-saraf. Impuls swampai ke sambungan otot-saraf yang mengandung gelembung-gelembung kecil asetikolin yang kemudian akan dilepaskan ke dalam ruang antara saraf dan otot (celah sinaps). Ketika asetikolin yang dilepaskan menempel pada sel otot, ia akan menyebabkan terjadinya depolarisasi dan aktivitas listrik akan menyebar ke seluruh sel otot.
Gambar 5. Proses Kontraksi Otot1
Proses ini kemudiaan diikuti dengan pelepasan ion Ca2+ (kalsium) yang berada diantara sel otot. Ion kalsium akan masuk ke dalam otot dan kemudian mengangkut troponin dantropomiosin ke aktin, sehingga posisi aktin berubah. Impuls listrik yang menyebar akan merangsang kegiatan protein aktin dan miosin hingga keduanya akan bertempelan membentuk aktomiosin. Aktin dan miosin yang saling bertemu akan menyebabkan otot memendek dan terjadilah peristiwa kontraksi. Kejadian ini akan menyebabkan pergeseran filamen (sliding filamen) yang berujung pada peristiwa kontraksi.
Gambar 6. Teori Pergeseran Filamen1
Relaksasi Otot 9
Apabila berlangsung normal, kontraksi otot akan selalu diikuti dengan relaksasi, yaitu proses pemulihan sel otot ke keadaan istirahat. Relaksasi otot akan segera terjadi apabila pemberian rangsangan atau penjalaran impuls ke sel otot dihentikan. Mekanisme relaksasi pada sel otot mirip dengan proses repolariasi pada sel saraf.
Secara sederhana, peristiwa relaksasi otot akan terjadi apabila ATP pada kepala miosin telah habis sehingga miosin tidak lagi dapat berikatan dengan aktin. Relaksasi otot diawali dengan pengaktifan pompa kalsium yang akan membuat jumlah kalsium turun karena ion kalsium kembali ke dalam plasma. Dengan kembalinya ion kalsium, maka ia tidak lagi berikatan dengan troponin dan tropomiosin. Hal ini menyebabkan aktin dan miosin kembali berpisah, otot kembali memanjang, terjadilah relaksasi.
Metabolisme Kerja Otot
Kontraksi otot sangat bergantung pada produksi ATP dari salah satu dari tiga sumber, yaitu: kretinin fosfat yang disimpan di otot, fosforilasi oksidatif bahan makanan yang disimpan di atau ke otot, dan glikolisis aerob maupun anaerob.10 Saat kerja yang dilakukan otot tidak terlalu berat, serabut otot dapat memenuhi energinya dengan proses aerob (dengan oksigen). Akan tetapi,
apabila kerja yang dilakukan terlalu berat sehingga pasokan oksigen tidak mencukupi, maka energi akan didapat melalui proses anerob (tanpa oksigen).
Proses aerob dialami saat otot sedang berelaksasi. Pada proses ini, karbohidrat akan dipecah menjadi gula sederhana yang disebut glukosa. Glukosa yang tidak diperlukan oleh tubuh akan dikonversi menjadi glikogen dan disimpan di hati serta otot. Selama oksidasi, glikogen akan menjadi karbondioksida dan air, serta terbentuk 36 adenosin trifosfat (ATP). Nantinya, apabila otot hendak melakukan kontraksi, ATP akan diubah menjadi adenosin difosfat (ADP). Hasil sampingan dari proses ini adalah asam laktat.1
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, apabila kerja otot terlalu keras, akan menyebabkan pasokan oksigen berkurang sehingga penghasilan energi harus melewati proses anaerob (tanpa oksigen). Pada proses ini, selain ATP yang dihasilkan 18X lebih sedikit (2ATP), proses anaerob menghasilkan lebih banyak asam laktat. Karena oksigen tidak mencukupi, asam laktat akan menumpuk dan berdifusi ke dalam cairan darah.1
Keberadaan asam laktat di dalam cairan darah akan merangsang pusat pernapasan sehingga frekuensi dan kedalaman napas meningkat. Hal ini akan terus berlangsung, sampai jumlah oksigen cukup untuk memungkinkan sel otot dan hati mengoksidasi asam laktat dengan sempurna dengan mengubahnya menjadi glikogen. Oksigen ekstra yang dibutuhkan untuk membuang tumpukan asam laktat disebut oxygen debt.1
Kelelahan Otot
Kelelahan otot dapat diakibatkan oleh beberapa faktor, diantaranya: waktu istirahat otot yang kurang, kontraksi yang terus-menerus; meningkat; atau berlangsung dalam waktu lama, asam laktat yang meningkat, sumber energi berkurang, dan kerja enzim yang berkurang.
Apabila waktu istirahat otot terlalu sedikit padahal kerja otot (kontrasi) berlangsung dalam waktu yang cukup lama, maka otot dapat kehabisan energi (ATP). Otot tidak memiliki waktu yang cukup untuk memproduksi ATP yang baru, jika terus berlangsung hal demikian, maka produksi ATP akan dialihkan dengan cara anaerob. Produksi dengan cara anaerob akan membuat penimbunan asam laktat semakin banyak. Asam laktat yang merupakan hasil sampingan peristiwa dari pemecahan glikogen dapat menyebabkan “pegal linu” dalam otot ataupun dapat menyebabkan “kecapaian” otot. Kecapaian atau kelelahan otot biasanya ditandai dengan tubuh yang menjadi lemas dan juga lelah.
Asam laktat dapat diubah lagi menjadi glukosa dengan bantuan enzim-enzim yang ada di hati. Akan tetapi hanya sekitar 70% asam laktat yang dapat diubah kembali menjadi glukosa oleh enzim-enzim dalam hati. Cara lain untuk mengurangi penimbunan asam laktat adalah dengan menambah pasokan oksigen ke dalam darah. Kebutuhan oksigen yang tinggi akan mengakibatkan seseorang bernapas dengan terengah-engah.
Kesimpulan
Berdasarkan materi diatas, keluhan lemas, lelah, dan pegal pada anak tersebut, dikarenakan terjadinya kelelahan otot. Kelelahan otot yang dialami oleh anak ini dikarenakan jumlah asam laktat yang meningkat. Peningkatan asam laktat dapat terjadi karena anak tersebut tidak memberikan waktu istirahat yang cukup pada otot (terutama otot-otot pada tubuh bagian bawah), padahal hampir setiap waktu otot-otot tersebut berkontraksi atau melakukan kerja.
Kerja yang terlalu berat pada otot, membuat otot tidak lagi mampu mencukupi kebutuhan ATPnya dengan cara aerob. Maka untuk menghasilkan ATP, otot akan melakukannya dengan jalan anaerob yang justru memberikan lebih banyak hasil sampingan asam laktat, yang kemudian menjadi penyebab kelelahan otot.
Daftar Pustaka
1. Watson R. Anatomi dan fisiologi untuk perawat. Ed 10. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2002.
2. Sloane E. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2004.
3. Pearce EC. Anatomi dan fisiologi untuk paramedis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama; 2005.h.15-7.
4. Bloom, Fawcett. Buku ajar histologi. Ed 12. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2002.h.236-7.
5. Handoko P. Pengobatan Alternatif. Jakarta: PT Elex Media Komputindo; 2008.h.118.
6. Pangkalan Ide. Seri diet korektif: diet atkins. Jakarta: PT Elex Media Komputindo; 2007.h.201.
7. Putz R, Pabst R. Atlas anatomi manusia: sobotta (jilid 2). Ed 22. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006.h.308-9.
8. Cambrigde Communication Limited. Anatomi fisiologi: sistem lokomotor dan penginderaan. Ed 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2002.h.13.
9. Isnaeni W. Fisiologi hewan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius; 2010.h.104-5.
10. Cowin JE. Buku saku patofisiologi. Ed 3 (rev). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009.h.320-1.