Upload
lia-mbag-lia
View
212
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
siip
Citation preview
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
Batu saluran kemih (BSK) merupakan penyakit yang sering di Indonesia.
BSK adalah terbentuknya batu yang disebabkan oleh pengendapan substansi yang
terdapat dalam air kemih yang jumlahnya berlebihan atau karena faktor lain yang
mempengaruhi daya larut substansi. BSK dapat menyebabkan gejala nyeri,
perdarahan, penyumbatan aliran kemih atau infeksi. Batu ini bisa terbentuk di
dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandung kemih (batu kandung
kemih). Proses pembentukan batu ini disebut urolitiasis, dan dapat terbentuk pada
ginjal (nefrolithiasis), ureter (ureterolithiasis), vesica urinaria (vesicolithiasis), dan
uretra (urethrolithiasis). Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang
mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor itu
adalah faktor intrinsik yaitu keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor
ekstrinsik yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan di sekitarnya.
Hidronefrosis adalah dilatasi piala dan perifer ginjal pada satu atau kedua
ginjal akibat adanya obstruksi pada aliran normal urin menyebabkan urin mengalir
balik sehingga tekanan di ginjal meningkat. BSK pada ginjal (nefrolithiasis)
merupakan faktor pencetus awal terjadinya hidronefrosis. Dimana nefrolithiasis
dapat menimbulkan obstruksi aliran kemih proksimal terhadap kandung kemih
yang dapat mengakibatkan penimbunan cairan bertekanan dalam pelviks ginjal
dan ureter sehingga mengakibatkan absorbsi hebat pada parenkim ginjal. BSK
dapat menyerang penduduk di seluruh dunia dan tidak terkecuali penduduk di
Indonesia. Di Indonesia penyakit batu saluran kemih masih menempati porsi
terbesar dari jumlah pasien di klinik urologi. Berdasarkan data dalam negeri yang
pernah dipublikasi, didapatkan peningkatan jumlah penderita nefrolithiasis yang
mendapat tindakan di RSUPN-Cipto Mangunkusumo dari tahun ke tahun, mulai
182 pasien pada tahun 1997 menjadi 847 pasien pada tahun 2002. Peningkatan ini
sebagian besar disebabkan mulai tersedianya alat pemecah batu ginjal non-invasif
ESWL (Extracorporeal shock wave lithotripsy) yang secara total mencakup 86%
dari seluruh tindakan (ESWL, PCNL, dan operasi terbuka). BSK merupakan salah
1
satu dari tiga penyakit terbanyak di bidang urologi disamping infeksi saluran
kemih dan pembesaran prostat benigna. BSK sering dipermasalahkan baik dari
segi kejadian (insidens), etiologi, patogenesis maupun dari segi pengobatan.
Berdasarkan hal tesebut, maka penulis tertarik untuk membahas tentang laporan
kasus mengenai BSK.
A. DEFINISI
Batu Saluran Kemih (BSK) adalah penyakit dimana didapatkan masa
keras seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih baik saluran
kemih atas (ginjal dan ureter) dan saluran kemih bawah (kandung kemih dan
uretra), yang dapat menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran
kemih dan infeksi. Batu ini terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal) maupun di
dalam kandung kemih (batu kandung kemih). Batu ini terbentuk dari
pengendapan garam kalsium, magnesium, asam urat, atau sistein. BSK dapat
berukuran sekecil pasir hingga sebesar buah anggur. Batu yang berukuran
kecil biasanya tidak menimbulkan gejala dan biasanya dapat keluar bersama
dengan urin ketika berkemih. Batu yang berada di saluran kemih atas
menimbulkan kolik dan jika berada di saluran kemih bawah dapat
menghambat buang air kecil.
Batu yang menyumbat ureter, pelvis renalis maupun tubulus renalis
dapat menyebabkan kolok renalis (nyeri kolik yang hebat di daerah antar
tulang rusuk dan tulang pinggang yang menjalar ke perut juga daerah
kemaluan dan paha sebelah dalam. Hal ini disebabkan karena adanya respon
ureter terhadap batu tersebut, dimana ureter akan berkontraksi yang dapat
menimbulkan rasa kram yang hebat.
2
B. ANATOMI SISTEM URINARIA
1. Ginjal
Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di
rongga peritoneal bagian atas. Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi
cekungnya menghadap ke medial. Pada sisi ini terdapat hilus ginjal yaitu
tempat struktur-struktur pembuluh darah, sistem limfatik, sistem saraf,
dan ureter menuju dan meninggalkan ginjal. Besar dan berat sangat
bervariasi, hal ini tergantung pada jenis kelamin, umur, serta ada
tidaknya ginjal pada sisi yang lain. Pada autopsi klinis didapatkan bahwa
ukuran ginjal orang dewasa rata-rata adalah 11,5 cm (panjang) x 6 cm
(lebar) x 3,5cm (tebal). Beratnya bervariasi antara 120-170 gram, atau
kurang lebih 0,4% dari berat badan.
Secara anatomis ginjal terbagi menjadi 2 bagian yaitu korteks dan
medula ginjal. Di dalam korteks terdapat berjuta-juta nefron sedangkan
di dalam medula banyak terdapat duktuli ginjal. Nefron adalah unit
fungsional terkecil dari ginjal yang terdiri atas, tubulus kontortus
proximalis, tubulus kontortus distal, dan duktus kolegentes.
Darah yang membawa sisa- sisa hasil metabolisme tubuh difiltrasi
(disaring) di dalam glomeruli kemudian di tubuli ginjal, beberapa zat
yang masih diperlukan tubuh mengalami reabsobsi dan zat-zat hasil sisa
metabolisme mengalami sekresi bersama air membentuk urin. Setiap hari
tidak kurang 180 liter cairan tubuhh difiltrasi di glomerulus dan
menghasilkan urin 1-2 liter. Urin yang terbentuk di dalam nefron
disalurkan melalui piramida ke sistem pelvikalises ginjal untuk kemudian
disalurkan ke dalam ureter. Sistem pelvikalises ginjal terdiri atas kaliks
minor, infundibulum, kaliks major, dan pielum/ pelvis renalis. Mukosa
sistem pelvikalises terdiri atas epitel transisional dan dindingnya terdiri
atas otot polos yang mampu berkontraksi untuk mengalirkan urin sampai
ke ureter.
3
2. Ureter
Ureter adalah organ yang berbentuk tabung kecil yang berfungsi
mengalirkan urin dari pielum ginjal ke dalam buli-buli. Pada orang
dewasa panjagnya kurang lebih 20 cm Dindingnya terdiri atas mukosa
yang dilapisi oleh sel-sel transisional, otot-otot polos sirkuler dan
longitudinal yang dapat melakukan gerakan peristaltik ( berkontraksi )
guna mengeluarkan urin ke buli-buli. Jika karena suatu sebab terjadi
sumbatan pada aliran urin, terjadi kontraksi otot polos yang berlebihan
yang bertujuan untuk mendorong atau mengeluarkan sumbatan itu dari
saluran kemih. Kontraksi ini dirasakan sebagai nyeri kolik yang datang
secara berkala, sesuai dengan irama peristaltik ureter.
Sepanjang perjalanan ureter dari pielum menuju buli-buli, secara
anatomis terdapat beberapa tempat yang ukuran diameternya relatif lebih
sempit daripada di tempat lain, sehingga batu atau benda-benda lain yang
berasal dari ginjal seringkali tersangkut di tempat itu. Tempat-tempat
penyempitan itu antara lain adalah :
4
a. Pada pembatasan antara pelvis renalis dan ureter atau pelvis-ureter
junction
b. Tempat ureter menyilang arteri iliaka di rongga pelvis
c. Pada saat ureter masuk ke buli-buli dalam posisi miring dan berada
di otot buli-buli ( intramural ), keadaan ini dapat mencegah
terjadinya aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau refluks
vesico-ureter pada saat buli-buli berkontraksi.
3. Vesika Urinaria
Vesika Urinaria atau buli-buli adalah organ berongga yang terdiri
atas 3 lapis otot detrusor yang saling beranyaman. Di sebelah dalam
adalah otot longitudinal, di tengah merupakan otot sirkuler, dan paling
luar merupakan otot longitudinal. Mukosa vesika urinaria terdiri atas sel-
sel transisional yang sama seperti pada mukosa pada pelvis renalis,
ureter, dan uretra posterior. Pada dasar vesika urinaria kedua muara
ureter dan meatus uretra internum membentuk suatu segitiga yang
disebut trigonum vesika urinaria.
Secara anatomik bentuk vesika urinaria terdiri atas 3 permukaan,
yaitu :
1. Permukaan superior yang berbatasan dengan rongga peritoneum
(lokus minoris)
2. Dua permukaan inferiolateral
3. Permukaan posterior
5
Vesika urinaria berfungsi menampung urin dari ureter dan
kemudian mengeluarkannya melalui uretra dalam mekanisme miksi
( berkemih ). Dalam menampung urin, vesika urinaria mempunyai
kapasitas maksimal, yang volumenya untuk orang dewasa kurang lebih
adalah 300-450 ml, sedangkan kapasitas vesika urinaria pada anak
menurut formula dari koff adalah : Kapasitas vesika urinaria = ( umur
(tahun) + 2) x 30 ml
Pada saat kosong, vesika urinaria terletak dibelakang simfisis
pubis dan pada saat penuh berada di atas simfisis sehingga dapat
dipalpasi dan diperkusi. Vesika urinaria yang terisi penuh memberikan
rangsangan pada saraf aferen dan menyebabkan aktivasi pusat miksi di
medula spinalis segmen sakral S2-4. Hal ini akan menyebabkan kontraksi
otot detrusor, terbentuknya leher vesika urinaria, dan relaksasi sfinter
uretra sehingga terjadilah proses miksi.
4. Uretra
Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urin keluar dari buli-
buli melalui prostat miksi. Secara anatomis uretra dibagi menjadi 2
bagian yaitu uretra posterior dan uretra anterior. Pada pria organ ini
berfungsi juga dalam menyalurkan cairan mani. Uretra diperlengkapi
dengan sfingter uretra interna yang terletak pada perbatasan buli-buli dan
6
uretra, serta sfingter uretra eksterna yang terletak pada perbatasan antara
uretra anterior dan posterior.
Sfingter uretra interna terdiri atas otot polos yang dipersarafi oleh
sistem simpatis sehingga pada saat buli-buli penuh, sfingter ini terbuka.
Sfingter uretra eksterna terdiri atas otot bergaris dipersarafi oleh sistem
somatik yang dapat diperintah sesuai dengan keinginan seseorang. Pada
saat kencing sfingter ini terbuka dan tetap tertutup pada saat menahan
kencing. Panjang uretra wanita kurang lebih 3-5 cm, sedangkan uretra
pria dewasa kurang lebih 23-25 cm. Perbedaan panjang inilah yang
menyebabkan keluhan hambatan pengeluaran urin lebih sering terjadi
pada pria.
a. Uretra pada laki-laki
Terbentang dari collum vesicae urinaria sampai ostium urethra
externum pada gland penis. Terdiri dari:
o Uretra pars prostatika.
Panjang 1¼ inch = 3 cm. Berjalan melalui prostat dari basis-
apex merupakan bagian yang paling lebar dari uretra.
o Uretra pars membranosa.
7
Panjang ½ inch = 1,25 cm. Di dalam diafragma urogenitale,
dikelilingi sfingter uretra.
o Uretra pars spongiosa.
Panjang 6 inch = 15,75 cm. Dibungkus dalam bulbus dan
corpus spongiosum penis.
b. Uretra pada perempuan
Terbentang dari collum vesicae urinaria sampai ostium urethrae
externum dan bermuara ke dalam vestibulum sekitar 1 inch (2,5 cm)
distal dari klitoris. Lapisan uretra wanita terdiri atas:
o Tunika muskularis
o Lapisan spongeosa berjalan pleksus dari vena-vena
o Lapisan mukosa sebelah dalam
BAB II
PEMBAHASAN
A. EPIDEMIOLOGI
Batu saluran kemih telah diderita manusia sejak jaman dahulu, dengan
contoh yang tercatat paling awal yaitu terdeteksi pada mumi Mesir pada
4800 SM. Prevalensi penyakit batu saluran kemih diperkirakan 2% sampai
3%, dan kemungkinan bahwa seorang pria kulit putih akan mendapatkan
penyakit batu pada usia 70 tahun adalah sekitar 1 dalam 8. Tingkat
kekambuhan tanpa pengobatan untuk batu kalsium oksalat adalah sekitar
10% pada 1 tahun, 35% pada 5 tahun, dan 50% pada 10 tahun. Pada tahun
1993, biaya ekonomi Amerika $ 1,7 miliar, termasuk biaya tidak langsung
akibat dari hilangnya produktivitas karena urolitiasis ini.
Di Indonesia penyakit batu saluran kemih masih menempati porsi
terbesar dari jumlah pasien di klinik urologi. Insidensi dan prevalensi yang
pasti dari penyakit ini di Indonesia belum dapat ditetapkan secara pasti.
8
Dari data dalam negeri yang pernah dipublikasi didapatkan
peningkatan jumlah penderita batu ginjal yang mendapat tindakan di RSUPN-
Cipto Mangunkusumo dari tahun ke tahun mulai 182 pasien pada tahun 1997
menjadi 847 pasien pada tahun 2002, peningkatan ini sebagian besar
disebabkan mulai tersedianya alat pemecah batu ginjal non-invasif ESWL
(Extracorporeal shock wave lithotripsy) yang secara total mencakup 86% dari
seluruh tindakan (ESWL, PCNL, dan operasi terbuka).
B. FAKTOR RESIKO
1. Genetika
Sekitar 25% dari pasien dengan batu ginjal memiliki riwayat
keluarga batu ginjal. Penelitian genetik menyimpulkan bahwa urolitiasis
mungkin hasil dari cacat poligenik dengan penetrasi parsial,
bagaimanapun, memperingatkan agar tidak terlalu mudah menerima teori
keluarga atau keturunan pada proses pembentukan batu. Dia mencatat
bahwa ekskresi kalsium urin secara signifikan lebih tinggi pada pasangan
pasien yang pembentuk batu dibandingkan pasangan dari orang yang
tidak membentuk batu. Batu ginjal berkembang lebih sering pada pria
dengan riwayat keluarga batu ginjal dibandingkan mereka yang tidak
memiliki riwayat keluarga batu ginjal. Dalam sebuah studi tindak lanjut
longitudinal dari 37.999 pria ahli kesehatan, pengaruh riwayat keluarga
berisiko tiga kali lebih tinggi pada pria dengan batu ginjal dibandingkan
yang bukan pembentuk batu. Risiko relatif pembentukan batu tetap tinggi
bahkan setelah disesuaikan untuk berbagai faktor risiko seperti asupan
kalsium dan ekskresi metabolit urin.
2. Usia dan Jenis Kelamin
Insiden puncak batu saluran kemih adalah dari dekade dua ke
dekade empat. Kebanyakan pasien melaporkan timbulnya penyakit di
9
usia remaja. Perbandingan laki-laki dan perempuan 3:1 . Sebagian besar
penyakit batu saluran kemih di bagian atas disebabkan oleh infeksi kronis
saluran kemih atau genetik, seperti cystinuria atau hiperparatiroidisme,
pada wanita dibandingkan laki-laki. Beberapa peneliti telah berkomentar
tentang kecenderungan terhadap urolithiasis pada pria dan wanita selama
masa anak-anak relatif. Pengamatan ini, ditambah dengan laporan bahwa
peningkatan kadar testosteron serum menghasilkan peningkatan produksi
oksalat endogen oleh hati, menurunkan kadar testosteron serum dapat
berkontribusi pada perlindungan perempuan dan anak-anak memiliki
terhadap penyakit batu oksalat.
3. Iklim dan faktor musiman
Pengaruh geografi tentang prevalensi penyakit batu mungkin
tidak langsung, melalui efeknya pada temperatur. Beberapa pekerja
menunjukkan hubungan antara temperatur lingkungan dan kejadian
musiman penyakit batu saluran kemih. Batu saluran kemih insidensinya
lebih tinggi selama bulan-bulan musim panas. Sekali lagi, kejadian
puncak terjadi pada bulan Juli, Agustus, dan September. Insiden tertinggi
batu urine tampaknya terjadi 1 sampai 2 bulan setelah pencapaian suhu
tahunan rata-rata maksimal di daerah penelitian. Temperatur yang tinggi
meningkatkan keringat, yang dapat mengakibatkan urin terkonsentrasi.
Hal ini mendorong kristalisasi urin meningkat. Kristaluria lebih besar
selama bulan-bulan musim panas pada pasien yang membentuk batu.
Pasien dengan kecenderungan pembentukan batu asam urat atau batu
sistin memiliki risiko tambahan. Urin terkonsentrasi cenderung asam, dan
urin asam memiliki asam urat atau sistin dalam larutan. Paparan sinar
matahari yang meningkat menyebabkan peningkatan produksi 1,25-
dihydroxyvitamin D3 dan peningkatan ekskresi kalsium urin. Hal ini
10
dapat menyebabkan insiden yang lebih tinggi selama bulan-bulan musim
panas.
4. Diet
Asupan berbagai makanan dan cairan yang mengakibatkan
ekskresi urin yang lebih besar dari zat yang menghasilkan batu memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap kejadian batu saluran kemih.
Konsumsi berlebihan purin, oksalat, kalsium, fosfat, dan elemen lainnya
sering mengakibatkan ekskresi berlebihan dari komponen dalam urin.
Pada pasien yang terbentuk batu mungkin memiliki pola diet biasa.
Kelebihan gizi juga dapat terjadi, seperti penggunaan dalam jumlah besar
saus Worcestershire dengan kandungan oksalat yang tinggi dan konsumsi
berlebihan produk susu dalam bentuk krim keju atau es, diet vegetarian
dapat berhubungan dengan anak yang mengalami urolitiasis. Sebaliknya,
dalam sebuah studi terhadap lebih dari 45.000 pria, ditemukan bahwa
prevalensi penyakit batu adalah terendah pada pasien diet tinggi kalsium.
5. Pekerjaan
Pekerjaan dapat berdampak pada timbulnya batu kemih. Dokter,
eksekutif dan pejabat memiliki peningkatan insiden batu dibandingkan
dengan pekerja kasar. Temuan ini mungkin berkaitan dengan perbedaan
dalam diet, tetapi juga mungkin terkait dengan aktivitas fisik, aktivitas
fisik dapat mempengaruhi urin dan mengusir agregat kristal. Individu
yang terkena suhu tinggi dapat mengembangkan konsentrasi tinggi zat
terlarut karena dehidrasi, yang mungkin berdampak pada timbulnya batu.
C. ETIOLOGI
Mineralisasi di semua sistem biologis memiliki konsep umum
didalamnya bahwa kristal dan matriks saling terkait. Batu saluran kemih juga
11
tidak terkecuali, yang mana adalah agregat polikristalin yang terdiri dari
berbagai jumlah matriks kristaloid dan organik. Teori untuk menjelaskan
penyakit batu kemih tidak lengkap. Pembentukan batu membutuhkan
supersaturasi urine. Supersaturasi tergantung pada pH kemih, kekuatan ion,
konsentrasi zat terlarut, dan kompleksasi. Konstituen kemih dapat berubah
secara dramatis selama keadaan fisiologis yang berbeda, yaitu dari urin yang
relatif asam di pagi hari saaat pertama kali di keluarkan ke urine yang bersifat
basa setelah selesai makan. Kekuatan ion ditentukan terutama oleh
konsentrasi relatif dari ion monovalen. Seiring dengan peningkatan kekuatan
ion, koefisien aktivitas menurun. Koefisien aktivitas mencerminkan
ketersediaan ion tertentu.
Peran konsentrasi zat terlarut jelas: Semakin besar konsentrasi 2 ion,
semakin besar kemungkinan mereka untuk mengendap. Ion berkonsentrasi
rendah menghasilkan keadaan saturasi dibawah normal dan kelarutan juga
meningkat. Seiring peningkatan konsentrasi ion, aktivitas produk mereka
mencapai titik tertentu disebut produk kelarutan (Ksp). Konsentrasi di atas
titik ini adalah metastabil dan mampu memulai pertumbuhan kristal dan
nukleasi heterogen. Akhirnya zat terlarut menjadi lebih terkonsentrasi,
aktivitas produk akhirnya mencapai pembentukan produk (kfp). Tingkat
kejenuhan di luar titik ini tidak stabil, dan nukleasi spontan yang homogen
dapat terjadi.
1. Ion di dalam urine
a. Kalsium
Kalsium adalah ion utama dalam kristal urine. Hanya 50%
dari kalsium plasma terionisasi dan tersedia untuk filtrasi di
glomerulus. Lebih dari 95% dari kalsium disaring di glomerulus
yang direabsorpsi baik pada tubulus proksimal dan distal dan dalam
jumlah terbatas pada duktus colligentes. Kurang dari 2%
diekskresikan dalam urin. Obat diuretik dapat memberikan suatu
efek hipokalsiuria dengan lebih mengurangi ekskresi kalsium.
Banyak faktor yang mempengaruhi ketersediaan kalsium dalam
12
larutan, termasuk kompleksasi dengan sitrat, fosfat, dan sulfat.
Peningkatan monosodium urat dan penurunan pH urine lebih
mengganggu kompleksasi ini dan karena itu mempromosikan
agregasi kristal.
b. Oksalat
Oksalat adalah produk limbah metabolisme normal dan
relatif tidak larut. Biasanya, sekitar 15% dari oksalat yang ditemukan
dalam urin berasal dari makanan, sebagian besar merupakan produk
sampingan metabolisme. Sebagian besar oksalat yang masuk ke usus
besar dikonsumsi oleh bakteri pengurai. Diet, bagaimanapun, dapat
berdampak pada jumlah oksalat yang ditemukan dalam urin. Setelah
diserap dari usus kecil, oksalat tidak dimetabolisme dan
diekskresikan hampir secara eksklusif oleh tubulus proksimal.
Kehadiran kalsium dalam lumen usus merupakan faktor penting
yang mempengaruhi jumlah oksalat yang diserap. Pengendalian
oksalat dalam urin memainkan peran penting dalam pembentukan
batu kalsium oksalat. Ekskresi yang normal berkisar 20 sampai 45
mg/d dan tidak berubah secara signifikan dengan usia. Ekskresi lebih
tinggi siang hari ketika sudah makan. Perubahan kecil dalam tingkat
oksalat dalam urin dapat memiliki dampak yang dramatis pada
supersaturasi kalsium oksalat. Prekursor utama oksalat adalah glisin
dan asam askorbat, namun dampak dari konsumsi vitamin C tertelan
(<2 g/hari) diabaikan.
Hiperoksaluria dapat berkembang pada pasien dengan
gangguan usus, penyakit inflamasi usus khususnya, reseksi usus
halus, dan bypass usus. Batu ginjal berkembang pada 5 - 10% dari
pasien dengan kondisi ini. Diare kronis dengan tinja berlemak
menghasilkan proses saponifikasi. Kalsium intraluminal terikat
dengan lemak, sehingga menjadi tidak tersedia untuk mengikat
oksalat. Oksalat yang tidak terikat mudah diserap.
13
Oksalat yang berlebihan dapat terjadi secara sekunder
terhadap konsumsi disengaja atau ingesti secara sengaja etilena
glikol (oksidasi parsial untuk oksalat). Hal ini dapat mengakibatkan
deposisi difus dan besar pada kristal kalsium oksalat dan kadang-
kadang dapat menyebabkan gagal ginjal.
c. Fosfat
Fosfat merupakan penyangga penting dan kompleks dengan
kalsium dalam urin. Ini adalah komponen kunci dalam batu kalsium
fosfat dan batu amonium magnesium fosfat. Ekskresi fosfat urin
pada orang dewasa normal berkaitan dengan jumlah fosfat yang ada
dalam makanan (terutama di daging, produk susu, dan sayuran).
Sejumlah kecil fosfat disaring oleh glomerulus dominan diserap
kembali dalam tubulus proksimal. Hormon paratiroid menghambat
reabsorpsi ini. Kristal dominan yang ditemukan pada mereka dengan
hiperparatiroidisme adalah fosfat, dalam bentuk hidroksiapatit,
kalsium fosfat amorf, dan apatit karbonat.
d. Asam Urat
Asam urat adalah produk sampingan dari metabolisme purin.
pKa asam urat adalah 5,75. Asam urat yang tidak terdisosiasi
menjadi dominan dengan nilai pH kurang dari ini. Peningkatan nilai
pH meningkatkan urat yang larut. Sekitar 10% dari asam urat yang
disaring menemukan jalan ke dalam urin. Cacat lainnya dalam
metabolisme purin dapat menyebabkan penyakit batu saluran kemih.
Jarang, defek xanthine oxidase menyebabkan peningkatan xanthine,
sedangkan xanthine mungkin mengendap dalam urin, sehingga
pembentukan batu terjadi. Perubahan yang tidak biasa dalam
metabolisme adenin dapat mengakibatkan produksi 2,8-
dihydroxyadeninuria, yang kurang larut dalam urin dan dapat
berkembang menjadi batu saluran kemih. Ini berasal dari defisiensi
fosforibosiltransferase adenin (APRT). Kristal asam urat murni dan
14
batu biasanya radiolusen dan tidak dapat diidentifikasi pada foto
polos abdomen, dan terlihat pada gambar CT noncontrast.
e. Sodium
Meskipun tidak diidentifikasi sebagai salah satu unsur utama
dari batu saluran kemih kebanyakan, natrium memainkan peran
penting dalam mengatur kristalisasi garam kalsium dalam urin.
Sodium ditemukan dalam konsentrasi yang lebih tinggi dari yang
diharapkan pada inti batu ginjal dan mungkin memainkan peran
dalam memulai pengembangan kristal dan agregasi. Asupan diet
tinggi natrium meningkatkan ekskresi kalsium urin. Hal ini
mengurangi kemampuan urin untuk menghambat kristal kalsium
oksalat. Efek ini dianggap disebabkan oleh peningkatan natrium-
induced dalam bikarbonaturia dan penurunan bikarbonat serum.
Sebaliknya, penurunan diet natrium makanan membantu
mengurangi nefrolitiasis kalsium berulang.
f. Garam sitrat
Sitrat merupakan faktor kunci yang mempengaruhi
perkembangan batu kalsium kemih. Kekurangan umumnya dikaitkan
dengan pembentukan batu pada mereka dengan diare kronis atau
asidosis tubular ginjal tipe I (cacat tubular distal) dan pada pasien
yang menjalani terapi thiazide kronis. Sitrat memainkan peran
penting dalam siklus asam sitrat dalam sel ginjal. Rangsangan
metabolik yang mengkonsumsi produk ini (seperti asidosis
metabolik intraselular karena puasa, hipokalemia, atau
hypomagnesemia) mengurangi ekskresi sitrat. Estrogen
meningkatkan ekskresi sitrat dan mungkin menjadi faktor yang
menurunkan kejadian batu pada wanita, terutama selama kehamilan.
Alkalosis juga meningkatkan ekskresi sitrat.
15
g. Magnesium
Kekurangan magnesium diet dikaitkan dengan peningkatan
insiden penyakit batu kemih. Magnesium adalah komponen dari batu
struvitea. Eksperimen yang dilakukan pada kurangnya diet
magnesium dikaitkan dengan kalsium oksalat pembentukan batu
meningkat dan kristaluria kalsium oksalat. Mekanisme yang tepat
dimana magnesium diberikannya belum dapat terjawab. Suplemen
diet magnesium tidak melindungi terhadap pembentukan batu pada
orang normal.
h. Sulfat
Sulfat dapat membantu mencegah batu urine. Mereka bisa
berkompleks dengan kalsium. Ini terjadi terutama karena sulfat
sebagai komponen protein urin yang lebih lama, seperti kondroitin
sulfat dan sulfat heparin.
2. Inhibitor Batu Saluran kemih yang lain
Inhibitor pembentukan batu kemih selain sitrat, magnesium, dan
sulfat telah diidentifikasi. Ini terutama terdiri dari protein urin dan
makromolekul lain seperti glukosaminoglikan, pirofosfat, dan uropontin.
Meskipun sitrat tampaknya menjadi komponen penghambatan paling
aktif dalam urin, zat ini menunjukkan peran penting dalam mencegah
pembentukan kristal urin. N-terminal urutan asam amino dan asam amino
kandungan asam dari inhibitor protein, terutama pada kandungan asam
aspartat tinggi, tampaknya memainkan peran penting pada proses
penghambatan. Fluorida mungkin merupakan penghambat pembentukan
batu kemih.
D. PATOFISIOLOGI
1. Teori proses pembentukan batu saluran kemih
16
Secara teoritis batu dapat terbentuk diseluruh saluran kemih
terutama di tempat tempat yang sering mengalami hambatan aliran urin
(statis urin), yaitu pada system kalises ginjal atau buli-buli. Adanya
kelainan bawaan pada pelviokalises ginjal, divertikel, obstruksi
intravesika kronis seperti pada hyperplasia prostat benigna, striktura dan
buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan
proses pembentukan batu.
Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan
organik maupun anorganik yang terlarut di dalam urine. Kristal-kristal
tersebut tetap dalam keadaan metastable (tetap terlarut) dalam urine jika
tidak ada keadaan-keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya
presipitasi Kristal. Kristal yang mengadakan presipitasi membentuk inti
batu (nukleasi) yang kemudian akan mengadakan agregasi, dan menarik
bahan-bahan lain sehingga menjadi Kristal-kristal yang lebih besar.
Meskipun ukurannya cukup besar, agregasi Kristal masih rapuh dan
belum cukup mampu membuntu saluran kemih. Untuk itu agregasi
menempel pada epitel saluran kemih (membentuk retensi Kristal), dan
dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu sehingga
membentuk batu yang cukup untuk menyumbat saluran kemih. Kondisi
metastable dipengaruhi oleh suhu, pH larutan dan adanya koloid di dalam
urine, konsentrasi solute di dalam urine, laju aliran urine di dalam saluran
kemih, atau adanya korpus alienum di dalam saluran kemih yang
bertindak sebagai inti batu.
Lebih dari 80 % batu saluran kemih terdiri dari batu kalsium, baik
yang berikatan dengan oksalat maupun yang berikatan dengan fosfat,
membentuk batu kalsium oksalat dan kalsium fosfat, sedangkan sisanya
berasal dari batu asam urat, batu magnesium ammonium fosfat (batu
infeksi), batu xanthyn, sistein dan batu jenis lainnya. Meskipun
pathogenesis pembentukan batu diatas hampir sama, tetapi suasana di
dalam saluran kemih yang memungkinkan pembentukan batu itu yang
tidak sama. Dalam hal ini misalnya batu asam urat lebih mudah terbentuk
17
dalam suasana asam, sedangkan abut magnesium ammonium sulfat
terbentuk karena urine bersifat basa.
2. Komposisi batu
a. Batu kalsium
Batu jenis ini paling banyak ditemukan, yaitu kurang lebih
70-80 % dari seluruh batu saluran kemih. Kandungan batu jenis ini
terdiri atas batu kalsium oksalat, kalsium fosfat atau campuran dari
kedua ion tersebut.
Faktor terjadinya batu kalsium adalah :
1) Hiperkalsiuria : yaitu kadar kalsium di dalam urine lebih besar
dari 250-300 mg/24 jam. Menurut Pak (1976) terdapat 3 macam
penyebab terjadinya hiperkalsiuria, antara lain :
a) hiperkalsiuria absorptive yang terjadi karena adanya
peningkatan absorbs kalsium melalui usus.
b) hiperkalsiuria renal terjadi karena adanya gangguan
kemampuan reabsorpsi kalsium melalui tubulus ginjal
c) hiperkalsiuria resorptif terjadi karena adanya peningkatan
resorpsi kalsium tulang, yang banyak terjadi pada
hiperparatirodisme primer atau pada tumor paratiroid.
2) Hiperoksaluria : adalah ekskresi oksalat urine melebihi 45
gram perhari. Keadaan ini banyak dijumpai pada pasien yang
mengalami gangguan pada usus sehabis menjalani
pembedahan usus dan pasien yang mengonsumsi makanan
yang kaya akan oksalat, diantaranya adalah : teh, kopi instan,
minuman soft drink, kokoa, arbei, jeruk sitrun dan sayuran
berwarna hijau terutama bayam.
3) Hiperurikosuria : adalah kadar asam urat di dalam urine yang
melebihi 850 mg/24 jam. Asam urat yang berlebihan di dalam
urine bertindak sebagai inti batu untuk terbentuknya batu
18
kalsium oksalat. Sumber asam urat di dalam urine berasal dari
makanan yang mengandung banyak purin maupun berasal dari
metabolism endogen.
4) Hipositraturia : di dalam urine, sitrat bereaksi dengan kalsium
membentuk kalsium sitrat, sehingga menghalangi ikatan
dengan kalsium dengan oksalat atau fosfat. Hal ini
dimungkinkan karena ikatan kalsium sitrat lebih mudah larut
daripada ikatan kalsium oksalat. Oleh karena itu sitrat dapat
digunakan sebagai penghambat pembentukan batu kalsium.
Hipositraturia dapat terjadi pada, penyakit tubulus ginjal,
sindrom malabsorpsi, atau pemakaian diuretic golongan
thiazide dalam jangka waktu lama.
5) Hipomagnesuria : seperti halnya pada sitrat, magnesium
bertindak sebagai penghambat pada pembentukan batu
kalsium, karena di dalam urine magnesium berikatan dengan
oksalat sehingga bisa mencegah pembentukan batu kalsium
oksalat. Penyebab tersering hipomagnesuria adalah penyakit
inflamasi usus yang diikuti dengan sindrom malabsorpsi.
b. Batu struvit
Batu struvit disebut juga batu infeksi, karena terbentuknya
batu ini disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman
penyebab infeksi ini adalah kuman golongan pemecah urea atau urea
splitter yang dapat menghasilkan enzim urease dan mengubah urine
menjadi bersuasana melalui hidrolisis urea menjadi amoniak, seperti
pada reaksi berikut:
CO(NH2)2 + H2O 2NH3 + CO2
Suasana basa ini yang memudahkan garam-garam
magnesium, ammonium, fosfat dan karbonat membentuk batu
magnesium ammonium fosfat (MAP) atau MgNH4PO4-. H2O dan
karbonat apatite (Ca10[PO4]6CO3. Karena terdiri dari 3 kation (Ca++
19
Mg++ NH4+ ) batu jenis ini disebut juga batu triple phospat. Kuman-
kuman yang termasuk pemecah urea diantaranya adalah : Proteus
Spp, Klebsiella, Serratia, Enterobacter, Pseudomonas dan
stafilokokus. Meskipun E. coli banyak menimbulkan infeksi saluran
kemih, tetapi kuman ini bukanlah kuman pemecah urea.
c. Batu asam urat
Batu asam urat merupakan 5-10 % dari seluruh batu saluran
kemih. Diantara 75-80% batu asam urat terdiri atas asam urat murni
dan sisanya merupakan campuran kalsium oksalat. Penyakit batu
asam urat banyak diderita oleh pasien-pasien penyakit gout,
mieloproliferatif, pasien yang mendapatkan terapi antikanker dan
yang banyak mempergunakan obat urikosurik, diantaranya adalah
sulfinpirazone, thiazide dan salisilat. Kegemukan, peminum alkohol,
dan diet tinggi protein mempunyai peluang yang lebih besar untuk
mendapatkan penyakit ini.
Sumber asam urat berasal dari diet yang mengandung purin
dan metabolisme endogen di dalam tubuh. Degradasi purin di dalam
tubuh melalui asam inosinat dirubah menjadi hipoxantin. Dengan
bantuan enzim xantin oksidase, hipoxanthin dirubah menjadi xanthin
dan akhirnya dirubah menjadi asam urat. Pada mamalia selain
manusia dan dalmation, mempunyai enzim urikase yang dapat
merubah asam urat menjadi alantoin yang larut di dalam air. Pada
manusia karena tidak mempunyai enzim itu, asam urat dieksresikan
kedalam urine dalam bentuk asam urat bebas dan dan garam urat
yang lebih sering berikatan dengan natrium membentuk natrium urat.
Natrium urat lebih mudah larut di dalam air dibandingkan dengan
asam urat bebas, sehingga tidak mungkin mengadakan kristalisasi di
dalam urine.
Asam urat relatif tidak larut di dalam urine, sehingga pada
keadaan tertentu mudah sekali membentuk kristal asam urat dan
20
selanjutnya membentuk batu asam urat. Faktor yang menyebabkan
terbentuknya batu asam urat adalah (1) urine yang terlalu asam (pH
urine di bawah 6), (2) volume urine yang jumlahnya sedikit (< 2
liter/hari) atau dehidrasi, dan (3) hiperurikosuria atau kadar asam
urat yang tinggi.
Ukuran batu asam urat bervariasi mulai dari ukuran kecil
sampai ukuran besar sehingga membentuk batu staghorn yang
mengisi seluruh pelviokalises ginjal. Tidak seperti batu jenis kalsium
yang bentuknya bergerigi, batu asam urat bentuknya halus dan bulat
sehingga seringkali keluar spontan. Batu asam urat murni bersifat
radiolusen, sehingga pada pemeriksaan PIV tampak sebagai
bayangan filling defect pada saluran kemih sehingga seringkali harus
dibedakan dengan bekuan arah, tumor, bentukan papilla ginjal yang
nekrosis atau jamur. Pada pemeriksaan USG memberikan bayangan
akustik (acoustic shadowing).
Untuk mencegah timbulnya kembali batu asam urat setelah
terapi adalah dengan : minum banyak, alkalinisasi di urine dengan
mempertahankan pH diantara 6,5-7, menjaga agar jangan terjadi
hiperurikosuria dengan mencegah hiperurisemia. Setiap pagi pasien
dianjurkan memeriksa pH urine dengan kertas nitrazin, dan dijaga
supaya produksi urine tidak kurang dari 1500-2000 mL setiap hari.
Dilakukan pemeriksaan kadar asam urat secara berkala, dan jika
terjadi hiperurisemia harus terjadi dengan obat-obatan inhibitor
xanthin oksidase, yaitu allopurinol.
d. Sistin
Batu sistin terjadi akibat inborn error of metabolism sehingga
terjadi penyerapan mukosa usus yang abnormal (usus halus) dan
penyerapan asam amino tubular ginjal yang dibasic, termasuk
cystine, ornithine, lisin, dan arginin. Cacat genetik yang terkait
dengan sistinuria kini telah dipetakan ke kromosom 2p.16 dan lebih
21
baru yaitu 19q13.1. Batu sistin adalah satu-satunya manifestasi klinis
dari cacat ini. Sistinuria klasik diwariskan dalam mode resesif
autosomal. Ekspresi homozigot memiliki prevalensi 1:20.000,
sementara ekspresi heterozigot adalah 1:2000. Ini merupakan 2%
dari semua batu saluran kemih, dengan kejadian puncak pada dekade
kedua atau ketiga. Sistinuria homozigot mengeluarkan lebih dari 250
mg/d, sehingga terajdi supersaturasi konstan. Pasien heterozigot
biasanya mengeluarkan 150 mg/d. Pasien normal biasanya
mengeluarkan kurang dari 40 mg/d. Sekitar 400 mg/L sistin dapat
tetap dalam larutan pada pH urin 7,0. Dengan meningkatnya pH urin
di atas 7,0, jumlah sistin yang terlarut meningkat secara
eksponensial.
Kelarutan sistin adalah tergantung pH, dengan pK sekitar 8.1.
Tidak ada perbedaan dalam kurva kelarutan dalam pasien normal
dibandingkan sistinuria. Tidak ada inhibitor pada batu sistin, dan
pembentukan batu sistin sangat tergantung pada ekskresi berlebihan
sistin. Batu sistin sering dikaitkan dengan batu kalsium dan kelainan
metabolik terkait. Keduanya bisa muncul sebagai batu tunggal,
ganda, atau staghorn. Diagnosis dicurigai pada pasien dengan
riwayat keluarga batu kemih dan pemeriksaan radiologi. Urinalisis
sering mengungkapkan kristal heksagonal. Analisis batu menegaskan
diagnosis. Evaluasi kuantitatif sistin di urine membantu
mengkonfirmasikan diagnosis dan membedakan heterozigot dari
homozigot. Hal ini juga penting untuk terapi medis.
e. Xanthine
Batu xanthine terjadi pada kelainan kongenital, yaitu
kekurangan bawaan xanthine oxidase. Enzim ini biasanya
mengkatalisis oksidasi hipoksantin menjadi xanthine dan xanthine
menjadi asam urat. Menarik bahwa allopurinol, yang digunakan
untuk mengobati nefrolitiasis kalsium hyperurikosuria dan batu asam
22
urat, menghasilkan xanthinuria iatrogenik. Kadar asam urat darah
dan urin menurun, dan level hipoksantin dan xanthine meningkat,
namun, tidak ada laporan kasus pembentukan batu xanthine berasal
dari allopurinol. Hal ini tidak mungkin bahwa allopurinol
sepenuhnya menghambat xantin oksidase. Batu saluran kemih
berkembang di sekitar 25% dari pasien dengan defisiensi xantin
oksidase. Batu-batu tersebut bersifat radiolusen dan berwarna
tannish-kuning. Pengobatan harus diarahkan oleh gejala dan bukti
obstruksi ginjal. Asupan cairan yang tinggi dan alkalinisasi urin
diperlukan untuk profilaksis. Jika batu kambuh, uji coba pemberian
allopurinol dan diet purin-terbatas adalah pilihan yang sesuai.
f. Batu yang sangat jarang
Batu silikat sangat langka dan biasanya berhubungan dengan
penggunaan jangka panjang dari antasida yang mengandung silika.
Pembedahan batu ini mirip/sama dengan batu lainnya. Batu
triamterene bersifat radiolusen dan telah diidentifikasi dengan
frekuensi yang meningkat. Hal terkait dengan obat antihipertensi
yang mengandung triamterene, seperti Dyazide. Penghentian obat
menghilangkan kekambuhan batu. Obat lain yang dapat menjadi
konstituen batu termasuk glafenine dan antrafenine.
E. MANIFESTASI KLINIS
1. Nyeri
Keluhan yang disampaikan pasien tergantung pada : posisi atau
letak batu, besar batu an penyulit yang telah terjadi. Keluhan yang paling
dirasakan oleh pasien adalah nyeri pinggang. Nyeri ini mungkin bisa
berupa nyeri kolik atau non kolik. Nyeri kolik terjadi karena aktivitas
peristaltik otot polos sistem kalises ataupun ureter meningkat dalam
usahanya untuk mengeluarkan batu dari saluran kemih. Peningkatan dari
peristaltik itu menyebabkan tekanan intraluminalnya meningkat sehingga
23
terjadi peregangan dari terminal saraf yang memberikan sensasi nyeri.
Nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena terjadi
hidronefrosis atau infeksi pada ginjal.
Batu yang terletak disebelah distal ureter dirasakan oleh pasien
sebagai nyeri pada saat kencing atau sering kencing. Batu dengan ukuran
kecil mungkin dapat keluar spontan setelah melalui hambatan pada
perbatasan uretero pelvik, saat ureter, saat ureter menyilang di iliaka, dan
saat ureter masuk ke dalam buli-buli.
2. Hematuria
Hematuria sering kali dikeluhkan oleh pasien akibat trauma pada
mukosa saluran kemih yang disebabkan oleh batu. Kadang-kadang
hematuria didapatkan dari pemeriksaan urinalisis berupa hematuria
mikroskopik. urinalisis lengkap membantu untuk mengkonfirmasi
diagnosis dari batu kemih dengan menilai hematuria dan kristaluria dan
pH urin. Pasien sering mengakui hematuria yang banyak dan intermiten
atau sesekali urinnya berwarna seperti teh (darah tua). Kebanyakan
pasien akan memiliki setidaknya mikrohematuria. Jarang sekali terjadi,
obstruksi saluran kemih lengkap di sajikan tanpa mikrohematuria4.
3. Demam
Jika didapatkan demam harus dicurigai suatu urosepsis dan ini
merupakan kedaruratan di bidang urologi. Dalam hal ini harus
secepatnya ditentukan letak kelainan anatomis pada saluran kemih yang
mendasari timbulnya urosepsis dan dilakukan secara segera terapi berupa
darinase dan pemberian antibiotik.
E. DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
Batu saluran kemih dapat menyerupai status patologis, baik
retroperitoneal dan peritoneal lainnya. Diagnosis diferensial dengan akut
abdomen harus dilakukan, termasuk apendisitis akut, kehamilan ektopik, kista
24
ovarium yang terpuntir, penyakit divertikular, obstruksi usus, batu empedu
dengan atau tanpa obstruksi, penyakit ulkus peptikum, emboli arteri ginjal
akut , dan aneurisma aorta abdominal adalah beberapa diferensial diagnosis
yang perlu dipertimbangkan. Tanda-tanda peritoneal harus dicari selama
pemeriksaan fisik.
F. PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS
a. Anamnesis
Sebuah evaluasi yang tepat memerlukan riwayat kesehatan
menyeluruh. Sifat nyeri harus dievaluasi, termasuk onset, karakter,
radiasi potensial, kegiatan yang memperburuk atau meredakan rasa sakit,
mual terkait, muntah, atau gross hematuria, dan riwayat nyeri yang sama.
Pasien dengan batu sebelumnya sering memiliki sakit dengan jenis yang
sama rasa di masa lalu, tetapi tidak selalu.
b. Riwayat Pasien
Etiologi batu urine adalah multifaktorial dalam sebagian besar
kasus, dan jarang hanya satu faktor tunggal dalam riwayat hidup pasien
untuk mencetuskan kejadian batu ginjal kehadiran batu. Untuk alasan ini,
riwayat rinci harus diambil, terutama pada bidang-bidang berikut:
1) Diet dan asupan cairan. Beberapa peneliti meminta setiap pasien
menyimpan buku harian diet selama 1 minggu. Konsumsi daging
yang tinggi meningkatkan retriksi urine kalsium, oksalat, dan asam
urat dan menurunkan pH urin dan ekskresi sitrat. Burns dan
Finlayson (1981) menunjukkan bahwa efek dari protein pada
ekskresi kalsium urin mengikuti persamaan y = 6,8 b0.4 di mana y
adalah peningkatan persen kalsium kemih yang disebabkan oleh
konsumsi protein dan b adalah protein nitrogen makanan dalam
gram. Dengan menggunakan rumus, dapat ditunjukkan bahwa 10 ons
25
daging dicerna setiap hari menyebabkan kenaikan 156% dalam
ekskresi kalsium urin. Yang lainnya efek konsumsi daging diyakini
hasil dari tingginya kandungan belerang yang mengandung asam
amino yang ditemukan dalam protein hewani. Peningkatan keasaman
urin dapat mengurangi aksi penghambatan glukosaminoglikan
kemih, inhibitor poten pertumbuhan kristal kalsium oksalat dan
agregasi. Telah diperkirakan bahwa kira-kira setengah peningkatan
kadar kalsium urin, oksalat, dan asam urat terlihat pada susunan batu
pasien dapat dikaitkan dengan diet kaya protein hewani. Konsumsi
susu dapat menyebabkan hiperkalsiuria, baik karena asupan kalsium
meningkat dan karena kandungan laktosa tinggi pada susu, laktosa
menjadi stimulator poten dari penyerapan kalsium usus. Susu atau
tablet multivitamin juga mengandung vitamin D, yang dapat
meningkatkan penyerapan kalsium di usus. Dosis asam askorbat
(lebih dari 10 g) dapat menyebabkan rentan terhadap hyperoxaluria.
2) Obat-obatan. Kortikosteroid dapat meningkatkan penyerapan
kalsium usus, menyebabkan hiperkalsiuria. Hiperkalsiuria juga dapat
dilihat dengan menelan antasida yang mengandung aluminium (yang
mengikat fosfat), diuretik loop, dan vitamin D. Agen kemoterapi
mengarah ke kerusakan sel kerusakan dan dapat menyebabkan batu
asam urat. Agen uricosurik seperti colchicine atau probenesid juga
menyebabkan hyperuricosuria.
3) Infeksi. Infeksi saluran kemih, terutama dengan bakteri penghasil
urease seperti Proteus, Klebsiella, Serratia, dan Enterobacter spesies,
dapat menyebabkan batu struvite.
4) Tingkat aktivitas. Periode imobilisasi sekunder saat sakit atau
cedera dapat menyebabkan demineralisasi tulang dan hiperkalsiuria.
Ini dikenal memperburuk pembentukan batu pada pasien dengan
kecenderungan yang sudah ada sebelumnya.
5) Penyakit sistemik. Penyakit seperti hiperparatiroidisme primer,
RTA, asam urat, dan sarkoidosis dapat menyebabkan urolitiasis.
26
6) Genetika. Sebuah riwayat keluarga batu mungkin menyarankan
penyebab tertentu, seperti RTA, cystinuria, atau hiperkalsiuria serap.
Riwayat dari anggota keluarga yang memiliki penyakit batu
meningkatkan kemungkinan kambuh empat kali lipat.
7) Anatomi. Obstruksi saluran kemih-kongenital (junction obstruksi
ureteropelvic atau ginjal tapal kuda) atau diperoleh (prostatic
hyperplasia hipertrofi, striktur uretra)-menyebabkan stasis urin dan
pembentukan batu.
c. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pasien dengan BSK dapat bervariasi mulai
tanpa kelainan fisik sampai tanda-tanda sakit berat tergantung pada letak
batu dan penyulit yang ditimbulkan.
Pemeriksaan fisik umum : hipertensi, febris, anemia, syok
Pemeriksan fisik khusus urologi
o Sudut kosto vertebra : nyeri tekan , nyeri ketok, pembesaran ginjal
o Supra simfisis : nyeri tekan, teraba batu, buli-buli penuh
o Genitalia eksterna : teraba batu di uretra
Colok dubur : teraba batu pada buli-buli (palpasi bimanual).
d. Modalitas Radiologi
CT Scan non kontras
CT Scan tanpa kontras (unenhanced) merupakan pemeriksaan
terbaik untuk diagnosis nyeri pinggang akut, sensitivitasnya mencapai
100% dan spesifisitas 98%. CT Scan tanpa kontras tersedia luas di
negara-negara maju dan juga dapat memberikan informasi mengenai
abnormalitas di luar saluran kemih. IVP memiliki sensitivitas 64% dan
spesifisitas 92%. Pemeriksaan ini membutuhkan waktu cukup lama dan
harus dilakukan dengan hati-hati karena kemungkinan alergi terhadap
kontras.
27
Foto polos abdomen
Pembuatan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat
kemungkinan adanya batu radioopak di saluran kemih. Batu-batu jenis
kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat radioopak dan paling banyak
diantara batu jenis lainnya, sedangkan batu asam urat bersifat non-
radioopak.
Intra Vena Pielografi (IVP)
Pemeriksaan ini untuk menilai anatomi dan fungsi ginjal. Selain
itu IVP dapat mendeteksi batu semi opak ataupun non-opak yang tidak
terdeteksi oleh foto polos abdomen. Jika IVP belum dapat menjelaskan
keadaan sistem saluran kemih akibat adanya penurunan fungsi ginjal,
maka sebagai gantinya digunakan pielografi retrograde.
Ultrasonografi
Pemeriksaan ini dilakukan bila pasien tidak memungkinkan
menjalani pemeriksaan IVP, seperti pada keadaan : alergi terhadap bahan
kontras, faal ginjal yang menurun, dan pada wanita hamil. Pemeriksaan
USG dapat menilai adanya batu di ginjal atau buli-buli, hidronefrosis
pionefrosis ataupun pengkerutan ginjal.
G. TATA LAKSANA
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih
secepatnya harus dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih
berat. Indikasi untuk melakukan tindakan/terapi pada batu saluran kemih
adalah jika batu telah menimbulkan : obstruksi, infeksi atau batu harus
diambil karena indikasi sosial. Obstruksi karena batu saluran kemih telah
28
menimbulkan hidronefrosis atau hidroureter dan batu yang sudah
menyebabkan infeksi saluran kemih, harus segera dikeluarkan. Kadangkala
batu saluran kemih tidak menimbulkan penyulit seperti diatas, tetapi diderita
seseorang yang karena pekerjaannya (misalkan batu yang diderita seorang
pilot pesawat terbang) mempunyai resiko tinggi dapat menimbulkan
sumbatan saluran kemih pada saat yang bersangkutan sedang menjalankan
profesinya, dalam hal ini batu harus dikeluarkan dari saluran kemih.
Batu dapat dikeluarkan dengan cara medikamentosa, dipecahkan
dengan ESWL, melalui tindakan endourologi, bedah laparaskopi atau
pembedahan terbuka.
1. Medikamentosa
Terapi medikamentosa ditujukan untuk batu yang ukurannya
kurang dari 5 mm, karena diharapkan batu dapat keluar spontan. Terapi
yang diberikan bertujuan untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran
urine dengan pemberian diuretikum dan minum banyak supaya dapat
mendorong batu keluar dari saluran kemih.
2. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)
Alat ESWL adalah pemecah batu yang diperkenalkan pertama
kali oleh Caussy pada tahun 1980. Alat ini dapat memecah batu ginjal,
batu ureter proksimal atau batu buli-buli tanpa melalui tindakan invasive
ataupun pembiusan. Alat SWL ini sudah banyak digunakan dalam
penanganan batu saluran kencing5. Prinsip dari SWL adalah memecah
batu saluran kencing dengan menggunakan gelombang kejut yang
dihasilkan oleh mesin dari luar tubuh. Gelombang kejut yang dihasilkan
oleh mesin di luar tubuh dapat difokuskan ke arah batu dengan berbagai
cara. Sesampainya di batu, gelombang kejut tadi akan melepas energinya.
Diperlukan beberapa ribu kali gelombang kejut untuk memecah batu
hingga menjadi pecahan-pecahan kecil, agar supaya bisa keluar bersama
kencing tanpa menimbulkan sakit.
29
Komplikasi SWL untuk terapi batu ureter hampir tidak ada. Tetapi
SWL mempunyai beberapa keterbatasan, antara lain bila batunya keras
( misalnya kalsium oksalat monohidrat ) sulit pecah dan perlu beberapa
kali tindakan. Juga pada orang gemuk mungkin akan kesulitan.
Penggunaan SWL untuk terapi batu ureter distal pada wanita dan anak-
anak juga harus dipertimbangkan dengan serius. Sebab ada kemungkinan
terjadi kerusakan pada ovarium. Meskipun belum ada data yang valid,
untuk wanita di bawah 40 tahun sebaiknya diinformasikan sejelas-
jelasnya.
3. Ureteroskopi
Pengembangan ureteroskopi sejak tahun 1980 an telah mengubah
secara dramatis terapi batu ureter. Kombinasi ureteroskopi dengan
pemecah batu ultrasound, EHL, laser dan pneumatik telah sukses dalam
memecah batu ureter. Juga batu ureter dapat diekstraksi langsung dengan
tuntunan URS. Dikembangkannya semirigid URS dan fleksibel URS
telah menambah cakupan penggunaan URS untuk terapi batu ureter.
Keterbatasan URS adalah tidak bisa untuk ekstraksi langsung batu ureter
yang besar, sehingga perlu alat pemecah batu seperti yang disebutkan di
atas. Pilihan untuk menggunakan jenis pemecah batu tertentu, tergantung
pada pengalaman masing-masing operator dan ketersediaan alat tersebut.
4. PNL
PNL yang berkembang sejak dekade 1980 an secara teoritis dapat
digunakan sebagai terapi semua batu ureter. Tapi dalam prakteknya
sebagian besar telah diambil alih oleh URS dan SWL. Meskipun
demikian untuk batu ureter proksimal yang besar dan melekat masih ada
tempat untuk PNL.
30
Prinsip dari PNL adalah membuat akses ke kalik atau pielum
secara perkutan. Kemudian melalui akses tersebut kita masukkan
nefroskop rigid atau fleksibel, atau ureteroskop, untuk selanjutnya batu
ureter diambil secara utuh atau dipecah dulu. Keuntungan dari PNL, bila
batu kelihatan, hampir pasti dapat diambil atau dihancurkan; fragmen
dapat diambil semua karena ureter bisa dilihat dengan jelas. Prosesnya
berlangsung cepat dan dengan segera dapat diketahui berhasil atau tidak.
Kelemahannya adalah PNL perlu keterampilan khusus bagi ahli urologi.
Sebagian besar pusat pendidikan lebih banyak menekankan pada URS
dan SWL dibanding PNL.
5. Bedah Terbuka
Beberapa variasi operasi terbuka untuk batu ureter mungkin masih
dilakukan. Tergantung pada anatomi dan posisi batu, ureterolitotomi bisa
dilakukan lewat insisi pada flank, dorsal atau anterior. Meskipun
demikian dewasa ini operasi terbuka pada batu ureter kurang lebih
tinggal 1 -2 persen saja, terutama pada penderita-penderita dengan
kelainan anatomi atau ukuran batu ureter yang besar.
H. PENCEGAHAN
Setelah batu dikeluarkan dari saluran kemih, , tindakan selanjutnya
yang tidak kalah pentingnya adalah menghindari kekambuhan. Angka
kekambuhan batu saluran kemih rata-rata 7% pertahun atau kurang lebih 50
% dalam 10 tahun.
Pencegahan yang dilakukan adalah berdasarkan atas kandungan unsur
yang menyusun batu aluran kemih yang diperoleh dar analisis batu. Pada
umumnya pencegahan itu berupa : (1) menghindari dehidrasi dengan minum
cukup dan diusahakan produksi urine 2-3 liter perhari, (2) diet untuk
31
mengurangi kadar zat-zat komponen pembentuk batu, (3) aktivitas harian
yang cukup, (4) pemberian medikamentosa.
Beberapa diet yang dainjurkan untuk mengurangi kekambuhan
adalah : (1) rendah protein (2) rendah oksalat, (3) rendah garam dan (4)
rendah purin.
32
BAB III
ILUSTRASI KASUS
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. T
Umur : 52 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : IRT
B. DATA SUBYEKTIF
1. Keluhan Utama
Sakit pinggang di sebelah kiri dan kanan
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 3 tahun SMRS, pasien mengeluhkan sakit pinggang kiri
yang hilang timbul. Awalnya, pasien tiba-tiba merasakan nyeri perut di
sebelah kiri yang menjalar ke pinggang. Nyeri dirasakan pasien seperti
ditusuk-tusuk dan semakin memberat sampai pasien pingsan.
Sejak 6 bulan SMRS pasien merasakan keluhan nyeri pinggang
kiri dan kanan. Pasien juga mengeluhkan saat kencing terasa panas.
Kencing sering tetapi sedikit-sedikit dan terasa nyeri.
Sejak 1 bulan SMRS pasien mengaku keluhan semakin sering
terjadi, hampir setiap hari dengan durasi nyeri yang lebih lama. Keluhan
juga disertai kencing yang berwarna merah. Pasien juga mengalami mual
dan muntah.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat darah tinggi tidak ada, riwayat kencing manis tidak ada,
riwayat asma dan alergi obat tidak ada, riwayat asam urat tidak ada.
Pasien tidak pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya.
33
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita sakit seperti
pasien sebelumnya.
5. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien makan teratur tiga kali sehari. Pasien diketahui jarang
minum sejak 5 tahun yang lalu. Pasien juga gemar mengonsumsi daging,
jengkol dan petai sejak 5 tahun yang lalu. Riwayat minum teh, susu, dan
merokok tidak ada. Riwayat minum kopi ada. Riwayat mengonsumsi
suplemen multivitamin tidak ada.
C. DATA OBYEKTIF
1. Status Praesens
Keadaan umum : Keadaan umum pasien baik
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 130/80 mmHg BB : 50 kg
Nadi : 82 x/menit TB : 153 cm
Suhu : 37,3 C⁰
Pernapasan : 18 x/menit
2. Status Generalis
Kepala : Simetris, tidak terlihat deformitas, warna kulit
sama dengan sekitar
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
edema palpebra (-/-)
Hidung : tidak ada terlihat deformitas, discharge (-/-)
Mulut : Mukosa mulut tidak anemis, tidak ada discharge,
tonsil tidak membesar
Leher : KGB tidak membesar, struma (-), JVP 5-2 mmHg
34
Regio Thorak
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis terlihat 1 jari dibawah papilla mammae
Palpasi : Iktus kordis teraba di SIC 5 linea midklavikula kiri,
thrill (-), lifting (-)
Perkusi : Batas kiri jantung di SIC 5 linea midklavikula kiri,
batas kanan jantung di SIC 4 linea sternalis
kanan
Auskultasi : Bunyi jantung 1 dan 2 dalam batas normal, gallop
(-), murmur (-)
Paru
Inspeksi : Statis : Bentuk dada normal, simetris kanan dan
kiri
Dinamis : Tidak ada retraksi dinding dada,
teratur, sifat pernapasan torakoabdominal
Palpasi : Stem fremitus kiri kanan simetris
Perkusi : Sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi : Suara napas vesikuler di seluruh lapangan paru
Regio Abdomen
Inspeksi : Supel, simetris kanan kiri, tidak terlihat adanya
asites, warna kulit sama dengan warna kulit di
sekitarnya, tidak terlihat adanya penonjolan.
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani
Palpasi : Nyeri perut di seluruh kuadran
Regio Ekstremitas :
35
Superior : warna kulit sama dengan sekitar, tidak anemis,
akral
hangat
Inferior : warna kulit sama dengan sekitar, tidak anemis,
edema tibia (-/-)
3. Status Lokalis (Urologi) :
Costovertebrae Angle
Inspeksi : Warna kulit sama dengan sekitar, tidak ada massa,
hematom (-).
Palpasi : Nyeri tekan (-), ballotement (+/+)
Perkusi : Nyeri ketok CVA (+/+)
Regio Suprasymphisis
Inspeksi : Bulge sign (-), tidak terlihat sikatrik
Auskultasi : Bising usus (+ normal)
Perkusi : Timpani
Palpasi : Nyeri tekan (+), tidak teraba massa, buli-buli tidak
teraba
Regio Genitalia Eksterna
Inspeksi : Tidak merah, tidak bengkak.
Palpasi : Tidak ada darah, nanah dan batu yang ke luar dari
OUE, tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa
4. Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan
a. Pemeriksaan Laboratorium
- Hb : 13,8 gr/dl
- Leukosit : 10.600/mm3
- GDS : 83 mg/dl
- Ureum : 16 mg/dl
36
- Kreatinin : 0,7 mg/dl
- SGOT : 25 mg/dl
- SGPT : 15 mg/dl
b. Pemeriksaan Radiologi :
- BNO
Interpretasi foto BNO :
1. Preperitoneal fat line tegas, Psoas line tampak
2. Tampak udara usus (+)
3. Tampak opasitas homogen, bentuk amorf, batas tegas di
proyeksi paravertebra dekstra setinggi VL2 (ukuran 2 x 2
cm) dan paravertebra sinistra setinggi VL2 (ukuran 2 x 2
cm)
4. Sistema tulang tak tampak kelainan
37
- BNO dan BNO IVP
38
Interpretasi BNO - IVP
Menit ke 5 : Nefrogram bilateral nampak serentak, nefrogram
dekstra setinggi VL1-VL4-5 dan nefrogram sinistra setinggi
VL1-VL4. Tampak bahan kontras mengisi SPC dan melumuri
opasitas yang tervisualisasi pada foto BNO.
Menit 15-30 : tampak bahan kontras mengisi calyses bilateral,
bentuk flatening dan balloning dan pelvis renalis yang dilatasi.
Tidak ada filling/additional defect.
Menit 60 : Tampak bahan kontras mengisi SPC bilateral, ureter
sinistra dan VU. Ureter sinistra kaliber melebar. Tak tampak
filling defect. Ureter dekstra tak tervisualisasi.
Menit 75 : tampak bahan kontras mengisi ureter dekstra
dengan kaliber yang melebar. Tak tampak filling defect
VU : dinding licin, bentuk dan ukuran normal, tak tampak
filling defect. Tak tampak bayangan opak yang terlumuri
kontras.
Kesan :
• Hidronefrosis grade 2-3 bilateral dan hidroureter bilateral e.c
nefrolitiasis
• VU normal dengan fungsi voiding baik
D. RESUME
Seorang wanita berusia 42 dengan keluhan sakit pinggang di bagian
kiri dan kanan. Riwayat hematuria (+), nyeri ketok CVA (+). Dari hasil
pemeriksaan laboratotium : Hb : 13,8 mg/dl, leukosit 10.600/ mm3 GDS : 83
mg/dl, ureum 16 mg/dl , kreatinin 0,7 mg/dl, SGOT 25 mg/dl, SGPT 15
mg/dl. Pada pemeriksaan BNO terlihat adanya bayangan radioopak homogen
di ginjal kiri dan kanan. Pada pemeriksaan BNO-IVP terlihat adanya
gambaran hidronefrosis grade 2-3 dan hidroureter sinistra dan dekstra.
39
E. MASALAH
Hidronefrosis dan hidroureter e.c nefrolitiasis dekstra dan sinistra
F. PENGKAJIAN
Dipikirkan adanya nefrolitiasis dekstra dan sinistra adalah berdasarkan
pemeriksaan nyeri ketok CVA yang (+) dan berdasarkan hasil pemeriksaan
BNO dan BNO-IVP dari pasien ini.
G. RENCANA
Initial Plan Diagnosis :
- Urinalisis
- Pengukuran kadar ureum, kreatinin
- Analisis batu saluran kemih
Initial Plan Terapi :
1. Tirah baring
2. Makan teratur setiap hari
3. Pemberian paracetamol jika demam
4. Konsul ke bagian bedah
Initial Plan Edukasi :
Menghindari dehidrasi dengan minum cukup dan diusahakan produksi
urine 2-3 liter perhari
Diet untuk mengurangi kadar zat-zat komponen pembentuk batu
Aktivitas harian yang cukup
Menjelaskan kepada keluarga tentang penyakit yang diderita oleh pasien
40
BAB IV
PENUTUP
Dari data dalam negeri yang pernah dipublikasi didapatkan peningkatan
jumlah penderita batu ginjal yang mendapat tindakan di RSUPN-Cipto
Mangunkusumo dari tahun ke tahun mulai 182 pasien pada tahun 1997 menjadi
847 pasien pada tahun 2002, peningkatan ini sebagian besar disebabkan mulai
tersedianya alat pemecah batu ginjal non-invasif ESWL (Extracorporeal shock
wave lithotripsy) yang secara total mencakup 86% dari seluruh tindakan (ESWL,
PCNL, dan operasi terbuka) Kekambuhan pembentukan batu merupakan masalah
yang sering muncul pada semua jenis batu dan oleh karena itu menjadi bagian
penting perawatan medis pada pasien dengan batu saluran kemih. Faktor-faktor
resiko untuk terbentuknya batu saluran kemih adalah genetika, jenis kelamin dan
usia pekerjaan, diet, iklim dan temperature.
Dengan perkembangan teknologi kedokteran terdapat banyak pilihan
tindakan yang tersedia untuk pasien, namun pilihan ini dapat juga terbatas karena
adanya variabilitas dalam ketersediaan sarana di masing-masing rumah sakit
maupun daerah.
41
DAFTAR PUSTAKA
1. Netter FH. Atlas of Human Anatomy. 4th ed. US: Saunders; 2006.
2. Scanlon VC, Sanders T. Essential of anatomy and physiology. 5thed. US:
FA Davis Company; 2007
3. Wein, Kavoussy, Partin. 2005.Campbell- Walsh Urology. 7th ed. Elsevier
4. Tanagho, McAnich. 2007. Smith’s General Urologi. 16th Edition.
McGraw-Hill’s
5. Purnomo, Basuki. 2007. Dasar-Dasar Urologi ed. 2. Sagung Seto : Jakarta
6. AUA Guidelines 2005
42