13
8 BAB II LANDASAN TEORI II. A. STRES II. A. 1. Definisi Stres Pada umumnya kita merasakan bahwa stres merupakan suatu kondisi negatif atau keadaan yang tidak menyenangkan, Selye (dalam Rice, 1992) membedakan antar distress atau stress yang negatif dan eustress atau stress yang positif. Distress mengarah pada kerusakan atau ketidaknyamanan dengan situasi cemas, takut dan kwatir. Inti dari stress adalah pengalaman psikologi yang negatif yang menimbulkan kesakitan, sehingga individu merasa perlu untuk menghindarinya (Rice,1992). Sedang eustress atau stress yang positif menurut Selya ( dalam Rice, 1992) adalah pengalaman yang memuaskan atau kenyaman. Eustress dapat meningkatkan kesadaran, meningkatkan mental kesiagaan dan menigkatkan performance. Disamping itu, eustress juga dapat memberikan motivasi pada individu. Penelitian ini menekankan pada stres yang negatif yang mengarah pada kerusakan dan ketidaknyamanan sehingga menurunkan performance atau pengalaman psiklogi yang negatif menimbulkan kesakitan yang memiliki kesamaan dengan pengalaman kecemasan, kemarahan, kekhawatiran. Baum, Coyne & Holroyd, dkk (dalam Sarafino, 1998) menjelaskan bahwa stres juga dapat disrtikan sebagai : Universitas Sumatera Utara

Chapter II 2

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Chapter II 2

8

BAB II

LANDASAN TEORI

II. A. STRES

II. A. 1. Definisi Stres

Pada umumnya kita merasakan bahwa stres merupakan suatu kondisi

negatif atau keadaan yang tidak menyenangkan, Selye (dalam Rice, 1992)

membedakan antar distress atau stress yang negatif dan eustress atau stress yang

positif. Distress mengarah pada kerusakan atau ketidaknyamanan dengan situasi

cemas, takut dan kwatir. Inti dari stress adalah pengalaman psikologi yang negatif

yang menimbulkan kesakitan, sehingga individu merasa perlu untuk

menghindarinya (Rice,1992). Sedang eustress atau stress yang positif menurut

Selya ( dalam Rice, 1992) adalah pengalaman yang memuaskan atau kenyaman.

Eustress dapat meningkatkan kesadaran, meningkatkan mental kesiagaan dan

menigkatkan performance. Disamping itu, eustress juga dapat memberikan

motivasi pada individu.

Penelitian ini menekankan pada stres yang negatif yang mengarah pada

kerusakan dan ketidaknyamanan sehingga menurunkan performance atau

pengalaman psiklogi yang negatif menimbulkan kesakitan yang memiliki

kesamaan dengan pengalaman kecemasan, kemarahan, kekhawatiran.

Baum, Coyne & Holroyd, dkk (dalam Sarafino, 1998) menjelaskan bahwa

stres juga dapat disrtikan sebagai :

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Chapter II 2

9

a. Stimulus

Stres sebagai stimulus berfokus pada lingkungan individu sebagai sumber atau

penyebab ketegangan pada dirinya dalam suatu kejadian atau keadaan tertentu

seperti “job stres yang tinggi”. Keadaan tersebut dirasakan mengancam atau

berbaya sehingga menimbulkan ketegangan, yang disebut sebagai stressor.

b. Respon

Stres sebagai respon berpusat pada reaksi individu terhadap stres. Respon

yang muncul dapat secara fisiologis, seperti jantung berdebar, gemetar dan

pusing, secara psikologis seperti takut, cemas, sulit berkosentrasi dan mudah

tersinggung.

c. Proses

Stres sebagai proses terdiri dari stressor dan strain. Dimensi yang penting

lainnya adalah hubungan antara individu dengana lingkungan (COX, 1978,

Lazarus & Folkman, 1984, Lazarus & Launier, 1978, Mechanic, 1976).

Proses ini merupakan interaksi dan penyesuaian yang berlanjut yang disebut

transaksi antara stimulus atau respon tapi juga merupakan sebuah proses

dimana individu secara aktif dapat mempengaruhi dampak stres melalui

strategi tingkah laku, kognisi maupun afeksi.

Stres adalah suatu keadaan tertekan, baik fisik maupun psikologis

(Chaplin, 1999). Menurut Atkinson (2000) stres mengacu pada peristiwa yang

dirasakan membahayakan kesejahteraan individu terhadap situasi yang disebut

respon stres. Saat individu dihadapkan pada situasi stres maka individu akan

bereaksi baik secara fisiologis maupun psikologis.

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Chapter II 2

10

Selain itu, menurut Lazarus & Folkman ( dalam Morgan, 1986) stres adalah

keadaan internal yang dapat diakibatkan oleh tuntutan fisik dari tubuh (kondisi

penyakit, latihan dan lain – lain) atau oleh kondisi lingkungan dan sosial yang

dinilai membahayakan, tidak terkendali atau melebihi kemampuan individu untuk

melakukan coping.

Berdasarkan berbagai definisi diatas, maka disimpulkan bahwa stres adalah

keadaan internal atau eksternal yang dirasakan membahayakan atau mengancam

kesejahteraan atau kenyamanan individu. Situasi ini menyebabkan individu

bereaksi baik secara fisiologis maupun psikologis dan melakukan penyesuaian diri

terhadap situasi tersebut.

II. A. 2. Sumber – Sumber Stres

Menurut Lazarus & Folkman (dalam Morgan, 1986) kondisi fisik,

lingkungan dan sosial yang merupakan penyebab dari kondisi stres disebut dengan

stressor. Stressor dapat berwujud dan berbentuk fisik, seperti polusi udara dan

dapat juga berkaitan dengan lingkungan sosial. Pikiran ataupun perasaan individu

sendiri yang dianggap sebagai suatu ancaman baik yang nyata maupun imajinasi

dapat juga menjadi stressor.

Lazarus & Cohen (1984) mengklasifikasikan stressor kedalam tiga

kategori, yaitu :

a. Catacysmic Event

Fenomena besar atau tiba – tiba terjadi, seperti kejadian – kejadian penting

yang mempengaruhi banyak orang seperti bencana alam.

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Chapter II 2

11

b. Personal Stressor

Kejadian – kejadian penting mempengaruhi sedikit orang atau sejumlah orang

tertentu, seperti kritis keluarga.

c. Background stressor

Pertikaian atau permasalahan yang bisa terjadi setiap hari, seperti masalah

dalam pekerjaan dan rutinitas pekerjaan.

Sarafino (1998) membagi tiga jenis sumber stres yang dapat terjadi pada

kehidupan individu :

a. Sumber yang berasal dari individu

Ada dua cara stres berasal dari individu. Pertama adalah melalui adanya

penyakit. Penyakit yang diderita individu menyebabkan tekanan biologis dan

psikologis sehingga menimbulkan stres. Sejauh mana tingkat stres yang

dialami individu dengan penyakitnya dipengaruhi faktor usia dan keparahan

penyakit yang dialaminya. Cara kedua adalah melalui terjadinya konflik.

Konflik merupakan sumber yang paling utama. Didalam konflik individu

memiliki dua kecenderungan yang berlawanan : menjauh dan mendekat.

Individu harus memiliki dua atau lebih alternatif pilihan yang masing–masing

memiliki kelebihan dan kekuhrangannya se ndiri. Keadaan seperti ini banyak

dijumpai saat individu dihadapkan pada keputusan–keputusan mengenai

kesehatannya.

b. Sumber yang berasal dari keluarga

Stres dalam keluarga dihasilkan melalui adanya perilaku, kebutuhan –

kebutuhan dan kepribadian dari masing –masing anggota keluarga yang

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Chapter II 2

12

berdampak kepada anggota keluarga lainnya. Konflik interpersonal ini dapat

timbul dari adanya masalah finansial, perilaku yang tidak sesuai, melalui

adanya tujuan yang berbeda antar anggota keluarga, bertambahnya anggota

keluarga perceraian orang tua, penyakit dan kecacatan yang dialami anggota

keluarga dan kematian anggota keluarga. .

c. Sumber stres yang berasal dari komunitas dan masyarakat

Adanya hubungan manusia dengan lingkungan luar menyebabkan banyak

kemungkinan munculnya sumber – sumber stres. Misalnya : stres yang

dirasakan anak sekolah akibat adanya kompetisi – kompetisi dalam hal seperti

olah raga.

Di sisi lain, stres yang dialami oleh orang dewasa banyak diperoleh melalui

pekerjaannya dan berbagai situasi lingkungan. Stres yang diperoleh melalui

pekerjaan contohnya dikarenakan : diluar sisi kerja, kontrol yang rendah

terhadap pekerjaan yang diemban, kurangnya hubungan interpersonal dengan

sesama rekan kerja, promosi jabatan, kehilangan pekerjaan lainnya. Stres yang

diperoleh dari lingkungan juga dapat diakibatkan oleh lingkungan yang berisik

dan padat serta lingkungan yang tercemar ( Sarafino, 1998).

d. Life – Change Events

Stres juga bersal dari Life – Change Events yaitu peristiwa – peristiwa yang

membawa perubahan dalam kehidupan manusia dan diperlukan adaptasi

terhadapnya. Homes & Rahe (dalam Matteo,1991) melakukan suatu penelitian

yang dimulai dari adanya hipotesis bahwa tingkat stres yang dialami individu

dapat dilihat dari sejumlah perubahan hidup yang sedang dialami.

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Chapter II 2

13

Berdasarkan berbagai definisi – definisi diatas, maka disimpulkan bahawa

stressor adalah kondisi fisik, lingkungan, dan sosial yang merupakan penyebab

dari kondisi stres. Stressor ini dapat terwujud fisik saeperti polusi udara, piikiran

atau perasaan individu sendiri yang dianggap sebagai suatu ancaman baik yang

nyata maupun imajenasi, rutinitas pekerjaan, berkaitan dengan lingkungan sosial

seperti interaksi sosial, masalah dalam keluarga, serta bencana alam juga dapat

menjadi stressor.

II. B. STRES KERJA

II. B. 1. Definisi Stres Kerja

Stres kerja definisikan sebagai keadan respon fisik dan emosi yang muncul

ketika persyaratan–persyaratan kerja tidak sesuai dengan kapasitas sumber daya

atau kebutuhan pekerja ( NIOSH Research, 1998). Stres kerja dapat menyebabkan

kondisi keshatan menjadi kurang baik. Konsep dari stres kerja adalah selalu

comfosed dengan tantangan, tetapi konsep ini tidak selalu sama. Tantangan

mendorong secara psikologis dan secara fisik namun memotivasi untuk belajar.

Lazarus (dalam Fraser, 1985) mengatakan bahwa stres kerja hanya

berhubungan dengan kejadian–kejadian disekitar kerja yang merupakan bahaya

atau ancaman seperti rasa takut, cemas, rasa bersalah, marah sedih, putus asa,

bosan, dan timbulnya stres kerja disebabkan beban kerja yang diterima melampaui

batas–batas kemampuan pekerja yang berlangsung dalam waktu yang relatif lama

sesuai dengan situasi dan kondisi.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Chapter II 2

14

Stoner (1986) mengatakan bahwa pekerjaan yang berbeda bagi setiap

pekerja akan menimbulkan tingkat stres kerja cyang berbeda pula. Stres kerja

berpengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap aspek–aspek

pekerjaan terutama terhadap motif berprestasi yang kelak akan berhubungan

dengan proses kerja.

Wilford (dalam Fraser,1985) berpendapat bahwa stres kerja terjadi apabila

terdapat penyimpangan–penyimpangan dari kondisi-kondisi yang suatu ketidak

seimbangan antara tuntutan kerja dengan kemampuan pekerjaannya. Stres kerja

muncul dari interaksi individu dengan pekerjaannya dan dicirikan oleh

perubahan–perubahan didalam individu tersebut yang mendorong dari fungsi

norma.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa stres kerja adalah

suatu beban atau ketegangan yang dialami pekerja baik fisik maupun psikis karena

adanya ketidak seimbangan antara tuntutan atau kebijaksanaan perusahaan dengan

kemampuan pekerja sehingga dapat mempengaruhi prestasi kerja.

II. B. 2. Aspek – Aspek Stres Kerja

Beehr dan Newman (dalam Luthans, 2005) mengklasifikasikan 3 aspek

dalam stres kerja yaitu :

1. Aspek Fisik

Stres dapat menyebabkan perubahan metabolisme sehingga dapat

mempengaruhi keadaan fisiologis individu. Umunya gejala fisik yang tampak

pada pekerja dapat berupa seperti : sakit pada dahi, migrain, sakit pada

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Chapter II 2

15

punggung, tekanan dileher dan tenggorokan, susah menelan, kram otot, susah

tidur, kehilangan gairah seksual, kaki dan tangan dingin, lelah, tekanan darah

tinggi, denyut nadi cepat, kehilangan selera makan, gangguan pencernaan dan

pernafasan.

2. Aspek Psikis

Stres yang berkaitan dengan pekerjaan dapat menimbulkan ketidak puasan

dalam pekerjaan. Hal ini adalah efek psikologis yang jelas dan paling

sederhana. Namun , stres muncul pada keadaan psikis pada pekerja misalnya :

mudah lupa, pikiran kacau, susah berkonsentrasi, sukar mengambil keputusan,

percaya pada hal – hal yang tidak rasional, sering mengalami mimpi buruk,

berbicara sendiri. Termasuk juga gejala emosional seperti mudah marah,

perasaan jengkel, mudah merasa terganggu, gelisah, cemas, panik, ketakutan,

sedih, depresi, kebutuhan yang tinggi untuk bergantung kepada orang lain,

perasan butuh pertolongan, putus asa, pesimis, tidak berharga, kesepian,

menyalahkan diri sendiri dan prustasi.

3. Aspek Prilaku

Gejala stres yang berkaitan dengan perilaku dalam kehidupan pribadi akan

muncul pada pekerja seperti : tidak dapat berhubungan akrab dengan orang

lain, tidak dapat mempercayai orang lain, tidak asertif, tidak berani mengambil

resiko, menarik diri , tidak punya kontrol jhidup, membuat tujuan yang tidak

realitis, self esteem rendah, tidak termotivasi, sering membuat kekacauan,

mudah bertengkar, bermasalah dalam perkawinan, cemburu berlebihan,

merasa terasing, tidak dapat mengekspresikan perasaan sebenarnya.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Chapter II 2

16

Sedangkan dalam kehiudupan pekerjaan, para pekerja akan mengalami hal –

hal seperti tidak merespon tantangan, kehilangan kreativitas, perfoma rendah,

sering absen, aspirasi rendah, motivasi renadah, menerima status rendah, tidak

ada inisiatif, komunikasi buruk, kurang orientasi, terlalu banyak bekerja,

terlalu mengontrol dan tidak dapat bekerja sama dengan orang lain.

Berdasarkan uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa aspek stres

kerja dapat diklasifikasikan menjadi 3 kategori yaitu : fisik, psikologis dan

prilaku. Aspek fisik dapat berupa gejala – gejala fisiologis seperti gangguan

pencernaan, gangguan pernafasan, hipertensi. Aspek psikis dapat berupa gejala

gejala emosional seperti panik, gelisah, deperesi. Aspek perilaku dapat

berhubungan dengan kehidupan pribadi dan kehidupan pekerjaan.

II.B.3 Dampak Stres Kerja Bagi Individu

Dampak stres kerja bagi individu menurut Luthans (2005), antara lain :

1. Kesehatan

Tubuh manusia pada dasarnya dilengkapi sistem kekebalan untuk mencegah

serangan penyakit. Tubuh manusiah dalam mencegah dan mengatasi pengaruh

penyakit tertentu, dengan cara memproduksi antibodi sehingga orang yang

terkena stres mudah pula terkena penyakit.

2. Psikologis

Stres akan menyebabkan kekwatiran atau ketegangan secara terus menerus.

Hal tersebutdapat membuat individu merasa hopeless dan helpless sehingga

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Chapter II 2

17

dapat menimbulkan perasaan ingin bunuh diri atau kematian pada penderita

stres.

3. Interaksi Interpersonal

Karyawan yang bekerja di suatu organisasi menunjukan bahwa stres kerja

menyebabkan terjadinya ketegangan dan konflik antara pihak karyawan

dengan pihak manejemen. Tingginya emosi berpotensi menghambat kerja

sama antara individu satu dengan yang lain.

Berdasarkan uraian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa dampak stres

kerja terhadap individu adalah munculnya masalah yang berhubungan dengan

kesehatan, psikologis dan interaksi interpersonal. Masalah kesehatan seperti gejala

Gangguan fisik misalnya : tekanan darah tinggi, penyakit jantung. Masalah

psikologis seperti depresi, apatisme, reaksi emosional, kemarahan. Masalah dalam

interaksi interpersonal yaitu terjadinya ketegangan dan konflik antara pihak

pekerja dengan pihak manajemen dan terhambatnya kerja sama antara individu

satu dengan yang lain.

II.B.4. Faktor-Faktor Stres Kerja

Robbins (1998), mengemukakan faktor –faktor yang dapat menimbulkan

stres kerja antara lain :

1. Faktor lingkungan

Dimana perubahan yang terjadi secara tidak pasti dalam lingkungan

organisasi dapat mempengaruhi tingakat stres dikalangan karyawan.

Contohnya: keamanan dan keselamatan dalam lingkungan pekerjaan, perilaku

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Chapter II 2

18

manejer terhadap bawahan, kurangnya kebersamaan dalam lingkungan

pekerjaan.

2. Faktor organisasional

Seperti tuntutan tugas yang berlebihan, tekanan untuk menyelesaikan

pekerjaan dalam kurung waktu tertentu.

3. Faktor individual

Situasi atau kondisi yang mempengaruhi kehidupan secara individual seperti

faktor ekonomi, keluarga dan kepribadian dari karyawan itu sendiri.

Menurut Sarafino (1994), faktor–faktor yang mempengaruhi stres kerja

adalah :

1. Tuntutan kerja yang terlalu tinggi, seperti pekerjaan diluar kontrol pekerja

yang harus dilakukan secara berulang dan terus menerus, evaluasi lampiran

kerja oleh atasan.

2. Perubahan tanggung jawab dalam kerja.

3. Pekerjaan yang berkaitkan dengan tanggung jawab terhadap nyawa orang lain,

seperti pekerjaan tenaga medis dimana memiliki beban yang tinggi terhadap

nyawa orang lain sehingga menyebabkan kelelahan psikis dan akhirnya

menimbulkan stres.

4. Lingkungan fisik pekerjaan yang tidak nyaman.

5. Hobi interpersonal yang tidak baik dalam lingkungan kerja.

6. Promosi jabatan yang tidak adekuat.

7. Kontol yang padat terhadap pekerjaan.

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Chapter II 2

19

Menurut Lazarus (1985) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi

stres kerja adalah :

1. Kondisi kerja yang kurang baik, seperti penerangan yang kurang baik, bising,

terlalu dingin atau panas, dan polusi udara.

2. Beban pekerjaan yang berlebihan, baik secara kuantitatif maupun kualitatif.

Tugas yang berlebihan secara kuantitatif terjadi bila penyelesaian suatu

pekerjaan dalam waktu yang singkat. Sedangkan tugas yang berlebihan secara

kualitatif bila tuntutan pekerjaan lebih tinggi dari pada pengetahuan dan

ketrampilan pekerja.

3. Desakan waktu. Desakan waktu yang dibutuhkan dalam menyelesaikan suatu

pekerjaan tidak cukup sehingga pekerjaan selesai pada waktu yang di

tentukan.

4. Bahaya fisik, yang berupa kondisi kerja yang membahayakan, seperti

membersihkan kaca jendela gedung bertingkat atau adanya lingkungan kerja

yang membahayakan. Contohnya bekerja di tempat ketinggian dan pemakaian

mesin-mesin pemotong.

5. Spesialisasi pekerjaan. Pada pekerjaan yang rutin dan sempit, para pekerja sulit

untuk mempersepsikan pekerjaannya sehingga pekerjaan menjadi menarik dan

tidak membosankan pekerja.

Pada penelitian yang dilakukan oleh NIOSH research (1998) penyebab

stres kerja dapat dibagi dua yaitu yang berasal dari dalam individu dan dari luar

individu antara lain:

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Chapter II 2

20

a. Dari diri individu adalah usia, kondisi fisik dan faktor kepribadian, apakah

kepribadian tipe A atau tipe B, pribadi ekstrovert atau introvert ayang secara

keseluruhan dituangkan dalam lima faktor kepribadian (Big Five Factor

Personality yang meliputi ektraversia, emotional stability, agrecables,dan

operres to experience} dalam hal ini emotional stability berhubungan dengan

mudah tidaknya seorang mengalami stres.

b. Faktor dari luar individu adalah lingkungan baik lingkungan keluarga maupun

lingkungan kerja, cita-cita.

Lingkungan mendorong kondisi kerja penuh dengan stres yang disebut stres

kerja dan dapat langsung mempengaruhi keamanan pekerja dan kesehatan.

Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor- faktor

yang menyebabkan stres kerja dibagi menjadi dua bagian yaitu :

1. Faktor internal antara lain faktor individu

Faktor individu seperti keluarga, ekonomi, kepribadian.

2. Faktor eksternal antara lain faktor lingkungan dan organisasi.

Faktor lingkungan berupa keamanan dan keselamatan dalam lingkungan

pekerjaan, perilaku manejer terhadap bawahan, kurangnya kebersamaan

dalam lingkungan pekerjaan. Faktor organisasional seperti tuntutan tugas

yang berlebihan, tekanan untuk menyelesaikan pekerjaan dalam kurung

waktu tertentu.

Universitas Sumatera Utara