Click here to load reader
Upload
vukhue
View
217
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
MAKALAH
Filsafat Umum
" RASIONALISME "
Disusun oleh:
Kelompok 8
Ai Marlina
Dede Ilmi
Deuis Siti Sarah
Kelas III E PAI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM SUKBUMIMata Kuliah : Filsafat Umum
Dosen Pengampu : Cecep Hilman, M,Ag
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya,
sehingga penyusun dapat menyelasaikan makalah dengan judul “ RASIONALISME ” dengan
baik. Meskipun masih banyak kekurangan didalamnya. Makalah ini dibuat untuk melengkapi
tugas mata kuliah FILSAFAT UMUM.
Menyadari banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah ini, penyusun
mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat membangun agar makalah ini dapat lebih baik
lagi. Semoga dapat bermanfaat khususnya bagi penyusun umumnya bagi pembaca.
Sukabumi, Oktober 2018
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................................1
C. Tujuan Masalah.................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Rasionalisme...................................................................................................3
B. Tokoh-tokoh yang menganut rasionalisme.......................................................................3
C. Pemikiran tokoh-tokoh yang menganut rasionalisme.......................................................4
D. Bidang yang digunakan rasionalisme...............................................................................6
E. Manfaat dan kekurangan rasionalisme..............................................................................7
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.....................................................................................................................11
B. Saran...............................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................12
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pengetahuan itu diperoleh manusia dengan berbagai cara dan menggunakan berbagai alat.
Perkembangan filsafat banyak sekali memiliki cabang-cabang aliran dalam
perkembangannya. Faham filsafat terdapat rasionalisme yang berlandaskan pada unsur
rasional dalam menerima pengetahuannya. Filsafat Rasionalisme satu aliran filsafat modern,
yaitu empirisme. Rasionalisme sangat bertentangan dengan empirisme. Rasionalisme
menyatakan bahwa pengenalan yang sejati itu berasal dari rasio, sehingga pengenalan
inderawi merupakan suatu bentuk pengenalan yang kabur. Lebih detail, Rasionalisme
merupakan faham atau aliran yang berdasarkan rasio, ide-ide yang masuk akal. Selain itu
tidak ada sumber kebenaran yang hakiki. Zaman Rasionalisme berlangsung dari pertengahan
abad ke 17 sampai akhir abad ke 18. Pada zaman modern, hal yang khas bagi ilmu
pengetahuan yaitu penggunaan yang eksklusif daya akal budi (ratio) untuk menemukan
kebenaran. Ternyata, untuk menggunakan akal budi yang demikian tidak akan sia-sia, melihat
tambahan ilmu pengetahuan yang besar sekali akibat perkembangan yang pesat dari ilmu-
ilmu alam. Filsafat sebagai suatu ilmu yang berusaha mencari kebenaran telah memberikan
banyak pelajaran, misalnya tentang kesadaran, kemauan dan kemampuan manusia dengan
posisinya sebagai mahkluk individu, mahluk sosial dan mahluk Tuhan untuk diaplikasikan
dalam kehidupan. Filsafat diharapkan manusia mampu memahami sesuatu yang belum ada
dan memberikan pengetahuan dalam kehidupan manusia.
B. Rumusan Masalah Mengacu pada latar belakang diatas, penting bagi penulis
membahas sebuah permasalahn dan perlu pengangkatan suatu rumusan masalah
seperti berikut :
1. Apakah yang dimaksud dengan rasionalisme ?
2. Siapakah tokoh-tokoh yang menganut rasionalisme ?
3. Bagaimana pemikiran tokoh-tokoh yang menganut rasionalisme ?
4. Dalam bidang apa saja rasionalisme digunakan?
5. Apakah kelebihan dan kekurangan rasionalisme ?
i
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian dari rasionalisme
2. Untuk mengetahui tokoh-tokoh yang menganut rasionalisme
3. Untuk mengetahui pemikiran tokoh-tokoh yang menganut rasionalisme
4. Untuk mengetahui dalam bidang apa saja rasionalisme digunakan
5. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan rasionalisme
i
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian rasionalisme
Rasionalisme merupakan faham filsafat yang menyatakan bahwa akal (reason) adalah
terpenting untuk memperoleh pengetahuan. Menurut rasionalisme, sesuatu pengetahuan
diperoleh dengan cara berfikir. Rasio adalah sumber kebenaran. Hanya rasio saja yang bisa
membawa orang pada kebenaran. Yang benar adalah tindakan akal yang terang benderang
yang disebutnya Ideas Claires el Distintes (pikiran yang terang benderang dan terpilah-pilah).
Idea terang benderang ini diberikan Tuhan sebelum orang dilahirkan (idea innatae : ide
bawaan). Sebagai pemberian Tuhan tidak mungkin tidak benar. Rasionalisme tidak dapat
mengingkari kegunaan indera dalam memperoleh pengetahuan, pengalaman indera
diperlukan untuk merangsang akal dan memberikan bahan-bahan yang menyebabkan akal
dapat bekerja. Akan tetapi, untuk sampainya manusia kepada kebenarann adalah semata-mata
dengan akal. Laporan indera menurut rasionalisme ialah merupakan bahan yang belum jelas,
kacau. Bahan ini kemudian dipertimbagkan oleh akal dalam pengalaman berfikir. Akal
mengatur bahan itu sehingga terbentuklah pengetahuan yang benar. Jadi akal bekerja karena
ada bahan dari indera. Akan tetapi, akal dapat juga menghasilkan pengetahuan yang tidak
berdasarkan bahan inderawi sama sekali, tapi akal juga dapat menghasilkan pengetahuan
tentang objek yang betul-betul abstrak.
Rasionalisme ialah faham filsafat yang mengatakan bahwa akal (reason) adalah alat
terpenting dalam memperoleh pengetahuan dan mengetes pengetahuan. sedangkan empirisme
mengatakan bahwa pengetahuan diperoleh dengan alam mengalami objek empiris, maka
rasionalisme mangajarkan bahwa pengetahuan diperoleh dengan cara berpikir. Alat dalam
berpikir itu menggunakan kaidah-kaidah logis atau kaidah-kaidah logika.
B. Tokoh-tokoh yang menganut rasionalisme
Para tokoh rasionalisme adalah
1. Descartes (1596- 1650 M),
Descartes dilahirkan pada tahun 1596 dan meninggal pada tahun 1650. Buku yang
terpenting dalam filsafat murninya adalah DIscours de la methode (1637) dan
i
meditations (1642). Kedua buku ini saling melengkapi satu sama lain. Di dalam
dua buku inilah dia menuangkan metodenya yang terkenal itu, metode keraguan
discartes (carteisan doubt). Metode ini juga sering disebut dengan Cogito
Descartes, atau metode cogito saja.
2. Spinoza (1632-1677 M), dan leibnis (1646-1716 M).
Spinoza dilahirkan pada tahu 1632 dan meninggal pada tahun 1677. Nama asli
dari Spinoza adalah Baruch Spinoza, setelah ia mengucilkan diri dari agama
Yahudi, dia mengubah namanya menjadi Benedictus de Spinoza. Dia hidup di
pinggiran kota Amsterdam ( Solomon, 1981 ;71 ).
3. Leibniz ( 1646 – 1716 )
Gotifried Wilhelm von Leibniz lahir tahun 1646 dan meninggal tahun 1716. Ia
adalah seorang filosof Jerman, matematikawan, fisikawan, dan sejarahwan. Lama
menjadi pegawai pemerintah, menjadi etase, pembantu pejabat tinggi Negara.
Pusat metafisikanya adalah idea tentang subtansi yang dikembangkan dalam
konsep monad.
C. Pemikiran tokoh-tokoh yang menganut rasionalisme
Sejarah rasionalisme sudah tua sekali, Thales telah menerapkan rasionalisme dalam
filsafatnya. Ini dilanjutkan jelas sekalipada prang-orang sofis dan tokoh penentangnya
( Socrates , Plato, aristoteles ) dan juga beberapa tokoh sesuadah itu (lihat Runes, 1971:275).
Pada zaman modern tokoh filsafat, tokoh pertama rasionalisme adalah Descartes yang
dibicarakan setelah ini. Dengan bersamaan itu akan dibicarakan juga tokoh besar
rasionalisme lainnya, yaitu baruch Spinoza dan Leibniz. Setelah periode ini rasionalisme
dikembangkanb secara sempurna oleh Hegel yang kemudian terkenal sebagai tokoh
rasionalisme dalam sejarah.
Descartes dianggap sebagai Bapak Filsafat Modern. Menurut Bertrand Russel, anggapan
itu benar. Kata “Bapak” pantas diberikan kepada Descartes karena dia adalah orang pertama
pada zaman modern itu yang membangun filsafat berdasarkan atas keyakinan diri sendiri
yang dihasilkan oleh pengetahuan akliah. Dia juga orang pertama di akhir abad pertengahan
yang telah menyusun argumentasi kuat dan tegas yang menyimpulkan bahwa dasar filsafat
haruslah akal, bukan perasaan, bukan iman, bukan ayat suci dan bukan yang lainnya. Hal ini
disebabkan karena perasaan yang tidak puas terhadap perkembangan filsafat yang amat
lamban dan banyak memakan korban. Dia melihat tokoh-tokoh Gereja yang mengatas
namakan agama telah menyebabkan lambannya perkembangan itu. Dia menginginkan filsafat
i
dilepaskan dari dominasi agama Kristen, selanjutnya kembali kepada semangat filsafat
Yunani, yaitu filsafat yang berbasis pada akal.
Descartes sangat menyadari tidak mudah untuk meyakinkan tokoh-tokoh Gereja bahwa
dasar filsafat haruslah rasio. Tokoh-tokoh Gereja pada waktu itu masih berpegang teguh pada
keyakinan bahwa dasar filsafat haruslah iman sebagaimana tersirat dalam jargon credo ut
intelligam yang dipopulerkan oleh Anselmus. Untuk meyakinkan oranglain bahwa dasar
filsafat haruslah akal, dia akhirnya menyusun argumentasinya dalam sebuah metode yang
sering disebut cogito Descartes, atau metode cogito saja. Metodenya tersebut dikenal dengan
metode keraguan Descartes (Cartesian Doubt).
Lebih jelasnya uraian Descartes tentang bagaimana memperoleh hasil yang sahih dari
metode yang dia akan canangkan dapat dijumpai dalam bagian kedua dari karyanya
Anaximenes Discourse on Methode yang menjelaskan perlunya memperhatikan empat hal
berikut ini:
1. Tidak menerima hal apapun sebagai kebenaran, terkecuali bila saya melihat hal itu
sungguh-sungguh jelas dan tegas, sehingga tidak ada suatu keraguan apa pun yang
mampu merobohkannya.
2. Pecahkan setiap kesulitan ataupun masalah itu sebanyak mungkin , sehingga tidak ada
suatu keraguan apa pun yang mampu merobohkannya.
3. Bimbinglah pikiran secara teratur, dengan memulainya dari hal yang sederhana dan
mudah diketahui, kemudian secara bertahap sampai pada yang paling sulit dan
kompleks.
4. Dalam proses pencarian dan penelaahan suatu hal yang sulit, selamanya harus dibuat
perhitungan yang sempurna serta pertimbangan-pertimbangan yang menyeluruh,
sehingga kita bisa menjadi yakin bahwa tidak ada satu pun yang terabaikan atau
ketinggalan dalam penjelajahan itu.
Atas dasar aturan-aturan itulah Descartes mengembangkan pikiran filsafatnya. Ia
meragukan segala sesuatu yang dapat diragukan. Pertama dia mulai meragukan hal-hal yang
berkaitan dengan panca indera. Dia meragukan adanya badan sendiri. Keraguan itu mungkin
ada karena pada pengalaman mimpi, halusinasi, ilusi dan pengalaman tentang roh halus, ada
yang sebenarnya itu tidak jelas. Dari keempat hal itu seseorang dapat mengalami sesuatu
seolah-olah dalam keadaan yang sesungguhnya. Di dalam sebuah mimpi, seolah-olah kita
mengalami sesuatu yang sungguh-sungguh terjadi, persis seperti tidak mimpi.
i
Begitupun, pada pengalaman sebuah halusinasi, ilusi dan hal gaib. Tidak ada batas yang
tegas antara mimpi dan jaga. Oleh sebab itu, Descartes mengatakan, ”Aku dapat meragukan
bahwa aku di sini sedang siap untuk pergi ke luar; ya, aku dapat meragukan itu karena
kadang-kadang aku bermimpi persis seperti itu, padahal aku berada di tempat tidur sedang
menikmati mimpi”. Jadi, siapakah yang bisa menjamin bahwa apa yang sedang kita alami
sekarang adalah kejadian yang sebenarnya dan bukan mimpi?
Pada langkah pertama, Descartes telah berhasil meragukan semua benda yang dapat
diinderakan. Sekarang , apa yang bisa dipercaya dan yang memang sungguh-sungguh ada?
Menurutnya ( Descartes ), dalam keempat keadaan itu (mimpi, halusinasi, ilusi dan hal gaib),
juga dalam jaga, selalu ada yang muncul. Ada yang selalu muncul baik dalam jaga maupun
dalam mimpi, yaitu gerak, jumlah dan besaran (volume). Ketiga hal tersebut adalah
matematika. Untuk membuktikan dari ketiga hal ini benar-benar ada atau tidaknya, maka
Descartes pun meragukannya. Ia mengatakan bahwa matematika bisa salah. Saya seringkali
salah menjumlahkan angka, salah mengukur besaran, demikian pula pada gerak. Jadi, ilmu
pasti pun masih dapat saya ragukan, meskipun matematika lebih pasti dari benda. Kalau
semacam itu, apa yang pasti itu dan dapat kujadikan dasar bagi filsafatku? Aku ingin yang
pasti, yang distinct.
Sampailah dia kepada langkah yang ketiga dalam metode cogito. Satu-satunya hal yang
tidak dapat diragukan adalah eksistensi dirinya sendiri yang sedang ragu-ragu. Mengenai hal
seperti ini tidak ada satu manusia pun yang dapat menipunya termasuk setan licik dan botak
sekali pun. Bahkan jika dikemudian hari dia disesatkan dalam berpikir bahwa dia ada, maka
penyesatan itu pun bagi Descartes merupakan bukti bahwa ada seseorang yang sedang
disesatkan. Ini bukan khayalan, melainkan kenyataan. Batu karang kepastian seorang
Descartes ini diekspresikan dalam bahasa latin cogito ergo sum (saya berpikir, karena itu saya
ada).
Dalam usaha untuk menjelaskan kebenaran yang satu ini (saya berpikir, maka saya ada)
ialah benar, Descartes berkesimpulan bahwa dia merasa diyakinkan oleh kejelasan dan
ketegasan dari ide tersebut. Pada dasar ini ia telah menalar bahwa semua kebenaran dapat kita
kenal karena kejelasan dan ketegasan yang timbul dalam pikiran kita:” Apa pun yang dapat
digambarkan secara jelas dan tegas adalah benar.
i
Dengan demikian, falsafah rasional itu dapat mempercayai bahwa pengetahuan yang bisa
diandalkan bukanlah turunan dari dunia pengalaman melainkan dari dunia pikiran. Descartes
mengakui bahwa pengetahuan dapat dihasilkan oleh indera, tetapi karena dia mengakui
bahwa indera itu bisa menyesatkan seperti dalam mimpi atau khayalan, maka dia terpaksa
mengambil kesimpulan bahwa data keinderaan tidak dapat diandalkan. Cogito ergo sum
dikenali sebagai fase yang paling penting dalam filsafat Descartes yang disebut sebagai
kebenaran filsafat yang pertama (primum philosophium). Aku sebagai sesuatu yang sedang
berpikir adalah suatu substansi yang seluruh tabiat dan hakikatnya terdiri dari pikiran dan
keberadaannya tidak butuh kepada suatu tempat atau sesuatu yang bersifat bendawi.
Untuk menguatkan gagasannya, dia sendiri mengemukakan ide-ide bawaannya (innate
ideas). Descartes berpendapat bahwa didalam dirinya mempunyai tiga ide bawaan yang telah
ada pada dirinya sejak lahir, yaitu pemikiran, Tuhan dan keluasan. Argumen tentang ide
bawaannya itu ialah ketika saya memahami diri saya sebagai makhluk yang berpikir, maka
harus diterima bahwa pemikiran merupakan hakikat saya. Ketika seseorang memiliki ide
yang sempurna, maka pasti ada penyebab sempurna bagi ide tersebut, karena akibat tidak
mungkin melebihi penyebabnya. Wujud yang sempurna itu tidak lain adalah Tuhan. Adapun
sebab tentang keluasaan karena saya mengerti ada materi sebagai keluasan, sebagaimana
diketahui dan dipelajari dalam ilmu geometri.
Mengenai substansi tersebut, Descartes telah menyimpulkan bahwa selain dari Tuhan ada
dua substansi, yaitu jiwa yang hakikatnya adalah pemikiran dan materi yang hakikatnya
adalah keluasan. Tetapi, karena dia telah menyangsikan adanya dunia di luar dirinya, maka
dia kesulitan membuktikan adanya dunia luar tersebut. Bagi Descartes, satu-satunya alasan
untuk menerima adanya dunia luar adalah bahwa Tuhan akan menipu saya sekiranya Ia
memberi ide keluasan. Namun tidak mungkin bahwa Tuhan memiliki wujud yang sempurna
akan menipu saya. Jadi, di luar saya benar-benar ada dunia material.
Adapun Spinoza berfikir bahwa hanya ada satu substansi saja, yaitu Tuhan. Jika
Descartes membagi substansi menjadi tiga, yaitu tubuh (bodies), jiwa (mind) dan Tuhan,
maka Spinoza menyimpulkan hanya ada satu substansi. Adapun bodies dan mind bukan
substansi yang berdiri sendiri, melainkan sifat dari satu substansi yang tak terbatas. Ketika ia
ditanya,”Bagaimana membedakan atribut bodies dan mind?” Spinoza memberikan jawaban
yang sangat mengejutkan: ”Anda hanyalah satu bagian dari substansi kosmik (universe)”.
Jika demikian, alam semesta juga adalah Tuhan. Bagi Spinoza, Tuhan dan alam semesta
i
merupakan satu dan sama. Dan, Spinoza percayai Tuhan, tetapi Tuhan yang dimaksudkannya
adalah alam semesta ini. Tuhan Spinoza itu tidak memiliki berkemauan, tidak melakukan
sesuatu, tak mempedulikan manusia dan tak terbatas (ultimate). Inilah penjelasan logis dan
dapat diketahui tentang Tuhan menurut Spinoza.
Sebagai penganut rasionalisme, Spinoza dianggap sebagai orang yang tepat dalam
memberikan gambaran tentang apa yang dipikirkan oleh penganut rasionalisme. Dia telah
berusaha menyusun sebuah sistem filsafat yang menyerupai sistem ilmu ukur (geometri).
Semisal orang Yunani, Spinoza berkata bahwa dalil-dalil ilmu ukur merupakan kebenaran-
kebenaran yang tidak perlu dibuktikan lagi. Spinoza meyakini jika saja seseorang memahami
makna yang dikandung oleh kata-kata yang dipergunakan dalam ilmu ukur, maka ia pasti
akan memahami makna yang terkandung dalam pernyataan “sebuah garis yang lurus adalah
jarak terdekat di antara dua buah titik maka kita harus mengakui kebenaran pernyataan
tersebut. Kebenaran yang menjadi aksioma.
Contoh ilmu ukur (geometri) telah dikemukakan oleh Spinoza di atas ialah salah satu
contoh favorit kaum rasionalis. Mereka berpendapat aksioma adalah dasar geometri seperti,
“sebuah garis lurus merupakan jarak yang terdekat antara dua titik”, adalah idea yang jelas
dan tegas yang baru kemudian dapat diketahui oleh manusia. Dari aksioma dasar itu bisa
dideduksikan menjadi sebuah sistem yang terdiri dari subaksioma-subaksioma. Hasilnya akan
menjadi sebuah jaringan pernyataan yang formal dan konsisten yang secara logis tersusun
dalam batas-batas yang telah digariskan oleh suatu aksioma dasar yang sudah pasti.
i
D. Bidang yang digunakan rasionalisme
Rasionalisme terbagi menjadi dua macam dalam bidangnya, yaitu :
1. Dalam bidang agama,
Dalam bidang ini rasionalisme ialah lawan autoritas dan biasanya digunakan
untuk mengkritik ajaran agama.
2. Dalam bidang filsafat,
Dalam bidang ini rasionalisme adalah lawan empirisme dan sangat berguna
sebagai teori pengetahuan.
Hanya saja empirisme mengatakan bahwa pengetahuan diperoleh dengan jalan
mengetahui objek empirisme, sedangkan rasionalisme mengajarkan bahwa pengetahuan
diperoleh denga cara berfikir, pengetahuan dari empirisme di anggap sering menyesatkan
karena dianggap tidak rasionalis. Dalam ralat berfikir rasionalisme adalah dengan akidah-
akidah yang bersifat logis. Sebagai lawan dari empirisme, rasionalisme berpendapat bahwa
sebagian dan bagian penting pengetahuan datang dari penemuan akal. Contoh yang paling
jelas adalah pemahaman kita tentang logika dan matematika. Rasioanlisme menegaskan
bahwa untuk sampai kepada manusia sebuah kebenaran adalah semata-mata dengan akal.
Namun demikian, rasionalisme juga tidak mengingkari kegunaan indera dalam
memperoleh pengetahuan, pengetahuan indera diperlukan untuk merangsang akal dan
memberikan bahan-bahan yang menyebabkan akal dapat bekerja.Penemuan-penemuan logika
dan matematika begitu pasti. Kita tidak bisa melihatnya sebagai kebenaran, tetapi lebih dari
itu kita melihatnya sebagai kebenaran yang tidak mungkin salah, kebenarannya universal.
Pada zaman ini filsafat, tokoh pertama rasionalisme ialah Descartes, lalu menyusul Baruch
spinoza dan Leibniz.
E. Kelebihan dan kekurangan rasionalisme
Kelebihan Rasionalisme salahsatunya ialah dalam menalar dan menjelaskan pemahaman-
pemahaman yang rumit, kemudian Rasionalisme memberikan kontribusi pada mereka yang
tertarik untuk menggeluti masalah – masalah filosofi. Rasionalisme berpikir menjelaskan dan
menekankan kala budi sebagai karunia lebih yang dimiliki oleh semua manusia, mampu
menyusun sistem-sistem kefilsafatan yang berasal dari manusia.
Kekurangan rasionalisme adalah memahami objek di luar yang menjadi cakupan
rasionalitas sehingga titik kelemahan itu mengundang kritikan tajam, sekaligus memulai
permusuhan baru dengan sesama pemikir filsafat yang kurang setuju dengan sistem-sistem
filosofis yang subjektif tersebut, doktrin-doktrin filsafat rasio lebih cenderung mementingkan
i
subjek dari objek, sehingga rasionalisme hanya berpikir yang keluar dari akal budinya saja
yang benar, tanpa memerhatikan objek – objek rasional secara peka.
i
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Rasionalisme merupakan faham filsafat yang mengatakan bahwa akal adalah alat penting
dalam memperoleh pengetahuan dan mengetes pengetahuan. Rasioanlisme menjelaskan
untuk sampainya manusia kepada kebenaran adalah semata-mata dengan akal atau rasio.
Rasionalisme juga tidak dapat mengingkari kegunaan indera dalam memperoleh
pengetahuan, pengetahuan indera diperlukan untuk merangsang akal dan memberikan bahan-
bahan yang menyebabkan akal dapat bekerja. Akal dan indera digunakan dalam faham
rasionalisme, dapat diketahui bahwa aliran rasionalisme dapat menerima pengetahuan dan
subtansinya dari ilmu pengetahuan yang dapat dibuktikan oleh akal. Adapun tokoh dari
rasionalisme yaitu Descartes, Spinoza dan Leibnis. Spinoza mempunyai sebuah pemikiran
yang hanya ada satu substansi, yaitu Tuhan. Dan substansi tersebut meliputi baik dunia
maupun manusia. Itulah sebabnya pendirian Spinoza disebut penteisme, Tuhan disamakan
dengan segala sesuatu yang ada. Spinoza juga berfikiran satu substansi itu mempunyai ciri-
ciri yang tak terhingga jumlahnya. Namun demikian kita hanya bisa mengenal dua ciri saja,
pemikiran dan keluasan. Kepada manusialah kedua ciri itu terdapat bersama-sama pemikiran
(jiwa) dan serentak juga keluasan tubuh. Pandangan Spinoza bahwa Tuhan dan alam, Spinoza
membedakan subtansi dengan atribut, yaitu sifat atau ciri khas yang melekat pada subtansi.
Sifat subtansi bersifat abadi, tidak terbatas, mutlak dan tunggal. Spinoza menyusun etikanya
dengan mengutip sebuah “prinsip ilmu ukur” (ordine geometrico ia mengawalinya dengan
menetapkan suatu dalil umum dan selanjutnya menarik dengan konsekuensi logis lainnya
secara deduktif.
B. Saran
1. Memperbanyak referensi buku sumber untuk menambah kedalaman materi,
terutama yang berkaitan dengan dengan masa kejayaan faham ini.
i
2. Menyadari banyaknya kekurangan dari makalah kelompok kami, agar pembaca
memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun.
i
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010. Hlm. 127
Dr. Ramlani Lina Sinaulan, Berfikir Filsafat menuju FILSAFAT ILMU, Daulat Press Jakarta
i