206
BAGIAN KESATU BUDAYA MARITIM, GEO-POLITIK DAN TANTANGAN KEAMANAN INDONESIA Oleh: Dra. Adirini Pujayanti, M.Si

Buku Lintas Tim 3

Embed Size (px)

Citation preview

  • Bagian Kesatu

    Budaya MaritiM, Geo-Politik dan tantanGan keaManan indonesia

    Oleh: Dra. Adirini Pujayanti, M.Si

  • 3BaB 1Pendahuluan

    latar Belakangi.

    Indonesia adalah negara kepulauan dengan kekayaan sumber daya kelautan yang besar. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan negara kepulauan (archipelagic state) terbesar di dunia yang memiliki 17.480 pulau dengan luas lautnya mencapai 5,8 juta km dan garis pantai sepanjang 95,181 km.1. Sebagaimana diatur dalam United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS, 1982), Indonesia sebagai negara kepulauan merupakan satu kesatuan wilayah yurisdiksi, yang berdaulat serta mempunyai hak dan wewenang penuh yang diakui dunia internasional, untuk mengatur, mengelola dan memanfaatkan kekayaan laut yang dimilikinya bagi kepentingan seluruh rakyat Indonesia. Indonesia juga memiliki hak berdaulat atas sumber kekayaan alam dan berbagai kepentingan yang berada di atas, di bawah permukaan dan di lapisan bawah dasar laut Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas 2,7 juta km .yang mengelilingi laut kedaulatan selebar 200 mil laut. Wilayah laut teritorial Indonesia berbatasan langsung dengan wilayah laut Malaysia, Singapura, Philipina, Palau, India, Thailand, Vietnam dan Australia. Sedangkan terkait ZEE, Indonesia berbatasan dengan Philipina, Palau, India, Thailand dan Australia.

    Kehidupan di negara kepulauan berciri maritim, yaitu perikehidupan yang memanfaatkan laut sebagai sumber hidupnya. Sumber daya laut dari sudut ekonomi mempunyai keunggulan komparatif, sedangkan posisinya dapat menjadi keunggulan positif.2 Posisi Indonesia strategis dalam jalur perdagangan internasional sehingga Indonesia berpotensi dapat lebih memainkan peranan politisnya dalam percaturan politik Internasional. Letak geografis yang

    1 FGD P3DI dengan Prof.Dr.Rizald Max Rompas pada tanggal 3 Agustus 2011.

    2 Wahyono S.K., Indonesia Negara Maritim, dalam Masalah Perbatasan Wilayah laut Indonesia Di Laut Arafuru dan laut Timor: 169-170.

  • 4Budaya Maritim, Geo-Politik dan Tantangan Keamanan Indonesia

    strategis dan kekayaan alam melimpah sebagai tersebut merupakan aset bagi kesinambungan pembangunan nasional, namun sekaligus memancing pihak-pihak tertentu untuk memanfaatkannya secara illegal. Secara geografis posisi Indonesia sangat penting artinya bagi lalu lintas pelayaran internasional. Indonesia berada pada posisi strategis diantara dua benua Asia dan Australia yang memiliki karakteristik masing-masing. Selain itu, Indonesia pun berada di antara dua samudera yang menjadi jalur perhubungan berbagai bangsa, yaitu Samudera Pasifik dan Hindia. Kondisi geografis tersebut menyebabkan Indonesia berperan menjadi Bufferzone, atau daerah penyangga, bagi kedua benua.

    Dalam wilayah Indonesia terdapat tiga Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) yang dapat digunakan sebagai lalu lintas pelayaran internasional. ALKI I terdiri dari alur Selat Sunda, Karimata, Natuna dan Laut China Selatan. ALKI II melalui Selat Lombok, Makassar dan Laut Sulawesi. ALKI III berkaitan dengan alur laut yang ada di Laut Timor dan Laut Arafuru yang dikelompokkan dalam ALKI III-A melalui laut Sawu-Ombai, Laut Banda (bagian Barat P. Buru), Laut Seram, Laut Maluku dan Samudra Pasifik. ALKI III-B melalui Laut Timor, Selat Leti, Laut Banda bagian Barat P. Buru), laut Seram, Laut Maluku, Samudra Pasifik. ALKI III-C yaitu Laut Arafuru, Laut Banda (bagian barat P.Buru), Laut Seram, Laut Maluku dan Samudra Pasifik.

    Dalam negara kepulauan Indonesia kedudukan laut yang khas sebagai salah satu matra wilayah nasional mempunyai fungsi integrasi wilayah nasional, perhubungan laut nasional dan internasional, deposit sumber daya alam, pertahanan keamanan dan fungsi jasa, penelitian, dan kelestarian lingkungan. Meningkatnya tuntutan terhadap kesejahteraan dan pemenuhan kepentingan ekonomi manusia, telah pula mengantarkan negara-negara yang mempunyai kepentingan sama untuk menjalin kerjasama di bidang politik dan perdagangan. Namun hal ini tidak menutup kemungkinan, bahwa demi kepentingan kesejahteraan dan ekonomi, negara-negara tersebut akan saling berhadapan untuk memperebutkan sumber kekayaan alam dari laut.

    Seluruh bangsa Indonesia memiliki kepentingan yang sama terhadap laut, yaitu terwujudnya kondisi laut yang aman dan terkendali dalam rangka menjamin integritas wilayah guna menjamin kepentingan nasional. Guna mewujudkan kondisi keamanan di laut, diperlukan adanya upaya penegakan kedaulatan dan penegakan hukum. Masalah penegakan hukum di laut menjadi satu isu nasional yang penting, mengingat kerugian yang dialami negara sangat besar akibat berbagai pelanggaran hukum yang terjadi di laut. Pelanggaran

  • 5Adirini Pujayanti

    hukum tersebut meliputi perompakan (armed robbery), penyelundupan manusia (imigran gelap), penyelundupan barang (seperti kayu, gula, beras, BBM, senjata api, narkotika, psikotropika), illegal fishing, pencemaran laut, eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam secara illegal, serta pelanggaran lain di wilayah laut.

    Di era globalisasi saat ini, kemajuan telekomunikasi kelautan telah mengubah dunia, memudahkan dan membuka jalur perdagangan antar bangsa semakin cepat. Interaksi antar bangsa melalui sarana transportasi tersebut manusia dimudahkan untuk saling mengenal sehingga terjadi proses interaksi dan pertukaran tata nilai.dengan demikian arus globalisasi mudah menyebar ke seluruh dunia. Namun,kemajuan teknologi dan konsekuensi politis dari globalisasi juga memungkinkan kemudahan akses informasi dan mobilitas tak terbatas yang kemudian membuka jalan bagi tantangan keamanan baru berdimensi transnasional, termasuk juga aktor-aktor baru. Perihal keamanan yang secara tradisional merupakan domain negara, sekarang menarik perhatian aktor-aktor lain di luar negara, karena pemerintah dan organisasi internasional tidak mampu lagi mempertahankan fungsi pengawasan.3

    Indonesia sebagai negara kepulauan tidak mungkin menutup diri dari arus perubahan globalisasi tersebut. Dengan memanfaatkan posisinya yang strategis di jalur transportasi dunia, Indonesia dapat berperan aktif dalam percaturan politik internasional. Dictum yang menyatakan negara penguasa Samudera Hindia akan mampu mendominasi Asia menyebabkan banyak negara bersaing dan ingin intervensi langsung untuk mengamankan Asia Tenggara, khususnya Selat Malaka, yang merupakan alur laut penting di abad 21.4 Dengan demikian besar peran Selat Malaka sebagai jalur pelayaran dan perdagangan dunia, International Maritime Organization (IMO) yang merupakan badan dunia untuk keselamatan pelayaran memberi perhatian khusus pada keamanan pelayaran di Selat Malaka.5 Ancaman terorisme di Asia Tenggara dan penilaian terhadap lemahnya pengawasan pengamanan Indonesia terhadap masalah ini juga menyebabkan AS berkeinginan untuk turun tangan mengamankan Selat

    3 Yasmin Sungkar, Pergeseran Isu Keamanan Tradisional ke Non-Tradisional:Sebuah Pendahuluan, dalam Isu-Isu Keamanan Strategis dalam Kawasan ASEAN (Yasmin Sungkar ed.) Jakarta; LIPI, 2008: 9-10.

    4 Chasing ghosts The notion that geography is power is making an unwelcome comeback in Asia http:// www.economist. com/node/13825154?story_id=13825154 Jun 11th 2009.

    5 Caroline E. Foster, Counter-Terrorism and the Security of Shipping in South East Asia, dalam Maritim security International Law and Policy Perspective from Australia and New Zaland, Natalie Klein etc. (ed),London; Routledge, 2010: 145.

  • 6Budaya Maritim, Geo-Politik dan Tantangan Keamanan Indonesia

    Malaka.6 China juga mempunyai kepentingan yang sama terhadap pengamanan wilayah perairan Asia Tenggara, sehingga kehadirnya militer AS secara langsung di kawasan ini akan mengundang pula masuknya kekuatan militer China di wilayah yang sama.7 Kehadiran negara-negara besar yang walaupun bukan negara kepulauan, namun memiliki visi dan kebijakan maritim yang kuat akan selalu membayangi negara pemilik pertahanan terlemah di Asia Tenggara. Meningkatnya ancaman keamanan tradisional maupun non tradisional di era globalisasi saat ini mengharuskan Indonesia untuk selalu waspada menjaga keamanan wilayah lautnya, bila tidak ingin kelemahan Indonesia tersebut dimanfaatkan pihak lain.

    Permasalahanii.

    Sebagai negara kepulauan, bukan hal yang mudah Indonesia untuk mengamankan seluruh wilayah lautnya. Dengan melihat latar belakang di atas menjadi penting diteliti disini Indonesia sebagai negara kepulauan menghadapi tantangan di era globalisasi. Adapun pertanyaan penelitian adalah:

    Bagaimana budaya maritim Indonesia sebagai negara kepulauan ?1. Apa kendala yang dihadapi Indonesia dalam upaya menjaga dan 2. mengamankan wilayah lautnya ?

    tujuan dan Kegunaan Penelitianiii.

    Penelitian ini akan membantu DPR dalam melaksanakan fungsi pengawasan terhadap kinerja pemerintah dalam mengelola masalah-masalah kelautan, serta menyiapkan berbagai undang-undang terkait. Laporan penelitian ini juga akan sangat berguna dalam membantu anggota DPR dalam mengkritisi kebijakan pemerintah di sektor kelautan dan perikanan, serta dalam menyusun legislasi yang relevan seperti RUU tentang Kelautan, RUU tentang perubahan undang-undang tentang Perjanjian Internasional, RUU tentang Perubahan Undang-undang tentang Perikanan, RUU tentang Provinsi Kepulauan dan rencana pembentukan UU tentang Daerah Perbatasan.

    6 K.S. Nathan, The Dynamic Growth Order in East and Southeast Asia: Strategic Challenges and prospects in Post-9/11 Era, dalam Continent, Coast, Ocean (Ooi Kee Beng and Ding Choo Ming ed.), Singapore; ISEAS, 2007: 203-204.

    7 Evelyn Goh, Singapores Reaction to a Rising China:Deep Engagement and Strategic Adjustment dalam China and Southeast Asia Global Changes and Regional Challenges, Ho Khai Leong and Samuel C.Y. Ku (ed.), Singapore; ISEAS, 2005: 310-324.

  • 7Adirini Pujayanti

    Dengan demikian, laporan penelitian tim atau kelompok yang komprehensif ini dapat dimanfaatkan untuk anggota Komisi I, Komisi IV dan Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) yang membidangi masalah-masalah antar negara dan pertahanan dan keamanan nasional. Secara khusus, laporan penelitian dapat dikontribusikan bagi Badan Legislasi dalam peran menyusun legislasi, dan Panitia Khusus RUU yang terkait masalah-masalah kelautan dan kejahatan transnasional.

  • 9BaB 2KerangKa PemiKiran

    Melihat dari kajian studi keamanan dengan meminjam kerangka analisis Barry Buzan dkk (1998), konsep keamanan maritim berada diantara dua interaksi pemikiran yaitu kerangka tradisional tentang keamanan yang cenderung membatasi konsep keamanan (de-securitization) dengan kecenderungan kompetisi atau masalah keamanan antar negara. Sedangkan kelompok non-tradisional yang memiliki kecenderungan untuk memperluas konsep keamanan (securitization). Bentangan keamanan (security landscape) menurut mazhab non-tradisional tersebut harus memasukan masalah keamanan intranegara dan masalah keamanan lintas nasional. Yang dimaksud dengan masalah keamanan intra-negara misalnya munculnya kekacauan (disorder) dalam negara dan masyarakat karena etnik, ras, agama, linguistik atau strata ekonomi. Sedangkan masalah keamanan lintas nasional misalnya ancaman keamanan yang berasal dari isu kependudukan seperti migrasi, lingkungan hidup dan sumber daya yang ruangnya tidak dibatasi pada skala nasional. Ancaman keamanan ini juga terkait dengan konsep keamanan manusia. (human security).8

    Pandangan tradisional cenderung mengaitkan keamanan dengan integritas territorial suatu negara. Pengertian ini mengutamakan negara sebagai entitas yang perlu diamankan. Namun formulasi ini tidak memadai ketika batas-batas negara terjamin integritasnya tetapi masyarakatnya terganggu akibat berbagai gangguan keamanan yang menyerang rasa kemanusiaan. Sekedar mengamankan batas-batas negara dari ancaman internal dan eksternal tidak menjamin keamanan suatu negara bila terjadi gejolak ekonomi dan ketidakstabilan politik.9 Oleh karena itu untuk selanjutnya penelitian ini menggunakan kerangka pemikiran non-tradisional. Hal ini sejalan dengan era globalisasi saat ini banyak faktor lain yang harus diperhitungkan dalam upaya menjaga keamanan wilayah laut

    8 Makmur Keliat,Keamanan Maritim dan Implikasi Kebijakannya Bagi Indonesia, dalam Jurnal Ilmu Sosial dan Politik,Vol 13, No.1 Juli 2009: 113.

    9 Yasmin Sungkar, op.cit: 1-2.

  • 10

    Budaya Maritim, Geo-Politik dan Tantangan Keamanan Indonesia

    sebuah negara. Saat ini tidak lagi terbatas pada membangun armada angkatan laut yang kuat semata, tetapi perlu memperhatikan faktor lain diantaranya politik internasional, perdagangan internasional, hukum laut internasional, lingkungan hidup dan SDA kelautan, jalur pelayaran laut dan politik luar negeri. 10

    Barry Buzan dalam teori national security di awal dasawarsa 1990 telah memperkenalkan keterkaitan antara keamanan individual, masyarakat, nasional (negara), dan internasional, dengan menganalisis berbagai tipe ancaman yang muncul dan sumber-sumbernya, serta anarki internasional yang dihasilkannya. Obyek keamanan yang dapat terancam keamanannya dan karenanya perlu dilindungi adalah negara, kedaulatan nasional, ekonomi nasional, identitas kolektif dan lingkungan hidup.11 Secara spesifik, Buzan mengangkat keamanan ekonomi (economic security) sebagai isu baru yang harus diperhatikan dan ditanggapi.12 Di sini, Buzan juga melihat hubungannya dengan faktor kerusakan lingkungan hidup dan relevansinya dengan masa depan ekonomi politik di tingkat nasional, kawasan dan internasional.13 Pemikirannya ini kemudian dikembangkan lebih lanjut dengan memasukkan isu ekonomi dan lingkungan hidup sebagai bagian dari agenda keamanan dengan kerangka kerja baru dalam analisisnya.

    10 Gan Zhen, Australian Sea Power Issues and International Relations in Asia--Pacific Region, http://www.library.uq.edu.au/ ojs/index. php/ asc /article/ view Article/630 diakses 24 November 2010.

    11 Barry Buzan, Ole Waever dan Jaap de Wilde, Security: A New framework for Analysis, (London: Lynne Rienner Publisher, 1998): 22-23.

    12 Barry Buzan, People, States, and Fear: An Agenda for International Security Sudies in the Post-Cold War Era, (New York: Harvester Wheatsheaf, 1991): 230-269.

    13 Ibid: 256-261.

  • 11

    BaB 3metodologi Penelitian

    Waktu dan tempati.

    Penelitian lapangan dilakukan dua kali, yakni pada bulan Mei dan Juli 2011. Untuk penelitan pertama, 22 28 Mei 2011, kegiatan penelitian lapangan akan berlangsung di Provinsi Sumatera Utara, khususnya di Medan dan Belawan, sementara, penelitian kedua, Juli 2011, berlangsung di Provinsi Sulawesi Utara, khususnya di Menado dan Bitung pada tanggal 3 9 Juli 2011.

    Pemilihan Sumatera Utara karena wilayah ini merupakan salah satu wilayah penting dalam pengamanan Selat Malaka. Pentingnya pengamanan Selat Malaka dibuktikan dengan berdirinya Pangkalan Utama Angkatan Laut (Lantamal) I di Belawan, sedangkan pelabuhan Belawan sendiri merupakan pelabuhan internasional yang penting bagi arus perdagangan internasional. Perairan Sumatera Utara juga merupakan salah satu lokasi terjadinya ilegal fishing terbesar di wilayah Indonesia bagian Barat. Dalam masalah sumber daya ikan laut wilayah perairan Sumatera Utara termasuk wilayah pengelolaan sumber daya perikanan, khususnya di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) I yang terletak di Selat Malaka dan WPP II di Laut Cina Selatan.

    Pemilihan Sulawesi Utara karena wilayah yang berbatasan dengan Filipina ini rawan terhadap aktivitas transnational crimes, kawasan laut ini juga merupakan salah satu lokasi illegal fishing terbesar di Indonesia bagian Timur mengingat lautnya yang kaya dengan keanekaragaman hayati. Laut Sulawesi Utara merupakan wilayah pengelolaan sumber daya perikanan, khususnya di WPP VI di Laut Seram dan Teluk Tomini, dan WPP VII yang berada di Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik. Belakangan ini, Sulawesi Utara semakin menjadi perhatian internasional, karena telah terpilih sebagai tempat pelaksanaan berbagai kegiatan internasional terkait kelautan.

  • 12

    Budaya Maritim, Geo-Politik dan Tantangan Keamanan Indonesia

    Serangkaian kegiatan wawancara yang diperlukan juga akan dilakukan di Jakarta dan Bogor terkait dengan instansi-instansi dan narasumber terkait (relevan), sebagai bagian dari kegiatan penelitian di atas.

    Bahan dan Cara Pengumpulan dataii.

    Pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan untuk mendapatkan data sekunder terkait dengan masalah kelautan yang hendak dibahas dalam penelitian ini. Setelah memperoleh data yang diperlukan, penelitian dilanjutkan dengan penelitian lapangan untuk memperoleh data primer melalui wawancara secara mendalam dengan pihak-pihak terkait. Adapun pihak-pihak yang diwawancarai adalah sebagai berikut:

    Peneliti LIPI bidang Kemasyarakat dan Kebudayaan (PMB), ibu Jaleswari 1. PramowardaniBapak Abdul Halim, Program Koordinator LSM Koalisi Rakyat untuk 2. Keadilan Perikanan (Kiara)Bapak Drs.A.J. Benny Mokalu, S.H, Kepala Pusat Penyiapan Kebijakan 3. Keamanan Laut Bakorkamla RIProf. Dr. Ir.TrihandoyoKusumastanto,MS, Kepala Pusat Kajian Sumberdaya 4. Pesisir dan Lautan IPB,Bapak Tommy Hermawan, Direktorat Kelautan dan Perikanan Bappenas.5. Komandan Lantamal I Sumatera Utara Laksamana TNI Amri Husaini 6. beserta jajarannyaPeneliti LIPI Bidang Hubungan Internasional, Bapak Riefki Muna7. Komandan Lantamal VIII Sulawesi Utara Laksmana TNI Sugianto,SE. 8. M.A.P beserta jajarannyaIbu Ir. Ida Kusuma W, Sekretaris Ditjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan 9. dan Perikanan KKPBapak Hafrisal, Ketua Serikat Nelayan Tradisional Sumatera Utara10. LSM Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Langkat dan LSM 11. Jala Medan (Sumatera Utara), Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Medan, LSM Kelola ManadoIbu Ir. Sri Atmini, Sesditjen Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil KKP 12. beserta jajarannya.

  • 13

    Adirini Pujayanti

    metode analisis dataiii.

    Penelitian ini menggunakan metode kualitatif untuk menjelaskan tantangan yang dihadapi Indonesia sebagai negara kepulauan di era globalisasi. Data primer merupakan hasil-hasil pengumpulan data yang diperoleh melalui wawancara mendalam terhadap nara sumber yang dipilih secara sengaja. Sedangkan data sekunder adalah bahan-bahan tertulis yang dikumpulkan melalui studi kepustakaan. Sifat penelitian ini deskriptif karena menggambarkan jawaban atas permasalahan diatas.

  • 15

    BaB 4Budaya maritim dan geo-PolitiK indonesia

    Pudarnya Budaya maritim i.

    Negara kepulauan Indonesia memiliki wilayah perairan laut lebih luas dari pada wilayah daratannya, sehingga peranan wilayah laut menjadi sangat penting bagi kehidupan bangsa dan negara. sebagai negara kepulauan sepatutnya memiliki budaya maritim yang kuat, baik dalam cara hidup masyarakat maupun kebijakan pembangunan nasionalnya. Bila kita kembali melihat kepada sejarah, kerajaan Sriwijaya (Nusantara I) dan kerajaan Majapahit (Nusantara II) merupakan contoh kejayaan pemerintahan maritim di Nusantara. Kejayaan Indonesia sebagai negara kepulauan di masa lalu tersebut karena paradigma masyarakatnya yang mampu menciptakan visi Maritim sebagai bagian utama dari kemajuan budaya, ekonomi, politik dan sosial dan pertahanan. Mereka mempunyai ketajaman visi maritim serta kesadaran yang tinggi terhadap keunggulan strategis letak geografi wilayah bahari Nusantara. Kemampuan tersebut dilakukan dengan segenap political will dari seluruh pemimpin dan rakyatnya. Sriwijaya mendasarkan politik kerajaannya pada penguasaan alur pelayaran dan jalur perdagangan serta menguasai wilayah-wilayah strategis yang digunakan sebagai pangkalan lautnya. Sedangkan kerajaan Majapahit mempunyai strategi politik menyatukan kepulauan Nusantara sehingga memprioritaskan pembangunan armada laut yang tangguh.14

    Wilayah laut Indonesia telah lama menjadi kancah aktivitas bangsa-bangsa lain baik dalam bentuk perdagangan maupun perebutan pengaruh atau kekuasaan. Interaksi penduduk Nusantara dengan bangsa asing telah berlangsung lama. Berdasarkan sejarah, masuknya bangsa asing melalui jalur pelayaran laut ke wilayah Nusantara telah lama terjadi di sekitar abad II, dengan masuknya pelaut dari China, India dan Arab. Armada pelaut Nusantara sendiri diduga telah mampu menguasai wilayah lautan Nusantara bahkan ke kerajaan

    14 Joko Pramono, Budaya Bahari, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 2005: 4-7.

  • 16

    Budaya Maritim, Geo-Politik dan Tantangan Keamanan Indonesia

    China dan India.15 Selanjutnya pelaut-pelaut dari Eropa datang ke Nusantara di sekitar pertengahan abad ke 13 dengan tujuan berdagang rempah-rempah. Namun, berlimpahnya rempah-rempah di Nusantara yang merupakan komoditi mahal di Eropa, mengubah keinginan berdagang Bangsa Eropa untuk menjajah Nusantara.

    Kejayaan maritim Nusantara mulai terhapus dengan masuknya penjajajahan Barat yang tidak menghendaki Indonesia tumbuh sebagai negara kepulauan yang kuat. Laut, bagi kebanyakan suku di Indonesia merupakan ajang untuk mencari kehidupan. Fenomena ini pada akhirnya membentuk karakter bangsa pelaut, seperti lahirnya Kadatuan Sriwijaya, Kerajaan Malayu, Kerajaan Majapahit, hingga ketangguhan para pelaut Sulawesi. Sejak awal tarikh Masehi, laut Nusantara telah diramaikan oleh kapal-kapal dari berbagai penjuru dunia. Jaringan pelayaran di Nusantara terbentuk karena perdagangan rempah-rempah yang mempunyai daerah pemasaran luas seluruh dunia. Namun hal ini tidak menjamin terbentuknya budaya maritim secara berkelanjutan dalam masyarakat Indonesia. Hal ini sedikit banyak dipengaruhi oleh kolonialisme di Indonesia yang tidak menghendaki sektor kelautan Indonesia tumbuh kuat. Sejak awal penjajahan Belanda, dalam rangka penguasaan Nusantara diterapkan strategi memaksa masyarakat untuk berpaling ke darat. Para raja dan sultan ditaklukan tetapi boleh menduduki tahtanya dengan syarat, urusan laut harus diserahkan kepada Belanda. Indonesia lebih diperkenalkan sebagai negara agraris daripada negara maritim, akibatnya budaya maritim secara perlahan memudar dan hingga kini Indonesia masih berorientasi ke darat.

    Pembangunan kembali budaya maritim perlu segera dilaksanakan dan harus didukung semua pihak guna mewujudkan kejayaan kelautan. Banyak hal yang mempengaruhi implementasi visi dan kebijakan maritim namun akar masalahnya berada dalam budaya agraris tradisional yang kita warisi. 16 Komunitas pesisir menjadi lemah di masa lampau karena tidak adanya persepsi bersama menghadapi merkantilisme Eropa sehingga kerajaan-kerajaan pesisir hancur ditaklukkan, menghadapi tekanan dari kolonialisme dan juga serangan dari pedalaman. Dengan demikian budaya yang dominan adalah budaya agraris tradisional, yang antara lain ditandai sampai sekarang oleh kebiasaan mayoritas anak-anak menggambar gunung, sawah dan matahari dan nyaris tidak penah menggambar pemandangan pantai dan laut. Indonesia harus menuntaskan

    15 Ibid: 27-28.

    16 Mantan KSAL TNI AL Laksamana (Purn) Slamet Soebiyanto, Pembangunan Kembali Budaya Maritim Segera Dilaksanakan, Suara Pembaruan, 18 November 2010: 14.

  • 17

    Adirini Pujayanti

    jati diri bangsa sebagai penghuni negara kepulauan, dan perlu mempunyai visi dan strategi yang cerdas dan kreatif untuk keluar dari paradigma agraris tradisional ke arah paradigma maritim yang rasional dan berwawasan global demi kesejahteraan rakyat.

    Upaya Indonesia untuk kembali membangkitkan kejayaan Indonesia sebagai negara kepulauan melalui tiga pilar utama yakni Sumpah Pemuda 28 Oktober, Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan Deklarasi Djoeanda 1957 tidak mudah untuk dilakukan. Di masa pemerintahan Sukarno, Indonesia telah mendeklarasikan Wawasan Nusantara. Wawasan Nusantara memandang wilayah laut merupakan satu keutuhan dengan wilayah darat, udara, dasar laut dan tanah yang ada di bawahnya, serta seluruh kekayaan yang terkandung di dalamnya yang tidak bisa dipisah-pisahkan. Di era Pemerintahan Presiden Soeharto, Indonesia berupaya memperoleh pengakuan internasional tentang Negara Nusantara, yang kemudian berhasil mendapat pengakuan internasional dalam forum konvensi PBB tentang Hukum Laut tahun 1982 (UNCLOS 82) serta berlaku efektif sebagai hukum internasional positif sejak 16 November 1984. Di masa Pemerintahan B.J Habibie kembali Indonesia mendeklarasikan visi pembangunan kelautan dalam Deklarasi Bunaken. Inti deklarasi tersebut adalah pemahaman bahwa laut merupakan peluang, tantangan dan harapan untuk masa depan persatuan bangsa Indonesia. Dilanjutkan oleh Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid melalui komitmen Pembangunan Kelautan dengan dibentuknya Departemen Kelautan dan Perikanan dan dikembangkannya Dewan Maritim Indonesia yang kemudian menjadi Dewan Kelautan Indonesia.

    Di era Reformasi saat ini, dalam PJPN 2005-2025 Pemerintah telah membuat kebijakan untuk mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat dan berbasis kepentingan nasional. Diantaranya dengan kembali memantapkan budaya bahari dalam RPJMN 2004-2009.17 Namun telah tumbuh kerancuan identitas, sebab meski mempunyai persepsi kewilayahan maritim namun kultur yang kemudian terbangun adalah sebagai bangsa agraris. Paradigma masyarakat Indonesia tentang laut cenderung berbeda dengan realitas, sehingga arah kebijakan pembangunan selanjutnya menjadi kurang tepat karena lebih condong ke pembangunan berbasis daratan, sektor kelautan manjadi sektor pinggiran (pheripheral sector). 18

    17 FGD dengan Bapak Tommy Hermawan, Direktorat Kelautan dan Perikanan Bappenas, tanggal 15 Agustus 2011.

    18 Sarwono Kusumaatmadja, Visi Maritim Indonesia: Apa Masalahnya? BUNYU ONLINE, http://www. bunyu-online. com/2009/09/indonesia-dan-visi-negara-maritim.html, 28 September 2009.

  • 18

    Budaya Maritim, Geo-Politik dan Tantangan Keamanan Indonesia

    Wawasan nusantara sebagai Konsep geopolitik indonesia ii.

    Pengakuan sebagai negara kepulauan mengharuskan Indonesia untuk segera membenahi kemampuannya dalam menjaga keamanan dan stabilitas nasional dengan sumberdaya yang terbatas, berbagi kepentingan dengan banyak pihak yang ingin memanfaatkan fasilitas laut yang dimiliki negara kepulauan serta tetap berupaya menjaga dan melestarikan lingkungan laut dengan segala ekosistemnya.19 Negara kepulauan Indonesia dipandang rapuh dan mudah terpecah. Laut yang memisahkan pulau-pulau di Indonesia dianggap sebagai pemisah dan menimbulkan hambatan pembangunan nasional di berbagai bidang, terutama komunikasi, koordinasi dan identitas bagi rakyat Indonesia.20 Posisi Indonesia yang terletak di antara dua benua Asia dan Australia, dua samudera Hindia dan Pasifik, serta kondisi Indonesia yang harus berbagi Pulau Kalimantan, Timor dan Papua dengan negara tetangga, juga dianggap menjadikan pertahanan Indonesia lemah. Laut terbuka yang mengelilingi Indonesia juga merupakan pintu masuk bagi musuh maupun berbagai kegiatan kejahatan antar negara.

    Dengan mengacu pada kondisi Indonesia saat ini diperlukan strategi besar (grand strategy) maritim sejalan dengan doktrin pertahanan defensif aktif dan fakta bahwa bagian terluar wilayah yang harus dipertahankan adalah laut. Pemerintah Indonesia berusaha mengatasi keterpisahan wilayah ini dengan doktrin nasional yang disebut Wawasan Nusantara dan politik luar negeri bebas aktif. sedangkan geostrategi Indonesia diwujudkan melalui konsep Ketahanan Nasional yang bertumbuh pada perwujudan kesatuan ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan. Berdasarkan Wawasan Nusantara, sebagai konsep geopolitik, Indonesia dapat mempertahankan wilayahnya. Sebagai negara kepulauan yang luas, bangsa Indonesia beranggapan bahwa laut yang dimilikinya merupakan sarana penghubung pulau, bukan pemisah. Pulau-pulau yang tersebar secara terpisah di negara kepulauan Indonesia tetap merupakan satu kesatuan unit. Sehingga, walaupun terpisah-pisah, bangsa Indonesia tetap menganggap negaranya sebagai satu kesatuan utuh yang terdiri dari tanah dan air, sehingga lazim disebut sebagai tanah air. 21 Perwujudan tanah air sebagai satu kesatuan, dianggap sudah sesuai dengan aspirasi dari falsafah Pancasila.

    19 P. Joko Subagyo,S.H,Hukum Laut Indonesia, Jakarta; Rhineka Cipta, 2005: 35.

    20 Robert Cribb dan Michele Ford,Indonesia as an archipelago:managing islands, managing the seas, dalam Indonesia Beyond Waters Edge, Ropbert and Michele Ford (ed), Singapore;ISEAS, 2009: 1-3.

    21 Ibid: 11.

  • 19

    Adirini Pujayanti

    Indonesia sebagai negara kepulauan seharusnya melaksanakan cara hidup yang mencerminkan budaya maritim dan memprioritaskan kebijakan pembangunan yang terkait dengan masalah kelautan. Namun sejauh ini hal tersebut belum tampak, sehingga seringkali dikatakan Indonesia hanyalah negara kepulauan yang bercita-cita ingin menjadi negara maritim. Hal ini dapat dipahami mengingat upaya membangun kepulauan bukan merupakan sebuah masalah mudah, terlebih lagi Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Laut sebagai pemisah antar pulau menyebabkan biaya besar besar, teknologi, bahaya serta hambatan waktu dalam membangun Indonesia. Sebagai negara yang terdiri dari banyak pulau, kemampuan Indonesia di bidang teknologi kelautan masih sangat terbatas sehingga kesulitan untuk mengelola sumber daya laut yang dimilikinya.

    Indonesia belum menjadi negara maritim sepenuhnya karena belum dapat memanfaatkan dan mengelola potensi kelautan secara optimal.22 Meskipun bidang kelautan amat menjanjikan kemakmuran bagi Indonesia. Kendala terbesar yang menjadi hambatan di bidang kelautan di Indonesia adalah bidang kelautan belum menjadi mainstream dalam pembangunan Indonesia. Hal ini patut disayangkan mengingat laut Indonesia merupakan sektor yang dapat memberikan keuntungan besar bagi pembangunan nasional. Sektor kelautan tersebut yaitu: perikanan, pariwisata bahari, pertambangan, industri maritim, transportasi laut, bangunan kelautan dan jasa kelautan.Masih banyak problem yang harus diselesaikan, misalnya industri maritim belum berjalan, bidang pelayaran masih tertinggal dari negara lain, rendahnya penguasaan iptek kelautan, rendahnya kualitas dan kuantitas SDM kelautan yang dimiliki. Indonesia pun masih memiliki batas wilayah laut yang belum diselesaikan. Hilangnya Sipadan dan Ligitan, serta munculnya masalah Ambalat, adalah ketidakpahaman kita soal mana batas wilayah maritim dan territorial, serta pengelolaan laut yang tidak tepat. Pengamanan maritim yang kurang, ketidakmampuan melakukan pemeliharaan dan pemanfaatan sumber daya laut laut, dan tidak adanya peningkatan peranan nelayan di Indonesia, merupakan beberapa problem yang belum terselesaikan dan merugikan Indonesia.

    22 Wawancara dengan Prof. Dr. Ir.TrihandoyoKusumastanto,MS, Kepala Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB, tanggal 9 Agustus 2011.

  • 21

    BaB 5anCaman Keamanan non-tradisional

    Indonesia adalah negara kepulauan, kondisi tersebut mengharuskan upaya pertahanan Indonesia harus kuat di sektor laut dan udara. Hal ini penting karena dari sudut keamanan tradisional musuh negara akan datang dari laut dan udara. Namun, ancaman terhadap keamanan suatu negara tidak lagi selalu berwujud dalam bentuk yang tradisional berupa invasi militer dari negara asing. Ancaman non tradisional berupa penguasaan sumber daya-sumber daya alam kelautan Indonesia adalah bentuk lain dari masuknya hegemoni dan dominasi negara atau kekuatan lain yang mengancam kedaulatan negara.

    Perompakani.

    Dalam perkembangan politik internasional berbagai persoalan di bidang maritim menyebabkan meningkatnya tuntutan akan jaminan rasa aman dan keamanan bagi para pengguna laut. Saat ini transportasi laut merupakan alternatif angkutan termurah bagi pemindahan barang dan orang dibandingkan moda angkutan lainnya. Kondisi yang ada sekarang, limapuluh persen lebih alur transportasi minyak dunia dan ekspor barang mentah lainnya dilakukan melalui alur Samudera Hindia dan Selat Malaka menjadikan Indonesia sebagai nadi perdagangan dunia. Diperkirakan 40 persen perdagangan dunia melintasi wilayah perairan Indonesia. Sebanyak 50.000 kapal niaga melintasi Selat Malaka per tahunnya, sekitar 80 persen merupakan tanker bahan bakar dari Timur Tengah menuju Asia Timur.

    Menjelang akhir tahun 2008 kasus perompakan di perairan Asia Tenggara mulai berkurang. Berakhirnya konflik Gerakan Aceh Merdeka diduga berpengaruh pada menurunnya aksi kekerasan di laut tersebut, terutama di Selat Malaka. Namun demikian, hingga saat ini perompakan di Selat Malaka masih tetap ada. Kawanan perompak yang seringkali beraksi membajak kapal

  • 22

    Budaya Maritim, Geo-Politik dan Tantangan Keamanan Indonesia

    di Selat Malaka ditengarai berasal dari Peurlak Aceh Timur.23 Koordinasi antar institusi yang terkait penegakan hukum dan pengamanan di laut yang belum berjalan baik menuntut untuk segera diperbaiki, bila tidak ingin hal ini dijadikan alasan pihak asing untuk intervensi dalam pengamanan Selat Malaka. Perairan Indonesia memang rentan terhadap ancaman dan gangguan keamanan, termasuk terhadap aksi perompakan. Ketidakmampuan Indonesia untuk menjaga wilayah keamanan lautnya selalu menjadi alasan bagi pihak asing untuk intervensi dalam upaya pengamanan wilayah laut nasional. Mereka berkeyakinan upaya untuk mengatasi perompakan tidak dapat dilakukan hanya oleh satu negara, tetapi melalui kerjasama yang erat antar negara dengan melibatkan berbagai organisasi internasional.

    Asia Tenggara, khususnya Selat Malaka memiliki sejarah perompakan yang diterima masyarakat setempat sebagai bagian dari kebiasaan lama.24 Berbeda dengan bajak laut di Somalia yang beroperasi secara professional dan memiliki jaringan internasional (professional piracy), gangguan alur pelayaran yang terjadi di Selat Malaka adalah perompakan dengan alasan kemiskinan. Setelah konflik GAM di Aceh berakhir yang terjadi adalah perompakan laut (subsistence piracy/sea arm robbery) dengan pelaku nelayan miskin yang terpaksa melakukan tindak kejahatan untuk bertahan hidup.25 Pelaku perompakan laut di Selat Malaka menggunakan perahu kecil dan senjata ringan, sehingga umumnya korban yang mereka pilih adalah kapal tanker kecil dan kapal ikan yang berlayar pelan tanpa pengamanan dan tidak jauh dari pantai, bukan kapal dagang besar atau tanker transbenua yang berlayar di jalur pelayaran internasional.26 Modus operandi yang dilakukan adalah pemalakan kepada pengusaha perikanan, masalah ini belum teratasi karena para pengusaha memilih tidak melapor kepada pihak berwajib dan bersedia memberikan uang lewat kepada para perompak.27 Perompak tidak mengganggu nelayan tradisional sehingga masyarakat pesisir tidak mempedulikannya.

    23 Waspadai Perompakan dan Penjarahan, Kompas, 27 September 2011: 22.

    24 Eric Frecon (2005), Piracy in the Malacca Straits: notes from the field, IIAS Newsletter 36.

    25 Wawancara dengan bapak Drs.A.J. Benny Mokalu, SH, Kepala Pusat Penyiapan Kebijakan Keamanan Laut Bakorkamla Pusat tanggal 21 April 2011.

    26 Jane Chan dan Joshua Ho,Trends in Piracy and Armed Sea Robbery in Southeast Asia dalam Strategic Currents Emerging Trends in Southeast Asia, Yang Razali Kassim (ed.), Singapura; S.Rajaratnam School of International Studies: 119 -121.

    27 Wawancara dengan Komandan Lantamal I Sumatera Utara Laksamana I Amri Husaini beserta jajarannya tanggal 26 Mei 2011 dan pihak Polisi Air Belawan tanggal 25 Mei 2011.

  • 23

    Adirini Pujayanti

    illegal Fishingii. Kondisi geografis Indonesia di perlintasan dunia menyebabkan ZEE

    Indonesia menjadi tempat lalu lintas internasional. Berbagai jenis moda transportasi laut dengan berbagai macam kepentingan dan tujuan melintasi wilayah ZEE kita. Dengan adanya kepentingan internasional untuk dapat secara leluasa melintasi wilayah Indonesia, maka besarnya potensi sumber daya ikan yang ada di ZEE Indonesia juga sangat menarik minat bagi negara tetangga maupun negara-negara penangkap ikan jarak jauh untuk turut mengeksploitasi kekayaan alam tersebut. Konsep ZEE memberikan alternatif open access yaitu memberikan kewenangan bagi negara untuk mengelola sumber daya di ZEE-nya, namun konsep ini tidak selalu menjadi keuntungan bagi Indonesia.28 Bila Indonesia sebagai negara pemilik ZEE tidak memiliki kapasitas untuk menangkap ikan di ZEE-nya, pihak asing merasa berhak untuk memanfaatkanya maka pencurian ikan di wilayah Indonesia oleh nelayan asing terus berlangsung. Pengambilan ikan di wilayah ZEE Indonesia secara illegal oleh kapal asing seringkali dilakukan dengan cara-cara merusak lingkungan dengan menggunakan kapal trawl. Manfaat optimal dari konsep ZEE tidak akan tercapai tanpa pengelolaan yang bijaksana dan berdasarkan pada prinsip-prinsip keberlanjutan. Kerusakan lingkungan laut sebagai akibat dari tindakan penangkapan ikan yang dilakukan tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan mulai dirasakan nelayan-nelayan di Sumatera Utara. Beroperasinya kapal trawl dan modifikasinya (pukat harimau, pukat grandong, pukat setan) menyebabkan tangkapan nelayan semakin berkurang.29

    Kawasan perairan Natuna dan Laut China Selatan merupakan kawasan rawan pencurian ikan. Pencurian ikan didominasi nelayan asal Vietnam, Thailand. dan China. Kerugian negara akibat pencurian ikan diperkirakan mencapai 80 triliun rupiah, sekitar 50 triliun adalah kerugian pajak, sisanya merupakan kerugian yang timbul dari potensi ikan yang hilang. Demi menanggulangi illegal fishing di wilayah Indonesia, mulai 2011 ditetapkan prioritas untuk operasi di laut, yaitu di Perairan Natuna, khususnya di laut China Selatan, Sulawesi bagian utara, Laut Sulawesi dan utara Halmahera dan Laut Arafuru, yang terkenal banyak ikannya dan menjadi incaran illegal fishing. Dinas PSDKP Kementerian Kelautan berkoordinasi dan bersinergi dengan

    28 Luky Adrianto,Implementasi Code of Conduct For Responsible Fisheries dalam Perspektif negara Berkembang, Jurnal Hukum Internasional,Vol.2 No.3 April 2005, Jakarta; Lembaga Pengkajian Hukum Internasional FH UI.

    29 Wawancara dengan LSM JALA di Sumatera Utara dan Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI). tanggal 27 Mei 2011.

  • 24

    Budaya Maritim, Geo-Politik dan Tantangan Keamanan Indonesia

    sarana dan prasarana Bakorkamla, TNI AL, Polri, LIPI, Bakosurtanal, TNI AU dan Kelompok Pengawasan Masyarakat, terdiri dari 1.500 perkumpulan nelayan di seluruh Indonesia. Agar patroli pengawasan semakin efektifitas dan efisiensi, sejak 2010 telah dirintis integrated surveillance system, sehingga kehadiran pelaku illegal fishing dapat diketahui dan segera disergap dengan pola pencegatan. Selain itu akan dibangun crisis center sebagai wadah pelaksanaan tanggap darurat setiap permasalahan di kawasan Minapolitan. Namun karena luasnya wilayah laut Indonesia terjadinya illegal fishing oleh nelayan asing masih belum efektif tertanggulangi. Upaya pengamanan laut dari pencurian ikan selama ini juga terkendala oleh keterbatasan kapal dan bahan bakar, serta kurangnya personel untuk pengawasan dan pengamanan laut Indonesia.

    Latar belakang terjadinya illegal fishing tersebut bermacam-macam. Diantaranya industri perikanan Thailand tanpa pasokan ikan yang cukup akan berhenti, sehingga upaya mencukupi kebutuhan tersebut seringkali dilakukan dengan cara mencuri ikan Indonesia. Menurunnya kuantitas ikan di laut China menyebabkan negara tersebut menerapkan sistem open and closed sea bagi nelayannya sehingga mereka mencari ikan ke wilayah negara lain termasuk Indonesia,30 Sementara, batas wilayah kelautan antara Indonesia dan Malaysia yang belum juga usai menyebabkan seringnya terjadi sengketa perbatasan dan pencurian ikan di wilayah Indonesia. Tantangan yang dihadapi nelayan di perbatasan Indonesia dan Malaysia kini tidak lagi terbatas pada cuaca ekstrim, namun juga kriminalisasi oleh pihak keamanan asing, akibat batas-batas teritorial yang belum jelas.31 Masalah batas negara antara RI dan Malaysia seringkali menimbulkan ketegangan di laut antara kedua negara. Seperti yang terjadi dalam penangkapan nelayan Malaysia bulan April 2011 nyaris menimbulkan kontak senjata antara militer kedua negara, maupun penangkapan PNS KKP oleh Tentara Diraja Malaysia beberapa waktu sebelumnya. Sedangkan penangkapan ikan illegal oleh nelayan Vietnam karena perbedaan persepsi antara kedua negara, oleh karena itu dilakukan persamaan persepsi dengan penandatanganan nota kesepahaman antara Kadin dengan Vietnam Chamber of Commerce and Industry untuk memahami hukum yang berlaku di kedua negara.

    30 FGD dengan Ir. Ida Kusuma W, Sekretaris Ditjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan KKP, tanggal 21 Juli 2011.

    31 Wawancara dengan LSM Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Langkat Sumatera Utara tanggal 24 Mei 2011.

  • 25

    Adirini Pujayanti

    Penyelundupan manusiaiii.

    Posisi negara kepulauan Indonesia di poros persimpangan dunia menjadikan Indonesia sebagai negara pihak pada berbagai tindak kejahatan lintas negara.32 Misalnya, dalam kasus penyelundupan manusia yang merupakan salah satu bentuk kejahatan transnasional yang marak terjadi akhir-akhir ini. Dalam hubungan internasional penyelundupan manusia merupakan bagian dari ancaman keamanan non tradisional yang melanda dunia setelah Perang Dingin berakhir. Ancaman ini meningkat seiring dengan meningkatnya arus perjalanan, komunikasi dan perpindahan tenaga kerja yang disebabkan globalisasi. Saat ini penyelundupan manusia melalui perairan kawasan Asia Pasifik, khususnya Asia Tenggara cenderung meningkat. Konflik politik berkepanjangan yang terjadi di Afghanistan, Irak, Srilanka menyebabkan terjadinya aliran pengungsi ke luar negeri, dimana Australia yang berada di bagian selatan kawasan Asia Tenggara merupakan salah satu negara tujuan.

    Jumlah kasus penyelundupan manusia ke Australia terus meningkat dan mengharuskan negara ini bersikap tegas. Meski merupakan penandatangan Konvensi Pengungsi 1951, Australia melakukan seleksi ketat terhadap migran pencari suaka yang secara illegal masuk ke negaranya. Indonesia merupakan negara transit yang harus dilalui para migran illegal tersebut menuju Australia, sehingga Pemerintah Australia berharap Indonesia dapat berperan sebagai buferzone pencegah masuknya imigran illegal ke negaranya. Indonesia merupakan negara transit penting bagi migran illegal yang ingin masuk ke negara Australia.33 Namun melimpahnya migran illegal di Indonesia bukan saja karena secara geografis Indonesia merupakan negara terdekat Australia, tetapi juga disebabkan Pemerintah Indonesia lemah dalam pengawasan kawasan perbatasannya sehingga mudah untuk dimasuki dan dilalui migran ilegal. Penyelundupan manusia melalui Indonesia ini pada akhirnya juga menjadi beban untuk Indonesia. Migran illegal yang tertangkap tersebut diinapkan di rumah-rumah detensi imigrasi atau dititipkan di lapas, menunggu nasib mereka diurus lembaga internasional seperti UNHCR dan IOM.

    Wilayah Indonesia rawan dimasuki migran gelap karena sebagai negara kepulauan pintu masuk ke Indonesia cukup banyak. Selain itu jumlah petugas imigrasi dan pos pemeriksaan keimigrasian kita juga terbatas. Banyak pelabuhan tidak resmi alias pelabuhan tikus menjadi pintu masuk migran gelap maupun

    32 FGD dengan Riefki Muna peneliti LIPI tanggal 17 Maret 2011.

    33 Bertil Lintner, PEOPLE SMUGGLING The Crime of Flight, http://www. Asia pacificms. com/articles/ people_smuggling/.

  • 26

    Budaya Maritim, Geo-Politik dan Tantangan Keamanan Indonesia

    kegiatan penyelundupan lainnya ke Indonesia. Tanpa adanya pengawasan yang ketat di perbatasan, negara kepulauan Indonesia bagaikan halaman tanpa pagar yang mudah dimasuki siapa saja. Globalisasi menihilkan perbatasan negara, namun sesungguhnya kawasan perbatasan tetap berperan penting dalam mencerminkan keamanan nasional dan kedaulatan suatu negara, bahkan perbatasan negara mempunyai peran penting dalam interaksi antar negara di kawasan. Kebanyakan masalah negara berkembang adalah lemahnya manajemen kawasan perbatasan, sehingga seringkali menjadi indikator bahwa negara tersebut lemah atau menuju kehancuran sebab dianggap tidak mampu mangatur perbatasannya teritorialnya.34 Kelemahan negara dalam menjaga perbatasannya dapat berdampak pada meningkatnya kriminalitas, konflik bahkan perang dengan negara tetangganya. Kawasan perbatasan satu negara merupakan pencerminan dari kedaulatan, dan memainkan peran penting dalam menunjukan eksistensi sebuah negara. 35 Pengawasan perbatasan yang lemah hanya akan mengundang datangnya bahaya dari luar untuk masuk dan mengganggu keamanan nasional.

    Penyelundupan Barang dan senjataiV.

    Di wilayah perbatasan laut Indonesia dengan negara tetangga penyelundupan barang dan senjata masih terjadi. Kegiatan illegal penyelundupan senjata memiliki aspek politik, ekonomi dan keamanan antar negara, dan lebih-lebih di negara tujuan karena akan mengancam stabilitas negara tujuan. Senjata, amunisi dan bahan peledak masih masuk ke Indonesia melalui laut, meskipun kian jarang ditemukan setelah konflik GAM berakhir. Sebaliknya penyelundupan barang kebutuhan sehari-hari melalui laut terus berlangsung meskipun jumlahnya tidak signifikan untuk mengganggu stabilitas perekonomian nasional. Hal ini terjadi karena masyarakat di perbatasan lebih mudah dan murah mendapatkan barang keperluan sehari-hari dari negara tetangga. Penyelundupan narkoba dari Malaysia juga masih ada, bahkan terkesan ada upaya pembiaran dari pihak aparat Malaysia dengan menggunakan kurir Indonesia. Transaksi penjualan ilegal bahan bakar minyak ke negara tetangga juga seringkali terjadi di perbatasan Oleh sebab itu, sebagai negara kepulauan kehadiran aparat keamanan di wilayah perbatasan laut yang begitu

    34 Stewart Patrick (2006), Weak States and Global Threats: Fact or Fiction, The Washington Quarterly, Vol.29, No.2: 27-53.

    35 Daniel Philpott (2001), Revolutions in Sovereignty: How Ideas Shaped Modern International Relations, New Jersey: Princeton University Press: 5-10.

  • 27

    Adirini Pujayanti

    luas merupakan suatu hal yang mutlak. Namun hal ini tidak mudah dilakukan, karena sebagai negara berkembang sarana dan pra sarana yang dimiliki pihak keamanan Indonesia masih terbatas. Misalnya, dalam hal pengadaan kapal yang sesuai dengan kondisi dilapangan maupun kesulitan bahan bakar untuk pengoperasian kapal-kapal tersebut.36

    36 Wawancara dengan pihak Lantamal I Sumatera Utara tanggal dan Lantamal VIII Sulawesi Utara tanggal 7 Juli 2011.

  • 29

    BaB 6Kendala Pengamanan

    ego sektoral antar-instansi i.

    Masalah pengamanan di laut menjadi perhatian banyak pihak, sehingga instansi yang terlibat dalam kelautan di Indonesia ini cukup banyak, sekitar 11 instansi pemerintah. Ego sektoral dari masing-masing institusi menjadi kendala utama dalam koordinasi keamanan laut. Ego sektoral tersebut muncul karena setiap institusi yang terlibat memiliki kewenangan dengan dasar hukumnya. Hal ini dikeluhkan masyarakat, karena inefisiensi dan membingungkan untuk pengguna jasa kemaritiman, termasuk juga nelayan. Oleh sebab, itu kebutuhan akan sebuah lembaga khusus untuk mengoordinasi keamanan laut Indonesia dianggap mendesak. Perlu dibentuk penjaga laut dan pantai yang integral, satu institusi single agency dengan multitask. Berdasarkan UU No.17 tahun 2008 tentang Pelayaran, Indonesia harus memiliki sea and cost guard (penjaga laut dan pantai). Dengan adanya badan ini diharapkan kepastian pergerakan aparat di laut pun akan terjamin. Pemerintah yang menyadari hal ini sehingga sejak tahun 1972 membentuk Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla). Namun baru tahun 2005 Bakorkamla berdaya seiring dengan penguatan kelembagaannya melalui Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2005. Secara operasional Bakorkamla yang diresmikan Menko Polhukam selaku ketua Bakorkamla tanggal 29 Desember 2006, berkomitmen untuk penyelenggaraan keamanan dan penegakan hukum di laut.

    Bakorkamla ditujukan menjadi satuan penjaga laut dan pantai Indonesia atau Sea and Coast Guard. Dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi sebagai penjaga lautan nusantara, Bakorkamla mengedepankan koordinasi di setiap kegiatannya bersama stakeholder dengan berazazkan one for all dengan kewenangan stakeholder untuk saling melengkapi dalam filing the gap sehingga tidak terjadi kekosongan pemerintahan di laut.37 Tidak mudah membentuk

    37 Booklet Badan Koordinasi Keamanan Laut Republik Indonesia 2011.

  • 30

    Budaya Maritim, Geo-Politik dan Tantangan Keamanan Indonesia

    satu agensi tunggal dengan banyak fungsi untuk mengamankan wilayah laut Indonesia, sebab masih ada ego sektoral dalam koordinasi pengamanan laut di Indonesia. Bakorkamla sendiri sebagai institusi terdiri atas 11 stakeholder yang memiliki fungsi dan kewenangan dalam pengamanan laut, antara lain TNI AL,Polri, Kejaksaan dan kementerian terkait. Padahal tahun 2011 pemerintah ditargetkan membentuk satu satuan tugas khusus dengan fungsi utama pengamanan pantai dan perairan laut Indonesia. Satuan khusus tersebut akan mengemban tugas multifungsi (multi-task single agency) pengamanan pantai dan perairan laut seperti sea and coast guard di negara lain. Setiap instansi terkait yang selama ini berwenang dilaut akan diintegrasikan. Instansi tersebut tetap punya kewenangan, karena karena di lapangan perkara yang ditemukan tidak bisa diselesaikan tanpa undang-undang tanpa ada penyidiknya, sehingga akan diserahkan kepada instansi yang terkait.38 Dalam pelaksanaannya, peran Bakorkamla di masyarakat nelayan tradisional Indonesia belum populer. Belum banyak yang mengetahui badan ini, terlebih lagi program-program kerja yang dilakukan seperti adanya call center sebagai sarana penghubung untuk kepentingan masyarakat.39

    anggaran, sarana, dan Prasaranaii.

    Sedemikian luasnya kawasan laut Indonesia tidak diikuti dengan anggaran yang memadai untuk pengawasannya terhadap infiltrasi asing maupun berbagai tindak kejahatan transnasional. Dalam menanggulangi kekurangan Indonesia dalam hard power pertahanan negara karena keterbatasan anggaran, TNI AL telah melakukan upaya pertahanan melalui cara soft power (diplomasi) dan confidence building measures dengan negara-negara yang berkepentingan dengan wilayah laut Indonesia. Dalam upaya pertahanan negara, masyarakat nelayan dan pesisir dapat diarahkan sebagai telik sandi negara oleh karena itu pembinaan dan pemberdayaan mereka sebagai penjaga terdepan negara kepulauan Indonesia lebih ditingkatkan. Upaya menjaga kedaulatan di pulau-pulau terluar perbatasan Indonesia perlu didukung dengan pembangunan ekonomi kawasan perbatasan. Upaya pembinaan masyarakat pesisir dan nelayan tersebut tidak hanya sebatas bantuan kesehatan, perbaikan sarana infrastruktur atau kunjungan aparat pemerintah sesekali ke wilayah mereka, tetapi harus diikuti dengan program kebijakan nasional untuk meningkatkan

    38 Pengamanan Nusantara Menanti Penjaga Lautan, Kompas, 9 Maret 2011: 4.

    39 Wawancara dengan LSM Jala Medan tanggal 27 Mei 2011 dan LSM Kelola Manado tanggal 4 Juli 2011.

  • 31

    Adirini Pujayanti

    kesejahteraan. Nelayan lemah sangat membutuhkan bantuan tekonologi dan modal dengan teknologi yang sesuai dengan lokasi penangkapan ikan dimana mereka bertempat tinggal dan melaut, serta jaringan pemasaran yang baik.40

    Upaya menjaga dan memperkuat klaim kepemilikan di pulau-pulau terluar dengan menempatkan tentara pada pulau-pulau terluar membutuhkan sarana dan prasarana yang besar. Upaya pelestarian lingkungan dapat digunakan sebagai bargaining position Indonesia dapat menunjukan bukti kehadiran tetap (continuos presence), kependudukan efektif (effective occupation) dan pemeliharaan ekologi (ecology preservation) dengan menjadikan pulau terluar maupun kawasan perbatasan tersebut sebagai kawasan konservasi. Pembuatan kawasan konservasi laut harus diikuti dengan proses edukasi yang baik terhadap nelayan setempat agar maksud dan tujuan pelestarian lingkungan hidup tersebut tercapai dan tidak menimbulkan konflik perebutan pemanfaatan ruang dengan nelayan tradisional.41 Hal ini menjadi upaya alternatif bagi pengamanan perbatasan rawan konflik dengan kondisi keuangan Indonesia saat ini.42 kekalahan Indonesia dalam kasus Sipadan Ligitan menjadi pelajaran mahal yang tidak tidak boleh terjadi lagi. Upaya diplomasi untuk melanjutkan perundingan batas wilayah laut dengan negara-negara tetangga harus terus ditingkatkan.

    Batas Wilayah lautiii.

    Malaysia dan Indonesia memiliki beberapa batas wilayah laut yang belum terselesaikan, diantaranya di Blok Ambalat Timur, Selat Malaka dan sejumlah pulau di utara kepulauan Karimun dan Pulau Bintan. Patut kita sadari pengakuan UNCLOS terhadap konsep negara kepulauan Indonesia tidak saja menguntungkan kita, tetapi juga memberikan kita pekerjaan rumah untuk segera menyelesaikan persoalan perbatasan dengan beberapa negara tetangga. Hal ini harus menjadi prioritas tertinggi dibandingkan dengan kerjasama keamanan maritim. Kerjasama keamanan regional akan kehilangan makna jika perbatasan antar negara tidak jelas.43 Perbatasan Indonesia merupakan wilayah rawan karena persoalan batas wilayah antara Indonesia dengan beberapa negara tetangga belum terselesaikan. Konsentrasi pembangunan selama ini masih

    40 Leonardo Marbun dan Ika N. Krishnayanti (ed.), Masyarakat Pinggiran yang Kian Terlupakan,medan; Era Grafia, 2002: 31-33.

    41 Wawancara dengan bapak Rignaldo Jamaluddin, direktur LSM Kelola Manado, tanggal 4 juli 2011.

    42 Wawancara dengan pihak Sesditjen Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil KKP tanggal 25 April 2011.

    43 Makmur Keliat, op.cit: 123.

  • 32

    Budaya Maritim, Geo-Politik dan Tantangan Keamanan Indonesia

    pada beberapa pulau besar, sementara ribuan pulau kecil kurang mendapat perhatian. Pemerintah menyatakan setiap pulau terluar merupakan tonggak yang menjadi pagar keliling NKRI. Meski demikian banyak pulau-pulau kecil yang berperan penting sebagai pulau terluar atau terdepan yang menjadi penentu batas kedaulatan wilayah NKRI, kondisinya kurang terperhatikan.44

    Di Sumatra Utara berkurangnya ikan di laut dangkal memaksa nelayan untuk melaut lebih jauh mendekati perbatasan Malaysia, sehingga seringkali ditangkap pihak aparat Malaysia dengan alasan pelanggaran perbatasan. Tanpa tapal batas yang jelas, tindakan main hakim sendiri dapat terus dilakukan aparat keamanan Malaysia terhadap nelayan Indonesia dengan alasan pelanggaran batas wilayah. Pemerintah Malaysia akan cenderung kurang menanggapi dan berbalik menuding nelayan Indonesia mencuri ikan di wilayahnya. Perlindungan sangat kurang dirasakan nelayan yang tengah melaut mendekati kawasan abu-abu perbatasan Indonesia-Malaysia. Mereka seringkali ditangkap oleh aparat keamanan Malaysia dan dipaksa mengaku telah melakukan pelanggaran batas negara. Selanjutnya nelayan hanya dapat pasrah menerima penganiayaan, perusakan kapal dan menunggu pihak Indonesia menjemput mereka.45 Dalam upaya pembebasan nelayan yang tertangkap aparat Malaysia pihak kementerian luar negeri dinggap lambat dan kurang tanggap terhadap laporan yang masuk.46 Sedangkan nelayan Malaysia dan Filipina yang memiliki kapal penangkap ikan lebih modern seringkali melakukan penangkapan ikan di laut Indonesia tanpa dikatahui aparat keamanan Indonesia. Tidak dapat dipungkiri bahwa insiden penangkapan dan penganiayaan nelayan Indonesia oleh aparat keamanan Malaysia dapat memperburuk hubungan antar-masyarakat (people to people) kedua negara, seperti mencuatnya kembali sentiment anti-Malaysia di kalangan sebagian rakyat Indonesia.

    44 Japanton Sitohang (ed.), Masalah Perbatasan Wilayah Laut Indonesia di laut Arafura dan Laut Timor, Jakarta, LIPI, 2009: 25-26.

    45 Wawancara dengan bapak Hafrisal, Ketua Serikat Nelayan Tradisional Sumatera Utara tanggal 27 Mei 2011.

    46 Wawancara dengan Bapak M. Iqbal dan Trajuddin Hasibuan dari LSM Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Langkat tanggal 24 Mei 2011.

  • 33

    BaB 7KesimPulan dan reKomendasi

    Kesimpulani.

    Memudarnya budaya maritim dalam masyarakat Indonesia mempengaruhi kondisi Indonesia sebagai negara kepulauan. Rawannya wilayah laut Indonesia dari berbagai tindak kriminal dan pelanggaran kedaulatan, tidak terlepas dari belum dijadikannya pembangunan kelautan sebagai mainstream dalam pembangunan nasional. Oleh sebab itu Pemerintah Indonesia harus mempunyai kebijakan kelautan yang jelas, bervisi ke depan dan berwawasan global. Keunggulan komparatif sebagai negara kepulauan harus dibangun dan dimanfaatkan sesuai dengan kompetensi dan produk unggulan di setiap daerah dan kepentingan nasional.

    Laut menyediakan sumber pangan dan kehidupan bagi jutaan rakyat Indonesia. Namun Laut juga merupakan sumber konflik karena masih adanya perbatasan laut yang belum jelas antar negara. Masalah keamanan non-tradisional yang bersifat positive sum game yang mendorong negara-negara untuk bekerja, dalam kenyataannya dapat mendorong terjadinya masalah keamanan tradisional yang bersifat zero sum game, yaitu keuntungan bagi satu pihak merupakan kerugian bagi pihak lainnya, sehingga kompromi relatif sulit dicapai. Ketegangan bilateral dapat bermula dari sengketa bilateral yang pada dasarnya masuk dalam kategori isu keamanan non-tradisional, misalnya illegal fishing. Oleh sebab itu prosedur dalam pengurusan sempadan bersama, baik batas maritim maupun darat antara Indonesia dengan negara-negara tetangga perlu segera diwujudkan guna menghindari kemungkinan perselisihan antar negara di masa mendatang.

    Indonesia sebagai negara kepulauan masih rentan terhadap berbagai ancaman keamanan. Hal ini disebabkan tidak semua pulau terluar terjamin keamanan, kedaulatan dan keutuhannya, serta banyaknya penduduk miskin (terutama nelayan) yang tinggal di wilayah pesisir, perbatasan dan pulau terluar

  • 34

    Budaya Maritim, Geo-Politik dan Tantangan Keamanan Indonesia

    jauh dari kontrol pemerintah dan sarana prasarana ekonomi. Negara harus mampu memberi kepastian dan masa depan yang layak pada warga di kawasan perbatasan. Perbaikan kesejahteraan masyarakat di kawasan perbatasan, terutama kesejahteraan kaum nelayan harus menjadi prioritas. Pelanggaran kedaulatan dan penganiayaan oleh aparat keamanan negara tetangga kepada nelayan Indonesia yang seringkali terjadi di wilayah perbatasan laut tidak boleh terjadi lagi Di era globalisasi saat ini, perkembangan batas wilayah laut yang sekaligus merupakan perluasan wilayah negara pantai tidak lagi dilakukan dengan cara perang atau kekerasan dan tidak melanggar hukum internasional. Berbagai peraturan tentang kelautan untuk mengukur jarak laut dari wilayah darat telah diberlakukan secara universal, secara yuridis juga telah memberikan kepastian hukum. Oleh sebab, itu perundingan batas wilayah laut dengan negara-negara tetangga yang belum terselesaikan harus diprioritaskan demi kedaulatan negara dan memberikan kepastian hukum bagi masyarakat.

    rekomendasiii.

    Untuk mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional, maka terdapat beberapa strategi pokok yang dapat dilakukan, yaitu: 1) mengubah orientasi pembangunan dari land-based orientation menjadi archipelagic-based orientation, 2) segera menyelesaikan perundingan dan menetapkan batas-batas maritim NKRI 3) mengoptimalkan pembangunan sarana dan prasarana perhubungan di wilayah NKRI, 4) mengoptimalkan kelembagaan yang efektif yang dapat menangani seluruh permasalahan kelautan, 5) meningkatkan peran serta nelayan dan pelaut nusantara dalam rangka sistem pertahanan rakyat semesta, 6) melakukan prioritas pengelolaan pada kawasan andalan laut, kawasan perbatasan antar negara, dan pulau-pulau kecil.

    Kesadaran bahwa Indonesia adalah negara kepulauan harus kembali dibangkitkan dengan menghidupkan budaya maritim dalam masyarakat. Perlu dibuat branding baru untuk terus mengingatkan masyarakat bahwa Indonesia negara kepulauan yang mudah diingat dan mengena di masyarakat.

    Peningkatan sarana air surveylance untuk pengawasan wilayah laut Indonesia harus ditingkatkan terutama untuk kawasan perbatasan laut, karena metode ini efektif dilakukan di negara kepulauan yan terbuka seperti Indonesia.

  • 35

    BiBliograFi

    Adrianto, Adrianto Implementasi Code of Conduct For Responsible Fisheries dalam Perspektif Negara Berkembang, Jurnal Hukum Internasional,Vol.2 No.3 April 2005, Jakarta; Lembaga Pengkajian Hukum Internasional FH UI. 2005

    Booklet Badan Koordinasi Keamanan Laut Republik Indonesia 2011

    Buzan, Barry, Ole Waever dan Jaap de Wilde, Security: A New framework for Analysis, (London: Lynne Rienner Publisher, 1998)

    Buzan, Barry, People, States, and Fear: An Agenda for International Security Sudies in the Post-Cold War Era, (New York: Harvester Wheatsheaf, 1991)

    Cribb, Robert dan Michele Ford, Indonesia Beyond Waters Edge, Ropbert and Michele Ford (ed), Singapore;ISEAS, 2009,

    Frecon, Eric Piracy in the Malacca Straits: notes from the field, IIAS Newsletter 36, 2005

    Ho Khai Leong and Samuel C.Y. Ku (ed.), China and Southeast Asia Global Changes and Regional Challenges), Singapore; ISEAS, 2005

    Keliat, Makmur, Keamanan Maritim dan Implikasi Kebijakannya Bagi Indonesia, dalam Jurnal Ilmu Sosial dan Politik,Vol 13, No.1 Juli 2009

    Klein, Natalie., Maritim security International Law and Policy Perspective from Australia and New Zaland, etc. (ed),London; Routledge, 2010,

    Marbun,Leonardo dan Ika N. Krishnayanti (ed.), Masyarakat Pinggiran yang Kian Terlupakan,medan; Era Grafia, 2002

    Ooi Kee Beng and Ding Choo Ming (ed.), Continent, Coast, Ocean, Singapore; ISEAS, 2007.

    Patrick, Stewart. Weak States and Global Threats: Fact or Fiction, The Washington Quarterly, Vol.29, No.2, 2006

  • 36

    Budaya Maritim, Geo-Politik dan Tantangan Keamanan Indonesia

    Philpott, Daniel. (2001), Revolutions in Sovereignty: How Ideas Shaped Modern International Relations, New Jersey: Princeton University Press, 2001

    Pramono, Joko, Budaya Bahari, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 2005

    Yang Razali Kassim (ed.), Strategic Currents Emerging Trends in Southeast Asia, Singapura; S.Rajaratnam School of International Studies.

    Sitohang, Japanton (ed.), Masalah Perbatasan Wilayah Laut Indonesia di laut Arafura dan Laut Timor, Jakarta, LIPI, 2009

    Subagyo, P. Joko.Hukum Laut Indonesia, Jakarta; Rhineka Cipta, 2005

    Sungkar, Yasmin. (ed.) Isu-Isu Keamanan Strategis dalam Kawasan ASEAN Jakarta; LIPI, 2008.

    internetChasing ghosts The notion that geography is power is making an unwelcome comeback in

    Asia. http:// www.economist com/node/ 13825154? story_ id=13825154 Jun 11th 2009

    Gan, Zhen, Australian Sea Power Issues and International Relations in AsiaPacific Region, http://www.library.uq.edu.au/ ojs/index. php/ asc /article/ view Article/630 diakses 24 November 2010

    Kusumaatmadja, Sarwono. Visi Maritim Indonesia: Apa Masalahnya? BUNYU ONLINE, http://www. bunyu-online. com/2009/09/indonesia-dan-visi-negara-maritim.html, 28 September 2009

    Lintner, Bertil. PEOPLE SMUGGLING The Crime of Flight, http://www. Asia pacificms. com/articles/ people_smuggling/

    suratkabarPengamanan Nusantara Menanti Penjaga Lautan, Kompas, 9 Maret 2011

    Soebiyanto, Slamet. Pembangunan Kembali Budaya Maritim Segera Dilaksanakan, Suara Pembaruan, 18 November 2010.

    Waspadai Perompakan dan Penjarahan, Kompas, 27 September 2011.

  • BuKu Kedua

    PenGelolaan Wilayah Pesisir dan laut oleh PeMerintah Pusat dan PeMerintah

    daerah

    Oleh: Lisnawati, SSi, M.Si1

    1 Penulis merupakan calon peneliti ekonomi dan kebijakan publik pada Pusat Pengkajian Pengolahan Da-ta dan Informasi Sekretariat Jenderal DPR RI. Alamat email: [email protected].

  • 39

    BaB 1Pendahuluan

    Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai 17.508 pulau. Indonesia terbentang antara 6 derajat garis lintang utara dampai 11 derajat lintang selatan, dan dari 97 derajat sampai 141 derajat garis bujur timur serta terletak antara dua benua yaitu benua Asia dan Australia. Banyak potensi yang terdapat di sepanjang garis pantai yang belum termanfaatkan bagi kehidupan masyarakat. Menurut Mulyadi (2005), potensi yang terdapat di wilayah pesisir dan laut Indonesia dapat dibagi dalam tiga kelompok, yaitu:

    Sumberdaya pulih seperti hutan magrove, terumbu karang, padang lamun, 1. rumput laut dan sumberdaya perikanan laut. Sumberdaya tidak dapat pulih seperti seluruh mineral dan geologi.2. Jasa lingkungan, seperti fungsi kawasan pesisir dan lauttan sebagai tempat 3. rekreasi dan pariwisata, pengatur iklim, kawasan perlindungan, dll.

    Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi laut yang sangat besar. Namun, selama ini potensi laut tersebut belum termanfaatkan dengan baik dalam meningkatkan kesejahteraan bangsa pada umumnya, dan pemasukan devisa negara khususnya. Bahkan, selama ini kekayaan laut Indonesia dikuasai oleh nelayan asing secara ilegal, dimana kemampuan menangkap ikan mereka lebih modern dan peralatan yang lebih canggih.

    Menurut Dahuri (2001), pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dan laut di Indonesia dari sudut pandang pembangunan berkelanjutan dihadapkan pada kondisi yang berada dipersimpangan jalan. Di satu pihak, ada banyak kawasan yang belum sama sekali tersentuh oleh aktivitas pembangunan, namun di sisi lain terdapat banyak kawasan yang telah dimanfaatkan dengan intensif.

  • 40

    Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

    Dalam mengelola wilayah pesisir dan laut Indonesia diperlukan suatu kerjasama dalam pengelolaan tersebut sehingga pemanfaatan laut dapat dinikmati seluas-luasnya oleh masyarakat.

    Dalam tulisan ini akan dikaji permasalahan, bagaimana sebaiknya pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut agar dapat memberikan manfaat dan merata kepada seluruh masyarakat. Bagaimana peranan pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut?

  • 41

    BaB 2Pengelolaan sumBerdaya Pesisir dan laut

    Pada era otonomi daerah

    Pergeseran pembangunan dari sentralistik menjadi desentralistik merupakan amanat dari UU No. 22 Tahun 1999 mengenai Pemerintah Daerah yang kemudian direvisi menjadi UU No. 32 Tahun 2004. Aturan mengenai kewenangan pengeloaan sumberdaya kelautan dan perikanan di tingkat daerah telah diatur dalam UU tersebut. Provinsi memiliki wewenang mengelola sejauh 12 mil laut, sementara kabupaten/kota diberi wewenang 1/3 dari wilayah kewewenangan provinsi. Pengelolaan pesisir dan sumberdaya alam lainnya telah berganti dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah.

    Pembuat kebijakan kelembagaan eksekutif pemerintahan di laut selama ini antara lain:

    No Nama Instansi Tugas dan Fungsi Dasar Hukum

    1. Kementerian Pertahanan dan TNI AL

    Menegakkan kedaulatan di laut

    UU No 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara

    2. Kementerian Kelautan dan Perikanan

    Menjalankan sebagian fungsi pemerintahan di laut

    UU No 6 Tahun 1996 Tentang Perairan, UU No 1 Tahun 1962 Tentang Karantina Laut, UU No 5 Tahun 1985 Tentang ZEE, UU No 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan.

    3. Kementerian Perhubungan Dalam bidang pemerintahan dan perhubungan serta telekomunikasi

    UU No 21 Tahun 1992 Tentang Pelayaran dan Beberapa Konvensi Internasional.

    4. Kepolisian Negara RI Menjaga keamanan di laut (dilakukan oleh polisi air)

    UU No 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara RI

    5. Dewan Kelautan Indonesia Merumuskan kebijakan di bidang kelautan

    Keppres No 21 Tahun 2007

    6. Bakorkamla Koordinator keamanan di laut Perpres No 81 Tahun 2005

    Sesuai pasal 10 UU No.22 Tahun 1999 menyatakan bahwa kewenangan daerah di laut, meliputi kewenangan eksplorasi, eksploitasi, konservasi,

  • 42

    Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

    pengelolaan sumberdaya laut dan kekayaan laut, penataan ruang, administratif, penegakan hukum dan keamanan. Namun kenyataannya kapasitas pemerintah daerah masih relatif terbatas, khususnya pembangunan kelautan non-perikanan. Disisi lain sumberdaya kelautan tersebut dimanfaatkan berbagai pihak secara tidak bertanggung jawab seperti destructive fishing, pencurian ikan di laut, serta banyaknya reklamasi pantai contohnya di sepanjang pantai Sulawesi Utara yang kurang memperhatikan kelestarian lingkungan.

    Pelaksanaan otonomi daerah cenderung mengeksploitasi sumberdayanya. Peraturan daerah yang ada lebih berorientasi pada eksploitasi sumberdaya pesisir tanpa memperhatikan kelestarian sumberdaya dan regulasi lain sehingga menimbulkan kerusakan fisik. Sementara kesadaran nilai strategis dari pengelolaan wilayah pesisir secara berkelanjutan, terpadu, dan berbasis masyarakat relatif kurang. Selain itu, hak masyarakat adat/lokal dalam pengelolaan sumberdaya laut seperti sasi, seke, panglima laot juga masih kurang dihargai sehingga ruang untuk partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya pesisir pun masih terbatas.

    Terdapat beberapa hal yang harus ditingkatkan dalam pelaksanaan otonomi daerah khususnya dalam rangka pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dan laut, antara lain:

    Diperlukan suatu Peraturan Pemerintah yang mengakomodasi kepentingan 1. daerah agar pengelolaan sumberdaya daerah dapat optimal. Daerah dengan potensi sumberdaya alam melimpah, perlu membuat 2. prioritas pembangunan sumberdaya daerahnya. Perlunya pengembangan ekonomi lokal dengan basis kemitraan lintas 3. aktor-aktor pembangunan, agar pertumbuhan ekonomi lebih merata antar kawasan.Memanfaatkan dan mengelola sumberdaya alam secara proporsional, agar 4. kekayaan (resources endowment) tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal dan lestari (green economic paradigm). Mendorong desentralisasi pembangunan daerah dan mendayagunakan 5. kelembagaan di daerah untuk memiliki wewenang dan kemandirian dalam membuat produk hukum pembangunan di daerahnya. Untuk memperkuat basis keuangan daerah, Pemda tidak harus selalu dan 6. melulu menambah jenis pungutan, karena tidak sepantasnya dilakukan. Karena kemandirian ekonomi daerah tidaklah secara otomatis dapat melegitimasi Pemda (dan DPRD) untuk membuat aturan yang pada akhirnya justru menambah beban masyarakat.

  • 43

    Lisnawati

    Dalam era otonomi daerah ini, birokrat Pemda harus mampu bertindak 7. layaknya seorang entreprenuer dan pemerintah daerah sebagai institusi harus juga mampu bertindak layaknya sebagai enterprise.

    Pengelolaan sumberdaya pesisir harus bersandar pada kepentingan publik dan kelestarian lingkungan. Terdapat empat aspek dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut secara terpadu, yaitu: Keterpaduan antara berbagai sektor dan swasta yang berasosiasi, Keterpaduan antara berbagai level pemerintahan, mulai dari pusat, kabupaten/kota, kecamatan dan desa, Integrasi antara pemanfaatan ekosistem darat dan laut, Integrasi antara sain/teknologi dan manajemen.

    Pembangunan wilayah pesisir dan kelautan harus menyadari bahwa kondisi sumberdaya pesisir dan laut bersifat common property (milik bersama) dengan akses yang bersifat quasi open access. Hal ini berarti kepemilikan yang berada di bawah kontrol pemerintah atau lebih mengarah pada sifat sumberdaya yang merupakan public domain, sehingga sifat sumberdaya tersebut bukanlah tidak ada pemiliknya. Hal ini dapat menimbulkan ketidakefisienan ekonomi karena semua pihak akan berusaha mengeksploitasi sumberdaya sebesar-besarnya, jika tidak maka pihak lain yang akan mendapat keuntungan. Hal ini yang terjadi disebagian daerah yang mempunyai sumberdaya alam melimpah, sehingga pihak-pihak yang memiliki teknologi tinggi mampu mengeksploitasi sumberdaya secara berlebih.

    Selain hal itu perlu disadari bahwa saat ini telah terjadi degradasi lingkungan pesisir dan laut. Kebijakan pembangunan bersumber pada peningkatan pertumbuhan ekonomi menimbulkan kerusakan terhadap lingkungan. Peningkatan produksi perikanan tangkap dengan peralatan yang semakin modern telah merusak sebagian wilayah pesisir dan laut di Indonesia, tidak ditemui lagi jenis ikan tertentu juga akibat dari degradasi lingkungan. Hal ini harus diperhatikan karena degradasi merupakan ancaman bagi kehidupan masyarakat pesiisr dan laut selanjutnya.

    Pembangunan wilayah pesisir dan laut harus memperhatikan masalah kemiskinan dan kesejahteraan nelayan. Perikanan di Indonesia melibatkan banyak stakeholders. Yang paling banyak jumlahnya adalah nelayan kecil. Banyak hal yang menyebabkan kemiskinan di wilayah pesisir dan laut yaitu faktor alamiah dan non alamiah. Faktor alamiah berkaitan dengan fluktuasi musim dan struktur alamiah sumberdaya ekonomi desa. Sedangkan faktor non alamiah berhubungan dengan keterbatasan daya jangkau teknologi, ketimpangan dalam

  • 44

    Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

    sistem bagi hasil, tidak adanya jaminan sosial tenaga kerja yang pasti, lemahnya jaringan pemasaran, tidak berfungsinya koperasi nelayan yang ada, susahnya bahan bakar solar bagi nelayan serta dampak negatif kebijakan modernisasi perikanan yang ada.

    Pembangunan wilayah pesisir dan kelautan selama ini juga terkendala akses teknologi. Semakin tingginya persaingan dalam pemanfaatan sumberdaya laut dan pesisir, menuntut masyarakat untuk memaksimalkan produksi mereka. Salah satu cara yang digunakan adalah dengan penggunaan teknologi. Keterbatasan pengetahuan dan kemampuan dalam penggunaan teknologi ini menjadi salah satu kendala dan pemicu adanya eksploitasi sumberdaya yang merusak potensi lestari dan berdampak negatif bagi lingkungan. Salah satu contohnya adalah penggunaan bom ikan dan potasium sianida untuk menangkap jenis-jenis ikan dengan nilai ekonomis tinggi di habitat terumbu karang telah merusak dan menimbulkan pencemaran lingkungan yang parah. Contoh lain adalah adanya kesenjangan penggunaan teknologi antara nelayan besar dan tradisional yang berakibat pada makin terdesaknya nelayan tradisional dalam persaingan pemanfaatan sumberdaya laut, sehingga banyak yang beralih profesi menjadi buruh nelayan atau buruh bangunan.

    Peraturan pemerintah baik pusat maupun daerah belum kondusif. Hak kepemilikan sumberdaya pada tingkat lokal, secara tidak langsung akan memberikan hak kepemilikan (property rights) kepada pemerintah daerah. Pemerintah daerah dapat mengelola sumberdaya pesisir dan laut secara lebih rasional mengingat ketersediaan sumberdaya serta terdegradasinya sumberdaya akan menentukan tingkat kemakmuran masyarakat di daerah yang bersangkutan. Kebijakan pembangunan perikanan yang dijalankan seharusnya tidak hanya mengejar kepentingan ekonomi (khususnya peningkatan devisa negara dari ekspor hasil laut), tetapi juga diimbangi secara proporsional dengan komitmen menjaga kelestarian sumberdaya perikanan yang ada. Disamping itu, harus pula ada komitmen yang tinggi dan konsisten dalam menegakkan peraturan hukum yang berlaku agar dapat menghindari terjadinya konflik-konflik sosial dan ekonomi. Kearifan lokal harus dapat diakomodir sebagai salah satu pranata hukum yang dapat memperkecil terjadinya konflik antar nelayan. Salah satu bentuk akomodasi kearifan lokal ini adalah melalui penyusunan tata ruang wilayah pesisir. Hingga saat ini masih belum banyak daerah dan kawasan pesisir yang memilikinya sehingga belum memiliki kesamaan misi dari berbagai pengaturan dan kebijakan yang dibuat untuk pengelolaan sumberdaya tersebut.

  • 45

    BaB 3Kerja sama Pengelolaan

    sumBerdaya Pesisir dan laut

    Penataan ruang di wilayah pesisir masih terjadi tumpang tindih kepentingan, keterbatasan sumberdaya manusia, sarana dan prasarana sering menimbulkan potensi konflik antara pemerintah, masyarakat (nelayan) maupun pengusaha daerah sekitar. Integrasi beberapa pihak diperlukan terkait pengelolaan laut diantaranya antara daerah, antara pemerintah terutama antara negara.

    Dari sisi penegakan hukum di laut, keamanan perairan Indonesia juga masih lemah. Kerugian di perairan Indonesia terus meningkat akibat pencurian kekayaan laut, penyelundupan, perampokan dan pembajakan. Menurut pihak TNI AL, pemerintah di daerah telah melakukan usaha dalam mengatasi hal tersebut secara maksimal, namun keterbatasan sarana dan prasarana menjadi hambatan utama dalam penegakan hukum di laut. Fasilitas kapal patroli merupakan hal yang krusial dibutuhkan dalam pengamanan laut. Belum optimalnya penegakan hukum di laut juga disebabkan sering terjadinya tumpang tindih penegakan hukum di laut. Permasalahan tersebut terjadi pada saat penyidikan pelanggaran sampai proses peradilan. Hal ini disebabkan adanya ketidakpastian dan ketidakjelasan hukum, kewenangan dan peran institusi, penafsiran peraturan, manajemen sektoral dan penegakan hukum sendiri seperti sanksi, denda, dan pengawasan.

    Permasalahan dalam hal perijinan pengelolaan kekayaan laut, pelaku usaha mengeluhkan mengenai dibutuhkannya perijinan yang berlapis, yang menyebabkan biaya usaha tinggi, mengakibatkan biaya produksi meningkat pada akhirnya harga di masyarakat menjadi tinggi. Permasalahan perijinan ini juga menyebabkan kurangnya ketertarikan investor untuk investasi di Indonesia.

  • 46

    Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

    Pelanggaran di wilayah perairan kewenangan daerah, batas wilayah negara merupakan konflik yang sering terjadi. Pengkavlingan wilayah laut dan pelarangan nelayan dari provinsi/kabupaten lain untuk menangkap ikan, hal ini tidak sejalan dengan pemahaman para nelayan-nelayan lokal. Nelayan kecil mengganggap bahwa seluruh laut Indonesia merupakan milik bangsa sendiri sehingga sering terjadi konflik antar nelayan terkait batas wilayah.

    Proses hukum bagi pelanggar ikan dirasakan juga lambat. Banyaknya kapal asing terbengkalai akibat proses yang berlarut-larut. Salah satu faktor yang menyebabkan maraknya kapal penangkap ilegal serta hambatan untuk mengatasinya karena terlalu banyak ijin yang dikeluarkan instansi. Dalam hal penangkapan ikan, surat ijin yang diperlukan adalah sebagai berikut:

    Surat tanda pendaftaran didasari surat ukur dan 1. Gross Akte yang dikeluarkan perhubungan laut.Sertifikat kelaikan dan pengawakan kapal (Perhubungan laut)2. Paspor bagi ABK WNA (Imigrasi)3. Ijin kerja tenaga asing (Kenakertrans)4. Surat Ijin Operasional Perusahaan Non Pelayaran (Kementerian 5. Perhubungan Laut)Surat Penangkapan Ikan (SPI) (Ditjen Perikanan Tangkap, KKP)6. Ijin Usaha Perikanan (IUP) (Ditjen Perikanan Tangkap, KKP)7. Surat Ijin Berlayar (SIB) (Ditjen Perhubungan Laut)8.

    Semestinya beberapa ijin dapat diintegrasikan ke satu instansi sehingga lebih mudah mengontrolnya. Hal ini sulit diimplementasikan misalnya untuk mengeluarkan sertifikat kelaikan dan pengawakan kapal harus mendapatkan sertifikat dari International Maritime Organization, saat ini sertifikat ini hanya dimiliki oleh Kementerian Perhubungan, agar Kementerian Kelautan Perikanan mengambil alih perijinan, diperlukan kemampuan teknis yang disertifikasi internasional.

    Terjadinya multi-instansi dalam penegakan hukum di laut merupakan latar belakang hadirnya suatu badan yang tugasnya mengkoordinasikan satuan patroli laut dan beberapa instansi yang berperan dalam penegakan hukum di laut. Badan yang dinamakan Bakorkamla, diharapkan dapat menjadi badan yang mengkoordinasikan segala hal menyangkut keamanan laut.

    Terdapat kendala besar dalam mengkoordinasikan program dan kegiatan yang berlokasi di wilayah laut dan pesisir, baik antar sektor maupun koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah. Semua pihak terpaku pada tujuan masing-

  • 47

    Lisnawati

    masing tanpa memperdulikan pentingnya keterpaduan dalam pengelolaan wilayah laut dan pesisir.

    Di era otonomi daerah seperti saat ini, dimana provinsi dengan kabupaten melakukan perencanaan sendiri-sendiri. Tata ruang di wilayah laut belum memadai sehingga pemanfaatan wilayah pesisir dan laut belum optimal. UU No 32 Tahun 2004 mengenai otonomi daerah, diinterpretasikan dengan sikap mengkavlingkan laut. Hal ini memicu konflik antara nelayan lintas kabupaten. Padahal inti kewenangan pemerintah daerah hanyalah pengelolaan dan bukan kepemilikan wilayah.

    Pembenahan kebijakan tata pemerintahan di laut, hakekatnya adalah pembenahan sistem dan politik hukum yang ada dan tumpang tindih dan banyak disharmonisasi. Dalam pengaturan perencanaan pemanfaatan ruang harus didasarkan pada satu kesatuan wilayah yang memiliki satu persamaan fungsi geografis dan wawasan sehingga pemanfaatan tidak dapat dipisah menurut daerah administrasi.

    Tata laksana pemerintahan yang berkaitan dengan kewenangan pengelolaan laut yang berhubungan dengan lintas kabupaten, kota dan provinsi harus diatur dengan jelas, sehingga potensi konflik dapat dikurangi.

    Untuk mengatasi berbagai permasalahan dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut ini, dibutuhkan suatu model pengelolaan yang kolaboratif yang memadukan antara unsur masyarakat pengguna (kelompok nelayan, pengusaha perikanan, dll) dan pemerintah. Melalui model ini, pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut dilaksanakan dengan menyatukan lembaga-lembaga terkait terutama masyarakat dan pemerintah serta stakeholder lainnya dalam setiap proses pengelolaan sumberdaya, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan dan pengawasan.

    Pembagian tanggung jawab dan wewenang antar stakeholder dapat terjadi dalam berbagai pola, tergantung kemampuan dan kesiapan sumberdaya manusia dan institusi yang ada di masing-masing daerah. Susunan dalam model pengelolaan ini bukanlah sebuah struktur legal yang statis terhadap hak dan aturan, melainkan sebuah proses yang dinamis dalam menciptakan sebuah struktur lembaga yang baru.

    Hubungan kerjasama yang dilakukan dapat mencakup kerjasama antar sektor, antar wilayah, serta antar aktor yang terlibat.

  • 48

    Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

    Kerja sama lintas-sektor i.

    Sektor perikanan bukan satu-satunya yang berperan dalam perekonomian masyarakat pesisir. Kontribusi sektor industri berperan besar dalam pengembangan usaha produktif masyarakat. Keterlibatan sektor industri biasanya mempunyai limbah industri yang dibuang ke perairan. Infrastruktur pendukung juga menjadi hal penting untuk dapat mengembangkan wilayah dan menjaga kelestarian lingkungan.

    Kerjasama lintas sektor sangat perlu diperhatikan karena masing-masing sektor memiliki kepentingannya sendiri-sendiri. Masing-masing sektor harus saling mendukung. Peran pemerintah daerah dalam hal ini sangat besar agar terjadi sinergi yang baik dalam pengembangan setiap sektor, sehingga tidak ada yang saling merugikan.

    Kerja sama antar-Wilayah ii.

    Kawasan pesisir pada dasarnya tidak dapat dibatasi secara administratif. Berkaitan dengan hal ini, maka wilayah yang termasuk dalam suatu kawasan (adanya homogenitas baik secara ekologis maupun ekonomis) haruslah saling bekerjasama untuk meminimalisir konflik kepentingan. Kerjasama antar wilayah dapat digalang melalui pembentukan forum kerjasama atau forum komunikasi antar pemerintah daerah yang memiliki kawasan pesisir dan laut untuk mengantisipasi sejak dini timbulnya perkembangan terburuk seperti konflik antar nelayan.

    Kesepakatan dan penetapan norma-norma kolektif tentang pemanfaatan sumberdaya lokal sesuai dengan semangat otonomi daerah harus disosialisasikan secara luas dan benar kepada masyarakat nelayan agar mereka memiliki cara pandang yang sama.

    Kerja sama antar-aktor (iii. stakeholders) Upaya pengurangan kesenjangan sektoral dan daerah jelas memerlukan

    strategi khusus bagi penanganan secara komprehensif dan berkesinambungan. Untuk itu, diperlukan adanya kebijakan dari Pemerintah Pusat untuk menjembatani persoalan kemiskinan dan kesenjangan sektoral dan daerah tersebut, melalui mekanisme kerjasama antar aktor (stakehokders) yang melibatkan unsur-unsur masyarakat (kelompok nelayan), pihak swasta / pengusaha perikanan (Private Sector), dan pemerintah (Government).

  • 49

    Lisnawati

    Pengelolaan kawasan pesisir dan laut yang belum memberikan kesejahteraan bagi masyarakatnya perlu diberi perhatian yang serius berupa terobosan pemikiran bagi upaya percepatan pembangunan dan pengembangan ekonomi lokal yang melibatkan partispasi masyarakat dalam proses dan pelaksanaan pengelolaannya. Upaya penanggulangan kemiskinan dan kesenjangan sektoral dan daerah tersebut yang berintikan suatu paradigma baru, dimana inisiatif pembangunan daerah tidak lagi digulirkan dari pusat, namun merupakan inisiatif lokal (daerah) untuk memutuskan langkah-langkah yang terbaik dalam mengimplementasikan rencana pengelolaan kawasan dan rencana aksi yang sesuai dengan kebutuhan dan kapasitas yang dimiliki.

  • 51

    BaB 4KesimPulan

    Dalam pelaksanaan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut yang ditujukan untuk memberdayakan sosial ekonomi masyarakat maka masyarakat seharusnya memiliki kekuatan besar untuk mengatur dirinya sendiri dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut di era otonomi ini. Proses peralihan kewenangan dari pemerintah ke masyarakat harus dapat diwujudkan. Namun ada beberapa hal yang masih menjadi tanggung jawab pemerintah seperti soal kebijakan fiskal sumberdaya, pembangunan sarana dan prasarana, penyusunan tata ruang pesisir, serta perangkat hukum pengelolaan sumberdaya. Meski hal tersebut menjadi bagian dari kewenangan pemerintah, namun tidak berarti masyarakat tidak memiliki kontribusi dan partisipasi dalam setiap formulasi kebijakan. Dengan adanya kontribusi dan partisipasi masyarakat maka kebijakan yang diformulasikan tersebut akan lebih menyentuh persoalan yang sebenarnya dan tidak merugikan kepentingan publik.

  • 53

    BiBliograFi

    Asri, 2000. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Perikanan Laut. Thesis. Padang: Unand.

    Dahuri, Rokhmin, 2001. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Kelautan Seacra Terpadu. Jakarta: PT Pradnya Paramitha.

    Dahuri, Rokhmin, 2004. Kebijakan Pemerintah Dalam Pembiayaan Usaha Mikro Kecil Bidang Kelautan dan Perikanan. Paper. Jakarta: Usakti, 23 Juli 2004.

    Darus, Bahauddin. 2001. Manajemen Sumberdaya Alam Perairan, Mensukseskan Pembangunan Desa Pantai, Penyegaran Strategi. Paper.

    Mulyadi. 2005. Ekonomi Kelautan. Jakarta: Rajagrafindo Persada.

    Rudyanto, Arifin. Kerangka Kerjasama Dalam Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Dan Laut. Sosialisasi Nasional Program MFCDP, 22 September 2004.

  • Bagian Ketiga

    studi PerBandinGan ProGraM PeMBerdayaan Masyarakat Pesisir:

    PeMP dan PnPM M-kP1

    Oleh: Yuni Sudarwati, S.IP, M.Si2

    1 PEMP adalah Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) dan PNPM M-KP adalah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Kelautan Perikanan.

    2 Penulis adalah Calon Peneliti bidang ekonomi dan kebijakan publik, Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Setjen DPR RI. Penulis dapat dihubungi pada [email protected].

  • 57

    BaB 1Pendahuluan

    latar Belakangi.

    Sedikitnya terdapat sepuluh sektor ekonomi kelautan yang memiliki prospek bisnis yang dapat dikembangkan untuk memajukan dan memakmurkan Indonesia. Kesepuluh sektor itu adalah perikanan tangkap, perikanan budidaya, industri pengolahan hasil perikanan, industri bioteknologi, pertambangan dan energi, pariwisata bahari, transportasi laut, industri dan jasa maritim, pembangunan pulau-pulau kecil dan sumber daya nonkonvensional3. Jika melihat potensi yang sangat bagus dari sektor kelautan ini, seharusnya Indonesia dan masyarakat pesisir kaya dan makmur. Ternyata kenyataannya sangat berbeda. Kondisi masyarakat pesisir dan nelayan masih sangat kurang dan bisa dikatakan sebagai kelompok yang termarjinalkan. Bahkan untuk nelayan, marginalisasi hak-hak nelayan tradisional dapat dilihat dalam beberapa hal seperti struktur pengelolaan pembangunan pesisir dan laut yang masih bersifat top down, nelayan tradisional masih menjadi objek pembangunan bukan subjek, dan dalam perangkat aturan hak-hak nelayan tradisional tidak banyak dibicarakan4. Kemiskinan masih menjadi kondisi yang melekat di masyarakat pesisir khususnya nelayan.

    Berbagai program pengentasan kemiskinan masyarakat pesisir dan nelayan sudah banyak dan sering dilakukan, namun program-program ini seperti tidak berbekas dan berdampak. Oleh karena itu kemudian muncul paradigma baru yang disebut sebagai program pemberdayaan. Secara definisi program pemberdayaan adalah program pelibatan dan peningkatan partisipasi masyarakat, program yang berdasarkan pada kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Melalui program

    3 Ivan Razali, Strategi Pemberdayaan Masyarakat Pesisir dan Laut, http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/15655/1/pkm-mei2004-%20%281%29.pdf, diakses 13 Januari 2011.

    4 Yuswar Zainul Basri & Mahendro Nugrohoa, Pemberdayaan Nelayan Kecil, Jakarta: Penerbit Universitas Trisakti, 2010: 42-45.

  • 58

    Studi Perbandingan Program Pemberdayaan Masyarakat Pesisir: PEMP dan PNPM M-KP

    ini, masyarakat mempunyai hak untuk mengusulkan k