BUKU 1 - · PDF fileSERIAL BAHAN BACAAN BUKU 1 KEWENANGAN DESA DAN REGULASI DESA PENGARAH : Marwan Jafar (Menteri Desa, Pembangunan Daerah ... UU No. 1 tahun . BUK 1 9

Embed Size (px)

Citation preview

  • 1BUKU

  • SERIAL BAHAN BACAAN

    BUKU 1

    KEWENANGAN DESA DAN REGULASI DESA

    PENGARAH : Marwan Jafar (Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia)

    PENULIS : M. Silahuddin

    REVIEWER : Syaiful Huda, Sutoro Eko, Bito Wikantosa, Anwar Sanusi, Anom Surya Putra, Borni Kurniawan, Eko Sri Haryanto,Abdullah Kamil, Zaini Mustakim, Wahyudin Kessa,

    COVER & LAYOUT : Imambang, M. Yakub

    Cetakan Pertama, Maret 2015

    Diterbitkan oleh :KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIAJl. Abdul Muis No. 7 Jakarta Pusat 10110Telp. (021) 3500334

  • DAFTAR ISI

    KATA PENGANTAR ~4

    A. PENDAHULUAN ~8

    B. KEWENANGAN DESA ~11

    a. Kewenangan Desa Berdasarkan Hak Asal Usul ~14

    b. Kewenangan Lokal Berskala Desa ~19

    C. REGULASI DESA ~23

    a. Tahapan Pembuatan Peraturan Desa ~25

    b. Tahapan Pembuatan Peraturan Bersama Kepala Desa ~27

    c. Tahapan Pembuatan Peraturan Kepala Desa ~27

    d. Musyawarah Desa : Wahana Demokratisasi Desa ~28

    D. PENUTUP ~37

    DAFTAR BACAAN ~38

  • 4 BUKU 1 : KEWENANGAN DESA DAN REGULASI DESA

    KATA PENGANTAR

    Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia

    Kehadiran Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi mempunyai mandat untuk menjalankan NAWACITA Jokowi-JK, khususnya NAWACITA Ketiga yaitu Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah dan desa. Salah satu agenda besarnya adalah mengawal implementasi UU No 6/2014 tentang Desa secara sistematis, konsisten dan berkelanjutan dengan fasilitasi, supervisi dan pendampingan. Pendampingan desa itu bukan hanya sekedar menjalankan amanat UU Desa, tetapi juga modalitas penting untuk mengawal perubahan desa untuk mewujudkan desa yang mandiri dan inovatif. Harapan kami, dari hari ke hari

  • 5BUKU 1 : KEWENANGAN DESA DAN REGULASI DESA

    desa inovatif semakin tumbuh berkembang dengan baik, antara lain karena pendampingan, baik yang dilakukan oleh institusi pemerintah, perguruan tinggi, perusahaan maupun Lembaga Swadaya Masyarakat.

    Sebagai Kementerian baru, Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi berkomitmen meninggalkan cara lama dan memulai cara baru dalam pendampingan desa. Pendampingan desa bukanlah mendampingi pelaksanaan proyek yang masuk ke desa, bukan pula mendampingi dan mengawasai penggunaan Dana Desa, tetapi melakukan pendampingan secara utuh terhadap desa. Pendampingan secara prinsipil berbeda dengan pembinaan. Dalam pembinaan, antara pembina dan yang dibina, mempunyai hubungan yang hirarkhis; bahwa pengetahuan dan kebenaran mengalir satu arah dari atas ke bawah. Sebaliknya dalam pendampingan, para pendamping berdiri setara dengan yang didampingi (stand side by side). Misi besar pendampingan desa adalah memberdayakan desa sebagai self governing community yang maju, kuat, mandiri dan demokratis. Kegiatan pendampingan membentang mulai dari pengembangan kapasitas pemerintahan, mengorganisir dan membangun kesadaran kritis warga masyarakat, memperkuat organisasi-organisasi warga, memfasilitasi pembangunan partisipatif, memfasilitasi dan memperkuat musyawarah desa sebagai arena demokrasi dan akuntabilitas lokal, merajut jejaring dan kerjasama desa, hingga mengisi ruang-ruang kosong di antara pemerintah dan masyarakat. Intinya pendampingan desa ini adalah dalam rangka menciptakan suatu frekuensi

  • 6 BUKU 1 : KEWENANGAN DESA DAN REGULASI DESA

    dan kimiawi yang sama antara pendamping dengan yang didampingi.

    Untuk menyelenggarakan pendampingan desa, kami telah menyiapkan banyak bekal untuk para pendamping, mulai dari pendamping nasional hingga pendamping desa yang menjadi ujung depan-dekat dengan desa. Meskipun para pendamping berdiri di samping desa secara egaliter, tetapi mereka harus lebih siap dan lebih dahulu memiliki pengetahuan tentang desa, yang bersumber dari UU No. 6/2014 tentang Desa. Salah satu bekal penting adalah buku-buku bacaan yang harus dibaca dan dihayati oleh para pendamping. Buku yang bertitel KEWENANGAN DESA DAN REGULASI DESA ini adalah buku yang dapat dibaca dan dihayati oleh para pendamping untuk mendampingi proses Musyawarah Desa tentang Pendirian dan Pembentukan BUM Desa, sebagai instrumen demokratisasi Desa yang mengiringi Tradisi Berdesa (hidup bermasyarakat dan bernegara di Desa).

    Tantangan lainnya bagi pendamping adalah melakukan transformasi hasil implementasi kebijakan usaha ekonomi Desa selama ini ke dalam praksis Kewenangan Lokal Berskala Desa, baik pada basis lokus Desa maupun Kawasan Perdesaan. UPK PNPM-Mandiri Perdesaan merupakan salah satu agenda pendirian/pembentukan BUM Desa Bersama pada basis lokus Kawasan Perdesaan (Membangun Desa), sedangkan BKD (Bank Kredit Desa) menghadapi persoalan transformasi dari bentuk BPR menuju LKM (Lembaga

  • 7BUKU 1 : KEWENANGAN DESA DAN REGULASI DESA

    Keuangan Mikro) yang berpeluang menjadi Unit Usaha BUM Desa yang berbadan hukum.

    Semoga hadirnya buku ini akan memberikan kontribusi yang signifikan dalam rangka melaksanakan visi pemberdayaan desa untuk menjadi desa yang kuat, mandiri, dan demokratis. Terakhir, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada tim yang telah mempersiapkan bahan pendampingan ini. Tentunya, ditengah keterbatasan hadirnya buku ini masih banyak ditemukan banyak kelemahan dan akan disempurnakan pada waktu yang akan datang.

    Jakarta, Maret 2015

    Marwan JafarMenteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi RI

  • 8 BUKU 1 : KEWENANGAN DESA DAN REGULASI DESA

    A. PENDAHULUAN

    Terbitnya UU No. 6 Tahun. 2014 tentang Desa, yang selanjutnya disebut dengan UU Desa, menjadi sebuah titik awal harapan desa untuk bisa menentukan posisi, peran dan kewenangan atas dirinya. Harapan supaya desa bisa bertenaga secara sosial dan berdaulat secara politik sebagai fondasi demokrasi desa, seta berdaya secara ekonomi dan bermartabat secara budaya sebagai wajah kemandirian desa dan pembangunan desa. Harapan tersebut semakin menggairah ketika muncul kombinasi antara azas rekognisi dan subsidiaritas sebagai azas utama yang menjadi ruh UU ini.

    UU Desa yang didukung PP No. 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa dan PP No. 60 tentang, Dana Desa yang Bersumber dari APBN, telah memberikan pondasi dasar terkait dengan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa berdasarkan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika.

    Sebelum UU Desa tersebut ditetapkan, sejak Indonesia merdeka, telah ditetapkan pula beberapa Undang-Undang yang secara ekslusif maupun mandiri mengatur tentang desa. Undang-undang itu antara lain : UU No. 22 Tahun 1948 tentang Pokok Pemerintahan Daerah, UU No. 1 tahun

  • 9BUKU 1 : KEWENANGAN DESA DAN REGULASI DESA

    1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, UU No. 19 tahun 1965 tentang Desa Praja, UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Di Daerah, UU No. 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dan terakhir (hingga sebelum 15 Januari 2014) adalah UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sepanjang menyangkut Desa mulai dari Pasal 200 s/d Pasal 216.

    Wajah baru desa menjadi harapan mengiringi UU Desa dengan posisi, peran dan kewenangan desa yang baru. Karena pada peraturan perundang-undangan sebelumnya, kewenangan desa hanya bersifat target, dan dengan UU Desa ini kewenangan desa bersifat mandat. Kedudukan desa menjadi pemerintahan masyarakat, hybrid antara self governing community dan local self government, bukan sebagai organisasi pemerintahan yang berada dalam sistem pemerintahan kabupaten/kota (local state government). Desa mempunyai posisi dan peran yang lebih berdaulat, posisi dan peran yang sangat besar dan luas dalam mengatur dan mengurus desa. Model pembangunan yang dulunya bersistem Government driven development atau community driven development, sekarang bersistem Village driven development.

    Dari sisi politik tempat, dengan UU Desa ini posisi desa bisa menjadi arena pelaksanaan program pembangunan dari pemerintah, tidak seperti dulu lagi yang hanya sebatas sebagai lokasi program pembangunan. Dengan begitu desa akan bisa menyelenggarakan pemerintahan, pembangunan,

  • 10 BUKU 1 : KEWENANGAN DESA DAN REGULASI DESA

    pemberdayaan masyarakat sendiri secara penuh. Desa akan menjadi subjek pembangunan bukan lagi sebagai objek. Dengan pendekatan fasilitasi, emansipasi dan konsolidasi. Dan sekarang ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan imposisi, tidak seperti masa sebelumnya yang menggunakan pendekatan mutilasi sektoral.

    Wajah Baru Desa Arah Baru, Peta Jalan Baru

    Pembangunan Desa

    Institusionalisasi Sistem Desa

    Redistribusi

    Kesejahteraan Rakyat

    Pembinaan, Pemberdayaan dan Pengawasan

    Desa yang maju, kokoh, mandiri dan demokratis

    Rekognisi Penataan Desa Mandat Kewenangan

  • 11BUKU 1 : KEWENANGAN DESA DAN REGULASI DESA

    B. KEWENANGAN DESA

    Dengan dua azas utama rekognisi dan subdidiaritas UU Desa mempunyai semangat revolusioner, berbeda dengan azas desentralisasi dan residualitas. Dengan mendasarkan pada azas desentralisasi dan residualitas desa hanya menjadi bagian dari daerah, sebab desentralisasi hanya berhenti di kabupaten/kota. Disamping itu, desa hanya menerima pelimpahan sebagian kewenangan dari kabupaten/kota. Sehingga desa hanya menerima sisa-sisa lebihan daerah, baik sisa kewenangan maupun sisa keuangan dalam bentuk Alokasi Dana Desa.

    Kombinasi antara azas rekognisi dan subsidiaritas UU Desa menghasi