68
PRESENTASI KASUS LOW BACK PAIN Bayu Adiputro 03010048 Pembimbing: dr. Robert Loho, Sp.S Kepaniteraan Klinik Ilmu Saraf RS TNI AL Dr. Mintohardjo 1

Case SNH

Embed Size (px)

DESCRIPTION

snh

Citation preview

Page 1: Case SNH

PRESENTASI KASUS

LOW BACK PAIN

Bayu Adiputro03010048

Pembimbing:

dr. Robert Loho, Sp.S

Kepaniteraan Klinik Ilmu Saraf

RS TNI AL Dr. Mintohardjo

Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

Jakarta, 09 Februari – 14 Maret 2015

1

Page 2: Case SNH

STATUS ILMU PENYAKIT SARAF

RUMAH SAKIT TNI AL MINTOHARDJO

Nama Mahasiswa : Bayu Adiputro

NIM : 030.10.048

Dokter Pembimbing : dr. Robert Loho, Sp. S

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. Adar Jenis Kelamin : Pria

Usia : 24 tahun Suku bangsa : Sunda

Status perkawinan : Belum menikah Agama : Islam

Pekerjaan : Pegawai konstruksi Pendidikan : SD

Alamat : Dukuh Atas, Jakarta Tanggal masuk RS: 21 Februari 2015

II. ANAMNESIS

Diambil dari autoanamnesis dan alloanamnesis dengan teman pasien, pada tanggal 21 Februari

2015 pukul 17.00 WIB.

Keluhan Utama: Nyeri pinggang bawah, bokong, dan menjalar ke kaki kanan sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang ke IGD RSAL dr. Mintohardjo dengan keluhan nyeri pada punggung bawah,

bokong, dan menjalar hingga ke tungkai sejak 1 hari SMRS. Keluhan tersebut muncul setelah

pasien jatuh dari ketinggian satu meter saat bekerja di lahan konstruksi. Pasien terjatuh dalam

posisi berbaring dan menimpa tumpukan besi di bawahnya, selain itu pasien juga tertimpa dua

orang lain saat terjatuh. Setelah jatuh, pasien mengeluh pusing, pinggangnya sakit, namun tetap

sadar. Selanjutnya pasien ditolong dengan cara berjalan sambal dipapah oleh rekan kerjanya

hingga ke safety room. Selanjutnya, punggung pasien diurut, dan terasa makin sakit. Pasien

mengalami demam pada pagi hari sebelum masuk rumah sakit, disertai dengan nyeri pada

pinggang, bokong, yang menjalar hingga kaki. Hal ini menyebabkan pasien sulit berjalan. Pasien

juga mengeluhkan sakit kepala dan juga merasa demam. Pasien muntah sebanyak lima kali, isi

muntahan berupa makanan yang dimakan.

2

Page 3: Case SNH

Pasien menyangkal pernah jatuh sebelumnya. Tidak ada riwayat darah tinggi dan DM.

Tidak ada riwayat kejang dan penurunan kesadaran. BAB dan BAK normal.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien baru pertama kali mengalami trauma seperti ini. Riwayat operasi sebelumnya

disangkal. Pasien mengaku tidak memiliki alergi obat maupun makanan. Riwayat asma dan

penyakit jantung disangkal. Pasien memiliki riwayat penyakit maag.

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat penyakit jantung, hipertensi, DM pada keluarga disangkal.

Riwayat Sosial Ekonomi dan Pribadi

Pasien merupakan seorang karyawan konstruksi. Pasien memiliki kebiasan merokok.

Biasanya merokok 2 bungkus dalam sehari. Pasien mengaku tidak mengatur konsumsi

makanannya sehari-hari. Sebagai karyawan konstruksi, pasien sering mengangkat barang-barang

berat. Pasien mengaku tidak mengetahui bagaimana cara mengangkat barang berat yang baik.

Minum-minuman beralkohol serta konsumsi obat-obatan dalam jangka waktu lama disangkal.

III. PEMERIKSAAN FISIK

A. Status Generalis

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis, GCS E4M6V5

Tanda vital

Tekanan darah : 130/90 mmHg

Nadi : 88x/menit, regular, isi cukup

Pernapasan : 16 x/ menit

Suhu : 38,6 0C

Kesan status gizi : Cukup

Kepala : Normocephali

Leher : KGB dan tiroid tidak teraba membesar, JVP 5+2 cmH2O

3

Page 4: Case SNH

Thoraks :

Paru - Paru

Inspeksi : Gerak dinding dada pada pernapasan simetris kanan dan kiri

Palpasi : Gerak dinding dada saat pernapasan simetris kanan dan kiri

Vocal fremitus kanan dan kiri simetris

Perkusi : Sonor di kedua hemithoraks

Batas paru dan hepar setinggi ICS 5 linea midklavicularis kanan

dengan peranjakan 2 jari pemeriksa

Batas paru dan lambung setinggi ICS 8 di linea axilaris anterior

Margin of isthmus kronig didapatkan sonor 3 jari pemeriksa.

Auskultasi : Suara dasar vesikular, rhonki -/- , wheezing -/-

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS 5 linea midklavikularis kiri

Perkusi : Batas paru dan jantung kanan setinggi ICS 3 - 5 di linea sternalis

kanan

Batas paru dan jantung kiri setinggi ICS 5 linea midklavicularis

kiri

Batas atas jantung setinggi ICS 3 di linea parasternalis kiri

Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler normal, Murmur (-), Gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : Datar

Palpasi : Dinding perut : supel, turgor baik

Hepar, lien, ginjal : tidak teraba membesar, nyeri tekan (-)

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Ekstremitas

Atas : Oedem : -/-

Akral hangat : +/+

4

Page 5: Case SNH

Bawah : Oedem : -/-

Akral hangat : +/+

B. Status Psikikus

Cara berpikir : Dalam batas normal

Perasaan hati : Euthym

Tingkah laku : Dalam batas normal

Ingatan : Dalam batas normal

Kecerdasan : Dalam batas normal

IV. STATUS NEUROLOGIS

A. Tanda Rangsang Meningeal

Kaku Kuduk : -

Brudzinki I : -

Brudzinski II : -

Laseque : -

Kernig : -

B. Kepala

Bentuk : Normocephali

Nyeri tekan : -

Pulsasi : -

Simetri : Simetris

C. Leher

Sikap : Baik

Pergerakan : Bebas

D. Kemampuan Berbahasa

Afasia Motorik : -

Afasia Sensorik : -

Disartria : -

5

Page 6: Case SNH

E. Nervi Kranialis

Nervus Kranialis Kanan Kiri

N. I Olfaktorius

Subjektif

Dengan Beban

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

N. II Optikus

Tajam penglihatan

Lapang penglihatan

Melihat warna

Fundus Okuli

Dalam batas normal (<1/60)

Sesuai dengan pemeriksa

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Dalam batas normal (<1/60)

Sesuai dengan pemeriksa

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

N. III Okulomotorius

Sela mata

Pergerakan bulbus

Strabismus

Nistagmus

Eksoftalmus

Pupil

Besar

Bentuk

Reflex cahaya

Reflex cahaya

konsensual

Reflex cahaya

konvergensi

Melihat kembar

-

Baik, tanpa hambatan

-

-

-

3mm

Bulat, isokor

+

+

+

-

-

Baik, tanpa hambatan

-

-

-

3mm

Bulat, isokor

+

+

+

-

N. IV Trokhlearis

Pergerakan mata

(kebawah-kedalam)

Baik Baik

6

Page 7: Case SNH

Sikap bulbus

Melihat kembar

Baik

-

Baik

-

N. V Trigeminus

Membuka Mulut

Mengunyah

Mengigit

Refleks kornea

Sensibilitas muka

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

N. VI Abdusen

Pergerakan mata (ke

lateral)

Sikap bulbus

Melihat kembar

+

Baik

-

+

Baik

-

N. VII Fasialis

Mengerutkan dahi

Menutup mata

Memperlihatkan gigi

Bersiul

Perasaan lidah (2/3

depan)

Hiperakusis

Simetris

baik

baik

-

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Simetris

baik

baik

-

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

N. VIII Vestibulokoklearis

Detik arloji

Suara berbisik

Tes Swabach

Tes Rinne

Tes Weber

+

+

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

+

+

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

N. IX Glosofaringeus

Perasaan lidah (1/3

belakang)

Tidak dilakukan Tidak dilakukan

7

Page 8: Case SNH

Sensibilitas laring Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N. X Vagus

Arkus faring

Berbicara

Menelan

Nadi

Refleks okulokardiak

Simetris

Afasia motorik

Bisa

Dalam batas normal

Tidak dilakukan

Simetris

Afasia motorik

Bisa

Dalam batas normal

Tidak dilakukaan

N. XI Aksesorius

Mengangkat bahu

Memalingkan kepala

+

+

+

+

N. XII Hipoglosus

Pergerakan lidah

Tremor lidah

Artikulasi

Tidak ada deviasi

-

Baik

Tidak ada deviasi

-

Baik

F. Badan dan Anggota Gerak

Kanan Kiri

Badan

Prespirasi

Gerak kolumna vertebralis

Kulit lembab

Tidak dapat diperiksa

Kulit lembab

Tidak dapat diperiksa

Anggota gerak atas

Motorik

Pergerakan

Kekuatan

Trofi

Bebas

2 2 2 2

Eutrofi

Bebas

5 5 5 5

Eutrofi

8

Page 9: Case SNH

Tonus Normotonus Normotonus

Refleks Fisiologis

Biseps

Triseps

Radius

Ulna

+

+

Tidak dinilai

Tidak dinilai

+

+

Tidak dinilai

Tidak dinilai

Refleks patologis

Hoffman-Tromner - -

Sensibilitas

Taktil

Nyeri

Suhu

Diskriminasi 2 titik

Baik

Baik

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Baik

Baik

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Anggota gerak bawah

Motorik

Pergerakan

Kekuatan

Trofi

Tonus

Bebas

2 2 2 2

Eutrofi

Normotonus

Bebas

5 5 5 5

Eutrofi

Normotonus

Refleks fisiologis

Patella

Achilles

+

+

+

+

Refleks patologis

Babinski

Chaddock

Schaefer

Oppenheim

Gordon

+

+

-

-

-

-

-

-

-

-

9

Page 10: Case SNH

Mendel

Bechterew

Rossolimo

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Klonus

Paha

Kaki

-

-

-

-

Sensibilitas

Taktil

Nyeri

Suhu

Diskriminasi 2 titik

Baik

Baik

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Baik

Baik

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Koordinasi, gait,

keseimbangan

Cara berjalan

Tes Romberg

Disdiadokokinesia

Ataksia

Rebound phenomenon

Dismetri

Finger to Finger

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Gerak abnormal

Tremor

Athetose

Mioklonik

Chorea

-

-

-

-

-

-

-

-

Alat vegetative

Miksi

Defekasi

Refleks anal

Refleks kremaster

Refleks

Baik

Baik

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Baik

Baik

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

10

Page 11: Case SNH

bulbocavernosus

Laseque

Patrick

Kontra Patrick

-

-

-

-

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

Tanggal 02/11/2014

Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai Normal

HEMATOLOGI

Darah Rutin

Hemoglobin 16,2 L: 14-18 gr/dL

P: 12-16 gr/dL

Hematokrit 44 L: 43-51%

P: 38-46 %

Leukosit 19300 5000-10000/ul

Trombosit 239000 150-400 ribu /mm3

Eritrosit 5,50 4,5-5,5 Juta/mm3

KIMIA KLINIK

Fungsi Hati

AST (SGOT) 10 < 109 U/l

ALT (SGPT) 24 < 31 U/l

Fungsi Ginjal

Ureum 62 17-43 mg/dl

11

Page 12: Case SNH

Kreatinin 1,4 0,6-0,9 mg/dl

PEMERIKSAAN GULA

Glukosa Test 225 <200 mg%

Tanggal 3/11/2014

Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai Normal

KIMIA KLINIK

Lemak

Trigliserida 362 60-170 mg/dl

Cholesterol total 192 <200 mg/dl

Bilirubin Direk/ Indirek

Bilirubin total 0,84 0,1 – 1,2 mg/dl

Bilirubin direk 0,22 < 0,2 mg/dl

Bilirubin indirek 0,62 <0,9 mg/dl

Fungsi Hati

Protein Total

Total protein 7,0 6,4 – 8,3 g/dl

Albumin 4,0 3,5 – 5,2 g/dl

Globulin 3,0 2,6 – 3,4 g/dl

Elektrolit

Natrium 136 134 – 146 mmol/l

Kalium 3,8 3,4 – 4,5 mmol/l

12

Page 13: Case SNH

Chlorida 102 96 – 108 mmol/l

Glukosa Test 239 mg/dl

Tanggal 4/11/2014

Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai Normal

HEMATOLOGI

Darah Rutin

Hemoglobin 15,6 L: 14-18 gr/dL

P: 12-16 gr/dL

Hematokrit 43 L: 43-51%

P: 38-46 %

Leukosit 12.400 5000-10000/ul

Trombosit 212.000 150-400 ribu /mm3

Eritrosit 5,33 4,6-6,2 Juta/mm3

KIMIA KLINIK

Glukosa Test 197 mg/dl

Kesimpulan hasil laboratorium:

Kesan : leukositosis, gangguan fungsi ginjal

13

Page 14: Case SNH

MRI Kepala (5/11/2014)

14

Page 15: Case SNH

Kesan :

Infark akut cerebri sinistra di corona radiata disertai multiple infark akut lakunar di sekitarnya.

Lakunar/ degenerasi iskemik white matter frontoparietal bilateral.

Sinusitis maxilla bilateral.

VI. RINGKASAN

Pasien pria, usia 50 tahun, datang dengan keluhan anggota gerak kanan lemah sejak 1

hari SMRS. Kelemahan anggota gerak kanan dirasakan saat bangun tidur dan disertai sulit

bicara. Keluhan didahului nyeri kepala berputar sejak 2 hari SMRS. Riwayat darah tinggi

dan diabetes mellitus tidak terkontrol diakui pasien.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 140/90 mmHg. Pemeriksaan

neurologis diperoleh kekuatan motorik 2 2 2 2 5 5 5 5 , sensorik dalam batas

normal, dan terdapat afasia motoris. 2 2 2 2 5 5 5 5

IX. DIAGNOSIS KERJA

15

Page 16: Case SNH

Assesment 1 :

Diagnosa klinis : hemiparesis dekstra, afasia motorik

Diagnosa etiologis : microangiopathy hypertension

Diagnosa topis : corona radiata cerebri sinistra

Diagnosa patologis : infark

Assesment 2 : Hipertensi grade I

Assesment 3 : Diabetes Mellitus Tipe II

Assesment 4 : Dislipidemi

Assesment 5 : gangguan fungsi ginjal

Stroke berdasarkan Siriraj Score

Sebelum didapatkan hasil CT Scan, kita dapat memperkirakan diagnosa etiologis

dengan menggunakan berbagai sistem scoring stroke yang telah dibuat, misalnya Gajah

mada ataupun Siriraj. Berdasarkan system scoring tersebut dapat disimpulkan pasien lebih

kearah stroke non hemoragik.

Parameter Nilai Pasien Skor

Kesadaran x 2,5

Sadar

Delirium, stupor

Semikoma dan koma

0

1

2

0 +0

Muntah x 2

Tidak

Ya

0

1

0 +0

Sakit kepala x 2

Tidak

Ya

0

1

1 +2

Tekanan darah diastol x 0,1 DBP 116 x 0,1 + 11,6

16

Page 17: Case SNH

Ateroma x (-3)

Tidak ada

Riwayat DM

Angina

Claudicatio

0

1

1

1

1 - 3

Konstanta - 12 - 12 - 12

HASIL SIRIRAJ SCORE -1,4

SSS = (2,5 x kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x sakit kepala) + (0,1 x tekanan darah

diastol) - (3 x ateroma) - 12.

> 1 Perdarahan serebral

< -1 Infark serebral

- 1 sampai 1 diagnosa tidak pasti / butuh CT-Scan

Pada pasien didapatkan skor -1,4 sehingga kemungkinan pasien mengalami stroke non-

hemoragik

Algoritma stroke menurut Gadjah Mada

17

Penderita stroke akut

Penurunan kesadaranNyeri kepala Refleks babinski

Ketiganya atau 2 dari ketiganya ada (+)

Stroke perdarahan intraserebral

Tidak

Penurunan kesadaran (+)Nyeri kepala (-)Refleks babinski (-)

Tidak

Penurunan kesadaran (-)Nyeri kepala (-)Refleks babinski (-)

Stroke perdarahan intraserebral

Stroke iskemik akut atau stroke infark

Ya

Ya

Ya

Page 18: Case SNH

Sedangkan menurut Gajah Mada, saat awal masuk pasien menunjukkan adanya keadaan

klinis berupa penurunan kesadaran dan nyeri kepala. Dari kriteria Gajah Mada dapat disimpulkan

kecenderungan pasien ke arah stroke hemoragik

X. PENATALAKSANAAN

Non Medikamentosa

Tirah baring

Tirah baring diindikasikan bila pasien perlu dipantau untuk persiapan terapi atau

tindakan selanjutnya, mencegah komplikasi, pengobatan faktor resiko yang dimiliki,

merencanakan terapi jangka panjang untuk stroke berulang, dan restorasi neurologik.

Observasi tanda vital

Peningkatan tekanan darah sering didapatkan pada saat serangan akut stroke.

Beberapa data penelitian memperlihatkan peninggian tekanan darah pada stroke akut

berisiko terjadi perdarahan dan memperberat edema, sebaliknya dengan menurunkan

tekanan darah tentunya akan mempengaruhi tekanan perfusi serebral. Sebagian besar

ahli tidak merekomendasikan terapi hipertensi pada stoke iskemik akut, walaupun

peningkatan tekanan darah ini merupakan respon dari jaringan otak yang bertujuan

meningkatkan tekanan perfusi otak agar aliran darah ke penumbra akan meningkat.

18

Page 19: Case SNH

Pada stroke iskemik akut dengan hipertensi berat yang menetap yaitu sistolik

>220mmHg atau diastolic >120mmHg, maka perlu diberikan tatalaksana sebagai

hipertensi emergensi.

Posisi berbaring terlentang

Tekanan perfusi otak adalah maksimal ketika pasien dipertahankan dalam posisi

terlentang. Namun, dalam posisi terlentang dapat terjadi peningkatan intracranial

sehingga tidak disarankan pada kasus perdarahan intracranial atau subaraknoid.

Medikamentosa

Inj. citicoline 2x500 mg

Agen neuroprotektif digunakan sebagai terapi dalam rangka usaha untuk

menyelamatkan neuron-neuron yang iskemik di otak dari kerusakan yang ireversibel.

Penelitian pada beberapa binatang mengungkapkan periode minimal 4 jam untuk

dapat membuat iskemia komplit di daerah penumbra. Kerja pertama dari

neuroprotektif ialah membatasi kerusakan akut pada neuron di daerah penumbra.

Neuron-neuron di penumbra memiliki potensi kecil dalam kerusakan sel yang

ireversibel daripada daerah infark (infarct core). Banyak dari pengobatan tipe ini

mengatur reseptor sel saraf untuk menurunkan produksi neurotransmitter eksitatorik

yang menyebabkan kerusakan neuron akut. Kerja neuroprotektif yang lain ialah

mengembalikan perfusi darah ke otak.

Citicoline mengurangi kerusakan iskemik dengan bertindak sebagai prekusor

fosfolipid dan kedua, dapat memperbaiki membrane neuron. Citicoline melindungi

saraf kolinergik dari otokanibalisme, yaitu peristiwa dimana fosfolipid membrane

dikatabolisme untuk menghasilkan kolin yang diperlukan untuk sintesis asetilkolin

yang terjadi ketika suplai kolin berkurang. Citicoline, sebagai sumber eksogen kolin

dapat mempertahankan fosfolipid membran neuron (terutama fosfatidilkolin) dan

cegah kematian neuron. Dosis dewasa untuk kelainan serebrovaskuler ialah 200-600

mg/hari dalam dosis terbagi.

Inj. novorapid 3 x 10 IU sc

Novorapid ialah insulin kerja pendek (rapid acting), diberikan karena pasien

menderita Diabetes Mellitus Tipe II tidak terkontrol disertai gangguan fungsi ginjal.

19

Page 20: Case SNH

Amlodipine 1 x 5 mg PO

Amlodipin merupakan penghambat ion kalsium (Calcium Channel Blocker) yaitu

menghambat aliran transmembran ion kalsium ke dalam serat otot jantung dan otot

polos pada pembuluh darah perifer. Mekanisme amlodipin berhubungan dengan

relaksasi secara langsung pada otot polos pembuluh darah. Amlodipin menyebabkan

penurunan resistensi perifer total akibat relaksasi otot pembuluh darah. Pada

pengobatan inisial hipertensi pada dewasa, diberikan 5 mg sekali sehari.

Valsartan 1 x 8 mg PO

Valsartan digunakan untuk terapi hipertensi enensial dan merupakan antagonis

reseptor angiotensin-II. Mekanisme kerja obat ini ialah memblokir reseptor

angiotensin II Tipe 1 sehingga memblokir efek-efek yang diperantarai oleh

Angiotensin-II (vasokonstriksi karena pembebasan aldosterone, vassopresin dan

factor-faktor pertumbuhan).

Ascardia 1 x 1 tab PO (Asetosal)

Tiap tablet salut enterik ascardia mengandung 80 mg asam asetil salisilat (asetosal).

Asetosal merupakan zat berkhasiat yang berfungsi mencegah adhesi dan agregasi

platelet, dengan cara menghambat enzim siklooksigenase yang berfungsi membentuk

tromboksan A2 dan prostasiklin. Tromboksan A2 merupakan suatu vasokonstriktor

yang akan menginduksi pelepasan granul-granul intraseluier, sehingga berakibat

agregasi platelet. Prostasiklin merupakan vasodilator yang akan menghambat agregasi

platelet. Pada keadaan normal diperlukan keseimbangan antara tromboksan A2 dan

prostasiklin.

Pada pembuluh darah yang sehat, platelet yang bersirkulasi tidak akan mengalami

adhesi dengan pembuluh darah. Tetapi adanya kerusakan pada sel endotel akan

menyebabkan agregasi platelet dan membentuk trombus, atau terjadi adhesi platelet

dengan pembuluh darah. Keadaan tersebut menyebabkan gangguan aliran darah dan

terjadi iskemia. yang merupakan patogenesis MCi (Myocard infarct) dan TIA

(Transient Ischemic Attack)

Gemfibrozil 1 x 300 mg PO

20

Page 21: Case SNH

Gemfibrozil adalah turunan asam fibrat yang efektif menurunkan kadar trigliserida

dan lipoprotein berdensitas sangat rendah (VLDL).

Asam folat 3 x 1 tab

Bicnat 3 x 1 tab

Infus RL 8 tetes permenit

X. PROGNOSIS

Ad vitam : Dubia ad malam

Ad functionam : Dubia ad malam

Ad sanationam : Dubia ad malam

BAB II STROKE NON-HEMORAGIK

Definisi

Menurut WHO (World Health Organization), stroke merupakan sindrom klinis dari

gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun menyeluruh (global), yang berlangsung

dengan cepat, selama lebih dari 24 jam atau berakhir dengan kematian, tanpa

ditemukannya penyebab lain selain gangguan vaskuler.1 Sementara itu, suatu defisit

neurologis fokal yang berlangsung kurang dari 24 jam didefinisikan sebagai Transient

Ischemic Attack (TIA). Pasien dengan gejala-gejala kurang dari 24 jam, namun dengan

infark yang terbaca pada MRI, sudah dianggap sebagai stroke. 1

Epidemiologi

21

Page 22: Case SNH

Stroke dapat mengenai semua usia, termasuk anak-anak, namun sebagian besar kasus

dijumpai pada orang-orang diatas 40 tahun dijumpai pada orang-orang yang berusia di

atas 40 tahun. Stroke juga tidak mengenal jenis kelamin walaupun pada kenyataannya

lebih banyak diderita pada kaum pria daripada wanita.2

Stroke merupakan penyebab kecacatan nomor satu dan penyebab kematian nomor dua di

dunia. Penyakit ini telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia dan semakin

penting, dengan duapertiga stroke sekarang terjadi di negara-negara yang sedang

berkembang.3 Menurut taksiran WHO, sebanyak 20,5 juta jiwa di dunia sudah menderita

stroke pada tahun 2001, dari jumalh itu 5,5 juta jiwa telah meninggal dunia. Penyakit

tekanan darah tinggi atau hipertensi menyumbangkan 17,5 juta kasus stroke di dunia. Di

Amerika Serika, stroke menempati posisi ketiga sebagai penyakit utama yang

menyebabkan kematian. Di AS, setiap hari terdapat laporan 700.000 kasus stroke.

Sebanyak 500.000 diantaranya adalah kasus serangan pertama, sedangkan 200.000 kasus

lainnya berupa stroke berulang. Sebanyak 75% penderita stroke menderita lumpuh dan

kehilangan pekerjaan. Di Indonesia, penyakit ini menduduki posisi ketiga setelah jantung

dan kanker, sebagai penyebab kecacatan dan kematian terbesar. Sebanyak 28,5%

penderita stroke meninggal dunia, sisanya menderita kelumpuhan sebagian maupun total.

Hanya 15% pasien dapat sembuh total dari serangan stroke dan kecacatan.2

Klasifikasi

Stroke iskemik dapat dijumpai dalam 4 bentuk klinis 3,4:

Serangan Iskemia Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA), yakni gejala neurologik

timbul akibat gangguan peredaran darah di otak yang akan menghilang dalam waktu 24

jam.

Defisit Neurologik Iskemia Sepintas/Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND),

yaitu gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih dari 24 jam, tapi

tidak lebih dari seminggu.

Stroke progresif (Progressive Stroke/Stroke in evolution), yaitu gejala neurologik makin

lama makin berat.

Stroke komplit (Completed Stroke/Permanent Stroke), yaitu dimana didapatkan gejala

klinis stroke yang sudah menetap.

22

Page 23: Case SNH

Anatomi Vaskuler Otak

Otak memperoleh darah melalui dua sistem, yakni sistem karotis (arteri karotis

interna dekstra dan sinistra) yang bertanggung jawab terhadap sirkulasi anterior dan

sistem vertebrobasilaris untuk sirkulasi posterior. Arteri karotis komunis kanan berasal

dari bifurkasio inominata, sementara sisi kiri berasal langsung dari arkus aorta. Arteri

karotis interna, setelah memisahkan diri dari arteri karotis komunis, naik dan masuk ke

rongga tengkorak melalui kanalis karotikus. Arteri karotis komunis berakhir dengan

bercabang dua menyadi arteri serebri anterior dan media, setelah mempercabangkan

arteri oftalmika, hipofiseal superior, dan artero koroidalis anterior. Maka dari itu, sistem

karotis mensuplai retina dan nervus optikus, ditambah bagian anterior hemisfer serebri

yang meliputi lobus frontal, parietal, temporal anterior. Arteri koroidalis anterior

mensuplai darah ke beberapa struktur (tak terkecuali pleksus koroidalis), yaitu: bagian

inferior kapsula interna, globus pallidus, putamen posterior, genikulata lateral, amigdala,

dan thalamus ventrolateral.

Arteri serebri media adalah cabang terbesar dari arteri karotis interna. Arteri serebri

media bercabang menjadi arteri lentikulostriata medial dan lateral yang mensuplai

klaustrum, putamen, sebagian besar globus pallidus, sebagian kepala dan seluruh kapsul

kaudatus, juga bagian anterior dan posterior kapsula interna. Divisi bagian atas dari arteri

serebri media akan muncul sebagai cabang orbitofrontalis lateral, frontalis asendens,

23

Figure 1Sirkulasi arteri otak. ICA = internal carotid artery, ECA : external carotid artery, VA : vertebral artery, PCA: Posterior Cerebri Artery, BA: basillar artery, ACA : anterior cerebri artery,

Page 24: Case SNH

presentralis (prerolandik), sentralis (rolandik), dan parietalis anterior. Divisi bagian

bawah akan keluar sebagai cabang termporal posterior, temporal media, temporal

anterior, dan temporooksipitalis.

Arteri serebri anterior merupakan percabangan medial dari artero karotis interna,

yang membentuk segmen proksimal yang terletak pada persambungannya dengan arteri

komunikans anterior.

Arteri vertebralis muncul dari arteri subklavia, berjalan melewati formaen

transversus, menembus dura, dan memasuki rongga kranium untuk bergabung dengan

arteri vertebralis kontralateral. Arteri spinalis posterior dan anterior serta arteri serebelaris

anterior posterior inferior, yang mensuplai permukaan inferior serebelum, muncul dari

segmen bagian distal dari arteri vertebralis. Sementara itu, arteri basilaris berasal dari

penggabungan arteri vertebralis kanan dan kiri, yang biasanya berada pada persambungan

pontomeduller (pons – medulla oblongata). Ada sebutan paramedian penetrators, yaitu

arteri-arteri yang berasal dari arteri basilar yang bertanggung jawab mensuplai darah ke

brainstem. Arteri serebellaris anterior inferior dan superior memperdarahai aspek

ventrolateral dari korteks serebelum, dan arteri auditoris interna dapat muncul langsung

dari arteri basilaris, atau dari arteri sereblaris anterior, untuk mensuplai daerah koklea,

labirin, dan sebagian nervus fasialis.

Arteri basilaris biasanya bercabang menjadi arteri serebri posterior kanan dan kiri.

Sekumpulan arteri arteri penetrans (penetrators) muncul dari arteri komunikans posterior

dan arteri serebri posterior untuk mensuplai darah ke hipotalamus, bagian dorsolateral

otak tengah, genikulata lateralis, dan thalamus. Arteri serebri posterior mensuplai darah

untuk permukaan inferior lobus temporalis, lobus oksipitalis (pada permukaan inferior

dan medial), termasuk girus fusiformis dan lingualis.

Dalam rangka memperkaya perfusi saat kemungkinan obstruksi pada pembuluh

darah utama itu ada, terjalin suatu hubungan lingkungan pembuluh darah, yaitu sirkulus

Willisi, yang tersusun oleh arteri serebri media kanan dan kiri, arteri komunikans anterior

(yang menghubungkan kedua arteri serebri anterior), sepasang arteri serebri posterior dan

arteri komunikans posterior (yang menghubungkan arteri serebri media dan posterior

kanan dan kiri). Anyaman arteri ini terletak di dasar otak.

24

Page 25: Case SNH

Darah vena dialirkan dari otak melalui 2 sistem: kelompok vena interna, yang

mengumpulkan darah ke vena Galen dan sinus rektus, dan kelompok vena eksterna yang

terletak di permukaan hemisfer otak, dan mencurahkan darah ke sinus sagitalis superior

dan sinus-sinus basalis laterales, dan selanjutnya melalui vena-vena jugularis dicurahkan

menuju ke jantung.1,2,3

Fisiologi

Otak orang dewasa memiliki berat sekitar 1500 gram atau 2% dari total berat

badan, yang membutuhkan suplai glukosa sebanyak 150 gram dan 72 liter oksigen setiap

24 jam, yang merupakan 20% dari konsumsi oksigen tubuh total. Ketika otak tidak dapat

mendistribusikan bahan-bahan nutrisional ini, disfungsi otak dapat terjadi hanya beberapa

menit. Pada fase istirahat, tiap kontraksi jantung menghantarkan 70 mL darah ke aorta

desendens; 10 sampai 15 mL dialokasikan ke otak. Tiap menitnya, sekitar 350 mL aliran

arteri karotis interna, dan 100-200 mL aliran arteri pada sistem vertebrobasiler terus

berlangsung untuk menyediakan aliran darah otak total dengan normal. Untuk menjamin

tekanan perfusi dan aliran darah ke otak yang adekuat dalam kaitannya dengan fungsi

otoregulasi otak, arteri serebri memiliki lapisan muscularis pembuluh darah yang

berkembang baik yang menjamin konstriksi dalam rangka respoin terhadap peninggian

tekanan yang meningkat, dan melakukan dilatasi dengan hipotensi. Arteriola juga peka

terhadap perubahan PaO2 dan PaCO2 pada arteri perifer. Ketika tekanan parsial CO2

meningkat, arteriola akan berdilatasi dan aliran darah otak meningkat. Ketika tekanan

CO2 menurun misalnya pada hiperventilasi, arteriola akan konstriksi dan aliran darah

menurun. Perubahan pada tekanan parsial O2 memiliki pengaruh yang berlawanan. Pada

orang normal, otoregulasi otak berhubungan dengan aliran darah otak yang konstan

selama berada pada tekanan arteri rata-rata (mean arterial pressure) antara 60 – 140

mmHg. Pada pasien dengan kelainan serebrovaskuler mekanisme kompensasi ini

mengalami kerusakan.4

Patogenesis Infark Otak

Disfungsi saraf atau otak terjadi pada kadar aliran darah otak dibawah 50 mg/dL,

dan kerusakan neuron irreversible terjadi mulai dibawah 30mg/dL. Ketika aliran darah

25

Page 26: Case SNH

otak mengalami kerusakan dalam 30 detik, metabolisme otak akan terganggu. Setelah 1

menit, fungsi neuron hilang. Setelah 5 menit mengalami kerusakan, anoksia mengawali

serangkaian kejadian yang dapat mengakibatkan infark serebral; bagaimana pun jika

darah yang kaya oksigen terdistribusi kembali dengan segera, kerusakan dapat menjadi

reversible, misalnya pada TIA.6

Peristiwa berikut ini terjadi dalam hal perubahan menjadi infark: 1). Vasodilatasi

lokal dan 2). Stasis pada lumen pembuluh darah, yang diikuti oleh 3). Edema dan 4).

Nekrosis pada jaringan otak. Serangkaian kejadian pada tingkat neuron mengakibatkan

terjadinya disfungsi sel dan kematian yang dimulai oleh gagalnya pompa

sodium/potassium (pompa Na/K), kegagalan depolarisasi membrane neuron, dan

pengeluaran neutrotransmiter eksitatorik, dan pembukaan saluran kalsium. Masuknya

(influx) kalsium menjadi cikal bakal kerusakan neuron selanjutnya dengan kerusakan

pada organel dan destabilisasi dari metabolisme neuron dan fungsi normalnya. Kalsium

akan masuk kedalam neuron lewat beberapa saluran yang dimediasi reseptor dan yang

voltage-sensitive (misalnya reseptor N-methyl-d-aspartate). Neurotransmitter seperti

glutamate dan glisin dapat mengakibatkan peningkatan aktivitas influks kalsium lewat

saluran-saluran ini. Peristiwa-peristiwa ini dapat mengakibatkan kematian neuron lambat

merupakan target utama terhadap penatalaksanaan dengan agen neuroprotektif. Penumbra

iskemik disebut sebagai suatu daerah di otak yang mengelilingi pusat infark (infarct

core), dimana pada daerah ini masih ada potensi ‘menyelematkan kehidupan’ neuron. 5,6

Penurunan perfusi dan akibat yang terjadi karena terjadinya kaskade iskemik

mengakibatkan daerah pusat infark tersebut meluas dan mempersempit daerah penumbra

ini. Jika gangguan sirkulasi darah otak berkepanjangan dan mengakibatkan infark, maka

jaringan otak pertama-tama akan melunak dan mencair; akan terbentuk rongga ketika

debris dibersihkan oleh fagosit microglia. Dalam usaha mengisi daerah defek, astroglia

yang berada di parenkim otak sekitarnya berproliferasi dan menginvasi area yang

melunak, sehingga kapiler-kapiler baru terbentuk. Infark hemoragik dapat terjadi ketika

bekuan darah yang menyumbat atau emboli terlepas dan bermigrasi, dengan ini aliran

darah dapat kembali berlangsung pada area infark. Jika penyumbatan lebih proksimal

pada anyaman arteri, iskemia dapat lebih luas dan dapat melibatkan lebih dari satu daerah

vaskularisasi.

26

Page 27: Case SNH

Infark hemodinamik diakibatkan oleh hambatan perfusi normal yang biasanya

disebabkan oleh stenosis arteri yang hebat atau sumbatan yang disebabkan oleh

aterosklerosis dan thrombosis. Emboli terjadi ketika partikel dari thrombus yang

berlokasi di bagian proksimal bersirkulasi di peredaran darah dan menyebabkan

penyumbatan arterial. Keadaan yang kurang umum terjadi yang dapat menyebabkan

penurunan perfusi serebral yang mengakibatkan terjadinya infark yaitu: diseksi arteri,

vaskulitis primer dan sekunder (misalnya, meningitis yang disebabkan oleh tuberculosis

atau sifilis), keadaan hiperkoagulasi, vasospasme, hipotensi sistemik, hiperviskositas

(misalnya polisitemia, disproteinemia, atau trombositosis), penyakit Moya-moya,

dysplasia fibromuskuler, kompresi ekstrinsik arteri besar oleh tumor, dan penyumbatan

vena. Empat jenis subtype infark serebri paling sering ialah: aterosklerosis pembuluh

darah besar, kardioemboli, lakunar (pembuluh darah kecil), dan kriptogenik.

Infark Aterosklerotik Pembuluh Darah Besar

Plak aterosklerotik pada bagian bifurkasio atau pada bagian percabangan pembuluh

darah besar mengakibatkan stenosis yang progresif, dengan penyumbatan arteri besar

oleh thrombosis yang makin menumpuk pada lumen yang sempit. Plak arteriosklerosis

dapat berkembang di berbagai titik pada sistem karotis maupun vertebrobasiler, namun

bagian yang paling sering ialah pada bifurkasio arteri karotis komunis ke kedua

percabangan, yaitu arteri karotis interna dan eksterna. Stenosis aterosklerotik atau

oklusi (penyumbatan) dapat juga mengakibatkan infark serebral lewat mekanisme

emboli. Emboli yang muncul dari proksimal lesi ateroma bahkan dapat menyumbat

cabang arteri yang masih sehat sekalipun.

Figure 2 CT Scan yang mengungkapkan infark akut pada arteri serebri media kanan

27

Page 28: Case SNH

Kardioemboli (Cardiac Emboli)

Banyak jenis stroke yang disebabkan emboli berasal dari thrombus jantung. Partikel

thrombus yang kecil lepas dan beredar dalam darah hingga berhenti beredar ketika

melewati lumen arteri yang kecil, biasanya pada percabangan intracranial distal. Selain

itu, beberapa kejadian yang dapat menjadi ‘emboli’ ialahL neoplasma, lemak, udara,

dan benda asing. Emboli udara biasanya terjadi pada trauma atau prosedur

pembedahan (paru, sinus dura, atau vena jugularis). Emboli lemak termasuk jarang

dan biasanya ditemukan pada kasus fraktur tulang. Kebanyakan emboli adalah steril,

namun ada yang mengandung bakteri, jika secara sekunder berasal dari endokarditis

bacterial akut. Sumber utama emboli pada jantung ialah pada penyakit katup (stenosis

mitral, penyakit jantung rematik, regurgitasi mitral), thrombus intrakardiak, terutama

pada dinding ventrikel kiri (thrombus mural) setelah infark miokard anterior, atau pada

fibrilasi atrium, aneurisma ventricular atau septal.

Infark Lakunar

Stroke tipe ini memiliki daerah iskemia yang kecil yang terbatas pada pembuluh darah

tunggal. Infark lakunar mencerminkan adanya penyakit arteri pada pembuluh darah

yang penetrasi ke dalam otak untuk mensuplai kapsula interna, ganglia basalis,

thalamus, korona radiate, regio paramedian pada brainstem. Banyak peneliti yang

menganggap bahwa insiden terjadinya infark lakunar dilaporkan paling banyak pada

pasien yang memiliki riwayat hipertensi kronis atau diabetes mellitus. Kasus jarang

termasuk stenosis arteri serebri media atau mikroembolisasi pada arteri penetrans.

Infark Kriptogenik

28

Page 29: Case SNH

Meskipun usaha yang ditempuh untuk mencapai diagnostic, penyebab infark pada

sebagian besar kasus tidak ditemukan penyebabnya. Pasien tidak memiliki riwayat

stroke atau TIA sebelumnya, tidak ada riwayat yang dapat membuktikan adanya

kardioembolim dan biasanya tidak ada sindroma lakunar. Kebanyakan pasien memiliki

sindrom hemisfer, infark yang berada di permukaan (MRI atau CT-Scan) dan pada

pemeriksaan angiografi mengungkapkan oklusi percabangan arteri yang berdekatan.

Faktor Resiko dan Etiologi

Pemeriksaan faktor resiko dengan cermat dapat memudahkan seorang dokter untuk

menemukan penyebab terjadinya stroke. Terdapat beberapa faktor resiko stroke non

hemoragik, yakni: (4,5)

1. Usia lanjut (resiko meningkat setiap pertambahan dekade)

2. Hipertensi

3. Merokok

4. Penyakit jantung (penyakit jantung koroner, hipertrofi ventrikel kiri, dan fibrilasi

atrium kiri)

5. Hiperkolesterolemia

29

Figure 3 Distribusi manifestasi pada 172 individu dengan infark lakunar (Northern Manhattan Stroke Study)

Page 30: Case SNH

6. Riwayat mengalami penyakit serebrovaskuler

Resiko stroke juga meningkat pada kondisi di mana terjadi peningkatan viskositas darah

dan penggunaan kontrasepsi oral pada pasien dengan resiko tinggi megalami stroke non

hemoragik. (4,6)

Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering disebabkan oleh emboli

ektrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu, stroke non hemoragik juga dapat

diakibatkan oleh penurunan aliran serebral. Pada tingkatan seluler, setiap proses yang

mengganggu aliran darah menuju otak menyebabkan timbulnya kaskade iskemik yang

berujung pada terjadinya kematian neuron dan infark serebri.(4)

Emboli

Sumber embolisasi dapat terletak di arteria karotis atau vertebralis akan tetapi dapat

juga di jantung dan sistem vaskuler sistemik.(5)

Embolus yang dilepaskan oleh arteria karotis atau vertebralis, dapat berasal dari plak

aterosklerotik yang berulserasi atau dari trombus yang melekat pada intima arteri akibat

trauma tumpul pada daerah leher.

Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada:

Penyakit jantung dengan “shunt” yang menghubungkan bagian kanan dengan bagian kiri

atrium atau ventrikel

Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan gangguan pada

katup mitralis;

Fibrilasi atrium

Infark miokard akut

Fibrilasi atrium

Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial, jantung miksomatosus

sistemik

Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai:

Emboli septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis.

Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru.

Embolisasi lemak dan udara

Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun dari right-sided

circulation (emboli paradoksikal). Penyebab terjadinya emboli kardiogenik adalah trombi

30

Page 31: Case SNH

valvular seperti pada mitral stenosis, endokarditis, katup buatan), trombi mural (seperti

infark miokard, atrial fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung kongestif) dan atrial

miksoma. Sebanyak 2-3 persen stroke emboli diakibatkan oleh infark miokard dan 85

persen di antaranya terjadi pada bulan pertama setelah terjadinya infark miokard.(4)

Trombosis

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, stroke trombotik dapat dibagi menjadi

stroke pada pembuluh darah besar (termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh

darah kecil (termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya

trombosis yang paling sering adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada

daerah distribusi dari arteri karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan

terjadinya turbulensi aliran darah (sehingga meningkatkan resiko pembentukan

trombus aterosklerosis (ulserasi plak), dan perlengketan platelet. Penyebab lain

terjadinya trombosis adalah polisetemia, anemia sickle sel, defisiensi protein C,

displasia fibromuskular dari arteri serebral, dan vasokonstriksi yang berkepanjangan

akibat gangguan migren. Setiap proses yang menyebabkan diseksi arteri serebral juga

dapat menyebabkan terjadinya stroke trombotik (contohnya trauma, diseksi aorta

thorasik, arteritis).

31

Page 32: Case SNH

Diagnosis

Anamnesis

Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami defisit neurologi

akut (baik fokal maupun global) atau penurunan tingkat kesadaran. Tidak terdapat

tanda atau gejala yang dapat membedakan stroke hemoragik dan non hemoragik

meskipun gejala seperti mual muntah, sakit kepala dan perubahan tingkat kesadaran

32

Figure 4 Faktor resiko stroke yang dapat dimodifikasi berikut tatalaksananya

Figure 5 Faktir resiko yang tidak dapat dimodifikasi. Penentu terkuat adalah usia, paling banyak pada usia >40tahun. Menurut ras, kulit hitam yang memiliki angka insidens tertinggi stroke. semua kelompok usia dapat terlibat, namun lebih banyak pada kaum pria.

Page 33: Case SNH

lebih sering terjadi pada stroke hemoragik. Beberapa gejala umum yang terjadi pada

stroke meliputi hemiparese, monoparese, atau qudriparese, hilangnya penglihatan

monokuler atau binokuler, diplopia, disartria, ataksia, vertigo, afasia, atau penurunan

kesadaran tiba-tiba. Meskipun gejala-gejala tersebut dapat muncul sendiri namun

umumnya muncul secara bersamaan. Penentuan waktu terjadinya gejala-gejala

tersebut juga penting untuk menentukan perlu tidaknya pemberian terapi trombolitik.

Beberapa faktor dapat mengganggu dalam mencari gejala atau onset stroke seperti:

Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainan tidak didapatkan hingga

pasien bangun (wake up stroke).

Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu untuk mencari pertolongan

Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke

Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai stroke seperti kejang, infeksi

sistemik, tumor serebral, subdural hematom, ensefalitis, dan hiponatremia4

Pemeriksaan Fisik dan Neurologis

Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab stroke ekstrakranial,

memisahkan stroke dengan kelainan lain yang menyerupai stroke, dan menentukan

beratnya defisit neurologi yang dialami. Pemeriksaan fisik harus mencakup

pemeriksaaan kepala dan leher untuk mencari tanda trauma, infeksi, dan iritasi

meaningen. Pemeriksaan terhadap faktor kardiovaskuler penyebab stroke

membutuhkan pemeriksaan fundus okuler (retinopati, emboli, perdarahan), jantung

(ritmik ireguler, bising), dan vaskuler perifer (palpasi arteri karotis, radial, dan

femoralis). Pasien dengan gangguan kesadaran harus dipastikan mampu untuk

menjaga jalan napasnya sendiri.4

Tujuan pemeriksaan neurologi adalah untuk mengidentifikasi gejalah stroke,

memisahkan stroke dengan kelainan lain yang memiliki gejala seperti stroke, dan

menyediakan informasi neurologi untukmengetahui keberhasilan terapi. Komponen

penting dalam pemeriksaan neurologi mencakup pemeriksaan status mental dan

tingkat kesadaran, pemeriksaan nervus kranial, fungsi motorik dan sensorik, fungsi

serebral, gait, dan refleks tendon profunda. Tengkorak dan tulang belakang pun harus

diperiksa dan tanda-tanda meningimus pun harus dicari. Adanya kelemahan otot

33

Page 34: Case SNH

wajah pada stroke harus dibedakan dengan Bell’s palsy di mana pada Bell’s palsy

biasanya ditemukan pasien yang tidak mampu mengangkat alis atau mengerutkan

dahinya. 4,7

Gejala-gejala neurologi yang timbul biasanya bergantung pada arteri yang tersumbat,

yakni dibagi menjadi:

Arteri Serebri Media (MCA = Middle Cerebral Artery)

Gejala-gejalanya antara lain hemiparese kontralateral, hipestesi kontralateral,

hemianopsia ipsilateral, agnosia, afasia, dan disfagia. Karena MCA

memperdarahi motorik ekstremitas atas maka kelemahan tungkai atas dan

wajah biasanya lebih berat daripada tungkai bawah.

Arteri Serebri Anterior

Umumnya menyerang lobus frontalis sehingga menyebabkan gangguan

bicara, timbulnya refleks primitive (grasping dan sucking reflex), penurunan

tingkat kesadaran, kelemahan kontralateral (tungkai bawah lebih berat dari

pada tungkai atas), defisit sensorik kontralateral, demensia, dan inkontinensia

uri.

Arteri Serebri Posterior

Menimbulkan gejala seperti hemianopsia homonimous kontralateral, kebutaan

kortikal, agnosia visual, penurunan tingkat kesadaran, hemiparese

kontralateral, gangguan memori.

Arteri Vertebrobasiler (Sirkulasi Posterior)

Umumnya sulit dideteksi karena menyebabkan deficit nervus kranialis,

serebellar, batang otak yang luas. Gejala yang timbul antara lain vertigo,

nistagmus, diplopia, sinkop, ataksia, peningkatan refleks tendon, tanda

Babinski bilateral, tanda serebellar, disfagia, disatria, dan rasa tebal pada

wajah. Tanda khas pada stroke jenis ini adalah temuan klinis yang saling

berseberangan (defisit nervus kranialis ipsilateral dan deficit motorik

kontralateral).

Arteri Karotis Interna (Sirkulasi Anterior)

Gejala yang ada umumnya unilateral. Lokasi lesi yang paling sering adalah

bifurkasio arteri karotis komunis menjadi arteri karotis interna dan eksterna.

34

Page 35: Case SNH

Adapun cabang-cabang dari arteri karotis interna adalah arteri oftalmika

(manifestasinya adalah buta satu mata yang episodik biasa disebut amaurosis

fugaks), komunikans posterior, karoidea anterior, serebri anterior dan media

sehingga gejala pada oklusi arteri serebri anterior dan media pun dapat timbul.

Stroke Lakunar

Lakunar stroke timbul akibat adanya oklusi pada arteri perforans kecil di

daerah subkortikal profunda otak. Diameter infark biasanya 2-20 mm. Gejala

yang timbul adalah hemiparese motorik saja, sensorik saja, atau ataksia.

Stroke jenis ini biasanya terjadi pada pasien dengan penyakit pembuluh darah

kecil seperti diabetes mellitis dan hipertensi.

Gambaran Laboratorium

Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran dan mungkin pula

menunjukkan faktor resiko stroke seperti polisitemia, trombositosis, trombositopenia, dan

leukemia). Pemeriksaan ini pun dapat menunjukkan kemungkinan penyakit yang sedang

diderita saat ini seperti anemia.9

Pemeriksaan kimia darah dilakukan untuk mengeliminasi kelainan yang memiliki gejala

seperti stoke (hipoglikemia, hiponatremia) atau dapat pula menunjukka penyakit yang

diderita pasien saat ini (diabetes, gangguan ginjal). Pemeriksaan koagulasi dapat

menunjukkan kemungkinan koagulopati pada pasien. Selain itu, pemeriksaan ini juga

berguna jika digunakan terapi trombolitik dan antikoagulan. Biomarker jantung juga

penting karena eratnya hubungan antara stroke dengan penyakit jantung koroner.

Penelitian lain juga mengindikasikan adanya hubungan anatara peningkatan enzim

jantung dengan hasil yang buruk dari stroke.9

Gambaran Radiologi

CT scan kepala non kontras. Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan

stroke hemoragik dan stroke non hemoragik secara tepat kerena pasien stroke non

hemoragik memerlukan pemberian trombolitik sesegera mungkin. Selain itu,

pemeriksaan ini juga berguna untuk menentukan distribusi anatomi dari stroke

dan mengeliminasi kemungkinan adanya kelainan lain yang gejalahnya mirip

dengan stroke (hematoma, neoplasma, abses). 4

35

Page 36: Case SNH

Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut harus dipahami. Setelah

6-12 jam setelah stroke terbentuk daerah hipodense regional yang menandakan

terjadinya edema di otak. Jika setelah 3 jam terdapat daerah hipodense yang luas

di otak maka diperlukan pertimbangan ulang mengenai waktu terjadinya stroke.

Tanda lain terjadinya stroke non hemoragik adalah adanya insular ribbon sign,

hiperdense MCA (oklusi MCA), asimetris sulkus, dan hilangnya perbedaan grey-

white matter. (4,10)

CT perfussion

Modalitas ini merupakan modalitas baru yang berguna untuk mengidentifikasi

daerah awal terjadinya iskemik. Dengan melanjutkan pemeriksaan scan setelah

kontras, perfusi dari region otak dapat diukur. Adanya hipoatenuasi menunjukkan

terjadinya iskemik di daerah tersebut. (4,17)

CT angiografi (CTA)

Pemeriksaan CT scan non kontras dapat dilanjutkan dengan CT angiografi (CTA).

Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi defek pengisian arteri serebral yang

menunjukkan lesi spesifik dari pembuluh darah penyebab stroke. Selain itu, CTA

juga dapat memperkirakan jumlah perfusi karena daerah yang mengalami

hipoperfusi memberikan gambaran hipodense. (4)

MR angiografi (MRA)

MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan oklusi lebih awal

pada stroke akut. Sayangnya, pemerikasaan ini dan pemeriksaan MRI lainnya

memerlukan biaya yang tidak sedikit serta waktu pemeriksaan yang agak panjang.

(4,10) Protokol MRI memiliki banyak kegunaan untuk pada stroke akut. MR T1

dan T2 standar dapat dikombinasikan dengan protokol lain seperti diffusion-

weighted imaging (DWI) dan perfussion-weighted imaging (PWI) untuk

meningkatkan sensitivitas agar dapat mendeteksi stroke non hemoragik akut. DWI

dapat mendeteksi iskemik lebih cepat daripada CT scan dan MRI. Selain itu, DWI

juga dapat mendeteksi iskemik pada daerah kecil. PWI dapat mengukur langsung

perfusi daerah di otak dengan cara yang serupa dengan CT perfusion. Kontras

dimasukkan dan beberapa gambar dinilai dari waktu ke waktu serta dibandingkan.

(4)

36

Page 37: Case SNH

USG, ECG, EKG, Chest X-Ray

Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG. Jika dicurigai stenosis atau

oklusi arteri karotis maka dapat dilakukan pemeriksaan dupleks karotis. USG

transkranial dopler berguna untuk mengevaluasi anatomi vaskuler proksimal lebih

lanjut termasuk di antaranya MCA, arteri karotis intrakranial, dan arteri

vertebrobasiler. Pemeriksaan ECG

(ekhokardiografi) dilakukan pada semua pasien dengan stroke non hemoragik

yang dicurigai mengalami emboli kardiogenik. Transesofageal ECG diperlukan

untuk mendeteksi diseksi aorta thorasik. Selain itu, modalitas ini juga lebih akurat

untuk mengidentifikasi trombi pada atrium kiri. Modalitas lain yang juga berguna

untuk mendeteksi kelainan jantung adalah EKG dan foto thoraks. (4)

Penatalaksanaan

Target managemen stroke non hemoragik akut adalah untuk menstabilkan pasien dan

menyelesaikan evaluasi dan pemeriksaan termasuk diantaranya pencitraan dan

pemeriksaan laboratorium dalam jangka waktu 60 menit setelah pasien tiba. Keputusan

penting pada manajemen akut ini mencakup perlu tidaknya intubasi, pengontrolan

tekanan darah, dan menentukan resiko atau keuntungan dari pemberian terapi trombolitik. 6,12

Penatalaksanaan Umum

Airway and

Breathing

Pasien dengan GCS ≤ 8 atau memiliki jalan napas yang tidak

adekuat atau paten memerlukan intubasi. Jika terdapat tanda-tanda

peningkatan tekanan intrakranial (TIK) maka pemberian induksi

dilakukan untuk mencegah efek samping dari intubasi. Pada kasus

dimana kemungkinan terjadinya herniasi otak besar maka target

pCO 2 arteri adalah 32-36 mmHg. Dapat pula diberikan manitol

intravena untuk mengurangi edema serebri. Pasien harus

mendapatkan bantuan oksigen jika pulse oxymetri atau pemeriksaan

analisa gas darah menunjukkan terjadinya hipoksia. Beberapa

kondisi yang dapat menyebabkan hipoksia pada stroke non

hemoragik adalah adanya obstruksi jalan napas parsial,

hipoventilasi, atelektasis ataupun GERD. 11,12,13,14

Circulation Pasien dengan stroke non hemoragik akut membutuhkan terapi

intravena dan pengawasan jantung. Pasien dengan stroke akut

37

Page 38: Case SNH

berisiko tinggi mengalami aritmia jantung dan peningkatan

biomarker jantung. Sebaliknya, atrial fibrilasi juga dapat

menyebabkan terjadinya stroke. 11,12,13,14

Gula Darah Beberapa data menunjukkan bahwa hiperglikemia berat terkait

dengan prognosis yang kurang baik dan menghambat reperfusi pada

trombolisis. Pasien dengan normoglikemik tidak boleh diberikan

cairan intravena yang mengandung glukosa dalam jumlah besar

karena dapat menyebabkan hiperglikemia dan memicu iskemik

serebral eksaserbasi. Pengontrolan gula darah harus dilakukan secara

ketat dengan pemberian insulin. Target gula darah yang harus

dicapai adalah 90-140 mg/dl. Pengawasan terhadap gula darah ini

harus dilanjutkan hingga pasien pulang untuk mengantisipasi

terjadinya hipoglikemi akibat pemberian insulin. 11,12,13,14

Posisi Kepala Penelitian telah membuktikan bahwa tekanan perfusi serebral lebih

maksimal jika pasien dalam pasien supinasi. Sayangnya, berbaring

telentang dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial

padahal hal tersebut tidak dianjurkan pada kasus stroke. Oleh karena

itu, pasien stroke diposisikan telentang dengan kepala ditinggikan

sekitar 30-45 derajat. 11,12,13,14

Kontrol Tekanan

Darah

Pada keadaan dimana aliran darah kurang seperti pada stroke atau

peningkatan TIK, pembuluh darah otak tidak memiliki kemampuan

vasoregulator sehingga hanya bergantung pada mean arterial

pressure (MAP) dan cardiac output (CO) untuk mempertahankan

aliran darah otak. Oleh karena itu, usaha agresif untuk menurunkan

tekanan darah dapat berakibat turunnya tekanan perfusi yang

nantinya akan semakin memperberat iskemik. Di sisi lain didapatkan

bahwa pemberian terapi anti hipertensi diperlukan jika pasien

memiliki tekanan darah yang ekstrim (sistole lebih dari 220 mmHg

dan diastole lebih dari 120 mmHg) atau pasien direncanakan untuk

mendapatkan terapi trombolitik. 11,12,13,14 Adapun langkah-langkah

pengontrolan tekanan darah pada pasien stroke non hemoragik

adalah sebagai berikut:

Jika pasien tidak direncanakan untuk mendapatkan terapi

trombolitik, tekanan darah sistolik kurang dari 220 mmHg, dan

tekanan darah diastolik kurang dari 120 mmHg tanpa adanya

gangguan organ end-diastolic maka tekanan darah harus diawasi

38

Page 39: Case SNH

(tanpa adanya intervensi) dan gejala stroke serta komplikasinya

harus ditangani. 11,12,13,14 Untuk pasien dengan TD sistolik di atas 220

mmHg atau diastolik antara 120-140 mmHg maka pasien dapat

diberikan labetolol (10-20 mg IV selama 1-2 menit jika tidak ada

kontraindikasi). Dosis dapat ditingkatkan atau diulang setiap 10

menit hingga mencapai dosis maksiamal 300 mg. Sebagai alternatif

dapat diberikan nicardipine (5 mg/jam IV infus awal) yang dititrasi

hingga mencapai efek yang diinginkan dengan menambahkan 2,5

mg/jam setiap 5 menit hingga mencapai dosis maksimal 15 mg/jam.

Pilihan terakhir dapat diberikan nitroprusside 0,5

mcg/kgBB/menit/IV via syringe pump. Target pencapaian terapi ini

adalah nilai tekanan darah berkurang 10-15 persen. 11,12,13,14 Pada

pasien yang akan mendapatkan terapi trombolitik, TD sistolik lebih

dari 185 mmHg, dan diastolik lebih dari 110 mmHg maka

dibutuhkan antihipertensi. Pengawasan dan pengontrolan tekanan

darah selama dan setelah pemberian trombolitik agar tidak terjadi

komplikasi perdarahan. Preparat antihipertensi yang dapat diberikan

adalah labetolol (10-20 mmHg/IV selama 1-2 menit dapat diulang

satu kali). Alternatif obat yang dapat digunakan adalah nicardipine

infuse 5 mg/ jam yang dititrasi hingga dosis maksimal 15 mg/jam.

Pengawasan terhadap tekanan darah adalah penting. Tekanan darah

harus diperiksa setiap 15 menit selama 2 jam pertama, setiap 30

menit selama 6 jam berikutnya, dan setiap jam selama 16 jam

terakhir. Target terapi adalah tekanan darah berkurang 10-15 persen

dari nilai awal. Untuk mengontrol tekanan darah selama opname

maka agen berikut dapat diberikan. 11,12,13,14

Kontrol Demam Antipiretik diindikasikan pada pasien stroke yang mengalami

demam karena hipertermia (utamanya pada 12-24 jam setelah onset)

dapat menyebabkan trauma neuronal iskemik. Sebuah penelitian

eksprimen menunjukkan bahwa hipotermia otak ringan dapat

berfungsi sebagai neuroprotektor. 11,12,13,14

Kontrol Edema

Serebri

Edema serebri terjadi pada 15 persen pasien dengan stroke non

hemoragik dan mencapai puncak keparahan 72-96 jam setelah onset

stroke. Hiperventilasi dan pemberian manitol rutin digunakan untuk

mengurangi tekanan intrakranial dengan cepat

Kontrol Kejang Kejang terjadi pada 2-23 persen pasien dalam 24 jam pertama

39

Page 40: Case SNH

setelah onset. Meskipun profilaksis kejang tidak diindikasikan,

pencegahan terhadap sekuel kejang dengan menggunakan preparat

antiepileptik tetap direkomendasikan.11,12,13,14

Penatalaksanaan Khusus:

Terapi Trombolitik

Tissue plaminogen activator (recombinant t-PA) yang diberikan secara intravena, akan

mengubah plasminogen menjadi plasmin yaitu enzim proteolitik yang mampu menghidrolisa

fibrin, fibrinogen dan protein pembekuan lainnya. 15

Pada penelitian NINDS (National Institute of Neurological Disorders and Stroke) di

Amerika Serikat, rt-PA diberikan dalam waktu tidak lebih dari 3 jam setelah onset stroke,

dalam dosis 0,9 mg/kg (maksimal 90 mg) dan 10% dari dosis tersebut diberikan secara bolus

IV sedang sisanya diberikan dalam tempo 1 jam. Tiga bulan setelah pemberian rt-PA didapati

pasien tidak mengalami cacat atau hanya minimal. Efek samping dari rt-PA ini adalah

perdarahan intraserebral, yang diperkirakan sekitar 6%. Penggunaan rt-PA di Amerika

Serikat telah mendapat pengakuan FDA pada tahun 1996. (15) Tetapi pada penelitian random

dari European Coorperative Acute Stroke Study (ECASS) pada 620 pasien dengan dosis t-PA

1,1 mg/kg (maksimal 100 mg) diberikan secara IV dalam waktu tidak lebih dari 6 jam setelah

onset. Memperlihatkan adanya perbaikan fungsi neurologik tapi secara keseluruhan hasil dari

penelitian ini dinyatakan kurang menguntungkan. Tetapi pada penelitian kedua (ECASS II)

pada 800 pasien menggunakan dosis 0,9 mg/kg diberikan dalam waktu tidak lebih dari 6 jam

sesudah onset. Hasilnya lebih sedikit pasien yang meninggal atau cacat dengan pemberian rt-

PA dan perdarahan intraserebral dijumpai sebesar 8,8%. Tetapi rt-PA belum mendapat ijin

untuk digunakan di Eropa. 15

Kontroversi mengenai manfaat rt-PA masih berlanjut, JM Mardlaw dkk mengatakan bahwa

terapi trombolisis perlu penelitian random dalam skala besar sebab resikonya sangat besar

sedang manfaatnya kurang jelas. Lagi pula jendela waktu untuk terapi tersebut masih kurang

jelas dan secara objektif belum terbukti rt-PA lebih aman dari streptokinase. Sedang

penelitian dari The Multicenter Acute Stroke Trial-Europe Study Group (MAST-E) dengan

menggunakan streptokinase 1,5 juta unit dalam waktu satu jam. Jendela waktu 6 jam setelah

onset, ternyata meningkatkan mortalitas. Sehingga penggunaan streptokinase untuk stroke

iskemik akut tidak dianjurkan. 15

40

Page 41: Case SNH

Antikoagulan

Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang mengancam. Suatu fakta

yang jelas adalah antikoagulan tidak banyak artinya bilamana stroke telah terjadi, baik

apakah stroke itu berupa infark lakuner atau infark massif dengan hemiplegia. Keadaan yang

memerlukan penggunaan heparin adalah trombosis arteri basilaris, trombosis arteri

karotisdan infark serebral akibat kardioemboli. Pada keadaan yang terakhir ini perlu

diwaspadai terjadinya perdarahan intraserebral karena pemberian heparin tersebut. 15

Warfarin

Segera diabsorpsi dari gastrointestinal. Terkait dengan protein plasma. Waktu paro

plasma: 44 jam. Dimetabolisir di hati, ekskresi: lewat urin. Dosis: 40 mg (loading

dose), diikuti setelah 48 jam dengan 3-10 mg/ hari, tergantung PT. Reaksi yang

merugikan: hemoragi, terutama ren dan gastrointestinal.16

Heparin

Merupakan acidic mucopolysaccharide, sangat terionisir. Normal terdapat pada mast

cells. Cepat bereaksi dengan protein plasma yang terlibat dalam proses pembekuan

darah. Heparin mempunyai efek vasodilatasi ringan. Heparin melepas lipoprotein

lipase. Dimetabolisir di hati, ekskresi lewat urin. Wakto paro plasma: 50-150 menit.

Diberikan tiap 4-6 jam atau infus kontinu. Dosis biasa: 500 mg (50.000 unit) per hari.

Bolus initial 50 mg diikuti infus 250 mg dalam 1 liter garam fisiologis atau glukose.

Dosis disesuaikan dengan Whole Blood Clotting Time. Nilai normal: 5-7 menit, dan

level terapetik heparin: memanjang sampai 15 menit. Reaksi yang merugikan:

hemoragi, alopesia, osteoporosis dan diare. Kontraindikasi: sesuai dengan

antikoagulan oral. Apabila pemberian obat dihentikan segala sesuatunya dapat kembali

normal. Akan tetapi kemungkinan perlu diberi protamine sulphute dengan intravenous

lambat untuk menetralisir. Dalam setengah jam pertama, 1 mg protamin diperlukan

untuk tiap 1 mg heparin (100 unit). 16

Hemoreologi

Pada stroke iskemik terjadi perubahan hemoreologi yaitu peningkatan hematokrit,

berkurangnya fleksibilitas eritrosit, aktivitas trombosit, peningkatan kadar fibrinogen

dan aggregasi abnormal eritrosit, keadaan ini menimbulkan gangguan pada aliran

darah. Pentoxyfilline merupakan obat yang mempengaruhi hemoreologi yaitu

41

Page 42: Case SNH

memperbaiki mikrosirkulasi dan oksigenasi jaringan dengan cara: meningkatkan

fleksibilitas eritrosit, menghambat aggregasi trombosit dan menurunkan kadar

fibrinogen plasma. Dengan demikian eritrosit akan mengurangi viskositas darah.

Pentoxyfilline diberikan dalam dosis 16/ kg/hari, maksimum 1200 mg/hari dalam

jendela waktu 12 jam sesudah onset.15

Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)

Aspirin

Obat ini menghambat sklooksigenase, dengan cara menurunkan sintesis atau

mengurangi lepasnya senyawa yang mendorong adhesi seperti thromboxane A2 .

Aspirin merupakan obat pilihan untuk pencegahan stroke. Dosis yang dipakai

bermacam-macam, mulai dari 50 mg/hari, 80 mg/hari samapi 1.300 mg/hari. Obat ini

sering dikombinasikan dengan dipiridamol. Suatu penelitian di Eropa (ESPE)

memakai dosis aspirin 975 mg/hari dikombinasi dengan dipiridamol 225 mg/hari

dengan hasil yang efikasius. Dosis lain yang diakui efektif ialah: 625 mg 2 kali sehari.

Aspirin harus diminum terus, kecuali bila terjadi reaksi yang merugikan. Konsentrasi

puncak tercapai 2 jam sesudah diminum. Cepat diabsorpsi, konsentrasi di otak rendah.

Hidrolise ke asam salisilat terjadi cepat, tetapi tetap aktif. Ikatan protein plasma: 50-80

persen. Waktu paro (half time) plasma: 4 jam. Metabolisme secara konjugasi (dengan

glucuronic acid dan glycine). Ekskresi lewat urine, tergantung pH.Sekitar 85 persen

dari obat yang diberikan dibuang lewat urin pada suasana alkalis. Reaksi yang

merugikan: nyeri epigastrik, muntah, perdarahan, hipoprotrombinemia dan diduga:

sindrom Reye. Alasan mereka yang tidak menggunakan dosis rendah aspirin antara

lain adalah kemungkinan terjadi “resistensi aspirin” pada dosis rendah. Hal ini

memungkinkan platelet untuk menghasilkan 12-hydroxy- eicosatetraenoic acid, hasil

samping kreasi asam arakhidonat intraplatelet (lipid – oksigenase). Sintesis senyawa

ini tidak dipengaruhi oleh dosis rendah aspirin, walaupun penghambatan pada

tromboksan A2 terjadi dengan dosis rendah aspirin. Aspirin mengurangi agregasi

platelet dosis aspirin 300-600 mg (belakangan ada yang memakai 150 mg) mampu

secara permanen merusak pembentukan agregasi platelet.16

Tiklopidin (ticlopidine) dan klopidogrel (clopidogrel)

42

Page 43: Case SNH

Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi aspirin,dapat menggunakan

tiklopidin atau clopidogrel. Obat ini bereaksi dengan mencegah aktivasi platelet,

agregasi, dan melepaskan granul platelet, mengganggu fungsi membran platelet

dengan penghambatan ikatan fibrinogen-platelet yang diperantarai oleh ADP dan

antraksi platelet-platelet. Menurut suatu studi, angka fatalitas dan nonfatalitas stroke

dalam 3 tahun dan dalam 10 persen untuk grup tiklopidin dan 13 persen untuk grup

aspirin. Resiko relatif berkurang 21 persen dengan penggunaan tiklopidin.

Setyaningsih at al, (1988) telah melakukan studi meta-analisis terhadap terapi

tiklopidin untuk prevensi sekunder stroke iskemik. Berdasarkan sejumlah 7 studi terapi

tiklopidin, disimpulkan bahwa efikasi tiklopidin lebih baik daripada plasebo, aspirin

maupun indofen dalam mencegah serangan ulang stroke iskemik. Efek samping

tiklopidin adalah diare (12,5 persen) dan netropenia (2,4 persen). Bila obat dihentikan

akan reversibel. Pantau jumlah sel darah putih tiap 15 hari selama 3 bulan. Komplikasi

yang lebih serius, tetapi jarang, adalah pur-pura trombositopenia trombotik dan anemia

aplastik. 16,17

Terapi Neuroprotektif

Terapi neuroprotektif diharapkan meningkatkan ketahanan neuron yang iskemik dan

sel-sel glia di sekitar inti iskemik dengan memperbaiki fungsi sel yang terganggu

akibat oklusi dan reperfusi. Berdasarkan pada kaskade iskemik dan jendela waktu yang

potensial untuk reversibilitas daerah penumbra maka berbagai terapi neuroprotektif

telah dievaluasi pada binatang percobaan maupun pada manusia.15

Pembedahan

Indikasi pembedahan pada completed stroke sangat dibatasi. Jika kondisi pasien

semakin buruk akibat penekanan batang otak yang diikuti infark serebral maka

pemindahan dari jaringan yang mengalami infark harus dilakukan. 18

Karotis Endarterektomi. Prosedur ini mencakup pemindahan trombus dari arteri karotis

interna yang mengalami stenosis. Pada pasien yang mengalami stroke di daerah sirkulasi

anterior atau yang mengalami stenosis arteri karotis interna yang sedang hingga berat

maka kombinasi dan aspirin lebih baik daripada penggunaan aspirin saja untuk mencegah

stroke. Endarterektomi tidak dapat digunakan untuk stroke di daerah vertebrobasiler atau

oklusi karotis lengkap.

43

Page 44: Case SNH

Angioplasti dan Sten Intraluminal. Pemasangan angioplasti transluminal pada arteri

karotis dan vertebral serta pemasangan sten metal tubuler untuk menjaga patensi lumen

pada stenosis arteri serebri masih dalam penelitian. Suatu penelitian menyebutkan bahwa

angioplasti lebih aman dilaksanakan dibandingkan endarterektomi namun juga memiliki

resiko untuk terjadi restenosis lebih besar. 18

Komplikasi

Komplikasi yang paling umum dan penting dari stroke iskemik meliputi edema serebral,

transformasi hemoragik, dan kejang. (21)

Edema serebral yang signifikan setelah stroke iskemik bisa terjadi meskipun agak jarang

(10-20%)

Indikator awal iskemik yang tampak pada CT scan tanpa kontras adalah indikator

independen untuk potensi pembengkakan dan kerusakan. Manitol dan terapi lain untuk

mengurangi tekanan intrakranial dapat dimanfaatkan dalam situasi darurat, meskipun

kegunaannya dalam pembengkakan sekunder stroke iskemik lebih lanjut belum diketahui.

Beberapa pasien mengalami transformasi hemoragik pada infark mereka. Hal ini

diperkirakan terjadi pada 5% dari stroke iskemik yang tidak rumit, tanpa adanya

trombolitik. Transformasi hemoragik tidak selalu dikaitkan dengan penurunan neurologis

dan berkisar dari peteki kecil sampai perdarahan hematoma yang memerlukan evakuasi.

Insiden kejang berkisar 2-23% pada pasca-stroke periode pemulihan. Post-stroke iskemik

biasanya bersifat fokal tetapi menyebar. Beberapa pasien yang mengalami serangan

stroke berkembang menjadi chronic seizure disorders. Kejang sekunder dari stroke

iskemik harus dikelola dengan cara yang sama seperti gangguan kejang lain yang timbul

sebagai akibat kerusakan neuron.

Prognosis

Stroke berikutnya dipengaruhi oleh sejumlah faktor, yang paling penting adalah sifat dan

tingkat keparahan defisit neurologis yang dihasilkan. Usia pasien, penyebab stroke,

gangguan medis yang terjadi bersamaan juga mempengaruhi prognosis. Secara

keseluruhan, agak kurang dari 80% pasien dengan stroke bertahan selama paling sedikit 1

bulan, dan didapatkan tingkat kelangsungan hidup dalam 10 tahun sekitar 35%. Angka

44

Page 45: Case SNH

yang terakhir ini tidak mengejutkan, mengingat usia lanjut di mana biasanya terjadi

stroke. Dari pasien yang selamat dari periode akut, sekitar satu setengah samapai dua

pertiga kembali fungsi independen, sementara sekitar 15% memerlukan perawatan

institusional.11

45

Page 46: Case SNH

DAFTAR PUSTAKA

Aliah A, Kuswara F F, Limoa A, Wuysang G. Gambaran umum tentang gangguan

peredaran darah otak dalam Kapita selekta neurology cetakan keenam editor Harsono.

Gadjah Mada university press, Yogyakarta. 2007. Hal: 81-115.

Sutrisno, Alfred. Stroke? You Must Know Before you Get It!. Jakarta: PT. Gramedia

Pustaka Utama. 2007. Hal: 1-13

Feigin, Valery. Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan dan Pemulihan Stroke.

Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer. 2006.

Hassmann KA. Stroke, Ischemic. [Online]. Available from:

http://emedicine.medscape.com/article/793904-overview

Mardjono, Mahar. Mekanisme gangguan vaskuler susunan saraf dalam Neurologi klinis

dasar edisi Kesebelas. Dian Rakyat. 2006. Hal: 270-93.

Giraldo, Elias. Stroke, Ischemic. [Online]. Available from:

http://www.merck.com/mmhe/sec06/ch086/ch086c.html

D. Adams. Victor’s. Cerebrovasculer diseases in Principles of Neurology 8 th Edition.

McGraw-Hill Proffesional. 2005. Hal: 660-67

Chung, Chin-Sang. Neurovascular Disorder in Textbook of Clinical Neurology editor

Christopher G. Goetz. W.B Saunders Company: 1999. Hal: 10-3

Hassmann KA. Stroke, Ischemic. [Online]. Available from:

http://emedicine.medscape.com/article/793904-diagnosis

Li, Fuhai, dkk. Neuroimaging for Acute Ischemic Stroke. [Online]. Available from:

http://www.emedmag.com/html/pre/fea/features/039010009.asp

Price, A. Sylvia. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit edisi 4. Penerbit

Buku Kedokteran EGC. Hal: 966-71.

Hassmann KA. Stroke, Ischemic. [Online]. Available from:

http://emedicine.medscape.com/article/793904-treatment

Ngoerah, I Gst. Ng. Gd. Penyakit peredaran darah otak dalam Dasar-dasar ilmu penyakit

saraf. Penerbit Airlangga University Press. Hal: 245-58.

Hughes, Mark. Miller, Thomas. Nervous System Third Edition. University of Edinburgh,

Edinburgh, UK.

46

Page 47: Case SNH

Majalah Kedokteran Atma Jaya Vol. 1 No. 2 September 2002. Hal: 158-67.

Wibowo, Samekto. Gofir, Abdul. Farmakoterapi stroke prevensi primer dan prevensi

sekunder dalam Farmakoterapi dalam Neurologi. Penerbit Salemba Medika. Hal: 53-73.

Josephson, S. Andrew. Ischemic Stroke. San Fransisco. CA. [Online]. Available from:

http://knol.google.com/k/s-andrew-josephson/ischemic-stroke/BF8MGEYK/bAWc9g#

Simon, Harvey. Stroke – Surgery. Harvard Medical School.[Online]. Available from:

http://www.umm.edu/patiented/articles/what_drugs_used_treat_stroke_patients_prevent_

recurrence_000045_8.htm

47