9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Virus Dengue (DENV) Dengue virus (DENV) adalah anggota dari genus Flavivirus. Seperti beberapa flavivirus, virus dengue dewasa terdiri dari genom single-stranded RNA yang dikelilingi oleh suatu ikosahedral atau isometric nukleokapsid (Henchal et. al., 1990). Virion dengue merupakan partikel sferis dengan diameter nukleokapsid 30 nm dan ketebalan selubung 10 nm, sehingga diameter virion kira-kira 50 nm (Jawets et. al., 1995). Genom virus dengue terdiri dari asam ribonukleat berserat tunggal, panjangnya kira-kira 11 kilobasa. Genom terdiri dari protein struktural dan protein non struktural, yaitu gen C mengkode sintesa nukleokapsid (Capsid), gen M mengkode sintesa protein M (Membran) dan gen E mengkode sintesa glikoprotein selubung/envelope (Jawets et. al., 1995). Protein E di dalam sel terinfeksi dapat berada dalam bentuk heterodimer antara prM-E. Pada protein E terdapat tiga kelompok epitop yang terpisah yaitu epitop A, B dan C. Empat serotipe virus dengue (1 hingga 4) kira-kira 60% - 74% dari seluruh bagiannya merupakan residu asam amino gen E yang merupakan pembeda antara serotipe yang satu dengan yang lainnya dan menyebabkan reaksi antibodi (Massi et. al., 2000). Glikoprotein E merupakan epitop penting karena mampu membangkitkan antibodi spesifik untuk proses netralisasi, mempunyai aktifitas hemaglutinin, berperan dalam proses absorbsi pada permukaan sel (reseptor binding), mempunyai fungsi biologis antara lain untuk fusi membran dan perakitan virion (Clyde et. al., 2006). Protein prM adalah glikoprotein dengan berat molekul 22.000 dan pecah menjadi protein M dan glikoprotein lain menjelang morfogenesis lengkap

Castanospermine dalam penatalaksanaan kasus demam berdarah dengue.pdf

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Castanospermine dalam penatalaksanaan kasus demam berdarah dengue

Citation preview

Page 1: Castanospermine dalam penatalaksanaan kasus demam berdarah dengue.pdf

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Struktur Virus Dengue (DENV)

Dengue virus (DENV) adalah anggota dari genus Flavivirus. Seperti

beberapa flavivirus, virus dengue dewasa terdiri dari genom single-stranded

RNA yang dikelilingi oleh suatu ikosahedral atau isometric nukleokapsid

(Henchal et. al., 1990). Virion dengue merupakan partikel sferis dengan

diameter nukleokapsid 30 nm dan ketebalan selubung 10 nm, sehingga

diameter virion kira-kira 50 nm (Jawets et. al., 1995). Genom virus dengue

terdiri dari asam ribonukleat berserat tunggal, panjangnya kira-kira 11

kilobasa. Genom terdiri dari protein struktural dan protein non struktural,

yaitu gen C mengkode sintesa nukleokapsid (Capsid), gen M mengkode

sintesa protein M (Membran) dan gen E mengkode sintesa glikoprotein

selubung/envelope (Jawets et. al., 1995).

Protein E di dalam sel terinfeksi dapat berada dalam bentuk heterodimer

antara prM-E. Pada protein E terdapat tiga kelompok epitop yang terpisah

yaitu epitop A, B dan C. Empat serotipe virus dengue (1 hingga 4) kira-kira

60% - 74% dari seluruh bagiannya merupakan residu asam amino gen E yang

merupakan pembeda antara serotipe yang satu dengan yang lainnya dan

menyebabkan reaksi antibodi (Massi et. al., 2000). Glikoprotein E merupakan

epitop penting karena mampu membangkitkan antibodi spesifik untuk proses

netralisasi, mempunyai aktifitas hemaglutinin, berperan dalam proses

absorbsi pada permukaan sel (reseptor binding), mempunyai fungsi biologis

antara lain untuk fusi membran dan perakitan virion (Clyde et. al., 2006).

Protein prM adalah glikoprotein dengan berat molekul 22.000 dan pecah

menjadi protein M dan glikoprotein lain menjelang morfogenesis lengkap

Page 2: Castanospermine dalam penatalaksanaan kasus demam berdarah dengue.pdf

7

virion. Pemecahan ini tampaknya merupakan hal kritis bagi morfogenesis

karena pemecahannya diikuti segera dengan naiknya titer virus aktif

Protein C adalah protein pertama yang dibentuk pada waktu translasi genom

virus. Berat molekulnya kira-kira 13.500, kaya asam amino lisin dan arginin

sehingga protein C bersifat basa. Karena sifatnya itu protein C mampu

berinteraksi dengan RNA virion. Selain itu pada ujung karboksilnya, protein

C terdiri dari rangkaian asam amino hidrofobik yang memungkinkan ia

menempel pada membran sebelum dipecah oleh signalase pada ujung protein

prM. Pada akhirnya, ujung hirofobik protein C dilepas oleh enzim protease

yang dikode gen virus sesaat menjelang morfogenesis virion.

Adapun protein non-struktural virus terdiri dari tujuh macam yang dikode

oleh gen terpisah. Protein tersebut adalah NS1, NS2a, NS2b, NS3, NS4a,

NS4b, dan NS5. Protein NS1 selama proses infeksi dapat berada di dalam sel,

di membran plasma maupun disekresikan keluar sel. NS1 berperan dalam

morfogenesis virion. Karena terpapar di membran plasma, ia juga berperan

dalam proses imunopatologi infeksi. NS2 terdiri dari dua jenis, yaitu NS2a

yang berat molekulnya kira-kira 20.000 dan NS2b berat molekulnya kira-kira

14.500. Kedua protein ini bukan merupakan glikoprotein. NS2a berfungsi

sebagai enzim proteolitik bagi pematangan NS1. NS3 merupakan protein

hidrofilik dengan berat molekul 70.000 dan berfungsi seperti enzim tripsin. Ia

berperan sebagai enzim yang memecah poliprotein prekursor protein virus,

menyediakan nukleosida trifosfat, berfungsi sebagai helikase dan juga

sebagai komponen dari RNA polimerase viral (Li et. al., 1999). NS4 sampai

saat ini belum memiliki fungsi yang jelas. NS5 merupakan protein terbesar

dengan berat molekul mencapai 150.000 dan bertindak sebagai RNA

polymerase (Massi et. al., 2000).

Page 3: Castanospermine dalam penatalaksanaan kasus demam berdarah dengue.pdf

8

Gambar 1. Struktur Virus Dengue (Tomlinson, 2000)

2.2 Siklus Hidup Virus Dengue (DENV)

Infeksi dengan salah satu serotip DENV dimulai ketika nyamuk vektor

menggigit manusia dan melakukan perlekatan dengan sel inang. Virus

DENV biasanya menginfeksi sel dendritik, monosit, makrofag, sel B, sel T,

sel endotel, sel hepatosit dan sel saraf (An et. al., 2004). Perlekatan dengan

sel inang dilakukan melalui media receptor DC-SIGN (sejenis ubiquitin)

pada membran sel inang. Melalui serangkaian penelitian, DC-SIGN dapat

menjadi reseptor infeksi dari keempat serotip virus DENV (Tassaneetrithep,

2003)

DC-SIGN sebagai receptor mediated endositosis (RME) mengikat virus

dengan perantara karbohidrat moieties (glikoprotein pada Asn 67) pada

envelope virus (Navarro-Sanchez et. al., 2003). Kemudian membran sel

inang membentuk endosome yang mengelilingi virus. Pada proses ini

endosome melakukan asidifikasi sehingga dapat menginduksi fusi dari

membran sel inang dan envelope virus sehingga nukleokapsid dan genom

virus dapat menyusup ke dalam sitoplasma sel inang.

Poliprotein viral (vRNA) kemudian ditranslasi untuk membentuk 3 protein

struktural (protein C, M dan E) dan 7 protein nonstruktural (NS1, NS2a,

NS2b, NS3, NS4a, NS4b, dan NS5). Karena genome vRNA memiliki

positive sense maka vRNA harus ditranslasi terlebih dahulu untuk

menyediakan RNA polymerase dan protein lainnya untuk proses replikasi

selanjutnya. Kemudian polymerase harus menyalin untaian positif RNA

menjadi untaian negatif yang nantinya akan berperan sebagai template

dalam proses replikasi. Selanjutnya pada akhir siklus replikasi terjadi

Page 4: Castanospermine dalam penatalaksanaan kasus demam berdarah dengue.pdf

9

pengikatan protein C pada ujung 3’ RNA yang menghalangi ikatan RNA

polymerase dengan molekul RNA dan tetap membiarkan ujung 5’ berikatan

dengan ribosom (Jawets et. al., 1995). Translasi genom virus dimulai dari

kodon AUG gen protein C, prM, E, NS1, dan seterusnya. Selanjutnya, pada

retikulum endoplasma terjadi proses maturasi berupa modifikasi pos

translasi diantaranya berupa glikosilasi pada envelope, dan pelipatan

(folding) polipeptida membentuk protein fungsional. Pada akhir siklus

replikasi, yaitu menjelang atau bersamaan dengan terbentuknya virion, prM

dipecah menjadi M yang membentuk membran virus (Nathanson et. al.,

1997). Pada dasarnya, morfogenesis lengkap virion berlangsung dalam 4

tahap, yaitu:

1. Perakitan nukleokapsid dari RNA dan protein C

2. Budding nukleokapsid dari membran intraselular yang telah tersisip

oleh prM dan E.

3. Pelepasan virion yang terjadi akibat proses fusi membran plasma

dengan vesikel pembawa virion.

4. Pemecahan prM menjadi M.

Gambar 2. Siklus Hidup Virus DEN (Tomlinson, 2000)

Page 5: Castanospermine dalam penatalaksanaan kasus demam berdarah dengue.pdf

10

2.3 Patogenesis DBD

Pada infeksi pertama dari salah satu serotip DENV akan dihasilkan antibodi

yang memiliki aktifitas netralisasi yang mengenali protein E dan antibodi

monoclonal terhadap NS1, Pre M, dan NS3 dari virus penyebab infeksi.

Aktifitas netralisasi atau aktivasi komplemen kemudian mengakibatkan

terjadinya lisis dari sel yang telah terinfeksi virus tersebut. Akhirnya, banyak

virus yang dilenyapkan dan penderita mengalami kesembuhan. Namun,

apabila terjadi infeksi kedua yang dipicu oleh DENV dengan serotip yang

berbeda, tubuh akan menghasilkan antibodi non-netralisasi yang memiliki

sifat memacu replikasi virus (Barrett et. al., 2008). Pada infeksi kedua ini, sel

T memori salah mengenali 2 serotipe virus dengue yang berbeda sekuens

genetiknya sebagai satu serotype yang sama. Pada akhirnya sel T memori

akan menginduksi sel plasma untuk menghasilkan antibodi yang bersifat non-

netralisasi.

DENV akan berperan sebagai super antigen setelah difagosit oleh monosit

atau makrofag. Makrofag ini menampilkan APC (Antigen Presenting Cell)

yang membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari Mayor

Histocompatibility Complex (MHC II). Sebagai usaha tubuh terhadap infeksi

tersebut maka limfosit T akan mengeluarkan substansi Th-1 yang berfungsi

sebagai immunomodulator yaitu IFN γ (Carr et. al., 2003), IL-2 dan CSF

(Colony Stimulating Factor). IFN γ akan merangsang makrofag untuk

mengeluarkan IL-1 dan TNF α yang memiliki efek pada endothelial sel

termasuk di dalamnya pembentukan prostaglandin dan merangsang ekspresi

ICAM 1 (Intercellular Adhesion Molecule 1). Sedangkan CSF akan

merangsang neutrofil, yang oleh pengaruh ICAM 1, neutrofil yang telah

terangsang oleh CSF akan mudah mengadakan adhesi dengan endothel.

Proses ini akan menyebabkan endothel mengeluarkan lisozim yang akan

menyebabkan dinding endothel lisis dan menyebabkan terbukanya dinding

endothel. Selain itu IFN γ juga membawa superoksid (radikal bebas berupa

NO) yang akan mempengaruhi oksigenasi pada mitokondria dan siklus

Page 6: Castanospermine dalam penatalaksanaan kasus demam berdarah dengue.pdf

11

GMPs. Kemudian terjadi nekrosis pada endothel sehingga terjadi kerusakan

endothel pembuluh darah yang mengakibatkan terjadinya gangguan vaskuler

yang berujung pada terjadinya syok (Malavige et. al., 2004).

Gambar 3. Patogenesis DBD (Clyde, 2006)

2.4 Penatalaksanaan Penderita Demam Berdarah Dengue

Untuk mendapatkan tatalaksana DBD lebih efektif, maka pasien DBD

seharusnya dirawat di ruang rawat khusus, yang dilengkapi dengan perawatan

untuk kegawatan. Ruang perawatan khusus tersebut dilengkapi dengan

fasilitas laboratorium untuk memeriksa kadar hemoglobin, hematokrit, dan

trombosit yang tersedia selama 24 jam. Penatalaksanaan penderita DBD

dirumah sakit dilakukan melalui beberapa tahap yakni dengan melihat kondisi

awal pasien dimana apakah pasien bisa minum atau tidak. Lalu dilakukan

monitoring klinis dan laboratorium. Pada monitoring dilakukan pengawasan

mengenai Ht dan Hb setiap enam jam serta trombosit setiap 12 jam.

Pencatatan merupakan hal yang penting dilakukan di ruang perawatan DBD.

Paramedis dapat didantu oleh orang tua pasien untuk mencatat jumlah cairan

baik yang diminum maupun yang diberikan secara intravena, serta

menampung urin serta mencatat jumlahnya. Selanjutnya dilakukan perbaikan

Page 7: Castanospermine dalam penatalaksanaan kasus demam berdarah dengue.pdf

12

klinis dan laboratorium sampai pasien dapat dinyatakan sembuh atau boleh

pulang.

Apabila selama observasi keadaan pasien membaik dimana anak tampak

tenang, tekanan darah stabil, diuresis cukup, dan kadar Ht cenderung turun,

maka tetesan dikurangi dan akan dihentikan dalam kurun waktu 24-48 jam

setelahnya. Tetapi apabila keadaan tidak membaik maka tetesan dinaikkan

dari 10ml/kgBB/jam dan akan terus dinaikkan bila keadaan semakin buruk.

Gambar 4 . Mekanisme Penatalaksanaan DBD (Darmowandowo, 2006)

Kriteria dari pasien yang dapat dipulangkan antara lain: tampak perbaikan

secara klinis, tidak demam selaina 24 jam tanpa antipiretik, tidak dijumpai

distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis), hematokrit

stabil, jumlah trombosit cenderung naik > 50.000/pl, tiga hari setelah syok

teratasi, nafsu makan membaik

Page 8: Castanospermine dalam penatalaksanaan kasus demam berdarah dengue.pdf

13

2.5 Castanospermum australe dan Castanospermine

2.5.1 Castanospermum australe

Genus castanuspermum yang termasuk keluarga Fabaceae dan hanya

memiliki satu spesies yakni Castanumspermum australe yang biasa disebut

black bean atau Moreton Bay Chestnut. Tanaman ini mengandung

castanospermine, folat, vitamin B-6, niasin, dan kandungan lainnya.

Tumbuhan ini tumbuh di hutan hujan pada bagian pesisir dan pantai yang

berada di Australia di sekitar Lismore, dari New South Wales sampai Iron

Range, peninsula di sekitar Cape York pada pesisir Queensland dan 160 km

di barat gunung Bunya. Tumbuhan ini juga dapat dijumpai di New

Caledonia dan Vanuatu. Disamping Australia sebagai daerah asli (native),

daerah persebaran lainnya (exotic) antara lain Malaysia, India, Papua

Nugini, Srilanka, dan USA (Orwa et. al., 2009).

Tumbuhan ini bisa tumbuh hingga tinggi 40 meter Tumbuhan ini berbunga

pada antara bulan oktober dan November dan buahnya matang pada bulan

Februari-April. Castanospermum australe tumbuh pada kondisi tertentu.

Castanospermum australe tumbuh pada daerah lembab, subur, memiliki

drainase yang baik pada teras di sisi gunung atau sepanjang sisi aliran

sungai. Biasanya tumbuhan ini hidup di tanah alluvial dan tanah liat yang

dalam. Cahaya matahari merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh tanaman

ini terutama daerah yang sering terpapar matahari walaupun beberapa

kondisi pencahayaan yang rendah masih mampu ditoleransi. Mampu hidup

pada ketinggian 50-750 meter diatas permukaan laut dengan suhu rata-rata

280C. Tumbuhan ini juga membutuhkan curah hujan sekitar 1000-3800

mm/tahun. Tanaman ini dapat berkembang untuk membentuk kanopi

rindang yang melingkar dengan tinggi 8-20 meter dengan lebar penyebaran

hingga 4-8 meter. Karena itulah tanaman ini biasa digunakan sebagai

perindang serta dengan sistem perakaran yang kuat dapat menjadi pencegah

erosi pada daerah sekitar aliran sungai.

Page 9: Castanospermine dalam penatalaksanaan kasus demam berdarah dengue.pdf

14

Gambar 5. Biji dan daun Castanospermum australe (Orwa et. al., 2009)

2.5.2 Castanospermine

Castanospermine (1,6,7,8 tetrahydroxycotahdroindolizine) merupakan

alkaloid hasil ekstraksi Castanospermum australe yang memiliki struktur

formula yakni C8H15NO4. Castanospermine merupakan senyawa yang larut

pada air dan bisa diisolasi pada pada jumlah yang besar melalui sebuah

skema purifikasi yang sederhana (Pan et. al., 1993). Pada sel

castanospermine bekerja sebagai sebuah ER α-glucosidase I inhibititor dan

mereduksi infeksi dari sebuah subset dari amplop RNA dan DNA virus

seperti HIV, bovine diarrhea virus, dan virus influenza. Studi tentang

mekanisme kerjanya adalah mengganggu lipatan dari protein viral dengan

mencegah terjadinya pelepasan residu dari terminal glucose pada N-Linked

glycan. Kekurangan gula mannose dalam jumlah tinggi pada beberapa

protein viral akan menyebabkan penghambatan kebutuhan berinteraksi

dengan lipatan protein chaperones calnexin dan caltereculin (Molinari et. al.,

1999). Beberapa flavivirus menunjukkan kesensitifan pada α-glucosidase

inhibitor seperti castanospermine.

Gambar 6. Strukstur kimia castanospermine (Orwa et. al., 2009)