Upload
sanizakkia
View
153
Download
11
Embed Size (px)
DESCRIPTION
laporan farmakoterapi cystic fibrosis
Citation preview
TUGAS TERSTRUKTUR
FARMAKOTERAPI I
DISUSUN OLEH :
RUPA LESTY
M. FURQON
PUTRI KUSUMA WARDANI
RARA AMALIA FADIAH
RAHMINAWATI RITONGA
WINANTI HANDAYANI
SANI ZAKKIA ALAWIYAH
IFA MUTTIATUR R.
RAHMAWATI FITRIA I.
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN FARMASI
PURWOKERTO
2012
CYSTIC FIBROSIS
A. DEFINISI DAN PATOFISIOLOGI
Definisi
Fibrosis kistik merupakan kelainan monogenik pada transpor epitel yang
mempengaruhi sekresi cairan epitel pada berbagai sistem tubuh: pernafasan, pencernaan,
reproduksi. Kelainan ini merupakan kelainan genetik yang bersifat resesif heterogen dengan
gambaran patobiologis yang mencerminkan mutasi pada gen-gen regulator transmembran
fibrosis kistik (cystic fibrosis transmembrane conductance regulator/CFTR).Manifestasi
klinis biasanya dapat terlihat sejak usia dini dan sedikit yang terdiagnosis pada usia dewasa.
Dengan kemajuan penatalaksanaan, >41% penderita dapat mencapai usia 18 tahun dan
13% berhasil melalui usia 30 dengan rata-rata usia ketahanan hidup >41 tahun. Fibrosis
kistik seringkali ditandai dengan infeksi bakteri kronik pada saluran nafas, insufisiensi
kelenjar eksokrin pankreas, disfungsi usus, disfungsi kelenjar keringat, dan disfungsi
urogenital. Penyebab utama kematian penderita fibrosis kistik adalah penyakit paru-paru
tahap akhir (Carpenito,2000).
Patofisiologis
Fibrosis kistik merupakan kelainan autosomal resesif disebabkan mutasi gen
pengkode protein cystic fibrosis transmembrane conductance regulator (CFTR) yang
terletak di kromosom 7q31.2. Protein CFTR memiliki dua domain transmembran, dua
nucleotide-binding domain (NBD) sitoplasma, dan domain regulatori (R domain) yang
memuat daerah fosforilasi protein kinase A dan C. Dua domain transmembran membentuk
kanal yang akan dilalui klorida. Aktivasi kanal CFTR channel dimediasi peningkatan
terinduksi agonis pada cyclic adenosine monophosphate (cAMP), diikuti aktivasi protein
kinase A yang memfosforilasi R domain. Binding dan hidrolisis adenosine triphosphate
(ATP) terjadi pada nucleotide-binding domain dan penting untuk pembukaan serta
penutupan kanal sebagai respons terhadap sinyal yang dimediasi cAMP (Wilson, 2006).
Struktur dan aktivasi normal CFTR. Mutasi tersering pada gen CFTR menyebabkan
defek pelipatan protein di Golgi/RE dan degradasi CFTR sebelum mencapai permukaan.
Mutasi lain mempengaruhi sintesis CFTR, nucleotide-binding domain dan R domain, dan
perluasan membrane (Wilson, 2006).
Secara garis besar, menurut jenis mutasi pada gen CFTR, fibrosis kistik dapat
terbagi menjadi:
Kelas I: defek sintesis protein. Mutasi ini terkait dengan tidak adanya protein CFTR
pada bagian apikal permukaan sel epitel.
Kelas II: abnormalitas pelipatan, pemrosesan, dan pengangkutan protein. Mutasi ini
menyebabkan defek pemrosesan protein dari RE ke Golgi karena protein yang tidak
terlipat dan terglikosilasi sempurna dan terdegradasi sebelum mencapai permukaan
sel. Kelainan tersering abnormalitas gen fibrosis kistik pada penderita adalah mutasi
kelas II yang menyebabkan delesi tiga nukleotida yang menyebabkan hilangnya
fenilalanin pada posisi asam amino 508 ( F508).
Kelas III: defek regulasi. Mutasi kelas ini mencegah aktivasi CFTR dengan
mencegah pengikatan dan hidrolisis ATP yang penting untuk transpor ion. Dengan
demikian, jumlah CFTR di permukaan normal, namun tidak fungsional.
Kelas IV: penurunan konduksi. Mutasi ini biasanya muncul pada domain
transmembran CFTR yang membentuk kanal ionik untuk transport klorida. Jumlah
CFTR di apikal membrane nornam, namun dengan penurunan fungsi. Kelas ini
biasanya terkait fenotipe yang lebih ringan.
Kelas V: penurunan jumlah. Mutasi ini mempengaruhi daerah pemotongan atau
promoter CFTR sehingga menyebabkan turunnya produksi normal protein. Kelas
ini biasanya terkait fenotipe yang lebih ringan.
Kelas VI: kesalahan pengaturan kanal ion terpisah. Mutasi pada kelas ini
menyebabkan gangguan fungsi regulasi CFTR. Contohnya, mutasi ΔF508
merupakan mutasi pada kelas II dan kelas IV.
Studi biokimia mengindikasikan adanya mutasi F508 yang menyebabkan kesalahan
proses dan degradasi intraselular protein CFTR. Dapat disimpulkan bahwa tidak adanya
CFTR pada membran plasma merupakan patofisiologi molekular dari mutasi F508 dan
mutasi kelas I–II. Akan tetap mutasi kelas III–IV memproduksi protein CFTR sempurna
namun tidak fungsional. Mutasi gen CFTR sendiri terbagi menjadi 4 kelas. Kelas I-III
digolongkan berat dan ditandai dengan insufisiensi pankreas dan kadar NaCl keringat yang
tinggi. Kelas IV dapat digolongkan ringan, biasanya terkait dengan pankreas yang masih
normal dan kadar NaCl keringat yang normal atau sedang (Wilson, 2006).
Skema yang menunjukkan mutasi yang terjadi pada produksi protein CFTR.
(Wilson, 2006)
B. TANDA DAN GEJALA
Kebanyakan dari gejala-gejala cystic fibrosis (CF) disebabkan oleh lendir yang
kental dan lengket. Gejala-gejala yang paling umum termasuk:
Batuk yang seringkali yang mengeluarkan sputum (dahak) yang kental.
Serangan-serangan yang sering dari bronchitis dan pneumonia. Mereka dapat
menjurus pada peradangan dan kerusakan paru yang permanen.
Kulit yang rasanya asin.
Dehidrasi.
Kemandulan (kebanyakan pada pria-pria).
Diare atau feces-feces yang besar, berbau busuk dan berminyak yang terus menerus.
Nafsu makan yang besar namun penambahan berat badan dan pertumbuhan yang
buruk. Ini disebut "kegagalan untuk tumbuh dengan subur". Itu adalah akibat dari
malnutrisi yang kronis karena anda tidak mendapatkan nutrisi-nutrisi yang cukup
dari makanan anda.
Nyeri dan ketidaknyamanan lambung yang disebabkan oleh terlalu banyak gas
didalam usus-usus.
Berikut adalah gejala dan tanda khusus pada masing-masing regio didalam tubuh:
1. Gejala CF pada saluran pernafasan
Penyakit paru-paru merupakan hasil dari penyumbatan saluran udara karena
penumpukan lendir, penurunan klirens mukosiliar sehingga mengakibatkan peradangan.
Peradangan dan infeksi menyebabkan cedera dan perubahan structural pada paru-paru,
yang dapat menyebabkan berbagai gejala. Pada tahap awal, batuk terus menerus, karena
produksi dahak yang berlebihan. Banyak dari gejala ini terjadi ketika bakteri yang
biasanya menghuni lendir tumbuh diluar kendali dan menyebabkan pneumonia. Pada
stadium lanjut, perubahan arsitektur paru-paru, seperti patologi di saluran udara utama
(bronkiektasis), semakin memperburuk dan membuat kesulitan dalam bernapas. Gejala
lainnya adalah batuk darah (hemoptisis), peningkatan tekanan darah di paru-paru
(pulmonary hypertension), gagal jantung, kesulitan mendapatkan oksigen yang cukup
untuk tubuh (hipoksia) dan bahkan terjadi kegagalan pernapasan yang membutuhkan
bantuan dengan masker pernapasan, seperti tekanan udara positif bilevel mesin atau
ventilator. Staphylococcus aureus, Haemophilus influenza dan Pseudomonas aeruginosa
adalah tiga mikroorganisme paling umum yang menyebabkan infeksi paru-paru pada
pasien CF. Infeksi lainnya adalah Mycobacterium avium complex (MAC), kelompok
bakteri yang berkaitan dengan tuberculosis, yang dapat menyebabkan banyak kerusakan
paru-paru dan tidak merespon terhadap antibiotic umum.
Lendir di sinus paranasal dapat menebal dan menyebabkan penyumbatan pada
saluran sinus sehingga terjadi infeksi. Hal ini dapat menyebabkan nyeri wajah, demam,
drainase hidung, dan sakit kepala. Individu dengan CF dapat mengalami polip hidung
akibat peradangan dari infeksi sinus kronis. Polip ini dapat memblokir bagian kanal
hidung dan meningkatkan kesulitan bernapas.
2. Gejala CF pada pasien gastrointestinal (saluran pernapasan)
Sebelum prenatal dan skrining bayi yang baru lahir, cystic fibrosis sering
didiagnosis ketika seorang bayi baru lahir gagal mengeluarkan kotoran (mekonium).
Mekonium sepenuhnya dapat menghalangi usus dan menyebabkan penyakit serius.
Selain itu, tonjolan internal membran dubur (prolaps rectum) lebih sering terjadi yang
disebabkan oleh meningkatnya volume tinja, kekurangan gizi dan peningkatan tekanan
intra-abdomen karena batuk.
Sekresi lendir berlebihan dapat memblokir pergerakan enzim pencernaan
kedalam duodenum dan mengakibatkan kerusakan permanen pada pancreas, sering
dengan peradangan yang bisa menimbulkan pancreatitis. Lebih lanjut, biasanya terlihat
pada anak-anak lebih tua atau remaja. Atrofi ini merupakan penyebab insufisiensi
kelenjar eksokrin dan fibrosis progresif.
Kurangnya enzim pencernaan menyebabkan kesulitan menyerap nutrisi yang
dikenal sebagai malabsorpsi. Malabsorpsi menyebabkan pertumbuhan terhambat,
kekurangan gizi dan kekurangan kalori. Hipoproteinemia parah dapat menyebabkan
edema. Individu dengan CF juga memiliki kesulitan menyerap vitamin A,D,E dan K.
Selain itu juga menyebabkan sembelit dan dapat mengalami sindrom obstruksi usus
distal karena kotoran yang menebal yang selanjutnya dapat menyebabkan penyumbatan
usus. Selain itu dapat juga menyebabkan masalah pada hati, yang lama kelamaan dapat
terjadi sirosis.
3. Gejala CF pada endokrin
Kerusakan pancreas dapat menyebabkan diabetes fibrosis kistik dan juga
penyerapan vitamin D yang buruk yang diakibatkan oleh malabsorpsi dapat
menyebabkan osteoporosis.
4. Gejala CF pada reproduksi
Fibrosis kistik pada pria maupun wanita dapat menyebabkan infertilitas. Pada
pria infertilitas disebabkan kelainan vas deferens dan pada wanita disebabkan karena
penebalan lendir serviks atau malnutrisi, malnutrisi dapat mengganggu ovulasi dan
menyebabkan amenore.
C. ETIOLOGI
Fibrosis kistik merupakan suatu kelainan genetik. Sekitar 5% orang kulit putih
memiliki 1 gen cacat yang berperan dalam terjadinya penyakit ini. Gen ini bersifat resesif
dan penyakit hanya timbul pada seseorang yang memiliki 2 buah gen ini. Seseorang yang
hanya memiliki 1 gen tidak akan menunjukkan gejala.
Gen ini mengendalikan pembentukan protein yang mengatur perpindahan klorida
dan natrium melalui selaput sel. Jika kedua gen ini abnormal, maka akan terjadi gangguan
dalam pemindahan klorida dan natrium, sehingga terjadi dehidrasi dan pengentalan sekresi.
Fibrosis kistik menyerang hampIr seluruh kelenjar endokrin (kelenjar yang
melepaskan cairan ke dalam sebuah saluran). Pelepasan cairan ini mengalami kelainan dan
mempengaruhi fungsi kelenjar:
Pada beberapa kelenjar (misalnya pancreas dan kelenjar di usus), cairan yang
dilepaskan (secret) menjadi kental atau padat dan menyumbat kelenjar. Penderita
tidak memiliki berbagai enzim pancreas yang diperlukan dalam proses penguraian
dan penyerapan lemak di usus sehingga terjadi malabsorpsi (gangguan penyerapan
zat gizi dari usus) dan malnutrisi.
Kelenjar penghasil lendir di dalam saluran udara paru-paru menghasilkan lender
yang kental sehingga mudah terjadi infeksi paru-paru menahun.
Kelenjar keringat, kelenjar parotis dan kelenjar liur kecil melepaskan cairan yang
lebih banyak kandungan garamnya dibandingkan dengan cairan yang normal.
D. TERAPI FARMAKOLOGI
Tujuan terapi :
Tujuan utama pengobatan meliputi mempertahankan fungsi paru-paru dengan
mengatasi infeksi pernapasan dan saluran napas, memberikan terapi nutrisi untuk
meningkatkan pertumbuhan dan mencegah komplikasi.
Penatalaksanaan terapi cystic fibrosis meliputi dua hal yaitu medikamentosa dan
pembedahan :
1. Medikamentosa meliputi antibiotik, bronkodilator, mukolitik, agen anti-inflamasi,
suplemen enzim pankreas, agen untuk membalikkan kekurangan transportasi klorida
dan multivitamin.
Antibiotik
Alasan pemberian : Lendir yang terbentuk pada paru-paru dapat menghalangi
saluran udara. Ini memudahknan bakteri-bakteri untuk berkembang dan menjurus
pada infeksi paru-paru yang berulang kali, seiring waktu infeksi-infeksi ini dapat
menyebabkan kerusakan serius pada paru-paru.
Tobramycin adalah antibiotik aminoglikosid yang merupaka first line
dalam penanganan terapi fibrosis cystik. Tobramycin memiliki kemampuan
mematikan berbagai jenis bakteri sensitif dalam tubuh.
- Mekanisme kerja:
Tobramycin merupakan antibiotic golongan aminoglikosid dengn menghambat
sintesis protein irreversible, mengganggu kompleks awal pembentukan peptide,
menginduksi salah baca mRNA, yang mengakibatkan penggabungan asam
amino yang salah ke dalam peptide, sehingga menyebabkan suatu keadaan
nonfungsi atau toksik protein, dan pemecahan polisom menjadi monosom non-
fungsional.
- Dosis : 8 mg/kg/hari melalui otot (intra muscular) atau melalui pembuluh darah
(intra vascular), 1 kali sehari.
- Efek Samping: Efek ototoxic (bisa menyebabkan ototoxicity yang tidak dapat
diubah, berupa kehilangan pendengaran, kepeningan, vertigo); Efek renal
(nephrotoxicity yang dapat diubah, gagal ginjal akut dilaporkan terjadi biasanya
ketika obatnephrotoxic lainnya juga diberikan); Efek neuromuskular
(penghambatan neuromuskular yang menghasilkan depresi berturut-turut dan
paralisis muskuler); reaksi hipersensitivitas
Instruksi Khusus:
1. Ototoxicity dan nephrotoxicity yang kemungkinan besar terdapat pada pasien
geriatrik dan pasien yang mengalami dehidrasi, pada pasien yang menerima
dosis tinggi atau yang melakukan pengobatan dalam jangka waktu panjang,
mereka yang juga menerima atau yang telah menerima
obat ototoxic atau nephrotoxic lainnya. (Perhatikan pengawasan konsentrasi
serum dan atau puncak konsentrasi serum/rasio MIC pada pasien)
2. Gunakan dengan hati-hati pada pasien dengan kondisi yang berhubungan
dengan kelemahan otot (misalnya myasthenia gravis, penyakit Parkinson),
pasien yang telah memiliki disfungsi ginjal, kerusakan vestibular atau cochlear.
Bronkodilator
Alasan pemberian : Lendir yang banyak menyebabkan penyumbatan serta
terhambatnya jalan napas, pemberian bronkodilator bertujuan mengendurkan
otot-otot sekitar saluran-saluran udara sehingga dapat terbuka
Albuterol adalah golongan agonist beta2 adrenergik, efek relaksasi
yang dihasilkan akan membantu membuka saluran udara sehingga penderitanya
dapat kembali bernapas normal.
- Mekanisme kerja : albuterol bekerja dengan mempengaruhi reseptor beta
dalam tubuh.Reseptor ini adalah jenis khusus dari molekul protein yang
bertanggung jawab untuk pengolahan pesan yang dibawa oleh sistem saraf
pusat. Jadi, albuterol bekerja dengan merangsang reseptor untuk
menghasilkan efek relaksasi pada otot juga mencegah bronkospasme
(kontraksi tak terkendali dari bronkus).
- Dosis : Untuk pasien 2-6 tahun secara oral 0.1-0.2 mg/kg, 3 kali sehari
dengan dosis maksimal tidak melebihi 12 mg/hari. Untuk pasien dewasa
secara oral 2-4mg 3 kali sehari dengan dosis maksimal 32 mg/hari.
- Efek samping : Efek samping yang sering terjadi antara lain Kardiovaskular
(Palpitasi, Takiaritmia), Endocrine metabolic ( Hipokalemia), Neurologic
(Tremor), Psychiatric (Nervousness).
Mukolitik
Mekanisme kerja : Mukolitik adalah obat yang bekerja dengan mengurangi
kekentalan dan mengencerkan dahak sehingga mudah untuk dikeluarkan.
Anti inflamasi
Alasan pemberian : lendir yang kental menyumbat saluran udara kecil, yang
kemudian mengalami peradangan, pemberian anti inflamasi bertujuan untuk
mengobati peradangan yang terjadi.
Ibuprofen adalah golongan obat antiinflamasi non- steroid yang
mempunyai efek antiinflamasi, analgesik dan antipiretik, ia bekerja dengan
mengurangi hormon penyebab inflamasi sehingga obat ini dapat mengurangi
peradangan pada saluran pernafasan. Obat ini mungkin juga memperlambat
kemajuan dari CF pada anak-anak muda dengan gejala-gejala ringan.
- Mekanisme kerja : kerja Ibuprofen didasarkan atas penghambatan
isoenzim COX-1 (cyclooxygenase-1) dan COX-2 (cyclooxygenase 2).
Enzim cyclooxygenase ini berperan dalam memacu pembentukan
prostaglandin dan tromboksan dari arachidonic acid. Prostaglandin
merupakan molekul pembawa pesan pada proses inflamasi (radang).
- Dosis: Umumnya, dosis oral 200-400 mg (5-10 mg / kg pada anak-anak)
setiap 4-6 jam.
- Efek samping : efek samping yang sering terjadi antara lain Ulkus
peptikum, mual, muntah, retensi cairan, iritasi kulit.
Suplemen enzim pankreas
Menjaga nutrisi adekuat sangat penting untuk kesehatan pasien dengan CF.
Kebanyakan (>90%) pasien CF membutuhkan penggantian enzim pancreas.
Untuk mengatasi kekurangan enzim pankreas maka penderita harus
mengkonsumsi enzim pengganti setiap makan. Unuk bayi tersedia dalam
bentuk serbuk dan untuk dewasa diberikan dalam bentuk kapsul. Kapsul ini
biasanya mengandung 4000 dan 20.000 unit lipase. Dosis enzim (biasanya
tidak lebih dari 2500 unit/kg setiap makan, untuk mencegah colonopathy
fibrotik) sebaiknya diatur berdasarkan berat badan, gejala abdominal, dan
feses. Penggantian dari vitamin larut lemak, vitamin E biasanya dibutuhkan.
Suplemen-sulemen untuk menggantikan vitamin vitamin yang larut dalam
lemak yang tidak dapat diserap oleh usus yaitu vitamin A, D, E dan K.
2.Pembedahan
Terapi pembedahan dilakukan bila terapi medikamentosa tidak efektif, dan
dilakukan pada area saluran napas yang terdapat kelainan yang bagaimanapun juga
pertimbangan pembedahan harus benar-benar matang pada pasien CF karena bahaya-
bahaya kemungkinan terbentuknya mucus kental yang banyak selama operasi dengan
anastesi umum yang resikonya semakin meningkat sejalan dengan lamanya intubasi.
Indikasi pembedahan pada pasien CF :
1. Obstruksi nasi persistent yang disebabkan polip nasi dengan atau tanpa penonjolan ke
medial dinding lateral hidung. Pembedahan yang dilakukan pada polip meliputi polip
ekstraksi, dan BSEF ( bedah sinus endoskopi fungsional ).
2. Medialisasi dinding lateal hidung yang dibuktikan melalui CT scan walau tanpa disertai
gejala subjektif obstruksi nasi, pembedahan perlu dilakukan karena tingginya
prevalensi mucocelelike formations.
3. Timbulnya eksaserbasi penyakit paru yang berkorelasi dengan eksaserbasi penyakit
sinonasalnya, memburuknya status penyakit parunya atau penurunan aktifitas fisik serta
kegagalan terapi medikamentosa.
4. Nyeri wajah atau nyeri kepala yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya selain adanya
FK yang dapat menggangu kualitas hidup penderita.
5. Tidak ada perbaikan dari gejala klinis sinonasal setelah terapi medikamentosa adekuat.
Kontraindikasi dilakukan pembedahan :
1. Penyakit paru obstruktif kronik berat yang beresiko saat dilakukan anastesi.
2. Pasien dengan CF sangat beresiko terhadap defisiensi vitamin K akibat insufisiensi
pankreas, penyakit hepatobilier atau keduanya dan jika tidak disuplement akan beresiko
perdarahan, yang ditandai dengan pemanjangan masa prothrombin time (PT) dan harus
dikoreksi terlebih dahulu sebelum dilakukan pembedahan.
3. Sinusitis kronik dapat menyebabkan terganggunya/terlambatnya pneumatisasi dan
perkembangan dari sinus maksila, etmoid dan frontal pada pasien CF khususnya anak-
anak sehingga ini terkadang kurang diperhitungkan. Dalam hal diatas perlu dilakukan
CT scan coronal dan axial preoperatif untuk kenfirmasi sebelumnya.
E. TERAPI NON FARMAKOLOGI
Terapi non farmakologi yang dapat dilakukan pada pasien cystic fibrosis
diantaranya adalah:
1. Latihan/Olahraga
Latihan aerobic membantu:
Mengendurkan lendir.
Mendorong batuk untuk membersihkan lendir.
Memperbaiki kondisi fisik keseluruhan.
2. Manajemen Persoalan-Persoalan Pencernaan
Terapi nutrisi dapat memperbaiki pertumbuhan dan perkembangan, kekuatan, dan
toleransi latihan. Terapi ini memperkuat kondisi tubuh untuk melawan beberapa infeksi-
infeksi paru. Terapi nutrisi termasuk diet yang seimbang dan tinggi kalori yang adalah
rendah lemaknya dan tinggi proteinnya.
Sebagai bagian dari terapi nutrisi antara lain:
Meresepkan enzim-enzim pankreas oral untuk membantu mencerna lemak-lemak dan
protein-protein dan menyerap lebih banyak vitamin-vitamin. Enzim-enzim harus
dimakan dalam bentuk kapsul setiap sebelum makan, termasuk snacks.
Merekomendasikan suplemen-suplemen dari vitamin-vitamin A, D, E, dan K untuk
menggantikan vitamin-vitamin yang dapat larut dalam lemak yang tidak dapat diserap
oleh usus-usus.
Merekomendasikan penggunaan tabung pemberi makan, yang disebut gastrostomy
(gas-TROS-to-me) tube atau T-tube, untuk menambah lebih banyak kalori-kalori pada
malam hari ketika sedang tidur. Tabung ditempatkan dalam perut. Sebelum pergi tidur
setiap malam, pasangkan botol dengan larutan nutrisi pada jalan masuk tabung. Tabung
tersebut dapat memberikan asupan makanan saat sedang tidur.
3. Terapi Fisik Dada
Terapi fisik dada atau chest physical therapy (CPT) juga disebut menepuk dada atau
perkusi dada. Dilakukan dengan cara pemukulan dada dan punggung berkali-kali untuk
mengeluarkan lendir dari paru-paru sehingga lendir dapat dibatukan keatas. CPT untuk
cystic fibrosis harus dilakukan tiga sampai empat kali setiap hari.
CPT juga sering dirujuk sebagai pengaliran postural. Dilakukan dengan cara duduk
atau berbaring saat melakukan CPT dengan posisi kepala kebawah. Hal ini dapat membantu
mengalirkan lendir keluar. Karena CPT berat atau tidak nyaman untuk beberapa orang,
beberapa alat-alat telah dikembangkan baru-baru ini yang mungkin membantu dengan CPT.
Alat-alat tersebut adalah:
Penepuk dada elektrik, dikenal sebagai mechanical percussor.
Vest (rompi) terapi yang dapat dikembangkan menggunakan gelombang-gelombang
udara frekwensi tinggi untuk memaksa lendir keluar dari paru-paru.
Alat "flutter", alat kecil yang dipegang oleh tangan dimana nafas akan keluar
melalui alat tersebut sehingga menyebabkan getaran-getaran yang mengeluarkan
lendir.
Positive expiratory pressure (PEP) mask yang menciptakan getaran-getaran yang
membantu melepaskan lendir dari dinding-dinding saluran udara.
Beberapa teknik-teknik pernapasan mungkin juga membantu mengeluarkan lendir.
Teknik-teknik ini termasuk:
Forced expiration technique (FET) - memaksa pengeluaran nafas dan kemudian
melakukan pengenduran pernapasan.
Active cycle breathing (ACB) - FET dengan latihan-latihan pernapasan dalam
yang dapat mengendurkan lendir pada paru-paru dan membantu membuka saluran-
saluran udara.
Pernafasan Nutrisi Keluarga
- Fisioterapi minimal dua
kali seminggu
- Profilaksis
antistafilokokus dini
- Antibiotika intravena
dosis tinggi pada
ekserbasi
- Bronkodilator
- Pengawasan konstan
- Supervisi diet
- Energi/protein tinggi
150% dari kebutuhan
rata-rata
- Diet tinggi lemak
- Terapi penggantian
enzim pankrease
- Edukasi
- Ajari orang tua/anak
melakukan fisioterapi
- Pengenalan relaps
- Antibiotika intravena di
rumah
- Konseling genetic
- Bantuan finansial
(misalnya bantuan
keuangan untuk orang
cacat)
- Dukungan emosional
(Meadow, 2005)
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2008, Cystic Fibrosis, http://www.totalkesehatananda.com, diakses 12 Desember
2012.
Anonim, 2012, Fibrosis Kistik, http://medicastore.com/penyakit/146/Fibrosis_Kistik.html,
diakses tanggal 12 Desember 2012.
Carpenito, Lynda Juall, 2000, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klini, EGC,
Jakarta.
Cystic Fibrosis, Chapter 253, Harrison's Principles of Internal Medicine 17th ed.
(diterjemahkan oleh Husnul Mubarok,S.ked).
Dipiro, 2005, Pharmacotheraphy: A Pathophisiology Approach , sixth edition, The
McGraw-Hill Companies, Inc USA.
Doenges, Marilynn E, dkk., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.
Meadow, Sir Roy, Simon J. Newell, 2005, Lecture Notes: Pediatrika, Penerbit Erlangga,
Jakarta.
O’Regan AW, Berman JS. Baum’s, 2004, Textbook of Pulmonary Disease 7 th Edition,
Lippincott Williams & Walkins, Philadelphia.
Wilson LM, 2006, Patofisiologi (Proses-Proses Penyakit) Edisi enam, EGC, Jakarta.