Upload
vindhamulia
View
53
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
demam tifoid
Citation preview
BAB 1
PENDAHULUAN
Demam tifoid merupakan infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella enterica serovar
typhi (S. typhi). Salmonella enterica serovar paratyphi A, B, dan C juga dapat menyebabkan infeksi yang
disebut demam paratifoid. Demam tifoid dan paratifoid termasuk ke dalam demam enterik. Pada daerah
endemik, sekitar 90% dari demam enterik adalah demam tifoid. Demam tifoid juga masih menjadi topik
yang sering diperbincangkan.1
Penyakit demam tifoid ini sangat erat kaitannya dengan kualitas yang mendalam dengan hygiene
pribadi maupun sanitasi lingkungan seperti, hygiene perorangan, hygiene penjamah makanan yang
rendah, lingkungan yang kumuh, kebersihan tempat-tempat umum (rumah makan, restoran) yang kurang
serta prilaku masyarakat yang tidak mendukung untuk hidup sehat. Seiring dengan terjadinya krisis
ekonomi yang berkepanjangan, akan menimbulkan kasus-kasus penyakit menular, seperti demam tifoid
ini.2
Sejak awal abad ke 20, insidens demam tifoid menurun di USA dan Eropa dengan ketersediaan
air bersih dan sistem pembuangan yang baik yang sampai saat ini belum dimiliki oleh sebagian besar
negara berkembang. Secara keseluruhan, demam tifoid diperkirakan menyebabkan 21,6 juta kasus
dengan 216.500 kematian pada tahun 2000. Insidens demam tifoid tinggi (>100 kasus per 100.000
populasi per tahun) dicatat di Asia Tengah dan Selatan, Asia Tenggara, dan kemungkinan Afrika Selatan;
yang tergolong sedang (10-100 kasus per 100.000 populasi per tahun) di Asia lainnya, Afrika, Amerika
Latin, dan Oceania (kecuali Australia dan Selandia Baru); serta yang termasuk rendah (<10 kasus per
100.000 populasi per tahun) di bagian dunia lainnya.1
Di Indonesia, penyakit ini bersifat endemik dan merupakan masalah kesehatan masyarakat. Dari
telaah kasus di rumah sakit besar di Indonesia, kasus tersangka tifoid menunjukkan kecenderungan
meningkat dari tahun ke tahun dengan rata-rata 500/100.000 orang penduduk dengan kematian antara 0,6-
5 %.2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Demam Tifoid
Tifus abdominalis (demam tifoid, enteric fever) ialah penyakit infeksi akut yang biasanya
terdapat di saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan saluran
pencernaan, serta gangguan kesadaran.3
2.2. Epidemiologi
Di Amerika Serikat, sejak tahun 1900, kebiasaan sanitasi sudah meningkat dan terapi antibiotik
berhasil menurunkan insidensi demam tifoid. Pada tahun 1920, 1935, dan 1994 kasus demam tifoid
dilaporkan. Pada tahun 2006, dilaporkan penderita penyakit ini berjumlah 314 orang. Di antara tahun
1999 dan 2006, 79% kasus demam tifoid dijumpai pada orang yang berada di luar kota selama 30 hari.3
Di Indonesia sendiri, demam tifoid masih merupakan penyakit endemik dan menjadi masalah
kesehatan yang serius. Demam tifoid erat kaitannya dengan higiene perorangan dan sanitasi lingkungan.
Angka kejadian demam tifoid (typhoid fever) diketahui lebih tinggi pada negara yang sedang berkembang
di daerah tropis.4
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan jumlah kasus demam tifoid di seluruh dunia
mencapai 16-33 juta dengan 500-600 ribu kematian tiap tahunnya. Demam tifoid merupakan penyakit
infeksi menular yang dapat terjadi pada anak maupun dewasa. Anak merupakan yang paling rentan
terkena demam tifoid, walaupun gejala yang dialami anak lebih ringan dari dewasa. Di hampir semua
daerah endemik, insidensi demam tifoid banyak terjadi pada anak usia 5-19 tahun.4
2.3. Etiologi Demam Tifoid
Penyebab demam tifoid adalah bakteri Salmonella typhi. Sementara demam paratifoid yang
gejalanya mirip dengan demam tifoid namun lebih ringan, disebabkan oleh Salmonella paratyphi A,
B, atau C. Bakteri ini hanya menginfeksi manusia. Penyebaran demam tifoid terjadi melalui makanan
dan air yang telah tercemar oleh tinja atau urin penderita demam tifoid dan mereka yang diketahui
sebagai carrier (pembawa) demam tifoid.1,2,3,4
2.4. Patofisiologi Demam Tifoid
Patogenesis demam tifoid merupakan proses yang kompleks yang melalui beberapa tahapan.
Setelah kuman Salmonella typhi tertelan, kuman tersebut dapat bertahan terhadap asam lambung dan
masuk ke dalam tubuh melalui mukosa usus pada ileum terminalis. Di usus, bakteri melekat pada
mikrovili, kemudian melalui barier usus yang melibatkan mekanisme membrane ruffling, actin
rearrangement, dan internalisasi dalam vakuola intraseluler. Kemudian Salmonella typhi menyebar ke
sistem limfoid mesenterika dan masuk ke dalam pembuluh darah melalui sistem limfatik.1
Bakteremia primer terjadi pada tahap ini dan biasanya tidak didapatkan gejala dan kultur darah
biasanya masih memberikan hasil yang negatif. Periode inkubasi ini terjadi selama 7-14 hari. Bakteri
dalam pembuluh darah ini akan menyebar ke seluruh tubuh dan berkolonisasi dalam organ-organ sistem
retikuloendotelial, yakni di hati, limpa, dan sumsum tulang. Kuman juga dapat melakukan replikasi dalam
makrofag. Setelah periode replikasi, kuman akan disebarkan kembali ke dalam sistem peredaran darah
dan menyebabkan bakteremia sekunder sekaligus menandai berakhirnya periode inkubasi.1
Bakteremia sekunder menimbulkan gejala klinis seperti demam, sakit kepala, dan nyeri abdomen.
Bakteremia dapat menetap selama beberapa minggu bila tidak diobati dengan antibiotik. Pada tahapan ini,
bakteri tersebar luas di hati, limpa, sumsum tulang, kandung empedu, dan Peyer’s patches di mukosa
ileum terminal. Ulserasi pada Peyer’s patches dapat terjadi melalui proses inflamasi yang mengakibatkan
nekrosis dan iskemia. Komplikasi perdarahan dan perforasi usus dapat menyusul ulserasi. Kekambuhan
dapat terjadi bila kuman masih menetap dalam organ-organ sistem retikuloendotelial dan berkesempatan
untuk berproliferasi kembali. Menetapnya Salmonella dalam tubuh manusia diistilahkan sebagai
pembawa kuman atau carrier.1
2.5. Gejala Klinis Demam Tifoid
Beberapa gejala klinis yang sering terjadi pada demam tifoid adalah sebagai berikut:
Demam
Demam atau panas merupakan gejala utama demam tifoid. Awalnya, demam hanya samar- samar
saja, selanjutnya suhu tubuh turun naik yakni pada pagi hari lebih rendah atau normal, sementara sore dan
malam hari lebih tinggi. Demam dapat mencapai 39-40 ºC. Intensitas demam akan makin tinggi disertai
gejala lain seperti sakit kepala, diare, nyeri otot, pegal, insomnia, anoreksia, mual, dan muntah. Pada
minggu ke-2 intensitas demam makin tinggi, kadang terus-menerus. Bila pasien membaik maka pada
minggu ke-3 suhu tubuh berangsur turun dan dapat normal kembali pada akhir minggu ke-3. Perlu
diperhatikan bahwa tidak selalu ada bentuk demam yang khas pada demam tifoid. Tipe demam menjadi
tidak beraturan, mungkin karena intervensi pengobatan atau komplikasi yang dapat terjadi lebih awal.
Pada anak khususnya balita, demam tinggi dapat menimbulkan kejang.2,4
Gangguan saluran pencernaan
Sering ditemukan bau mulut yang tidak sedap karena demam yang lama. Bibir kering dan terkadang
pecah-pecah. Lidah terlihat kotor dan ditutupi selaput kecoklatan dengan ujung dan tepi lidah kemerahan
dan tremor, pada penderita anak jarang ditemukan. Umumnya penderita sering mengeluh nyeri perut,
terutama nyeri ulu hati, disertai mual dan muntah. Penderita anak lebih sering mengalami diare,
sementara dewasa cenderung mengalami konstipasi.2,4
Gangguan kesadaraan
Umumnya terdapat gangguan kesadaran berupa penurunan kesadaran ringan. Sering ditemui kesadaran
apatis. Bila gejala klinis berat, tak jarang penderita sampai somnolen dan koma atau dengan gejala-gejala
psikosis. Pada penderita dengan toksik, gejala delirium (mengigau) lebih menonjol.2,4
Hepatosplenomegali
Pada penderita demam tifoid, hati dan atau limpa sering ditemukan membesar. Hati terasa
kenyal dan nyeri bila ditekan. 2,4
Bradikardia relatif dan gejala lain
Bradikardi relatif adalah peningkatan suhu tubuh yang tidak diikuti oleh peningkatan frekuensi
nadi. Patokan yang sering dipakai adalah bahwa setiap peningkatan suhu 1oC tidak diikuti peningkatan
frekuensi nadi 8 denyut dalam 1 menit. Bradikardi relatif tidak sering ditemukan, mungkin arena teknis
pemeriksaan yang sulit dilakukan. Gejala-gejala lain yang dapat ditemukan pada demam tifoid adalah
rose spot (bintik kemerahan pada kulit) yang biasanya ditemukan di perut bagian atas, serta gejala klinis
syang berhubungan dengan komplikasi yang terjadi. Rose spot pada anak sangat jarang ditemukan.2,4
2.6. Diagnosis Demam Tifoid
Diagnosis dini demam tifoid dan pemberian terapi yang tepat bermanfaat untuk mendapatkan
hasil yang cepat dan optimal sehingga dapat mencegah terjadinya komplikasi. Pengetahuan mengenai
gambaran klinis penyakit sangat penting untuk membantu mendeteksi dini penyakit ini. Pada kasus-kasus
tertentu, dibutuhkan pemeriksaan tambahan dari laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis.1
Gambaran darah tepi pada permulaan penyakit dapat berbeda dengan pemeriksaan pada keadaan
penyakit yang lanjut. Pada permulaan penyakit, dapat dijumpai pergeseran hitung jenis sel darah putih ke
kiri, sedangkan pada stadium lanjut terjadi pergeseran darah tepi ke kanan (limfositosis relatif). Ciri lain
yang sering ditemukan pada gambaran darah tepi adalah aneosinofi lia (menghilangnya eosinofi l). 1
Diagnosis pasti demam tifoid berdasarkan pemeriksaan laboratorium didasarkan pada prinsip,
yaitu:
• Isolasi bakteri
• Deteksi antigen mikroba
• Titrasi antibodi terhadap organisme penyebab
Kultur darah merupakan gold standard metode diagnostik dan hasilnya positif pada 60-80% dari pasien,
bila darah yang tersedia cukup (darah yang diperlukan 15 mL untuk pasien dewasa). Untuk daerah
endemik dimana sering terjadi penggunaan antibiotik yang tinggi, sensitivitas kultur darah rendah (hanya
10-20% kuman saja yang terdeteksi). Peran pemeriksaan Widal (untuk mendeteksi antibodi terhadap
antigen Salmonella typhi) masih kontroversial. Biasanya antibodi antigen O dijumpai pada hari 6-8 dan
antibodi terhadap antigen H dijumpai pada hari 10-12 setelah sakit. 1
Pada orang yang telah sembuh, antibodi O masih tetap dapat dijumpai setelah 4-6 bulan dan
antibodi H setelah 10-12 bulan. Karena itu, Widal bukanlah pemeriksaan untuk menentukan kesembuhan
penyakit. Diagnosis didasarkan atas kenaikan titer sebanyak 4 kali pada dua pengambilan berselang
beberapa hari atau bila klinis disertai hasil pemeriksaan titer Widal di atas rata-rata titer orang sehat
setempat. 1
Pemeriksaan Tubex dapat mendeteksi antibodi IgM. Hasil pemeriksaan yang positif menun-
jukkan adanya infeksi terhadap Salmonella. Antigen yang dipakai pada pemeriksaan ini adalah O9 dan
hanya dijumpai pada Salmonella serogroup D.Pemeriksaan lain adalah dengan Typhidot yang dapat
mendeteksi IgM dan IgG. Terdeteksinya IgM menunjukkan fase akut demam tifoid, sedangkan
terdeteksinya IgG dan IgM menunjukkan demam tifoid akut pada fase pertengahan. Antibodi IgG dapat
menetap selama 2 tahun setelah infeksi, oleh karena itu, tidak dapat untuk membedakan antara kasus
akut dan kasus dalam masa penyembuhan. Yang lebih baru lagi adalah Typhidot M yang hanya
digunakan untuk mendeteksi IgM saja. Typhidot M memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih tinggi
dibandingkan Typhidot. Pemeriksaan ini dapat menggantikan Widal, tetapi tetap harus disertai gambaran
klinis sesuai yang telah dikemukakan sebelumnya. 1
2.7. Penatalaksanaan Demam Tifoid
Terapi pada demam tifoid adalah untuk mencapai keadaan bebas demam dan gejala, mencegah
komplikasi, dan menghindari kematian. Yang juga tidak kalah penting adalah eradikasi total bakeri untuk
mencegah kekambuhan dan keadaan carrier.1
Penderita demam tifoid dengan gejala klinik jelas sebaiknya dirawat di rumah sakit. Di samping
untuk optimalisasi pengobatan, hal ini bertujuan untuk meminimalisasi komplikasi dan mencegahan
pencemaran dan atau kontaminasi.4
• Tirah baring
Penderita yang dirawat harus tirah baring (bed rest) dengan sempurna untuk mencegah komplikasi,
terutama perdarahan dan perforasi. Bila gejala klinis berat, penderita harus istirahat total.
• Nutrisi
o Cairan Penderita harus mendapat cairan yang cukup, baik secara oral maupun parenteral. Cairan
parenteral diindikasikan pada penderita sakit berat, ada komplikasi, penurunan kesadaran serta yang sulit
makan. Cairan harus mengandung elektrolit dan kalori yang optimal.
o Diet
Diet harus mengandung kalori dan protein yang cukup. Sebaiknya rendah selulosa (rendah serat) untuk
mencegah perdarahan dan perforasi. Diet untuk
penderita demam tifoid, biasanya diklasifikasikan atas diet cair, bubur lunak, tim, dan nasi biasa.
• Terapi simptomatik
Terapi simptomatik dapat diberikan dengan pertimbangan untuk perbaikan keadaan umum penderita,
yakni vitamin, antipiretik (penurun panas) untuk kenyamanan penderita terutama anak, dan antiemetik
bila penderita muntah hebat.
• Antibiotik
Antibiotik segera diberikan bila diagnosis telah dibuat. Antibiotik merupakan satu-satunya terapi yang
efektif untuk demam tifoid. Antibiotik yang diberikan sebagai terapi awal adalah dari kelompok antibiotik
lini pertama untuk demam tifoid. Sampai saat ini kloramfenikol masih menjadi pilihaam antigen Vi dalam
buffer fenol isotonik. Vaksin diberikan secara intramuskular dan diperlukan pengulangan (booster) setiap
3 tahun. Vaksin ini dikontraindikasikan pada keadaan hipersensitif, hamil, menyusui, sedang demam, dan
ak kecil 2tahun.
2.8. Komplikasi Demam Tifoid
Beberapa komplikasi yang sering terjadi pada demam tifoid adalah:
• Perdarahan usus dan perforasi
Perdarahan usus dan perforasi merupakan komplikasi serius dan perlu diwaspadai dari demam
tifoid yang muncul pada minggu ke-3. Sekitar 5 persen penderita demam tifoid mengalami komplikasi
ini. Perdarahan usus umumnya ditandai keluhan nyeri perut, perut membesar, nyeri pada perabaan,
seringkali disertai dengan penurunan tekanan darah dan terjadinya shock, diikuti dengan perdarahan
saluran cerna sehingga tampak darah kehitaman yang keluar bersama tinja. Perdarahan usus muncul
ketika ada luka di usus halus, sehingga membuat gejala seperti sakit perut, mual, muntah, dan terjadi
infeksi pada selaput perut (peritonitis). Jika hal ini terjadi, diperlukan perawatan medis yang segera.
Komplikasi lain yang lebih jarang:4
o Pembengkakan dan peradangan pada otot jantung (miokarditis).
o Pneumonia.
o Peradangan pankreas (pankreatitis).
o Infeksi ginjal atau kandung kemih.
o Infeksi dan pembengkakan selaput otak (meningitis).
o Masalah psikiatri seperti mengigau, halusinasi, dan paranoid psikosis.4
Ada 2 jenis komplikasi pada demam tifoid, yakni komplikasi yang terjadi di luar usus dan di dalam usus.
• Komplikasi di luar usus
Anak dengan panas tinggi umumnya tidak mau makan karena ada diare. Sehingga dapat terjadi
kekurangan cairan (dehidrasi) dan elektrolit. Usahakan cairan yang masuk harus banyak, baik air putih,
teh manis, jus buah atau susu. Panas yang tinggi juga dapat mengakibatkan anak kejang (kejang karena
demam).4
• Komplikasi di dalam usus
Luka di dalam usus dapat menimbulkan perdarahan sehingga tinja berdarah. Usus yang luka ini
dapat pecah. Gejala lainnya berupa perut kembung dan panas tinggi sampai tidak sadar.4
2.9. Pencegahan Demam Tifoid
DAFTAR PUSTAKA
1. Nelwan RHH, 2012, Tatalaksana Terkini Demam Tifoid, Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi
Departemen Ilmu Penyakit Dalam, FKUI/RSCM-Jakarta, CDK-192/ vol. 39 no. 4, th. 2012
2. Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2006, Pedoman Pengendalian Demam Tifoid,
3. Brusch J.L., 2013, Typhoid Fever, available from:
http://emedicine.medscape.com/article/802345/-overview#0243
4. Hadinegoro S.R.S., 2011, Demam Tifoid pada Anak: Apa yang Perlu Diketahui?, Available
From: www.itokindo.org
STATUS PASIEN MAHASISWA SMF KESEHATAN ANAK RSUPM
I. Anamnese Pribadi os
Nama : Firli Refilea Hamzah
Umur : 3 tahun 9 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku : Minang
Alamat : Tembung, Pasar II
Tanggal masuk : 16 Oktober 2013
BB masuk : 11 kg
PB sekarang : 120 cm
II. Anamnese mengenai orang tua os
Identitas orang tua Ayah IbuNama Umur Agama Suku PendidikanPekerjaan Penyakit Perkawinan Alamat
Andre Hamzah38 tahun
IslamMinangSLTA
Wirausaha-
PertamaTembung, Pasar II
Friska Yani Hamdi24 tahun
IslamJawaSMAIRT
-Pertama
Tembung, Pasar II
III. Riwayat Kelahiran
Cara lahir : Persalinan Spontan Pervaginam
Tanggal Lahir : 08 Januari 2010
Tempat Lahir : Rumah Sakit
Ditolong oleh : Dokter
Bb lahir : 2500 gram
Pb lahir : 46 cm
Usia kehamilan : ± 9 bulan
IV. Perkembangan Fisik
Saat lahir : menangis kuat dan bergerak aktif.
3 – 6 bulan : mulai menelungkup, mengangkat kepala, mengoceh.
7 – 10 bulan : sudah bisa duduk sendiri, mulai merangkak, berdiri
11 – 12 bulan : berjalan tanpa bantuan, mulai bisa mengucapkan kata
sederhana.
2 tahun – sekarang : berjalan sendiri, berbicara lancar.
V. Anamnese Makanan
0 – 6 bulan : Asi Eksklusif.
7 – 9 bulan : Asi + bubur tim.
10 – 2 tahun : Nasi biasa dengan lauk pauk.
2 tahun - sekarang : Nasi biasa dengan lauk pauk.
VI. Imunisasi
Hepatitis B (+)
Polio (+)
BCG (+)
DPT (+)
Campak (+)
Kesan : imunisasi lengkap
VII. Penyakit yang pernah diderita : Muntah Mencret
VIII. Keterangan mengenai saudara os : - Os merupakan anak pertama
IX . Anamnese mengenai penyakit os :
1. Keluhan Utama : Demam
2. Telaah : Demam dialami os ± 9 hari ini, sifat demam naik turun. Demam turun dengan obat penurun panas. Kejang (-), menggigil (-). Batuk (+) dialami os selama 1 minggu ini, batuk berdahak (+), flu (-). Muntah (+) 1x, isi muntah apa yang dimakan dan diminum. Nyeri perut (+) dialami dalam 1 minggu ini.BAB (+) Kesan Normal
BAK (+) Kesan Normal
X . Pemeriksaan Fisik
1. Status PresensSensorium : compos mentis Anemia (-)
Frekuensi nadi : 124x/menit, reguler, desah (-) Ikterus (-)
RR : 32x/menit, reguler, ronki (-) Sanois (-)
T : 38,0 C Dyspnoe (-)
BB : 11 kg Oedema (-)
PB : cm
2. Status Lokalisa. Kepala : rambut tampak hitam dan lebat
Mata : Refleks cahaya (+/+), pupil isokor, Conj. Palpebra inferior pucat (-/-)
Hidung : Dalam batas normal
Telinga : Dalam batas nrmal
Mulut : Lidah kotor
b. Leher : Pembesaran KGB (-)
c. Thorax: Inspeksi : simetris fusiformis, retraksi (-)
Palpasi : SF kanan = kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : vesikuler
d. Abdomen :Inspeksi : Distensi (-)
Palpasi : soepel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (+)
Perkusi : timpani
Auskultasi : peristaltik (+) Normal
e. Ekstremitas :Atas : pols 124x/menit, reguler, desah (-), akral hangat, CRT < 3”
Bawah : Akral hangat, t/v cukup,CRT <3”
f. Genitalia : perempuan, tidak ada kelainan
XI. Pemeriksaan Khusus tanggal hasil
1. Widal test 16 oktober 2013 positif (+) antigen
O – Typhi 1/40
Pemeriksaan laboratorium :
- Urine : Tanggal 17-10-2013Warna KuningKekeruhan JernihProtein NegatifReduksi NegatifSedimen – Eritrosit 0Sedimen – Leukosit 0-1/lobSedimen – Renal Epitel NegatifSedimen – Blaas Epitel NegatifSedimen – Vag / urethr. Ep 2-3/lobKristal – Ca Oxalat NegatifKristal – T. Phospat NegatifKristal – Cystin NegatifKristal – Urat NegatifSilinder NegatifUrobilinBilirubin NegatifUrobilinogen PositifpH 5Berat Jenis 1,005Nitrit
- Feces : Tanggal 21-10-2013Makroskopis – warna CoklatMakroskopis – konsistensi Lembek
Makroskopis – lendir NegatifMakroskopis – darah NegatifMikroskopis – amuba NegatifMikroskopis – kista NegatifMikroskopis – telurMikroskopis – Telur Ascar NegatifMikroskopis – Telur Hooki NegatifMikroskopis – Telur Oxyur NegatifMikroskopis – Telur Trici NegatifMikroskopis – proteinMikroskopis – lemakMikroskopis – karbohidrat
- Darah : Tanggal 16-10-2013
WBC 8900
RBC 4,54
HGB 11,5
HCT 34,0
MCV 74,9
MCH 25,3
MCHC 33,8
PLT 296000
XII. Differnsial Diagnosis :
- Demam thypoid- Demam dengue
XIII. Diagnosa Kerja :
Demam thypoid
XIV. Therapy :
-IVFD D 5 % NaCl 0,225% 40 gtt/i mikro
-Paracetamol 3x150 mg
-Inj. Ceftriaxone 500 mg/ 12 jam/ IV
-Inj. Ranitidine 10 mg / 12 jam/ IV
-Ambroxol 3x Cth 1/2
-Diet MB 1050 kkal + 22 gr protein
XV. Usul :
- Cek urine rutin- Kultur urine
XVI. Prognosa
Pada kasus ini baik.
Tanggal (hari rawatan) Hari rawatan 1 (17 Oktober 2013)Keluhan Demam (+), Batuk (+), Dahak (+), makan/minum (+),
BAK (+).Status Presens
Sensorium ComposmentisHR 124x/menitRR 30x/menitTemperature 38,7 CBB 11 kg
Status LokalisataKepala UUB tertutupMata RC +/+, pupil isokor, conjunctiva palpebra pucat
(-/-).Hidung Dalam batas normalTelinga Dalam batas normalMulut Dalam batas normalLeher Pembesaran KGB (-)ThoraksIsnpeksi Simetris fusiformis , retraksi (-)Palpasi Stem fremitus kanan = kiriPerkusi Tidak dilakukan pemeriksaanAuskultasi Suara pernafasan : vesikuler
HR : 124x/menit,reg, desah (-)RR : 30 x/menit, ronkhi (-/-)
AbdomenInspeksi SimetrisPalpasi H/L: tidak teraba , nyeri tekan (+) Perkusi Timpani
TABEL FOLLOW UP PASIEN
Auskultasi Peristaltik normal (+)Ekstremitas Atas : akral hangat, CRT<3”, pols 124 x/i reg, t/v
cukupBawah : akral hangat, CRT<3”, t/v cukup.
Genitalia Perempuan , tidak ada kelainanAnus (+) normalPemeriksaan penunjangDiagnosis Demam ThypoidTherapy -IVFD D5% Nacl 0,225% 40gtt/I
-Inj.Ceftriaxone 500 mg/ 12 jam / IV-Paracetamol 3x150 g-Inj. Ranitidin 10 g/ 12 jam/ IV-Ambroxol 3xCth- Diet M2 1050 kkal + 22 gr Protein
Usul -Urinalisa
Tanggal (hari rawatan) Hari rawatan 2 (18 Oktober 2013)Keluhan Demam (+) naik turun, BAB (-), Makan (+)
Status PresensSensorium ComposmentisHR 120x/menitRR 24x/menitTemperature 38,0 CBB 11 kg
Status LokalisataKepala UUB tertutupMata RC +/+, pupil isokor, conjunctiva palpebra pucat (-/-) Hidung Dalam batas normalTelinga Dalam batas normalMulut Dalam batas normalLeher Pembesaran KGB (-)ThoraksInspeksi Simetris fusiformis ,retraksi (-) Palpasi Stem fremitus sulit kanan = kiriPerkusi Sonor pada seluruh lapangan paruAuskultasi Suara pernafasan : vesikuler
HR : 120x/menit,reg, desah (-)RR : 24 x/menit, reg , ronkhi (-)
AbdomenInspeksi Simetris Palpasi H/L : tidak teraba.Perkusi TimpaniAuskultasi Peristaltik normal (+)
Ekstremitas Atas : akral hangat, CRT<3”, pols 120x/i reg, t/v cukupBawah : akral hangat, CRT<3”, t/v cukup.
Genitalia Perempuan , tidak ada kelainanAnus (+) normalPemeriksaan penunjangDiagnosis Demam thypoidTherapy -IVFD D5% Nacl 0,225% 40gtt/I
-Inj.Ceftriaxone 500 mg/ 12 jam / IV-Paracetamol 3x150 g-Inj. Ranitidin 10 g/ 12 jam/ IV-Ambroxol 3xCth- Diet M2 1050 kkal + 22 gr Protein
Usul
Tanggal (hari rawatan) Hari rawatan 3 ( 19 Oktober 2013) Keluhan Demam (-), Batuk (+), Dahak (+), Nyeri perut (-),
BAB (+) 1x,padat, BAK (+).Status Presens
Sensorium ComposmentisHR 116x/menitRR 20x/menitTemperature 36,8 CBB 11 kg
Status LokalisataKepala UUB tertutupMata RC +/+, pupil isokor, conjunctiva palpebra pucat (-/-) Hidung Dalam batas normalTelinga Dalam batas normalMulut Dalam batas normalLeher Pembesaran KGB (-)ThoraksInspeksi Simetris fusiformis , retraksi (-)Palpasi SF kanan = kiriPerkusi Sonor Auskultasi Suara pernafasan : vesikuler
HR : 116x/menit,reg, desah (-)RR : 20x/menit,reg, ronkhi (-)
AbdomenInspeksi Simetris Palpasi H/L : tidak teraba Perkusi TimpaniAuskultasi Peristaltik normal (+)
Ekstremitas Atas : akral hangat, CRT<3”, pols 116x/i reg, t/v cukup,Bawah : akral hangat, CRT<3”, t/v cukup.
Genitalia Perempuan, tidak ada kelainanAnus (+) normalPemeriksaan penunjangDiagnosis Demam thypoidTherapy -IVFD D5% Nacl 0,225% s/s RL 40 gtt/i mikro
-Inj.Ceftriaxone 500 mg/ 12 jam / IV(H3)-Paracetamol 3x150 g-Inj. Ranitidin 10 g/ 12 jam/ IV-Ambroxol 3xCth- Diet M2 1050 kkal + 22 gr Protein
Usul
Tanggal (hari rawatan) Hari rawatan 4 ( 20 Oktober 2013 )Keluhan Demam (-), Batuk (+), Dahak (+), Nyeri perut (-)
Status PresensSensorium ComposmentisHR 110x/menitRR 33x/menitTemperature 35,9 CBB 11 kg
Status LokalisataKepala UUB tertutupMata RC +/+, pupil isokor, conjunctiva palpebra pucat
(-/- ).Hidung Dalam batas normalTelinga Dalam batas normalMulut Dalam batas normalLeher Pembesaran KGB (-)ThoraksInspeksi Simetris fusiformis , retraksi (-)Palpasi Stem fremitus kanan = kiriPerkusi Sonor Auskultasi Suara pernafasan : vesikuler
HR : 110x/menit,reg, desah (-)RR : 33x/menit, reg , ronkhi (-)
AbdomenInspeksi SimetrisPalpasi H/L : tidak teraba Perkusi Timpani
Auskultasi Peristaltik normal (+)Ekstremitas Atas : akral hangat, CRT<3”, pols 110x/i reg, t/v
cukup Bawah : akral hangat, CRT<3”, t/v cukup.
Genitalia Perempuan, tidak ada kelainanAnus (+) normalPemeriksaan penunjangDiagnosis Demam thypoidTherapy -IVFD D5% Nacl 0,225% s/s RL 40 gtt/i mikro
-Inj.Ceftriaxone 500 mg/ 12 jam / IV(H3)-Paracetamol 3x150 g-Inj. Ranitidin 10 g/ 12 jam/ IV-Ambroxol 3xCth- Diet M2 1050 kkal + 22 gr Protein
Usul
Tanggal (hari rawatan) Hari rawatan 5 (21 oktober 2013)Keluhan Demam (+), batuk berkurang, nyeri perut (-)
Status PresensSensorium ComposmentisHR 118x/menitRR 28x/menitTemperature 37,0 CBB 11 kg
Status LokalisataKepala Rambut tampak hitam dan lebatMata RC +/+, pupil isokor, conjunctiva palpebra pucat
(-/-) Hidung Dalam batas normalTelinga Dalam batas normalMulut Dalam batas normalLeher Pembesaran KGB (-)ThoraksInspeksi Simetris fusiformis , retraksi (-) Palpasi SF Kanan = kiri Perkusi Sonor Auskultasi Suara pernafasan :vesikuler
HR : 118x/menit,reg, desah (-)RR : 28x/menit, ronkhi (-)
AbdomenInspeksi Distensi (-)Palpasi H/L/R : tidak teraba
Perkusi Timpani Auskultasi Peristaltik normalEkstremitas Atas : akral hangat, CRT<3”, pols 118x/i reg, t/v
cukupBawah : akral hangat, CRT<3”, t/v cukup
Genitalia Perempuan, tidak ada kelainanAnus (+) normalPemeriksaan penunjang Diagnosis Demam thypoidTherapy -IVFD D5% Nacl 0,225% s/s RL 40 gtt/i mikro
-Inj.Ceftriaxone 500 mg/ 12 jam / IV(H3)-Paracetamol 3x150 g-Inj. Ranitidin 10 g/ 12 jam/ IV-Ambroxol 3xCth- Diet M2 1050 kkal + 22 gr Protein
Usul Feses rutin
Tanggal (hari rawatan) Hari rawatan 6 (22 oktober 2013)Keluhan
Demam (-)Status Presens
Sensorium ComposmentisHR 110x/menitRR 40x/menitTemperature 36,5 CBB 11 kg
Status LokalisataKepala Rambut tampak hitam dan lebatMata RC +/+, pupil isokor, conjunctiva palpebra pucat
(-/-) Hidung Dalam batas normalTelinga Dalam batas normalMulut Dalam batas normalLeher Pembesaran KGB (-)ThoraksInspeksi Simetris fusiformis , retraksi (-) Palpasi SF Kanan = kiri Perkusi Sonor Auskultasi Suara pernafasan :vesikuler
HR : 110x/menit,reg, desah (-)RR : 40x/menit, ronkhi (-)
AbdomenInspeksi Distensi (-)
Palpasi H/L/R : tidak teraba Perkusi Timpani Auskultasi Peristaltik normalEkstremitas Atas : akral hangat, CRT<3”, pols 110x/i reg, t/v
cukupBawah : akral hangat, CRT<3”, t/v cukup
Genitalia Perempuan, tidak ada kelainanAnus (+) normalPemeriksaan penunjang Diagnosis Demam parathypoidTherapy -IVFD D5% Nacl 0,225% s/s RL 40 gtt/i mikro
-Inj.Ceftriaxone 500 mg/ 12 jam / IV(H3)-Paracetamol 3x150 g-Ambroxol 3xCth- Diet M2 1050 kkal + 22 gr Protein
Usul Feses rutin
Tanggal (hari rawatan) Hari rawatan 7 (23 oktober 2013)Keluhan Demam (-)
Status PresensSensorium ComposmentisHR 100x/menitRR 36x/menitTemperature 37,0 CBB 11 kg
Status LokalisataKepala Rambut tampak hitam dan lebatMata RC +/+, pupil isokor, conjunctiva palpebra pucat
(-/-) Hidung Dalam batas normalTelinga Dalam batas normalMulut Dalam batas normalLeher Pembesaran KGB (-)ThoraksInspeksi Simetris fusiformis , retraksi (-) Palpasi SF Kanan = kiri Perkusi Sonor Auskultasi Suara pernafasan :vesikuler
HR : 100x/menit,reg, desah (-)RR : 36x/menit, ronkhi (-)
AbdomenInspeksi Distensi (-)Palpasi H/L/R : tidak teraba Perkusi Timpani Auskultasi Peristaltik normal
Ekstremitas Atas : akral hangat, CRT<3”, pols 100x/i reg, t/v cukupBawah : akral hangat, CRT<3”, t/v cukup
Genitalia Perempuan, tidak ada kelainanAnus (+) normalPemeriksaan penunjang Diagnosis Demam parathypoidTherapy -IVFD D5% Nacl 0,225% 40 gtt/i mikro
-Inj.Ceftriaxone 500 mg/ 12 jam / IV(H3)-Paracetamol 3x150 g-Ambroxol 3xCth- Diet M2 1050 kkal + 22 gr Protein
Usul
Tanggal (hari rawatan) Hari rawatan 8 (24 oktober 2013)Keluhan Demam (-)
Status PresensSensorium ComposmentisHR 104x/menitRR 38x/menitTemperature 36,3 CBB 11 kg
Status LokalisataKepala Rambut tampak hitam dan lebatMata RC +/+, pupil isokor, conjunctiva palpebra pucat
(-/-) Hidung Dalam batas normalTelinga Dalam batas normalMulut Dalam batas normalLeher Pembesaran KGB (-)ThoraksInspeksi Simetris fusiformis , retraksi (-) Palpasi SF Kanan = kiri Perkusi Sonor Auskultasi Suara pernafasan :vesikuler
HR : 104x/menit,reg, desah (-)RR : 38x/menit, ronkhi (-)
AbdomenInspeksi Distensi (-)Palpasi H/L/R : tidak teraba Perkusi Timpani Auskultasi Peristaltik normalEkstremitas Atas : akral hangat, CRT<3”, pols 104x/i reg, t/v
cukupBawah : akral hangat, CRT<3”, t/v cukup
Genitalia Perempuan, tidak ada kelainanAnus (+) normalPemeriksaan penunjang Diagnosis Demam parathypoidTherapy -IVFD D5% Nacl 0,225% 40 gtt/i mikro
-Inj.Ceftriaxone 500 mg/ 12 jam / IV(H8)-Paracetamol 3x150 g-Ambroxol 3xCth- Diet M2 1050 kkal + 22 gr Protein
Kesimpulan -Boleh PBJ-kontrol 4 hari lagi ke poli anak sakit