21
Patofisiologi Penyakit Arteri Koroner Abstrak Selama dekade terakhir, pemahaman mengenai patofisiologi coronary artery disease (CAD) atau penyakit arteri koroner telah melalui evolusi yang mengagumkan. Kami disini meninjau bagaimana perkembangan ini telah mengubah konsep dan pendekatan klinis terhadap fase-fase kronik dan akut CAD. Sebelumnya dianggap sebagai penyakit penyimpanan kolesterol, aterosklerosis sekarang dianggap sebagai kelainan inflamasi. Remodeling arteri (pembesaran kompensasi) telah menarik perhatian diluar stenosis yang tampak pada angiografi untuk memahami biologi dari plak nonstenotik. Revaskularisasi dengan efektif menghilangkan iskemia, tapi sekarang telah dikenali kebutuhan untuk juga mengatasi lesi nonobstruktif. Manajemen agresif faktor-faktor resiko yang dapat dimodifikasi mengurangi kejadian kardiovaskular dan perlu untuk mendampingi revaskularisasi yang tepat. Kami juga sekarang mengetahui bahwa gangguan pada plak yang mungkin tidak menyebabkan stenosis kritis mengakibatkan banyak acute coronary syndromes (ACS) atau sindrom koroner akut. Plak yang terganggu mewakili stimulus “keadaan solid” trombosis. Perubahan pada protrombotik sirkulasi atau mediator antifibrinolitik pada “fase cair” dari darah juga dapat menjadi predisposisi ACS. Hasil-hasil penelitian terbaru

Coronary Artery Disease

Embed Size (px)

DESCRIPTION

cad

Citation preview

Page 1: Coronary Artery Disease

Patofisiologi Penyakit Arteri Koroner

Abstrak

Selama dekade terakhir, pemahaman mengenai patofisiologi coronary artery

disease (CAD) atau penyakit arteri koroner telah melalui evolusi yang mengagumkan.

Kami disini meninjau bagaimana perkembangan ini telah mengubah konsep dan

pendekatan klinis terhadap fase-fase kronik dan akut CAD. Sebelumnya dianggap

sebagai penyakit penyimpanan kolesterol, aterosklerosis sekarang dianggap sebagai

kelainan inflamasi. Remodeling arteri (pembesaran kompensasi) telah menarik

perhatian diluar stenosis yang tampak pada angiografi untuk memahami biologi dari

plak nonstenotik. Revaskularisasi dengan efektif menghilangkan iskemia, tapi

sekarang telah dikenali kebutuhan untuk juga mengatasi lesi nonobstruktif.

Manajemen agresif faktor-faktor resiko yang dapat dimodifikasi mengurangi kejadian

kardiovaskular dan perlu untuk mendampingi revaskularisasi yang tepat. Kami juga

sekarang mengetahui bahwa gangguan pada plak yang mungkin tidak menyebabkan

stenosis kritis mengakibatkan banyak acute coronary syndromes (ACS) atau sindrom

koroner akut. Plak yang terganggu mewakili stimulus “keadaan solid” trombosis.

Perubahan pada protrombotik sirkulasi atau mediator antifibrinolitik pada “fase cair”

dari darah juga dapat menjadi predisposisi ACS. Hasil-hasil penelitian terbaru

menunjukkan keberagaman plak “resiko tinggi” dan sifat luasnya inflamasi pada

pasien yang rentan terkena ACS. Penemuan ini menantang pandangan kuno bahwa

aterosklerosis koroner merupakan penyakit yang terlokalisir atau segmental. Karena

itu, terapi ACS perlu melibatkan 2 fase yang saling overlap: pertama, untuk lesi

penyebab, dan kedua, untuk “stabilisasi” cepat plak lain yang mungkin menyebabkan

kejadian rekuren. Konsep “kardiologi intervensi” harus meluas melebihi

revaskularisasi mekanis ke arah intervensi preventif yang mencegah kejadian-kejadian

yang akan datang.

Dalam dekade terakhir, pemahaman mengenai patofisiologi coronary artery disease

(CAD) atau penyakit arteri koroner telah melalui evolusi yang mengagumkan. Karena

pasien dengan CAD umumnya datang dengan manifestasi kronik maupun akut,

diskusi ini akan mempertimbangkan cara-cara berbeda untuk gejala-gejala ini.

Page 2: Coronary Artery Disease

Patofisiologi CAD Kronik

Pembentukan Lesi

Sebelumnya dianggap penyakit penyimpanan kolesterol, sekarang ini aterogenesis

dipahami sebagai interaksi kompleks faktor-faktor resiko yang meliputi sel-sel

dinding arteri dan darah dan pesan molekular yang ditukarkan sel. Tema organisasi

yang berguna, yang pertama muncul dari studi-studi laboratoris dan sekarang telah

menarik perhatian klinis, menunjukkan inflamasi mempunyai peran mayor dalam

semua tahap aterogenesis. Inflamasi juga berperan dalam komplikasi lokal, miokard,

dan sistemik dari aterosklerosis.

Ketika endotel arteri bertemu dengan produk bakterial atau faktor-faktor

resiko seperti dislipidemia, hormon vasokonstriktor pada hipertensi, produk-produk

glikoksidasi yang berkaitan dengan hiperglikemia, atau sitokin proinflamasi yang

diderivasi dari jaringan adiposa yang berlebihan, sel-sel ini meningkatkan ekspresi

molekul-molekul adhesi yang meningkatkan perlekatan leukosit darah ke permukaan

dalam dari dinding arteri. Transmigrasi leukosit yang melekat bergantung pada

ekspresi sitokin chemoattractant yang diregulasi oleh sinyal yang berkaitan dengan

faktor-faktor resiko kuno dan baru untuk aterosklerosis. Ketika ada dalam intima

arteri, leukosit darah—terutama fagosit mononukleus dan limfosit T—berkomunikasi

dengan sel-sel endotel dan otot polos (SMC), sel endogen dinding arteri. Pesan-pesan

mayor yang ditukar antar tipe sel yang terlibat dalam aterogenesis bergantung pada

mediator inflamasi dan imunitas, termasuk molekul-molekul kecil yang meliputi

mediator lipid seperti prostanoid dan derivat asam arachidonic lain seperti leukotrien.

Autacoid lain seperti histamin, biasanya meregulasi tonus vaskular dan meningkatkan

permeabilitas vaskular. Akhir-akhir ini, banyak perhatian yang difokuskan terhadap

mediator protein dari inflamasi dan imunitas, termasuk sitokin dan komponen

komplemen. Meski hampir tidak diketahui oleh para kardiologist satu dekade yang

lalu, sitokin sekarang termasuk bagian besar dalam bidang kami.

Sebagai konsekuensi mayor dari keadaan inflamasi yang terjadi pada ateroma

dini, SMC (sel otot polos) bermigrasi dari tunika media ke intima. Sel-sel ini

berproliferasi dan menghasilkan matriks ekstraselular yang kaya dan kompleks.

Seiring dengan sel endotel dan monosit, mereka mensekresi matriks metalloproteinase

Page 3: Coronary Artery Disease

(MMP) sebagai respon terhadap berbagai sinyal oksidatif, hemodinamik, inflamasi,

dan autoimun. MMP, dengan inhibitor jaringan endogennya, memodulasi berbagai

fungsi sel-sel vaskuler, termasuk aktivasi, proliferasi, migrasi, dan kematian sel, serta

formasi pembuluh darah baru, remodeling geometrik, penyembuhan atau destruksi

matriks ekstraseluler arteri dan miokardium. Konstituen tertentu dari matriks

ekstraseluler (terutama proteoglikan) mengikat lipoprotein, memperpanjang

keberadaan mereka dalam intima, dan membuatnya lebih rentan terhadap modifikasi

oksidatif dna glikasi (konjugasi nonenzimatik dengan gula). Produk-produk

modifikasi lipoprotein ini, termasuk fosfolipid teroksidasi dan produk akhir glikasi

lanjut, mempertahankan dan menyebarkan respon inflamasi. Ketika lesi berkembang,

kalsifikasi mungkin dapat terjadi melalui mekanisme yang mirip dengan pembentukan

tulang. Selain proliferasi, kematian sel (termasuk apoptosis) umumnya terjadi pada

lesi aterosklerotik. Kematian makrofag yang penuh lipid dapat menyebabkan

pengendapan ekstraseluler dari tissue factor (TF), sebagian dalam bentuk partikel.

Lipid ekstraseluler yang terakumulasi di intima dapat bergabung dan membentuk inti

“nekrotik” klasik, kaya lipid, dari plak aterosklerotik.

Remodeling Arteri, Komponen Klinis Penting Dari Aterogenesis

Dari perspektif klinis praktis, beberapa aspek biologis dari aterogenesis

memiliki pengaruh yang lebih baru daripada konsep remodeling arteri (Gambar 1).

Didasari oleh peningkatan penggunaan angiografi dan kesuksesan strategi

revaskularisasi yang mentarget stenosis arteri, tingkat penyempitan arteri

mendominasi pemikiran kami mengenai patofisiologi CAD selama berdekade-dekade.

Kami memandang resiko kejadian bergantung pada tingkat stenosis dan memandang

aterosklerosis sebagai penyakit fokal atau segmental.

Cara pandang kuno ini telah melalui revisi-revisi radikal, karenanya

memperluas kecanggihan kami dan memberikan perspektif baru dalam memperbaiki

hasil bagi pasien. Kami sekarang mengetahui bahwa untuk sebagian besar riwayatnya,

lesi aterosklerotik tumbuh keluar, atau secara abluminal, dibanding ke dalam. Karena

itu, beban besar aterosklerosis dapat tetap ada tanpa mengakibatkan stenosis. Studi-

studi ultrasound intravaskular telah mengkonfirmasi studi-studi otopsi in vivo

terdahulu: stenosis mewakili “puncak gunung es” dari aterosklerosis. Pada saat lesi

berkembang ke tahap mengakibatkan stenosis, aterosklerosis intima biasanya banyak

Page 4: Coronary Artery Disease

terdapat dengan distribusi difus yang luas. Studi-studi ultrasound intravaskular telah

menggarisbawahi prevalensi mengkhawatirkan dari lesi aterosklerotik bahkan pada

remaja dan dewasa muda di Amerika. Pengetahuan mengenai ubikuitas lesi

aterosklerotik besar tapi tidak menghambat aliran memiliki konsekuensi penting

untuk pemahaman kami sekarang ini mengenai acute coronary syndromes (ACS).

Terapi CAD Kronik: Perspektif Masa Depan

Hingga akhir-akhir ini, adanya iskemia miokard berkaitan dengan stenosis

yang menghambat aliran menjadi pertimbangan terapi CAD (Gambar 1 dan 2).

Berbagai metode pencitraan yang dilakukan pada saat istirahat atau tes provokatif

memungkinkan monitoring perfusi miokard regional dan fungsi dengan akurasi

diagnostik tingkat tinggi. Terapi untuk mengurangi kebutuhan oksigen miokard

dan/atau meningkatkan aliran darah miokard (misal, nitrogliserin, nitrat, agen beta-

blocker, dan calcium channel blockers) mengurangi kebutuhan oksigen dengan

mempengaruhi faktor-faktor seperti denyut nadi dan inotropik dan kondisi loading

jantung (Gambar 2). Obat-obat yang meningkatkan efektivitas produksi energi dengan

menginhibisi oksidasi asam lemak bebas dan meningkatkan penggunakan glukosa

sedang dikembangkan. Prosedur revaskularisasi dapat secara efektif mempertahankan

aliran darah arteri pada mayoritas pasien. Generasi perkembangan dalam

revaskularisasi bedah dan perkutaneus secara turun temurun menunjukkan

perkembangan terapeutik hebat dalam abad terakhir. Modalitas revaskularisasi terbaru

meliputi stimulasi ateriogenesis dengan terapi gen, protein atau sel.

Diluar terapi untuk lesi yang menghambat aliran darah, kita juga harus

menangani plak yang nonobstruktif (Gambar 1 dan 2). Angiografi tradisional hanya

memberikan perkiraan keparahan kebanyakan lesi; iskemia dapat terjadi akibat

obstruksi dinamis yang bertumpangtindih pada stenosis yang menetap, dan lesi dapat

berkembang dengan cepat, sehingga memberikan prognosis yang buruk. Memang,

stenosis yang menetap tidak berkembang secara halus dan kontinu tapi mendadak.

Progresi diskontinu dari plak kemungkinan mencerminkan episode disrupsi lesi akut,

trombosis in situ, dan penyembuhan yang meningkatkan keparahan obstruksi secara

mendadak, suatu skenario yang paling sering terjadi pada lesi obstruksi yang tidak

parah. Revaskularisasi yang tepat dapat menghilangkan gejala untuk minoritas dari

ateromata pada pohon koroner yang menyebabkan iskemia tapi mungkin tidak

Page 5: Coronary Artery Disease

melindungi terhadap kejadian trombotik akut yang akan datang. Bukti terbaru

menunjukkan bahwa memodifikasi faktor-faktor resiko dapat menunda progresi

penyakit dan bahkan mungkin menyebabkan regresi. Konvergensi dari penemuan-

penemuan baru ini menjadi dasar kuat untuk mengkombinasi strategi revaskularisasi

yang optimal dengan penurunan resiko jangka panjang dalam gaya hidup, seringkali

juga diiringi dengan usaha farmakologis pada pasien aterosklerotik (Gambar 1 dan 2).

Berbagai uji klinis prevensi primer dan sekunder telah menunjukkan bahwa

manajemen agresif terhadap faktor-faktor resiko yang dapat dimodifikasi menurunkan

angka kematian, infark miokard (IM), stroke, dan kejadian kardiovaskular lain,

termasuk perlunya revaskularisasi. Penurunan 1 mmHg pada tekanan darah

menurunkan resiko jangka panjang IM sebesar 2% hingga 3%, sedangkan penurunan

10% pada kolesterol LDL menurunkan kematian kardiovaskular hingga 10% dan

kejadian kardiovaskular hingga 25%. Selain itu, penghentian kebiasaan merokok

secara cepat menurunkan resiko kardiovaskular yang ada. Diabetes mellitus dan

sindrom metabolik meningkatkan resiko kematian kardiovaskular 2 hingga 4 kali lipat

dna menurunkan harapan hidup sebanyak 5 hingga 10 tahun. Laporan dari The

National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel III telah

mendefinisikan dan baru-baru ini memperbarui pedoman untuk pencegahan primer

dan sekunder aterosklerosis dengan dasar skala resiko yang meliputi lipid darah,

faktor-faktor resiko nonlipid yang dapat dimodifikasi dan yang tidak, dan faktor-

faktor resiko lain yang muncul.

Usaha perubahan gaya hidup harus tetap menjadi dasar pencegahan primer

penyakit kardiovaskular. Namun, individu yang memiliki resiko kejadian

kardiovaskular hingga melebihi 2% per tahun dan pasien dengan CAD atau ekuivalen

dari CAD diuntungkan dengan terapi obat. The Heart Protection Study (HPS)

menunjukkan manfaat jelas pemberian statin pada individu usia 40 hingga 80 tahun

dengan kolesterol total > 135 mg/dL dan memiliki resiko akibat MI sebelumnya atau

penyakit oklusi arteri koroner atau nonkoroner, diabetes mellitus, atau dalam

pengobatan hipertensi. The Physicians’ Health Study (PHS) menunjukkan bahwa

aspirin secara signifikan menurunkan angka MI pada pria usia 40 hingga 80 tahun.

Studi The Heart Outcomes Prevention Evaluation (HOPE) melibatkan pasien usia 55

tahun atau lebih dengan bukti adanya penyakit vaskular atau diabetes plus 1 faktor

Page 6: Coronary Artery Disease

resiko kardiovaskular lain diacak untuk menerima angiotensin-converting enzyme

(ACE) inhibitor ramipril atau plasebo, dan the European Trial on Reduction of

Cardiac Events with Perindopril in Stable Coronary Artery Disease (EUROPA)

mempelajari efekp perindopril pada pasien dengan CAD stabil kategori resiko rendah.

Kedua studi menunjukkan bahwa pemberian ACE inhibitor secara signifikan

menurunkan angka kejadian kardiovaskular. Uji klinis terbaru dalam populasi resiko

rendah menunjukkan tidak ada keuntungan terapi ACE inhibitor dibandingkan

manajemen konvensional baru, yang menegaskan peran modifikasi gaya hidup pada

individu-individu tersebut.

Berbagai biomarker terkait inflamasi memprediksi rekurensi kejadian koroner

jangka pendek pada pasien setelah ACS sama baiknya atau lebih baik daripada faktor-

faktor resiko konvensional. Marker-marker ini meliputi reaktan fase akut, sitokin pro-

dan anti-inflamasi, MMP, molekul adesi shed cell, dan marker lain aktivasi trombosit

dan sel darah putih, termasuk ligan CD40 soluble dan enzim leukosit

myeloperoxidase. Karena marker-marker ini seringkali memprediksi kejadian

kardiovaskular pada populasi normal dan pasien dengan CAD stabil, marker tersebut

mencerminkan mekanisme dasar dari penyakitnya. Pedoman yang ada tidak

merekomendasikan pemeriksaan klinis rutin untuk marker-marker resiko. Namun,

kombinasi dari beberapa marker ini dengan marker lain, seperti varian genetik,

mungkin dapat memberikan pandangan baru terhadap mekanisme dasar insiasi dan

progresi aterosklerosis dan kerapuhan plak sehingga mungkin dapat menjadi panduan

terapi. Karena itu analisis dari beberapa database memastikan bahwa individu yang

diuntungkan oleh terapi aspirin dan statin pada uji klinis pencegahan primer adalah

mereka dengan peningkatan nilai protein C-reaktif pada awal penelitian. Statin dan

agonis peroxisome proliferator activated receptor (α dan γ) dapat menurunkan kadar

protein C-reaktif darah dan marker inflamasi lain. Penurunan ini mendukung

pentingnya efek antiinflamasi obat-obat tersebut dan manfaat terapi antiinflamasi atau

yang memodulasi sistem imun yang secara spesifik ditargetkan pada aterosklerosis.

Namun, untuk saat ini kami masih kurang bukti bahwa penurunan farmakologis

marker inflamasi memiliki keuntungan klinis.

Page 7: Coronary Artery Disease

Patofisiologi ACS

Dari tahun 1980-an, ada ketidakpastian yang menetap mengenai peran kausatif

trombosis dalam ACS. Teknik pencitraan in vivo yang diterapkan pada manusia dan

kesuksesan terapi antitrombotik dan fibrinolitik pada ACS menunjukkan peran

trombosis dalam patogenesis ACS. Sejumlah mekanisme mikroanatomis mendasari

trombosis koroner akut (Gambar 3). Menurut studi-studi otopsi – yang jelas bias

terhadap hasil fatal – ruptur lengkap kap fibrous protektif dari plak paling sering

menyebabkan trombosis koroner yang mematikan. Mekanisme lain yang

menyebabkan minoritas dari trombosis koroner fatal meliputi erosi superfisial,

perdarahan intraplak, dan erosi nodul yang kalsifikasi (Gambar 3). Karena itu,

pelepasan fisik plak aterosklerotik merupakan penyebab hampir semua trombosis

koroner akut.

Plak yang terlepas menyebabkan trombosis dengan beberapa cara. Pertama,

kontak dengan kolagen dalam matriks ekstraseluler plak dapat memicu aktivasi

trombosit. Kedua, TF yang dihasilkan oleh makrofag dan SMC mengaktivasi cascade

koagulasi. Karena itu plak yang terlepas mencerminkan stimulus “tahap solid”

trombosis dan koagulasi; pathway-pathway ini saling menguatkan, dengan

pembentukan thrombin meningkatkan aktivasi trombosit dan sel-sel lain dalam lesi

(Gambar 4). Konversi fibrinogen menjadi fibrin dan pelepasan faktor von Willebrand

dari trombosit yang teraktivasi akan memberikan jembatan molekular cross-linking

antara trombosit yang menghasilkan jaringan trombosit yang padat dan 3-dimensi

yang terperangkap dalam karakteristik fibrin dari trombus arteri “putih”.

Selain dari tahap solid plak yang terlepas, “fase cair” dari darah juga dapat

menjadi predisposisi untuk trombosis koroner (Gambar 4). Plasminogen activator

inhibitor-1 (PAI-1) memadamkan mekanisme fibrinolitis alami tubuh yang melawan

persistensi dan akumulasi trombi dengan menginhibisi aktivator mirip urokinase dan

plasminogen tipe jaringan. Kadar PAI-1 dalam sirkulasi meningkat pada diabetes dan

obesitas, dan mediator hipertensi seperti angiotensin II dapat meningkatkan ekspresi

PAI-1 dengan berbagai tipe sel. Selain itu, plak yang terlepas dapat meningkatan

partikel TF, yang meningkatan trombogenisitas darah.

Perubahan fase-cair ini menjadi dasar konsep “pasien rentan,” karena itu

Page 8: Coronary Artery Disease

mengubah apresiasi kami mengenai “plak rentan.” Dalam konteks ACS, embolisasi

distal debris kaya TF yang masuk ke aliran darah dari inti plak yang tiba-tiba terlepas

dapat menyebabkan trombosis distal dalam mikrosirkulasi. Embolisasi distal seperti

itu menjelaskan sebagaian fenomena “no-reflow” yang dapat menyebabkan

komplikasi pelepasan plak spontan dan iatrogenik dan mencegah re-perfusi efektif

dari mikrosirkulasi distal.

Plak Rentan: Fakta atau Bukan?

Munculnya konsep yang disebut plak rentan memicu pencarian metode untuk

mengidentifikasi plak-plak yang beresiko tinggi menyebabkan komplikasi trombotik.

Studi-studi anatomis-patologis menemukan karakteristik plak rentan ruptur, yang

meliputi kap yang tipis dan fibrous dan inti lipid yang besar yang berisi berbagai sel-

sel inflamasi dan relatif kurang SMC. Namun, hasil-hasil terbaru menunjukkan

multiplisitas dari plak-plak “resiko tinggi” tersebut dan sifat luasnya inflamasi pada

pasien rentan terkena ACS. Sebagaimana yang telah disebutkan, studi-studi otopsi dan

ultrasound intravaskuler telah menggarisbawahi sifat difus dari penyakit intima pada

pasien dengan ACS. Bagian pohon arteri koroner yang tampak normal dengan kriteria

angiografik pun seringkali menanggung beban besar dari aterosklerosis. Khususnya,

plak dengan remodeling luar, atau “pembesaran kompensasi,” dapat memiliki kap

tipis yang fibrous dan endapan lipid besar yang tidak memasuki lumen (Gambar 1).

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, lesi-lesi “tersembunyi” tersebut tidak

hanya lepas dari deteksi angiografis tapi juga tidak memunculkan gejala hingga

trombosis terpicu, karena tidak menyebabkan iskemia. Meskipun dengan

menggunakan kriteria angiografis yang relatif tidak sensitif untuk pelepasan plak,

pasien-pasien dengan ACS umumnya datang dengan lebih dari satu plak ulkus.

Multiplisitas lesi aktif menandakan prognosis yang lebih buruk pada saat follow-up.

Studi-studi ultrasound intravaskular sistematis pada pasien dengan ACS telah

menunjukkan bahwa banyak pasien memiliki lebih dari satu plak yang lepas;

observasi angioskopik mempunyai penemuan yang sama. Selain itu, penggunaan

marker inflamasi seperti myeloperoxidase mengindikasikan step-up transmiokard

dalam kadar marker inflamasi ini, bahkan pada regio-regio yang tidak diperfusi oleh

arteri penyebab. Karena itu, walaupun gejala klinis seringkali melibatkan lesi fokal,

inflamasi arteri yang mendorong biologi dasar yang menjadi predisposisi komplikasi

Page 9: Coronary Artery Disease

lokal tampaknya bersifat difus.

Penemuan baru ini menantang pandangan tradisional bahwa aterosklerosis

koroner sebagai penyakit segmental atau terlokalisir dapat diperbaiki hanya dengan

terapi lokal seperti pembedahan bypass atau revaskularisasi perkutaneus. Teknologi

pencitraan terbaru seperti optical coherence tomography, thermografi, Raman/near-

infrared spectroscopy, electron beam computed tomography, magnetic resonance

imaging, dan multidetector atau multislice spiral computed tomography dapat

memberikan informasi tambahan mengenai resiko progresi dan kejadian

kardiovaskular dengan melihat beban aterosklerotik dan aktivitasnya. Strategi

pencitraan terbaru tersebut akan lebih berguna dan efektif biaya pada individu resiko

tinggi dibandingkan untuk skrining populasi asimtomatik yang tidak diseleksi.

Terapi ACS: Perspektif Masa Depan

Dengan memandang ketepatan terapi lokal untuk menghilangkan angina dan

iskemia akut yang berkaitan dengan lesi penyebab yang dapat dideteksi secara

angiografis dan perpanjangan harapan hidup dan pencegahan IM dengan terapi

sistemik yang mengatasi faktor-faktor resiko, pendekatan yang ada sekarang untuk

menterapi ACS perlu melibatkan 2 fase yang tumpang tindih: fase akut dan stabilisasi

cepat dari lesi penyebab.

Prioritas awal adalah untuk membatasi kehilangan kardiomiosit dengan

mengatasi proses trombotik yang menghalangi aliran dan/atau embolisasi distal dari

debris plak dan materi trombotik. Kolerasi klinis dari iskemia berat meliputi status

klinis yang tidak stabil, abnormalitas segmen ST-T iskemik, dan pelepasan troponin T

atau I. Penemuan ini akan mengindikasikan prognosis yang relatif buruk. Pendekatan

manajemen agresif yang mengkombinasi inhibisi trombosit dan pembentukan

thrombin dengan angiografi koroner yang ditujukan pada revaskularisasi perkutaneus

atau pembedahan lesi penyebab yang sesuai dapat memperbaiki hasil pada pasien

resiko tinggi. Kombinasi aspirin oral, clopidogrel, dan antagonis glikoprotein IIb/IIIa

intravena selama angioplasti merupakan terapi trombosit yang paling efektif untuk

pasien resiko tinggi. Terapi trombosit masa depan mungkin dapat memberikan

blokade yang lebih komplit terhadap P2Y1 dan P2Y12 reseptor ADP dan juga

menginhibisi kompleks faktor von Willebrand-glikoprotein Ib/IX yang memediasi

Page 10: Coronary Artery Disease

peningkatan adesi trombosit dan agregasi trombosit. Inhibisi aktivasi trombosit ini

mungkin memberikan manfaat diluar dari mencegah agregasi dan progresi trombus

dengan melemahkan pelepasan trombosit dari produk protrombotik poten dan

proinflamasi dan pembentukan agregat trombosit-monosit, sehingga memutus

beberapa hubungan yang ada antara trombosis dan inflamasi. Antikoagulasi pada

ACS sekarang ini menggunakan unfractionated heparin atau heparin dengan berat

molekuler rendah. Agen-agen antitrombotik yang sedang dikembangkan antara lain

inhibitor spesifik trombin spesifik dan faktor Xa, yang beraksi secara oral atau

parenteral, dengan paruh-waktu yang bervariasi, dan inhibitor dari kompleks TF-

faktor VIIa yang menginisiasi pembentukan trombus.

Aplikasi kemajuan pengetahuan biologis ACS dan peran inflamasi

memberikan kesempatan-kesempatan baru untuk melemahkan trombogenisitas plak,

mencapai pengendalian proses penyakit yang lebih cepat, dan mencegah rekurensi

lebih dini. Pemberian terapi statin dini setelah ACS kemungkinan memperbaiki hasil

karena efek antiinflamasinya yang berdampak pada penurunan kolesterol dan aksi

antiinflamasi langsung. Potensi agen lain yang mentarget inflamasi memerlukan

penelitian lebih lanjut. Beberpaa studi eksperimental telah menunjukkan bahwa

inhibisi dari cyclooxygenase-2 atau reseptor thromboxane mencegah aterosklerosis.

Sejauh ini, hanya beberapa uji klinis fase 2 pada manusia dengan ACS telah meneliti

agen antiinflamasi, tanpa mencapai hasil efektivitas yang konklusif. Terapi

metilprednisolon intravena selama 48 jam tidak memperbaiki hasil jangka pendek

pada pasien dengan unstable angina. Sebuah recombinant, soluble P-selectin

glycoprotein ligand-1–immunoglobulin dan 2 antibodi berbeda terhadap integrin

leukosit CD11b/CD18 tidak menunjukkan penurunan ukuran infark pada pasien yang

diterapi dengan angioplasti fibrinolisis atau primer. Pexelizumab, sebuah antibodi

monoklonal terhadap C5 juga gagal pada 2 uji klinis dalam mempengaruhi ukuran

infark sebagaimana diperkirakan oleh pelepasan creatine kinase-MB, yang merupakan

hasil utamanya. Namun obat tersebut secara mengejutkan menurunkan mortalitas dan

syok kardiogenik pada uji klinis angioplasti primer, Compliment Inhibition in

Myocardial Infarction Treated with Percutaneous Transluminal Coronary

Angioplasty (COMMA). Disasosiasi antara ukuran infark dan manfaat pada mortalitas

menantang konsep tradisional dan menunjukkan peran komplemen dan inflamasi pada

mortalitas dan morbiditas terkait ACS. Pexelizumab mencegah pembentukan C5a,

Page 11: Coronary Artery Disease

sebuah anafilatoksin poten yang berkaitan dengan recruitment leukosit dan ekspresi

mediator proinflamasi, termasuk sitokin, sintase nitrat oksida inducible, dan C5b,

yang memicu kematian sel dan apoptosis akibat membrane attack complex. Sebuah

substudi menunjukkan bahwa kadar marker inflamasi memprediksi terjadinya

kematian/syok kardiogenik dan kadar-kadar ini menurun dengan pexelizumab yang

berhubungan dengan penurunan hasil yang buruk. Observasi ini dan lainnya dari uji

klinis Should We Emergently Revascularize Occluded Coronaries for Cardiogenic

Shock (SHOCK) bahwa kematian pasien dengan syok kardiogenik tidak berkaitan

dengan status hemodinamik dan secara signifikan memperbaiki survivalitas jangka

pendek dan panjang dengan terapi re-perfusi juga mendukung kepentingan klinis

inflamasi pada ACS. Memang, studi-studi terdahulu pada pasien dengan syok

kardiogenik refrakter telah menunjukkan perbaikan status hemodinamik dan

survivalitas dengan NG-mono-methyl-L-arginine, sebuah inhibitor sintase nitrat

oksida. Dengan mempertimbangkan kemungkinan peran dalam destabilisasi plak dan

dalam remodeling vaskular dan miokard, MMP mewakili target terapeutik potensial

baru. Inhibitor MMP sekarang ini sedang diteliti pada IM akut, walaupun kurang

mungkin suatu inhibitor MMP spektrum luas yang kronik akan memiliki profil

toleransi yang menguntungkan.

Diluar dari marker resiko klasik terkait pembentukan trombus intrakoroner

seperti pergeseran segmen ST dan peningkatan troponin, munculnya resiko ACS lebih

berkaitan dengan aktivitas aterosklerosis mendasar dan dengan faktor-faktor

metabolik dibandingkan aktivitas trombotis sesungguhnya dari lesi penyebab. Sebagai

contoh, diabetes dan gagal ginjal secara kuat memprediksi prognosis yang buruk.

Karena itu, sebuah fase kedua dalam manajemen ACS perlu mengiringi

revaskularisasi yang tetap, dengan tujuan menstabilisasi lesi. Terapi semacam itu

bertujuan untuk menurunkan kerentanan pasien secara keseluruhan terhadap kejadian

rekurensi dengan mengatasi faktor sistemik yang mempengaruhi penyebab potensial

multipel dan juga faktor-faktor sistemik yang membuat pelepasan plak tidak

memproduksi trombus yang persisten dan oklusif. Dalam hal ini, bukti yang kuat dan

observasi terdahulu pada manusia menunjukkan bahwa terapi untuk menurunkan lipid

mencapai sebagian dari keuntungan konsistennya yang jelas dalam menurunkan

angka kejadian rekurensi koroner dengan mempengaruhi plak secara biologis. Karena

inflamasi mendasari patofisiologi dari pembentukan plak dan komplikasinya, strategi

Page 12: Coronary Artery Disease

terapeutik yang sukses tampaknya berkaitan dengan mengatasi inflamasi. Data terbaru

menunjukkan bahwa penurunan protein C-reaktif yang berhubungan dengan statin

memperbaiki hasil setelah ACS, independen dari penurunan LDL, sehingga

mendukung pandangan ini.

Di era terdahulu, fokus utama pencegahan sekunder CAD adalah regresi dari

stenosis. Fokus kita sekarang seharusnya ada pada stabilisasi lesi dan perbaikan faktor

sistemik yang membuat pasien rentan terhadap komplikasi trombotik dari

aterosklerosis. Seiring dengan berbagai penemuan eksperimental, bukti ultrasound

intravaskular terbaru menunjukkan bahwa ateromata dapat mengecil ukurannya tanpa

menurunkan derajat luminal stenosis. Karena itu, pembesaran kompensasi tampaknya

terjadi terbalik, sehingga memungkinkan pengecilan lesi tanpa mengubah angiogram.

Kita perlu memperluas konsep kita mengenai reversibilitas aterosklerosis diluar dari

regresi stenosis untuk meliputi pengecilan lesi yang tertutup dibalik siluet angiografis.

Kita juga perlu mempertimbangkan tidak hanya aspek kuantitatif dari ateroma

(ukuran atau derajat stenosis) tapi juga sifat kualitatif dari lesi—sebagian rentan

ruptur dan lebih rentan untuk membentuk trombosis, sedangkan yang lainnya, dengan

rangka matriks ekstraselular yang lebih kuat, kurang mungkin mengalami pelepasan

dan memicu pembentukan clot.

Kesimpulan dan Implikasi Klinis

Dalam praktek kardiologi sehari-hari, kita terus menemui CAD. Walaupun

memiliki keterbiasaan dengan aspek klinisnya, pandangan kita terhadap patofisiologi

dari aterosklerosis koroner telah berubah secara radikal dalam dekade terakhir.

Pemahaman kita mengenai anatomi dan biologi yang mendasari aterosklerosis

koroner kemungkinan akan terus berkembang, sesuai dengan perkembangan

laboratoris dan klinis. Kita sekarang dapat menghubungkan biologi dari pembuluh

darah, miosit, dan respon inflamasi dengan pendekatan hemodinamik klasik untuk

mencapai pemahaman lebih jelas tentang CAD klinis.

Revisi pandangan klasik kami mengenai aterosklerosis memiliki implikasi

praktis yang penting untuk perawatan pasien. Strategi revaskularisasi kami menjadi

lebih baik dan lebih sukses. Pandangan terhadap mekanisme trombosis, baik pada

lokasi intervensi maupun mikrosirkulasi yang lebih distal, memberikan dasar

Page 13: Coronary Artery Disease

perbaikan terapi pasien revaskularisasi akut untuk mengurangi komplikasi dan

mempertahankan miokardium. Kami mengapresiasi perlunya terapi sistemik untuk

mencegah ACS pada individu yang memiliki resiko. Tujuan kedepannya meliputi

perlunya melakukan terapi menurut individu dengan dasar karakteristik spesifik

pasien. Bidang biomarker dan potensi stratifikasi resiko genetik dan farmakogenetik

akan menguntungkan dalam hal ini. Pendekatan serupa akan memungkinkan untuk

mentarget terapi preventif dengan cara yang lebih efisien dan efektif biaya. Kita

sekarang memiliki alat-alat hebat untuk menurunkan LDL. Intervensi farmakologis

dan terapeutik yang sedang dikembangkan akan memungkinkan kita mencapai lebih

dari LDL sebagai target mengurangi resiko komplikasi aterosklerotik. Pendekatan

demikian meliputi peningkatan kadar HDL, modalitas aterosklerotik, dan strategi

regeneratif yang melibatkan stem cell. Kita perlu mencari cara secara paralel untuk

memutarbalik epidemi obesitas, sindrom metabolik, dan diabetes dengan perubahan

gaya hidup dan kemungkinan terapi obat. Apabila kita gagal dalam hal ini, gelombang

obesitas dan komplikasinya akan mengancam perkembangan dalam aterosklerosis

dalam dekade-dekade terakhir.

Konsep “kardiologi intervensi” harus meluas melebihi revaskularisasi mekanis

untuk meliputi intervensi preventif yang mencegah kejadian di masa depan. Meski

kehati-hatian observasi klinis dan patologis telah mendorong ilmu mengenai biologi

arteri koroner, kesempatan riset translasional untuk memperbaiki pandangan terhadap

patofisiologi dan membuat terapi baru yang lebih baik untuk CAD mewakili

kesempatan besar untuk meningkatkan hasil pasien di masa yang akan datang.