12
COMING APART AND STAYING TOGETHER AT THE CENTRE: DEBATES OVER PROVINCIAL STATUS IN JAVA AND MADURA George Quinn

COMING APART AND STAYING TOGETHER AT THE CENTRE DEBATES OVER PROVINCIAL STATUS IN JAVA AND MADURA.pptx

  • Upload
    vera

  • View
    9

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

COMING APART AND STAYING TOGETHER AT THE CENTRE: DEBATES OVER PROVINCIAL

STATUS IN JAVA AND MADURA

George Quinn

Dr. George Quinn• Dr. George Quinn lahir di Selandi

Baru pada tanggal 22 Juli 1943• seorang pakar sastra dan Budaya

Jawa yang berdomisili di Australia• George Quinn merupakan dosen

senior di Australian Nastional University di Canberra

• Selain menggeluti sastra dan budaya Jawa, ia juga meneliti tentang perkembangan agama Katolik Roma ddi Timor Leste dan sekarang ia juga mempelajari tradisi masyarakat Jawa berziarah ke kuburan suci atau para Wali Songo

Bagian ini menjelaskan tentang gerakan separatisme yang terjadi

diantara provinsi di Pulau Jawa dan Madura dengan memperhatikan kemunculannya dan kelemahan

provinsi di Jawa dalam memperhatikan keseluruhan

kabupaten/kota di dalam wilayahnya.

Banten: Kembalinya Sang Jawara

Keinginan untuk menjadi Provinsi Banten bukan merupakan hal baru. Persepsi yang telah menyebar luas di daerah Banten adalah keistimewaan kultur dan kesatuan pemerintahan yang diwarisi dari Pemerintahan Kolonial Belanda ketika dipisahkan menjadi Keresidenan dan secara resmi diberikan penghargaan karena memiliki karakter, sejarah dan organisasi sosial yang berbeda. Keunikan identitas Banten dicirikan kedalam empat hal, yaitu: sejarah, agama, bahasa dan karakter spesial dari masyakarat Banten.

Kaum elit Banten telah menyimpan kebencian terhadap apa yang mereka terima sebagai pengabaian daerah oleh Provinsi Jawa Barat di Bandung. Terpisah dari aset-aset ekonomi yang melimpah ruah di Banten, keempat kabupaten di Banten merupakan Kabupaten termiskin di Jawa Barat.

Provinsi Banten telah diresmikan pada tanggal 4 Oktober 2000, dengan ibu kotanya yaitu Serang.

Cirebon: Kami bukan Orang Sunda Perdebatan perubahan nama Provinsi Jawa

Barat menjadi Pasundan, Sunda, Tatar Sunda dan lain-lain merangsang kemarahan di wilayah Cirebon, dimana adanya rasa perbedaan yang kuat, identitas lokal yang sangat berbeda dengan dataran tinggi Sunda

Agustus 2002 sekitar 100 parlemen lokal, kalangan bisnis, bangsawan, pemuka agama, seniman, akademisi dan pemuda mengadakan pertemuan di Cirebon untuk mendiskusikan kemungkinan untuk membentuk provinsi baru.

Pertemuan tersebut memutuskan untuk meneliti dukungan dari masyarakat tentang ide ini, namun kemudian pemecahan muncul di antara elit politik

Walikota Cirebon, misalnya, mengatakan bahwa hal ini merupakan ekspresi skeptis, menyarankan bahwa kampanye untuk membuat provinsi baru dipengaruhi oleh ambisi politik yang sempit dan dimanapun otonomi daerah adalah memberikan kekuatan pemerintahan di level kota dan kabupaten, bukan di level provinsi. Diakhir tahun 2002 kampanye untuk pembentukan provinsi terlihat kehilangan semangatnya.

Madura: Mimpi dari sebuah Jembatan

• Ulama Muslim memainkan peran yang sangat penting dalam perdebatan tentang kemungkinan membentuk status Provinsi di Madura.

• Pada bulan Desember 1999 kelompok Ulama, Bassra, mempertemukan Gubernur Jawa Timur, Imam Utomo, Tiga Bupati Madura dan berbagai macam kelompok ulama, pemerintah daerah, parlemen, ketua komonitas dan pemuda serta pelajar dalam sebuah pertemuan yang diadakan di Pesantren sekitar daerah Sumenep.

• Pertemuan tersebut awalnya untuk mendiskusikan tentang membangun masyarakat madani di Madura namun isu khususnya yaitu untuk mendapatkan status Provinsi.

• Perhatian mengenai masalah ekonomi menjadi alasan utama pembentukan Provinsi Madura. Beberapa tokoh masyarakat Madura merasa bahwa Pemerintah Jawa Timur telah mengabaikan kemiskinan dan kelemahan dalam sumber daya di Pulau ini.

• Pendukung dari status Provinsi mengangkat masalah tentang kurangnya akses masyarakat Madura kepada kekayaan gas alam di wilayahnya. aktivis lokal berpikir bahwa hal ini akan dapat diperbaiki melalui pemberian status Provinsi Madura.

Surakarta: dibayangi oleh hantu Swapraja• Tidak beberapa lama dari kemerdekaan Indonesia, Presiden Sukarno memberikan otonomi

khusus (swapraja) untuk Yogyakarta dan Surakarta. Pemberian status swapraja disambut dengan permusuhan dari kelompok pemuda radikal. Gerakan anti Swapraja menyebabkan kedudukan kraton menjadi sangat lemah dan sulit sehingga status swapraja Surakarta dapat dengan mudah diruntuhkan.

• Pada 30 April 1946, Susuhunan, Pakubuwono XII, menyerah kepada tekanan yang terjadi, mengeluarkan pernyataan menyerahkan otoritasnya kepada Republik pemerintah pusat

• Bermacam alasan-alasan pemerintahan dan ekonomi telah maju untuk pembentukan daerah istimewa. Namun sudah menjadi rahasia umum jika status daerah istimewa untuk Surakarta diberikan sebagai langkah awal untuk menirukan kestabilan dan kemakmuran dari Yogyakarta

• Penawaran ini disambut dengan penolakan lagi. Aturan tradisional Surakarta telah terbukti tidak mampu merehabilitasi diri mereka sendiri.

• Ada persepsi terkenal bahwa dahulu Pakubuwono XII bermusuhan dengan republik dan bahkan bersekutu dengan Belanda selama masa revolusi. Kerajaan kusunan diingat sebagai kerajaan yang kurang mendukung terbentuknya Republik. Kerajaan mangkunegara telah dikotori dengan kedekatannya dengan keluarga Soeharto.

• Kecurigaan ini juga menyebarluas bahwa status daerah istimewa akan diberikan bagi kedua kerajaan agar lebih mudah untuk mengakses pendanaan bagi renovasi dan pemeliharaan dari kekayaan mereka yang luas. Keduanya telah terlibat dalam sengketa tanah antara pembisnis dan perseorangan yang menduduki tanah yang mereka sebut sebagai tanah kerajaan. Sangat jelas bahwa status daerah istimewa akan mampu melunasi sengketa dengan cepat untuk keuntungan kerajaan.

Yogyakarta: menjadi ‘khusus’ berarti mempertahankan status quo

• Di awal bulan April pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta membuat perencanaan RUU parlemen, Undang-Undang Keistimewaan yang akan memberikan kejelasan tentang kekhususan di Yogyakarta sebagai Daerah Istimewa.

• Sebagai efek dari daerah istimewa bagi Yogyakarta terkait untuk kepala pemerintah yang diangkat dari garis keturunan Sultan Yogyakarta sebagai Gubernur dan Sri Pakualam menjadi wakil gubernur.

• Ada beberapa saran tentang bagaimana mengatasi kontradiksi antara hak turun temurun di satu sisi dan hak bagi warga untuk mendirikan pemerintahan dan menjalankan pilihan melalui parlemen siapa yang akan menjadi gubernur dan wakil gubernur.

• Salah satu anggota mengkritisi pemeriksaan undang-undang keistimewaan, ia berkata bahwa masyarakat tidak diizinkan untuk berhubungan secara langsung dengan kepentingan, hanya orang-orang istana, ‘biarkan mereka terlibat terutama sultan’ ia kemudian mengatakan ‘saya yakin sultan juga akan peduli dengan ide-ide demokrasi yang akan dilangsungkan’. Kritikan lain disampaikan secara terus terang, memanggil sultan untuk menggunakan kekuasaannya yang luas dan kepercayaan masyarakatnya.

CRITICAL REVIEW

• Ada berbagai latar belakang dan kepentingan di balik upaya pembentukan daerah otonomi baru

• Pada tataran normatif, kebijakan pemekaran wilayah seharusnya ditujukan untuk meningkatkan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan rakyat. Juga untuk mendekatkan antara yang melayani dengan yang dilayani.

• Pemekaran daerah dalam realitasnya tidak dapat menjadi alternatif dalam percepatan pembangunan. Apalagi, berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri), Gamawan mengatakan 70 persen dari 205 daerah otonom baru (DOB) gagal (kompasiana.com)

• Pemekaran yang terlalu jauh dan berlebihan justru mengakibatkan membengkaknya jumlah pegawai pemerintahan, semakin banyak jabatan-jabatan tinggi dalam struktur pemerintahan provinsi dan pemborosan keuangan daerah melalui penambahan birokrat yang membebani anggaran daerah akibat pembayaran gaji dan tunjangan. Pemekaran tanpa disertai konsolidasi demokrasi yang utuh dan matang melalui pemilihan umum kepala daerah (pilkada) dapat menciptakan dinasti keluarga elite-elite politik baru yang menguasai provinsi atau kabupaten bagaikan kerajaan kecil dalam Republik Indonesia. Selain itu pemekaran provinsi dengan memisahkan beberapa kabupaten dari provinsi induk dapat menjadi isu rawan yang dihinggapi sentimen perpecahan; baik antar suku-bangsa, agama maupun antar-golongan sehingga berpotensi dampak buruk bagi semangat persatuan Indonesia.

CRITICAL REVIEW

• Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang. Dalam sejarah ketatanegaraan Republik Indonesia terdapat perkembangan definisi mengenai daerah istimewa mulai dari BPUPKI (1945) sampai dengan pengaturan dan pengakuan keistimewaan Aceh (2006) dan Yogyakarta (2012). Perkembangan definisi inilah yang menyebabkan perbedaan penafsiran mengenai pengertian dan isi keistimewaan suatu daerah, yang pada akhirnya menyebabkan pembentukan, penghapusan, dan pengakuan kembali suatu daerah istimewa.

• Pemberian status daerah istimewa surakarta harus lebih dikritisi lagi baik dari segi sejarah maupun politik, karena dikhawatirkan dengan diberikannya status keistimewaan bagi Surakarta hanya akan memberikan manfaat bagi penguasa kerajaan ataupun elit politik

• Daerah Istimewa Yogyakarta disebut istimewa karena sebelum bergabung dengan RI sudah memiliki sistem pemerintahan tersendiri. Hal itu jelas karena Yogya merupakan sebuah kesultanan tersendiri. Ketika RI merdeka, Yogyakarta merupakan sebuah kerajaan (Kasultanan dan Pakualaman) yang berdaulat penuh. Yogyakarta memiliki sistem pemerintahannya sendiri. Namun, pemimpin pemerintahan di Yogyakarta memutuskan untuk bergabung dengan Republik Indonesia.

• Apabila melihat realita dinamika masyarakat di DIY yang sebagian besar masih menginginkan praktek yang telah berjalan selama ini tetap dipertahankan maka seharusnya keinginan tersebut diakomodasikan. Dalam perspektif ini, demokrasi tidak semata-mata berbicara mengenai kebebasan memilih dan dipilih, tetapi demokrasi harus bisa mengakomodir aspirasi rakyat.

Sebagai saran dengan mengutip kata sambutannya Mendagri Suryadi Sudirdja yang mengatakan bahwa

• Pertama, bahwa dalam hendak menetapakan suatu kebijakan, terlebih-lebih yang akan menyangkut kepentingan publik, mestinya kita sepakat perlu adanya mekanisme konsultasi dengan masyarakat, saran dan pendapatnya sehingga apabila kebijakan itu diambil, masyarakat telah siap dan lebih dari itu dapat memberikan dukungan.

• Kedua, bahwa proses penetapan kebijakan, dalam hal ini untuk menetapkan suatu Daerah Otonom baru, proses pengkajian dan penelitian merupakan suatu keharusan untuk dilakukan, dengan menggunakan metodologi dan teknologi penelitian yang benar dan tepat serta memperlihatkan persyaratan dan kriteria yang berlaku sehingga kebijakan itu secara objektif dan rasional dapat dipertanggung jawabkan yang pada akhirnya keputusan yang di ambil dapat dilaksanakan dengan baik.

• Ketiga, bahwa situasi dan kondisi untuk menetapkan suatu keputusan perlu diperhatikan, jangan sampai dukungan masyarakat cukup, kajian sudah benar, maksudnya baik, namun momentumnya tidak tepat sehingga semuanya tidak dapat memenuhi sasaran yang diinginkan. Seperti kasus pemekaran Irian Jaya, yang hingga kini masih diperlukan pematangan kondisinya untuk dapat dilaksanakan secara penuh.

• Keempat, bahwa pemekaran suatu daerah jangan sampai kontra produktif, yang justru berbalik pada suatu saat akan terpaksa membuat keputusan lagi untuk menggabungkan kembali ke daerah induk, bahkan untuk di hapuskan.

• Kelima, bahwa pengaturan dan penyusunan pemerintahan pada era desentralisasi dan otonomi sekarang ini tidak semata-mata untuk mewujudkan tujuan administratif saja, tetapi juga harus menciptakan peluang terbangunnya sistem demokrasi yang sehat dan berdanyanya masyarakat sehingga mampu berprakarsa dan berperan serta dalam kegiatan berbangsa dan bernegara.