Upload
mutiara-sazkia
View
242
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Tumor pada dasarnya adalah benjolan atau pembengkakan abnormal dalam tubuh, tetapi
dalam artian khusus adalah benjolan yang disebabkan oleh neoplasma. Gaster adalah organ
penghubung antara oesophagus dan duodenum yang merupakan bagian dari sistem pencernaan.
Tumor gaster pada dasarnya dibagi berdasarkan tumor jinak dan tumor ganas. Tumor jinak
dibagi atas tumor jinak epitel (benigna epithelial tumor) dan tumor jinak non epitel. Bentuk dan
karakteristik tumor secara pasti sulit diperkirakan, dan sulit dibedakan antara tumor ganas dan
jinak berdasarkan kriteria histologis. Kita menganggap secara umum bahwa tumor jinak ialah
ukurannya yang kecil, berkapsul, aktivitas mitolik yang rendah dan tidak ditemukan nekrosis,
dapat terjadi pada semua kelompok umur dan umumnya tumor ini tidak memberikan gejala
klinis, kalaupun ada hanya berupa nyeri yang tidak sembuh dengan antasid. Pemeriksaan fisik
tidak menemukan sesuatu kelainan, bila ditemukan kelainan perlu dipikirkan adanya hal yang
berkaitan dengan tumor ganas.
1
BAB II
SEL DAN PERTUMBUHAN TUMOR
Sel tumor ialah sel tubuh yang mengalami transformasi dan tumbuh secara autonom lepas
dari kendali pertumbuhan sel normal sehingga sel ini berbeda dari sel normal dalam bentuk dan
strukturnya. Perbedaan sifat sel tumor bergantung pada besarnya penyimpangan dalam bentuk
dan fungsi, autonominya dalam pertumbuan dan kemampuanya mengadakan infiltrasi dan
menyebabkan metastasis.
Sel tumor bentuknya bermacam macam (polimorfi) dengan warna yang beraneka
(polikrmasi) karena tinggiya kadar asam nukleat dalam inti dan tida meratanya distibusi kromatin
inti. Inti sel relatif besar dengan rasio inti/sitoplasma yang lebih rendah. Insidens mitosis lebih
tinggi dan terdapat mitosis abnormal.susunan sel tidak teratur (anaplastik). Sel tunor bersifat
tumbuh terus tanpa batas sehingga tumor makin lama makin besar dan mendesak jaringan
sekitarnya.pada neoplasma ganas, selnya tumbuh sambil menyusup dan merembes ke jaringan
sekitar.1
Selain menyusup sel dapat melepaskan diri, meniggalkan tumor induknya dan masuk ke
dalam pembuluh limfe atau darah,terutama kapiler. Hal ini telah terjadi penyebaran (metastasis)
limfogen dan hematogen.
Gambar 1 : Daur hidup sel
2
Tahap awal pertumbuhan sel tumor lokal adalah Inisiasi karena adanya inisiator yang
memulai pertumbuhan sel abnormal. Inisiator ini dibawa oleh zat karsinogenik. Inisiasi dapat
berlangsung selama puluhan tahun sebelum timbul gejala atau tanda penyakit. Bersamaan
dengan atau setelah insasi terjadi promosi yang dipicu oleh promotor sehingga terbentuk sel sel
yang polimorfis dan anaplastik. Pembawa promotor mungkin merupakan karsinogen yang sama
dengan pembawa inisiator, tetapi sering kali berbeda. Selanjutnya, terjadi progresi yang ditandai
dengan invasi sel sel ganas ke membran basalis atau kapsel. Semua progres ini terjadi pada tahap
induksi tumor. Beberapa karsinogen yang menjadi inisiator yang berperan dalam karsinogenesis
berbagai tumor ganas adalah racun/asap rokok, kelebihan kalori, kelebihan lemak hewani, dan
alkohol.1
Setelah mengalami transformasi sampai menunjukkan morfologi dan sifat biologi yang
khas, akhirnya tercapai tahap klinis dengan manifestasi dini berupa karsinoma in situ,
selanjutnya apabila ganas maka dapat menginvasi/metastasis yang dapat menyebar ke bebagai
sel selain induknya.
Gambar 2 : Pertumbuhan sel tumor
3
BAB III
EMBRIOLOGI, ANATOMI, FISIOLOGI dan HISTOLOGI LAMBUNG
II.1 Embriologi
Pertumbuhan lambung mulai pada minggu ke-4 sebagai suatu pelebaran usus depan yang
berbentuk kumparan. Minggu-minggu berikutnya kedudukannya sangat berubah akibat
perbedaan kecepatan pertumbuhan pada berbagai dindingnya dan perubahan kedudukan alat-alat
disekitarnya. Perubahan kedudukan lambung karena ia berputar sekitar sumbu memanjang dan
sumbu antero posterior. Disekitar sumbu memanjang lambung melakukan putaran 90o searah
jarum jam, akibatnya : sisi kiri menghadap ke depan, sisi kanan menghadap ke belakang, n.x kiri
yang semula mensarafi kiri menuju depan, dan n.x kanan yang semula mensafari kanan menuju
belakang. Selama perputaran ini bagian dinding belakang lambung tumbuh lebih cepat dari
bagian depannya. Hal ini mengakibatkan pembentukan : curvatura mayor dan curvatura minor.
Ujung cephalic dan kaudal lambung pada mulanya terletak digaris depan. Selama pertumbuhan,
bagian kaudal atau bagian pilorus bergerak kekanan dan keatas, dan bagian cephalic atau bagian
kardia kekiri dan kebawah. Dengan ini sumbu panjang lambung berjalan dari kiri dan kanan
bawah. Pada tingkat perkembangan ini, lambung terikat pada dinding dorsal dan ventral tubuh
melalui mesogastrium dorsale dan ventrale. Perputaran disekitar sumbu memanjang menarik
mesogastrium dorsal ke kiri. Dengan demikian membantu pembentukan bursa omentalis, yaitu
kantong peritonium dibelakang lambung.3
II.2 Anatomi
Lambung merupakan bagian sistem gastrointestinal yang terletak di antara esophagus dan
duodenum berupa ruang berbentuk kantung mirip huruf J. Lambung dibagi menjadi 3 bagian
berdasarkan perbedaan anatomis, histologist, dan fungsional. Fundus adalah bagian lambung
yang terletak di atas lubang esophagus. Bagian tengah atau utama lambung disebut dengan
korpus (badan). Lapisan otot polos di fundus dan korpus relatif tipis, tetapi bagian bawah
lambung, antrum, memiliki otot yang jauh lebih tebal. Diantara region-regio tersebut juga
terdapat perbedaan kelenjar di mukosa. Bagian akhir lambung yaitu sfingter pylorus, yang
berfungsi sebagai sawar antara lambung dan bagian atas usus halus, duodenum.2
4
Gambar 3 : Anatomi Lambung
Ciri yang cukup menonjol pada anatomi lambung adalah peredaran darahnya yang sangat
kaya dan berasal dari empat jurusan berupa arteri besar dan berada di pinggir kurvatura mayor
dan minor serta di dalam dinding lambung. Di belakang dan tepi medial duodenum juga
ditemukan arteri besar, yakni a.gastroduodenalis. Vena lambung dan duodenum bermuara ke
vena porta. Peredaran vena ini kaya sekali dengan hubungan kolateral ke organ yang memiliki
hubungan embrional dengan lambung dan duodenum.
Persarafan simpatis lambung seperti biasa melalui serabut saraf yang menyertai arteri.
Impuls nyeri dihantarkan melalui serabut aferen saraf simpatis. Serabut parasimpatis berasal dari
n.vagus dan mempersarafi sel parietal di fundus dan korpus lambung. Sel ini berfungsi
menghasilkan asam lambung.
II.3 Fisiologi
Lambung melakukan beberapa fungsi, yaitu fungsi terpentingnya adalah menyimpan
makanan yang masuk sampai disalurkan ke usus halus dengan kecepatan yang sesuai untuk
pencernaan dan penyerapan yang optimal. Makanan yang dikonsumsi hanya beberapa menit
memerlukan waktu beberapa jam untuk dicerna dan diserap. Fungsi kedua adalah untuk
mensekresikan asam hidroklorida (HCl) dan enzim-enzim yang memulai pencernaan protein.
Akhirnya melalui gerakan mencampur lambung, makanan yang masuk dihaluskan dan dicampur
dengan sekresi lambung untuk menghasilkan campuran kental yang disebut dengan kimus.
5
Terdapat empat aspek motilitas lambung yaitu pengisian lambung (gastric filling),
penyimpanan lambung (gastric storage), pencampuran lambung (gastric mixing), dan
pengosongan lambung (gastric emptying).2
1. Pengisian lambung, jika kosong lambung memiliki volume sekitar 50 ml, tetapi organ ini
dapat mengembang hingga kapasitasnya mencapai sekitar 1 liter (1000 ml) ketika makan.
Akomodasi perubahan volume yang besarnya hingga duab puluh kali lipat tersebut akan
menimbulkan ketegangan pada dinding lambung dan sangat meningkatkan tekanan
intralambung jika tidak terdapat dua faktor yaitu, plastisitas dan relaksasi reseptif pada
lambung saat lambung terisi. Plastisitas mengacu pada kemampuan otot polos
mempertahankan ketegangan konstan dalam rentang panjang tertentu. Sifat dasar otot
polos diperkuat oleh relaksasi refleks lambung pada saat terisi. Interior lambung
membentuk lipatan-lipatan dalam yang dikenal sebagai rugae. Selama makan., lipatan-
lipatan itu mengecil dan mendatar pada saat lambung sedikit demi sedikit melemas
karena terisi. Relaksasi lambung sewaktu menerima makanan ini disebut dengan relaksasi
reseptif, relaksasi ini mengingkatkan kemampuan lambung untuk mengakomodasi
volume makanan tambahan dengan hanya sedikit mengalami peningkatan tekanan.
2. Penyimpanan lambung, terjadi karena adnaya gerakan peristaltic dari esophagus yang
menyapu makanan ke lambung. Karena lapisan otot di fundus dan corpus tipis, kontraksi
peristaltic di kedua daerh tersebut lebih lemah. Pada saat mencapai antrum, gelombang
menjadi lebih kuat disebabkan oleh lapisan otot di antrum yang jauh lebih tebal. Karena
di fundus dan corpus gerakan mencampur yang terjadi kurang kuat, makanan yang masuk
ke lambung dari esophagus tersimpan relative tenang tanpa mengalami pencampuran.
Daerah fundus biasanya tidak menyimpan makanan, tetapi hanya berisi sejumlah gas.
Makanan secara bertahap disalurkan dari korpus ke antrum, tempat berlangsungnya
pertukaran makanan.
3. Pencampuran lambung, kontraksi peristaltic lambung yang kuat merupakan penyebab
makanan bercampur dengan sekresi lambung dan menghasilkan kimus. Setiap gelombang
peristaltic antrum mendorong kimus ke arah depan sfingter pylorus. sebelum lebih
banyak kimus yang diserap keluar makan gelombang peristaltic sudah mencapai sfingter
pylorus dan menyebabkan sfingter tersebut berkontraksi lebih kuat, menutup pintu keluar
dan menghambat aliran kimus lebih lanjut ke duodenum. Bagian terbesar kimus
6
terdorong ke depan, tetapi tidak dapat di dorong ke dalam duodenum dengan tiba-tiba
berhenti pada sfingter yang tertutup dan tertolak kembali ke dalam antrum, hanya untuk
didorong ke depan dan tertolak kembali pada saat gelombang peristaltic yang baru
datang. Gerakan maju mundur tersebut dinamakan retropulsi, yang menyebabkan kimus
bercampur secara merata di antrum.
4. Pengosongan lambung, kontraksi peristaltic antrum selain menyebabkan pencampuran
lambung, juga menghasilkan gaya pendorong untuk mengosongkan lambung. Semakin
tinggi eksitabilitasm semakin sering BER (Basic Electrical Rhytm) meghasilkan potensial
aksi, semakin besar aktivitas peristaltic di antrum, dan semakin cepat pengosongan
lambung.
Cairan lambung jumlahnya bervariasi antara 500-1500 mL/hari mengandung lendir,
pepsinogen, faktor intrinsic dan elektrolit, terutama larutan HCl. Sekresi basal cairan ini
selalu ada dalam jumlah sedikit. Produksi asam merupakan hal yang kompleks tetapi untuk
memudahkan proses ini dibagi atas tiga fase perangsangan yaitu fase sefalik, fase gastric, dan
fase intestinal yang saling mempengaruhi dan berhubungan.2
Fase Sefalik, rangsang yang timbul akibat melihat, menghirup, merasakan, bahkan
berpikir tentang makanan akan meningkatkan produksi asam melalui aktivasi nervus
vagus.
Fase Gastrik, distensi lambung akibat adanya makanan atau zat kimia seperti kalsium,
asam amino, dan peptide dalam makanan akan merangsang produksi gastrin, refleks
vagus, dan refleks kolinergik intramural. Semua itu akan merangsang sel parietal
untuk memproduksi asam lambung.
Fase intestinal, hormone enterooksitin merangsang produksi asma lambung setelah
makanan sampai di usus halus. Seperti halnya proses sekresi dalam tubuh, cairan
lambung bertindak sebagai penghambat seksresinya sendiri berdasarkan prinsip
umpan balik. Keasaman yang tinggi dibdaerah antrum akan menghambat produksi
gastrin oleh sel G sehingga fase gastric akan berkurang.
7
II.4 Histologi
Dinding gaster terdiri dari 4 lapisan utama yang dapat ditemukan di struktur organ
gastrointestinal lainnya, yaitu mukosa, submukosa, muskularis eksterna, dan serosa, disertai
dengan vaskularisasi dan persarafan gaster.4
Gambar 4. Histologi Lambung
MukosaMukosa merupakan lapisan tebal dengan permukaan halus dan licin yang kebanyakan
berwarna coklat kemerahan namun berwarna pink di daerah pylorik. Pada lambung yang
berkontraksi, mukosa terlipat menjadi beberapa lipatan rugae, kebanyakan berorientasi
longitudinal. Rugae ini kebanyakan ditemukan mulai dari pinggir daerah pyloric hingga kurvatur
mayor. Rugae ini merupakan lipatan-lipatan besar pada jaringan konektif submukosa dan bukan
variasi ketabalan mukosa yang menutupinya, dan rugae ini akan menghilang jika lambung
mengalami distensi. Seperti pada semua saluran cerna lainnya, mukosa ini tersusun oleh epitel
permukaan, lamina propria, dan mukosa muskuler.
8
Submukosa
Submukosa merupakan lapisan bervariabel dari jaringan konektif yang terdiri dari bundel
kolagen tebal, beberapa serat elastin, pembuluh darah, dan pleksus saraf, termasuk pleksus
submukosa berganglion (Meissner’s) pada lambung.
Muscularis eksterna
Muscularis eksterna merupakan selaput otot tebal berada tepat dibawah serosa, dimana
keduanya terhubung melalui jaringan konektif subserosa longgar. Dari lapisan terdalam keluar,
jaringan ini memiliki lapisan serat otot oblique, sirkuler, dan longitudinal, walaupun celah antara
tiap lapisan tidak berbeda satu sama lain. Lapisan sirkuler kurang begitu berkembang pada
bagian oesofagus namun semakin menebal pada distal antrum pyloric untuk kemudian
membentuk sphincter pyloric annular. Lapisan longitudinal luar kebanyakan terdapat pada 2/3
bagian kranial lambung dan lapisan oblique dalam pada setengah bagian bawah lambung.
Kerja dari muskularis eksterna ini adalah menghasilkan pergerakan adukan yang mencampur
makanan dengan produk sekresi lambung. Ketika otot berkontraksi, volume lambung akan
berkurang dan menggerakkan mukosa menjadi lipatan longitudinal atau rugae (lihat atas). Rugae
ini akan datar kembali dan menghilang ketika lambung penuh akan makanan dan muskulatur
berelaksasi dan menipis. Aktivitas otot diatur oleh jaringan saraf autonom yang tidak bermyelin,
yang terdapat pada lapisan otot dalam plexus myenterik (Aurebach’s).
Serosa
Serosa merupakan perpanjangan dari peritoneum visceral yang menutupi keseluruhan
permukaan pada lambung kecuali sepanjang kurvatura mayor dan minor pada pertautan
omentum mayor dan minor, dimana lapisan peritoneum meninggal suatu ruang untuk saraf dan
vaskler. Serosa juga tidak ditemukan pada bagian kecil di posteroinferior dekat dengan orificium
kardiak dimana lambung berkontak dengan diafragma pada refleksi gastrophrenik dan lipatan
gastropancreatik.
9
BAB IV
TUMOR LAMBUNG
III.1 Epidemiologi
Kanker gaster merupakan kanker keempat yang paling sering terjadi di dunia. Sekitar
600,000 kasus baru terdiagnosa setiap tahunnya, dan hampir dua pertiga dari pasien meninggal
dikarenakan kanker gaster. Kebanyakan kasus (65% sampai 75%) kanker gaster muncul pada
Negara berkembang.5
Insidens Tumor Gaster yang tinggi ditemukan di Jepang, Korea dan Chili, di Jepang
dalam rentang waktu 1980-2003 terjadi 34,5 per 100.000 pada pria dan 13,2 per 100.000 pada
wanita, dan terdapat total 50.562 kasus yang berakhir dengan kematian. Tumor ganas didapatkan
10 kali lebih banyak daripada tumor jinak. Tumor ganas yang terbanyak adalah adenokarsinoma
dan tumor ini menempati urutan ketiga tumor saluran cerna setelah tumor kolon dan Pankreas.
Tumor gaster banyak ditemukan pada orang tua (50-70 tahun), Perbandingan laki-laki :
wanita = 2:1. Pasien dengan umur muda (< 30 tahun) tumornya lebih agresif dengan prognosis
lebih buruk. Diagnosa kanker lambung dini sangat jarang (80% tidak ada keluhan/asimptomatik).
Pada umumnya, penderita didiagnosis sudah dalam stadium lanjut dan sulit disembuhkan.6
Insiden kanker lambung di banyak pusat penelitian Indonesia pada tahun 1996 berkisar
dari 0,00% - 0,24% untuk insiden yang paling terendah dan 2,22% - 5,60% untuk insiden
tertinggi. Kejadian kasus yang tertinggi dari kanker lambung berada di Medan 19 laki-laki
(5,6%), 10 perempuan (2,22%), Jakarta 55 laki-laki (4%), 28 perempuan (1,39%), Palembang 7
laki-laki (4,75%), 1 perempuan (0,11%), Denpasar 12 laki-laki (2,97%), 1 perempuan (0,24%),
dan Surabaya 18 laki-laki (1,38%), 7 perempuan (0,35 %).7
III.2 Faktor Resiko
1. Diet.
Kanker gaster telah dihubungkan dengan daging merah, cabai, merica, ikan, makanan
yang diasamkan, diasinkan, diasapkan, diet tinggi karbohidrat, rendahnya konsumsi
lemak, protein dan vitamin A, C, dan E. Makanan yang diasamkan, diasinkan, diasapkan
merupakan faktor resiko “probable” kanker gaster menurut panel ahli WHO/FAO, efek
karsinogenik dari makanan yang diasamkan, diasinkan, diasapkan dikarenakan tingginya
10
kandungan garam dan nitrat. Pada penelitian dengan menggunakan hewan, terlihat
adanya efek karsinogenik dari N-nitroso compounds (N=-nitro-N-nitrosoguanidine),
Nitrat dirubah mejadi carcinogenic nitrite compounds pada gaster. Sedangkan diet
selenium, zinc, cooper, besi, dan mangan dihubungkan dengan rendahnya resiko kanker
gaster. Gastric bacteria (lebih sering terdapat pada gaster yang achlorhydric pada pasien
dengan atrophic gastritis) merubah nitrate menjadi nitrite, yaitu sebuah karsinogen.
Menurunnya konsumsi dari makanan tinggi nitrat terlihat sebagai penyebab menurunnya
kanker gaster pada utara US dan Eropa barat. 8,9
2. Infeksi.
Pada tahun 1982, Marshall dan Warren mengisolasi H.pylori untuk pertama kali
dari biopsi epitel gaster. Peranan H.pylori dalam menginisiasi cedera mukosa dan
terjadinya gastritis atropik kronis telah diketahui dengan baik. Pada pasien yang
menjalani reseksi karena kanker gaster tipe intestinal, teridentifikasi H.pylori pada
jaringan nonkanker pada hampir 90% pasien, bila dibandingkan dengan 32% kanker
gaster tipe difuse.8 Beberapa penelitian juga melaporkan hubungan yang signifikan antara
infeksi H.pylori dan kanker gaster, terutama kanker gaster distal. Pembentukan kanker
gaster berhubungan dengan meningkatnya level antibody immunoglobulin G dan paling
tinggi ketika interval antara infeksi H.pylori dan diagnosis kanker gaster lebih dari 10
tahun. Peneliti lainnya juga menemukan tingginya infeksi H.pylori pada pasien dengan
kanker gaster tipe intestinal namun tidak pada kanker gaster tipe difuse.5,8
3. Herediter dan Ras.
African, Asian, dan Hispanic Americans mempunyai resiko yang tinggi untuk
menderita kanker gaster bila dibandingkan dengan orang kulit putih. Pola histologi difuse
terlihat predominan pada keluarga dengan beberapa anggota keluarga yang terkena
kanker. Munculnya kanker gaster yang tersebar pada kerabat terdekat memperlihatkan
bahwa terdapat kemungkinan genetik untuk terjadinya kanker gaster, dengan insiden
berkisar 1%-15% dari semua kanker gaster. Berbagai varian dari abnormalitas genetik
telah dideskripsikan, dimana kebanyakan kanker gaster bersifat aneuploid. Abnormalitas
genetik yang paling sering terlibat pada kanker gaster adalah pada gen p53 dan COX-2.
Lebih dari dua pertiga kanker gaster mempunyai deletion atau suppression dari tumor
11
supresor gen p53. Dan dengan proporsi yang sama pada overexpression gen COX-2.
Kanker gaster yang overexpress terhadap gen COX-2 terlihat lebih agresif. Familial
gastric cancer telah diidentifikasikan dan berhubungan dengan mutasi gen E-cadherin.
Adanya mutasi gen e-cadherin menyebabkan resiko untuk menderita kanker gaster
sebesar 60–90%.5,8
4. Anemia pernisiosa.
Anemia pernisiosa membawa resiko relatif yang meningkat sebesar 3 sampai 18
kali untuk menderita kanker gaster pada populasi secara umum pada penelitian
retrospektif. Meskipun terdapat beberapa kontroversi pada penemuan ini, namun follow-
up dengan menggunakan endoscopy telah secara umum disarankan pada pasien yang
memiliki penyakit anemia pernisiosa.8,9
5. Polip gaster.
Setidaknya setengah dari polip adenomatous menunjukkan perubahan
carcinomatous pada beberapa penelitian. Pasien dengan familial adenomatous
polyposis (FAP) memiliki insiden yang tinggi dari kanker gaster sekitar 50%, dan
sepuluh kali lebih sering untuk membenttuk adenocarcinoma. Pasien dengan polip
adenomatous atau FAP hasrus menjalani endoscopi surveillance.
Terdapat lima tipe dari polip epithelial gaster: inflammatory, hamartomatous,
heterotopic, hyperplastic, dan adenoma. Tiga jenis pertama mempunyai kemungkinan
kecil untuk terjadinya malignansi. Adenomas dapat membentuk karsinoma, dan harus
diangkat ketika terdiagnosa. Secara kebetulan,hyperplastic polyps (> 75% dari semua
polip gaster) tidak terlihat potensial malignansi, namun dapat manjadi karsinoma dengan
insiden <2%.5,8
6. Gastritis kronik.
Chronic atrophic gastritis merupakan precursor paling sering untuk kanker gaster,
terutama pada tipe intestinal. Pada penelitian di Jepang, 95% pasien dengan kanker gaster
dini mempunyai atrophic gastritis, dan pada penelitian lainnya resiko untuk membentuk
kanker gaster sebesar 20% ketika gastritis berat melibatkan antrum, dan 5% ketika
gastritis melibatkan body gaster. Prevalensi atrophic gastritis tinggi pada usia lanjut,
12
tetapi pada daerah dengan insiden yang tinggi dari kanker gaster, kondisi ini juga ditemui
pada usia muda.5,8,9
7. Faktor resiko lainnya.
Kanker gaster juga sering terjadi orang dengan golongan darah A, dan juga dengan
sosioekonomi rendah. Pemakaian tembakau terlihat meningkatkan resiko kanker gaster,
Pada tahun 1997, Tredaniel et al menelaah berbagai penelitian cohort dan case-control,
dan menemukan adanya hubungan antara kanker gaster dengan merokok, 11% dari
semua kanker gaster berhubungan dengan merokok. Gammon et al juga memperlihatkan
adanya resiko adenokarsinoma gaster pada perokok dan penggunaan alkohol tidak
mempunyai efek resiko terhadap kanker gaster pada penelitian case-control oleh
Gammon et al tidak menunjukkan adanya hubungan antara konsumsi alkohol dengan
kanker gaster.5,9
III.3 Patologi dan Patofisiologi
Sekitar 95% dari semua neoplasma malignant gaster merupakan adenocarcinoma, dan
secara umum, terminologi kanker gaster ditujukan untuk adenocarcinoma dari gaster. Tumor
malignant lainnya sangat jarang terjadi, termasuk squamous cell carcinoma, adenoacanthoma,
carcinoid tumors, dan leiomyosarcoma. Meskipun tidak terdapat jaringan lymphoid pada mukosa
gaster, namun gaster merupakan lokasi tersering lymphoma dari traktus gastrointestinal.
Peningkatan kewaspadaan hubungan antara mucosa-associated lymphoid tissue lymphomas dan
H.pylori dapat dijelaskan, terlebih lagi adanya peningkatan dari insiden.
Beberapa sistem staging telah diajukan berdasarkan karakteristik dari tumor gaster.
1. Pada tahun 1965 Laurén mengajukan system klasifikasi yang sederhana dan dapat
diterima secara luas, yang mengklasifikasikan kanker gaster menjadi bentuk intestinal
(53%), diffuse (33%), dan unclassified (14%). Pada penelitian terbaru di Negara Barat,
sekitar 70% pasien memiliki tumor diffuse; dan 30% memiliki tumor tipe intestinal.
Klasifikasi ini berdasarkan histologi tumor secara efektif mengkarakteristikan dua variasi
dari adenocarcinoma gaster yang bermanifestasi secara berbeda pada patologi,
epidemiologi, dan etiologi. Perbedaan diantara kanker gaster tipe diffuse (glandular) dan
tipe intestinal-type mengasumsikan kepentingan dalam hal perubahan epidemiologi dan
perdebatan mengenai pathogenesis dari kanker gaster.5
13
Gambar 5. Model karsinogenesis kanker gaster.
Tahara menggambarkan alur berbeda pada karsinogenetik kedua tipe kanker
gaster tersebut. Kanker gaster tipe intestinal memperlihatkan progresi klasik
karsinogenesis yang mirip dengan kanker kolon. Paparan dari lingkungan (contohnya diet
tinggi garam, diet rendah vitamin C/E, infeksi H. Pylori) mengakibatkan terjadinya
gastritis superfisial kronik, yang kemudian akan berprogresi dari atrophic gastritis ke
intestinal metaplasia, dysplasia, dan akhirnya kanker. Tumor tipe intestinal lebih sering
terjadi pada usia lanjut dan pada jenis kelamin laki-laki, alterasi genetik termasuk mutasi
gen berikut: Microsatellite instaility, DCC(deleted in Colorectal Cancer)
dan APC (adenomatous polyposis coli). Lesi prekanker, seperti atrophic gastritis dan
intestinal metaplasia, merupakan target utama dalam mencegah kanker gaster tipe
intestinal.5
Gambar 7. Karsinogenesis kanker gaster tipe intestinal.
Kanker gaster tipe diffuse merupakan penyakit yang sering terjadi pada usia muda
dan seringkali pada jenis kelamin wanita. Bentuk familial telah dikenali, begitu pula
14
hubungannya dengan golongan darah tipe A. tumor tipe diffuse merupakan poorly
differentiated dengan signet-ring cells. Penyebaran seringkali melalui transmural dan
lymphatic. Metastase seringkali muncul lebih dini dikarenakan daya kohesinya kecil dan
prognosisnya lebih buruk. Overexpressiondari c-met, sebuah protooncogene, sangat besar
pada tumor tipe diffuse, terutama pada tumor stadium lanjut. Penurunan fungsi dan
ekspresi dari E-cadherin (CDH1), sebuah transmembran protein yang terlibat adhesi sel,
sangat unik pada kanker gaster tipe diffuse. Berkebalikan dengan tipe intestinal, gastritis
sangat jarang terjadi pada kanker gaster tipe diffuse.5
Gambar 8. Karsinogenesis kanker gaster tipe diffuse.
2. Klasifikasi TNM Carcinoma Gaster9
Tumor Primer
TX : Tumor primer tidak dapat ditemukan
T0 : Tidak ada bukti tumor primer
Tis : Carcinoma insitu
T1 : Invasi ke lamina propria, mukosa muskularis atau submukosa
T1a : Invasi ke lamina propria atau mukosa muskularis
T1b : Invasi ke submukosa
T2 : Invasi ke muskularis propria
T3 : Penetrasi ke jaringan lunak subserosa tanpa invasi dari petioneum visceral atau
struktur lainnya.
T4 : Invasi ke serosa (peritoneum visceral) atau struktur terdekat
T4a : Invasi ke serosa (peritoneum visceral)
15
T4b : Invasi ke struktur terdekat seperti lien, colon transversal, hepar, diafragma,
pankreas, ginjal, usus halus dan retroperitoneum.
Metastasis Kelenjar Limfe Regional
Nx : metastasis k KGB tidak dapat ditemukan
N0 : None
N1 : Metastasis ke kelenjar limpa 1-2 cm dari tumor primer
N2 : Metastasis ke kelenjar limfe perigastrik 3-6 cm dari pinggir tumor primer
(sepanjang lambung kiri, common hepatic, limpa atau arteri celiac)
N3 : Metastasis ke kelenjar limfe perigastrik 3-6 cm dari pinggir tumor primer atau
lebih
Metastasis Jauh
M0 : None
M1 : Metastasis jauh
Staging 9 :
0 Tis N0 M0
IA T1 N0 M0
IB T2 N0 M0
T1 N1 M0
IIA T1 N2 M0
T2 N1 M0
T3 N0 M0
IIB T4a N0 M0
T3 N1 M0
T2 N2 M0
T1 N3 M0
IIIa T2 N3 M0
T3 N2 M0
16
T4a N1 M0
IIIb T4b N0/N1 M0
T4a N2 M0
T3 N3 M0
IIIc T4b N2/N3 M0
T4a N3 M0
IV T1-4 N1-2 M1
TUMOR GANAS
Karsinoma lambung dini (Early Gastric Cancer: EGC)
Istilah EGC ini meliputi semua karsinoma yang tidak invasif kedalam lapisan muskularis
dan masih terbatas pada mukosa dan submukosa. EGC dapat berupa penonjolan dari fokus kecil
dan kadang secara diam-diam meluas, sehingga mengesankan kemungkinan dari gabungan
beberapa fokus (multicentris). Klasifikasi karsinoma lambung menurut Japan
Gastroenterological Endoscopy Society (1962) berdasarkan hasil pemeriksaan radiologi,
gastroskopi dan pemeriksaan histopatologis dapat dibagi atas: 10
1. Tipe I (polipoid/protruded type) : tumor ganas yang menginvasi hanya terbatas pada
mukosa dan submukosa yang berbentuk polipoid. Bentuknya ireguler, permukaan tidak
rata, perdarahan dengan atau tanpa ulserasi.
2. Tipe II (superficial type) : dapat dibagi atas 3 subtipe:
a. Elevated type :
Tampak sedikit elevasi mukosa lambung, hampir seperti tipe I, terdapat sedikit elevasi
serta dan lebih meluas dan melebar.
b. Flat type:
Tidak terlihat elevasi atau depresi pada mukosa dan hanya terlihat perubahan pada warna
mukosa.
c. Depressed type:
Didapatkan permukaan yang ireguler dan pinggir yang tidak rata (ireguler) hiperemis/
pendarahan
3. Tipe III (excavated type) : menyerupai Bormann II (tumor ganas lanjut) dan sering
disertai kombinasi seperti IIc + III atau III + IIc dan IIa + IIc.
17
Gambar 4. Early Gastric cancer
Karsinoma lambung lanjut (Advanced Gastric Cancer= AGCr)
Pada tipe lanjut, sel-sel kanker sudah terjadi perluasan pada lapisan mukosa, submukosa,
muskularis, kadang-kadang sampai lapisan propria dan serosa. Bahkan sering terjadi infiltrasi
atau metastase ke kelenjar limfe atau organ lainnya.
Menurut klasifikasi Bormann dapat dibagi atas: 10
1. Bormann I: Bentuknya berupa polipoid karsinoma yang sering juga disebut sebagai fungating
dan mukosa di sekitar tumor atrofi dan ireguler
2. Bormann II: Merupakan non infiltrating carcinomatous ulcer dengan tepi ulkus serta mukosa
sekitarnya menonjol dan disertai nodular. Dasar ulkus terlihat nekrosis dengan
warna kecoklatan, keabuan dan merah kehitaman. Mukosa sekitar ulkus tampak
sangat hiperemis
3. Bormann III: berupa infiltrating carcinomatous ulcer, ulkusnya mempunyai dinding dan
terlihat adanya infiltrasi progresif dan difus
4. Bormann IV: berupa bentuk diffuse infiltrating type, tidak terlihat batas tegas pada dinding
dan infiltrasi difus pada seluruh mukosa.
18
Gambar 5. Bormann Classification
III.4 Gejala Klinis
Keluhan utama tumor ganas gaster adalah berat badan menurun (82%), nyeri epigastrium
(63%), muntah (41%), keluhan pencernaan (40%), anoreksia (28%), keluhan umum (25%),
disfagia (18%), nausea (18%), kelemahan (17%), sendawa (10%), hematemesis (7%), regurgitasi
(7%) dan lekas kenyang (5%).11
Kanker gaster biasanya tidak menjadi simptomatik sampai penyakitnya menyebar dengan
luas dikarenakan gejalanya tidak spesifik sehingga kebanyakan pasien dengan kanker gaster
terdiagnosa pada stadium lanjut. Pasien dapat mempunyai kombinasi gejala dan tanda seperti
penurunan berat badan, anorexia, fatigue, atau nyeri epigastrium namun karena tidak terlalu berat
seringkali diacuhkan. Penemuan penurunan berat badan secara klinis tidak dapat diremehkan.
Dewys et al menunjukkan bahwa pada 179 pasien kanker gaster stadium lanjut, lebih dari 80%
pasien memiliki penurunan berat badan lebih dari 10%. Pasien yang memiliki gejala penurunan
berat badan memiliki tingkat survival yang lebih rendah bila dibandingkan dengan pasien yang
tidak memiliki penurunan berat badan. Gejala lainnya yaitu mual, muntah, Perdarahan
gastrointestinal jarang terjadi (5%), namun kehilangan darah kronik (chronic occult blood loss)
sering terjadi dan bermanifestasi sebagai anemia defisiensi besi.
19
Kanker gaster dini jarang mempunyai keluhan dan sulit untuk dideteksi. Gejala yang
ditimbulkan oleh metastasis dapat berupa perut membesar (asites), ikterus obstruktif, nyeri
tulang, gejala neurologis dan sesak napas, dan dapat pula berupa ileus obstruktif.
III.5 Diagnosis
1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Anamnesis didapatkan rasa tidak nyaman pada epigastrium, mual yang sering kali kita
anggap sebagai gastritis, dalam keadaan selanjutnya terdapat nyeri pada epigastrium yang terus
menerus, tidak menjalar dan tidak membaik saat setelah makan. Berat badan menurun, anorexia,
mudah lelah, dan muntah adalah keluhan yang lebih lanjut juga.
Pemeriksaan fisik dapat membantu diagnosis berupa BMI kurang dan anemia. Di daerah
epigastrium mungkin ditemukan suatu massa dan jika telah terjadi metastasis ke hati, teraba hati
yang ireguler dan kadang-kadang kelenjar limfe supraklavikula teraba (Virchow’s), kelenjar
limfe periumbilical (sister Mary Joseph’s), metastasis peritoneal (Blumer’s shelf). Manifesasi
ketika hepar terobsruksi adalah ikterik, ascites dan cachexia.12
2. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan OMD (Oesophagus,
Maag, Duodenum/Barium Meal/ BNO). Pemeriksaan radiologi gaster dengan OMD kontras
tunggal, pasien harus datang dalam keadaan puasa, agar pemeriksaan tidak terganggu oleh sisa
makanan. Setelah minum barium sulfat, maka dengan fluoroskopi diikuti kontrasnya sampai
masuk ke dalam lambung, kemudian dibuat foto-foto dalam posisi-posisi tegak (erect), terlentang
(supine), agak miring, telungkup (prone). Pemeriksaan ini digunakan untuk menilai adanya ulkus
di gaster.9
Pemeriksaan kontras ganda OMD pasien juga harus dalam keadaan puasa, sebelum
dimulai, diberikan suntikan antispasmodik, dengan maksud agar lambung dan usus tenang dan
lemas (supple atau pliable). Hal ini akan membantu membuat gambaran lambung menjadi bagus
dan halus. Pasien diminta minum suspensi barium sulfat. Kemudian dilanjutkan dengan kontras
ganda, kontras negative yang paling bagus dan murah ialah udara/ hawa. Sebuah tabung karet
nasogastrik dimasukkan lewat hidung dan esophagus ke dalam lambung, kemudian dipompakan
udara/ hawa. Sebaiknya sebanyak jumlah suspense yang diminum tadi (kira-kira 300 ml).
Dengan demikian lambung dan bulbus duodenum menjadi kembung dan selaput lendir menjadi
20
rata dan gambaran lambung menjadi jernih dan transparan. Selaput lendirnya tak kentara lagi,
yang tampak sekarang adalah area gastricnya (yaitu bagian-bagian terkecil yang membentuk
selaput lendir tersebut). Ulkus kecil (kurang dari 2 mm) dapat terdeteksi dengan cara ini;
demikian pula sikatriknya. Juga kanker yang masih kecil dan masih berada di mukosa (early
cancer) dapat terlihat. Hal ini sangat penting khususnya di negara-negara yang banyak dihantui
oleh kanker, seperti Jepang dan beberapa negara lain. Terutama di Jepang, cara kontras ganda ini
dikembangkan secara besar-besaran agar sebanyak mungkin mendeteksi keganasan dini dalam
usaha nasionalnya menekan insidensi kanker lambung.9
Tumor secara radiologik adalah merupakan sebuah lesi yang menyita ruangan (pace
occupying lesion = SOL). Bila ada tumor lambung, maka dengan sendirinya kontras tidak dapat
mengisinya, sehingga pada pengisian lambung, tempat tersebut merupakan tempat yang luput
dari pengisian kontras (luput isi atau filling defect). Ulkus dan karsinoma lambung dapat
ditemukan dimana saja dalam lambung. Antrum prepilorik dikenal sebagai tempat predileksi
baik untuk ulkus maupun karsinoma.9
Gambar 6. Radiologi tumor gaster
Suatu pemeriksaan radiografik kontra ganda adalah prosedur diagnostic paling sederhana
untuk pemeriksaan pasien dengan keluhan epigastrik. Penggunaan teknik kontras ganda
membantu untuk mendeteki lesi kecil dengan memperjelas detail mukosa. Lambung sebaiknya
didistensi pada beberapa waktu selama tiap pemeriksaan radiografik karena densibilitas yang
menurun bisa merupakan satu-satunya penunjuk adanya karsinoma infiltrative difus.
Pemeriksaan radiologi yang penting adalah pemeriksaan kontras ganda dengan berbagai
posisi seperti terlentang, tengkurap, oblik yang disertai dengan kompresi. Foto kontras ganda
lambung memberikan kepekaan diagnosis sampai 90%. Dicurigai adanya keganasan bila
ditemukan deformitas, tukak atau tonjolan di lumen.
Kanker Lambung Stadium Awal
21
Tekhnik pemeriksaan kontras ganda pada pemeriksan saluran cerna atas adalah pilihan
pertama pada pemeriksaan radiologi. Lesi-lesi yang Nampak di mukosa dan submukosa
diklasifikasikan menjadi 3 tipe:11
a. Lesi tipe I yaitu adanya elevasi dan penonjolan keluar lumen lebih dari 5 mm
b. Lesi tipe II yaitu adanya lesi superficial yang adanya elevasi (IIa), datar (IIb), atau tertekan
(IIc).
c. Lesi tipe III stadium kanker awal adalah gambaran dangkal, ulkus ireguler dikelilingi nodul-
nodul, kumpulan lipatan-lipatan mukosa.
Kanker Lambung Stadium Lanjut
Kanker lambung kadang-kadang tampak dalam foto polos abdomen sebagai gambaran
abnormalitas pada kontur gaster atau adanya gambaran massa soft tissue yang masuk ke dalam
kontur gaster. Jarang ditemukan musin yang diproduksi kanker yang akan memberikan gambaran
area kalsifikasi.11
Karsinoma ulserative, gambaran ireguler tampak pada jaringan malignansi. Nodul tumor
mungkin berbatasan dengan lipatan mukosa; lipatan mukosa yang berkumpul di tepi ulkus
mungkin terlihat tumpul, tampak noduler atau kumpulan infiltrasi tumor. Lesi ini intraluminal,
dimana ulkus jinak ditemukan diluar kontur abdomen. Gambaran lipatan mukosa dihubungkan
dengan ulkus benigna jika didapat gambaran yang regular dan meluas di sekitar margin ulkus.
Endoskopi dan biopsy dibutuhkan untuk mengkonfirmasi adanya malignansi pada hamper semua
kasus ulkus gaster.
Karsinoma infiltrasi menyebabkan penyempitan ireguler abdomen dengan nodul atau
spikulasi mukosa. Karsinoma scirrhous secara khas menyebabkan penyempitan dan rigiditas
abdomen, adanya gambaran linitis plastic atau gambaran “leather bottle”. Meski lesi berlobul
ditemukan di fundus atau corpus, kadang ditemukan sebagai penebalan, lipatan mukosa ireguler
dan nodularitas tanpa penyempitan yang signifikan.
22
Gambar 7. UGI-double contrast menunjukkan hilangnya distensibilitas dan kontour yang
abnormal dari gaster dikarenakan adenocarcinoma infiltratif (linitis plastica).
3. Pemeriksaan CT-Scan
Pemeriksaan tomografi computer pertama kali digunakan untuk membedakan stadium
dan penyebaran di luar gaster dari karsinoma gaster. Hasil dari pemeriksaan ini sangatlah penting
untuk akhirnya nanti menentukan terapi paliatif bedah dan radikal kuratif bedah. Tambahan lagi,
saat ini pemeriksaan ini juga digunakan untuk monitor respon terhadap terapi.5 Deteksi
karsinoma gaster ditingkatkan dengan menggunakan potongan-potongan tipis dan multidetektor
CT. Jika potongan tipis digunakan, gambaran isotropic abdomen dimungkinkan akan didapat
kualitas tinggi dan gambaran rekonstruksi 3 dimensi dari gaster. Kontras intravena diberikan,
dengan air atau gas sebagai agen intraluminal negative. Gambaran akan didapatkan adanya
tumor di cardia dan bagian distal gaster.9
Gambar 8. CT dilakukan dengan distensi gaster oleh air yang memperlihatkan gaster regio cardia; B, terlihat kanker gaster T4 dari body proksimal dengan ekstensi ke kelenjar perigastric
dan keterlibatan arteri splenic.
4. Pemeriksaan MRI (Magneting Resonance Imaging)
23
Pemeriksaan MRI lebih akurat dalam mendeteksi invasi serosal. Pada stadium T,
akurasinya adalah 73%, dibandingkan dengan 67% untuk CT. pada stadium N akurasi MRI
adalah 55% dibandingkan dengan CT scan 59%.4
5. Pemeriksaan Ultrasonography
Tujuan utama pemerikssaan ultraonography transabdominal adalah untuk mendeteksi metastase
ke hepar. Metastase ini biasanya tampak sebagai gambaran hiperekoik, tetapi kadang ditemukan
juga hipoekoik. Penggunaan CT scan dan endoskopik USG saling melengkapi. CT scan
digunakan untuk melihat stadium karsinoma; jika tidak ada metastase ke organ lain, EUS
digunakan untuk melihat adanya penyebaran local. Invasi tumor ke dalam tidak akurat bila
diperiksa dengan CT scan, tetapi akan berhasil jika menggunakan EUS. Karsinoma gaster
ditemukan pada pemeriksaan ultrasound di abdomen atas.
EUS meningkatkan keakuratan pemeriksaan penyebaran kanker gaster. Kegunaannya
adalah untuk mengukur kedalaman invasi dan ada tidaknya nodus perigastrik. Tidak seperti CT
scan dan MRI, EUS dapat menggambarkan lapisan-lapisan dinding gaster melalui endoskopi.
EUS terbatas pada area 5 cm dari probe. Alat ini tidak dapat untuk mendeteksi metastase jauh
atau nodus yang letaknya lebih dari 5 cm dari probe.4
Dinding lambung dibagi menjadi 5 konsentrasi:
Mukosa – echogenic
Mukosa muskularis – hypoechoic
Submukosa – echogenic
Propria muskularis – hypoechoic
Serosa – echogenic
Massa tumor gaster akan tampak sebagai gambaran massa hypoechoic dengan invasi mural
yang bermacam-macam. Tumor stadium T1 kan ditemukan penebalan dinding terbatas di
mukosa dan submukosa. Stadium N melibatkan nodus yang tampak lebih hypoechoic daripada
nodus normal. Untuk mendeteksi metastase ke liver, sensitifitasnya mencapai 85%.5 Akurasi
24
pada pemeriksaan stadium T dengan EUS adalah 89 – 92%, sedangkan CT scan mencapai 43 –
65%; pada stadium N, akurasi EUS adalah 60 – 85% dan CT 48 – 70%. Penggunaan EUS
mempunyai spesifitas mencapai 90% tetapi sensitifitasnya lemah 53 – 80%. Ultrasound
intraoperative dan laparoskopi mempunyai akurasi 81% pada stadium T dan 93% pada stadium
N.
6. Gastroskopi dan Biopsi
Pemeriksaan gastroskopi banyak sekali membantu diagnosis untuk melihat adanya tumor
gaster. Pada pemeriksaan Okuda (1996) dengan biopsy ditemukan 94% pasien dengan utmor
ganas gaster sedangkan dengan sitologi lavase hanya didapatkan 50% .4
7. Endoskopi Ultrasound
Dengan alat ini dapat dilihat adanya penjalaran tumor per lapis, seperti sub mukosa,
muskularis mukosa dan sub serosa.4
8. Pemeriksaan Darah & Tinja
Pada tumor ganas gaster sering didapatkan perdarahan dalam tinja (occult blood), untuk itu
perlu dilakukan pemeriksaan tes Benzidin.12
9. Sitologi
Pemeriksaan Papaniculaou dari cairan lambung dapat memastikan tumor ganas lambung
dengan hasil 80 – 90%. Tentu pemeriksaan ini perlu dilengkapi dengan pemeriksaan gastroskopi
dan biopsy.12
III.6 Komplikasi
1. Perforasi: dapat terjadi perforasi akut dan perforasi kronis
2. Hematemesis: hematemesis yang massif dan melena dapat terjadi pada tumor ganas
gaster sehingga dapat menumbulkan anemia
3. Obstruksi: dapat terjadi pada bagian bawah lambung dekat daerah pylorus yang disertai
keluhan muntah-muntah
4. Adhesi: jika tumor mengenai dinding lambung dapat terjadi perlengketan dan infiltrasi
dengan organ sekitarnya serta menimbulkan keluhan nyeri perut
25
5. Penyebaran (metastease): pada berbagai organ seperti hati, pancreas dan kolon. Kanker
gaster dapat menyebar secara lokal dan metastase pada jaringan limfe, metastase
peritoneal dan distant metastases. Penyebaran ini dapat secara local, lymphatic atau
hematogenous.10
III.7 Tata Laksana
1. Endoskopik Mucosal Resection
Telah terlihat bahwa kanker gaster dini dapat menjalani reseksi R0 tanpa
lymphadenectomy atau gastrectomy. Jepang telah mempopulerkan endoscopic mucosal
resection dari kanker gaster yang memenuhi kriteria spesifik. Idealnya endoscopic mucosal
resection harus dibatasi pada pasien dengan ukuran tumor kurang dari 2 cm, kelenjar limfe yang
negatif, dan hanya terbatas pada mukosa pada pemeriksaan EUS, dan tidak adanya lesi gaster
lainnya. Pendekatan ini dilakukan dengan injeksi cairan pada submukosal untuk elevasi dari lesi
sehingga dapat dilakukan reseksi mukosal. Tehnik ini dapat juga dilakukan untuk lesi yang
potensial metastasisnya rendah. Termasuk well-differentiated, lesi superfisial tipe IIa atau IIc
yang secara umum diameternya kurang dari 3 cm dan berlokasi pada daerah yang mudah
dijangkau. Peneliti di Jepang telah memperlihatkan bahwa kanker gaster dini dapat dengan
adekuat ditangani denganendoscopic mucosal resection. Takekoshi et al melaporkan penelitian
mengenai 308 endoscopic resections untuk kanker gaster dini, Empat puluh empat pasien
mengalami residual atau lesi rekuren setelah endoscopic mucosal resection. Semua rekurensi
direseksi dan tidak ada pasien yang meninggal dikarenakan kanker gaster. Pada seseorang yang
berpengalaman, endoscopic mucosal resection cocok sebagai alternatif gastrectomy untuk kanker
gaster dini.5,9
2. Laparoscopic Resection
Laparoscopic resection telah banyak digunakan untuk kanker stadium dini. Hal ini
dilakukan dengan pendekatanextragastric setelah dilakukan penandaan lesi dengan menggunakan
endoskopi untuk meyakinkan kemampuan untuk mengenali lesi dan untuk reseksi yang adekuat.
Prosedur yang lebih sulit seperti distal gastrectomy juga telah dilakukan dengan
menggunakan minilaparotomy. Keuntungan relatif dari hal ini masih dipertanyakan, dengan
sedikit penurunan dari lamanya rawat inap namun waktu operasinya yang lama. Dikarenakan
tingginya insiden dari kanker gaster stadium dini di jepang dan negara lainnya,
26
prosedur laparoscopic dan endoscopic procedures dapat dipastikan akan meningkat. Visualisasi
secara akurat dan extended lymph node dissection dapat dilakukan seperti pada pembedahan
terbuka dengan dengan insisi minimal untuk mengangkat spesimen dan extracorporeal
anastomosis. Di Eropa dan Amerika Utara, pendekatan laparoskopi lebih disukai pada
lesi benign seperti benign leiomyomas atau tumor stromal gastrointestinal stadium dini. 5,10
3. Pembedahan
Pembedahan merupakan satu-satunya penanganan kuratif untuk kanker
gaster. Pembedahan juga dapat menentukan dengan dengan tepat stadium dari tumor. Oleh
karena itu kebanyakan pasien dengan adenocarcinoma gaster harus menjalani reseksi gaster.
Terkecuali pada pasien yang menolak untuk dilakukan operasi dan pasien dengan metastase yang
luas. Secara umum, paliatif juga sangat buruk jika tanpa pembedahan. Tujuan utama dari
pembedahan adalah reseksi dari semua tumor (reseksi R0). Dengan margin proximal, distal, dan
radial bebas dari tumor dan dilakukan lymphadenectomy yang adekuat. Secara umum, ahli bedah
mengambil batas bebas tumor sebesar 5 cm dikarenakan beberapa kanker gaster sangat infiltratif
dan sel tumor dapat menyebar melebihi massa tumor. Oleh karena itu frozen section untuk
konfirmasi adanya batas bebas tumor sangat penting dilakukan pada saat operasi untuk tujuan
kuratif, namun kurang penting untuk pembedahan paliatif. Perlu dipahami bahwa kebanyakan
pasien dengan kelenjar limfe yang positif dapat disembuhkan dengan pembedahan yang adekuat.
Dan juga seringkali kelenjar limfe berubah menjadi benign atau menjadi reaktif pada
pemeriksaan patologi, sehingga pada pasien dengan resiko rendah harus dilakukan tindakan
agresif untuk reseksi semua tumor. Tumor primer dapat direseksi secara en blocdengan organ
lainnya yang terlibat (contohnya distal pancreas, transverse colon, atau spleen) selama
dilakukannya pembedahan kuratif.5,9
Jika penyakit belum menunjukkan tanda penyebaran, pilihan terbaik adalah pembedahan.
Walaupun telah terdapat daerah sebar, pembedahan masih dilakukan sebagai tindakan paliatif.
Reseksi kuratif akan berhasil bila tidak ada tanda metastasis ke tempat lain, tidak ada sisa kanker
pada irisan lambung, reseksi jaringan sekitar yang terkena, dari pengambilan kelenjar limpa
secukupnya.
Prinsip panduan manajemen operatif adalah berdasarkan Halstedian dimana diyakini
perkembangan kanker gaster berasal dari mukosa ke submukosa dimana kemudian menginvasi
27
kelenjar limfe. Setelah terjadi ketelibatan kelenjar limfe maka tumor mencapai sirkulasi sistemik.
Hal ini dikarenakan adanya hubungan yang kuat antara depth of invasion dan luasnya metastase
pada kelenjar limfe. Secara umum, keberhasilan reseksi R0 bergantung pada stadium yang
ditentukan oleh TNM. Telah diterima secara luas bahwa pembedahan memiliki tingkat
kesembuhan yang tinggi untuk kanker stadium IA dan IB, dan tingkat kesembuhan yang kurang
baik pada stadium IIIA dan IIIB. Terdapat perbedaan pendapat pada ahli bedah pada sejauh
mana luasnya reseksi, dikarenakan outcome tidak berhubungan dengan pembedahan yang lebih
radikal. Area diskusi termasuk keuntungan dari extended lymphadenectomy, penggunaan rutin
total versus subtotal gastrectomy untuk tumor dari antrum, dan prophylactic splenectomy. 10,12
Standar operasi dari kanker gaster adalah radical subtotal gastrectomy. Dengan tehnik ini
biasanya dilakukan ligasi arteri gaster kanan, kiri dan gastroepiploic, dan juga dilakukan
pengangkatan en bloc 75% distal gaster, termasuk pylorus dan 2 cm duodenum, omentum mayor
dan minor, dan semua kelenjar limfe. Rekonstruksi biasanya dengan Billroth II
gastrojejunostomy, tetapi jika tersisa sedikit bagian gaster (<20%), dipertimbangkan penggunaan
rekonstruksi Roux-en-Y. mortalitas operatif sekitar 5%. Radical subtotal gastrectomy secara
umum dipertimbangkan sebagai tehnik operasi kanker yang adekuat di Negara-negara barat,
yang dapat secara utuh mengangkat seluruh tumor dan dengan batas bebas tumor yang adekuat.
Spleen dan pancreas tidak dilakukan reseksi jika tidak terdapat keterlibatan tumor. 10
Total gastrectomy tidak dilakukan kecuali diperlukan untuk mencapai batas bebas tumor
yang adekuat. Terdapat banyak penelitian besar yang membandingkan subtotal
gastrectomy dengan total gastrectomy untuk kanker gaster, dan tingkat survival untuk kedua
kelompok tidak berbeda. Bagaimanapun juga, komplikasi dari total gastrectomy lebih
tinggi. Total gastrectomy dengan jejunal pouch/ esophageal anastomosis merupakan operasi
terbaik pada pasien dengan adenocarcinoma gaster proximal, atau sebagai alternatif
dilakukan proximal subtotal gastric resection, yang membutuhkan esophagogastrostomy pada
gaster distal yang telah di lakukan vagotomi. Pyloroplasty pada keadaan ini dapat mencegah bile
esophagitis, dan jika pylorus dibiarkan intact, maka pengosongan gaster dapat menjadi masalah.
Dan harus dipertimbangkan isoperistaltic jejunal interposition (Henley loop) antara esophagus
dan antrum.12
Total versus Subtotal Gastrectomy
28
Idealnya luasnya reseksi gaster harus dapat dilakukan dengan prosedur optimal yang
memiliki tingkat mortalitas yang rendah. Penggunaan rutin total gastrectomy kemungkinan
didasarkan laporan penelitian bahwa mungkin terdapat ekstensi dari tumor secara intramural dan
terdapatnya kanker gaster multipel yang simultan. Meskipun penelitian data retrospektif tidak
menunjukkan adanya perbaikan survival pada total gastrectomy bila dibandingkan
dengan subtotal gastrectomy, namun data-data yang ada tidak mendukung penemuan ini. Tiga
penelitian prospective randomized trials telah dilakukan untuk menjawab pertanyaan mengenai
penanganan kanker gaster distal. Secara keseluruhan tingkat komplikasi dan mortalitas
postoperatif sebesar 32% dan 1.3% untuk total gastrectomy dan 34% dan 3.2% untuk subtotal
gastrectomy. Tidak ada perbedaan dalam 5-year survival diantara group. Penelitian lainnya juga
mengemukakan tidak adanya keuntungan survival ketika dilakukan reseksi yang lebih ekstensif.
Bozzetti et al dalam penelitiannya juga menemukan bahwa tingkat 5-year survival sebesar 65.3%
setelah subtotal gastrectomy dan 62.4% setelah total gastrectomy untuk kanker gaster. Data
tersebut mendukung penggunaan subtotal gastrectomy untuk penanganan tumor distal stadium
lanjut ketika dapat dicapai negative margin 5 cm.9,11
Pada penelitian lainnya melaporkan mortalitas setelah total gastrectomy, bervariasi dari
4% sampai 18%, dan kebocoran dari anastomosis bertanggung jawab terhadap lebih dari 50%
kematian. Dan yang lainnya juga memperdebatkan mengenai status fungsional setelah
dilakukan total gastrectomy yang mungkin sedikit lebih buruk bila dibandingkan dengan subtotal
gastrectomy. Terlebih lagi, kemampuan untuk diseksi kelenjar limfe paracardial tidak tergantung
dari ekstensi reseksi gaster. Oleh karena itu, meskipun banyak digunakan sebagai tindakan
rutin, total gastrectomy seharusnya tidak digunakan sebagai pilihan pertama ketika reseksi
subtotal dapat dicapai batas proksimal 5 cm. 11
Karsinoma yang muncul dari sepertiga proksimal gaster mempunyai prognosis yang lebih
buruk dibandingkan dengan lesi bagian distal. Total gastrectomy secara tradisional merupakan
prosedur pilihan untuk tumor yang berada pada proksimal gaster. Penelitian prospektif mengenai
kanker gaster proksimal, didapatkan bahwa lamanya rawat inap pada pasien yang
menjalani proximal gastrectomy (16.5 hari) dan total gastrectomy (18 hari). Mortalitas
postoperatif untuk proximal gastrectomy (6.0%) dan total gastrectomy (3.0%) tidak terlalu
berbeda secara signifikan. tingkat 5-year survival untuk proximal gastrectomy sebesar 43% dan
29
sebesar 41% untuk total gastrectomy. Total dan proximal gastrectomy mempunyai waktu dan
pola rekurensi yang sama.
Faktor yang secara signifikan berhubungan dengan komplikasi postoperatif termasuk
usia, jenis kelamin laki-laki, tidak memakai antibiotik profilaksis dan splenectomy. Tingkat
komplikasi tertinggi pada proximal resections (52%), diikuti oleh total
gastrectomy (38%), subtotal resection (28%), dan distal resection (19%). Oleh karena itu, pada
lesi yang berada pada proksimal, terlihat bahwa total gastrectomy dengan menggunakan berbagai
macam variasi pilihan rekonstruksi dapat mengakibatkan hasil fungsional yang lebih baik,
namun observasi ini belum dilakukan pada penelitian prospective. Terlihat bahwa komplikasi
dan tingkat mortalitas lebih rendah setelah total gastrectomy untuk kanker gaster proksimal. 11
Pada tumor ganas gaster dapat dilakukan pemeberian obat tunggal atau kombinasi
kemoterapi. Diantara obat yang digunakan adalah 5FU, trimetrexote, mitomisin C, hidrourea,
epirubisin, dan karmisetin dengan hasil 18% - 30%.
4. Kombinasi terapi
Kombinasi terapi telah memberikan hasil lebih baik sekitar 53%. Regimen FAM (5FU,
doksorubisin, mitomisin C) adalah kombinasi yang sering digunakan. Kombinasi lain yang
digunakan adalah EAP (etoposid, doksorubisin, sisplatin).12
5. Radiasi
Pengobatan dengan radiasi kurang berhasil.
a. Resectable dapt diberikan 40–50 gy.
b. Kasus lanjut radiasi sebagai paliatif, perbaikan obstruksi, nyeri local dan perdarahan
dengan dosis kuran dari 40gy.
III.8 Prognosis
Dengan dikenalnya kanker gaster dini dengan pemeriksaan gastroskopi, prognosisnya lebih
baik dari keadaan lanjut. Faktor yang menentukan prognosis adalah derajat invasi dinding gaster,
adanya penyebaran ke kelenjar limfe, metastasis di peritoneum dan tempat lain. Prognosis yang
baik berhubungan dengan bentuk polipoid kemudian yang berbentuk ulserasi dan yang paling
jelek bentuk schirrhous. Penyebaran karsinoma gaster sering ke hati dan kemudian melalui
30
kelenjar di sekitar gaster, arteri hepatica dan celiac, pankreas dan hilus sekitar limpa. Dapat juga
mengenai tulang, paru, otak dan bagian lain saluran cerna. Hanya 10% kanker gaster yang
terbatas pada lambung pada saat dibuat diagnosis:
80% disertai pembesaran kelenjar limfe, 40% telah terjadi penyebaran pada peritoneum,
33% telah terjadi metastasis pada hati pada waktu dibuat diagnosis.
Prognosis di Amerika Serikat sangat jelek, angka harapan hidup 5 tahun antara 5–15% dan
kebanyakan waktu dibuat diagnosis sudah dalam keadaan yang lanjut, sedangkan di Jepang
prognosis lebih baik karena tindakan diagnostik yang lebih dini (90%).6
BAB V
KESIMPULAN
Kanker gaster menempati urutan keempat diantara kanker yang paling sering terjadi dan
menempati urutan kedua sebagai penyebab kematian karena kanker. Insiden tertinggi dari kanker
gaster ditemukan di jepang, amerika selatan, eropa barat dan timur tengah. Meskipun insiden dari
kanker gaster distal telah menurun, tetapi insiden dari kanker gaster kardia dan proksimal
terutama pada gastroesophageal (GE) junction dan distal esophagus tetap meningkat. Faktor
resiko kanker gaster yaitu diet, infeksi, herediter, anemia pernisiosa, reseksi gaster sebelumnya,
displasia mukosa gaster, polip gaster, gastritis kronik.
Kanker gaster biasanya tidak menjadi simptomatik sampai penyakitnya menyebar dengan
luas dikarenakan gejalanya tidak spesifik sehingga kebanyakan pasien dengan kanker gaster
terdiagnosa pada stadium lanjut. Kanker gaster dapat menyebar secara lokal dan metastase pada
jaringan limfe, metastase peritoneal dan distant metastases. Data dari beberapa penelitian
memperlihatkan bahwa 60-90% pasien mempunyai tumor primer yang penetrasi ke serosa atau
31
menginvasi struktur disekitarnya dan setidaknya 50% memiliki metasase limfatik. Pemeriksaan
penunjang menggunakan biopsy, UGI double-contrast, CT-scan, MRI, dan endoscopy.
Satu-satunya penanganan kuratif yang telah terbukti adalah pembedahan, pilihan
pembedahan tergantung dari sejauh mana invasi tumor pada dinding gaster dan penyebaran
limfatik. namun meskipun setelah penanganan kuratifgastrectomy, penyakit ini dapat muncul
kembali secara regional dan distant pada setidaknya 80% pasien. Karena hasil outcome yang
tidak begitu baik dari pembedahan kanker gaster, maka penekanan dilakukan untuk memperbaiki
terapi adjuvant, yang ketika digunakan akan memperbaiki tingkat survival. chemotherapy telah
berhasil untuk menangani kanker gastrointestinal lainnya, namun keuntungan survival dari
penggunaan chemotherapy pada adenocarcinoma gaster tidak terlalu signifikan. Indikator
prognostik yang paling penting pada kanker gaster secara histologis, yaitu keterlibatan kelenjar
limfe dan dalamnya invasi tumor.
DAFTAR PUSTAKA
1. Jong WD, Sjamsuhidayat R. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC; 2005. hal 643-645.
2. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Ed.II. Jakarta : EGC, 2001; p.551-
552.
3. Sadler TW. Embriologi Kedokteran Langman, Edisi 7. Jakarta; EGC. 2000. p.257-259.
4. Eroschenko VP. diFiore’s Atlas of Histology with Functional Correlation, eleventh
edition. Moscow; Lippincott Williams &Wilkins.2008. p 275-283.
5. Clark R. Current Problems in Surgery: Gastric Cancer, Vol 43. London: Curr Probl
Surgical. 2006.
6. Hamashima C, Shibuya D. Gaster Cancer Screening in the JPN Guidelines. J
Hepatobiliary Pancreat Surg. 2008. p.1-2.
7. Soeripto, Indrawati, Indrayanti. Gastro Intestinal Cancer in Indonesia. Department of
Pathology, Faculty of Medicine, Gadjah Mada University, Jogjakarta, Indonesia. 2003.
32
Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/14728585 accessed on: April 14,
2013.
8. Casciato DA, Lowitz BW. Manual of Clinical Oncology. ED.l. : Lippincott Williams &
Wilkins, 2000.
9. Fisher WE dkk. Gastric Cancer. Dalam: Brunicardi FC dkk. Schwartz’s Principal of
Surgery. Edisi ke-8. New York: The McGraw Hill Companies; 2006.
10. Williams NS, Bulstrode CJ, O’Connell PR.Gastric Cancer Pathology. Bailey & Love’s
Short Practice of Surgery. 25th edition.London: Edward Arnold Lt; 2008. P 1068
11. Devita, VT, Hellman, S, Rosenberg, SA. Cancer: Principles and Practice of Oncology
6th. 6th edition. s.l. : Lippincott Williams & Wilkins Publishers, 2001.
12. Courtney M, Townsend Jr. Clinical Presentation. Gastric Cancer. Sabiston textbook of
surgery:17th ed. Elsevier Inc; 2004.
33