Upload
birman
View
214
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
chgchgchg
Citation preview
LAPORAN KEGIATAN MAGANG
BADAN PENYELENGGARA JAMINAN KESEHATAN
(BPJS)
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Mengikuti Program Pendidikan Klinik
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Disusun Oleh:
Dimas Bangkit Nurillahi 08711019
Ike Tresnawati 09711345
Amelia Rozianty 07711012
M. Syafiq Riski 09711034
KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
PUSKESMAS GEMOLONG SRAGEN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2014
LATAR BELAKANG
Kemiskinan adalah suatu hambatan yang terbesar untuk sebuah negara
berkembang. Tingkat kemiskinan juga menjadi penyebab masyarakat miskin tidak
memiliki kemampuan dalam memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan yang masih
tergolong mahal. Kesehatan merupakan hak setiap manusia dan semua warga negara
berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang sesuai termasuk warga miskin. Dalam
hal ini, pemerintah yang harus bertanggung jawab untuk memberikan kehidupan
khususnya dalam pelayanan kesehatan terhadap masyarakat miskin.
Usaha tersebut sesungguhnya telah dirintis oleh pemerintah dengan
diselenggarakannya berbagai bentuk jaminan sosial di bidang kesehatan. Namun,
skema-skema yang telah ada tersebut masih terbagi-bagi sehingga biaya kesehatan
dan mutu pelayanan menjadi sulit terkendali.
Untuk mengatasi hal tersebut, pada tahun 2004 dikeluarkan Undang – Undang
No. 40 mengenai Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). UU tersebut
mengamanatkan bahwa jaminan sosial diwajibkan bagi seluruh penduduk termasuk
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Oleh karena itu, Undang – Undang No. 24 Tahun
2011 menetapkan Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), sehingga
terbentuklah BPJS yang berlaku mulai 1 Januari 2014 yang menjanjikan kesejahteraan
kesehatan bagi masyarakat Indonesia. BPJS merupakan lembaga baru yang dibentuk
untuk menyelenggarakan program jaminan sosial di Indonesia yang bersifat nirlaba
berdasarkan Undang – undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN).
PERMASALAHAN
Berdasarkan uraian dari latar belakang timbul sebuah pertanyaan, apakah
penerapan BPJS Kesehatan kepada masyarakat telah menyeluruh? Bagaimana
tanggapan masyarakat mengenai adanya BPJS Kesehatan? Dari hasil wawancara kami
dengan beberapa peserta, rata-rata mereka memiliki keluhan yang serupa. Diantaranya
adalah perbedaan perlakuan antara pasien ‘umum’ dan pasien ‘BPJS’. Setiap kali
berobat ke RS pasien selalu ditanya akan menggunakan jaminan apa. Apakah bayar
sendiri (umum) ataukah memakai BPJS. Salah seorang pasien bercerita, ketika ia
mengatakan jaminannya adalah dengan BPJS, maka ia akan ditunjukkan ke loket yang
berbeda. Baik untuk mendaftar, membayar, bahkan mengambil obat di apotek pun
dibedakan antara yang ‘umum’ dengan ‘BPJS’. Kemudian proses untuk mengurus
penggunaan BPJS pun terkesan ‘ribet’ dan lama, berbeda dengan pasien ‘umum’. Di
samping itu juga, ternyata pada saat pelaksanaannya menurut beberapa peserta, tidak
semua obat ditanggung oleh BPJS. Ada yang memang ‘gratis’, ada yang ternyata
harus membeli sendiri. Fenomena semacam ini menunjukkan bahwa ternyata
pengetahuan masyarakat terhadap BPJS masih sangat minim. Sebagai contoh lain,
banyak warga pemegang Jamkesmas dan Jamkesda yang berobat langsung ke RSUD
tanpa membawa rujukan dari Puskesmas. Padahal, seharusnya sebelum berobat ke
RSUD, pasien harus meminta rujukan terlebih dahulu ke Puskesmas setempat.
Ternyata dengan diterapkannya BPJS Kesehatan, tidak semua penyakit harus
ditangani oleh RSUD. Penyakit yang bisa ditangani oleh layanan kesehatan primer
seharusnya tidak perlu dirujuk ke layanan kesehatan tingkat lanjut. Adapun yang
mengira BPJS itu hanya ditujukan untuk warga miskin. Padahal BPJS itu untuk
seluruh warga Indonesia. Warga yang sudah memiliki asuransi swasta pun ternyata
wajib menjadi peserta BPJS, bahkan orang asing yang menetap di Indonesia lebih dari
6 bulan wajib memiliki kartu BPJS. Pemilik kartu Askes dari kalangan PNS dan
Jamsostek dari kalangan swasta, otomatis menjadi anggota BPJS. Begitu juga dengan
pemilik kartu Jamkesmas yang merupakan program kesehatan gratis untuk orang
miskin, otomatis menjadi anggota BPJS. Tetapi bagaimana dengan masyarakat yang
tidak tergabung dalam Askes ataupun Jamkesmas yang notabene adalah kaum kelas
menengah. Beberapa kali pernah mendengar pertanyaan apakah kalangan menengah
bisa diikutsertakan dalam program BPJS. Bila diperhatikan dengan lebih seksama
memang belum jelas betul apakah BPJS juga telah membidik masyarakat kalangan
menengah, padahal kalangan masyarakat ini mempunyai kesadaran yang cukup tinggi
akan kesehatan. Untuk mengoptimalkan pelayanan kepada masyarakat khususnya
kalangan menengah tersebut, pihak BPJS harus melakukan upaya yang terarah dan
berkelanjutan. Upaya-upaya yang dapat dilakukan tersebut antara lain harus terus
berusaha untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam berasuransi agar
kehidupan mereka bisa lebih terjamin. Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat
dalam berasuransi, maka BPJS bisa berkompetisi secara sehat dengan perusahaan
asuransi swasta untuk memperbanyak klien. Dengan banyaknya klien BPJS
Kesehatan, maka kehidupan seluruh masyarakat dalam bidang kesehatan akan
terjamin. Berbagai kontroversi dan keluhan-keluhan yang ada merupakan suatu
bentuk perbedaan pemahaman mengenai asuransi sosial ini yang sebenarnya
diakibatkan oleh karena kurangnya sosialisasi dari pihak terkait sehingga program
tersebut kurang dipahami.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Kurangnya sosialisasi dan perubahan struktur di dalam Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, menjadi penyebab munculnya permasalahan
pelaksanaan saat di lapangan. BPJS Kesehatan sudah dimulai sejak 1 Januari 2014,
namun banyak masyarakat yang belum tahu mengenai teknis mendapatkan pelayanan
yang sesuai. Pemerintah sebagai tatanan makro penyelenggara BPJS Kesehatan
sebenarnya telah siap menjalankan, hanya saja ada beberapa aspek seperti proses
sosialisasi yang masih harus diperhatikan lagi. Kurangnya sosialisasi tersebut
menyebabkan informasi yang beredar mengenai prosedur pendaftaran dan
pemanfaatan BPJS Kesehatan simpang siur dan membingungkan. Akibatnya tidak
jarang staf RS yang mendapat komplain, dituduh mempersulit bahkan dituding
mencari keuntungan.
Saran
Kurangnya sosialisasi menjadi salah satu penghambat dalam pelaksanaan
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Komitmen antara manajemen dan penyedia
kesehatan dengan masyarakat harus sama. Untuk itu diperlukan sosialisasi yang
mendalam dan berkelanjutan sehingga tidak ada perbedaan komitmen lagi. Sasaran
sosialisasi adalah diantaranya manajemen rumah sakit, penyedia layanan kesehatan,
dan tentunya masyarakat. Dalam sosialisasi, khusunya kepada masyarakat, harus
dijelaskan kembali bagaimana mekanisme JKN, termasuk system pembayaran,
pelayanan, dan kepesertaan. Sosialisasi ini juga termasuk meyakinkan kembali
fasilitas pelayanan kesehatan bahwa pelaksanaan JKN tidak merugikan.
CATATAN HARIAN KEGIATAN MAGANG DI KANTOR BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL (BPJS)
KOTA YOGYAKARTA
Hari/Tanggal : Kamis, 4 Desember 2014
Pukul
08.00 : Datang ke Kantor Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial
08.30-09.00 : Pembukaan dan perkenalan dengan Bapak Agung, perwakilan
Direktur BPJS Kota Yogyakarta, dilanjutkan pembagian lokasi RS
untuk magang.
10.00 : Datang ke RSUD Sleman.
10.00-14.00 : Melakukan observasi dan tanya jawab kepada pegawai BPJS
Kesehatan setempat mengenai BPJS Kesehatan, wawancara peserta
BPJS kesehatan.
Hari/Tanggal : Jumat, 5 Desember 2014
Pukul
08.00 : Datang ke Kantor Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial
08.30-09.00 : Pembukaan dengan Bapak Agung, perwakilan Direktur BPJS Kota
Yogyakarta.
09.00-12.00 : Penjelasan dan tanya jawab mengenai sistem BPJS, alur pelayanan,
sistem kapita, klaim biaya, COB (Coassisten of Beneficience),
keuangan, dan gambaran perjalanan BPJS Yogyakarta saat ini oleh
beberapa staf BPJS
12.00-13.00 : Ishoma
13.00-17.00 : Lanjutan materi BPJS dan penjelasan tentang sistem informasi BPJS.