Upload
syahrul-mubaraq
View
221
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
case
Citation preview
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Demam Berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang masih
menimbulkan masalah kesehatan di Negara yang sedang berkembang, khususnya
Indonesia. Hal ini disebabkan oleh masih tingginya angka morbiditas dan
mortalitas.1
Morbiditas dan mortalitas infeksi virus dengue dipengaruhi berbagai faktor
antara lain status imunitas pejamu, kepadatan vektor nyamuk, transmisi virus
dengue, virulensi virus dengue, dan kondisi geografis setempat. Faktor-faktor
yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DBD sangat kompleks,
yaitu pertumbuhan penduduk yang tinggi, urbanisasi yang tidak terencana dan
tidak terkendali, tidak adanya kontrol vektor nyamuk yang efektif didaerah
endemis.2
Sejak tahun 1962, di Indonesia sudah mulai ditemukan penyakit yang
menyerupai demam berdarah dengue yang terjadi di Filipina dan Muangthai.Dan
pada tahun 1968 dibuktikan dengan pemeriksaan serologis untuk pertama
kalinya.Sejak saat itu, tampak jelas kecendrungan peningkatan jumlah penderita.
Demikian juga dengan meluasnya penyakit tersebut yang semula hanya ditemukan
dibeberapa kota besar saja, kemudian menyebar hampir ke pedesaan dengan
penduduk yang padat dalam waktu yang relatif singkat. Perjalanan penyakit ini
sering sukar diramalkan karena sebagian penderita dengan renjatan berat dapat
disembuhkan walaupun hanya dengan tindakan pengobatan yang sederhana,
sedangkan sebagian lain datang ke rumah sakit dalam keadaan ringan kemudian
meninggal dunia dalam waktu yang singkat meskipun telah dilakukan perawatan
dan pengobatan yang intensif.1
Demam Berdarah dengue (DBD) disebabkan oleh virus dengue yang
termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviruses) yang sekarang
1
dikenal sebagai genus Flavivirus.2Infeksi virus dengue pada manusia
mengakibatkan spektrum manifestasi klinis yang bervariasi antara penyakit paling
ringan (mild undifferentiated febrile illness), demam dengue, demam berdarah
dengue (DBD) sampai demam berdarah dengue disertai syok (dengue shock
syndrome = DSS).3
Pola berjangkit infeksi virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan
kelembapan udara. Pada suhu yang panas dengan kelembapan yang tinggi,
nyamuk Aedes akan bertahan hidup untuk jangka waktu yang lama. Di Indonesia,
karena suhu udara dan kelembapan tidak sama disetiap tempat maka pola waktu
terjadinya agak berbeda untuk setiap tempat. Dimana terdapat tiga faktor yang
memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue, yaitu manusia, virus, dan
vektor perantara. Virus ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti, kemudian virus dengue yang terdapat dikelenjar liur akan berkembang
biak dalam waktu 8-10 hari sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia
pada saat gigitan berikutnya.2
Pengobatan DBD bersifat suportif.Tatalaksana didasarkan atas adanya
perubahan fisiologi berupa perembesan plasma dan perdarahan.Perembesan
plasma dapat menimbulkan syok, anoksia dsan kematian. Deteksi dini terhadap
adanya perembesan plasma dan penggantian cairan yang adekuat akan mencegah
terjadinya syok. Adanya perembesan plasma dan perdarahan dapat diwaspadai
dengan pengawasan klinis dan pemantauan kadarhematokrit dan jumlah
trombosit. Pemilihan jenis cairan dan jumlah yang akan diberikan merupakan
kunci keberhasilan pengobatan.2
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Demam berdarah dengue (DBD) adalah suatu penyakit demam berat yang
sering mematikan, disebabkan oleh infeksi arbovirus (arthropod-borne virus) akut,
ditularkan oleh nyamuk spesies Aedes ditandai oleh permeabilitas kapiler,
kelainan hemostasis dan pada kasus berat, sindrom syok kehilangan protein.4
2.2. Epidemiologi
Istilah haemorrhagic fever di Asia Tenggara pertama kali digunakan di
Filipina pada tahun 1953.Pada tahun 1958, meletus epidemi penyakit serupa di
Bangkok.Setelah tahun 1958 penyakit ini dilaporkan berjangkit dalam bentuk
epidemi di beberapa negara lain di Asia Tenggara,diantaranya Hanoi
(1958),Malaysia (1962-1964),Saigon (1965) yang disebabkan virus dengue tipe
2 ,dan Calcutta (1963) dengan virus tipe 2 dan chikungunya berhasil diisolasi dari
beberapa kasus.Di Indonesia DBD pertama kali dicurigai di Surabaya pada tahun
1968, tetapi konfirmasi virologis baru diperoleh pada tahun 1970. Pada saat ini
DBD telah menyebarluas di kawasan Asia Tenggara, Pasifik Barat dan daerah
Karibia.3
Morbiditas dan mortalitas DBD yang dilaporkan berbagai Negara
bervariasi disebabkan beberapa faktor, antara lain status umur penduduk,
kepadatan vektor, tingkat penyebaran virus dengue, prevalensi serotipe virus
dengue dan kondisi meteorologis.3
2.3. Etiologi
3
Virus dengue termasuk group B arthropod borne virus (arboviruses) dan
sekarang dikenal sebagai genus flabivirus, family Flaviviridae, yang mempunyai 4
jenis serotipe yaitu den-1, den-2, den-3 dan den-4. 3
Disamping itu, urutan infeksi serotipe merupakan suatu faktor resiko
karena lebih dari 20% urutan infeksi virus den-1 yang disusul den-2
mengakibatkan renjatan, sedangkan faktor resiko terjadinya renjatan untuk urutan
virus den-3 yang diikuti oleh den-2 adalah 2%.1
2.4. Patogenesis
Patofisiologi sebenarnya tentang hemodinamika,dan biokimiawi DBD
belum diketahui secara pasti karena kesukaran mendapatkan model binatang
percobaan yang dapat dipergunakan untuk menimbulkan gejala klinis DBD
seperti pada manusia.3
2.4.1. The Immunological Enhancement Hypothesis
Antibodi yang terbentuk pada infeksi dengue terdiri dari IgG yang
berfungsi menghambat peningkatan replikasi virus dalam monosit, yaitu
enhancing-antibody dan neutralizing antibody.3
Pada saat ini dikenal 2 jenis tipe antibodi yaitu:3
1. Kelompok monoklonal reaktif yang tidak mempunyai sifat menetralisasi
tetapi memacu replikasi virus.
2. Antibodi yang dapat menetralisasi secara spesifik tanpa disertai daya
memacu replikasi virus.
Antibodi non-neutralisasi yang dibentuk pada infeksi primer akan
menyebabkan terbentuknya kompleks imun pada infeksi sekunder dengan akibat
memacu replikasi virus. Teori ini pula yang mendasari pendapat bahwa infeksi
sekunder dengue oleh serotipe dengue yang berbeda cenderung menyebabkan
manifestasi berat.3
4
Dasar utama hipotesis ialah meningkatnya reaksi imunologis (the
immunological enhancement hypothesis) yang berlangsung sebagai berikut :
a. Sel fagosit mononuklear yaitu monosit, makrofag, histiosit dan sel Kupffer
merupakan tempat utama terjadinya infeksi virus dengue primer
b. Non neutralizing antibody baik yang bebas dalam sirkulasi maupun yang
melekat (sitofilik) pada sel, bertindak sebagai reseptor spesifik untuk
melekatnya virus dengue pada permukaan sel fagosit mononuklear.
Mekanisme pertama ini disebut mekanisme aferen
c. Virus dengue kemudian akan bereplikasi dalam sel fagosit mononuklear
yang telah terinfeksi
d. Sel monosit yang mengandung kompleks imun akan menyebar ke usus,
hati, limpa dan sumsum tulang. Mekanisme ini disebut mekanisme eferen.
Parameter perbedaan terjadinya DBD dengan dan tanpa renjatan ialah
jumlah sel yang terkena infeksi.
e. Sel monosit yang telah teraktivasi akan mengadakan interaksi dengan
sistem humoral dan sistem komplemen dengan kaibat dilepaskannya
mediator yang mempengaruhi permeabilitas kapiler dan mengaktivasi
sistem koagulasi. Mekanisme ini disebut mekanisme efektor.3
2.4.2 Aktivasi Limfosit T
Akibat rangsangan monosit yang terinfeksi virus dengue atau antigen virus
dengue, limfosit akan mengeluarkan interferon (IFN-α dan γ). Pada infeksi
sekunder oleh virus dengue (serotipe berbeda dengan infeksi pertama), limfosit T
CD4+ akan berproliferasi dan menghasilkan IFN-α. IFN-α selanjutnya merangsang
sel yang terinfeksi virus dengue dan mengakibatkan monosit memproduksi
mediator. Oleh limfosit T CD4+ dan CD 8
+ spesifik virus dengue, monosit akan
mengalami lisis dan mengelurkan mediator yang menyebabkan kebocoran plasma
dan perdarahan.3
2.4.3.Trombositopenia
Trombositopenia merupakan kelainan hematologis yang ditemukan pada
sebagian besar kasus DBD. Nilai trombosit mulai menurun pada masa demam dan
5
mencapai nilai terendah pada masa syok. Jumlah trombosit secara cepat
meningkat pada masa konvalesens dan nilai normal biasanya tercapai 7-10 hari
sejak permulaan sakit.Trombositopenia dan gangguan fungsi trombosit dianggap
sebagai penyebab utama terjadinya perdarahan pada DBD.3
2.4.4.Sistem Komplemen
Terbentuknya kompleks virus antibody dalam sirkulasi akan mengaktivasi
sistem komplemen.5Aktivitas ini menghasilkan C3a, dan C5a yang mempunyai
kemampuan menstimulasi sel mast untuk melepaskan histamin dan merupakan
mediator kuat untuk menimbulkan peningkatan permeabilitas kapiler,
pengurangan volume plasma, dan syok hipovolemik. Komplemen juga bereaksi
dengan epitop virus pada sel endotel, permukaan trombosit dan limfosit T, yang
mengakibatkan waktu paruh trombosit memendek, kebocoran plasma, syok dan
perdarahan. Disamping itu komplemen juga merangsang monosit untuk
memproduksi sitokin seperti tumor necrosis factor (TNF), interferon gamma,
interleukin (IL-2 dan IL-1).3
2.4.5.Respons Leukosit
Pada perjalanan penyakit DBD, sejak demam hari ketiga terlihat
peningkatan limfosit atopik yang berlangsung sampai hari kedelapan. Hal ini khas
pada DBD oleh karena proporsinya sangat berbeda dengan infeksi virus lain (0-
10%).3
2.5. Manifestasi Klinis
Kasus DBD ditandai oleh 4 manifestasi klinis, yaitu demam tinggi,
perdarahan terutama perdarahan kulit, hepatomegali dan kegagalan peredaran
darah (circulatory failure).5
a. Demam
Demam biasanya berlangsung tinggi dan terus menerus dengan sebab
yang tidak jelas dan hampir tidak bereaksi terhadap pemberian
6
antipiretik.Demam ini biasanya berlangsung 2-7 hari. Bila tidak disertai syok,
demam akan turun dan penderita sembuh sendiri ( self limiting).1
b. Tanda-tanda perdarahan
- Uji tourniquet/rumple leed test positif, yaitu dengan mempertahankan manset
tensimeter pada tekanan antara sistole dan diastole selama 5 menit, kemudian
dilihat apakah timbul petekie atau tidak didaerah volar lengan bawah
- Perdarahan spontan1
c. Pembesaran hepar
d. Syok
Ditandai dengan nadilemah dan cepat disertai tekanan nadi menurun (<20
mmHg), tekanan darah menurun (tekanan sistolik <80 mmHg) disertai kulit
yang teraba dingin dan lembab terutamapada ujung hidung, jari dan kaki,
pasien menjadi gelisah dan timbul sianosis disekitar mulut.3
2.6. Klasifikasi
WHO(1975) membagi derajat penyakit DHF dalam 4 derajat ,yaitu
sebagai berikut :5
Derajat I
Demam disertai gejala tidak khas dan satu- satunya manifestasi perdarahan
ialah uji tourniquet positif.
Derajat II
Derajat I disertai perdarahan spontan dikulit dan atau perdarahan lain.
Derajat III
Ditemukannya kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lembut, tekanan
nadi menurun (kurang dari 20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit yang
dingin, lembab dan penderita menjadi gelisah.
Derajat IV
Renjatan berat dengan nadi yang tidak dapat diraba dan tekanan darah
yang tidak dapat diukur.
7
2.7. Diagnosis
Hingga koini diagnosis DHF masih berdasarkan patokan yang telah
dirumuskan oleh WHO pada tahun 1975/1986/1997 yang terdiri dari 4
kriteria klinik dan 2 kriteria laboratorik 1
Kriteria Klinik
1. Demam tinggi mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari dengan
sebab yang tidak jelas dan hampir tidak dapat dipengaruhi oleh
antipiretik maupun surface cooling
2. Manifestasi perdarahan
- Dengan manipulasi, yaitu uji tourniquet positif
- Spontan, yaitu ptekie, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi,
hematemesis atau melena.
3. Pembesaran hati
4. Syok yang ditandai dengan nadi yang lemah dan cepat sampai tak
teraba, tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau sampai nol,
tekanan darah menurun menjadi 80 mmHg atau sampai nol, disertai
kulit yang teraba lembap dan dingin, terutama pada ujung jari tangan,
kaki dan hidung, penderita menjadi lemah, gelisah sampai menurunnya
kesadaran dan timbul sianosis disekitar mulut
Kriteria Laboratorik
1. Trombositopenia : jumlah trombosit 100.000/mm3
2. Hemokonsentrasi : meningginya nilai hematokrit atau Hb20%
dibandingkan dengan nilai pada masa konvalesen atau dibandingkan
dengannilai Hct/Hb rata-rata pada anak didaerah tersebut
Dua kriteria klinis ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi
atau peningkatan hematokrit cukup untuk menegakkan diagnosis DHF. Efusi
pleura dan atau hipoalbuminemia dapat memperkuat diagnosis terutama pada
8
pasien anemia atau terjadi perdarahan .pada kasus syok peningkatan
hematokrit dan adanya trombositopenia mendukung diagnosis DBD.2
2.8. Diagnosis Banding
a. Pada awal perjalanan penyakit, diagnosis banding mencakup infeksi
bakteri, virus atau infeksi parasit seperti demam tifoid, morbili, influenza,
demam chikungunya dan malaria. Adanya trombositopenia yang jelas
disertai hemokonsentrasi dapat membedakan antara DBD dengan penyakit
lain2
b. Demam berdarah dengue harus dibedakan dengan demam chikungunya.
Pada DC seluruh anggota keluarga dapat terserang dan penularannya mirip
influenza. Bila dibandingkan DBD, DC memperlihatkan serangan demam
mendadak, masa demam lebih pendek, suhu lebih tinggi, hampir selalu
disertai ruam makulopapular, injeksi konungtiva dan lebih sering dijumpai
nyeri sendi. Proporsi uji tourniquet positif, ptekie dan epistaksis hampir
sama dengan DBD. Akan tetapi pada DC tidak ditemukan perdarahan
gastrointestinal dan syok.2
Manifestasions Dengue (%) Chikungunya(%)
Fever-duration 2-4 days
5-7 days
7 days
23,6
59,0
17,4
62,5
31,2
6,3
Haemorrhagic manifestasions
Positive tourniquet test
Petechie scattered
Petechial rash (confl)
Epistaxis
Gum bleeding
Melena/hematemesis
83,9
46,5
10,1
18,9
1,5
11,8
77,4
31,3
0,0
12,5
0,0
0,0
Hepatomegaly 90,0 75,0
Shock 35,2 0,0
9
Tabel 1 : manifestasi utama sebagai kriteria DBD dan DC5
c. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP) sulit diebdakan dengan DBD
grade II, oleh karena didapatkan demam disertai perdarahan dibawah kulit.
Pada hari-hari pertama diagnosis sulit dibedakan, tetapi pada ITP demam
cepat menghilang dan tidak ditemukan hemokonsentrasi.5
2.9. Penatalaksanaan
Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi
kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler
dan sebagai akibat perdarahan. Pasien DBD dirawat diruangan perawatan
biasa, tetapi pada kasus DBD dengan komplikasi diperlukan perawatan
intensif. Pasien yang pada waktu masuk keadaan umumnya tampak baik,
dalam waktu singkat dapat memburuk dan tidak tertolong. Kunci
keberhasilan tatalaksana DHF terletak pada keterampilan para dokter untuk
dapat mengatasi masa peralihan dari fase demam ke fase penurunan suhu
(fase kritis, fase syok) dengan baik.2
Tersangka DBD
Demam tinggi mendadak terus
menerus <7 hari tidak disertai infeksi
saluran nafas bagian atas, badan
lemah dan lesu
Ada kedaruratan Tidak ada kedaruratan
Periksa
Uji torniquet
10
Tanda syok
Muntah terus menerus
Kejang
Kesadaran menurun
Muntah darah
Berak hitam,
Uji tourniquet (+) Uji tourniquet (-)
Rawat jalan
ParasetamolJumlah trombosit
Bagan 1 : Tatalaksana kasus tersangka DBD 3
Keterangan bagan 1
Pada awal perjalanan penyakit DBD tanda/gejalanya tidak spesifik, oleh
karena itu masyarakat/orang tua diharapkan untuk waspada jika melihat
tanda/gejala yang mungkin merupakan gejala awal perjalanan penyakit DBD.
Tanda/gejala awal penyakit DBD ialah demam tinggi mendadak tanpa
sebab yang jelas, terus menerus, badan lemah dan anak tampak lesu. Pertama-
tama ditentukan terlebih dahulu adakah tanda kedaruratan yaitu tanda syok
( gelisah, napas cepat, bibir biru, tangan dan kaki dingin, kulit lembab), muntah
terus menerus, kejang, kesadaran menurun, muntah darah, berak hitam maka
pasien perlu dirawat.
11
Tanda syok
Muntah terus menerus
Kejang
Kesadaran menurun
Muntah darah
Berak hitam, Rawat jalan
ParasetamolJumlah trombosit
Apabila tidak dijumpai tanda kedaruratan, periksa uji tourniquet,
apabila uji tourniquet positif lanjutkan dengan pemeriksaan trombosit, apabila
trombosit 100.000/ul pasien dirawat untuk observasi.Apabila uji tourniquet
positif dengan trombosit >100.000/ul atau normal atau uji tourniquet negative,
pasien boleh pulang dengan pesan untuk datang kembali setiap hari sampai suhu
turun.Nilai gejala klinis dan lakukan pemeriksaan Hb, Ht dan trombosit setiap kali
selama anak masih demam. Bila terjadi penurunan kadar Hb dan atau peningkatan
kadar Ht, segera rawat.
Beri nasehat kepada orang tua bahwa anak dianjurkan minum banyak
seperti air teh, susu, sirup, oralit, jus buah serta diberikan obat antipiretik
golongan parasetamol. Bila klinis menunjukkan tanda-tanda syok seperti anak
menjadi gelisah, ujung kaki/tangan dingin, muntah, lemah, dianjurkan dibawa
berobat ke dokter atau puskesmas, dan rumah sakit.3
Fase Demam
Tatalaksana DBD pada fase demam bersifat simtomatik dan suportif
yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi.Apabila cairan oral tidak
dapat diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah atau nyeri perut yang
berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu diberikan.
Pasien perlu diberikan minum 50ml/kgBB dalam 4-6 jam pertama.
Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasi anak diberikan cairan rumatan 80-100
ml/kgBB dalam 24 jam berikutnya.Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian
syok yang mungkin terjadi.Periode kritis adalah waktu transisi, yaitu saat suhu
turun pada umunnya hari ke 3-5 fase demam.3
Pengganti volume plasma
Dasar pengobatan pengantian volume plasma yang hilang.Penggantian
cairan harus diberikan dengan bijaksana dan berhati-hati. Kebutuhan cairan awal
dihitung untuk 2 atau 3 jam pertama, sedangkan pada kasus syok mungkin lebih
sering. Tetesan dalam 24-48 jam berikutnya harus selalu disesuaikan dengan tanda
12
vital, kadar hematokrit dan jumlah volume urin. Secara umum volume yang
dibutuhkan adalah jumlah cairan rumatan ditambah 5-8 %.
Cairan intravena yang diperlukan yaitu :
a. Anak terus-menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi hingga
tidak mungkin diberikan minum per oral, ditakutkan terjadinya dehidrasi
sehingga mempercepat terjadinya syok.
b. Nilai hematokrit cendrung meningkat pada pemeriksaan berkala. Jumlah
cairan yang diperlukan tergantung dari derajat dehidrasi dan kehilangan
elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% di dalam 1/3 larutan NaCl 0,9%.
Apabila terdapat kenaikan hematokrit 20% atau lebih, maka komposisi
jenis cairan yang diberikan harus sama dengan plasma.3
Berat waktu masuk (kg) Jumlah cairan ml/kg berat badan per hari
<7 220
7-11 165
12-18 132
>18 88
Tabel 2 : Kebutuhan cairan pada dehidrasi sedang (defisit cairan 5-8%).3
Pemilihan jenis dan volume cairan yang diperlukan tergantung dari umur
dan berat badan pasien serta derajat kehilangan plasma sesuai dengan derajat
hemokonsentrasi yang terjadi. Pada anak gemuk, kebutuhan cairan disesuaikan
dengan berat badan ideal untuk anak umur yang sama.3
Berat badan (kg) Jumlah cairan (ml)
10 100 per kg BB
10-20 1000 + 50 x kg (di atas 10 kg)
>20 1500 + 50 x kg (diatas 20 kg)
Tabel 3. Kebutuhan cairan rumatan.3
Jenis cairan yang direkomendasikan WHO yaitu :2
13
1. Kristaloid
- Larutan ringer laktat (RL)
- Larutan ringer asetyat (RA)
- Larutan garam faal (GF)
- Dektrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL)
- Dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA)
- Dekstrosa 5% dalam larutan ½ larutan garam faali (D5/1/2LGF)
2. Koloid
- Dekstran
- Plasma
- Albumin
DBD derajat I atau derajat II tanpa peningkatan hematokrit
Gejala Klinis demam 2-7 hari
Uji tourniquet positif atau perdarahan
spontan.
Lab : Hematokrit tidak meningkat,
trombositopeni (ringan)
Pasien masih dapat minum Pasien tidak dapat minum
Beri minum banyak 1-2 liter/hari atau 1 sd Pasien muntah terus-menerus
makan tiap 5 menit.
14
Jenis minuman : air putih, teh manis, sirup,
jus buah, susu, oralit.
Bila suhu >38,5oC beri paracetamol Pasang infus NaCl 0,9% :
Bila kejang beri anti konvulsif Dextrose 5% (1:3), tetesan
rumatan sesuai berat badan.
Periksa Hb, Ht, Trombosit
tiap 6-12 jam.
Monitor gejala klinis dan laboratorium
Perhatikan tanda syok
Palpasi hati setiap hari Ht naik dan atau trombosit
turun
Ukur diuresis setiap hari
Awasi perdarahan
Periksa Hb, Ht, trimbosit tiap 6-12 jam
Infus ganti ringer laktat
(tetesan disesuaikan)
Bagan 2 : (Tatalaksana kasus DBD derajat I dan II)3
Keterangan bagan 2
Pasien dengan keluhan demam 2-7 hari, disertai uji tourniquet positif
(DBD derajat I) atau disertai perdarahan spontan tanpa peningkatan hematokrit
(DBDderajat II) dapat dikelola seperti tertera pada bagan 1.Apabila pasien masih
dapat minum, berikan minum banyak 1-2 liter/hari atau 1 sendok makan setiap 5
menit. Jenis minuman yang dapat diberikan adalah air putih, teh manis, sirup, jus
buah, susu atau oralit. Obat antipiretik (paracetamol) diberikan bila suhu
>38,5oC.Pada anak dengan riwayat kejang dapat diberikan obat antikonvulsif.
Apabila pasien tidak dapat minum atau muntah terus menerus, sebaiknya
diberikan infus NaCl 0,9% : Dextrosa 5% (1:3) dipasang dengan tetesan rumatan
15
Uji tourniquet (+)Uji tourniquet (+)Uji tourniquet (+)Uji tourniquet (+)
Perbaikan klinis dan laboratoris
Pulang
sesuai berat badan. Disamping itu, perlu dilakukan pemeriksaan Hb, Ht, dan
trombosit setiap 6-12 jam. Pada tindak lanjut, perhatikan tanda syok, raba hati
setiap hari untuk mengetahui pembesarannya oleh karena pembesaran hati yang
disertai nyeri tekan berhubungan dengan perdarahan saluran cerna. Diuresis
diukur tiap 24 jam dan awasi perdarahan yang terjadi. kadar Hb, Ht, dan trombosit
diperiksa tiap 6-12 jam. Apabila pada tindak lanjut telah terjadi perbaikan klinis
dan laboratoris, anak dapat dipulangkan; tetapi bila kadar Hb, Ht cenderung naik
dan trombosit menurun, maka infus cairan ditukar dengan ringer laktat dan tetesan
disesuaikan pada bagan 2.3
DBD derajat II dengan peningkatan Hemokonsentrasi ≥ 20%
Cairan awal
RL/Nacl 0,9% atau RLD5/NaCl
0,9%+D5, 6-7 ml/kgBB/jam*
Monitor tanda vital/nilai Ht dan trombosit tiap 6 jam
Perbaikan Tidak ada perbaikan
Tidak gelisah Gelisah
Nadi kuat Distres pernafasan
Tekanan darah stabil Frekuensi nadi naik
Diuresis cukup (1 ml/kgBB/jam Ht tetap tinggi/naik
Ht turun (2 kali pemeriksaan) Diuresis kurang/tidak ada
Tanda vital memburuk
Ht meningkat
Tetesan dikurangi Tetesan dinaikkan
10-15 ml/kgBB/jam
16
Perbaikan Tetesan dinaikkan bertahap
5ml/kgBB/jam Evaluasi 15 menit
Perbaikan Tanda vital tidak stabil
Sesuaikan tetesan
Distres pernafasan Hb/Ht turun
Ht naik *
IVFD stop pada 24-48 jam Tek. Nadi ≤ 20 mmHg
Bila tanda vital/Ht stabil Koloid Tranfusi darah
segarDiuresis cukup 20-30 ml/kgBB 10 ml/kgBB
BB 20 kg
PerbaikanBagan 2 : (Tatalaksana kasus DBD derajat II dengan peningkatan hemokonsentrasi ≥ 20%) 3
Keterangan bagan 3
Pasien DBD derajat II apabila dijumpai demam tinggi, terus menerus
selama ≤ 7 hari tanpa sebab yang jelas, disertai tanda perdarahan spontan (paling
tersering perdarahan kulit dan mukosa, yaitu petekie atau mimisan), disertai
penurunan jumlah trombosit ≤ 100.000/ul dan peningkatan kadar hematokrit. Pada
saat pasien datang, berikan cairan kristaloid ringer lactat/NaCl 0,9% atau dextrosa
5% dalam ringer lactat/NaCl 0,9% 6-7 ml/KgBB/jam. Monitor tanda vital dan
kadar hematokrit serta trombosit tiap 6 jam. Selanjutnya evaluasi tiap 12-24 jam.1
1. Apabila selama observasi keadaan umum mebaik, yaitu anak tampak
tenang, tekanan nadi kuat, tekanan darah stabil, diuresis cukup dan kadar
Ht cenderung turun minimal dalam 2 kali pemeriksaan berturut-turut,
maka tetesan dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam. Apabila dalam observasi
selanjutnya tanda vital tetap stabil, tetesan dikurangi menjadi 3
ml/kgBB/jam dan akhirnya cairan dihentikan pada 24-48 jam.
2. Perlu diingat bahwa sepertiga kasus akan jatuh dalam syok. Maka apabila
keadaan klinis pasien tidak ada perbaikan, anak tampak gelisah, nafas
cepat (distres pernafasan), frekuensi nadi meningkat, diuresis kurang,
tekanan nadi 20 mmHg memburuk, serta peningkatan Ht, maka tetesan
17
dinaikkan lagi menjadi 15 ml/kgBb/jam. Kemudian dievaluasi 12 jam lagi.
Apabila tampak distres pernafasan menjadi lebih beratdan Ht naik maka
berikan cairan kristaloid 10-20 ml/kgBB/jam, dengan jumlah maksimal 30
ml/kgBB. Namun bila Ht turun, berikan tranfusi darah segar 10
ml/kgBB/jam. Bila keadaan klinis membaik, maka cairan disesuaikan.3
Kriteria memulangkan pasien :3
a. Tidak ada demam selama sedikitnya 24 jam tanpa penggunaan terapi
antidemam(antipiretik)
b. Nafsu makan membaik
c. Tampak perbaikan secara klinis
d. Hematokrit stabil
e. Tiga hari setelah syok teratasi
f. Tidak ada distres pernapasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis)
g. Jumlah trombosit lebih dari 50.000/ ul
2.10. Pencegahan
Pemberantasan DBD seperti juga penyakit menular lain, didasarkan atas
memutusan rantai penularan.Dalam hal DBD, komponen penularan terdiri dari
virus aegypti dan manusia.Karna sampai saat ini belum terdapat vaksin yang
efektif terhadap virus itu, maka pemberantasan ditujukan pada manusia dan
terutama pada vektornya.5
Prinsip yang tepat dalam pencegahan DBD ialah sebagai berikut:2
1. Memanfaatkan perubahan keadaan nyamuk akibat pengaruh ilmiah dengan
melaksanakan pemberantasan vektor pada saat sedikit terdapatnya kasus
DHF/DSS
2. Memutuskan lingkaran penularan dengan menahan kepadatan vektor pada
tingkat sangat rendah untuk memberikan kesempatan penderita viremia
sembuh secara spontan.
3. Mengusahaakan pemberantasan vektor dipusat daerah penyebaran, yaitu
disekolah dan rumah sakit termasuk pula daerah penyenggara disekitarnya.
18
4. Mengusahakan pemberantasan vektor disemua daerah berpotensi penularan
tinggi.
2.11. PROGNOSIS
Kematian telah terjadi pada 40-50% penderita dengan syok, tetapi dengan
perawatan yang intensif yang cukup kematian akan kurang dari 2%.4
Bila tidak disertai renjatan, dalam 24-36 jam biasanya prognosis akan
menjadi baik. Kalau lebih dari 36 jam belum ada tanda-tanda perbaikan,
kemungkinan sembuh kecil dan prognosis menjadi buruk.1
BAB III
P E N U T U P
3.1. Kesimpulan
Demam berdarah dengue (DBD) adalah suatu penyakit demam berat yang
sering mematikan, disebabkan oleh infeksi arbovirus (arthropod-borne virus) akut,
ditularkan oleh nyamuk spesies Aedes ditandai oleh permeabilitas kapiler,
kelainan hemostasis dan pada kasus berat, sindrom syok kehilangan protein.
Demam Berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang masih
menimbulkan masalah kesehatan di Negara yang sedang berkembang, khususnya
Indonesia.Hal ini disebabkan oleh masih tingginya angka morbiditas dan
mortalitas.
Morbiditas dan mortalitas DBD yang dilaporkan berbagai Negara
bervariasi disebabkan beberapa faktor, antara lain status umur penduduk,
kepadatan vektor, tingkat penyebaran virus dengue, prevalensi serotipe virus
dengue dan kondisi meteorologis.
WHO (1975) membagi derajat penyakit DHF dalam 4 derajat,yaitu
sebagai berikutderajat Iyaituemam disertai gejala tidak khas dan satu- satunya
19
manifestasi perdarahan ialah uji tourniquet positif,derajat II yaitu derajat I disertai
perdarahan spontan dikulit dan atau perdarahan lain,derajat IIIyaituitemukannya
kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lembut, tekanan nadi menurun (kurang
dari 20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit yang dingin, lembab dan penderita
menjadi gelisahdan derajat IVberupa renjatan berat dengan nadi yang tidak dapat
diraba dan tekanan darah yang tidak dapat diukur.
Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi
kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan
sebagai akibat perdarahan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Rampengan, T. H. 2006. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak Edisi 2.
Jakarta: EGC.
2. Hadinegoro SRh, Soegijianto S, Wuryadi S, Suroso T. 2004. Tatalaksana
Demam Berdarah Dengue di Indonesia Edisi 3.Jakarta:DEPKES RI
3. Poorwo sumarmo ,dkk. 2008. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis Edisi
2.Jakarta : FKUI
4. Hassan Rusepno, dkk.1985. Ilmu Kesehatan Anak Jilid 2. Jakarta :FKUI
5. Nelson waldo, dkk. 2000. Ilmu Kesehatan anak Nelson edisi 15. Jakarta :
EGC
20