Click here to load reader
Upload
vohuong
View
293
Download
10
Embed Size (px)
Citation preview
UNIVERSITAS INDONESIA
PENGEMBANGAN METODE DETEKSI NEURAMINIDASE
BERDASARKAN REAKSI INHIBISI ENZIMATIK OLEH ZANAMIVIR
MENGGUNAKAN ELEKTRODA BORON DOPED DIAMOND
TERMODIFIKASI EMAS
DISERTASI
WULAN TRI WAHYUNI S
NPM. 1206199185
PROGRAM STUDI S3 KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK, JUNI 2015
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
UNIVERSITAS INDONESIA
PENGEMBANGAN METODE DETEKSI NEURAMINIDASE
BERDASARKAN REAKSI INHIBISI ENZIMATIK OLEH ZANAMIVIR
MENGGUNAKAN ELEKTRODA BORON DOPED DIAMOND
TERMODIFIKASI EMAS
DISERTASI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor dalam Ilmu Kimia
WULAN TRI WAHYUNI S
NPM. 1206199185
PROGRAM STUDI S3 KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK, JUNI 2015
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
ATA
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
PENGANTAR
Puji dan syukur mendalam penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas
limpahan rahmat, karunia, kemurahan, dan pertolongan-Nya sehingga Disertasi
dengan judul “Pengembangan Metode Deteksi Neuraminidase Berdasarkan
Reaksi Inhibisi Enzimatik Oleh Zanamivir Menggunakan Elektroda Boron
Doped Diamond Termodifikasi Emas” berhasil diselesaikan. Pada kesempatan ini
penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
Dr. Ivandini Tribidasari Anggraningrum selaku promotor dan Dr. Endang Saepudin
selaku kopromotor atas bimbingan, arahan, dan diskusi sehingga penelitian dan
penyusunan disertasi ini dapat berjalan dengan baik.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Indonesia Dr. rer.nat. Abdul Haris dan Ketua
Departemen Kimia Fakultas MIPA Universitas Indonesia Dr. Endang Saepudin atas
kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan program Doktor pada Program Studi
Ilmu Kimia FMIPA UI. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Dr. Asep
Saepumillah selaku ketua Program Pascasarjana Ilmu Kimia dan seluruh staf pengajar
program S3 Ilmu Kimia atas ilmu dan diskusi yang sangat berguna selama penulis
menempuh pendidikan S3 Ilmu Kimia di Fakultas MIPA Universitas Indonesia.
Penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada Tim Penguji
Prof. Usman Sumo Friend Tambunan, Dr. Jarnuzi Gunlazuardi, Dr. Herry Cahyana,
Dr. Rahmat Wibowo, Prof. Yasuaki Einaga, dan Dr. Cuk Imawan atas masukan dan
saran yang sangat bermanfaat untuk kesempurnaan disertasi ini.
Ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga penulis sampaikan kepada
Prof. Yasuaki Einaga atas kesempatan yang berharga bagi penulis untuk menjalankan
program sandwich-like dan bergabung dalam group riset yang dipimpinnya di Keio
University Jepang, serta atas diskusi yang sangat bermanfaat bagi penulis dalam
menyelesaikan penelitian serta menyusun naskah publikasi internasional. Pada
kesempatan ini penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Direktorat
Pendidikan Tinggi atas beasiswa sandwich-like tahun anggaran 2014 yang diberikan
kepada penulis.
Penulis menyampaikan ungkapan terima kasih kepada Prof. Tun Tedja Irawadi
selaku Ketua Departemen Kimia FMIPA IPB periode 2009-2013 dan Prof. Dr.
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
Purwantiningsih selaku Ketua Departemen Kimia FMIPA IPB periode 2013-2018
atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengembangkan diri dan
menuntut ilmu pada jenjang S3 di Universitas Indonesia. Ungkapan terima kasih yang
tulus penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Latifah K. Darusman selaku kepala divisi
Kimia Analitik Departemen Kimia FMIPA IPB atas begitu banyak nasehat, dorongan,
dukungan, dan kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengembangkan diri
sejak pertama kali penulis menjadi staf pengajar di Divisi Kimia Analitik hingga saat
ini. Pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada
keluarga besar Departemen Kimia FMIPA IPB, khususnya keluarga besar divisi
Kimia Analitik atas dukungan, bantuan, dan kerjasama yang diberikan selama penulis
menempuh pendidikan. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada keluarga besar
Pusat Studi Biofarmaka LPPM IPB atas dukungan yang diberikan.
Penulis mengucapkan terima kasih dan hormat yang sedalam-dalamnya
kepada orang tua terkasih Bapak B. Saepudin, ibu Titi Rohayati, dan Ibu Hartini atas
doa dan dukungan tiada henti yang diberikan kepada penulis. Terima kasih penulis
sampaikan kepada Budi Riza Putra, M.Si serta kepada kakak dan adik penulis atas
doa dan dukungan yang diberikan.
Tidak lupa penulis menyampaikan ungkapan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada seluruh anggota Bioelectrochemistry Research Group dan Einaga
Research Group atas kebersamaan dan diskusi hangat sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian dan penyusunan disertasi ini. Ucapan terima kasih juga
disampaikan kepada teman seperjuangan di program S3 Ilmu Kimia angkatan 2012
atas pertemanan dan silaturahmi yang berkesan. Kepada semua pihak yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu, disampaikan ucapan terima kasih mendalam atas
dukungan dan bantuan yang diberikan.
Dengan memohon keridhoan Allah SWT, semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Depok, 4 Juni 2015
Penulis
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
ABSTRAK
Nama : Wulan Tri Wahyuni S
Program Studi : Ilmu Kimia
Judul : Pengembangan Metode Deteksi Neuraminidase Berdasarkan
Reaksi Inhibisi Enzimatik Oleh Zanamivir Menggunakan
Elektroda Boron Doped Diamond Termodifikasi Emas
Neuraminidase (NA) merupakan enzim yang dapat dimiliki oleh virus, mikroba, dan
mamalia, termasuk di antaranya mikroba dan virus patogen. Deteksi NA merupakan
aspek penting dalam upaya mengawasi penyebaran penyakit infeksi yang disebabkan
oleh mikroba dan virus patogen tersebut. Di samping itu, analisis kuantitatif NA
penting dalam penentuan komposisi vaksin. Pada penelitian ini dikembangkan metode
deteksi NA dengan teknik elektrokimia berdasarkan inhibisi NA oleh zanamivir.
Deteksi NA dilakukan berdasarkan perubahan respon elektrokimia zanamivir dalam
buffer fosfat pH 5,5 saat terdapat NA dan tidak. Elektroda Boron doped diamond
termodifikasi emas, yaitu Au-BDD dan AuNPs-BDD digunakan sebagai elektroda
kerja dan pengukuran dilakukan menggunakan teknik voltametri siklik. Deteksi NA
dikembangkan juga pada sistem magnetic beads dan sistem strip test. Pengembangan
sistem magnetic beads dimaksudkan sebagai upaya untuk meningkatkan sensitivitas
deteksi, sementara sistem strip test merupakan pengembangan awal untuk membuat
piranti praktis pengukuran NA. Pengaruh mucin terhadap performa deteksi NA
diamati dengan menggunakan mucin submaxillary 0,33 mg/mL. Hasil yang diperoleh
menunjukkan bahwa terjadi korelasi linear antara konsentrasi zanamivir dengan
intensitas puncak arus oksidasi dan reduksi Au pada elektroda BDD termodifikasi
emas. Linearitas pengukuran zanamivir berdasarkan puncak arus reduksi emas pada
elektroda Au-BDD diperoleh pada kisaran 5 x 10-6
- 1 x 10-4
M (R2 = 0,990) dengan
limit deteksi (LOD) 1,49 x 10-6
M, sementara pada elektroda AuNPs-BDD diperoleh
pada kisaran konsentrasi 1 x 10-6
- 1 x 10-5
M (R2 = 0,998) dengan LOD 2,29 x 10
-6
M. Keberadaan NA menyebabkan konsentrasi zanamivir bebas dalam larutan
berkurang dan menurunkan zanamivir yang teradsorpsi pada permukaan selektroda.
Akibatnya puncak arus oksidasi dan reduksi Au pada elektroda Au-BDD dan AuNPs-
BDD meningkat. Kalibrasi linear konsentrasi NA dengan puncak arus reduksi Au
pada elektroda Au-BDD diperoleh pada kisaran 0 – 15 mU (R2 = 0,996) dengan LOD
0,25 mU dan %RSD 1,18 %, sementara kisaran linear 0 – 12 mU (R2 = 0,997), LOD
0,12 mU, dan %RSD 2,49% diperoleh saat pengukuran dilakukan dengan elektroda
AuNPs-BDD. Keberadaan mucin tidak memberikan pengaruh yang berarti terhadap
deteksi NA dengan metode yang dikembangkan. Sistem magnetic beads belum
berhasil meningkatkan sensitivitas deteksi NA. Nilai LOD pengukuran yang diperoleh
ialah sebesar 0,64 mU pada kisaran linear 0 – 8 mU. Deteksi NA pada sistem strip test
yang dikombinasikan dengan pengukuran elektrokimia telah berhasil dikembangkan
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
pada kisaran linear 0 - 15 mU dengan nilai LOD sebesar 0,26 mU. Deteksi NA dalam
matriks mucin dapat dilakukan pada sistem strip test sekalipun keberadaan mucin
dilaporkan dapat menurunkan presisi pengukuran.
Kata Kunci : Neuraminidase, zanamivir, voltametri, BDD termodifikasi emas,
magnetic beads, strip test, mucin
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
ABSTRACT
Name : Wulan Tri Wahyuni S
Study Program : Chemistry
Judul : Development of Neuraminidase Detection Method Based on
Its Enzymatic Inhibition by Zanamivir Using Gold Modified
Boron Doped Diamond Electrodes
Neuraminidase (NA) is a hydrolase enzyme which is commonly found in viruses,
microbes, and mammals, including pathogenic microbes and viruses. Detection of NA
is very important for monitoring the spread of such pathogen microbes and viruses.
Meanwhile, the quantification of NA is also crucial for vaccine composition
investigation. Development of an electrochemical method for NA detection using
gold modified boron doped diamond (Au-BDD and AuNPs-BDD) electrodes were
conducted in this study. The detection method was developed based on the difference
of electrochemical responses of zanamivir in the presence and the absence of NA in
phosphate buffer solution pH 5,5. Measurements were performed using cyclic
voltammetry technique. Detection of NA also developed on magnetic beads in order
to improve the sensitivity of measurement. On the other hand, to build up a practical
devices for NA detection, preliminary development of strip test was conducted by
using Au-BDD as working electrode. The performance of detection method was
evaluated in the presence of 0,33 mg/mL bovine submaxillary gland mucin. A linear
calibration curve of zanamivir was observed in the concentration range of 5 x 10-6
- 1
x 10-4
M (R2 = 0,990) with limit of detection (LOD) of 1,49 x 10
-6 M for Au-BDD
electrode. Linear calibration curve in the concentration range of 1 x 10-6
- 1 x 10-5
M
(R2 = 0,998) with LOD 2,29 x 10
-6 M was observed on AuNPs-BDD. The presence of
NA caused the concentration of free zanamivir in the solution decreases and less
zanamivir can be adsorbed at the electrode. As the result, the oxidation and the
reduction peak currents of gold were increase. Linear calibration curve of NA was
obtained in the concentration range of 0 – 15 mU (R2 = 0,996), a LOD of 0,25 mU
and %RSD of 1,18 % was achieved on Au-BDD electrode. Furthermore, linear
calibration curve of NA on AuNPs-BDD electrode was in the concentration range of 0
– 12 mU (R2 = 0,997) with LOD of 0,12 mU and %RSD of 2,49%. A comparable
performance of NA detection was observed in the presence of mucin. Sensitivity of
NA detection was decrease in magnetic beads system, the LOD of 0,64 mU was
achieved in linear range of 0 – 8 mU. Detection of NA on strip test system was
successfully developed in linear range of 0 - 15 mU with LOD of 0,26 mU. NA
detection in the presence of mucin was demonstrated on strip test system, the result
suggested that the precision was decreased. Nevertheless the method is still promising
for pharmaceutical or medical application.
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
Key Words : Neuraminidase, zanamivir, voltammetry, gold modified BDD,
magnetic beads, strip test, mucin
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
DAFTAR PUBLIKASI
1. Wulan Tri Wahyuni, Tribidasari A. Ivandini, Prastika K. Jiwanti, Endang
Saepudin, Jarnuzi Gunlazuardi, and Yasuaki Einaga. 2015. Electrochemical
Detection of Neuraminidase based on Zanamivir Inhibition using Gold-
Modified Boron-Doped Diamond Electrode. Electrochemistry, 83(5): 357–
362. ISSN: 1344-3542. 2. Wulan Tri Wahyuni, Tribidasari A. Ivandini,
Endang Saepudin.
Electrochhemical Detection of Zanamivir using Gold and Gol-Modified
Boron Doped Diamond Electrode. International Conference “Current
Breakthrough in Pharmacy Materials and Analysis”. Proceeding, ISBN: 978-
602-70429-9-5, pp 42-49, January 10th
, 2015.
DRAFT ARTIKEL
1. Wulan Tri Wahyuni, Tribidasari A. Ivandini, Endang Saepudin, and Yasuaki
Einaga. Gold Nanoparticles-Boron Doped Diamond Electrode for
Electrochemical Detection of Neuraminidase. manuscript.
KEIKUTSERTAAN DALAM KONFERENSI INTERNASIONAL
1. Joint Indonesia-UK Conference on Organic and Natural Product Chemistry.
Gadjah Mada University, Yogyakarta, 10-11th
December 2014. As oral presenter.
Title: Development of Voltammetric Detection of Zanamivir at Gold-Modified
Boron-Doped Diamond Electrode and Its Application for Neuraminidase
Detection.
2. International Conference “Current Breakthrough in Pharmacy Materials
and Analysis”. Muhammadiyah University, Solo, January 10th
, 2015. Title:
Electrochhemical Detection of Zanamivir using Gold and Gol-Modified
Boron Doped Diamond Electrode.
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
DAFTAR ISI
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ………………………... i
HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………….. ii
KATA PENGANTAR …………………………………………………… iii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN DISERTASI ………… v
ABSTRAK ………………………………………………………………… vi
ABSTRACT ……………………………………………………………….. viii
DAFTAR PUBLIKASI …………………………………………………… x
DAFTAR ISI……………………………………………………………… xi
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………..... xvi
DAFTAR TABEL…………………………………………………............. xxi
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………..... xxii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………. 1
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………… 3
1.3 Tujuan Penelitian………………………………………………………. 4
1.4 Hipotesis……………………………………………………………….. 5
1.5 Ruang Lingkup………………………………………………………… 5
1.6 Manfaat Penelitian……………………………………………………... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Neuraminidase………………………………………………………….. 7
2.2 Inhibitor Neuraminidase ……………………………………………….. 9
2.3 Analisis Oseltamivir ………………..………………………………….. 15
2.4 Analisis Zanamivir ..………………………………………………….... 16
2.5 Deteksi Neuraminidase ………………………………………………... 17
2.6 Elektrokimia : Voltametri ……………………………………………… 17
2.7 Boron Doped Diamond (BDD) dan Modified-BDD …………………… 24
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
2.8 Teknik Spektroskopi untuk Karakterisasi BDD ……………………….. 28
2.9 Magnetic Beads ………………………………………………………… 32
2.10 Lateral Flow Analysis : Strip Test ……………………………………. 32
2.11 Transmission Electron Microscopy (TEM) ………………………...... 33
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Bahan dan Peralatan
3.1.1 Bahan …………………………………………………………….. 35
3.1.2 Peralatan dan Instrumen …………………………………………. 35
3.2 Prosedur Kerja
3.2.1 Studi Elektrokimia Zanamivir dan Oseltamivir pada Elektroda
Au…………………………………………………………….........
36
3.2.2 Pembuatan Elektroda BDD 0.1%, Au-BDD, AuNPs-BDD ……… 37
3.2.2.1 Preparasi Silicon Wafer ……………………………………... 37
3.2.2.2 Fabrikasi Elektroda Boron Doped Diamond 0,1% ………. 37
3.2.2.3 Karakterisasi Elektroda BDD 0,1 % ……………………... 38
3.2.2.4 Pembuatan Gold Modified Boron Doped Diamond
Electrode dengan Teknik Elektrodeposisi ….….................
38
3.2.2.5 Pembuatan Gold Nanoparticle Modified Boron Doped
Diamond Electrode dengan Teknik Chemical Deposition..
39
3.2.3 Pengukuran Elektrokimia Zanamivir……….……………………. 39
3.2.3.1 Pemilihan Kecepatan Payar Pengukuran Elektrokimia
Zanamivir …………………………………………………
39
3.2.3.2 Penentuan Potential Windows Pengukuran Elektrokimia
Zanamivir …………………………………………………
39
3.2.3.3 Penentuan Koefisien Difusi ……………………............... 39
3.2.3.4 Pengukuran Zanamivir pada Berbagai Konsentrasi ........... 40
3.2.2.5 Presisi Pengukuran Zanamivir …………………................ 40
3.2.4 Pengukuran Elektrokimia Neuraminidase ……………………….. 40
3.2.4.1 Optimasi pH ………….……………………………………... 40
3.2.4.2 Optimasi Waktu Reaksi Zanamivir dengan Neuraminidase 40
3.2.4.3 Pengukuran Neuraminidase ………..…………………...... 40
3.2.4.4 Presisi Pengukuran Neuraminidase ..…………………...... 41
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
3.2.4.5 Pengaruh Matriks Mucin pada Pengukuran Neuraminidase 41
3.2.5 Immobilisasi Zanamivir pada Magnetic Beads………………........ 41
3.2.5.1 Modifikasi Zanamivir dengan Biotin ……………………... 41
3.2.5.2 Aktivasi Magnetic Beads ………………………………… 41
3.2.5.3 Modifikasi Magnetic Beads dengan Zanamivir ………..... 42
3.2.5.4 Optimasi Jumlah Magnetic Beads ..…………………........ 42
3.2.6 Pengukuran Elektrokimia NA menggunakan Magnetic Beads
termodifikasi Zanamivir...................................................................
42
3.2.7 Pengembangan Strip Test untuk Deteksi Neuraminidase ……....... 43
3.2.7.1 Rancangan Strip Test ……………………............................ 43
3.2.7.2 Immobilisasi Zanamivir ………………………………….. 43
3.2.7.3 Deteksi Neuraminidase ………………………..………..... 44
3.2.7.4 Deteksi Neuraminidase pada Matriks Mucin ……….......... 44
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Studi Perilaku Elektrokimia Zanamivir dan Oseltamivir pada Elektroda
Emas …………………………………………………………………….
45
4.1.1 Studi Perilaku Elektrokimia Zanamivir pada Elektroda Emas ....... 45
4.1.2 Studi Perilaku Elektrokimia Oseltamivir pada Elektroda Emas ..... 48
4.2 Fabrikasi Elektroda BDD 0,1 %, Au-BDD, dan AuNPs-BDD ………… 49
4.2.1 Fabrikasi BDD 0,1 % dengan MPACVD ....................................... 49
4.2.2 Karakterisasi BDD 0,1 % dengan Spektroskopi Raman ................. 50
4.2.3 Karakterisasi BDD 0,1 % dengan SEM dan XPS ........................... 51
4.2.4 Optimasi Kondisi Pembuatan BDD termodifikasi Emas dengan
Metode Elektrodeposisi: Optimasi Potensial dan Waktu Deposisi..
54
4.2.5 Karakterisasi Au-BDD dengan XPS dan SEM dan Evaluasi
Stabilitas Elektroda .........................................................................
56
4.2.6 Pembuatan BDD Termodifikasi Emas dengan Metode Chemical
Deposition .......................................................................................
58
4.2.7 Karakterisasi AuNPs-BDD dengan XPS dan SEM dan Evaluasi
Stabilitas Elektroda..........................................................................
61
4.3 Pengukuran Elektrokimia Zanamivir pada Elektroda Emas, Au-BDD,
dan AuNPs-BDD ………………………………………………………..
65
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
4.3.1 Penentuan Kecepatan Payar Pengukuran Zanamivir ...................... 65
4.3.2 Potential Window Pengukuran Zanamivir .................................... 67
4.3.3 Linearitas dan Presisi Pengukuran Zanamivir ................................ 67
4.4 Pengukuran Neuraminidase pada Elektroda Au-BDD dan AuNPs-BDD 71
4.4.1 Pengoptimuman pH dan Waktu Reaksi Enzim Neuraminidase ...... 73
4.4.2 Linearitas dan Presisi Pengukuran Neuraminidase pada Elektroda
Au-BDD dan AuNPs-BDD ..............................................................
74
4.4.3 Stabilitas Elektroda Au-BDD dan AuNPs-BDD pada Pengukuran
Neuraminidase ................................................................................
76
4.4.4 Pengaruh Kecepatan Payar pada Pengukuran Enzim
Neuraminidase ................................................................................
77
4.4.5 Pengaruh Matriks Mucin pada Pengukuran Enzim Neuraminidase
dengan Elektroda Au-BDD dan AuNPs-BDD ................................
78
4.5 Pengukuran Neuraminidase dengan Zanamivir yang Diimmobilisasi
pada Magnetic Beads Menggunakan Elektroda Au-BDD ……………...
80
4.5.1 Immobilisasi Zanamivir pada Sistem Magnetic Beads ................. 80
4.5.2 Optimasi Konsentrasi Magnetic Beads pada Immobilisasi
Zanamivir .........................................................................................
82
4.5.3 Linearitas dan Presisi Pengukuran Neuraminidase dengan Sistem
Magnetic Beads ................................................................................
83
4.5.4 Linearitas dan Presisi Pengukuran Neuraminidase dalam Matriks
Mucin dengan Sistem Magnetic Beads ............................................
87
4.6 Pengembangan Strip Test untuk Deteksi Neuraminidase ……………… 88
4.6.1 Rancangan Strip Test ...................................................................... 88
4.6.2 Linearitas dan Presisi Pengukuran Neuraminidase pada Strip Test
dengan Elektroda Au-BDD ........................................................
89
4.6.3 Linearitas dan Presisi Pengukuran Neuraminidase dalam Matriks
Mucin pada Strip Test dengan Elektroda Au-BDD ......................
90
RINGKASAN HASIL …………………………………………………….. 93
KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………………. 94
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….. 96
LAMPIRAN ……………………………………………………………….. 107
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Konsep pemikiran yang melandasi penelitian …………… 5
Gambar 2.1 Struktur N-acetyl neuraminic acid ……………………… 7
Gambar 2.2 Ilustrasi mekanisme kerja NA dalam melepas anakan
virus yang siap menginveksi sel inang …………………..
7
Gambar 2.3 Neuraminidase ………………………............................. 8
Gambar 2.4 Ilustrasi mekanisme kerja inhibitor neuraminidase ……… 10
Gambar 2.5 Struktur obat influenza dari golongan inhibitor
neuraminidase (a) dan bentuk metabolit aktif obat
influenza dari golongan inhibitor neuraminidase (b) ……..
10
Gambar 2.6 Interaksi oseltamivir dengan neuraminidase tanpa mutasi
His274 (a) dan neuraminidase yang mengalami mutasi
His274Gly (b) …………………………………………….
12
Gambar 2.7 Interaksi sisi aktif enzim neuraminidase dengan zanamivir 13
Gambar 2.8 Profil perubahan potensial yang diaplikasikan dari V1 ke
V2 …………………………………………………………
18
Gambar 2.9 Profil arus versus waktu pada Potential step voltammetry 19
Gambar 2.10 Profil konsentrasi versus jarak menunjukkan gradien
konsentrasi di sekitar elektroda ………….........................
19
Gambar 2.11 Profil tegangan yang diaplikasikan pada linear sweep
voltammetry ………………………………………………
20
Gambar 2.12 Profil hubungan potensial vs arus pada berbagai kecepatan
payar untuk sistem reversible …………………………….
20
Gambar 2.13 Profil hubungan potensial vs arus pada berbagai kecepatan
payar untuk sistem quasireversible dan irreversible ……..
21
Gambar 2.14 Profil potensil yang diaplikasikan pada teknik cyclic
voltammetry …………………………………………...............
22
Gambar 2.15 Hubungan potensial vs arus (a), hubungan potensial vs
arus pada berbagai kecepatan payar untuk sistem
reversible (b), sistem quasireversible dan irreversible
(c)………………………………………………………….
24
Gambar 2.16 Voltamogram siklik elektroda diamond dalam H2SO4 0.1
M ………………………………………………………….
25
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
Gambar 2.17 Skema tipe elektroda diamond yang digunakan: a). doped-
diamond thin film electrode, b). doped-diamond thin film
electrode dengan interlayer antara substrat dan lapisan
diamond, c). doped diamond particle diimmobilisasi pada
passivated surface, d). doped diamond particle
diimmobilisasi pada insulating film ....................................
26
Gambar 2.18 Ilustrasi Rayleigh, Stoke, dan anti-Stoke scattering. Stoke,
dan anti-Stoke merupakan inelastic scattering yang
digunakan pada spektroskopi Raman ……………………...
29
Gambar 2.19 Komponen utama instrument SEM ………………………. 30
Gambar 2.20 Ilustrasi proses analisis sampel pada XPS …………………. 31
Gambar 2.21 Komponen utama instrument TEM …………………………. 34
Gambar 3.1 Rancangan sel elektrokimia ………………………………….. 36
Gambar 3.2 Skema sel elektrokimia pengukuran dengan magnetic
beads ………………………………………………………….....
42
Gambar 3.3 Rancangan strip test pengukuran neuraminidase ………... 43
Gambar 4.1 Profil CV PBS pH 7 dan zanamivir 5 x 10-4
M dalam PBS
pH 7……………………………………………………….
45
Gambar 4.2 Struktur zanamivir dengan gugus guanidine ……………. 47
Gambar 4.3 Ilustrasi mekanisme (a) dan interaksi molekul (b) pada
adsorpsi zanamivir di permukaan elektroda Au yang
mengganggu pembentukan Au2O3 …………………………………….
47
Gambar 4.4 Profil CV oseltamivir fosfat 1x10-4
M dalam PBS pH 7….. 48
Gambar 4.5 Silica wafer (a) dan BDD 0,1 % pada permukaan silica
wafer (b) …………………………………………………..
49
Gambar 4.6 Spektrum Raman H-BDD 0,1% ………………………….. 51
Gambar 4.7 Topografi permukaan H-BDD (a) dan O-BDD (b)
diperoleh dengan SEM pada perbesaran 2500 kali ……….
52
Gambar 4.8 Spektrum XPS H-BDD dan O-BDD ……………………. 53
Gambar 4.9 Profil CV zanamivir 1,5 x 10-4
M pada Au-BDD dengan
potensial deposisi Au bervariasi dan waktu tetap (a), Plot
E terhadap I pada t konstan (b) …………………………
55
Gambar 4.10 Voltamogram siklik zanamivir 1,5 x 10-4
M diukur
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
menggunakan elektroda Au-BDD pada waktu deposisi Au
bervariasi (a), Plot t terhadap I pada V kostan (b) ………..
56
Gambar 4.11 Spektra XPS (a) dan foto SEM (b) elektroda Au-BDD ….. 57
Gambar 4.12 Stabilitas elektroda Au-BDD pada pengukuran ………….. 58
Gambar 4.13 Panjang gelombang absorbansi maksimum koloid AuNPs 59
Gambar 4.14 Gambar nanopartikel emas (AuNPs) dengan TEM ……… 60
Gambar 4.15 Spektrum XPS H-BDD (a), O-BDD (b), N-BDD (c),
AuNPs-BDD (d), Au-BDD (e). Inset spektrum XPS Au ...
61
Gambar 4.16 Topografi permukaan O-BDD dan N-O-BDD diperoleh
dengan SEM pada perbesaran 2500 kali ………………….
62
Gambar 4.17 Topografi permukaan AuNPs-BDD diperoleh dengan
SEM ………………………………………………………
63
Gambar 4.18 Analisis unsur Au, C, N, dan O pada elektroda AuNPs-
BDD diperoleh dengan SEM-EDX ……………………….
64
Gambar 4.19 Stabilitas elektroda AuNPs-BDD pada pengukuran ……... 64
Gambar 4.20 Profil voltametri siklik zanamivir 1,5 x 10-4
M dalam PBS
pH 7 pada berbagai kecepatan payar ……………………..
65
Gambar 4.21 Kurva hubungan akar kecepatan payar dengan puncak
arus reduksi Au pada elektroda Au (a) dan Au-BDD (b),
dan AuNPs-BDD (c) …...…………………………………
66
Gambar 4.22 Profil voltametri siklik zanamivir 1,5 x 10-4
M dalam PBS
pH 7 pada berbagai potential window …………………….
67
Gambar 4.23 Profil voltametri siklik zanamivir pada berbagai
konsentrasi dalam PBS diukur dengan elektroda Au (a)
dan Au-BDD (b), dan AuNPs-BDD (c) …………………..
69
Gambar 4.24 Profil logaritmik dan kalibrasi linear konsentrasi
zanamivir vs. puncak arus reduksi Au pada elektroda Au
(a) dan Au-BDD (b), dan AuNPs-BDD (c) …. …………..
70
Gambar 4.25 Profil voltametri siklik zanamivir 1 x 10-4
M dengan
adanya NA (garis merah) dan tidak ada NA (garis hitam)..
72
Gambar 4.26 Ilustrasi mekanisme meningkatnya arus reduksi Au akibat
reaksi inhibisi NA – zanamivir …………………………...
72
Gambar 4.27 Penentuan pH (a) dan waktu inkubasi (b) optimum reaksi
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
enzim NA 10 mU dengan zanamivir 1 x 10-4
M …………. 73
Gambar 4.28 Profil voltametri siklik zanamivir dengan keberadaan NA
berbagai konsentrasi dan kurva kalibrasi linear
pengukuran NA berdasarkan puncak arus oksidasi dan
reduksi Au pada elektroda Au-BDD (a) dan AuNPs-BDD
(b) …………………………………………………………
75
Gambar 4.29 Stabilitas elektroda Au-BDD (a) dan AuNPs-BDD (b)
pada pengukuran NA ……………………………………..
76
Gambar 4.30 Kurva hubungan akar kecepatan payar dengan puncak
arus reduksi Au saat ada NA pada elektroda Au-BDD (a)
dan AuNPs-BDD (b) ………...……………………………
77
Gambar 4.31 Profil voltametri siklik pengukuran NA berbagai
konsentrasi dalam matriks mucin dan kurva kalibrasi
linear pengukuran NA dalam matriks mucin berdasarkan
puncak arus oksidasi dan reduksi Au pada elektroda Au-
BDD (a) dan AuNPs-BDD (b) ……………………………
79
Gambar 4.32 Ilustrasi reaksi konjugasi zanamivir dengan biotin dan
immobilisasi pada magnetic beads ……………………….
80
Gambar 4.33 Spektrum FTIR zanamivir, biotin, magnetic beads, dan
zanamivir-biotin-magnetic beads ……………………
82
Gambar 4.34 Voltamogram siklik sistem MB-zanamivir dan MB-biotin 83
Gambar 4.35 Optimasi jumlah magnetic beads pada immobilisasi
zanamivir …………………………………………………
83
Gambar 4.36 Profil XPS elektroda Au-BDD yang diperoleh dengan
teknik voltametri siklik …………………………………...
84
Gambar 4.37 Profil voltametri siklik pengukuran NA berbagai
konsentrasi pada sistem magnetic beads dengan elektroda
Au-BDD (a), kurva kalibrasi pengukuran NA pada sistem
magnetic beads dengan elektroda Au-BDD (b) ………
85
Gambar 4.38 Ilustrasi mekanisme berkurangnya arus reduksi Au akibat
keberadaan NA pada system magnetic beads …………….
86
Gambar 4.39 Kurva kalibrasi pengukuran NA berdasarkan puncak arus
reduksi Au pada sistem magnetic beads dengan elektroda
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
Au-BDD ………………………………………………….. 87
Gambar 4.40 Profil voltametri siklik pengukuran NA pada strip test (a),
Kurva kalibrasi linear pengukuran NA pada strip test
berdasarkan puncak arus oksidasi dan reduksi Au pada
elektroda Au-BDD (b) ……………………………………
90
Gambar 4.41 Profil voltametri siklik pengukuran NA dalam matriks
mucin pada strip test (a), Kurva kalibrasi linear
pengukuran NA dalam matriks mucin pada strip test
dengan elektroda Au-BDD (b) ……………………………
91
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Performa elektroda kerja pada penentuan oseltamivir …… 16
Tabel 2.2 Karakteristik BDD pada berbagai nisbah B/C …………… 26
Tabel 3.1 Kondisi operasi MPACVD pada pembuatan BDD 0,1 % .. 37
Tabel 4.1 % atom pada O-BDD dan Au-BDD berdasarkan spectrum
XPS ………………………...............................................
57
Tabel 4.2 % atom berdasarkan spectrum XPS untuk BDD dan
modified BDD …………………………………………….
63
Tabel 4.3 Ringkasan pengukuran zanamivir dengan elektroda emas
dan BDD termodifikasi emas ……………………………..
71
Tabel 4.4 Ringkasan pengukuran neuraminidase (NA) dengan
elektroda BDD termodifikasi emas ……………………….
75
Tabel 4.5 Ringkasan pengukuran neuraminidase (NA) dengan
elektroda BDD termodifikasi emas ……………………….
79
Tabel 4.6 Ringkasan pengukuran neuraminidase (NA) dan NA
dalam Matriks Mucin pada Sistem Magnetic Beads
dengan Elektroda Au-BDD ……………………………….
88
Tabel 4.7 Ringkasan pengukuran neuraminidase (NA) dan NA
dalam Matriks Mucin pada Strip Test dengan Elektroda
Au-BDD …………………………………………………..
92
Tabel 4.8 Ringkasan hasil penelitian ……………………………….. 93
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Diagram alir dan tahapan penelitian ……………………... 107
Lampiran 2 Gambar Instrument MAPCVD (a), SEM (b), Raman
spectrometry (c), XPS (d), TEM (e) ……………………...
108
Lampiran 3 Profil voltametri siklik oseltamivir 1 x 10-4
M dalam
buffer sitrat pH 7…………………………………………..
109
Lampiran 4 Spektrum Raman H-BDD pada beberapa lokasi ………… 110
Lampiran 5 Penentuan koefisien difusi ……………………………….. 111
Lampiran 6 Contoh perhitungan penentuan nilai LOD pengukuran
zanamivir ………………………….……………………
113
Lampiran 7 Pengukuran NA secara tidak langsung berdasarkan
interaksi NA dengan zanamivir menggunakan elektroda
bare Au. Voltammogram siklik pengukuran NA (a),
kurva kalibrasi pengukuran NA …………………………
114
Lampiran 8
Lampiran 9
Lampiran 10
Spektra FTIR larutan zanamivir-biotin dalam buffer fosfat
Pengukuran NA tanpa zanamivir pada elektroda Au (a),
dan Au-BDD (b), kurva hubungan konsentrasi NA dengan
puncak arus reduksi emas pada elektroda Au-BDD………
Daftar Riwayat Hidup Penulis…………………………….
115
116
118
Lampiran 11 Publikasi Ilmiah ………………………………………….. 122
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Neuraminidase (NA) merupakan enzim yang dapat dimiliki oleh virus,
mikroba, dan mamalia, termasuk di antaranya mikroba dan virus patogen.
Mikroba dan virus patogen yang dilaporkan mengandung NA antara lain Vibrio
cholera (Vimr et al., 1988), Streptococcus pneumonia (Berry et al., 1988),
Corynebacterium diptheriae (Moriyama & Barksdale, 1967), Erysipelothrix
rhusiopathiae (Wang et al., 2005), Clostridium perfringens (Chien et al., 1997),
Ornithobacterium rhinotracheale (Kastelic et al., 2013), avian influenza virus dan
Newcastle disease virus (Turgeon et al., 2011). Enzim ini berperan dalam proses
penyebaran mikroba dan virus patogen dengan cara mengkatalisis pemutusan
ikatan glikosidik pada ujung sialic acid atau neuraminic acid sehingga membantu
pelepasan mikroba atau virus baru dari dalam sel inang dan memfasilitasi
penyebarannya (Samson et al., 2013).
Deteksi NA telah dikembangkan untuk mengawasi penyebaran penyakit
infeksi yang disebabkan oleh mikroba dan virus patogen (Hurt et al., 2004);
(Varillas et al., 2011); (Turgeon et al., 2011); (Yang et al., 2012); (Zhang et al.,
2012); (Li et al., 2013). Teknik kuantifikasi NA juga telah dikembangkan dalam
upaya menentukan komposisi vaksin influenza yang digunakan untuk mencegah
penyebaran virus influenza (Gerentes et al., 1998); (Williams et al., 2012). Di
samping itu, deteksi NA telah dikembangkan juga sebagai salah satu teknik
alternatif untuk deteksi virus influenza.
Teknik deteksi NA yang telah dikembangkan antara lain berbasis reaksi
enzimatis antara NA dengan substrat 4-MU-NANA atau derivatnya dan produk
reaksi yang memiliki sifat fluoresens dideteksi pada panjang gelombang yang
sesuai (Yang et al., 2012; Zhang et al., 2012). Gerentes et al., (1998)
mengembangkan teknik ELISA untuk mendeteksi NA. Teknik enzyme link lectin
assay dikembangkan oleh Westgeest et al. (2015) untuk mendeteksi aktivitas
pemutusan sialidase oleh NA. Kuantifikasi NA juga dilakukan secara simultan
dengan deteksi hemagglutinin menggunakan LC-MS-MS (Williams et al., 2012),
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
sementara Li et al., (2013) dan Takayama et al., (2013) mengembangkan teknik
RT-PCR untuk deteksi NA berdasarkan informasi genetiknya.
Elektrokimia meupakan green analysis technique karena menggunakan
jumlah dan jenis reagen kimia yang sedikit, waktu analisis yang singkat, serta
instrument yang sederhana. Boron doped diamond (BDD) merupakan material
semikonduktor yang banyak digunakan sebagai elektroda kerja pada analisis
elektrokimia. BDD dilaporkan memiliki arus latar belakang yang kecil, jendela
potensial yang lebar pada larutan berair, dan memiliki stabilitas kimia dan fisika
yang tinggi (Ivandini et al., 2005). BDD dilaporkan memiliki biokompatibilitas
yang tinggi karena tersusun atas karbon (Ivandini et al., 2012). Elektroda BDD
sering dimodifikasi dengan logam seperti platina (Ivandini, et al., 2005b;
Rismetov et al., 2014), nikel (Ivandini et al., 2004; (Zeng et al., 2012), tembaga
(Ivandini et al., 2004; (Chiku et al., 2010), dan emas (Yamada et al., 2008;
Ivandini et al., 2010). Metal modified BDD dilaporkan memberikan arus latar
belakang yang rendah, derau (noises) yang kecil, serta limit deteksi yang rendah
(Ivandini et al., 2010; Toghill & Compton, 2010). Deteksi NA dengan teknik
voltametri sejauh ini belum dilaporkan karena NA tidak tergolong ke dalam enzim
redoks sehingga tidak aktif secara elektrokimia.
Kerja NA dalam penyebaran virus influenza dari sel inang dihambat
dengan menggunakan inhibitor neuraminidase (NAI). Oseltamivir, zanamivir,
peramivir, dan laninamivir merupakan senyawa yang tergolong ke dalam NAI.
Oseltamivir dan zanamivir ialah NAI yang telah diizinkan oleh WHO dan
digunakan di beberapa negara sebagai obat influenza dengan nama dagang tamiflu
dan relenza. Oseltamivir maupun zanamivir berinteraksi dengan sisi aktif NA
melalui interaksi elektrostatik dan ikatan hidrogen (Mihajlovic & Mitrasinovic,
2008; Ramachandran et al., 2012). Kendati saat ini telah dilaporkan bahwa NA
mengalami mutasi pada sisi aktifnya dan terjadi perubahan interaksi antara NAI
dengan sisi aktif NA, namun interaksi NA-NAI masih dapat diamati (Mihajlovic
& Mitrasinovic, 2008). Saat ini senyawa baru sebagai kandidat NAI telah banyak
dikembangkan antara lain dari golongan peptida siklik (Tambunan et al., 2012)
Deteksi zanamivir secara elektrokimia dengan teknik square wave
voltammetry telah dilakukan menggunakan hanging mercury drop electrode
(HMDE). Deteksi zanamivir pada HMDE didasarkan pada kemampuannya
mengkatalisis reaksi evolusi hidrogen (Skrzypek, 2010). Hal ini membuka
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
peluang dilakukannya deteksi NA secara tidak langsung berdasarkan reaksi
inhibisi zanamivir terhadap NA. Namun demikian, penggunaan HMDE sebagai
elektroda kerja masih terkendala alasan keamanan. Di samping itu pH optimum
deteksi zanamivir pada HMDE yaitu pada pH 2,2 terlalu asam untuk aktivitas NA.
Deteksi tidak langsung NA dengan teknik voltametri berdasarkan reaksi
inhibisi NA oleh zanamivir dikembangkan pada penelitian ini. Perubahan respon
elektrokimia zanamivir pada saat bebas dan saat berinteraksi dengan NA dijadikan
dasar deteksi NA dengan teknik voltametri. Elektroda gold-modified boron doped
diamond digunakan sebagai elektroda kerja. Dilakukan juga pengujian terhadap
sampel NA yang mengandung matriks mucin untuk mengevaluasi kemungkinan
diaplikasikannya teknik deteksi yang dikembangkan terhadap real sample. Sistem
magnetic beads dikembangkan untuk mengevaluasi pengaruh sistem terhadap
performa teknik deteksi NA, sementara sistem strip test dikembangkan sebagai
pendekatan untuk menciptakan piranti deteksi NA yang praktis dan mudah
digunakan.
1.2 Rumusan Masalah
Perumusan masalah dari penelitian yang dilakukan meliputi:
1. Pengukuran zanamivir telah dilakukan dengan teknik voltametri menggunakan
hanging mercury drop electrode. Apakah analisis kuantitatif zanamivir dapat
dilakukan dengan teknik voltametri menggunakan elektroda Au dan gold-
modified boron doped diamond?
2. Gugus karboksilat, amina, dan amida pada zanamivir mengalami interaksi
elektrostatik dengan NA. Bagaimana pengaruh NA terhadap respon
elektrokimia zanamivir, apakah perubahan respon berkorelasi dengan
konsentrasi NA?
3. Magnetic beads banyak digunakan pada deteksi biomolekul termasuk protein.
Apakah penggunaannya dapat memperbaiki sensitivitas dan selektivitas
pengukuran NA dengan teknik voltametri?
4. Apakah teknik deteksi NA berdasarkan inhibisi NA oleh zanamivir dapat
dikembangkan dalam bentuk lateral flow analysis (strip test) yang
dikombinasikan dengan terknik voltametri?
5. Mucin merupakan merupakan salah satu komponen yang terdapat dalam
matriks spesimen sampel yang digunakan pada pemeriksaan penyakit
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
pernapasan. Bagaimana pengaruh interferensi mucin pada deteksi NA dengan
teknik voltametri?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian yang dilakukan memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Mempelajari sifat elektrokimia zanamivir, menentukan kondisi optimum, dan
melakukan pengukuran kuantitatif zanamivir dengan teknik voltametri pada
elektroda Au dan gold- modified boron doped diamond.
2. Mempelajari pengaruh NA terhadap perilaku elektrokimia zanamivir,
menentukan kondisi optimum pengukuran NA, dan melakukan pengukuran
NA berdasarkan reaksi inhibisi NA oleh zanamivir dengan teknik voltametri.
3. Melakukan imobilisasi zanamivir pada magnetic beads, menentukan kondisi
optimum pengukuran NA dengan magnetic beads, dan mempelajari efektivitas
pengukuran NA dengan teknik voltametri pada sistem magnetic beads.
4. Mengembangkan teknik analisis kuantitatif NA dengan lateral flow analysis
(strip test) yang dikombinasikan dengan terknik voltametri.
5. Mempelajari pengaruh interferensi mucin pada deteksi NA dengan teknik
voltametri.
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
1.4 Hipotesis
Hipotesis dari penelitian yang dilakukan ialah:
1. Analisis kuantitatif zanamivir dapat dilakukan dengan teknik voltametri
mengguanakan elektroda emas dan boron doped diamond termodifikasi emas.
2. Perubahan sinyal elektrokimia zanamivir saat bebas dan saat terikat NA dapat
menjadi dasar pengukuran NA secara elektrokimia.
1.5 Ruang Lingkup
Penelitian mencakup studi elektrokimia zanamivir dan oseltamivir, studi
pengaruh NA terhadap perilaku elektrokimia zanamivir, studi pengaruh
immobilisasi zanamivir pada magnetic beads terhadap selektivitas dan sensitivitas
pengukuran NA, pengembangan strip test untuk deteksi NA, serta studi
interferensi mucin terhadap deteksi NA. Konsep pemikiran yang melandasi
penelitian disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1.1 Konsep pemikiran yang melandasi penelitian.
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
1.6 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
perilaku elektrokimia zanamivir dan oseltamivir pada elektroda gold-modified
boron doped diamond. Memberikan gambaran pengaruh NA terhadap perilaku
elektrokimia zanamivir. Hal ini dapat menjadi dasar untuk deteksi tidak langsung
NA dengan teknik voltametri berdasarkan reaksi inhibisi NA oleh zanamivir.
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Neuraminidase
Neuraminidase (NA) merupakan kelompok besar enzim hidrolase yang
memutuskan ikatan glikosidik pada neuraminic acid (Neu5Ac). NA ditemukan pada
beberapa jenis virus, mamalia, dan bakteri, namun yang telah banyak diidentifikasi
ialah neuraminidase virus. NA virus merupakan glikoprotein dengan bagian tertentu
menempel pada membran virus dan bagian kepala yang mengandung sisi katalitik.
Aktivitas katalitik NA ialah memutus ujung terminal N-acetyl neuraminic acid
(Gambar 2.1). NA memastikan virus tidak terjebak pada permukaan sel dengan cara
memutuskan rantai polisakarida. Mekanisme kerja NA diilustrasikan pada Gambar
2.2.
Gambar 2.1 Struktur N-acetylneuraminic acid.
Gambar 2.2 Ilustrasi mekanisme kerja NA dalam melepas anakan virus yang siap
menginveksi sel inang. (dimodifikasi dari sumber: Journal.prous.com)
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
Struktur sisi aktif NA pada beberapa organisme seperti virus influenza A dan B
bersifat sangat conserved (Samson et al., 2013). NA merupakan enzim hidrolase.
Enzim ini memiliki EC number EC 3.2.1.18. Angka 3 menunjukkan kelompok
hidrolase sementara angka 2 menunjukkan ikatan yang dihidrolisis oleh enzim
tersebut ialah ikatan glikosidik. NA pada virus influenza dibedakan menjadi N1
hingga N9. N1 merupakan NA yang terdapat pada virus influenza H5N1 dan H1N1
yang terdiri atas 469 residu asam amino. Struktur NA menurut protein data bank
disajikan pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Neuraminidase. (Sumber http://www.rcsb.org/pdb)
Sisi katalitik NA terdiri atas 8 residu gugus fungsi, yaitu Arg118, Asp151,
Arg152, Arg224, Glu276, Arg292, Arg371, and Tyr406 dan dikelilingi oleh 11 residu
kerangka Glu119, Arg156, Trp178, Ser179, Asp198, Ile222, Glu227, His274, Glu277,
Asn294, dan Glu425 yang berimplikasi dengan stabilisasi sisi aktif pada struktur
(Colman et al., 1993). Beberapa laporan menuliskan bahwa sisi aktif neuraminidase
dapat mengalami mutasi berupa perubahan pada beberapa asam amino di sisi aktifnya.
NA dilaporkan terdapat pada beberapa bakteri patogen seperti Vibrio cholera
(Vimr et al., 1988), Streptococcus pneumonia (Berry et al., 1988), Corynebacterium
diptheriae (Moriyama & Barksdale, 1967), Erysipelothrix rhusiopathiae (Wang et al.,
2005), Clostridium perfringens (Chien et al., 1997), dan Ornithobacterium
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
rhinotracheale (Kastelic et al., 2013). NA membantu bakteri ataupun virus
menyerang dan menginfeksi inangnya. O. rhinotracheale merupakan bakteri pathogen
bagi ayam dan kalkun yang dilaporkan mengandung NA yang memutuskan sialic acid
dari SAα(2-3)gal pada trakea kalkun dan ayam (Kastelic et al., 2013). E.
rhusiopathiae merupakan bakteri gram positif yang menyebabkan berbagai penyakit
patogen seperti luka api pada unggas dan arthritis pada mamalia. Salah satu faktor
virulensi dan patogenitas dari E. rhusiopathiae ialah NA. Selain membantu dalam
proses penyerangan terhadap host, NA yang dimiliki mikroba juga berfungsi
memberikan sialic acid bebas kepada bakteri untuk asimilasi sebagai karbon dan
sumber energi (Cortield & Schauer 1982). NA dari C. perfringens berukuran besar 72
kDa dan memiliki kemampuan menghidrolisis glikoprotein dan glikolipida manusia
dengan efisiensi yang tinggi (Chien et al., 1997).
2.2. Inhibitor Neuraminidase
Inhibitor neuraminidase (NAI) berdasarkan pada struktur 2,3-dihidro analog
dari N-acetyl-neuraminic acid (DANA). NA mengikat NAI lebih kuat (afinitas lebih
besar) dibanding substrat alami N-acetyl neuraminic acid (Neu5Ac). Akibatnya virus
anakan baru gagal dilepaskan dari reseptor sialic acid dan mengalami agregasi pada
permukaan sel yang terinfeksi dan menghambat penyebaran infeksi terhadap sel
lainnya. Mekanisme kerja NAI disajikan pada Gambar 2.4.
Obat yang digolongkan sebagai NAI antara lain oseltamivir, zanamivir,
peramivir, dan laninamivir, disajikan pada Gambar 2.5a (Samson et al., 2013). Bentuk
metabolit aktif dari obat tersebut disajikan pada Gambar 2.5b (Meeprasert et al.,
2012). Di antara NAI tersebut, oseltamivir dan zanamivir telah banyak digunakan di
beberapa negara dan telah dijual secara komersial dengan nama dagang tamiflu dan
relenza.
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
Gambar 2.4 Ilustrasi mekanisme kerja inhibitor neuraminidase.
(dimodifikasi dari sumber: Journal.prous.com)
Gambar 2.5 Struktur obat influenza dari golongan inhibitor neuraminidase (a) dan
bentuk metabolit aktif obat influenza dari golongan inhibitor neuraminidase (b).
(Sumber: (Samson et al., 2013; Meeprasert et al., 2012).
Oseltamivir secara komersial beredar sebagai oseltamivir fosfat. Oseltamivir
mengandung gugus fungsi etil ester yang memerlukan hidrolisis ester untuk
dikonversi menjadi bentuk aktifnya, oseltamivir karboksilat. Obat ini diberikan secara
oral. Oseltamivir dibuat dari modifikasi kerangka analog, termasuk diadisikannya
(a) (b)
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
rantai samping lipofilik yang ruah yang memungkinkan obat untuk dapat diberikan
secara oral. Senyawa ini merupakan NAI yang bersifat kompetitif. Oseltamivir
digunakan untuk pencegahan dan pengobatan influenza yang gejalanya baru terjadi
kurang dari dua hari. Diberikan secara oral selama 5 hari, dua kali sehari dengan dosis
yang disesuaikan dengan berat badan pasien. Oseltamivir fosfat diserap secara cepat
dari saluran pencernaan dan dikonversi oleh esterase hati menjadi menjadi metabolit
aktifnya, oseltamivir karboksilat (Samson et al., 2013).
Sisi aktif neuraminidase berinteraksi dengan oseltamivir melalui interaksi
elektrostatik (Gambar 2.6a). Neuraminidase dilaporkan mengalami resistensi terhadap
oseltamivir karena terjadinya mutasi pada sisi aktifnya, tepatnya pada His274. Posisi
His274 dapat digantikan oleh asam amino dengan rantai samping yang kecil seperti
Gly, Ser, Asn, dan Gln, maupun asam amino dengan rantai samping yang besar
seperti Phe dan Tyr. Saat mutasi terjadi melalui penggantian His274 dengan asam
amino berantai samping kecil, sensitivitas neuraminidase terhadap oseltamivir tidak
banyak berubah. Di sisi lain penggantian His274 dengan Phe dan Tyr menyebabkan
sensitivitasnya terhadap oseltamivir berkurang (Mihajlovic & Mitrasinovic, 2008).
Namun demikian, interaksi sisi aktif neuraminidase yang mengalami mutasi dengan
oseltamivir masih dapat diamati (Gambar 2.6b).
Zanamivir memiliki bioavailabilitas yang rendah untuk oral sehingga
serbuknya dikemas dalam alat inhaler. Hal ini menyebabkan penggunaan zanamivir
lebih terbatas dibanding oseltamivir, padahal uji in vitro menunjukkan hambatan
zanamivir terhadap neuraminidase virus influenza A (H1N1) dan virus influenza B
lebih kuat dibandingkan oseltamivir (CDC, 2009; Sheu et al., 2008). Penggunaan
zanamivir bersamaan dengan oseltamivir (bitherapy) telah dicoba oleh Escuret et al.,
(2012), namun hasil yang diperoleh belum dapat memberikan gambaran mengenai
efektivitas bitherapy tersebut. Zanamivir dilaporkan dapat mengalami fotodegradasi
dengan laju kinetik yang lambat. Pada paparan sinar matahari yang normal, setelah 18
hari konsentrasinya masih bertahan sebanyak 30% (Zonja et al., 2013). Di sisi lain
zanamivir stabil terhadap penyimpanan selama 5 hari pada suhu ruang dan -80 C
(Baughman et al., 2007). Sisi aktif neuraminidase berinteraksi dengan zanamivir
melalui beberapa gugus fungsi zanamivir seperti ditunjukkan pada Gambar 2.7.
O
NH2
NH
O
O
O
HN
H2N
H2NArg 118
HN H2N
Arg 371 NH2
HO
NH
NH2H2N
Tyr 406
OH
O
OGlu 119
HN
NH2H2N
Arg 156
Glu 227
O
O
O
H2N
Asn 294
O
O
Asp151
NH
H2N
NH2
OH
Glu 276
O
O
N
NH2
NH2
Arg 224
Ile 222
OH
NH
Trp 178
Ser 246
Ser 179
Glu 277
O OTyr 347
Arg 152
Arg 292
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
Gambar 2.6 Interaksi neuraminidase dengan oseltamivir (a), ineuraminidase mutasi
His274Gly dengan oseltamivir (b). (Sumber: Mihajlovic & Mitrasinovic, 2008)
H2N
HN
H2N
NH2Arg 118
OH
H2N
HN
NH2H2N
Arg 156
Arg 292
Tyr 347
NHO
O
O
O
OH
HN H2N
Arg 371 NH2
Tyr 406
O
O
O
O
Glu 119
Glu 227
OH
Ser 179 NH
Trp 178
O
O
Asp151
NH
H2N
NH2Arg 152
Ile 222
NH
NH2
Glu 276
O
O
HN
NH2
NH2
Arg 224
Glu 277
O O
O
H2N
Asn 294
OHSer 246
(a)
(b)
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
Gambar 2.7 Interaksi sisi aktif enzim neuraminidase dengan zanamivir
(Ramachandran et al., 2012).
Peramivir merupakan turunan siklopentana yang mengandung gugus negatif
karboksilat, gugus positif gugus guanidine dan rantai samping lipofilik (Babu et al.,
2000). Bioavailabilitasnya rendah sehingga diberikan dengan injeksi atau infus.
Afinitas sisi aktif NA terhadap peramivir lebih kuat dibandingkan terhadap
oseltamivir (Bantia et al., 2011). Peramivir dapat diberikan kepada pasien penderita
avian influenza secara bersamaan dengan oseltamivir karena kerja kedua obat tersebut
tidak antagonis (Hernandez et al., 2011).
Laninamivir mengandung gugus 4-guanidine dan gugus 7-metoksi.
Laninamivir menunjukkan kemampuan menghambat neuraminidase virus influenza A
pada range yang luas (N1-N9) dan virus influenza B (Yamashita et al., 2009).
Laninamivir digunakan dengan cara dihirup sehingga dikemas dalam bentuk alat
inhaler. Pengujian terhadap tikus menunjukkan kemampuan laninamivir dalam
menghambat neuraminidase lebih kuat dibandingkan oseltamivir dan zanamivir
(Kubo et al., 2010). Laninamivir memiliki kemampuan untuk melawan neuraminidase
yang sudah mengalami mutasi. Nilai IC50 laninamivir terhadap neuraminidase tipe
mutan dan wild tidak terlalu jauh berbeda (Meeprasert et al., 2012).
Virus influenza yang mengalami resistensi terhadap NAI disebabkan oleh
mutasi pada neuraminidase yang menyebabkan perubahan bentuk sisi katalitik dari
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
neuraminidase dan menurunkan kemampuan binding NA terhadap NAI. M utasi
His274Tyr, Arg292Lys, dan Asn294Ser berkaitan dengan menurunnya kemampuan
binding antara oseltamivir dengan neuraminidase sehingga menyebabkan resistensi
terhadap oseltamivir. Mutasi Arg292Lys dan Asn294Ser menyebabkan tidak
terjadinya rotasi Glu276 dan tidak terjadi ikatan antara Glu276 dengan Arg224
sehingga tidak terjadi pembentukan pocket pada neuraminidase yang mampu
berikatan dengan rantai hidrofobik pada oseltamivir.
Zanamivir tidak memiliki gugus hidrofobik tetapi memiliki gugus guanidine
sehingga resistensi yang terjadi disebabkan oleh mutasi pada kerangkan residu
katalitik. Peramivir memiliki gugus hidrofobik seperti oseltamivir dan memiliki gugus
guanidine seperti zanamivir sehingga resistensi terhadap paramivir analog dengan
yang terjadi pada oseltamivir dan zanamivir. Resistensi terhadap laninamivir belum
dilaporkan hingga saat ini, namun demikian laninamivir berikatan dengan
neuraminidase pada sisi ikatan yang mirip dengan ikatan antara zanamivir dengan
neuraminidase sehingga resistensi terhadap laninamivir dimungkinkan terjadi
(Samson et al., 2013).
Di samping NAI yang telah disebutkan di atas, telah dikembangkan beberapa
senyawa yang berpotensi sebagai NAI, antara lain dari golongan peptida siklik
(Tambunan et al., 2012). Beberapa senyawa peptida siklik yang dikembangkan
memiliki aktivitas hambatan dan afinitas lebih baik dibandingkan NAI yang telah
digunakan. Di antara peptide siklik yang telah dikembangkan tersebut terdapat
kandidat yang potensial menggantikan NAI karea diketahui juga memiliki toksisitas
yang rendah. Terdapat juga senyawa yang berpotensi dikembangkan sebagai NAI
yang diisolasi dari Zingiberaceae, yaitu 1, 2-di-O- β-D-glucopyranosyl-4-allylbenzene
(BGA). Senyawa ini memiliki aktivitas hambatan terhadap NA, terdapat sekitar 14
residu pada sisi aktif NA yang berinteraksi dengan BGA (Tambunan et al., 2010).
2.3. Analisis Oseltamivir
Penentuan oseltamivir telah dilakukan dengan HPLC (Joseph-Charles et al.,
2007), elektroforesis kapiler (Laborde-Kummer et al., 2009), LC-MS-MS
(Lindegårdh et al., 2007) dan kolorimetri (Green et al., 2008), spektrofotometri
(Malipatil et al., 2010), dan potensiometri (Hamza et al., 2012). Penentuan oseltamivir
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
secara kualitatif dengan teknik voltametri siklik telah dilakukan oleh Ivic et al.,
(2011). Elektroda kerja yang digunakan ialah elektroda emas polikristalin. Puncak
oksidasi dan reduksi oseltamivir teramati pada potensial -0,5 dan -0,7 V. Elektrolit
yang digunakan pada penelitian ini ialah NaHCO3 0,05 M dengan pH 8,4. Puncak
oksidasi dan reduksi oseltamivir tidak dapat teramati saat digunakan glassy carbon
sebagai elektroda kerja. Hal ini menunjukkan bahwa elektroda glassy carbon tidak
dapat digunakan untuk analisis kualitatif oseltamivir.
Pop et al., (2010) melaporkan analisis kuantitatif oseltamivir menggunakan
teknik differential pulse voltammetry. Elektroda kerja zinctetranaphthaloporphyrin
(ZnTNP) based diamond electrode, zinc-5,10,15,20-tetra(4-sulfophenyl)porphyrin
(ZnTSPP) based diamond electrode, ZnTNP based carbon paste electrode, dan
ZnTSPP based carbon paste electrode memiliki sensitivitas masing-masing 0,844
mA/mol/L; 36 mA/mol/L; 27,8 mA/mol/L; dan 67 mA/mol/L. Daerah kerja masing-
masing 10-11
-10-7
mol/L; 10-10
-10-8
mol/L; 10-9
-10-7
mol/L; 10-9
-10-7
mol/L. Limit
deteksi analisis kurang dari 10-9
mol/L dan %RSD kurang dari 1,0 %. Respon
elektroda yang digunakan stabil selama lebih dari 3 bulan. Pada Pop et al., (2012)
kembali melakukan analisis kuantitatif oseltamivir dengan teknik differential pulse
voltammetry. Pada penelitian ini digunakan delapan buah elektroda kerja, yaitu
ZnTNP diamond, ZnTNP carbon, ZnTSPP diamond, ZnTSPP carbon, Zn-
tetraphenylporphyrin (ZnTPP) diamond, ZNTPP carbon, Zn-phthalocyanine (ZnPc)
diamond, dan ZnPc carbon. Elektrolit yang digunakan ialah titrisol dengan pH 5.
Performa masing-masing elektroda disajikan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Performa elektroda kerja pada penentuan oseltamivir
Senyawa
Elektroaktif
Matriks Range
konsentrasi
linear
(mol/L)
Limit of
Detection
Sensitivitas E (mV)
ZnTNP Diamond 10-11
– 10-7
6,28 x 10-12
844 nA/mol/L 831±5
Carbon 10-9
– 10-7
7,00 x 10-10
27,8 mA/mol/L -678±4
ZnTSPP Diamond 10-10
– 10-8
7,30 x 10-11
36 mA/mol/L 398±8
Carbon 10-9
– 10-7
1,95 x 10-10
67 mA/mol/L 648±5
ZnTPP Diamond 10-11
– 10-9
7,19 x 10-12
45 nA/mol/L 691±8
Carbon 10-13 – 10-11 3,64 x 10-14 212 mA/mol/L -668±7
ZnPc Diamond 10-8
– 10-6
8,17 x 10-9
88,5 nA/mol/L 683±8
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
Carbon 10-9
– 10-6
6,74 x 10-10
2,95 mA/mol/L -678±9
2.4. Analisis Zanamivir
Penentuan zanamivir dalam serum dan urin telah dilakukan dengan teknik LC-
MS-MS. Deteksi dilakukan dengan menggunakan isotop stabil sebagai standar
internal. Zanamivir pada range konsentrasi 10-5000 ng/mL dapat dideteksi dengan
metoda yang dikembangkan dengan jumlah sampel yang digunakan sebanyak 0,2 mL
dengan waktu analisis 5 menit (Allen et al., 1999). Baughman et al., (2007)
menggunakan teknik positive ion hydrophilic interaction chromatography
(HILIC)/tandem mass spectrometry (MS) untuk menganalisis zanamivir dalam
plasma tikus dan kera. Limit kuantitasi dari teknik yang digunakan ialah 2 ng/mL dan
konsentrasi tertinggi yang dapat dideteksi ialah sebesar 10000 ng/mL. Rasio sinyal
terhadap derau pada 2 ng/mL ialah 5:1. Teknik LC dengan TOF quadrupole MS juga
telah dikembangkan untuk analisis zanamivir. Teknik ini dapat mendeteksi zanamivir
pada rentang 5-1000 ng/mL (Ge et al., 2012).
Analisis zanamivir dengan teknik voltametri telah dilaporkan oleh Skrzypek
(2010). Dilaporkan bahwa zanamivir bertindak sebagai elektrokatalis pada permukaan
mercury drop electrode yang akan mengkatalisis evolusi hidrogen. Analisis zanamivir
dengan teknik Square Wave Voltammetry telah dilakukan pada kondisi pH buffer
sitrat-fosfat 2,2. Teknik ini dapat mendeteksi zanamivir pada range 4,8 x 10-7
– 1,2 x
10-5
mol/L dengan limit deteksi dan limit kuantitasi berturut-turut sebesar 1,5 x 10-7
dan 4,8 x 10-7
.
2.5. Deteksi Neuraminidase
Deteksi neuraminidase (NA) telah dilaporkan dengan teknik enzimatis,
fluorometrik, ELISA, spektroskopi, melting analysis, RT-PCR. Teknik analisis NA
berdasarkan reaksi enzimatis dilakukan dengan menggunakan 2'-(4-
Methylumbelliferyl)-α-D-N-acetylneuraminic acid (4-MUNANA) maupun derivatnya
sebagai substrat. Produk reaksi enzimatis yang memiliki sifat fluoresens dideteksi
pada panjang gelombang yang sesuai (Yang et al., 2012). Zhang et al., (2012)
mengembangkan deteksi NA dengan teknik enzimatis ini pada microfluidic chip.
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
Deteksi dan kuantisasi NA dengan teknik immunocapture ELISA
dikembangkan oleh Gerentes et al., (1998) berdasarkan penggunaan monoclonal
antibodi spesifik untuk NA. Teknik ini dapat mendeteksi NA yang telah dimurnikan
hingga konsentrasi 7 ng/mL. Deteksi NA secara simultan dengan hemagglutinin
dikembangkan dengan LC-MS-MS. Teknik ini dapat mendeteksi hingga 1 ug/mL
(Williams et al., 2012). Teknik melting analysis telah digunakan untuk mendeteksi
perubahan pada sequence NA tanpa memerlukan probe yang spesifik (Varillas et al.,
2011), sementara RT-PCR juga telah dikembangkan untuk menganalisis perubahan
atau mutasi yang terjadi pada NA virus (Takayama et al., 2013).
2.6. Elektrokimia: Voltametri
Voltametri merupakan salah satu teknik untuk menginvestigasi mekanisme
elektrolisis. Pada teknik voltametri, arus yang mengalir diamati untuk setiap potensial
yang diaplikasikan pada elektroda kerja. Voltametri termasuk ke dalam teknik
potentiostatic atau controlled potential technique. Potensial diaplikasikan pada
rentang tertentu untuk mendorong terjadinya transfer muatan (reaksi redoks) pada
interface elektroda dengan larutan. Besarnya arus yang dihasilkan pada proses
tersebut kemudian diukur (Wang, 2006). Komponen penting pada teknik voltametri
meliputi hal-hal berikut:
1. Elektroda : Biasanya digunakan logam yang bersifat inert seperti emas atau
platinum. Saat ini selain digunakan batangan logam banyak juga digunakan
nanopartikel logam atau oksida logam yang dilapiskan pada material substrat yang
sesuai.
2. Pelarut : Merupakan zat cair yang memiliki konstanta dielektrik yang tinggi untuk
memastikan dapat melarutkan elektrolit dan membantu menghantarkan arus. Air
dan asetonitril merupakan contoh pelarut yang banyak digunakan.
3. Background electrolyte : Merupakan garam yang inert secara elektrokimia,
biasanya dimasukkan dalam konsentrasi yang cukup tinggi dibanding analat (0,1
M). Berfungsi mengalirkan arus listrik, contohnya: NaCl, tetrabutilamonium
perklorat.
4. Reaktan/analat : Merupakan spesi yang akan ditentukan secara elektrokimia.
Biasanya berada pada konsentrasi rendah, kurang dari 10-3
M.
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
Berdasarkan potensial yang digunakan, voltametri dibedakan menjadi tiga, yaitu: a).
Potential Step, b). Linear Sweep, c). Cyclic Voltammetry.
a. Potential Step Voltammetry
Pada potential step voltammetry, tegangan atau potensial yang diaplikasikan
diubah dari V1 menjadi V2 (Gambar 2.8).
Gambar 2.8 Profil perubahan potensial yang diaplikasikan dari V1 ke V2. (Sumber:
http://www.cheng.cam.ac.uk)
Seiring dengan proses elektrolisis yang terjadi pada permukaan elektroda,
terbentuk gradien konsentrasi karena konsentrasi di permukaan elektroda akan
berkurang terkonsumsi oleh proses elektrolisis. Dropnya gradien konsentrasi
berdampak pada turunnya arus listrik yang dihasilkan. Respon arus yang dihasilkan
disajikan pada Gambar 2.9 dan profil gradien konsentrasi disajikan pada Gambar
2.10.
Gambar 2.9 Profil arus versus waktu pada Potential step voltammetry. (Sumber:
http://www.cheng.cam.ac.uk)
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
Gambar 2.10 Profil konsentrasi versus jarak menunjukkan gradien konsentrasi di
sekitar elektroda. (Sumber: http://www.cheng.cam.ac.uk)
b. Linear Sweep Voltammetry
Pada linear sweep voltammetry kisaran potensial tertentu diaplikasikan, misal
antara V1 dan V2, tegangan dipayar pada kisaran tersebut mulai dari nilai V1 hingga
V2 (Gambar 2.11). Besarnya kecepatan payar (scan rate) dihitung berdasarkan
kemiringan garis yang menghubungkan V1 dengan V2.
Gambar 2.11 Profil tegangan yang diaplikasikan pada linear sweep voltammetry.
(Sumber: http://www.cheng.cam.ac.uk)
Pada linear sweep voltammetry, voltamogram yang dihasilkan bergantung
pada beberapa faktor, antara lain : a). laju transfer elektron, b). reaktivitas dari spesi
elektroaktif, dan kecepatan payar tegangan. Voltamogram linear sweep voltammetry
menunjukkan hubungan antara tegangan yang diaplikasikan dengan arus yang
dihasilkan. Semakin tinggi kecepatan payar, maka besarnya arus yang dihasilkan juga
semakin tinggi (Gambar 2.12)
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
Gambar 2.12 Profil hubungan potensial vs arus pada berbagai kecepatan payar untuk
sistem reversible. (Sumber: http://www.cheng.cam.ac.uk)
Apabila sistem yang terjadi bersifat quasireversible dan irreversible maka
profil hubungan tegangan vs arus pada berbagai kecepatan payar disajikan pada
Gambar 2.13.
Gambar 2.13 Profil hubungan potensial vs arus pada berbagai kecepatan payar
untuk sistem quasireversible dan irreversible.
(Sumber: http://www.cheng.cam.ac.uk)
c. Cyclic Voltammetry
Voltametri siklik (CV) memiliki kemiripan dengan linear sweep voltammetry,
perbedaannya ialah setelah potensial yang diaplikasikan mencapai nilai V2 potensial
dipayar kembali hingga mencapai nilai V1. Bentuk potensial yang diaplikasikan ialah
bentuk triangular (Gambar 2.14). Parameter eksperimental yang diperhatikan pada
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
CV ialah initial potential, switching potential, dan scan rate. Biasanya scan rate atau
kecepatan payar yang digunakan disesuaikan dengan ukuran elektroda yang
digunakan. Sebagai contoh, bila elektroda yang digunakan memiliki diameter puluhan
mm kecepatan payar yang digunakan bisa mencapai 250 mV/s, diameter elektroda 1-2
mm kecepatan payar bisa mencapai 1000 mV/s. Semakin kecil diameter elektroda
biasanya kecepatan payar yang digunakan semakin besar. Sementara itu, parameter
kuantitatif yang penting pada CV meliputi potensial puncak katodik dan anodik (Ep,c
dan Ep,a), puncak arus katodik dan anodik (ip,c dan ip,a), perbedaan puncak potensial
katodik dan anodik (ΔEp = ǀEp,a – Ep,cǀ), potensial formal reaksi redoks (Eº =
[Ep,a+Ep,c]/2), potensial setengah puncak ialah (Ep/2 = E saat i = ip/2) (Foster & Walsh,
2005).
Gambar 2.14 Profil potensil yang diaplikasikan pada teknik cyclic voltammetry.
(Sumber: http://www.cheng.cam.ac.uk)
Voltametri siklik dapat memberikan informasi termodinamik suatu proses
redoks dan informasi kinetik transfer elektron heterogen. Di samping itu dapat
diperoleh informasi potensial redoks suatu spesies elektroaktif serta memberikan
informasi mengenai efek media terhadap suatu reaksi redoks. Selama pemayaran pada
potensial yang ditentukan, arus akan diukur dengan potensiostat dan plot potensial vs
arus yang dihasilkan dikenal sebagai cyclic voltammogram (Wang, 2006).
Pada sistem reversible dengan jumlah elektron yang terlibat dalam reaksi
redoks ialah n, pada suhu 298 K berlaku persamaan Randles-Sevcik:
Ip = (2,69 x 105)n
3/2AD
1/2Cv
1/2
A merupakan luas area elektroda (cm2), D koefisien difusi ((cm
2s
-1), C konsentrasi
larutan, dan v ialah kecepatan payar (Vs-1
). Pada sistem reversible Ep tidak
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
bergantung pada v dan ǀip,c/ip,aǀ adalah 1. Berlaku pula hubungan ǀEp – Ep/2ǀ = 56,5/n
mV, ΔEp = Ep,a – Ep,c = 0,059/n .
Pada sistem irreversible dengan jumlah elektron yang terlibat dalam reaksi
redoks ialah n, pada suhu 298 K berlaku persamaan Randles-Sevcik :
Ip = (2,99 x 105)α
1/2ACD
1/2v
1/2
Di mana α merupakan koefisien transfer dan bergantung pada bentuk energi
penghalang pada transfer elektron. ǀEp – Ep/2ǀ = 1,847 RT/αF = 47,7/α (mV) pada 25
ºC. Pada kondisi irreversible sempurna, Ep akan bergeser ke arah potensial lebih
negatif (untuk reaksi reduksi) dengan meningkatnya kecepatan payar (Foster &
Walsh, 2005), dengan kata lain sistem irreversible total ditandai bergesernya nilai
potensial redoks dengan perubahan kecepatan payar (Wang, 2006).
Sementara itu pada kondisi di mana analat teradsorpsi sebagai lapisan tipis
terbatas pada elektroda, berlaku bahwa arus pucak proporsional dengan v, bukan
dengan v1/2
seperti yang berlaku pada sistem reversible maupun irreversible. Di bawah
kondisi isotherm Langmuir (ketika tidak ada interaksi antara adsorbat yang
berdekatan) FWHM = 3,53 RT/nF = 90,6/n mV. FWHM ialah lebar total puncak
katodik dan anodik pada setengah puncak arus. Terjadinya penyimpangan dari nilai
ini mengindikasikan adanya tarikan atau tolakan (interaksi) antara adsorbat yang
berdekatan (Foster & Walsh, 2005).
Voltamogram yang dihasilkan pada cyclic voltammetry menunjukkan
hubungan antara potensial vs arus (Gambar 2.15a). Voltamogram untuk sistem
reversible pada berbagai kecepatan payar disajikan pada Gambar 2.15b sementara
untuk sistem quasireversible dan irreversible disajikan pada Gambar 2.15c.
Siklik voltametri banyak digunakan untuk mengelusidasi mekanisme reaksi
yang kompleks dan mengkuantitasi analat dalam sampel. Berbagai bidang seperti
industri, biomedis, dan lingkungan telah memanfaatkan teknik analisis ini.
Kronoamperometri
Kronoamperometri melibatkan penggunaan potensial konstan selama jangka
waktu tertentu. Kronoamperometri akan menghasilkan kurva hubungan antara waktu
versus arus. Nilai arus akan berkurang seiring dengan berjalannya waktu karena spesi
elektroaktif pada permukaan elektroda akan terkonsumsi pada reaksi elektrokimia
yang terjadi pada potensial yang digunakan. Teknik ini banyak digunakan untuk
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
menentukan nilai koefisien difusi spesi elektroaktif atau daerah permukaan elektroda
kerja mengikuti persamaan Cottrell berikut.
I, n, F, A, D, C, t berturut-turut merupakan arus, jumlah elektron yang terlibat
dalam reaksi redoks, tetapan Faraday, luas permukaan elektroda, koefisien difusi,
konsentrasi, dan waktu.
Gambar 2.15 Hubungan potensial vs arus (a), hubungan potensial vs arus pada
berbagai kecepatan payar untuk sistem reversible (b), sistem quasireversible dan
irreversible (c). (Sumber: http://www.cheng.cam.ac.uk)
2.7. Boron Doped Diamond (BDD) dan Modified-BDD
Diamond merupakan material dengan kekerasan sangat tinggi (1 x 104
kg/mm2), konduktivitas termal yang tinggi (2600 W/mK), dan charge carrier
mobilities yang tinggi (untuk elektron sebesar 2200 cm2/Vs). Diamond bersifat
insulator, namun doping terhadap diamond menyebabkannya bersifat semikonduktor
hingga metalik dengan konduktivitas bergantung pada level doping yang dilakukan.
Dopant untuk diamond antara lain ialah boron yang menghasilkan semikonduktor tipe
p, nitrogen, fosforus, dan sulfur yang menghasilkan semikonduktor tipe n. Dopant
a b
c
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
campuran dapat juga digunakan dan akan membentuk co-doped diamond, dopant
campuran tersebut antara lain menggunakan nitrogen-boron dan boron-sulfur (Kraft,
2007).
Diamond yang telah didoping oleh boron menghasilkan boron doped diamond
(BDD) yang banyak digunakan sebagai elektroda pada analisis elektrokimia. BDD
memiliki keunggulan antara lain potential window yang lebar (Gambar 2.16),
background current yang rendah, inert dan stabil. BDD dapat difabrikasi dengan
teknik chemical vapor deposition (CVD). Teknik CVD dapat diklasifikasikan menjadi
tiga kelompok, yaitu plasma assisted CVD, hot filament assisted CVD, dan
combustion flame CVD. Teknik yang paling banyak digunakan ialah microwave
plasma assisted CVD (MPACVD). Pada teknik CVD biasanya gas metana atau
campuran metana dengan aseton, digunakan sebagai sumber karbon. Sementara
sebagai sumber boron dapat digunakan diboran, trimetilboron, atau borat organik
(Ivandini et al., 2005).
Gambar 2.16 Voltamogram siklik elektroda diamond dalam H2SO4 0,1 M. (Sumber:
Fujishima et al. 2005)
Lapisan BDD dapat ditumbuhkan pada substrat non diamond seperti Si, Mo,
W, Ti, dan Nb. Substrat yang paling umum digunakan ialah Si, hal ini dikarenakan Si
memiliki struktur yang mirip diamond (Ivandini, Einaga, et al., 2005). Rasio boron
terhadap karbon (B/C) yang digunakan saat proses deposisi mempengaruhi BDD yang
dihasilkan. Semakin tinggi nilai rasio B/C, BDD semakin besar nilai konduktivitas
BDD. BDD dengan rasio B/C yang tinggi banyak digunakan untuk reaksi sintesis dan
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
penguraian secara elektrokimia, sebaliknya B/C yang lebih rendah digunakan untuk
sensor (Levy-clement, 2005). Tabel 2.2 menyajikan karakteristik BDD pada berbagai
nisbah B/C. Menurut Kraft (2007) BDD dapat dideposisikan pada substrat dengan
beberapa cara seperti disajikan pada Gambar 2.17.
Tabel 2.2 Karakteristik BDD pada berbagai nisbah B/C.
(Sumber: Levy-clement, 2005)
B/C dalam
fase gas
(ppm)
Fase padat
[B] (cm-3
)
Resistivitas
(Ω cm)
Ketebalan
(µm)
Rerata
ukuran
butir (µm)
200 8 x 1017
4200 9,5 ~ 6
800 2 x 1019
1800 9 ~ 4
1200 5 x 1019
250 9 ~ 3,5
1600 9 x 1019
60 9,2 ~ 2,5
2000 1 x 1020
11 8,2 ~ 2,8
2800 4 x 1020
7,5
6000 2 x 1021
0,06 7,0 ~ 2
6500 3 x 1021
6,8
8000 5 x 1021
0,06 4,6 ~ 1,3
10000 7 x 1021
0,06 4 ~ 1
12000 1 x 1022
≈ 0,1 4 ~ 0,1
14000 1,5 x 1022
≈ 0,1 4 ~ 1
Živcová et al., (2013) melaporkan bahwa BDD dapat dikategorikan sebagai
BDD berkualitas tinggi apabila memiliki karbon sp3 yang tinggi dan sedikit sekali
terdapat karbon sp2, sementara BDD berkualitas rendah memiliki karbon sp
2 dalam
jumlah yang banyak. Kualitas BDD biasanya dikarakterisasi dengan spektroskopi
Raman karena dapat menunjukkan keberadaan karbon sp2 maupun sp
3.
Gambar 2.17 Skema tipe elektroda diamond yang digunakan: a). doped-
diamond thin film electrode, b). doped-diamond thin film electrode dengan interlayer
antara substrat dan lapisan diamond, c). doped diamond particle diimmobilisasi pada
passivated surface, d). doped diamond particle diimmobilisasi pada insulating film.
(Sumber: Kraft 2007)
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
BDD yang difabrikasi dengan menggunakan MPACVD ialah H terminated
BDD (H-BDD) karena plasma yang digunakan berasal dari gas H2 (Ivandini, Einaga,
et al., 2005). Stabilitas H-BDD dilaporkan dapat terganggu akibat penyimpanan atau
paparan udara dan pemakaian terus-menerus (Vanhove et al., 2007). Modifikasi dapat
dilakukan terhadap doped diamond electrode, antara lain modifikasi permukaan
melalui treatment anodik atau katodik pada elektrolit berair, melalui treatment
plasma, reaksi kimia, penataan elektroda lapisan diamond, deposisi logam berukuran
nano atau oksida logam, deposisi lapisan tipis, serta implantasi ion (Kraft, 2007).
Modifikasi BDD dapat menghasilkan oxygen terminated, amine terminated, carboxyl
terminated, dan metal-modified BDD.
Oxygen terminated BDD (O-BDD) merupakan salah satu jenis BDD yang
banyak digunakan untuk keperluan sensing molekul biologis. O-BDD dapat
dihasilkan melalui treatment anodik terhadap H-BDD. O-BDD memiliki jendela
potensial yang lebih lebar, reprodusibilitas yang tinggi, stabilitas yang baik (stabil
digunakan dalam waktu lebih dari 3 bulan), sensitivitas yang tinggi, dan selektivitas
yang baik, serta mudah disiapkan (Yu et al., 2012). O-BDD dilaporkan telah
digunakan untuk analisis dopamine (Popa et al., 1999; Tryk et al., 2007), asam urat
dan asam askorbat (Popa et al., 2000), purin dan pirimidin (Ivandini et al., 2007).
Metal-modified BDD banyak dikembangkan untuk elektroda sensing. Logam
yang digunakan untuk memodifikasi BDD antara lain platina (Ivandini, et al., 2005b;
Rismetov et al., 2014), nikel (Ivandini et al., 2004; (Zeng et al., 2012), tembaga
(Ivandini et al., 2004; (Chiku et al., 2010), dan emas (Yamada et al., 2008; Ivandini et
al., 2010). Modifikasi BDD dengan logam dapat dilakukan dengan teknik
elektrodeposisi pada potensial tertentu maupun dengan teknik implantasi ion logam.
Modifikasi BDD juga telah dilakukan dengan logam berukuran nano, antara lain
nanopartikel emas menghasilkan gold nanoparticles modified boron doped diamond
(AuNPs-BDD). Nanopartikel emas memberikan aktivitas katalitik lebih tinggi
dibandingkan elektroda emas. Elektroda AuNPs-BDD inert secara kimia, stabilitasnya
tinggi, memiliki potential window yang lebar, capasitive background current yang
rendah (Kraft, 2007; Zhou & Zhi, 2009), serta signal to background current yang
dapat dikontrol (Tian & Zhi, 2007). Di samping itu modifikasi boron doped diamond
electrode dengan nanopartikel emas dilaporkan dapat meningkatkan respon elektroda
hingga empat kali lipat (Siné et al., 2006).
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
2.8. Teknik Spektroskopi untuk Karakterisasi BDD
Kualitas BDD yang diperoleh dari proses fabrikasi BDD sangat
mempengaruhi pengukuran elektrokimia yang melibatkan BDD tersebut sebagai
elektroda kerja. Teknik spektroskopi digunakan untuk mengkarakterisasi BDD, antara
lain spektroskopi Raman, Scanning Electron Microscopy (SEM), dan X-ray
photoelectron spectroscopy (XPS).
a. Spektroskopi Raman
Spektroskopi Raman merupakan teknik spektroskopi yang mendeteksi vibrasi
molekul. Cahaya berinteraksi dengan molekul dan mengubah polarisasi awan elektron
di sekitar inti dan membentuk fraksi yang tidak stabil yang akan mengemisikan
kembali radiasi (scattering). Apabila proses scattering yang terjadi menginduksi
pergerakan inti, maka terjadi inelastic scattering. Teknik spektroskopi Raman
berdasarkan pada inelastic scattering (penghamburan inelastic) cahaya monokromatik
oleh molekul yang bervibrasi. Inelastic scattering yang dimaksud ialah bahwa
frekuensi foton dalam cahaya monokromatik berubah akibat berinteraksi dengan
sampel (Gambar 2.18). Stoke dan anti-stoke scattering merupakan inelastic scattering
yang dimanfaatkan pada spektroskopi Raman (Smith & Dent, 2004).
Gambar 2.18 Ilustrasi Rayleigh, Stoke, dan anti-Stoke scattering. Stoke, dan anti-
Stoke merupakan inelastic scattering yang digunakan pada spektroskopi Raman.
(Sumber : Smith & Dent, 2004).
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
Proses yang terjadi pada Spektroskopi Raman ialah Foton dari sumber radiasi
diserap oleh sampel lalu diemisikan kembali dengan frekuensi lebih kecil atau lebih
besar dibandingkan frekuensi asalnya. Foton yang diserap sampel menyebabkan
molekul sampel tereksitasi dan menjadi electric oscillating dipole yang kemudian
mengemisikan cahaya. Instrumen dasar pada Spektrometer Raman meliputi sumber
radiasi (laser), sample illumination system and light collection optic, wavelength
selector, dan detektor (photodiode array / PDA, charge couple device / CCD, atau
photomultiplier Tubes / PMT). Instrumen Raman biasanya perlu dikalibrasi sebelum
digunakan. Kalibrasi antara lain dilakukan dengan menggunakan naftalena.
Penghamburan Raman mengekspresikan pergeseran atau perubahan energi
yang terlibat dalam inelastic scattering. Pergeseran energi (enegy shift) pada sumbu X
Spektrum Raman seharusnya dinyatakan sebagai Δcm-1
, namun untuk kepraktisan
dinyatakan sebagai cm-1
. Daerah yang paling banyak digunakan informasinya ialah
pada pergeseran energi 3600-200 cm-1
, dan ada juga yang memanfaatkan daerah
pergeseran energi yang lebih sempit, disesuaikan dengan keperluan.
b. Scanning Electron Microscopy (SEM)
Scanning Electron Microscope (SEM) banyak digunakan untuk mempelajari
struktur permukaan suatu sampel padat. Signal pada SEM dihasilkan dari interaksi
berkas elektron dengan permukaan sampel. Informasi yang dapat diperoleh dari
analisis dengan SEM antara lain morfologi (tekstur) permukaan sampel padat, struktur
kristal, dan orientasi material penyusun sampel.
Secara umum instrument SEM terdiri atas electron source, condenser lens,
objective lens, scan coils, vacuum system, aperture, magnification control, stigmator,
sample holder, dan detector. Elektron yang dihasilkan electron gun diakselerasi
dengan energi antara 1 hingga 30 keV. Lensa condenser kemudian memfokuskan
berkas elektron hingga akhirnya mencapai sampel dengan diameter 2-10 nm. Gambar
topografi permukaan sampel dihasilkan berdasarkan scanning electron pada
permukaan sampel. Magnifikasi/perbesaran dapat dilakukan disesuaikan dengan detail
pengamatan yang ingin dilakukan terhadap topografi sampel (Goodhew et al., 2001).
Gambar 2.19 menunjukkan komponen utama pada instrumen SEM.
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
Gambar 2.19 Komponen utama instrument SEM.
(sumber: http://www.purdue.edu/ehps/rem/rs/sem.htm)
c. X-ray photoelectron spectroscopy (XPS)
Prinsip kerja dari instrumen X-ray photoelectron spectroscopy (XPS) ialah
dengan meradiasi sampel dengan radiasi x-ray yang menyebabkan elektron sampel
lepas. Identifikasi unsur dalam sampel dilakukan berdasarkan energi kinetik dari
fotoelektron yang dilepaskan tersebut. Komposisi relatif unsur dalam sampel juga
dapat ditentukan berdasarkan intensitas fotoelektronnya. Informasi yang akan
diberikan oleh instrument ini biasanya berupa spektrum yang memuat binding energy
atau chemical shift dari fotoelektron sebagai sumbu X dan intensitasnya sebagai
sumbu Y.
Pada XPS berlaku hubungan KE = hν – BE – eΦ, KE merupakan energi
kinetik fotoelektron yang lepas, hν merupakan energi foton X-Ray, BE merupakan
energi ikatan dari orbital atom yang melepaskan elektron, dan eΦ merupakan fungsi
kerja spektrometer. Instrumentasi XPS meliputi sumber radiasi sinar X (X-ray)
biasanya ialah anoda (Mg/Al), monokromator, Ar ion gun, sample holder, vacuum
system, electron energy analyzer, dan detector. Ilustrasi proses pada XPS disajikan
pada Gambar 2.20.
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
Gambar 2.20 Ilustrasi proses analisis sampel pada XPS.
(Sumber: Fadley, 2010)
2.9. Magnetic Beads
Partikel magnet banyak digunakan untuk berbagai analisis seperti pemisahan,
sensing, dan drug delivery. Saat ini tersedia partikel magnet dengan berbagai ukuran
mulai dari berukuran mikro (20µm) hingga nano (50 nm). Partikel magnet berukuran
nano biasanya digunakan untuk penelitian immunology pemisahan sel, sementara
yang berukuran mikro digunakan untuk berbagai keperluan analisis (Aytur et al.,
2006). Permukaan partikel magnet (beads) dimodifikasi melalui pre-coupled dengan
biomolekul (protein, antibodi, antigen, DNA/RNA probe) atau ligan yang memiliki
afinitas terhadap molekul target.
Streptavidin merupakan salah satu biomolekul berupa protein dengan bobot
molekul sekitar 53 kDa yang digunakan untuk memodifikasi magnetic beads (MB).
Produk komersial MB-streptavidin telah banyak tersedia dan mudah diperoleh.
Streptavidin memiliki afinitas terhadap molekul biotin (vitamin H). Setiap satu
molekul streptavidin dapat mengikat 4 molekul biotin melalui ikatan nonkovalen.
Interaksi yang terjadi antara streptavidin dengan biotin ialah ikatan hidrogen dan gaya
van der waals. Afinitas streptavidin dengan biotin sangat besar, konstanta afinitas
biotin-streptavidin dalam larutan dapat mencapai 1015
M-1
(Green, 1963). Interaksi
biotin-streptavidin juga bersifat stabil terhadap pengaruh suhu dan pH.
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
Molekul target dapat diimobilisasi pada magnetic beads dengan cara
dikonjugasikan terlebih dahulu dengan biotin. Interaksi biotin streptavidin selanjutnya
dapat menyebabkan molekul target terimobilisasi pada magnetic beads. Konjugasi
molekul target dengan biotin dapat terjadi melalui beberapa tipe proses biotinilasi,
bergantung pada gugus fungsi yang dimiliki molekul target. Biotinilasi molekul target
dapat terjadi melalui gugus amina primer, sulfidril, karboksil, residu karbohidrat pada
glikoprotein, dan melalui nukleotida.
2.10. Lateral Flow Assay : Strip test
Lateral Flow Assay (LFA) merupakan teknik analisis kualitatif maupun
kuantitatif yang mengkombinasikan biorecognition probe dengan kromatografi.
Umumnya dilakukan pada sebuah strip sehingga sering juga disebut sebagai strip test.
LFA yang sukses dikembangkan ialah Lateral Flow Immunoassay yang dikenal juga
dengan istilah immunokromatografi.
Pada dasarnya LFA (khususnya immunokromatografi) memiliki format yang
tersusun atas sample application pad, conjugate pad, nitrocellulose membrane, dan
adsorbent pad. Sample application pad biasanya terbuat dari selulosa atau glass fiber,
pada bagian ini sampel diaplikasikan. Bagian ini diharapkan dapat mentransport
sampel secara kontinu, seragam, dan perlahan. Adakalanya sample pad didesain untuk
proses pretreatment seperti pemisahan komponen sampel, penghilangan partikel
interferent dan pH adjustment. Conjugate pad merupakan tempat labelled
biorecognition molecule ditempatkan. Biasanya conjugate pad dibuat dari glass fiber,
selulosa, atau poliester. Nitrocellulose membrane merupakan support tempat sampel
bermigrasi menuju control dan test line yang juga terletak pada nitrocellulose
membrane ini. Adsorbent pad disimpan pada bagian ujung, berfungsi menjaga aliran
cairan sampel pada membrane nitrocellulose dan mencegah terjadinya aliran balik
cairan sampel. Bagian tersebut disusun pada backing plastic atau plastik penyangga
(Sajid et al., 2014).
2.11 Transmission Electron Microscopy (TEM)
Instrumen TEM beroperasi menggunakan electron gun yang dihasilkan oleh
sumber elektron seperti filament yang dipanaskan pada suhu mencapai 2800 K
(thermionic gun). Electron gun difokuskan dengan menggunakan lensa
elektromagnetik sebelum mengenai sampel. Elektron yang berenergi tinggi tersebut
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
akan mengenai sampel dan berinteraksi dengan atom pada sampel. Selanjutnya
elektron yang sama ataupun berbeda akan meninggalkan sampel untuk membentuk
image yang dibaca oleh detektor. Pada TEM digunakan viewing screen yang biasanya
merupakan lapisan electron-fluorescent yang dapat digunakan pada kondisi vakum.
Viewing screen dirangkaikan dengan vertical microscope column yang ketinggiannya
disesuaikan dengan rangkaian lensa yang digunakan, pole pieces, dan cooling water.
Biasanya digunakan 2 buah lensa kondensor (collecting and directing beam), 4 atau 5
lensa projektor (projecting image onto a screen).
Elektron dengan energi ratusan sampai ribuan kV dihasilkan oleh electron gun
yang berada pada bagian paling atas dari microscope column. Bagian berikutnya ialah
2 buah lensa kondensor yang bekerja mengurangi energi electron beam dan
mengontrol diameternya sebelum mengenai sampel. Aperture condensor terletak di
antara lensa kondensor dan digunakan untuk mengatur sudut konvergensi. Setelah
lensa kondensor terdapat specimen chamber. Bagian berikutnya ialah lensa objektif
yang berfungsi membentuk image intermediet pertama dan pola difraksi yang
kemudian diperbesar oleh lensa proyektor berikutnya dan ditampilkan pada
fluorescent screen. Beberapa lensa proyektor digunakan untuk memperbesar image
sebelum ditampilkan (Goodhew et al., 2001). Gambar 2. 21 menunjukkan komponen
utama instrumen TEM.
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
Gambar 2.21 Komponen utama instrument TEM.
(sumber : http://www.en.academic.ru)
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Bahan dan Peralatan
3.1.1 Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian meliputi zanamivir (Tokyo Chemical
Industry Co. Ltd.), oseltamivir (U.S.Pharmacopeia standards), neuraminidase dari
bakteri Clostridium perfringens (Sigma Aldrich), gas hidrogen, metana, dan
trimetilboron, HAuCl4.4H2O (Wako Pure Chemicals Industries, Ltd.), Mucin dari
bovine submaxillary glands (Sigma Aldrich), Nitrocellulose membrane dengan
ukuran pori 0,45 µm (Bio-Rad), glass fiber filter (Merck Millipore Ltd.), EZ-Link®
Sulfo-NHS-Biotin (Thermo Scientific), Dynabeads® M-280 Streptavidin
(INVITROGEN), Allylamine (Tokyo Chemical Industry Co. Ltd.), Na3C6H5O7, 2-
propanol, K2HPO4, KH2PO4, H3PO4, H2SO4, etanol absolut, NaOH 0,014 N, KOH,
asam sitrat, dan natrium sitrat (Wako Pure Chemicals Industries, Ltd. Atau Merck
Millipore Ltd.), liquid blocker mini pen (Daido Sangyo, Japan), dan high purity
aquades dengan konduktivitas maksimum 18 MΩ dari Simply-Lab water system
(DIRECT-Q 3 UV, Millipore).
3.1.2 Peralatan dan Instrumen
Peralatan yang digunakan pada penelitian ialah berbagai peralatan gelas,
micropipette, neraca analitik, sonikator, vortex, magnetic particle concentrator
(Invitrogen DynaMagTM
-2), magnetic stirrer, incubator (Sansyo Incubator SIB-35),
lampu UV, pH meter (Horiba Laqua), elektroda platina sebagai counter electrode,
elektroda pembanding Ag/AgCl (ALS RE-1C), elektroda Au dan BDD sebagai
working electrode. Instrumen yang digunakan meliputi Electrochemical Analyzer
(ALS/H CH Instruments), Raman spectroscopy (Olympus BX51M), Scanning
Electron Microscopy (SEM) FEI Sirion, Transmission Electron Microscopy (TEM)
FEI TECNAI G2, X-ray photoelectron spectroscopy (XPS) Jeol JPS-9010 TR
photoelectron/spectrometer, dan Microwave Plasma-Assisted Chemical Vapor
Deposition (MPACVD) AX6500X Seki Technotron Corp.
3.2 Prosedur Kerja
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
Penelitian dilakukan dalam dua tahapan. Tahap pertama meliputi fabrikasi dan
karakterisasi elektroda, studi perilaku elektrokimia zanamivir, dan pengukuran
zanamivir. Pada tahap dua dilakukan optimasi deteksi NA secara tidak langsung
berdasarkan respon elektrokimia zanamivir saat ada dan tidak ada NA, pengukuran
NA pada elektroda Au-BDD dan AuNPs-BDD, immobilisasi zanamivir pada
permukaan elektroda Au-BDD, dan pengembangan teknik deteksi NA dengan
bantuan magnetic beads, serta pengebangan awal metode deteksi NA dengan lateral
flow analysis (strip test). Diagram alir penelitian disajikan pada Lampiran 1.
3.2.1 Studi Elektrokimia Zanamivir dan Oseltamivir pada Elektroda Au
Sel pengukuran voltametri disiapkan terdiri atas Ag/AgCl sebagai reference
electrode, platina sebagai counter electrode, dan Au sebagai working electrode
(Gambar 3.1). Larutan zanamivir dan oseltamivir dalam buffer fosfat (PBS) 0,1 M pH
7 dimasukkan ke dalam kompartemen sampel pengukuran voltametri. Profil
voltametri siklik zanamivir dan oseltamivir diamati pada rentang potensial 0 hingga
+1500 mV dengan kecepatan payar (scan rate) 100 mV/s.
Gambar 3.1 Rancangan sel elektrokimia.
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
3.2.2 Pembuatan Elektroda Boron Doped Diamond (BDD) 0,1 %, Gold modified
Boron Doped Diamond Electrode (Au-BDD), dan Gold Nanoparticles modified
Boron Doped Diamond Electrode (AuNPs-BDD)
3.2.2.1 Preparasi Silicon Wafer
Bagian permukaan yang mengkilap dari silicon wafer digosokkan pada
permukaan nanodiamond selama kurang lebih 30 menit hingga terbentuk goresan
diamond pada permukaannya. Silicon wafer yang telah digores kemudian disonikasi
dengan isopropanol sebanyak 2 kali masing-masing selama 5 menit dan dikeringkan.
3.2.2.2 Fabrikasi Elektroda BDD 0,1% dengan menggunakan Microwave Plasma
Assisted Chemical Vapor Deposition (MPACVD )
Silicon wafer yang telah disiapkan pada bagian 3.2.2.1 kemudian ditaruh
dalam sample holder yang telah dibersihkan, bagian yang telah digosok berada di
atas. Sampel holder selanjutnya diletakkan di dalam MPACVD chamber (Lampiran
2), setelah cover kaca diletakkan, selanjutnya MPACVD chamber ditutup. Plasma
yang digunakan berasal dari gas hidrogen (H2), gas metana (CH4) digunakan sebagai
sumber karbon dan trimetilboron (C3H9B) sebagai sumber boron. Kondisi proses
chemical vapor deposition pada pembuatan BDD disajikan pada Tabel 3.1. Setelah
proses deposisi selesai didapatkan elektroda BDD dengan konsentrasi 0,1 % Boron.
Tabel 3.1 Kondisi operasi MPACVD pada pembuatan BDD 0,1 %
Parameter Kondisi
CH4 (standard cubic centimeters per minute / sccm) 20
H2 (sccm) 530
TMB (sccm) 2
O2 (sccm) 0,5
Chamber Pressure (Torr) 80
Plenum Pressure (Torr) 70
Microwave Power (W) 6000
Temperature (C) 987
Deposition Time (h) 6
3.2.2.3 Karakterisasi Elektroda BDD 0,1 %
Karakterisasi dengan Spektrometer Raman. Elektroda BDD yang dihasilkan
kemudian dikarakterisasi dengan instrumen spektrometer Raman (Lampiran 2).
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
Sebelum digunakan, instrumen dikalibrasi terlebih dahulu dengan naftalena.
Pengukuran spektrum Raman dilakukan pada beberapa titik BDD yang diperoleh.
Karakterisasi dengan Scanning Electron Microscope (SEM). Katakterisasi
elektroda BDD dengan SEM dilakukan dengan merekatkan elektroda pada carbon
tape lalu dimasukkan ke dalam bilik SEM untuk kemudian dikarakterisasi ukuran
kristal dan topografi permukaannya. Gambar instrumen SEM yang digunakan pada
penelitian disajikan pada Lampiran 2.
Karakterisasi dengan X-Ray Photoelectron Spectroscopy (XPS). Karakterisasi
dengan XPS dilakukan dengan cara memasukkan elektroda BDD ke dalam bilik XPS
dengan merekatkannya pada sample holder dengan carbon tape untuk kemudian
dikarakterisasi kandungan atom karbon, oksigen, emas, dan nitrogen pada elektroda
BDD dan modified-BDD. Gambar instrumen XPS yang digunakan pada penelitian
disajikan pada Lampiran 2.
3.2.2.4 Pembuatan Gold Modified Boron Doped Diamond Electrode dengan
Teknik Electrodeposition
Elektroda BDD yang telah diperoleh disusun pada kompartemen sampel
pengukuran voltametri (Gambar 3.1). Ke dalam kompartemen dimasukkan larutan
HAuCl4.4H2O 2 mM dan H2SO4 0,5 mM dengan perbandingan 1:1. Elektrodeposisi
Au pada permukaan BDD dilakukan pada variasi potensial -800 hingga 0 mV.
Setelah mendapatkan potensial deposisi optimum, waktu deposisi Au pada permukaan
BDD divariasikan pada 50, 100, 150, dan 200 detik. Elektroda gold modified BDD
yang diperoleh selanjutnya disebut sebagai elektroda Au-BDD. Elektroda Au-BDD
yang telah dibuat dikarakterisasi dengan menggunakan SEM dan XPS. Stabilitas
elektroda diamati dengan melakukan pengukuran sebanyak 30 kali ulangan.
3.2.2.5 Pembuatan Gold Modified Boron Doped Diamond Electrode dengan
Teknik Chemical Deposition
Elektroda H-BDD terlebih dahulu dioksidasi dengan siklik voltametri sebanyak
20 kali dalam larutah H2SO4 0,1 M dan dilanjutkan dengan teknik amperometri pada
potensial 3 V selama 20 menit. O-BDD yang diperoleh selanjutnya direndam dalam
allylamina selama 6 jam sambil diradiasi dengan cahaya ultraviolet (Tian et al., 2006).
N-BDD yang diperoleh selanjutnya direndam selama 90 menit dalam larutan
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
nanopartikel emas (AuNPs) yang telah disiapkan dengan metode Turkevich (Kimling
et al., 2006). Elektroda gold modified BDD yang diperoleh selanjutnya disebut
sebagai AuNPs-BDD. Karakterisasi elektroda AuNPs-BDD dilakukan dengan
menggunakan SEM dan XPS. Stabilitas elektroda diamati dengan melakukan 30 kali
ulangan pengukuran.
3.2.3 Pengukuran Elektrokimia Zanamivir
3.2.3.1 Pemilihan Kecepatan Payar Pengukuran Elektrokimia Zanamivir
Kecepatan payar (scan rate) pengukuran elektrokimia zanamivir divariasikan
pada 25, 50, 100, 150, 200, dan 250 mV/s. Pengukuran dilakukan pada suhu ruang
menggunakan Ag/AgCl sebagai elektroda pembanding, kawat platina digunakan
sebagai counter electrode, dan Au-BDD sebagai elektroda kerja. Larutan zanamivir
1,5 x 10-4
M dalam PBS 0,1 M digunakan pada pengukuran. Hubungan antara
kecepatan payar dengan arus reduksi selanjutnya ditentukan.
3.2.3.2 Penentuan Potential Windows Pengukuran Elektrokimia Zanamivir
Potential windows pengukuran elektrokimia zanamivir ditentukan pada
rentang -2 hingga +1,5 V. Pengukuran dilakukan pada suhu ruang menggunakan
Ag/AgCl sebagai elektroda pembanding, kawat platina digunakan sebagai counter
electrode, dan Au-BDD sebagai elektroda kerja. Larutan zanamivir 1,5 x 10-4
M
dalam PBS 0,1 M digunakan pada pengukuran.
3.2.3.3 Penentuan Koefisien Difusi
Koefisien difusi pada pengukuran zanamivir ditentukan dengan mengukur arus
pada potensial tetap yaitu 1100 mV selama 10 detik. Besarnya arus dialurkan terhadap
waktu. Koefisien difusi ditentukan dengan menggunakan persamaan Cottrell setelah
mengalurkan 1/√t dengan arus.
3.2.3.4 Pengukuran Zanamivir pada Berbagai Konsentrasi
Disiapkan larutan zanamivir dengan berbagai konsentrasi pada kisaran 1 x 10-
12 hingga 1 x 10
-4 M dalam PBS 0,1 M. Larutan zanamivir diukur dengan kondisi
pengukuran yang optimum. Selain itu dilakukan juga pengukuran zanamivir pada
rentang konsentrasi yang lebih sempit yaitu pada rentang 1 x 10-6
hingga 1 x 10-4
M.
3.2.3.5 Presisi Pengukuran Zanamivir
Larutan zanamivir diukur dengan teknik voltametri siklik sebanyak sembilan
kali ulangan pada tiga level konsentrasi. Nilai % RSD pengukuran menunjukkan
presisi pengukuran zanamivir.
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
3.2.4 Pengukuran Elektrokimia Neuraminidase
3.2.4.1 Optimasi pH
Digunakan 3 mL larutan zanamivir pada konsentrasi 1 x 10-4
M dalam PBS 0,1
M pH 4; 4,5; 5; 5,5; 6; 7; dan 8. Selanjutnya ke dalam masing-masing larutan
zanamivir dimasukkan neuraminidase (NA) dengan konsentrasi 10 mU. Dilakukan
inkubasi selama 30 menit pada suhu 37 C. Aktivitas enzim dihentikan dengan
menambahkan 1 mL 0,014 M NaOH dalam etanol 83 % (Ye et al., 2012). Besarnya
respon elektrokimia larutan zanamivir diukur pada kondisi pengukuran optimum.
3.2.4.2 Optimasi Waktu Reaksi Zanamivir dengan Neuraminidase
Digunakan 3 mL larutan zanamivir pada konsentrasi 1 x 10-4
M dalam PBS
0,1 M pH optimum. Ke dalamnya dimasukkan NA dengan konsentrasi 10 mU dan
dilakukan inkubasi pada suhu 37 C selama 10, 20, 25, 30, dan 40 menit. Aktivitas
enzim dihentikan dengan menambahkan 1 mL 0,014 M NaOH dalam etanol 83 %.
Besarnya respon elektrokimia larutan zanamivir diukur pada kondisi pengukuran
optimum.
3.2.4.3 Pengukuran Neuraminidase
Digunakan 3 mL larutan zanamivir pada konsentrasi 1 x 10-4
M dalam PBS
0,1 M pH optimum. Ke dalam masing-masing larutan tersebut dimasukkan NA
dengan konsentrasi masing-masing 0 hingga 15 mU dan dilakukan inkubasi pada suhu
37 C selama waktu kontak optimum. Aktivitas enzim dihentikan dengan
menambahkan 1 mL 0,014 M NaOH dalam etanol 83 %. Besarnya respon
elektrokimia larutan zanamivir diukur pada kondisi pengukuran optimum.
3.2.4.4 Presisi Pengukuran Neuraminidase
Digunakan 3 mL larutan zanamivir pada konsentrasi 1 x 10-4
M dalam buffer
fosfat pH optimum. Dimasukkan NA ke dalam larutan zanamivir dan dilakukan
inkubasi pada suhu 37 C selama waktu kontak optimum. Aktivitas enzim dihentikan
dengan menambahkan 1 mL 0,014 M NaOH dalam etanol 83 %. Dilakukan sebanyak
9 kali ulangan dan presisi pengukuran ditentukan.
3.2.4.5 Pengaruh Matriks Mucin pada Pengukuran Neuraminidase
Digunakan 3 mL larutan zanamivir pada konsentrasi 1 x 10-4
M dalam PBS
pH optimum. Dimasukkan NA pada konsentrasi 0 hingga 15 mU bersama mucin
dengan konsentrasi 3,3 mg/mL ke dalam larutan zanamivir dan dilakukan inkubasi
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
pada suhu 37 C selama waktu kontak optimum. Aktivitas enzim dihentikan dengan
menambahkan 1 mL 0,014 M NaOH dalam etanol 83 %.
3.2.5. Immobilisasi Zanamivir pada Magnetic Beads
3.2.5.1 Modifikasi Zanamivir dengan Biotin
Zanamivir dilarutkan dalam PBS 0,1 M dengan konsentrasi 1 x 10-3
M.
Sementara itu sulfo-NHS-biotin (dengan jumlah sesuai protocol uji pada produk)
dilarutkan dalam ultrafure water dan disiapkan fresh sesaat sebelum digunakan.
Larutan zanamivir dicampurkan dengan larutan Sulfo-NHS-Biotin dan didiamkan
selama 2 jam pada suhu 8 ºC. Larutan zanamivir yang sudah direaksikan dengan
biotin siap digunakan atau dapat disimpan pada suhu -20C. Analisis FTIR dilakukan
untuk memeriksa keberhasilan biotinilasi.
3.2.5.2 Aktivasi Magnetic Beads
Magnetic beads yang mengandung gugus avidin diaktivasi terlebih dahulu
dengan cara mencampurkan 20 µL magnetic beads 10 mg/mL dengan 1 mL PBS 0,1
M. Campuran divortex selama 5 menit dan PBS dipisahkan dari magnetic beads
dengan menggunakan bantuan magnetic particle concentrator. Proses ini diulangi
sebanyak 4 kali. Magnetic beads kemudian dilarutkan dalam PBS 0,1 M hingga
diperoleh konsentrasi 200 µg/mL.
3.2.5.3 Modifikasi Magnetic Beads dengan Zanamivir
Magnetic beads yang telah diaktivasi dicampur dengan zanamivir-biotin.
Campuran divortex pelan selama 30 menit. Dilakukan pemisahan antara magnetic
beads yang telah mengikat zanamivir (MB-streptavidin-biotin-zan) dengan cairan
pelarut menggunakan magnetic particle concentrator. Selanjutnya dilakukan
pencucian dengan PBS 0,1 M sebanyak 3 kali. MB-streptavidin-biotin-zan
selanjutnya dilarutkan kembali dalam PBS 0,1 M pH 5,5 untuk digunakan dalam
pengujian NA.
3.2.5.4 Optimasi Jumlah Magnetic Beads
Jumlah Magnetic beads yang digunakan pada immobilisasi zanamivir
dioptimasi untuk menentukan perbandingan yang optimum antara zanamivir dengan
magnetic beads. Zanamivir-biotin yang digunakan dibuat tetap 1 x 10-3
M, sementara
jumlah magnetic beads divariasikan pada selang 40 hingga 200 µg. Metode
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
pencampuran mengikuti prosedur pada poin 3.2.5.3. Evaluasi dilakukan dengan
pengukuran voltametri siklik larutan magnetic beads-zanamivir.
3.2.6. Pengukuran Elektrokimia NA menggunakan Magnetic Beads
Termodifikasi Zanamivir
Rancangan sel elektrokimia terdiri atas elektroda kerja Au-BDD menggunakan
0,5 cm barrel type rare earth magnet, sebagai elektroda pembanding digunakan
Ag/AgCl (KCl jenuh), sedangkan elektroda pendukung digunakan kawat platina
berbentuk spiral. Skema sel pengukuran disajikan pada Gambar 3.2
Gambar 3.2 Skema sel elektrokimia pengukuran dengan magnetic beads.
Keterangan :
a. Counter electrode b. Reference electrode
c. Au-BDD Electrode d. Magnet bar
Larutan NA dengan variasi konsentrasi dalam PBS 0,1 M pH 5,5 diukur
menggunakan sel elektrokimia sesuai skema pada Gambar 3.2. Pengukuran dilakukan
pada kondisi optimum pengukuran NA yang telah diperoleh pada penelitian tahap
sebelumnya.
3.2.7 Pengembangan Strip test untuk Deteksi Neuraminidase
3.2.7.1 Rancangan Strip test
Rancangan strip test disiapkan meliputi bagian sample pad yang terbuat dari
glass fiber filter berukuran 0,5 cm x 0,5 cm, nitrocellulose membrane tempat sampel
bermigrasi berukuran 0,5 cm x 1,5 cm yang mengandung zanamivir yang telah
diimmobilisasi pada daerah ujung, dan adsorbent pad berukuran 0,5 cm x 0,5 cm.
Pada bagian ujung atas dan bawah nitrocellulose membrane tempat sampel bermigrasi
diaplikasikan liquid blocker mini pen. Rancangan strip test yang dibuat disajikan
pada Gambar 3.3.
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
Gambar 3.3 Rancangan strip test pengukuran neuraminidase.
3.2.7.2 Immobilisasi Zanamivir
Zanamivir 10-2
M diaplikasikan sebanyak 15 µL pada nitrocellulose
membrane. Proses aplikasi dilakukan 3 tahap, masing-masing 5 µL dengan selang
waktu 10 menit untuk setiap aplikasi. Dipastikan zanamivir telah teradsorpsi dengan
baik dan pelarut telah kering sebelum aplikasi berikutnya dilakukan.
3.2.7.3 Deteksi Neuraminidase
NA dilarutkan dalam PBS pH 5,5 dan sebanyak 50 µL NA dengan konsentrasi
0 hingga 15 mU diaplikasikan pada sample pad. Sampel yang telah diaplikasikan
akan berjalan di sepanjang nitrocellulose membrane mencapai zanamivir dan menuju
adsorbent pad. Bagian spot zanamivir selanjutnya digunting lalu diinkubasi pada suhu
37 ºC selama 25 menit. Setelah 25 menit, aktivitas enzim dihentikan dengan
meneteskan 15 µL 0,014 M NaOH dalam etanol 83 %. Setelah reaksi enzim
dihentikan, diteteskan 3 mL PBS 0,1 M pH 5,5 dan dilakukan pengukuran dengan
elektroda Au-BDD.
3.2.7.4 Deteksi Neuraminidase pada Matriks Mucin
NA dilarutkan dalam PBS pH 5,5, sebanyak 50 µL NA dengan konsentrasi 0
hingga 15 mU dicampurkan dengan mucin dan diaplikasikan pada sample pad.
Konsentrasi mucin dalam sampel ialah 3,3 mg/mL. Sampel yang telah diaplikasikan
berjalan disepanjang nitrocellulose membrane mencapai zanamivir dan menuju
adsorbent pad. Bagian spot zanamivir selanjutnya digunting lalu diinkubasi pada suhu
37 ºC selama 25 menit. Setelah 25 menit, aktivitas enzim dihentikan dengan
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
meneteskan 15 µL 0.014 M NaOH dalam etanol 83 %. Setelah reaksi enzim
dihentikan, diteteskan 3 mL PBS 0,1 M Ph 5,5 dan dilakukan pengukuran dengan
elektroda Au-BDD.
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 STUDI PERILAKU ELEKTROKIMIA ZANAMIVIR DAN
OSELTAMIVIR PADA ELEKTRODA EMAS
4.1.1 Studi Perilaku Elektrokimia Zanamivir pada Elektroda Emas
Profil voltametri siklik zanamivir (Zan) dalam buffer fosfat (PBS) diamati
untuk mengetahui perilaku elektrokimia dari analat tersebut. Elektroda kerja yang
digunakan ialah emas, elektroda platina dan Ag/AgCl masing-masing digunakan
sebagai elektroda counter dan reference. Pada Gambar 4.1 dapat diamati bahwa profil
voltametri siklik (CV) zanamivir dalam PBS 0,1 M pH 7 tidak menunjukkan adanya
puncak oksidasi maupun reduksi zanamivir. Puncak yang teramati ialah oksidasi air
menghasilkan gas oksigen yang mulai muncul pada daerah potensial sekitar 1,23 Volt.
Reaksi oksidasi air terjadi mengikuti persamaan: 2H2O(l) O2(g) + 4H+(aq) + 4e
-.
Selain puncak oksidasi air, teramati puncak oksidasi emas dan puncak reduksi emas.
Reaksi oksidasi dan reduksi emas dapat dituliskan sebagai berikut:
Oksidasi 2Au(s) + 3H2O(l) Au2O3(aq) + 6H+(aq) + 6e
-
Reduksi Au2O3(aq) + 6H+(aq) + 6e
- 2Au(s) + 3H2O(l)
Gambar 4.1 Profil CV PBS pH 7 dan zanamivir 5 x 10-4
M dalam PBS pH 7.
Pada Gambar 4.1 dapat diamati bahwa puncak arus oksidasi dan reduksi Au
pada voltamogram siklik zanamivir (garis berwarna merah) mengalami penurunan
-0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6-500-400-300-200-100
0100200300400500
I / u
A
E / V (vs. SSCE)
PBS Zan 5 x 10-4 M
Au oxidation
O2 evolution
Au reduction
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
intensitas dibandingkan pada voltamogram siklik PBS. Di samping itu, dapat diamati
terjadinya pergeseran potensial oksidasi dan reduksi emas. Potensial oksidasi emas
bergeser ke nilai yang lebih positif, sementara potensial reduksinya bergeser ke nilai
yang lebih negatif. Hal ini mengindikasikan bahwa keberadaan zanamivir
mempengaruhi transfer elektron pada elektroda kerja sehingga mengurangi intensitas
dan menyebabkan pergeseran potensial reduksi dan oksidasi emas pada elektroda Au
yang digunakan.
Zanamivir merupakan senyawa dengan gugus guanidine yang memiliki titik
isoelektrik 7,4 (Gambar 4.2). Pada pH 7 zanamivir akan bermuatan positif, namun
demikian gugus fungsi guanidine memiliki pasangan elektron bebas dan dapat
menjadi donor elektron. Interaksi antara nitrogen pada gugus guanidine yang kaya
akan elektron bebas dengan Au yang memiliki orbital elektron yang kosong telah
dilaporkan (Ahrens et al., 1999; Zawadzki, 2003; Coles, 2006; Abdou et al., 2009).
Atom nitrogen pada gugus guanidine memungkinkan senyawa tersebut dapat
teradsorpsi pada permukaan elektoda Au (Daigle & BelBruno, 2011). Adsorpsi
zanamivir pada permukaan elektroda Au diduga dapat mengganggu pembentukan
oksida emas Au2O3. Adsorpsi senyawa organik pada permukaan elektroda mengganti
posisi molekul air yang telah teradsorpsi lebih dulu (Bockris et al., 2000; Srinivasan,
2006) mengikuti reaksi berikut:
[organic]sol + nH2Oads ↔ [organic]ads + nH2Osol
Hal ini dapat mengganggu terbentuknya oksida emas Au2O3 yang terbentuk
melalui reaksi 2Au(s) + 3H2O(l) Au2O3(aq) + 6H+(aq) + 6e
-. Di sisi lain, DuVall &
McCreery (1999) melaporkan bahwa teradsorpsinya senyawa organik pada
permukaan elektroda menyebabkan turunnya laju transfer elektron pada permukaan
elektroda. Kondisi ini menyebabkan intensitas puncak arus oksidasi dan reduksi Au
menjadi lebih rendah. Ilustrasi mekanisme dan interaksi molekul pada adsorpsi
zanamivir di permukaan elektroda Au disajikan pada Gambar 4.3.
Gugus guanidine
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
Gambar 4.2 Struktur zanamivir dengan gugus guanidine.
Sementara itu (Skrzypek, 2010; Skrzypek, 2012) melaporkan bahwa senyawa
yang mengandung gugus guanidine dapat terprotonasi dan teradsorpsi pada
permukaan elektroda. Lebih lanjut gugus guanidine dapat mengkatalisis reduksi
hidrogen pada permukaan elektroda. Proses adsorpsi senyawa dengan gugus
guanidine pada permukaan elektroda ditunjukkan dengan perubahan kapasitas double
layer, zero charge potential, dan tegangan permukaan pada zero charge potential.
Gambar 4.3 Ilustrasi mekanisme (a) dan interaksi molekul (b) pada adsorpsi
zanamivir di permukaan elektroda Au yang mengganggu pembentukan Au2O3.
4.1.2 Studi Perilaku Elektrokimia oseltamivir pada Elektroda Emas
Perilaku elektrokimia oseltamivir fosfat diamati dengan elektroda emas
sebagai elektroda kerja, Ag/AgCl sebagai elektroda pembanding, dan platina sebagai
elektroda counter. Larutan oseltamivir fosfat (Os) 1 x 10-4
M dalam PBS pH 7 diukur
dengan teknik voltametri siklik. Profil voltametri siklik yang diperoleh (Gambar 4.4)
tidak menunjukkan adanya puncak oksidasi maupun reduksi oseltamivir. Puncak
(a)
(b)
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
oksidasi dan reduksi yang teramati merupakan puncak oksidasi dan reduksi Au. Hal
yang menarik adalah keberadaan oseltamivir fosfat pada konsentrasi 1 x 10-4
M tidak
mengurangi intensitas puncak arus oksidasi dan reduksi Au. Hal ini diduga terjadi
karena senyawa oseltamivir fosfat tidak mengandung gugus guanidine seperti halnya
zanamivir sehingga proses adsorpsi pada permukaan elektroda tidak terjadi. Kondisi
ini menyebabkan studi elektrokimia oseltamivir fosfat tidak dilakukan pada tahap
selanjutnya. Selain menggunakan buffer fosfat, studi perilaku oseltamivir dilakukan
dengan menggunakan buffer sitrat pH 7. Namun demikian hasil yang diperoleh juga
tidak menunjukkan puncak arus oksidasi maupun reduksi oseltamivir, keberadaan
oseltamivir juga tidak mengurangi intensitas puncak arus oksidasi dan reduksi Au
(Lampiran 3).
-1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5-200
-150
-100
-50
0
50
100
150
200
250
O2 evolution
I / u
A
E / V (vs. SSCE)
PBS pH 7 Os 1x10-4 M
Au reduction
Au oxidation
Gambar 4.4 Profil CV oseltamivir fosfat 1 x 10-4
M dalam PBS pH 7.
4.2 FABRIKASI ELEKTRODA BORON DOPED DIAMOND (BDD) 0,1%,
Au-BDD, dan AuNPs-BDD
4.2.1 Fabrikasi BDD 0,1 % dengan Microwave Plasma Assisted Chemical Vapor
Deposition (MPACVD )
Lapisan diamond yang didoping dengan boron pada konsentrasi 0,1 % telah
berhasil dibuat pada penelitian ini dengan menggunakan MPACVD. Chemical Vapor
Deposition merupakan teknik deposisi yang efisien untuk menumbuhkan lapisan
polikristalin diamond pada permukaan substrat non diamond. Substrat yang
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
digunakan ialah silica wafer. Substrat Si sering digunakan karena dapat
meminimalkan kontaminasi silang atom dopant dan dapat membentuk kontak tanpa
penghalang dengan lapisan atas diamond. Substrat terlebih dahulu ditreatment dengan
serbuk diamond berukuran nano hingga terbentuk goresan yang berfungsi sebagai sisi
aktif nukleasi diamond (Ivandini et al., 2005). Konversi karbon dari gas metana
menjadi kristal diamond terjadi pada permukaan substrat dengan bantuan plasma dari
H2. Permukaan silica wafer sebelum dilapisi boron doped diamond mengkilat seperti
kaca. Silica wafer sebelum dan setelah dilapisi boron doped diamond disajikan pada
Gambar 4.5.
(a) (b)
Gambar 4.5 Silica wafer (a) dan BDD 0,1 % pada permukaan silica wafer (b).
Boron yang didoping pada lapisan diamond yang ditumbuhkan diharapkan dapat
meningkatkan konduktivitas BDD yang dihasilkan dan tetap mempertahankan sifat
diamond sehingga BDD yang dihasilkan memiliki sifat unggul berupa potential
window yang lebar, background current yang rendah, dan stabilitas yang tinggi. Pada
level konsentrasi boron yang rendah akan terbentuk BDD dengan sifat
semikonduktor, sementara pada konsentrasi boron yang semakin tinggi konduktivitas
BDD akan semakin meningkat. BDD dengan sifat semikonduktor lebih dipilih untuk
keperluan sensor (Levy-clement, 2005). Level doping boron dilaporkan
mempengaruhi katalisis reaksi tertentu pada permukaan BDD. Cai et al., (2005)
melaporkan aktivitas elektrokatalisis reaksi reduksi oksidasi hidrogen dan oksigen
meningkat dengan mengingkatnya level doping. Pada penelitian ini konsentrasi boron
yang didoping ialah sebesar 0,1 % atau rasio B/C dalam ppm sebesar 1000 ppm.
(a) (b)
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
BDD yang diperoleh dari proses deposisi dengan MPACVD merupakan H-
terminated BDD (H-BDD). Hal ini dikarenakan plasma yang digunakan melibatkan
penggunaan gas hidrogen. H-terminated BDD selanjutnya dioksidasi menjadi O-
terminated BDD (O-BDD) melalui elektrooksidasi pada potensial tinggi. Proses ini
tidak sepenuhnya mengubah gugus C-H pada permukaan BDD menjadi C-OH atau
C=O, hanya meningkatkan ratio atau jumlah gugus C-OH atau C=O pada permukaan
BDD. O-BDD dilaporkan memiliki potential window yang lebih lebar dan
memberikan hasil pengukuran yang lebih stabil dibandingkan H-BDD. Pada
penelitian ini dilakukan deposisi emas pada permukaan BDD. Sumber Au yang
digunakan ialah larutan garam emas yang menyediakan ion Au3+
sehingga
penggunaan O-BDD dianggap lebih sesuai dibandingkan H-BDD.
4.2.2 Karakterisasi BDD 0,1 % dengan Spektroskopi Raman
Spektroskopi Raman digunakan untuk mengkarakterisasi apakah lapisan
diamond telah berhasil dibentuk dengan baik pada permukaan substrat silica wafer.
Spektrum Raman dapat menunjukkan keberadaan berbagai fasa karbon meliputi
karbon amorf, grafit, diamond, dan fasa intermediet. Spektrum Raman dari H-BDD
0,1 % yang telah dibuat disajikan pada Gambar 4.6 sementara spektrum Raman pada
berbagai titik pengamatan permukaan BDD disajikan pada Lampiran 4. Hasil yang
diperoleh menunjukkan bahwa lapisan diamond telah berhasil terbentuk pada seluruh
permukaan silica wafer. Keberhasilan terbentuknya lapisan diamond pada penelitian
ini ditunjukkan dengan munculnya puncak karbon sp3 dari diamond dengan geseran
1332-1334 cm-1
. Menurut Ivandini et al., (2005) phonon diamond akan muncul pada
geseran Raman 1332 cm-1
. Keberadaan boron ditunjukkan oleh adanya puncak yang
lebar pada geseran Raman sekitar 500 cm-1
(Bogdanowicz et al., 2013); (Živcová et
al., 2013). Selain itu, keberadaan boron ditunjukkan oleh asymmetry Fano resonance
(Macpherson, 2015). Hampir tidak teramati keberadaan karbon amorf dan grafit
(karbon sp2) pada geseran 1500 dan 1580 cm
-1, hal ini mengindikasikan bahwa BDD
dengan kualitas yang baik telah berhasil difabrikasi.
200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 2200
0
20000
40000
60000
80000
100000
120000
140000
160000
Inte
nsity
(a.u
.)
Raman shift (cm-1)
400 800 1200 1600 2000
0
20000
40000
60000
80000
100000
120000
140000
160000
Inte
nsity
(a.u
.)
Raman shift (cm-1)
C sp3
B asymmetry Fano resonance Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
Gambar 4.6 Spektrum Raman H-BDD 0,1%.
4.2.3 Karakterisasi BDD 0,1 % dengan Scanning Electron Microscopy (SEM)
dan X-ray photoelectron spectroscopy (XPS)
Topografi permukaan dari elektroda H-BDD 0,1 % yang telah dibuat
dianalisis dengan menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM). Hasil yang
diperoleh menunjukkan bahwa partikel boron doped diamond terbentuk seragam
dengan ukuran partikel sekitar 3-4 µm (Gambar 4.7). Hasil ini sesuai dengan rerata
ukuran kristal boron doped diamond yang dilaporkan oleh (Levy-clement, 2005).
Kristal dengan ukuran yang sama dapat diamati pada permukaan elektroda O-BDD.
Gambar 4.7 Topografi permukaan H-BDD (a) dan O-BDD (b) diperoleh dengan SEM
pada perbesaran 2500 kali.
Informasi mengenai komposisi unsur penyusun elektroda H-BDD dan O-BDD
diketahui melalui analisis dengan X-ray photoelectron spectroscopy (XPS). Hasil
analisis XPS terhadap H-BDD dan O-BDD (Gambar 4.8) menunjukkan bahwa
terdapat puncak dengan intensitas yang kuat pada energi ikatan sekitar 284 eV yang
(a) (b)
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
merupakan puncak karbon dan puncak pada energi ikatan sekitar 532 eV yang
menunjukkan keberadaan oksigen. Spektrum XPS H-BDD menunjukkan keberadaan
puncak oksigen dengan intensitas rendah, hal ini dimungkinkan karena terjadinya
adsorpsi oksigen pada permukaan H-BDD ataupun karena oksidasi parsial pada H-
BDD. Pada spektrum XPS dapat diamati bahwa intensitas puncak oksigen pada O-
BDD lebih besar dibandingkan H-BDD, hal ini menunjukkan bahwa anodic treatment
H-BDD dalam H2SO4 telah mengoksidasi permukaan BDD. Oksidasi tersebut
meningkatkan oksigen pada permukaan BDD.
Menurut Azevedo, et al., (2007), dekonvolusi yang dilakukan terhadap puncak
karbon dapat menunjukkan 5 puncak. Puncak dengan intensitas paling tinggi pada
binding energy sekitar 284,1 eV merupakan puncak bulk diamond (C 1s) dari ikatan
C-C. Puncak dengan binding energy lebih kecil (binding energy sekitar 283,5 eV)
merupakan puncak karbon grafit pada BDD. Tiga puncak dengan binding energy
lebih besar diduga berturut-turut menunjukkan karbon dari ikatan C-H (binding
energy sekitar 284,5 eV), karbon dari ikatan C-OH (binding energy sekitar 285,2 eV),
dan karbon dari gugus fungsi karbonil dengan binding energy sekitar 286 eV
(Azevedo et al., 2007). Pustaka lainnya menyebutkan bahwa dekonvolusi terhadap
puncak karbon dapat menunjukkan puncak ikatan karbon dengan boron (C-B) pada
binding energy sekitar 285,5 eV, sementara puncak B1s muncul pada 190,5 eV
(Murugaraj et al., 2012).
Dekonvolusi terhadap puncak oksigen pada energi ikatan sekitar 532 eV
dapat menunjukkan 4 puncak. Puncak tersebut masing-masing merupakan puncak dari
oksigen yang teradsorpsi dengan binding energy sekitar 531 eV), puncak oksigen dari
gugus fungsi C-OH pada binding energy sekitar 532 eV, puncak oksigen dari C=O
dengan binding energy sekitar 533,5 eV dan puncak oksigen dari H2O yang
teradsorpsi pada binding energy sekitar 534,5 eV (Azevedo et al., 2007).
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
Gambar 4.8 Spektrum XPS H-BDD dan O-BDD.
Perhitungan % atomic XPS untuk oksigen dilakukan berdasarkan intensitas
puncak spektra dan bulk sensitivity factor oksigen mengacu pada (Moulder et al.,
1995). Diperoleh informasi bahwa pada H-BDD persentase karbon dan oksigen
berturut-turut sebesar 90,89 % dan 9,11 %, sementara pada O-BDD persentase karbon
ialah 84,97 % dan oksigen ialah 15,03 %. Telah terjadi kenaikan persentase jumlah
atom oksigen pada O-BDD dibandingkan dengan H-BDD, namun proses oksidasi
yang dilakukan tidak mengubah semua ikatan C-H pada permukaan BDD menjadi C-
OH.
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
4.2.4 Optimasi Kondisi Pembuatan BDD termodifikasi Emas dengan Metode
Elektrodeposisi: Optimasi Potensial dan Waktu Deposisi
Ukuran, bentuk, dan distribusi partikel Au pada permukaan elektroda BDD
selama proses nukleasi dan pertumbuhan inti Au ditentukan oleh konsentrasi garam
Au yang digunakan, potensial deposisi, waktu deposisi, dan kehalusan permukaan
BDD yang digunakan. Pada penelitan ini, parameter yang divariasikan ialah potensial
dan waktu deposisi. Konsentrasi garam Au biasanya digunakan pada konsentrasi
rendah, namun demikian perlu dipilih konsentrasi yang tidak terlalu rendah agar
proses nukleasi dipastikan dapat terjadi. Garam Au yang digunakan pada penelitian
ini ialah HAuCl4 dengan konsentrasi 2 mM. Deposisi garam Au pada permukaan
BDD terjadi melalui reduksi Au(III) menjadi Au(0) mengikuti persamaan reaksi
berikut:
+ 3e Au + 4Cl
-AuCl4
-
Proses reduksi Au dapat mulai terjadi pada potensial sekitar 1 V vs. NHE
(Kohl, 2010) atau 0,8 V vs. SSCE. Pada penelitian ini digunakan range potensial 0
hingga -0,8 V vs. SSCE pada penentuan potensial optimum deposisi Au untuk
memberikan overpotensial dan memastikan terjadinya nukleasi endapan Au di
permukaan BDD. Pada proses deposisi digunakan H2SO4 0,5 mM, keberadaan H2SO4
diharapkan dapat menjadi media konduksi dan menjaga agar garam Au tetap larut.
Pengoptimuman potensial deposisi Au pada permukaan BDD dilakukan pada
waktu konstan. Elektroda BDD termodifikasi Au (Au-BDD) yang dihasilkan
selanjutnya digunakan untuk mengukur zanamivir dengan konsentrasi 1,5 x 10-4
M
pada kecepatan payar 100 mV/s. Hasil yang diperoleh disajikan pada Gambar 4.9.
Dapat diamati bahwa potensial deposisi Au pada permukaan BDD yang optimum
untuk pengukuran zanamivir ialah pada -200 mV.
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
Gambar 4.9 Profil CV zanamivir 1,5 x 10-4
M pada Au-BDD dengan potensial
deposisi Au bervariasi dan waktu tetap (a), Plot E terhadap I pada t konstan (b).
Optimasi waktu deposisi Au pada permukaan BDD dilakukan dengan
memvariasikan waktu deposisi pada potensial optimum (-200 mV). Waktu deposisi
divariasikan pada 50, 100, 150, dan 200 detik. Elektroda Au-BDD yang dihasilkan
digunakan untuk mengukur zanamivir dengan konsentrasi 1,5 x 10-4
M pada
kecepatan payar 100 mV/s. Hasil yang diperoleh disajikan pada Gambar 4.10.
Dapat diamati bahwa besarnya arus reduksi Au meningkat seiring dengan
meningkatnya waktu deposisi Au. Namun demikian besarnya arus reduksi Au pada
waktu deposisi 150 dan 200 detik tidak berbeda signifikan dengan waktu deposisi 100
detik (α = 0,05). Berdasarkan hasil yang diperoleh, potensial deposisi -200 mV dan
waktu deposisi 100 detik digunakan untuk menyiapkan elektroda Au-BDD pada
tahapan kerja lebih lanjut.
(a) (b)
-1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5
-40
-20
0
20
40
60
80I /
uA
E / V (vs. SSCE)
E = -800 mV E = -600 mV E = -400 mV E = -200 mV E = 0 mV
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
Gambar 4.10 Voltamogram siklik zanamivir 1,5 x 10-4
M diukur menggunakan
elektroda Au-BDD pada waktu deposisi Au bervariasi (a), Plot t terhadap I pada V
kostan (b).
4.2.5 Karakterisasi Au-BDD dengan X-ray photoelectron spectroscopy (XPS)
dan Scanning Electron Microscopy (SEM) dan Evaluasi Stabilitas
Elektroda
Profil topografi dan spektrum XPS Au-BDD yang dihasilkan melalui
elektrodeposisi disajikan pada Gambar 4.11. Berdasarkan spektrum XPS dapat
diketahui bahwa Au telah berhasil dideposisikan pada permukaan BDD, hal ini
ditunjukkan dengan munculnya puncak Au 4f5/2 dan 4f7/2 pada energi ikatan 87 dan
83 eV. Tabel 4.1 menunjukkan % atomic dari atom C, O, dan Au pada O-BDD dan
Au-O-BDD berdasarkan spektrum XPS. Dapat diamati bahwa persen atom C
menurun dengan terdeposisinya Au pada permukaan BDD, penurunan tersebut tidak
terjadi pada atom oksigen. Pada proses elektrodeposisi, atom Au terdeposisi secara
fisik pada permukaan BDD sehingga menutupi karbon. Proses elektrodeposisi yang
terjadi tidak melalui ikatan maupun interaksi kimia antara ion Au yang bermuatan
positif dengan unsur oksigen yang bersifat elektronegatif. Profil topografi berdasarkan
foto SEM juga menunjukkan bahwa Au telah berhasil dideposis secara homogen pada
permukaan BDD dengan ukuran patikel pada kisaran 10 hingga 50 nm.
(a) (b)
-1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5-40-35-30-25-20-15-10
-505
1015202530
I / u
A
E / V (vs. SSCE)
50 s 100 s 150 s 200 s
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
Gambar 4.11 Spektra XPS (a) dan foto SEM (b) elektroda Au-BDD.
Tabel 4.1 % atom pada O-BDD dan Au-BDD berdasarkan spektrum XPS
H-BDD O-BDD Au-BDD
C (XPS atomic %) 90,80 84,97 79,62
O (XPS atomic %) 9,11 15,03 18,82
Au (XPS atomic %) 1,55
Elektroda Au-BDD yang diperoleh dievaluasi stabilitasnya dengan
pengukuran zanamivir dalam PBS pH 7 sebanyak tiga puluh kali ulangan. Pengukuran
(a)
(b)
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
dilakukan pada jendela potensial 0 – 1500 mV dengan kecepatan 100 mV/s. Intensitas
puncak arus reduksi Au yang diperoleh dari tiga puluh ulangan memiliki nilai standar
deviasi sebesar 0,34 (Gambar 4.12). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa
elektroda Au-BDD yang diperoleh melalui elektrodeposisi memiliki stabilitas yang
cukup baik.
Gambar 4.12 Stabilitas elektroda Au-BDD pada pengukuran.
4.2.6 Pembuatan BDD Termodifikasi Emas dengan Metode Chemical
Deposition
Deposisi Nanopartikel emas (AuNPs) pada permukaan BDD memerlukan
teknik tertentu. AuNPs dideposisikan pada permukaan BDD antara lain dengan
vacuum vapor deposition (Yagi et al., 2004) dan sputtering (Roustom et al., 2005).
Namun demikian kedua metode tersebut kompleks. Cara yang lebih sederhana untuk
mendeposisikan AuNPs pada permukaan BDD antara lain ialah dengan chemical
deposition. Teknik ini diawali dengan memodifikasi permukaan BDD terlebih dahulu
menggunakan amina. Gugus amina selanjutnya memungkinkan AuNPs terdeposisi
pada permukaan BDD melalui ikatan kovalen.
BDD merupakan elektroda yang dikenal memiliki stabilitas kimia dan sifat
inert bahkan dalam kondisi yang sangat ekstrim. Modifikasi permukaan BDD dengan
gugus fungsi tertentu memerlukan teknik yang tepat. Modifikasi permukaan BDD
dengan gugus amina dapat dilakukan dengan electrochemical anodization dalam
ammonia cair (Charrier et al., 2013), plasma treatment dengan gas NH3/He (Szunerits
-15
-10
-5
0
0 5 10 15 20 25 30
I p,c
/µ
A
Number of Cycles
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
et al., 2006), atau dengan menggunakan allylamine dengan radiasi ultraviolet 254 nm.
Pada penelitian ini, aminasi dilakukan dengan menggunakan allylamine dengan
radiasi ultraviolet 254 nm selama 6 jam. Gugus amina dari allylamine menempel pada
permukaan BDD melalui ikatan kovalen. Ikatan kovalen terjadi melalui reaksi radikal
yang diinisiasi radiasi UV.
AuNPs yang digunakan pada penelitian ini disiapkan melalui reaksi reduksi
larutan garam emas dalam air dengan sitrat mengacu pada metode Turkevich dan
Frens. Keberadaan ion sitrat akan menstabilkan partikel AuNPs yang dihasilkan.
Spektrum absorbansi UV dari koloid AuNPs yang dihasilkan menunjukkan panjang
gelombang maksimum pada 518 nm (Gambar 4.13), menurut Kimling et al., (2006)
panjang gelombang maksimum absorbansi koloid AuNPs berkorekasi dengan ukuran
partikel AuNPs. Partikel AuNPs dengan ukuran 9 hingga 100 nm memiliki panjang
gelombang absorbansi maksimum pada 518 nm hingga 565 nm.
Gambar 4.13 Panjang gelombang absorbansi maksimum koloid AuNPs.
Analisis dengan Transmission Electron Microscopy (TEM) menunjukkan
bahwa partikel AuNPs yang dihasilkan memiliki ukuran sekitar 15 nm (Gambar 4.14).
Pada gambar terlihat bahwa nanopartikel Au memiliki ukuran yang seragam dan
terpisah satu sama lain (tidak mengalami agregasi). Agregasi tidak terjadi karena
keberadaan ion sitrat yang mengelilingi nanopartikel Au. Pada pH terlalu asam,
nanopartikel Au dapat mengalami agregasi karena adanya gaya elektrostatik yang
kuat antara ion H+ dari asam dengan ion sitrat yang bermuatan negatif. Saat ion sitrat
400 500 600 700 8000.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0518 nm
Abs
orba
nce
Wavelength / nm
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
berinteraksi dengan H+ dari asam maka nanopartikel Au tidak lagi dikelilingi sitrat
dan akan mengalami agregasi.
Gambar 4.14 Gambar nanopartikel emas (AuNPs) dengan TEM.
Deposisi AuNPs pada permukaan BDD yang telah diaminasi didasarkan pada
terbentuknya ikatan kovalen partikel AuNPs dengan pasangan elektron non ikatan
amina. Ikatan kovalen yang terbentuk ialah kovalen koordinasi antara pasangan
elektron bebas nitrogen dengan orbital elektron kosong pada Au seperti orbital 5f dan
5g serta orbital pada kulit ke enam. Interaksi elektrostatik antara amina yang
bermuatan positif dengan sitrat yang bermuatan negatif menyebabkan deposisi AuNPs
pada permukaan BDD lebih efektif. Keberhasilan deposisi AuNPs pada permukaan
BDD terjadi secara efektif pada pH 4 hingga 5 (Tian et al., 2006). Pada pH terlalu
asam, akan terjadi aggregasi partikel AuNPs yang ditandai dengan berubahnya warna
merah rubi menjadi ungu kebiruan. Sementara itu pada pH basa gugus amina pada
permukaan BDD kurang terprotonasi sehingga interaksi elektrostatik amina dengan
ion sitrat berkurang dan deposisi partikel AuNPs pada permukaan BDD menjadi
kurang optimum. Pada penelitian ini deposisi AuNPs pada permukaan BDD
dilakukan dengan menggunakan koloid AuNPs pada pH 4,5. BDD termodifikasi
nanopartikel emas melalui metode chemical deposition selanjutnya disebut sebagai
AuNPs-BDD.
4.2.7 Karakterisasi Elektroda AuNPs-BDD dengan X-ray Photoelectron
Spectroscopy (XPS) dan Scanning Electron Microscopy (SEM) serta
Evaluasi Stabilitas Elektroda
Keberhasilan aminasi permukaan O-BDD ditunjukkan dengan munculnya
puncak N pada energi ikatan 400 eV (Gambar 4.15c). Puncak tersebut diduga berasal
dari NH2 yang berikatan dengan karbon (ikatan C-NH2). Gambar 4.16 menunjukkan
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
profil topografi elektroda O-BDD dan N-BDD yang diperoleh dari foto Scanning
Electron Microscopy with Energy Dispersive X-Ray Analysis (SEM-EDX). Dapat
diamati keberadaan atom nitrogen yang ditunjukkan dengan titik berwarna biru
tersebar merata pada permukaan O-BDD. Hal ini menunjukkan bahwa aminasi telah
berhasil dilakukan pada permukaan O-BDD.
600 500 400 300 200 100 0Binding Energy / eV
(e)
(d)
(c)
(b)
(a)
O
N
C
Au
Gambar 4.15 Spektrum XPS H-BDD (a), O-BDD (b), N-BDD (c), AuNPs-BDD (d),
Au-BDD (e). Inset spektrum XPS Au.
100 95 90 85 80 75 70 65 60
Binding Energy / eV
(e)
(d)
(c)
(b)
(a)
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
Gambar 4.16 Topografi permukaan O-BDD dan N-BDD diperoleh dengan SEM pada
perbesaran 2500 kali.
Sementara itu keberhasilan deposisi AuNPs pada permukaan BDD
ditunjukkan dengan munculnya dua buah puncak masing-masing Au 4f5/2 dan 4f7/2
pada energi ikatan 88 dan 84 eV (Gambar 4.15d dan inset). Intensitas kedua puncak
Au pada AuNPs-BDD tersebut lebih lemah dibandingkan dengan intensitas Au pada
Au-BDD (Gambar 4.15e dan inset). Hal ini berkaitan dengan jumlah partikel AuNPs
yang berhasil dideposisikan.
Tabel 4.2 menunjukkan persentase atom C, O, N, dan Au yang dihitung
berdasarkan nisbah intensitas puncak spektra dengan bulk sensitivity factor mengacu
pada Moulder et al., (1995). Dapat diamati bahwa proses aminasi permukaan BDD
dengan allylamine diikuti dengan menurunnya persentase atom karbon, sementara
persen atom oksigen relatif tetap. Hal ini menunjukkan bahwa oksigen tidak terlibat
secara langsung dalam pembentukan ikatan kovalen yang menyebabkan
menempelnya amina pada permukaan BDD. Ikatan kovalen diduga terjadi melalui
reaksi radikal antara allylamina dengan permukaan BDD. Reaksi diawali dengan
abstraksi hidrogen dari ikatan C-H pada permukaan BDD oleh radiasi ultraviolet.
Karbon radikal yang terbentuk pada permukaan BDD selanjutnya membentuk ikatan
kovalen melalui reaksi radikal dengan karbon berikatan rangkap pada allylamina.
Dugaan reaksi yang terjadi ialah sebagai berikut:
BDD-H → BDD∙ + H∙
BDD∙ + H∙ + CH2=CHCH2NH2 → BDD-CH2CH2CH2NH2
Tabel 4.2 % atom berdasarkan spektrum XPS untuk BDD dan modified BDD
O-BDD N-BDD AuNPs-BDD
C (XPS atomic %) 84,97 72,10 73,12
O (XPS atomic %) 15,03 15,14 14,64
N (XPS atomic %) 12,76 11,40
Au (XPS atomic %) 0,84
.
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
Gambar 4.17 menunjukkan profil topografi elektroda AuNPs-BDD yang
diperoleh dari foto SEM. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa metode chemical
deposition telah berhasil mendeposisikan AuNPs pada permukaan amine terminated-
BDD. Nanopartikel Au ditunjukkan dengan bulir warna putih pada permukaan
AuNPs-BDD. Sementara itu Gambar 4.18 menunjukkan hasil analisis SEM-EDX
masing-masing unsur Au, C, N, dan O pada elektroda AuNPs-BDD. Gambar 4.18
mengkonfirmasi bahwa Au telah berhasil dideposisikan pada permukaan amine
terminated-BDD. Elektroda BDD termodifikasi emas yang dihasilkan melalui
chemical deposition ini selanjutnya disebut sebagai AuNPs-BDD.
Gambar 4.17 Topografi permukaan AuNPs-BDD diperoleh dengan SEM.
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
Gambar 4.18 Analisis unsur Au (merah), C (hijau), N (biru muda), dan O (biru) pada
elektroda AuNPs- BDD diperoleh dengan SEM-EDX.
Elektraoda AuNPs-BDD yang diperoleh dievaluasi stabilitasnya dengan
digunakan dalam pengukuran zanamivir dalam PBS pH 7 sebanyak tiga puluh kali
ulangan. Pengukuran dilakukan pada jendela potensial 0 – 1500 mV dengan
kecepatan 100 mV/s. Intensitas puncak arus reduksi Au yang diperoleh dari tiga puluh
ulangan pengukuran memiliki nilai standar deviasi sebesar 0,09 (Gambar 4.19). Hasil
yang tersebut menunjukkan bahwa elektroda AuNPs-BDD memiliki stabilitas yang
baik.
Gambar 4.19 Stabilitas elektroda AuNPs-BDD pada pengukuran.
-15
-10
-5
0
0 5 10 15 20 25 30
I p,c /µ
A
Number of Cycles
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
4.3 PENGUKURAN ELEKTROKIMIA ZANAMIVIR PADA ELEKTRODA
EMAS, Au-BDD, dan AuNPs-BDD
4.3.1 Penentuan Kecepatan Payar Pengukuran Zanamivir
Kecepatan payar pengukuran zanamivir divariasikan pada kecepatan 25 mV/s
hingga 250 mV/s. Larutan zanamivir dalam PBS 0,1 M digunakan untuk pengukuran.
Peningkatan kecepatan payar berkorelasi dengan meningkatnya puncak arus oksidasi
dan reduksi Au yang terdeteksi (Gambar 4.20).
Gambar 4.20 Profil voltametri siklik zanamivir 1,5 x 10-4
M dalam PBS pH 7 pada
berbagai kecepatan payar.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa terjadi hubungan linear antara akar
kecepatan payar (v1/2
) dengan arus reduksi emas mengikuti persamaan Randles-
Sevcik (Gambar 4.21). Hal ini menunjukkan bahwa transfer massa dari larutan ke
permukaan elektroda dikontrol oleh difusi. Pada penelitian ini kecepatan payar 100
mV/s dipilih untuk pengukuran selanjutnya.
-1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5-60-50-40-30-20-10
0102030405060708090
100
Scan rate / mVs-1
I / u
A
E / V (vs. SSCE)
25 50 100 150 200 250
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
Gambar 4.21 Kurva hubungan akar kecepatan payar dengan puncak arus reduksi Au
pada elektroda Au (a) dan Au-BDD (b), dan AuNPs-BDD (c).
Besarnya koefisien difusi ditentukan dengan pengukuran arus pada potensial
reduksi emas. Berdasarkan persamaan Cottrell diperoleh koefisien difusi pengukuran
zanamivir pada elektroda emas dan BDD termodifikasi emas masing-masing 1,71 x
10-8
cm2s
-1 dan 3,54 x 10
-8 cm
2s
-1. Menurut (Wong et al., 2015), koefisien
nanopartikel emas dalam air ialah sebesar 1,53 x 10-7
cm2s
-1. Sementara itu nilai
koefisien difusi air dalam air murni ialah 2,27 x 10-5
cm2s
-1 (Tanaka, 1978) dan
koefisien difusi H+ dalam air ialah 8,1 x 10
-5 cm
2s
-1 (Wraight, 2006). Nilai koefisien
difusi yang diperoleh dari percobaan tidak sama dengan nilai koefisien difusi spesi-
spesi yang terlibat dalam reaksi oksidasi dan reduksi emas. Dimungkinkan nilai
tersebut merupakan nilai koefisien difusi zanamivir. Perhitungan nilai koefisien difusi
disajikan pada Lampiran 5.
4.3.2 Potential Window Pengukuran Zanamivir
(a) (b)
(c)
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
Pengukuran zanamivir dengan elektroda kerja Au, Au-BDD, dan AuNPs-BDD
dilakukan berdasarkan puncak arus oksidasi dan reduksi Au. Dengan demikian
potential window yang digunakan ialah pada daerah potensial terjadinya oksidasi dan
reduksi emas. Profil voltametri siklik zanamivir 1,5 x 10-4
M dalam PBS pH 7 pada
berbagai potential window disajikan pada Gambar 4.22. Oksidasi dan reduksi emas
dapat diamati pada potential window 0 hingga 1000 mV. Namun demikian, saat
potential window dilebarkan hingga potensial +1500 mV dapat diamati bahwa puncak
reduksi Au2O3 memiliki intensitas lebih kuat. Hal ini diduga berkaitan dengan
ketersediaan ion H+ di elektroda sebagai hasil dari reaksi oksidasi air atau akibat
berkurangnya jumlah H2O di permukaan elektroda akibat oksidasi air sehingga
kesetimbangan reaksi redoks emas bergeser ke arah reduksi Au2O3. Dapat diamati
juga terjadinya pergeseran puncak reduksi yang menunjukkan bahwa reduksi Au2O3
memerlukan potensial yang lebih negatif.
Gambar 4.22 Profil voltametri siklik zanamivir 1,5 x 10-4
M dalam PBS pH 7 pada
berbagai potential window.
4.3.3 Linearitas dan Presisi Pengukuran Zanamivir
Hubungan konsentrasi zanamivir dengan puncak arus reduksi Au pada
elektroda Au dan Au-BDD diamati dengan memvariasikan konsentrasi zanamivir
pada selang konsentrasi 1,5 x 10-12
M hingga 1,5 x 10-4
M. Hasil yang diperoleh
menunjukkan bahwa terjadi hubungan logaritmik antara konsentrasi zanamivir dengan
puncak arus reduksi Au pada rentang konsentrasi tersebut. Saat rentang konsentrasi
dipersempit, hubungan linear antara konsentrasi zanamivir dengan puncak arus
-0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6
-60-50-40-30-20-10
0102030405060708090
I / u
A
E / V (vs. SSCE)
0 - 1000 mV 0 - 1100 mV 0 - 1200 mV 0 - 1300 mV 0 - 1400 mV 0 - 1500 mV
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
oksidasi dan reduksi Au dapat diamati pada kisaran 1 x 10-5
M hingga 1 x 10-4
M
pada elektroda Au dan 5 x 10-6
M hingga 1 x 10-4
M pada elektroda Au-BDD.
Hubungan linear yang dibangun berdasarkan puncak arus reduksi memberikan
nilai koefisien determinasi yang lebih baik dibandingkan hubungan linear berdasarkan
puncak arus oksidasi Au, baik pada elektroda Au maupun Au-BDD. Berdasarkan
hasil yang diperoleh, elektroda Au-BDD lebih dipilih untuk pengukuran
neuraminidase dibandingkan elektroda Au karena elektroda Au-BDD memberikan
daerah linear pada kisaran yang lebih lebar dengan koefisien determinasi yang lebih
baik.
Pengukuran dengan menggunakan elektroda AuNPs-BDD menunjukkan
hubungan konsentrasi zanamivir dengan puncak arus reduksi Au mengikuti profil
logaritmik pada selang konsentrasi 1 x 10-6
M hingga 1 x 10-4
M. Hasil ini konsisten
dengan pengukuran pada elektroda Au dan Au-BDD yang menunjukkan bahwa pada
rentang konsentrasi lebar hubungan antara konsentrasi zanamivir dengan puncak arus
reduksi Au mengikuti profil logaritmik. Profil linear pada pengukuran dengan
elektroda AuNPs-BDD diperoleh pada selang konsentrasi zanamivir 1 x 10-6
M
hingga 1 x 10-5
M. Gambar 4.23 menunjukkan voltamogram siklik zanamivir yang
diukur dengan elektroda Au, Au-BDD, dan AuNPs-BDD pada masing-masing daerah
linearnya, sementara Gambar 4.24 menunjukkan kurva hubungan konsentrasi
zanamivir dengan puncak arus reaksi reduksi dan oksidasi emas pada elektroda Au,
Au-BDD, dan AuNPs-BDD.
Limit deteksi (LOD) pengukuran zanamivir ditentukan untuk mengetahui
konsentrasi terkecil zanamivir yang dapat dideteksi dan dibedakan dari blanko. Nilai
Y untuk menentukan LOD dihitung berdasarkan persamaan 3So + a, a merupakan
intersept persamaan kurva kalibrasi sementara So merupakan standar deviasi blanko.
Nilai Y yang diperoleh selanjutnya dimasukkan ke dalam persamaan regresi untuk
menentukan konsentrasi yang merupakan nilai LOD. Berdasarkan kurva kalibrasi
hubungan konsentrasi zanamivir dengan puncak arus reduksi Au pada kisaran
konsentrasi linear, diperoleh LOD pengukuran zanamivir pada elektroda Au-BDD
sebesar 1,49 x 10-6
M dan pada elektroda AuNPs-BDD sebesar 2,29 x 10-6
M. Contoh
perhitungan penentuan nilai LOD disajikan pada Lampiran 6.
0.0 0.2 0.4 0.6 0.8-4.0
-3.5
-3.0
-2.5
-2.0
-1.5
-1.0
-0.5
0.0
[Zanamivir] / uM
I / u
A
E / V (vs. SSCE)
PBS 1.0 2.5 5.0 7.5 10
-0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6
-20
-10
0
10
20
30
[Zanamivir] / uM
I (uA
)
E / V (vs. SSCE)
PBS 5 7.5 10 25 50 75 100
-0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6-400
-300
-200
-100
0
100
200
300
400
500[Zanamivir] / uM
I / u
A
E / V (vs. SSCE)
PBS 10 25 50 75 100
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
Gambar 4.23 Profil voltametri siklik zanamivir pada berbagai konsentrasi dalam PBS
diukur dengan elektroda Au (a) dan Au-BDD (b), dan AuNPs-BDD (c).
(a)
(c)
(a)
(b)
-0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6
-5
0
5
10
15
20
[Zanamivir] / uM
I (uA
)
E / V (vs. SSCE)
PBS 1.0 2.5 5.0 7.5 10
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
Gambar 4.24 Profil logaritmik dan kalibrasi linear konsentrasi zanamivir vs. puncak
arus reduksi Au pada elektroda Au (a) dan Au-BDD (b), dan AuNPs-BDD (c).
Presisi pengukuran zanamivir dengan elektroda Au-BDD dan AuNPs-BDD
ditentukan melalui pengukuran larutan zanamivir dalam PBS pada kecepatan payar
100 mV/s sebanyak 9 kali ulangan pada tiga level konsentrasi. Hasil yang diperoleh
menunjukkan bahwa puncak arus reduksi yang terukur sebanyak 9 kali ulangan
memiliki presisi yang cukup baik dengan nilai %RSD sebesar 0,5 % pada elektroda
Au-BDD dan 2,23 % pada elektroda AuNPs-BDD. Hal ini menunjukkan bahwa
pengukuran zanamivir dengan elektroda Au-BDD maupun AuNPs-BDD memiliki
keterulangan yang baik. Ringkasan hasil pengukuran zanamivir disajikan pada Tabel
4.3
(b)
(c)
(b)
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
Tabel 4.3 Ringkasan pengukuran zanamivir dengan elektroda emas dan BDD
termodifikasi emas
Parameter Elektroda
Au Au-BDD AuNPs-BDD
Kisaran Linearitas (M) 1 x 10-5
-1 x 10-4
5 x 10-6
- 1 x 10-4
1 x 10-6
- 1 x 10-5
R2 puncak oksidasi
R2 puncak reduksi
0,960
0,969
0,990
0,990
0,946
0,998
LOD (M) puncak oksidasi
LOD (M) puncak reduksi
1,25 x 10-5
1,19 x 10-5
1,53 x 10-6
1,49 x 10-6
1,89 x 10-5
2,29 x 10-6
%RSD (n= 9) puncak oksidasi
%RSD (n= 9) puncak reduksi
2,55
0,33
1,14
0,5
>10
2,23
Sensitivitas
puncak oksidasi (mA/M)
puncak reduksi (mA/M)
363,4
1571,7
40,3
34,8
68,8
46,9
4.4 PENGUKURAN ENZIM NEURAMINIDASE PADA ELEKTRODA Au-
BDD DAN AuNPs-BDD
Profil zanamivir dalam PBS yang mengandung neuraminidase (NA) dan tidak
mengandung NA disajikan pada Gambar 4.25. Dapat diamati bahwa larutan zanamivir
dalam PBS yang mengandung NA memiliki intensitas puncak arus reduksi Au lebih
besar dibandingkan yang tidak mengandung NA. Hal ini diduga terjadi karena adanya
interaksi antara sisi aktif NA dengan gugus fungsi pada struktur zanamivir, termasuk
gugus fungsi guanidine. Interaksi NA dengan zanamivir dapat berupa ikatan hidrogen
maupun interaksi dwikutub-dwikutub (Ramachandran et al., 2012). Terikatnya
zanamivir pada sisi aktif NA menyebabkan jumlah zanamivir bebas dalam larutan
menjadi berkurang. Hal ini menyebabkan jumlah zanamivir yang teradsorpsi pada
permukaan elektroda Au-BDD maupun AuNPs-BDD menjadi berkurang sehingga
intensitas puncak arus reduksi Au lebih besar. Ilustrasi mekanisme yang terjadi saat
NA berinteraksi dengan zanamivir dan meningkatkan puncak oksidasi dan reduksi
emas disajikan pada Gambar 4.26.
-0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4
-5
0
5
10
15
20
25
30
35
I / u
A
E / V (vs. SSCE)
-0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
I / u
A
E / V (vs. SSCE)
Zan 1 x 10-4 M in PBS Zan + NA in PBS
0.3 0.4 0.5 0.6 0.7-3.5
-3.0
-2.5
-2.0
-1.5
-1.0
-0.5
Zan 1 x 10-5 M in PBS Zan + NA in PBS
I / u
A
E / V (vs. SSCE)Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
Gambar 4.25 Profil voltametri siklik zanamivir 1 x 10-4
M dengan adanya NA (garis
merah) dan tidak ada NA (garis hitam).
Gambar 4.26 Ilustrasi mekanisme meningkatnya arus reduksi Au akibat reaksi inhibisi
NA - zanamivir.
4.4.1 Pengoptimuman pH dan Waktu Reaksi Enzim Neuraminidase
Suhu dan pH merupakan parameter yang penting bagi aktivitas enzim. Pada
penelitian ini suhu reaksi enzimatis yang digunakan ialah 37 C, mengacu pada assay
enzim NA yang umum dilakukan (Ye et al., 2012). Sementara itu pH reaksi enzimatik
divariasikan pada pH 4; 4,5; 5; 5,5; 6; 7; dan 8. Aktivitas optimum NA diperoleh pada
pH 5,5 (Gambar 4.27a). Hasil ini sesuai dengan informasi dari keterangan produk
Sigma Aldrich yang menyatakan bahwa aktivitas optimum NA dari bakteri C.
perfringens yang digunakan pada penelitian ini memiliki aktivitas optimum pada
kisaran pH 5 hingga 5,5. Aktivitas NA dari C. perfringens masih bisa dipertahankan
hingga pH 7, namun akan menurun pada pH di atas 7. Pengukuran aktivitas enzim
lebih lanjut dilakukan pada pH 5,5.
Zanamivir merupakan inhibitor kompetitif bagi substrat enzim NA. Seperti
halnya interaksi NA dengan substratnya, interaksi NA dengan zanamivir akan
(a) (b)
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
dipengaruhi oleh waktu inkubasi. Pada waktu inkubasi optimum, NA memiliki
kesempatan yang cukup untuk berinteraksi dengan zanamivir sehingga jumlah
zanamivir bebas yang dapat teradsorpsi pada permukaan elektroda kerja akan
berkurang. Waktu kontak enzim neuraminidase dengan zanamivir divariasikan pada
kisaran waktu 10 hingga 40 menit. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa waktu
kontak optimum ialah 25 menit (Gambar 4.27b). Penelitian lain melaporkan waktu
inkubasi pada uji aktivitas NA selama 30 menit (Ye et al., 2012).
Gambar 4. 27 Penentuan pH (a) dan waktu inkubasi (b) optimum reaksi enzim NA 10
mU dengan zanamivir 1 x 10-4
M.
4.4.2 Linearitas dan Presisi Pengukuran Neuraminidase pada Elektroda Au-
BDD dan AuNPs-BDD
Pengukuran enzim neuraminidase (NA) dilakukan pada selang konsentrasi 0
hingga 15 mU. Konsentrasi zanamivir yang digunakan ialah 1 x 10-4
M pada
pengukuran dengan elektroda Au-BDD dan 1 x 10-5
M pada pengukuran dengan
elektroda AuNPs-BDD. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa terjadi korelasi
linear antara konsentrasi NA dengan puncak arus oksidasi dan reduksi Au. Kalibrasi
linear antara konsentrasi NA dengan puncak arus reduksi Au menunjukkan korelasi
yang lebih baik (r2 > 0,99) dibandingkan dengan kalibrasi linear antara konsentrasi
NA dengan puncak arus oksidasi Au baik pada elektroda Au-BDD maupun AuNPs-
BDD. Daerah linear untuk elektroda Au-BDD ialah pada rentang konsentrasi 0 – 15
mU sementara untuk AuNPs-BDD pada konsentrasi 0 – 12 mU. Limit deteksi (LOD)
untuk pengukuran NA ialah sebesar 0,25 mU (30,86 ng/mL) dan 0,12 mU (14,81
ng/mL) masing-masing untuk kalibrasi linear berdasarkan puncak arus reduksi pada
elektroda Au-BDD dan AuNPs-BDD. Sementara itu, LOD yang diperoleh
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
berdasarkan puncak arus oksidasi lebih besar baik pada elektroda Au-BDD maupun
AuNPs-BDD. Metode yang dikembangkan memiliki LOD yang dapat dibandingkan
dengan metode yang telah digunakan sebelumnya, seperti enzimatic assay dengan
LOD sebesar 6,5 mU (Yang et al., 2012), immunocapture ELISA LOD sebesar 7,4
ng/mL (Gerentes et al., 1998), dan LC/MS/MS dengan LOD sebesar 1 µg/mL
(Williams et al., 2012). Gambar 4.28 menunjukkan profil voltamogram siklik
pengukuran NA berbagai konsentrasi dan kurva kalibrasi linear yang diperoleh untuk
kedua elektroda kerja yang digunakan. Pengukuran NA menggunakan elektroda bare
Au menunjukkan fenomena yang sama, namun lineritas pengukuran tidak memuaskan
(Lampiran 7).
Presisi pengukuran NA dievaluasi dengan melakukan pengukuran sebanyak 9
kali ulangan pada 3 level konsentrasi. Diperoleh nilai % RSD pengukuran NA
berdasarkan puncak arus reduksi Au pada elektroda Au-BDD dan AuNPs-BDD
berturut-turut sebesar 1,18 % dan 2,49 %. Hal ini menunjukkan bahwa pengukuran
NA berdasarkan puncak arus reduksi Au pada elektroda Au-BDD dan AuNPs-BDD
memiliki presisi yang baik. Sementara itu, pengukuran NA berdasarkan puncak arus
oksidasi Au memiliki presisi yang kurang memuaskan, terutama pada elektroda
AuNPs-BDD. Tabel 4.4 menunjukkan ringkasan hasil pengukuran NA pada elektroda
Au-BDD dan AuNPs-BDD.
-0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6
-30
-20
-10
0
10
20
30
40 [NA] (mU)
I / u
A
E / V (vs.SSCE)
0 0.5 1.0 6.0 8.0 10.0 12.0 15.0
(a)
(b)
0.0 0.2 0.4 0.6 0.8-4.0
-3.5
-3.0
-2.5
-2.0
-1.5
-1.0
-0.5
0.0
[NA] / mU
I / u
A
E / V (vs. SSCE)
0 0.5 1 2 4 8 12
-0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6
-5
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
[NA] / mU
I (uA
)
E /V (vs. SSCE)
0 0.5 1.0 2.0 4.0 8.0 12
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
Gambar 4.28 Profil voltametri siklik zanamivir dengan keberadaan NA berbagai
konsentrasi dan kurva kalibrasi linear pengukuran NA berdasarkan puncak arus
oksidasi dan reduksi Au pada elektroda Au-BDD (a) dan AuNPs-BDD (b).
Tabel 4.4 Ringkasan pengukuran neuraminidase (NA) dengan elektroda BDD
termodifikasi emas
Parameter Elektroda
Au-BDD AuNPs-BDD
Kisaran Linearitas (mU) 0 – 15 0 – 12
R2 puncak oksidasi
R2 puncak reduksi
0,956
0,996
0,938
0,997
LOD (mU) puncak oksidasi
LOD (mU) puncak reduksi
0,54
0,25
1,64
0,12
%RSD (n= 9) puncak oksidasi
%RSD (n= 9) puncak reduksi
3,08
1,18
>10
2,49
4.4.3 Stabilitas Elektroda Au-BDD dan AuNPs-BDD pada Pengukuran
Neuraminidase
Evaluasi stabilitas elektroda Au-BDD dan AuNPs-BDD dalam pengukuran
neuraminidase dilakukan melalui pengukuran NA dengan konsentrasi yang sama
sebanyak tiga puluh kali. Pengukuran dilakukan pada jendela potensial 0 – 1500 mV
dengan kecepatan 100 mV/s. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa elektroda Au-
BDD maupun AuNPs-BDD memiliki stabilitas yang cukup baik, ditunjukkan dengan
nilai standar deviasi tiga puluh kali ulangan pengukuran puncak arus reduksi emas
pada elektroda Au-BDD dan AuNPs-BDD masing-masing sebesar 0,17 dan 0,14.
Gambar 4.29 menunjukkan profil jumlah pengukuran dengan puncak arus yang
diperoleh.
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
Gambar 4.29 Stabilitas elektroda Au-BDD (a) dan AuNPs-BDD (b) pada pengukuran
NA.
4.4.4 Pengaruh Kecepatan Payar pada Pengukuran Enzim Neuraminidase
Pengukuran NA pada elektroda Au-BDD dan AuNPs-BDD dilakukan dengan
kecepatan payar yang berbeda pada variasi kecepatan 25 mV/s hingga 250 mV/s.
Peningkatan kecepatan payar berkorelasi dengan meningkatnya arus reduksi yang
terdeteksi. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pada elektroda Au-BDD
maupun AuNPs-BDD terjadi hubungan linear antara akar kecepatan payar (v1/2
)
dengan puncak arus reduksi Au. Hubungan linear yang terjadi mengikuti persamaan
Randles-Sevcik (Gambar 4.30). Hal ini menunjukkan bahwa transfer massa dari
larutan ke permukaan elektroda saat ada NA dikontrol oleh difusi, sama dengan saat
tidak ada NA dalam larutan.
-15
-10
-5
0
0 5 10 15 20 25 30
I p,c
/µ
A
Number of Cycles
-15
-10
-5
0
0 5 10 15 20 25 30
I p,c
/µ
A
Number of Cycles
(a)
(b)
-0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6-40
-20
0
20
40
60
80 Scan rate / mVs-1
I / u
A
E / V (vs SSCE)
25 50 100 150 200 250
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
Gambar 4.30 Kurva hubungan akar kecepatan payar dengan puncak arus reduksi Au
saat ada NA pada elektroda Au-BDD (a) dan AuNPs-BDD (b).
4.4.5 Pengaruh Matriks Mucin pada Pengukuran Enzim Neuraminidase
dengan Elektroda Au-BDD dan AuNPs-BDD
Mucin merupakan salah satu komponen mayor dalam matriks sampel cairan
hidung maupun air liur. Pada penelitian ini pengaruh matriks mucin terhadap
pengukuran NA diamati dengan menggunakan mucin Bovine Submaxillary Glands
type I-S M3895 (Sigma Aldrich) dengan konsentrasi 0,33 mg/mL. Mucin dari Bovine
Submaxillary Glands dilaporkan mengandung berbagai glikoprotein dengan beragam
karbohidrat yang terikat pada protein, 9 – 17 % di antaranya ialah sialic acid yang
merupakan substrat bagi NA (Aldrich, 2014). Pengaruh mucin terhadap pengukuran
NA diamati pada selang konsentrasi NA 0 hingga 15 mU. NA masih dapat dideteksi
dengan keberadaan mucin pada konsentrasi yang digunakan. Bertambahnya
konsentrasi NA berkorelasi dengan meningkatnya puncak arus oksidasi dan reduksi
Au yang terukur (Gambar 4.31).
(a)
(b)
0.0 0.2 0.4 0.6 0.8
-9
-8
-7
-6
-5
-4
-3
-2
-1
0
I / u
A
E / V (vs.SSCE)
25 50 100 150 200 250
scan rate / mVs-1
-0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6-20
0
20
40
60
80
100I /
uA
E / V (SSCE)
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
Kalibrasi linear antara konsentrasi NA dengan puncak arus reduksi Au
menunjukkan koefisien determinasi (r2) lebih rendah dibandingkan koefisien
determinasi yang didapat saat NA diukur tanpa keberadaan mucin, baik pada
elektroda Au-BDD maupun AuNPs-BDD. Namun demikian limit deteksi dan presisi
pengukuran menunjukkan pengaruh mucin tidak terlalu berarti teradap pengukuran
NA. Limit deteksi pengukuran NA dalam matriks mucin berdasarkan puncak arus
reduksi Au pada elektroda Au-BDD dan AuNPs-BDD berturut-turut ialah sebesar 0,2
mU dan 0,36 mU. LOD yang diperoleh berdasarkan puncak arus oksidasi pada
elektroda Au-BDD ialah 0,19 mU sementara pada elektroda AuNPs-BDD sebesar
0,66 mU.
Presisi pengukuran NA dalam matriks mucin dievaluasi dengan melakukan
pengukuran sebanyak 9 kali ulangan pada 3 level konsentrasi. Diperoleh nilai % RSD
sebesar 0,71 % dan 1,44 % berturut-turut untuk pengukuran berdasarkan puncak arus
reduksi Au dengan elektroda Au-BDD dan AuNPs-BDD. Nilai %RSD pengukuran
NA berdasarkan puncak arus oksidasi Au ialah 1,31 % dan 4,69%. Hal ini
menunjukkan bahwa pengukuran NA dalam matriks mucin dengan elektroda Au-
BDD maupun Au-NPs-BDD memiliki presisi yang baik. Tabel 4.5 menunjukkan
ringkasan hasil pengukuran NA dalam matriks mucin pada elektroda Au-BDD dan
AuNPs-BDD.
Tabel 4.5 Ringkasan pengukuran neuraminidase (NA) dalam matriks mucin dengan
elektroda BDD termodifikasi emas
Parameter Elektroda
Au-BDD AuNPs-BDD
Kisaran Linearitas (mU) 0 – 15 0 – 12
R2 puncak oksidasi
R2 puncak reduksi
0,975
0,989
0,949
0,992
LOD (mU) puncak oksidasi
LOD (mU) puncak reduksi
0,19
0,20
0,66
0,36
%RSD (n= 9) puncak oksidasi
%RSD (n= 9) puncak reduksi
1,31
0,71
4,69
1,44
-0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6
-40-30-20-10
010203040506070
[NA] / mU
I / u
A
E / V (vs. SSCE)
0 0.5 1.0 2.0 4.0 6.0 8.0 12.0 15.0
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
Gambar 4.31 Profil voltametri siklik pengukuran NA berbagai konsentrasi dalam
matriks mucin dan kurva kalibrasi linear pengukuran NA dalam matriks mucin
berdasarkan puncak arus oksidasi dan reduksi Au pada elektroda Au-BDD (a) dan
AuNPs-BDD (b).
4.5 PENGUKURAN NEURAMINIDASE DENGAN ZANAMIVIR YANG
DIIMMOBILISASI PADA MAGNETIC BEADS MENGGUNAKAN
ELEKTRODA Au-BDD
4.5.1 Immobilisasi Zanamivir pada Sistem Magnetic Beads
Zanamivir terlebih dahulu dikonjugasi dengan biotin sebelum diimmobilisasi
pada magnetic beads. Hal ini dilakukan dengan mereaksikan zanamivir dengan sulfo-
NHS-biotin pada pH 7. Gugus amina pada zanamivir akan berikatan dengan gugus
karboksilat pada biotin melalui ikatan kovalen dan sulfo-NHS akan terlepas. Setelah
terkonjugasi, zanamivir-biotin selanjutnya dicampurkan dengan magnetic beads-
streptavidin. Biotin akan berinteraksi dengan streptavidin melalui ikatan hidrogen dan
gaya van der waals sehingga akhirnya zanamivir dapat diimmobilisasi pada magnetic
beads (Gambar 4.32). Satu buah streptavidin dapat berinteraksi dengan 4 buah biotin
sehingga dapat diasumsikan terdapat 4 zanamivir termodifikasi biotin yang dapat
diimobilisasi pada magnetic beads.
0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8-12
-10
-8
-6
-4
-2
0
[NA] / mU
I / u
A
E / V (vs. SSCE)
0 0.5 1 2 4 8 12
(a)
(b)
-0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4-15
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
35
40
[NA] / mU
I / u
A
E / V (vs.SSCE)
0 0.5 1 2 4 8 12
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
Gambar 4.32 Ilustrasi reaksi konjugasi zanamivir dengan biotin dan immobilisasi
pada magnetic beads.
Keberhasilan proses biotinilasi zanamivir dibuktikan dengan melakukan
pengukuran FTIR terhadap zanamivir, biotin, dan zanamivir-biotin yang telah
dikonjugasikan dengan magnetic beads. Pengukuran terhadap zanamivir-biotin yang
berbentuk larutan dilakukan, namun hasil yang diperoleh sulit diinterpretasi karena
puncak pelarut air yang sangat kuat menutupi puncak gugus fungsi lainnya (Lampiran
8). Ikatan kovalen terbentuk antara gugus karboksilat biotin dengan gugus amina dari
zanamivir membentuk amida. Hilangnya atau berkurangnya intensitas puncak amina
primer dari gugus guanidine zanamivir dapat membuktikan keberhasilan proses
biotinilasi yang dilakukan. Amina primer ditunjukkan oleh munculnya dua puncak
pada daerah uluran N-H pada daerah 3500-3100 cm-1
dan tekukan N-H pada daerah
1640-1550 cm-1
. Gambar 4.33 menunjukkan spektrum FTIR dari zanamivir serta
zanamivir yang telah dikonjugasi. Dapat diamati bahwa spektra FTIR zanamivir
menunjukkan keberadaan amina primer berupa puncak uluran N-H pada daerah
sekitar 3300 cm-1
dan puncak tekuk N-H pada daerah 1600 cm-1
. Puncak NH2 dari
gugus guanidine zanamivir tidak teramati pada spektra zanamivir-biotin-streptavidin.
Pada spectra zanamivir-biotin-MB teramati puncak pada bilangan gelombang 2850
cm-1
yang merupakan uluran gugus C-H, puncak ini teramati pada zanamivir dan
bition, pada magnetic beads puncak ini sangat lemah. Hilangnya serapan gugus sulfo
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
dari sulfo-NHS-biotin pada bilangan gelombang 1350 cm-1
juga dapat menunjukkan
keberhasilan proses biotinilasi.
Keberhasilan proses biotinilasi dibuktikan juga dengan pengukuran
elektrokimia. Ketika zanamivir berhasil dikonjugasi dengan biotin, saat ditambahkan
NA akan terjadi interaksi antara zanamivir dengan NA. Gambar 4.34 menunjukkan
bahwa saat NA ditambahkan ke dalam larutan uji, terjadi penurunan puncak arus
reduksi Au. Hal ini diduga terjadi karena zanamivir tidak dapat berinteraksi sempurna
dengan NA, tidak seperti saat zanamivir belum dikonjugasikan dengan biotin (saat
zanamivir bebas). Gugus fungsi zanamivir yang digunakan untuk berinteraksi dengan
NA telah digunakan untuk berikatan dengan biotin pada proses biotinilasi. Namun
demikian, besarnya penurunan puncak arus reduksi yang terjadi tidak sebesar pada
sistem biotin tanpa zanamivir. Hal ini menunjukkan proses biotinilasi telah berhasil
mengkonjugasikan zanamivir dengan biotin dan mengimobilisasi zanamivir pada
magnetic beads.
Gambar 4.33 Spektrum FTIR zanamivir, biotin, magnetic beads, dan zanamivir-
biotin-magnetic beads.
4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500
Wavenumber / cm-1
Zanamivir Sulfo-NHS-biotin MB-streptavidin Zanamivir-biotin-streptavidin-MB
-0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
I / u
A
E / V (vs. SSCE)
MB-BiotinMB-Biotin-NA
-0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6-15
-10
-5
0
5
10
15
20
I / u
A
E / V (vs. SSCE)
MB-Zan MB-Zan-NA
ΔI = 0.74 µA ΔI = 0.97 µA Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
Gambar 4.34 Voltamogram siklik sistem MB-zanamivir dan MB-biotin.
4.5.2 Optimasi Konsentrasi Magnetic Beads pada Immobilisasi Zanamivir
Magnetic beads yang digunakan pada proses immobilisasi zanamivir perlu
dioptimasi. Jumlah magnetic beads yang terlalu banyak dapat menutupi seluruh
elektroda dan pada akhirnya mengganggu pengukuran, sementara bila magnetic beads
terlalu sedikit immobilisasi zanamivir tidak efektif. Optimasi jumlah magnetic beads
yang digunakan divariasikan pada 40 hingga 200 µg. Magnetic beads-streptavidin
dengan jumlah bervariasi dikonjugasikan dengan zanamivir-biotin pada konsentrasi
yang konstan. Jumlah magnetic beads menjadi faktor pembatas dalam proses
konjugasi yang dilakukan. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa jumlah
magnetic beads 120 µg paling optimum digunakan (Gambar 4.35). Jumlah magnetic
beads 120 µg digunakan pada pengukuran selanjutnya.
Gambar 4.35 Optimasi jumlah magnetic beads pada immobilisasi zanamivir.
4.5.3 Linearitas dan Presisi Pengukuran Neuraminidase pada Sistem Magnetic
Beads
Elektroda Au-BDD yang digunakan pada pengukuran NA pada sistem
magnetic beads disiapkan melalui teknik voltammetri siklik. Elektroda BDD
-66
-65
-64
-63
-62
-61
0 40 80 120 160 200
I p
,c /
µA
Magnetic beads / µg
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
dioksidasi terlebih dahulu melalui anodic treatment pada potensial 3 V selama 20
menit dalam H2SO4 0,1 M. Selanjutnya deposisi Au pada permukaan BDD dilakukan
dengan siklik voltammetri terhadap elektroda O-BDD dalam 1 mM K2AuCl4 dalam
0,1 M H2SO4 sebanyak 100 kali siklik pada potensial 0 sampai 1 V dengan kecepatan
payar 100 mV/s. Profil XPS dari elektroda yang diperoleh (Gambar 4.36)
menunjukkan Au telah berhasil dideposisi pada permukaan BDD.
Gambar 4.36 Profil XPS elektroda Au-BDD yang diperoleh dengan teknik voltametri
siklik.
Linearitas NA pada sistem pengukuran dengan menggunakan magnetic beads
diamati pada rentang konsentrasi NA 0 hingga 15 mU. Zanamivir-biotin-streptavidin-
MB pada kondisi optimum dari tahap 4.5.2 direaksikan dengan NA pada berbagai
konsentrasi dan diinkubasi pada suhu 37 C selama 25 menit. Setelah reaksi
dihentikan, larutan diukur dengan elektroda Au-BDD menggunakan sel yang
dilengkapi dengan magnetic bar seperti Gambar 3.2. Hasil pengukuran disajikan pada
Gambar 4.37.
Pengamatan berdasarkan puncak arus reduksi Au menunjukkan bahwa
bertambahnya konsentrasi NA berkorelasi dengan menurunnya intensitas puncak arus
reduksi Au. Fenomena ini berkebalikan dengan hasil yang diperoleh pada sistem yang
tidak menggunakan magnetic beads. Hal ini diduga terjadi karena gugus fungsi pada
zanamivir telah digunakan saat konjugasi dengan biotin sehingga ketika NA
direaksikan dengan zanamivir-biotin-streptavidin-MB interaksi antara NA dengan
zanamivir sangat lemah atau bahkan tidak terjadi. Kendatipun interaksi antara
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
zanamivir dengan NA terjadi, interaksi tersebut tidak dapat melepaskan zanamivir
dari ikatan kovalennya dengan biotin. Zanamivir tetap terimobilisasi pada magnetic
beads yang menempel pada permukaan elektroda. Keberadaan NA diduga dapat
menambah tertutupnya permukaan elektroda Au-BDD sehingga menyebabkan
intensitas puncak arus reduksi emas berkurang. Pengukuran NA secara mandiri
(tanpa zanamivir) pada elektroda Au menunjukkan bahwa keberadaan NA tidak
menurunkan puncak arus reduksi emas secara bermakna. Sementara pengukuran NA
secara mandiri pada elektroda Au-BDD menunjukkan keberadaan NA dapat
penurunan puncak arus reduksi emas, namun penurunan tersebut tidak linear terhadap
konsentrasi NA (Lampiran 9). Ilustrasi untuk fenomena yang terjadi pada pengukuran
NA dengan sistem magnetic beads disajikan pada Gambar 4.38.
-0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6-40
-20
0
20
40
60
80
100
120[NA] / mU
I / u
A
E / V (vs. SSCE)
0 2 4 8 12 15
y = 0,623x - 18,778 R² = 0,959
y = -2,4168x + 44,386 R² = 0,8382
-40
-20
0
20
40
60
0 3 6 9 12 15
Pe
ak
cu
rre
nt
/ µ
A
Neuraminidase Concentration / mU
Reduction peak Oxidation peak
(a)
(b)
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
Gambar 4.37 Profil voltametri siklik pengukuran NA berbagai konsentrasi pada
sistem magnetic beads dengan elektroda Au-BDD (a), kurva kalibrasi pengukuran NA
pada sistem magnetic beads dengan elektroda Au-BDD (b).
Gambar 4.38 Ilustrasi mekanisme berkurangnya arus reduksi Au akibat keberadaan
NA pada sistem magnetic beads.
Hubungan antara intensitas puncak arus reduksi Au dengan konsentrasi NA
memiliki koefisien determinasi sebesar 0,959 pada rentang konsentrasi 0 hingga 15
mU. Sementara itu koefisien determinasi untuk hubungan antara puncak arus oksidasi
Au dengan konsentrasi NA hanya 0,838. Limit deteksi untuk pengukuran NA pada
sistem magnetic beads diperoleh sebesar 1,82 dan 2,32 mU masing-masing untuk
pengukuran berdasarkan puncak arus reduksi dan oksidasi Au. Nilai LOD ini lebih
besar dibandingkan pengukuran tanpa menggunakan sistem magnetic beads. Hal ini
menunjukkan bahwa sitem magnetic beads tidak lebih baik dibandingkan pengukuran
NA secara langsung dengan menggunakan elektroda Au-BDD.
Presisi pengukuran NA pada sistem magnetic beads dievaluasi dengan
melakukan pengukuran sebanyak 9 kali ulangan. Diperoleh nilai % RSD pengukuran
NA pada sistem magnetic beads dengan elektroda Au-BDD ialah sebesar 1,41 % dan
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
3,16 % masing-masing untuk pengukuran berdasarkan puncak arus reduksi dan
oksidasi.
4.5.4 Linearitas dan Presisi pengukuran Neuraminidase dalam Matriks Mucin
pada Sistem Magnetic Beads
Linearitas NA dalam matriks mucin diamati dengan menggunakan mucin pada
konsentrasi 0,33 mg/mL. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kalibrasi linear
hanya dapat diperoleh pada rentang konsentrasi 0 hingga 8 mU dan hanya dapat
dibangun berdasarkan puncak arus reduksi Au. Pada konsentrasi lebih besar dari 8
mU bertambahnya konsentrasi NA tidak linear dengan perubahan puncak arus reduksi
Au. Kondisi ini dimungkinkan terjadi karena konsentrasi NA yang lebih besar dan
keberadaan matriks mucin dari bovine submaxillary glands menutupi permukaan
elektroda. Hasil pengukuran yang diperoleh disajikan pada Gambar 4.39. Limit
deteksi pengukuran NA dalam matriks mucin dengan sistem magnetic beads ialah
sebesar 0,64 mU.
Gambar 4.39 Kurva kalibrasi pengukuran NA berdasarkan puncak arus reduksi Au
pada sistem magnetic beads dengan elektroda Au-BDD.
Presisi pengukuran NA dalam matriks mucin pada sistem magnetic beads
dievaluasi dengan melakukan pengukuran sebanyak 9 kali ulangan. Diperoleh nilai %
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
RSD sebesar 7,25 %. Hasil ini menunjukkan bahwa keberadaan matrik mucin
mempengaruhi dan menurunkan presisi pengukuran NA dengan sistem magnetic
beads. Ringkasan pengukuran NA dan NA dalam matriks mucin pada sistem magnetic
beads disajikan pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6 Ringkasan pengukuran neuraminidase (NA) dan NA dalam Matriks Mucin
pada Sistem Magnetic Beads dengan Elektroda Au-BDD
Parameter Hasil Pengukuran
NA NA dalam Mucin
Kisaran Linearitas (mU) 0 – 15 0 – 8
R2 puncak oksidasi
R2 puncak reduksi
0,838
0,959
n/a
0,950
LOD (mU) puncak oksidasi
LOD (mU) puncak reduksi
1,82
2,32
n/a
0,64
%RSD (n= 9) puncak oksidasi
%RSD (n= 9) puncak reduksi
3,16
1,41
n/a
7,25
4.6 PENGEMBANGAN STRIP TEST UNTUK DETEKSI
NEURAMINIDASE
4.6.1 Rancangan Strip test
Rancangan strip test yang terdiri atas sample pad, nitrocellulose membrane,
test zone, dan adsorbent pad disusun pada plastic baking (Gambar 3.3). Sample pad
pada rancangan strip test digunakan untuk meneteskan sampel. Hal ini dilakukan
karena apabila sampel diteteskan langsung pada permukaan nitrocellulose membrane
dapat terjadi difusi sampel ke arah yang tidak diharapkan. Penggunaan liquid blocker
mini pen pada bagian ujung atas dan bawah nitrocellulose membrane juga
dimaksudkan untuk mencegah pergerakan cairan sampel ke arah yang tidak
diiinginkan. Zanamivir dengan konsentrasi 10-2
M sebanyak 15 µL diaplikasikan
secara bertahap pada nitrocellulose membrane. Aplikasi secara bertahap dilakukan
untuk mencagah difusi sehingga zanamivir dapat terimobilisasi pada daerah sempit
permukaan nitrocellulose membrane .
Sampel yang mengandung NA dengan konsentrasi 0 hingga 15 mU bermigrasi
pada nitrocellulose membrane hingga mencapai zanamivir yang telah
diimobilisasikan terlebih dahulu. NA akan berinteraksi dengan zanamivir pada
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
nitrocellulose membrane. Inkubasi dilakukan pada suhu 37 ºC selama 25 menit untuk
memastikan reaksi antara NA dengan zanamivir terjadi. Pengukuran dilakukan pada
elektroda Au-BDD dengan diameter 1 cm setelah reaksi enzimatis dihentikan.
4.6.2 Linearitas dan Presisi pengukuran Neuraminidase pada Stip Test dengan
Elektroda Au-BDD
Hasil pengukuran NA pada perangkat strip test disajikan pada Gambar 4.40
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pengukuran NA pada strip test linear pada
rentang konsentrasi NA 0 sampai 15 mU. Walaupun nilai koefisien determinasi yang
diperoleh tidak sebaik pada pengukuran NA dalam larutan, namun masih terkategori
baik dengan koefisien determinasi sebesar 98%. Hal ini menunjukkan bahwa strip
test deteksi NA berpotensi untuk dikembangkan. Adapun limit deteksi (LOD)
pengukuran NA dengan strip test ialah sebesar 0,43 mU untuk pengukuran
berdasarkan puncak arus oksidasi dan 0,26 mU untuk pengukuran berdasarkan puncak
arus reduksi.
Presisi pengukuran NA pada strip test dievaluasi dengan melakukan
pengukuran sebanyak 9 kali ulangan pada 3 level konsentrasi. Presisi dinyatakan
sebagai % RSD. Diperoleh nilai % RSD untuk pengukuran berdasarkan puncak arus
oksidasi Au dan puncak arus reduksi Au pada elektroda Au-BDD masing-masing
sebesar 7,80 % dan 3,74 %. Presisi pengukuran berdasarkan puncak arus reduksi Au
lebih baik dibandingkan pengukuran berdasarkan puncak arus oksidasi Au.
-0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6
-40
-20
0
20
40
60[NA] / mU
I / u
A
E / V (vs. SSCE)
0 2 4 8 12 15
(a)
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
Gambar 4.40 Profil voltametri siklik pengukuran NA pada strip test (a), Kurva
kalibrasi linear pengukuran NA pada strip test berdasarkan puncak arus oksidasi dan
reduksi Au pada elektroda Au-BDD (b).
4.6.3 Linearitas dan Presisi pengukuran Neuraminidase dalam Matriks Mucin
pada Stip Test dengan Elektroda Au-BDD
Pengukuran NA dalam matriks mucin dengan konsentrasi 0,33 mg/mL
menggunakan strip test dilakukan pada selang konsentrasi 0 hingga 15 mU. Hasil
yang diperoleh menunjukkan hubungan yang linear hanya dapat dibangun dengan
baik dari data puncak arus reduksi Au. Sementara puncak arus oksidasi Au
memberikan koefisien determinasi kurang dari 90 %. Hal ini diduga terjadi karena
migrasi NA pada nitrocellulose membrane mengalami hambatan akibat keberadaan
mucin yang kental. Gambar 4.41 menyajikan voltamogram siklik dan kurva
pengukuran NA dalam matriks mucin pada berbagai konsentrasi.
y = -1,6889x - 10,181 R² = 0,9814
y = 3,2213x + 11,436 R² = 0,9773
-60
-40
-20
0
20
40
60
80
0 3 6 9 12 15
Peak
Cur
rent
/µA
Neuraminidase Concentration /mU
Reduction Peak Oxidation Peak
(b)
-0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6-60-50-40-30-20-10
0102030405060708090
[NA] / mU
I / u
A
E / V (vs. SSCE)
0 2 4 8 12 15
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
Gambar 4.41 Profil voltametri siklik pengukuran NA dalam matriks mucin pada strip
test (a), Kurva kalibrasi linear pengukuran NA dalam matriks mucin pada strip test
dengan elektroda Au-BDD (b).
Nilai limit deteksi pengukuran NA dalam matrik mucin dengan strip test
masing-masing ialah 3,67 mU dan 1,61 mU untuk pengukuran berdasarkan puncak
arus oksidasi dan reduksi Au. Presisi pengukuran NA dalam matriks mucin pada strip
test dievaluasi dengan melakukan pengukuran sebanyak 9 kali ulangan. Nilai % RSD
untuk pengukuran berdasarkan puncak oksidasi Au dan puncak reduksi Au pada
elektroda Au-BDD masing-masing sebesar 19,22 % dan 6,27 %. Presisi pengukuran
berdasarkan arus oksidasi Au tidak baik, sementara presisi pengukuran berdasarkan
puncak reduksi Au masih cukup baik. Berdasarkan hasil yang diperoleh, pengukuran
NA dalam matriks mucin dengan strip test disarankan dilakukan berdasarkan puncak
arus reduksi Au. Ringkasan hasil pengukuran NA pada strip test dengan elektroda
Au-BDD disajikan pada Tabel 4.7
Tabel 4.7 Ringkasan pengukuran neuraminidase (NA) dan NA dalam Matriks Mucin
pada Strip test dengan Elektroda Au-BDD
Parameter Hasil Pengukuran
NA NA dalam Mucin
Kisaran Linearitas (mU) 0 – 15 mU 0 – 15 mU
R2 puncak oksidasi
R2 puncak reduksi
0,977
0,981
0,869
0,950
LOD (mU) puncak oksidasi 0,43 3,67
y = -1,3913x - 23,557 R² = 0,9507
y = 2,3501x + 36,288 R² = 0,8695
-60 -40 -20
0 20 40 60 80
100
0 3 6 9 12 15
Peak
Cur
rent
/µA
Neuraminidase Concentration /mU
Reduction Peak Oxidation Peak
(a)
(b)
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
LOD (mU) puncak reduksi 0,26 1,61
%RSD (n= 9) puncak oksidasi
%RSD (n= 9) puncak reduksi
7,80
3,74
> 10
6,27
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
Tabel 4.8 Ringkasan Hasil Penelitian
Measurement
of Parameter
Electrode
Au Au-BDD AuNPs-BDD
Zanamivir
Linearity range (M) 1 x 10-5
-1 x 10-4
5 x 10-6
- 1 x 10-4
1 x 10-6
- 1 x 10-5
R2 Oxidation peak
R2 Reduction peak
0,960
0,969
0,990
0,990
0,946
0,998
LOD (M) Oxidation peak
LOD (M) Reduction peak
1,25 x 10-5
1,19 x 10-5
1,53 x 10-6
1,49 x 10-6
1,89 x 10-5
2,29 x 10-6
%RSD (n= 9) Oxidation peak
%RSD (n= 9) Reduction peak
2,55
0,33
1,14
0,5
>10
2,23
Neuraminidase
Linearity range (mU) n/a 0 - 15 0 - 12
R2 Oxidation peak
R2 Reduction peak
n/a 0,956
0,996
0,938
0,997
LOD (M) Oxidation peak
LOD (M) Reduction peak
n/a 0,54
0,25
1,64
0,12
%RSD (n= 9) Oxidation peak
%RSD (n= 9) Reduction peak
n/a 3,08
1,18
>10
2,49
Neuraminidase
with mucin
matrix 0,33
mg/mL
Linearity range (mU) n/a 0 – 15 0 - 12
R2 Oxidation peak
R2 Reduction peak
n/a 0,975
0,989
0,949
0,992
LOD (M) Oxidation peak
LOD (M) Reduction peak
n/a 0,19
0,20
0,66
0,36
%RSD (n= 9) Oxidation peak
%RSD (n= 9) Reduction peak
n/a 1,31
0,71
4,69
1,44
Neuraminidase
in magnetic
beads system
Linearity range (mU) n/a 0 - 15 0 - 8
R2 Oxidation peak
R2 Reduction peak
n/a 0,838
0,959
n/a
LOD (M) Oxidation peak
LOD (M) Reduction peak
n/a 1,82
2,32
n/a
0,64
%RSD (n= 9) Oxidation peak
%RSD (n= 9) Reduction peak
n/a 3,16
1,41
n/a
7,25
Neuraminidase
with mucin
matrix 0,33
mg/mL in
magnetic
beads system
Linearity range (mU) n/a 0 - 8 n/a
R2 Oxidation peak
R2 Reduction peak
n/a n/a
0,950
n/a
LOD (M) Oxidation peak
LOD (M) Reduction peak
n/a n/a
0,64
n/a
%RSD (n= 9) Oxidation peak
%RSD (n= 9) Reduction peak
n/a n/a
7,25
n/a
Neuraminidase
on strip test
Linearity range (mU) n/a 0 - 15 n/a
R2 Oxidation peak
R2 Reduction peak
n/a 0,977
0,981
n/a
LOD (M) Oxidation peak
LOD (M) Reduction peak
n/a 0,43
0,26
n/a
%RSD (n= 9) Oxidation peak
%RSD (n= 9) Reduction peak
n/a 7,80
3,74
n/a
Neuraminidase
with mucin
matrix 0,33
mg/mL on
strip test
Linearity range (mU) n/a 0 - 15 n/a
R2 Oxidation peak
R2 Reduction peak
n/a 0,869
0,950
n/a
LOD (M) Oxidation peak
LOD (M) Reduction peak
n/a 3,67
1,61
n/a
%RSD (n= 9) Oxidation peak
%RSD (n= 9) Reduction peak
n/a >10
6,27
n/a
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
SIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian yang telah dilakukan ialah sebagai
berikut
1. Zanamivir tidak elektroaktif namun analisis kuantitatif zanamivir secara
elektrokimia dapat dilakukan pada elektroda kerja Au dan boron doped
diamond temodifikasi Au (Au-BDD dan AuNPs-BDD) berdasarkan
penurunan intensitas puncak arus oksidasi dan reduksi Au yang terjadi akibat
teradsorpsinya zanamivir pada permukaan elektroda kerja tersebut.
2. Puncak arus oksidasi dan reduksi Au dalam larutan zanamivir yang
mengandung neuraminidase (NA) mengalami peningkatan baik pada elektroda
Au-BDD maupun AuNPs-BDD. Interaksi NA dengan zanamivir menyebabkan
jumlah zanamivir bebas dalam larutan berkurang dan jumlah zanamivir yang
teradsorpsi pada permukaan elektroda juga berkurang sehingga puncak arus
oksidasi dan reduksi Au meningkat. Pada kondisi optimum reaksi NA dengan
zanamivir (suhu inhibisi 37 C, pH reaksi 5,5, dan waktu kontak 25 menit)
diperoleh hubungan linear antara konsentrasi NA dengan kenaikan puncak
arus reduksi dan oksidasi Au.
3. Zanamivir berhasil diimmobilisasi pada magnetic beads dengan
memanfaatkan ikatan kovalen zanamivir dengan biotin dan interaksi biotin
dengan streptavidin-magnetic beads. Pada sistem pengukuran dengan
magnetic beads keberadaan NA menurunkan arus reduksi Au pada elektroda
Au-BDD. Penggunaan magnetic beads belum dapat memperbaiki performa
pengukuran NA pada elektroda Au-BDD.
4. Pengukuran NA pada membrane nitrosellulose dapat dilakukan menggunakan
teknik voltammetri pada elektroda Au-BDD dengan limit deteksi yang rendah
dan presisi pengukuran yang cukup baik sehingga strip test pengukurn NA
berpotensi untuk dikembangkan.
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
5. Pengukuran NA dalam matriks sampel yang mengandung mucin dengan
konsentrasi 0,33 mg/mL dapat dilakukan baik pada elektroda Au-BDD
maupun AuNPs-BDD. Performa kerja pengukuran NA dalam matriks mucin
pada kedua elektroda kerja umumnya berubah secara tidak berarti, dan pada
sistem magnetic beads keberadaan mucin menurunkan performa pengukuran.
SARAN
Deteksi neuraminidase secara tidak langsung berdasarkan reaksi inhibisi NA
oleh zanamivir menggunakan elektroda boron doped diamond termodifikasi emas
telah berhasil dikembangkan. Agar metode yang telah dikembangkan dapat
diaplikasikan hal-hal berikut disarankan untuk dilakukan:
1. Dilakukan validasi terhadap metode yang dikembangkan untuk mengabsahkan
hasil analisis yang diperoleh dari metode yang dikembangkan.
2. Dilakukan uji banding atau komparasi metode yang dikembangkan dengan
metode yang telah established.
3. Mengkombinasikan sistem strip test dengan deteksi amperometri untuk
pendekatan aplikasi deteksi NA terhadap sampel real.
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
DAFTAR PUSTAKA
Abdou, H. E., Mohamed, A. A., & Fackler Jr, J. P. (2009). Gold(I) Nitrogen
Chemistry. In Gold Chemistry: Applications and Future Directions in the Life
Sciences.
Ahrens, B., Jones, P. G., & Fischer, A. K. (1999). Gold ( I ) Complexes with Amine
Ligands , 4 [ The Role of N – H ··· Cl Hydrogen Bonds in Gold ( I ) Complexes
with Aliphatic Amine Ligands. European Journal of Inorganic Chemistry, (I),
1103–1110.
Aldrich, S. (2014). Mucin from bovine submaxillary glands Type I-S. Retrieved
January 01, 2014, from https://www.sigmaaldrich.com
Allen, G. ., Brookes, S. ., Barrow, A., Dunn, J. ., & Grosse, C. . (1999). Liquid
chromatographic–tandem mass spectrometric method for the determination of
the neuraminidase inhibitor zanamivir (GG167) in human serum. Journal of
Chromatography B, 732(2), 383–393. doi:10.1016/S0378-4347(99)00306-0
Aytur, T., Foley, J., Anwar, M., Boser, B., Harris, E., & Beatty, P. R. (2006). A novel
magnetic bead bioassay platform using a microchip-based sensor for infectious
disease diagnosis. Journal of Immunological Methods, 314(1-2), 21–9.
doi:10.1016/j.jim.2006.05.006
Azevedo, A. F., Matsushima, J., Vicentin, F. C., Baldan, M. R., & Ferreira, N. G.
(2007). Characterization of ultrananocristalline diamond films by xps. LNLS (pp.
4–5). Campinas.
Babu, Y. S., Chand, P., Bantia, S., Kotian, P., Dehghani, A., El-kattan, Y., …
Montgomery, J. a. (2000). Discovery of a Novel , Highly Potent , Orally Active
and Selective Influenza Neuraminidase Inhibitor through Structure-Based Drug
Design. Journal of Medical Chemistry, 43, 3482–3486. doi:10.1021/jm0002679
Bantia, S., Upshaw, R., & Babu, Y. S. (2011). Characterization of the binding
affinities of peramivir and oseltamivir carboxylate to the neuraminidase enzyme.
Antiviral Research, 91(3), 288–91. doi:10.1016/j.antiviral.2011.06.010
Baughman, T. M., Wright, W. L., & Hutton, K. a. (2007). Determination of zanamivir
in rat and monkey plasma by positive ion hydrophilic interaction
chromatography (HILIC)/tandem mass spectrometry. Journal of
Chromatography. B, 852(1-2), 505–511. doi:10.1016/j.jchromb.2007.02.006
Berry, A. M., Paton, J. C., Glare, E. M., Hansman, D., & Catcheside, D. E. A. (1988).
Cloning and expression of the pneumococcal neuraminidase gene in Escheria
coli. Gene, 71, 299–305.
Bockris, J. O. M., Reddy, A. K. N., & Gamboa-Aldeco, M. (2000). Modern
Electrochemistry: Fundamentals of Electrodics.
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
Bogdanowicz, R., Fabianska, A., Golunski, L., Sobaszek, M., Gnyba, M., Ryl, J., …
Siedlecka, E. M. (2013). Influence of the boron doping level on the
electrochemical oxidation of the azo dyes at Si / BDD thin fi lm electrodes .
Diamond & Related Materials, 39, 82–88. doi:10.1016/j.diamond.2013.08.004
Cai, Y., Anderson, A. B., Angus, J. C., & Kostadinov, L. N. (2005). Hydrogen
evolution on diamond electrodes and its dependence on surface C-H bond
strengths. Electrochemical and Solids-State Letters, 8(9), E62–E65.
doi:10.1149/1.1999913
CDC. (2009). Oseltamivir-Resistant 2009 Pandemic Influenza A ( H1N1 ) Virus
Infection in Two Summer Campers Receiving Prophylaxis-North Carolina.
MMWR (Vol. 58, pp. 969–972).
Charrier, G., Aureau, D., Gonçalves, A., Collet, G., Bouttemy, M., Etcheberry, A., &
Simon, N. (2013). Gold nanoparticles immobilization : Evidence of amination of
diamond surfaces in liquid ammonia. Diamond & Related Materials, 32, 36–42.
doi:10.1016/j.diamond.2012.11.014
Chien, C., Huang, Y., & Chen, H. (1997). Small neuraminidase gene of Clostridium
perfringens ATCC 10543: Cloning, nucleotide sequence, and production.
Enzyme and Microbial Technology, 20(4), 277–285. doi:10.1016/S0141-
0229(96)00129-9
Chiku, M., Watanabe, T., & Einaga, Y. (2010). Fabrication of Cu-modified boron-
doped diamond microband electrodes and their application for selective detection
of glucose. Diamond and Related Materials, 19(7-9), 673–679.
doi:10.1016/j.diamond.2010.01.048
Coles, M. P. (2006). Application of neutral amidines and guanidines in coordination
chemistry. Dalton Transactions, (8), 985–1001. doi:10.1039/b515490a
Colman, P. M., Hoyne, P. a, & Lawrence, M. C. (1993). Sequence and structure
alignment of paramyxovirus hemagglutinin-neuraminidase with influenza virus
neuraminidase. Journal of Virology, 67(6), 2972–2980.
Daigle, A. D., & BelBruno, J. J. (2011). Density Functional Theory Study of the
Adsorption of Nitrogen and Sulfur Atoms on Gold (111), (100), and (211)
Surfaces. The Journal of Physical Chemistry C, 115(46), 22987–22997.
doi:10.1021/jp2071327
DuVall, S. H., & McCreery, R. L. (1999). Control of Catechol and Hydroquinone
Electron-Transfer Kinetics on Native and Modified Glassy Carbon Electrodes.
Analytical Chemistry, 71(20), 4594–4602. doi:10.1021/ac990399d
Escuret, V., Cornu, C., Boutitie, F., Enouf, V., Mosnier, A., Bouscambert-Duchamp,
M., … Lina, B. (2012). Oseltamivir-zanamivir bitherapy compared to oseltamivir
monotherapy in the treatment of pandemic 2009 influenza A(H1N1) virus
infections. Antiviral Research, 96(2), 130–7. doi:10.1016/j.antiviral.2012.08.002
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
Fadley, C. S. (2010). X-ray photoelectron spectroscopy: Progress and perspectives.
Journal of Electron Spectroscopy and Related Phenomena, 178-179, 2–32.
doi:10.1016/j.elspec.2010.01.006
Foster, R. J., & Walsh, D. A. (2005). Voltammetry: Overview (pp. 181–188). Dulbin:
Elsevier Ltd.
Ge, J., Liu, F., Holmes, E. H., Ostrander, G. K., & Li, Q. X. (2012). Aqueous normal
phase liquid chromatography coupled with tandem time-of-flight quadrupole
mass spectrometry for determination of zanamivir in human serum. Journal of
Chromatography. B, 906, 58–62. doi:10.1016/j.jchromb.2012.08.020
Gerentes, L., Kessler, N., & Aymard, M. (1998). A sensitive and specific ELISA
immunocapture assay for rapid quantitation of influenza A/H3N2 neuraminidase
protein. Journal of Virological Methods, 73(2), 185–195. doi:10.1016/S0166-
0934(98)00056-1
Goodhew, P. J., Humphreys, J., & Beanland, R. (2001). Electron Microscopy and
Analysis.
Green, M. D., Nettey, H., & Wirtz, R. A. (2008). Determination of Oseltamivir
Quality by Colorimetric and Liquid Chromatographic Methods. Emerging
Infectious Disease, 14(4), 552–556.
Green, N. M. (1963). Avidin. Journal of Biochemistry, 89, 599–609.
Hamza, S. M., Rizk, N. M. H., & Matter, H. A. B. (2012). A new ion selective
electrode method for determination of oseltamivir phosphate (Tamiflu) and its
pharmaceutical applications. Arabian Journal of Chemistry.
doi:http://dx.doi.org/10.1016/j.arabjc.2012.07.029
Hernandez, J. E., Adiga, R., Armstrong, R., Bazan, J., Bonilla, H., Bradley, J., …
Sheridan, W. (2011). Clinical experience in adults and children treated with
intravenous peramivir for 2009 influenza A (H1N1) under an emergency IND
program in the United States. Clinical Infectious Diseases, 52(6), 695–706.
doi:10.1093/cid/cir001
Hurt, A. C., Barr, I. G., Komadina, N., & Hampson, A. W. (2004). A novel means of
identifying the neuraminidase type of currently circulating human A(H1)
influenza viruses. Virus Research, 103(1-2), 79–83.
doi:10.1016/j.virusres.2004.02.017
Ivandini, T. A., Einaga, Y., Honda, K., & Fujishima, A. (2005). Preparation and
Characterization of Poly crystalline Chemical Vapor Deposited Boron-doped
Diamond Thin Films. In A. Fujishima, Y. Einaga, & D. A. Tryk (Eds.), Diamond
Electrochemistry (pp. 11–25). Tokyo: BKC. Inc.
Ivandini, T. A., Honda, K., Rao, T. N., Fujishima, A., & Einaga, Y. (2007).
Simultaneous detection of purine and pyrimidine at highly boron-doped diamond
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
electrodes by using liquid chromatography. Talanta, 71(2), 648–55.
doi:10.1016/j.talanta.2006.05.009
Ivandini, T. A., Saepudin, E., Wardah, H., Dewangga, N., & Einaga, Y. (2012).
Development of a Biochemical Oxygen Demand Sensor Using Gold- Modi fi ed
Boron Doped Diamond Electrodes.
Ivandini, T. A., Sato, R., Makide, Y., Fujishima, A., & Einaga, Y. (2004).
Electroanalytical application of modified diamond electrodes. Diamond and
Related Materials, 13(11-12), 2003–2008. doi:10.1016/j.diamond.2004.07.004
Ivandini, T. A., Sato, R., Makide, Y., Fujishima, A., & Einaga, Y. (2005). Pt-
implanted boron-doped diamond electrodes and the application for
electrochemical detection of hydrogen peroxide. Diamond and Related
Materials, 14(11-12), 2133–2138. doi:10.1016/j.diamond.2005.08.022
Ivandini, T. A., Yamada, D., Watanabe, T., Matsuura, H., Nakano, N., Fujishima, A.,
& Einaga, Y. (2010). Development of amperometric arsine gas sensor using
gold-modified diamond electrodes. Journal of Electroanalytical Chemistry,
645(1), 58–63. doi:10.1016/j.jelechem.2010.04.012
Ivic, M. L. A., Petrovic, S. D., Mijin, D. Z., & Drljevic-Duric, K. M. (2011). The
qualitative determination of oseltamivir phosphate in Tamiflu® capsule by cyclic
voltammetry. Hemijska Industrija, 65(1), 87–91.
doi:10.2298/HEMIND100908070A
Joseph-Charles, J., Geneste, C., Laborde-Kummer, E., Gheyouche, R., Boudis, H., &
Dubost, J.-P. (2007). Development and validation of a rapid HPLC method for
the determination of oseltamivir phosphate in Tamiflu and generic versions.
Journal of Pharmaceutical and Biomedical Analysis, 44(4), 1008–1013.
doi:10.1016/j.jpba.2007.04.002
Kastelic, S., Bercic, R. L., Cizelj, I., Bencina, M., Makrai, L., Zorman-rojs, O., …
Bencina, D. (2013). Ornithobacterium rhinotracheale has neuraminidase activity
causing desialylation of chicken and turkey serum and tracheal mucus
glycoproteins. Veterinary Microbiology, 162, 707–712.
doi:10.1016/j.vetmic.2012.09.018
Kimling, J., Maier, M., Okenve, B., Kotaidis, V., Ballot, H., & Plech, A. (2006).
Turkevich Method for Gold Nanoparticle Synthesis Revisited. Journal of
Physical Chemistry B, 110, 15700–15707.
Kohl, P. a. (2010). Electrodeposition of Gold. In M. Schlesinger & M. Paunovic
(Eds.), Modern Electroplating: Fifth Edition (pp. 115–130). John Wiley & Sons,
Inc. doi:10.1002/9780470602638.ch4
Kraft, A. (2007). Doped Diamond : A Compact Review on a New , Versatile
Electrode Material. International Journal of Electrochemical Science, 2, 355–
385.
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
Kubo, S., Tomozawa, T., Kakuta, M., Tokumitsu, A., & Yamashita, M. (2010).
Laninamivir prodrug CS-8958, a long-acting neuraminidase inhibitor, shows
superior anti-influenza virus activity after a single administration. Antimicrobial
Agents and Chemotherapy, 54(3), 1256–1264. doi:10.1128/AAC.01311-09
Laborde-Kummer, E., Gaudin, K., Joseph-Charles, J., Gheyouche, R., Boudis, H., &
Dubost, J.-P. (2009). Development and validation of a rapid capillary
electrophoresis method for the determination of oseltamivir phosphate in
Tamiflu and generic versions. Journal of Pharmaceutical and Biomedical
Analysis, 50(3), 544–546. doi:10.1016/j.jpba.2009.05.016
Levy-clement, C. (2005). Semiconducting and Metallic Boron-Doped Diamond
Electrodes. In A. Fujishima, Y. Einaga, & D. A. Tryk (Eds.), Diamond
Electrochemistry. Tokyo: BKC. Inc.
Li, Y., Wu, T., Qi, X., Ge, Y., Guo, X., Wu, B., … Zhou, M. (2013). Simultaneous
detection of hemagglutinin and neuraminidase genes of novel influenza A
(H7N9) by duplex real-time reverse transcription polymerase chain reaction.
Journal of Virological Methods, 194(1-2), 194–6.
doi:10.1016/j.jviromet.2013.08.021
Lindegårdh, N., Hanpithakpong, W., Wattanagoon, Y., Singhasivanon, P., White, N.
J., & Day, N. P. J. (2007). Development and validation of a liquid
chromatographic-tandem mass spectrometric method for determination of
oseltamivir and its metabolite oseltamivir carboxylate in plasma, saliva and
urine. Journal of Chromatography. B, 859(1), 74–83.
doi:10.1016/j.jchromb.2007.09.018
Macpherson, J. V. (2015). A practical guide to using boron doped diamond in
electrochemical research. Phys. Chem. Chem. Phys., 17, 2935–2949.
doi:10.1039/C4CP04022H
Malipatil, S. M., Jahan, K., & Deepthi, M. (2010). Spectrophotometric Determination
Of Oseltamivir Phosphate In Bulk Drug And In Pharmaceutical Formulation .
Research Journal of Pharmaceutical , Biological and Chemical Sciences, 1(4),
933–942.
Meeprasert, A., Khuntawee, W., Kamlungsua, K., Nunthaboot, N., Rungrotmongkol,
T., & Hannongbua, S. (2012). Binding pattern of the long acting neuraminidase
inhibitor laninamivir towards influenza A subtypes H5N1 and pandemic H1N1.
Journal of Molecular Graphics and Modelling, 38, 148–154.
doi:10.1016/j.jmgm.2012.06.007
Mihajlovic, M. L., & Mitrasinovic, P. M. (2008). Another look at the molecular
mechanism of the resistance of H5N1 influenza A virus neuraminidase (NA) to
oseltamivir (OTV). Biophysical Chemistry, 136(2-3), 152–8.
doi:10.1016/j.bpc.2008.06.003
Moriyama, T., & Barksdale, L. (1967). Neuraminidase of Corynebacterium
diphtheriae. Journal of Bacteriology, 94(5), 1565–1581.
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
Moulder, J. F., Stickle, W. F., Sobol, P. E., & Bomben, K. D. (1995). Handbook of X-
ray Photoelectron Spectroscopy. (J. Chastain & R. C. King, Eds.).
Murugaraj, P., Mainwaring, D. E., Al Kobaisi, M., & Siegele, R. (2012). Stable doped
sp2 C-hybrid nanostructures by reactive ion beam irradiation. Journal of
Materials Chemistry, 22, 18403. doi:10.1039/c2jm32714g
Pop, S. F., Stefan-van Staden, R.-I., Ion, R.-M., van Staden, J. F., & Aboul-Enein, H.
Y. (2010). Electroanalysis of oseltamivir phosphate using new microsensors
based on nanostructured materials. European Cell and Materials, 20(3), 204.
Pop, S. F., Stefan-van Staden, R.-I., van Staden, J. F., Aboul-Enein, H. Y., Ion, R.-M.,
& Aydogmus, Z. (2012). Electroanalysis of Oseltamivir Phosphate Using New
Microelectrodes Based on Zinc Complexes with Porphyrins and
Phthalocyanines. Journal of the Electrochemical Society, 159(9), B789–B793.
doi:10.1149/2.001209jes
Popa, E., Kubota, Y., Tryk, D. a., & Fujishima, A. (2000). Selective Voltammetric
and Amperometric Detection of Uric Acid with Oxidized Diamond Film
Electrodes. Analytical Chemistry, 72(7), 1724–1727. doi:10.1021/ac990862m
Popa, E., Notsu, H., Miwa, T., Tryk, D. A., & Fujishima, A. (1999). Selective
Electrochemical Detection of Dopamine in the Presence of Ascorbic Acid at
Anodized Diamond Thin Film Electrodes. Electrochmical and Solid State
Letters, 2(1), 49–51.
Ramachandran, M., Nambikkairaj, B., & Bakyavathy, M. (2012). In silico molecular
modeling of neuraminidase enzyme H1N1 avian influenza virus and docking
with zanamivir ligands. Asian Pacific Journal of Tropical Disease, 2(6), 426–
430. doi:10.1016/S2222-1808(12)60094-2
Rismetov, B., Ivandini, T. A., Saepudin, E., & Einaga, Y. (2014). Electrochemical
detection of hydrogen peroxide at platinum-modi fi ed diamond electrodes for an
application in melamine strip tests. Diamond and Related Materials, 48, 88–95.
Roustom, B. El, Fóti, G., & Comninellis, C. (2005). Preparation of gold nanoparticles
by heat treatment of sputter deposited gold on boron-doped diamond film
electrode. Electrochemistry Communications, 7(4), 398–405.
doi:10.1016/j.elecom.2005.02.014
Sajid, M., Kawde, A., Daud, M., & Daud, M. (2014). Designs , formats and
applications of lateral flow assay : A literature review. Journal of Saudi
Chemical Society, Accepted m.
Samson, M., Pizzorno, A., Abed, Y., & Boivin, G. (2013). Influenza virus resistance
to neuraminidase inhibitors. Antiviral Research, 98(2), 174–85.
doi:10.1016/j.antiviral.2013.03.014
Sheu, T. G., Deyde, V. M., Okomo-Adhiambo, M., Garten, R. J., Xu, X., Bright, R.
a., … Gubareva, L. V. (2008). Surveillance for neuraminidase inhibitor
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
resistance among human influenza A and B viruses circulating worldwide from
2004 to 2008. Antimicrobial Agents and Chemotherapy, 52(9), 3284–3292.
doi:10.1128/AAC.00555-08
Siné, G., Duo, I., Roustom, B. El, Fóti, G., & Comninellis, C. (2006). Deposition of
clusters and nanoparticles onto boron-doped diamond electrodes for
electrocatalysis. Journal of Applied Electrochemistry, 36(8), 847–862.
doi:10.1007/s10800-006-9159-2
Skrzypek, S. (2010). Electrochemical Studies of the Neuraminidase Inhibitor
Zanamivir and its Voltammetric Determination in Spiked Urine. Electroanalysis,
22(20), 2339–2346. doi:10.1002/elan.201000163
Skrzypek, S. (2012). Electrode mechanism and voltammetric determination of
selected guanidino compounds. Central European Journal of Chemistry, 10(4),
977–988. doi:10.2478/s11532-012-0043-0
Smith, E., & Dent, G. (2004). Modern Raman Spectroscopy - A Practical Approach.
Chichester, UK: John Wiley & Sons, Ltd. doi:10.1002/0470011831
Srinivasan, S. (2006). Electrode/Electrolyte Interface: Structure and Kinetic of Charge
Transfer. In Fuel Cell: From Fundamental to Application.
Szunerits, S., Jama, C., Coffinier, Y., Marcus, B., Delabouglise, D., & Boukherroub,
R. (2006). Direct amination of hydrogen-terminated boron doped diamond
surfaces. Electrochemistry Communications, 8(7), 1185–1190.
doi:10.1016/j.elecom.2006.05.023
Takayama, I., Nakauchi, M., Fujisaki, S., Odagiri, T., Tashiro, M., & Kageyama, T.
(2013). Rapid detection of the S247N neuraminidase mutation in influenza A (
H1N1 ) pdm09 virus by one-step duplex RT-PCR assay. Journal of Virological
Methods, 188, 73–75. doi:10.1016/j.jviromet.2012.12.005
Tambunan, U. S. F., Amri, N., & Parikesit, A. A. (2012). In silico design of cyclic
peptides as influenza virus, a subtype H1N1 neuraminidase inhibitor. African
Journal of Biotechnology, 11(52), 11474–11491. doi:10.5897/AJB11.4094
Tambunan, U. S. F., Fadilah, & Parikesit, A. A. (2010). Bioactive Compounds
Screening from Zingiberaceae Family as Influenza A / Swine Flu Virus
Neuraminidase Inhibitor through Docking Approach. OnLine Journal of
Biological Science, 10(4), 151–156.
Tanaka, K. (1978). Self-diffusion Coefficients of Water in Pure Water and in
Aqueous Solutioiis of Several Electrolytes with 18O and 2H as Tracers. Journal
of the Chemical Society, Faraday Transactions 1, 74, 1879–1881.
doi:10.1039/F19787401879
Tian, R., Rao, T. N., Einaga, Y., & Zhi, J. (2006). Construction of Two-Dimensional
Arrays Gold Nanoparticles Monolayer onto Boron-Doped Diamond Electrode
Surfaces. Chemistry of Materials, 18(4), 939–945. doi:10.1021/cm0519481
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
Tian, R., & Zhi, J. (2007). Fabrication and electrochemical properties of boron-doped
diamond film–gold nanoparticle array hybrid electrode. Electrochemistry
Communications, 9(5), 1120–1126. doi:10.1016/j.elecom.2006.12.027
Toghill, K. E., & Compton, R. G. (2010). Metal Nanoparticle Modified Boron Doped
Diamond Electrodes for Use in Electroanalysis. Electroanalysis, 22(17-18),
1947–1956. doi:10.1002/elan.201000072
Tryk, D. a., Tachibana, H., Inoue, H., & Fujishima, A. (2007). Boron-doped diamond
electrodes: The role of surface termination in the oxidation of dopamine and
ascorbic acid. Diamond and Related Materials, 16(4-7), 881–887.
doi:10.1016/j.diamond.2007.02.002
Turgeon, N., McNicoll, F., Toulouse, M.-J., Liav, A., Barbeau, J., Ho, J., …
Duchaine, C. (2011). Neuraminidase Activity as a Potential Enzymatic Marker
for Rapid Detection of Airborne Viruses. Aerosol Science and Technology,
45(2), 183–195. doi:10.1080/02786826.2010.530624
Vanhove, E., de Sanoit, J., Arnault, J. C., Saada, S., Mer, C., Mailley, P., …
Nesladek, M. (2007). Stability of H-terminated BDD electrodes: an insight into
the influence of the surface preparation. Physica Status Solidi (a), 204(9), 2931–
2939. doi:10.1002/pssa.200776340
Varillas, D., Bermejo-Martin, J. F., Almansa, R., Rojo, S., Nogueira, B., Eiros, J. M.,
… de Lejarazu, R. O. (2011). A new method for detection of pandemic influenza
virus using High Resolution Melting analysis of the neuraminidase gene. Journal
of Virological Methods, 171(1), 284–6. doi:10.1016/j.jviromet.2010.10.003
Vimr, E. R., Lawrisuk, L., Galen, J., & Kaper, J. B. (1988). Cloning and Expression
of the Vibrio cholerae Neuraminidase Gene nanH in Escherichia coli. Journal of
Bacteriology, 170(4), 1495–1504.
Wang, J. (2006). Analytical Electrochemistry (Third.). New Jersey: John Wiley &
Sons, Inc.
Wang, Q., Chang, B. J., Mee, B. J., & Riley, T. V. (2005). Neuraminidase production
by Erysipelothrix rhusiopathiae. Veterinary Microbiology, 107(3-4), 265–72.
doi:10.1016/j.vetmic.2005.01.022
Westgeest, K. B., Bestebroer, T. M., Spronken, M. I. J., Gao, J., Couzens, L.,
Osterhaus, A. D. M. E., … Graaf, M. De. (2015). Optimization of an enzyme-
linked lectin assay suitable for rapid antigenic characterization of the
neuraminidase of human influenza A ( H3N2 ) viruses. Journal of Virological
Methods, 217, 55–63.
Williams, T. L., Pirkle, J. L., & Barr, J. R. (2012). Simultaneous quantification of
hemagglutinin and neuraminidase of influenza virus using isotope dilution mass
spectrometry. Vaccine, 30(14), 2475–82. doi:10.1016/j.vaccine.2011.12.056
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
Wong, K., Chen, C., Wei, K., Roy, V. a. L., & Chathoth, S. M. (2015). Diffusion of
gold nanoparticles in toluene and water as seen by dynamic light scattering.
Journal of Nanoparticle Research, 17(153). doi:10.1007/s11051-015-2965-x
Wraight, C. a. (2006). Chance and design-Proton transfer in water, channels and
bioenergetic proteins. Biochimica et Biophysica Acta - Bioenergetics, 1757, 886–
912. doi:10.1016/j.bbabio.2006.06.017
Yagi, I., Ishida, T., & Uosaki, K. (2004). Electrocatalytic reduction of oxygen to
water at Au nanoclusters vacuum-evaporated on boron-doped diamond in acidic
solution. Electrochemistry Communications, 6(8), 773–779.
doi:10.1016/j.elecom.2004.05.025
Yamada, D., Ivandini, T. a., Komatsu, M., Fujishima, A., & Einaga, Y. (2008).
Anodic stripping voltammetry of inorganic species of As3+ and As5+ at gold-
modified boron doped diamond electrodes. Journal of Electroanalytical
Chemistry, 615(2), 145–153. doi:10.1016/j.jelechem.2007.12.004
Yamashita, M., Tomozawa, T., Kakuta, M., Tokumitsu, A., Nasu, H., & Kubo, S.
(2009). CS-8958, a prodrug of the new neuraminidase inhibitor R-125489, shows
long-acting anti-influenza virus activity. Antimicrobial Agents and
Chemotherapy, 53(1), 186–192. doi:10.1128/AAC.00333-08
Yang, W., Liu, X., Peng, X., Li, P., Wang, T., Tai, G., … Zhou, Y. (2012). Synthesis
of novel N -acetylneuraminic acid derivatives as substrates for rapid detection of
influenza virus neuraminidase. Carbohydrate Research, 359, 92–96.
doi:10.1016/j.carres.2012.06.009
Ye, D., Shin, W., Li, N., Tang, W., Feng, E., Li, J., … Liu, H. (2012). Synthesis of C-
4-modi fi ed zanamivir analogs as neuraminidase inhibitors and their anti-AIV
activities. European Journal of Medicinal Chemistry, 54, 764–770.
doi:10.1016/j.ejmech.2012.06.033
Yu, Y., Zhou, Y., Wu, L., & Zhi, J. (2012). Electrochemical Biosensor Based on
Boron-Doped Diamond Electrodes with Modified Surfaces. International
Journal of Electrochemistry, Article ID, 1–10. doi:10.1155/2012/567171
Zawadzki, H. J. (2003). Synthesis and spectral studies of gold ( III ) complexes with
guanidine derivatives. Transition Metal Chemistry, 28, 820–826.
Zeng, A., Jin, C., Cho, S.-J., Seo, H. O., Kim, Y. D., Lim, D. C., … Boo, J.-H. (2012).
Nickel nano-particle modified nitrogen-doped amorphous hydrogenated
diamond-like carbon film for glucose sensing. Materials Research Bulletin,
47(10), 2713–2716. doi:10.1016/j.materresbull.2012.04.041
Zhang, F., Turgeon, N., Toulouse, M., Duchaine, C., & Li, D. (2012). A simple and
rapid fl uorescent neuraminidase enzymatic assay on a micro fl uidic chip.
Diagnostic Microbiology and Infectious Disease, 74, 263–266.
doi:10.1016/j.diagmicrobio.2012.07.011
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
Zhou, Y., & Zhi, J. (2009). The application of boron-doped diamond electrodes in
amperometric biosensors. Talanta, 79(5), 1189–96.
doi:10.1016/j.talanta.2009.05.026
Živcová, Z. V., Frank, O., Petrák, V., Tarábková, H., Vacík, J., Nesládek, M., &
Kavan, L. (2013). Electrochemistry and in situ Raman spectroelectrochemistry of
low and high quality boron doped diamond layers in aqueous electrolyte
solution. Electrochimica Acta, 87, 518–525. doi:10.1016/j.electacta.2012.09.031
Zonja, B., Goncalves, C., Perez, S., Delgado, A., Petrovic, M., Alpendurada, M. F., &
Barcelo, D. (2013). Evaluation of the phototransformation of the antiviral
zanamivir in surface waters through identification of transformation products.
Journal of Hazardous Materials. doi:10.1016/j.jhazmat.2013.10.008
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
Lampiran 1 Diagram alir dan tahapan penelitian
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
Lampiran 2 Gambar Instrument MAPCVD (a), SEM (b), Raman spectroscopy (c),
XPS (d), TEM (e)
(a) (b)
(d)
(c)
(e)
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
Lampiran 3 Profil voltametri siklik oseltamivir 1 x 10-4
M dalam buffer sitrat pH 7
-1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5
-150
-100
-50
0
50
100
150
200
250
300
350
I / u
A
E / V (vs. SSCE)
CB pH 7 Os in CB pH 7
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
Lampiran 4 Spektrum Raman H-BDD pada beberapa lokasi
(1) (2)
200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 2200
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
1800
Inte
nsity
(a.u
.)
Raman shift (cm-1)
200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 2200
Raman shift (cm-1)
200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 2200
Raman shift (cm-1)
(3)
(7) (8) (9)
200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 2200
Raman shift (cm-1)
200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 2200
Raman shift (cm-1)200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 2200
0
10000
20000
30000
40000
50000
Inte
nsity
(a.
u.)
Raman shift (cm-1)
200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 22000
10000
20000
30000
40000
50000
Inte
nsity
(a.u
.)
Raman shift (cm-1)
200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 2200
Raman shift (cm-1)
200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 2200
Raman shift (cm-1)
(4) (5) (6)
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
Lampiran 5 Penentuan koefisien difusi
Persamaan Cottrell
Keterangan:
D = Koefisien difusi (cm2/s)
C = Konsentrasi larutan uji (mol/cm3)
Misal 1 x 10-4
M = 1 x 10-7
mol/cm3
A = Luas area elektroda (cm2) = πr
2 = 3,14 x (0,2 cm)
2 = 1,256 x 10
-1 cm
2
F = Konstanta Faraday (96500 C/mol)
n =Banyaknya elektron yang ditransfer = 6
t = waktu (s)
Koefisien difusi pengukuran zanamivir dengan elektroda Au:
Koefisien difusi pengukuran zanamivir dengan elektroda Au-BDD:
0
5
10
15
20
25
0 2 4 6 8 10
I / u
A
Time / s
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
0 2 4 6 8 10
I / u
A
Time / s
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
Lampiran 6 Contoh perhitungan penentuan nilai LOD pengukuran zanamivir
Data pengukuran
[Zanamivir]
/ µM
Ip,c (µA)
Rerata
STDEV
Ip,c 1 2 3
0 -3,68 -3,65 -3,61 -3,64 0,036
1,0 -3,53 -3,58 -3,60 -3,56 0,036
2,5 -3,48 -3,51 -3,47 -3,48 0,031
5,0 -3,43 -3,39 -3,34 -3,38 0,047
7,5 -3,30 -3,26 -3,21 -3,25 0,046
10 -3,15 -3,15 -3,12 -3,14 0,017
LOD = a + 3So
LOD = -3,61 + (3 x 0,036)
LOD = -3,50
Angka tersebut digunakan sebagai nilai Y dan disubstitusi ke persamaan kurva
kalibrasi dan diperoleh nilai X (LOD) sebesar 2,29 x 10-6
M.
y = 0,0469x - 3,61 R² = 0,9984
y = -0,0688x + 3,1143 R² = 0,9461
-4
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
0 2 4 6 8 10
Pe
ak
Cu
rre
nt
/ µ
A
Concentration of Zanamivir / µM
Reduction Peak
Oxidation peak
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
Lampiran 7 Pengukuran NA secara tidak langsung berdasarkan interaksi NA dengan
zanamivir menggunakan elektroda bare Au. Voltammogram siklik pengukuran NA
(a), kurva kalibrasi pengukuran NA (b)
-0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6
-150
-100
-50
0
50
100
150
200
250
[NA] / mU
I / u
A
E / V (vs. SSCE)
0 1 2 6 8 15
(a)
(b)
y = 0.0586x - 133.15 R² = 0.6823
-133.6
-133.4
-133.2
-133.0
-132.8
-132.6
-132.4
-132.2
-132.0
0 2.5 5 7.5 10 12.5 15
I p,c
/ µ
A
Neuraminidase concentration / mU
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
Lampiran 8 Spektra FTIR larutan zanamivir-biotin dalam buffer fosfat
4000 3500 3000 2500 2000 1500 10000.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1.0
1.1
Tran
smitt
ance
Wavenumber / cm-1
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
Lampiran 9 Pengukuran NA tanpa zanamivir pada elektroda Au (a) dan Au-BDD (b),
kurva hubungan konsentrasi NA dengan puncak arus reduksi emas pada elektroda Au-
BDD (c)
0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6-100
-75
-50
-25
0
25
50
75
100 [NA] / mU
I / u
A
E / V (vs. SSCE)
1 2 4 8 12 15
(a)
0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6-30
-20
-10
0
10
20
30 [NA] / mU
I / u
A
E / V (vs. SSCE)
1 2 4 8 12 15
(b)
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
(c)
y = 0,1457x - 23,23 R² = 0,7483
-24
-24
-23
-23
-22
-22
-21
-21
0 3 6 9 12 15
Peak
Cur
rent
/ µ
A
Concentration of Neuraminidase / mU
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
Lampiran 10 Daftar Riwayat Hidup Penulis
Nama Lengkap : Wulan Tri Wahyuni S, S.Si. M.Si.
Tempat dan Tanggal Lahir : Sukabumi, 23 November 1982
Alamat Rumah : Babakan Fakultas No. 36 RT.003 RW.004
Tegallega Bogor Tengah Bogor 16127
Nomor Telepon/Faks : (+62251) 8628766/ (+62251) 624567
Nomor HP : +6285717088321
Alamat Kantor : Gedung Fakultas Peternakan W2 Level 4,
Jl. Agatis Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680
Nomor Telepon/Faks : (+62251) 8628766/ (+62251) 624567
Alamat e-mail : [email protected], [email protected],
Pendidikan
Program: S-1 S-2 S-3
Nama PT Institut Pertanian
Bogor, Indonesia
Institut Pertanian
Bogor, Indonesia
Universitas Indonesia,
Indonesia
Bidang Ilmu Kimia Kimia Kimia
Tahun Masuk 2001 2007 2012
Tahun Lulus 2006 2010 2015
Judul
Skripsi/Tesis/
Disertasi
Isolasi, Purifikasi,
dan Identifikasi
Senyawa Anti-β-
laktamase dari
Banteri IV NF 1-1,
Penghambat
Pertumbuhan
Bakteri Penyebab
Diare
Pengoptimuman dan
Validasi Sidik Jari
Kromatografi Cair
Kinerja Tinggi Ekstrak
Phyllanthus niruri L.
Pengembangan
Metode Deteksi
Neuraminidase
Berdasarkan Reaksi
Inhibisi Enzimatik
Oleh Zanamivir
Menggunakan
Elektroda Boron
Doped Diamond
Termodifikasi Emas
Nama
Pembimbing/
Promotor
Prof. Dr. Ir.
Latifah K.
Darusman, MS. Dr. Yulin Lestari
Prof. Dr. Ir. Latifah
K. Darusman, MS. Dr. Aji Hamim
Wigena
Dr. Ivandini
Tribidasari
Anggraningrum
Dr. Endang Saepudin
Karya Tulis Dalam Bentuk Artikel Ilmiah/Karya Ilmiah Dalam Prosiding
Seminar
No.
Judul Karya Tulis Nama
Penulis
(Tuliskan
secara
Berurutan)
Dipublikasi
pada
Tahun Tingkat
(Lokal,
Nasional,
Internasional)
1 Phaleria marcocarpa
Fruit Extract as
Insulinotropic Agent
in Treptozotocin-
Induced Diabetic
Cynomolgus
Monkeys (Macaca
Irma H
Suparto, Erni
sulistiawati,
Bayu Febram
Praseto, Wulan
Tri Wahyuni,
Sylvia
Proceedings
of
International
Conference
on Medicinal
Plants
Volume 1
2010 Internasional
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
fascicularis). Prabandari,
Yasmina
Paramastri
2 Optimization of
Extraction Solvent
using Simplex
Centroid with Axial
Design to Obtain
Phyllanthus niruri
HPLC Profile
Wulan Tri
Wahyuni,
Latifah K.
Darusman, Aji
Hamim Wigena
Proceedings
of
International
Conference
on Medicinal
Plants
Volume 2
2010 Internasional
3 Seed Powder of
Moringa oleifera as
Coagulant for
Reduction of
Turbidity and
Concentration of
Manganese and Iron
in Water Purification
Process
Wulan Tri
Wahyuni,
Latifah K.
Darusman,
Restu Sminar
Rahayu
Proceedings
of
International
Conference
on Chemical
Science
2010 Internasional
4 Inhibitory activity of
Curcuma domestica,
Curcuma
xanthorrhiza and
Zingiber zerumbet
mixed extract in
proliferation of colon
cancer cells HCT
(ATCC-CCL 116)
Latifah K.
Darusman,
Wulan Tri
Wahyuni,
Nurima Zebua
Proceeding of
International
Symposium
on
Temulawak
2011 Internasional
5 Pengoptimuman
Ekstraksi Flavonoid
Daun Salam
(Syzygium
polyanthum)
Latifah K.
Darusman,
Wulan Tri
Wahyuni, Julia
Devy
Proceeding of
National
Seminar of
Pokjanas TOI
2011 Nasional
6 Potency of Ficus
carica L. Leaves
Extract as
Antioxidants and
Inhibitory Activity
of the Extract
against HeLa
Cancer Cell
Proliferation
Wulan Tri
Wahyuni,
Latifah K.
Darusman,
Redoyan Refli
Proceeding
International
Seminar of
Forest and
Medicinal
Plants
2013 International
7 Potency of
Andrographis
paniculata,
Tinospora crispa, and Combination
Extract as α-
Glucosidase
Inhibitor and
Chromatographic
Fingerprint Profile
of the Extracts
Wulan Tri
Wahyuni,
Latifah K.
Darusman,
Rona Jutama
Proceeding of
International
Seminar on
Science
2013 International
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
Karya Tulis Dalam Bentuk Artikel Ilmiah/Karya Ilmiah Dalam Jurnal Ilmiah
No.
Judul Karya Tulis Nama Penulis Nama Jurnal No. Penerbitan
1 Daya Inhibisi
Ekstrak Flavonoid
Buah Mahkota
Dewa (phaleria
macrocarpa)
Terhadap Enzim α-
Glukosidase
Irma H. Suparto,
Wulan Tri
Wahyuni, Rolif
Hartika
SAINS 38 (1) 2009
2 First Order
Ultraderivative
Spectrophotometric
Methods for
Determination of
Reserpine in
Antihypertension
Tablet
Latifah K.
Darusman,
Mohamad Rafi,
Wulan Tri
Wahyuni, Rizna
Azrianiningsari
Indonesia
Journal of
Chemistry
12 (3) 2012
3 Acetylcholinesteras
e Inhibition and
Antioxidant
Activity of
Syzygium cumini, S.
aromaticum, and S.
polyanthum from
Indonesia
Latifah K.
Darusman,
Wulan Tri
Wahyuni,
Farahdina Alwi
Journal of
Biological
Science
13 (5) 2013
4 Efektivitas Krim
Antijerawat Kayu
Secang (caesalpinia
sappan) terhadap
Propionibacterium
acne pada Kulit
Kelinci
Siti Sadiah,
Latifah K.
Darusman,
Wulan Tri
Wahyuni,
Irmanida
Batubara
Jurnal Ilmu
Kefarmasian
Indonesia
11 (2) 175-181
5 Aktivitas
Antibakteri dan
Antioksidan daun
Kipahit Tithonia
diversifolia dan
Fraksinasi Senyawa
Aktifnya
Wulan Tri
Wahyuni,
Irmanida
Batubara, Ade
Suherman
Jurnal Bahan
Alam
Indonesia
8 (5) 350-356
6 Optimization and
Validation of High
Performance Liquid
Chromatographic
Fingerprint of
phyllanthus niruri
Wulan Tri
Wahyuni,
Latifah K.
Darusman, Aji
Hamim Wigena
Indonesia
Journal of
Chemistry
14 (2) 2014
7 Electrochemical
Behavior of Wulan Tri
Wahyuni,
Electrochemist
ry
83 (5) 2015
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.
Zanamivir at Gold-Modified Boron
Doped Diamond
Electrodes for an
Application in
Neuraminidase
Sensing
Tribidasari A. Ivandini, Pastika
K Jiwanti,
Endang
Saepudin,
Jarnuzi
Gunlazuardi,
Yasuaki Einaga
Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.