Upload
adlina-sharfi-basalama
View
136
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
STATUS NEUROLOGI
I. ANAMNESIS
A. Identitas Pasien
Nama : Tn.S
No RM : 1212842
Tanggal lahir : 09 April 1983
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : SLTA
Agama : Islam
Status pernikahan : Menikah
Alamat : Jl. Tugu RT 04/03. Kel. Tirtajaya Kec. Sukmajaya
Kab. Depok
Masuk RS : 27 Februari 2013
B. Anamnesis
Anamnesis dilakukan pada tanggal 4 Maret 2013 jam 12.15 bertempat di Bangsal
Teratai 4 Utara RS Fatmawati melalui Autoanamnesa dengan pasien dan
Alloanamnesa bersama istri pasien.
C. Keluhan Utama
Penurunan kesadaran sejak 3 jam SMRS
D. Keluhan Tambahan
Nyeri dan bengkak di pipi kiri
E. Riwayat Penyakit sekarang :
OS datang ke Intalasi Gawat Darurat (IGD) RSUP Fatmawati diantar oleh
keluarganya paska kecelakaan motor 3 jam SMRS karena pingsan . Pada awalnya
OS sedang mengendarai motor dengan kecepatan kira-kira 60-70 km/jam, tiba-
tiba saja ada orang menyebrang, lalu OS berusaha menghindar hingga akhirnya
terlempar dari motornya jatuh dan kepalanya membentur aspal, namun OS tidak
ingat sisi mana yang terbentur lebih dulu. OS jatuh di jalan raya dekat rumah OS.
1
OS tidak mengenakan helm maupun jaket saat mengendarai motornya,ia hanya
menggunakan kaus lengan pendek dan celana jeans sedengkul. OS saat itu sedang
mengemudikan motornya sendiri tidak berpenumpang. Sebelum berkendara OS
tidak dalam keadaan mengantuk, sehabis minum obat maupun mengkonsumsi
alkohol. Setelah membentur aspal jalan, kemudian OS pingsan selama kira-kira 5-
10 menit. OS dapat mengingat kejadian sebelum terbentur. Setelah terbangun OS
menyadari ia sudah dibawa ke klinik oleh 2 orang tetangganya, OS ditolong
dengan cara digotong oleh 2 orang tersebut kemudian dinaikan kemotor lalu
dibawa ke klinik terdekat. Setelah kejadian tersebut saat sadar OS merasakan
nyeri di seluruh kepalanya dan terasa berat,nyeri menjalar ke leher dan
berlangsung terus menerus saat itu, serta OS mengelukan keluarnya darah dari
hidungnya tanpa disertai keluar cairan bening maupun darah dari telinganya,
namun mulut OS masih tersisa gumpalan darah akibat gigi bawah depannya patah
sebanyak 3 buah. OS merasakan nyeri dan bengkak di pipi kirinya, menjalar ke
leher kiri yang berlangsung terus menerus yang makin lama dirasakan makin
berat, mata kiri OS juga dirasakan berair terus menerus dan terdapat cairan seperti
darah didalam kedua bola matanya. OS menyangkal adanya mual,muntah,
kelemahan di salah satu sisi tubuhnya,kejang, kesemutan, sesak, nyeri dada,
gangguan bicara maupun gangguan dalam penglihatan, sempat hilang ingatan,
paska kecelakaan tersebut.
F. Riwayat Penyakit Dahulu
OS pernah mengalami kecelakaan motor sebelumnya, kira-kira 9 tahun
yang lalu, dan mengalami benturan dikepalanya serta sempat tidak sadar selama 4
hari, OS tidak ingat dirawat berapa lama saat itu, namun tidak ada gangguan
bicara maupun gangguan dalam penglihatan, sempat hilang ingatan, kejang,
lumpuh,cacat ataupun kelemahan disalah satu anggota tubuhnya paska kecelakaan
tersebut. Riwayat darah tinggi, kencing manis, kejang, stroke, penyakit jantung,
penyakit hati dan penyakit ginjal disangkal.
G. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat darah tinggi, kencing manis, penyakit jantung, kejang, stroke,
asma dan alergi tidak ada.
2
H. Riwayat Kebiasaan
OS tidak pernah mengkonsumsi alcohol maupun NAPZA. OS merokok
sejak 12 tahun yang lalu, satu bungkus per harinya. OS jarang kebut – kebutan
dalam mengendara. OS jarang berolahraga. OS gemar makan-makanan asin dan
goreng-goreng.
I. Riwayat Pengobatan
Saat di klinik luka OS dibersihkan dan dijahit serta diberikan anti nyeri.
II. PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 4 Maret 2013
Keadaan umum
Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4 V5 M6
Kesan sakit : Tampak sakit sedang
Status gizi : Kesan Gizi Baik
Sikap pasien : Kooperatif pada saat pemeriksaan
Tanda vital
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Suhu : 36,3 oC
Pernafasan : 16 x / menit
Nadi : 64 x / menit
Status Generalis
Kepala
Bentuk : TVD (tertutup verban)
Rambut : hitam dan sedikit ikal, distribusi TVD, allopecia TVD
Mata :CA (-/-), SI (-/-), sekret (-/+), hematom periorbita (+/+), hifema
(+/+), Pupil bulat isokor Ø 3 mm, RCL (+/+), RCTL (+/+),
Telinga : Normotia, nyeri tarik (-/-), nyeri tekan tragus (-/-), secret (-/-),
battle sign (-/-)
3
Hidung : Deviasi septum (-), sekret +/+ darah mengering, mukosa
hidung sulit dinilai, kelainan bentuk (-/-)
Mulut : Bibir kering (-), gusi TVD (nyeri saat buka mulut),
Gigi : 8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8 Keterangan: X : patah
8 7 6 5 4 3 O O 1 X X X 5 6 7 8 O :carries
Lidah : Lidah kotor (-), tremor (-), mukosa lidah hiperemis (-)
tergigit (-)
Leher : Kelenjar getah bening teraba membesar, Pulsasi arteri
carotis teraba +/+, Trakea lurus di tengah, Tanda radang -/+
Traumata stigmata : Luka lecet multiple di region facial, coli anterior, dan
keempat ekstremitas (brachii dextra, cubiti dextra dan
sinistra, ante brachii dextra dan sinistra, dorsum manus
dextra dan sinistra, dorsum pedis dextra dan sinistra, patella
dextra dan sinistra, calcaneus dextra dan sinistra), Luka
terbuka di brachii dextra, cubiti sinistra, dorsum manus
dextra dan sinistra, dorsum pedis dextra dan sinistra, patella
dextra dan sinistra.
Hematom periorbita bilateral
Oedem zigoma dan mandibula sisi kiri
Thoraks
Paru-paru
Inspeksi : Gerak dada simetris, retraksi intercostal (-/-)
Palpasi : Vocal fremitus sama kuat pada kedua hemitorak (+/+)
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, ronkhi (-/-), whezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Pulsasi ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba di ICS V garis midklavikula sinistra
Perkusi : Batas atas : ICS III linea midclavicula sinistra
Batas kanan : ICS III-V linea parasternal dextra
Batas kiri : ICS V 2 cm lateral midclavicula sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, gallop (-), murmur (-)
4
Abdomen
Inspeksi : Datar, jaringan parut (-), ikterik (-), caput medusae (-)
Auskultasi : Bising usus (+) 4x/menit
Palpasi : Supel (+), Nyeri tekan (-), Nyeri lepas (-), Organomegali (-)
Perkusi : Timpani (+)
Ekstremitas
Atas : akral hangat, edema -/-
Bawah : akral hangat, edema -/-
STATUS NEUROLOGIS
Kesadaran : Compos mentis
Kuantitatif : GCS 15 (E4V5M6)
Gerakan abnormal : -
Tanda rangsang Meningeal
Kaku kuduk : -
Laseque : >700 />700
Kernig : >1350 / >1350
Brudzinski I : -
Brudzinski II : -/-
Peningkatan tekanan intrakranial :
Penurunan kesadaran : (-)
Muntah proyektil : (-)
Sakit kepala : (-)
Edema papil : tidak dilakukan pemeriksaan
Saraf Kranial
Nervus I Olfaktorius : TVD/TVD
Nervus II Optikus
Kanan Kiri
5
Acies Visus 3/60 (baik) 3/60 (baik)
Pengenalan Warna Baik Baik
Lapang pandang Penyempitan (-) Penyempitan (-)
Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N. III (Okulomotorius), N. IV. Trochlearis, N. VI Abdusen
Kanan Kiri
Kedudukan bola mata Orthoposisi
Ptosis Negatif Negatif
Gerak mata ke nasal Baik Baik
Gerak mata ke temporal Baik Baik
Gerak mata ke superior Baik Baik
Gerak mata ke inferior Baik Baik
Gerak mata ke temporal atas Baik Baik
Gerak mata ke temporal bawah Baik Baik
Gerak mata ke nasal atas Baik Baik
Gerak mata ke nasal bawah Baik Baik
Diplopia - -
Ukuran pupil 3mm 3mm
Bentuk pupil Bulat. Isokor Bulat, isokor
Reflek cahaya langsung + +
Reflek cahaya ≠ langsung + +
Reflek akomodatif + +
Refleks konvergensi + +
N. V. Trigeminus
Cabang Motorik : Kanan Kiri
Menggigit TVD TVD
Membuka mulut TVD TVD
Cabang sensoris :
Sensibilitas ophtalmikus Baik Baik
Sensibilitas maxilla Baik Baik
Sensibilitas mandibula Baik Baik
6
Reflek kornea Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N. VII Fasialis
Kanan Kiri
Kerutan kulit dahi TVD TVD
Mengangkat alis TVD TVD
Memejamkan mata + +
Nasolabial fold + TVD
Menyeringai TVD TVD
Menggembungkan pipi TVD TVD
Mencucukan bibir TVD TVD
Daya kecap lidah 2/3 depan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N. VIII Vestibulo cochlearis
Kanan Kiri
Nistagmus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Mendengar suara berbisik Dapat mendengar Dapat mendengar
Tes Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Weber Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Schwabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N. IX Glossofaringeus, N. Vagus
Arkus farings
Uvula
TVD
TVD
Daya kecap lidah 1/3 belakang Tidak dilakukan
Reflek muntah Tidak dilakukan
Menelan Baik, tidak tersedak
N. XI Aksesorius
Kanan Kiri
Memalingkan kepala TVD TVD
Mengangkat bahu + +
7
N. XII Hipoglossus
Pergerakan lidah Normal ke segala arah
Artikulasi Jelas
Tremor lidah -
Atrofi -
Fasikulasi lidah -
SISTEM MOTORIK
Ekstremitas Superior
Lengan atas Lengan bawah Tangan Jari-jari
Kanan Kiri Kanan Kanan Kiri Kiri Kanan Kiri
Kekuatan 5 5 5 5 5 5 5 5
Trofi Eutrofik eutrofik eutrofik eutrofik Eutrofik eutrofik eutrofik Eutrofik
Ekstremitas superior distal-proximal : 5555 / 5555
Ekstremitas Inferior
Tungkai atas Tungkai bawah Kaki Jari-jari
Kanan Kiri Kanan Kanan Kiri Kiri Kanan Kiri
Kekuatan 5 5 5 5 5 5 5 5
Trofi Eutrofik eutrofik eutrofik eutrofik Eutrofik eutrofik eutrofik Eutrofik
Ekstremitas inferior distal-proximal : 5555 / 5555
Reflek fisiologis
Extremitas superior Kanan Kiri
Biceps +2 +2
Triceps +2 +2
Ekstremitas inferior
Patella +2 +2
Achilles +2 +2
8
Refleks Patologis
Ekstremitas superior Kanan Kiri
Hoffman Tromner : - -
Ekstremitas inferior
Babinsky : - -
Chaddock : - -
Gordon : - -
Schaeffer : - -
Oppenheim : - -
Gonda : - -
Klonus patella : - -
Klonus achilles : - -
Gerakan involunter :
Tremor : - -
Chorea : - -
Ballismus : - -
Athetose : - -
Mioklonus : - -
Fungsi Keseimbangan dan Koordinasi
Test Rhomberg : tidak dilakukan
Disdiadokinesa : baik/baik
Jari-jari : baik/baik
Jari-hidung : baik/baik
Tumit lutut : baik/baik
Rebound Phenomenon : -/-
Fungsi Otonom
Miksi : +
Inkontinensia urine : -
Defekasi : +
Inkontinensia alvi : -
9
Sekresi keringat : +
Fungsi Luhur
Astereognosia : -
Apraksia : -
Afasia : -
Keadaan Psikis
Intelegensia : baik
Demensia : (-)
Tanda regresi : (-)
III. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Hemoglobin : 14.9 g/dl ( N: 11.7-15.5)
Hematokrit : 44 % (N: 33-45)
Eritrosit : 4.60 [10^6/uL] (N: 3.80-5.20)
Leukosit : 18.8 [10^3/uL] (N: 5.0-10.0)
Trombosit : 250 [10^3/uL] (N:150-450)
VER : 94.7 fl (N: 80-100)
HER : 32.4 Pcg (N: 26-34)
KHER : 34.2 g/dL (N: 32-36)
RDW :12.3 % (N:11.5-14.5)
FUNGSI HATI
SGOT : 27 u/L (N: 0-34)
SGPT : 28 u/L (N: 0-42) \
ELEKTROLIT DARAH
Natrium : 143 mmol/L (N: 135-148)
Kalium : 3.53 mmol/L (N: 3.6-5.5) ↓
Klorida : 111 mmol/L (N: 95-108)↑
FUNGSI GINJAL
Ureum : 36 mg/dl (N: 20-40)
Kreatinin : 0.7 mg/dl (N: 0,6-1,2)
GDS : 116 mg/dl (N: 70-140)
10
IV. CT SCAN
Hasil CT scan kepala potongan axial tanpa kontras , mulai setinggi garis orbito
meatal dengan slide 3-10 slide, hasil sebagai berikut :
Sulcus dan Gyri baik. Fisura Sylvii tidak menyempit
Tak tampak hematom epidural/subdural
Tak tampak perdarahan intra parenkimal / subarakhnoid
Tak tampak lesi hipo/hiperdens/SOL intracerebri
Tak tampak midline shift/desak ruang
Sistem ventrikel dan cisterna baik
Tampak fraktur dinding lateral sinus ethmoid kiri, sphenoid wing kanan-kiri,
os zygomaticum, dan arcus zygoma kiri, dinding anterior dan medial
posterior sinus maxilaris bilateral, dinding lateral sinus maksilaris kiri serta
septum nasi.
Tampak perselubungan berdensitas darah di cavum nasi bilateral, sinus
ethmoid bilateral dan maxilaris bilateral
Tampak subgaleal hematom di region frontotemporal kiri dan soft tissue
swelling palpebra kiri dan zygoma kanan dengan emfisema subkutan.
Kesan :
Tak tampak hematom epidural/subdural, perdarahan intra parenkimal /
subarachnoid atau edema cerebri.
Fraktur dinding lateral sinus ethmoid kiri, sphenoid wing kanan-kiri, os
zygomaticum, dan arcus zygoma kiri, dinding anterior dan medial
posterior sinus maxilaris bilateral, dinding lateral sinus maksilaris kiri
serta septum nasi.
Hematosinus ethmoid bilateral dan maxilaris bilateral, perdarahan cavum
nasi bilateral.
subgaleal hematom di region frontotemporal kiri dan hematom dengan
emfisema subkutis palpebra kiri dan zygoma kanan
V. RESUME
OS datang ke Intalasi Gawat Darurat (IGD) RSUP Fatmawati diantar oleh keluarganya paska kecelakaan motor 3 jam SMRS karena pingsan. Pada
11
awalnya OS sedang mengendarai motor dengan kecepatan kira-kira 60-70 km/jam, tiba-tiba saja ada orang menyebrang, lalu OS berusaha menghindar hingga akhirnya terlempar dari motornya jatuh dan kepalanya membentur aspal, namun OS tidak ingat sisi mana yang terbentur lebih dulu. OS saat itu sedang mengemudikan motornya sendiri tidak berpenumpang. Setelah membentur aspal jalan, kemudian OS tidak sadar selama kira-kira 5-10 menit. OS dapat mengingat kejadian sebelum terbentur. OS terbangun saat di klinik dekat rumahnya, OS ditolong dengan cara digotong oleh 2 orang tersebut kemudian dinaikan kemotor lalu dibawa ke klinik terdekat. Setelah kejadian tersebut saat sadar OS merasakan nyeri di seluruh kepalanya dan terasa berat, serta OS mengelukan keluarnya darah dari hidungnya, mulut OS masih tersisa gumpalan darah akibat gigi bawah depannya patah sebanyak 3 buah. OS merasakan nyeri dan bengkak di pipi kirinya, mata kiri OS juga dirasakan berair terus menerus dan terdapat cairan seperti darah didalam kedua bola matanya. Riwayat trauma kepala dan penurunan kesadaran.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan pada mata sekret (-/+),hematom periorbita (+/+), hifema (+/+), multiple vulnus laceratum dan vulnus apertum, Hasil laboratorium didapatkan Leukositosis, Hipokalemi, Klorida yang meningkat.
Hasil CT scan tanpa kontras didapatkan
Tak tampak hematom epidural/subdural, perdarahan intra parenkimal /
subarachnoid atau edema cerebri.
Fraktur dinding lateral sinus ethmoid kiri, sphenoid wing kanan-kiri, os
zygomaticum, dan arcus zygoma kiri, dinding anterior dan medial
posterior sinus maxilaris bilateral, dinding lateral sinus maksilaris kiri
serta septum nasi.
Hematosinus ethmoid bilateral dan maxilaris bilateral, perdarahan cavum
nasi bilateral.
subgaleal hematom di region frontotemporal kiri dan hematom dengan
emfisema subkutis palpebra kiri dan zygoma kanan
VI. DIAGNOSIS
Diagnosis Klinis : Penurunan kesadaran, cephalgia, Post epixtasis,
Multiple vulnus laseratum, Multiple vulnus apertum, Hifema bilateral, Multiple
fraktur Leukositosis, Hipokalemia, Hiperchlorida, wajah ( nasal, zigoma,
maxilla ), Fraktur dinding lateral sinus ethmoid kiri, sphenoid wing
Hematosinus ethmoid bilateral dan maxilaris bilateral, perdarahan cavum nasi
bilateral, Subgaleal hematom di region frontotemporal kiri dan hematom dengan
emfisema subkutis palpebra kiri dan zygoma kanan.
12
Diagnosis Topis : Subgaleal regio frontotemporal, sinus ethmoid
bilateral, sinus maksilaris bilateral, nasal, orbita,
Diagnosis Etiologi : Cedera Kepala Sedang, Suspek Fraktur dasar orbita
VII. PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa
- Bed rest
- Elevasi kepala 300
- Konsul mata dan THT
- Nasoendoskopi
- Monitor: tanda vital, status neurologis,
- Edukasi: Hindari menyetir, hindari benturan, mengedan,batuk,
Medikamentosa
IVFD NaCL 0.9% 500cc/12 jam
Citicholine 4x250 mg
Dexamethason 2x 5mg iv
Vitamin C 1x100mg iv
Ceftriaxone 2x2gr iv
Ranitidin 2x1amp
Polygran 2x2 gtt
Ketorolac 30 mg drip dalam NaCL
Tramadol 3x1
Cataflam 2x50mg
Asam tranexamat 3x1 amp iv
VIII. PROGNOSIS
Ad Vitam : Dubia ad bonam
Ad Fungsionam : Dubia ad bonam
Ad Sanationam : Dubia ad bonam
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1 ANATOMI DAN FISIOLOGI
1.1 ANATOMI KEPALA
Gambar 1. Anatomi kulit kepala. (Dikutip dari: Mung S. Scalp Layers. Available at: http://medic4u.webs.com/anatomy.htm)
a. Kulit Kepala
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisanyang disebut sebagai SCALP yaitu:
Skin atau kulit. Skin bersifat tebal dan mengandung rambut serta kelenjar
sebasea (keringat).
Connective tissue atau jaringan penyambung. Merupakan jaringan lemak yang
memiliki septa-septa, kaya akan pembuluh darah terutama diatas galea.
Pembuluh darah tersebut merupakan anastomosis antara arteri karotis interna
dan eksterna, tetapi lebih dominan arteri karotis eksterna.
14
Aponeuris atau galea aponeurotika yaitu jaringan ikat yang berhubungan
langsung dengan tengkorak. Aponeurosis galea merupakan lapisan terkuat,
berupa fascia yang melekat pada tiga otot, yaitu m.frontalis (anterior),
m.occipitalis (posterior), m.temporoparietalis (lateral). Ketiga otot ini
dipersarafi oleh N. VII.
Loose areolar tissue atau jaringan penunjang longgar. Loose areolar
tissue, lapisan ini mengandung vena emissary yang merupakan vena tanpa
katup, menghubungkan SCALP, vena diploica, dan sinus vena intrakranial.
Jika terjadi infeksi pada lapisan ini, akan dengan mudah menyebar ke
intrakranial. Avulsi SCALP bisa terjadi pada lapisan ini. Hematoma yang
terjadi pada lapisan ini disebut Subgaleal hematom, merupakan hematoma
yang paling sering ditemukan setelah cedera kepala, terutama anak-anak.
Perikranium, merupakan periosteum yang melapisi tulang tengkorak,
melekat erat terutama pada sutura karena melalui sutura ini periosteum akan
langsung berhubungan dengan endosteum. Jaringan penunjang longgar
memisahkan galea aponeurotika dari perikranium dan merupakan tempat yang
biasa terjadinya perdarahan subgaleal. Kulit kepala memiliki banyak
pembuluh darah sehingga bila terjadi perdarahan akibat laserasi kulit kepala
akan menyebabkan banyak kehilangan darah terutama pada anak-anak atau
penderita dewasa yang cukup lama terperangkap sehingga membutuhkan
waktu lama untuk mengeluarkannya.3
b. Tulang Tengkorak
Terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Tulang tengkorak terdiridari
beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital. Kalvaria
khususnya diregio temporal adalah tipis, namun disini dilapisi oleh otot
temporalis. Basis cranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian
dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi.
Ronggatengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu fosa anterior tempat lobus
frontalis,fosa media tempat temporalis dan fosa posterior ruang bagi bagian
bawah batang otak dan serebelum.3,4
c. Meninges3,4
15
Selaput meninges menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan,
yaitu:
Gambar 2. Lapisan Pelindung Otak. (Dikutip dari: Wexner Medical Center. Available at:
http://medicalcenter.osu.edu/patientcare/healthcare_services/nervous_system/
meningitis/Pages/index.aspx)
1) Duramater
Duramater, secara embriologi berasal dari mesoderm. Terletak paling
luar, terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan luar (lapisan periosteal) langsung
melekat pada endosteum tabula interna dan lapisan dalam (lapisan
meningeal). Duramater merupakan selaput yang keras,terdiri atas jaringan
ikat fibrosa yang melekat erat pada permukaan dalam dari kranium.
Karena tidak melekat pada selaput arachnoid di bawahnya, maka terdapat
suatu ruang potensial (ruang subdura) yang terletak antara duramater dan
arachnoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural.
Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada
permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau
disebut Bridging Vein, dapat mengalami robekan dan menyebabkan
perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior mengalirkan darah vena ke
sinus transversus dan sinus sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat
mengakibatkan perdarahan hebat. Diperdarahi oleh arteri meningea
anterior, media, dan posterior. Masing-masing merupakan cabang dari
16
arteri opthtalmika untuk yang anterior, arteri carotis eksterna untuk yang
media, dan arteri vertebralis untuk yang posterior.
Arteri meningea terletak antara duramater dan permukaan dalam dari
kranium (ruang epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat
menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini dan menyebabkan perdarahan
epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri meningea
media yang terletak pada fosa temporalis.1,3,4
2) Arakhnoid
Arakhnoid, secara embriologi berasal dari ektoderm. Terletak tepat
dibawah duramater. Lapisan ini merupakan lapisan avaskuler,
mendapatkan nutrisi dari CSS (Cairan Serebospinal). Ke arah dalam,
lapisan ini memiliki banyak trabekula yang melekat pada lapisan epipial
dari piamater. Selaput ini dipisahkan dari dura mater oleh ruang potensial,
disebut spatium subdural, dan dari pia mater
oleh spatium subarakhnoid yang terisi oleh liquor serebrospinalis.
Perdarahan subarakhnoid umumnya disebabkan akibat cedera kepala.
3) Pia mater
Pia mater secara embriologis dan histologis sama dengan arachnoid,
hanya pada lapisan ini sel-selnya tidak saling tumpang tindih. Terdiri dari
dua lapisan yaitu lapisan epipial (luar) dan lapisan pia-glia (dalam).
Melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia mater adalah membrana
vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan masuk ke
dalam sulci yang paling dalam. Membrana ini membungkus saraf otak dan
menyatu dengan epineuriumnya. Arteri-arteri yang masuk ke dalam
substansi otak juga diliputi oleh pia mater.3,4
d. Otak
17
Gambar 3. Bagian otak (Dikutip dari: University of Maryland. Available at:
http://www.umm.edu/patiented/articles/what_brain_tumors_000089_1.htm)
Otak merupakan suatu struktur gelatin dengan berat pada orangdewasa
sekitar 14 kg. Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu proensefalon (otak
depan) terdiri dari serebrum dan diensefalon, mesensefalon (otak tengah) dan
rhombensefalon (otak belakang) terdiri dari pons,medula oblongata dan
serebellum. Fisura membagi otak menjadi beberapa lobus. Lobus frontal
berkaitan dengan fungsi emosi, fungsi motorik dan pusat ekspresi bicara.
Lobus parietal berhubungan dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang. Lobus
temporal mengatur fungsi memori tertentu. Lobus oksipital bertanggung jawab
dalam proses penglihatan. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem
aktivasi retikular yang berfungsi dalam kesadaran dan kewapadaan. Pada
medulla oblongata terdapat pusat kardiorespiratorik. Serebellum bertanggung
jawabdalam fungsi koordinasi dan keseimbangan.4
e. Cairan serebrospinalis
Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh plexus khoroideus
dengankecepatan produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari dari
ventrikel lateral melalui foramen monro menuju ventrikel III, dari
akuaduktus sylvius menuju
18
ventrikel IV. CSS akan direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui
granulasio arakhnoid yang terdapat pada sinus sagitalis superior. Adanya
darah dalam CSS dapat menyumbat granulasio arakhnoid sehingga
mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan kenaikan takanan
intracranial. Angka rata-rata pada kelompok populasi dewasa volume CSS
sekitar 150 ml dan dihasilkan sekitar 500 ml CSS per hari.4
Gambar 4. Aliran Cairan Cerebrospinal. (Dikutip dari: http://medic4u.webs.com/anatomy.htm)
f. Tentorium
Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang supratentorial
(terdiri dari fosa kranii anterior dan fosa kranii media) dan ruang infratentorial
(berisi fosa kranii posterior).4
g. Vaskularisasi Otak
Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis.
Keempat arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan
membentuk sirkulus Willisi. Vena-vena otak tidak mempunyai jaringan otot
didalamdindingnya yang sangat tipis dan tidak mempunyai katup. Vena
tersebut keluar dari otak dan bermuara ke dalam sinus venosus cranialis.4
1.2 FISIOLOGI KEPALA
Tekanan intrakranial (TIK) dipengaruhi oleh volume darah intrakranial, cairan
serebrospinal dan parenkim otak. Dalam keadaan normal TIK orang dewasa dalam
posisi terlentang sama dengan tekanan CSS yang diperoleh dari lumbal pungsi yaitu 4
19
– 10 mmHg (8). Kenaikan TIK dapat menurunkan perfusi otak dan menyebabkan atau
memperberat iskemia. Prognosis yang buruk terjadi pada penderita dengan TIK lebih
dari 20 mmHg, terutama bila menetap.
Pada saat cedera, segera terjadi massa seperti gumpalan darah dapat terus
bertambah sementara TIK masih dalam keadaan normal. Saat pengaliran CSS dan
darah intravaskuler mencapai titik dekompensasi maka TIK secara cepat akan
meningkat. Sebuah konsep sederhana dapat menerangkan tentang dinamika TIK.
Konsep utamanya adalah bahwa volume intrakranial harus selalu konstan, konsep ini
dikenal dengan Doktrin Monro-Kellie.
Otak memperoleh suplai darah yang besar yaitu sekitar 800ml/min atau 16%
dari cardiac output, untuk menyuplai oksigen dan glukosa yang cukup. Aliran darah
otak (ADO) normal ke dalam otak pada orang dewasa antara 50-55 ml per 100 gram
jaringan otak per menit. Pada anak, ADO bisa lebih besar tergantung pada usainya.
ADO dapat menurun 50% dalam 6-12 jam pertama sejak cedera pada keadaan cedera
otak berat dan koma. ADO akan meningkat dalam 2-3 hari berikutnya, tetapi pada
penderita yang tetap koma ADO tetap di bawah normal sampai beberapa hari atau
minggu setelah cedera. Mempertahankan tekanan perfusi otak/TPO (MAP-TIK) pada
level 60-70 mmHg sangat di rekomendasikan untuk meningkatkan ADO.4
2. CEDERA KEPALA
SINONIM: Trauma kapitis = cedera kepala = head injury = trauma kranioserebral =
Traumatic Brain Injury.2
2.1 DEFINISI
Trauma kapitis adalah trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung
ataupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu
gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik temporer maupun permanen.2
2.2 EPIDEMIOLOGI
Cedera kepala sangat sering dijumpai. Di Amerika setiap tahunnya kejadian
cedera kepala diperkirakan mencapai 500.000 kasus. 10 % dari penderita cedera
kepala meninggal sebelum datang ke Rumah sakit. Labih dari 100.000 penderita
menderita berbagai tingkat kecacatan akibat cedera kepala.2
20
Data-data yang didapat di USA dan mancanegara, dimana kecelakaan terjadi
hampir 15 menit. Sekitar 60% diantaranya bersifat fatal akibat adanya cedera kepala.
Data menunjukkan cedera kepala masih merupakan penyebab utama kesakitan dan
kecacatan pada usia <35 tahun. Dari seluruh kasus cedera kepala, hanya 3-5% saja
yang memerlukan tindakan operasi.2
Data-data yang didapat di Indonesia (1982) terjadi 55.498 kecelakaan lalu
lintas dimana setiap harinya meninggal sebanyak 34 orang dan 80% penyebabnya
adalah cedera kepala. Data-data yang didapat dari RSCM (1995-1998), terjadi 96%
trauma kapitis yang disebabkan oleh kecelakaan lalu-lintas, dimana 76% dari padanya
terjadi pada usia muda ± 25 tahun. Dari seluruh kasus cedera kepala, sebanyak 84%
hanya memerlukan tindakan konservatif. Sekitar 28% saja penderita cedera kepala
yang menjalani pemeriksaan CT Scan.1
Kontribusi paling banyak terhadap cedera kepala serius adalah kecelakaan
sepeda motor, dan sebagian besar diantaranya tidak menggunakan helm atau
menggunakan helm yang tidak memadai (>85%). Dalam hal ini yang dimaksud
dengan tidak memadai adalah helm yang terlalu tipis dan penggunaan helm tanpa
ikatan yang memadai, sehingga saat penderita terjatuh, helm sudah terlepas sebelum
kepala membentur lantai.1,3
2.3 ETIOLOGI
Sebagian besar penderita cedera kepala disebabkan oleh kecelakaan lalu-
lintas, berupa tabrakan sepeda motor, mobil, sepeda dan penyebrang jalan yang
ditabrak. Sisanya disebabkan oleh jatuh dari ketinggian, tertimpa benda (misalnya
ranting pohon, kayu, dsb), olahraga, korban kekerasan baik benda tumpul maupun
tajam (misalnya golok, parang, batang kayu, palu, dsb), kecelakaan kerja, kecelakaan
rumah tangga, kecelakaan olahraga, trauma tembak, dan lain-lain.3,5
2.4 MEKANISME CEDERA OTAK
1. Secara Statis (Static Loading)
Cedera otak timbul secara lambat, lebih lambat dari 200 milisekon. Tekanan pada
kepala terjadi secara lambat namun terus menerus sehingga timbul kerusakan
berturut-turut mulai dari kulit, tengkorak dan jaringan otak. Keadaan seperti ini
sangat jarang terjadi.6
2. Secara Dinamik (Dynamic Loading)
21
Cedera kepala timbul secara cepat, lebih cepat dari 200 milisekon, berbentuk
impulsif dan / atau impak.6
Trauma tidak langsung membentur kepala, tetapi terjadi pada waktu kepala
mendadak bergerak atau gerakan kepala berhenti mendadak, contoh : pukulan
pada tengkuk atau punggung akan menimbulkan gerakan fleksi dan ekstensi
dari kepala yang bisa menyebabkan cedera otak.6
a. Impak (Impact Loading)
Trauma yang langsung membentur kepala dapat menimbulkan 2 bentuk
impak:
Kontak / benturan langsung (contact injury)
Trauma yang langsung mengenai kepala dapat menimbulkan kelainan :
- Lokal, seperti fraktur tulang kepala, perdarahan ekstradura dan coup
kontusio
- Jauh (remote effect), seperti fraktur dasar tengkorak dan fraktur di
luar tempat trauma
- Memar otak contra coup dan memar otak intermediate disebabkan
oleh gelombang kejut (shock wave), dimana gelombang atau
getaran yang ditimbulkan oleh pukulan akan diteruskan di dalam
jaringan otak.3,6
Inersial (Inertial injury)
Karena perbedaan koefisien (massa) antara jaringan otak dengan
tulang, maka akan terjadi perbedaan gerak dari kedua jaringan
(akselerasi dan deselerasi) yang dapat menyebabkan gegar otak, cedera
akson difus (diffuse axonal injury), perdarahan subdural, memar otak
yang berbentuk coup, contra coup, dan intermediate.3,6
2.5 PATOFISIOLOGI
Trauma pada kepala dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan otak
langsung (primer) yang disebabkan oleh efek mekanik dari luar. Perluasan kerusakan
dari jaringan otak (sekunder) disebabkan oleh berbagai faktor seperti: kerusakan
sawar darah otak, gangguan aliran darah otak, gangguan metabolisme otak, gangguan
hormonal, pengeluaran bahan-bahan neurotransmitter, eritrosit, opioid endogen,
reaksi inflamasi dan radikal bebas.6
22
Kerusakan jaringan otak akibat trauma langsung
Kulit kepala dan tengkorak merupakan unsur pelindung bagi jaringan otak
terhadap benturan pada kepala. Bila terjadi benturan, sebagian tenaga benturan akan
diserap atau dikurangi oleh unsur pelindung tersebut. Sebagian tenaga benturan
dihantarkan ke tengkorak yang relatif memiliki elastisitas, yakni tengkorak mampu
sedikit melekuk ke arah dalam. Tekanan maksimal terjadi pada saat benturan dan
beberapa milidetik kemudian diikuti dengan getaran-getaran yang berangsur mengecil
hingga reda. Pukulan yang lebih kuat akan menyebabkan terjadinya deformitas
tengkorak dengan lekukan yang sesuai dengan arah datangnya benturan dimana
besarnya lekukan sesuai dengan sudut datangnya arah benturan. Bila lekukan
melebihi batas toleransi jaringan tengkorak, tengkorak akan mengalami fraktur.
Fraktur tengkorak dapat berbentuk sebagai garis lurus, impresi / depresi, diastase
sutura atau fraktur multiple disertai fraktur dasar tengkorak.6
Mekanisme kerusakan otak pada cedera otak dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Kerusakan jaringan otak langsung oleh impresi atau depresi tulang tengkorak
sehingga timbul lesi “ coup” (cedera di tempat benturan).3,6
b. Perbedaan massa dari jaringan otak dan dari tulang kepala menyebabkan perbedaan
percepatan getaran berupa akselerasi, deselerasi dan rotasi. Kekuatan gerak ini
dapat menimbulkan cedera otak berupa kompresi, peregangan dan pemotongan.
Benturan dari arah samping akan mengakibatkan terjadinya gerakan atau gesekan
antara massa jaringan otak dengan bagian tulang kepala yang menonjol atau
bagian-bagian yang keras seperti falk dengan tentoriumnya maupun dasar
tengkorak dan dapat timbul lesi baik coup maupun contra coup. Lesi coup berupa
kerusakan berseberangan atau jauh dari tempat benturan misalnya di dasar
tengkoran. Benturan pada bagian depan (frontal), otak akan bergerak dari arah
antero-posterior, sebaliknya pada pukulan dari belakang (occipital), otak bergerak
dari arah postero-anterior sedangkan pukulan di daerah puncak kepala (vertex),
otak bergerak secara vertikal. Gerakan-gerakan tersebut menyebabkan terjadinya
coup dan contra coup.3,6
c. Bila terjadi benturan, akan timbul gelombang kejut (shock wave) yang akan
diteruskan melalui massa jaringan otak dan tulang. Gelombang tersebut
menimbulkan tekanan pada jaringan, dan bila tekanan cukup besar akan
menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan otak melalui proses pemotongan dan
23
robekan. Kerusakan yang ditimbulkan dapat berupa : “Intermediate coup”, contra
coup, cedera akson yang difus disertai perdarahan intraserebral.3,6
d. Perbedaan percepatan akan menimbulkan tekanan positif di tempat benturan dan
tekanan negatif di tempat yang berlawanan pada saat terjadi benturan. Kemudian
disusul dengan proses kebalikannya, yakni terjadi tekanan negatif di tempat
benturan dan tekanan positif di tempat yang berlawanan dengan akibat timbulnya
gelembung (kavitasi) yang menimbulkan kerusakan pada jaringan otak (lesi coup
dan contra coup).6
2.6 KLASIFIKASI
2.6.1 Berdasarkan Saat Terjadinya
Lesi (kerusakan) yang dapat timbul pada cedera kepala terdiri atas 2 jenis
yaitu lesi primer dan lesi sekunder.
Lesi Primer
Lesi primer timbul langsung pada saat terjadinya trauma, bisa bersifat lokal
maupun difus.
- Lesi lokal berupa robekan pada kulit kepala, otot-otot dan tendo pada
kepala mengalami kontusio, dapat terjadi perdarahan sub galeal maupun
fraktur tulang tengkorak. Demikian juga dapat terjadi kontusio jaringan
otak.
- Lesi difus merupakan cedera aksonal difus dan kerusakan mikrovaskular
difus.1,3
Lesi Sekunder
Lesi sekunder timbul beberapa waktu setelah terjadi trauma, menyusul
kerusakan primer. Umumnya disebabkan oleh keadaan iskemi-hipoksia, edema
serebri, vasodilatasi, perdarahan subdural, perdarahan epidural, perdarahan
subaraknoidal, perdarahan intraserebral, dan infeksi.1,3
2.6.2 Berdasarkan patologi:
Komosio serebri
Kontusio serebri
Laserasio serebri2
Komosio Cerebri/Cedera Kepala Ringan
24
Cedera Kepala Ringan (CKR) adalah klasifikasi berdasarkan pemeriksaan
klinis, sedangkan komosio serebri adalah klasifikasi berdasarkan patologi. CKR
dianalogikan sama dengan komosio serebri. Di klinik, klasifikasi CKR lebih umum
dipakai karena memiliki beberapa keuntungan yaitu:
1.Mempergunakan GCS yang berguna untuk menilai berat ringannya cedera,
penilaiannya mudah bagi dokter spesialis, dokter umum, maupun paramedis,
dan nilai GCS dapat dipakai sebagai monitoring kondisi pasien
2.Menilai scanning otak, sehingga akurasi adanya kerusakan otak lebih
tinggi.1,7
Kontusio Cerebri
Diartikan sebagai kerusakan jaringan otak tanpa disertai robeknya piamater.
Kerusakan tersebut berupa gabungan antara daerah perdarahan (kerusakan pembuluh
darah kecil seperti kapiler, vena, dan arteri), nekrosis otak dan infark. Terutama
melibatkan puncak-puncak gyrus karena bagian ini akan bergesekan dengan
penonjolan dan lekukan tulang saat terjadi benturan.1,7,8
Terdapat perdarahan kecil disertai edema pada parenkim otak. Dapat timbul
perubahan patologi pada tempat cedera (coup) atau di tempat yang berlawanan dari
cedera (countre-coup). Kontusio intermediate coup terletak diantara lesi coup dan
countre coup.1,3,8
Gambar 5. Cedera Countre-Coup (Dikutip dari: http://ffden-2.phys.uaf.edu/211_fall2010.web.dir/karlin_swearingen/pages/
low_velocity.html)
Lesi kontusio sering berkembang sejalan dengan waktu, sebabnya antara lain
adalah perdarahan yang terus berlangsung, iskemik-nekrosis, dan diikuti oleh edema
25
vasogenik. Selanjutnya lesi akan mengalami reabsorbsi terhadap eritrosit yang lisis
(48-72 jam), disusul dengan infiltrasi makrofag (24 jam – beberapa minggu) dan
gliosis aktif yang terus berlangsung secara progresif (mulai dari 48 jam). Secara
makroskopik terlihat sebagai lesi kistik kecoklatan.6
Gejala yang timbul bergantung kepada ukuran dan lokasi kontusio. Jika
melibatkan lobus frontal dan temporal bilateral, disebut ‘cedera tetrapolar’,
memberikan gejala TTIK (Tekanan Tinggi Intra Kranial), tanpa pergeseran garis
tengah (midline shift) dan disertai koma atau penurunan kesadaran yang progresif.
Gambaran CT scan berupa daerah kecil hiperdens yang disertai atau dikelilingi oleh
daerah hipodens karena edema dan jaringan otak yang nekrosis.3
Laserasio Cerebri
Jika kerusakan tersebut disertai dengan robeknya piamater. Laserasi biasanya
berkaitan dengan adanya perdarahan subarachnoid traumatika, subdural akut, dan
intraserebral. Laserasi dapat dibedakan atas laserasi langsung dan tidak langsung.
Laserasi langsung disebabkan oleh luka tembus kepala yang disebabkan oleh benda
asing atau penetrasi fragmen fraktur terutama pada fraktur depressed terbuka,
sedangkan laserasi tak langsung disebabkan oleh deformasi jaringan yang hebat akibat
dari kekuatan mekanis.3
2.6.3 Berdasarkan lokasi lesi
Lesi diffus
Lesi kerusakan vaskuler otak
Lesi fokal
o Kontusio dan laserasi serebri
o Hematoma intrakranial
Hematoma ekstradural
Hematoma subdural
Hematoma intraparenkim
Hematoma subarakhnoid
Hematoma intraserebral
Hematoma intraserebellar.2
Lesi difusa
26
Cedera otak ini disebut dengan istilah difus oleh karena secara makroskopis
tidak ditemukan adanya lesi yang dapat menimbulkan gangguan fungsi neurologik,
meskipun pada kenyataannya pasien mengalami amnesia atau penurunan kesadaran
bahkan sampai koma.1
Penurunan kesadaran dan/atau kelainan neurologik tersebut diatas bukan
disebabkan oleh karena penekanan ataupun distorsi batang otak oleh massa yang
mendesak, tetapi lebih banyak disebabkan oleh kerusakan langsung pada batang otak
atau jaringan serebrum. Pemeriksaan patologis telah membuktikan adanya kerusakan
pada sejumlah besar akson mulai dari derajat yang ringan berupa regangan sampai
derajat yang lebih berat berupa disrupsi/putusnya akson. Manifestasi klinisnya pada
umumnya tergantung pada banyak sedikitnya akson yang mengalami kerusakan.3
Pada keadaan yang berat proses akselerasi dan deselerasi juga menyebabkan
kerusakan jaringan pembuluh darah, sehingga pada CT-scan sering tampak gambaran
bercak-bercak perdarahan di substansia alba mulai dari subkorteks, korpus kalosum
sampai ke batang otak serta edema di daerah yang mengalami kerusakan. Jadi pada
CT-scan hanya terlihat kerusakan yang seringkali menyertai kerusakan difus pada
akson yang berupa bercak-bercak perdarahan yang lebih dikenal dengan istilah tissue
tear hemorrages. 3
Tergantung dari berat ringannya cedera otak difus ini, manifestasi klinisnya
dapat berupa:
1. Cedera Akson Difus (“Diffuse Axonal Injury” = DAI)
Keadaan ini ditandai dengan adanya koma yang berlangsung lebih dari 6 jam.
Pemeriksaan radiologis tidak menunjukkan adanya lesi fokal baik berupa massa
maupun daerah yang iskemik. Gambaran klinis DAI ditandai dengan koma sejak
kejadian, suatu keadaan dimana penderita secara total tidak sadar terhadap dirinya dan
sekelilingnya dan tidak mampu memberi reaksi yang berarti terhadap rangsangan dari
luar. Koma disini disebabkan oleh karena kerusakan langsung dari akson sehingga
dipakai istilah cedera akson difus.3
Untuk keperluan klinis dan penentuan prognosis, DAI dibagi menjadi :
27
a. DAI ringan. Di sini koma berlangsung selama 6-24 jam. Bisa disertai defisit
neurologik dan kognitif yang berlangsung cukup lama sampai permanen. Jenis
ini relatif jarang ditemukan.
b. DAI sedang. Koma berlangsung lebih dari 24 jam tanpa disertai gangguan
fungsi batang otak. Jenis inilah yang paling banyak ditemui, terdapat pada 45
% dari semua kasus DAI. Dengan terapi agresif angka kematiannya adalah 20
%.
c. DAI berat. Koma berlangsung lebih dari 24 jam dan disertai disfungsi
batang otak tanpa adanya proses desak ruang yang berarti. Angka kematiannya
mencapai 57 % dan menyebabkan cacat neurologis yang berat.6
2. Cedera Vaskular Difus (“Diffuse Vaskular Injury” = DVI)
Ditandai dengan perdarahan kecil-kecil yang menyebar pada seluruh hemisfer,
khususnya masa putih daerah lobus frontal, temporal, dan batang otak, biasanya
pasien segera meninggal dalam beberapa menit.3
Lesi Fokal
Hematoma ekstradural
Lebih lazim disebut epidural hematoma (EDH), adalah suatu hematom yang
cepat terakumulasi di antara duramater dan tabula interna. Paling sering terletak pada
daerah temporal dan frontal. Biasanya disebabkan oleh pecahnya arteri meningea
media. Jika tidak ditangani dengan cepat akan menyebabkan kematian.1,2,3,9,10
Hematoma subdural
Terjadi ketika vena di antara duramater dan arachnoid (bridging vein) robek.
Lesi ini lebih sering ditemukan daripada EDH. Pasien dapat kehilangan kesadaran
saat terjadi cedera.1,3,10
Hematoma subarakhnoid
Paling sering ditemukan pada cedera kepala, umumnya menyertai lesi lain.
Perdarahan terletak di antara arachnoid dan piamater, mengisi ruang subarachnoid.1,3,10
Hematoma intraserebral
Atau lebih dikenal dengan intraserebral hematoma (ICH), diartikan sebagai
hematoma yang terbentuk pada jaringan otak (parenkim) sebagai akibat dari adanya
28
robekan pembuluh darah. Terutama melibatkan lobus frontal dan temporal (80-90
persen), tetapi dapat juga melibatkan korpus kallosum, batang otak, dan ganglia
basalis.1,2,3
Hematoma intraserebellar
Merupakan perdarahan yang terjadi pada serebelum. Lesi ini jarang terjadi
pada trauma, umumnya merupakan perdarahan spontan. Prinsipnya hampir sama
dengan ICH, tetapi secara anatomis harus diingat bahwa kompartemen infratentorial
lebih sempit dan ada struktur penting di depannya, yaitu batang otak.2,3
3. Berdasarkan derajat kesadaran berdasarkan GCS2
Kategori GCS Gambaran Klinik CT Scan Otak
Minimal 15 Pingsan (-), defisit neurologik (-) Normal
Ringan 13-15 Pingsan <10 menit, defisit neurologik (-) Normal
Sedang 9-12 Pingsan >10 menit s/d 6 jam, defisit
neurologik (+)
Abnormal
Berat 3-8 Pingsan > 6 jam, defisit neurologik (+) Abnormal
Catatan:
1.Tujuan klasifikasi ini untuk pedoman triase di gawat darurat
2.Jika abnormalitas CT Scan berupa perdarahan intrakranial, penderita
dimasukkan klasifikasi trauma kapitis berat2
1.7 DIAGNOSIS
Penegakan diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan:
1. Anamnesis
a. Trauma kapitis dengan/tanpa gangguan kesadaran atau dengan interval
lucid
b. Perdarahan/otorrhea/rhinorrhea
c. Amnesia traumatika (retrograd/anterograd)
2. Hasil pemeriksaan klinis neurologis
3. Foto kepala polos, posisi AP, lateral, tangensial
4. Foto lain dilakukan atas indikasi termasuk foto servikal
5. CT scan otak: untuk melihat kelainan yang mungkin terjadi.2
Pemeriksaan Klinis Umum dan Neurologis
29
1. Penilaian kesadaran berdasarkan GCS
2. Penilaian fungsi vital
3. Otorrhea/rhinorrhea
4. Ekimosis periorbital bilateral/eyes/hematoma kaca mata
5. Ekimosis mastoid bilateral/Battle’s sign
6. Gangguan fokal neurologik
7. Fungsi motorik: lateralisasi, kekuatan otot
8. Refleks tendon, refleks patologis
9. Pemeriksaan fungsi batang otak
10. Pemeriksaan pupil
11. Refleks kornea
12. Doll’s eye phenomenone
13. Monitor pola pernafasan
14. Gangguan fungsi otonom
15. Funduskopi.2
HEMATOMA EPIDURAL
Tanda diagnostik klinik:
1. Lucid interval (+)
2. Kesadaran makin menurun
3. Late hemiparese kontralateral lesi
4. Pupil anisokor
5. Babinsky (+) kontralateral lesi
6. Fraktur di daerah temporal.2,3,5,10
Hematoma Epidural di Fossa Posterior
Gejala dan tanda klinis:
1. Lucid interval tidak jelas
2. Fraktur kranii oksipital
3. Kehilangan kesadaran cepat
4. Gangguan cerebellum, batang otak dan pernafasan
5. Pupil isokor 2,3,5,10
Penunjang diagnostik:
30
- CT scan otak: gambaran hiperdens (perdarahan) di tulang tengkorak dan
duramater,umumnya daerah temporal, dan tampak bikonveks2,3,5
Gambar 6. CT Scan Hematom Epidural. (Dikutip dari: http://classic.muhealth.org/neuromed/images/epidural.jpeg)
-
HEMATOMA SUBDURAL
Perdarahan yang terjadi di antara duramater-arakhnoid, akibat robeknya ‘bridging
vein´
(vena jembatan). Jenis:
a. Akut : interval lucid 0-5 hari
b. Subakut : interval ucid 5 hari - beberapa minggu
c. Kronik : interval lucid >3 bulan2
Hematoma Subdural Akut
Gejala dan tanda klinis:
Sakit kepala
Kesadaran menurun2
Penunjang diagnostik:
CT scan otak: gambaran hiperdens (perdarahan) diantara duramater dan
arakhnoid, umumnya karena robekan dari bridging vein, dan tampak seperti
bulan sabit.1,2,3,5,7,10
31
Gambar 7. CT Scan Hematom Subdural. (Dikutip dari: http://webmm.ahrq.gov/media/cases/images/case6_fig1.jpg)
HEMATOMA INTRASEREBRAL
Adalah perdarahan parenkim otak, disebabkan karena pecahnya arteri intraserebral
mono- atau multiple.3,6
Gambar 8. CT Scan Intracranial hemorrhage (Dikutip dari: http://www.stritch.luc.edu/lumen/MedEd/Radio/curriculum/Neurology/IC_hemorrhage2.htm)
FRAKTUR BASIS KRANII
1. Anterior
Gejala dan tanda klinis :
- Keluarnya cairan likuor melalui hidung/rhinorea
- Perdarahan bilateral periorbital ecchymosis/raccoon eye
- anosmia2,3
32
Gambar 9. Bilateral Periorbital Ecchymosis/Raccoon Eye (Dikutip dari: http://doctorsgates.blogspot.com/2011/02/raccoon-eyes-sign-for-basal-skull.html)
2. Media
Gejala dan tanda klinis
- Keluarnya cairan likuor melalui telinga/otorrhea2,3,9
3. Posterior
Gejala dan tanda klinis :
- Bilateral mastoid ecchymosis/battle’s sign2,3,5
Gambar 10. Bilateral Mastoid Ecchymosis/Battle’s Sign (Dikutip dari: http://www.aic.cuhk.edu.hk/web8/Battle%27s%20sign.htm)
Penunjang diagnostik:
- Memastikan cairan serebrospinal secara sederahan dengann tes halo
- Scaning otak resolusi tinggi dan irisan 3mm (50% +)(high resolution and thin
section)2
DIFFUSE AXONAL INJURY (DAI)
Gejala dan tanda kllinis :
- Koma lama trauma kapitis
- Disfungsi saraf otonom
- Demam tinggi 2
33
Penunjang diagnostik:
CT scan otak
Awal normal, tidak ada tanda adanya perdarahan, edema, kontusio
Ulangan setelah 24 jam, edema otak luas2
PERDARAHAN SUBARAKNOID TRAUMATIKA
Gejala dan tanda klinis:
- Kaku kuduk
- Nyeri kepala
- Bisa didapati gangguan kesadaran
Penunjang diagnostik:
CT scan otak: perdarahan (hiperdens) diruang subarakhnoid2,6,8
Gambar 11. CT Scan Subarachnoid Hemorrhage (Dikutip dari: http://www.neurographics.org/3/1/2/4.shtml)
Diagnostik Pasca Perawatan
1. Minimal (Simple Head Injury)
GCS 15, tidak ada penurunan kesadaran, tidak ada amnesia pasca trauma
(APT), tidak ada defisit neurologis
2. Trauma kapitis ringan (Mild Head Injury)
GCS 13-15, CT Scan normal, pingsan < 30 menit, tidak ada lesi operatif,
rawat RS< 48 jam, amnesia pada trauma (APT) < 1 jam
3. Trauma kapitis sedang (Moderate Head Injury)
GCS 9-12 dan dirawat > 48 jam, atau
34
GCS > 12 akan tetapi ada lesi operatif intrakranial atau
abnormal CT scan, pingsan >30 menit ± 24 jam, APT 1-24 jam
4. Trauma kapitis berat (Severe Head Injury)
GCS < 9 yang menetap dalam 48 jam sesudah trauma, pingsan > 24 jam, APT
> 7 hari.1,2
2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Darah tepi lengkap
Gula darah sewaktu
Ureum kreatinin
Albumin serum (hari ke-1)
Analisa gas darah (Astrup)
Elektrolit darah dan elektrolit urin (bila perlu)
Trombosit, PT, aPTT, fibrinogen (bila dicurigai ada kelainan hematologis)7,9
Pemeriksaan Radiologi
Foto kepala AP/Lateral, dan foto leher (bila didapatkan fraktur servikal, kerah
leher/ collar neck yang telah terpasang tidak dilepas)
Foto anggota gerak, dada, dan abdomen dibuat atas indikasi
Scanning otak untuk menentukan luas dan letak lesi intrakranial (edema,
kontusio, hematoma)7,9,10
Neurobehaviour
Pemeriksaan neuropsikologi dan neuropsikiatri7
2.9 PENATALAKSANAAN
Terapi Kasus ringan
1. Pemeriksaan status umum dan neurologi
2. Perawatan pada luka
3. Pasien dipulangkan dengan pengawasan ketat oleh keluarga selama 48 jam
Bila selama dirumah terdapat hal-hal sebagai berikut :
- Pasien cenderung mengantuk
- Sakit kepala yang semakin berat
- Muntah proyektil
35
Maka pasien harus segera kembali ke rumah sakit
4. Pasien perlu dirawat apabila ada hal-hal berikut:
- Ada gangguan orientasi (waktu, tempat)
- Sakit kepala dan muntah
- Tidak ada yang mengawasi dirumah
- Letak rumah jauh atau sulit untuk kembali kerumah sakit2
Terapi Cedera Kepala Ringan
Indikasi rawat inap CKR:
Nilai GCS <15
Orientasi (waktu dan tempat) terganggu, adanya amnesia
Gejala sakit kepala, muntah, dan vertigo
Fraktur tulang kepala
Tidak ada yang bisa mengawasi dengan baik di rumah
Lama perawatan minimal 24 jam sampai 3 hari, kecuali terjadi hematoma
intrakranial7
Tujuan rawat inap CKR:
Mengatasi gejala (muntah, sakit kepala, vertigo)
Mengevaluasi adanya keluhan (terutama) gangguan fungsi luhur pasca trauma
berkepanjangan yang akan mempengaruhi kualitas hidup
Menilai kemungkinan terjadinya hematoma epidural atau hematoma subdural3,7
Pemeriksaan penunjang CKR
Laboratorium: darah tepi lengkap
Foto kepala AP/lateral, foto servikal kalau perlu
CT Scan kepala saat masuk dan diulang bila ada hematoma intrakranial
dengan gejala riwayat lucide interval, sakit kepala progresif, muntah proyektil,
kesadaran menurun, dan gejala lateralisasi2,3,7
Tata laksana dan tindak lanjut
Tirah baring dengan kepala ditinggalkan 20°- 30°, dimana posisi kepala dan
dada pada satu bidang, lamanya disesuaikan dengan keluhan (sakit kepala,
muntah, vertigo). Mobilisasi bertahap harus dilakukan secepatnya
Simtomatis:
36
-Analgetik (parasetamol, asam mefenamat), anti vertigo (beta histin mesilat),
-Antiemetik
-Antibiotik jika ada luka (ampicilin 4x500 mg)
-Perawatan luka
-Muntah (+), berikan IVFD NaCl 0,9% atau Ringer Laktat 1 kolf/12 jam,
untuk mencegah dehidrasi1,7
Unit terkait
PPM bedah saraf bila ada hematoma epidural atau hematom subdural yang
perlu tindakan bedah.1,7
Terapi Cedera Kepala Sedang dan Berat
Urutan tindakan menurut prioritas
Resusitasi jantung paru, dengan tindakan Airway (A), Breathing (B), dan Circulation
(C)
A: Posisi kepala ekstensi untuk membebaskan jalan nafas dari lidah yang turun ke
bawah
-Bila perlu pasang pipa orofaring atau pipa endotrakeal
-Bersihkan sisa muntahan, darah, lendir, atau gigi palsu
-Isi lambung dikosongkan melalui pipa nasogastrik untuk menghindari aspirasi
B:Berikan oksigen dosis tinggi 10-15 liter/menit, intermitten
Bila perlu pakai ventilator
C: Jika terjadi hipotensi (sistolik < 90 mmHg), cari penyebabnya, oleh faktor
ekstrakranial berupa hipovolemi akibat perdarahan luar atau ruptur alat dalam, trauma
dada disertai tamponade jantung atau pneumotorak dan shock septik.
Tindakan tata laksana:
Menghentikan sumber perdarahan
Restorasi volume darah dengan cairan isotonik, yaitu NaCl 0,9% atau ringer
laktat per infus
Mengganti darah yang hilang dengan plasma, hydroxyethyl starch atau darah1,7
Pemeriksaan fisik CKS/CKB
Dilakukan setelah resusitasi ABC, meliputi:
37
Kesadaran
Tekanan darah, nadi, dan frekuensi pernapasan
Pupil
Defisit fokal serebral
Cedera ekstrakranial (dengan konsultasi dan kerjasama tim)7
Setiap hari dievaluasi, setiap perburukan dari salah satu komponen di atas bisa
diartikan timbulnya kerusakan sekunder
Pemeriksaan Penunjang CKS/CKB
Lihat pemeriksaan radiologi dan laboratorium1,7
Tekanan Intra Kranial meninggi
Bila ada fasilitas, untuk mengukur naik-turunnya TIK sebaiknya dipasang monitor
TIK. TIK normal adalah 0-15 mmHg. Di atas 20 mmHg, sudah harus diturunkan
dengan cara:
- Hiperventilasi:
Lakukan hiperventilasi dengan ventilasi terkontrol, sasaran pCO2
dipertahankan antara 30-35 mmHg selama 48 sampai 72 jam, lalu dicoba
dilepas dengan mengurangi hiperventilasi, bila TIK naik lagi, hiperbentilasi
diteruskan 24-48 jam. Bila TIK tidak menurun dengan hiperventilasi periksa
gas darah dan lakukan CT Scan ulang1,2,3,7
- Terapi diuretik:
Diuretik osmotik (manitol 20%)
Cara pemberian:
Bolus 0,5-1 g/kgBB dalam 30 menit, dilanjutkan 0,25-0,5g/kgBB
setiap 6jam, selama 24-48 jam. Monitor osmolalitas serum tidak
melebihi 320 mOsm.
Loop diuretik (furosemid)
Pemberian bersama manitol memiliki efek sinergik dan
memperpanjang efek osmotik serum oleh manitol. Dosis: 40mg/hari
Terapi barbiturat
Diberikan jika tidak reseponsif terhadap semua jenis terapi di atas.
38
Cara pemberian:
Bolus 10 mg/kgBB iv selama ½ jam, dilanjutkan 2-3 mg/kgBB/jam
selama 3 jam, lalu pertahankan pada kadar serum 3-4 mg% dengan
dosis sekitar 1mg/kgBB/jam. Setelah TIK terkontrol <20 mmHg
selama 24-48 jam, dosis diturunkan bertahap selama 3 hari.
Posis tidur
Bagian kepala ditinggikan 20-30 derajat dengan kepala dan dada dalam
satu bidang.1,7
Keseimbangan cairan dan elektrolit
Saat awal pemasukan cairan dikurangi untuk mencegah bertambahnya edema
serebri dengan jumlah cairan 1500-2000 ml/hari parenteral, dapat dipakai cairan
kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer laktat, jangan diberikan cairan yang
mengandung glukosa. Keseimbangan cairan tercapai bila tekanan darah stabil normal,
takikardi kembali normal dan volume urin ≥ 30 ml/jam. Setelah 3-4 hari dimulai
makanan peroral melalui pipa nasogastrik. Bila terjadi gangguan keseimbangan cairan
elektrolit (pemberian diuretik, diabetes insipidus, SIADH), pemasukan cairan harus
disesuaikan. Pada keadaan ini perlu dipantau kadar elektrolit, gula darah, ureum,
kreatinin, dan osmolalitas darah.1,7
Nutrisi
Kebutuhan energi rata-rata pada CKB meningkat rata-rata 40%, kebutuhan
protein 1,5-2 g/kgBB/hari, lipid 10-40% dari kebutuhan kalori/hari, dan zinc 12
mg/hari
Selain infus, nutrisi diberikan melalui pipa nasogastrik:
- Hari ke-1: berikan glukosa 10% sebanyak 100ml/2jam
- Hari ke-2: berikan susu dengan dosis seperti glukosa
- Hari ke-3 dan seterusnya: makanan cair 2000-3000 kalori per hari disesuaikan
dengan keseimbangan elektrolit.1,7
Neuroproteksi
Adanya tenggang waktu antara terjadinya trauma dan timbulnya kerusakan
jaringan saraf memberi waktu bagi kita untuk memberikan neuroprotektor
Obat-obat tersebut antara lain:
39
Antagonis kalsium atau nimodipin (terutama diberikan pada SAH), sitikolin,
dan piracetam 12 gr/hari yang diberikan selama 7 hari.1,7
Komplikasi
- Epilepsi/kejang
Epilepsi yang terjadi dalam minggu pertama setelah trauma disebut early
epilepsy, dan yang terjadi setelah minggu pertama disebut late eplepsy.
Profilaksis dengan anti kejang diberikan pada yang berisiko tinggi untuk
terjadinya kejang pasca CKB, yaitu:
GCS <10, kontusio kortikasl, fraktur kompresi tulang tengkorak,
Hematom Subdural, Hematom Epidural
Hematom Intracerebral, luka tembus dan kejang yang terjadi dalam
kurun waktu <24 jam pasca cedera
Pengobatan
Kejang pertama: saat kejang diberikan diazepam 10 mg i.v, dilanjutkan
dengan fenitoin 200mg peroral, dan seterusnya diberikan 3-4 x 100
mg/hari
Profilaksis:
Diberikan fenitoin 3-4x 100mg/hari atau karbamazepin 3x200 mg/hari
selama 7-10 hari.1,3,7
- Infeksi
Profilaksis antibiotik diberikan bila ada risiko tinggi infeksi seperti
pada fraktur tulang terbuka, luka luar, dan fraktur basis kranii.
Antibiotik yang diberikan: ampisilin 3x1 gr/hari i.v selama 10 hari
Bila ada kecurigaan infeksi pada meningen, diberikan antibiotika dengan dosis
meningitis, misalnya ampisilin 4x3 gr/hari i.v dan kloramfenikol 4x 1,5-2gr i.v
selama 10 hari. Untuk gram negatif meningitis, terapi diberikan selama 21 hari
atau 10 hari setelah kultur cairan serebrospinal negatif. 1,3,7
- Demam
40
Setiap kenaikan suhu harus dicari dan diatasi penyebabnya. Selain itu
dilakukan tindakan menurunkan suhu dengan kompres pada kepala, ketiak,
dan lipat paha. Dan ditambahkan obat antipiretik. 1,3,7
- Gastrointestinal
Pada pasien CKB sering ditemukan gastritis erosi dan lesi gastroduodenal lain,
dengan 19-24% diantaranya akan berdarah. Penderita cedera kepala akan
mengalami peningkatan rangsang simpatik yang mengakibatkan gangguan
fungsi pertahanan mukosa sehingga mudah terjadi erosi. Keadaan ini dapat
dicegah dengan pemberian antasida 3x1 peroral atau bersama H2 reseptor
bloker yaitu simetidine, ranitidin, atau famotidin yang diberikan 3x1 ampul i.v
selama 5 hari, atau Proton Pump Inhibitor seperti omeprazole. 1,3,7
- Edema pulmonum
Dapat terjadi pada gangguan fungsi hipotalamus yang mengakibatkan
penguncupan vena-vena paru. Dapat dilakukan pemberian hiperosmotika dan
pemberian diuretika serta oksigen. 1,3,7
Neurorestorasi /neurorehabilitasi
- Pasien dengan penurunan kesadaran, program neurorestorasi /neurorehabilitasi
dilakukan untuk mencegah ulkus dekubitus dengan perubahan posisi berbaring
tiap 8 jam, pneumonia ortostatik dengan perubahan posisi berbaring tiap 8
jam, dan ekstermitas digerakkan secara pasif.
- Pasien sadar, dilakukan pemeriksaan neurologis ulang termasuk pemeriksaan
kortikal luhur, karena banyak gejala sisa berupa gangguan kortikal luhur yang
menurunkan kualitas hidup pasca cedera kranio serebral. 1,7
Indikasi operasi penderita trauma kapitis
1. EDH (epidural hematoma):
a. > 40cc dengan midline shifting pada daerah temporal/frontal/parietal denagn fungsi
batang otak masih baik.
41
b. >30cc pada daerah fossa posterior dengan tanda-tanda penekanan batang otak atau
hidrosefalus denagn fungsi batang otak atau hidrosefalus dengan fungsi batang otak
masih baik
c. EDH progresif
d. EDH tipis dengan penurunan kesadaran bukan indikasi operasi
2. SDH (subdural hematoma)
a. SDH luas (>40cc/>5mm)dengan GCS >6, fungsi batang otak masih baik
b. SDH tipis dengan penurunan kesadran bukan indikasi operasi.
c. SDH dengan edema serebri/kontusio serebri disertai midline shift dengan fungsi
batang otak masih baik
3. ICH (perdarahan intraserebral) pasca trauma
Indikasi operasi ICH pasca trauma:
a. Penurunan kesadaran progresif
b. Hipertensi dan bradikardi dan tanda-tanda gangguan nafas (cushing refleks)
c. Perburukan defisit neurologi fokal
4. Fraktur impresi melebihi 1 diploe
5. Fraktur kranii dengan laserasi serebri
6. Fraktur kranii terbuka (pencegahan infeksi intra-kranial)
7. Edema serebri berat yang disertai tanda peningkatan TIK, dipertimbangkan operasi
dekompensasi.2
2.10 PROGNOSISSkor GCS penting untuk menilai tingkat kesadaran dan berat ringannya trauma kapitis.3
Diffuse
Injury Grade
CT appearance Mortality
I Normal CT Scan 9.6%
II Cisterns present.
Midline shift <5 mm
13,5%
III Cisterns compressed/
absent. Midline shift <5 mm
34%
IV Midline shift >5 mm 56,2%
2.11 PENCEGAHAN DAN EDUKASI
Yang sangat efektif adalah pendidikan masyarakat
42
Penggunaan helm penyelamat dan memadai. Angka kematian 4600 (1962)
2400 (1992)
Penggunaan sabuk keamanan 11% (1982) 66% (1992)
Penggunaan kantong udara 550.000 jiwa terselamatkan, 40.000 pengemudi
terhindar dari kerusakan yang serius
Perilaku pengemudi
Kecepatan kendaraan.1,3
43
BAB III
DAFTAR PUSTAKA
1. Alfa AY. Penatalaksanaan Medis (Non-Bedah) Cedera Kepala. In: Basuki A, Dian
S.Kegawatdaruratan Neurologi. 2nd Ed. Bandung: Departemen/UPF Ilmu Penyakit
Saraf Fakultas Kedokteran UNPAD. 2009. p61-74.
2. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI). Trauma Kapitis. In:
Konsensus Nasional Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma Spinal. Jakarta:
PERDOSSI Bagian Neurologi FKUI/RSCM. 2006. p1-18.
3. Japardi I. Cedera Kepala: Memahami Aspek-aspek Penting dalam Pengelolaan
Penderita Cedera Kepala. Jakarta : PT Bhuana Ilmu Populer. 2004. p1-154.
4. Wilson LM, Hartwig MS. Anatomi dan Fisiologi Sistem Saraf. In: Price SA.
Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. 6th Ed. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC. 2006. p1006-1042
5. Ginsberg L. Bedah Saraf: Cedera Kepala dan Tumor Otak. In: Lecture Notes:
Neurologi. 8th Ed. Jakarta: Penerbit Erlangga. 2007. p114-117
6. Kasan U. Jurnal Cedera Kepala. Available at:
http://images.neurosurg.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/
SZQ@KQoKCDUAAGkRGyM1/CEDERA%20KEPALA.DOC?
key=neurosurg:journal:9&nmid=198747111. Accessed on: November 20 2012.
7. RSUP Nasional Dr.Cipto Mangunkusumo. Komosio Cerebri, CKR, CKS, CKB.
In: Panduan Pelayanan Medis Departemen Neurologi. Pusat Penerbitan Bagian
Neurologi FKUI/RSCM. 2007. p51-58
8. Mayo Clinic. Traumatic brain injury. Available at:
http://www.mayoclinic.com/health/traumatic-brain-injury/DS00552. Accessed on
March 5th 2013.
9. Lombardo MC. Cedera Sistem Saraf Pusat. In: In: Price SA. Patofisiologi: Konsep
Klinis Proses-proses Penyakit. 6th Ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
2006. p1067-1077
10. Dewanto G, Suwono WJ, Riyanto B, Turana Y. Cedera Kepala. In: Panduan
Praktis Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf. 2009. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2006. p12-18
44