48
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri cervical merupakan salah satu keluhan yang sering menyebabkan seseorang datang berobat ke fasilitas kesehatan. Di populasi didapatkan sekitar 34% pernah mengalami nyeri cervical dan hampir 14% mengalami nyeri tersebut lebih dari 6 bulan. Pada populasi diatas 50 tahun, sekitar 10% mengalami nyeri cervical. 1 Cervical root syndrome adalah kumpulan gejala yang disebabkan oleh iritasi atau kompresi dari akar saraf cervikal yang akan menimbulkan nyeri, ngilu, kesemutan, kram-kram serta rasa tidak enak pada leher bagian belakang dan bisa menjalar ke bahu, lengan atas dan lengan bawah tergantung dari akar mana yang terkena. 1 Pada usia muda, radikulopati cervikalis merupakan akibat dari herniasi diskus intervertebralis atau cedera akut yang menyebabkan tubrukan foramen dari saraf yang keluar. Herniasi diskus intervertebralis sekitar 20-25% dari kasus radikulopati cervikalis. Pada pasien yang lebih tua, radikulopati cervikalis sering merupakan akibat penyempitan foramen dari pembentukan osteofit, penurunan ketinggian diskus, perubahan degeneratif prosesus uncinatus vertebra dari anterior dan facet dari posterior. 2

Lapsus CRS

Embed Size (px)

DESCRIPTION

cervical root syndrome

Citation preview

Page 1: Lapsus CRS

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Nyeri cervical merupakan salah satu keluhan yang sering menyebabkan

seseorang datang berobat ke fasilitas kesehatan. Di populasi didapatkan sekitar

34% pernah mengalami nyeri cervical dan hampir 14% mengalami nyeri tersebut

lebih dari 6 bulan. Pada populasi diatas 50 tahun, sekitar 10% mengalami nyeri

cervical.1

Cervical root syndrome adalah kumpulan gejala yang disebabkan oleh

iritasi atau kompresi dari akar saraf cervikal yang akan menimbulkan nyeri, ngilu,

kesemutan, kram-kram serta rasa tidak enak pada leher bagian belakang dan bisa

menjalar ke bahu, lengan atas dan lengan bawah tergantung dari akar mana yang

terkena.1

Pada usia muda, radikulopati cervikalis merupakan akibat dari herniasi

diskus intervertebralis atau cedera akut yang menyebabkan tubrukan foramen dari

saraf yang keluar. Herniasi diskus intervertebralis sekitar 20-25% dari kasus

radikulopati cervikalis. Pada pasien yang lebih tua, radikulopati cervikalis sering

merupakan akibat penyempitan foramen dari pembentukan osteofit, penurunan

ketinggian diskus, perubahan degeneratif prosesus uncinatus vertebra dari anterior

dan facet dari posterior.2

Page 2: Lapsus CRS

2

BAB II

DATA KASUS

A. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Nn. F

Umur : 26 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Suku : Jawa

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Blambangan Mucar, Banywangi

Status : Belum Menikah

Tanggal Periksa : 28 Maret 2016

No. RM : 12525981

B. ANAMNESIS

Keluhan Utama : Nyeri pada leher

Riwayat Penyakit Sekarang : Nyeri pada leher belakang sebelah kiri

sejak 1 tahun bersifat hilang timbul, terasa cenut-cenut dan kaku. Nyeri

pada leher belakang dirasakan memberat sejak 1 bulan ini. Nyeri dirasakan

menjalar seperti pegal-pegal sampai ke bahu kiri. Nyeri dan pegal-pegal

terutama dirasakan pada saat beraktivitas berlebihan, kecapaian, dan

banyak pikiran. Nyeri berkurang pada saat penderita beristirahat. Pasien

mengatakan tidak ada kelemahan pada tangannya dan dapat melakukan

aktivitasnya sehari. Pasien tidak mengeluhkan lehernya tidak bisa menoleh

ke kanan atau kiri, menengadah, dan menunduk. Tidak ada keluhan rasa

tebal pada leher dan tangan. Sakit kepala, pusing, panas, mual dan muntah

tidak dialami pasien. Pasien mengatakan bahwa pasien pernah jatuh dari

sepeda motor saat usia 12 tahun. Riwayat mengangkat alat berat disangkal

oleh pasien. Pekerjaan pasien adalah wiraswasta pedagang pulsa, sehari-

hari pasien sering melihat computer dan duduk dalam jangka lama. Pasien

biasanya minum obat warung merek bodrex jika keluhannya timbul, jika

minum obat tersebut dan istirahat pasien mengatakan keluhannya

Page 3: Lapsus CRS

3

membaik. 1 bulan terakhir pasien berobat ke dokter spesialis saraf, saat

minum obat dari dokter tersebut keluhannya membaik. Namun masih

sering kambuh jika beraktivas berat, kecapaian, dan banyak pikiran.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat Jatuh : saat usia 12 tahun pasien pernah jatuh dari

sepeda motor saat boncengan bersama

bapaknya. Namun saat ini pasien tidak ingat

bagaimana kronologis dan posisi jatuhnya

karena saat itu pasien pingsan.

Riwayat Hipertensi : disangkal

Riwayat DM : disangkal

Riwayat MRS : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat sakit seperti ini disangkal

Riwayat Kebiasaan dan Gizi

Riwayat Olahraga : tidak rutin

Riwayat Kebiasaan : Saat tidur pasien biasanya tidur dengan

posisi miring ke kiri. Selain itu pasien sering

menelpon dengan handpone dalam jangka

waktu yang lama sambil posisi tiduran

terlentang miring ke kiri dalam jangka waktu

yang lama.

Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien adalah seorang wanita berusia 26 tahun. Pasien pasien merupakan

wiraswasta pedagang pulsa, sehari-hari pasien sering duduk dan

mengamati komputer dalam waktu yang lama. Selain itu pasien juga

sering stress jika dagangannya tidak laku.

B. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

Keadaan umum baik, Compos Mentis E4V5M6, gizi kesan cukup, mobilisasi

independent, gait (N)

Page 4: Lapsus CRS

4

Tanda Vital

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 80 x/ menit, isi dan tegangan cukup, irama teratur

Respirasi : 20 x/menit, irama teratur, tipe thoracoabdominal

Suhu : 36,5 0C per aksiler

Review of System

Kulit : Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-), venectasi

(-), spider naevi (-), striae (-), hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-).

Kepala : Bentuk mesocephal, kedudukan kepala simetris, luka (-), rambut

hitam, tidak mudah rontok, tidak mudah dicabut.

Mata : Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya

langsung dan tak langsung (+/+), pupil isokor (3 mm/3mm), oedem palpebra

(-/-), sekret (-/-).

Hidung : Nafas cuping hidung (-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-)

Telinga : Deformitas (-/-), darah (-/-), sekret (-/-).

Mulut : Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-),lidah simetris,

stomatitis (-), mukosa pucat (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-).

Leher : Simetris, trakea di tengah, ,limfonodi tidak membesar, nyeri

tekan (-), benjolan (-), kaku (-).

Thorax : Simetris, retraksi (-)

Jantung

Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus Cordis tidak kuat angkat

Perkusi : Konfigurasi jantung kesan tidak melebar

Auskultasi : Bunyi jantung I dan II intensitas normal, reguler, bising (-).

Paru

Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri, gerakan paradoksal (-)

Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri

Perkusi : Sonor seluruh lapang paru

Auskultasi : Suara dasar ( vesikuler / vesikuler ), suara tambahan (-/-).

Abdomen

Inspeksi : Dinding perut sejajar dinding dada

Page 5: Lapsus CRS

5

Auskultasi : Peristaltik (+) normal

Perkusi : Tympani

Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, nyeri tekan (-), bruit (-)

dan lien tidak teraba.

Ekstremitas

Oedem Akral dingin

Status ambulansi : mobilisasi independent, gait (N)

Status lokalis regio cervikalis:

Inspeksi : edema (-), atrofi (-) deformitas (-)

Palpasi : kalor (-), krepitasi (-), nyeri tekan (+), spasme otot

paracervical sinistra (+)

ROM Cervical :

Gerakan ROM MMT

Dekstra Sinistra

Fleksi 0 – Full 5/5

Ekstensi 0 – Full0 5/5

Lateral

bending

0 – Full 0 - Full 5/5

Rotasi 0 – Full 0 - Full 5/5

Pemeriksaan Khusus

Head compression : -

Spurling test : -/+

Distraction test : -/-

Valsava test : -

ROM Bagian Tubuh Lainnya

Bagian Pergerakan Sendi Kekuatan Otot

- -

- -

Page 6: Lapsus CRS

6

Tubuh Pergerakan ROM Otot MMT

Trunk Fleksi

Ekstensi

Fleksi

Lateral

Rotasi

Full/Full

Full/Full

Full/Full

Full/Full

Fleksor

Ekstensor

Fleksor

lateral

Rotator

5/5

5/5

5/5

5/5

Shoulder Fleksi

Ekstensi

Abduksi

Adduksi

Internal

Rotasi

Eksternal

Rotasi

Full/full

Full/Full

Full/Full

Full/Full

Full/Full

Full/Full

Fleksor

Ekstensor

Abduktor

Adduktor

Int. Rotator

Eks. Rotator

5/5

5/5

5/5

5/5

5/5

5/5

Elbow Fleksi

Ekstensi

Pronasi

Supinasi

Full/Full

Full/Full

Full/Full

Full/Full

Fleksor

Ekstensor

Pronator

Supinator

5/5

5/5

5/5

5/5

Wrist Fleksi

Ekstensi

Radial

Deviasi

Ulnar

Deviasi

Full/Full

Full/Full

Full/Full

Full/Full

Fleksor

Ekstensor

Radial

Deviator

Ulnar

Deviator

5/5

5/5

5/5

5/5

Fingers Fleksi

Ekstensi

Abduksi

Adduksi

Full/Full

Full/Full

Full/Full

Full/Full

Fleksor

Ekstensor

Abduktor

Adduktor

5/5

5/5

5/5

5/5

Hip Fleksi

Ekstensi

Abduksi

Adduksi

Full/Full

Full/Full

Full/Full

Full/Full

Fleksor

Ekstensor

Abduktor

Adduktor

5/5

5/5

5/5

5/5

Page 7: Lapsus CRS

7

Internal

Rotasi

Eksternal

Rotasi

Full/Full

Full/Full

Int. Rotator

Eks. Rotator

5/5

5/5

Knee Fleksi

Ekstensi

Full/Full

Full/Full

Fleksor

Ekstensor

5/5

5/5

Ankle Dorsofleksi

Plantarfleksi

Eversi

Inversi

Full/Full

Full/Full

Full/Full

Full/Full

Dorsofleksor

Plantarfleksor

Evertor

Invertor

5/5

5/5

5/5

5/5

Toes Fleksi

Ekstensi

Full/Full

Full/Full

Fleksor

Ekstensor

5/5

5/5

Pemeriksaan neurologis

Reflek Fisiologis

Bisep : 2+/2+

Triseps : 2+/2+

Patella : 2+/2+

Achilles : 2+/2+

Reflek patologis: Babinski -/-

Sensorik :

Vegetatif

BAK : dalam batas normal

BAB : dalam batas normal

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Usulan pemeriksaan penunjang: X-ray Columna Vertebra Cervicalis

AP/Lateral/Oblique

D. RESUME

N N

N N

Page 8: Lapsus CRS

8

Pasien Nn.F, 26 tahun datang dengan keluhan nyeri pada leher belakang.

Nyeri pada leher belakang sebelah kiri sejak 1 tahun bersifat hilang timbul, terasa

cenut-cenut dan kaku. Nyeri pada leher belakang dirasakan memberat sejak 1

bulan ini. Nyeri dirasakan menjalar seperti pegal-pegal sampai ke bahu kiri. Nyeri

dan pegal-pegal terutama dirasakan pada saat beraktivitas berlebihan, kecapaian,

dan banyak pikiran. Nyeri berkurang pada saat penderita beristirahat. Pasien

mengatakan tidak ada kelemahan pada tangannya dan dapat melakukan

aktivitasnya sehari. Pasien tidak mengeluhkan lehernya tidak bisa menoleh ke

kanan atau kiri, menengadah, dan menunduk. Tidak ada keluhan rasa tebal pada

leher dan tangan. Sakit kepala, pusing, panas, mual dan muntah tidak dialami

pasien. Pasien mengatakan bahwa pasien pernah jatuh dari sepeda motor saat usia

12 tahun. Riwayat mengangkat alat berat disangkal oleh pasien. Pasien biasanya

minum obat warung merek bodrex jika keluhannya timbul, jika minum obat

tersebut dan istirahat pasien mengatakan keluhannya membaik. 1 bulan terakhir

pasien berobat ke dokter spesialis saraf, saat minum obat dari dokter tersebut

keluhannya membaik. Namun masih sering kambuh jika beraktivas berat,

kecapaian, dan banyak pikiran. Saat tidur pasien biasanya tidur dengan posisi

miring ke kiri. Selain itu pasien sering menelpon dengan handpone dalam jangka

waktu yang lama sambil posisi tiduran terlentang miring ke kiri dalam jangka

waktu yang lama. Pasien merupakan wiraswasta pedagang pulsa, sehari-hari

pasien sering duduk dan mengamati komputer dalam waktu yang lama. Selain itu

pasien juga sering stress jika dagangannya tidak laku. Pada pemeriksaan fisik

Spurling test didapatkan hasil positif pada sebelah kiri.

E. DIAGNOSA

Diagnosa klinis : Cervical pain

Diagnosa topis : C3 – C4

Diagnosa etiologi : Cervical Root Syndrome

F. FOLLOW UP

30-03-2016 2-04-2016

S Leher belakang sebelah kiri terasa Leher masih terasa nyeri, tetapi

Page 9: Lapsus CRS

9

nyeri cekot-cekot sudah

berkurang dari sebelumnya.

sudah agak berkurang jika

minum obat. Jika nyeri, tangan

masih terasa kesemutan.

O Fleksi : 0-F

Ekstensi : 0-F

Lateral bending : F/F

Rotasi : F/F

Fleksi : 0-F

Ekstensi : 0-F

Lateral bending : F/F

Rotasi : F/F

A CRS C3-C4 CRS C3-C4

P Diagnosa:

X-ray Columna Vertebra

Cervicalis AP/Lateral/Oblique

Medikamentosa :

Diklovit 0-1-0

Clobazam 10 mg 0-0-1

Terapi :

MWD selang-seling USD

di region cervical

Traksi Cevical

Proper neck mechanism

Neck Stabiliting exercise

Kontrol dan terapi 3

seminggu

Terapi tetap, jika masih terasa

nyeri dianjurkan untuk memakai

cervical collar

G. DAFTAR MASALAH

Problem Medis:

Nyeri leher

Problem Rehabilitasi Medik:

1. Mobilisasi : -

2. Activity Daily Living (ADL) :

Page 10: Lapsus CRS

10

gangguan dalam melakukan aktivitas fisik sehari-hari yang melibatkan

leher

3. Komunikasi : -

4. Psikologi :

beban pikiran pasien yang membuat penyakitnya terkadang kambuh.

Jika penyakitnya kambuh beban pikirannya jadi bertambah sehingga

memperparah rasa nyerinya

5. Sosial ekonomi :

hilangnya waktu untuk bekerja jika nyeri kambuh, meningkatnya

pengeluaran untuk biaya pengobatan dan terapi

6. Vokasional :

gangguan dalam melakukan pekerjaan saat nyeri kambuh, pendapatan

berkurang

7. Lain-lain :

nyeri leher

H. PLANNING TERAPI

Masalah Medis :

Diklovit 0-1-0

Clobazam 10 mg 0-0-1

Penatalaksanaan Rehabilitasi Medik

Fisioterapi

o Program

- MWD selang-seling USD di region cervical

- Traksi cervical

- Neck Stabiliting exercise

o Evaluasi

- ROM cervikal

- Nyeri pada regio cervical

- Spasme otot paracervikal

Okupasi Terapi

o Program : Propper neck mechanism

Page 11: Lapsus CRS

11

o Evaluasi

- Nyeri cervical

- ROM cervikal

Ortosis Prostesis

o Program : cervical collar

o Evaluasi

- Nyeri pada leher

Psikologi

o Program

- Memberikan pengertian kepada pasien dan keluarga bahwa

proses rehabilitasi memerlukan waktu.

- Memberikan motivasi agar penderita rajin melakukan latihan

dirumah seperti yang telah di ajarkan dan dianjurkan untuk

control secara teratur dalam melakukan terapi

o Evaluasi

- Kontak, komunikasi dan motivasi keluarga untuk berobat

dan latihan

Sosial Medik

o Program

- Memberikan motivasi, edukasi, bimbingan kepada penderita

untuk tetap semangat dalam berobat dan berlatih secara

teratur.

- Mengurus program BPJS untuk meringankan biaya

perawatan di rumah sakit.

o Evaluasi

- Kontak dan kemauan untuk berobat dan latihan.

KIE terhadap pasien dan keluarga

o Mengurangi aktifitas/ gerakan-gerakan yang dapat memperberat

nyeri pada leher

o Minum obat sesuai anjuran dan melakukan terapi dengan rutin.

Page 12: Lapsus CRS

12

o Jika leher masih terasa nyeri dianjurkan untuk menggunakan

cervical collar untuk membatasi gerakan leher agar nyeri tidak

bertambah berat.

I. PROGNOSIS

Quo ad vitam : Dubia ad bonam

Quo ad functionam : Dubia ad bonam

Quo ad sanactionam : Dubia ad bonam

Page 13: Lapsus CRS

13

BAB III

PEMBAHASAN

Pasien Nn.F, 26 tahun datang dengan keluhan nyeri pada leher belakang.

Nyeri pada leher belakang sebelah kiri sejak 1 tahun bersifat hilang timbul, terasa

cenut-cenut dan kaku. Nyeri pada leher belakang dirasakan memberat sejak 1

bulan ini. Nyeri dirasakan menjalar seperti pegal-pegal sampai ke bahu kiri. Nyeri

dan pegal-pegal terutama dirasakan pada saat beraktivitas berlebihan, kecapaian,

dan banyak pikiran. Nyeri berkurang pada saat penderita beristirahat. Pasien

mengatakan tidak ada kelemahan pada tangannya dan dapat melakukan

aktivitasnya sehari. Pasien tidak mengeluhkan lehernya tidak bisa menoleh ke

kanan atau kiri, menengadah, dan menunduk. Tidak ada keluhan rasa tebal pada

leher dan tangan. Sakit kepala, pusing, panas, mual dan muntah tidak dialami

pasien. Pasien mengatakan bahwa pasien pernah jatuh dari sepeda motor saat usia

12 tahun. Riwayat mengangkat alat berat disangkal oleh pasien. Pasien biasanya

minum obat warung merek bodrex jika keluhannya timbul, jika minum obat

tersebut dan istirahat pasien mengatakan keluhannya membaik. 1 bulan terakhir

pasien berobat ke dokter spesialis saraf, saat minum obat dari dokter tersebut

keluhannya membaik. Namun masih sering kambuh jika beraktivas berat,

kecapaian, dan banyak pikiran. Saat tidur pasien biasanya tidur dengan posisi

miring ke kiri. Selain itu pasien sering menelpon dengan handpone dalam jangka

waktu yang lama sambil posisi tiduran terlentang miring ke kiri dalam jangka

waktu yang lama. Pasien merupakan wiraswasta pedagang pulsa, sehari-hari

pasien sering duduk dan mengamati komputer dalam waktu yang lama. Selain itu

pasien juga sering stress jika dagangannya tidak laku. Pada pemeriksaan fisik

Spurling test didapatkan hasil positif pada sebelah kiri.

Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik di atas kami menegakkan

diagnosa sebagai berikut: (1) Diagnosa klinis: cervical pain; (2) Diagnosa topis:

C3-C4; (3) Diagnosa etiologis: Cervical Root Syndrome.

Keluhan utama pada pasien ini adalah nyeri leher sebelah kiri. Nyeri terasa

cekot-cekot. Nyeri menjalar ke bahu sebelah kiri. Kumpulan gejala tersebut bisa

kami kategorikan sebagai Cervicar Root Syndrome (CRS). CRS adalah kumpulan

gejala yang disebabkan oleh iritasi atau kompresi dari akar saraf cervikal yang

Page 14: Lapsus CRS

14

akan menimbulkan nyeri, ngilu, kesemutan, kram-kram serta rasa tidak enak pada

leher bagian belakang dan bisa menjalar ke bahu, lengan atas dan lengan bawah

tergantung dari akar mana yang terkena.

Pada daerah leher, banyak terdapat jaringan yang bisa merupakan sumber

nyeri. Biasanya rasa nyeri berasal dari jaringan lunak atau ligament, akar saraf,

faset artikular, kapsul, otot serta duramater. Nyeri bisa diakibatkan oleh proses

degeneratif, infeksi/inflamasi, iritasi dan trauma. Selain itu perlu juga diperhatikan

adanya nyeri alih dari organ atau jaringan lain yang merupakan distribusi

dermatomal yang dipersarafi oleh saraf servikal.

Pasien mengatakan bahwa pasien pernah jatuh dari sepeda motor saat usia

12 tahun. Saat tidur pasien biasanya tidur dengan posisi miring ke kiri. Selain itu

pasien sering menelpon dengan handpone dalam jangka waktu yang lama sambil

posisi tiduran terlentang miring ke kiri dalam jangka waktu yang lama. Pasien

merupakan wiraswasta pedagang pulsa, sehari-hari pasien sering duduk dan

mengamati komputer dalam waktu yang lama. Selain itu pasien juga sering stress

jika dagangannya tidak laku. Beberapa hal diatas merupakan faktor-faktor resiko

pada pasien yang menyebabkan terjadinya CRS. Berikut ini merupakan faktor-

faktor resiko terjadinya CRS:3

Tekanan

Stres

Postur

Bekerja dengan posisi leher yang menetap dalam waktu lama

Tidur dengan bantal yang tinggi

Berbaring dengan leher yang fleksi sambil membaca/nonton TV.

Trauma pada suatu kecelakaan merupakan faktor risiko pada cervical root

syndrome. Selain itu dapat diakibatkan juga karena proses wear and tear”, yaitu

proses penggunaan sendi terus menerus yang akan menyebabkan degenerasi pada

sendi.

Pekerjaan dapat menyebabkan trauma berulang seperti mengangkat beban

berat pada kuli dan gerakan berlebihan pada penari professional merupakan faktor

risiko pada cervical root syndrome. Keadaan lain yang bisa ditemukan seperti

pada pekerjaan yang menggunakan komputer dalam waktu yang cukup lama dan

Page 15: Lapsus CRS

15

penjahit pakaian. Hal ini akan menyebabkan postur tubuh yang kurang baik

sehingga menyebabkan peningkatan beban tubuh ke bagian cervical.

Pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan head compression namun kami

mendapatkan spurling test positif pada leher sebelah kiri. Tes Spurling atau tes

Kompresi Foraminal, dilakukan dengan cara posisi leher diekstensikan dan kepala

dirotasikan ke salah satu sisi, kemudian berikan tekanan ke bawah pada puncak

kepala. Hasil positif bila terdapat nyeri radikuler ke arah ekstremitas ipsilateral

sesuai arah rotasi kepala. Pemeriksaan ini sangat spesifik namun tidak sensitif

guna mendeteksi adanya radikulopati servikal. Pada pasien ini didapatkan nyeri

pada saat dilakukan spurling test pada leher kiri yang menjalar sampai bahu kiri

atas bagian belakang.

Distraction test pada pasien ini didapatkan hasil negatif. Kami menduga

hal ini dikarenakan pada saat pasien datang ke Poli Rehabilitasi Medik tidak

dalam keadaan nyeri. Pada pasien yang datang ketika dalam keadaan nyeri, dapat

dilakukan distraksi servikal secara manual dengan cara pasien dalam posisi

supinasi kemudian dilakukan distraksi leher secara perlahan. Distraksi kepala

akan menghilangkan nyeri yang diakibatkan oleh kompresi terhadap radiks syaraf.

Hasil dinyatakan positif apabila nyeri servikal berkurang.

Valsava test pada pasien ini juga didapatkan hasil negatif. Dengan tes ini

tekanan intratekal dinaikkan, bila terdapat proses desak ruang di kanalis

vertebralis bagian cervical, maka dengan di naikkannya tekanan intratekal akan

membangkitkan nyeri radikuler. Nyeri syaraf ini sesuai dengan tingkat proses

patologis dikanalis vertebralis bagian cervical. Cara meningkatkan tekanan

intratekal menurut valsava ini adalah pasien disuruh mengejan sewaktu ia

menahan nafasnya. Hasil positif bila timbul nyeri radikuler yang berpangkal di

leher menjalar ke lengan.

Untuk menemukan penyebab terjadinya CRS pada pasien ini, kami

mengusulkan untuk dilakukan pemeriksaan foto X-ray Columna Vertebra

Cervicalis AP/Lateral/Oblique. Hasil yang diharapkan pada foto tersebut akan

didapatkan:

1) Pembentukan osteofit dan sklerosis pada sendi-sendi apofiseal

intervertebrae.

Page 16: Lapsus CRS

16

2) Penyempitan pada discus intervertebralis akibat erosi kartilago.

3) Pembentukan tulang baru (spurring) antar vertebra yang

berdekatan dan dapat menyebabkan kompresi akar saraf.

Selain menggunakan foto rontgen, dapat juga digunakan MRI dan CT

(Computerized Tomography) untuk penegakan diagnosis Cervical Root Syndrome.

CT scan menyediakan informasi yang baik pada struktur tulang, tetapi ada

keterbatasan berkaitan dengan jaringan lunak. MRI adalah pemeriksaan pilihan,

menunjukkan perubahan morfologi yang terjadi di diskus intervertebralis, saraf

tulang belakang, akar saraf dan jaringan lunak sekitarnya. Diagnosis tidak boleh

hanya didasarkan pada temuan radiologis, karena sejumlah penelitian telah

menunjukkan bahwa sekitar 30% dari pasien dengan temuan MRI tidak

menunjukkan gejala. Ketika klinis dan radiologis temuan cocok, maka akan lebih

mudah untuk membuat diagnosa yang tepat.

Penatalaksanaan pada pasien ini meliputi medikamentosa dan program

rehabilitasi medik. Terapi medikamentosa dapat diberikan obat penghilang nyeri

atau relaksan otot yang dapat diberikan pada fase akut. Obat-obatan ini biasanya

diberikan selama 7-10 hari. Jenis obat-obatan yang banyak digunakan biasanya

dari golongan salisilat atau NSAID. Bila keadaan nyeri dirasakan begitu berat,

kadang-kadang diperlukan juga analgetik golongan narkotik seperti codein,

meperidin, bahkan bisa juga diberikan morfin. Ansiolitik dapat diberikan pada

mereka yang mengalami ketegangan mental. Pada pasien ini diberikan Diklovit 0-

1-0 dan clobazam 10 mg 0-0-1. Diklovit berkomposisi Diclofenac Na 50 mg,

thiamine mononitrate 50 mg, pyridoxine HCl 50 mg, vit B12 1 mg.

Diklofenak adalah turunan asam fenilasetat sederhana yang menyerupai

florbiprofen maupun meklofenamat. Obat ini adalah penghambat siklooksigenase

yang kuat dengan efek anti inflamasi, analgesik dan anti piretik. Diklofenak cepat

diabsorbsi setelah pemberian oral dan mempunyai waktu paruh yang pendek.

Seperti flurbiprofen, obat ini berkumpul di cairan sinovial. Potensi diklofenak

lebih besar dari pada naproksen. Obat ini dianjurkan untuk kondisi peradangan

kronis seperti artritis rematoid dan osteoartritis serta untuk pengobatan nyeri otot

rangka akut (Katzung, 2004 ).

Page 17: Lapsus CRS

17

Mekanisme kerjanya, bila membran sel mengalami kerusakan oleh suatu

rangsangan kimiawi, fisik, atau mekanis, maka enzim fosfolipase diaktifkan untuk

mengubah fosfolipida menjadi asam arachidonat. Asam lemak poli-tak jenuh ini

kemudian untuk sebagian diubah oleh ezim cyclo-oksigenase menjadi

endoperoksida dan seterusnya menjadi prostaglandin. Cyclo-Oksigenase terdiri

dari dua iso-enzim, yaitu COX-1 (tromboxan dan prostacyclin) dan COX-2

(prostaglandin). Kebanyakan COX-1 terdapat di jaringan, antara lain dipelat-pelat

darah, ginjal dan saluran cerna. COX-2 dalam keadaan normal tidak terdapat

dijaringan tetapi dibentuk selama proses peradangan oleh sel-sel radang.

Penghambatan COX-2 lah yang memberikan efek anti radang dari obat NSAIDs.

NSAID yang ideal hanya menghambat COX-2 (peradangan) dan tidak COX-1

(perlindungan mukosa lambung).

Diklofenak merupakan obat NSAIDs (Non Steroidal Anti Inflammatory

Drugs) yang bersifat tidak selektif dimana kedua jenis COX di blokir. Dengan

dihambatnya COX-1, dengan demikian tidak ada lagi yang bertanggung jawab

melindungi mukosa lambung-usus dan ginjal sehingga terjadi iritasi dan efek

toksik pada ginjal (Tjay dan Rahardja, 2002).

Thiamine Mononitrate, Pyridoxine HCl, Cyanocobalamine dapat

membantu memlihara fungsi sel-sel saraf.

Clobazam merupakan turunan dari Benzodiazepine dengan sifat ansiolitik

dan anti konvulsi. Clobazam meningkatkan potensi inhibisi transmisi syaraf yang

diperantarai oleh GABA. Clobazam memiliki efek antikonvulsi, ansiolitik, sedatif,

relaksasi otot, dan amnestik.

Pada pasien ini kami juga memprogram fisioterapi. Tujuan utama

fisioterapi adalah reduksi dan resolusi nyeri, perbaikan atau resolusi defisit

neurologis dan mencegah komplikasi atau keterlibatan medulla spinalis lebih

lanjut.2,5,8,20 Program fisioterapi pada pasien ini adalah:

- MWD selang-seling USD di region cervical

- Traksi cervical

- Neck Stabiliting exercise

1. Micro Wave Diathermy (MWD)

Page 18: Lapsus CRS

18

Micro Wave Diathermy (MWD) merupakan suatu pengobatan

menggunakan stressor fisis berupa energi elektromagnetik yang dihasilkan oleh

arus bolak-balik frekuensi 2450 MHz dengan panjang gelombang 12,25 cm.

Efek Fisiologis MWD

A. Perubahan Temperatur

1) Reaksi Lokal Jaringan

a) Meningkatkan metabolisme sel-sel lokal ± 13 % tiap kenaikan

temperatur 1°C.

b) Meningkatkan vasomotion sphincter sehingga timbul

homeostatik lokal dan akhirnya terjadi vasodilatasi lokal.

2) Reaksi General

Mungkin dapat terjadi kenaikan temperatur, tetapi perlu

dipertimbangkan karena penetrasinya dangkal ± 3 cm dan aplikasinya

lokal.

3) Consensual efek

Timbulnya respon panas pada sisi kontralateral dari segmen yang

sama. Dengan penerapan MWD, penetrasi dan perubahan temperatur lebih

terkonsentrasi pada jaringan otot, sebab jaringan otot lebih banyak

mengandung cairan dan darah.

B. Jaringan Ikat

Meningkatkan elastisitas jaringan ikat seperti jaringan collagen

kulit, otot, tendon, ligamen dan kapsul sendi akibat menurunnya viscositas

matriks jaringan tanpa menambah panjang serabut collagen, tetapi terbatas

pada jaringan ikat yang letak kedalamannya ± 3 cm.

C. Jaringan Otot

Meningkatkan elastisitas jaringan otot dan menurunkan tonus

melalui normalisasi nocicencorik dan penurunan iritasi sisa metabolisme

otot.

D. Jaringan saraf

Page 19: Lapsus CRS

19

Meningkatkan elastisitas pembungkus jaringan saraf,

meningkatkan konduktivitas serta ambang rangsang saraf.

Efek Terapeutik

a. Nyeri, hipertonus dan gangguan vascularisasi

Menurunkan nyeri, normalisasi tonus otot melalui efek sedatif,

serta perbaikan metabolisme.

b. Penyembuhan luka pada jaringan lunak

Meningkatkan proses perbaikan atau reparasi jaringan secara

fisiologis.

c. Kontraktur jaringan

Dengan peningkatan elastisitas jaringan lunak, maka dapat

mengurangi proses kontraktur jaringan. Ini dimaksudkan sebagai persiapan

sebelum pemberian latihan.

d. Gangguan konduktivitas dan ambang rangsang jaringan saraf

Apabila elastisitas dan ambang rangsang jaringan saraf semakin

membaik, maka konduktivitas jaringan saraf akan membaik pula.

Indikasi dan Kontraindikasi MWD

a. Indikasi

1) Post akut musculoskeletal injuri

2) Kerobekan otot dan tendon

3) Penyakit degenerasi sendi

4) Peningkatan extensibilitas collagen

5) Mengurangi kekakuan sendi, bursitis

6) Lesi kapsul

7) Myofascial trigger point

8) Mengurangi nyeri subakut dan nyeri kronik.

Page 20: Lapsus CRS

20

b. Kontraindikasi

1) Akut traumatik musculoskeletal injuri

2) Kondisi-kondisi akut inflamasi

3) Area ischemia dan efusi sendi

4) Mata, Contact Lens

5) Malignancy, Infeksi

6) Area pelvic selama menstruasi, testis dan kehamilan

7) Pemasangan metal/besi pada tulang, cardiac pacemakers, alat-alat

intrauterine.

2. Gelombang Ultra Sonic

Gelombang ultra sonic adalah gelombang yang tidak dapat didengar oleh

manusia. Merupakan gelombang longitudinal yang gerakan partikelnya dari arah

“ke” dan “dari” dan perambatannya memerlukan media penghantar. Media

pengahantar harus elastis agar partikel bisa merubah bentuk dan kembali ke

bentuk semula untuk memungkinkan gerakan “ke” dan “dari”. Dari sini dijumpai

daerah padat atau compression dan daerah renggang atau refraction.

Dalam penggunakan modalitas ultra sonic beberapa ahli membuktikan

bahwa ultra sonic efektif untuk mengurangi nyeri, karena ultra sonic dapat

meningkatkan ambang rangsang, mekanisme dari efek termal panas. Selain itu

pembebasan histamin, efek fibrasi dari ulta sonic terhadap gerbang nyeri dan dari

suatu percobaan ditemukan bahwa pemakaian ultra sound dengan pulsa rendah.2,22

Efek Ultra sonic2,22

A. Efek mekanik

Efek yang pertama kali didapat oleh tubuh adalah efek mekanik.

Gelombang ultra sonic menimbulkan adanya peregangan dan perapatan didalam

jaringan dengan frekuensi yang sama dengan frekuensi dari ultra sonic. Efek

mekanik ini juga disebut dengan micro massage. Pengaruhnya terhadap jaringan

yaitu meningkatkan permeabilitas terhadap jaringan dan meningkatkan

metabolisme. Micro massage adalah merupakan efek terapeutik yang penting

karena semua efek yang timbul oleh terapi Ultra Sonic diakibatkan oleh micro

massage ini.

Page 21: Lapsus CRS

21

B. Efek termal

Panas yang dihasilkan tergantung dari nilai bentuk gelombang yang

dipakai, intensitas dan lama pengobatan. Yang paling besar yang menerima panas

adalah jaringan antar kulit dan otot. Efek termal akan memberikan pengaruh pada

jaringan yaitu bertambahnya aktivitas sel, vasodilatasi yang mengakibatkan

penambahan oksigen dan sari makanan dan memperlancar proses metabolisme.

C. Efek biologi

Efek biologi merupakan respon fisiologi yang dihasilkan dari pengaruh

mekanik dan termal. Pengaruh biologi ultra sonic terhadap jaringan antara lain:

D. Memperbaiki sirkulasi darah

Pemberian ultra sonic akan menyebabkan kenaikan temperatur yang

menimbulkan vasodilatasi sehingga aliran darah ke daerah yang diobati menjadi

lebih lancar. Hal ini akan memungkinkan proses metabolisme dan pengangkutan

sisa metabolisme serta suplai oksigen dan nutrisi menjadi meningkat.

E. Relaksasi otot

Rileksasi otot akan mudah dicapai bila jaringan dalam keadaan hangat dan

rasa sakit tidak ada. Pengaruh termal dan mekanik dari ultra sonic dapat

mempercepat proses pengangkutan sel P (zat asam laktat) sehingga dapat

memberikan efek rileksasi pada otot.

F. Meningkatkan permeabilitas jaringan

Energi ultra sonic mampu menambah permeabilitas jaringan otot dan

pengaruh mekaniknya dapat memperlunak jaringan pengikat.

G. Mengurangi nyeri

Nyeri dapat berkurang dengan pengaruh termal dan pengaruh langsung

terhadap saraf. Hal ini akibat gelombang pulsa yang rendah intensitasnya

memberikan efek sedatif dan analgetik pada ujung saraf sensorik sehingga

mengurangi nyeri. Dan dasar dari pengurangan rasa nyeri ini diperoleh dari,

Page 22: Lapsus CRS

22

perbaikan sirkulasi darah, normalisasi dari tonus otot, berkurangnya tekanan

dalam jaringan, berkurangnya derajat keasaman.

H. Mempercepat penyembuhan

Pemberian Ultra sonic mampu mempercepat proses penyembuhan jaringan

lunak . Adanya peningkatan suplai darah akan meningkatkan zat antibodi yang

mempercepat penyembuhan dan perbaikan pembuluh darah untuk memperbaiki

jaringan.

I. Pengaruh terhadap saraf parifer

Menurut beberapa penelitian bahwa Ultra Sonic dapat mendepolarisasikan

saraf efferent, ditunjukkan bahwa getaran Ultra Sonic dengan intensitas 0,5-3

w/cm2 dengan gelombang kontinyu dapat mempengaruhi exitasi dari saraf perifer.

Efek ini berhubungan dengan efek panas. Sedangkan dari aspek mekanik tidak

terlalu berpengaruh.

Indikasi

1) Kondisi peradangan sub akut dan khronik

2) Kondisi traumatik sub akut dan khronik

3) Adanya jaringan parut atau scar tissue pada kulit sehabis luka operasi atau luka

bakar

4) Kondisi ketegangan, pemendekan dan perlengketan jaringan lunak (otot,

tendon dan ligamentum )

5) Kondisi inflamasi khronik

Kontraindikasi

Merupakan kontra indikasi terhadap terapi ultra sonik antara lain :

1) penyakit jantung atau penderita dengan alat pacu jantung

2) kehamilan, khususnya pada daerah uterus

3) jaringan lembut : mata, testis, ovarium, otak

4) jaringan yang baru sembuh atau jaringan granulasi baru

5) pasien dengan gangguan sensasi

Page 23: Lapsus CRS

23

6) tanda-tanda keganasan atau tumor malignan

7) insufisiensi sirkulasi darah : thrombosis, thromboplebitis atau occlisive occular

disease

8) infeksi akut

9) daerah epiphysis untuk anak-anak dan dewasa

3. Traksi Cervical

Tindakan ini dilakukan apabila dengan istirahat keluhan nyeri tidak

berkurang atau pada pasien dengan gejala yang berat dan mencerminkan adanya

kompresi radiks saraf. Traksi dapat dilakukan secara terus-menerus atau

intermiten.8,21,22 Dengan traksi cervical diharap terjadi penambahan ruangan pada

intervertebralis maka penyempitan yang dapat menekan akar saraf dapat

berkurang, serta diperoleh relaksasi otot-otot leher. Dalam percobaan traksi yang

diberikan pada susunan vertebrae cervicalis. oleh Olachis dan Strohm disebutkan

bahwa dalam keadaan lordosis servical normal. Traksi diberikan dengan tarikan

diperoleh regangan jarak antara prosessus spinosus pada vertebrae yang

berbatasan sebesar 1-1,5 mm.20-22

Traksi servikal dapat membantu mengurangi gejala yang berkaitan dengan

penekanan akar saraf. Hot packs, massage, atau stimulasi listrik, atau kombinasi

modalitas tersebut harus diberikan sebelum traksi untuk membantu mengurangi

nyeri dan memberi relaksasi otot.16 Traksi servikal dapat dilakukan dengan

menggunakan beban berat secara intermiten atau beban ringan secara kontinu.

Posisi leher dalam fleksi. Traksi servikal juga dapat diberikan melalui tarikan

manual. Pemisahan vertebra posterior dimungkinkan berkaitan dengan sudut

tarikan dan pemisahan maksimum terjadi pada fleksi 24º.16 Beban sekurangnya

10 lb (4 kg) diperlukan untuk melawan efek gravitasi pada kepala, dan tarikan

sebesar 25 lb (10 kg) diperlukan untuk meluruskan kurva lordotik servikal serta

pemisahan awal segmen vertebra posterior. Setelah dipastikan bahwa pasien

mendapat manfaat traksi maka penggunaan traksi rumah dengan beban ringan

secara kontinu dapat disarankan.2 Kontraindikasi absolut untuk traksi adalah

keganasan; penyakit infeksi seperti TBC, osteomielitis atau discitis; osteoporosis;

rheumatoid arthritis; penekanan medulla spinalis; hamil; dan hipertensi atau

Page 24: Lapsus CRS

24

penyakit kardiovaskuler. Herniasi diskus tengah (midline) daerah servikal juga

merupakan kontraindikasi karena traksi dapat menarik medulla sampai kontak

dengan diskus. Traksi harus dihentikan apabila terjadi mual, pusing, eksaserbasi

disfungsi sendi temporomandibuler, atau peningkatan nyeri di jaringan lunak

leher.

4. Neck Stabiliting exercise

Stabilisasi servikotorasik merupakan program rehabilitasi yang dirancang

untuk membatasi nyeri, memaksimalkan fungsi, dan mencegah cedera lebih

lanjut.2Stabilisasi termasuk fleksibilitas spina servikal, re-edukasi postur dan

penguatan.

Program tersebut menekankan partisipasi aktif pasien.Mengembalikan

ROM normal dan postur yang baik diperlukan untuk menghindari mikrotrauma

berulang pada struktur servikal akibat pola gerak yang buruk. ROM penuh

dibutuhkan untuk melatih spina servikotorasik dalam stabilisasi selama bermacam

aktivitas. ROM bebas nyeri ditentukan dengan meletakkan spina servikal pada

posisi yang mengurangi gejala. Awalnya, stabilisasi dimulai dengan menentukan

ROM bebas nyeri kemudian diaplikasikan di luar ROM sewaktu kondisi pasien

membaik. Pembatasan apapun pada jaringan lunak atau sendi harus diterapi untuk

membantu mencapai ROM spina servikal yang normal. Hal tersebut dicapai

melalui latihan ROM pasif, mobilisasi spina, teknik mobilisasi jaringan lunak,

peregangan-sendiri, dan mengatur postur yang benar. Pelatihan postur dilakukan

dengan pasien duduk atau berdiri di depan cermin. Kemudian melakukan berbagai

fungsi pindah tempat (transfer) dengan mempertahankan neutral spine (postur

yang benar) menggunakan umpan balik dari cermin. Tujuannya adalah

mengajarkan cara mempertahankan posisi neutral spine dalam melakukan

kegiatan sehari-hari. Keterampilan proprioseptif tersebut diterapkan saat latihan

penguatan yang akan membuat pasien mampu mempertahankan spina servikal

dalam posisi stabil, bebas-nyeri dan aman saat melakukan aktivitas berat. Latihan

penguatan otot harus memperhatikan kondisi umum dan nyeri. pemberian

analgesik/NSAID disinkronkan dengan waktu latihan sehingga latihan dapat

maksimal.

Page 25: Lapsus CRS

25

Selain latihan stabilisasi leher, latihan-latihan lain yang dapat dilakukan

oleh pasien-pasien dengan CRS adalah:

a) Latihan penguatan otot leher

Latihan penguatan otot dilakukan secara isotmetrik, yakni melawan

tahanan yang tidak bergerak atau dengan mempertahankan leher pada

posisi statik. Latihan isometrik cervical ini dilakukan secara self

resistance pada posisi duduk.

(1) Fleksi

Pasien meletakkan ke dua tangan dan menekan dahi dengan

telapak tangan, kemudian kepala melakukan gerakan fleksi

(mengangguk) tetapi ditahan dengan tangan agar tidak terjadi

gerakan.

(2) Lateral Bending

Pasien menekan dengan tangan pada sisi lateral kepala dan mecoba

untuk lateral fleksi kepala, tahanan diberikan pada telinga dan

bahu, di usahakan tidak terjadi gerakan.

(3) Ekstensi axial

Pasien menekan belakang kepala dengan kedua tangan dimana

tahanan diberikan pada belakang kepala dekat puncak kepala.

(4) Rotasi

Pasien menekan dengan satu tangan menahan pada daerah atas dan

lateral dari mata dan mencoba memutar kepala (rotasi) tetapi tetap

ditahan agar tidak terjadi gerakan. (Cailliet, 1991)

Preskripsi untuk latihan kekuatan sebagai berikut (Heyward, 1984):

a) Intensitas (beban) : 100% dari kontraksi maksimum

b) Durasi : 5 detik tiap kontraksi

c) Repetisi : 5-10 kontraksi

d) Frekuensi : 5 hari tiap minggu

e) Lama program : 4 minggu atau lebih

Kerugian latihan ini adalah terjadinya peningkatan tekanan darah,

disebabkan peningkatan denyut jantung tanpa perubahan perifer umum. Pada

Page 26: Lapsus CRS

26

penderita penyakit jantung, latihan isometrik dapat menyebabkan timbulnya

disaritmia ventrikel (DeLisa, 1984)

b) Latihan fleksibilitas / stretching otot leher

Bila terdapat rasa tidak enak akibat postur yang buruk atau adanya

spasme otot, maka R.O.M aktif akan membantu menghilangkan stress

pada struktur leher, memperbaiki sirkulasi. Tujuan dari latihan

stretching pada otot leher adalah menambah fleksibilitas dalam fleksi,

ekstensi, rotasi dan lateral fleksi secara aktif. (Cailliet, 1991)

Semua gerakan dilakukan perlahan sampai full R.O.M dan dilakukan

beberapa kali. Posisi pasien duduk dengan leher tergantung secara

rileks pada kursi atau berdiri rileks. Setelah itu pasien di minta untuk :

(1) Menekuk leher ke depan dan belakang (gerakan ekstensi tidak

boleh dilakukan bila terdapat penekanan saraf).

(2) Menekuk kepala ke lateral kanan dan kiri, merotasikan kepala

pada masing-masing sisi.

(3) Putar bahu, elevasi, retraksi, kemudian relaks dari scapula.

(4) Putar secara melingkar lengan mengelilingi bahu. Dikerjakan

dengan siku fleksi dan ekstensi, menggunkan gerakan sirkuler yang

luas maupun kecil. Posisi lengan ke depan atau agak menyamping.

Gerakan searah maupun berlawanan jarum jam harus digerakkan karena

membantu dalam latihan postur yang benar. Sendi harus digerakkan secara penuh

setidaknya 2-3 kali sehari. (Cailliet, 1991; Stitik, 2008)

c) Latihan postur

Postur yang buruk akan menambah lordosis cervical dan penambahan

beban yang berlebih pada leher. Postur yang dimaksud salah satunya

adalah forward-head posture. Postur yang tidak tepat ini juga

berpengaruh pada penekanan annulus fibrosus dan menyebabkan

penyempitan foramen intervertebrale sehingga terjadi iritasi pada saraf

bagian cervical. (Cailliet, 1991; Frontera 2002, Kisner 1990)

Latihan postur sangat membutuhkan kesadaran dalam melakukan

latihan yang teratur. Yang dilakukan adalah melakukan teknik

relaksasi otot dan stretching untuk mengembalikan ROM normal. Pada

Page 27: Lapsus CRS

27

ADL juga harus dievaluasi untuk mencegah posisi yang memperburuk

kondisi cervical serta dilakukan edukasi :

(1) Cara mengangkat barang dengan lutut fleksi.

(2) Hindari hiperekstensi leher dan forward-head posture yang

terlalu lama dan berlebihan.

(3) Perbaiki lingkungan pekerjaan penderita seperti kursi dan meja

yang kurang sesuai ukuran tingginya, lingkungan tidur seperti

bantal yang sesuai tingginya dan matras untuk membantu relaksasi

otot. (Frontera, 2002, Kisner, 1990)

Adapun yang dievaluasi dari program fisioterapi ini adalah

- ROM cervikal

- Nyeri pada regio cervical

- Spasme otot paracervikal

Okupasi terapi pada pasien ini kami memprogram Propper neck

mechanism dengan evaluasi: (1) nyeri cervical; (2) ROM cervical

Untuk segi ortosis prosthesis pada pasien ini program kami adalah

memberikan cervical collar dengan evaluasi nyeri pada leher. Pemakaian cervical

collar lebih ditujukan untuk proses imobilisasi serta mengurangi kompresi pada

radiks saraf, walaupun belum terdapat satu jenis collar yang benar-benar

mencegah mobilisasi leher. Salah satu jenis collar yang banyak digunakan adalah

SOMI Brace (Sternal Occipital Mandibular Immobilizer).

Collar digunakan selama 1 minggu secara terus-menerus siang dan malam

dan diubah secara intermiten pada minggu II atau bila mengendarai kendaraan.

Harus diingat bahwa tujuan imobilisasi ini bersifat sementara dan harus dihindari

akibatnya yaitu diantaranya berupa atrofi otot serta kontraktur. Jangka waktu 1-2

minggu ini biasanya cukup untuk mengatasi nyeri pada nyeri servikal non

spesifik. Apabila disertai dengan iritasi radiks saraf, adakalanya diperlukan waktu

2-3 bulan. Hilangnya nyeri, hilangnya tanda spurling dan perbaikan defisit

motorik dapat dijadikan indikasi pelepasan collar.2,23,24

Digunakan untuk mengurangi pergerakan dan mengatur postur tubuh yang

benar. Berguna untuk mengurangi inflamasi, tapi tidak digunakan dalam jangka

Page 28: Lapsus CRS

28

waktu lama yang dapat mengakibatkan ketergantungan dan spasme otot. Soft

collar dipergunakan untuk transisi bila sudah akan melepas collar. Rigid collar

lebih restriktif, biasa digunakan 24 jam sampai cederanya sembuh. Dan HALO

atau SOMI (Sterno-Occipital Mandibular Immobilization) yang paling restriktif

dan kaku digunakan setelah operasi atau fraktur cervical yang tidak stabil dan

akan memepertahankan kesegarisan antara vertebrae Cervical dengan vertebrae

yang lain. (Cailliet, 1991)

Soft collar disarankan pada cedera akut jaringan lunak leher dan untuk

jangka pendek. Terdapat risiko keterbatasan ROM atau kehilangan kekuatan otot

leher apabila lama digunakan.17 Philadelphia collar yang lebih keras dapat

diberikan pada malam hari waktu tidur untuk memberikan posisi yang lebih rigid

dan membantu mencegah penyempitan foramina dengan menghindari ekstensi

servikal. Soft collar masih memungkinkan gerakan servikal fleksi/ekstensi 74,2º,

fleksi lateral 92,3º dan rotasi 82,6º; sedangkan Philadelphia collar memungkinkan

fleksi/ekstensi 28,9º, fleksi lateral 66,4º dan rotasi 43,7º. 18

Program-program untuk sisi psikologi pada pasien ini adalah sebagai

berikut

- Memberikan pengertian kepada pasien dan keluarga bahwa proses

rehabilitasi memerlukan waktu.

- Memberikan motivasi agar penderita rajin melakukan latihan dirumah

seperti yang telah di ajarkan dan dianjurkan untuk control secara

teratur dalam melakukan terapi

o Evaluasi

- Kontak, komunikasi dan motivasi keluarga untuk berobat

dan latihan

Adapun program-program dalam segi sosial medik pada pasien ini adalah:

- Memberikan motivasi, edukasi, bimbingan kepada penderita untuk

tetap semangat dalam berobat dan berlatih secara teratur.

- Mengurus program BPJS untuk meringankan biaya perawatan di

rumah sakit.

o Evaluasi

Page 29: Lapsus CRS

29

- Kontak dan kemauan untuk berobat dan latihan.

KIE terhadap pasien dan keluarga

o Mengurangi aktifitas/ gerakan-gerakan yang dapat memperberat

nyeri pada leher

o Minum obat sesuai anjuran dan melakukan terapi dengan rutin.

o Jika leher masih terasa nyeri dianjurkan untuk menggunakan

cervical collar untuk membatasi gerakan leher agar nyeri tidak

bertambah berat.

Prognosis pada pasien ini meliputi:

Quo ad vitam : Dubia ad bonam

CRS pada pasien ini tidak membahayakan jiwa hanya terdapat gangguan

nyeri pada leher belakang yang menjalar sampai ke bahu

Quo ad functionam : Dubia ad bonam

Pada pasien ini terdapat perbaikan gejala dari CRS yang dideritanya.

Selain itu pasien juga masih mampu menggerakan lehernya dengan

leluasa. Gejala hanya timbul bila ada faktor pencetus

Quo ad sanactionam : Dubia ad bonam

Tergantung pada kepatuhan pasien dalam mengikuti terapi untuk

mengurangi dan menghilangkan gejala sisa

Page 30: Lapsus CRS

30

BAB IV

PENUTUP

KESIMPULAN

Pasien Nn.F, 26 tahun datang dengan keluhan nyeri pada leher belakang.

Nyeri pada leher belakang sebelah kiri sejak 1 tahun bersifat hilang timbul, terasa

cenut-cenut dan kaku. Nyeri pada leher belakang dirasakan memberat sejak 1

bulan ini. Nyeri dirasakan menjalar seperti pegal-pegal sampai ke bahu kiri. Nyeri

dan pegal-pegal terutama dirasakan pada saat beraktivitas berlebihan, kecapaian,

dan banyak pikiran. Nyeri berkurang pada saat penderita beristirahat. Pasien

mengatakan tidak ada kelemahan pada tangannya dan dapat melakukan

aktivitasnya sehari. Pasien tidak mengeluhkan lehernya tidak bisa menoleh ke

kanan atau kiri, menengadah, dan menunduk. Tidak ada keluhan rasa tebal pada

leher dan tangan. Sakit kepala, pusing, panas, mual dan muntah tidak dialami

pasien. Pasien mengatakan bahwa pasien pernah jatuh dari sepeda motor saat usia

12 tahun. Riwayat mengangkat alat berat disangkal oleh pasien. Pasien biasanya

minum obat warung merek bodrex jika keluhannya timbul, jika minum obat

tersebut dan istirahat pasien mengatakan keluhannya membaik. 1 bulan terakhir

pasien berobat ke dokter spesialis saraf, saat minum obat dari dokter tersebut

keluhannya membaik. Namun masih sering kambuh jika beraktivas berat,

kecapaian, dan banyak pikiran. Saat tidur pasien biasanya tidur dengan posisi

miring ke kiri. Selain itu pasien sering menelpon dengan handpone dalam jangka

waktu yang lama sambil posisi tiduran terlentang miring ke kiri dalam jangka

waktu yang lama. Pasien merupakan wiraswasta pedagang pulsa, sehari-hari

pasien sering duduk dan mengamati komputer dalam waktu yang lama. Selain itu

pasien juga sering stress jika dagangannya tidak laku. Pada pemeriksaan fisik

Spurling test didapatkan hasil positif pada sebelah kiri.

DIAGNOSA

Diagnosa klinis : Cervical pain

Diagnosa topis : C3 – C4

Diagnosa etiologi : Cervical Root Syndrome

Page 31: Lapsus CRS

31

PLANNING TERAPI

Masalah Medis :

Diklovit 0-1-0

Clobazam 10 mg 0-0-1

Penatalaksanaan Rehabilitasi Medik

Fisioterapi

- MWD selang-seling USD di region cervical

- Traksi cervical

- Neck Stabiliting exercise

Okupasi Terapi

o Propper neck mechanism

Ortosis Prostesis

o cervical collar

Psikologi

- Memberikan pengertian kepada pasien dan keluarga bahwa proses

rehabilitasi memerlukan waktu.

- Memberikan motivasi agar penderita rajin melakukan latihan dirumah

seperti yang telah di ajarkan dan dianjurkan untuk control secara teratur

dalam melakukan terapi

Sosial Medik

- Memberikan motivasi, edukasi, bimbingan kepada penderita untuk tetap

semangat dalam berobat dan berlatih secara teratur.

- Mengurus program BPJS untuk meringankan biaya perawatan di rumah

sakit.

PROGNOSIS

Quo ad vitam : Dubia ad bonam

Quo ad functionam : Dubia ad bonam

Quo ad sanactionam : Dubia ad bonam