26
PENGARUH LAMA PERENDAMAN BIJI KACANG HIJAU (Phaseolus vulgaris) DALAM AIR KELAPA TERHADAP KECEPATAN PERKECAMBAHAN LAPORAN disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Metode Penelitian yang dibina oleh Prof. Dra. Herawati Susilo, M.Sc., Ph. D dan Dr. Hadi Suwono, M.Si Disusun oleh : Ema Aprilisa (207341408135) Dea Vindi Amalindah Off. AA

Copy of Laporan Penelitian

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Copy of Laporan Penelitian

PENGARUH LAMA PERENDAMAN BIJI KACANG HIJAU (Phaseolus

vulgaris) DALAM AIR KELAPA TERHADAP KECEPATAN

PERKECAMBAHAN

LAPORAN

disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Metode Penelitian yang dibina olehProf. Dra. Herawati Susilo, M.Sc., Ph. D dan Dr. Hadi Suwono, M.Si

Disusun oleh :

Ema Aprilisa (207341408135)Dea Vindi Amalindah

Off. AA

UNIVERSITAS NEGERI MALANGFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

JURUSAN BIOLOGIJanuari 2009

Page 2: Copy of Laporan Penelitian

PENGARUH LAMA WAKTU PERENDAMAN BIJI KACANG HIJAU

(Phaseolus vulgaris) DALAM AIR KELAPA TERHADAP KECEPATAN

PERKECAMBAHAN

BAB I

PENDAHULUAN

a.1 Latar Belakang

Pada perbanyakan secara generatif, masalah utama yang dihadapi adalah

lamanya waktu yang diperlukan biji untuk berkecambah. Hal ini dikarenakan

beberapa faktor antara lain keadaan biji (keadaan khusus yang menghambat

perkecambahan biji kacang hijau adalah tidak mempunyai endosperm sebagai

cadangan makanan pada awal perkecambahan biji), permeabilitas kulit biji, dan

tersedianya air di sekeliling biji.

Jika ketiga faktor tersebut tidak mendukung biji untuk melakukan

perkecambahan maka biji memiliki kemampuan untuk mengundurkan fase

perkecambahannya yang disebut dengan dormansi. Peranan hormon tumbuh di

dalam biji yang mengalami dormansi adalah dapat menstimulasi sintesis

ribonuklease, amilase dan protease di dalam biji.

Fase akhir dari dormansi adalah fase berkecambah. Permulaan fase

perkecambahan ini ditandai dengan penghisapan air (imbibisi) kemudian terjadi

pelunakan kulit biji sehingga terjadi hidratasi protoplasma. Setelah fase istirahat

berakhir, maka aktivitas metabolisme meningkat dengan disertai meningkatnya

aktivitas enzimatik dan respirasi. Di dalam aktivitas metabolisme, gibberellin yang

dihasilkan oleh embrio ditranslokasikan ke lapisan aleuron sehingga menghasilkan

enzim α amilase. Proses selanjutnya yaitu enzim tersebut masuk ke dalam cadangan

makanan dan mengkatalis proses perubahan cadangan makanan yang berupa pati

menjadi gula sehingga dapat menghasilkan energi yang berguna untuk aktivitas sel

dan pertumbuhan.

Gibberellin yang merupakan senyawa organik penting dalam proses

perkecambahan karena dapat mengaktifkan reaksi enzimatik di dalam benih, selain

disintesis secara alami dalam biji, juga terkandung di dalam bahan alami salah

satunya adalah air kelapa (Bey, 2005). Sehubungan dengan lamanya waktu yang

diperlukan biji untuk berkecambah, dan peranan gibberellin dalam memacu

perkecambahan biji, begitu juga dengan peran air kelapa dalam perkecambahan

Page 3: Copy of Laporan Penelitian

maka dilakukan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pemberian giberelin dan

air kelapa terhadap perkecambahan biji kacang hijau (Phaseolus radiatus).

a.2 Rumusan Masalah

a. Apakah lama waktu perendaman biji kacang hijau (Phaseolus vulgaris)

dalam air kelapa berpengaruh terhadap kecepatan perkecambahannya?

b. Bagaimana pengaruh perendaman biji kacang hijau (Phaseolus vulgaris)

dalam air kelapa terhadap kecepatan perkecambahannya?

a.3 Hipotesis Penelitian

a. Perendaman biji kacang hijau (Phaseolus vulgaris) dalam air kelapa

berpengaruh terhadap kecepatan perkecambahannya

b. Jika semakin lama waktu perendaman biji kacang hijau (Phaseolus

vulgaris) dalam air kelapa maka waktu yang dibutuhkan untuk

berkecambah semakin singkat.

a.4 Tujuan

a. Memaparkan pengaruh lama waktu perendaman biji kacang hijau

(Phaseolus vulgaris) dalam air kelapa terhadap kecepatan

perkecambahannya.

b. Mendeskipsikan hubungan antara lama waktu perendaman biji kacang

hijau (Phaseolus vulgaris) dalam air kelapa terhadap waktu yang

dibutuhkan untuk berkecambah.

Page 4: Copy of Laporan Penelitian

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Hormon berasal dari bahasa Yunani yaitu “hormoein” yang berarti

menggiatkan, atau suatu substansi yang disintesis pada suatu organ yang pada

gilirannya merangsang terjadinya respons pada organ yang lain (Gardner, dkk.,

1991). Pada www. 360.yahoo.com , dijelaskan bahwa dengan menganalogikan

senyawa kimia yang terdapat pada hewan yang disekresi oleh kelenjar ke aliran

darah yang dapat mempengaruhi perkembangan bagian-bagian yang berbeda pada

tubuh, sinyal kimia pada tumbuhan disebut hormon pertumbuhan. Namun, beberapa

ilmuwan memberikan definisi  yang lebih terperinci terhadap istilah hormon yaitu

senyawa kimia yang disekresi oleh suatu organ atau jaringan yang dapat

mempengaruhi organ atau jaringan lain dengan cara khusus. Berbeda dengan yang

diproduksi oleh hewan senyawa kimia pada tumbuhan  sering  mempengaruhi sel-

sel yang juga penghasil senyawa tersebut disamping mempengaruhi sel lainnya,

sehingga senyawa-senyawa tersebut disebut dengan zat pengatur tumbuh untuk

membedakannya dengan hormon yang diangkut secara sistemik atau sinyal jarak

jauh.

Hormon yang membantu pertumbuhan pada tanaman dikenal dengan

fitohormon atau substansi pertumbuhan tanaman atau pengatur pertumbuhan

tanaman (plant growth regulators = PGRs) (Gardner, dkk., 1991). Fitohormon

adalah senyawa organik bukan hara yang dihasilkan oleh tanaman yang dalam

konsentrasi tertentu dapat mendukung atau menghambat pembelahan sel serta

berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Abidin, 1989).

Konsep bahwa pertumbuhan dan perkembangan tanaman diatur oleh suatu

substansi yang dihasilkan dalam jumlah sangat sedikit, dalam suatu organ yang

menyebabkan suatu respon pada organ yang lain, pertama kali diajukan oleh Julius

von Sachss, bapak Fisiologi Tumbuhan, pada pertengahan abad ke-19.

Hormon tumbuh terdiri dari tiga group senyawa, yaitu auxin, gibberillin dan

sitokonin (Heddy, 1986). Selain itu diduga masih ada senyawa lainnya yang

mempunyai aktivitas yang sama seperti kelompok senyawa di atas, tetapi dengan

konsentrasi dan peranan yang kecil dalam fungsi fisiologis tumbuhan.

Gibberellin adalah jenis hormon tumbuh yang mula-mula diketemukan di

Jepang oleh Kurosawa pada tahun 1926. Penelitian lanjutan dilakukan oleh Yabuta

dan Hayashi (1939). Ia dapat mengisolasi crystalline material yang dapat

Page 5: Copy of Laporan Penelitian

menstimulasi pertumbuhan pada akar kecambah. Dalam tahun 1951, Stodola dkk

melakukan penelitian terhadap substansi ini dan menghasilkan "Gibberelline A" dan

"Gibberelline X". adapun hasil penelitian lanjutannya menghasilkan GA1, GA2, dan

GA3.

Pada saat yang sama dilakukan pula penelitian di Laboratory of the Imperial

Chemical Industries di Inggris sehingga menghasilkan GA3. Nama Gibberellin acid

untuk zat tersebut telah disepakati oleh kelompok peneliti itu sehingga populer

sampai sekarang (Abidin, 1989).

Pada saat ini dilaporkan terdapat lebih dari 110 macam senyawa giberelin yang

biasanya disingkat sebagai GA. Setiap GA dikenali dengan angka yang terdapat

padanya, misalnya GA6 . Giberelin dapat diperoleh dari biji yang belum dewasa

(terutama pada tumbuhan dikotil), ujung akar dan tunas , daun muda dan cendawan.

Sebagian besar GA yang diproduksi oleh tumbuhan adalah dalam bentuk inaktif,

tampaknya memerlukan prekursor untuk menjadi bentuk aktif. Pada spesies

tumbuhan dijumpai kurang lebih 15 macam GA. Disamping terdapat pada tumbuhan

ditemukan juga pada alga, lumut dan paku, tetapi tidak pernah dijumpai pada

bakteri. GA ditransportasikan melalui xilem dan floem, tidak seperti auksin

pergerakannya bersifat tidak polar.

Asetil koA, yang berperan penting pada proses respirasi berfungsi sebagai

prekursor pada sintesis GA. Kemampuannya untuk meningkatkan pertumbuhan pada

tanaman lebih kuat dibandingkan dengan pengaruh yang ditimbulkan oleh auksin

apabila diberikan secara tunggal. Namun demikian auksin dalam jumlah yang sangat

sedikit tetap dibutuhkan agar GA dapat memberikan efek yang maksimal.

Sebagian besar tumbuhan dikotil dan sebagian kecil tumbuhan monokotil akan

tumbuh cepat jika diberi GA, tetapi tidak demikian halnya pada tumbuhan konifer

misalnya pinus. Jika GA diberikan pada tanaman kubis tinggi tanamannya bisa

mencapai 2 m. Banyak tanaman yang secara genetik kerdil akan tumbuh normal

setelah diberi GA.

Efek gibberellin tidak hanya mendorong perpanjangan batang, tetapi juga

terlibat dalam proses regulasi perkembangan tumbuhan seperti halnya auksin.

Pada beberapa tanaman pemberian GA bisa memacu pembungaan dan mematahkan

dormansi tunas-tunas serta biji.

Giberelin juga berperan penting dalam perkecambahan biji pada banyak

tanaman. Biji-biji yang membutuhkan kondisi lingkungan khusus untuk

Page 6: Copy of Laporan Penelitian

berkecambah seperti suhu rendah akan segera berkecambah apabila disemprot

dengan gibberellin. Diduga gibberellin yang terdapat di dalam biji merupakan

penghubung antara isyarat lingkungan dan proses metabolik yang menyebabkan

pertumbuhan embrio. Sebagai contoh, air yang tersedia dalam jumlah cukup akan

menyebabkan embrio pada biji rumput-rumputan mengeluarkan gibberellin yang

mendorong perkecambahan dengan memanfaatkan cadangan makanan yang terdapat

di dalam biji. Pada beberapa tanaman, giberelin menunjukkan interaksi antagonis

dengan zat pengatur tumbuh lainnya misalnya dengan asam absisat yang

menyebabkan dormansi biji (www. 360.yahoo.com ).

Definisi perkecambahan menurut Copeland (1976) dalam Abidin (1989)

adalah the resumption of active growth by the embryo culminating in the

development of a young plant from the seed. Yang artinya aktivitas pertumbuhan

yang sangat singkat suatu embrio dalam perkembangan dari biji menjadi tanaman

muda. Perkecambahan biji bergantung pada imbibisi. Imbibisi merupakan

penyerapan air oleh biji. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses imbibisi

adalah temperatur, kelembapan lingkungan, permeablitas kulit biji, susunan kimia di

dalam biji dan lamanya biji di dalam kondisi lembab.

Hasil penelitian Haberladnt (1890) yang disitir oleh Copeland (1976)

menunjukkan bahwa hidrolasi pati dengan bantuan amylase terjadi pada titik tumbuh

embryo. Hasil penelitian berikutnya menunjukkan bahwa gibberellin sebagai hormon

tumbuh dihasilkan di dalam pucuk dan bermigrasi ke dalam lapisan aleuron.

Kehadiran gibberellin ini adalah untuk mengontrol aktivitas amylase (Abidin, 1989).

Pada air kelapa selain mengandung bahan makanan seperti asam amino, asam

organik, gula dan vitamin juga terkandung sejumlah hormon tumbuh yang dapat

memacu proses perkecambahan biji. Menurut Morel (1974) dalam Bey (2005), air

kelapa merupakan endosperm dalam bentuk cair yang mengandung unsur hara dan

zat pengatur tumbuh sehingga dapat menstimulasi perkecambahan dan pertumbuhan.

Page 7: Copy of Laporan Penelitian

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 19 sampai 20 Desember 2008 dengan

lokasi penelitian Jl. Surabaya No. 17, Malang.

3.2. Metodologi Penelitian

Penelitian dilakukan secara eksperimen menggunakan Rancangan Acak

Kelompok (RAK) dengan 5 level variabel bebas yaitu lama waktu

perendaman selama 0, 1, 3, 6 dan 9. Setiap perlakuan terdiri dari 5 ulangan

sehingga diperoleh 25 unit percoban.

3.3 Alat dan Bahan

Alat : - Wadah untuk merendam biji kacang hijau

- Kapas

- Gelas plastik

- Jam

Bahan : - Biji kacang hijau

- Air kelapa

- Air tawar.

3.3. Rancangan Penelitian

Hipotesis : Jika semakin lama waktu perendaman biji kacang hijau

(Phaseolus vulgaris) dalam air kelapa maka waktu yang

dibutuhkan untuk berkecambah semakin singkat.

Tabel 1. Diagram Desain Eksperimen

Varabel bebas : Waktu perendaman biji kacang hijau dalam air kelapa

0 jam 1 jam 3 jam 6 jam 9 jam

Kontrol 5 biji 5 biji 5 biji 5 biji

Variabel terikat : Kecepatan perkecambahan biji kacang hijau.

Kelompok kontrol : Biji kacang hijau yang direndam air tawar biasa.

Konstan : Volume air kelapa yang digunakan untuk merendam, jenis

kelapa yang diambil airnya, medium yang digunakan untuk

mengkecambahkan, lingkungan pengecambahan, perlakuan

pada biji.

Prosedur percobaan:

1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.

Page 8: Copy of Laporan Penelitian

2. Memilih biji kacang hijau dengan cara memasukkannya ke dalam air kemudian

mengambil biji yang tenggelam dan membuang biji yang terapung.

3. Merendam biji kacang hijau yang akan digunakan ke dalam air kelapa.

4. Setelah satu jam, mengambil 5 biji kacang hijau kemudian meletakkannya ke

dalam gelas plastik yang telah diisi dengan kapas yang telah dibasahi dengan air

tawar biasa.

5. Mengulangi langkah nomor 4 untuk biji yang telah direndam selama 3, 6 dan 9

jam.

6. Untuk kontrol, 5 biji kacang hijau tidak direndam dalam air kelapa namun

langsung diletakkan ke dalam gelas plastik yang telah diisi dengan kapas yang

telah dibasahi dengan air tawar biasa.

7. Mengamati perkecambahan dari biji-biji kacang hijau tersebut.

8. Mencatat selang waktu antara peletakkan biji kacang hijau tersebut pada media

pengecambahan dengan munculnya lembaga pada biji.

BAB IV

Page 9: Copy of Laporan Penelitian

HASIL PENELITIAN

4.1. Deskripsi Data

Tabel 2. Data Hasil Pengamatan

Waktu

Perendaman

(jam)

Ulangan

1 2 3 4 5

0 (kontrol) 16,00 jam 16,01 jam 16,13 jam 18,72 jam 19,10 jam

1 12,56 jam 12,68 jam 12,68 jam 12,68 jam 15,02 jam

3 9,37 jam 9,68 jam 13,78 jam 14,02 jam 16,62 jam

6 4,66 jam 4,66 jam 4,73 jam 7,85 jam 7,85 jam

9 4,05 jam 4,80 jam 6,05 jam 8,08 jam 8,17 jam

Tabel 3. Pengaruh Lama Perendaman Biji Kacang Hijau (Phaseolus vulgaris) dalam

Air Kelapa terhadap Kecepatan Perkecambahan

Informasi

Deskriptif

Waktu perendaman (jam)

0 jam 1 jam 3 jam 6 jam 9 jam

Rata-rata 17,19 13,12 12,70 5,95 6,23

Rentang

Maks

Min

3,10

19,10

16,00

2,46

15,02

12,56

7,3

16,67

9,37

3,19

7,85

4,66

4,12

8,17

4,05

Jumlah 5 5 5 5 5

Pengaruh Lama Perendaman Biji Kacang Hijau (Phaseolus vulgaris) dalam

Air Kelapa terhadap Kecepatan Perkecambahan dapat dilihat pada tabel 3.

Perkecambahan yang memerlukan waktu paling sedikit adalah pada

perendaman biji kacang hijau pada air kelapa selama 6 jam yang

membutuhkan waktu selama 5,96 jam, lebih cepat dari kontrolnya yaitu 0

jam yang membutuhkan waktu 17,19 jam. Sedangkan waktu perendaman

Page 10: Copy of Laporan Penelitian

selama 1 jam dan 3 jam tidak berbeda jauh yaitu memerlukan waktu 13,12

jam dan 12,70 jam waktu perkecambahan.

Rentang terbesar terdapat pada 3 jam waktu perendaman biji kacang hijau

pada air kelapa yaitu 7,3 jam sedangkan rentang terkecil pada 1 jam waktu

perendaman biji kacang hijau pada air kelapa yaitu 2,46 jam.

Data mendukung hipotesis, kecuali pada waktu perendaman biji kacang

hijau selama 9 jam pada air kelapa, yakni semakin lama waktu perendaman

biji kacang hijau pada air kelapa semakin cepat waktu perkecambahan.

0 1 3 6 90

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

Grafik 1. Pengaruh Lama perendaman Biji Kacang HijauPhaseolus vulgaris) terhadap Kecepatan Perkecambahan

Berdasarkan grafik di atas dapat disimpulkan bahwa semakin lama waktu

perendaman biji kacang hijau (Phaseolus vulgaris) dalam air kelapa maka waktu

yang dibutuhkan untuk berkecambah semakin singkat.

4.2. Pengujian Hipotesis

Tabel 4. Pengolahan Data Hasil Penelitian

lama perendaman (jam)w

aktu yang dibutuhkan untuk berkecam

bah (jam)

Page 11: Copy of Laporan Penelitian

Ulanga

n

0 jam 1 jam 3 jam 6 jam 9 jam Jumlah

1 16,00 jam 12,56 jam 9,37 jam 4,66 jam 4,05 jam46,64

jam

2 16,01 jam 12,68 jam 9,68 jam 4,66 jam 4,80 jam47,83

jam

3 16,13 jam 12,68 jam 13,78 jam 4,73 jam 6,05 jam53,37

jam

4 18,72 jam 12,68 jam 14,02 jam 7,85 jam 8,08 jam61,35

jam

5 19,10 jam 15,02 jam 16,67 jam 7,85 jam 8,17 jam66,81

jam

Jumlah 85,96 jam 65,62 jam 63,52 jam 29,75 jam 31,15 jam 276 jam

Rata-

rata17,19 jam 13,12 jam 12,70 jam 5,95 jam 6,23 jam

Pengujian hipotesis dengan analisis varian dalam rancangan acak kelompok

(perhitungan terlampir) menghasilkan nilai seperti yang tercantum dalam tabel 5 di

bawah ini :

Tabel 5. Analisis Varian

SK Df JK KT F hitungF tabel

5 % 1 %

Ulangan

Perlakuan

Galat

4

4

16

6,7108

470,01628

18,64592

15,1777

117,50407

1,16537

100,8298395 3,01 4,77

Total 24 549,373

F hitung (100,8398395) > F tabel 0,05 (3.01). Jadi hipotesis nol ditolak dan

hipotesis penelitian diterima. Sehingga lama perendaman biji kacang hijau

Page 12: Copy of Laporan Penelitian

(Phaseolus vulgaris) dalam air kelapa berpengaruh terhadap waktu yang dibutuhkan

untuk berkecambah.

Karena dengan uji chi-square lama perendaman biji kacang hijau (Phaseolus

vulgaris) dalam air kelapa berpengaruh terhadap waktu yang dibutuhkan untuk

berkecambah, maka dilakukan uji lanjut BNT (perhitungan terlampir) yang

menghasilkan nilai BNT sebesar 1,913.

Tabel 6. Uji Lanjut BNT

Perlakuan Rata-rata Notasi BNT

6 jam

9 jam

3 jam

1 jam

0 jam (kontrol)

5,95

6,23

12,70

13,12

17,19

a

a

b

b

c

Berdasarkan uji lanjut BNT diketahui bahwa perlakuan perendaman biji

kacang hijau dalam air kelapa selama 0 jam (kontrol) menghasilkan rata-rata waktu

perkecambahan yang paling lama dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

Perlakuan perendaman biji kacang hijau dalam air kelapa selama 6 jam

menghasilkan rerata waktu perkecambahan yang paling sedikit namun tidak berbeda

nyata dengan perlakuan perendaman selama 9 jam.

BAB V

PEMBAHASAN

Page 13: Copy of Laporan Penelitian

Dari analisis data dapat diketahui hipotesis nihil ditolak dan hipotesis

penelitian diterima sehingga semakin lama waktu perendaman biji kacang hijau

(Phaseolus vulgaris) dalam air kelapa maka waktu yang dibutuhkan untuk

berkecambah semakin singkat. Berdasarkan uji lanjut BNT diketahui bahwa

perlakuan perendaman biji kacang hijau dalam air kelapa selama 6 jam

menghasilkan rerata waktu perkecambahan yang paling sedikit namun tidak berbeda

nyata dengan perlakuan perendaman selama 9 jam.

Perendaman biji kacang hijau dalam air kelapa dapat mengurangi waktu yang

dibutuhkan biji tersebut untuk berkecambah karena adanya kandungan hormon

pertumbuhan yaitu gibberellin pada air kelapa tersebut. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Bey (2005) bahwa peristiwa ini terjadi akibat adanya kandungan

gibberellin pada air kelapa yang merupakan senyawa organik penting dalam proses

perkecambahan karena dapat mengaktifkan reaksi enzimatik di dalam benih.

Air kelapa selain mengandung bahan makanan seperti asam amino, asam

organik, gula dan vitamin juga terkandung sejumlah hormon tumbuh yang dapat

memacu proses perkecambahan biji. Menurut Morel (1974) dalam Bey (2005), air

kelapa merupakan endosperm dalam bentuk cair yang mengandung unsur hara dan

zat pengatur tumbuh sehingga dapat menstimulasi perkecambahan dan pertumbuhan.

Pada hasil penelitian tersebut biji kacang hijau yang direndam pada air kelapa

selama 6 jam membutuhkan waktu perkecambahan yang paling sedikit dari yang

lainnya karena waktu perendaman tersebut dinilai paling efektif sehingga

dimungkinkan kandungan gibberellin yang diserap lebih banyak daripada lainnya.

Biji-biji yang membutuhkan kondisi lingkungan yang sesuai untuk berkecambah

akan lebih cepat berkecambah apabila diberi gibberellin. Diduga gibberellin yang

terdapat di dalam biji merupakan penghubung antara isyarat lingkungan dan proses

metabolik yang menyebabkan pertumbuhan embrio.

Hasil penelitian Haberladnt (1890) yang disitir oleh Copeland dalam tahun

1976 menunjukkan bahwa hidrolasi pati dengan bantuan amilase terjadi pada titik

tumbuh embryo. Hasil penelitian berikutnya menunjukkan bahwa gibberellin

sebagai hormon tumbuh dihasilkan di dalam pucuk dan bermigrasi ke dalam lapisan

aleuron. Kehadiran gibberellin ini adalah untuk mengontrol aktivitas amilase

(Abidin, 1989).

Dengan bertambahnya kandungan gibberellin pada biji kacang hijau akibat

perendaman dengan waktu yang sesuai dalam air kelapa, maka proses hirolisis pati

Page 14: Copy of Laporan Penelitian

menjadi gula yang merupakan aktivitas yang berkaitan dengan proses penyediaan

energi bagi embrio untuk tumbuh, akan semakin cepat sehingga munculnya

lembaga pada biji kacang hijau juga akan semakin cepat.

Pada hasil pengamatan juga menunjukkan bahwa pada operendaman biji

kacang hijau pada air kelapa selama 9 jam membutuhkan waktu yang lebih lama

daripada parendaman selama 6 jam namun lebih cepat daripada waktu perendaman

selama 3 jam. Hal ini disebabkan karena kandungan gibberellin yang diserap

melebihi batas konsentrasi optimum sehingga perkecambahan membutuhkan waktu

yang lebih lama. George dan Sherrington (1984) dalam Bey (2005) menyatakan

bahwa penggunaan zat pengatur tumbuh dalam kultur in vitro pada batas-batas

tertentu mampu merangsang pertumbuhan, namun dapat bersifat sebagai

penghambat apabila digunakan melebihi konsentrasi optimum.

BAB VI

PENUTUP

Page 15: Copy of Laporan Penelitian

6.1. Kesimpulan

a. Perendaman biji kacang hijau (Phaseolus vulgaris) dalam air kelapa

berpengaruh terhadap kecepatan perkecambahannya

b. Semakin lama waktu perendaman biji kacang hijau (Phaseolus vulgaris)

dalam air kelapa maka waktu yang dibutuhkan untuk berkecambah

semakin singkat, kecuali pada waktu perendaman selama 9 jam. Pada

perendaman biji kacang hijau selama 6 jam membutuhkan waktu

perkecambahan yang paling singkat daripada perlakuan lainnya.

6.2. Saran

a. Untuk mendapatkan data yang lebih akurat, sebaiknya dilakukan

penelitian dengan jumlah sampel yang lebih besar serta lokasi penelitian

yang benar-benar dapat dikontrol sehingga faktor-faktor lain yang dapat

mempengaruhi waktu perkecambahan dapat dihomogenkan.

b. Agar data yang diperoleh lebih valid, sebaiknya peneliti menggunakan alat

bantu berupa perekam video untuk memantau munculnya lembaga pada

biji.

c. Sebaiknya dilakukan penelitian serupa dengan bahan lain yang diduga

juga mengandung gibberellin.

d. Peneliti lain dapat pula mengembangkan penelitian ini dengan mengganti

variabel bebas misalnya menjadi banyaknya air kelapa yang digunakan

untuk merendam atau menambah variabel terikatnya.

DAFTAR PUSTAKA

Page 16: Copy of Laporan Penelitian

Anonim. 2006. Peranan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) dalam Pertumbuhan dan

Perkembangan Tumbuhan (online)

(http://www.360.yahoo.com/aglodenium’s_blog/Peranan%Zat%Pengatur

%Tumbuh%(ZPT)%dalam%Pertumbuhan%dan%Perkembangan

%Tumbuhan diakses tanggal 23 Desember 2008)

Abidin, Z. 1987. Dasar-dasar Pengetahuan tentang Zat Pengatur Tumbuh.

Bandung:Angkasa

Abidin, Z. 1991. Dasar Pengetahuan Ilmu Tanaman. Bandung : Angkasa

Bey, Y. 2005. Pengaruh Pemberian Giberelin pada Media Vacint dan Went

terhadap Perkecambahan Biji Anggrek Bulan (Phalaenopsis amabilis BL)

secara In Vitro. Jurnal Biogenesis. Vol 1(2):57-61

Gardner, F.P., R. B. Pearce, Roger L. Mitchell. 1991.  Fisiologi Tanaman

Budidaya.  Jakarta : Universitas Indonesia Press

Heddy. 1986.  Hormon Tumbuhan. Jakarta : Rajawali

Lampiran 1. Perhitungan pengujian hipotesis secara statistikal dengan analisis

varian dalam rancangan acak kelompok

Page 17: Copy of Laporan Penelitian

JK total = ∑ Xij2 –(∑ Xij)2

n

= (16,002 + 16,012 + 16,132 + 18,722 + 19,102 + 12,562 + 12,682 + 12,682 + 12,682 15,022 + 9,372 + 9,682 + 13,782 + 14,022 + 16,672 + 4,662 + 4,662 + 4,732 + 7,852 + 7,852 + 4,052 + 4,802 + 6,052 + 8,082

+ 8,172) −2762

25

= 549,373

JK perlakuan = ∑ Xj2 –(∑ Xij)2

n

= 85,962 + 65,622 + 63,522 + 29,752 + 31,152 −2762

25

= 470,01628

JK ulangan = ∑ Xi2 –(∑ Xij)2

n

= 46,642 + 47,832 + 53,372 + 61,352 + 66,812 −2762

25

= 6,7108

JK galat = JK total – (JK perlakuan + JK ulangan)

= 549,373 – (470,01628 + 6,7108)

= 18,64592

KT perlakuan = JK perlakuan

n−I =

470,016284

= 117,50407

KT ulangan = JK ulangan

n−I =

6,71084

= 15,1777

KT galat = JK galat

n−I =

18,6459216

= 1,16537

F hitung = KT perlakuan

KT galat = 100,8298395

Page 18: Copy of Laporan Penelitian

Lampiran 2. Perhitungan uji lanjut menggunakan BNT

BNT 0,05 = t 0,05 (db galat) × √ 2. KT galatr

= 2,1199 × √ 2.1,165375

= 2,1199 × 0,68275032

= 1,913510404

= 1,913