94
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gagal jantung kronik adalah merupakan suatu sindroma klinis yang disebabkan oleh kelainan struktural atau fungsional jantung yang mengganggu kemampuan pengisian ventrikel dan ejeksi darah ke seluruh tubuh. Manifestasi kardinal pada gagal jantung kronik adalah dispnea, fatigue dan retensi cairan yang menyebabkan edema dan mungkin membawa kepada kongesti paru dan edema perifer. 1 Gagal jantung kronik adalah merupakan suatu masalah yang membimbangkan di seluruh dunia. Prevalensi gagal jantung kronik melebihi 5,1 juta di Amerika Serikat 2 dan melebihi 23 juta di seluruh dunia. 3 Di Asia Pasifik, diperkirakan jumlah kasus insidensi gagal jantung kronik sebanyak 2,7 juta. 4 Berdasarkan perhitungan oleh American Heart Association, pada tahun 2030, prevalensi gagal jantung kronis akan meningkat sebanyak 25% dari estimasi yang dilakukan pada tahun 2013. 2 Penyebab dari gagal jantung kronik mencakupi gangguan dari struktur, fungsi mekanis dan abnormalitas pada pelistrikan jantung. Selain itu, proses iskemik, metabolik, endokrin, imun, inflamatori, infeksi,

Cardiology Lapkas

Embed Size (px)

DESCRIPTION

1111

Citation preview

4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangGagal jantung kronik adalah merupakan suatu sindroma klinis yang disebabkan oleh kelainan struktural atau fungsional jantung yang mengganggu kemampuan pengisian ventrikel dan ejeksi darah ke seluruh tubuh. Manifestasi kardinal pada gagal jantung kronik adalah dispnea, fatigue dan retensi cairan yang menyebabkan edema dan mungkin membawa kepada kongesti paru dan edema perifer.1Gagal jantung kronik adalah merupakan suatu masalah yang membimbangkan di seluruh dunia. Prevalensi gagal jantung kronik melebihi 5,1 juta di Amerika Serikat2 dan melebihi 23 juta di seluruh dunia.3 Di Asia Pasifik, diperkirakan jumlah kasus insidensi gagal jantung kronik sebanyak 2,7 juta.4 Berdasarkan perhitungan oleh American Heart Association, pada tahun 2030, prevalensi gagal jantung kronis akan meningkat sebanyak 25% dari estimasi yang dilakukan pada tahun 2013.2 Penyebab dari gagal jantung kronik mencakupi gangguan dari struktur, fungsi mekanis dan abnormalitas pada pelistrikan jantung. Selain itu, proses iskemik, metabolik, endokrin, imun, inflamatori, infeksi, genetic dan neoplastik. Etiologi gagal jantung kronik bervariasi secara geografis. Penyakit katup jantung rematik merupakan antara penyebab utama gagal jantung pada negara-negara yang masih berkembang tetapi tidak pada negara yang telah berkembang. Pada negara yang telah berkembang, penyakit katup jantung degenerative pada lanjut usia lebih sering ditemukan. Penyakit endokardium jarang ditemukan di Eropa namun hal yang sebaliknya di Afrika, dimana terdapat banyak kasus restrictive cardiomyopathy.

Penyebab utama gagal jantung pada negara yang telah berkembang bersangkutan dengan gangguan ventrikel dan umumnya disebabkan oleh infark miokardium, hipertensi atau keduanya sekali. Di Eropa dan Australasia, penyakit arteri koroner merupakan penyebab utama sementara di Asia, 3 etiologi utama gagal jantung adalah hipertensi, penyakit jantung iskemik dan penyakit katup jantung.5

Dalam Profil Kesehatan Indonesia tahun 2008, disebutkan bahwa gagal jantung menyebabkan 13,395 orang menjalani rawat inap, dan 16,341 orang menjalani rawat inap di sebuah rumah sakit di Indonesia, serta mempunyai persentase Case Fatality Rate sebesar 13,42%, kedua tertinggi adalah infark miokard akut (13,49%). Hal ini membuktikan bahwa gagal jantung termasuk dalam penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat dan menimbulkan penurunan kualitas hidup.6 Sekitar 2 dalam seribu pasien dewasa dengan gagal jantung kronik keluar dari rumah sakit setiap tahun dan gagal jantung merepresentasikan sekitar 5% dari semua penyebab rawat inap dan merupakan penyebab utama rawat inap pada pasien di atas umur 65 tahun.5 Gagal jantung kronik merupakan penyebab kematian dan disabilitas yang mayor dan mempunyai tingkat mortalitas setinggi 20% pada pasien yang dirawat inap meskipun dengan penatalaksanaan medis yang terbaru.7 1.2 Tujuan

Untuk menjelaskan defenisi, etiopatologi, gejala dan tanda klinis, penegakan diagnosis, serta penatalaksanaan yang tepat, cepat, dan akurat mengenai Gagal Jantung Kronik sehingga mendapatkan prognosis yang baik dan keselamatan pasien terjamin.1.3 Manfaat

Memberikan informasi kepada penulis dan pembaca tentang gagal jantung kronik secara lebih mendalam.BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gagal Jantung Kronik

2.1.1 Definisi

Gagal jantung kronik merupakan sebuah sindroma klinis yang diakibatkan oleh gangguan struktural atau fungsional dari jantung yang mengganggu kemampuan ventrikel untuk menerima dan memompa darah. Manifestasi kardinal dari gagal jantung adalah seperti dyspnea dan fatigue yang kemudian menyebabkan toleransi terhadap aktivitas berkurang dan juga retensi cairan yang kemudian menyebabkan kongesti pada aliran pulmonary dan edema paru. Namun, kedua manifestasi berikut tidak harus timbul pada waktu yang sama.8

2.1.2 Etiologi5

Etiologi dari gagal jantung kronik, faktor-faktor pemberat atau penyakit lain yang dapat mempengaruhi manajemen gagal jantung kronik harus diperhatikan pada semua kasus. Antara etiologi gagal jantung kronik adalah - penyakit jantung iskemik

- dilated cardiomyopathy- hipertensi

- gangguan katup jantung- infiltrasi (amiloidosis atau sarkoidosis)

- hemakromatosis

- alkohol

- hipotiroidism

- kemoterapi

- radioterapi

- familial cardiomyopathy- infeksi virus- tirotoksikosis

- effusi perikardium atau konstriksi perikardiium

- aritmia

Faktor resiko gagal jantung terbagi menjadi dua kelompok yaitu faktor resiko yang dapat dimodifikasi dan tidak dapat dimodifikasi. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah jenis kelamin laki-laki, dimana laki-laki mempunyai resiko setinggi 8,9% untuk terjadi gagal jantung.8 Gagal jantung dapat terjadi pada semua peringkat usia namun lebih banyak ditemukan pada pasien di atas umur 65 tahun. Selain itu, ras juga berperan dan menurut American Heart Association, ras Negro, Hispanik dan Native American lebih beresiko dibandingkan dengan golongan Caucasian dan Asia.2 Riwayat keluarga dengan gagal jantung juga meningkatkan resiko untuk terjadinya gagal jantung kronik. Faktor resiko yang bisa dimodifikasi berhubungan dengan lifestyle seperti kebiasaan merokok, mengkonsumsi makanan berlemak secara berlebihan dan kekurangan aktivitas fisik. Ogden dan kawan-kawan telah melakukan penelitian tentang faktor resiko gagal jantung yang ditemukan di populasi dan mereka telah menemukan penyakit koroner sebagai faktor resiko utama untuk gagal jantung yaitu resiko sebesar 61,6%. Merokok mendapatkan tempat kedua dengan resiko sebesar 17,1%, diikuti oleh hipertensi (10,1%), aktivitas fisik yang kurang (9.2%), jenis kelamin laki-laki (8,9%), berat badan berlebihan (8,0%), diabetes (3,1%) dan penyakit katup jantung (2,2%).8 2.1.3 Klasifikasi

New York Heart Association (NYHA) mengklasifikasikan gagal jantung kronik berdasarkan kapasitas fungsional atau dengan kata lain berdasarkan keberatan gejala yang timbul sewaktu melakukan aktivitas dengan intensitas yang berbeda (Tabel 1).10 Tabel 1: Klasifikasi gagal jantung berdasarkan NYHAKelasKapasitas fungsional

IPasien dengan penyakit jantung tetapi tidak ada pembatasan pada aktivitas fisik. Aktivitas fisik biasa tidak menimbulkan gejala seperti sesak nafas, fatigue, palpitasi dan angina.

IIAktivitas fisik biasa menimbulkan gejala yang ringan. Gejala tidak timbul saat istirahat.

IIIAktivitas fisik yang kurang dari biasa menimbulkan gejala dengan jelas. Gejala tidak timbul saat istirahat.

IVGejala timbul saat istirahat.

Sumber: Chatterjee, N.A, Fifer, M.A. Heart Failure. In: Lilly, L.S., ed. Pathophysiology of Heart Disease. 5th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2011.10

Gagal jantung juga dapat diklasifikasikan sebagai gagal jantung sistolik dan gagal jantung diastolik. Gagal jantung diastolik disebabkan oleh gangguan relaksasi miokardium dengan adanya kontraktilitas miokardium dan ejection fraction yang normal (40%-50%) dan berhubungan dengan penyakit arteri koroner, hipertensi, penuaan dan kardiomipoati infiltratif. Gagal jantung sistolik pula ditandai dengan gangguan kontraktilitas miokardium dan ejection fraction yang rendah (20mmHg), akan menyebabkan transudasi cairan ke dalam interstisium paru dan timbulnya gejala-gejala kongesti pulmonal.9

Penderita gagal jantung kronik dengan ejection fraction yang adekuat lazimnya memaparkan abnormalitas dari fungsi diastolik yaitu kegagalan dari relaksasi awal ventrikel, peningkatan kekakuan ventrikel, atau keduanya sekali. Iskemia miokardium akut secara sementara menghambat penghantaran energi dan relaksasi diastol. Hipertrofi ventrikel kiri, fibrosis dan kardiomiopati restriktif pula menyebabkan dinding ventrikel kiri menjadi kaku secara kronis. Penyakit perikardium yang tertentu (cardiac tamponade dan konstriksi perikardium) menyajikan tekanan eksternal dari luar yang menghambat pengisian ventrikel dan merupakan penyebab gagal jantung diastolik yang reversibel. Sewaktu diastol, pengisian ventrikel berlaku dengan tekanan yang lebih tinggi dari normal karena kekurangan dari kepatuhan ruang ventrikel. Pasien dengan disfungsi diastolik sering memaparkan gejala kongesti vaskular karena peningkatan tekanan diastolik ditransmisikan secara retrogred ke vena-vena pulmonal dan sistemik.9

Jantung berupaya untuk mengkompensasi terhadap peningkatan preload dan afterload dengan beberapa cara. Salah satunya adalah dengan peningkatan aktivitas simpatis dengan tujuan untuk meningkatkan kontraktilitas miokardium dan kadar denyut jantung yang akan menyebabkan terjadi peningkatan curah jantung. Peningkatan dari sistem simpatis kemungkinan mengubah metabolisme miokardium. Aktivitas adrenergik yang bertambah (dan penurunan dari aktivitas vagal) menyebabkan ketidakseimbangan listrik jantung.

Selain itu, pada kasus gagal jantung kronik akan terjadi hipertrofi ventrikel sebagai usaha untuk mempertahankan stres dinding sistolik dalam batas normal. Tekanan berlebihan sering menyebabkan hipertrofi ventrikel sementara volume yang berlebihan lebih sering menyebabkan dilatasi ventrikel.

Sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAAS) mengalami peningkatan aktivitas juga merupakan salah satu respon sistemik pada gagal jantung. Peningkatan sekresi rennin disebabkan oleh kekurangan peregangan arteriol aferen glomerulus dan kekurangan penghantaran klorida ke makula densa. Peningkatan renin akan menyebabkan peningkatan sekresi angiotensin II yang mempunyai berbagai efek yang merusakkan jantung. Angiotensin II memicu vasokonstriksi, retensi garam dan air dan berpengaruh terhadap hipertrofi sel miokardium dan fibrosis dan memainkan peran dalam kehilangan fungsi miokardium yang progresif pada gagal jantung kronik. Aldosteron pula mengakibatkan retensi cairan dan sodium, kelebihan pembuangan kalium, dan mungkin menyebabkan fibrosis miokard dan vaskular, disfungsi autonomic dan abnormalitas gagal jantung yang lain.5 2.1.5 Manifestasi KlinisGejala klinis yang sering ditemukan pada gagal jantung kronik ditampilkan pada table 2.

Tabel 2: Gejala dan tanda yang sering ditemui pada gagal jantung kronik

GejalaTanda

Jantung Kiri

Dispnea

Ortopnea

Paroxysmal Nocturnal Dyspnea Kelelahan Diaforesis

Takikardi, takipnea

Ronkhi basah basal

P2 mengeras

S3 gallop (pada disfungsi sistolik)

S4 gallop (pada disfungsi diastolik)

Jantung Kanan

Edema perifer

Rasa tidak nyaman pada kuadran atas kanan (karena pembesaran hepar) Distensi vena jugularis

Hepatomegali

Edema perifer

Manifestasi klinis utama yang terdapat pada kasus-kasus gagal jantung kronik adalah dispnea yang berhubungan dengan aktivitas (dyspnea on exertion). Tekanan vena pulmonal melebihi 20 mmHg akan menyebabkan transudasi cairan ke interstitium pulmonal dan kongesti parenkim paru. Hal ini menyebabkan penurunan kepatuhan paru dan meningkatkan kerja sewaktu bernafas untuk menggerakkan volume udara yang sama. Tambahan lagi, kelebihan cairan didalam interstitium menekan dinding bronkiol dan alveolus sekaligus meningkatkan resistensi terhadap aliran udara dan memerlukan usaha tambahan sewaktu bernafas. Kasus gagal jantung kronik yang berat akan menimbulkan gejala saat istirahat. Manifestasi lain dari gagal jantung low-output adalah penurunan status mental oleh karena kekurangan perfusi serebral dan oliguria pada siang hari karena penurunan perfusi ginjal. Nokturia juga boleh terjadi karena saat berbaring, aliran darah didistribusikan ke ginjal dan mendorong kepada perfusi renal dan diuresis. Kekurangan perfusi ke otot skelet boleh menyebabkan kelelahan dan kelemahan. Penderita gagal jantung kronik mungkin menunjukkan cachexia (tampak kurus) karena penurunan nafsu makan dan peningkatan kebutuhan metabolism akibat peningkatan upaya bernafas. Pada gagal jantung kiri yang tidak terkompensasi, pasien mungkin mempamerkan gejala seperti berkeringat secara berlebihan (akibat pengaktifan sistem saraf simpatis), akral dingin (akibat vasokonstriksi perifer) dan takipnu. Pernafasan Cheyne-Stokes mungkin timbul pada gagal jantung kronik yang lanjut, yaitu periode hiperventilasi yang diselangi oleh interval apnea.

Manifestasi kongestif lain pada gagal jantung adalah seperti ortopnea, paroxysmal nocturnal dyspnea (PND) dan batuk malam hari. Ortopnea adalah sensasi sesak nafas yang timbul sewaktu berbaring dan sesak menghilang dengan posisi duduk. Ortopnea disebabkan oleh redistribusi darah intravaskular dari bagian tubuh yang dependen terhadap gravitasi (abdomen dan esktremitas bawah) ke paru setelah berbaring. Derajat ortopnea biasanya dinilai berdasarkan jumlah ganjalan bantal yang digunakan oleh pasien sewaktu tidur.9 PND adalah episode akut sesak nafas berat yang terasa seperti tercekik yang terjadi pada waktu malam hari 2-3 jam setelah penderita mulai tidur dan mempunyai pathogenesis yang serupa dengan ortopnea. Batuk malam hari juga mempunyai mekanisme yang serupa dengan ortopnea. PND dan ortopnea merupakan gejala yang cukup spesifik untuk gagal jantung kronik namun hanya ditemukan pada kasus gagal jantung kronik yang sudah lanjut dan jarang ditemui pada kasus-kasus gagal jantung kronik yang ringan-sedang.5

Pada gagal jantung kanan, peningkatan dari tekanan vena sistemik boleh menyebabkan rasa tidak nyaman pada abdomen karena hepar membesar dan kapsulnya terbentang. Anoreksia dan nausea dapat terjadi karena edema pada saluran gastrointestinal. Edema perifer, terutamanya pada pergelangan kaki dan kaki disebabkan oleh peningkatan tekanan hidrostatik vena.

Tanda-tanda gagal jantung kronik berhubungan dengan keberatan dari kondisi tersebut dan dibagikan berdasarkan disfungsi jantung kanan atau kiri (tabel 2). Pada gagal jantung kiri, ronkhi basah basal diciptakan oleh pembukaan dari saluran pernafasan kecil sewaktu inspire\asi yang telah ditutupi oleh cairan edema. Pada palpasi jantung mungkin dapat dirasakan thrill. Peningkatan teakanan pengisian ventrikel kiri menyebabkan peningkatan tekanan vaskular pulmonal dan mengakibatkan komponen pulmonal pada suara jantung ke 2 mengeras.

Bunyi jantung tambahan early diastolic S3 sering ditemukan pada gagal jantung sistolik dan disebabkan oleh pengisian abnormal pada ruangan yang terdilatasi. Bunyi jantung tambahan akhir diastolik S4 disebabkan oleh kontraksi atrium yang kuat ke dalam ventrikel yang kaku dan sering ditemukan pada gagal jantung diastolik. Murmur regurgitasi mitral dapat didengarkan pada kasus gagal jantung kiri karena dilatasi ventrikel kiri menarik otot papilaris terpisah dari satu sama lain maka menghalang penutupan sempurna dari katup saat sistol

Pada gagal jantung kanan, pemeriksaan jantung boleh menemukan right ventricular heave yang menandakan pembesaran ventrikel kanan pada parasternalis dekstra, atau S3 dan S4 pada belah kanan. Regurgitasi trikuspid mungkin dapat diauskultasi dan disebabkan oleh pembesaran ventrikel jantung kanan. Peningkatan tekanan vena sistemik yang dihasilkan oleh gagal jantung kanan akan memperlihatkan distensi vena jugularis, pembesaran hepar dengan nyeri tekan pada abdomen di kuadran kanan atas. Edema muncul di kaki pada penderita yang masih boleh berjalan dan di region presakral pada penderita yang tidak boleh berjalan. Efusi pleura dapat muncul pada gagal jantung kanan dan kiri karena vena-vena pleura mengalir ke sistem vena sistemik dan pulmonal.9 2.1.6 Diagnosis

Diagnosis gagal jantung kronik mencakupi anamnesis, pemeriksaan fisik, elektrokardiografi, X-ray toraks, ekokardiografi dan pemeriksaan tambahan yang lain bila diperlukan. Algoritme diagnosis gagal jantung kronik berdasarkan European Society of Cardiology disajikan di gambar 2.Gambar 2: Algoritme diagnosis gagal jantung kronik

Sumber: European Society of Cardiology, 2007

Pasien dengan gagal jantung kronik sering mengeluhkan sesak yg berhubungan dengan aktivitas, kelemahan, kelelahan dan gejala-gejala retensi cairan seperti pembengkakan kaki, perut membesar (asites) dan ortopnea. Gagal jantung kronik hanya merepresentasikan sekitar 30% penyebab sesak pada primary care setting dan kehadiran ortopnea dan PND meningkatkan probabilitas diagnosis gagal jangung.11

Pemeriksa harus menelaah kemungkinan penyebab dari gagal jantung dan juga faktor resiko dan faktor-faktor pemberat gagal jantung kronik. Probabilitas pasien menderita gagal jantung meningkat jika pasien mempunyai riwayat infark miokardium, penyakit arteri koroner, hiperkolesterolemia, hipertensi, diabetes, merokok, sering mengkonsumsi makanan berlemak dan kekurangan aktifitas fisik. Faktor pemberat yang dapat mengamplifikasikan gejala dari gagal jantung adalah seperti demam, anemia, infeksi, kehamilan, kegagalan fungsi ginjal, obat golongan inotrop negatif, dan ingesti etanol yang berlebihan.9

Kriteria Framingham yang digunakan untuk mendiagnosis gagal jantung kronik yaitu dengan terpenuhinya 2 kriteri mayor atau 1 kriteria mayor dan 1 kriteria minor. Adapun kriteria Framingham sebagai berikut:12 Kriteria mayor

Paroxysmal nocturnal dyspnea

Penurunan berat badan >4,5kg dalam 5 hari pengobatan Distensi vena leher Ronkhi basah Edema paru akut Refluks hepatojugular S3 gallop Kardiomegali Kriteria minor

Edema ekstremitas

Batuk malam hari

Hepatomegali

Dyspnea on effort Efusi pleura

Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal

Takikardia (lebih dari 120 kali/menit)

Hasil dari pencitraan X-ray toraks tidak begitu berperan dalam mendiagnosis gagal jantung kronik dan lebih bermanfaat untuk mengidentifikasi penyebab gejala dan tanda yang berhubungan dengan paru. Namun, hasil dari X-ray mungkin menunjukkan edema paru, kongesti vena pulmonal dan kardiomegali pada pasien gagal jantung kronik.

Selain dari pemeriksaan biokimiawi (sodium, potassium kreatinin, glomerular filtration rate) dan hematologis (hemoglobin, hematokrit, feritin, leukosit, dan platelet), pemeriksaan thyroid stimulating hormone berguna untuk dilakukan karena gejala penyakit tiroid hampir serupa dengan gejala gagal jantung dan merupakan salah satu faktor pemberat untuk gagal jantung kronik. Kadar gula darah juga harus diperiksa karena diabetes yang tidak terdiagnosa biasa ditemukan pada penderita gagal jantung. Tabel 3 menunjukkan pemeriksaan lain yang dilakukan pada penderita gagal jantung kronik dan hasil yang sering ditemukan.

Elektrokardiogram (EKG) bermanfaat dalam mendiagnosis gagal jantung kronik. EKG menyajikan informasi diagnostik dan prognostik dan membantu dalam pemilihan terapi. Perubahan EKG sering berlaku pada gagal jantung kronik dan disfungsi sistolik ventrikel kiri dikecualikan jika hasil EKG normal. Berbagai kelainan dapat dideteksi pada EKG seperti gelombang Q abnormal, left bundle branch block, gangguan konduksi lain, hipertrofi ventrikel atau atrium kiri, aritmia atrium atau ventrikel mungkin menunjukkan etiologi yang spesifik atau faktor pencetus.

Oleh karena gejala dan tanda gagal jantung kronik tidak spesifik, kebanyakan pasien yang dirujuk untuk dilakukan pemeriksaan ekokardiografi tidak mempu;nyai kelainan jantung yang bermakna. Jika ketersediaan ekokardiografi terbatas, maka sebagai metode diagnosis yang alternatif, boleh dilakukan pengukuran peptide natriuretik, sejenis hormone yang disekresikan dengan banyak saat terdapat penyakit pada jantung atau ada penambahan beban pada mana-mana ruangan jantung. Peptida natriuretik yang biasanya diperiksa adalah B-Type Natriuretic Peptide dan N-terminal pro-B type natriuretic peptide (NT-proBNP). Kadar peptida natriuretik yang normal pada pasien yang belum diterapi mengesampingkan penyakit pada jantung yang signifikan maka pemeriksaan ekokardiografi tidak perlu dilakukan.

Ekokardiografi menyajikan informasi secara langsung volume ruangan jantung, fungsi sistolik dan diastolik ventrikel, ketebalan dinding dan fungsi katup. Transthoracic Doppler Echocardiography merupakan pemeriksaan yang paling penting untuk dilakukan pada pasien yang dicurigakan menderit gagal jantung kronik.10 Fungsi sistolik dikatakan menurun jika ejection fraction kurang dari 40%, dan normal jika lebih dari 50%. Di antara 40-50% ini dinyatakn sebagai gray area. Identifikasi disfungsi diastolik lebih sukar untuk dilakukan dan memerlukan bukti abnormalitas pada relaksasi ventrikel kiri atau kekakuan diastolik. Tabel 4 menunjukkan hasil ekokardiografi yang sering ditemukan pada pasien gagal jantung kronik.

Pemeriksaan pencitraan lain yang dapat digunakan adalah radionuclide angiography dan cardiac magnetic resonance namun tidak tersedia secara luas jika dibandingkan dengan ekokardiografi.

Pada pasien yang dicuragai menderita constrictive atau restrictive cardiomyopathy, kateterisasi jantung dapat dilakukan dengan tehnik pencitraan yang lain untuk menegakkan diagnosis yang tepat. Angiografi koroner diindikasikan pada pasien gagal jantung kronik dengan angina atau terdapat bukti iskemi miokardium.Selain itu, angiografi koroner dilakukan pada pasien dengan disfungsi sistolik ventrikel kiri yang tidak diketahui penyebabnya.7 Pasien yang dicurigai menderita miokarditis dan penyakit infiltratif (seperti amiloidosis), biopsi endomiokardium mungkin diperlukan untuk menegakkan diagnosis.10 Tabel 3: Hasil pemeriksaan laboratorium abnormal yang sering ditemukan pada penderita gagal jantung kronik

Sumber: European Society of Cardiology, 2012

Tabel 4: Hasil ekokardiografi yang sering ditemukan pada pasien gagal jantung kronikSumber: European Society of Cardiology, 20122.1.7 Penatalaksanaan2.1.7.1 Medikamentosa

Sasaran dari terapi pada pasien yang telah ditegakkan dengan gagal jantung kronik adalah pembaikan dari gejala dan tanda (seperti oedem), mencegah masuk ke rumah sakit dan meningkatkan kelangsungan hidup. Gambar 3 menunjukkan strategi penatalaksanaan gagal jantung kronik dengan penurunan ejection fraction.

Gambar 3: Strategi terapi pada gagal jantung kronik

Sumber: European Society of Cardiology, 2012

Diuretik yang sering digunakan pada pasien gagal jantung kronik adalah golongan, loop diuretic (furosemide, torsemide dan bumetanide). Diuretik diberikan untuk menangani gejala kongesti. Dosis diuretik yang direkomendasikan oleh AHA adalah seperti berikut:

Tabel 5: Dosis oral obat diuretik yang digunakan pada gagal jantung kronik

Sumber: American Heart Association, 20131

3 antagonis neurohormonal : Angiotensin converting enzyme (ACE) inhibitor (atau angiotensin receptor blocker, ARB), beta blocker dan mineralocorticoid receptor antagonist (MRA) penting dalam mengubah perjalanan gagal jantung sistolik dan harus dipertimbangkan pada setiap pasien. Obat-obat ini sering dikombinasikan dengan diuretik untuk mengatasi gejala kongesti.

1. ACE inhibitor dan beta blockerACE inhibitor dan beta blocker harus dimulai secepat mungkin setelah ditegakkan diagnosis gagal jantung kronik dengan penurunan ejection fraction. Ini disebabkan oleh karena ACE inhibitor menghalang remodeling pada ventrikel kiri sementara beta blocker pula memperbaiki ejection fraction. Beta blocker juga bersifat anti-iskemik dan lebih efektif dalam mengurangkan resiko terjadinya sudden cardiac arrest dan mengurangkan mortalitas.

2. Mineralocorticoid receptor antagonist

Spironolakton dan eplerenon menghambat reseptor aldosteron dan kortikosteroid lain. Obat golongan ini dapat menyebabkan hiperkalemia dan memperburukkan fungsi ginjal maka hanya digunakan pada pasien dengan fungsi ginjal yang bagus dan kadar kalium serum yang normal. Jika obat golongan ini digunakan, pemantauan fungsi ginjal dan elektrolit wajib dilakukan secara rutin.

3. Obat golongan lain.

ARB diberikan pada pasien yang tidak toleransi terhadap ACE inhibitor. Ivabradine secara selektif menghambat pacemaker nodus sinoatrial dan menurunkan frekwensi denyut jantung pada pasien dengan ritme sinus. Ivabradine juga memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup. Pada pasien dengan gagal jantung kronik simtomatik yang disertakan dengan fibrilasi atrium, digoxin dapat diberikan untuk menurunkan frekwensi denyut jantung yang laju. Digoxin dapat menyebabkan aritmia atrium dan ventrikel, terutamanya dalam keadaan hipokalemia maka pemeriksaan elektrolit dan fungsi ginjal rutin wajib dilakukan.

Kombinasi hidralazin dengan isosorbid dinitrat mengurangkan angka mortalitas dan morbiditas namun jarang digunakan sekarang karena ACE inhibitor lebih diutamakan.Tabel 6: Dosis obat-obatan yang digunakan pada gagal jantung kronik

Sumber: European Society of Cardiology, 2012

2.1.7.2 Terapi Tambahan

Sekitar separuh dari pasien dengan gagal jantung kronik dengan gejala yang tidak terlalu berat meninggal secara tiba-tiba dan kebanyakannya disebabkan oleh aritmia ventrikel. Obat-obatan yang telah disebutkan diatas tidak menurunkan resiko terjadinya kematian mendadak karena aritmia ventrikel, beberapa obat golongan anti-aritmia juga tidak menurunkan resiko ini (malahan ada yang meningkatkan resiko kematian). Maka, Pemasangan implantable cardioverter-defibrillator (ICD) memainkan peranan yang penting dalam mengurangkan resiko kematian akibat arimia ventrikel.10 ICD juga diindikasikan untuk dipasangkan pada pasien dengan dilated cardiomiopathy yang iskemik dan non-iskemik dan penurunan ejection fraction kurang dari 35% meskipun tanpa adanya aritmia ventrikel.

Pasien dengan fungsi sistolk ventrikel kiri yang sangat terganggu boleh diberikan warfarin untuk mencegah formasi trombus.

Cardiac resynchronization therapy merupakan pemasangan pacemaker yang menstimulasikan kedua-dua ventrikel pada waktu yang sama dan terus mengatur semula denyutan ventrikel menjadi sinkron semula.9 2.1.8 Prognosis

Prognosis gagal jantung kronik menjadi buruk jika tidak terdapat etiologi yang dapat dikoreksi. Tingkat mortalitas 5 tahun setelah diagnosis berkisar antara 45% hingga 60% dengan laki-laki mempunyai prognosis yang lebih buruk dari wanita. Pasien dengan gejala yang berat (NYHA kelas III atau IV) mempunyai 1-year survival rate setinggi 40%. Mortalitas paling banyak disebabkan oleh gagal jantung refractory (gejala gagal jantung yang berat saat istirahat meskipun telah diberikan terapi maksimal), tetapi banyak pasien mati secara tiba-tiba yang mungkin diakibatkan oleh aritmia ventrikel.9

2.2. Penyakit Jantung Koroner2.2.1 Definisi

Penyakit jantung koroner disifatkan sebagai episode dimana terjadinya ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen pada miokard secara ireversibel yang kemudian menyebabkan iskemia dan hipoksia. Hal ini dapat terjadi apabila terjadi obstruksi atau gangguan tonus vaskular arteri koroner dan sering dipicu oleh olahraga, emosi, stress dan juga secara spontan. Episode dari iskemia ini sering menimbulkan rasa tidak nyaman atau nyeri pada dada (angine pectoris). Juga sering disebut sebagai ischemic heart disease.10 2.2.2 Faktor Resiko

Penyebab yang mendasari terjadinya penyakit jantung koroner adalah penumpukan deposit lemak pada dinding pembuluh darah yang memberi suplai oksigen pada otot jantung (arteri koroner). Penumpukan lemak tersebut secara gradual akan menurunkan dan menghambat aliran darah terhadap otot jantung. Proses ini dinamakan sebagai atherosklerosis. Penyakit jantung koroner tidak mempunyai etiologi tunggal yang jelas, namun mempunyai beberapa faktor resiko yang dapat meningkatkan resiko terjadinya atherosklerosis.

Faktor resiko penyakit jantung koroner dapat dibagi dua yaitu faktor resiko yang dapat dimodifikasi dan faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor-faktor resiko yang dapat dimodifikasi adalah seperti:

a. Merokok (perokok aktif dan juga pasif)

Tembakau dapat meningkatkan resiko terjadinya atherosklerosis dengan beberapa cara seperti memodifikasi LDL, menurunkan kadar HDL dalam darah, meningkatkan stress oksidatif, meningkatkan adhesi platelet, stimulasi sistem saraf simpatis yang tidak teratur oleh zat nikotin, dan menyebabkan pergeseran oksigen oleh karbon monoksida dalam haemoglobin.b. Dislipidemia LDL yang meningkat dapat akumulasi pada daerah subendotel dan dimodifikasi untuk menjadi plak. HDL bersifat protektif terhadap atherosklerosis karena mempunyai kemampuan mengangkut kolesterol dari arteri perifer balik ke hati.c. Hipertensi

Hipertensi dapat menyebabkan injuri pada endotel pembuluh darah yang kemudian menyebabkan terjadi disfungsi endotel dan masuknya lipoprotein ke dalam tunica intima dari arteri. Selain itu, stress hemodinamik yang meningkat dapat meningkatkan reseptor makrofag. Hal ini mempercepatkan proses terjadinya foam cell.

d. Diabetes

Ditemukan bahwa pada pasien diabetes, terjadi peningkatan uptake kolesterol oleh makrofag yang kemudian mempercepatkan proses terjadinya foam cell. Selain itu, ditemukan juga kejadian disfungsi endotel tinggi pada pasien diabetes oleh karena penurunan bioavailibilitas dari nitrogen oksida dan peningkatan adhesi leukosit.

e. Kurang aktivitas fisik

Olahraga dapat menghambat atherogenesis dari beberapa cara. Selain dapat bantu kontrol profil lipid dan tekanan darah, olahraga dapat meningkatkan sensitivitas insulin dan produksi nitrogen oksida.

Faktor-faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah seperti jenis kelamin laki-laki, usia lebih dari 45 tahun, dan riwayat keluarga dengan penyakit jantung koroner.14 2.2.3 Patogenesis

Atherosklerosis merupakan penyebab primer terjadinya penyakit jantung koroner. Proses pembentukan atherosklerosis dapat dibagi kepada 3 tahapan yaitu pembentukan fatty streak, pembentukan plak, dan rupturnya plak.

Mulanya terjadi atherosklerosis apabila terjadi disfungsi endotel pada arteri. Disfungsi endotel dapat terjadi akibat iritan kimiawi seperti tembakau dari rokok, deposit lemak berlebihan dalam darah; atau stress hemodinamik. Kedua hal ini dapat memicu produksi reactive oxygen species yang kemudian berinteraksi dengan molekul lain yang kemudian menyebabkan timbulnya inflamasi lokal. Hal ini akan menganggu homeostasis endotel dan menyebabkan masuknya lipoprotein ke dalam tunica intima dari arteri. Lipoprotein dalam tunica intima akan mengalami modifikasi. Selain itu, terjadi juga rekruitmen dari leukosit ke dalam tunica intima. Kedua hal ini pada akhirnya akan membentuk foam cell dan kemudian fatty streak. Pada tahapan kedua, terjadi migrasi dan proliferasi sel otot polos ke tunica intima yang kemudian mengganggu sintesis dan degradasi dari matriks ekstraseluler. Tahapan ini dipicu oleh mediator-mediator terumatanya dari foam cells seperti platelet-derived growth factor (PDGF), TNF-alpha, interleukin-1, fibroblast growth factor dan transforming growth factor-beta.Plak tersebut akan berkembang dan membesar sampai menonjol ke dalam lumen arteri. Plak yang terlalu besar akan menjadi tidak stabil akibat peningkatan jumlah lipid dan peningkatan proses degradasi matrik ekstraseluler pada plak. Hal ini dapat menyebabkan ruptur dari plak tersebut. Plak yang telah ruptur itu mempunyai potensial bersifat thrombogenik yang kemudian menyebabkan obstruksi aliran darah pada arteri koroner.10 2.2.4 Patofisiologi

Penyakit jantung koroner dapat menimbulkan manifestasi klinis yang bervariasi, tergantung mekanisme terjadinya penyakit jantung koroner. Beberapa mekanisme penyakit jantung koroner ialah seperti (i) obstruksi arteri akibat plak; (ii) spasme fokal atau difus pada arteri dengan plak; (iii) disfungsi mikrovaskuler dan (iv) disfungsi ventrikel kiri yang disebabkan oleh nekrosis miokardium atau kardiomiopati. Mekanisme tersebut dapat terjadi secara tunggal atau secara kombinasi. Angina yang dipacu oleh aktivitas atau beban sering disebabkan oleh disfungsi mikrovaskuler atau vasokonstriksi pada daerah arteri yang mengalami stenosis (obstruksi oleh plak). Angina yang timbul saat istirahat sering terjadi akibat vasospasme pembuluh darah pada epikardium. Penyakit jantung koroner yang asimptomatik dapat terjadi apabila iskemia yang terjadi tidak begitu berat.

Pada kondisi iskemia, terjadi kekurangan oksidasi pada miokardium dan penumpukan zat-zat buangan metabolik karena sel-sel miosit mengalami perubahan metabolisme dari yang aerobik ke anaerobik. Penurunan produksi ATP mengganggu interaksi protein kontraktil dan menyebabkan penurunan kontraksi pada sistol dan relaksasi pada diastole. Peningkatan tekanan diastolic menyebabkan darah balik ke kapiler pulmonal dan menyebabkan kongesti pulmonal dan menimbulkan gejala sesak nafas atau dyspnea. Selain itu, produk metabolik seperti asam laktat, serotonin dan adenosine dapat mengaktivasi reseptor nyeri pada C7 lewat distribusi T4 dan menyebabkan keluhan nyeri dada iskemik atau angina. Akumulasi produk-produk tersebut juga dapat menyebabkan aritmia.14 2.2.5 Gejala Klinis10 Sindroma Iskemik

Sebuah iskemia dapat menimbulkan serangkaian spektrum sindroma klinis tergantung patofisiologi, waktu dan seberapa parah kerusakan iskemik tersebut.

a. Angina stabil

Angina stabil adalah sebuah nyeri dada iskemik yang bersifat predictable dan sementara sewaktu stress atau melakukan kerja atau aktivitas fisik. Angina stabil ini secara umumnya disebabkan oleh lumen arteri koroner yang menyempit akibat atheroma yang sudah lama terbentuk. Selain itu angina stabil dapat juga terjadi apabila terjadi vasokonstriksi dari arteri koroner.b. Angina tidak stabil

Apabila sudah terjadi ruptur dari plak dan pembentukan thrombus, episode angina dapat terjadi lebih sering dan terjadi pada aktivitas atau beban yang lebih ringan, malah dapat timbul saat istirahat. Hal ini dinamakan sebagai angina tidak stabil dan merupakan prekursor kepada infark miokardium. Angina tidak stabil dan infark miokard adalah bagian dari sindroma koroner akut.c. Angina varian

Pada beberapa kasus, terjadi episode spasme dari arteri koroner tanpa adanya lesi atherosklerotik. Hal ini disebut sebagai angina varian atau angina Prinzmetal. Vasospasme yang terjadi mengurang aliran darah lalu menurunkan suplai oksigen kepada miokardium lalu menyebabkan iskemia. Mekanisme terjadinya spasme ini masih belum diketahui tapi mungkin berhubungan dengan peningkatan aktivitas simpatis dan juga disfungsi endotel.d. Silent iskemia

Episode dari iskemi otot jantung dapat terjadi tanpa menimbulkan angina. Sebuah silent iskemia sulit didiagnosa namun dapat terdeteksi pada elektrografi yang dimonitor (ambulatory electrography). Silent iskemi dilaporkan sering terjadi pada pasien diabetes, pasien usia lanjut, dan pada wanita. Mekanisme dapat terjadinya silent iskemia belum diketahui.

Gambar 4: Patofisiologi sindroma angina

Sumber: Leonard S. Lilly, Pathophysiology of Heart Disease, 5th Edition10Evaluasi Nyeri dada14

Nyeri dada akibat iskemia pada miokardium dapat dibagi kepada 4 katergori: lokasi, karakteristik, durasi dan hubungannya terhadap aktivitas atau faktor yang meringankan rasa nyeri. Nyeri dada akibat iskemia miokardium sering dirasakan pada dada, berdekatan dengan sternum tapi dapat juga dirasakan dari daerah epigastrium sampai ke rahang bawah, di antara kedua bahu, atau pada lengan sampai ke jari.

Nyeri dada sering disifatkan sebagai seperti adanya tekanan, rasa dicekik, atau rasa seperti membakar. Nyeri dada dapat disertai sesak, fatigue, lemas, dan rasa mual. Ditanyakan kepada pasien apakah yang dirasakannya itu nyeri atau rasa tidak nyaman pada dada.

Durasi dari nyeri atau rasa tidak nyaman pada dada sering tidak lama, paling lama 10 menit pada kebanyakan kasus. Nyeri dada selama beberapa detik menandakan nyeri non angina. Nyeri sering ada hubungannya dengan aktivitas atau stress emosi dan berkurang apabila istirahat atau setelah pemakaian obat nitrat sublingual.

Tabel 7: Klasifikasi Nyeri Dada

Typical angina (definit)Terdiri dari 3 karakteristik tersebut:

Nyeri dada substernal, kurang dari 15 menit

Nyeri diperberat dengan stress, aktivitas dan beban

Nyeri berkurang dengan istirahat atau penggunaan nitrat.

Angina atipikal Terdiri dari 2 karakteristik di atas.

Nyeri dada non-anginaTidak mempenuhi karakteristik di atas

Sumber: European Society of Cardiology, 2013.14 Tabel 8: Klasifikasi angina berdasarkan tingkat keparahan oleh Canadian Cardiovascular Society.

Kelas IAktivitas ringan seperti berjalan atau naik tangga tidak menyebabkan angina. Angina timbul akibat aktivitas berat dan lama.

Kelas IIAktivitas ringan terbatas sedikit. Terjadi angina apabila berjalan atau naik tangga secara cepat, atau berjalan setelah makan, atau pada cuaca dingin, stress emosi.

Kelas IIIKeterbatasan nyata terhadap aktivitas ringan. Angina timbul bila berjalan sekitar 100-200m atau bila naik tangga.

Kelas IVTidak dapat melakukan aktivitas tanpa merasakan nyeri dada. Angina dapat timbul saat istirahat.

Sumber: European Society of Cardiology, 2013.14 Tabel 9: Diagnosa Banding Nyeri Dada

KondisiKarakteristik

Cardiac

Iskemia miokardium Tekanan pada retrosternal, menjalar ke leher, rahang, lengan atau bahu kiri

Durasi di bawah 10 menit

Dipicu oleh aktivitas, berkurang setelah istirahat dan pemakaian nitrogliserin

EKG: depresi atau elevasi ST, inverted T wave

Perikarditis Nyeri bersifat tajam, berubah dengan posisi

Durasi dari beberapa jam sampai hari

EKG: elevasi ST difus dan depresi PR

Gastrointestinal

Gastroesophageal reflux Rasa seperti terbakar pada retrosternal

Dipicu oleh makanan, bertambah parah pada posisi supine. Tidak ada hubungan dengan aktivitas.

Nyeri berkurang dengan pemakaian antasida.

Ulkus peptikum Nyeri epigastrium Timbul setelah makan, tidak ada hubungan dengan aktivitas

Nyeri berkurang dengan pemakaian antasida.

Spasme esophagus Nyeri retrosternal disertai disfagia Dipicu oleh makanan berlemak. Tidak ada hubungan dengan aktivitas

Nyeri dapat berkurang dengan pemakaian nitrogliserin

Muskuloskeletal

Nyeri sternal makin parah dengan pergerakan dada

Nyeri tekan pada costochondral junction

Nyeri berkurang dengan pemakaian obat anti-inflamasi

Sumber: Leonard S. Lilly, Pathophysiology of Heart Disease, 5th Edition92.2.6 DiagnosisA. Pemeriksaan fisik.Gambar 5: Patofisiologi iskemia miokard akut

Sumber: Leonard S. Lilly, Pathophysiology of Heart Disease, 5th Edition10 Pada serangan angina, terjadi peningkatan frekuensi denyut jantung dan tekanan darah oleh karena respon dari saraf simpatis tubuh. Iskemia miokardium dapat menyebabkan disfungsi otot papilari dan kemudian menyebabkan regurgitasi katub mitral. Selain itu, iskemia menyebabkan disfungsi pada otot ventrikel dan menimbulkan suara jantung keempat (S4) gallop saat kontraksi atrium. B. Pemeriksaan Lanjutan

Terdapat beberapa pemeriksaan lanjutan yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnose penyakit jantung koroner. Antaranya adalah elektrokardiografi, ekokardiografi, stress testing dan angiografi.I. Elektrokardiografi

Gambar 6: Temuan abnormalitas pada EKG saat iskemi

Sumber: Leonard S. Lilly, Pathophysiology of Heart Disease, 5th Edition10Pada saat terjadinya iskemia miokardium, dapat terdeteksi perubahan segmen ST (elevasi atau depresi) dan gelombang T (inverted). Iskemia yang akut sering menimbulkan depresi segmen ST dan gelombang T yang mendatar atau inverted. Pada angina stabil, deviasi segmen ST biasanya kembali normal pada saat terjadi resolusi dari gejala pasien.

II. Stress Testing

Hasil elektrokardiografi yang didapatkan dapat menunjukkan hasil yang normal. Namun diagnosa penyakit jantung koroner tidak dapat dieksklusi. Oleh karena ini, pemeriksaan bersifat provokatif seperti exercise stress test atau pharmacologic stress test dapat membantu dalam penegakkan diagnosa sebuah penyakit jantung koroner.

Pada kebanyakan pasien yang dicuriga mengalami penyakit jantung koroner, dapat dilakukan standard exercise testing. Pada pemeriksaan ini, pasien diminta untuk beraktivitas di atas treadmill atau pada sepeda statis dan bebannya ditingkatkan. Pasien dinilai dari apakah timbul keluhan tidak nyaman pada dada atau sesak nafas. Selain itu, frekuensi denyut jantung, tekanan darah dan EKG pasien tersebut juga dimonitor. Pemeriksaan ini dihentikan apabila timbulnya angina, timbulnya tanda-tanda iskemia, target heart rate sudah tercapai atau apabila pasien sudah merasakan lelah. Pemeriksaan ini dikatakan positif apabila keluhan tidak nyaman atau nyeri dada timbul, atau apabila adanya abnormalitas EKG yang berubungan dengan iskemia.Selain standard exercise testing, dapat juga dilakukan exercise ekokardiografi. Pada pemeriksaan ini, fungsi kontraktil dari ventrikel kiri dinilai dengan metode ekokardiografi saat sebelum dan segera setelah beraktivitas di atas treadmill atau sepeda statis. Untuk pasien yang tidak mampu beraktivitas, pharmacologic stress test dapat dilakukan. Pada pemeriksaan ini, pasien diberi obat inotropic seperti dobutamine (meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium dengan cara menstimulasi peningkatan denyut jantung dan kontraktilitas jantung) atau obat vasodilator seperti dipyridamol atau adenosin. Apabila adenosine berikatan pada reseptornya pada arteri koroner, vasodilatasi terjadi. Pada daerah iskemik, arterinya sudah dilatasi maksimal (sebagai kompensasi terhadap stenosis arteri). Obat vasodilator ini meningkatkan perfusi pada daerah miokardium yang sehat dan mengambil darah dari daerah infark. Penilaian pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan ekokardiografi untuk melihat daerah dengan gangguan perfusi miokard.III. Angiografi arteri koroner

Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi arteri koroner yang mengalami stenosis dimana lesi arterosklerotik dapat divisualisasi secara radiografi dengan injeksi zat radiopak ke dalam arteri koroner. Walaupun pemeriksaan ini aman dilakukan secara umum, ianya bersifat invasif. Prosedur ini sering dilakukan pada pasien dengan keluhan angina yang tidak berkurang setelah diterapi, pada pasien dengan keadaan umum kurang baik, atau apabila hasil pemeriksaan non-invasif terlalu abnormal dan dibutuhkan tindakan revaskularisasi. Pemeriksaan ini merupakan gold standard untuk menegakkan diagnosa penyakit jantung koroner.

IV. EkokardiografiPemeriksaan ini dilakukan untuk melihat struktur dan juga fungsi dari otot jantung. Walaupun fungsi ventrikel kiri biasanya normal pada pasien penyakit jantung koroner, abnormalitas pergerakan dinding jantung dapat ditemukan. Selain itu, pemeriksaan ini dapat mengeksklusi penyebab-penyebab lain timbulnya gejala seperti penyakit katub jantung, kardiomiopati. Echocardiograpfi juga beruntung pada pasien yang ditemukan murmur, infark miokard lama atau tanda-tanda gagal jantung. 10,142.2.7 Penatalaksanaan

Tujuan dari penatalaksanaan penyakit jantung koroner adalah untuk mengurangi gejala dan supaya prognosis bertambah baik. Manajemen dari pasien dengan penyakit jantung koroner merangkumi modifikasi gaya hidup, mengontrol faktor resiko penyakit jantung koroner, terapi farmakolgis dan edukasi.14 A. Manejemen iskemia dan faktor resiko14 1. Modifikasi gaya hidup dan kontrol faktor resiko

Merokok merupakan faktor resiko yang kuat terjadinya penyakit jantung koroner. Telah dilaporkan pada beberapa penelitian bahwa mortalitas pasien dengan riwayat infark miokardium turun sebanyak 36% setelah pasien berhenti merokok. Nicotine replacement therapy dapat diberikan untuk membantu pasien berhenti merokok.

Diet yang sehat juga mengurangkan resiko terjadinya penyakit jantung koroner. Asupan makanan harus dibatasi berdasarkan kebutuhan kalori pasien supaya target indeks massa tubuh pasien tercapai yaitu IMT < 25kg/m2.

Aktivitas fisik secara teratur dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas dari pasien dengan penyakit jantung koroner. Olahraga aerobik dianjurkan kepada pasien penyakit jantung koroner dan sebaiknya dilakukan secara rutin. Olahraga aerobik sering dilakukan sebagai program rehabilitasi. Pasien dengan riwayat infark miokardium akut, riwayat prosedur CABG atau PCI, dan angina stabil dianjurkan melakukan olahraga aerobik >3 kali per minggu selama 30 menit setiap sesi.

Berat badan berlebihan (overweight) dan obesitas berhubungan kuat dengan mortalitas pada kasus penyakit jantung koroner. Penurunan berat badan pada golongan ini dianjurkan untuk mencapai tekanan darah, profil lemak dan metabolisme glukosa yang optimal. Manejemen dari dyslipidemia dilakukan dengan target kadar LDL-C 50%.

Diabetes mellitus merupakan salah satu faktor resiko besar terjadinya komplikasi kardiovaskuler yang dapat meningkatkan resiko progresi dari penyakit jantung koroner. Target dari manejemen pada pasien dengan diabetes adalah HbA1c 45 tahunRiwayat penyakit terdahulu: -

Riwayat pemakaian obat: Kurang jelasStatus Presens:

KU: Lemah Kesadaran: Compos Mentis TD: 100/60 mmHg HR: 88x/m

RR: 24x/m Suhu: afebris

Sianosis:(-)

Orthopnoe: (+) Dispnoe: (+) Ikterus: (-) Edema: (+) Pucat:(-)

Pemeriksaan Fisik :

Kepala : Mata: anemia (-/-), ikterik (-/-)

Leher : JVP : R+ 2 cmH2O

Dinding toraks: Inspeksi : Simetris Fusiformis

Palpasi : Stem Fremitus kiri = kanan.

Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru.

Batas Jantung :

Atas : ICR II

Kanan : Linea sternalis dextra Kiri : 2cm lateral linea midclavicularis sinistraAuskultasi

Jantung :S1 (N)S2 (N)S3 (-)S4 (-)Reguler

Murmur (+)Tipe : PSMGrade : 3/6 Radiasi : Axilla Punctum Maximum : Apex

Suara Pernafasan : Vesikuler

Suara tambahan : Ronki (+) basah basalWheezing : (-)

Abdomen : Soepel, H/L/R tidak teraba

Asites : (-)

Ekstremitas :Superior : Sianosis (-)Clubbing (-)

Inferior : Edema (+)Pulsasi arteri (+)

Akral : Hangat

Elektrokardiografi (Tanggal 28 Juni 2014)

Interpretasi rekaman EKG :Sinus Ritme, QRS rate: 100x/I, QRS aksis : LAD. P wave (+), PR interval 0,16,QRS durasi: 0,08 , T inversi (-), LVH(-),VES(-)Kesan EKG : Sinus Ritme + Iskemik Lateral

Foto Toraks:

Interpretasi foto toraks ( AP ) : (Inspirasi tidak maksimal)

CTR 67%, Segmen Aorta: Membesar , Segmen pulmonal: Membesar, Pinggang Jantung : mulai mendatar, Apeks: downward, Kongesti:(+), Infiltrat:(-)

Kesan : Kardiomegali + KongestiEkokardiografi:

Pada ekokardiografi menunjukkan fungsi sistolik Left Ventricle menurun (Ejection fraction Teich 21%, Ejection fraction Simpsons 18%). Wall motion : Akinetik segmen anterior, lateral. Hiperkinetik segmen lainnya

Ditemukan juga Mitral Regurgitation Severe, Tricuspid Regurgitation, dan pulmonary hypertension. Didapatkan dilatasi semua ruang jantung, kontraktilitas ventrikel kanan menurun, thrombus (-), sec (+) di ventrikel kiri.

Hasil Laboratorium:Hemoglobin : 15,20 g% (13,2 17,3)

Eritrosit : 5,05 106/mm3(4,20 4,87)Leukosit : 8,46 103/mm3(4,5 11,0)

Hematokrit : 44,60 %(43 49)

Trombosit : 160 103/mm3(150 450)

Metabolisme Karbohidrat

Glukosa Darah (Sewaktu) : 96,00 mg/dL (