46
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cystic fibrosis atau fibrosis kistik merupakan penyakit herediter yang ditandai perubahan fungsi kelenjar eksokrin di seluruh tubuh. Perubahan ini menyebabkan terbentuknya mukus kental dalam jumlah besar serta peningkatan konsentrasi natrium dan klorida di dalam keringat (Corwin. 2009). Fibrosis kistik disebut juga sebagai mucoviscidosis (karena ditemuinya secret yang kental pada kelenjar mukosa), adalah suatu penyakit multisistem yang disertai masalah kekacauan fungsi kelenjar yang menyebabkan timbulnya masalah klinis pada hampir semua organ. (Djojodibroto.2009). Pada fibrosis kistik, disfungsi kelenjar endokrin mempengaruhi lebih dari satu sistem organ. Penyakit ini mengenai laki-laki maupun perempuan dan merupakan penyakit genetik fatal yang paling sering ditemukan diantara anak- anak kulit putih. Fibrosis kistik disertai banyak komplikasi dan saat ini memberikan angka harapan hidup rata-rata 32 tahun bagi penderitanya. Gangguan tersebut ditandai oleh infeksi jalan nafas kronis kemudian akan menimbulkan penyakit-penyakit lainnya. Insidensi fibrosis kistik bervariasi menurut asal etnis. Kondisi ini terjadi pada satu dari 2000 kelahiran dalam masyarakat kulit putih di Amerika Utara serta keturunan Eropa sebelah utara, 1 dari 17.000 1

Cystic Fibrosis.docx

Embed Size (px)

Citation preview

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Cystic fibrosis atau fibrosis kistik merupakan penyakit herediter yang ditandai

perubahan fungsi kelenjar eksokrin di seluruh tubuh. Perubahan ini menyebabkan

terbentuknya mukus kental dalam jumlah besar serta peningkatan konsentrasi natrium dan

klorida di dalam keringat (Corwin. 2009). Fibrosis kistik disebut juga sebagai

mucoviscidosis (karena ditemuinya secret yang kental pada kelenjar mukosa), adalah suatu

penyakit multisistem yang disertai masalah kekacauan fungsi kelenjar yang menyebabkan

timbulnya masalah klinis pada hampir semua organ. (Djojodibroto.2009).

Pada fibrosis kistik, disfungsi kelenjar endokrin mempengaruhi lebih dari satu sistem

organ. Penyakit ini mengenai laki-laki maupun perempuan dan merupakan penyakit genetik

fatal yang paling sering ditemukan diantara anak-anak kulit putih. Fibrosis kistik disertai

banyak komplikasi dan saat ini memberikan angka harapan hidup rata-rata 32 tahun bagi

penderitanya. Gangguan tersebut ditandai oleh infeksi jalan nafas kronis kemudian akan

menimbulkan penyakit-penyakit lainnya. Insidensi fibrosis kistik bervariasi menurut asal

etnis. Kondisi ini terjadi pada satu dari 2000 kelahiran dalam masyarakat kulit putih di

Amerika Utara serta keturunan Eropa sebelah utara, 1 dari 17.000 kelahiran dalam

masyarakat kulit hitam dan 1 dari 90.000 kelahiran di antara populasi Asia yang tinggal di

Hawai (Kowlak, 2011).

 Berdasarkan uraian tersebut, maka penyakit Cystic Fibrosis ini perlu dipelajari

khususnya dalam praktek Asuhan Keperawatan sistem respirasi. Melalui makalah ini akan

dibahas secara terurai tentang pengertian cystic fibrosis, etiologi dan manifestasi cystic

fibrosis, penatalaksanaan cystic fibrosis serta Asuhan keperawatan pada pasien dengan

cystic fibrosis.

1

1.2. Rumusan Masalah

1.2.1. Apakah pengertian cystic fibrosis?

1.2.2. Apakah etiologi dari cytic fibrosis?

1.2.3. Apakah faktor resiko dari cystic fibrosis?

1.2.4. Bagaimana patofiologis cystic fibrosis?

1.2.5. Apakah manifestasi klinis cystic fibrosis?

1.2.6. Apakah komplikasi cystic fibrosis?

1.2.7. Bagaimana pemeriksaan dignostik pada cystic fibrosis?

1.2.8. Bagaimana Penatalaksanaan pasien dengan cystic fibrosis?

1.2.9. Bagaimana Asuhan keperawatan pasien dengan cystic fibrosis?

1.3. Tujuan

1.3.1. Tujuan Umum

Setelah proses pembelajaran, diharapkan mahasiswa mampu melakukan Asuhan

keperawatan sistem respirasi pada klien dengan Cystic Fibrosis.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui pengertian cystic fibrosis.

2. Mengetahui etiologi dari cytic fibrosis

3. Mengetahui faktor resiko dari cystic fibrosis

4. Mengetahui patofiologis cystic fibrosis

5. Mengetahui manifestasi klinis cystic fibrosis.

6. Mengetahui komplikasi cystic fibrosis

7. Mengetahui pemeriksaan dignostik pada cystic fibrosis.

8. Mengetahui Penatalaksanaan pasien dengan cystic fibrosis

9. Mengetahui Asuhan keperawatan pasien dengan cystic fibrosis.

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Cystic fibrosis atau fibrosis kistik adalah kelainan genetik yang bersifat resesif

heterogen dengan gambaran patobiologik yang mencerminkan mutasi gen pada gen

regulator transmembran. Merupakan kelainan monogenetik yang ditemukan sebagai

penyakit multisistem (Somantri. 2009).

Cystic fibrosis merupakan kelainan resersif autosomal yang mengenai 1 dari 3000

kelahiran hidup dengan perbandingan pria dan wanita yang sama dan biasanya timbul pada

masa kana-kanak awal. Penyakit ini disebabkan oleh mutasi pada gen pengatur

konduktansi transmembran fibrosis kistik (cystic fibrosis transmembrane conductance

regulator/CFTR) yang terletak pada kromosom 7. CFTR berfungsi sebagai kanal klorida

yang diatur oleh adenosine monofosfat siklik (cAMP) pada permukaan apeks saluran nafas

dan sel epitel lain. Secret yang sangat kental biasanya dihasilkan oleh jaringan glandular.

Kelainan ini terutama mengenai pancreas dan kerusakan paru akibat infeksi dada berulang.

( Rubenstein, 2007)

Cystic fibrosis atau fibrosis kistik merupakan penyakit herediter yang ditandai

perubahan fungsi kelenjar eksokrin di seluruh tubuh. Perubahan ini menyebabkan

terbentuknya mukus kental dalam jumlah besar serta peningkatan konsentrasi natrium dan

klorida di dalam keringat. (Elizabeth J. Corwin. 2009).

Cystic fibrosis berkaitan dengan mutasi gen protein CFTR yang merupakan bagian

integral dari sel mukosa yaitu terkait pada membran apikal sel. Gen ini secara normal

berfungsi sebagai saluran klorida di dalam membran sel epitel, sehingga mempengaruhi

aliran klorida ke seluruh sel tubuh. Tanpa protein ini, sekret mengering menjadi kental dan

akan menyumbat hampir seluruh sistem dalam tubuh. Sistem tubuh yang terutama

terpengaruh oleh akumulasi mukus adalah sistem pernafasan dan pencernaan dan juga

sistem reproduksi. (Corwin, 2009).

3

2.2. Etiologi

Penyakit cystic fibrosis ini disebakan oleh mutasi pada gen pengatur konduktansi

transmembran fibrosis kistik (cystic fibrosis transmembrane conductance regulator/CFTR)

yang terletak pada kromosom 7. CFTR berfungsi sebagai kanal klorida yang diatur oleh

adenosine monofosfat siklik (cAMP) pada permukaan apeks saluran nafas dan sel epitel

lain. Struktur dan fungsi CFTR Protein terdiri 1480 asam amino. CFTR adalah anggota dari

kelas protein disebut kaset ATP-binding (ABC). Protein mencakup membran sel di dua

titik yang berdekatan untuk membentuk saluran pusat. Protein CFTR juga memiliki dua

domain mengikat nukleotida (NBD 1 dan 2), yang mampu membuka dan menutup saluran

dengan hidrolisis ATP. Fungsi CFTR sebagai saluran untuk klorida dan (pada tingkat lebih

rendah) ion bikarbonat, dan aliran ion diatur oleh protein kinase A. CFTR merupakan

bagian dari perakitan multi-protein dalam membran plasma apikal. dan terlibat dalam

regulasi sejumlah proses seluler. Secara khusus ia bertindak untuk down-mengatur aktivitas

saluran transepitelial natrium (ENaC) di membran epitel apikal, interaksi dengan

konsekuensi penting untuk efek di paru-paru. Selain itu, juga berinteraksi dengan saluran

kalsium-diaktifkan klorida, kalium saluran, transport natrium bikarbonat. Variabilitas

dalam fungsi protein lainnya adalah pengubah potensi fenotipe CF. CFTR juga mampu

membentuk dimer dalam membran plasma, yang dapat bertindak untuk meningkatkan

aktivitas saluran dan / atau mengurangi pengambilan endocytic CFTR dari membran. Hal

ini yang terjadi pada pasien dengan cystic fibrosis yang mengalami kegagalan gen yang

tidak berfungsi dengan efektif sehingga menyebabkan kekentalan dan lengketnya mukus

serta sangat asinnya keringat yang menjadi ciri utama cystic fibrosis.

Gambar. 1. Protein CFRT

(cystic fibrosis transmembrane conductance regulator)

4

Mutasi gen CFTR ini sendiri menyebabkan perubahan metabolik yang kompleks,

mengenai banyak sistem, ditandai dengan kelainan eksokrin seperti kelenjar keringat dan

pancreas, serta kelenjar yang memproduksi mucus seperti kelenjar yang terdapat pada

saluran respiratorik, saluran cerna dan saluran reproduksi. (Nastiti, 2010).

2.3. Faktor resiko

Adapun beberapa faktor yang menjadi faktor resiko terjadinya cystic fibrosis yang

memperburuk keadaan pasien, di antaranya :

Riwayat keluarga merupakan faktor resiko cystic fibrosis karena gen yang

ditransmisikan. Keluarga biologis dari individu yang terkena cystic fibrosis disebut

konseling genetik. Mereka diarahkan untuk dapat membuat pilihan informasi

tentang rencana keluarga tentang perawatan pasien cystic fibrosis.

Gambar 2. Bagan genetika Cystic fibrosis

Faktor penurunan fungsi paru termasuk sering mengalami infeksi masa kanak-

kanak, status gizi yang buruk, Insufisiensi pancreas, paparan iritasi pernafasan

seperti asap rokok.

Status ekonomi yang rendah, di hubungkan dengan perawatan yang kurang optimal

lewat kunjungan rawat jalan atau akses perawatan khusus yang sangat penting

untuk kesembuhan pasien dengan cystic fibrosis (Michele Geiger-Bronsky.2008.

5

2.4. Patofisiologis

CFTR memiliki fungsi multiple dan kompleks pada paru, sinus, kelenjar keringat,

dan epitel pada organ reproduksi, intestinal, hepar, dan renal. Ketika terjadi gangguan

fungsi CFTR, akan terjadi patologi organ spesifik pada kesemuanya kacuali pada ginjal.

Pada kondisi normal protein CFTR berperan sebagai kanal klorida dan memastikan

terdapat pergerakan elektrolit dan air yang cukup melewati membran. CFTR juga berperan

pada banyak regulasi lainnya, termasuk inhibisi transport sodium melalui kanal sodium

epitel, regulasi kanal ATP, regulasi transport vesikel intraseluler, acidifikasi organel

intraseluler, dan menghambat aktivasi kalsium endogen oleh kanal klorida. Selain itu

CFTR juga terlibat dalam pertukaran bikarbonat-klorida. Telah terbukti bahwa terdapat

korelasi antara sufisiensi pankreas dan konduktansi mediated bikarbonat CFTR. Defisiensi

dalam sekresi bikarbonat menyebabkan solubilitas mucin yang rendah dan berakibat pada

agregasi mucin pada lumen. cAMP yang mengarahkan pada fosforilasi dan pembukaan

kanal. Dalam sel-sel epitel normal (seperti yang melapisi paru-paru), arus keluar ion Cl-

dari sel yang berlawanan dengan reabsorpsi natrium (Na) mengakibatkan keseimbangan air

di dalam lumen untuk menjaga cairan periciliary dan mukus rheologi optimal. CFTR juga

mengarahkan aktivitas kanal ion lain dalam sel, khususnya yang berperan dalam absorbsi

Na dari permukaan membran luminal. Sel dengan defek CFTR menyebabkan penyerapan

berlebihan Na melalui saluran natrium epitel. Hal ini mengakibatkan hyperviscositas dari

lapisan lendir di dalam lumen saluran napas dan clearance mukosiliar terganggu yang

kemudian mengakibatkan adhesi mucus pada permukaan saluran nafas yang menyebabkan

kegagalan untuk membersihkan mukus dari saluran nafas melalui mekanisme siliari

maupun batuk. Fungsi CFTR lain adalah pengenalan bakteri yang menginvasi. Pada sel

normal, lipopolisakarida Pseudomonas aeruginosa dikenali oleh CFTR kemudian

mengalami endositosis oleh sel. Fungsi ini tampaknya menjadi kunci dalam

mengkoordinasikan respon imun bawaan yang efektif terhadap infeksi P.Aeruginosa, yang

merupakan infeksi bakteri kronis paru-paru paling sering pada CF. (Corwin, 2009)

6

2.5. Manifestasi klinis

Manifestasi klinis pada pasien dengan cystic fibrosis antara lain :

1. Pada saluran pernafasan, dapat terjadi :

Tanda-tanda awal : pernafasan mengi, batuk kering, nonproduktif

Tanda-tanda lanjut : Dispnea akibat akumulasi secret yang kental dalam

brokiolus dan alveoli, batuk proksimal, adanya emfisema obstruksi dan area

atelektasis yang inkomplet, Bunyi ronchi pada auskultasi akibat secret kental yang

menyumbat jalan nafas

Infeksi jalan nafas kronis oleh Staphyloccocus Aureus, Pseudomonas Aeruginosa,

yang kemungkinan disebabkan oleh cairan permukaan jalan nafas yang abnormal

dan kegagalan pada pertahanan paru

Dada gentong (barrel chest), sianosis, dan jari tabuh (clubbing of fingers and

toes) akibat hipoksia kronis

2. Pada Sistem Gastrointestinal dapat terjadi :

Feses berbau, besar, keras, cair dan berbau busuk

Nafsu makan sangat besar (di awal penyakit)

Nafsu makan hilang (di akhir penyakit)

Kegagalan tumbuh kembang : Berat badan turun, pelisutan jaringan, gagal

tumbuh, gangguan pertumbuhan tulang, ekstremitas kurus dan kulit pucat

Adanya tanda-tanda defisiensi vitamin A,D,E,K

Anemia

Sindrom ileus mekonium pada bayi akan ditemukan dengan distensi abdomen,

ketidak mampuan buang air besar dan emesis. Pada anak dan dewasa muda terdapat

sindrom yang dinamakan ekuivalen ileus mekonium atau obstruksi intestinal distal.

Sindrom tersebut ditemukan dengan gejala nyeri pada kuadran kanan bawah,

penurunan selera makan, emessi dan sering kali dengan massa yang dapat teraba.

3. Pada sistem urogenital

Awitan pubertas yang terlambat sering dijumpai. Pola maturasi yang terlambat terjadi

akibat penyakit paru yang kronik dan nutrisi yang inadekuat pada fungsi endokrin

reproduktif dapat menyebabkan kemandulan (lebih banyak pada pria) dengan tanda

adanya azoospermia yang mencerminkan obliterasi vas deferns. (Somantri, 2009).

7

2.6. Komplikasi

Komplikasi yang bias muncul dari pasien dengan Cystic fibrosis antara lain :

1. Obstruksi saluran kelenjar (yang menimbulkan penebalan peribronkial), akibat

peningkatan viksositas secret bronkus, pancreas dan kelenjar yang lain.

2. Atelektasis atau emfisema akibat efek yang ditimbulkan oleh fibrosis cytic pada paru

3. Diabetes, pankreatitis, dan gagal hati akibat efek yang ditimbulkan pada intestine,

pancreas dan hati.

4. Malnutrisi dan malabsorbsi vitamin laruk lemak (A,D,E,K) akibat defisiensi tripsin,

amylase serta lipase (yang terjadi karena obstruksi duktus pankreatikus sehingga

konversi dan absorbsi lemak serta protein di dalam traktus intestinal tidak tejadi)

5. Kurang sperma dalam semen (azoospermia)

6. Amenore sekunder dan peningkatan produksi lendir dalam saluran reproduksi sehingga

menghalang saluran ovum. (Kowalak, 2011)

Tabel 1. Keadaan lain yang mungkin terjadi pada pasien dengan cystic fibrosis antara lain :

Keadaan Pasien CF9%)Perkembangan pubertas yang terlambat 100%Infertilitas (vas deferens dan epididimis tidak ada/tersumbat)

98%

Infertilitas perempuan 20%Insufisiensi pancreas 85%Polip hidung 15-20 %Sinusitis simtomatik 10 % anak-anak

25 % orang dewasaProlaps rectum 20% anak-anakDemineralisasi tulang (defisiensi vitamin D) SeringOsteoartropati hipertrofik 15 % orang dewasaBatu empedu 10-30 %Sirosis biliaris 5 % orang dewasa

Sumber : Jeremy P.T Ward, Jane Ward.2007. At a Glance Sistem respirasi. Jakarta.

Erlangga.

8

2.7. Pemeriksaan penunjang

1. Tes keringat (sweat chloride test)

Merupakan pemeriksaan diagnostik rutin pilihan. Kadar natrium dan klorida keringat

sama-sama meningkat di atas 60 mmol/L. Uji keringat dilakukan dengan memasukkan

pilokarpin ke dalam kulit di daerah lengan atas dengan bantuan arus listrik sebesar 3

mA (iotroposis). Pada bayi, hal ini dapat dilakukan di daerah punggung bagian atas.

Setelah kulit dibersihkan dengan air suling, keringat ditampung dengan kertas saring.

Jumlah klorida ditentukan dengan kloridameter. Jumlah keringat yang diperiksa paling

sedikit 50 mg, paling baik 100mg. Nilai normal rata-rata konsentrasi klorida dibawah

30 mmol/L. nilai di antara 30-60 mEq/L mungkin kondisi heterozygous carriers dan

tidak dapat diindentifikasi dengan tes keringat ini. Biasanya menggunakan metode

Iontophoresis pilocarpine. Tes keringat dapat memberikan hasil yang kurang akurat

pada bayi yang sangat kecil karena bayi ini mungkin tidak memproduksi cukup

keringat untuk memberikan hasil pemeriksaan yang valid. Tes tersebut kadang perlu di

ulang. Pada pasien yang dicurigai, tetapi menunjukkan hasil uji keringat yang

meragukan atau normal, dapat dilakukan pengukuran beda potensial mukosa hidung.

Pada fibrosis kistik terdapat beda potensial yang meningkat, yang dapat dihilangkan

dengan pemberian amilorida topical. Untuk menentukan varian fibrosis kistik, dapat

dilakukan penyuntikan kombinasi isoproterenol dan atropine ke dalam kulit yang akan

menghilangkan kemampuan berkeringat. (Nastiti, 2010)

2. Tes genetika

Reaksi rantai polymerase (Polymerase chain reaction (PCR)) pada darah berguna bila

diketahui ada mutasi genetika. Pencarian mutasi tersering dengan skrining

menggunakan PCR berhasil mengidentifikasi lebih dari 90 % kasus

3. Uji tapis ( screening test)

Hingga usia 1 bulan, uji tapis dilakukan adalah uji pemeriksaan tripsin dalam serum

dengan radioimmunoassay. Uji ini memiliki sensivitas 9,95 dan spesifikasi di atas 0,09.

Uji pertama kali dilakukan pada usia 3-4 hari dan diulang pada minggu ke 3-4. Upaya

uji tapis pada usia dini hingga sekarang masih menimbulkan perbedaan pendapat.

Meskipun pertumbuhan dan kelainan paru dapat diantisipasi lebih dini, dikhawatirkan

dapat menimbulkan kecemasan yang berkepanjangan pada keluarga terutama orangtua.

9

4. Tes Prenatal

Untuk tes prenatal dapat dilakukan dua cara yaitu sebelum konsepsi dan sesudah

konsepsi. Pasangan dengan resiko, sebelum konsepsi dapat diperiksa melalui

pemeriksaan gen dengan cara probing. Hasilnya dapat memberikan informasi penuh,

informasi sebagian, atau tidak memberikan informasi. Bila informasi penuh (kedua

orangtua memiliki kromosom yang mengandung gen fibrosis kistik), maka dapat

dilakukan pemeriksaan analisa DNA dengan Restriction Fragment Length

Polymorphism dari vili korion pada trimester pertama (minggu ke 8-10) sehingga dapat

diputuskan apakah kehamilan perlu dihentikan atau tidak. Bila uji hanya memberikan

informasi sebagian, dianjurkan melakukan pemeriksaan tambahan yaitu pemeriksaan

enzim yang dihasilkan oleh mikrovili yang terdapat di dalam cairan amnion peptidase

M pada usia kehamilan 18 minggu.

5. Radiologi

Sebelumnya pada foto thorax tampak bronkiektasis lobus atas, walaupun kemudian

menjadi lebih difusi. Jika ada keraguan dapat diperiksa dengan Comuted temoography

6. Tes fungsi paru

Tampak obstruksi saluran nafas dengan kenaikan volume residu. Sering terdapat

reversibilitas signifikan dan hal ini harus dinilai. Rata-rata fungsi paru menurun sekitar

3 % per tahun. Kerusakan fungsi paru berhubungan erat dengan mortalitas pada tahap

lanjut.

7. Mikrobiologi sputum : terjadi kenaikan kolonisasi Pseudomonas Aeroginosa pada

sebagian pasien yang membutuh terapi yang lebih intensif. Burkholderia cepacia juga

semakin banyak ditemukan dan merupakan penyebab yang penting kerana terjadi

penularan antar pasien yang bias lebih cepat menurunkan fungsi paru. Kemungkinan

penderita perlu dipisahkan. Pathogen pernafasan penting lain diantaranya adalah

mikrobakteria atipik dan Staphylococcus Aureus (MRSA)

8. Pemeriksaan rutin lain : hitungan darah lengkap, ureum dan elektrolit, tes fungsi hati

glukosa, hemoglobin terglikasi (Hba1C), tes toleransi glukosa untuk diabetes.

Ultrasonografi abdomen untuk hipertensi portal.

10

2.8. Penatalaksanaan

Karena penyakit cystic fibrosis merupakan penyakit yang bersifat progresif dan

berlangsung sepanjang hidup pasien, diperlukan penataan yang cermat, terencana dan

komperhensif, baik secara medis maupun psikososial dan secara agresif dimulai sejak dini.

(sebelum terjadi kelainan paru yang luas dan permanen), dengan melibatkan banyak

disiplin ilmu seperti dokter, paramedis, psikoterapis, fisioterapis, ahli gizi, pekerja sosial

serta pasien dna keluarga. Oleh karena itu Pasien membutuhkan pemantauan teratur pada

unit khusus. Tujuan utama penatalaksanaan (perawatan) pada pasien dengan cytic fibrosis

adalah sedapat mungkin mengupayakan pasien hidup dengan normal, tanpa terlalu

membatasi aktivitasnya sesuai dengan kemampuan fisik. Tujuan yang lain adalah untuk

menghentikan atau mengurangi progresivitas penyakitnya, mengupayakan pertumbuhan

yang optimal dan menekan dampak psikososial hingga seminimal mungkin (Nastiti, 2010).

Adapun terapi yang diberikan kepada pasien cystic fibrosis antara lain:

1. Terapi farmakologi : Obat-obatan yang di berikan pada pasien dengan cystic fibrosis

antara lain :

Antibiotik

Pemberian antibiotik untuk melawan bakteri pathogen yang terisolasi dari saluran

nafas pasien cyctic fibrosis merupakan langkah yang penting terdapat dua prinsip

pemberian antibiotik yaitu antibiotik diberikan sesuai dengan isolasi kultur yang

dilakukan secara periodik dan juga dengan mempertimbangkan tujuan akhir

pengobatan serta durasi. Cara pemberian antibiotik dapat diberikan secara beragam,

dapat di berikan secara tunggal atau multiple, berselang atau kontinyu, peroral atau

perenteral. Antibiotik peroral diberikan bila terdapat gejala infeksi respiratorik yang

ringan atau bila hanya ditemukan kuman pathogen pada pemeriksaan secret saluran

nafas. Antibiotik perenteral diberikan bila terdapat gejala infeksi paru yang progresif

atau tidak berkurang dengan berbagai upaya intensif, pengobatan sebaiknya

dilanjutkan sampai 2 minggu dan dapat dilakukan dengan perawatan di rumah. Untuk

pengobatan jangka panjang juga telah dicoba pemberian aminoglikosida aerosol,

apabila tidak terjadi perbaikan hendaknya diperkirakan kemungkinan terjadinya gagal

jantung, saluran respiratorik yang hiperreaktif, infeksi jamur, mikobakterium atau

11

kuman yang tidak lazim. Berikut ini tabel antibiotik yang dapat diberikan pada pasien

dengan Cystic fibrosis rawat jalan.

Bakteri pathogen Antibiotic Dosis anak Dosis dewasaStaphylococcus aureus

Pilahan antibiotik :DikloksasilinCephaleksinAmosisilin/klavulanatEritromisinKlaritomisinAzitromisin

Klindamisin

6,25-12,5 mg/kg 4x/hari12,5-25 mg/kg 4x/hari12,5-22,5 mg/kg dari amosisilin15mg/kg 3x/hari7,5 mg/kg 2x/hari10 mg/kg dosis inisial diikuti dengan 5 mg/kg/hari3,5-7 mg/kg 3x/hari

250-500 mg 4x/hari500 mg 4x/hari400-875 mg dari amosisilin500mg 2x/hari500 mg/2x/hari500 mg dosis inisial diikuti dengan 250 mg /hari150-450 mg 3-4x/hari

Haemophilus influenza

Pilihan antibiotik : AmoksisilinAmoksisilin/klavulanat

Sefalosporin generasi kedua/ketiga :Cefuroksime asetilCefprozilCefiksim

25-50 mg/kg 2x/hari12,5-22,5 mg/kg dari amoksisilin 2x/hari

15-20 mg/kg 2x/hari7,5-15mg/kg2x/hari4mg/kg 2x/hari

500-875 mg 2x/hari400-875 mg dari amoksisilin 2x/hari

250-500mg 2x/hari250-500mg 2x/hari250-500mg 2x/hari

Pseudomonas aeruginosa

Pilihan antibiotik :CiproflokasasinTobramisin via inhalasiKolistin via inhalasi

10-15mg/kg 2x/hari300mg dengan nebulizer 2x/hari150 mg dengan nebulizer 2x/hari

500-750 mg 2x/hari300mg dengan nebulizer 2x/hari150mg dengan nebulizer 2x/hari

12

Bronkodilator

Keadaan hiperreaktif saluran repirologik ditemukan 15% kasus, merupakan akibat

asma atau infeksi jamur. Sebagai bronkodilator dapat dipakai beta-adrenergik agonis

inhalasi dan obat simpatomimetik per oral termasuk teofilin yang lepas berkala

(sustain relased). Karena teofilin per oral pada pasien fibrosis kistik sering

menimbulkan gejala gastrointestinal maka dapat dicoba cromolyn sodium atau

ipratropium hidroklorida.

Obat-obat inflamasi

Sebagai obat antiinflamasi dapat dipergunakan kortikosteroid terutama untuk

mengurangi reaksi inflamasi pada infeksi endobronkial atau mengurangi sekresi

mukus. Selain itu, kortikosteroid dapat memperlambat progresi kelainan paru yang

ringan dan sedang. Karena efek samping seperti hiperglikemia dapat terjadi,

dianjurkan penggunaan dosis rendah yaitu 2 mg/kg BB atau dosis lebih besar terapi

dengan pemberian berseling. Pada hiperreakvitas bronkus, kortokosteroid dapat

diberikan per inhalasi

Ekspektoran

Obat sistemik seperti iodide dan gaufenensi tidak dapat membantu pengeluaran secret

secara efektif dari saluran respiratorik.

2. Terapi respirologik

Terapi inhalasi : sebelum dan seduah dilakukan drainase postural segmental,

seringkali diberikan cairan dan obat secara inhalasi (aerosol). Sebagian larutan dasar

aerosol adalah garam fisiologis. Jika perlu, misalnya karena saluran respiratorik yang

hiperreaktif, dapat ditambahkan albuterol datau beta antagonia lainnya. Akan tetapi

beta antagonis dapat menurunkan PaO2 kerana meningkatkan ketidaksesuaian

ventilasi-perfusi dan menurunkan tonus dinding saluran respiratorik sehingga pada

saat ekspirasi dapat terjadi kolaps. Fisioterapi dada : dilakukan untuk sekresi mukus

secara optimal, tindakan fisioterapi dada dapat di optimalkan kepada semua individu

penderita cystic fibrosis.

3. DNAase rekombinan digunakan untuk memperbaiki viksositas sputum dan

membantu bersihan dengan menghancurkan DNA bakteri dalam sputum. Sepertiga

sampai setengah pasien menunjukkan perbaikan fungsi paru dengan terapi ini

13

4. Imunisasi Influenza seperti pada pasien penyakit paru berat

5. Nutrisi ; suplemen nutrisi seringkali dibutuhkan untuk menyediakan asupan kalori

yang tinggi dan perlu dilakukan enterostomi makanan untuk pemberian asupan apada

pasien dengan kondisi berat. Enzim pancreas diberikan melalui mulut untuk

memperbaiki pencernaan dan mengurangi malabsorbsi. Diberikan juga suplemen

vitamin larut lemak (A,D,E,K) serta insulin bagi diabetes.

6. Olahraga/latihan

Olahraga juga penting dilakukan setiap hari selain fisioterapi dada. Olahraga tidak

hanya menstimulasi sekresi mucus tetapi juga memberi rasa nyaman dan peningkatan

harga diri. Pada beberapa kasus, latihan dapat diganti dengan fisioterapi dada.

Latihan aerobik apapun yang disukai pasien harus di lakukuan, tujuan utama latihan

fisik adalah membentuk pola nafas yang baik.

7. Transplantasi paru : transplantasi paru atau jantung paru harus dipertimbangkan

pada pasien dengan perkiraan FEV1<30%. Angka harapan hidup 5 tahun setelah

trnasplantasi sekitar 55%.

8. Terapi gen : Sejauh ini jenis terapi ini belum terbukti efektif secara klinis. CFTR

biasa mengenai epitel pernafasan namun pada saat ini hanya dalam jumlah sedikit

yang tidak cukup umtuk mengembalikan kelainan sekresi jalan nafas. Pada masa

mendatang, diharapkan terapi gen dapat menyembuhkan penyakit ini.

9. Penelitan lain dilakukan untuk meneliti penggunaan suplemen yaitu sebagai berikut :

Glutation, antioksidan yang terjadi secara alamiah yang melindungai paru

dari kuman dan polutan. Pasien penidap fibrosis kistik memiliki kadar

glutation paru yang rendah. Glutation diberikan secara inhalasi atau sebagai

suplemen oral yang dapat menurunkan stress oksidatif pada pasien yang

akhirnya menurunkan kerusakan sel dan inflamasi paru.

Cucumin, komponen pada rempah kunyit yang berwarna terang dan beraroma

tajam. Penelitian pada hewan menunjukkan cucumin dapat menstimulasi

fungsi regulator transmembran fibrosis kistik. Uji coba klinis fase 1 tengah

dilakukan untuk menguji apakah pada manusia menunjukkan efek yang sama.

(Elizabeth Corwin.2009).

14

10. Perawatan di rumah dan dukungan keluarga

Rencana perawatan di rumah haruslah dipersiapkan dengan baik. Penggunaan

peralatan inhalasi haruslah diketahui oleh keluarga yang merawat pasien dengan

cystic fibrosis, orangtua perlu mempelajari diet bergizi dengan jumlah lemak yang

dapat di toleransi dan peningkatan protein dan karbohidrat juga penting diajarkan

kepada orangtua. Selain itu juga aspek penting yang perlu diperhatikan adalah

fisioterapi dada dan latihan pernafasan. Keberhasilan pernafasan bergantung pada

pengobatan yang teratur dan tepat. Orangtua harus memperlajari kebutuhan dan

intensitas pengobatan sesuai dengan kebutuhan anak. Selain itu juga pemberian

antibiotik haruslah diperhatikan, keluarga/orangtua harus mendapat informasi tentang

obat dan kemungkinan efek sampingnya. Perawat dapat membantu keluarga dengan

menghubungi berbagai sumber yang menyediakan bantuan untuk keluarga dengan

cystic fibrosis seperti halnya Cystic Fibrosis Fundation memiliki cabang dibeberapa

daerah di seluruh Amerika. Oleh karena itu pentinglah perawatan yang tepat oleh

keluarga dengan dukungan yang positif bagi klien yang menderita cystic fibrosis.

15

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1. Pengkajian

Pada proses pengkajian keperawatan dengan mengumpulkan data sesuai dengan kebutuhan

klien. Proses pengkajian keperawatan harus dilakukan sesuai dengan masalah dan

kebutuhan klien. Perawat melakukan wawancara dan pemeriksaan fisik, data yang

kumpulkan meliputi:

1. Identitas Klien

Perawat perlu mengetahui dan mengkaji : nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama

atau kepercayaan, suku. bangsa, dll. Penyakit cystic fibrosis merupakan penyakit

genetik (keturunan) yang dialami baik laki-laki maupun perempuan dan terlebih pada

usia anak-anak dengan populasi terbanyak suku berkulit putih.

2. Keluhan Utama

Pasien dengan cystic fibrosis sering mengeluh batuk berdahak yang persisten, batuk

juga sering kali disertai darah, demam, sesak nafas, abnormalitas kelenjar keringat dan

penurunan berat badan.

3. Riwayat penyakit sekarang

Pada riwayat penyakit sekarang, klien dengan cystic fibrosis menunjukkan adanya

mutasi genetik yang membetuk protein CFTR yang terletak pada kromosom ke 7.

4. Riwayat penyakit dahulu

Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit seperti TBC, bronchitis,

pneumonia atau penyakit lainnya untuk mengetahui faktor predisposisi

5. Riwayat kesehatan keluarga

Pada pasien dengan cystic fibrosis perlu dikaji apakah ada anggota keluarga yang

menderita penyakit yang juga dapat diketahui sebagai cystic fibrosis. Pada klien dengan

cystic fibrosis, orang tua memiliki carrier dari gen resesif CFTR, baik keduan orangtua,

ataupun salah satunya yang juga menderita cystic fibrosis.

6. Riwayat Psikososial

Perawat perlu mengkaji perasaan klien terhadap penyakit yang di derita. Pasien dengan

cystic fibrosis biasanya memiliki masalah psikososil akibat penyakit yang di derita.

16

1.1. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik pasien dengan cystic fibrosis yang dapat dikaji :

1. B1 (Breath) : Klien biasa mengeluh sesak nafas, batuk yang terus menerus, sehingga

kebutuhan oksigen di jaringan menurun dengan tanda sianosis.

2. B2 ( Blood) : Pada pasien dengan cystic fibrosis mungkin akan ditemukan

hiperglikemia akibat produksi mukus yang berlebihan yang kemudian merusak

pancreas sehingga tidak mampu menghasilkan insulin dengan baik.

3. B3 ( Brain) : Takikardi, penurunan kesadaran bila terjadi hipoksia akibat kegagalan

pernafasan

4. B4 (Bleder) : Tidak terjadi gangguan pada bleder.

5. B5 (Bowel) : Pada pasien dengan cystic fibrosis, dapat dijumpai adanya penurunan

berat badan meskipun selera makan baik (awal penyakit) dan di akhir penyakit nafsu

makan menurun, nyeri abdomen akibat banyaknya gas dalam usus sebagai akibat dari

disfungsi enzim digestin. Dapat juga di jumpai klien mengeluh diare. Feses berbusa,

keras cair dan berbau busuk. Pada bayi ditemukan ileus mekonium: distensi abdomen,

muntah, tidak bisa defekasi, cepat mengalami dehidrasi.

6. B6 (Bone) : Pasien cystic fibrosis biasa nampak lemah dan lesu, retradasi

pertumbuhan tulang, kulit yang pucat dengan turgor yang jelek.

1.2. Analisa Data

Data Etiologi Masalah KeperawatanDS : Batuk lendir, sesak

nafas, batuk semakin memburuk

DO : Peningkatan RR, suara nafas : ronchi, sputum purulen

Hyperviscositas dari lapisan lendir di dalam lumen saluran

napas dan clearance mukosiliar terganggu

Adhesi mucus pada permukaan saluran nafas

Kegagalan untuk membersihkan mucus

Penebalan mucus pada saluran nafas

Ronchi

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

17

DS: Sesak, batuk produktif

DO : Batuk berlendir, obstruksi jalan nafas (polip nasal), ketidak normalan AGD,

Adhesi mucus pada permukaan saluran nafas

Penebalan mucus pada saluran nafas

Penumpukan mukus

Alveoli tertutup alveoli

Proses difusi terganggu

Gangguan pertukaran gas

Gangguan pertukaran gas.

DS : Sesak nafas, batuk terus menerus

DO: Sputum purulen, obstruksi bronkus

Kelainan gen CTFR

Cystic fibrosis

Penebalan mucus

Kegagalan membersihan mucus (batuk/siliari)

Reaksi Inflamasi

Produksi Mucus di bronkus meningkat

Obstruksi bronchial

Pola Nafas tidak efektif

DS : DemamDO: Demam+, S : >37,5 C.

Gangguan fungsi CFTR

Bakteri tidak teridentifikasi oleh system imun

Reaksi inflamasi paru

Hipertermi

18

1.3 Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d secret mucus yang kental, serta kemampuan

batuk yang tidak efektif

2. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran alveoli/kapiler paru

3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi trakeobronkial

4. Hipertemi b.d proses inflamasi

1.4. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan

Kriteria Hasil Intervensi

1 Bersihan Jalan Nafas tidak Efektif b/d sekresi mukus kental, serta kemampuan batuk yang tidak efektif

NOC :

Re Respiratory status : Ventilation

  Respiratory status : Airway patency

Kriteria Hasil:

Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah)

Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)

NIC : Monitor status oksigen

pasienR /sebagai data dasar dalam menentukan intervensi selanjutnya.

Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahanR /suara tambahan menunjukan adanya penumpukan sekret

Lakukan fisioterapi dada,postural drainase,vibrasi dan clapping jika perluR /untuk meningkatkan mobilisasi sekresi yang mengganggu oksigenasi. Pantau sputum untuk mengefektifkan terapi.

Ajarkan teknik batuk efektif.R /membantu mengeeluarkan sputum.

Lakukan nebulaiser sesuai indikasiR /aerosol berfungsi untuk mengencerkan dahak untuk dikeluarkan

Berikan cairan sekurang-kurangnya 3 liter perhari atau sesuai indikasiR /hidrasi membantu mengencerkan dahak

Berikan O2 sesuai

19

indikasi Berikan bronkodilator

bila perlu2 Gangguan Pertukaran gas b.d

penurunan difusi ditandai dengan pasien mengeluh sesak napas, hipoksia, hipoksemia, cyanosis

Definisi : Kelebihan atau kekurangan dalam oksigenasi dan atau pengeluaran karbondioksida di dalam membran kapiler alveoli

NOC :

R Respiratory status : Ventilation  Respiratory status : Airway

patency  Vital sign Status

Criteria hasil:

Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat

Mendemonstrasikan tidak ada sianosis dan dyspneu,sesak napas

Tanda tanda vital dalam rentang normal

Laboratorium (AGD) dalam batas normal.

NIC : Monitor rata – rata,

kedalaman, irama dan usaha respirasiR /sebagai data dasar dalam menentukan intervensi selanjutnya.

Pantau tanda-tanda vital, irama jantung,AGD dan hemoglobinR /perubahan salah satu parameter tersebut dapat mengindikasikan keparahan penyakit

Ajarkan pada pasien teknik bernapas dan relaksasiR /meminimalisir penggunaan oksigen.

Jelaskan penggunaan alat bantu yang diperlukanR /mengurangi tingkat kecemasan pasien oleh karena alat bantu.

Informasikan kepada pasien bahwa merokok itu dilarang.

Berikan oksigen3. Pola nafas tidak efektif

berubungan dengan obstruksi

trakeobronkial

NOC Respiratory status:

Ventilation Respiratory status: Airway

patency Vital sign StatusKriteria Hasil Mendemonstrasikan batuk

efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)

Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan

NICAirway Management- Buka jalan nafas, gunakan

teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu.

- Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

- Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan.

- Pasang mayo bila perlu- Lakukan fisioterapi dada

jika perlu- Keluarkan sekret dengan

batuk atau suction- Auskultasi suara nafas,

catat adanya suara tambahan

- Lakukan suction pada

20

dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)

Tanda-tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan).

mayo- Berikan bronkodilator bila

perlu- Berikan pelembab udara

Kassa basah NaCl lembab- Atur intake untuk cairan

mengoptimalkan keseimbangan.

- Monitor respirasi dan status O2.

Oxygen Therapy- Bersihkan mulut, hidung

dan secret trakea- Pertahankan jalan nafas

yang paten- Atur peralatan oksigenasi- Monitor aliran oksigen- Pertahankan posisi pasien- Observasi adanya tanda-

tanda hipoventilasi- Monitor adanya

kecemasan pasien terhadap oksigenasi

Vital Sign Monitoring- Monitor TD, nadi, suhu

dan RR- Catat adanya fluktuasi

tekanan darah- Monitor VS saat pasien

berbaring, duduk atau berdiri

- Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan

- Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama dan setelah aktivitas

- Monitor kualitas dari nadi- Monitor frekuensi dan

irama pernafasan- Monitor suara paru- Monitor pola pernafasan

normal- Monitor suhu, warna dan

kelembaban kulit- Monitor sianosis perifer- Monitor adanya cushing

triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)

21

Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

4. Hipertermia b/d Peningkatan laju metabolisme sekunder dari reaksi sistemis silica ditandai dengan demam, kelamahan, hasil lab tes serologi mengalami peningkatan.

Definisi : suhu tubuh naik diatas rentang normal

NOC : Thermoregulasi Suhu tetap normal Nadi dalam batas normal Leukosit dalam batas

normal (5000-10000mg/dl) Akral tidak panas

NIC : Monitor suhu sesering

mungkinR /untuk meyakinkan perbandingan data yang akurat

Monitor IWLR /sebagai data dasar dalam menentukan intervensi selanjutnya

Monitor warna dan suhu kulitR /kulit kemerahan dan akral panas menandakan adanya peningkatan suhu

Monitor tekanan darah, nadi dan RRR /perubahan salah satu parameter pemeriksaan menandakan adanya peningkatan suhu tubuh.

Monitor penurunan tingkat kesadaranR /perubahan tingkat kesadaran menandakan hipoksia jaringan otak

Monitor WBC, Hb, dan HctR /perubahan salah satu laboratorium menandakan adanya peningkatan suhu tubuh

Monitor intake dan outputR /sebagai data dasar dalam menentukan intervensi

Berikan cairan intravenaR /hidrasi dapat menurunkan suhu.

Kompres pasien pada lipat paha dan aksilaR /untuk menurunkan panas

22

Atur pemberian antibiotic dan antipiretikR /antibiotic mengurangi infeksi dan antipiretik menurunkan panas.

BAB IV

STUDI KASUS

4.1. Kasus

Seorang anak perempuan berusia 10 bulan dari Ras Kaukasia di bawa keluarga ke

RS dengan keluhan utama sesak nafas. Ibu klien mengatakan bahwa anaknya demam sejak

1 hari yang lalu, batuk berlendir serta ibu mengatakan bahwa anaknya pernah mengalami

Bronkitis sejak lahir dan sering mendapatkan pengobatan antibiotik, Ibu klien mengatakan

bahwa suaminya adalah penderita cystic fibrosis. Dari pemeriksaan TTV : S : 39 C, N :

132x/menit, RR: 40 x/menit, bunyi nafas ronchi di lobus kanan atas. Hasil pemeriksaan

laboratorium : Foto rotgen toraks memperlihatkan tanda-tanda sesuai dengan

bronkopneumonia, uji keringat iontoforesis pilokarpin kuantitatif kemudian dilakukan dan

ion CL- di dalam serum adalah 70 meq/L (nilai >60meq/L merupakan hasil tes positif).

Dokter mendiagnosa pasien cystic fibrosis.

A. Pengkajian

1. Keluhan utama

Klien mengeluh sesak nafas

2. Riwayat kesehatan sekarang

Keluarga mengatakan klien batuk berlendir

3. Riwayat kesehatan dahulu

Ibu klien mengatakan klien pernah menderita Bronkitis sejak lahir

23

4. Data pengkajian TTV klien

RR          : 40x/menit

N            : 132x/menit

S             : 39o C

5. Pemeriksaan fisik :

a. B1 (Breathing)

Sesak nafas, Respirasi 40x /menit, terlihat adanya penggunaan otot bantu nafas,

pada aukultasi terdengar ronchi di lobus kanan atas

b. B2 (Blood)

Nadi 132 x/menit. Terdengar suara S1 dan S2 secara teratur. Tidak terdengar

suara jantung tambahan.

c. B3 (Brain)

Kesadaran composmentis, Klien terlihat lemah dan lesu.

d. B4 (Bladder)

Tidak ada masalah pada bleder

e. B5 (Bowel)

BAB lunak feses berwarna kuning dan berlendir

f. B6 (Bone and Integumen)   

Klien nampak lemah dan lesu, kulit pucat.

6. Pemeriksaan Penunjang

Foto rotgen toraks memperlihatkan tanda-tanda sesuai dengan

bronkopneumonia

Uji keringat iontoforesis pilokarpin kuantitatif kemudian dilakukan dan ion

CL- di dalam serum adalah 70 meq/L (nilai >60meq/L merupakan hasil tes

positif).

Analisa Gas darah :

PaO2 : 75 mmHg (normal : 80-100 mmHg)

PaCO2 : 48 mmHg (normal 36-44 mHg)

Saturasi O2 : 91%

Analisa Data

24

Data Etiologi Masalah KeperawatanDS : Ibu klien

mengatakan anak batuk lendir

DO : Klien Nampak sesak, RR : 40x/menit, saturai ) Saturasi O2 : 91%

Hyperviscositas dari lapisan lendir di dalam lumen saluran

napas dan clearance mukosiliar terganggu

Adhesi mucus pada permukaan saluran nafas

Kegagalan untuk membersihkan mucus

Penebalan mukus pada saluran nafas

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

DS: Ibu klien mengatakan anak sesak, batuk-batuk

DO: Batuk berlendir, Bunyi ronchi di lobus kanan atasPaO2 : 75 mmHg

PaCO2 : 48 mmHg

Adhesi mukus pada permukaan saluran nafas

Penebalan mucus pada saluran nafas

Penumpukan mukus

Alveoli tertutup mukus

Proses difusi terganggu

Gangguan

pertukaran gas

DS : Ibu klien mengatakan anak demam sejak 1 hari lalu

DO: Demam+, S : 39 C.

Gangguan fungsi CFTR

Bakeri tidak teridentifikasi oleh system imun

Reaksi inflamasi paru

Hipertermi

B. Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d produksi/penebalan mucus pada saluran

nafas

25

2. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran alveoli/kapiler paru

3. Hipertemi b.d reaksi inflamasi paru.

C. Intervensi keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan criteria Hasil Intervensi

1 Bersihan Jalan Nafas tidak Efektif b/d sekresi mukus kental, serta kemampuan batuk yang tidak efektif

NOC :

Respiratory status : Ventilation  Respiratory status : Airway

patency

Criteria Hasil:

Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah)

Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)

NIC : Monitor status oksigen

pasienR /sebagai data dasar dalam menentukan intervensi selanjutnya.

Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahanR /suara tambahan menunjukan adanya penumpukan sekret

Lakukan fisioterapi dada,postural drainase,vibrasi dan clapping jika perluR /untuk meningkatkan mobilisasi sekresi yang mengganggu oksigenasi. Pantau sputum untuk mengefektifkan terapi.

Ajarkan teknik batuk efektif.R /membantu mengeeluarkan sputum.

Lakukan nebulaiser sesuai indikasiR /aerosol berfungsi untuk mengencerkan dahak sehingga mudah untuk dikeluarkan

Berikan cairan sekurang-kurangnya 3 liter perhari atau sesuai indikasiR /hidrasi membantu mengencerkan dahak

Berikan O2 sesuai indikasi

Berikan bronkodilator bila perlu

2 Gangguan Pertukaran gas b.d penurunan difusi ditandai

NOC :

R Respiratory status : Ventilation

NIC : Monitor rata – rata,

26

dengan pasien mengeluh sesak napas, hipoksia, hipoksemia, cyanosis

Definisi : Kelebihan atau kekurangan dalam oksigenasi dan atau pengeluaran karbondioksida di dalam membran kapiler alveoli

  Respiratory status : Airway patency

  Vital sign StatusCriteria hasil:

Dalam waktu 3x24 jam selama perawatan

Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat

Mendemonstrasikan tidak ada sianosis dan dyspneu,sesak napas

Tanda tanda vital dalam rentang normal

Laboratorium (AGD) dalam batas normal.

kedalaman, irama dan usaha respirasiR /sebagai data dasar dalam menentukan intervensi selanjutnya.

Pantau tanda-tanda vital,irama jantung,AGD dan hemoglobinR /perubahan salah satu parameter tersebut dapat mengindikasikan keparahan penyakit

Ajarkan pada pasien teknik bernapas dan relaksasiR /meminimalisir penggunaan oksigen.

Jelaskan penggunaan alat bantu yang diperlukanR /mengurangi tingkat kecemasan pasien oleh karena alat bantu.

Informasikan kepada pasien bahwa merokok itu dilarang.

Berikan oksigen3. Hipertermia b/d Peningkatan

laju metabolisme sekunder dari reaksi sistemis silica ditandai dengan demam, kelamahan, hasil lab tes serologi mengalami peningkatan.

Definisi : suhu tubuh naik diatas rentang normal

NOC :Termoregulasi

Criteria evaluasi: Suhu tetap normal Nadi dalam batas normal Leukosit dalam batas

normal (5000-10000mg/dl) Akral tidak panas

NIC : Monitor suhu sesering

mungkinR /untuk meyakinkan perbandingan data yang akurat

Monitor IWLR /sebagai data dasar dalam menentukan intervensi selanjutnya

Monitor warna dan suhu kulitR /kulit kemerahan dan akral panas menandakan adanya peningkatan suhu

Monitor tekanan darah, nadi dan RRR /perubahan salah satu parameter pemeriksaan menandakan adanya peningkatan suhu tubuh.

Monitor penurunan

27

tingkat kesadaranR /perubahan tingkat kesadaran menandakan hipoksia jaringan otak

Monitor WBC, Hb, dan HctR /perubahan salah satu laboratorium menandakan adanya peningkatan suhu tubuh

Monitor intake dan outputR /sebagai data dasar dalam menentukan intervensi

Berikan cairan intravenaR /hidrasi dapat menurunkan suhu.

Kompres pasien pada lipat paha dan aksilaR /untuk menurunkan panas

Atur pemberian antibiotic dan antipiretikR /antibiotic mengurangi infeksi dan antipiretik menurunkan panas.

BAB V

PENUTUP

1.1. Kesimpulan

Cystic fibrosis atau fibrosis kistik merupakan penyakit herediter yang ditandai perubahan

fungsi kelenjar eksokrin di seluruh tubuh. Perubahan ini menyebabkan terbentuknya

mukus kental dalam jumlah besar serta peningkatan konsentrasi natrium dan klorida di

dalam keringat. Penyakit cystic fibrosis ini disebakan oleh oleh mutasi pada gen pengatur

konduktansi transmembran fibrosis kistik (cystic fibrosis transmembrane conductance

regulator/CFTR) yang terletak pada kromosom 7. Asuhan keperawatan pada pasien

dengan cystic fibrosis meliputi tahapan Asuhan Keperawatan pada umumnya. Adapun

diagnosa keperawatan yang di tegakakan dalam kasus cystic fibrosis adalah bersihan

28

jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan secret mucus yang kental serta upaya

mengeluarkan secret yang buruk.

1.2. Saran

Melihat betapa pentingnya pengetahuan seorang mahasiswa (perawat) dalam melakukan

Asuhan Keperawatan maka dengan adanya makalah ini dapat menjadi bahan referensi

mahasiswa dalam melakukan Asuhan Keperawatan yang komprehensif kepada klien

dengan Cystic Fibrotis.

DAFTAR PUSTAKA

Bronsky, Michele.2008. Respiratory Nursing. New York: Springer Publishing Company.

Corwin, Elisabeth. 2009. Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC

Djojodibroto, Darmanto. 2009. Respirologi. Jakarta: EGC.

Kowalak, dkk. 2001. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.

29

Nastiti, dkk. 2010. Buku ajar Repirologi anak. Jakarta: IDAI.

Nurarif, A.H & HArdhi.K. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Diagnosa NANDA & NIC-NOC. Edisi revisi. Yogyakarta : Mediaction.

Soantri, Irman. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika .

Ward, Jeremy, dkk. 2007. At a Glance Sistem pernafasan. Jakarta : Erlangga

West, John B. 2010. Patofisiologi Paru. Jakarta: EGC

Wong, Donna, dkk. 2008. Buku Ajar keperawatan pediatric. Jakarta : EGC

30