Upload
larissa-trifantia
View
28
Download
6
Embed Size (px)
DESCRIPTION
b
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Eklampsia merupakan kasus akut pada penderita preeklampsia, yang
disertai dengan kejang menyeluruh dan koma. Sama halnya dengan preeklampsia,
eklampsia dapat timbul pada ante, intra dan postpartum. Eklampsia post partum
umunya hanya terjadi dalam waktu 24 jam pertama setelah persalinan. Pada
penderita preeklampsia yang akan kejang, umunya memberi gejala atau tanda
tanda yang khas, yang dapat dianggap sebagai tanda prodoma akan terjadinya
kejang. Preeklampsia yang ditandai dengan tanda tanda prodoma ini disebut
sebagai impending eclampsia atau imminent eclampsia.
Kejang pada eklampsia harus dipikirkan kemungkinan kejang akibat
penyakit lain, Oleh karena itu diagnosis banding eklamsia menjadi sangat penting
misalnya perdarahan otak, hipertensi, lesi otak, kelainan metabolik, meningitis,
epilepsi iatrogenik. Eklampsi selalu didahului oleh preeklampsi. Perawatan
pranatal untuk kehamilan dengan predisposisi preeklamsi perlu ketat dilakukan
agar dapat dikenal sedini mungkin gejala-gejala prodoma eklampsia. Sering
dijumpai wanita hamil yang tampak sehat mendadak menjadi kejang-kejang
eklampsia, karena tidak terdeteksi adanya preeklamsia sebelumnya.
Di Indonesia preeklampsia-eklampsia masih merupakan salah satu
penyebab utama kematian maternal dan kematian perinatal yang tinggi. Oleh
karena itu diagnosis dini pre-eklampsia yang merupakan tingkat pendahuluan
eklampsia, serta penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan
angka kematian ibu (AKI) dan anak. Perlu ditekankan bahwa sindrom
preeklampsia ringan dengan hipertensi, edema, dan proteinuri sering tidak
diketahui atau tidak diperhatikan; pemeriksaan antenatal yang teratur dan secara
rutin mencari tanda preeklampsia sangat penting dalam usaha pencegahan
preeklampsia berat dan eklampsia, di samping pengendalian terhadap faktor-
faktor predisposisi yang lain.1,2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1
A. Definisi 1,3,4
Preeklampsia adalah gangguan menyeluruh mengenai malfungsi endotel
vaskular dan vasospasme yang terjadi pada minggu ke 20 kehamilan dan dapat
pula terjadi sampai minggu ke 4-6 postpartum. Secara klinis didefinisikan sebagai
hipertensi dan proteinuria dengan maupun tidak disertai edema patologis.
Preeklampsia merupakan bagian dari hipertensi yang merupakan penyulit dari
kehamilan. Ini meliputi hipertensi kronis, preeklampsia superimposed dengan
hipertensi kronik, hipertensi gestasional, preeklampsia dan eklampsia.
Kriteria diagnosis dari preklampsia terfokus pada pengukuran dari tekanan
darah yang meninggi dan proteinuria yang terjadi setelah 20 minggu kehamilan.
Hal ini harus dibedakan dengan hipertensi gestasional yang dimana lebih sering
dan selalu muncul dengan gejala yang sama dengan preeklampsia , yang termasuk
didalamnya nyeri epigastrik atau trombositopenia, tapi tidak ditandai dengan
proteinuria. Sebagai tambahan pasien dengan gambaran awal hipertensi kronik
memberi gambaran yang tumpang tindih dengan preeklampsia yang muncul
sebagai proteinuria onset baru setelah minggu ke 20 kehamilan.
Hasil konsensus mengenai kesepakatan sangat bervariasi pada setiap
negara dan organisasi internasional mengenai ukuran yang dapat mendeskripsikan
gangguan ini, namun terdapat batas yang masih wajar mengenai normotensi pada
minggu ke 20 adalah tekanan sistolik tidak melebihi 140mmHg dan tekanan
diastolik yang tidak lebih 90 mmHg dalam 2 kali pengukuran selama 4-6 jam.
Preeklampsia pada pasien yang menderita hipertensi esensial terdiagnosis jika
tekanan darah sistolik meningkat 30 mmHg atau tekanan diastolik meningkat 15
mmHg.
Proteinuria yaitu bila terdapat protein dalam urin dengan kadar ≥ 300mg
dalam 24 jam atau ≥ 1 gram/liter dalam dua kali pengambilan urine selang 6 jam
secara acak atau dengan pemeriksaan kualitatif 2+ pada pengambilan urine secara
acak.
Edema sekarang tidak lagi menjadi tanda yang sahih untuk menegakkan
preeklampsia, oleh karena edema pada wajah dan tangan biasa dijumpai pada
2
wanita hamil. Edema pada preeklampsia adalah patologis, timbul pada wajah dan
tangan yang sering kali menetap.
Preeklampsia dibagi lagi menjadi preeklampsia ringan dan berat.
Diagnosis preeklampsia berat ditegakkan pada wanita hamil >20 minggu dengan
hipertensi ditambah dengan salah satu gejala berikut :
1. Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110
mmHg
2. Proteinuria ≥5gr/24 jam atau ≥ 3+
3. Oligouria (< 500ml per 24 jam) yang disertai dengan kenaikan
kreatinin plasma
4. Gangguan visus dan serebral yang menetap
5. Nyeri epigastrium
6. Edema paru dan sianosis
7. Sindroma HELLP
8. Oligohidramnion, perlambatan pertumbuhan janin, atau abrupsi
plasenta
B. Klasifikasi 3,5
Berdasarkan pedoman pengelolaan hipertensi dalam kehamilan di
Indonesia:
1. Hipertensi Gestasional
Didapatkan tekanan darah ≥ 140/90 mmHg Untuk pertama
kalinya setelah umur kehamilan 20 minggu, tidak disertai dengan
proteinuria dan tekanan darah kembali normal < 12 minggu pasca
persalinan.
2. Preeklampsia
Ringan
Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg setelah umur kehamilan 20
minggu disertai dengan proteinuria ≥ 300mg/24 jam atau dipstick ≥ 1+
Berat
3
Tekanan darah ≥ 160/110 mmHg Setelah umur kehamilan 20
minggu, disertai dengan proteinuria > 2gr/24 jam atau dipstick ≥ 2+
sampai 4+
3. Eklampsia
Kejang-kejang pada preeklampsia disertai koma
4. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia
Timbulnya proteinuria ≥ 300mg/24 jam pada wanita hamil
yang sudah mengalami hipertensi sebelumnya. Proteinuria hanya
timbul setelah kehamilan 20 minggu.
5. Hipertensi Kronik
Ditemukannya tekanan darah ≥ 140/90 mmHg sebelum
kehamilan atau sebelum kehamilan 20 minggu dan tidak menghilang
12 minggu pasca persalinan.
C. Faktor Predisposisi
Wanita hamil cenderung dan mudah mengalami preeklampsia bila
mempunyai faktor-faktor predisposisi sebagai berikut:
1. Nulipara
2. Kehamilan ganda
3. Usia <20 atau >35 tahun
4. Riwayat preeklampsia-eklampsia pada kehamilan sebelumnya
5. Riwayat dalam keluarga pernah menderita preeklampsia-eklampsia
6. Penyakit ginjal, hipertensi dan diabetes melitus yang sudah ada
sebelum kehamilan
7. Obesitas
D. Epidemiologi
Preeklampsia merupakan penyebab ketiga terbanyak yang
menyebabkan kematian selama kehamilan setelah perdarahan dan emboli.
Preeklampsia merupakan penyebab pada 790 kematian ibu/100.000 kelahiran
hidup.
4
Morbiditas dan mortalitas terkait dengan disfungsi dari endothelial
sistemik, vasospasme, dan thrombosis pembuluh darah kecil yang akan
mengakibatkan iskemi jaringan dan organ. Wanita ras Afrika-Amerika
memiliki mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan wanita ras kulit
putih. Secara umur mortalitas dan morbiditas semakin meningkat pada
wanita hamil dengan umur muda (<20 tahun) dan wanita hamil dengan umur
> 35 tahun.
E. Etiologi
Sampai saat ini belum ada etiologi pasti dari preeklampsia dan
eklampsia. Ada beberapa teori yang menjelaskan perkiraan dari etiologi dari
kelainan tersebut diatas, sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai Disease
of Theory. Secara umum dasar dari patofisiologi preeklampsia adalah
vasokonstriksi dari pembuluh darah arteriole dan peningkatan sensitivitas
vaskuler terhadap vasopressor. Teori-teori yang diajukan untuk mengetahui
etiologi dari preeklampsia adalah sebagai berikut :
1. Peran Immunologi 6,7
Muncul dugaan bahwa terdapat hubungan antara leukosit desidua
dan invasi sitotrofoblas penting untuk invasi dan berkembangnya
tropoblast. Maladaptasi imun diduga sebagai penyebab gagalnya invasi
arteri spiralis sehingga menyebabkan dilepaskannya sitokin, enzim-
enzim proteolitik dan radikal bebas. Akan tetapi ada pendapat yang
menyatakan bahwa dugaan sistem imunitas humoral dan aktivasi
komplemen termasuk dalam proses terjadinya preeklampsia, namun
tidak didapatkan bukti bahwa faktor immunologi sebagai penyebab
terjadinya preeklampsia.
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak
timbul lagi pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapa diterangkan
bahwa pada kehamilan pertama pembentukan Blocking Antibodies
terhadap antigen plasenta tidak sempurna, yan semakin sempurna pada
kehamilan berikutnya.
5
Fierlie FM (1992) mendapatkan beberapa data yang mendukung
adanya sistem imun pada penderita preeklampsia dan eklampsia yaitu :
Beberapa wanita dengan PE-E (preeklampsia dan eklampsia)
mempunyai kompleks imun dalam serumnya.
Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi sistem
komplemen pada PE-E diikuti dengan proteinuri.
Sitrat (1986) menyimpulkan meskipun ada beberapa pendapat
menyebutkan bahwa sistem imun humoral dan aktivasi komplemen
terjadi pada PE-E, tetapi tidak ada bukti bahwa sistem immunologi
bisa menyebabkan PE-E.
Gambar 1. Bagan proses plasentasi normal dan abnormal seperti pada
preeklampsia.
2. Peran Genetik/Familial8
Faktor keturunan telah diakui dalam pathogenesis preeklampsia
pada beberapa tahun lalu. Dari berbagai penelitian dilaporkan terdapat
peningkatan angka kejadian preeklampsia pada wanita yang dilahirkan
pada ibu yang menderita preeklampsia.
6
Bukti pendukung berperannya faktor genetic pada kejadian
preeklampsia adalah peningkatan faktor Human Leukocyte Antigen
(HLA) pada wanita. Pernelitian terakhir menghubungkan antara
kejadian preeklampsia dengan trisomi 13. Walaupun faktor genetik
berperan pada preeklampsia tetapi belum dapat diterangkan secara
jelas manifestasinya pada penyakit ini.
Beberapa bukti yang menunjukkan faktor genetik kejadian PE-E
antara lain:
Preeklampsia hanya terjadi pada manusia
Terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekuensi PE-E
pada anak-anak dari ibu yang menderita PE-E
Kecenderungan meningkatnya frekuensi PE-E pada anak dan
cucu ibu hamil dengan riwayat PE-E dan bukan pada ipar
mereka
Peran Renin-Angiotensin-Aldosteron System (RAAS)
3. Iskemik Plasenta3,4
Pada kehamilan normal, proliferasi trofoblas menginvasi desidua
dan miometrium dalam 2 tahap. Pertama, sel-sel trofoblas
endovaskuler menginvasi arteri spiralis yaitu dengan mengganti
endotel, merusak jaringan muskulo-elastik dinding arteri dan
mengganti dinding arteri dengan material fibrinoid. Proses ini selesai
pada akhir semester I dan pada masa ini perluasan proses tersebut
sampai mengenai Deciduomymetrial junction . Pada usia kehamilan
14-16 minggu terjadi invasi tahap kedua yaitu sel-sel trofoblas masuk
ke dalam lumen arteri spiralis sampai asal arteri tersebut dalam
miometrium. Selanjutnya proses seperti tahap pertama kemudian
terjadi lagi penggantian endotel, perusakan jaringan muskulo-elastik
dan perubahan fibrinoid dinding arteri. Akhir dari proses ini adalah
pembuluh darah yang berdinding tipis, lemas dan berbentuk seperti
7
kantong yang memungkinkan terjadinya dilatasi secara pasif untuk
menyesuaikan dengan kebutuhan darah yang meningkat.
Pada preeklampsia proses plasentasi tersebut tidak berjalan
sebagaimana mestinya oleh karena disebabkan 2 hal yaitu pertama,
tidak semua arteri spiralis mengalami invasi oleh sel-sel trofoblas.
Kedua, pada arteri spiralis yang mengalami invasi, terjadi tahap
pertama invasi sel trofoblas secara normal tetapi invasi tahap kedua
tidak berlangsung sehingga bagian arteri spiralis yang berada dalam
miometrium tetap mempunyai dinding muskulo-elastik yang reaktif
yang berarti masih terdapat resistensi vaskuler. Disamping itu juga
terjadi ateriosis akut pada arteri spiralis yang dapat menyebabkan
lumen vaskuler arteri bertambah kecil atau bahkan mengalami
obliterasi. Teori tentang bagaimana sel-sel trofoblas gagal mengadakan
invasi arteri spiralis sampai saat ini belum diketahui dengan jelas.
4. Peran Prostasiklin dan Tromboksan 3,5
Prostasiklin (PGI2) disintesis oleh endotel pembuluh darah dan
korteks renalis mempunyai sifat vasodilator dan penghambat agregasi
trombosit. Tromboksan A2 (TXA2) diproduksi terutama oleh
trombosit dan mempunyai sifat vasokonstriktor dan agregator
trombosit.
Selama kehamilan normal terjadi kenaikan PGI2 oleh jaringan ibu,
plasenta dan janin. Pada preeklampsia terjadi penurunan produksi
PGI2 dan kenaikkan TXA2 sehingga terjadi peningkatan rasio
TXA2:PGI2.
Kerusakan endotel vaskuler pada preeklampsia menyebabkan
penurunan produksi PGI2, aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis yang
kemudian akan diganti thrombin dan plasmin. Trombin akan
mengkonsumsi antitrombin III sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi
trombosit menyebabkan pelepasan TXA2 dan serotonin sehingga akan
terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.
8
5. Peran Renin-Angiotensin-Aldosteron3,4,6
Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron (SRAA) mempunyai peran
penting dalam pengendalian tonus vaskuler dan tekanan darah. Pada
sistem ini angiotensin diproduksi oleh hepar dan dibantu oleh rennin
untuk memproduksi angiotensin I. Angiotensin I inaktif kemudian
dikonversi menjadi angiotensin II yang aktif secara biologis oleh
Angiotensin Converting Enzyme yang terikat pada endotel vaskuler.
Angiotensin II yang beredar dalam darah akan berinteraksi dengan
reseptor spesifik untuk merangsang kontraksi otot polos, menstimulir
produksi aldosteron dan menyebabkan retensi natrium, mempercepat
pelepasan norepinefrin dan menghambat pengambilan kembali
norepinefrin oleh nervus terminalis simpatis, serta menambah
reaktivitas otot polos vaskuler terhadap norepinefrin.
Pada kehamilan normal komponen SRAA menigkat sedangkan
pada preeklampsia beberapa komponen SRAA lebih rendah dibanding
pada kehamilan normal dan terjadi kenaikan sensitivitas yang nyata
pada penekanan peptide dan katekolamin. Ada pendapat yang
menyatakan bahwa respon penekanan terhadap angiotensin II
meningkat secara bermakna pada usia kehamilan 18 minggu pada
wanita hamil yang akan berkembang menuju preeklampsia .
Pengaturan sensitivitas angiotensin II tampaknya berhubungan erat
pada sintesis prostanoid. Penghambat sintesis prostaglandin dinyatakan
menambah respon penekanan terhadap angiotensin II dalam kehamilan
normal. Dari penelitian menunjukkan bahwa infuse prostaglandin E2
(PGE2), prostaglandin E1 (PGE1) dan prostasiklin mengurangi respon
penekanan angiotensin II pada trimester II sedangkan indometasin
meningkatkan sensitivitas vaskuler.
6. Defisiensi Mineral dan Diet3,4,5
9
Terdapat hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat hubungan
antara asupan kalsium dengan kejadian preeklampsia. Apabila wanita
hamil kekurangan asupan kalsium akan menyebabkan peningkatan
hormon paratiroid (PTH). Peningkatan hormon paratiroid ini akan
menyebabkan kalsium intraseluler meningkat melalui peningkatan
permeabilitas membrane sel terhadap kalsium, aktivitas adenilsiklase
dan peningkatan cAMP (Cyclic Asdenosine Monophospate), akibatnya
kalsium dari mitokondria lepas ke dalam sitosol. Peningkatan kadar
kalsium intraseluler otot polos pembuluh darah akan menyebabkan
mudah terangsang untuk vasokonstriksi yang akhirnya tekanan darah
meningkat.
Mekanisme terjadinya preeklampsia dihubungkan dengan peranan
ion kalsium sitosol. Hipokalsemia yang terjadi pada cairan ekstrasel
menyebabkan depolarisasi dari membrane plasma preganglionik sel-sel
saraf pembuluh darah. Pada saat terjadi aksi potensial, ion kalsium
masuk ke dalam sitosol melewati mekanisme aksi potensial. Jumlah
ion kalsium yang masuk ke dalam sitosol mencerminkan besarnya
asetilkoln yang dilepaskannya. Masuknya kalsium ini menyebabkan
vasokonstriksi. Bila hal ini terjadi maka terjadi hipertensi. Selain itu
hipokalsemia juga menyebabkan masuknya kalsium ke dalam sitosol
otot lurik. Hal ini akan menyebabkan terjadinya kontraksi otot lurik
dan bila terjadi terus menerus akan timbul kejang atau eklampsia.
Hipotesis tersebut diatas dibuktikan dengan beberapa penelitian
mengenai hubungan tambahan antara asupan kalsium selama
kehamilan dengan kejadian preeklampsia . Hasil meta analisis dari
berbagai penelitian randomized control trial mengenai hubungan
antara asupan kalsium dengan kejadian preeklampsia , menunjukkan
bahwa dengan suplemen kalsium 1500-2000mg selama kehamilan
dapat mencegah terjadinya preeklampsia (OR 0,38 (95% Cl, 0,22-
0,65). Dari meta analisis disimpulkan bahwa secara statistik suplemen
kalsium 1000-1500mg dapat menurunkan tekanan darah sistolik
10
sebesar 1,27mmHg (Cl 95%-2,25-0,29mmHg;p=0,01), sedangkan
untuk diastolik 0,24mmHg (Cl 95%-0,92-0,44 mmHg;p=0,49), akan
tetapi penurunan tekanan darah tersebut secara klinis tidak bermakna.
Namun sampai saat ini belum jelas patofisiologi hubungan antar kadar
kalsium dengan kejadian preeklampsia .
7. Metabolisme Kalsium1
Kalsium memegang peranan penting dalam berbagai proses fungsi
fisiologis di dalam tubuh yaitu proses pembekuan darah, bersama
dengan natrium dan kalium mempertahankan potensial membrane sel,
transduksi sinyal antara reseptor hormon, ekstabilitas neuromuskuler,
integritas membrane sel; reaksi-reaksi enzimatik, proses
neurotransmisi, membentuk struktur tulang dan sebagai cadangan
kalsium tubuh.
Kadar kalsium dalam plasma ditentukan oleh absorbsi kalsium
pada saluran cerna, resorbsi kalsium pada tulang dan pengeluaran
kalsium melalui tinja, urin, dan keringat. Pengaturan keseimbangan
kalsium dipengaruhi terutama oleh hormon paratiroid, kalsitonim dan
vitamin D.
F. Patofisiologi
Vasokonstriksi merupakan dasar patogenesis PE-E. Vasokonstriksi
menimbulkan peningkatan total perifer resisten dan menimbulkan hipertensi.
Adanya vasokonstriksi juga akan menimbulkan hipoksia pada endotel
setempat, sehingga terjadi kerusakan endotel, kebocoran arteriol disertai
perdarahan mikro pada tempat endotel. Selain itu Hubel (1989) mengatakan
bahwa adanya vasokonstriksi arteri spiralis akan menyebabkan terjadinya
penurunan perfusi uteroplasenter yang selanjutnya akan menimbulkan
maladaptasi plasenta. Hipoksia/anoksia jaringan merupakan sumber reaksi
hiperoksidase lemak, sedangkan proses hiperoksidasi itu sendiri memerlukan
11
peningkatan konsumsi oksigen, sehingga dengan demikian akan mengganggu
metabolisme di dalam sel.
Implantasi dari invasi trofoblas yang tidak normal ke dalam pembuluh
darah uterus merupakan penyebab terbesar kejadian hipertensi yang berkaitan
dengan sindrom preeklampsia . Secara fisiologis invasi ke dalam uterus oleh
trofoblas endovaskuler menyebabkan remodeling dari arteri spiralis uterus
yang luas, yang menyebabkan pelebaran dari diameter pembuluh darah. Pada
preeklampsia , terdapat invasi yang kurang dan arteriol profunda dari tidak
melebar. Hasil studi menunjukkan derajat dari invasi trofoblas yang inkomplit
ke dalam arteri spiralis secara langsung berkaitan dengan derajat keparahan
dari hipertensi maternal. Kemudian, akan menyebabkan hipoperfusi plasenta
yang akan menyebabkan pelepasan komponen vasoaktif sistemik yang akan
menyebabkan respon inflamasi seperti vasokonstriksi, kerusakan endotel,
pecahnya kapiler, hiperkoagulasi, dan disfungsi dari trombosit, yang
semuanya akan berkontribusi terhadap disfungsi organ dan gambaran klinis
dari penyakit.
Peroksidase lemak adalah hasil proses oksidase lemak tak jenuh yang
menghasilkan hiperoksidase lemak jenuh. Peroksidase lemak merupakan
radikal bebas. Apabila keseimbangan antara peroksidase terganggu, dimana
peroksidase dan oksidan lebih dominan, maka akan timbul keadaan yang
disebut stess oksidatif. Pada PE-E serum antioksidan kadarnya menurun dan
plasenta menjadi sumber terjadinya peroksidase lemak. Sedangkan pada
wanita hamil normal, serumnya mengandung transferin, ion tembaga dan
sulfohidril yang berperan sebagai antioksidan yang cukup kuat. Peroksidase
lemak beredar dalam aliran darah melalui ikatan lipoprotein. Peroksidase
lemak ini akan sampai kesemua komponen sel yang dilewati termasuk sel-sel
endotel yang akan mengakibatkan rusaknya sel-sel endotel tersebut.
Rusaknya sel-sel endotel tersebut akan mengakibatkan antara lain :
1. Adhesi dan agregasi trombosit.
2. Gangguan permeabilitas lapisan endotel terhadap plasma.
12
3. Terlepasnya enzim lisosom, tromboksan dan serotonin sebagai akibat
dari rusaknya trombosit.
4. Produksi prostasiklin terhenti.
5. Terganggunya keseimbangan prostasiklin dan tromboksan.
6. Terjadi hipoksia plasenta akibat konsumsi oksigen oleh peroksidase
lemak.
Faktor immunologi merupakan faktor pemegang kunci penyebab
preeklampsia yang telah lama dipercaya oleh peneliti. Salah satu komponen
yang penting adalah kurangnya disregulasi dari toleransi maternal terhadap
antigen paternal pada plasenta dan fetus. Maladaptasi dari fetal-maternal ini
ditandai dengan hubungan defektif dari sel natural killer (NK) dan HLA-C
dari fetus dan mengakibatkan perubahan histologis yang menyerupai dengan
rejeksi graft akut. Gangguan sel endoteliel yang khas pada preeklampsia
dapat terjadi sebagai akibat dari aktivasi leukosit yang ekstrim pada sirkulasi
maternal.
G. Diagnosis
Dikatakan preeklampsia berat apabila gejala didapatkan satu atau
lebih gejala dibawah ini pada kehamilan > 20 minggu:
1. Tekanan darah >160/110 dengan syarat diukur dalam keadaan
relaksasi (pengukuran minimal setelah istirahat 10 menit) dan tidak
dalam keadaan his.
2. Proteinuria >5gr/24jam atau +4 pada pemeriksaan kuantitatif.
3. Oligouria, produksi urine <500cc/24jam yang disertai dengan kenaikan
kreatinin plasma.
4. Gangguan visus dan serebral
5. Nyeri epigastrium/hipokondrium kanan
6. Edema paru dan sianosis
7. Gangguan janin intrauteri
8. Adanya Hellp Syndrome (Hemolysis, Elevated Liver Enzyme, Low
Platelets Count)
13
Pemeriksaan Laboratorium
1. CBC dan Apusan darah tepi :
Anemia Hemolitik Mikroangiopatik
Trombositopenia <100.000
Hemokonsentrasi sering terdapat pada preeklampsia berat
Sistiosit pada Apusan darah tepi
2. Tes Fungsi liver : Kadar enzim Transaminase yang meningkat
3. Kadar serum kreatinin : kadarnya meningkat yang disebabkan
penurunan volume intravaskuler dan penurunan dari GFR
4. Faktor Koagulasi yang abnormal : Peningkatan PT dan aPTT
5. Asam urat
Hiperurisemia merupakan gambaran laboratorium awal pada
preeklampsia berat. Tes ini memiliki sensitivitas yang rendah yaitu
sekitar 0-55%, namum mempunyai spesifikasi yang tinggi yaitu sekitar
77-95%
CT-Scan Kepala
Studi menggunakan pemeriksaan ini untuk mendeteksi adanya
perdarahan intracranial pada pasien yang memiliki gejala sakit kepala
hebat yang tiba-tiba, defisit neurologis atau kejang dengan status post-ictal
yang memanjang.
Ultrasonografi
Pemeriksaan ini digunakan untuk memeriksa status dari fetus yang
sama baiknya ketika memeriksa restriksi pertumbuhan
Kardiotokografi
Ini merupakan tes standar untuk mengetahui stress fetal dalam
rahim dan dapat memonitor fetus secara menetap. Walapun dapat
memberikan informasi yang berkelanjutan, namun alat ini memiliki
kemampuan prediktif yang kurang.
14
H. Penatalaksanaan2,4,6,7
1. Perawatan Prehospital
Kegiatan rujukan penderita preeklampsia berat-eklampsia, dapat
dibagi dalam beberapa tahapan, yaitu :
Tahap pengobatan pendahuluan
Bagi semua tenaga kesehatan, kemampuan yang perlu dimiliki
pada tahap pengobatan pendahuluan ialah secepatnya dapat
mendiagnosis adanya hipertensi dalam kehamilan, menentukan
klasifikasinya, serta menentukan adanya penyulit-penyulit yang
timbul. Tujuan pengobatan pendahuluan ialah agar penderita tidak
jatuh dalam stadium yang lebih berat dan dapat segera mengatasi
penyulit-penyulitnya. Tahap ini lasim disebut tahap resusitasi.
Dalam memberikan pengobatan pendahuluan ini perlu diingat hal-
hal yang berhubungan dengan perubahan fisiologi kehamilan
normal dan patofisiologi hipertensi dalam kehamilan.
Kehamilan normal
1. Adanya kompresi aorta - caval oleh rahim
2. Peningkatan kebutuhan O2 dan ventilasi
3. Resiko aspirasi bahan lambung
Hipertensi dalam kehamilan
1. Hipovolemia
2. Vasokonstriksi
3. Penurunan aliran darah pada organ-organ penting
Obat-obat yang diberikan
Pengobatan pendahuluan mutlak dilakukan agar tercapai
stabilitas hemodinamik dan metabolik:
1. Pemasangan infus
Pemasangan kanula intravena dengan diameter 16 G
dimaksudkan agar dapat memberikan cairan infus dengan
lancar dan sebagai sarana pemberian obat-obat intravena.
15
Cairan infus yang diberikan adalah dekstrose 5% setiap
1000 ml diselingi cairan ringer laktat 500 ml.
2. Obat-obat anti kejang
a. MgS04
Diberikan secara intramuskuler pada preeklampsia berat,
sedang pada eklampsia diberikan secara intravena.
- Loading dose: 4 g MgSO4 40% dalam larutan 10 ml
intravena selama 4 menit, disusul 8 g MgSO4 40% dalam
larutan 25 ml intramuskuler pada bokong kiri dan kanan
masing-masing 4 g.
- Maintenance dose: 4 g MgSO4 tiap 6 jam secara
intramuskuler; bila timbul kejang lagi, dapat diberikan
tambahan 2 g MgSO4 iv selama 2 menit sekurang-
kurangnya 20 menit setelah pemberian terakhir. Bila
setelah pemberian dosis tambahan masih tetap kejang
maka diberikan amobarbital 3-5 mg/kgBB/iv. Pada
pemberian MgSO4 diperlukan pemantauan tanda-tanda
keracunan MgSO4. Kejang ulang setelah pemberian
MgSO4 hanya 1%. Magnesium sulfat menurunkan
eksitabilitas neuromuskuler; walaupun dapat menembus
plasenta, tidak ditemukan bukti toksisitas pada neonates
dari fetus.
b. Diazepam
Suatu antikonvulsan yang efektif dengan jalan menekan
reticular activating system dan basal ganglia tanpa
menekan pusat meduler. Diazepam melewati barier
plasenta dan dapat menyebabkan depresi pernapasan pada
neonatus, hipotensi dan hipotermi hingga 36 jam setelah
pemberiannya. Depresi neonatal ini hanya terjadi bila
dosisnya lebih dari 30 mg pada 15 jam sebelum kelahiran.
Dosis awal : 10-20 mg bolus intravena Dosis tambahan :
16
5-10 mg intravena jika diperlukan atau tetesan 40 mg
diazepam dalarn 500 ml larutan dekstrose 5%.
3. Obat-obat anti hipertensi
Diberikan jika tekanan darah sistolik 160 mmHg atau
tekanan darah diastolik 110 mmHg.
a. Klonidin
Satu-satunya antihipertensi yang tersedia dalam bentuk
suntikan. 1 ampul mengandung 0,15 mg/ml. Caranya : 1
ampul klonidin diencerkan dalam 10 ml larutan garam
faal atau aquadest. Disuntikkan mula-mula 5 ml i.v pelan-
pelan selama 5 menit; setelah 5 menit tekanan darah
diukur, bila belum turn, diberikan lagi sisanya. Klonidin
dapat diberikan tiap 4 jam sampai tekanan darah
mencapai normal.
b. Nifedipin
Obat yang termasuk golongan antagonis kalsium ini dapat
diberikan 10 mg sub lingual atau 3-4 kali 10 mg peroral.
c. Hidralasin
Vasodilator ini tergolong obat yang banyak dipakai untuk
hipertensi dalam kehamilan. Ferris dan Burrow
mengatakan bahwa penurunan vasospasme akan
meningkatkan perfusi uteroplasenter. Obat ini di
Indonesia hanya tersedia dalam bentuk tablet.
4. Diuretika
Diuretika tidak digunakan kecuali jika didapatkan:
a. edema paru
b. payah jantung kongestif
c. edema anasarka
Yang dipakai adalah golongan furosemid. Baik tiazid
maupun furosemid dapat menurunkan fungsi
uteroplasenter.
17
5. Kardiotonika
Indikasi pemberiannya ialah bila ditemukan tanda-tanda
payah jantung.
6. Antipiretika
Digunakan bila suhu rektal di atas 38,5°C ; dapat dibantu
dengan pemberian kompres hangat.
7. Antibiotika
Diberikan atas indikasi
8. Anti nyeri
Bila penderita kesakitan atau gelisah karena kontraksi
rahim dapat diberi petidin 50-75 mg sekali saja selambat-
lambatnya 2 jam sebelum bayi lahir. Mengingat dalam
kasus rujukan preeklampsia berat-eklampsia, petugas
terdepan yang sering menemukan kasus ini adalah perawat
atau bidan maka para petugas tersebut wajib dan harus
mampu memberikan obat-obat pendahuluan yang mutlak
dilakukan sebelum transportasi. Kewenangan dokter
puskesmas dalam memberikan obat-obat pendahuluan
dapat didelegasikan kepada perawat maupun bidan. Bila
perawat atau bidan mengetahui dengan benar syarat-syarat,
indikasi dan cara pemberian obat tersebut maka kecil
kemungkinan terjadinya pengaruh sangkal obat-obat
tersebut.
Bila penderita preeklampsi-eklampsia kejang-kejang
kemudian jatuh kedalam koma, maka selain diberikan
pengobatan pendahuluan, perawatan pendahuluan juga
penting dalam persiapan transportasi. Perlu diingat bahwa
penderita koma tidak bereaksi atau mempertahankan diri
terhadap:
- suhu yang ekstrim
- posisi tubuh yang menimbulkan nyeri
18
- aspirasi
Bahaya terbesar yang mengancam penderita koma
adalah buntunya jalan napas atas. Setiap penderita
eklampsia yang jatuh ke dalam koma harus dianggap bahwa
jalan napas atasnya terbuntu, kecuali dibuktikan lain. Oleh
karena itu tindakan pertama adalah menjaga dan
mengusahakan agar jalan napas atas tetap terbuka. Cara
yang sederhana dan cukup efektif adalah dengan cara head
tilt-chin lift atau head tilt-neck lift yang kemudian
dilanjutkan dengan pemasangan kanul orofaringeal. Hal
penting ke dua yang perlu diperhatikan ialah bahwa
penderita koma akan kehilangan refleks muntah sehingga
ancaman aspirasi bahan lambung sangat besar. Ibu hamil
selalu dianggap memiliki lambung penuh, oleh sebab itu
semua benda-benda yang berada dalam rongga mulut dan
tenggorokan, baik berupa makanan atau lendir harus diisap
secara intermitten. Penderita ditidurkan dalam posisi yang
stabil untuk drainase lendir.
Pada penderita yang kejang tujuan pertolongan
pertama ialah mencegah penderita mengalami trauma
akibat kejang-kejang tersebut. Penderita diletakkan di
tempat tidur yang lebar; hendaknya dijaga agar kepala dan
ekstremitas penderita yang kejang tidak membentur benda
di sekitarnya. Hindari fiksasi terlalu kuat yang justru dapat
menimbulkan fraktur.Beri sudip lidah dan jangan mencoba
melepas sudip lidah yang sedang tergigit karena dapat
mematahkan gigi. Ruangan penderita harus cukup terang.
Bila kejang-kejang reda, segera beri oksigen.
Pemantauan janin dalam rahim
Denyut jantung janin dapat dipantau secara sederhana dengan alat
monoskop, jika tersedia, digunakan doppler atau ultrasonografi.
19
Tahap transportasi penderita
Yang dimaksud dengan tahap transportasi penderita ialah
memindahkan penderita dari suatu tempat ke tempat lain yang
lebih memadai secara efektif, efisien dan benar. Ada dua
kegiatan yang harus dilakukan yaitu:
1. Evaluasi penderita setelah pengobatan pendahuluan
(pretransfer assessment setelah pretransfer treatment)
2. Transfer penderita
Pada tahap pretransfer assessment perlu diperhatikan
apakah setelah pemberian obat-obat pendahuluan, stabilitas
hemodinamik dan metabolik sudah tercapai, biasanya
memerlukan waktu 4-6 jam setelah pengobatan
medikamantosa lengkap berakhir. Evaluasi klinik yang
penting untuk menentukan stabilitas penderita adalah dari
aspek.
a. Sistem kardiosirkulasi
b. Sistem respirasi
c. Sistem susunan saraf pusat
Semua data penderita dicatat dalam dokumen medik
dengan model “Dokumen medik berorientasi masalah” dan
harus disertakan bersama penderita pada saat dirujuk.
Waktu yang dipakai untuk menunggu tercapainya stabilitas
penderita hendaknya dimanfaatkan untuk menyiapkan
transporrtasi. Sarana yang perlu diperhatikan sebelum
melakukan transfer penderita ialah :
a. Menyiapkan penderita dalam tandu yang benar
b. Pemasangan saluran intravena yang dijamin tidak akan
macet selama perjalanan.
c. Menyiapkan semua obat, cairan infus dan bila perlu
darah untuk bekal di perjalanan.
20
d. Pemasangan kateter kandung kemih dengan foley
catheter No. 18F.
e. Pemasangan endotracheal tube atau oropharyngeal
airway bila mungkin
Tahap pengobatan lanjutan
Tahap merujuk balik
2. Pengobatan obstetrik
1). Belum inpartu
a). Amniotomi & Oxytocin drip (OD) Syarat: Bishop score >8,
setelah 3 menit tx. Medisinal.
b). Sectio Caesaria
Syarat: kontraindikasi oxytocin drip 12 jam OD belum masuk fase
aktif.
2). Sudah inpartu
Kala I
Fase aktif: 6 jam tidak masuk f. aktif dilakukan SC.
Fase laten: Amniotomi saja, 6 jam kemudian pembukaan belum
lengkap lakukan SC (bila perlu drip oxytocin).
Kala II
Pada persalinan pervaginam, dilakukan partus buatan VE/FE.
Untuk kehamilan < 37 minggu, bila memungkinkan terminasi
ditunda 2X24 jam untuk maturasi paru janin.
I. Perawatan Konservatif
Perawatan konservatif kehamilan preterm <37 minggu tanpa
disertai tanda-tanda impending eklampsia, dengan keadaan janin baik.
Perawatan tersebut terdiri dari:
SM Therapy: Loading dose: IM saja.
Maintenance dose: sama seperti di atas.
Sulfas Magnesikus dihentikan bila sudah mencapai tanda
Preeklampsia ringan, selambat-lambatnya dalam waktu 24
jam.
21
Terapi lain sama seperti di atas.
Dianggap gagal jika > 24 jam tidak ada perbaikan, harus
diterminasi.
Jika sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan, diberikan
SM 20% 2 gr/IV dulu.
Penderita pulang bila: dalam 3 hari perawatan setelah
penderita menunjukkan tanda-tanda PER keadaan penderita
tetap baik dan stabil.
22
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama Pasien : Ny. S
Umur : 21 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Ds. Pasar Bulan Kecamatan Tanjung Batu
Nomor Rekam Medik : 09.69.30
3.2 Anamnesis
Os masuk ke bangsal kebidanan dan kandungan RSUD Palembang BARI
melalui PONEK dengan :
Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan hamil cukup bulan dengan pandangan kabur sejak
tadi pagi.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke bangsal kebidanan kiriman dari PONEK RSUD Palembang
BARI dengan keluhan hamil cukup bulan dengan pandangan kabur sejak tadi
pagi. Pasien juga mengaku kepala terasa sangat pusing dan merasakan nyeri ulu
hati. Muntah muntah tidak dialami pasien. Pasien mengaku ada keluar darah atau
lendir dari kemaluan. Pasien tidak merasakan keluar air-air dari kemaluan. Pasien
merasakan nyeri perut tetapi hanya sebentar sebetar dan jarak sakitnya lama. Ini
merupakan kehamilan pertama. Pasien sebelumnya berobat ke Bidan dan dirujuk
ke rumah sakit. Saat di RS pasien langsung mendapatkan terapi tetapi pasien tidak
mengetahui apa yang telah diberikan, sekitar stengah jam di rumah sakit pasien
mengalami kejang.
23
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengaku tidak memiliki riwayat penyakit yang lain seperti astma,
hipertensi, diabetes melitus, sakit jantung, gangguan ginjal, gangguan paru.
Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengaku tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit lain seperti
astma, hipertensi, diabetes melitus, sakit jantung, gangguan ginjal, gangguan paru.
Riwayat Haid
Usia menarche : 13 tahun
Siklus haid : 28 hari
Lama haid : 7 hari
Banyaknya : 2 kali ganti pembalut/ hari
Nyeri haid : (-)
HPHT : 28 - 10 - 2012
TP : 02 - 08 - 2013
Riwayat Obstetri
Pasien hamil anak pertama dan pasien belum pernah mengalami keguguran.
I : hamil ini
Riwayat Perkawinan
Lama Pernikahan : 1 tahun
Usia waktu nikah : 20 tahun
Riwayat Ante Natal Care
Pasien kontrol kehamilan di bidan sebanyak 3 kali.
Riwayat kontrasepsi
24
Pasien belum pernah menggunakan alat-alat ataupun obat-obatan kontrasepsi.
3.3 Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan Umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 160/100 mmhg
Nadi : 116 x/menit
Pernafasan : 24 x/menit
Suhu : 36,6 0C
Tinggi badan : 140 cm
Berat badan : 53kg
- Kepala
Mata : Conjungtiva Anemis -/- ; Sklera Ikterik -/-
THT : Tidak ada kelainan
- Leher
Thyroid : Tidak teraba membesar, mengikuti gerakan dan simetris
KGB tak teraba
- Dada
Paru
Inspeksi : Tidak ada bagian yang tertinggal saat bernapas
Palpasi : Fremitus paru simetris
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Suara napas vesikuler, Rh -/- , Wh -/-
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula sinistra
Perkusi : Jantung dalam batas normal
Auskultasi : BJ I-II murni regular, gallop (-), murmur (-)
- Mammae
25
Simetris, tidak tampak ataupun teraba benjolan.
Kedua areolla mammae tampak hiperpigmentasi.
Puting susu tampak menonjol, ASI -/-.
- Abdomen :
Status obstetrikus
- Extremitas :
Akral : hangat
Edema : edema pada kedua kaki +/+
Reflex fisiologis : reflex patella (+)
Reflex patologis : (-)
– Status Obstetrikus
Inspeksi : cembung, striae gravidarum (+), linea nigra (+).
Palpasi :
L1 : TFU 3 jari dibawah proc.xypoideus, teraba massa besar
lunak noduler
L2 : Teraba tahanan terbesar di kanan, bagian-bagian kecil di
kiri
L3 : Bagian terbawah teraba massa bulat, keras, terfixir
L4 : Bagian terbawah belum masuk PAP
His : 10 detik
Auskultasi : DJJ: 156x/menit
– Genetalia :
VT : portio lunak, posterior pendataran 0%, pembukaan 2cm,
ketuban (+) , terbawah kepala, blood sleam (+)
3.4 Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan Laboratorium
26
Laboratorium (14/7/13)
Darah:
- Hb : 11,1 g/dL
- Leukosit : 12.500/µL
- Trombosit : 318.000/µL
- Hematokrit : 34%
- D. Count : 0/0/1/77/17/5
- Clotting time : 10 menit
- Bleeding time : 2 menit
- Gol. Darah : O
- Rhesus factor : +
Kimia darah:
- BSS : 88mg/dl
Faal Hati:
- Bilirubin : 1,2 mg/dl
- SGOT : 25 mg/dl
- SGPT : 27 mg/dl
Faal Ginjal:
- Ureum : 32mg/dl
- Creatinin :1,2 mg/dl
Elektrolit:
- Na : 139 mmol
- K : 3,12 mmol
Urin:
- Warna : kuning
- Kejernihan : jernih
- Berat jenis : 1,015
- pH : 6,5
- Protein : +++
- Glukosa : -
- Keton : -
27
- Urobilinogen : +
- Bilirubin : -
- Urobilin : -
- Nitrit : -
- Leukosit : 2-3/lapang pandang
- Eritrosit : 6-8/lapang pandang
- Epitel : +
- Silinder : -
- Kristal : -
3.5 Diagnosa
G1P0A0 hamil 37-38 minggu dengan eklampsia inpartu kala I fase laten janin
tunggal hidup presentasi kepala.
3.6 Rencana Terapi
Tanggal 14 Juli 2013
Pk. 10.48 WIB : - IVFD RL habis ganti dengan IVFD D5% + MgSO4
40% 1 flash gtt 15x/ menit
- DC + urine 100cc
- Inj MgSO4 40% boka/boki
- Nifedipine 3x 10 mg
- Antasida syr 3x 2C
- Paracetamol 3 x 500mg
- observasi 6 – 8 jam
- R/ SC
Pk. 11. 30 (pasien kejang) : Inj MgSO4 20% 10cc IV
3.7 Laporan Operasi
Operasi SC dilakukan pada tanggal 15 Juli 2013 pukul 10.00 sampai dengan
11.00 WIB.
- Pasien telentang dalam anestesi spinal
28
- Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik
- Dilakukan insisi pfanenstil
- Dilakukan insisi semilunar pada segmen bawah rahim
- Lahir bayi laki-laki pada pukul 10.15, Apgar score 8/9, berat badan
2700 gram, tinggi badan 48 cm, anus (+), cacat (-), caput (+), ketuban
jernih
- Plasenta dikeluarkan manual, kesan utuh dan lengkap
- Segmen bawah uterus dijahit dengan chromic no.1
- Perdarahan dirawat, rongga abdomen dicuci dengan cairan NaCl
- Dinding abdomen ditutup lapis demi lapis
3.8 Follow-Up
( 15-7-2013)
S : nyeri bekas operasi (+), lemas (+)
O : TD : 1400/80 mmHg
N : 84x/menit
Nafas: 21x/menit
Suhu : 36,5oC
Mata : CA -/-, SI -/-
Cor : S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo: Vesikuler, Wh -/-, Rh -/-
Status obstetrikus
Abd : TFU: 2 jari di bawah pusat, kontraksi baik, cairan bebas (-), nyeri
tekan (-), BU (+)
Genitalia : Perdarahan tak aktif, lochia rubra (+).
A : P1A0 Post SSTP a/i eklampsia hari ke-1
P :
IVFD RL gtt 20 x/m + drip 2 ampul induxin + 2 ampul ketorolac
Inj. Ceftriaxone : 2x1 g
Inf. Metronidazole : 3x 500mg
29
Inj. As. Tranexamat : 3x250mg
Diet NB rendah garam
Kateter 24 jam
Imobilisasi 24 jam
Cek Hb post OP
( 16-7-2013)
S : nyeri bekas jahitan (+)
O : TD : 140/80 mmHg
N : 82x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36,5oC
Mata : CA -/-, SI -/-
Cor : S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo: Vesikuler, Wh -/-, Rh -/-
Status obstetrikus
Abd : TFU: 2 jari di bawah pusat, kontraksi baik, cairan bebas (-), nyeri
tekan (-), BU (+)
Genitalia : Perdarahan tak aktif, lochia rubra (+).
Hb post op : 10,3 gr/dl
A : P1A0 Post SSTP a/i eklampsia ke-2
P :
IVFD RL gtt 20 x/m + drip 2 ampul induxin + 2 ampul ketorolac
Inj. Ceftriaxone : 2x1 g
Inf. Metronidazole : 3x 500mg
Inj. As. Tranexamat : 3x250mg
Nifedipine 3 x 10mg
Phenobarbital 3x 1 tab
Diet NB rendah garam
Mobilisasi
Kateter aff
30
ASI on demand
( 17-7-2013)
S: nyeri bekas jahitan (-)
O : TD : 130/80 mmHg
N : 80x/menit
Nafas: 20x/menit
Suhu : 36,0oC
Mata : CA +/+, SI -/-
Cor : S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo: Vesikuler, Wh -/-, Rh -/-
Status obstetrikus
Abd : TFU: 2 jari di bawah pusat, kontraksi baik, cairan bebas (-), nyeri
tekan (-), BU (+)
Genitalia : Perdarahan tak aktif, lochia rubra (+).
A : P1A0 Post SSTP a/i eklampsia ke-4
P :
IVFD RL aff
Cefotaxime 3x 500mg
As. Mefenamat 3x 500mg
B comp C 3x1tab
Nifedipine 3 x 10mg
Phenobarbital 3x 1 tab
Diet NB rendah garam
ASI on demand
( 18-7-2013)
S: nyeri bekas jahitan (-)
O : TD : 130/80 mmHg
N : 82x/menit
31
Nafas: 20x/menit
Suhu : 36,1oC
Mata : CA +/+, SI -/-
Cor : S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo: Vesikuler, Wh -/-, Rh -/-
Status obstetrikus
Abd : TFU: 2 jari di bawah pusat, kontraksi baik, cairan bebas (-), nyeri
tekan (-), BU (+)
Genitalia : Perdarahan tak aktif, lochia rubra (+).
A : P1A0 Post SSTP a/i eklampsia ke-5
P :
Cefotaxime 3x 500mg
As. Mefenamat 3x 500mg
B comp C 3x1tab
Nifedipine 3 x 10mg
Pasien pulang
32
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien datang dengan keluhan hamil cukup bulan dengan pandangan kabur
sejak tadi pagi. Pasien juga mengaku kepala terasa sangat pusing dan merasakan
nyeri ulu hati. Muntah muntah tidak dialami pasien. Pasien mengaku ada keluar
darah atau lendir dari kemaluan. Pasien tidak merasakan keluar air-air dari
kemaluan. Pasien merasakan nyeri perut tetapi hanya sebentar sebetar dan jarak
sakitnya lama. Ini merupakan kehamilan pertama. Pasien sebelumnya berobat ke
Bidan dan dirujuk ke rumah sakit. Saat di RS pasien langsung mendapatkan terapi
tetapi pasien tidak mengetahui apa yang telah diberikan, sekitar stengah jam di
rumah sakit pasien mengalami kejang.
Tanda tanda yang dialami pasien seperti pandangan yang tiba tiba kabur,
nyeri kepala hebat, nyeri epigastrium merupakan tanda prodoma akan terjadinya
kejang yang disebut dengan impending eclampsia atau imminent eclampsia. Pada
saat kejang biasanya dimulai dengan kejang tonik. Tanda tanda kejang tonik ialah
dengan dimulainya gerakan kejang berupa switching dari otot-otot muka
khususnya sekitar mulut, yang beberapa detik kemudian disusul kontraksi otot
tubuh yang menegang, sehingga seluruh tubuh menjadi kaku. Pada keadaan ini
wajah penderita mengalami distorsi, bola mata menonjol, kedua lengan fleksi,
tangan menggengam, kedua tungkai dalam posisi inversi. Semua otot tubuh pada
saat ini dalam keadaan kontraksi tonik. Keadaan ini berlangsung 15-30 detik.
Kejang tonik ini akan segera disusul oleh kejang klonik. Kejang klonik dimuali
dengan terbukanya rahang secara tib tiba dan tertutup kembali dengan kuat
disertai pula dengan terbuka tertutupnya kelopak mata. Kemudian disusul dengan
kontraksi intermiten pada otot-otot muka dan otot-otot seluruh tubuh. Semakin
kuat kontraksi otot-otot tubuh ini menyebakan semakin kuat juga pasien terlempar
dan seringkali pula lidah tergigit akibat kontraksi otot rahang yang terbukadan
tertutup dengan kuat. Pada kasus tidak diketahui jenis kejang yang dialami oleh
pasien.
33
Kehamilan pasien merupakan kehamilan pertama yang merupakan faktor
predisposisi terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Faktor faktor predisposisi
lain tidak dimiliki oleh pasien seperti riwayat keluarga yang mengalami hal yang
sama, Gizi kurang, Anemia, obesitas, difisiensi kalsium, kadar asam urat yang
tinggi, hiperplasentosis ( hamil ganda, hidropsfetalis, bayi besar, DM).
Dari HPHT pasien hamil 37- 38 minggu. Pasien hanya 3 kali melakukan
ANC seharunya ANC pada kehamilan resiko tinggi perhatian dan jadwal harus
lebih ketat. Namun, Bila kehamilan normal jadwal ANC cukup hanya 4 kali. Pada
kasus merupakan kehamilan dengan resiko tinggi dan pasien hanya ANC 3 kali
dan kurang dari jadwal ANC dengan kehamilan normal.
Pada pemeriksaan generalis didapatkan penigkatan tekanan darah 160/100
dan takikardi 116x/menit. Dan pada pemeriksaan ektremitas didapatka kaki edema
+/+. Vasokonstriksi merupakan dasar patogenesis PE-E. Vasokonstriksi
menimbulkan peningkatan total perifer resisten dan menimbulkan hipertensi.
Adanya vasokonstriksi juga akan menimbulkan hipoksia pada endotel setempat,
sehingga terjadi kerusakan endotel, kebocoran arteriol disertai perdarahan mikro
pada tempat endotel. Selain itu Hubel (1989) mengatakan bahwa adanya
vasokonstriksi arteri spiralis akan menyebabkan terjadinya penurunan perfusi
uteroplasenter yang selanjutnya akan menimbulkan maladaptasi plasenta.
Hipoksia/anoksia jaringan merupakan sumber reaksi hiperoksidase lemak,
sedangkan proses hiperoksidasi itu sendiri memerlukan peningkatan konsumsi
oksigen, sehingga dengan demikian akan mengganggu metabolisme di dalam sel.
Implantasi dari invasi trofoblas yang tidak normal ke dalam pembuluh darah
uterus merupakan penyebab terbesar kejadian hipertensi yang berkaitan dengan
sindrom preeklampsia .
Pada pemeriksaan luar obstetri, inspeksi didapatkan perut cembung, striae
gravidarum (+), linea nigra (+). Palpasi Leopold 1, TFU 3 jari dibawah
proc.xypoideus, teraba massa besar lunak noduler. Leopold 2, Teraba tahanan
terbesar di kanan, bagian-bagian kecil di kiri. Leopold 3, Bagian terbawah teraba
massa bulat, keras, terfixir. Leopold 4, Bagian terbawah belum masuk PAP. His
pasien 10 detik. Dan didapatkan denyut jantung janin 156x/menit.
34
Pada pemeriksaan dalam portio lunak, posterior pendataran 0%, pembukaan
2cm, ketuban (+) , terbawah kepala, blood sleam (+). Pada pemeriksaan
didapatkan pasien telah mengalai inpartu kala 1 fase laten.
Pada pemeriksaan Laboratorium didapatkan peningkatan leukosit darah,
sedankan diftcount shift to the left yang memandakan adanya infeksi. Tetapi tanda
klinis infeksi tidak ada. Pada pemeriksaan Kimia darah, faal hati, faal ginjal dan
elketrolit dalam batas normal sehinga sindroma HELP pada pasien ini dapat kita
singkirkan. Pada pemeriksaan Urin lengkap didapatkan protein urine +++ dan
ditemukan adanya eritrosit dalam urin.
Penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat berupa pemasangan IVFD
D5% + MgSO4 40% 1 flash gtt 15x/ menit, DC + urine 100cc, Inj MgSO4 40%
boka/boki, Nifedipine 3x 10 mg, Antasida syr 3x 2C, Paracetamol 3 x 500mg,
observasi 6 – 8 jam, R/ SC. Pada saat kejang pasien mendapatkan Inj MgSO4
20% 10cc IV.
Terminasi kehamilan dilakukan 4-8 jam setelah salah satu dari keadaaan
sebagai berikut. Setelah kejang terakhir, setelah pemberian antikejang terakhir,
setelah pemberian anti hipertensi terakhir, penderita mulai sadar, untuk yang
koma tentukan skor tanda vital, STV> 10 boleh terminasi, STV < 9 tunda 6 jam ,
jika tidak ada perubahan dilakukan terminasi. Sedangkan pada kasus dilakukan
termiasi setelah kurang lebih 24 jam.
Setelah dilakukan operasi diberikan IVFD RL + Induksin 2 ampul +
ketoroloac 2 ampul yang berfungsi untuk kontraksi uterus dan ketrolac yang
berfungsi sebagai analgetik pada pasien post operasi. Diberikan juga antibiotik
profilaksis spectrum luas seperti cefrtriaxone 2 x 1 gr untuk bakteri dan antibiotik
golongan lain seperti metronidazol 3x 500mg infus yang berfungsi sebagai
profilaksis terhadap protozoa. Pemberian Asam tranexamat 3x 250mg sebagai anti
firiolitik yang membantu menghentikan perdarahan.
35
DAFTAR PUSTAKA
1. Prasetyawan.2002.Perbandingan kadar kalsium darah pada PreEklampsia
berat dan kehamilan normotensi.SMF OBGIN FK Univ. Diponegoro :
Semarang
2. Rambulangi, John.2003.Penanganan dan pendahuluan prarujukan
penderita preeklampsia berat dan eklampsia. SMF OBGIN FK Univ.
Hasanuddin : Makassar
3. Subhaberata, Ketut. 2001. Penanganan preeklampsia berat dan eklampsia.
UPF OBGIN RSU Tarakan : Indonesia.
4. Tukur Jamilu, 2009. The use of magnesium sulphate for treatmen severe
preeclampsia and eclampsia. Available at www.annalsafrmed.org
5. Kee-Hak Lim.2009. Preeclampsia.Available on www.emedicine.com
6. Matthiesen, Leif. 2005. Immunology of preeclampsia. S. Karger AG,
Basel : New York
7. Zina Semenovskaya.2010.Pregnancy, preeclampsia. Available from
www.emedicine.com
8. Virginia D. Winn. 2009. Severe Preeclampsia-Related Changes in Gene
Expression at the Maternal-Fetal Interface Include Sialic Acid-Binding
Immunoglobulin-Like Lectin-6 and Pappalysin-2. Available from
www.theendocrinesociety.com
9. Cunningham, F. Gary. 2001. William Obsetrics 21st edition. McGraw-Hill
: New York
10. James, Scott. 2003. Danforth’s Obsetrics and Gnyecology 9th edition.
Lippincolt William and Wilkins : England
11. Prawiroharjo S. 2010. Ilmu Kebidanan. PT Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo, Jakarta.
36