Crs Polineuropati DM

Embed Size (px)

DESCRIPTION

dm

Citation preview

  • 5/27/2018 Crs Polineuropati DM

    1/14

    DISKUSI

    Sistim saraf perifer adalah rentan terhadap beberapa kategori penyakit, termasuk

    inflamatori, traumatic, metabolik , toxic, genetic dan neoplastic. Laporan kasus ini adalah

    berdasarkan pasien yang didiagnosis sebagai neuropatic diabeikum yang merupakan penyakit

    darah perifer yang terjadi akibat kelainan metabolik yang timbul akibat kelainan metabolik yang

    timbuk karena kondisi hiperglikemia yang tidak terkontrol. Diabetes merupakan penyebab

    terbanyak dari neuropati perifer. Tipe neuropati yang disebabkan oleh diabetes yang paling

    sering adalah polineuropati distal simetris dengan penurunan rasa sensorik bertingkat, disestesia

    akral dan kelemahan distal.

    Telah dilakukan pemariksaan pada laki-laki berumur 48 tahun. Pasien masuk ke bangsal

    neuro RSUP.Dr. M. Djamil padang dengan diagnosis klinik neuropati diabetikum. Diagnosis ini

    ditegakkan dari anamnesa yaitu pasien mengeluh kurang berasa di kaki dan jari-jari tangan yang

    semakin meningkat sejak 5 bulan. Pasien merasa nyeri membakar pada tumit kaki pada saat

    beraktivitas atau berdiri lama. Pasien mengeluh gangguan anatomi seperti sering buang air besar

    pada malam hari, sering merasa perut kembung setelah makan. Pasien dikenal mederita diabetes

    melitus tipe 2 sejak 5 tahun yang lalu. Pasien juga mengeluh penglihatannya berkurang dan tdak

    ada perbaikan walau telah memakai kaca mata. Dari pemeriksaan sensori didapatkan penurunan

    sensori taktil, termis, nyeri, streognosis, dan diskriminasi 2 titik di kaki dan tangan. Padapemeriksaan visus didapatkan pasien -5/ -4 di mata kiri dan kanan. Pada pemeriksaan labor

    didapatkan gula darah pusa pasien 230mg/dl dan gula darah sewaktu pasien 300 mg/dl

    Pada pasien ini dianjurkan pemeriksaan gula darah perhari dan terapi berdasarkan kontrol

    ketat gula darah. Terapi lain termasuk Gabapentin 1200 mg/ hari, pregabalin 300-600 mg/ hari,

    Duloxetin 60 -120 mg / hari dan metformin untuk kontrol gula darah. Terapi insulin akan

    dipertimbangkan kalau gula darah tidak terkontrol dengan obat.

    Pada umumnya neuropati diabetik tidak mengakibatkan kematian namun dapat

    menyebabkan berbagai macam cacat jasmani dan penyulit yang menyebabkan hambatan

    kegiatan sehari-hari yang sangat mengganggu seperti rasa panas, rasa tebal, rasa buang air kecil,

    mudah timbul infeksi, retnopati, impotensi dan hipotensi ortostatik.

  • 5/27/2018 Crs Polineuropati DM

    2/14

    Neuropati diabetik (ND) adalah istilah deskriptif yang menunjukkan adanya gejala dan

    atau tanda dari disfungsi saraf penderita diabetes tanpa ada penyebab lain selain diabetes mellitus

    (setelah dilakukan eksklusi penyebab lainnya), yaitu gangguan, baik klinis maupun subklinis,

    yang terjadi pada penderita diabetes mellitus (DM) tanpa penyebab neuropati perifer yang lain.

    Data epidemiologi menyatakan bahwa kira-kira 30% sampai 40% pasien dewasa dengan

    diabetes tipe 2 mempunyai suatu distal peripheral neuropathy (DPN). DPN telah dihubungkan

    dengan berbgai faktor resiko mencakup derajat tingkat hiperglikemi, indeks lipid dan tekanan

    darah, lama dan beratnya menderita diabetes. Angka durasi diabetes juga akan meningkat sesuai

    umur dan durasi diabetes. Studi epidemiologik menunjukkan bahwa dengan tidak terkontrolnya

    kadar gula maka akan mempunyai resiko yang lebih besar untuk terjadinya neuropati, seperti

    halnya borok kaki dan amputasi. Suatu kenaikan kadar HbA1c 2% mempunyai resiko komplikasi

    neuropati sebesar 1,6 kali lipat dalam waktu 4 tahun.

    Etiologi dan Faktor Risiko

    Diabetes mellitus merupakan penyebab utama terjadinya neuropati di negara

    maju, dan komplikasi yang sering muncul adalah tingginya angka morbiditas dan

    mortalitas pada pasien diabetes. Diperkirakan prevalensi neuropati pada pasien DM

    adalah sekitar 20%, dimana 50-75% menjadi penyebab dari amputasi non traumatik.

    Dalam studi DCCT (Sidang Kontrol dan Komplikasi Diabetes) pada tahun 1995,insiden tahunan neuropati adalah 2% per tahun. Perkembangan neuropati ini tergantung

    pada pengontrolan kadar glukosa pada DM tipe 1 dan tipe 2. Durasi menderita DM, usia,

    merokok, hipertensi, dan penyakit sifilis juga merupakan faktor risiko untuk terjadinya

    neuropati diabetes.

    Klasifikasi Neuropati Diabetik

  • 5/27/2018 Crs Polineuropati DM

    3/14

    Patogenesis

    Lesi pada saraf perifer akan menimbulkan enam tingkat kerusakan yaitu :

    Grade 1 (Neuropraksia)Kerusakan yang paling ringan, terjadi blok fokal hantaran saraf, gangguan umumnya

    secara fisiologis, struktur saraf baik. Karena tidak terputusnya kontinuitas aksoplasmik

    sehingga tidak terjadi degenerasi wallerian. Pemulihan komplit terjadi dalam waktu 1 2

    bulan.

    Grade II (aksonometsis)

  • 5/27/2018 Crs Polineuropati DM

    4/14

    Kerusakan pada akson tetapi membrana basalis (Schwann cell tube), perineurium dan

    epineurium masih utuh. Terjadi degenerasi wallerian di distal sampai lesi, diikuti dengan

    regenerasi aksonal yang berlangsung 1 inci/bulan. Regenerasi bisa tidak sempurna seperti

    pada orang tua.

    Grade IIISeperti pada grade II ditambah dengan terputusnya membrana basalis (Schwann cell

    tube). Regenerasi terjadi tetapi banyak akson akan terblok oleh skar endoneurial.

    Pemulihan tidak sempurna.

    Grade IVObliterasi endoneurium dan perineurium dengan skar menyebabkan kontinuitas saraf

    berbagai derajat tetapi hambatan regenerasi komplit.

    Grade VSaraf terputus total, sehingga memerlukan operasi untuk penyembuhan.

    Grade VIKombinasi dari grade II-IV dan hanya bisa didiagnosa dengan pembedahan.

    Ada tiga proses patologi dasar yang bisa terjadi pada saraf perifer yaitu :

    Degenerasi WallerianTerjadi degenerasi sekunder pada mielin oleh karena penyakit pada akson yang

    meluas ke proksimal dan distal dari tempat akson terputus. Perbaikan membutuhkan

    waktu sampai tahunan, oleh karena pertama terjadi regenerasi kemudian baru terjadi

    koneksi kembali dengan otot, organ sensoris, pembuluh darah.

    Demielinisasi segmentalTerjadi destruksi mielin tanpa kerusakan akson, lesi primer melibatkan sel Schwann.

    Demielinisasi mulai dari nodus ranvier meluas tak teratur ke segmen-segmen

    internodus lain. Perbaikan fungsi cepat karena tidak terjadi kerusakan akson.

    Degenerasi aksonalDegenerasi pada bagian distal akson saraf perifer dan beberapa tempat ujung akson

    sentral kolumna posterior medulla spinalis.

  • 5/27/2018 Crs Polineuropati DM

    5/14

    Basis patofisiologik pengembangan timbulnya periferal neuropati dari diabetes

    tidaklah dipahami dengan sepenuhnya, dan berbagai hipotesis telah diajukan. Faktor-

    faktor etiologik daripada diabetes neuropati diduga adalah vaskuler, metabolisme,

    neurotrofik dan immunologik.

    a. Faktor vaskularAbnormalitas vaskuler yang terjadi pada pasien dengan diabetik polineuropati

    meliputi penebalan membran basalis dinding pembuluh darah, endotelial hiperplasia,

    disfungsi endotelial, peningkatan ekspresi endotelin dan peningkatan kadar vascular

    endotelial growth factor(VEGF). Diabetes secara selektif merusak sel, seperti endotelial

    sel dan mesangial sel, dimana kecepatan pengangkutan glukosa tidak merosot dengan

    cepat seperti halnya hasil peningkatan kadar gula, hal ini mendorong ke arah

    penumpukan glukosa tinggi dalam sel.

    Berdasarkan teori ini, terjadi proses iskemia endoneurial yang berkembang

    karena adanya peningkatan endoneural vascular resistance terhadap daerah hiperglikemi.

    Berbagai faktor berkenaan dengan metabolisme, termasuk pembentukan glycostatin end

    product, juga telah mencakup, mendorong ke arah kerusakan kapiler, inhibisi transpor

    aksonal, aktivitas Na+/K+ATPase, dan akhirnya ke degenerasi aksonal.

    b. Teori MetabolismeAda 2 teori utama berhubungan dengan efek yang berkenaan dengan metabolisme

    dari hiperglikemi kronis dan efek iskemia pada saraf periferal. Efek hiperglikemia yang

    berkenaan dengan metabolisme meliputi pembuatan potensi neurotoksin (seperti jenis

    oksigen reaktif dan sorbitol) dan perubahan tingkatan enzimntraseluler dan molekul

    pemberian isyarat (seperti Na+/K+ATPase, protein kinase C, dan protein mitogen-

    activated kinase).

    i. Jalur PolyolDi dalam status yang normoglikemik, kebanyakan glukosa intraselular adalah di

    phosphorylated ke glucose-6-phosphate oleh hexoginase. Hanya sebagian kecil dari

  • 5/27/2018 Crs Polineuropati DM

    6/14

    glukosa masuk polyol pathway. Dibawah kondisi-kondisi hiperglikemi, hexoginase

    disaturasi, maka akan terjadi peningkatan influks glukosa ke dalam polyol pathway

    aldose reductase, yang mengkatalisa pengurangan glukosa ke sorbitol, adalah rate

    limiting enzim didalam pathway ini.

    Aldose reductase, yang secara normal mempunyai fungsi mengurangi aldehid

    beracun didalam sel ke alkohol non aktif, tetapi ketika konsentrasi glukosa di dalam

    sel menjadi terlalu tinggi, aldose reductase juga mengurangi glukosa itu ke sorbitol,

    yang mana kemudian dioksidasi menjadi fruktose. Sedang dalam proses mengurangi

    glukosa intraselluler tinggi ke sorbitol, aldose reductase mengkonsumsi co-factor

    NAPH (nicotinamide adenin dinucleotide phospat hydrolase). NADPH adalah juga

    ko-factor yang penting untuk memperbaharui suatu intraselluler critical antioxidant,

    dan penguranganglutathione. Dengan mengurangi jumlah glutathione,polyol pathway

    meningkatkan kepekaan ke intracelluler oxidative stress. Oxydative stress berperan

    utama didalam patogenesis diabetik periferal neuropati.

    Stress oxidatif terjadi didalam sistem seluler ketika produksi radikal bebas

    melebihi kemampuan antioksidan didalam sel. Jika antioksidan tidak membuang

    radikal bebas, radikal akan menyerang dan merusak protein, lipid dan asam nukleat.

    Hasil dari oksidasi atau nitrosilasi dari radikal bebas akan menyebabkan penurunan

    aktivitas biologik, kehilangan kemampuan metabolisme energi, transport, dankehilangan kemampuan fungsi utama lainnya. Akumulasi dari proses ini akan

    menyebabkan sel mati melalui mekanisme apoptosis atau nekrotik.

    Suatu teori mengatakan bahwa glukosa yang berlebihan dalam sirkulasi darah di

    tubuh saling berinteraksi dengan suatu enzim di dalam sel Schwann, yang disebut

    aldose reductase. Aldose reductase mengubah bentuk gula ke dalam sorbitol, yang

    pada gilirannya menarik air ke dalam sel Schwann, menyebabkan sel Schwann

    membengkak. Ini pada gilirannya menjepit serabut saraf, menyebabkan kerusakan dan

    menimbulkan rasa nyeri. Akhirnya sel Schwann dan serabut saraf dapat nekrosis.

    ii.Aktivasi Jalur Protein kinase CBerperan dalam patogenesis diabetic peripheral neuropathy. Hiperglikemi

    didalam sel meningkatkan sintesa suatu molekul yang disebut dicylglycerol (DAG),

  • 5/27/2018 Crs Polineuropati DM

    7/14

    yaitu suatu critical activating factor untuk isoforms protein kinase-C,,,. Protein

    kinase C juga diaktifkan oleh oxydative stress dan advanced glycation end product.

    Aktivasi protein kinase C menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskuler, gangguan

    sintesa nitric oxyde (NOs), dan perubahan aliran darah.

    Advanced glycation end product ini sangat toksik dan merusak semua protein

    tubuh, termasuk sel saraf. Dengan terbentuknya AGEs dan sorbitol, maka sintesis dan

    fungsi NO akan menurun, sehingga vasodilatasi berkurang, aliran darah ke saraf

    menurun, dan bersama rendahnya mionisitol dalam sel saraf, terjadilah neuropati

    diabetik.

    iii.Adenosine diphosphate (ADP)Ada bukti bahwa poly-adenosine diphosphate (ADP)-ribose polymerase (PARP)

    mempunyai suatu peran penting dalam mediator beberapa jalur dari kerusakan yang

    diinduksi disebabkan hiperglikemia.

    iv.Jalur HeksosaminKetika hiperglikemia intraseluler berkembang didalam sel target dari komplikasi

    diabetes, menyebabkan produksi ROS (reactive oxygen species) mitokhondria. ROS

    menerobos inti DNA, yang mengaktifkan PARP. PARP kemudian memodifikasi

    enzim GAPDH (glycolytic glyceryldehyde-3 fosfat dehidrogenase), dengan demikian

    mengurangi aktivitasnya. Akhirnya, pengurangan aktivitas GAPDH akanmengaktifkan polyolpathway, meningkatkan pembentukan AGE intraseluler (lycation

    and product), mengaktifkan PKC dan sesudah itu NFxB, dan mengaktifkan

    hexosamine pathway flux.

    c. Faktor neurotropikNerve growth factor diperlukan untuk mempercepat dan mempertahankan

    pertumbuhan saraf. Pada penderita diabetes kadar NGF serum cenderung turun dan

    berhubungan dengan derajat neuropati.

    d. Faktor immunologi

  • 5/27/2018 Crs Polineuropati DM

    8/14

    Pada penderita diabetes dijumpai adanya antineural antibodies dalam serum yang

    secara langsung dapat merusak struktur saraf sensorik dan motorik yang bisa

    dideteksi dengan immunoflorens indeks.

    Gejala Klinis

    Polineuropati diabetika merupakan neuropati diabetika yang paling sering terjadi.

    Pada pasien-pasien DM tipe 2, 59% menunjukkan berbagai neuropati, 45% diantaranya

    menderita polineuropati diabetika. Gejala yang mudah dikenal adalah kelainan yang

    sifatnya simetris. Gangguan sensorik selalu lebih nyata dibanding kelainan motorik dan

    sudah terlihat pada awal penyakit. Ditandai dengan hilangnya akson dan serabut saraf

    terpanjang terkena terlebih dahulu. Umumnya gejala nyeri, parastesi dan hilang timbul

    ketika malam hari. Khas diawali dari jari kaki berjalan ke proksimal tungkai. Seiringmemberatnya penyakit jari tangan dan lengan terkena sehingga memberi gambaran sarung

    tangan dan kaos kaki.

    Kelainan ini dapat mengenai saraf sensoris, motor dan fungsi otonomik dengan

    bermacam-macam derajat tingkat, dengan predominan terutama disfungsi sensoris.

    Kelemahan otot-otot tungkai dan penurunan reflek lutut dan tumir terjadi lebih lambat.

  • 5/27/2018 Crs Polineuropati DM

    9/14

    Adanya nyeri dan menurunnya rasa terhadap temperatur melibatkan serabut saraf kecil

    (small fiber neuropathy) dan merupakan predisposisi terjadinya ulkus kaki. Gangguan

    propiosepti, rasa getar dan gaya berjalan (sensory ataxia gait) menunjukkan keterlibatan

    serabut saraf ukuran besar (large fiber neuropathy). Disfungsi otonom yang timbul adalah

    adanya anhidrosis, atonia kandung kencing dan pupil reaksi lambat. Awitan gejala perlahan

    sebagai negatif dan / atau positif. Serabut saraf berukuran besar dan kecil terkena walaupun

    manifestasi dini yang muncul mungkin dari serabut kecil. Gejala bergantung pada tipe

    neuropati dan saraf yang terlibat. Pada beberapa orang bisa tidak dijumpai gejala.

    Kesemutan,tingling atau nyeri pada kaki sering merupakan gejala yang pertama, bisa juga

    nyeri dan kesemutan. Gejala bisa melibatkan sistem saraf sensoris atau motorik ataupun

    sistem saraf otonom.

    Diagnosis

    Ada beberapa kriteria untuk menentukan adanya komplikasi neuropati pada penderita

    diabetes, salah satunya adalah dengan Konsensus San Antonio.

    Konsesus Antonio

    Penegakan neuropati diabetika selain berdasarkan WHO, dapat pula ditegakkan

    berdasarkan konsensus San Antonio. Pada konsensus tersebut telah direkomendasikan

    bahwa paling sedikit 1 dari 5 kriteria dibawah ini dapat dipakai untuk menegakkan

    diagnosis neuropati diabetika, yakni : (1) Symptom scoring; (2) Physical examination

  • 5/27/2018 Crs Polineuropati DM

    10/14

    scoring; (3) Quantitative Sensory Testing (QST); (4) Cardiovascular Autonomic Function

    Testing(cAFT); (5)Electro-diagnostic studies(EDS).

    Pemeriksaansymptom scoring danphysical examination scoring yang telah terbukti

    memiliki sensitifitas tinggi untuk mendiagnosis neuropati atau polineuropati diabetika

    adalah skor Diabetic Neuropathy Symptom (DNS) dan skor Diabetic Neuropathy

    Examination (DNE).

    Diabetic Neuropathy Examination (DNE)

    Alat ini mempunyai sensitifitas sebesar 96% dan spesifitas 51%. Skor Diabetic

    Neuropathy Examination (DNE) adalah sebuah sistem skor untuk mendignosa

    polineuropati distal pada diabetes mellitus. DNE adalah sistem skor yang sensitive dan

    telah divalidasi dengan baik dan dapat dilakukan secara cepat dan mudah di praktek klinik.

    Skor DNE terdiri dari 8 item, yaitu : a) kekuatan otot : (1) quadrisep femoris (ekstensi

    sendi lutut); (2) tibialis anterior (dorsofleksi kaki). b) Refleks: (3) trisep surae / tendo

    Achilles. c) sensibilitas jari telunjuk: (4) sensitivitas terhadap tusukan jarum. d) sensibilitas

    ibu jari kaki: (5) sensitivitas terhadap tusukan jarum; (6)sensitivitas terhadap sentuhan; (7)

    persepsi getar; dan (8) sensitivitas terhadap posisi sendi. Skor 0 adalah normal; skor 1

    defisit ringan atau sedang (kekuatan otot 3-4, refleks dan sensitivitas menurun); skor 2 :

    defisit berat (kekuatan otot 0-2, refleks daru sensitivitas negatif/tidak ada). Nilai maksimaldari 4 macam pemeriksaan tersebut di atas adalah 16. Sedangkan kriteria diagnostik untuk

    neuropati bila nilai > 3 dari 16 nilai tersebut.

    Diabetic Neuropathy Symptom (DNS)

    Skor DNS

    Skor Diabetic Neuropathy Symptom (DNS) merupakan 4 point yang bernilai untuk

    skor gejala, dengan prediksi nilai yang tinggi untuk menyaring polineuropati pada DM.

    Gejala jalan tidak stabil, nyeri neuropatik, parastesi atau rasa tebal. Satu gejala dinilai skor

    1, maksimum skor 4. Skor 1 atau lebih diterjemahkan sebagai positif polineuropati

    diabetik.

    Visual Analogue Scale (VAS)

  • 5/27/2018 Crs Polineuropati DM

    11/14

    Banyak metode yang lazim diperkenalkan untuk menentukan derajat nyeri, salah

    satunya adalah VAS. Skala ini hanya mengukur intensitas nyeri seseorang. VAS yang

    merupakan garis lurus dengan ujung sebelah kiri diberi tanda 0 = untuk tidak nyeri dan

    ujung sebelah kanan diberi tanda dengan angka 10 = untuk nyeri terberat yang

    dibayangkan.

    Cara pemeriksaan VAS adalah penderita diminta untuk memproyeksikan rasa nyeri

    yang dirasakan dengan cara memberikan tanda berupa titik pada garis lurus VAS antara 0-

    10 sehingga penderita dapat mengetahui intensitas nyeri.

    0 10

    Tidak nyeri Nyeri terberat yang terbayangkan

    VAS dapat diukur secara kategorikal. Meliala mengemukakan nyeri ringan dinilai

    dengan VAS : 0-4-7, berat dengan nilai VAS >7-10.

    Elektromiografi (EMG)

    Elektromiografi adalah pemeriksaan elektrodiagnosis untuk memeriksa saraf perifer

    dan otot. Prinsip kerjanya adalah merekam gelombang potensial yang ditimbulkan baikoleh otot maupun saraf.

    Gelombang potensial dapat ditimbulkan dalam otot dengan memberikan stimulus

    pada saraf motorik yang mengelolanya. Untuk mengukur kecepatan hantaran saraf (KHS)

    motorik yaitu dengan merangsang saraf motorik pada dua tempat di sebelah proksimal dan

    distal. Latensi adalah waktu yang dibutuhkan dalam menghantarkan impuls dari tempat

    perangsangan (stimulus) sampai ke akson terminal dan transmisi dari akson terminal ke

    motor end plate, sehingga timbul potensial aksi. Dengan memberi stimulus pada dua

    tempat, akan timbul dua gelombang potensial yang masing-masing latensi distalnya

    berbeda. Agar lebih akurat hasilnya, sebaiknya jarak antara 2 stimulus adalah 10 cm.

    KHS motorik dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

    KHS (m/det) = Jarak antara ke 2 titik stimulus (mm)

  • 5/27/2018 Crs Polineuropati DM

    12/14

    Latensi distal II (proksismal)latensi I (distal) (milidetik)

    Untuk mengukur saraf sensorik dilakukan dengan memberikan stimulus pada saraf

    sensorik. Aksi potensial saraf sensorik dapat direkam dengan elektroda permukaan yang

    dililitkan pada jari. Pengukuran KHS sensorik adalah dengan menghitung jarak dari

    stimulus tunggal sampai elektroda perekam dibagi dengan latensi. Aksi potensialnya jauh

    lebih kecil daripada otot.

    Kecepatan Hantaran Saraf (KHS)

    Merupakan teknik utama untuk studi fungsi saraf perifer yang melibatkan stimulasi

    kulit dari saraf sensorik dan motorik. Hasil studi kecepatan hantaran saraf sensorik dan

    motorik nampak sebagai amplitudo, conduction velocity, dan distal latensi.

    Faktor-faktor yang mempengaruhi KHS adalah :

    1. Faktor fisiologis seperti temperatur, umur, tinggi badan, segmen proksismal disbanding

    distal dan anomali inervasi.

    2. Faktor nonfisiologis : tahanan elektrode dan interferensi 60 Hz, stimulus artefak, filter,

    posisi katode, stimulus supramaksimal, kostimulasi saraf yang berdekatan, penempatanelektroda, perekaman antidromik dibandingkan ortodromik, jarak antara elektrode aktif

    dan saraf yang diperiksa, jarak elektrode aktif dengan elektrode referens, posisi

    ekstremitas dan pengukuran jarak,sweep speeddan sensitivitas.

    Diagnostik neuropati ditegakkan berdasarkan adanya gejala dua atau lebih dari empat

    kriteria dibawah ini :

    Kehadiran satu atau lebih gejala Ketidakhadiran dua atau lebih refleks patella atau achilles Nilai ambang persepsi getaran/vibration-abnormal. Fungsi otonomik abnormal (berkurangnya heart rate variability (HRV) dengan rasio RR

    kurang dari 1,04 hipotensi postural dengan turunnya tekanan darah sistolik 20 mmHg

    atau lebih, atau kedua-duanya).

  • 5/27/2018 Crs Polineuropati DM

    13/14

    Penatalaksanaan

    Langkah manajemen terhadap pasien adalah untuk menghentikan progresifitas

    rusaknya serabut saraf dengan kontrol kadar gula darah secara baik. Mempertahankan

    kontrol glukosa darah ketat, HbA1c, tekanan darah, dan profil lipid dengan terapi

    farmakologis dan perubahan pola hidup. Komponen manajemen diabetes lain yaitu

    perawatan kaki, pasien harus diajar untuk memeriksa kaki mereka secara teratur.

    Diabetes Control and Complication Trial(DCCT) menunjukkan bahwa pengendalian

    gula darah yang baik merupakan cara yang paling efektif untuk menurunkan komplikasi

    diabetes. Pada penelitian lainnya, diabetes yang tidak terkendali menyebabkan stres oksidatif

    lebih jelas yang dapat diperbaiki dengan pasien mempertahankan pengendalian gula darah

    melalui pengobatan dengan glibencamid atau glicaxid. Tidak lain, pengendalian ketat yang

    terus menerus masih merupakan tantangan dalam sebagian besar kasus. Oleh karena itu,

    terapi tambahan yang ditujukan pada jalur-jalur yang menyebabkan komplikasi yang

    diinduksi oleh hiperglikemia penting dalam mempertahankan kualitas hidup jangka panjang

    dari pasien diabetes. Dengan hipotesis bahwa stres oksidatif dapat memperantarai

    komplikasi vaskuler, mikrovaskuler dan jaringan khusus pada diabetes, maka terapi

    antioksidan perlu digali lebih jauh.Mekanisme patogenik menunjukkan ada peran antioksidan potensial untuk mengobati

    neuropati. Beberapa pendekatan terapeutik telah dikembangkan termasuk antioksidan seperti

    Alpha-lipoic acid (ALA) untuk mengurangi stres oksidatif yang meningkat. ALA adalah

    antioksidan yang sangat kuat, dimana obat ini dirancang untuk mempengaruhi baik

    patofisiologi gangguan ini.

    ALA merupakan anti-oksidan yang mempunyai berat molekul rendah seperti asam

    askorbat (vitamin C) dan tokoferol (vitamin E) dan merupakan lipophilic free radical

    scavenger yang kuat. ALA memiliki rantai karbon 8 atom. Hati dan ragi merupakan sumber

    ALA dari diet yang paling baik. ALA diabsorbsi dengan baik melalui lambung dan usus dan

    dapat dengan mudha dikonsumsi secara oral. ALA tidak berakumulasi di jaringan pada

    derajat yang signifikan dan tidak menyebabkan beberapa toksisitas klinis yang signifikan

    saat digunakan dalam jumlah yang tepat untuk tujuan terapeutik (

  • 5/27/2018 Crs Polineuropati DM

    14/14

    meningkatkan kadar glutation pada jaringan, dimana glutation merupakan antioksidan

    interseluler yang utama. ALA merupakan antioksidan natural yang efektif menetralkan

    beberapa jenis radikal bebas termasuk radikal oksigen dan pengion metal.

    Pada manusia ALA disintesis pada hepar dna jaringan tubuh lainnya, dimana ALA

    berfungsi sebagai ko-faktor alamiah pada berbagai enzim dehydrogenase seperti pyruvate

    dehydrogenase dan alpha ketoglutarate dehydrogenase. Pyruvate dehydrogenase berada

    pada mitokondria yng berperan dalam mengkatalisasi oksidasi decarboxylase daripyruvate

    menjadi acetyl-CoA, yang merupakan langkah terpenting dalam metabolism glukosa.

    Suplementasi ALA memiliki kemampuan sebagai antioksidan yang sangat poten.

    Kemampuan antioksidan ALA diperantarai oleh kemampuannya dalam hal berikut : (1)

    menghambat aktivitas ROS (reactive oxygen species, (2) regenerasi antioksidan yang lain,

    dan (3) aktivitas pengikatan logam. Pemberian ALA juga dapat meningkatkan produksi

    nitric oxide yang penting dalam fungsi endotel pembuluh darah. Pemberian ALA dapat pula

    meningkatkan aliran darah dan perfusi kapiler. ALA berfungsi pula meningkatkan

    sensitivitas insulin. Selain itu ALA meningkatkan ambilan glukosa dengan mengaktivasi

    transporter glukosa (GLUT4).

    Analisis manfaat dan risiko menunjukkan bahwa dosis optimal ALA adalah 600

    mg/hari. Efek samping yang muncul adalah nausea, muntah dan vertigo, namun tidak

    bermakna secara signifikan dibanding placebo.