45
LAPORAN KASUS Dengue Hemorrhagic Fever Disusun dan diajukan untuk memenuhi persyaratan tugas kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bekasi Pembimbing : dr. Mas Wishnuwardhana, Sp.A Penyusun : Mochammad Rifki Maulana (030.09.155)

Case DHF Rifki

Embed Size (px)

DESCRIPTION

aaaaaa

Citation preview

Page 1: Case DHF Rifki

LAPORAN KASUS

Dengue Hemorrhagic Fever

Disusun dan diajukan untuk memenuhi persyaratan tugas

kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bekasi

Pembimbing :

dr. Mas Wishnuwardhana, Sp.A

Penyusun :

Mochammad Rifki Maulana

(030.09.155)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

PERIODE 25 FEBRUARI 2014 – 31 MEI 2014

Page 2: Case DHF Rifki

BAB I

PENDAHULUAN

Infeksi virus dengue merupakan salah satu penyakit dengan vektor nyamuk (”mosquito

borne disease”) yang paling penting di seluruh dunia terutama di daerah tropis dan subtropis.

Penyakit ini mempunyai spektrum klinis dari asimptomatis, demam dengue (DD) dan demam

berdarah dengue (DBD), mencakup manifestasi paling berat yaitu sindrom syok dengue (dengue

shock syndrome/DSS).

Dikenal 4 serotipe virus dengue yang saling tidak mempunyai imunitas silang (infeksi

dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe

bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap infeksi oleh serotipe lain). Sabin adalah

orang pertama yang berhasil mengisolasi virus dengue.

Infeksi dengue dapat disebabkan oleh salah satu dari keempat serotipe virus yang dikenal

(DEN-1,DEN-2,DEN-3 dan DEN-4). Infeksi salah satu serotipe akan memicu imunitas protektif

terhadap serotipe tersebut tetapi tidak terhadap serotipe yang lain, sehingga infeksi kedua akan

memberikan dampak yang lebih buruk. Hal ini dikenal sebagai fenomena yang disebut antibody

dependent enhancement (ADE), dimana antibodi akibat serotipe pertama memperberat infeksi

serotipe kedua.

Sampai saat ini telah diketahui beberapa jenis nyamuk sebagai vektor dengue. Aedes

aegypti bersifat antropofilik (senang sekali menggigit manusia) dan hanya nyamuk betina yang

menggigit. Nyamuk ini mempunyai kebiasaan menggigit berulang (multiple biters), yaitu

menggigit beberapa orang secara bergantian dalam waktu singkat. Keadaan ini sangat membantu

Aedes aegypti dalam memindahkan virus dengue ke beberapa orang sekaligus, sehingga

dilaporkan adanya beberapa penderita demam dengue atau DHF di satu rumah.

2

Page 3: Case DHF Rifki

BAB II

LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien dan Orangtua

Data Pasien Ayah Ibu

Nama An. F Tn. M Ny. T

Umur 8 tahun 34 tahun 30 tahun

Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Perempuan

Alamat Jatibening, Bekasi

Agama Islam Islam Islam

Suku bangsa - Jawa Jawa

Pendidikan - SMA SMA

Pekerjaan Pelajar SD Swasta Ibu Rumah Tangga

Keterangan Hubungan dengan

orang tua : Anak

kandung

Ayah kandung Ibu kandung

II. Anamnesis

Dilakukan secara Autoanamnesis dan Alloanamnesis dengan ibu pasien pada hari Kamis,

10 April 2014 pukul 11.00 WIB di bangsal melati RSUD Kota Bekasi.

Keluhan Utama :

Os datang ke IGD RSUD Kota Bekasi dengan keluhan demam sejak 4 hari SMRS.

Keluhan Tambahan :

Nyeri kepala, nyeri sendi, dan nyeri perut.

Riwayat Penyakit Sekarang :

Anak F usia 8 tahun datang ke IGD RSUD Kota Bekasi dengan keluhan demam sejak 4

hari SMRS, demam terjadi mendadak, terus menerus sepanjang pagi dan malam hari, dan hanya

turun ketika diberi obat penurun panas. Pasien juga merasakan adanya rasa nyeri pada kedua

mata. Nyeri dirasakan saat pasien membuka kedua matanya. Pasien juga merasakan adanya

pusing, pusing dirasakan oleh pasien serasa berputar dan terdapat nyeri pada sendi-sendi pada

3

Page 4: Case DHF Rifki

bagian tubuh, terutama sendi tungkai atas dan sendi tungkai bawah. Menurut pengakuan ibu

pasien, pasien cepat merasa lelah dan lemas. Pasien juga mengeluh nyeri perut tepatnya di ulu

hati, mual dan muntah 1-2 kali per hari, muntah berisikan makanan dan minuman yang barusan

di makan pasien. Pasien juga merasakan adanya batuk dan pilek yang dirasakan sejak masuk

rumah sakit. Nafsu makan pasien berkurang karena mual. BAB pasien mencret, frekuensi 2 kali

perhari, warna kuning kecoklatan, encer dan berampas, dan tidak ada darah. Keluhan BAK

disangkal, tidak ada rasa nyeri dan rasa panas saat berkemih dan warna urin kuning muda, tidak

ada darah. Keluhan mimisan, gusi berdarah, BAB hitam maupun berdarah dan muntah darah

disangkal.

Ibu pasien mengatakan bahwa di lingkungan pasien satu RT terdapat penderita demam

berdarah, dan pasien menyangkal pernah bepergian ke daerah endemik malaria.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur

Alergi - Difteria - Jantung -

Cacingan - Diare - Ginjal -

DBD - Kejang - Darah -

Thypoid - Maag - Radang paru -

Otitis - Varicela - Tuberkulosis -

Parotis - Operasi - Morbili -

Kesan : Os pernah tidak pernah dirawat di RS karena sakit seperti ini sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada keluarga pasien yang mengalami sakit seperti ini.

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran :

KEHAMILAN Morbiditas kehamilan Tidak ditemukan kelainan

Perawatan antenatal Setiap bulan periksa ke bidan

KELAHIRAN Tempat kelahiran Rumah Sakit

Penolong persalinan Bidan

Cara persalinan Spontan

4

Page 5: Case DHF Rifki

Masa gestasi ± 37 minggu

Keadaan bayi

Berat lahir 2700 g

Panjang badan 50 cm

Lingkar kepala tidak ingat

Langsung menangis

Nilai apgar tidak tahu

Tidak ada kelainan bawaan

Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan :

Pertumbuhan gigi I : 8 bulan (normal: 5-9 bulan)

Psikomotor

Mengangkat kepala : 2 bulan (normal: 1-3 bulan)

Tengkurap : 4 bulan (normal: 2-5 bulan)

Duduk : 6 bulan (normal: 6 bulan)

Berdiri : 10 bulan (normal: 9-12 bulan)

Berjalan : 14 bulan (normal: 13 bulan)

Bicara : 11 bulan (normal: 9-12 bulan)

Kesan : Riwayat pertumbuhan dan perkembangan pasien sesuai usia.

Riwayat Makanan :

Umur (bulan) ASI/PASI Buah/biskuit Bubur susu Nasi tim

0-2 ASI - - -

2-4 ASI - - -

4-6 ASI - - -

6-8 ASI + Susu

formula

Buah + biskuit Bubur susu Nasi tim

8-10 ASI + Susu

formula

Buah + biskuit Bubur susu Nasi tim

Kesan : kebutuhan gizi pasien terpenuhi cukup baik/

Riwayat Imunisasi :

Vaksin Dasar (umur) Ulangan (umur)

5

Page 6: Case DHF Rifki

BCG 2 bulan x X

DPT 2 bulan 4 bulan 6 bulan

POLIO 1 bulan 4 bulan 6 bulan

CAMPAK 9 bulan x X

HEPATITIS B Setelah lahir 1 bulan 6 bulan

Kesan : Imunisasi dasar lengkap

Riwayat Keluarga :

Data Ayah Ibu

Nama Tn. M Ny. T

Perkawinan ke Pertama Pertama

Umur 34 30

Keadaan kesehatan Baik Baik

Kesan : Keadaan kesehatan kedua orang tua dalam keadaan baik

Riwayat Perumahan dan Sanitasi :

Tinggal di rumah sendiri. Terdapat dua kamar. Ventilasi baik, cahaya matahari cukup, air minum

dan air mandi berasal dari air pam.

Kesan : Kesehatan lingkungan tempat tinggal pasien cukup baik.

III. Pemeriksaan fisik

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Tanda Vital

- Kesadaran : Compos Mentis

- Frekuensi nadi : 85x/menit

- Tekanan darah : Tidak dihitung

- Frekuensi pernapasan : 20x/menit

- Suhu tubuh : 36,7˚C

Data antropometri

- Berat badan : 27 kg

6

Page 7: Case DHF Rifki

- Panjang badan : 131 cm

- Status gizi menurut CDC :

o BB/U = 27/25 x 100% = 108 %

o TB/U = 131/127 x 100% = 103 %

o BB/TB = 27/25 x 100% = 108 %

o Kesan = gizi normal

- Lingkar kepala : 50 cm

- Lingkar dada : 52 cm

- Lingkar lengan atas : 24 cm

Kepala

- Bentuk : Normocephali

- Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut, distribusi baik

- Mata : Conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor,

RCL +/+, RCTL +/+, lakrimasi +/+, injeksi konjungtiva

-/-, sekret -/- warna putih kekuningan

- Telinga : Normotia, serumen -/-

- Hidung: Septum deviasi (-), sekret +/+ warna kehijauan,

nafas cuping hidung -/-

- Mulut : Bibir tampak kering (-), bibir berdarah (-), faring

hiperemis (+), koplik’s spot (-), tonsil T2/T2, kripta -/-,

detritus -/-

Leher : KGB dan kelenjar tiroid tidak teraba membesar

Thorax

Paru-paru

- Inspeksi : pergerakan napas statis dan dinamis

- Palpasi : vocal fremitus sama pada kedua paru

- Perkusi : sonor pada kedua paru

- Auskultasi : suara napas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing

-/-

Jantung

- Inspeksi : Tidak tampak pulsasi ictus cordis

7

Page 8: Case DHF Rifki

- Palpasi : Teraba iktus cordis pada ICS V, 1 cm medial linea

midklavikula kiri

- Perkusi

Batas kanan : Sela iga V linea parasternalis kanan.

Batas kiri : Sela iga V, 1cm sebelah medial linea midklavikula kiri.

Batas atas : Sela iga II linea parasternal kiri.

- Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni reguler, gallop (-), murmur (-)

Abdomen

- Inspeksi : Perut datar

- Auskultasi : Bising usus (+)

- Palpasi : Supel, turgor kulit baik, hepar dan lien tidak teraba

membesar, terdapat nyeri tekan epigastrium (+)

- Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen

Kulit : Ikterik (-), petechie (-)

Ekstremitas : Akral hangat, sianosis (-), edema (-), CRT < 2”, rash

convalescence (+) pada kedua kaki dan tangan.

IV. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan Laboratorium

Tanggal 6 april 2014

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

HEMATOLOGI RUTIN

Leukosit

Hemoglobin

Hematokrit

Trombosit

3 ribu/μL

12,0 g/dL

39,3 %

152 ribu/ μL

5,5-15,5

10,8-12,8

35-43

150-450

Tanggal 7 april 2014

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

8

Page 9: Case DHF Rifki

HEMATOLOGI RUTIN

Leukosit

Hemoglobin

Hematokrit

Trombosit

2,3 ribu/μL

12,4 g/dL

36,7 %

39 ribu/ μL

5,5-15,5

10,8-12,8

35-43

150-450

Tanggal 8 april 2014

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Hematologi Rutin Jam 6 Jam 14 Jam 22

Leukosit

Hemoglobin

Hematokrit

Trombosit

4,3 ribu/μL

12,7 g/dL

34 %

38 ribu/ μL

4,2 ribu/μL

12,2 g/dL

33,9%

80 ribu/ μL

4,8 ribu/μL

12,2 g/dL

33,8%

77 ribu/ μL

5,5-15,5

10,8-12,8

35-43

150-450

Tanggal 9 april 2014

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Hematologi rutin Jam 10 Jam 18

Leukosit

Hemoglobin

Hematokrit

Trombosit

4,2 ribu/μL

12,2 g/dL

35,8 %

79 ribu/ μL

4,6 ribu/μL

12,3 g/dL

37,4 %

87 ribu/ μL

5,5-15,5

10,8-12,8

35-43

150-450

Tanggal 10 april 2014

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

HEMATOLOGI RUTIN

Leukosit

Hemoglobin

Hematokrit

Trombosit

4,8 ribu/μL

12,4 g/dL

34,4 %

106 ribu/ μL

5,5-15,5

10,8-12,8

35-43

150-450

V. Resume

9

Page 10: Case DHF Rifki

Anak F usia 8 tahun datang ke IGD RSUD Kota Bekasi dengan keluhan demam sejak 4

hari SMRS, demam terjadi mendadak, terus menerus sepanjang hari, dan hanya turun ketika

diberi obat penurun panas. Nyeri pada mata, pusing (+) dirasakan berputar. Nyeri pada

persendian (+) . nyeri ulu hati (+) mual (+) muntah (+), penurunan nafsu makan di karenakan

mual (+). BAB mencret frekuensi 2x encer, masih ada ampas namun tidak ada darah.

Ibu pasien mengatakan bahwa di lingkungan pasien satu RT terdapat penderita demam

berdarah.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran umum pasien tampak sakit sedang, dan juga

di sertai adanya nyeri tekan epigastrium dan juga adanya rash konvalescence (+)

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan adanya leukopenia dan juga adanya

trombositopenia.

VI. Diagnosis Kerja

Dengue Hemorrhagic Fever Grade III

VII. Diagnosis Banding

Demam Thypoid

Demam chikungunya

VIII. Penatalaksanaan

Non medikamentosa :

1. Komunikasi-Informasi-Edukasi kepada orang tua pasien mengenai keadaan pasien

2. tirah baring

3. Observasi tanda-tanda vital

4. Diit lunak dan banyak cairan

Medikamentosa :

10

Page 11: Case DHF Rifki

1. Kebutuhan cairan :

Kebutuhan cairan BB 27 kg pada 6 jam pertama (sebanyak 6-7cc/kgBB/jam) = 6 x 27 x 24

= 3800 selama 6 jam pertama, lalu di pantau Ht dan Trombositnya setelah 6 jam

IVFD RL = 3800x20 = 50 tpm makro

24x60

Jika Membaik setelah 6 jam, cairan di turunkan menjadi 3 cc/kgBB/jam = 3 x 27 x 24 =

1900.

IVFD RL = 1900x20 = 25 tpm makro

24x60

Kemudian IVFD bisa di stop apabila tanda vital / Ht Stabil dan diuresis cukup baik

2. Vometa 2x1 cth

3. PCT 3x2 cth

4. Lacto B 2x1 sacchet

IX. Prognosis

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad fungsionam : ad bonam

Ad sanationam : dubia ad bonam

FOLLOW UP

Tanggal Subjective Objective Assesment Planning

6/4/2014Perawatan hari II(hari ke 4 demam)

Demam (+) Batuk (+)

pilek (+) Nyeri perut

(+) Diare (+)

CM, TSS N: 115x/menit S: 380C RR: 24x/menit Nyeri tekan

epigastrium (+)

Obs. Febris Cairan intravena RL 20 tpm makro

Vometa 2x1 cth

PCT 3x2 cth Lacto B 2x1

sacchet

7/4/2014Perawatan hari III(hari ke 5

Demam (-) Batuk (+) Pilek (+) Lemas

Sopor, TSB N: 140x/menit

(melemah) S: 360C

DHF Grade III Cairan intravena RL 20 tpm makro

Tridex 27 A

11

Page 12: Case DHF Rifki

demam) Nyeri kepala dan nyeri sendi

Gelisah

RR: 32 x/menit Nyeri tekan

Epigastrium (+) Tampak lemah Akral dingin

15 tpm makro Vometa 2x1

cth PCT 3x2 cth Lacto B 2x1

sacchet8/4/2014Perawatan hari IV(hari ke 6 demam)

Demam (-) Batuk (+) Pilek (+) Lemas agak

berkurang Nyeri kepala

dan nyeri sendi sedikit berkurang

CM, TSB N: 120x/menit S: 36,40C RR: 32 x/menit Nyeri tekan

Epigastrium (+) Tampak lemah

DHF Grade III Cairan intravena RL 20 tpm makro

Tridex 27 A 15 tpm makro

Vometa 2x1 cth

PCT 3x2 cth Lacto B 2x1

sacchet9/12/2014Perawatan hari V(hari ke 7 demam )

Demam (-) Gatal di

seluruh tangan dan kaki, timbul ruam kemerahan.

CM, TSS N: 100x/menit S: 36,70C RR: 24 x/menit Rash

konvalescence (+)

DHF Grade III Cairan intravena RL 20 tpm makro

Tridex 27 A 15 tpm makro

Vometa 2x1 cth

PCT 3x2 cth Lacto B 2x1

sacchet10/4/2014Perawatan hari VI(hari ke 8 demam)

Demam (-) Gatal di

seluruh tangan dan kaki sudah mulai berkurang.

Keluhan (-)

CM, TSS N: 85x/menit S: 36,70C RR: 20 x/menit Rash

konvalescence (+)

DHF Grade III Cairan intravena RL 20 tpm makro

Vometa 2x1 cth

PCT 3x2 cth Lacto B 2x1

sacchetPada tanggal 11 april 2014 pasien pulang

BAB III

ANALISIS KASUS

12

Page 13: Case DHF Rifki

Pada pasien ini di diagnosis Dengue Hemorrhagic Fever Grade II yang ditegakkan dari

anamnesis, pemeriksaan fisik, maupun pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis pasien anak

berusia 8 tahun datang dengan keluhan demam sejak 4 hari SMRS, demam terjadi mendadak,

terus menerus sepanjang hari, dan hanya turun ketika diberi obat penurun panas. Lalu didapatkan

adanya nyeri di periorbita dan juga di dapatkan adanya nyeri pada persendian yang merupakan

salah satu ciri dari penyakit virus. Lalu di dapatkan adanya nyeri pada ulu hati yang

kemungkinan bisa berasal dari infeksi virus dengue. Pada pasien ini juga di dapatkan adanya

penurunan nafsu makan di karenakan adanya mual dan juga muntah jika di beri makanan. Hal ini

memungkinkan adanya penurunan nutrisi yang didapat dari enteral. Di tambah lagi, adanya BAB

mencret yang bisa menambah penurunan nutrisi pada pasien yang bisa menyebabkan dehidrasi

pada pasien ini yang bisa menambah parah penyakitnya. Dari riwayat sakit di atas, diagnosis

dapat diarahkan ke penyakit virus dengue. Namun pada pasien ini tidak didapatkan adanya tanda

perdarahan spontan seperti mimisan, maupun gusi berdarah yang merupakan tanda dari diagnosis

DHF. Maka dari itu di perlukan adanya pemeriksaan lebih lanjut berupa pemeriksaan penunjang,

yaitu di hitung trombosit pada pasien ini yang merupakan salah satu kriteria dalam mendiagnosis

DHF.

Pada hari kedua di rawat di RS, keluhan demam masih di rasakan pasien di karenakan

demam masih pada hari ke-4 merupakan periode demam. Dan juga di lihat dari angka trombosit

dan trombositnya disini di dapatkan angka 152000 dan 3000. Disini sudah bisa dilihat adanya

leukopenia yang merupakan gejala penyakit virus dan mulai terjadi adanya penurunan trombosit

ke ambang batas bawahnya. Pemeriksaan darah ini perlu di lakukan kembali untuk observasi

selanjutnya untuk mengetahui perkembangan penyakit pasien.

Pada hari ketiga perawatan di RS, yang merupakan hari ke 5 demam, demam pasien di

dapatkan turun dan di dapatkan pasien menjadi sangat lemas. Hal ini merupakan tanda bahaya

dari penyakit DHF karena sudah mulai masuk ke fase shock yang di tandai dengan adanya suhu

yang turun, kesadaran pasienyang menurun sampai gelisah, dan juga nadinya yang semakin cepat

dan melemah, akral yang dingin dan juga pada pemeriksaan laboratorium di tandai dengan

trombosit yang semakin turun, Di dapatkan adanya trombositopenia yang mencapai 39 ribu dan

leukopenia yang mencapai 2,3 ribu. Dan Di karenakan sudah masuk ke fase shock, maka

masukan cairan pada pasien ini di tambahkan dari awalnya hanya RL 20 TPM, di tambahkan

13

Page 14: Case DHF Rifki

dengan Tridex 27A 15 TPM. Pasien ini di observasi ketat untuk mencegah masuk ke fase

selanjutnya.

Pada perawatan hari keempat di RS, yang merupakan hari ke 6 demam, mulai di dapatkan

keluhan yang membaik yang di tandai dengan kesadaran yang kembali ke normal dan juga nadi

yang frekuensinya menurun dan menguat, akral dingin yang mulai menghilang, dan pada

pemeriksaan laboratorium di dapatkan peningkatan trombosit yang mencapai 80 ribu dan

peningkatan leukosit menjadi 4,2 ribu. Masukan cairan masih dilanjutkan untuk mencegah

pasien masuk kembali ke fase shock.

Pada perawatan hari ke lima di RS yang merupakan hari ke 7 demam, mulai di dapatkan

adanya rash konvalescence yang di rasakan gatal oleh pasien yang merupakan tanda

penyembuhan pasien, yang di sebabkan oleh masuknya kembali cairan plasma dari interstisial

kembali masuk ke dalam pembuluh darah. disini di dapatkan keluhan yang sudah mulai

menghilang dan jugamasih di evaluasi untuk trombositnya.

Pada perawatan hari ke enam di RS yang merupakan hari ke 8 demam, rash

konvalescence masih terlihat dan juga pasien tidak mengeluh apapun, di dapatkan pula adanya

peningkatan trombosit menjadi 106 ribu dan juga peningkatan leukosit menjadi 4,8 ribu. Disini

jumlah cairan mulai di kurangi kembali menjadi hanya di berikan RL 20 tpm saja untuk

mencegah adanya overhidrasi pasien yang bisa menyebabkan efusi pleura.

Pada perawatan hari ke 7 pasien kemudian di pulangkan.

Pasien ini dapat di diagnosa sebagai DHF Grade III di karenakan pada hari ke 3

perawatan atau pada hari ke 5 demam, pasien masuk ke dalam fase shock, dimana di dapatkan

adanya gejala klinis berupa demam yang masuk antara hari ke 2-7, di tambah perdarahan

spontan, dan adanya kegagalan sirkulasi (renjatan) yang di tandai dengan adanya nadi yang cepat

dan lemah, akral yang dingin, dan juga penurunan kesadaran. Namun pasien belum mencapai

Grade IV yang di tandai dengan renjatan dalam, nadi dan tensi yang tidak dapat diukur.

BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

14

Page 15: Case DHF Rifki

Definisi

Demam dengue (DD) merupakan sindrom benigna yang disebabkan oleh ”arthropod

borne viruses” dengan ciri demam bifasik, mialgia atau atralgia, rash, leukopeni dan

limfadenopati. Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit demam akibat virus dengue

yang berat dan sering kali fatal. 1

DBD dibedakan dari DD berdasarkan adanya peningkatan permeabilitas vaskuler dan

bukan dari adanya perdarahan. Pasien dengan demam dengue (DD) dapat mengalami perdarahan

berat walaupun tidak memenuhi kriteria WHO untuk DBD. 2

Etiologi

Virus dengue termasuk genus Flavivirus dari keluarga flaviviridae dengan ukuran 50 nm

dan mengandung RNA rantai tunggal. 3 Hingga saat ini dikenal empat serotipe yaitu DEN-

1,DEN-2,DEN-3 dan DEN-4.

Virus dengue ditularkan oleh nyamuk Aedes dari subgenus Stegomya. Aedes aegypty

merupakan vektor epidemik yang paling penting disamping spesies lainnya seperti Aedes

albopictus, Aedes polynesiensis yang merupakan vektor sekunder dan epidemi yang

ditimbulkannya tidak seberat yang diakibatkan Aedes aegypty.

Patofisiologi

Patofisiologi yang terpenting dan menentukan derajat penyakit ialah adanya perembesan

plasma dan kelainan hemostasis yang akan bermanifestasi sebagai peningkatan hematokrit dan

trombositopenia. Adanya perembesan plasma ini membedakan demam dengue dan demam

berdarah dengue. 4

Hingga saat ini patofisiologi DD/DBD masih belum jelas. Beberapa teori dan hipotesis

yang dikenal untuk mempelajari patofisiologi infeksi dengue ialah :

1. Teori virulensi virus 6. Teori endotoksin

15

Page 16: Case DHF Rifki

2. Teori imunopatologi

3. Teori antigen antibodi

4. Teori infection enchancing antibody

5. Teori mediator

7. Teori limfosit

8. Teori trombosit endotel

9. Teori apoptosis.

Sejak tahun 1950an, dari pengamatan epidemiologis, klinis dan laboratoris muncul teori infeksi

sekunder oleh virus lain berturutan, teori antigen antibodi dan aktivasi komplemen, dari sini

berkembang menjadi teori infection enhancing antibody kemudian muncul peran endotoksemia

dan limfosit T. 5

Gambar 2. Teori secondary heterologous infection yang pertama kali dipublikasikan oleh

Suvatte,1977 dan pernah dianut untuk menjelaskan patofisiologi DD/DBD

Diantara teori-teori dan hipotesis patofisiologi infeksi dengue, teori enhancing antibody

dan teori virulensi virus merupakan teori yang paling penting untuk dipahami.

Teori secondary heterologous infection, dimana infeksi kedua dari serotipe berbeda dapat

memicu DBD berat, berdasarkan data epidemiologi dan hasil laboratorium hanya berlaku pada

anak berumur diatas 1 tahun. Pada pemeriksaan uji HI, DBD berat pada anak dibawah 1 tahun

16

Page 17: Case DHF Rifki

ternyata merupakan infeksi primer. Gejala klinis terjadi akibat adanya Ig G anti dengue dari ibu.

Dari observasi ini, diduga kuat adanya antibodi virus dengue dan sel T memori berperan penting

dalam patofisiologi DBD.

Teori enhancing antibody/ the immune enhancement theory

Teori ini dikembangkan Halstead tahun 1970an. Belaiau mengajukan dasar

imunopatologi DBD/DSS akibat adanya antibodi non-neutralisasi heterotrpik selama perjalanan

infeksi sekunder yang menyebabkan peningkatan jumlah sel mononuklear yang terinfeksi virus

dengue. Berdasarkan data epuidemiologi dan studi in vitro, teorui ini saat ini dikenal sebagai

”antibody dependent enhancement” (ADE) yang dianut untuk menjelaskan patogenesis

DBD/DSS. Hipotesisi ini juga mendukung bahwa pasien yang menderita infeksi sekunder

dengan serotipe virus dengue heteroolog memiliki risiko lebih tinggi mengalami DBD dan DSS.

Menurut teori ADE ini, saat pertama digigit nyamuk Aedes aegypty, virus DEN akan

masuk dalam sirkulasi dan terjadi 3 mekanisme yaitu :

- Mekanisme aferen dimana virus DEN melekat pada monosit melalui reseptor Fc dan

masuk dalam monosit

- Mekanisme eferen dimana monosit terinfeksi menyebar ke hati, limpa dan sumsum

tulang (terjadi viremia).

- Mekanisme efektor dimana monosit terinfeksi ini berinteraksi dengan berbagai sistem

humoral dan memicu pengeluaran subtansi inflamasi (sistem komplemen), sitokin dan

tromboplastin yang mempengaruhi permeabilitas kapiler dan mengaktivasi faktor

koagulasi. 6

Antibodi Ig G yang terbentuk dari infeksi dengue terdiri dari:

- Antibodi yang menghambat replikasi virus (antibodi netralisasi)

- Antibodi yang memacu replikasi virus dalam monosit (infection enhancing antibody).

Antibodi non netralisasi yang dibentuk pada infeksi primer akan menyebabkan kompleks

imun infeksi sekunder yang menghambat replikasi virus. Teori ini pula yang mendasari bahwa

17

Page 18: Case DHF Rifki

infeksi virus dengue oleh serotipe berlainan akan cenderung lebih berat. Penelitian in vitro

menunjukkan jika kompleks antibodi non netralisasi dan dengue ditambahkan dalam monosit

akan terjadi opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel terinfeksi sedangkan virus tetap hidup dan

berkembang. Artinya antibodi non netralisasi mempermudah monosit terinfeksi sehingga

penyakit cenderung lebih berat.

Gambar 3. Teori secondary heterologous infection

Hipotesis ADE ini telah mengalami beberapa modifikasi yang mencakup respon imun

meliputi limfosit T dan kaskade sitokin. Rothman dan Ennis (1999) menjelaskan bahwa

kebocoran plasma (plasma leakage) pada infeksi sekunder dengue terjadi akibat efek sinergistik

dari IFN-γ, TNF-α dan protein kompleman teraktivasi pada sel endotelial di seluruh tubuh.

Hipotesis ADE dijelaskan sebagai berikut; antibodi dengue mengikat virus membentuk

kompleks antibodi non netralisasi-virus dan berikatan pada reseptor Fc monosit (makrofag).

18

Page 19: Case DHF Rifki

Antigen virus dipresentasikan oleh sel terinfeksi ini melalui antigen MHC memicu limfosit T

(CD4 dan CD 8) sehingga terjadi pelepasan sitokin (IFN-γ) yang mengaktivasi sel lain termasuk

makrofag sehingga terjadi up-regulation pada reseptor Fc dan ekspresi MHC. Rangkaian reaksi

ini memicu imunopatologi sehingga faktor lain seperti aktivasi komplemen, aktivasi platelet,

produksi sitokin (TNFα, IL-1,IL-6) akan menyebabkan eksaserbasi kaskade inflamasi.

Manifestasi Klinis

Pada dasarnya ada empat sindrom klinis dengue yaitu :

1. Silent dengue atau Undifferentiated fever

2. Demam dengue klasik

3. Demam berdarah Dengue ( Dengue Hemorrhagic fever)

4. Dengue Shock Syndrome (DSS).

Gambar 5. Siklus transmisi demam dengue/ demam berdarah dengue

Demam Dengue

Demam dengue ialah demam akut selama 2-7 hari dengan dua atau lebih manifestasi ;

nyeri kepala, nyeri retro-orbital, mialgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan dan leukopenia. 11

Awal penyakit biasanya mendadak dengan adanya trias yaitu demam tinggi, nyeri pada anggota

badan dan ruam. 7

19

Page 20: Case DHF Rifki

- Demam : suhu tubuh biasanya mencapai 39 C sampai 40 C dan demam bersifat bifasik

yang berlangsung sekitar 5-7 hari.

- Ruam kulit : kemerahan atau bercak bercak meraj yang menyebar dapat terlihat pada

wajah, leher dan dada selama separuh pertama periode demam dan kemungkinan

makulopapular maupun menyerupai demam skalartina yang muncul pada hari ke 3 atau

ke 4. Ruam timbul pada 6-12 jam sebelum suhu naik pertama kali (hari sakit ke 3-5) dan

berlangsung 3-4 hari.

Anoreksi dan obstipasi sering dilaporkan. Gejala klinis lainnya meliputi fotofoi, berkeringat,

batuk, epistaksis dan disuria. Kelenjar limfa servikal dilaporkan membesar pada 67-77% kasus

atau dikenal sebagai Castelani’s sign yang patognomonik. Beberapa bentuk perdarahan lain

dapat menyertai.8

Gambar 6. Spektrum Klinis DD dan DBD

Pada pemeriksaan laboratorium selama DD akut ialah sebagai berikut

- Hitung sel darah putih biasanya normal saat permulaan demam kemudian leukopeni

hingga periode demam berakhir

- Hitung trombosit normal, demikian pula komponen lain dalam mekanisme pembekuaan

darah. Pada beberapa epidemi biasanya terjadi trombositopeni

- Serum biokimia/enzim biasanya normal,kadar enzim hati mungkin meningkat.

20

Page 21: Case DHF Rifki

Demam Berdarah Dengue

Pada awal perjalanan penyakit, DBD menyerupai kasus DD. Kasus DBD ditandai 4 manifestasi

klinis yaitu :

- Demam tinggi

- Perdarahan terutama perdarahan kulit

- Hepatomegali

- Kegagalan peredaran darah (circulatory failure).4,7,8,12

Pada DBD terdapat perdarahan kulit, uji tornikuet positif, memar dan perdarahan pada

tempat pengambilan darah vena. Petekia halus tersebar di anggota gerak, muka, aksila sering

kali ditemukan pada masa dini demam. Epistaksis dan perdarahan gusi jarang dijumpai

sedangkan perdarahan saluran pencernaan hebat lebih jarang lagi dan biasanya timbul setelah

renjatan tidak dapat diatasi.

Hati biasanya teraba sejak awal fase demam, bervariasi mulai dari teraba 2-4 cm dibawah

tepi rusuk kanan. Pembesaran hati tidak berhubungan dengan keparahan penyakit tetapi

hepatomegali sering ditemukan dalam kasus-kasus syok. Nyeri tekan hati terasa tetapi biasanya

tidak ikterik.

Pada pemeriksaan laboratoriun dapat ditemukan adanya trombositopenia sedang hingga berat

disertai hemokonsentrasi. Perubahan patofisiologis utama menentukan tingkat keparahan DBD

dan membedakannya dengan DD ialah gangguan hemostasis dan kebocoran plasma yang

bermanifestasi sebagai trombositopenia dan peningkatan jumlah trombosit.

21

Page 22: Case DHF Rifki

Dengue Shock Syndrome

Pada DSS dijumpai adanya manifestasi kegagalan sirkulasi yaitu nadi lemah dan cepat,

tekanan nadi menurun (<20mmHg), hipotensi, kulit dingin dan lembab dan pasien tampak

gelisah. 9

Gambar 8. Kelainan utama pada DBD, gambaran skematis kebocoran plasma pada DBD

( Dikutip dari kepustakaan no. 13)

Diagnosis

Kriteria diagnosis WHO hanya berlaku untuk DBD, tidak untuk spektrum infeksi dengue

yang lain. WHO membuat panduan diagnosis DBD karena DBD adalah masalah kesehatan

masyarakat dengan angka kematian yang tinggi. Bila kriteria WHO tidak terpenuhi maka yang

22

Page 23: Case DHF Rifki

dihadapi memang bukan DBD, mungkin DD atau infeksi virus lainnya. Kriteria WHO sangat

membantu dalam membuat diagnosis pulang (bukan diagnosis masuk rumah sakit), sehingga

catatan medis dapat dibuat lebih tepat.

Kriteria diagnosis DBD ialah dua atau lebih tanda klinis ditambah tanda laboratoris yaitu

trombositopeni dan hemokonsentrasi (kedua hasil laboratorium tersebut harus ada) dan

dikonfirmasi dengan pemeriksaan serologi.

Kriteria diagnosis DBD (Case definition) berdasarkan WHO 1997 ialah :

Kriteria klinis :

- Demam tinggi mendadak tanpa sebab jelas terus menerus selama 2-7 hari

- Terdapat manifestasi perdarahan termasuk uji tornikuet positif, petekie, ekimosis,

epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan melena

- Pembesaran hati

- Syok ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi

Kriteria laboratorium :

- Trombositopenia (100.000/l atau kurang)

- Hemokonsentrasi dengan peningkatan hematokrit lebih dari 20%.

Pembagian derajat DBD menurut WHO 1975 dan 1986 ialah :

- Derajat I : Demam diikuti gejala tidak spesifik. Satu-satunya manifestasi perdarahan

adalah tes torniquet yang positif atau mudah memar.

- Derajat II : Gejala yang ada pada tingkat I ditambah dengan perdarahan spontan. 

Perdarahan bisa terjadi di kulit atau di tempat lain.

- Derajat III: Kegagalan sirkulasi ditandai oleh denyut nadi yang cepat dan lemah,

tekanan nadi menurun (<20mmHg) atau hipotensi, suhu tubuh rendah, kulit lembab dan

penderita gelisah.

- Derajat IV : Syok berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat

diperiksa.

23

Page 24: Case DHF Rifki

Komplikasi

1. Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan maupun tanpa syok

2. kelainan Ginjal akibat syok berkepanjangan

3. Edema paru, akibat over loading cairan.

Penatalaksanaan

Pengobatan DBD bersifat suportif simptomatik dengan tujuan memperbaiki sirkulasi dan

mencegah timbulnya renjatan dan timbulnya Koagulasi Intravaskuler Diseminata (KID).

Penatalaksanaan Demam Dengue

Penatalaksanaan kasus DD bersifat simptomatis dan suportif meliputi :

- Tirah baring selama fase demam akut

- Antipiretik atau sponging untuk menjaga suhu tbuh tetap dibawah 40 C, sebaiknya

diberikan parasetamol

- Analgesik atau sedatif ringan mungkin perlu diberikan pada pasien yang mengalami nyeri

yang parah

- Terapi elektrolit dan cairan secara oral dianjurkan untuk pasien yang berkeringat lebih

atau muntah.

24

Page 25: Case DHF Rifki

Penatalaksanaan Demam berdarah Dengue

Berdasarkan ciri patofisiologis maka jelas perjalanan penyakit DBD lebih berat sehingga

prognosis sangat tergantung pada pengenalan dini adanya kebocoran plasma. Penatalaksanaan

fase demam pada DBD dan DD tidak jauh berbeda. Masa kritis ialah pada atau setelah hari sakit

yang ketiga yang memperlihatkan penurunan tajam hitung trombosit dan peningkatan tajam

hematokrit yang menunjukkan adanya kehilangan cairan. Kunci keberhasilan pengobatan DBD

ialah ketepatan volume replacement atau penggantian volume, sehingga dapat mencegah syok.

Perembesan atau kebocoran plasma pada DBD terjadi mulai hari demam ketiga hingga

ketujuh dan tidak lebih dari 48 jam sehingga fase kritis DBD ialah dari saat demam turun hingga

48 jam kemudian. Observasi tanda vital, kadar hematokrit, trombosit dan jumlah urin 6 jam

sekali (minimal 12 jam sekali) perlu dilakukan.

Pengalaman dirumah sakit mendapatkan sekitar 60% kasus DBD berhasil diatasi hanya

dengan larutan kristaloid, 20% memerlukan cairan koloid dan 15% memerlukan transfusi darah.

Cairan kristaloid yang direkomendasikan WHO untuk resusitasi awal syok ialah Ringer laktat,

Ringer asetat atau NaCL 0,9%. Ringer memiliki kelebihan karena mengandung natrium dan

sebagai base corrector untuk mengatasi hiponatremia dan asidosis yang selalu dijumpai pada

DBD.

Saat pasien berada dalam fase demam, pemberian cairan hanyalah untuk rumatan bukan

cairan pengganti karena kebocoran plasma belum terjadi.

Bila pada syok DBD tidak berhasil diatasi selama 30 menit dengan resusitasi kristaloid

maka cairan koloid harus diberikan (ada 3 jenis ;dekstan, gelatin dan hydroxy ethyl

starch)sebanyak 10-30ml/kgBB. Berat molekul cairan koloid lebih besar sehingga dapat bertahan

dalam rongga vaskular lebih lama (3-8 jam) daripada cairan kristaloid dan memiliki kapasitas

mempertahankan tekanan onkotik vaskular lebih baik.

Pada syok berat (lebih dari 60 menit) pasca resusitasi kristaloid (20ml/kgBB/30menit)

dan diikuti pemberian cairan koloid tetapi belum ada perbaikan maka diperlukan pemberian

transfusi darah minimal 100 ml dapat segera diberikan. Obat inotropik diberIkan apabila telah

dilakukan pemberian cairan yang memadai tetapi syok belum dapat diatasi.

25

Page 26: Case DHF Rifki

Penatalaksanaan DBD disesuaikan dengan derajat terlampir sebagai berikut:

26

Page 27: Case DHF Rifki

27

Page 28: Case DHF Rifki

28

Page 29: Case DHF Rifki

29

Page 30: Case DHF Rifki

Kriteria memulangkan pasien :

1. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik

2. Nafsu makan membaik

3. Tampak perbaikan secara klinis

4. Hematokrit stabil

5. Tiga hari setelah syok teratasi

6. Jumlah trombosit diatas 50.000/ml

7. Tidak dijumpai adanya distress pernafasan (akibat efusi pleura atau asidosis).

Pencegahan

- Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)

a. Melakukan metode 3 M (menguras, Menutup dan Menyingkirkan tempat

perindukan nyamuk) minimal 1 x seminggu bagi tiap keluarga

b. 100% tempat penampungan air sukar dikuras diberi abate tiap 3 bulan

c. ABJ (angka bebas jentik) diharapkan mencapai 95%

- Foging Focus dan Foging Masal

d. Foging fokus dilakukan 2 siklus dengan radius 200 m dengan selang waktu 1

minggu

e. Foging masal dilakukan 2 siklus diseluruh wilayah suspek KLB dalam jangka

waktu 1 bulan

f. Obat yang dipakai : Malation 96EC atau Fendona 30EC dengan menggunakan

Swing Fog

- Penyelidikan Epidemiologi

g. Dilakukan petugas puskesmas yang terlatih dalam waktu 3x24 jam setelah

menerima laporan kasus

h. Hasil dicatat sebagai dasar tindak lanjut penanggulangan kasus

- Penyuluhan perorangan/kelompok untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.

- Kemitraan untuk sosialisasi penanggulangan DBD. 10

30

Page 31: Case DHF Rifki

Kesimpulan

Infeksi virus dengue merupakan salah satu penyakit dengan vektor nyamuk (”mosquito

borne disease”) yang paling penting di seluruh dunia terutama di daerah tropis dan subtropis.

Penyakit ini mempunyai spektrum klinis dari asimptomatis, undifferentiated febrile illness,

demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD), mencakup manifestasi paling berat

yaitu sindrom syok dengue (dengue shock syndrome/DSS).

Dalam menegakkan diagnosis dan memberikan pengobatan yang tepat, pemahaman

mengenai perjalanan infeksi virus dengue harus dikuasai dengan baik. Pemantauan klinis dan

laboratoris berkala merupakan kunci tatalaksanan DBD. Akhirnya dalam menegakkan diagnosis

dan memberikan pengobatan pada kasus DBD perlu disesuaikan dengan kondisi pasien.

Penanganan yang cepat tepat dan akurat akan dapat memberikan prognosis yang lebih baik.

31

Page 32: Case DHF Rifki

DAFTAR PUSTAKA

1. Setiabudi D. Evalution of Clinical Pattern and Pathogenesis of Dengue Haemorrhagic

Fever. Dalam : Garna H, Nataprawira HMD, Alam A, penyunting. Proceedings Book

13th National Congress of Child Health. KONIKA XIII. Bandung, July 4-7, 2005. h. 329-

2. Hadinegoro SRS. Pitfalls & Pearls dalam Diagnosis dan Tata Laksana Demam Berdarah

Dengue. Dalam : Trihono PP, Syarif DR, Amir I, Kurniati N, penyunting. Current

Management of Pediatrics Problems. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu

Kesehatan Anak XLVI. Jakarta 5-6 September 2004.h. 63-

3. Halstead SB. Dengue Fever and Dengue Hemorrhagic Fever. Dalam : Behrman RE,

Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Textbook of Pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia

: WB Saunders.2004.h.1092-4

4. Soedarmo SSP. Demam Berdarah (Dengue) Pada Anak. Jakarta : UI Press 1988

5. Halstead CB. Dengue hemorrhagic fever: two infections and antibody dependent

enhancement, a brief history and personal memoir . Rev Cubana Med Trop 2002;

54(3):h.171-79

6. Soewondo ES. Demam Dengue/Demam Berdarah Dengue Pengelolaan pada Penderita

Dewasa. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan XIII. Surabaya 12-13 September 1998.h.

7. Soegijanto S. Demam Berdarah Dengue : Tinjauan dan Temuan Baru di Era 2003.

Surabaya : Airlangga University Press 2004.h.1-9

8. World Health Organization Regional Office for South East Asia. Prevention and Control

of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever : Comprehensive Guidelines. New Delhi :

WHO.1999

9. Sutaryo. Perkembangan Patogenesis Demam Berdarah Dengue. Dalam : Hadinegoro

SRS, Satari HI, penyunting. Demam Berdarah Dengue: Naskah Lengkap Pelatihan bagi

Dokter Spesialis Anak & Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam tatalaksana Kasus

DBD. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.2004.h.32-43

10. Hadinegoro SRS. Imunopatogenesis Demam Berdarah Dengue. Dalam : Akib Aap,

Tumbelaka AR, Matondang CS, penyunting. Naskah Lengkap Pendidikan Kedokteran

Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak XLIV. Pendekatan Imunologis Berbagai Penyakit

Alergi dan Infeksi. Jakarta 30-31 Juli 2001. h. 41-55

32