CONTOH KASUS KERACUNAN WARFARIN KARENA KELALAIAN ATAU KECELAKAAN DAN PENYELESAIAN KASUS DI INDONESIA.docx

Embed Size (px)

Citation preview

CONTOH KASUS KERACUNAN WARFARIN KARENA KELALAIAN ATAU KECELAKAAN DAN PENYELESAIAN KASUS DI INDONESIA

PONTIANAK, KOMPAS.com --Dinas Kesehatan Kalimantan Barat telah mengumpulkan berbagai bukti dalam kasus keracunan yang menewaskan enam warga Kampung Sebadok, Desa Temahar, Kecamatan Jelimpo, Kabupaten Landak. Racun tikus diduga menjadi pemicu kematian enam warga Landak tersebut.Gubernur Kalimantan Barat Cornelis, menyatakan ada indikasi kelalaian dalam musibah itu. "Kami sudah kirim tim ke lapangan. Dari bukti yang dikumpulkan dan hasil wawancara oleh tim, memang benar ada racun tikus itu," kata Cornelis, Senin (20/2/2012) di Pontianak.Dalam laporan tertulis sementara mengenai kejadian luar biasa (KLB) keracunan itu, Tim Survailans Dinas Kesehatan Kalimantan Barat menemukan masa inkubasi keracunan masing-masing korban antara satu jam hingga dua jam. Para korban juga menunjukkan gejala yang sama yakni mual, muntah, sakit kepala, kejang, dan mulut mengeluarkan busa. Dengan melihat gejala itu, tim menyimpulkan bahwa para korban mengalami keracunan bahan kimia.Tim mengesampingkan dugaan keracunan makanan atau minuman yang menjadi dugaan awal. Pasalnya, ada 12 orang yang ikut makan bersama, tetapi hanya empat yang meninggal dunia. Sebelumnya, sudah ada dua orang yang meninggal dunia.Tim mengarahkan perhatian terhadap racun tikus itu setelah mewawancara beberapa orang yang memberi gambaran kronologi kejadian yang sama.Kematian enam warga Kampung Sebaduk itu bermula ketika Atek mengganti atap rumahnya dari daun menggunakan seng. Saat mengganti atap itu, ada satu tikus terjatuh yang kemungkinan sudah makan racun, tetapi belum mati. Anak Atek, Ego (3), mengambil tikus itu untuk dimainkan.Kemungkinan besar, ada racun yang masuk tubuh Ego karena dalam jangka waktu 30 menit, Ego mulas, mulut mengeluarkan busa, kejang, dan akhirnya meninggal satu jam sejak terjadi kontak dengan tikus. Sekitar tiga jam kemudian, ibu Ego, Marina (23) juga meninggal. Ada sejumlah saksi yang menyebutkan, Marina sempat menyedot busa dari mulut Ego untuk menolong.Pada malam harinya, diadakan acara selamatan untuk menghindari tulah karena ada binatang yang dipermainkan hingga mati. Namun, diperkirakan ada racun tikus yang jatuh ke lantai rumah tempat acara selamatan itu dan tidak semuanya hilang saat dibersihkan.Dari 12 orang yang ikut makan bersama dalam selamatan itu, empat di antaranya meninggal di rumah masing-masing setelah pulang, masing-masing antara satu hingga dua jam sejak makan. Tim menduga, keempat orang itu menyentuh racun di lantai tanpa sadar dan makan tidak menggunakan sendok.Kepala Bidang Humas Polda Kalimantan Barat Ajun Komisaris Besar Mukson Munandar mengatakan, sampai saat ini polisi masih menunggu hasil visum. Dari hasil pemeriksaan sementara sudah disimpulkan bahwa kematian enam warga itu memang keracunan, bukan karena sebab lain. "Jenis racun dan bagaimana itu bisa menyebabkan kematian, nanti penyidik yang akan mendalaminya," kata Mukson. Sumber: http://regional.kompas.com/read/2012/02/20/20114898/Enam.Warga.Landak.Meninggal.Akibat.Racun.Tikus.

ASPEK MEDIKOLEGAL KERACUNAN

Cara Seseorang dapat Keracunan

a. Bunuh diri; cara paling sering dilakukan adalah dengan meminum insektisida. Banyak terjadi pada remaja yang kondisi psikisnyaterganggu.b. Pembunuhan; racun yang digunakan biasanya tidak berwarna, tidak berbau, dan larut dalam makanan atau minuman. Untuk memastikan kasus ini dibutuhkan barang bukti yang menunjukkan bahwa keracunan terjadi karena kesengajaan. c. Kecelakaan; keracunan karena ketidaksengajaan. Misalnya warga sebuah desa me minum air yang mengandung logam berat, atau petani yang memakai fungisida hama tanaman sebagai obat panu. Biasanya keracunan ini terjadi pada sekelompok orang tertentu dengan pengetahuan yang juga minim.

Untuk membuktikan bahwa seseorang sakit atau meninggal karena keracunan, dokter harus melakukan otopsi, terutama uji laboratorium toksikologi untuk memastikan bahwa racun tersebar secara sistemik dalam tubuh atau hanya kontaknya saja. Selain itu, juga harus ditemukan kondisi patologis pada tubuh korban.

Keracunan makanan

Patofisiologi dan gejala yang terjadi : Penyebab: bakteri umum yang sudah sering menginfeksi sepertiStaphylococcus, E. coli, C. botulinum Pemeriksaan: racun di makanan/minuman, pemeriksaanfisik/otopsikorban

Sebagai pekerja profesional, dokter harus berpegang pada prosedur yang digariskan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Dokter sudah seharusnya membantu penyidik berwenang, tetapi prosedur yang dilakukan harus tetap memenuhi syarat sebagai berikut: Aman bagi pasien Dilaksanakan oleh personel yang kompeten Informed consent Dilakukan sesuai etikProses peradilan adalah serangkaian proses yang harus dijalani jika terjadi sengketa hukum. Proses ini meliputi 5 tahapan proses sebagai berikut:

Keterangan : 1.Penyelidikan:Proses ini diawali dengan adanya pengaduan atau laporan oleh orang yang melihat, mendengar atau mengalami tindak pidana kepada pihak kepolisian atau penyelidik. Pada prinsipnya semua polisi adalah penyelidik. Tugas penyelidik adalah menerima laporan atau pengaduan, melakukan pengecekan ke Tempat Kejadian Perkara (TKP) untuk mencari ada tidaknya bukti awal tindak pidana. Jika mereka mendapatkan adanya bukti awal tindak pidana maka penyelidik menutup TKP dengan police line dan memanggil penyidik yang akan melanjutkan pemeriksaan lebih lanjut.

2.Penyidikan:Penyidik adalah petugas kepolisian khusus yang bertugas mengumpulkan bukti-bukti tindak pidana, sesuai dengan ketentuan KUHP yang mengatur mengenai tindak pidana tersebut. Dalam rangka penyidikan, penyidik memuiliki berbagai kewenangan untuk melakukan pemeriksaan di TKP, melakukan pemanggilan saksi, melakukan pemeriksaan surat, menahan tersangka, bahkan meminta bantuan ahli untuk membantu pengungkapan kasus. Dalam hal tindak pidana yang menyangkut tubuh dan nyawa manusia, penyidik berdasarkan pasal 133(1) KUHAP dapat meminta bantuan dokter ahli kehakiman (spesialis forensik), dokter atau ahli lainnya. Bentuk bantuan yang diminta bisa berupa permintaan pemeriksaan TKP, pemeriksaan forensik klinik (terhadap korban hidup), pemeriksaan jenazah atau bedah jenazah (terhadap korban meninggal) ataupun pemeriksaan laboratorium forensik (terhadap barang bukti biologis yang berasal dari manusia). Jika penyidik merasa bukti-bukti sudah cukup, ia akan menyatukan berbagai laporan tertulis tersebut dalam bentuk Berkas Perkara. Berkas Perkara yang sudah rampung, kemudian diserahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk diproses lebih lanjut.

3.Penuntutan:JPU yang menerima berkas perkara akan menilai kelengkapan berkas tersebut. Jika JPU mendapatkan bahwa bukti yang ada kurang lengkap atau kurang sempurna, JPU dapat mengembalikan berkas tersebut kepada penyidik untuk dilengkapi. Proses pemeriksaan dan pengembalian berkas perkara ke penyidik dapat terjadi berulang-ulang, sampai JPU merasa yakin bahwa semua bukti-buktinya sudah cukup dan meyakinkan untuk dibawa ke sidang pengadilan. JPU sebagai pihak yang mewakili negara bertugas membuat Surat Dakwaan, yang berisikan pernyataan tindak pidana yang dituduhkan, pasal yang dilanggar, bukti-bukti pelanggaran dan tuntutan hukuman yang diminta berdasarkan UU yang berlaku. Surat Dakwaan ini kemudian diserahkan ke Pengadilan Negeri untuk diproses lebih lanjut.

4.Pengadilan:Proses ini merupakan proses pembuktian tindak pidana yang dilakukan oleh Majelis Hakim yang terdiri dari satu hakim Ketua dan 2 Hakim Anggota. Hakim yang menerima surat dakwaan dari JPU berkewajiban menguji ulang kebenaran bukti dan dalil- dalil hukum yang dibuat oleh JPU dalam Surat Dakwaan. Hal itu dilakukan oleh Majelis Hakim dengan cara melakukan pemanggilan saksi, saksi ahli dan pemeriksaan barang bukti. Setelah Hakim memperoleh keyakinan bahwa benar terjadi tindak pidana dan benar terdakwalah yang bersalah, Majelis Hakim akan menjatuhkan vonis berdasarkan UU yang berlaku.

5.Eksekusi:Setelah vonis dijatuhkan oleh Majelis Hakim, maka Berkas Putusan Perkara (Vonis) diserahkan kepada Jaksa serta terdakwa/penasehat hukumnya. Jika kedua belah pihak menerima putusan tersebut dan tidak ada upaya hukum lainya yang akan dilaksanakan oleh salah satu pihak, maka eksekusi putusan harus dilaksanakan oleh Jaksa. Dalam hal ada salah satu pihak tidak menerima putusan tersebut, maka ia dapat mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi dan proses pemeriksaan akan diulangi dari awal. Setelah ada putusan kasasi dari Pengadilan Tinggi, para pihak yang tidak menyetujui putusan tersebut masih diberi kesempatan sekali lagi untuk mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Upaya banding dan kasasi yang dilakukan para pihak ini akan menunda pelaksanaan eksekusi oleh Jaksa.

PERAN DOKTERDalam rangka penyidikan kasus tindak pidana, penyidik oleh undang-undang diberikan wewenang untuk meminta bantuan ahli (pasal 120 KUHAP). Jika tindak pidana tersebut meripakan tindak pidana terhadap tubuh dan nyawa manusia, maka penyidik diberi wewenang khusus untuk meminta bantuan dokter yang merupakan ahli mengenai tubuh manusia. Pasal 133(1) KUHAP menyatakan bahwa dalam hal penyidik menangani kasus luka, keracunan atau mati, yang diduga karena tindak pidana, ia dapat meminta bantuan dokter ahli kehakiman (spesialis forensik), dokter atau ahli lainnya.

Bantuan yang diminta oleh penyidik kepada dokter harus dilakukan secara tertulis dalam bentuk Surat Permintaan Visum (SPV). Bantuan yang diminta penyidik pada umumnya adalah penentuan jenis luka yang terjadi, jenis kekerasan penyebabnya, serta derajat berat ringannya perlukaan (derajat atau kualifikasi luka). Penentuan derajat luka pada kasus semacam ini amat penting bagi penyidik, karena berdasarkan data inilah penyidik dapat menentukan pasal mana yang dilanggar oleh tersangka, sehingga ia dapat mengarahkan pencarian bukti-bukti terhadap tindak pidana tersebut. Dalam proses pengadilan hal tersebut juga akan berpengaruh kepada berat ringannya vonis yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim.