14
MASTOIDITIS AKUT 1. DEFINISI Mastoiditis merupakan peradangan akut pada rongga mastoid tulang temporal yang biasanya terjadi karena otitis media akut. 2. ETIOLOGI o Streptococcus pneumonia o Streptococcus beta hemolyticus grup A o Staphylococcus aureus o Moraxella catarrhalis o Haemophillus influenza o Pseudomonas aeruginosa o Mycobacterium sp o Aspergillus fumigatus 3. MANIFESTASI KLINIS Gejala biasanya dimulai beberapa hari sampai minggu setelah onset otitis media akut. Gejala meliputi : - Demam - Nyeri telinga berdenyut dan persisten - Otorea profus, purulen dan persisten (biasanya > 3 minggu) - Prosesus mastoid mengalami kemerahan , bengkak, nyeri tekan dan fluktuasi - Aurikula terdorong ke inferior dan lateral - Hampir semua pasien memiliki manifestasi otitis media akut - Hearing loss semakin memburuk. 4. DIAGNOSIS Diagnosis mastoiditis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan oemeriksaan penunjang - Anamnesis o Riwayat otitis media akut o Otorea purulent yang persisten > 3 minggu o Otalgia persisten dan berdenyut o Demam o Penurunan pendengaran yang semakin memburuk

Compile THT

Embed Size (px)

DESCRIPTION

THT

Citation preview

Page 1: Compile THT

MASTOIDITIS AKUT

1. DEFINISI

Mastoiditis merupakan peradangan akut pada rongga mastoid tulang temporal yang biasanya terjadi karena otitis media akut.

2. ETIOLOGIo Streptococcus pneumoniao Streptococcus beta hemolyticus grup Ao Staphylococcus aureuso Moraxella catarrhaliso Haemophillus influenzao Pseudomonas aeruginosao Mycobacterium spo Aspergillus fumigatus

3. MANIFESTASI KLINISGejala biasanya dimulai beberapa hari sampai minggu setelah onset otitis media akut. Gejala meliputi :- Demam - Nyeri telinga berdenyut dan persisten- Otorea profus, purulen dan persisten (biasanya > 3 minggu)- Prosesus mastoid mengalami kemerahan , bengkak, nyeri tekan dan fluktuasi- Aurikula terdorong ke inferior dan lateral- Hampir semua pasien memiliki manifestasi otitis media akut- Hearing loss semakin memburuk.

4. DIAGNOSISDiagnosis mastoiditis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan oemeriksaan penunjang- Anamnesis

o Riwayat otitis media akuto Otorea purulent yang persisten > 3 mingguo Otalgia persisten dan berdenyuto Demam o Penurunan pendengaran yang semakin memburuko Nyeri kepalao Disertai gejala otitis media akut

- Pemeriksaan fisiko Tanda vital : suhu tubuh > 37,5 Co Pemeriksaan kepala dan telinga

Page 2: Compile THT

Prosesus mastoid bengkak, merah , dan nyeri tekan ( tanda khas acute surgical mastoiditis)

Eritema telinga Aurikula terdorong kea rah lateral dan inferior , akibat dari abses subperoosteal Proptosis aurikula Otorea purulen Penebalan periosteal (bandingkan dengan sisi kontralateral)

o Pemeriksaan otoskopi Tanda otitis media akut Protrusi sentral (nipplelike) dari membrane timpani , akibat terdorong pus Terdapat kantong pada dinding kanalis aurikula bagian superoposterior

(mengarahkan kemungkinan acute surgical mastoiditis)

- Pemeriksaan penunjango Laboratorium darah : leukositosis, laju endap darah meningkato Timpanosentesis/ miringotomi : untuk bahan kultur puso Pemeriksaan mikrobiologi : uji pewarnaan gram, kultur, dan bakteri tahan asamo Audiometri : untuk mengevaluasi tanda hearing losso Foto polos mastoid : destruksi tulang dengan perselubungan pada mastoido CT scan kepala : kavum mastoid berisi cairan, kavum mastoid melebar. CT scan kepala

untuk konfirmasi diagnosis, evaluasi risiko komplikasi dan rencana operasi.5. TERAPI

Tatalaksana awal yang bisa diberikan pada pasien mastoiditis adalah terapi suportif dan pemberian antibiotic melalu intravena yang dapat melewati sawar darah otak. Tindakan operatif dilakukan jika pemberian antibiotic yang adekuat tidak memberikan hasil. TATALAKSANA AWAL

o Amankan ABCo Pasang IV line , berikan cairan kristaloid maintenance jika tidak ada tanda dehirasi atau

syok.TATALAKSANA FARMAKOLOGIA. Mastoiditis tanpa osteitis dan periosteitis

o Pemberian antibiotic empiris untuk otitis media akut : Ceftriaxone 1 gram/12 jam IV diberikan selama 2 minggu

o Jika komplikasi terjadi (demam, nyeri atau nyeri tekan bertambah), lakukan kultur dari telinga tengah untuk antibiotic yang sesuai

o Pertimbangkan mastoidektomi jika antibiotic baru tetap gagalo Pemberian antipiretik paracetamol 500mg/8jam IVo Pemberian analgesik injeksi ketorolac 30mg/12 jam

B. Mastoiditis akut dengan osteitiso Pemberian antibiotic vankomisin 1 gram/12 jam IV dan seftriakson 1 gram/12 jam,

selama 4-14 hari

Page 3: Compile THT

o Pemberian steroid intravena dosis tinggi dan tunggal untuk mengontrol proses inflamasi (dexamethasone IV)

o Pemberian antipiretik paracetamol 500mg/8jam IVo Dilakukan mastoidektomi dengan pipa timpanostomio Pemberian analgesik injeksi ketorolac 30mg/12 jam

C. Mastoiditis akut dengan periosteitiso Pemberian antibiotic vankomisin 1 gram/12 jam IV dan seftriakson 1 gram/12 jam,

selama 4-14 hario Pemberian steroid intravena dosis tinggi dan tunggal untuk mengontrol proses inflamasi

(dexamethasone IV)o Pemberian antipiretik paracetamol 500mg/8jam IVo Pemberian analgesik injeksi ketorolac 30mg/12 jamo Dilakukan timpanostomi dengan pipa timpanostomi. Jika terdapat tanda abses

subperiosteal dapat dilakukan mastoidektomi simple dengan pipa timpanostomi.

MONITORINGo Monitor suhu pasien karena dapat turun secara cepat dalam 24 jam pertamao Setelah pemberian antibiotic pasien afebrile dan bengkak berkurang dalam 48 – 72 jam,

terapi melalui oral dapat dilakukano Lakukan rawat inap atau rujuk pada dokter spesialis THT untuk dilakukan timpanostomi

atau mastoidektomi jika terindikasio Timpanostomi dilakukan untuk kultur cairan pada telinga tengah dan dilakukan oleh

dokter spesialis THTo Indikasi tindakan mastoidektomi :

- Gejala menetap dalam 48 jam setelah pemberian antibiotic- Terdapat abses subperiosteal - Mastoid osteitis- Kolesteatoma

Page 4: Compile THT

ABSES PERITONSILAR

1. DEFINISIAbses peritonsilar merupakan kondisi terkumpulnya pus pada ruang di antara tonsil dan musculus konstriktor pharyngeal superior

2. ETIOLOGIBakteri penyebab abses peritonsilar yang paling sering adalah bakteri aerob dan anaerob seperti

AEROB ANAEROB Streptococcus pyogenesStaphylococcus aureusHaemophilus influenzaNeisseria sp

FusobacteriumPepostreptococcusPrevotellaBacteroides

3. KLINISInformasi paling penting yang bisa didapat adalah lokasi nyeri pada tenggorokan yang dapay menentukan lokasi abses. Pasien biasanya mengalami demam dan rasa sulit menelan (disfagia). Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan kesulitan atau kaku dalam membuka mulut (trismus) karena peradangan pada spasium pharingomaxilary dan musculus pterigoideus. Manifestasi paling jelas pada pemeriksaan fisik adalah terdorongnya tonsil yang meradang kea rah medioinferior dan adanya deviasi uvula kea rah kontralateral dari tonsil yang inflamasi. Pasien juga sering menghasilkan suara seperti bergumam / muffled voice yang biasa disebut hot potato voice

4. DIAGNOSISDiagnosis ditegakkan dari anamnesis , pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang

- Anamnesis o Nyeri tenggorokan (sore throat) yang memberat secara progresif, lokasi sering

menunjukkan pada satu sisi saja.o Demamo Susah menelan (disfagia)o Otalgiao Nyeri menelan (odinofagia) dengan hipersalivasio Sulit membuka mulut (trismus)

- Pemeriksaan fisik

Page 5: Compile THT

o Keadaan umum pasien tampak “toksik”o Tanda vital : suhu tubuh meningkato Pemeriksaan kepala-leher : limfadenopati servikal pada sisi lesio Pemeriksaan THT

Sulit membuka mulut / Trismus ( ukuran lebar ≤ 3 jari) hipersalivasi Muffled atau “hot potato” voice Eksudasi purulen pada tonsil Tonsil kemerahan dan membesar unilateral dengan edema fluktuatif yang

mencapai palate molle. uvula terdeviasi ke kontralateral lesi

- Pemeriksaan penunjango Laboratorium darah : leukositosis atau neutrofil shift to the lefto USG transcutaneous / intraoral: rongga bebas echo dengan bentuk ireguler dan

batas tegaso CT scan dengan kontras : area dengan atenuasi lemah pada contrast-enhancet CT

scan, diffuse sweeling pada soft tissue dengan hilangnya fat planes dan adanya edema di area sekitarnya.

o Aspirasi jarum : merupakan gold standar diagnosis dengan mengambil materi dari abses dan dilakukan pemeriksaan gram dan kultur bakteri.

5. TERAPIo Pastikan tidak ada masalah pada ABC

Pastikan patensi jalan nafas dan lakukan Penilaian tanda obstruksi jalan nafas (eg : stridor). Lakukan triple maneuver airway jika perlu. Lakukan suction jalan nafas jika terdapat cairan pada jalan nafas yang potensi aspirasi.

Penilaian tanda gangguan ventilasi . berikan oksigen 3 liter per menit melalui nasal kanul jka perlu

Pasang IV dan lakukan penilaian tanda dehidrasi (karena pasien susah menelan sehingga intake oral berkurang). Berikan cairan rehidrasi kristaloid sesuai derajat dehidrasi. Berikan cairan maintenance jika tidak ada tanda dehidrasi.

Pasang DC urin jika perlu untuk balans cairan.o Berikan analgesik dan antipiretik

1. asetaminofen 500mg/8 jam atau2. ibuprofen 400mg/8jam,

lakukan dose adjustment sampai respons maksimal.

Page 6: Compile THT

o Berikan antibiotic empiris yang dapat mencakup streptococcus pyogenes dan anaerob. Antibiotic diberikan melalui intravena atau oral (jika sudah bisa toleransi intake per oral) selama 10 hari. Pilihan antibiotic sebagai berikut (salah satu) :1. Antibiotic Intravena

- Ampicillin-sulbactam 3 gram/6 jam - Penicillin G 10juta unit/6 jam + metronidazole 500mg/6 jam - Clindamycin 900mg/8 jam

2. Antibiotic Oral - Amoxicillin-clavulanic acid (amoxiclav) 2 x 875 mg- Clindamycin 2 x 600mg atau 4 x 300mg- Penicillin VK 4 x 500mg + metronidazole 4 x 500mg

o Pemberian steroid terutama pada pasien dengan edema berat sampai ada tanda obstruksi jalan nafas atau disfagia berat - Metilprednisolone IV 2-3 mg/kg (max 250mg) dosis tunggal

o Pengobatan bisa dilakukan secara rawat jalan. Beberapa pasien harus mondok jika terdapat indikasi :

- Dehidrasi sehingga embutuhkan terapi rehidrasi cairan- Tidak bisa toleransi intake oral- Sepsis / syok sepsis / sepsis berat- Ganguan airway- Pasien dengan komorbid lain- Usia > 40 tahun

Mondok biasanya tidak melebihi 2 hari. Pasien rawat jalan harus harus dimonitor dalam 24-36 jam .

o Dilakukan tindakan aspirasi , insisi, dan drainase. Tindakan ini harus dilakukan di fasilitas kesehatan yang mampu mengatasi komplikasi jalan nafas saat tindakan operasi. Tindakan operatif ini dilakukan oleh ahli THT sehingga harus dirujuk

o Tindakan definitive tonsilektomi harus dilakukan oleh ahli THT.

Page 7: Compile THT

EPISTAKSIS

1. DEFINISIPerdarahan yang berasal dari hidung atau disebut juga mimisan

2. ETIOLOGIPenyebab epistaksis dapat diidentifikasi melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik yang seksama. Secara umum penyebabnya dibagi menjadi lokal dan sistemik.A. Lokal

- Trauma ( benturan, fraktur, pukulan)- Epistaxis digitorum ( mengorek hidung)- Corpus alienum- Iritan (pajanan asap rokok, spray nasal kokain)- Rhinitis- Cuaca dingin atau udara kering- Medikasi ( kortikosteroid topical)-Deviasi septum atau perforasi septum

B.Sistemik-Hipertensi-penyakit hati ( eg : sirosis hepatis)-kelainan hematologik ( leukemia , hemophilia , trombositopenia, disfungsi platelet)-obat obatan ( antiplatelet eg aspirin , OAINS, antikoagulan eg warfarin)-aterosklerosis-kelainan kongenital sistemik ( teleangiektasis)- infeksi sistemik ( eg demam berdarah dengue)

3. DIAGNOSISDiagnosis ditegakkan melalui anamnesis , pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Penegakan diagnosis dilakukan berkesinambungan dengan penentuan etiologi dari epistaksis

- Anamnesiso Menentukan penyebab epistaksis( riwayat trauma ; riwayat epistaksis sebelumnya ;

hipertensi , mudah lebam di bagian tubuh lain ; penyakit hati ; kelainan hematologi seperti leukemia, hemophilia , dll ; riwayat penggunaan obat-obatan seperti antiplatelet , OAINS atau antikoagulan; pada anak anak biasanya riwayat memasukkan benda asing pada hidung)

o Menentukan derajat keparahan , frekuensi dan durasi epistaksiso Jumlah sisi yang mengalami perdarahan

Page 8: Compile THT

- Pemeriksaan fisiko Keadaan umum pasien bisa tampak lemah atau normalo Tanda vital seperti tekanan darah dan nadi bisa terganggu bila perdarahan cukup masifo Pasien diperiksa dalam posisi duduk dan biarkan darah mengalir keluar dari hidung sehingga

perdarahan bisa dimonitoro Pemeriksaan dapat menggunakan speculum hidung dengan bantuan tampon sementara yaitu

kapas atau kasa yang diberi vasokonstriktor (adrenalin 1/5000 – 1/10.000 dan pantocain atau lidocain 2%) untuk menentukan lokasi perdarahan dan mengurangi rasa nyeri saat dilakukan tindakan selanjutnya. Tampon dibiarkan selama 10-15 menit. Setelah terjadi vasokonstriksi biasanya sumber perdarahan dapat terlihat jelas berasal dari anterior atau posterior. (prosedur ini juga dilakukan sebagai tatalaksana)

a. Epistaksis anteriorDarah keluar melalui lubang hidung pada posisi duduk. Pada epistaksis posterior jarang menimbulkan perdarahan massif. Sumber perdarahan berasal dari pleksus kiesselbach yang merupakan anastomosis dari a. etmoidalis anterior , a . sfenopalatina, a. labialis superior dan a. palatine mayor

b. Epistaksis posteriorDarah akan mengalir menuju ke kerongkongan pada posisi duduk. Pada epistaksis posterior biasanya menimbulkan perdarhan massif. Sumber perdarahan biasanya berasal dari a. sfenopalatina atau a. etmoidalis posterior

o Memeriksa apakah terdapat corpal ataupun tanda tanda trauma seperti bengkak, kemerahan, atau deformitas

- Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang tidak selalu dikerjakan. Pemeriksaan penunjang haya dikerjakan jika terdapat kecurigaan penyebab sistemik seperti gangguan koagulopati atau infeksi.o Laboratorium darah : darah rutin dan profil pembekuan darah ( clotting time, bleeding time, PT,

aPTT, dan INR)o Radiologi : CT scan dan MRI ( untuk melihat adanya kecurigaan keganasan)

4. TERAPI- Tatalaksana suportif awal ( pastikan ABC aman !)

Airway : Lakukan suction jika terdapat tanda perdarahan yang mengalir ke saluran nafasBreathing :Pastikan ventilasi baikCirculation : pastikan hemodinamik stabil. Pasang IV line jika terdapat perdarahan masif. Berikan cairan resusitasi jika perlu ( terdapat tanda syok)

- Mengidentifikasi dan menghentikan sumber perdarhana.Epistaksis anterior

Pasien diposisikan duduk , posisi kepala terangkat dan condong ke depan , jangan sampai hiperekstensi agar darah tidak mengalir ke saluran nafas.

Page 9: Compile THT

o Pada perdarahan ringan dapat dilakukan penekanan langsung dengan ibu jari dan telunjuk pada kedua cuping hidung kearah septum selama 5-20 menit. Pasien harus bernafas melalui mulut. Pada anak anak dan perdarahan ringan biasanya berhenti dengan prosedur ini.

o Dilakukan pemasangan tampon adrenalin menggunakan kasa steril dengan adrenalin 1/5000 – 1/10000 ditambah pantokain atau lidokain 2% . kassa dimasukkan kavum nasi sebanyak 1- 2 buah selama 10-15 menit. (prosedur ini biasanya dilakukan untuk mengetahui lokasi perdarahan)

o Bila perdarahan masih berlangsung dan sumber perdarahan dapat terlihat, lakukan prosedur kauterisasi dengan nitras argenti (AgNO3) 25-30% atau asam trikloroasetat 10% pada sumber perdarahan (biasanya pada pleksus kiesselbach) dan area tersebut dioles krim antibiotik gentamicin.

o Jika dengan kauterisasi perdarahan masih berlangsung, dilakuka pemasangan tampon anterior menggunakan kapas atau kasa steril yang dioles dengan Vaseline dan/atau salep antibiotic agar tidak melekat dan menghindari berulangnya perdarahan ketika tampon dicabut. Tampon dimasukkan 2-4 buah di area perdarahan dan dipertahankan selama maksimal 2 x 24 jam. Bila setelah 2 hari perdarahan masih berlangsung, dipasang tampon baru. Selama terpasang tampon dilakukan pemeriksaan penunjang untuk mengetahui penyebab perdarahan sistemik.

o Selain tampon anterior juga bisa dilakukan metode “nasal packing” menggunakan kasa strip yang panjang yang sudah dioles gel petroleum dan/atau salep polymyxin B-neomycin. Kasa panjang ditempatkan pada kavum nasi anterior lapis demi lapis menggunakan forceps bayonet. Lapisan kasa pertama diletakkan pada dasar kavum nasi. Lapisan selanjutnya diletakkan di atas lapisan pertama dan digunakan speculum hidung untuk menahan lapisan pertama pada dasar kavum nasi. Speculum hidung digunakan untuk menahan lapisan bawah ketika lapisan kasa baru dimasukkan. Kasa diletakkan lapis demi lapis sampai kavum nasal anterior terpenuhi.

o Jika setelah dilakukan pemasangan tampon anterior atau nasal packing perdarahan tetap tidak berhenti, dapat dilakukan pemasangan tampon posterior/bellocq (prosedur seperti di bawah) dan rujuk ke dokter spesialis THT

b. Epistaksis posteriorPasien diposisikan duduk , posisi kepala terangkat dan condong ke depan , jangan sampai hiperekstensi agar darah tidak mengalir ke saluran nafas. Epistaksis dicurigai jika perdarahan terjadi melalui nasofaring atau perdarhan tidak berhenti dengan pemasangan tampon nasal anterior.o Pemasangan tampon posterior/bellocq. Tampon bellocq berbentuk kubus atau bola

dengan diameter 3 cm yang terbuat dari kasa. Pemasangan tampon bellocq membutuhkan alat kateter untuk memudahkan proses. Berikut prosedur pemasangan tampon posterior/bellocq :1. Buat tampon bellocq dari kasa berbentuk kubus atau bola dengan diameter 3 cm

yang terikat 3 utas benang : 2 di utas di satu sisi, dan 1 utas di sisi lainnya. Pada

Page 10: Compile THT

tampon perlu dioleskan antibiotic topical anti stapilokokal untuk mencegah komplikasi infeksi.

2. Masukkan kateter melalui salah satu lubang hidung ( atau keduanya) sampai terlihat di orofaring kemudian tarik ujung kateter yang tampak tersebut menggunakan forsep bayonet keluar melalui mulut.

3. Ikatkan 2 utas benang tampon bellocq pada ujung kateter yang keluar melalui mulut , kemudian tarik kembali ujung kateter satunya pada hidung hingga 2 utas tali tampon bellocq tampak pada lubang hidung dan dapat ditarik.

4. Dorong tampon bellocq yang tampak pada rongga mulut dengan menggunakan jari sampai melewati palatum molle menuju nasofaring. Untuk mengarahkan tampon bellocq digunakan kombinasi dorongan jari dari mulut dan traksi pada kateter dari hidung dengan hati-hati. Tahap ini merupakan bagian yang paling tidak nyaman dan berbahaya sehingga harus dilakukan dengan hati hati.

5. Pastikan tampon bellocq berada pada kavum nasi posterior 6. Tambahkan tampon anterior jika masih terdapat perdarahan pada bagian

anterior.7. 2 utas benang yang keluar melalui hidung diikat pada gulungan kasa dan kasa

diletakkan pada lubang hidung depan untuk mempertahankan posisi tampon bellocq

8. 1 utas benang yang keluar melalui mulut difiksasi pada pipi pasien 9. Jika perdarahan massif dapat dipasang 2 tampon bellocq melalui kateter di

kavum nasi kanan dan kiri.10. Setelah 2 hari, tampon bellocq dapat ditarik melalui 1 utas benang yang keluar

melalui mulut. Ganti dengan tampon baru dan rujuk ke dokter spesialis THT jika perdarahan belum berhenti.

o Penggunaan tampon buatan pabrik dengan balon khusus hidung atau kateter foley dengan balon dapat menjadi alternative selain tampon bellocq.

o Kateter foley dengan ukuran 10 – 14 Fr dengan balon 30 ml dapat digunakan dengan prosedur sebagai berikut : 1. Masukkan kateter foley melalui salah satu lubang hidung yang mengalami

perdarahan sampai terlihat ujungnya pada orofaring.2. Jika ujung kateter sudah terlihat pada orofaring, lakukan inflasi balon dengan

menggunakan larutan salin 10 ml3. Tarik ujung lain kateter melalui lubang hidung dengan hati-hati sampai balon

kateter terletak pada kavum nasi posterior dan menutup lokasi perdarahan posterior.

4. Letakkan kasa gulung atau klem umbilical pada kateter di lubang hidung depan untuk mempertahankan traksi kateter agar tidak kendur. Penggunaan klem umbilical harus diberi pelapis yang lunak agar tidak menyebabkan laserasi mukosa nasal.

5. Penggunaan antibiotic topical perlu diberikan untuk mencegah infeksi.

Page 11: Compile THT

6. Setelah 2 hari jika perdarahan masih belum berhenti, rujuk ke dokter spesialis THT.

o Pasien diedukasi untuk tidak menggoyang atau menggosok hidung dan menjaga letak kepala lebih tinggi dari jantung agar epistaksis tidak terulang kembali.

o Kebanyakan pasien membutuhkan rawat jalan. Hanya beberapa yang membutuhkan rawat inap. Indikasi rawat inap :1. Pasien geriatric2. Epistaksis posterior dengan perdarahan masif yang menyebabkan gangguan

hemodinamik3. Pasien dengan gangguan koagulopati4. Pasien dengan komorbid penyakit coroner, hipertensi grade 2 atau krisis, atau

anemia berat.