Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta 1
CO-LIVING SPACE KEMBARAN
Humaira
1921208411
Program Penciptaan dan Pengkajian
Pascasarjana Institut Seni Indonesia Yogyakarta
ABSTRAK
Membangun atau memupuk empati terhadap sejarah bukanlah sesuatu yang
mudah, berangkat dari ketertarikan kepada bangunan tradisional dan craftmanship.
Perancangan ini didasari dari ideologi penulis, bahwa banyak hal menarik dari
desain kelokalan yang dapat dijelajahi, tidak hanya dari segi bangunan, furniture,
material hingga keahlian ketukangan yang dapat dipadukan dalam sebuah interior.
Disisi lain permasalahan dalam kepadatan penduduk atau urbanisasi di kota-kota
besar menjadi issue, dimana diperkirakan ledakan penduduk usia produktif
diprediksi 2030-2040 yang disebut sebagai potensi demografis. Dengan
pertumbuhan urbanisasi yang cepat kemungkinan besar berkontribusi pada
memburuknya kualitas keseimbangan ekosistem alam seperti kualitas udara,
kecuali jika pemerintah beraksi untuk mengontrol emisi. Dari hal itu pemilihan
material alam sekitar termasuk hal-hal yang yang meliputi ideologi penulis
mengenai lokalitas daerah akan menjadi pembahasan perancangan yang akan
diangkat.
Perancangan akan menggunakan pendekatan metode Design Thinking,
memulai proses pemikirannya tidak dengan pendekatan terhadap masalah,
melainkan memulai proses kreatifnya melalui empathy terhadap kebutuhan
manusia. Disisi lain ada prinsip-prinsip yang memperkuat perancangan yang akan
dikaitkan ATUMICS dan konsep sustainability.
Kata Kunci: Co-living, Urbanisasi, Lokal.
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta 2
ABSTRACT
Building or cultivating empathy for history is not easy, starting from an interest
in traditional buildings and craftsmanship. This design is based on the author's
ideology, that there are many interesting things from a local design that can be
explored, not only in terms of buildings, furniture, materials to craftsmanship skills
that can be combined in an interior. On the other hand, the problem of population
density or urbanization in big cities is an issue, where it is estimated that the
explosion of the productive age population is predicted to be 2030-2040 which is
referred to as the demographic potential. The rapid growth of urbanization is likely
to contribute to the deteriorating quality of the balance of natural ecosystems such
as air quality unless the government takes action to control emissions. From that,
the selection of natural materials around, including things that include the author's
ideology regarding regional locality, will be the design discussion that will be
raised.
The design will use the Design Thinking method approach, starting the thought
process not by approaching the problem, but starting the creative process through
empathy for human needs. On the other hand, some principles strengthen the design
that will be linked to ATUMICS and the concept of sustainability.
Keywords: Co-living, Urbanization, Local.
1. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Perancangan
Membangun atau memupuk empati
terhadap sejarah bukanlah sesuatu
yang mudah, berangkat dari
ketertarikan kepada bangunan
tradisional dan craftmanship.
Perancangan ini didasari dari ideologi
penulis, bahwa banyak hal menarik
dari desain kelokalan yang dapat di
eksplor, tidak hanya dari segi
bangunan, furniture, material hingga
keahlian ketukangan yang dapat
dipadukan dalam sebuah interior.
Disisi lain permasalahan dalam
kepadatan penduduk atau urbanisasi
di kota-kota besar menjadi issue.
Urbanisasi dapat diartikan
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta 3
perpindahan penduduk secara
bersamaan dari desa. Indonesia
merupakan salah satu negara yang
mengalami peningkatan penduduk
yang sangat pesat, hal tersebut
menyebabkan meningkatnya
mobilitas penduduk.
Satu solusi yakni berbagi peralatan
tempat tinggal dalam satu rumah,
seperti dapur, tempat kerja, smart
things (gadget), dan child care untuk
mengatasi permasalahan tersebut.
Hal-hal ini merujuk pada konsep
berbagi yang disebut co-living atau
communal living. Terkait dengan
issue yang diangkat, disisi lain
dengan penambahan penduduk
mampu mempengaruhi sumber daya
alam seperti salah satunya
penggunaan bahan bangunan untuk
memenuhi kebutuhan tempat tinggal
dengan penggunaan material tidak
ramah lingkungan, maka dalam
perancangan ini dibutuhkan material
bangunan yang baik untuk
keberlangsungan alam, salah satunya
dengan penggunaan renewable
material. Proses perancangan
menggunakan metode design
thinking, yakni ATUMICS dan
sustainability. Pemilihan metode dan
konsep yang diatas dikarenakan
metode ini menunjukkan keterkaitan
satu sama lain dan sangat membantu
dalam perancangan yang terkait
dengan nilai kebudayaan, dan
pemilihan material dapat terkait
dengan konsep sustainability dengan
pemilihan material yang bersifat
renewable.
B. Rumusan Perancangan
Bagaimana menghasilkan
perancangan co-living space di
daerah Kembaran sebagai solusi
permasalahan tempat tinggal, bekerja,
dan berkegiatan bagi beberapa
keluarga/individu dalam satu
‘wadah’, serta menawarkan
penggunaan material renewable yang
diharapkan dapat menjadi alternatif
material agar terciptanya lingkungan
yang sehat kedepannya.
2. KAJIAN SUMBER
PERANCANGAN
A. Perkembangan Co-living Space
Istilah co-living atau communal living
telah berdengung dalam beberapa
tahun terakhir sejak pengguna awal
mulai percaya pada konsep sebagai
alternatif model perumahan saat ini.
Co-living telah berdengung dalam
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta 4
beberapa tahun terakhir sejak
pengguna awal mulai percaya pada
konsep sebagai alternatif model
perumahan saat ini. Secara garis besar
co-living adalah bentuk kehidupan
komunal modern di mana
penghuninya mendapatkan kamar
tidur pribadi di rumah berperabotan
dengan area umum bersama. Pada
saat ini co-living populer di kota-kota
besar sebagai cara hidup yang
terjangkau bagi siswa, pekerja, digital
nomad, atau individu yang pindah.
Tidak seperti apartemen tradisional,
co-living menarik bagi penyewa
karena keterjangkauan, fleksibilitas,
fasilitas yang disertakan, dan rasa
kebersamaan.
B. Desain Interior Co-Living
Space di Dunia
Lokasi menjadi hal yang penting
dalam hunian co-living, pada
umumnya terletak dikota-kota dengan
intensitas kerja yang tinggi seperti
New York, London, Madrid, dan
lainnya. Desain interior dominan
memiliki konsep-konsep yang
menarik dan mengutamakan fungsi
serta fasilitas.
C. Desain Interior Co-Living
Space di Indonesia
Hal yang menarik co-living di
wilayah Bali, Yogyakarta
menampilkan desain interior yang
memiliki karakteristik daerah masing-
masing kota. Sedangkan pada daerah
Jakarta dan Bandung desain lebih ke
konsep millennial dan clean.
D. Elemen Co-Living Space
Salah satu hal yang membedakan co-
living dengan apartemen
konvensional adalah komponen atau
atribut fisik dari co-living. Komponen
ruang pada co-living yang dimaksud
adalah:
a. Private Space terdiri atas
ruang tidur untuk satu orang
penghuni. Pada umumnya private
space sudah berisikan perabot
minimum seperti tempat tidur,
meja belajar.
b. Communal Space terdiri atas
ruang komunal utama dan
sekunder. Ruang komunal utama
biasanya memiliki luasan yang
paling besar dan terletak di salah
satu lantai, seperti dapur, dan
lounge. Sedangkan, ruang
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta 5
komunal sekunder merupakan
ruang komunal yang berada di
setiap lantai hunian, seperti kamar
mandi, atau pantry dan lain-lain.
Ruang komunal dapat bervariasi,
seperti fitness, laundry, dan
lainnya.
E. Renewable Material
Pada lokasi Yogyakarta sumber
material yang bersifat renewable dan
yang akan digunakan ada berbagai
jenis, mengingat Yogyakarta
merupakan salah satu kota yang
memiliki begitu banyak pengrajin dan
hal ini menjadi sebuah kelebihan yang
dapat menghasilkan desain yang
iconic.
Gambar 1. Lokasi sumber alam yang
renewable yang berada di Yogyakarta
Sumber: Santai Furniture
3. METODE PERANCANGAN
Perancangan ini menggunakan
metode design thinking oleh Tim
Brown, metode yang berpusat
pada pendekatan manusia dalam
memecahkan masalah dengan
proses terorganisir dalam
mendefinisikan masalah. Proses
yang berfokus pada the human-
centered side of creative problem
solving ini terdiri dari 5 tahap,
yaitu:
A. Empathize
Desainer memulai dengan
pendekatan secara empati,
sebagai upaya memahami dan
melihat perspektif orang lain.
Penulis pada tahap ini
membuat kuisoner dengan
pertanyaan berikut:
No. Pertanyaan
1. Menurut Anda berapa jumlah
peserta yang ideal dalam
menghuni co-living space ?
2. Dari ruangan ini, manakah
yang Anda nyaman berbagi
dengan penghuni lain?
3. Ruang seperti apa yang akan
menjadi area dominan
aktivitas Anda ?
4. Berapa banyak dari hal berikut
yang Anda inginkan dalam
komunitas co-living ?
5. Suasana seperti apa yang Anda
harapkan dari hunian ini ?
6. Apakah Anda akan berbagi
peralatan rumah tangga seperti
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta 6
alat dapur, beberapa
elektronik, alat kebersihan dan
lain-lain ?
7. Seperti apa penghuni yang
Anda inginkan ?
8. Menurut Anda apa yang akan
menjadi kelebihan dari
menghuni co-living space ?
9. Apa yang Anda pikir akan
menjadi kekurangan dari
menghuni co-living space ?
10. Sifat apa yang paling penting
dalam diri seorang penghuni ?
11. Konsep Desain seperti apa
yang anda harapkan pada
hunian ini ?
12. Furniture seperti apa yang
Anda harapkan ?
13. Secara pendapat berdasarkan
profesi Anda, apakah yang
menjadi masalah dari hunian
co-living ?
14. Apalah memiliki minat
penggunaan material yang
ramah lingkungan ?
15 Apakah Anda memiliki saran
atau referensi desain untuk
perancangan ini ?
Tabel 1. Kuesioner pada
tahapan empathize metode
design thinking.
B. Define
Pada tahap define (menentukan),
metode pemikiran mengenai
perpaduan elemen tradisional dan
modern dapat menjadi bagian dari
perancangan ini. Salah satu metode
yang menginspirasi penulis adalah
ATUMICS (Artefact, Technique,
Utility, Material, Iconic, Concept,
Shape) adalah sebuah metode tentang
pengaturan, kombinasi, integrasi, atau
campuran antara unsur-unsur dasar
tradisi dengan modernitas. Metode ini
sebagai alat untuk mencari
kemungkinan membuat objek baru
yang terinspirasi dari tradisional,
dengan menata ulang dan
mengintegrasikan enam elemen
tradisi dan modernitas.
Gambar 2. Metode ATUMICS, pada
objek Artefak (Artefact) terkait 6
elemen: Teknik (Technique), Konsep
(Concept), Peralatan (Utility), Bentuk
(Shape), Ikon (Icon) dan Material (M).
Sumber: Nugraha, 2012, p.176
Dari elemen ini, perancangan akan
berfokus pada elemen Icon. Istilah
'ikon' dalam penelitian ini dapat
merujuk pada segala bentuk simbolik
dari citra yang muncul dari alam
(flora dan fauna), ornamen geografi,
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta 7
dekorasi, warna, mitos, manusia, dan
artefak.
Pada tahap define, konsep lainnya
yang memiliki benang merah pada
perancangan ini adalah konsep
sustainability. Konsep utama yang
akan terkait dalam perancangan ini
adalah bahan, pemilihan bahan
diutamakan yang berdasarkan dari
sekitar Yogyakarta.
Gambar 3. Konsep yang dapat
menghasilkan sustainability
Sumber: An Interviewing: Design and
Craftsmanship University Online Talk
Show with Eko Prawoto, 11 Mei 2020.
Proses yang dimaksud pada gambar
diatas diharapkan dapat mengikuti
alur yang bermula dari sebuah ide,
bahan, serta keterampilan bertukang
dapat memberikan impact lebih
seperti respek sikap nilai yang
dihasilkan, pengenalan sifat karakter
teknik yang dihasilkan dari
pengelolaan material, dan komunikasi
gagasan konsep kerja yang dimaksud
sebagai peluang kerja bagi
masyarakat sekitar atau terdekat.
C. Ideate
Proses menyusun gagasan-gagasan,
rencana-rencana pemikiran juga
gambaran-gambaran. Dengan
menyusun berbagai solusi yang
mungkin dapat diambil oleh desainer
dengan pasti dan menemukan
berbagai ide.
D. Prototype
Tahap ini desainer menggunakan
kemampuan kreatifnya untuk
membuat dan mewujudkan ide serta
inovasi yang telah di dapat pada tahap
sebelumnya (ideation). Tahap ini
penulis akan melakukan kedua
proses, dari low-fidelity berupa layout
mapping dan floor plans, yang
kemudian menghasilkan prototipe
high-fidelity berupa beberapa
gambaran 3d visual yang dapat lebih
mudah untuk dipahami klien yang
kemudian dari setiap proses tersebut
menghasilkan feedback akan ada
rapid prototype hingga menghasilkan
desain final.
E. Test
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta 8
Pada proses ini desainer menguji
apakah ide dan inovasi yang diberikan
sudah menjawab permasalahan
kebutuhan pengguna dan menjadi
solusi yang tepat ataukah tidak. Tahap
testing ini juga merupakan
kesempatan untuk memahami klien
lebih dalam.
4. IMPLEMENTASI
PERANCANGAN
A. Empathize
Berdasarkan hasil dari kuesioner yang
dilakukan pada bab sebelumnya,
penulis mencoba menyusun susunan
respon dengan menyamakan persepsi
dalam kebutuhan perancangan.
Gambar 4. Keyword dalam perancangan
dari jawaban kuesioner
Sumber: Arsip Penulis (2021)
Hasil dari kuesioner yang dibahas dari
sebelumnya, menjadi point-point
utama yang perlu diperhatikan dalam
perancangan diantaranya: privasi,
suasana tenang dan nyaman menjadi
concern utama yang menjadi jawaban
dominan, aktivitas ruang yang
menjadi kebutuhan utama yakni
ruang kerja, ruang tidur, dan dapur.
Serta pentingnya konsep perancangan
yang memiliki nilai pembeda dari co-
living pada umumnya terutama di
daerah Yogyakarta.
B. Define
Pada tahap ini dilakukan proses
penentuan dengan pengumpulan
referensi dan pengembangan ide yang
dipadukan dengan prinsip-prinsip
ATUMICS dan konsep sustainability.
Pemilihan bahan serta konsep
menjadi nilai pembeda pada
perancangan ini, karena penulis
mencoba menerapkan desain yang
memiliki hasil yang menunjukan
artefak lokal.
C. Ideate
Berikut ini merupakan ideasi konsep
pada perancangan ini.
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta 9
Gambar 5. Ideasi penerapan konsep
Sumber: Arsip Penulis (2021)
Berdasarkan dari hasil keyword,
konsep bermula dari kebutuhan
berupa ruang privacy dan ruang kerja
dengan keinginan interior yang
bersih. Maka elemen interior dan
furniture akan berfokus dengan
sustainable nature, sosial, dan
karakteristik (bagian dari keyword),
dengan mengadopsi prinsip
sustainability dapat memperkuat
konsep perancangan.
Sedangkan pada implementasi ideasi
yang diterapkan pada lantai dan
dinding menggunakan material yang
dominan berasal dari pengrajin
Yogyakarta.
Gambar 6. Ideasi pada lantai dan
dinding co-living dengan material batu
bata, rotan, anyaman, dan kaca s antik
Sumber: Arsip Penulis (2021)
Pada implementasi ideasi pada
furniture Pola rangka konstruksi
furniture dominan menggunakan besi
diameter 1,2 hingga 2 cm dengan
finishing doff. Bentuk desain yang
mengimplementasikan huruf
hanacaraka dengan material
aluminium yang curve menyesuaikan
karakter bentuk huruf tersebut.
Dimana bentuk curve ini mengartikan
perilaku orang Jawa yang luwes,
lemah lembut dan sopan.
Gambar 7. Ideasi furniture
Sumber: Arsip Penulis (2021)
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta 10
D. Prototype
Dari proses ini area yang difokuskan
adalah zona communal, semi private,
dan private. Nama dari semi private
dan private menggunakan filosofi
Jawa yakni “Memayu hayuning
bawana” yang memiliki makna
filosofi atau nilai luhur tentang
kehidupan dari kebudayaan Jawa.
Memayu hayuning bawana jika
diartikan dalam bahasa Indonesia
menjadi memperindah keindahan
dunia. Orang Jawa memandang
konsep ini tidak hanya sebagai
falsafah hidup namun juga sebagai
pekerti yang harus dimiliki setiap
orang. tipe 1 Ning, tipe 2 Ba, tipe 3
Wa, dan tipe 4 adalah Na.
Gambar 8. Susunan pembagian shared
area, semi shared area, & private area.
Sumber: Arsip Penulis (2021)
Ukuran luasan area co-living space
Kembaran ini 500m² dengan luasan
ukuran perancangan area privasi
berukuran 92.5m², semi shared area
115m², dan shared area 65m² .
Area private prototype pertama pada
area private berdasarkan hasil proses
sebelumnya memiliki 4 jenis kategori
yang dari masing-masing bangunan
terdiri dari ukuran 3.5x5m untuk
kapasitas 1-2 orang (Ruangan Ning),
4x5m untuk kapasitas 2 orang
(Ruangan Ba), 5x5m untuk kapasitas
3 orang (Ruangan Wa), dan 6x5m
untuk kapasitas 4 orang (Ruangan
Na). Berikut ini layout rancangan
awal dari masing-masing area dengan
yang berdasarkan kategori yang
dibutuhkan dalam area private.
Pada tahap prototype ini dilakukan 3
kali dari pembuatan layout mapping
hingga 3d visual. Berikut hasil dari
perancangan interior Co-living space
Kembaran:
a. Private (Ruangan Ning)
Ruangan tipe 1 ini diberikan nama
Ning ini memiliki kapasitas 1 sampai
2 orang, desain pada layout ini terdiri
dari beberapa area yang diantaranya
area istirahat, bekerja, dapur kecil,
dan toilet, penerapan di beberapa
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta 11
furniture menggunakan sistem
portable dan folding seperti pada troli
area dapur, kursi lipat untuk tamu atau
makan serta meja makan yang bisa
dilipat dan digunakan sebagai meja
tamu atau sebagainya.
Gambar 9. Ruang privacy yang dapat
memenuhi kebutuhan kegiatan seperti
istirahat, bekerja, memasak dan lainnya.
Sumber: Arsip Penulis (2021)
b. Private ( Ruang Ba )
Ruangan tipe 2 ini diberikan nama Ba,
memiliki kapasitas 2 orang. Desain
pada layout ini terdiri dari beberapa
area yang diantaranya area istirahat,
bekerja, dapur kecil, dan toilet.
Gambar 10. Ruangan dengan kapasitas 2
orang.
Sumber: Arsip Penulis (2021)
Gambar 11. Lantai mezzanine menjadi
area privacy.
Sumber: Arsip Penulis (2021)
c. Private ( Ruang Wa )
Ruangan tipe 3 ini diberikan nama
Wa, memiliki kapasitas 3 orang.
Desain pada layout ini terdiri dari
beberapa area yang diantaranya area
istirahat, bekerja, dapur kecil, dan
toilet. Pada layout 1, desain
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta 12
menggunakan bunk bed dan meja
tidur dengan kapasitas 2 orang di
bagian mezzanine, namun pada layout
2 area istirahat menggunakan dua
bunk bed dan pada satu sisi bawah
bunk bed fungsinya diubah sebagai
wardrobe untuk memenuhi
kebutuhan rak baju.
Gambar 12. Ruangan Wa dengan
elemen batu bata yang dominan
terlihat.
Sumber: Arsip Penulis (2021)
Gambar 13. Material lantai
menggunakan tegel kunci, dengan warna
yang menyesuaikan warna alam.
Sumber: Arsip Penulis (2021)
d. Private ( Ruang Na )
Ruangan tipe 4 ini diberikan nama
Na, memiliki kapasitas 4 orang
dengan ukuran 6x5 m. Desain pada
layout ini terdapat perbedaan yang
jelas pada area istirahat, dan dari
ruangan lainnya area dapur disini
menggunakan furniture yang bersifat
pakem.
Gambar 14. Elemen batu bata dan roster
menjadi point interest pada perancangan
Co-living Kembaran.
Sumber: Arsip Penulis (2021)
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta 13
Gambar 15. Axonometric ruangan Na.
Sumber: Arsip Penulis (2021)
e. Semi Private ( Ruang Hayu )
Pada area semi private ini diberikan
nama Hayu, merupakan area dapur
dan mini garden. Ruangan berada di
tengah-tengah bangunan agar akses
dimudahkan dari setiap ruang private.
Desain terinspirasi dari Angkringan
yakni sebuah tempat makan kaki lima
yang umum di Yogyakarta, namun
penerapan desain dibuat lebih
kontemporer, dengan mini garden di
samping dapur.
Gambar 16. Bangunan Hayu.
Sumber: Arsip Penulis (2021)
Gambar 17. Perubahan ada pada
material tegel kunci dan meja berada di
center.
Sumber: Arsip Penulis (2021)
f. Semi Private ( Ruang Memayu )
Pada area semi private ini diberikan
nama Memayu merupakan area kerja
yang dipadukan dengan library dan
shared toilet. Ruangan dengan ukuran
15x5m ini terbagi dari jenis meja
kerja terbagi menjadi 3 tipe, yakni
meja dengan sistem umumnya, meja
yang dapat diatur ketinggiannya dan
acoustic office booth untuk lebih
privasi (untuk video atau voice call)
karena dibuat untuk redup suara.
Gambar 18. Ruangan yang terdiri dari
area kerja, perpustakaan, dan toilet
dalam satu bangunan.
Sumber: Arsip Penulis (2021)
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta 14
Gambar 19. Tampak perspective area
kerja, perpustakaan, dan toilet dalam
satu bangunan.
Sumber: Arsip Penulis (2021)
g. Shared (Communal Area)
Area ini digunakan untuk kapasitas
20 lebih orang, diutamakan untuk
kegiatan komunitas di area outdoor
hunian.
Gambar 20. Area komunal terletak di
tengah bangunan, yang dirancang untuk
kegiatan komunitas dengan ukuran
10x5m.
Sumber: Arsip Penulis (2021)
h. Shared (Toilet)
Toilet yang digunakan pada shared
area ini digunakan untuk pengguna
luar hunian.
Gambar 21. Toilet untuk area shared
Sumber: Arsip Penulis (2021)
5. PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada proses test dengan assumption
testing dengan feedback dari klien
terdapat point-point ditinjau kembali
mengenai tingkat privasi yang didapat
dan faktor kenyamanan tingkat usia
penghuni untuk usia balita dan 50
tahun keatas dikarenakan desain area
privasi tipe 2 dan 3 tidak mendukung
untuk kategori usia tersebut. Serta
efektifitas untuk kegiatan komunitas
perlu ditinjau kembali, dikarenakan
belum adanya spesifik kategori
komunitas apa yang cocok pada
perancangan ini atau bisa dikatakan
masih terlalu general. Perancangan
Co-living space Kembaran dengan
menggunakan metode design thinking
merupakan pendekatan perancangan
yang membantu dalam proses
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta 15
perancangan, pengumpulan insight
dari calon penghuni dari berbagai
lintas profesi yang memungkinkan
sebagai calon penghuni co-living
dapat menjadi tinjauan yang
menyesuaikan kebutuhan
perancangan ruang komunal dan
private yang memenuhi kebutuhan
multifamily dengan latar belakang
yang berbeda.
B. Saran
Proses perancangan dalam karya ini
ada baiknya jika dapat di tes kembali
dan dilakukan pengulangan dan
ditinjau kembali dikarenakan objek
penelitian masih bukan area urban
yang cukup pesat, sehingga desain
belum di lokasi yang benar-benar
mengalami issue urbanisasi.
Diharapkan dengan lokasi
permasalahan yang ril perancangan
dapat lebih cermat dan detail, dan
diharapkan karakteristik daerah dapat
lebih banyak diimplementasikan pada
perancangan interior sebagai bentuk
kepedulian pada kebudayaan dan
menjadi contoh untuk desainer lain
untuk mulai memperhatikan lokalitas.
Diharapkan kedepannya penulisan ini
dapat dikembangkan sehingga dapat
berdampak dan bermanfaat bagi
masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Brown, Tim. 2009. Change by
Design. New York, Harper
Collins.
Brown, Tim. 2008. Design Thinking.
Harvard Business Review, June
2008, p. 84 – 92.
Davis, Keith & John W. Newstorm.
1196. Perilaku dalam Organisasi.
Jakarta: Erlangga.
D.K. Ching, Francis. 2002.
Architecture, Space and Order,
New York, Macmillan Publishing
Company, New York.
Dohr, Joy & Portillo Margaret. 2011.
Design Thinking for Interiors,
John Wiley & Sons, Inc., New
Jersey.
Farrelly, Lorraine. 2006. Basic
Architecture Construction and
Materiality. Switzerland: AVA
Publishing SA.
Hidayat, Anas & Andy Rahman.
2019. Nata Bata. Jakarta: Omah
Library.
Hidayat, Anas & Andy Rahman.
2021. Ngekos. Yogyakarta: Tan
Kinira.
IDEO, Design Thinking for Educators
2nd Edition. 2012.
Kilmer, Rosemary & W. Otie Kilmer.
2014. Designing Interiors. United
States.
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta 16
Lawson, Fred. 1994. Restaurant
Planning & Design. Cambridge:
Cambridge University Press.
Lyons, Arthur. 2007. Materials for
Architects and Builders.
Amterdam: Elsevies. Fred. 1994. t
Nugraha,
Mangunwijaya, Y.B. 1997. Pasal-
Pasal Pengantar Fisika Bangunan,
Jakarta: Djambatan.
Nugraha, Adhi. 2012. Transforming
Tradition: A Method of
Maintaining in a Craft and Design
Context. Helsinki: Aalto
University Publication.
Osborne, Rachel. 2018. Best Practices
for Urban Coliving Comminities.
The Graduate Collage. University
of Nebraska. Lincoln.