37

cdk_008_THT

  • Upload
    revliee

  • View
    2.873

  • Download
    3

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: cdk_008_THT
Page 2: cdk_008_THT

No.9, 1977.

CerminDuniaKedokteranMajalah triwulanditerbitkan dengan bantuan

P.T. KALBE FARMAdipersembahkan secara cumacuma.

Gambar telinga yang dibuat oleh seorangartis.

Alamat redaksi :Majalah CERMIN DUNIA KEDOKTERANP.O. Box 3105 - Jakarta.Penanggung jawab : dr. Oen L.H.,Redaksi pelaksana : dr. E.NugrohoDewan redaksi : dr. Oen L.H.,dr. E.Nugroho, dr. B.Suharto,dr. S.PringgoutomoPembantu khususdr. SL Purwanto, dr.B.Setiawan Ph.D.drs. J.Setijono, drs. Oka Wangsaputra,dra. Nina Gunawan.No. ljin : 151/SK/DitJen PPG/STT/1976.tgl. 3 Juli 1976.

Daftar isi

ARTI KEL

5 RENCANA PEMELIHARAAN PENDENGARAN DALAMLINGKUNGAN INDUSTRI Dl INDONESIA

11 MASALAH CACAT TULI

14 VERTIGO

17 HUBUNGAN ANTARA KELAINAN/PENYAKIT T.H.T. & ASTHMABRONCHIALE

21 FOETOR EX NASI

25 CATATAN SINGKAT TENTANG TONSIL-& ADENOIDEKTOMI

31 LARYNGITIS SUBGLOTTICA

34 EPIGLOTTITIS ACUTA

36 KARSINOMA NASOPHARYNX

41 HUMOR ILMU KEDOKTERAN

42 CATATAN SINGKAT

43 RUANG PENYEGAR DAN PENAMBAH ILMU KEDOKTERAN

4 EDITORIAL

44 KAMI TELAH MEMBACA UNTUK ANDA : ABSTRAK-ABSTRAK

Page 3: cdk_008_THT

Gangguan-gangguan atau penyakit-penyakit alat pernafasan bagian atas merupakanbagian penting dalam praktek sehari-hari.

Foetor ex ore atau foetor ex nasi merupakan gangguan yang sangat menekanperasaan penderita sedangkan vertigo atau rasa mabuk perlu mendapat perhatiankhusus.

Masalah-masalah ini akan dibahas oleh rekan-rekan dari Bagian Telinga, Hidungdan Tenggorokan, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro, R.S. Dr. Kariadi,Semarang.

Kebisingan dalam kota-kota besar yang selalu menyertai industrialisasi perlumendapat perhatian yang layak oleh karena dalam jangka waktu yang lama dapatmerusak alat pendengaran.Oleh karena itu masalah pencegahan dan habilitasi/rehabilitasi kekurangan pende-ngaran untuk pembangunan masyarakat merupakan tema dari simposium yang akanberlangsung selama Kongres Nasional ke V para ahli penyakit Telinga; Hidung danTenggorokan (PERHATI) pada tanggal 27 – 29 Oktober, 1977 di Semarang.

4 Cermin Dunia Kedokteran No. 9, 1977

Page 4: cdk_008_THT

Rencana Pemeliharaan Pendengarandalam lingkungan industridi Indonesia

dr. Hoediono ReksoprodjoKepala Bagian T.H. T.Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro/R.S. dr. KariadiSemarang

Tujuan suatu Rencana Pemeliharaan Pendengaran (HearingConservation Program) adalah menjaga keutuhan pendengaran;menjaga supaya keamanan faal telinga terjamin, dan agar ter-hindar dari hal-hal yang dapat merusak alat pendengaran ataumengganggu kesempurnaan fungsinya. Dalam hubungan de-ngan industri, maka faktor yang paling berbahaya bagi keutuh-an faal pendengaran ialah suara bising (noise). Bahwa suarabising itu dapat mengganggu pendengaran dan menyebabkantuli telah lama dikemukakan oleh banyak ahli. RAMAZZINIdalam bukunya De Morbus Artificium (1713) menyatakanbahwa banyak pekerja dalam pertukangan barang-barang ku-ningan menjadi tuli (7).Setelah JAMES WATT (1736-1810),seorang ahli fisika dan ahli mesin bangsa Inggris berhasil mem-buat mesin-uapnya, maka penggunaan mesin-mesin penggantitenaga manusia meluas dengan cepat. Akibatnya suara bisingkarena mesinpun bertambah hebat dan meluas. FOSBROKE(2) pada permulaan abad ke 19 sudah mensinyalir bahwa pen-dengaran para pekerja bengkel dan pandai besi agak berkurang/agak tuli (blacksmith deafness). Industri pada abad ke 20 inilebih cepat berkembang dan makin banyak digunakan mesindalam berbagai industri, yang semuanya menambah kebisingandi lingkungan kerja dan lingkungan hidup kita, lebih-lebih didaerah industri berat seperti dok kapal, di pabrik atau bengkelpesawat terbang dan sebagainya. Dengan sendirinya makinbanyak lagi didapatkan orang-orang yang menjadi korban ke-bisingan itu; makin banyak ditemukan kasus-kasus tuli karenakebisingan di tempat kerja. Sudah jelas ada pengotoran udaraoleh suara bising (air-pollution by noise) dengan akibatnyayang sekarang dikenal sebagai occupational deafness. Occupa-tional deafness adalah tuli sebagian ataupun total yang bersifatmenetap pada satu atau kedua telinga dan disebabkan olehsuara bising yang terus-menerus di tempat/lingkungan kerja (5).

Pada tahun 1926 POLITZER juga telah mengemukakantentang ketulian yang disebabkan oleh suara bising di tempatkerja, tetapi dikatakan juga bahwa untuk kerusakan dari te-linga dalam yang disebabkan oleh trauma langsung pada kepalaatau karena letusan yang hebat, tanpa kerusakan pada meatusexternus dan pada membrana tympani, menurut peraturanhukum yang berlaku pada waktu itu tidak dapat dituntut gantirugi (6). Baru sekitar tahun 1940 di Amerika ditentukan dalamoccupational law bahwa pekerja yang menjadi tuli akibat ke-bisingan di tempat kerja harus diberi ganti rugi. Meskipundemikian, belum ada ketentuan atau peraturan mengenai pen-

cegahan kerusakan pendengaran. Ganti rugi itupun diberikansetelah korban jelas menjadi tuli. Sebaliknya para pengusahamenuntut jaminan bahwa ketulian itu memang tidak terdapatsebelum orang itu bekerja padanya.Kemajuan tehnik akhir-akhir ini, terutama di bidang elektro-tehnik dan elektroakustik menghasilkan alat-alat yang me-mungkinkan kita meneliti dengan cermat dan tepat ada tidak-nya kelainan dalam fungsi pendengaran. Misalnya audiometeryang dapat dipergunakan untuk screening, untuk diagnosis,speech-audiometer dsb. Juga ada alat-alat untuk mengukurintensitas suara bising (sound level meter). Akhirnya setelahberjuang lama dengan gigih, pada tahun 1940 di Amerikatersusun occupational law seperti telah disebutkan di atas, danpada tahun 1957 dapat disusun Guide for Conservation ofHearing in Noise. Dalam hal ini yang berjasa adalah TheAmerican Academy of Ophthalmology and Otolaryngologyyang membentuk Committee on Conservation of Hearing.Committee ini mempunyai Subcommittee on Noise in Industryyang menghasilkan manuscript tersebut di atas (1).

Kita di Indonesia beruntung tidak perlu mengalami segalakepahitan rekan-rekan di Amerika. Meskipun perindustriandi Indonesia belum begitu maju, pemerintah telah membentuk"Lembaga Nasional Hygiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja"dan antara lain menugaskannya untuk menangani masalahbising karena industri itu.

Dalam merencanakan sistim pemeliharaan pendengaran akanbanyak manfaatnya kalau kita mempelajari pedoman dariAmerika itu dan memakainya sebagai dasar. Sebelum membuatRencana Pemeliharaan Pendengaran (RPP ) haruslah dipahamibenar-benar dan dibahas dengan teliti persoalan-persoalan dasarberikut : (i) Berapa besar pengaruh kebisingan suara pada ke-utuhan alat pendengaran? (ii) Bilamanakah RPP perlu dibuat?dan (iii) Apakah dasar-dasar dari sebuah RPP? Baiklah persoal-an di atas kita bahas dan kita analisa satu demi satu.

I. BERAPA BESAR PENGARUH KEBISINGAN PADAKEUTUHAN ALAT PENDENGARAN?

Untuk dapat menjawab pertanyaan ini, perlu dipahami dan di-kuasai lebih dahulu pokok-pokok persoalan berikut ini : (A)Sifat hearing loss dan dasar anatomiknya, (B) Sifat-sifat suarabising dan cara timbulnya gangguan pendengaran, dan (C)Pengukuran yang tepat dari pendengaran dan dari suara bising.

Cermin Dunia Kedokteran No. 9, 1977 5

Page 5: cdk_008_THT

A.Bagaimana sifat hearing-loss itu dan apa dasar anatomiknya ?1. Sifat-sifat hearing-loss

■ Hearing loss dapat bersifat menetap (permanen), transient(bisa membaik), atau kombinasi dari keduanya.■ Derajat hearing-loss dapat sedemikian tinggi hingga menim-bulkan kesulitan dalam pembicaraan dengan orang lain (komu-nikasi terganggu).■ Mula-mula nada yang kurang dapat didengar adalah nada-nada yang lebih tinggi daripada yang penting untuk komunikasi,yaitu nada-nada dengan frekwensi di atas 2000 Hz. Oleh sebabitu stadium permulaan seringkali tidak disadari oleh penderitasendiri.■ Kerentanan perorangan (individual susceptibility) berbeda-beda pada tiap-tiap orang.

2. Dasar-dasar anatomik. — Bila gangguan pendengaran ter-jadi karena sel-sel rambut dalam alat Corti mengalami kerusak-an, kerusakan ini tak mungkin pulih kembali.

B. Bagaimana sifat bising itu, dan bagaimana bising itu me-nimbulkan kekurangan pendengaran?1. Sifat-sifat dari suara bising yang perlu diteliti ialah :

■ Derajat kebisingan suara secara menyeluruh (overall noiselevel). Berapa desibel-kah intensitas kebisingan itu? Dalamhal ini yang dimaksud adalah kebisingan yang disebabkan olehbemacam-macam nada secara serempak.■ Komposisi dari suara bising. Diteliti nada apa saja yangikut membentuk bising tadi.

2. Cara suara bising itu mengganggu. — Yang dimaksudialah frekwensi, lamanya dan kontinuitas suara bising itu.■ Berapa jamkah setiap hari suara bising itu mengganggu?■ Apakah bising itu berlangsung terus-menerus ataukah ter-putus-putus?■ Berapa jamkah seluruhnya dialami gangguan kebisingan se-lama bekerja pada perusahaan itu?Untuk lebih jelasnya kami ajukan dua buah tabel mengenai"Noise exposure time" dari Amerika Serikat dan Australia.

TABEL I: INTENSTAS SUARA BISING KONTINU YANG DAPATMENIMBULKAN HEARING—LOSS*

lntensitas suara Waktu maksimal yang masih amandalam dB dalam jam/hari

90 ........................ 892 ........................ 695 ........................ 497 ........................ 3

100 ........................ 2102 ........................ 1,5105 ........................ 1110 ........................ 0,5115 ........................ 0,25

* Ringkasan dari Occupational Safety and Health Act yang berlakudi Amerika Serikat sejak tahun 1971.

Menurut tabel ini seorang yang bekerja dalam tempat dengan kebisingansuara 100 dB hanya dibenarkan bekerja paling lama dua jam seharidi tempat itu. Kalau dia bekerja lebih lama, maka akan terjadi ketulian.

Menurut tabel dari Australia (Tabel—II), dalam lingkungandengan kebisingan 100 dB seseorang masih dapat bekerja de-ngan aman selama 195 menit setiap hari (3 jam 15 menit),asal setiap selesai bekerja selama 15 menit dia diberi istirahat20 menit. Kalau ia harus bekerja terus-menerus, maka dia ha-nya boleh diberi tugas 25 menit per hari. Menurut tabel dariAmerika (Tabel—I) orang itu boleh dipekerjakan dua jam secaraterus menerusC. Perlu dilakukan pengukuran secara tepat mengenai :

1. Ketajaman pendengaran pekerja. — Ini dilakukan denganaudiometer yang menghasilkan sebuah audiogram. Pada audio-gram ini dengan mudah dapat dibaca berapa desibel intensitasminimal suatu nada tertentu yang dapat didengar oleh orangyang sedang ditest.

2 lntensitas suara bising. — Ini perlu dinyatakan dalamdesibel. Juga harus dilakukan analisa dari suara bisingitu : bagaimana komposisinya, dan berapa desibel intensitastiap komponen (nada) itu. Alat yang dipakai ialah octaveband analyzer.

TABEL II : INTENSITAS BISING YANG MASIH DIIJINKAN DALAM HUBUNGANNYA DENGANLAMANYA BISING, LAMANYA ISTIRAHAT, PERGANTIAN/SIKLUS PER HARI DAN

LAMA KEBISINGAN SECARA TOTAL *

lntensitas Lamanya bising lstirahat Pergantian/ Lama kebisingan totaldB menit menit siklus per hari menit

90 10 2 35 35090 20 3 21 420

90 30 3 15 450

95 5 2,5 50 25095 15 4 20 30095 25 10 13 325

100 5 3,5 52 260100 15 20 13 195100 25 — 1 25

105 5 7 40 200

105 10 50 8 80

105 15 — 1 15

110 5 20 19 95

110 10 _ 1 10

115 7 — 1 7

120 6 — 1 6

* Ditetapkan oleh The Australian Oto-Laryngological Society, tahun 1971.

6 Cermin Dunia Kedokteran No. 9, 1977

Page 6: cdk_008_THT

3. Lamanya (berapa jam), frekwensi dan kontinuitas gang-guan bising — Ini harus dicatat dengan teliti dan cermat.

II. BILAMANAKAH RPP PERLU DIBUAT?Ada indikasi untuk membuat suatu RPP apabila :

1. Suara bising terlalu keras sehingga sukar untuk berbicaradengan orang lain.

2. Terdengar suara mendenging dalam telinga selama bebe-rapa jam setelah selesai bekerja dalam tempat yang bising.

3. Berkurangnya pendengaran sehingga suara terdengar se-akan-akan dari tempat yang jauh sekali atau seperti dibisikkan,setelah bekerja dalam tempat yang bising selama beberapa jam.Biasanya pendengaran akan menjadi baik kembali setelah bebe-rapa lama pindah ke tempat yang tenang (transient hearing-loss).Rasa nyeri di telinga yang disebabkan oleh suara yang kerastak dapat dipakai sebagai pedoman untuk membuat RPP, kare-na suara-suara yang jauh kurang keraspun sudah dapat menim-bulkan hearing-loss (1).

III. DASAR-DASAR UNTUK SUATU RPP.RPP terdiri dari tiga bagian, yaitu (A) Analisa gangguan bising,(B) Pengendalian gangguan bising, dan (C) Pengukuran pende-ngaran.

A. Analisa gangguan bising mengenai :1. Intensitas (dB) suara bising secara menyeluruh (overall

noise level).2. Komposisi suara bising dan intensitas tiap nada.3. Lamanya dan distribusi kebisingan itu sepanjang hari.4. Lamanya gangguan bising itu berlangsung total sejak hari

pertama bekerja sampai berhenti bekerja.Keempat faktor tersebut masing-masing perlu dicatat, sebabdapat terjadi bermacam-macam kombinasi dan tentu denganakibat yang bermacam-macam juga. Misalnya overall noise levelsama, tetapi kombinasi nada berbeda, tentu berbeda pengaruhdan akibatnya terhadap pendengaran. Demikian juga bisingyang kontinu berbeda pengaruhnya dari bising yang intermitten.B. Pengendalian gangguan bising : dilakukan dengan dua carayaitu (1) pengendalian sumber bising dan penyebaran bising,dan (2) perlindungan langsung dari telinga pekerja.

1. Pengendalian sumber bising dan penyebaran bising :■ Mengadakan tindakan langsungterhadap sumber bising, mi-salnya mengusahakan pemasangan peredam suara pada mesin-mesin.■ Menghambat atau mencegah penghantaran suara bising me-lalui udara atau melalui dinding. Mesin ditempatkan dalamruang yang tak tembus suara, dinding kamar mesin dilapisi de-ngan bahan yang menyerap suara.■ Merubah sistim kerja sehingga mesin terpisah dari pekerja.

2. Perlindungan langsung terhadap telinga pekerja. — Ini di-lakukan dengan mengharuskan para pekerja memakai penutuptelinga, yaitu :■ Penyumbat telinga yang dimasukkan dalam meatus accus-ticus externus, sehingga telinga tertutup rapat (ear-plug, inserttype protector). Contoh : kapas yang dicelup dalam parafin,sumbat dari karet, lilin, atau plastik. Alat-alat penyumbat

semacam ini mengurangi intensitas suara rendah (di bawah1000 Hz) dengan 15—25 dB. Suara di atas 1000 Hz intensitas-nya berkurang dengan 40 dB (4).■ Penutup daun telinga (ear-muffs). Penutup ini berupamangkok-mangkok yang menutupi seluruh daun telinga.Kalau dipakai ear-plugs dan ear-muffs bersama-sama, makakombinasi ini dapat mengurangi bising dengan 50 dB.Pengendalian bising yang paling baik tentu saja dengan mem-bungkam sumber suara. Tetapi ini jarang sekali dapat dilaku-kan dengan memuaskan, karena itu kedua cara dipakai bersa-ma-sama.C. Pengukuran pendengaran : Ini adalah bagian terpenting dariRPP. Perlu diadakan dua macam test pendengaran, yaitu (1)Pengukuran pendengaran sebelum diterima bekerja (pre-em-ployment & pre-placement test), dan (2) Pengukuran ulanganpendengaran secara teratur pada waktu-waktu tertentu (routineperiodic follow-up test).Semua calon pekerja/pegawai ditest pendengarannya sebelumbekerja dalam suasana bising itu, kemudian tiap enam bulansekali diadakan follow-up test. Dengan demikian mudah dike-tahui apakah ada akibat jelek dari kebisingan pada pekerja/pegawai seorang demi seorang. Dengan demikian juga diper-oleh petunjuk apakah RPP yang telah disusun tersebut efektipatau tidak. Ini penting sekali, terutama untuk tempat-tempatbekerja dengan kebisingan lebih dari 85 dB.

Siapakah yang bertanggung jawab akan pemeliharaan pen-dengaran? Seperti halnya dengan pemeliharaan indera-inderalain, pemeliharaan pendengaran sudah jelas merupakan tang-gung jawab dokter. Sebuah RPP tanpa pengawasan dokterkurang benar. Dalam rangka RPP itu dilakukan tindakan-tin-dakan pencegahan, diagnosis dan pengobatan ketulian, peneli-tian audiometrik dan penilaian hasil-hasilnya.

Di samping mengadakan penilaian dan pengukuran audio-metrik, dokter itu bertanggung jawab atas terselenggaranyaorganisasi dan administrasi dari RPP. Akan tetapi dalam me-laksanakan rencana itu dia dibantu oleh staf yang tidak semua-nya dari bidang kedokteran, misalnya ahli kesehatan industri,ahli tehnik dan staf pimpinan perusahaan. Berhasilnya sebuahRPP mutlak tergantung pada kerja sama yang baik berdasarkanpengertian yang mantap dari seluruh karyawan (baik pekerjakasar maupun staf pimpinan) akan pentingnya dan perlunyaRPP demi kesejahteraan seluruh pegawai dan akhirnya jugademi keuntungan perusahaan. Dengan demikian semua akanmemberi bantuan yang aktip untuk mensukseskan RPP. Se-tidak-tidaknya para pekerja mau dan dengan sadar memakaipelindung telinga bila dokter menentukan demikian, dan pim-pinan perusahaan akan memberikan waktu serta kesempatanyang cukup untuk mengadakan test-test pendengaran.

Sebelum mulai membuat RPP, perlu dipertimbangkan apayang dapat dilaksanakan secara praktis, dan ternyata harusditentukan pembatasan-pembatasan dalam pelaksanaannya.

■ Apakah RPP dapat menjamin perlindungan untuk tiap te-linga?Memang itulah tujuan yang ingin dicapai, tapi dalam praktektidak mungkin, karena itu diadakan pembalasan sebagai ber-ikut :

Cermin Dunia Kedokteran No. 9. 1977 7

Page 7: cdk_008_THT

1 .Terutama diusahakan perlindungan pendengaran untuknada-nada yang paling penting untuk komunikasi, yaitu nada500 — 1000 — 2000 Hz (C—2, C—3, C—4).

2. Tindakan pemeliharaan pendengaran cukup diusahakanagar tertuju pada telinga yang normal. Orang-orang denganpendengaran yang sangat peka (highly susceptible) terhadapgangguan kebisingan dalam RPP ini tidak perlu diperhatikandan dinilai sebagai perkecualian.■ Bagaimana pengaruh berbagai komponen suara bising ituterhadap pendengaran? Sudah jelas harus diperhatikan inten-sitas dan lamanya kebisingan. Tetapi perlu juga diketahuikomposisi dan intensitas tiap komponen suara bising. Ternyatabahwa kerusakan pendengaran dapat juga terjadi untuk nada-nada dengan frekwensi yang lebih tinggi dari nada-nada yangmenimbulkan bising. Yang paling perlu dilindungi adalah ke-utuhan nada-nada antara 500 — 2000 Hz, yang merupakanfrekwensi pembicaraan sehari-hari.Karena itu yang paling berbahaya dan harus diperhatikanbenar-benar ialah suara bising dengan frekwensi 300—600 Hzdan 600—1200 Hz. Bila intensitas untuk frekwensi-frekwensiitu mencapai 85 dB, sebaiknya diadakan test-test pendengarandan diusahakan pengendalian gangguan bising. Untuk ovetallsound, batas aman letaknya pada intensitas yang lebih besar,yaitu sekitar 100 dB.

Meskipun Indonesia belum dapat disebut sebagai negaraindustri, dari penelitian di berbagai perusahaan/industri dila-porkan bahwa cukup banyak pekerja yang kurang baik pende-ngarannya. Di Jakarta, di antara para pekerja pabrik es danberbagai pabrik lainnya, HENDARMIN (3) menemukan lebihdari 50% pekerja menderita semacam ketulian. SOEWITO(10)menyatakan bahwa dalam penelitiannya pada suatu pabrikpemintalan, pada umumnya para pekerja di tempat tersebutmenderita suatu ketulian. RASMITO mendapatkan bahwa81% dari para pekerja Instalasi Diesel Manggar pendengarannyadi bawah normal (8). Di Semarang, SUCIPTO dkk. menelitipendengaran para pekerja pabrik pemintalan dan pabrik textildan mendapatkan lebih dari 50% yang menderita kekuranganpendengaran.Memang belum pernah diadakan pre-employment test, sehinggadapat dikemukakan adanya kemungkinan bahwa para pekerjaitu memang sudah menderita kekurangan pendengaran sebe-lum bekerja. Tetapi perlu dicatat bahwa para peneliti di Indo-nesia menemukan (i) adanya temporaire shift dan (ii) kebi-singan yang lebih besar dari 90 dB, bahkan sampai 115 dB diberbagai perusahaan di Indonesia (3,8,9,10,11). Temporaireshift berarti bahwa pendengaran para pekerja menjadi berku-rang setelah beberapa lama bekerja di tempat yang bising;ini merupakan salah satu indikasi untuk membuat RPP. Ke-bisingan yang lebih dari 90 dB, bahkan sampai 115 dB, lebihmemperkuat indikasi untuk membuat RPP. Dalam lokakaryaHyperkes di Cibogo pada bulan Februari 1974 telah diputus-kan bahwa Nilai Ambang Batas (N.A.B.) untuk kebisingansuara di perusahaan-perusahaan di Indonesia adalah 85 dB.Memang, suatu RPP yang baik memerlukan beaya yang besar,di samping perlu tersedianya alat-alat dan tenaga ahli yangcukup banyak. Akan tetapi karena telah jelas ada indikasi,sebaiknya usaha ini dimulai meskipun secara sederhana dansangat terbatas kemampuannya.

8 Cermin Dunia Kedokteran No. 9, 1977

Langkah-langkah yang sudah dapat dilaksanakan ialah :

1. Latihan dokter-dokter perusahaan2. Penerangan dalam bentuk ceramah, diskusi dan demonstrasi untuk

pimpinan dan pekerja-pekerja perusahaan3. Pemeriksaan pendengaran sebelum diterima sebagai pekerja4. Pemeriksaan pendengaran ulangan berkala, misalkan sekali setahun5. Pengendalian sumber-sumber bising dan perambatannya6. Perlindungan telinga dari para pekerja

Mengingat sangat kurangnya tenaga ahli dan untuk mengurangibeaya, tidak perlu setiap perusahan mempunyai suatu RPPlengkap dengan alat-alat dan tenaga ahlinya. Dapat dibentuksuatu team yang diperlengkapi dengan peralatan sebaik-baik-nya, yang bertugas dalam suatu daerah/wilayah. Team itu da-pat melayani seluruh perusahaan yang ada di dalam daerah ter-sebut. Mengingat besarnya perhatian dari pemerintah dan ak-tivitas Lembaga Nasional Hyperkes, kiranya dapat diharapkanbahwa idam-idaman ini akan menjadi kenyataan dalam waktudekat.

KEPUSTAKAAN1. DAVIS H, FOWLER EP : The medical treatment of hearing loss

and conservation of hearing, in Hearing and Deafness, rev. ed.New York, Holt, Rinehart and Winston Inc., 1966. pp 132-144.

2. FOSBROKE J : Pathology and treatment of deafness. Lancet 1:645, 1830—1831.

3. HENDARMIN H: Noise induced hearing loss. Otorhinolaryngollndones 2: 93—97, 1972.

4. ISKANDAR A Ny.: Pemeliharaan pendengaran dalam industri.Maj Hyg Perus Keseh Keselam Kerja dan Jam Sos vii/1—2 : 53—59, 1974.

5. JACKSON C, JACKSON CL : Diseases of the nose, throat andear, 2 ed. Philadelphia, WB Saunders Co., 1959, pp 400-407.

6. POLITZER A : Diseases of the ear. Philadelphia, Lea &Febiger, 1926.

7. RAMAZINI : dikutip oleh M. Zakir.8. RASMITO : hubungan pribadi.9. REDHANI R : Penyelidikan noise deafness pada pekerja-pekerja

power station peleburan timah Mentok. Maj Hyg Perus KesehKeselam Kerfa dan Jam Sos vii/3 : 37-39, 1974.

10. SOEWITO :'Industrial deafness" as found in GKBI Cambridgefactory workers at Sleman, Yogyakarta. Kumpulan naskahilmiah Kongres Nasional PERHATI III , Aug. 1973.

11. SUCIPTO, RANTIKO R dan HOEDIJONO : Preliminary reportdari survey di beberapa perusahaan di Semarang mengenai noiseinduced hearing loss, 1974.

12. ZAKIR M : Pendengaran dan bahaya yang mengancamnya.Pidato pengukuhan sebagai Guru Besar Luar Biasa dalam matapelajaran Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan Kerongkonganpada Fak. Kedokteran Airlangga di Surabaya, 22 Juli,1974.

Mungkin belum kita ketahui bahwa berkazung-karung pakaian bekastelah dikirim pulang pergi dari satu daerah yang terkena bencana alamke daerah atau negeri lain, tanpa pernah dibuka, sehingga ia hanya ber-fungsi sebagai "kartu ucapan bela sungkawa".Setelah terjadi suatu bencana alam, gempa bumi misalnya, yang palingdiperlukan ialah perbaikan sarana air minum, bukan vaksinasi massal.Meskipun demikian, pada gempa bumi di Nicaragua beberapa waktuyang lalu, tanpa diminta, telah dikirimkan sekitar sejuta dosis vaksintyphoid oleh berbagai negara. Oleh pemerintah diputuskan untuk ti-dak melakukan vaksinasi massal, akan tetapi entah bagaimana, kira-kira seperempat juta dosis disuntikkan juga pada penduduk oleh orang-orang yang antusias, yang tidak membawa efek apapun, kecuali pening-katan insidens hepatitis. Di kamp-kamp pengungsi Bangladesh beberapatahun yang lalu, banyak yang divaksinasi dengan vaksin cholera limakali dalam waktu dua bulan. Practitioner 218: 357, 1977

Page 8: cdk_008_THT

MASALAHCACAT TULI

dr. DullahBagian T.H.T.

Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro/RS. dr. KariadiSemarang

Kita telah maklum bahwa manusia memiliki tiga sifat pen-ting atau sifat tritunggal yaitu (1) mampu mendengar, (2)mampu berpikir sebagai manusia, dan (3) mampu bercakap-ca-kap. Ketiga fungsi itu mempunyai hubungan yang sangat erat.Fungsi pendengaran tergolong yang paling tua; Ia mempenga-ruhi dan melatih fungsi berpikir, sedang fungsi berpikir itusendiri melatih dan mempergunakan fungsi berbicara sebagaialat untuk menyatakan kepada dunia luar apa yang tersembu-nyi dalam alam pikirannya.

Anak-anak yang menderita cacat tuli sejak lahir atau sejak saatsebelum dapat berbicara, pada hakekatnya dalam pertumbuhankecerdasan hanya dapat mencapai tingkat yang tidak jauh ber-beda dengan hewan; mereka akan menjadi beban baik bagikeluarga pada khususnya maupun bagi masyarakat dan negarapada umumnya. Ini berarti jelas merugikan pembangunanmasyarakat dan negara kita yang sedang dalam masa pemba-ngunan. Pengaruh ketulian tidak terbatas pada kelainan bisutuli saja, tetapi dapat juga mempengaruhi pembentukan kepri-badian karena jembatan penghubung dengan masyarakat ter-putus, sehingga penderita merasa bahwa masyarakat yang ber-ada di sekelilingnya bersikap aneh dan seolah-olah tidak maumengerti terhadapnya. Bagaimana rasanya seorang yang se-karang tuli tapi sebelumnya pernah mendengar, digambarkan

oleh GZERAY : seorang tuli itu sebagai orang tahanan yang di-masukkan dalam penjara yang berdinding dan beratap kaca;dunia ini sunyi baginya, padahal ia dapat melihat segala yangdapat dilihat oleh orang yang tidak tuli. Kita segera merasa ibahati dikala melihat seorang buta berjalan dengan tongkat ditangannya, menggapai-gapai perlahan. Kasihan orang itu, duniaini gelap baginya.Tidak demikian halnya dengan orang tuli. Ia berjalan gagahseperti kita, bahkan kerap kali ia menjengkelkan, sebab orangtuli sering bertingkah laku menurut kemauannya sendiri. Iasering marah luar biasa, sering ribut dsb. lantaran ia menganggapmasyarakat di sekitarnya aneh, menertawakan dia, tidak maumengerti apa yang ia maksudkan, penuh curiga dan lain-lain.Tidak heran kalau sering terjadi salah paham antara orang tulidengan orang lain, sebab orang tuli mengira masyarakat disekitarnya berbicara tidak betul, membentak-bentak, padahalmaksud masyarakat itu ialah agar dia dapat mendengar danmengerti apa yang dikehendaki masyarakat. Jelaslah di sinihahwa dengan cacat tuli itu orang telah kehilangan jembatanpenghubung dengan masyarakat. Sesungguhnya kasihan orang

ini, ia tidak dapat berkomunikasi dengan baik dengan masyara-kat yang tidak tuli, apalagi dengan sesama orang tuli.

Tidak demikian halnya dengan orang-orang buta. Ia masihdapat mengadakan komunikasi dengan perantaraan fungsi men-dengar dan berbicara untuk menyatakan isi hatinya baik kepadaorang yang tidak buta maupun kepada sesama orang buta. Initerbukti oleh kenyataan bahwa orang-orang buta bisa membuatsuatu organisasi perhimpunan orang-orang buta. Banyak dian-tara mereka menjadi ahli musik, ahli pijat dsb.

Lantas timbul pertanyaan, masih dapatkah orang-orang tuliitu ditolong sehingga dapat berguna baik bagi dirinya sendirimaupun bagi masyarakat? Jawabannya : dapat! Dalam arti-kel ini lebih dahulu akan diberikan pengetahuan dasar tentangdefinisi, jenis-jenis ketulian, sebab-sebab ketulian dan cara re-habilitasinya.

DEFINISI.— Tuli ialah keadaan dimana orang tidak dapatmendengar sama sekali (total deafness), suatu bentuk yangekstrim dari kekurangan pendengaran. Istilah yang sekaranglebih sering digunakan ialah kekurangan pendengaran (hearing-loss). Kekurangan pendengaran ialah keadaan dimana orangkurang dapat mendengar dan mengerti perkataan yang dide-ngarnya. Pendengaran normal ialah keadaan dimana orangtidak hanya dapat mendengar, tetapi juga dapat mengerti apayang didengarnya.KEKURANGAN PENDENGARAN

1. Konduktif : disebabkan oleh adanya gangguan hantaran darisaluran telinga, kendangan, rongga tympani dantulang-2 pendengaran.

2. Sensori-neural : disebabkan oleh kerusakan di telinga dalam,dari alat Corti, nervus cochlearis, N Vlll sampaike otak.

3. Campuran (Mixed) : adalah tuli campuran dari kedua unsurkonduktif dan sensori-neural.

Dalam pembicaraan ini terutama akan dibahas kekuranganpendengaran yang didapat (acquisita), sedang yang kongenital,psikogenik dan central hearing loss hanya akan disinggung se-pintas lalu. Kekurangan pendengaran yang kongenital disebab-kan oleh kesalahan pembentukan di telinga luar, tengah dandalam. Tingkatan yang hebat jarang terjadi pada telinga luardan telinga tengah.Kekurangan pendengaran yang kongenital, dimana telinga luardan telinga tengah masih ada, bisa diakibatkan oleh efek toksik

Cermin Dunia Kedokteran No. 9, 1977 11

Page 9: cdk_008_THT

yang terjadi dalam masa prenatal, misalnya infeksi rubella padaibu waktu hamil, trauma kelahiran, anoxia, erythroblastosisfetalis, syphilis kongenital, pengaruh obat-obatan seperti kinadan obat-obat ototoksik lain.SEBAB-SEBAB KEKURANGAN PENDENGARAN.– Tigalo-kasi dari penyebab kekurangan pendengaran ialah (1) di telingaluar, (2) di telinga tengah, dan (3) di telinga dalam. Kerusakanyang terjadi pada saraf ke 8 sampai otak merupakan daerahcampuran antara Bagian T.H.T. dan Bagian Saraf, oleh sebabitu tidak dibahas dalam artikel ini.

Penyebab kekurangan pendengaran di telinga luar ialah :1. Sumbatan cerumen (impacted cerumen)2. Otomikosis3. Pembengkakan yang hebat dari saluran telinga luar4. Sumbatan oleh benda asing5. Atresia atau saluran telinga luar bentuk membran yang bersifat kon-

genital atau acquisita

Penyebab kekurangan pendengaran di telinga tengah ialah :1. Membran tympani yang abnormal, misalnya penebalan yang hebat,

retraksi, skarifikasi atau perforasi.2. Kekakuan tulang-tulang peridengaran atau perubahan apapun di te-

linga tengah yang menyebabkan mobilitas tulang-tulang pendengaranterganggu.

3. Sekresi, granulasi atau polip yang diakibatkan oleh otitis mediayang kronik.

4. Kelainan kongenital yang berupa tidak terbentuknya satu atau lebihdari tulang pendengaran.

5. Perubahan-perubahan patologik dari kapsul labyrinth yang menye-babkan stapes. kaku. Kelainan ini dikenal dengan nama otosclerosis.

Penyebab kekurangan pendengaran di telinga dalam :Kelainan-kelainan di sini akan menimbulkan kekurangan pen -

dengaran jenis sensori-neural. Kelainan-dapat menyerang pe-rilymph, endolymph, sel-sel rambut dari alat Corti, saraf ke 8,atau jalan saraf-saraf pusat di otak.Faktor-faktor etiologiknya adalah sbb. :1. Presbyacusis, yaitu kekurangan pendengaran yang berhubungan de-

ngan bertambahnya umur atau proses ketuaan. Di sini ditemukanatropi dari alat Corti pada lingkaran basal, atropi ganglion spiralis.

2. Trauma akustik akibat suara bising, ledakan explosif atau pukulanpada kepala dan telinga.

3. Toksin. – Akibat parotitis dapat terjadi kekurangan pendengaranunilateral pada anak-anak. Ini diakibatkan oleh masuknya virus kedalam sistim endolymph, yapg kemudian menyebabkan degenerasisel-sel sensorik.Pada meningo-encephalitis dan meningitis, infeksi dapat mengenaisaraf auditoris, dan secara hematogen mencapai labyrinth dan sa-rung-sarung saraf.

4. Obat-obatan. – Kina, streptomycin & dihydrostreptomycin ., neo-mycin kanamycin salisilat dsb.

5. Scarlet fever dan rubeolla : pada penyakit ini virus dapat masuk kedalam stria vascularis dan menyebabkan degenerasi membran tecto-rial serta sel-sel rambut alat Corti.

6. Syphilis. – Menyebabkan degenerasi cochlea dan alat-alat vestibuler.7. Kelainan-kelainan vaskuler. – Misalnya pada Meniere's disease.8. Tumor. – Jenis yang tersering ialah spurinoma , suatu tumor yang

menyerang saraf ke 8.9. Multiple sclerosis.REHABILITASI KEKURANGAN PENDENGARANRehabilitasi kekurangan pendengaran adalah suatu usaha pe-ngembalian pendengaran pada orang yang menderita kekurang-an pendengaran yang sebelumnya pendengarannya normal, se-hingga terbentuk lagi jembatan penghubung antara orang-orangtuli dan masyarakat. Jadi tugas rehabilitasi ini tidak termasukpenderita bisu tuli, sebab penderita bisu tuli ini tidak pernahdapat mendengar sebelumnya.

, PENGHANCUR DAHAKPALING EFEKTIF PALING AMANKarana : 1. Menghancurkan dahak sehing-

ga manjadi encar dan mudahdlkeluarkan.

2. Menormalisaslkan sekrasikelenjar bronchial.

INDIKASI :1. Sasak napas karena

penyumbatansaluranpamapasanolehdahak.

2. Batuk — batuk karena hiparsekresi dahak.

3. Gangguan dahak lainnya yangtidak purulen (contoh : padaperokok).

4. Untuk gangguan dahak yangpurulan,MUCOSOLVAN® dapatdlkombinasikan dengan antibiotik / kemoterapeutik

.Job No. 17 241276/B TABLET

Karana : 1. Tidak ada efek samping yangberertl.

2. Tldak ada kontra indikasl.3. "Safety margin" yang labar.

KOMPOSISI Bromhaxine ........................8 mg.DOSIS : Dawasa : 1—2 tab. 3 x sahxi.

Anak2 : 34—1 tab. 3 x sehari .

12 Cermin Dunia Kedokteran No. 9, 1977

Page 10: cdk_008_THT

Rehabilitasi dibagi dalam dua bagian yaitu secara (1) ope-ratif dan (2) non-operatif.

1. Secara operatif : Operasi perbaikan pendengaran ini di-lakukan oleh dokter. Cara ini terbatas pada kekurangan pen-dengaran jenis konduktif. Hasil perbaikan pendengaran yangdapat dicapai bervariasi dari yang sangat memuaskan sampaiyang minimum, tergantung dari derajat kekurangan pendengar-annya sebelum tindakan operasi.Makin berat kekurangan pendengaran, makin susah operasinyadan hasil operasi makin kurang memuaskan dibanding denganoperasi pada penderita-penderita dengan kekurangan pende-ngaran derajat sedang atau ringan.• Sebagai contoh : Seorang bekas penderita otitis media men-derita kekurangan pendengarannya sebesar 20—30 dB. Ini ber-arti bahwa kerusakannya hanya terbatas pada kendangan saja,sehingga operasinya mudah, yaitu hanya menutup kendanganyang berlubang, atau kalau kendangan rusak seluruhnya, kitaganti saja semuanya. Hasil operasi ini sangat memuaskan; pen-dengaran dapat menjadi normal atau hampir normal. Kasus-kasus ini tidak perlu mendapat terapi rehabilitasi secara non-operatif.• Bila kekurangan pendengaran mencapai 30—40 dB, ini ber-arti kerusakan tidak terbatas pada kendangan saja, tetapi sudahmengenai sebagian tulang-tulang pendengaran, misalnya ma-leus sudah rusak. Hasil operasinya tidak sebagus yang pertama.Pasien-pasien ini mungkin masih perlu mendapat terapi reha-bilitasi secara non-operatif untuk mendapat latihan-latihan.• Kekurangan pendengaran yang mencapai 40—60 dB berartiselain kendangan, semua tulang-tulang pendengaran telah ru-sak, kecuali basis stapes.Hasil operasi tidak memuaskan; tambahan ketajaman pende-ngaran maksimal hanya mencapai separuhnya saja. Penderita-penderita ini secara mutlak harus mendapat terapi rehabilitasi.• Penderita-penderita dengan kekurangan pendengaran sebesar60 dB atau lebih tidak dianjurkan untuk operasi perbaikanpendengaran, oleh karena faktor sensori-neural sudah ikutserta. Pada penderita tersebut dapat langsung diberikan reha-bilitasi secara non-operatif.

2. Secara non-operatif : Rehabilitasi cara ini dapat dilaku-

kan dengan :• memakai Alat Pembantu Mendengar (APM atauhearing-aid).Dengan alat ini suara yang diterima diperkeras oleh APM.APM ini hanya diperuntukkan bagi orang-orang yang masihmempunyai sisa pendengaran, dan yang derajat kekuranganpendengarannya tidak begitu berat. Kalau kekurangan pen-dengaran sudah terlalu berat, memakai APM malahan bisamembikin sakit telinga, sedangkan penambahan ketajamanpendengaran yang diperoleh tidak seberapa. Pasien-pasiendemikian harus mendapat perawatan/rehabilitasi lebih lanjut.

• latihan mendengar (auditory training). Latihan untuk men-dengarkan kata-kata orang lain ini ditujukan pada penderita-penderita yang masih punya sisa pendengaran yang lumayan.Dengan sisa pendengarannya ia mendapat latihan mendengardan mengartikan kata-kata orang lain. Hasil daripada latihanini dapat sangat memuaskan, sehingga penderita itu seolah-olahnormal pendengarannya.• Lip-reading. Sekarang ini lebih dikenal dengan istilahspeech-reading yaitu keahlian untuk mengerti itrti kata-kata

orang lain dengan melihat gerakan bibir, gerak dan ekspresimuka. Speech-reading ini harus segera dimulai pada penderitadengan kekurangan pendengaran yang berat, pada jenis keku-rangan pendengaran yang permanen atau progresif. Latihanspeech-reading harus dilakukan dengan segera; tidak boleh di-tunda sampai APM terpaksa dibutuhkan untuk keperluan ber-cakap-cakap. Sebaliknya, pemakaian APM untuk anak-anakataupun orang dewasa yang kurang pendengarannya tidak bo-leh ditunda hingga speech-reading diperlukan.

RINGKASAN

Masalah cacat tuli atau kekurangan pendengaran tidak ter-batas pada masalah keadaan bisu tuli saja, karena masalah itujuga mempengaruhi kepribadian seseorang. Penderita cacattuli banyak yang mudah marah, menganggap masyarakat disekitarnya aneh, karena jembatan penghubung dengan masya-rakat terputus. Jembatan penghubung ini dapat dipulihkankembali melalui rehabilitasi pendengaran. Dalam artikel initelah dibahas jenis-jenis kekurangan pendengaran, sebab-sebabserta cara-cara rehabilitasinya.-

SIMPOSIUM TUNA RUNGU/WICARA

Tema : Pencegahan dan habilitasi/rehabilitasikekurangan pendengaran untuk pem-bangunan masyarakat.

Penyelenggara : Fakultas Kedokteran Universitas Dipo-negoro c.q. Bagian THT F.K. UNDIP/R.S. Dr. Kariadi —Semarang. PERHA-Tl.

Waktu : 29 Oktober 1977. Jam 08.00 sampaiselesai.

Tempat : Kampus UNDIP. Jl. lmam Bardjo SH1 — 3, Semarang.

Tujuan : Memperkenalkan masalah tuna rungu/wicara kepada masyarakat lndonesia dengan ha-rapan adanya pengertian yang jelas dan mendalamtentang masalah ini.Agar seluruh masyarakat dapat terjangkau, dalamsimposium ini akan ikut serta selain dokter-dokterahli THT seluruh lndonesia, juga dokter-dokterF.K. UNDIP/R.S. Dr. Kariadi, dokter-dokter Pus-kesmas, dokabu-dokabu, bahkan Yayasan TunaRungu/Wicara, ahli-ahli pendidikan, ahli-ahli jiwadari berbagai lembaga dan universitas, industriawanserta pemerintah.

Aspek yang dibahas :• ASPEK MEDIK

• ASPEK SOSIAL

Keterangan lebih lanjut dapat diperoleh pada :

SEKRETARIAT SIMPOSIUM TUNA RUNGU/WICARA

Bagian THT—F.K. UNDIP/R.S. Dr. KariadiJI. Dr. Sutomo 18 — Semarang Tilp. 24513

Cermin Dunia Kedokteran No. 9, 1977 13

Page 11: cdk_008_THT

Vertigo berasal dari bahasa Latin vetere, artinya berputar.GOWERS (1893) mendefinisikan sebagai perasaan seolah-olah penderita berputar terhadap ruangan atau ruangan ber-putar terhadapnya. Dalam tulisan ini yang akan kami bahasialah bagaimana menyusun diagnosis praktis pada penderitadengan keluhan utama vertigo sehingga dapat dipergunakanoleh dokter umum.

Untuk praktisnya, menurut penyebabnya vertigo dibagidalam :1. Sentral : kelainan terdapat di vestibular nuclei, batangotak, cerebellum atau cerebrum.

2. Perifer : kelainan terdapat di Canalis Semi-Circularis(CSC), utriculus, sacculus atau N VIII.

PROSEDUR DIAGNOSIS

Anamnesis

1. Tentukan apakah keluhan itu benar-benar vertigo, dan iniharus dibedakan dengan ringan kepala, sukar berdiri/jalan,atau syncope.

2. Apakah ada hubungan dengan posisi kepala/gerakan kepala.3. Apakah berhubungan dengan otalgia, otorrhoe, kekurangan

pendengaran, rasa penuh di telinga, tinnitus, vomitus,4. Apakah pernah menjalani operasi telinga.5. Apakah pernah mendapat trauma kepala.6. Apakah pernah minum obat-obat seperti kina, aspirin, atau

golongan streptomycin.

Pemeriksaan

Pemeriksaan meliputi (1) pemeriksaan nystagmus, (2) testfungsi vestibular, dan (3) test fungsi pendengaran.

1. Nystagmus : nystagmus merupakan gejala utama darivertigo. Nystagmus yang spontan biasanya patologik, disebab-kan oleh penyakit yang menyerang sistem vestibular. Inducednystagmus yang ditimbulkan oleh pengaruh suhu (caloric test) ,rotasi, posisi, aan rangsang pada retina oleh benda yang ber-gerak, dapat juga terdapat pada orang yang normal. Arahnystagmus dapat horizontal/rotary bila disebabkan oleh lesidi vestibular-end-organ di labyrinth atau N VIII, lekas lelah.Nystagmus yang vertikal disebabkan oleh lesi sentral dari sistemvestibular, sering tidak disertai vertigo, tidak pernah lelah.

VERTIGOdr. Dullah Aritomojo

Bagian T.H.T.Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

R.S. dr. Kariadi ,Semarang

1 4 Cermin Dunia Kedokteran No. 9, 1977

Page 12: cdk_008_THT

2. Test vestibular :

Head movement test. — Kepala digerakkan dengan cepat kebelakang sampai extensi penuh; dalam keadaan normal tidakada nystagmus. Kalau ada, berarti abnormal. Lesi perifer padaN VIII atau N IX. Pada lesi sentral, tetap ada nystagmus selamakepala extensi. Kontraindikasi untuk test ini ialah adanyatekanan intrakranial yang meninggi.

Positional head test. — Nystagmus akan timbul bila kepalaberada pada posisi tertentu, biasanya ke belakang atau kesalahsatu sisi. Biasanya nystagmus ini timbul sesudah 20 — 30detik, kemudian hilang lagi dan tidak timbul pada posisiyang sama selama 30 menit. Ini dianggap lesi perifer. Pada lesisentral, positional nystagmus sering tanpa vertigo dan timbullagi pada posisi yang sama.Positional nystagmus selalu disebab-kan oleh gangguan pada sistem vestibuler.

Caloric test.• Simple caloric test. — Pasien duduk tegak, kepala extensike belakang pada sudut 60° sehingga CSC horiZontalis tegaklurus. Tabung penyuntik (syringe) ukuran 20 cc yang dileng-kapi dengan jarum No. 15 yang punya ujung karet diisiair yang suhunya 30° C. Air tersebut dialirkan ke dalamsaluran telinga dengan kecepatan 1 cc per detik. Biasanyanystagmus yang timbul lamanya satu sampai dua menit.Setelah istirahat lima menit, dilakukan hal yang sama padatelinga lainnya. Dalam keadaan normal, lamanya nystagmusuntuk kedua telinga kira-kira sama.• Caloric test metoda HALLPIKE dan FITZGERALD, dise-but juga bithermal test. Penderita tiduran dengan kepalaanteflexi 30° dengan bidang datar supaya CSC horizontalistegak lurus. Mula-mula telinga kiri dialiri dengan air dengansuhu 30° C, kemudian dengan air yang bersuhu 44° C. (Diam-bil suhu 30° dan 44° C karena perbedaan suhu air sebesar 7derajat di bawah dan di atas suhu badan telah dibuktikan me-nimbulkan efek yang maksimal).Lamanya aliran air adalah 40detik dan banyaknya air 200 — 300 cc. Nystagmus dilihatdan reaksi yang ditimbulkan oleh suhu dingin dibandingkandengan yang ditimbulkan oleh suhu panas. Setelah istirahatlima menit, test dilakukan pada telinga kanan, dan reaksitelinga kiri dan kanan dibandingkan. Dalam keadaan normal,lamanya nystagmus dua sampai tiga menit.

Arah nystagmus dibagi dalam dua fase, (i) fase lambatadalah true component vestibular, (ii) fase cepat adalah reflexuntuk mengembalikan posisi bola mata ke tempat semula.Menurut perjanjian, arah nystagmus disebut menurut arahfase cepat. Pada percobaan di atas, arah nystagmus tergantungdari suhu stimulus. Stimulus panas menghasilkan nystagmuske arah telinga yang diberi stimulus tersebut. Stimulus panasdan dingin adalah esensiel untuk dapat mengambil kesimpulanapakah nystagmus yang ditimbulkan berasal dari lesi padasistem vestibular atau bukan. Perubahan arah yang terjadipada suhu yang berbeda-beda menunjukkan bahwa alat-alatvestibular telah mengadakan reaksi terhadap stimulus. Per-bedaan respons terhadap suhu dingin dan panas mempunyaiarti diagnostik.

Dalam keadaan normal, calorigram menunjukkan bahwalamanya nystagmus sama untuk telinga kiri dan kanan, dan

menunjukkan reaksi yang sama pada tiap-tiap suhu untuktelinga kiri dan kanan.Misalkan ada kelainan pada labyrinth kanan, maka respons ter-hadap rangsangan pada telinga kanan akan berkurang ataubahkan sampai hilang total.

Di sini lamanya nystagmus ke kiri normal, tetapi ke kanankurang. Kita nyatakan labyrinth kanan hipoaktif. Jika responstak ada sama sekali, kita katakan labyrinth kanan paresis.Diagnosisnya adalah lesi perifer organ vestibular kanan. Ke-adaan seperti ini akan ditemukan pada Meniere 's disease,tumor N VIII dan sebagainya.Kadang-kadang lesi pada sistem vestibular menghasilkan ber-macam-macam gambaran dalam calorigram, misalnya sebagaiberikut :

Di sini jumlah lamanya nystagmus ke arah kanan lebih besardaripada yang ke kiri. Ini berarti ada kelebihan jumlah arahnystagmus ke kanan, disebut directional preponderance kekanan. Banyak penyelidik menyatakan bahwa hal ini adalahakibat lesi sentral pada sistem vestibular. Reaksi abnormallainnya ialah keadaan hiperaktif sebagai lawan hipoaktif.

Menurut perjanjian, telinga kiri dengan air dingin diberinomor I; telinga kanan dengan air dingin diberi nomor II;telinga kiri dengan air panas diberi nomor III; dan telingakanan dengan.air panas diberi nomor IV. HALLPIKE membuatrumus sebagai berikut :

Hasil jumlah I+ III dibandingkan dengan jumlah II + IV;jika berbeda 40 detik atau lebih berarti ada lesi perifervestibular di pihak yang kurang jumlahnya. Hasil jumlahI + IV dibandingkan dengan jumlah II + III; jika berbeda40 detik atau lebih berarti ada lesi sentral pada sistemvestibular di pihak yang kurang jumlahnya. Jumlah I+ IIIdan II + IV disebut labyrinth excitability. Jumlah I+ IVdan II + III disebut directional preponderance.

3. Test pendengaran : test ini penting dalam menegakkandiagnosis lesi perifer. Vertigo yang disertai dengan kekuranganpendengaran biasanya disebabkan oleh lesi perifer, dan testyang dapat dilakukan ialah : (i) voice test/suara berbisik,(ii) test garputala : Rinne, Weber, Schwabach, (iii) audiometri :audiogram sangat penting untuk menegakkan diagnosis kelainanperifer.

Cermin Dunia Kedokteran No. 9, 1977 1 5

Page 13: cdk_008_THT

Tempat kelainan Test Hasil

Telinga tengah Pure none audiogramSpeech audiogramSISI testTone decay

Hearing loss tipe konduktifSpeech discrimination normalHanya 0 — 20 %Normal range 0 — 15 dB.

Telinga dalam

Pure tone audiogramSpeech audiogramSISI nestTone decay

Konduksi melalui udara & tulang menurunSpeech discrimination menurun50 – 100 %Maksimal 30 dB.

Saraf ke VIII

Pure tone audiogramSpeech audiogramSISI testTone decay

Bervariasi dari hampir normal sampai beratSRT dan speech discrimination jelekMaksimal hanya 20 %Lebih dari 30 dB.

SentralPure tone audiogramSpeech audiogramSISI testTone decay

Konduksi melalui udara & tulang keduanya bervariasi dari normal sampai jelek.Persepsi jelek0 – 20 %Normal range 0 – 15 dB.

KesimpulanDengan cara-cara diagnosis praktis tersebut di atas, maka dokterumum secara maksimal dapat mendiagnosis vertigo oleh sebabsentral atau perifer. Sudah tentu untuk mengetahui etiologiserta lokalisasi yang tepat di sistem vestibular masih diperlukanpemeriksaan-pemeriksaan khusus mengenai : THT, susunansaraf pusat, radiologi maupun pemeriksaan laboratorium .

KEPUSTAKAAN

1. BALLENGER HC, BALLENGER II : Diseases of the nose, throatand ear, 10 ed. Philadelphia, Lea & Febiger, 1957, pp 831-847.

2. BOIES LR : Textbook of ear, nose and throat diseases, 4 ed.

Philadelphia, London, WB Saunders Co., 1964, pp 142-154.3. ENCEP HADJAR, - HENDARMIN H, PURNAMAN S PANDI :

Pemeriksaan rutin dengan electronystagmography di Bagian THT RSdr. Cipto Mangunkusumo. Kumpulan naskah ilmiah Kongres NasionalPERHATI III di Yogyakarta, Agustus 1973.

4. WOLFSON RJ et al : Vertigo. Ciba Pharmaceutical Co., 1965,pp 99–133.

5. The Merck Manual of Diagnosis and Therapy, 10 ed. pp.1066–1068.6. LEDERER FL : Diseases of the nose, ear and throat, 5 ed.

Philadelphia, FA Davis Co., 1947, pp 45–48.7. Symposium on revision surgery in otorhinolaryngology. Otolaryngol

Clin North Am 7 (2) : 23–32, 1974.8. SCOTT BROWN: Diseases of the ear, nose and throat, 3 ed. London,

Butterworth, 1972, p 34.

A HIGHLY ACTIVE-BACTERIOSTATIC AND BACTERICIDAL ANTIBIOTICWITH GUARANTEED BIOAVAILABILITY

KALTHROCIN ®

THE CHOICE OF KALTHROCIN®

MEANSCHOOSING A REALLY ECONOMICAL PRICEERYTHROMYCIN WITH GUARANTEEDBIOAVAILABILITY.

KALTHROCIN,THE PREPARATION YOU CAN TRUST !!

16 Cermin Dunia Kedokteran No. 9, 1977

Page 14: cdk_008_THT

Hubungan antara kelainan /penyakit T.H.T. & asthma bronchiale

dr. Hoediono Reksoprodjo, dr. SoetomoBagian T.H.T .Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro/R.S. dr. KariadiSemarang

Pendahuluan

Hidung dan paru-paru pada dasarnya adalah satu kesatuanyang berbentuk suatu saluran nafas. Saluran nafas ini hanyadibedakan dalam saluran nafas bagian atas (termasuk hidung)dan saluran nafas bagian bawah (termasuk paru-paru). Susunanhistologi kedua bagian itu hampir sama. Dalam melakukantugas (faal) hidung dan paru-paru bekerja sama sangat eratdan saling pengaruh-mempengaruhi . Gangguan faal hidungdapat menimbulkan gangguan faal paru-paru. Dengan demikiankelainan-kelainan yang terjadi di hidung tidak mustahil mem-bawa pengaruh terhadap paru-paru.

Asthma bronchialeAsthma bronchiale adalah suatu bentuk dari kegagalan

paru-paru didalam melakukan tugasnya yang disebabkan olehkonstriksi dari bronchi dan oedema dari mukosa bronchus,dengan tanda khas berupa: wheezing, dyspnoe dan penge-luaran lendir yang kental dan lengket (2,11). Menurutetiologinya dibedakan (12) :

1. Extrinsic asthma s. allergic asthmaExtrinsic asthma disebabkan oleh karena allergi terhadapextemal allergen yang spesifik; misalnya housedust, makanan,obat-obatan, dan sebagainya. Ini biasanya terdapat pada anak-anak atau orang dewasa muda. Penderita allergic asthma inibiasanya juga ada tanda-tanda allergi lain, seperti rhinitisallergica, eksim, dan sebagainya.

2. lntrinsic asthma s. idiopathic atau infective asthmaType ini lebih banyak terdapat pada penderita yang berumurlebih dari 35 tahun. Pada intrinsic asthma tidak dapat di-buktikan dengan skin-test adanya hipersensitivitas terhadapsuatu allergen specifik. Asthma ini biasanya disebabkan suatuinfeksi dari tractus respiratorius.Pada extrinsic asthma ada hipersensitivitas heriditair terhadapallergen external yang khas. Pada kontak pertama denganallergen-allergen itu bronchus menjadi responsive; sehinggapada kontak yang kemudian akan terjadi asthma. Padaintrinsic asthma tidak ada faktor heriditair. Reaksi-reaksi

allergik yang lain pun tak didapati. Infeksi dari tractusrespiratorius menyebabkan bronchus menjadi responsive. Se-rangan-serangan asthma kemudian bisa timbul bila ada :infeksi tractus respiratorius baru, irritasi kimiawi atau fisik,setelah berlari-lari atau melakukan pekerjaan fisik yang berat,bahkan juga bisa timbul bila ada stress emosional. Dalampraktek didapatkan terbanyak campuran dari kedua type itu.Jarang ada type extrinsic yang murni atau type intrinsic yangmurni. Maka disebut mixed asthma.

Rhino-bronchologyDari pengalaman-pengalaman dan observasi diketahui, bah-

wa:(a) Infeksi dari sinus paranasalis sering disertai kelainan

di paru-paru; misalnya bronchiectasia, infective asthma, dansebagainya (4),

(b) Penderita asthma bronchiale sering menunjukkanperbaikan setelah dilakukan lavage atau drainage dari sinusparanasalis yang meradang (3,4)

(c) Ternyata bahwa foto rontgen dari sinus para pen-derita asthma bronchiale lebih banyak menunjukkan kelainandari pada orang yang sehat (1,6)

(d) Sering didapatkan polip hidung pada penderitaasthma bronchiale (12).Dari pengalaman-pengalaman tersebut timbullah pertanyaanapakan ada hubungan antara kelainan-kelainan di hidung/sinus paranasalis dengan asthma bronchiale, dan bagaimanahubungan itu.Kemungkinan-kemungkinan hubungannya ialah :

(A) Secara kebetulan saja terjadi pada waktu yang sama(co-incidence), jadi sebenarnya tidak ada korelasi sama se-kali (4).

(B) Memang nyata ada korelasi, yaitu misalnya:• 1. External allergen yang khas tidak hanya mengenaimukosa hidung, tetapi juga sampai ke bronchus. Maka dapatterjadi rhinitis allergica dan extrinsic asthma bersama-sama(3,4,12).

Cermln Dunia Kedokteran No. 9. 1977 1 7

Page 15: cdk_008_THT

• 2. Infeksi dari sinus maxillaris menyebabkan timbulnyaasthma bronchiale (3,10). Mekanisme terjadinya asthma di-terangkan sebagai berikut :

a. Material mucopurulent dari sinus mengalir ke pharynx.Kemudian terjadi infeksi bertahap yang meluas sampai mukosatrachea dan bronchus. Maka terjadilah infective asthma.

b. Kuman-kuman dari sinusitis menghasilkan bacterial pro-tein yang akan merupakan antigen dan merupakan "trigger"dari reaksi allergik pada mukosa bronchus yang sudah res-ponsive.

c. Secara reflex terjadi bronchospasmus melalui sistemsaraf otonom (saraf simpatis). Proses inflamasi di sinus mem-berikan rangsangan pada ganglion hidung (ggl. sphenopalatinus), untuk kemudian dengan melalui N. vidianus dite-ruskan ke ganglion stellatum dari bronchus.

d. Bronchus yang sudah menjadi responsive (karena faktorhereditair atau predisposisi) membuatnya sangat sensitif -terhadap rangsangan bakterial/non-bakterial (5,8,9).• 3. Hubungan reflektoris yang murni (13). Dikatakan bahwadi hidung terdapat "asthmagenic area" yang meliputi margoinferior concha media dan daerah ethmoid (lamina cribrosa,pars lateralis dan septalis). Rangsangan dari daerah ini melaluisaraf ke 5 diteruskan ke nucleus ambiguus yang merupakanpangkal motorik dari saraf ke 9 dan 10.• 4. Mucoviscidosis (7). Kelenjar submukosa mengeluarkansekrit yang kental dan lengket secara berlebihan. Terdapathipertrofi dari kelenjar-kelenjar mukosa dan penambahan sel-sel piala. Penyakit ini mengenai seluruh mukosa dari tractusrespiratorius. Dengan demikian, bila terjadi mucoviscidosis-dari saluran nafas bagian atas, hampir selalu dapat dipastikanbahwa itu terjadi juga di saluran nafas bagian bawah. Adanyadischarge yang berlebihan yang sifatnya kental dan lengket inimenimbulkan gejala asthma bronchiale di samping gejalarhinitis.

Beberapa contoh dari pengalaman sendiri.Kasus 1.– Seorang wanita berumur 43 tahun, berobat pertama

kalinya pada tahun 1970 dengan keluhan: hidung sebelah kanan ter-sumbat sejak kurang lebih 3 tahun yang lalu. Tidak ada rhinorrhoe,tetapi selalu merasa ada ingus turun dari bagian belakang cavumnasi ke mulut. Selain itu dia menderita asthma bronchiale sejakberumur satu tahun; telah berobat pada internist, tetapi belum ber-hasiL Tidak ada famili yang sakit bengek. Pada pemeriksaan didapat:polip multipel di daerah ethmoid dan deviasi serta crista septi, semuadi cavum nasi dextra. Penderita sangat takut. Dia hanya mau dilakukanpolip extraction sekedar untuk memperbaiki jalan nafasnya.

Pada tahun 1975 penderita datang lagi berobat dengan keluhanobstructio nasi dextra totalis; sakit-sakit kepala, terutama kananfrontal; dan serangan asthma bertambah sering, sehingga tiap hariperlu makan obat asthma. Pada pemeriksaan didapat: deviasi septi dancrista septi kanan, polip multipel di daerah ethmoid kanan, dischargemucous kental di meatus medius dextra. X–foto: sinus maxillarisdextra lebih suram daripada sinistra. Menurut internist cor/pulmo takada kelainan, kecuali asthma bronchiale.

Terapi : dilakukan operasi-operasi septum reseksi, ethmoidectomi-dextra dan dibuat sinoriasal fenestrasi kanan. Hari ke–5 postoperasipenderita dipulangkan tanpa keluhan.Pada follow-up dua minggu kemudian, penderita merasa hidung kananmasih agak sesak. Serangan asthma sangat berkurang dalam frekwensidan beratnya serangan; dapat disembuhkan dengan makan 1 tabletasthma, padahal dulu perlu 3 tablet. Dua bulan kemudian tidak adakeluhan hidung atau asthma lagi.

Kasus 2.– Seorang laki berumur 37 tahun, datang berobat dengankeluhan: sejak 2 tahun yang lalu hidung sebelah kanan sering ter-sumbat, terutama kalau hawa dingin. Mulai 2 bulan yang lalu, hidungsebelah kanan hampir selalu tersumbat tiap hari, kepala sebelah kananterasa sakit dan nafas berbau busuk. Sejak umur 20 tahun dia te-lah menderita asthma bronchiale, tetapi akhir-akhir ini tiap hari perlumakan obat asthma. Ayah dan kakaknya juga sakit asthma.Pada pemeriksaan didapat: crista septi kanan dengan spina septi,sampai terjadi synecchia dengan concha media. Mukosa hidung pucatdan oedemateus. Terdapat discharge mucous kental di meatus medius.Pada pemeriksaan diaphanoscopy, sinus maxillaris dan frontalis dextratampak gelap. X–foto: sinus maxillaris dextra suram. Diagnosis :sinusitis maxillaris.Menurut internist yang mengobati asthma penderita ini, asthmanyatelah diderita bertahun-tahun dan penderita juga allergik terhadapbermacam-macam obat, baik yang berupa inhalan maupun obat suntik.

Terapi : dilakukan operasi sinus maxillaris menurut cara Caldweel-Luc dan septum reseksi. Postoperasi penderita diberi Cortone-acetate1 cc,antibiotika,dan analgetika;lalu per oral diberi Polaramine 2 dd 2 mg.Penderita dipulangkan dan sembuh setelah satu minggu. Setelah operasisampai sekarang asthmanya tidak pernah kambuh, meskipun tidakmakan obat asthma lagi.

Kesimpulan1. Dari hasil pengalaman dan observasi telah diketahui

adanya hubungan antara kelainan di hidung dan asthmabronchiale. Telah dicoba menerangkan hubungan ini denganberbagai alasan dan faktor.

2. Walaupun keterangan-keterangan ini belum dapat dipakaisebagai pegangan yang pasti, sebaiknya didalam menanganipenderita asthma bronchiale ada kerja sama yang erat antarainternist dan ahli THT.

3. Tiap dokter yang menangani penderita asthma bronchi-ale hendaknya mengingat dasar-dasar allergi, imunologi danbakteriologi serta fisiologi dan hidung dan paru-paru.

KEPUSTAKAAN

1. BERMAN SZ et al: Maxillary sinusitis and bronchial asthma:Correlation of roentgenograms, cultures, and thermograms.J Allergy Clin Immunol 53 (5) : 3I1–317, 1974.

2. CECIL & LOEB : Textbook of medicine, 10 ed. Philadelphia,London, WB Saunders Co., 1959, pp 437–445.

3. DAVIDSON FW : Chronic sinusitis and infectious asthma.Arch Otolaryngol 90 : 110-115, 1969.

4. DAVIDSON FW: Rhinobronchology. The Laryngoscope 76:1305–1311, 1966.

5. FASCENELLI FW : Maxillary sinus abnormalities – Radio-graphic evidence in an asymptomatic population. Arch Oto-laryngol 90: 98–101, 1969.

6. KERREBIJN KF : Behandeling van mucoviscidosis (pancreasfibrosis, cystic fibrosis). Ned T Geneesk 116(46) : 2I00–2105,1972.

7. MISSAL SC : Food allergy in the ear, nose, throat practiceof allergy. The Laryngoscope 21 (5) : 512–523, 1961.

8. PATTERSON R : IgE – mediated rhinitis. Med Clin North Am58 (1) : 43–54, 1974.

9. PHIPATANAKUL CS, SLAVIN RG : Bronchial asthmaproduced by paranasal sinusitis. Arch Otolaryngol 100: 109–1121974.

10. SODEMAN WA : Pathologic physiology – Mechanism ofdisease, 3. ed. Philadelphia. London, WB Saunders Co., 196I,pp 634–644;

11. WEISS EB : Bronchial asthma. Clinical Symposium 27 (1–2):3–40, 1975.

12. WHICKER JH, KERN EB : The nasopulmonary reflex inthe awake animaL Ann Otol Rhinol and Laryngol 82 (3):335–358, 1973.

18 Cermin Dunia Kedokteran No. 9, 1977

Page 16: cdk_008_THT

Foetor ex nasidr. SoedarjatniBagian T.H.T.

Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro/R.S. dr. KariadiSemarang

Foetor ex nasi berarti bau busuk dari dalam hidung. Dalamkepustakaan disebut sebagai 'offensive odor ' , 'fetid odor' ,'stinkende afscheiding ' , 'a stench' (2,3,5,1 2).-Ini merupakansuatu symptom, bukan diagnosis. Sebagai symptom, seringdisertai gejala hidung lainnya, misalnya hidung tersumbat,keluar cairan dari hidung, yang kadang-kadang disertai dengandarah (2).Dalam kenyataan masih sering dijumpai penderita datang kedokter dengan keluhan hidung berbau. Yang penting ialahbagaimana menentukan diagnosis secara praktis, apalagi bagiseorang dokter yang tidak mempunyai alat yang lengkapuntuk memeriksa keadaan dalam hidung. Untuk keperluanini akan kami kemukakan tentang patogenesis, cara anamnesisyang terarah, cara pemeriksaan secara klinis yang sederhana/praktis dan pedoman diagnostik berdasar diagnosis banding(diagnosis differensial) daripada kelainan atau beberapa penya-kit yang dapat memberi gejala foetor ex nasi. Bahannya, selaindiambil darikepustakaan,juga kami kumpulkan dari bermacam-macam penyakit atau kelainan yang sering atau kadang-kadangmasih dijumpai di poliklinik Bagian T.H.T.R.S. Dr. Kariadi.

PatogenesisMenurut BOIES (3) adanya foetor dalam hidung berarti

terjadinya nekrosis daripada mukosa dan adanya organismesaprofit. Dikatakan pula bahwa pus yang kronis dan berbaudalam sinus maxillaris mungkin berasal dari gigi. MenurutBOYD (4), nekrosis dapat disebabkan oleh: (1) kurangnyaaliran darah (blood supply), (2) toxin bakteri, dan (3) iritasisecara fisik maupun kimiawi. Dikatakan pula bahwa sel-selyang mati akan mengalami pembusukan oleh aksi organismesaprofit.Berdasar pendapat tersebut di atas, kiranya foetor ex nasidapat disebabkan oleh :1. Pembusukan sel-sel mati (benda-benda organik) atau corpus

alienum oleh kuman saprofit.2. Pembusukan sel-sel jaringan yang nekrotis, sebagai akibat

dari• Trauma, mengakibatkan kerusakan jaringan sampai ma-

tinya jaringan karena tidak mendapat blood supply. Ter-jadilah nekrosis dan infeksi sekunder sehingga timbulfoetor.

• Radang oleh irritasi fisik atau kimiawi.• Toxin bakteri• Neoplasma maligna dengan bagian-bagian yang nekrotis.

AnamnesisMeskipun hidung adalah organ pembau, apabila dalam

rongga hidung terjadi bau busuk, bau ini mungkin tidak di-sadari oleh penderita (1,2,3,7). Berdasarkan ini, apabila pen-derita dapat membau, kita beri tanda (+), dan bila tidakmembau kita beri tanda (—), maka kemungkinan yang dapatterjadi ialah :

1. Penderita sendiri (+), orang lain (+).2. Penderita sendiri (+), orang lain (—).3. Penderita sendiri (—), orang lain (+).

Bila penderita sendiri tidak dapat membau, berarti ia me-ngalami anosmia. Bila orang lain tidak membau, berarti bautersebut subyektif. Hal tersebut perlu sekali ditanyakan padaanamnesis atau heteroanamnesis, hanya saja pada penderitaanak-anak sering tidak jelas atau meragukan. Tetapi keluhanbau busuk dari hidung anak sering dikeluhkan oleh orang tuaatau pengasuhnya. Pada penderita dewasa adanya foetor exnasi dapat berakibat pada kehidupan sosial, dimana penderitamakin tersingkir dari pergaulan (1) dan bila penderita tersebutseorang wanita, dapat terjadi gangguan psikis (6), misalnyasaja rasa rendah diri, terutama pada wanita dengan emosi yanglabil. Setidak-tidaknya orang dewasa yang menderita foetor exnasi akan merasa tidak sehat dan ini mendorong penderitapergi ke dokter. Memang ada penyakit dengan gejala foetorex nasi yang lebih banyak menyerang wanita daripadapria (2,3,5,6,7,12).

Gejala nasal discharge dengan foetor dapat bersifat unila-lateral atau bilateral (1,2,3,5,7,12). Hal ini perlu sekali di-tanyakan dalam anamnesis oleh karena anamnesis yang telitidan terarah akan sangat membantu kita dalam mencarikemungkinan diagnosis. Selanjutnya unilateral kami singkat(U), bilateral (B). Berdasarkan hal tersebut di atas perlu di-bedakan apakah penderita anak-anak atau dewasa; kadang-kadang masih perlu dibedakan dewasa muda (pubertas) ataudewasa tua; apakah discharge (U) atau (B), dan penderitadapat membau atau tidak.

Cermin Dunia Kedokteran No. 9, 1977 2 1

Page 17: cdk_008_THT

Pemeriksaan.Anamnesis perlu dicocokkan dengan pemeriksaan, selain itu

perlu pemeriksaan apakah discharge purulent atau sanguinous,dan apakah discharge sangat berlimpah (profuse).Berdasarkan adanya macam-macam kelainan/penyakit yangdapat menimbulkan gejala foetor, dapatlah disusun diagnosisbanding sebagai berikut :

1. Corpus alienum2. Rhinoliths3. Nasal diphteria4. Sinusitis5. Ozaena6. Nasopharyngitis kronis7. Rhinitis caseosa8. Radang kronis spesifik : syphilis tertier.9. Radang kronis spesifik: tuberkulosis.

10. Neoplasma maligna

1. Corpus alienum.— Kebanyakan benda-benda kecil mi-salnya biji buah, benik dan sebagainya. Kebanyakan di-temukan pada anak-anak dan biasanya unilateral (1,2,3,5,12).Dengan demikian discharge dan foetor (U). Karena penderitaanak-anak, apakah penderita sendiri dapat membau atau tidakhal ini tidak jelas (±).

FREKWENSI CORPUS ALIENUM DI HIDUNG DIBANDINGKANDENGAN DI TEMPAT—TEMPAT LAIN

RS. DR. KARIADI — SEMARANG, 1975 — 1976

Tempat Jumlah kasus

1975 1976 Total

Hidung 97 147 244(52,4%)

Telinga 63 51 114(24,5%)

Tenggorokan 26 49 75(16 %)

Trachea 6 11 17(4 %)

Oesophagus 3 1 4 (0,9 %)

Tonsil 3 7 10(2,2 %)

2. Rhinoliths.- Biasanya terdapat pada orang dewasa,lebih banyak wanita daripada pria. Terjadi karena adanya -corpus alienum yang telah lama tinggal dalam hidung (mi-salnya sejak kecil), kemudian terbungkus oleh endapan garam-garam kalsium atau magnesium sebagai ikatan fosfat ataukarbonat yang berasal dari lacrima. Warna sedikit abu-abu,agak coklat atau hitam kehijau-hijauan. Konsistensi dapatlunak sampai keras dan rapuh atau porous (2,12). Sepertihalnya dengan corpus alienum, biasanya terdapat (U).

3 Nasal diphteria.— Ada 2 type: (i) primer: terbatasdalam hidung, bersifat benigna, +/-2%, (ii) sekunder: berasal

atau bersama-sama dengan diphteri pharynx, bersifat malignakarena biasanya disertai gejala konstitusionil (10).Discharge biasanya (B), sanguinous, sering disertai exkoriasivestibulum nasi (1). Berdasarkan adanya nasal diphtheria typebenigna dan maligna, maka jangan lupa memeriksa pharynx.Bila ada keragu-raguan, ada baiknya dilakukan pemeriksaanlaboratorium terhadap sekret hidung dan tenggorok. Hal iniakan sangat mempengaruhi tindakan selanjutnya. Type benignadapat diobati secara poliklinis, tetapi penderita type malignaperlu segera dikirim ke Bagian Anak-anak untuk perawatandan pengobatan yang semestinya.

4. Sinusitis.- Dapat terjadi pada anak-anak ataupun de-wasa, dapat (U), atau (B). Pada anak-anak, discharge yangberlimpah sering disertai infeksi pada adenoids dan alergihidung.Pada anak-anak gejala yang sering ditemukan ialah: nasalobstruction, persistent mucopurulent discharge, frequent colds(2,12). Berdasarkan adanya infeksi adenoid dan alergi hidung,maka pada anak-anak gejala discharge tentunya lebih se-ring (B).Pada anak-anak diragukan apakah penderita sendiri membauatau tidak; jadi penderita sendiri (±), orang lain (+).Penderita dewasa sering menyadari adanya bau yang tak enakdalam hidungnya, tetapi kadang-kadang hyposmia bila adaobstruksi (1) dan bersifat temporer. Jadi penderita sendiri (+),orang lain (+).

5. Ozaena.— Disebut juga rhinitis chronica atrophicanscum foetida, sebab ada rhinitis chronica atrophican nonfoetida (6). Karakteristiknya ialah adanya atropi mukosa danjaringan pengikat submukosa struktur fossa nasalis, disertaiadanya crustae yang berbau khas. Menurut pengalaman(11,13), untuk kepentingan klinis perlu ditetapkan derajatozaena sebelum diobati, yaitu ringan, sedang atau berat, olehkarena ini sangat menentukan terapi dan prognosisnya.Biasanya diagnosis ozaena secara klinis tidak sulit. Biasanyadischarge berbau, bilateral,terdapat crustae kuning kehijau-hijauan. Penyakit ini lebih banyak menyerang wanita dari-pada pria (1,2,3,5,6,7,12), terutama pada umur sekitar puber-tas. Penderita sendiri mengalami anosmia, sedang orang laintidak tahan baunya; jadi penderita sendiri (—), orang lain(+).Menurut BOIES (3) frekwensi wanita:laki adalah 3 : 1.

FREKWENSI OZAENA BERDASARKAN UMUR DANJENIS KELAMIN

R.S. DR. KARIADI — SEMARANG, 1975 — 1976

Jumlah kasus

1975 1976 Total

Wanita :

8 tahun 1 — 1

13 — 20 tahun 11 11 22

20 tahun ke atas 3 6 9

Laki-laki :

15—20tahun 3 2 5

20 tahun ke atas 3 3 6

Jumlah wanita : laki-laki = 32 : 11, atau kurang lebih 3 : 1.

22 Cermin Dunia Kedokteran No. 9, 1977

Page 18: cdk_008_THT

6. Nasopharyngitis kronis.- Di nasopharynx terdapat ja-ringan lymphoid, kadang-kadang adenoid, dimana banyaktinggal bakteri-bakteri didalam crypti. Hanya bila ada infeksivirus maka bakteri tersebut menjadi virulen dan dapat meluaske semua arah. Pada kebanyakan kasus penyakit ini bersifat'self-limiting' , bila daya tahan tubuh cukup tinggi penyakitsegera sembuh. Tetapi dapat juga penyakit menjadi kronis dandischarge nasopharynx menjadi purulen serta mulai timbul bau,hal ini mulai dirasakan/disadari oleh penderita sendiri. Pende-rita sering berusaha mengeluarkan discharge di nasopharynxyang dirasakan sangat mengganggu (7). Karena discharge dinasopharynx, maka bau tersebut (B), dan penderita sendiriyang membau (+), orang lain tidak ikut membau (-). Takdisebutkan adanya perbedaan frekwensi antara laki-laki danwanita.

7. Rhinitis caseosa.- Ialah perobahan kronis inflamatoirdalam hidung dengan adanya pembentukan jaringan granulasidan akumulasi massa seperti keju yang menyerupai cho-lesteatom (Meyersburg, Bernstien, and MEZZ) (2,12). Adabanyak teori tentang etiologi penyakit ini -tetapi pada umum-nya diterima bahwa penyakit ini adalah akibat radang kronisdan nasal stenosis sekunder yang menyumbat nasal discharges .Oleh perobahan mekanis dan kimiawi dan desquamasi mukosasecara kontinu, terjadilah penumpukan massa seperti keju yangmenyerupai cholesteatom (2), Kebanyakan (U), dapat terjadipada segala umur, tetapi terbanyak antara 30-40 tahun.Dikatakan frekwensi pada laki-laki sama dengan wanita (2,12) .Karena kelainan ini adalah akibat sinusitis, penderita sendirimembau (+), orang lain (+) (12).

8. Radang kronis spesifik : syphilis tertier.- Berupa gum-mata yang sering mengenai septum bagian tulang, yaitu padavomer dan sering mencapai palatum durum. Bila terjadinekrosis yang mengenai tulang dan meluas ke cartilago septumterjadilah perforasi septum (2,12). Bila terjadi foetor (B) .Penyakit ini sekarang jarang dijumpai.

9. Radang kronis spesifik: tuberkulosis.- Dalam hidung se-bagai tuberkuloma yang banyak mengenai septum bagiancartilago. Tentu saja untuk membedakan syphilis tertier darituberkulosis lebih baik dilakukan pemeriksaan darah lengkap,W.R. dan biopsi. Pada tuberkulosis perlu dilakukan fotorontgen thorax dan nasal swab. Pada tuberkulosis, bila tuber-kuloma pada septum bagian cartilago mengalami nekrosis,dapat juga terjadi perforasi septum; foetor dapat dirasakan (B).Penyakit itu sekarang juga jarang dijumpai (2,12).

10. Neoplasma maligna.- Symptom yang menyolok ialahnasal obstruction (U), nasal bleeding. Kadang-kadang ulserasiawal dan nasal bleeding terlihat lebih dulu sebelum nasalobstruction, terutama pada tumor cavum nasi yang anaplastik(2). Diagnosis ditegakkan dengan biopsi yang diambil daribagian yang tidak nekrotis. Perlu diagnosis sedini mungkin,maka bila ada kecurigaan akan malignitas, biopsi perlu segeradilakukan. Biopsi lebih baik daripada nasal smear. Fre-kwensi malignitas lebih banyak laki-laki daripada wanita,dengan perbandingan 2 : 1 (12).Berdasarkan uraian tersebut di atas dapatlah kami susunpedoman diagnostik sebagai berikut.

PEDOMAN DIAGNOSTIK

ANAK ANAK1. Corpus alienum : discharge (U)2. Nasal diphteria : discharge sanguinous (B)3. Sinusitis : discharge berlimpah (B)

DEWASARadang1. Sinusitis : discharge M/(Bl Penderita (+), orang lain(+)2. Ozaena : discharge (B): Penderita (—), orang lain (+)3. Nasopharyngitis kronis: discharge postnasal (B). Penderita (+), orang

lain (—)4. Rhinitis caseosa : discharge (U). Penderita (+), orang lain (+)5. Syphilis tertier : discharge (B). Septum bagian tulang. Pen-

derita (+), orang lain (+)6. Tuberkulosis : discharge (B). Septum bagian cartilago. Pen-

derita (+), orang lain (+)Neoplasma maligna : discharge (U)/(B). Penderita (+), orang lain (+).Rhinoliths/corpus alienum:discharge (U), Penderita (+), orang lain (+)

Dalam skema tersebut di atas, terdapat tanda-tanda yangpatut diingat, yaitu pada penyakit :- Sinusitis : penderita membau (+), orang lain (+)- Ozaena : penderita tidak membau (-), orang lain(+)- Nasopharyngitis kronis: penderita membau (+), orang lain (-)Pedoman diagnostik tersebut diatas akan mempermudah pe-nentuan diagnosis secara klinis. Bila ada keragu-raguan atauuntuk meneguhkan diagnosis, baru dilakukan pemeriksaan

khusus atau laboratoris:

JENIS PENYAKT YANG MENIMBULKANGEJALA FOETOR EX NASI DAN JUMLAH KASUS YANG

DIJUMPAI DI POLIKLINIK T. H. T.R.S. DR. KARIADI SEMARANG, DALAM TAHUN 1975 — 1976

JENIS penyakit Jumlah kasus

1975 1976 Total

1. Corpus alienum di hidung 97 147 244

2. Rhinoliths 3 4 7

3. Nasal diphteria 6 7 13

4. maxillarisSinusitis

ethmoidalis

44

13

61

8

105

21

frontalis 4 4 8

campuran, 4 4 8termasuk pansinusitisSinusitis seluruhnya 65 77 142

5. Ozaena 21 22 43

6. Nasopharyngitis kronis 4 10 1 4

7. Rhinitis caseosa 1 1 2

8. Septum (tak dijelaskan) 3 5 8

9. Malignitas 5 17 22

TerapiTerapi bermacam-macam, tergantung dari diagnosis :Corpus alienum/rhinoliths : terapinya ialah mengangkat

corpus alienum atau rhinolith (1,2,3,5,12).Nasal diphteria : diberikan antibiotika, ADS, dan salep

antibiotika untuk mencegah dermatitis akibat nasal discharge(1,5,10,12).

Sinusitis dan rhinitis caseosa : prinsip terapi ialah mcm-

Cermin Ounia Kedokteran No: 9, 1977 23

Page 19: cdk_008_THT

bersihkan discharge, memperbaiki ventilasi dan drainage, pem-berian antibiotika yang sesuai, dan bila tak berhasil baru di-lakukan operasi (1,2,3,5,7,8,9,12).

Ozaena :terapi konservatip atau kombinasi dengan opera-tip (6,11,13)

Nasopharyngitis kronis : terapi ialah dengan mengisapdischarge yang lengket di nasopharynx, pemberian antibiotikadan obat tetes hidung (7).

Syphilis tertier dan tuberkulosis : terapinya sesuai denganterapi spesifik untuk syphilis dan tuberkulosis pada umum-nya (2,3,12)

Malignitas : terapi operatip, irradiasi atau kombinasioperasi dan irradiasi (1,2,3,5,7,12).Prognosis

Prognosis untuk corpus alienum dan rhinoliths setelahpengangkatan corpus alienum dan rhinoliths pada umumnyabaik

Prognosis untuk radang pada umumnya baik. Adanya ber-macam-macam antibiotika dapat memperkecil insidens, kom-plikasi dan mortalitas (12).

Khusus untuk ozaena, menurut pengalaman dr. R.S0ERATIMAN (11) prognosis tergantung dari derajat oZaena

sebelum diobati- Ozaena ringan, dengan terapi konservatip atau kombi-

nasi konservatip dan operatip, prognosis baik; berarti dapatsembuh 100%.

— OZaena sedang, dengan terapi kombinasi konservatipdan operatip hanya 75% — 83% berhasil baik; dapat residif

— OZaena berat, dengan terapi konservatip maupun ope-ratip tidak berhasil, atau hasil 0% (11,13). Oleh sebab itudianjurkan untuk tidak melakukan operasi pada ozaena berat(11).Pencegahan

Pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya foetor exnasi ialah dengan (1) menjaga kebersihan, (2) mempertinggidaya tahan tubuh agar tidak mudah terkena infeksi, dan(3) mencegah terjadinya infeksi kronis.

Ringkasan

Telah dikemukakan ringkasan kepustakaan mengenai gejala foetorex nasi, macam-macam penyakit yang dapat menimbulkan gejalatersebut dan yang masih sering dijumpai, disertai dengan pedomandiagnostik untuk mempermudah menentukan diagnosis. Tiap-tiappenyakit tidak diuraikan secara mendalam, hanya kami singgung hal-hal yang penting untuk menentukan diagnosis.

KEPUSTAKAAN

1. LIKHACHOV A : Diseases of the ear, nose and throat.Moscow, MIR Publisher, pp 136—167.

8.

2. BALLENGER HC, BALLENGER II : Diseases of the nose,throat and ear, 10 ed. Philadelphia, Lea & Febiger, 1957, 9.pP 22—514.

3. BOIES LR : Fundamentals of otolaryngology. A textbook ofear, nose and throat diseases,4 ed. Philadelphia. WB Saunders

10.

Co:, 1964, pp 246—480 11.4. BOYD W : Textbook of pathology, 7- ed. Philadelphia. Lea &

Febiger, 1961, pp 25—33.5. BURGER H : Leerboek der ziekten van oren, neus, mond,

keel, slokdarm en lagere luchtwegen, 7 druk. Haarlem, DeErven F Bohn NV, 1954, pp 288—503.

12.

6. COTTLE, MAURICE H : Nasal atrophy, atrophic rhinitis,ozaena. Medical and Surgical treatment, 1958.

13.7: DOLOWITZ DA : Basic

o tolaryngology. New York, Toronto,London, McGraw Hill Book Co: 1964

24 Cermin Dunia Kedokteran No. 9, 1977

DOBROMYSKY F, SCHERBATOV I: Paranasal Sinusediseases of the orbit. Moscow, MIR Publisher, 1966, pp187.GERLINGS PG, HAMMELBURG EM : Keel, neus en oorheel-kunde. Haarlem, De Erven F Bohn NV, 1971, pp 144—156.NELSON WE : Textbook of pediatrics, 7 ed. Philadelphia,London, WB Saunders Co., 1959, pp 411—420, 745—756.R SOERATIMAN PH : Pengobatan secara implantasi denganos tibia dari penderita sendiri pada ozaena di Rumah SakitSurakarta, Solo. Majalah Perhimpunan Ahli Penyakit Telinga,Hidung dan Tenggorok Indonesia, 2/1975.SCOTT—BROWN'S : Diseases of the ear, nose and throat, vol. 3!The nose. London, Butterworth, 1972, pp 120—316.SOENARTO S : Pengobatan operatip pada 38 penderitaozaena di Rumah Sakit Yogyakarta. Majalah PerhimpunanAhli Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorok Indonesia 2/1975.

Page 20: cdk_008_THT

Catatan Singkat tentangTonsil- & Adenoidektomi

dr. SoetomoBagian T. H. T.Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro/R.S. dr. KariadiSemarang

PendahuluanPersoalan tentang tonsil dan adenoidektomi selalu merupa-

kan hal yang hangat dalam praktek sehari-hari; di dalamkalangan dokter umum, ahli penyakit anak-anak, ahli penyakitdalam maupun di kalangan ahli penyakit T.H.T. sendiri.Yang menjadi persoalan ialah setuju atau tidak setuju di-lakukannya tonsil atau adenoidektomi. Di Amerika pernahbegitu banyak dilakukan tonsilektomi, sehingga MACKENZIE(6) menyebutnya sebagai "the massacre of tonsils". Keadaanini memberi kesan seakan-akan pengambilan tonsil tidak lagiatas dasar indikasi medik, tetapi kebanyakan dilakukan atasdasar indikasi kantong operatornya.Sampai dewasa ini kelihatannya belum ada persesuaian yangseirama dalam menentukan indikasi pengambilan tonsil ter-sebut, terbukti dari banyaknya penilaian-penilaian para ahliyang berbeda-beda. Didalam menentukan perlu atau tidaknyadilakukan tonsilektomi pada seorang penderita, seorang dokterumum sebagai dokter keluarga sangat besar peranannya.Dokter inilah yang setiap waktu mengobati/menolong penderitatersebut. Atas dasar inilah tulisan ini dibuat secara singkatdan sederhana untuk para dokter yang melakukan praktekumum.

PembahasanUntuk mengupas persoalan tersebut. JONKEES (9,10)

menyarankan, sebaiknya hal tersebut dibedakan di dalamdua bagian : (1) Tonsilektomi dari tonsilla palatina, dan(2) Adenoidektomi dari tonsilla pharyngealis. Pada hakekat-nya pokok perhitungannya adalah : untung dan ruginya bilajaringan limfoid tersebut diambil.

TONSILLA PALATINASusunan (4,8). Untuk membahas persoalan "setuju dan

tidak setuju" pengambilan tonsil secara rasionil, maka sebaik-nya diketahui dahulu susunan dan fungsi dari organ tersebut.Tonsilla palatina merupakan salah satu anggota dari lingkaranWaldeyer yang terdiri dari jaringan reticulum dengan sel-sellimfatik. Di dalam follikel-follikelnya tertimbun limfosit-limfosit yang merupakan karakteristikum dari tonsil tersebut.Bedanya dengan kelenjar limfe lainnya ialah bahwa tonsillapalatina hanya mempunyai saluran efferens saja dan tidakmempunyai saluran afferens.

Fungsi (1,2,3,4,9,10). Mengenai fungsi dari tonsil, sebetul-nya kebenaran dari teori-teori yang diajukan masih disangsi-kan, tetapi ada beberapa hal yang dapat diterima yaitu :1. Membentuk zan-zat anti yang terbentuk di dalam sel plasma pada

waktu terjadi reaksi seluler.2. Mengadakan limfositosis dan limfositolisis.3. Menangkap dan menghancurkan benda-benda asing maupun mikro-

organisme yang masuk ke dalam tubuh melalui hidung dan mulut.4. Memprodusir hormon, khususnya hormon pertumbuhan. Hal ini

masih disangsikan kebenarannya.Didalam menjalankan tugasnya sebagai pos terdepan di

dalam mulut maupun dari hidung, adakalanya tonsil men-derita kekalahan. Daya pembentukan zat-zat anti, limfositosisdan limfositolisis, maupun daya menangkap dan menghancur-kan menjadi berkurang. Keadaan ini bermanifestasi sebagaitonsil yang mengalami peradangan kronik. Mikroorganismemaupun benda-benda asing yang dapat ditangkap, tidakmampu untuk dihancurkannya dan disimpan didalamnya.Keadaan ini malahan menjadikan tonsil sebagai pangkalan didalam tubuh bagi mikroorganisme. Sewaktu-waktu mikro-organisme irii siap melancarkan serangan-serangan terhadaptubuh kita, baik berupa mikroorganismenya sendiri maupuntoxin yang diprodusirnya, dan akan terjadi bakteremia,toxemia ataupun septichemia.

lndikasi tonsilektomi (1,2,3,6,7,9,10,13,14)Yang selalu menjadi persoalan yang hangat ialah menentukanindikasi dari tonsilektomi ini. Masing-masing ahli akan mem-punyai pendapatnya sendiri.

1. Tonsillitis akuta atau angina yang berulang kali datang(residif).

Gejala-gejala klinik kardinal dari angina ialah (9,10)– Penderita kelihatan menderita sakit keras dengan gejala-gejala yang

hebat.- Suhu badan naik tinggi.

- Terjadi pembengkakan dari kelenjar lymphe leher.– Tonsil kelihatan merah membara.– Biasanya berlangsung sampai 2 – 3 minggu.Gejala-gejala klinik ini perlu ditekankan, untuk membedakandengan sakit tenggorok lainnya :• Rasa sakit di tenggorok yang tidak disertai dengan panasbadan, biasanya disebabkan oleh peradangan selaput lendir• Rasa sakit di tenggorok yang terjadi pada waktu menelan,

Cermin Dunia Kedokteran No: 9, 1977 25

Page 21: cdk_008_THT

tetapi tidak disertai dengan panas badan, kebanyakan di-sebabkan oleh peradangan dari tonsillae lingualis.Komplikasi-komplikasi dari angina :

(a) Abses Peritonsillar.(b) Abses parapharyngeal yang dapat meluas melalui 'deep neck spaces':

-ke endocranial-menyebabkan radang glandula pazotis-phlegmon dari dasar mulut-collateral oedem dari larynx-merusak dinding saluran darah (a. carotis externa)-menimbulkan trombosis septik di dalam v. jugularis dan dapat menimbulkan pyemia

(c) Radang dari persendian, jantung dan ginjal yang akut

THOMAS (6)menyatakan bahwa 15% dari kasus polyar-thritis rheumatica dimulai dengan angina sebelumnya; INGER-MANN-WILSON (6) malahan memberikan angka sebesar 77%.Selang waktu antara terjadinya rheuma dan angina biasanyaberkisar antara 3 — 25 hari. Juga kelainan-kelainan jantungdan ginjal biasanya mempunyai hubungan dengan angina.V0LHARD (6) menyatakan bahwa 5,9% — 8,8% dari radangginjal dimulai dengan terjadinya angina sebelumnya.

2. Tonsillitis Chronica

Tonsillitis chronica ini, walaupun tidak disertai eksaserbasiakut dari tonsillitisnya, tetap akan merupakan focal infectionyang berbahaya bagi tubuh kita. Gejala-gejala kardinal daritonsillitis chronica ialah (15) :

- perasaan malaise (perasaan tidak enak badan, tidak suka makan dsb.)- suhu badan subfebriL Malaise dan suhu subfebril ini disebabkan oleh terjadinya bakteremia dan toxemia ringan di dalam tubuh,

- pembengkakan dari kelenjar limfe regioner. Pembengkakan ini merupakan petunjuk bahwa fungsi tonsil sudah tidak begitu baik; untuk turut membendung serbuan kuman-kuman, pos- pos pertahanan kedua sudah hazus ikut serta juga. Penilaian terhadap pembengkakan kelenjaz limfe regioner ini harus dilakukan dengan hati-hati sekali. Pembengkakan ini dapat juga berasal dari peradangan di kulit kepala, gigi, atau dari sumber-sumber infeksi lain di sekitaznya.

Telah banyak dilakukan usaha-usaha untuk membuktikanbahwa ada korelasi antara tonsillitis chronica dan terjadinyaperadangan di ginjal, jantung, persendian dan organ-organlain (1,2,3,6,7,9,10,13,15).

• JONKEES (9,10) menyatakan bahwa besar kecilnyatonsil tidak menentukan besar kecilnya bahaya yang dapatditimbulkan olehnya. Malahan tonsil yang kecil kadang-kadang dapat menimbulkan bahaya yang besar. Angina di-anggap disebabkan terutama oleh beta-hemolytic strepto-coccus dari group A.Untuk menunjukkan adanya korelasi antara kelainan diorgan-organ (sendi, jantung, ginjal dsb.) dengan tonsillitischronica, maka dibuat pemeriksaan tonsil swab. Bila tonsillitischronica tersebut benar-benar disebabkan oleh streptococcus,hasil pemeriksaan tonsil swab ini akan sesuai dengan titeranti-streptolysin di dalam darah. Meskipun demikian, pe-meriksaan tonsil swab ini tidak menjamin kebenaran hasilnya.Pada pembuatan swab tersebut mungkin yang terkena hanyapermukaan tonsil saja, sedangkan coccus yang kita cariberada di dalam crypti. Jadi, walaupun hasilnya negatif,

belum berarti bahwa coccus yang kita cari tidak ada. Ke-salahan-kesalahan lain yang mungkin dibuat ialah :

(a) Hasil swab yang diambil mungkin berasal dari jaringansekitar tonsil, misalnya pharynx.

(b) Harus diperhitungkan juga bahwa angina belum tentudisebabkan oleh streptococcus, tetapi mungkin juga disebab-kan oleh staphylococcus, pneumococcus atau virus. Gejalagejala klinik yang ditimbulkan sukar dibedakan satu samalainnya.

NOSAKA (9,10) pada tahun 1963 menyatakan dengan tandasbahwa pemeriksaan anti — streptolysin, laju endapan darahdll. tidak mempunyai arti sama sekali untuk menentukantonsil sebagai focal infection. Yang penting adalah gambarankliniknya.

• GURICH dan PAESSLER (6) menyatakan bahwa sangat- lah penting untuk mencari sarang radang kronis yang dapatmenyebabkan kelainan pada organ lain. BILLINGS danR0SENOW dapat membuktikan secara empirik dari apa yangdikatakan oleh GuRICH dan PAESSLER sebagai dalil focalinfection.

Mereka berpendapat baha diantara berbagai sarang infeksikronis tersebut, maka tonsil menduduki tempat yang palingpenting. Baru kemudian menyusul sarang-sarang lainnya :gigi, sinus paranasalis dst.Kelainan-kelainan yang ditimbulkan oleh infeksi kronis inidisebabkan oleh mikroorganismenya sendiri atau oleh toxinyang dibentuknya. Kelainan-kelainan yang dapat ditimbulkanantara lain : rheuma, endocarditis, nephritis, chorea minor,gangguan umum (serangan demam yang berulang kali datang),thyroiditis, iridocyclitis, erythema nodosum, cholecystitis ,herpes, myelitis dll.KAISER dan FARNUM (6) menyatakan bahwa 0,4% dari1200 penderita chorea minor diketemukan pada anak-anakyang sudah tidak bertonsil; sedangkan 0,5% diketemukan padaanak-anak yang mempunyai tonsil. HA L L E dan LETZ (6)mendapatkan bahwa chorea minor lebih cepat sembuh setelahpenderita menjalani tonsilektomi.

• NELS0N (14) menyatakan bahwa glomerulonephritisakuta terjadi akibat reaksi antigen-antibody, antigen berasaldari suatu infeksi di suatu tempat di dalam tubuh. Rheumaticfever biasanya terjadi oleh karena kelainan di tractus res-piratorius bagian atas yang disebabkan oleh beta haemolyticstreptococcus. DEWIT menyebutnya sebagai reaksi alergi yangditimbulkan oleh antigen yang dikeluarkan oleh kuman-kuman di tonsil yang meradang.

3. Abses peritonsillarAbses ini mempunyai sifat mengadakan serangan yang ber-ulang kali (residif). Komplikasi yang ditimbulkan seperti yangterjadi pada angina. Tonsilektomi sebaiknya dilakukan 5minggu setelah abses reda.

4. Tonsil hipertrofi yang memberi gangguanKeluhan yang sering ditimbulkan oleh karena tonsil hipertrofiialah gangguan pada waktu menelan. Bila yang mengalamihipertrofi adalah adenoidnya, maka dapat memberikan ganggu-an pada jalan nafas. Tonsil hipertrofi dapat terjadi secarafisiologik; faktor herediter, pengaruh hormon, maupun radangmenahun dapat juga mempengaruhinya (1,9,10). Tonsil hiper-

26 Cermin Dunia Kedokteran No. 9, 1977

Page 22: cdk_008_THT

trofi yang tidak memberikan gangguan sebaiknya dibiarkansaja.

5. Tumor benigna yang memberi gangguan

6. Diphterb carrier

Meskipun diberi antibiotika broadspectrum (misalnya ery-thromycin) mikroorganisme tersebut sukar dicapai oleh karenaterdapat di tengah-tengah detritus; dengan demikian seringmenyebabkan residif. Selain bahaya residif, diphteria carrierini akan berbahaya terhadap masyarakat sekelilingnya.

ADENOID (TONSILLA PHARYNGEALE)Adenoid juga merupakan salah satu anggota dari lingkaranWaldeyer. Kehadirannya di nasopharynx adalah hal yangfisiologik pada anak-anak kecil. Menjelang pubertas (18 — 20tahun) adenoid akan mengalami regressi dan akhirnya akanmenghilang sama sekali. Tetapi adenoid yang memberikangangguan kepada penderita haruslah dibuang. Pada tindakantonsilektomi, bila kedapatan juga suatu adenoid, sebaiknyadilakukan juga adenoidektomi. Bila dibiarkan tertinggal, makaadenoid tersebut dapat mengalami hipertrofi sebagai kom-pensasi terhadap hilangnya tonsil; dengan demikian anak akanmengalami gangguan dan harus menjalani operasi untuk keduakalinya.Keluh kesah yang dapat ditimbulkan oleh gangguan adenoidantara lain ialah :1. Tertutupnya ostium tubae.2. Tubair catharre recidivans.3. Tertutupnya lobang choana.4. Rhinitis chronica.5. Otitis media recidivans.6. Sinusitis recidivans.Sebelum mengambil tindakan hendaknya dipikirkan dahulu,apakah kelainan tersebut bukan :a. Choanal polypus.— Biasanya kelainan ini terjadi pada

umur agak dewasa.b. Nasopharynx fibroma.— Biasanya kelainan ini terjadi pada

umur 14 — 17 tahun. Terjadi epistaxis yang sering residifdan tidak diketahui sebabnya. Lama-lama terjadi jugapenyumbatan dari lobang hidung.

KONTRAINDIKASI DARI TONSILEKTOMI DAN ADENOIDEKTOMI(1,2,3,6,7,8,10,15)

1. Bila penderita kelihatan menderita sakit berat dan tindak-an tonsilektomi tidak meyakinkan akan membawa per-baikan dari penyakitnya.

2. Bila tonsilektomi dilakukan pada stadium akut dari suatupenyakit. Juga pada stadium akut dari angina sebaiknyatidak dilakukan tonsilektomi. Biasanya ditunggu 1 — 6minggu setelah radang mereda.

3. Pada waktu ada epidemi poliomylitis. Tonsil diperkirakanmerupakan benteng terdepan untuk menanggulangi polio-mylitis. Adalah suatu kenyataan bahwa poliomylitis typebulbar lebih banyak terjadi pada penderita-penderita yangbaru menjalani tonsilektomi atau adeno-tonsilektomi biladibandingkan dengan mereka yang tidak menjalaninya.

4. Bila penderita menderita hemophilia dan dyscrasia darahlainnya.

5. Bila penderita menderita hemorrhagic diathesis.

BAHAYA-BAHAYA PADA WAKTU MENJALANKAN TONSILEK-OMI ATAU ADENO-TONSILEKTOMI (1,2,3,6,7,9,10,13,15)

1. Bahaya narcose.Sekarang telah menjadi kebiasaan untuk memberikan narcoseumum pada waktu melakukan tonsilektomi. Tindakan inisangat menolong penderita untuk mengurangi rasa sakitmaupun ketakutannya. Operatornya sendiri dapat bekerjalebih tenang. Meskipun demikian, kita harus sadar akanbahaya-bahaya yang dapat ditimbulkan oleh tindakan narcosetersebut; terutama kita harus berhati-hati pada penderita-penderita dengan penyakit jantung, paru-paru danembryopati(mongoloidismus dll).

2. Penderita penderlta dengan reaksi vasomotorik.Penderita-penderlta dengan kelainan vasomotorik sering dijumpai sebagai penderita-penderita rhinitis vasomotorica,exsudative diathesis, bronchitis chronica dsb. Tiap pacuanyang terjadi pada salah satu bagian dari selaput lendir yangmenderita kelainan ini, akan mempengaruhi juga selaput lendirdari lain-lain bagian dari tractus repiratorius. Bila tonsil di-ambil, maka jaringan limfoid lainnya akan mengalami hipertrofisebagai kompensasi. Hipertrofi ini akan memperberat kelainanyang diderita oleh selaput lendir tsb. (15).

3. Trauma psikikJ0NKEES (9) menyarankan supaya mengatakan dengan se-benarnya kepada mereka yang akan menjalani tonsilektomi ,apa yang akan terjadi pada mereka. Dengan demikian jiwamereka telah siap pada waktu menjalani operasi. Dengan me-ngatakan sebenarnya kepada mereka ini, rasa ketakutan merekadapat dihilangkan, setidak-tidaknya dikurangi.

4. Perdarahan.Tiap kali selesai operasi, harus selalu dilakukan observasi akankemungkinan terjadinya perdarahan primer. Perdarahan se-kunder biasanya terjadi pada hari ke 4 — 7 post operasi. Pada

waktu itu terjadi perlepasan dari kerak-kerak yang semulamenutupi luka operasi. Oleh sebab itu penderita selalu di-nasehatkan untuk datang pada hari-hari tersebut untuk di-kontrol.

5. Komplikasi pada paru-paruKomplikasi yang terjadi pada paru-paru mungkin disebabkanoleh karena aspirasi, atau embolus yang septik.Aspirasi darah yang keluar dari luka operasi dapat terjadipada anestesi umum maupun pada anestesi lokal.DAILY (6) menyatakan bahwa pada 78% dari 100 pen-derita yang dioperasi di bawah narkose, didapatkan darah didalam saluran pernafasannya. BENJAMIN (6) memberitahukanbahwa dari 152 penderita yang dioperasi dengan anestesilokal 87,5% terdapat darah di dalam larutan larynxnya; 59 %terdapat darah di dalam saluran nafasnya. GERLINGS danKIRCHER menganjurkan supaya sebelum reflex batuk daripenderita yang dioperasi kembali, perdarahan yang terjadidapat dikuasai betul-betul.FETTER0LF dan FOx dapat membuktikan terjadinya em-bolus septik pada binatang-binatang percobaan. Pada pen-derita-penderita postoperasi yang mendapat serangan panasdisertai batuk-batuk, hendaklah dipikirkan kemungkinan ter-jadinya embolus septik di paru-paru.

Cermin Dunia Kedokteran No. 9. 1977 2 7

Page 23: cdk_008_THT

6. Memperberat penyakit sekunder (6)Kita menghadapi kenyataan bahaw bila tonsilektomi dilakukanpada suatu stadium akut dari suatu penyakit (misalnya endo-carditis, arthritis, nephritis), maka tindakan ini akan mem-perberat jalannya penyakit tersebut. Maka dari itu dianjurkanuntuk melakukan tonsilektomi pada minggu ke 4 — 6 setelahpenyakit sekunder tersebut reda.

7. Kenaikan suhu badanKenaikan suhu badan pada masa postoperasi yang mencapai38° C dan berlangsung sampai beberapa hari diperkirakansebagai akibat terjadinya luka di mulut. Bila suhu badan naiksampai 38° — 39° C, harus dicari sebab-sebabnya; mungkinini disebabkan oleh komplikasi di paru-paru atau trombosispembuluh darah (biasanya terjadi pada hari ke 4 — 7 post-operasi).

8. OtalgiaBiasanya merupakan penjalaran rasa sakit dari luka di fossatonsilaris. KEEN (6) mendapatkan 60 penderita dari 9344

penderita yang telah menjalani tonsilektomi menderita otalgiaakibat terjadinya otitis media.

9. Penyebaran mikroorganisme dan toxinnya.Kita harus sadar bahwa pada waktu melakukan tonsilektomi,kita membuat porte d 'entree baru.

RingkasanTelah dibicazakan tentang indikasi, kontraindikasi, maupun bahaya

yang mungkin terjadi pada tindakan tonsilektomi dan adenoidektomi.Tonsilektomi maupun adenoidektomi hendaknya dijalankan atas

indikasi medik yang baik. Di sini peranan dokter yang menjalankanpraktek umum sangat penting oleh karena dialah yang paling me-ngetahui dan paling dekat dengan penderita.

Pada waktu melakukan tonsilektomi,bila diketahui ada juga adenoid,hendaknya dilakukan adenoidektomi sekaligus untuk menghindarioperasi yang kedua kalinya.

Tonsilektomi hendaknya dilakukan setelah semua radang dalamkeadaan reda. Hal ini perlu diperhatikan untuk menghindari terjadinyakomplikasi, terutama bakteremia dan toxemia, juga supaya tidakmemperberat jalannya kelainan sekunder.

Tonsillitis chronica merupakan focal infection yang sangat berbahaya.

KEPUSTAKAAN

1. BALLENGER HC, BALLENGER II : Diseases of the nose,throat and ear, 10 ed. Philadelphia, Lea & Febiger, 1957,pp 255-303.

2. BOIES LR et al : Fundamentals of otolaryngology. A textbookof ear, nose and throat diseases, 4 ed. Philadelphia. Lon -don, WB Saunders Co,1964, pp 384—421.

3. BURGER H: Leerboek der ziekten van oren, neus, mond, keel,slokdarm en lagere luchtwegen, 7 druk. Haarlem, De Erven F -Bohn NV, 1954, pp 371—390.

4. COPENHAUER WH, JOHNSON B : A Bailey's textbook of his-tology, 14 ed. Baltimore, William Wilkins Co., 1958.

5. DE WIT G : Inleiding in de keel, neus, oorheelkunde, 2.druk. Utrecht, Erven J Bijleveld, 1968, p 116.

6. GERLINGS PG : Keel, neus, oorziekten bij kinderen. Amsterdam,Wetenschappelijke Uitgeverij NV, 1949.

7. JACKSON C, JACKSON CL : Diseases of the nose, throat andear, 2 ed.Philadelphia, London, WB Saunders Co., 1959, pp239-277.

8. JOHNSON TB, WHILLIS J : Gray's anatomy — Descriptiveand applied, 30 ed. New York, Toronto, Longmans Green -Co., 1949.

9. JONKEES LBW : Voor of tegen tonsillectomie. Capita selecta.Ned T Geneesk 108(43), 24 Oct, 1964.

10. JONKEES LBW : Keel, neus, en oorheelkunde voor de al-gemene praktijk, 2 druk. Amsterdam, Brussel, Agon Elsevier,1972, pp 1-16,

11. LIKHACHOV A : Diseases of the ear, nose and throat,2 printing. Moscow, MIR Publisher,

12. NELSON WE : Textbook of pediatrics, 8 ed. Philadelphia,London, WB Saunders Co., 1964, p 1114.

13. READING : Common diseases of the ear, nose and throat,2 ed. London, JA Churchill, 1953, pp 228—250.

14. SCOTT—BROWNS : Diseases of the ear, nose and throat,3 ed. London, Butterworth, 1971, pp 103-121.

15. STRUBEN WH : Tonsillen in of unit. Klinische lessen. Ned TGeneesk 108 (49), 5 Dec., 1964.

28 Cermin Dunia Kedokteran No. 9, 1977

Page 24: cdk_008_THT

LaryngitisSubglottica

Fakultas Kedokteran Unive sitas DiponegoroR.S. dr. Kariadi Semarang

dr. SoetamoBagian T.H.T.

Dari bagian saluran pernafasan antara pharynx sampaidengan bifurcatio trachea, maka daerah glottis merupakanbagian yang tersempit. Pada bagian cranial dan caudal dariglottis tersebut terdapat jaringan mukosa yang longgar danvaskuler, terutama di daerah subglottis. Malahan pada anak-anak daerah subglottis ini mempunyai bentuk yang menyempitke bawah sehingga baigan yang caudal adalah kira-kira 1/5dari bagian yang cranial (1,2,5,6,9,10,11,12).

Obstruksio larynx yang akut pada anak-anak sering di-sebabkan oleh (i) corpus alienum, atau (ii) oedema larynxyang disebabkan oleh karena alergi atau radang. Dengandemikian mudah dimengerti bahwa pada anak-anak, peradang-an di glottis mudah diikuti oleh oedema di subglottis yangsangat membahayakan; bahaya asphyxia selalu mengancam.

Laryngitis pada anak-anak yang sering berakibat fataldisebabkan oleh karena laryngitis supra dan subglottica.Laryngitis subglottica pada waktu dulu dikenal sebagai 'pseudocroupe' oleh karena sukar dibedakan dari laryngitis diphtericayang mempunyai nama lain, yaitu 'croupe'. Sekarang disebutdengan tegas sebagai laryngitis subglottica, sedangkan laryngitissupraglottica disebut sebagai epiglottitis.

Tanda-tanda obstruksio larynx

Selain mengenal tanda-tanda obstruksio larynx dari gejala-gejala, sebaiknya dilakukan juga pemeriksaan (1,2,5,6,8,9,10):(1) laryngoskopi indirekta/maupun direkta: Pada pemeriksaananak-anak yang diduga menderita laryngitis subglottica mau-pun supraglottica sebaiknya dilihat secara langsung keadaanlarynx.. Pada anak-anak letak larynx masih tinggi, sehinggadengan menekan pangkal lidah sedalam-dalamnya larynxdapat dilihat.(2) Foto roentgen dari saluran pernafasan, terutama daerahlarynx.

Gejala-gejala obstruksio larynx yang secara mudah dapatdipakai sebagai ancer-ancer ialah (1,2,6,9,11,12) :

• Stridor.• Kesukaran bernafas yang dapat dikenal dari tanda-tanda

penarikan otot-otot pernafasan pada inspirasi, sehingga terjadicekungan-cekungan (indrawing) pada daerah suprastenal ,supra dan infraclaviculair, intercostal, epigastrium.

• Bila makin hebat anak menjadi gelisah.• Cyanosis.

Cermin Dunia Kedokteran No. 9, 1977 3 1

Pendahuluan

Page 25: cdk_008_THT

Makin hebat penyempitan yang terjadi di larynx, makinjelas tanda-tanda tersebut. JACKSON menyebut tanda-tandatersebut sebagai "laryngeal dyspnce" atau membaginya didalam empat stadia (6) :

Stadium l. — Terjadi cekungan yang ringan di daerahsuprasternal. Penderita masih tetap tenang.

Stadium Il.— Cekungan di daerah suprasternal lebih men-dalam, ditambah dengan terjadinya cekungan di daerah epi-gastrium. Penderita kelihatan makin gelisah dan sukar di-tenangkan.

Stadium III .— Cekungan terjadi di daerah-daerah supras-ternal, epigastrium, supra dan infraclaviculair, dan intercostal.Penderita menjadi makin gelisah.

Stadium lV.— Anak berjuang sekuat tenaga untuk men-dapatkan udara. Muka dari anak kelihatan pucat kelabu danmenunjukkan rasa ketakutan. Lama kelamaan pusat per -nafasan menjadi cepat oleh karena terpacu oleh CO2 yangberlebihan dan menjadi paralitik. Anak malahan menjadi tenangdan kelihatan seakan-akan jatuh tertidur, akhirnya meninggaldidalam ketenangan oleh karena asphyxia.

Pertolongan yang akan dilakukan dengan sendirinya ter-gantung dari keadaan penderita pada waktu dihadapi. Per-tolongan laryngeal dyspnoe akuta dapat berupa tindakanintubasi atau tracheotomi. Tracheotomi sebaiknya dilakukanpada waktu stadium II — III. Bila tracheotomi dilakukan padastadium IV biasanya sudah tidak menolong lagi, oleh karenakeadaan penderita sudah terlampau jelek (6).

Mengenal laryngitis subglottica acuta (false croup of children)Yang dimaksud dengan laryngitis subglottica acuta ialah

radang akut dari larynx yang menyebabkan pembengkakan daridaerah subglottica (9). Biasanya terjadi pada bayi-bayi dananak-anak kecil dibawah umur tiga tahun. Jarang menyeranganak-anak diatas tujuh tahun (1,4,6,9,14). Serangan terjadi,pada malam hari disertai batuk-batuk dan dyspnoe inspira-toire. Lebih banyak terdapat pada anak laki-laki daripadawanita.

Penyebab-penyebabnyaBanyak dijumpai setelah epidemi influenza. Dilaporkan

bahwa penyebab utama ialah virus dan bacillus influenZae.Lain-lain bacteri yang disebut-sebut sebagai penyebab ialah :Streptococcus haemolyticus dan viridans, Staphylococcusaureus dan albus, pneumococcus dan Micrococcus catharalis(1,2,5,6,9). Keadaan-keadaan yang mempermudah terjadinyalaryngitis subglottica ialah rhinitis pada anak yang belumdapat diterangkan hubungannya. Suatu kenyataan ialah bahwapengaruh dari cuaca tidak dapat diabaikan. Udara yang panas,

kering dan berdebu mempermudah terjadi laryngitis tersebut.Udara yang berasap tebal (heavy smoke pollution), perbedaankelembaban udara yang tajam disebut juga sebagai penyebab-nya (1,2,4,6,8,9,14).Patologi

Terjadi kongesti akut dari larynx, terutama di daerahsubglottis. Terdapat infiltrasi dari jaringan ikat longgar submu-kosa, sehingga memberikan pembengkakan secara cepat dibawah bagian larynx yang sempit. Selain ada gambaran pe-radangan, terjadi juga stimulasi dari sekresi mucous. Bilasekret mucous ini mengering, akan terbentuk crustae yangakan menambah hebatnya obstruksio glottis.

Gejala-gejalaLaryngitis subglottica acuta termasuk serangan akut sesak

nafas malam hari (nocturnal dyspnoeic attacks) pada anak-anak oleh karena radang. Yang dimaksud ialah serangandyspnoe mendadak yang terjadi 1 — 2 jam setelah anaktersebut didalam tidur.

Gejala prodromal kadang-kadang tidak dijumpai atau hanyaringan saja (9). Biasanya pada sore hari anak tersebut merasasedikit tidak enak badan. Dapat disertai rhinopharyngitis,laryngotracheitis, atau sedikit panas. Malahan kadang-kadanganak kelihatan sehat-sehat saja pada waktu pergi tidur. Padawaktu malam,setelah anak tidur 1 — 2 jam sekonyong-konyongterbangun oleh karena gangguan di dalam saluran nafasnya(1,2,4,5,6,9).

• Bila ringan serangannya : terjadi dyspnoe,stridor (biasanyaterjadi stridor inspiratoire), dan batuk-batuk (croupy cough).• Bila serangan makin hebat, stridor inspiratoirenya makinbertambah, malahan bila oedemnya cukup hebat terjadilahstridor in-expiratoire; kesukaran bernafas makin bertambah;anak menjadi gelisah; dan oleh karena hypoxemia yang hebatanak dapat menjadi tidak sadar untuk beberapa saat, kemudianbernafas kembali, batuk-batuk dan kadang-kadang mengeluar-kan lendir pekat.

Gejala-gejala serangan sesak nafas malam hari tersebutdapat juga terjadi oleh karena sebab-sebab non-inflamatoireialah pada "laryngismus stridulus ". Dalam hal ini faktorherediter yang menjadi penyebabnya.

Pada anak-anak yang lebih besar dan orang dewasa jarangterjadi serangan laryngitis seperti pada anak-anak kecil. Bilaterjadi laryngitis biasanya tanda-tandanya hanya dysphoniasampai aphonia, serta batuk-batuk yang mengeluarkan lendiryang kental.

Oleh karena pada anak-anak laryngitis supraglottica mem-berikan gejala-gejala dyspnoe dan stridor dulu, baru dysphoniamaka ada baiknya dikenal sepintas perbedaannya (4) :

Epiglottitis acuta Laryngitis subglottica

1 . Biasanya menyerang anak-anak berumur 3—6 tahun.2. Terutama disebabkan oleh H. influenzae type B.

3. Proses cepat dan kadang-kadang berakibat berbahaya.4. Sering membutuhkan tindakan tracheotomi.

1. Lebih banyak menyerang anak-anak berumur dibawah 3 tahun.2. Terutama oleh karena virus influenza, morbllli.

pertussis.udara kering panas dan berdebu.

3.—Prosesnya tidak begltu cepat.

4. Jarang membutuhkan tindakan tracheotoml.

32 Cermin Dunia Kedokteran No. 9, 1977

Page 26: cdk_008_THT

Maka dari itu bila ada anak kecil dengan gejala dyspnoedan stridor, sebaiknya diperiksa larynxnya untuk membedakankedua laryngitis tersebut oleh karena prognosisnya berbeda-beda.

PrognosisSangat tergantung dari keadaan penderita pada waktu kita

hadapi dan tindakan yang diambil. Hanya harus selalu diingatbahwa bahaya asphyxia selalu mengancam.Terapi

Yang menjadi tujuan pokok ialah menolong penderita darikesukaran bemafas secepat mungkin. Pada dasarnya terapilaryngitis subglottica acuta dapat diberikan secara (1) Medika-mentosa, (2) Intubasi (nasotracheal/endotracheal) dan (3)Tracheotomi.1. Medikamentosa

Seperti diketahui, pada peristiwa radang di daerah larynxterjadilah oedema di subglottis.

Selama tahun-tahun 1938 — 1959 HOEKSEMA (5) telahmelakukan 29 kali tracheotomi diantara 203 penderita-pen-derita laryngitis subglottica acuta. Sejak tahun 1960, padawaktu terapi kortikosteroid mencapai kemajuan-kemajuan,tracheotomi jarang dilakukan lagi (5). Pemberian kortikosteroidsecara intravena banyak sekali menolong untuk mencegah/mempercepat surutnya oedema subglottis. Pemberian anti-biotika tidak boleh dilupakan untuk mencegah infeksi bacterielyang mungkin menyertai radang tersebut.

Suhu dan kelembaban udara di dalam kamar penderitaharus diatur, sebaiknya sekitar 22 — 23 derajat C. Dianjurkanpula pemberian cairan yang banyak. Walaupun pemberiankortikosteroid dan antibiotika ini banyak menolong, pengawas-an yang ketat tidak boleh diabaikan.Sewaktu-waktu bila ada petunjuk bahwa terapi tersebut tidakdapat menolong dan gejala-gejala obstruksio laryngeal makinhebat, harus segera diambil tindakan cepat untuk menyelamat-kan penderita dari bahaya asphyxia (3,4,14). Tinggallahmemilih salah satu di antara dua : intubasi atau tracheotomi.

Bila telah ada tanda-tanda dari obstruksio saluran nafas,maka sama sekali tidak boleh diberikan obat-obat ini :

(a) Narkotik (morphin, dsb) oleh karena akan menekanreflex batuk. Harus selalu diingat kata-kata mutiara dariCHEVALIER JACKSON : "Cough is the watch-dog of thelung" (10).

(b) Atropin; oleh karena akan membuat lendir makinkental.

2. lntubasiOleh karena yang menjadi penderita-penderita ini bayi atau

anak-anak kecil, maka tube yang dibutuhkan ialah yang ber-ukuran kecil pula : diameternya 4 mm, 4½ mm dan 5 mm(1,2,3,4,6,9,14). Tentang sampai berapa lama boleh dilakukanintubasi, tiap sarjana mempunyai pendapatnya masing-masingyang tidak menunjukkan persesuaian. BR ANDSTA TTER dariAmerican University di Beirut melaporkan pernah melakukanintubasi pada 12 anak-anak yang berumur 0 — 4 tahun selamatiga hari sampai tujuh minggu dengan memberikan hasil yangbaik (14). Sedangkan menurut kepustakaan Jerman, Inggris,

Swedia dan Amerika, intubasi endotracheal tidak boleh dilaku-kan lebih lama dari 24 — 36 jam. Bila masih diperlukan makalebih baik dilakukan tracheotomi (14).

3. TracheotomiTindakan operatif ini dilakukan sekiranya pertolongan

medikamentosa maupun intubasi tidak menolong. Janganditunggu sampai penderita masuk ke dalamstadium JACKSONIV. Tracheotomi ialah tindakan "life saving", sehingga harusdilakukan dengan indikasi yang tepat dan tajam.

Pada hakekatnya terapi dari laryngitis subglottica acutaditentukan oleh :—keadaan penderita pada waktu kita hadapi.— peralatan yang ada pada kita.— kemahiran kita di dalam mempergunakan alat-alat tersebut.

Yang menjadi pedoman para dokter pada waktu itu hanya-lah : Hindarkan penderita dari bahaya asphyxia.

KEPUSTAKAAN

1. BALLENCER HC, BALLENGER II : Diseases of the nose,throat and ear, 10 ed. Philadelphia, Lea & Febiger, 1957,pp343—346.

2. BOEIS LR et al: Fundamentals of otolaryngology. A textbookof ear, nose and throat diseases, 4 ed. Philadelphia, London,WB Saunders Co„ 1964, pp435, 531—532.

3. BROEES AAM, MOM GM, VAANDRAGER GJ : Nasotrachealeintubatie bij kinderen met epiglottitis en subglottische laryngitis.Ned T Geneesk 113(37) : 1593—1597, 1969.

4. BENJAMIN B : Acute inflamatory airway obstruction ininfants and children. Med J Aust.

5. HOEKSEMA PE : Acute laryngitis bij het jonge kind. Ned TGeneesk 109 : 2166, 1965.

6. JACKSON C, JACKSON CL : Diseases of the nose, throat andear, 2 .ed. Philadelphia, London, WB Saunders Co., 1959.

pp578—595.

7. TUCKER JA, SILBERMAN HD : Trachoelogy in pediatrics.Ann Otol Rhinol Laryngol 81 (6) : 818—824, 1972.

8. MORGENSTEIN KN, ABRAMSON AL : Acute epiglottitis inadults. The Laryngoscope 81 (7) : 1066—1073, 1971.

9. MORRISON : Diseases of the ear, nose and throat, 2 ed.New York, Appleton Century Crofts Inc., pp 565—569.

10. READING PHILIP : Common diseases of the ear, nose andthroat, 4 ed. London, JA Churchill, 1969, pp 176 — 177188 — 205.

11. SIGIT : Emergency karena sumbatan di larynx. Muktamar -Nasional IDI ke XII, Semarang, halaman 1—2.

12. SOETOMO : Tracheotomie, manfaat dan indikasinya. MajalahKedokteran Dipenegoro No. 1/1972, halaman 16—26.

13. THOREX MAX : Modern surgical technic, 2 ed. Philadelphia,Montreal, JB Lippincott Co., 1959, pp 520—529.

14. WOLFFENSIIERGER WAG : Tracheale obstructie bij kleine-kinderen. ned T geneesk 111(43) : 1901—1902, 1967.

Ada semacam kebisingan , yang jarang dibicarakan dibuku-buku maupun di dalam majalah-majalah luar nege-ri, meskipun banyak dijumpai di lndonesia, khususnyadi Jakarta, yaitu : kebisingan akibat musik di toko pen-jual cassette, lebih-lebih bila dua atau tiga toko semacamitu berdekatan tempatnya.

Cermin Dunia Kedokteran No. 9, 1977 33

Page 27: cdk_008_THT

EPIGLOTTITIS ACUTAdr. Budi Susanto S.

Bagian T. H. T.Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro/R.S. dr. Kariadi

Semarang

PendahuluanEpiglottitis acuta atau laryngitis supraglottica acuta cukup

banyak ditemukan pada anak-anak kecil (2,3,9). Juga terdapatpada orang dewasa, tetapi dengan frekwensi yang lebih jarang(8,12,14). Merupakan penyakit yang membahayakan jiwabila tidak lekas diambil tindakan yang cepat dan tepat,terutama pada anak-anak kecil. BECKER BL0EMKOLK (2)dalam satu tahun mendapatkan tiga kasus anak kecil (ber-umur 2, 3 dan 3½ tahun) yang meninggal dengan diagnosisyang salah atau tanpa dapat dibuat diagnosis klinis. Padaobduksi, didapatkan epiglottitis acuta pada ketiga-tiganya.Frekwensi

Lebih banyak terdapat pada laki-laki, seperti tercerminpada penyelidikan BAXTER (1) terhadap 103 kasus epiglotti-tis acuta pada anak kecil yang terdapat selama 15 tahun(1951 — 1965) di Montreal Children ' s Hospital. MenurutHO EKSEMA (9), dari 12 anak, 10 diantaranya adalah laki-laki. ROBBINS dkk. (14) mengajukan 34 kasus orang dewasadengan perbandingan antara laki-laki dan wanita sebagai 4: 1(umur rata-rata 47,5 tahun). NORGENSTEIN dkk. (12)mengumpulkan 33 kasus orang dewasa dengan 27 orang laki-laki dan enam wanita. Di RS dr. Kariadi — Semarang —selama tahun 1972 dijumpai empat kasus dewasa terdiri atastiga pria dan satu wanita.

EtiologiKausanya belum diketahui dengan jelas. Seperti pada

lain-lain infeksi di pharynx, diduga penyebab primernyaadalah virus; kemudian ada infeksi sekunder, terutama olehHaemophilus influenzae type B. Juga bisa didapatkan strepto-coccus, staphylococcus, pneumococcus dan kuman-kumanlain (2,3,9,11,12,14).

Si mptomatologiProses epiglottitis acuta dapat berjalan sangat cepat

tanpa memberikan gejala-gejala prodromal yang spesifik.Akibatnya sering dibuat diagnosis yang salah dan dapatberakhir fatal (2,8,9,14).Dari ketiga gejala gangguan pada larynx, yang menyolokpada anak kecil ialah dyspnoenya (dengan disertai stridor),kemudian baru dysphagia dan suara serak (hoarseness).Sebaliknya pada orang dewasa yang menyolok adalah dys-phagianya, baru kemudian dyspnoe dan serak. Stadium

prodromal tidak berbeda dari pharyngitis biasa, hanya terasaseperti ada benda yang mengganjel. Kemudian dapat terjadisakit tenggorok dan dysphagia yang hebat dengan banyaksalivasi (14). Suara baru menjadi serak bila plica vocalis ikutmengalami inflamasi. Umumnya penderita tidak atau hanyasedikit serak, karena prosesnya biasanya terbatas pada epi-glottis dan plica ary-epiglottica (19).Oleh karena prosesnya akut, tidak jarang suhu badan penderitanaik. Penderita biasanya lebih suka duduk tegak, gelisah danbernafas dengan mulut terbuka, rahang bawah ditarik lebihkemuka (3,14). Dehidrasi dapat juga terjadi oleh karenapenderita tidak dapat menelan atau minum.Diagnosis

Untuk menentukan diagnosis, kita harus melihat keadaanlarynx. FERMIN (6), HOEKSEMA (9) maupun VAN BEUSE-KOM (19) menganjurkan supaya setiap anak dengan dyspnoedilihat epiglottisnya, dengan cara menekan lidah bagianbelakang, pelan-pelan dan hati-hati dengan spatel. Cara inimudah dan dapat dilakukan oleh setiap dokter umum, karenaepiglottis pada anak kecil relatif masih tinggi. Demikian jugabila ada keluhan dysphagia dengan saliva yang banyak. Kalaudengan cara ini epiglottis belum dapat dilihat, harus dilaku -kan laryngoskopi indirekta atau direkta.

Epiglottis terlihat merah, meradang, edematous dan me-lipat. Plica ary-epiglottica juga ikut meradang. Biasanya plicavocalis dan regio subglottica tidak terkena (2,3). Oropharynxdapat tenang atau sedikit meradang. Kalau proses sudah lanjutbaru sangat meradang. Diagnosis epiglottitis acuta harusdipertimbangkan bila dysphagia dan rasa sakit di tenggoroktidak seimbang dengan gejala-gejala pharyngitis yang terlihat(12). Bila keadaan memungkinkan, dianjurkan untuk me-lakukan foto roentgen leher.

PrognosisEpiglottitis acuta adalah penyakit yang gawat dan proses-

nya berjalan cepat. Proses laryngitis subglottica lebih lambat(3,5). Menurut HOEKSEMA (9) dari 12 anak dengan epi-glottitis acuta, delapan anak harus menjalani tracheotomi,diantaranya dua anak meninggal. R0BBINS dkk. (14) dalampenyelidikannya mengajukan 34 kasus epiglottitis acuta padaorang dewasa dengan angka kematian 53%. GORFINKEL dkk.(7) mengajukan tiga kasus orang dewasa, dua orang diantara-nya meninggal.

34 Cermin Dunia Kedokteran No. 9, 1977

Page 28: cdk_008_THT

TerapiTerapi ditujukan pada pemeliharaan saluran udara dan

menghilangkan inflamasi serta oedemnya. Bila ditelnukanpada stadium yang belum lanjut, dapat diberikan mcdikamcn-tosa, antara lain : antibiotika yang adekwat, dan kortikostero-id dengan harapan dapat mengurangi oedem. Juga harus selalusiap untuk mengambil tindakan tracheotomi atau intubasibila sewaktu-waktu ada gejala dyspnoe.Yang terpenting, bila ada tanda-tanda dyspnoe harus selekasmungkin dilakukan tracheotomi, karena menurut POTONDI

(13) : Tracheotomi tidak dapat diharapkan berhasil denganbaik, bila dilakukan pada fase dyspnoe setelah anoxia yanglama, dan peredaran darah yang insufisien.

Menurut TARKKANAN dkk. (16) yang menyelidiki 525kasus laryngitis subglottica selama empat tahun (1965 — 1968)di Oto-Laryngological Hospital, University of Helsinky, hanyasepuluh kasus atau 2% yang memerlukan tracheotomi. Sedangdari 23 kasus epiglottitis acuta, dalam jangka waktu yangsama, ada 12 kasus atau 48% yang mengalami tracheotomi,diantaranya pada tujuh kasus harus dilakukan tracheotomidengan segera pada saat masuk rumah sakit. Dari 12 kasusyang mengalami tracheotomi tersebut diatas, dua diantaranyaadalah penderita dewasa.

lntubasi atau tracheotomi

BROESS dkk. (4) maupun TRAFF (17) lebih suka me-lakukan intubasi, akan tetapi beberapa ahli lainnya sepertiBENJAMIN (3), STRIKER dkk. (15), TARKKANAN dkk.(16) lebih condong untuk melakukan tracheotomi.Keuntungan dari intubasi ialah bahwa komplikasi-komplikasitracheotomi seperti mediastinal emphysema, pneumothorax,perdarahan dsb. dapat dihindarkan pada tindakan intubasi.Tetapi intubasi harus dilakukan dalam Intensive Care Unit danmemerlukan alat-alat khusus serta tenaga-tenaga yang betul-betul ahli dalam melakukan intubasi maupun tenaga untukmerawat penderita setelah intubasi dilakukan. Pada epiglottitisacuta sudah ada proses inflamasi dan oedem di daerah itu,maka bila dilakukan intubasi oleh tenaga yang kurang ahli,malah akan memberi trauma dan juga dapat menyebabkanspasme sehingga jalan nafas akan lebih sempit lagi.

Kasus. – Seorang laki-laki, berumur 18 tahun, datang ke poliklinikTHT pada tanggal 12 Pebruari 1972. Pada anamnesis disebutkanbahwa sejak tiga hari yang lalu terasa sakit bila menelan atau minum,mula-mula hanya sedikit, makin Iama makin menghebat. Banyak ludah.Sukar untuk berbicara. Badan sedikit panas 'greges'. Penderita tidakmerasa sesak nafas, tidak parau, tidak batuk. Tidak ada trismus.Anamnesis corpus alienum disangkaL

Pada pemeriksaan didapatkan bahwa penderita kelihatan menderita.Mulut agak terbuka. Turgor cukup baik . Nadi 100/menit. Suhu badan37,5° C. Telinga kanan dan kiri tak ada kelainan. Hidung tak adakelainan.Tenggorok : T-I/I, agak merah, tidak membesar, Uvula agak oedem.Pharynx merah, simetris. Retensi ludah banyak. Dasaz cavum oris tidakmembengkak. Larynx : pada pemeriksaan dengan laryngoskopi indirek-ta, tampak epiglottis merah, bengkak, egaal. Plica ary-epiglottica jugamerah, agak bengkak. Chorda vocalis tidak dapat dilihat dengan jelas.Nyeri tekan di daerah leher bagian depan. Tldak ada pembesarankelenjar.Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan bahwa : jumlah le-kosit 10.000; Laju endapan darah 75/90; Hitung jenis sedikit bergeserkekiri. Hapusan tenggorok menunjukkan kuman Streptococcus haemo-

lylicus dan B. pyocyaneus. Pada foto roentgen, kedua paru-parunampak tenang .Diagnosis : epiglottitis acuta. Terapi : diberikan Pen-strep 4:1/2 duakali sehari; injeksi kortikosteroid setiap hari. Makanan cair. Selamadalam perawanan diobscrvasi, bila sewaktu-waktu timbul dyspnoe,harus dilakukan tracheotomi dcngan segera.Keadaan pendcrita berangsur-angsur membaik, tanpa dllakukan tracheo-tomi dan dapat dipulangkan enam hari kemudian.

DiskusiObstruksi jalan pernafasan bagian atas karena inflamasi

yang akut dapat merupakan bahaya fatal, terutama padaanak-anak. Obstruksi ini umumnya disebabkan oleh laryngitissubglottica atau supraglottica (epiglottitis) acuta. Proses epi-glottitis acuta lebih cepat dan lebih berbahaya daripadalaryngitis subglottica. Biasanya menyerang anak-anak umurtiga sampai enam tahun, tetapi dapat juga menyerang orangdewasa.

Pada kasus diatas, keluhan penderita hanyalah dysphagiayang cepat menghebat, tanpa menunjukkan tanda-tandadyspnoe dan suara serak. Ini disebabkan karena prosesnyabelum meluas. Juga dysphagia dan rasa sakit di tenggoroktidak seimbang dengan keadaan pharynx yang terlihat.

Pada kepustakaan Barat (7,12,13,14), epiglottitis acutapada orang dewasa hampir selalu disertai dengan dyspnoe yangmemerlukan tracheotomi. MORGENSTEIN (12) mengatakanbahwa pada orang dewasa, dyspnoe baru terjadi bila plicaary-epiglottica ikut membengkak. Epiglottis saja yang me-radang dan oedematous belum cukup menyebabkan dyspnoe.TU RNER (18) dalam penyelidikannya telah menyuntik facieslingualis dari epiglottis pada mayat sehingga oedematous, danepiglottisnya tidak mau melipat. Bila plica ary-epiglotticajuga disuntik, epiglottis baru melipat, berbentuk omega danintroitus laryngeus mengecil. Dari kedua facies lingualis danlaryngeus, facies lingualis yang lebih mudah meradang olehkarena di situ jaringan ikatnya lebih longgar (2,12).

Pada anak kecil, dyspnoe sangat menyolok karena epiglot -tisnya berbentuk omega, bertendensi untuk melipat longitu-dinal, dan plica ary-epiglotticanya tertarik ke atas, sehinggaintroitus laryngeus lebih sempit dibandingkan pada orangdewasa. Oleh sebab itu bila ada radang dan oedem, introituslaryngeus ini cepat tersumbat (10). Yang penting, pada anakkecil dengan dyspnoe dan stridor harus diingat juga ke-mungkinan epiglottitis acuta; jangan terpaku pada laryngitissubglottica, corpus alienum dan lain-lain (6).

KEPUSTAKAAN

1. BAXTER J D : Acute epiglottitis in children. The laryngoscope77 (8) : 1358–1367, 1967.

2. BECKER–BLOEMKOLK M J: Acute epiglottitis. Ned T Geneesk112 (76) : 1211 – 1213, 1968.

3. BENJAMIN B : Acute inflammatory airway obstruction in infantsand children . The Medical Journal of Australia, presented by MeadJohnson for the Medical Profession in Indonesia, no. 1.

4. BROESS A A M, MOM G M, VAANDRAGER G J : Nasotrachealeintubatie bij kinderen met epiglottitis en subglottische laryngitis.Ned T Geneesk 113 (37) : 1593 – 1597, 1969.

5. DOLOWITZ D A : Basic Otolaryngology. New York - Toronto -London McGraw Hill Book co. 1964, pp 257 – 261.

6. FERMIN H, HANSEN H J J : Epiglottitis acuta.Ned T Geneesk106 (18) : 875 – 877, 1962.

Cermin Dunia Kedokteran No. 9, 1977 35

Page 29: cdk_008_THT

7. GORFINKEL J H, BROWN R, KABINS S A : Acute infectiousepiglottitis in adults. Ann Int Med 70 (2) : 289 — 294, 1969.

8. HANDA J L : Acute epiglottitis in adults. J Laryngol and Otol86 (9) : 927 — 928, 1972.

9. HOEKSEMA P E:Acute laryngitis bij het jonge kind. Ned T Geneesk111 (43) : 1901 — 1902, 1967.

10.LEDERER F L : Diseases of the Ear, Nose and Throat, 5 ed.Philadelphia, F.A. Davis Co. 1947 694.

11.LINDSAY J R, LIERLY D M, HUFFMAN W C : The Yearbookof the Ear, Nose and Throat 1967 — 1968. Acute epiglottitis inadults due to infections with Haemophillus influenzae type B, pp179 — 180.

12.MORGENSTEIN K M, ABRAMSON A L : Acute epiglottitis inadults. The laryngoscope 81 (7) : 1066 — 1073, 1971.

13.POTONDI A, RIBARI O: Clinical and Medical—Legal aspects of

acute epiglottitis. J Laryngol and Otol, 83 (7) : 141—145, 1969.14. ROBBINS J P, FITZ HUGH G S : Epiglottitis in the adults.

The laryngoscope 81 (5) : 700 — 706, 1971.15.STRIKER T W, STOOL S, DOWNESS J J : Prolonged nasotracheal

intubation in infants and children Arch Otolaryngol 85 (2) : 210 —213,1967.

16.TARKKANAN J, KOHONEN A : Tracheotomy in subglotticlaryngitis (pseudocrop) and acute epiglottitis. Acta Oto—Lary-ngologica 74 (4) : 283 — 286, 1972.

17.TRAFF B, TOS M : Nasotracheal intubation in acute epiglottitis.Acta Oto—laryngologica 68 (4) : 363 — 368, 1969.

18. TURNER L: Dikutip oleh Morgenstein.19.VAN BEUSEKOM J A H : Acute epiglottitis bij kinderen en bij

volwassenen. Ned T Geneesk 112 (1) : 49 — 50, 1968.

KarsinomaNasopharynx

dr. Bambang S.S.Bagian T.H.T.Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro/R.S. dr. KariadiSemarang

Dalam tulisan ini kami hanya ingin mengingatkan kembalikepada sejawat mengenai karsinoma nasopharynx, sebab ke-ganasan ini merupakan keganasan nomor satu di bidang THTdan termasuk sepuluh besar dari keganasan seluruh tubuh.

Karsinoma nasopharynx adalah tumor ganas di naso-pharynx, dan sesuai dengan namanya, lokalisasi tumor i niadalah di nasopharynx. Banyak penyelidik menerangkan bah-wa lokalisasi permulaan tumor ini ialah fossa Rosenmulleri,sebab daerah tersebut merupakan daerah pergantian perubahanepitel, dari silindrik/kuboid ke epitel gepeng berlapis. Daerahpergantian inilah yang diperkirakan merupakan tempat pre-disposisi terjadinya karsinoma. Akan tetapi hal itu tidakselalu demikian.

M0CH. ZAMAN mengemukakan bahwa keganasan naso-pharynx dapat tumbuh di beberapa tempat di nasopharynx,yaitu : (1) di tempat dimana biasanya adenoid didapatkan(atap nasopharynx), (2) pinggir choane, (3) di dinding lateralfossa Rosenmulleri.

THEMANS juga membagi daerah tumbuh keganasan —nasopharynx itu menjadi tiga daerah pula, yang dasarnyatidak banyak berbeda dengan yang dikemukakan olehM0CH.ZAMAN, yaitu : (1) dinding superior-posterior, meliputipermukaan basis cranii, (2) dinding lateral, mulai dindingtuba berjalan ke belakang sampai dinding pharynx bagianbelakang, (3) dinding anterior, di atas palatum molle sampaibelakang choane.

Berdasarkan sampai dimana lokalisasi tumor itu,THEMANSmembuat klasifikasi tumor dengan simbol T sebagai berikut:

T o atau T X : tumor belum kelihatanT 1 : tumor terbatas satu lokalisasi saja, misalkan

daerah 1, 2 atau 3 saja.T2 : tumor kelihatan jelas pada dua lokalisasi,

dari tiga daerah lokalisasi tersebut di atas.T 3 : tumor sudah meluas keluar dari nasopharynx,

tetapi belum ada kerusakan tulang.T 4 : tumor sudah keluar dari nasopharynx, dan

sudah ada kerusakan tulang.

Gejala-gejalaGejala ini sangat penting artinya sebab pada umumnya

induk karsinoma nasopharynx boleh dikatakan sedikit sekalimemberikan gejala yang jelas. Kami sering dihadapkan dengankesulitan dalam menentukan atau menemukan induk karsi-noma itu, walaupun telah ada tanda atau gejala sekunder yangjelas di tempat lain. Gejala sekunder inilah yang sering men-dorong penderita untuk pergi ke dokter. Karena gejala indukkarsinoma itu tidak jelas, sedangkan yang menonjol ialahgejala sekunder, akibatnya penderita datang pada dokter dalamstadium yang sudah agak lanjut. Jarang sekali penderita datangpada stadium dini. Atau dapat terjadi sebaliknya : penderitadatang pada stadium dini, tetapi dokter masih belum memi-kirkan adanya sebab utama di nasopharynx. Gejala karsinomaini dapat digolongkan dalam beberapa kelompok :

36 Cermin Dunia Kedokteran No. 9, 1977

Page 30: cdk_008_THT

1. Gejala hidungGejala ini mula-mula sangat membingungkan karena tidakbanyak bedanya dengan penyakit hidung lainnya, misalnya:hanya pilek-pilek saja, keluar ingus banyak, dapat encer,kental atau berbau.Ingus kadang-kadang tercampur darah waktu buang ingus, ataukeluar dengan sendirinya (spontan) tetapi sedikit. Bila tumorcukup besar sehingga menutup jalan udara, maka ada keluhanhidung tersumbat. Tetapi hal ini jarang terjadi.

2. Gejala telingaKurang pendengaran, tinnitus nada rendah, atau nyeri ditelinga. Gejala ini disebabkan oleh meluasnya karsinoma kesekitar tuba Eustachius (orificium tubae) sehingga terjadi pe-nyumbatan saluran tuba, akibatnya terjadi tuli konduktip.Gejala hidung dan telinga oleh beberapa penderita masih di-anggap ringan, sehingga masih belum merasa perlu untuk pergike dokter.

3. Gejala tumor leherTumor leher yang disebabkan oleh karsinoma nasopharynxterletak di ujung processus mastoideus, di depan m. ster-nocleidomastoideus dan di belakang angulus mandibullae.Pembesaran tumor leher ini merupakan penyebaran terdekatsecara limfogen; sedang penyebaran jauh dapat ke: hati, paru-paru, tulang pinggul, os sacrum dan lain-lain.

Pembesaran tumor di leher inilah yang sering mendorongpenderita pergi ke dokter, sesuai dengan data yang dikumpul-kan di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Surabaya,Medan dan lain-lain tempat. Oleh karena itu kami ajak sejawat-sejawat dari segala tempat agar tidak melupakan kemungkinanadanya karsinoma nasopharynx bila mendapatkan penderitadengan tumor leher yang letaknya khas itu.

Mengenai penyebaran tumor ke kelenjar limfe, THEMANS -dan penulis lain mengadakan pembagian sebagai berikut :

N0 : belum ada tumor di leherN 1 : ada tumor leher homolateral dan tumor masih

mudah bergerakN 2 : ada tumor kontralateral atau bilateral, masih

mudah bergerak.N3 : ada tumor leher kontralateral atau bilateral, tidak

dapat bergerakDi samping itu, masih ada juga klasifikasi berdasarkan metasta-sis jauh dengan kode M.

M0 : Belum tampak metastasis jauhM1 : sudah ada metastasis jauh

Berdasarkan kode-kode di atas, yaitu hubungan antara tumor,limfonodi danmetastasis jauh, dapat ditentukan stadium karsi-noma nasopharynx :

S 1 : T0-2 N0 M 0

S2 : T0-2 N1-2 M0S 3 : T0-2 N 3 M 0 ; T 3 N0-3 M0

S 4 : T4 N 0-3 M0 ; T0-4 N0-3 M1

Klasifikasi ini sangat penting artinya bagi prognosis penderita.

4. Gejala-mataGejala mata yang mula-mula timbul bukan berupa kekurangan

penglihatan/visus, melainkan keluhan bila melihat benda men-jadi dua (diplopia). Hal ini terjadi oleh karena N VI yang le-taknya tepat di atas foramen lacerum menjadi korban terlebihdahulu. Bila keadaan melanjut, N III dan N IV akan terkenapula yang mengakibatkan kelumpuhan mata(ophthalmoplegia).

5. Gejala cranial / gejala sarafTumor sudah meluas ke cranium atau sudah mengenai sarafpusat. Biasanya didahului oleh gejala-gejala subyektif berupa :sakit kepala atau pusing; kurang rasa (hypesthesia) daerah pipidan hidung; dan susah menelan atau bila minum air keluar darihidung. Setelah gejala subyektif ini kemudian akan tampakjelas adanya kelumpuhan-kelumpuhan saraf pusat.

Untuk mengingatkan akan kemungkinan adanya karsinomanasopharynx, MULYONO DJOJOPRANOTO mengusulkan pe-doman sebagai berikut :

1. Setiap ada tumor di leher, ingatlah selalu akan kazsinomanasopharynx. Lebih-lebih bila lokalisasi tumor itu di bawah processusmastoideus dan angulus mandibularis.

2. Setiap ada tumor di leher, ada gejala hidung dan gejalatelinga ditambah gejala mata dan saraf.

3. Adanya lima gejala lengkap.Pedoman ini sebagian besar dapat dipakai, tetapi sebagai titiktolak diambil tumor leher yang sudah merupakan metastasistumor, jadi tidak merupakan diagnosis dini. Untuk sejawatdokter umum, pedoman di atas sudah mencukupi, tetapiuntuk dokter ahli masih jauh dari memuaskan. Untuk mem-perkuat diagnosis, perlu diadakan pemeriksaan sitologi danpatologi anatomik.

Pemeriksaan sitologiUntuk pemeriksaan sitologi, cara pengambilan bahan sa-

ngatlah mudah dan sederhana. Dengan cell-brush kita me-ngorek mukosa dari nasopharynx kira-kira di daerah fossaRosenmulleri dengan jalan memasukkan cell-brush dari hidung.Kemudian bahan itu dimasukkan ke dalam alkohol 70 % untukdikirim ke Bagian Patologi Anatomik.Cara lain dapat dilakukan dengan menggunakan pompa isap(suction pump). Di ujung pompa isap diberi kateter logam,lalu dimasukkan lewat hidung sampai ke nasopharynx; kemu-

Cermin Dunia Kedokteran No. 9, 1977 37

Page 31: cdk_008_THT

dian kateter diputar + 90 derajat, lalu pompa disedot kuat-kuat sehingga ada sel-sel yang ikut terhisap. Proses selanjutnyasama dengan di atas.

Pemeriksaan Patologi AnatomikUntuk pemeriksaan ini diperlukan bahan (coupe) yang

didapat dari biopsi. Alat-alat biopsi ini sangat sederhana:(1) nasal cutting forceps, (2) speculum hidung, (3) kniepincet, (4) tampon kain kasa, (5) kapas, dan (6) larutancocain 5 % atau pantocain 1 %.

Cara biopsi (blind biopsi).– Daerah hidung yang akan dibiopsidiberi anestesi lokal dengan cocain 5 % atau pantocain 1 % dengancara memasukkan kapas yang telah dibasahi dengan larutan tersebutke dalam hidung. Tunggu lima sampai limabelas menit.Setelah kapas diambil, tang biopsi dimasukkan ke dalam menyusuridasar cavum nasi sampai menyentuh dinding belakang nasopharynx.Kemudian ujung tang digeser ke lateral mengikuti dinding lateralnasopharynx sambil ditazik ke depan perlahan-lahan. Kira-kira padadaerah fossa Rosenmulleri kami lakukan biopsi.Biopsi ini memang kurang sempurna, tetapi sengaja kami utarakancara yang sederhana sehingga sejawat yang mungkin mempunyai saranayang kurang Iengkap dapat mengerjakannya. Menurut pengalamankami, dari seluruh biopsi dimana kazsinoma nasopharynx dicurigai,blind biopsi ini memberi hasil 71,8 %

lnsidens

Karsinoma nasopharynx banyak terdapat pada umur 30 - 60tahun, frekwensi terbanyak pada umur 40 - 50 tahun. Lebihsering didapatkan pada laki-laki daripada wanita. Mengenaihubungannya dengan ras, dalam kepustakaan disebutkan bah-wa pada orang Tionghoa didapatkan frekwensi yang jauhlebih besar; tetapi ada hal yang membingungkan, yaitu bilakita melihat di RRC dimana frekwensi pada penduduk RRCSelatan jauh lebih besar bila dibandingkan dengan RRCsebelah Utara.Di bawah ini disajikan frekwensi relatif karsinoma nasopharynxdi Indonesia :

1. Jakarta : 7,79 %2. Bandung : 5,82 %3. Semarang : 15,7 %4. Surabaya : 7,7 %5. Malang : 5,6 %6. Denpasar : 3,86 %7. Medan : 6,1 %8. Ujung Pandang : 6,7 %

Sebagai perbandingan, di bawah ini kami cantumkan fre-kwensi relatif karsinoma nasopharynx dari benua Asia - Aus-tralia :

1. RRC Utara,– distrik Tionghwa : 7,9– distrik Tsinan : 5,1– distrik Peking : 4,0RRC Selatan,– Kwantung : 56,9– Kwangsi : 31,1– Fukien : 16,2

2. Hongkong : 18,33. Malaysia & Singapura : 13,24. Thailand : 5,25. India : 1,8 – 2,36. Taiwan : 12,17. Philipina : 3,78. Australia

0,2 – 0,3– Asli :

38 Cermin Dunia Kedokteran No. 9, 1977

– Tionghoa lahir diAustralia : 10,2

– Tionghoa pendatang : 35,1

Perlu kami ketengahkan bahwa Jepang, walaupun berada dikawasan Asia, mempunyai frekwensi yang sangat kecil : 0,08 %Pengobatan

Pengobatan yang paling murah ialah dengan radioterapi,tetapi hasilnya juga tidak memuaskan. Banyak obat sitostatikawaktu ini, tetapi harganya masih terlalu tinggi untuk rakyatkecil. Dua hal ini masih merupakan hambatan untuk sejawatdi puskesmas dalam menanggulangi karsinoma nasopharynxkhususnya dan keganasan pada umumnya.Prognosis

Penderita jarang yang mencapai hidup lima tahun (fiveyears survival), lebih-lebih bila tumor didapatkan pada stadiumyang sudah lanjut.

KEPUSTAKAAN

1. BALLENGER HC, BALLENGER II : Diseases of the nose, throatand ear, 10 ed. Philadelphia, Lea & Febiger, 1957, p 519.

2. BOIES LR et al : Fundamentals of otolaryngology. A textbook ofear, nose, and throat diseases; 3 ed. Philadelphia, London, WBSaunders Co., 1963, pp 350–352.

3. IRWIN SUMARMAN : Tumor ganas nasopharynx pada BagianTHT RSUP dr. Hasan Sadikin – Bandung.

4. JACKSON C, JACKSON CL : Diseases of the nose, throat and ear,2 ed. Philadelphia, London, WB Saunders Co., 1959, p 279.

5. LIANG PE CHIANG : Studies on nasophazyngeal carcinoma in theChinese – Statistical and laboratory investigations. Chinese Med J183 (6) : 373–390, 1964.

6. LINDSAY R : Yearbook of eaz, nose and throat 1967 – 1968,pp 159–1960.

7. MOCH. ZAMAN : Diagnostik tumor maligna dari nasopharynx."Postgraduate Course" Muktamar IDI Ke IV di Surabaya, 1953, pp62–66.

8. MULJONO DJOJOPRANOTO : Beberapa segi patologi tumorganas nasopharynx di Jawa Timur. Tesis Universitas AirlanggaSurabaya 1960. Gitakarya Surabaya, 1960.

9. MORRISON : Diseases of the nose, throat and ear, 2 ed. New York,Appleton Century Crofts Inc., 1955, p 506.

10.MECKIE DEC, LAWLEY M : Nasophazyngeal carcinoma (amongChinese) – Clinical analysis of 120 cases. AMA Arch Surg 69 : 841–848, 1954.

11.ONGSIATO Jr.: Cancer of the nasophazynx. Philip J Cancer 8(2) :73–77, 1968.

12.THEMANS HH: Maligne nasopharyngeal neoplasmata. AcademischProefschrift (in de Geneeskunde aan de Universiteit van Amsterdam)2 July 1970, Drukkerij mur–allsmeer 1970.

13.TANWIR JM : Patologi carcinoma nasopharynx khusus ditinjaudari segi histogenesis. Cetakan pertama. Bandung, Penerbit Alumni,1975.

Page 32: cdk_008_THT

SILAHKAN COBA

Konggres Nasional I Perhimpunan Biokimia lndonesia yang telahberlangsung di Surabaya pada tanggal 27 s/d 29 Juni 1977 bertema :Peranan Biokimia pada Industri hayati.

Pada pertemuan tersebut telah diajukan beberapa kertas kerja tentangbahan makanan a.l. tiwul dan bekatul. Kedua bahan makanan ini memanghanya dikenal di pulau Jawa, khususnya Jawa Tengah dan Jawa Timur.,sehingga untuk para peserta dari daerah, seperti misalnya Sumatera Utara,tak ada gambaran tentang bentuk dan rasa kedua bahan makanan tersebut.

Keesokan harinya sewaktu hendak makan pagi di restauran salahsebuah hotel yang cukup besar terjadi percakapan sebagai berikut :— Mau makan pagi apa, Tuan !+ Mmm, saya kepingin mencoba tiwul !

Sang pelayan hampir tak percaya apa yang telah didengar— Eh, eh, maaf, disini tidak ada tiwul, Tuan.+ Ah sayang,.........................kalau tidak ada tiwul, bekatul juga boleh, bah !!— ??????????

dr. Oen L.H.Jakarta.

T.K.O.Seorang bayi yang baru berumur dua bulan oleh ibunya dibawa ke tempatpraktek saya untuk pemeriksaan rutin. Dalam pemeriksaan kulihat bercakmerah semacam hemangioma di dahi bayi tersebut. Sambil lalu kukatakan :"Bercak semacam ini pasti hilang sendiri pada umur lima tahun". " Memang,demikian juga yang dikatakan oleh dokter pada ibu saya 25 tahun yang lalu",jawab ibu bayi itu sambil menyisihkan rambut dari dahinya. Dan kulihatbercak merah di dahi tersebut, tepat seperti bercak pada anaknya

EFEK SAMPING K.B.

Seorang wanita yang telah bertahun-tahun men-jadi pasien saya pada suatu hari meminta pilkontrasepsi, padahal saya tahu bahwa dalamperkawinannya yang telah berumur dua tahunitu ia belum dikaruniai seorang anakpun. Denganheran kutanyakan mengapa ia tiba-tiba mintapil K.B. "Seminggu yang lalu saya telah bercerai,dok" , jawabnya.

Jawaban Ruang Penyegar dan Penambah llmu Kedokteran

1. D 4. C 7. A2. A 5. C 8. D3. B 6. B 9. C

10. D

Cermin Dunia Kedokteran No. 9, 1977 41

Page 33: cdk_008_THT

Catatan singkatPertumbuhan (growth) merupakan indikator ter-baik dalam menentukan status gizi seorang anak;indikator ini lebih dapat dipercaya daripada gejalaklinik dan laboratorium. Bila dalam suatu kelompokmasyarakat banyak didapatkan anak dengan tubuhpendek, ini lebih sering disebabkan oleh faktornutrisi-infeksi daripada akibat perbedaan genetik.Kecuali pada segelintir golongan etnik tertentu,semua anak memiliki potensi pertumbuhan yangsama. Ini berarti bahwa nilai-nilai standard inter-nasional untuk pertumbuhan secara praktis dapatdipergunakan di semua negara.

WHO Tech Rep Ser No. 600, 1976, pp 95-96.

Sangatlah mengherankan bahwa analgesia yangdilakukan dengan akupunktur dapat dihilangkan/dihambat oleh naloxone,suatu antagonis narkotika.Dalam proses analgesia tersebut diperkirakanakupunktur menyebabkan pelepasan endorphin,suatu zat yang secara alamiah terdapat di dalamotak & hipofisis dengan efek yang menyerupaizat-zat narkotika.

Science 195 : 471-473. 1977.

Kekuatan jaringan pada luka yang telah sembuhdipengaruhi ioleh berbagai faktor. Salah satu faktoryang tidak disangka-sangka ialah pengaruh infeksioleh kuman-kuman. Luka yang terinfeksi, setelahsembuh justru lebih kuat daripada yang tidakterinfeksi. Bila pada suatu luka ada bagian yangterinfeksi dan ada yang tidak, bagian yang terin-feksi ini lebih kuat. Diperkirakan bahwa infeksimenyebabkan jaringan granulasi lebih banyak di-bentuk. Bakteri yang pernah dipakai dalampercobaan ini ialah E. coli, Proteus mirabilis,P. aeruginosa, S. fecalis.

Surg Gynecol Obstet 144 : 347-350, 1977.

Absorbsi obat dalam bentuk sirup biasanya lebihbaik daripada bentuk tablet atau kapsul. Sebagaicontoh, dengan dosis yang sama, rifampin bentuksirup menghasilkan konsentrasi obat dalam serumsebesar dua kali konsentrasi yang dihasilkan olehtablet rifampin yang terbaik.

Clin Pharmacol Ther 21 : 370-374, 1977.

Dr. Carleton Gajdusek adalah pemenang hadiahNobel untuk ilmu kedokteran tahun 1976 untukdua hasil penemuannya, yaitu : (i) adanya slowvirus yang atipik, atau lebih tepat disebut `virus-like agent ' karena sifatnya lain daripada virusbiasa, seperti resistensinya terhadap DNA—ase danRNA—ase, dan (ii) bahwa virus tersebut dapatmenyebabkan penyakit degeneratif pada susunansaraf pusat. Sejarah penemuannya dimulai padatahun 1957 ketika ia sedang berkunjung ke Aus-tralia dan mendengar adanya suatu penyakit diIrian Timur yang oleh penduduk asli disebut kuru.Penyakit ini disebabkan oleh kanibalisme di kalanganmasyarakat primitif, yaitukebiasaan-memakantubuh anggota keluarga yang meninggal, terutamaotaknya. Selama setahun dokter yang menguasai12 bahasa ini hidup di Irian dan telah menemukan200 penderita yang meninggal akibat penyakit ini.Degenerasi susunan saraf pusat pada penyakitini ternyata disebabkan oleh sejenis virus yangdapat juga ditularkan pada monyet dengan inoku-lasi langsung ke otak. Bila diingat bahwa masainkubasi penyakit ini adalah 22 bulan, dapat di-bayangkan sulitnya untuk membuktikan hubunganlangsung antara penyebab (agent) dan penyakitini. Dengan masuknya kebudayaan modern, kinikanibalisme praktis telah tidak ada, sehingga selamalima tahun terakhir ini penyakit tersebut tak pernahdi jumpai lagi. Akan tetapi jangan dianggap bahwadengan demikian penemuan tadi tidak berguna,karena ternyata berbagai penyakit pada susunansaraf pusat yang dulu hanya disebut sebagai"chronic idiopathic degenerative disorders" seka-rang banyak yang dapat dibuktikan disebabkanoleh slow virus.

Arch Neurol 34 : 205 — 208, 1977.

Selain jumlah protein, kwalitas protein juga ikutmenentukan mutu diet seseorang. Kwalitas proteindalam diet dapat ditingkatkan dengan menggabung-kan berbagai makanan sedemikian rupa sehinggasetiap kali makan tubuh memperoleh semua asamamino esensial dalam perbandingan yang tepat.Sebagai contoh, beras, yang sangat sedikit me-ngandung asam amino lysine, dapat digabungkandengan kacang atau kedele, yang banyak me-ngandung lysine. Bila kedua makanan tersebutdimakan bersama-sama, akan didapatkan campuranprotein dengan mutu yang lebih baik.

Pediatrics 59 : 460,1977.

42 Cermin Dunia Kedokteran No. 9, 1977

Page 34: cdk_008_THT

Dapatkah saudara menjawab pertanyaan-pertanyaan di bawah ini ???Jawahan dapat dilihat pada halaman 41

Untuk nomor 1- 8, sesuaikan jawaban dcngan huruf-huruf disebelahiiya.1. Tanda Cvostek (A) Pankreatitis akuta2. Tanda Turner (B) Kebiru-biruan di sekitar um-

bilikus.3. Tanda Cullen (C) Tabes dorsalis4. Tanda Romberg (D) Tetani

5. Penyakit Meniere (A) Disebabkan oleh kelumpuh-an saraf simpatik cervicalis

6. Bell's palsy (B) Disertai kelumpuhan bibirdan pipi

7 Sindroma Horner (C) Vertigo aural8. Hydrocephalus interna (D) Disertai dengan papiledema,

bradycardia dan muntah-muntah.

pilihlah satu jawaban yang tepat :9. Bisul-bisul pada umumnya disebabkan oleh:

(A) Staphylococcus albus(B) Staph. citreus(C) Staph. aureus(D) Streptococcus viridans

10.Pada kematian oleh keracunan metil-alkohol, ditemukan:(A) edema otak(B) nekrosis pankreas(C) nekrosis neuron-neuron retina(D) semuanya di atas

Seorang pekerja, berumur 23 tahun, dibawa ke rumah sakitsegera setelah mendapat kecelakaan waktu naik sepeda motor.Tulang pahanya yang sebelah kiri jelas telah mengalami fraktu-ra tertutup, diperkirakan mungkin juga ada trauma pada pelvisbagian dalam. Waktu pertama kali diperiksa keadaan umumpenderita baik, nadi dan tekanan darah baik, kecuali bahwa iatampak pucat. Tidak ditemukan perdarahan terbuka dari ba-gian-bagian tubuh. Paru-paru, cor, abdomen tak ada kelainan.Diberikan pengobatan konservatif. Keadaan umum penderitatetap baik sampai 24 jam kemudian ketika tiba-tiba keadaanumumnya dengan cepat menurun. Kesadaran menurun, pende -

rita tampak gelisah, pernafasan menjadi cepat, dan tampak se-kit cyanosis. Tekanan darah 95/70, pernafasan 32 per menit,suhu 38,3 °C. Tampak beberapa petechiae pada conjunctivadan badan. Terdengar ronchi pada basal kedua paru-paru. Cortak ada kelainan. Pemeriksaan laboratorium rutin terhadapdarah dan urin tak menunjukkan hal-hal yang berarti.

(1) Apakah keadaan yang menyerupai shock pada penderitaini disebabkan oleh kehilangan darah?

(2) Apa yang menyebabkan perubahan yang terjadi secaraakut 24 jam kemudian itu?

(3) Bagaimana cara menegakkan diagnosis yang tepat padapenderita ini?

(4) Bagaimana terapinya?(5) Bagaimana prognosisnya?

(1) Mungkin saja bahwa penderita tersebut telah kehilang-an satu liter darah akibat fraktura yang menyebabkan perda-rahan di dalam, meskipun tak tampak perdarahan di luar. Na-mun keadaan ini kurang mungkin bila ingat bahwa keadaanumumnya pada waktu datang masih baik dan selama 24 jamkemudian juga masih baik. Faktor kehilangan darah mungkinmembantu perkembangan kemudian.

(2) Terjadinya cyanosis, tachycardia dan pre-shock padapenderita ini yang tiba-tiba sangat menyokong kemungkinanembolisme lemak. Kemungkinan emboli paru-paru yang "kon-vensionil " belum dapat disingkirkan, akan tetapi pada kasus initampaknya terjadinya terlalu awal.

(3) Diagnosis emboli lemak kadang-kadang sulit ditegak-kan. Sputum dan urin harus diperiksa beberapa kali untukmencari partikel-pertikel lemak. Tidak jelas bagaimana partikellemak dapat mecapai sputum dan urin, tetapi diperkirakan le-mak tersebut berasal dari sumsum tulang yang mengalamifraktura.

(4) Tidak ada terapi khusus. Tetapi suportif berupa pem-berian oksigen; pemberian steroid, karena lesi paru-paru beru-pa lesi inflamatoir; heparin kadang-kadang diberikan juga un-tuk mencegah koagulasi intravaskular.

(5) Biasanya penderita dapat mengatasi akibat emboli le-mak ini, tetapi tentu saja prognosis tergantung juga dari luasdan beratnya trauma yang menyebabkan embolisme tadi.Dilaporkan kematian sebesar 10-20 %.

(diolah dariMedicalOpinion 3(10): 11, 1974)

Cermin Dunia Kedokteran No. 9, 1977 43

Page 35: cdk_008_THT

ILMUBEDAH

ABSTRAK ABSTRAKBARIUM ENEMA UNTUK DIAGNOSIS APPENDICITIS AKUTA PADA

ANAK-ANAK

Keterlambatan mendiagnosis appendicitis akuta, terutama pada anak-anak, seringmenyebabkan perforasi appendix. Selama ini diagnosis biasanya hanya ditegakkandengan pemeriksaan fisik dan laboratorium saja. Pemeriksaan radiologik denganbarium enema, meskipun secara teoritis mudah dilakukan dan penting untuk diagnosis,jarang — dan bahkan dilarang — dilakukan pada kasus-kasus yang dicurigai menderitaappendicitis akuta karena dianggap dapat menimbulkan perforasi. Bahwa sebenarnyabarium enema itu tidak berbahaya dan bahkan penting untuk diagnosis telah dibuktikanoleh J.Z. JONA dkk.

Enema dilakukan dengan barium sulfat. Katartik dan purgatif tidak diberikankarena merupakan kontraindikasi pada acute abdomen. Kolom barium dinaikkansetinggi + 1 m dan kemajuannya dilihat dengan fluoroskopi. Manipulasi dan tekanan-tekanan pada abdomen dilarang. Bila barium tidak masuk ke dalam appendix atauileum terminalis, jangan dipaksa dengan menaikkan kolom barium. Dalam hal ini,buatlah foto dan penderita diperbolehkan mengeluarkan barium tersebut untukkemudian dibuat foto postevakuasi.Pada beberapa penderita pernah dicoba mengulangibarium enema untuk kedua kalinya, akan tetapi hasilnya tak banyak mempengaruhidiagnosis.

Interpretasi. — Roentgenogram disebut normal bila appendix terisi penuh dan tak adaperubahan-perubahan mukosa pada appendix dan daerah ileocecaL Mobilitas appendix yangterlihat pada fluoroskopi ikut menunjukkan bahwa appendix normal. Roentgenogram mencuriga-kan bila appendix tidak terisi atau terisi sebagian, tetapi tidak ada kelainan lain pada appendix ,cecum, ileum terminalis dan sigmoid colon. Harus diingat bahwa keadaan ini dapat ditemukanjuga pada 8 — 10 persen kasus dengan appendix normal, terutama pada appendix retrocecal.Tanda yang patognomonik untuk appendicitis akuta ialah : appendix tidak terisi, terlihat ` masseffect ' (dorongan oleh suatu massa) pada batas medial dan inferior cecum, dan ` mass effect ' ataumukosa yang irregular pada ileum terminalis. Appendix yang terisi sebagian disertai denganabnormalitas mukosa dan `mass effect' pada daerah ileocecal juga dianggap sebagai tanda yangpositif. Demikian juga, appendix yang hanya terisi bagian proximalnya saja sehingga gambar seolah-olah terputus (cut-off sign) dianggap karakteristik untuk appendicitis akuta.

Pemeriksaan barium enema dilakukan pada 58 penderita yang berumur 2— 16tahun. Pemeriksaan ini dilakukan hanya bila diagnosis appendicitis meragukan.• Pada 27 kasus appendix terisi penuh dan roentgenogram normal. Meskipundemikian, dilakukan juga explorasi pada delapan kasus karena gejala-gejala kliniksangat menyokong diagnosis appendicitis akuta, dan ternyata semuanya normal.Ke 19 kasus sisanya tidak mendapat pengobatan khusus, kecuali dua kasus yangmemerlukan antibiotika karena ternyata menderita pneumonia. Ke 27 kasus inisembuh dengan cepat.• Pada 20 kasus, roentgenogram patognomonik untuk appendicitis akuta dansegera dilakukan operasi : 18 di antaranya benar-benar menderita appendicitis akuta;satu menderita hiperplasia limfoid di daerah ileocecal dan appendix; dan pada satukasus lainnya didapatkan inflamasi pelvis sebagai komplikasi abortus.• Pada sembilan kasus dengan roentgenogram yang meragukan dilakukan observasi;pada enam kasus gejala mereda dalam beberapa jam; pada satu kasus ditemukanpneumonia yang diobati dengan segera dan gejala-gejala abdominal menghilang; padadua kasus gejala bertambah berat dan dilakukan operasi — kedua-duanya ternyatamenderita appendicitis akuta.

Dalam pemeriksaan ini tidak ditemukan komplikasi perforasi akibat bariumenema. Meskipun pemeriksaan ini dapat membantu dalam keadaan yang meragukan,ditegaskan bahwa barium enema tidak dapat menggantikan pemeriksaan fisik yangdilakukan dengan cermat.JONA JZ et al. Surg Gynecol Obstet 144 : 351 — 355, 1977.

44 Cermin Dunia Kedokteran No. 9, 1977

Page 36: cdk_008_THT

OBSTETRI

PSIKIATRI

MANA YANG LEBIH BAIK UNTUK KEHAMILAN KEMBAR : istirahat ataupenjahitan cervix ?

Tingginya mortalitas perinatal pada anak-anak kembar terutama disebabkanoleh `low birth weight' akibat prematuritas. Untuk mencegah persalinan sebelumwaktunya, beberapa ahli menganjurkan istirahat di tempat tidur; akan tetapi inimenyulitkan penderita serta keluarganya, disamping meningkatkan bahaya kelainantromboembolik. Ada juga yang mengajukan hipotesis bahwa prematuritas tadi disebab-kan oleh inkompetensi cervix akibat peregangan rahim secara berlebihan. Bila memangdemikian, seharusnya penjahitan cervix akan mengurangi insidens prematuritas.

Untuk mengetahui mana yang lebih baik, dilakukan percobaan sebagai berikut :60 pasien dengan kehamilan kembar diharuskan istirahat di tempat tidur. Pada 37pasien lain dilakukan penjahitan cervix. Sedang pada 36 lainnya tidak diberi terapisecara aktif.

Ternyata insidens dari persalinan prematur sama saja pada ke tiga golongandi atas. Berat badan rata-rata dari ke dua bayi kembar dan insidens dari 'small-for-date-babies' juga sama.WEEKES ARL et al. Brit J Obstet Gynecol 84 : 161 — 163, 1977

GANGGUAN PSIKIATRIK AKIBAT ERHARD SEMINARS TRAININGErhard Seminars Training (EST) adalah semacam kelompok terapi yang telah .

ada selama lima tahun ini di Amerika Serikat. Dalam kelompok sebanyak kira-kira250 orang, para peserta bersama-sama mengadakan "latihan" dan harus membayar$ 250,— untuk latihan selama 60—70 jam. Biasanya latihan dilakukan dalam ruangpertemuan di hotel-hotel. Para peserta duduk menghadap pelatih/pemimpin yangduduk di atas panggung yang tinggi. Pelatih menunjukkan sikap konfrontatif danauthoritatif dan sering membalas bantahan dari peserta dengan intimidasi serta ejekan.Beberapa peraturan harus dituruti : tidak boleh berbicara bila tidak diberi ijin, tidakboleh meninggalkan tempat duduk, tidak boleh merokok, tidak boleh makan atauminum, tidak boleh ke WC kecuali pada waktu istirahat. Peserta yang melanggarperaturan segera dikeluarkan dari ruangan dan dikeluarkan sebagai anggota. Latihandimulai dari pagi-pagi buta sampai malam, selama 15 jam terus menerus hanya dengandua masa istirahat. Para peserta hanya boleh makan pada waktu istirahat kedua.

Program latihan terdiri atas tiga aktivitas dasar : penerangan secara didaktiktentang ajaran EST, "pembukaan diri" (self disclosure) didepan semua peserta, dan"proses-proses". Bahan-bahan didaktik, yang diberikan secara agresif oleh pelatih,sebagian besar meminjam teori psikoanalitik, psikologi Jung, transactional analysis danfilsafat Timur. Dalam masa pembukaan diri, para peserta mengeluarkan seluruh isihati (catharsis) dengan pengakuan-pengakuan dan lain-lain. Sedang yang dimaksuddengan .proses-proses ialah latihan dengan menggunakan Gestalt, relaksasi dan tehnik-tehnik psikodrama.

Telah dilaporkan lima pasien yang mengalami gangguan psikiatrik setelah me-ngikuti latihan EST. Dari kelima pasien tersebut hanya satu yang sebelumnya mem-punyai riwayat gangguan psikiatrik. Gejala-gejala psikosis yang muncul berupa :paranoia, waham kebesaran, perubahan `mood' yang tak terkendalikan dan waham-waham lain.

Meskipun tidak dapat disimpulkan bahwa EST per se jelek bagi semua peserta,harus diingat bahwa ada sifat-sifat khusus yang merupakan predisposisi bagi psikosisbila mengikuti EST. Menurut kesan penulis, sikap pelatih yang authoritatif, kon-frontatif serta agresif ditambah dengan hambatan-hambatan terhadap kebutuhanfisiologik seperti makan, berbicara dsb. mendorong peserta untuk mengidentifikasikandiri dengan pelatih tersebut ("identification with the aggressor"). Bila mekanismepertahanan ini tidak mampu membendung anxietasnya, akan terjadi ego fragmentasidan dekompensasi psikotik.

GLASS LL et al. Am J Psychiatry 134 : 245 — 247, 1977.

Catatan : Terlihat persesuaian antara peristiwa di atas dengan kejadian pada masa perploncoanmahasiswa, yang menurut dr. SUYONO — Kepala Bagian Psikiatri FK—UGM— telahmembawa banyak korban psikiatrik.— Red.

Cermin Dunia Kedokteran No. 9, 1977 45

Page 37: cdk_008_THT

GIZI

EFEK KHUSUS PROTEIN KEDELE TERHADAP KHOLESTEROL

Meskipun tidak semua setuju, sebagian besar kalangan kedokteran berpendapatbahwa hiperkholesterolemia merupakan predisposisi untuk penyakit jantung koroner,terutama bila keadaan tsb. berlangsung seumur hidup seperti pada hiperkholesterole-mia familial. Akan tetapi, disamping faktor genetik, kadar kholesterol di dalam darahdipengaruhi juga oleh diet.

SIRTORI dkk. melaporkan bahwa diet-protein-kedele, yaitu diet di mana proteinhewani diganti dengan protein kedele, dapat menurunkan kadar kholesterol dalam se-rum. Telah d.ilakukan suatu percobaan terhadap 21 penderita hiperlipoproteinemia tipeII untuk membandingkan efek diet-rendah-kholesterol-rendah-lemak (a) dengan diet-protein-kedele(b). Dipakai metoda cross-over yaitu sebagian penderita diberi diet (a)selama tiga minggu kemudian diganti dengan diet (b), sedang sebagian yang lain diberidiet (b) dulu baru kemudian diet (a). Setelah itu jadwal diet dibalik pada kedua go-longan tsb.

Ternyata diet-rendah-kholesterol-rendah-lemak praktis tidak berguna, sedangkandiet-protein- kedele berhasil menurunkan secara drastis kadar kholesterol dalam serumsetelah tiga minggu. Dalam waktu dua minggu, rata-rata kadar kholesterol berkurangdengan 14 %, dan setelah tiga minggu, 21 %, (Ini berarti bahwa bila mula-mula kadarkholesterol 330 mg/100 ml, menurun menjadi 260 mg/100 ml).Bila diet-protein-kedelediganti dengan diet- rendah-kholesterol-rendah-lemak, kadar kholesterol di dalam da-rah segera meningkat lagi. Diet-protein-kedele tsb. memang praktis tidak mengandungkholesterol sama sekali, akan tetapi efek hipokholesterolemik diet tsb. bukan disebab-kan oleh hal ini. Untuk membuktikan hal tersebut, pada pemberian diet-protein-kedeleditambahkan juga 500 mg kholesterol setiap hari. Ternyata ini tidak mempengaruhikecepatan penurunan kadar kholesterol di dalam darah dan kestabilan kadar kholeste-rol sesudahnya.

Apa yang mengakibatkan efek hipokholesterolemik dari diet-protein-kedele tsb. be-lum diketahui dengan pasti, akan tetapi dapat disimpulkan dengan jelas bahwa efek hi-pokholesterolemik tsb. bukan disebabkan karena rendahnya kadar kholesterol di da-lam diet tsb., akan tetapi disebabkan oleh sifat khusus protein kedele itu sendiri (Olehsebab itu kami anjurkan untuk memakan tahu, tempe serta kecap secukupnya setiaphari - RED.)

SIRTORI C.R. et al. Lancet i : 275-277, 1977.

OBAT BARU

Disopyramide

Kimia : 4 - di - isopropylamine - 2 - phenyl - 2 -(2-pyridyl) buty-ramide phosphate.

Farmakodinamika :

* anti-aritmi jantung, baik atrial ataupun ventrikuler.* memiliki efek antikholinergik dan anestesi lokal.* khasiat anti-aritmi diduga berdasarkan atas :

Pemanjangan masa refrakter atria dan ventrikel sehing-ga dapat mengakhiri suatu circus movement yang di-awali oleh extrasistole atrial ataupun ventrikel.Telah dilaporkan efektif untuk recurrent ventricularfibrillation yang refrakter terhadap lidokain IV, phe-nytoin dan procainamide.

* efek samping : retensi urin dan mulut kering.

Farmakokinetika :* efektif secara oral untuk pencegahan takiaritmi ventrikel

setelah infark miokard.* dosis 100 - 200 mg 4 x sehari.

46 Cermin Dunia Kedokteran No. 9, 1977