Upload
phamdieu
View
224
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
88
Universitas Indonesia
BAB IV
ANALISA KETERKAITAN KEPENTINGAN SINGAPURA TERHADAP
OPEN SKY DI ASEAN
Sebagai suatu bangsa yang ingin tetap bertahan melalui ketatnya persaingan dan
mengatasi berbagai tantangan pembangunan ekonomi yang dihadapinya, Singapura
terus berupaya melakukan yang terbaik dengan menjadi yang terdepan dalam
persaingan. Berbagai cara dilakukan untuk mendukung sektor transportasi udaranya.
Salah satunya yang fenomenal di ASEAN adalah dengan mengusulkan liberalisasi
penuh jasa transportasi udara melalui usulan ASEAN Economic Community-nya pada
tahun 2002. Tetapi usulan tersebut bukan hal mudah untuk dapat diwujudkan.
Bab ini akan menganalisa data dan uraian yang telah disampaikan dalam Bab I hingga
III berdasarkan operasionalisasi konsep (lihat Gambar 1.1) untuk menganalisa tujuan
yang ingin dicapai Singapura dalam kerjasama open sky di ASEAN. Kerangka teori
yang digunakan adalah kerangka dari teori strategi penyesuaian internasional yang
dikembangkan oleh Ikenberry (lihat kembali sub-bab 1.5). Berdasarkan fakta yang
ditemukan, proses pembentukan open sky di ASEAN tidak semudah yang
digambarkan pada teori strategi penyesuaian internasional yang dikembangkan oleh
Ikenberry tersebut. Ada faktor yang mempersulit, yaitu munculnya hambatan yang
ditemui Singapura ketika pertama kali mengupayakan agar open sky dapat diterima
oleh ASEAN pada akhir tahun 1990an. Selain itu, usulan open sky akhirnya tidak
diberikan secara langsung, tetapi dalam bentuk usulan pembentukan ASEAN
Economic Community pada tahun 2002. Hal-hal seperti ini tidak dijelaskan dalam
teori strategi penyesuaian internasional. Sehingga, untuk menjelaskan kedua hal ini,
maka ada dua tulisan yang digunakan sebagai pelengkap untuk menjelaskan. Tulisan
pertama berasal dari Jonathan Crystal mengenai mengapa negosiasi liberalisasi sektor
jasa sulit dilakukan. Tulisan kedua adalah tulisan dari Grieco dan Ikenberry mengenai
mengapa sebuah negara mengusulkan pembentukan integrasi ekonomi.
Singapura dan kerja..., Maria Nova Marannu M., FISIP UI, 2010.
89
Universitas Indonesia
Proses analisa akan dilakukan dalam empat tahap. Tahapan pertama, menganalisa
kepentingan ekonomi Singapura dalam sektor transportasi udara dan strategi yang
digunakan Singapura untuk memenuhi kepentingan nasionalnya. Tahapan kedua dan
ketiga mengaitkan data dan penjelasan di bab 2 dan 3 dengan kerangka teoritis yang
mengacu pada penjelasan Ikenberry tentang Strategi Penyesuaian Internasional (lihat
sub bab 1.4). Tahapan kedua menganalisa pertimbangan batasan struktural domestik
dan batasan struktural internasional yang dihadapi oleh Singapura berkenaan dengan
asumsi Singapura mengenai efisiensi dan produktivitasnya. Hasil pemilihan strategi
yang dipilih Singapura dianalisa pada tahapan ketiga. Kemudian dilanjutkan dengan
tahapan keempat yaitu menganalisa mengapa negosiasi sektor transportasi udara
dalam AFAS sulit dilakukan, analisa ini dilakukan dengan menggunakan penjelasan
dari Jonathan Crystal tentang mengapa negosiasi liberalisasi sektor jasa sulit
dilakukan. Pada tahapan terakhir menganalisa strategi Singapura untuk
memanfaatkan Pembentukan Masyarakat Ekonomi ASEAN demi tercapainya
pembentukan rezim open sky di ASEAN. Analisa pada tahapan terakhir ini dilakukan
dengan menggunakan penjelasan dari Grieco dan Ikenberry tentang mengapa sebuah
negara mengusulkan integrasi ekonomi.
Hasil dari seluruh proses analisa ini akan memperlihatkan bagaimana Singapura dapat
memenuhi kepentingan ekonomi nasionalnya melalui kerja sama open sky di
ASEAN.
4.1 Kepentingan nasional Singapura
Pembangunan ekonomi sangat penting bagi Singapura untuk menjaga kesinambungan
hidup negara Singapura, semenjak negara ini menerima kedaulatannya di tahun 1965.
Sebab pembangunan ekonomi merupakan cara untuk membangun kemakmuran
sebuah negara, dan kemakmuran sendiri merupakan sumber dari power yang dimiliki
oleh suatu negara. Untuk itu berbagai cara dilakukan oleh Pemerintah Singapura agar
bisa membangun perekonomiannya. Pembangunan ekonomi tersebut telah dilakukan
Singapura dan kerja..., Maria Nova Marannu M., FISIP UI, 2010.
90
Universitas Indonesia
dalam berberapa tahapan dekade sejak tahun 1960an hingga 2000an. Tahapan
pembangunan dimulai dengan menetapkan koordinasi pembangunan ekonomi di
berbagai bidang oleh pemerintah yang dilakukan melalui tiga bentuk organisasi yaitu
kementerian, statutory board, dan perusahaan investasi pemerintah (lihat sub-bab
3.1). Koordinasi seperti ini membuat pengedalian yang dilakukan pemerintah
Singapura atas aktivitas pembangunan ekonominya lebih efektif dan efisien.
Mengundang investor asing sebanyak-banyaknya menjadi keputusan penting yang
dipilih oleh Singapura untk menjalankan roda perekonomian. Hal ini terjadi karena
tidak banyak perusahaan asing yang tersisa untuk dinasionalisasi negara ini seperti
yang terjadi di negara-negara lain ketika memperoleh kemerdekaan mereka. Dengan
demikian, kepemilikan nasional oleh negara lain atas suatu usaha di Singapura, tidak
menjadi suatu masalah bagi pemerintah Singapura sepanjang hal tersebut berdampak
positif terhadap pembangunan perekonomian Singapura.
Pemerintah Singapura melakukan kendali penuh atas prioritas tingkatan industri yang
dikembangkan di negara ini sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapinya pada
tiap dekade. Hal ini dimulai dengan tingkatan yang paling rendah yaitu industri padat
karya, hingga mencapai tingkatan industri padat modal yang berteknologi dan
berinovasi tinggi (lihat kembali sub-bab 3.2). Dengan demikian, oleh para investor
asing, Singapura menjadi lokasi pusat produksi untuk mengisi kebutuhan pasar di
kawasan Asia untuk. Selain itu Singapura juga menjadi pusat perdagangan atas
produksi-produksinya. Karena itu, penting bagi Pemerintah Singapura untuk
membuat negaranya tetap menjadi lokasi yang paling menarik sepanjang masa bagi
investasi asing.
Perusahaan investasi pemerintah dan statutory board merupakan alat-alat yang
penting bagi pemerintah Singapura untuk ikut langsung dalam pelaksanaan dan
penataan berbagai berbagai aktivitas perekonomian di negaranya. Mereka turut
berkontribusi untuk mengisi berbagai kebutuhan yang diperlukan oleh investor asing
yang ada di Singapura, misalnya melalui penyediaan lokasi-lokasi tempat tinggal,
Singapura dan kerja..., Maria Nova Marannu M., FISIP UI, 2010.
91
Universitas Indonesia
sarana bandara, serta angkutan kargo untuk mengirimkan hasil produksi ke negara-
negara yang menjadi tujuan pemasaran. Karena peran mereka sangat penting untuk
mendukung keberhasilan pembangunan ekonomi Singapura, maka Pemerintah
Singapura merasa sangat penting untuk mendukung perkembangan dan kemajuan
statutory-statutory board dan perusahaan-perusahaan investasi milik pemerintah,
meski hal ini tidak dilakukan dengan cara perlindungan seperti subsidi.
Singapura tetap menjalankan strategi pertama dari city state, yaitu untuk menjadi
pusat produksi berbagai industri dan sekaligus menjadi pusat perdagangan atas hasil-
hasil produksi tersebut. Pemilihan strategi ini adalah sesuatu yang wajar mengingat
Singapura sudah dikondisikan sejak awal dibentuknya oleh pemerintah kolonial
Inggris sebagai sebuah city state (lihat kembali sub-bab 3.1).
Tetapi hal ini tidak mudah dilakukan, karena berbagai cara-cara pembangunan
perindustrian dan perekonomian yang dilakukan oleh pemerintah Singapura
tampaknya selalu diikuti oleh negara-negara berkembang lain di sekitarnya, bahkan
juga oleh Taiwan. Hal tersebut berpotensi menimbulkan suatu keseimbangan baru,
yaitunya tidak hanya Singapura yang menjadi lokasi yang menarik untuk tujuan
investasi asing langsung, tetapi negara-negara lain di sekitarnya juga punya potensi
serupa. Keseimbangan baru ini membahayakan posisi Singapura sebagai lokasi pusat
penerima investasi asing yang paling menarik.
Strategi yang paling memungkin bagi sebuah city state untuk terus-menerus dapat
menyesuaikan diri dalam persaingan, agar tetap dapat menjadi pemimpin setiap
persaingan adalah, dengan terus mengembangkan strategi-strategi baru yang belum
dilakukan oleh lawan-lawannya (lihat kembali sub-bab 3.1). Cara ini dilakukan
Singapura selama periode tahun 1970an hingga tahun 2000an, dimana selalu ada
prioritas industri baru yang dijadikan target untuk dikembangkan (lihat kembali sub-
bab 3.2). Strategi kedua yang dilakukan Pemerintah Singapura dengan cara
menaklukkan aktivitas ekonomi di negara lain. Cara ini dilakukan Pemerintah
Singapura melalui kebijakan go global, yaitu dengan mendorong perusahaan-
Singapura dan kerja..., Maria Nova Marannu M., FISIP UI, 2010.
92
Universitas Indonesia
perusahaan domestiknya, termasuk perusahaan milik pemerintah Singapura untuk
berinvestasi di luar negeri. Dua manfaat yang diterima dari strategi go global adalah,
perusahaan domestik Singapura dapat mempunyai pengalaman sebagai perusahaan
multinasional dan Singapura dapat memegang kendali atas beberapa aktivitas
ekonomi yang dilakukannya diluar negeri (lihat sub-bab 3.2).
Strategi penting lain yang dipilih oleh Singapura untuk bertahan dalam persaingan
ekonomi adalah dengan diversifikasi industri, yaitu industri yang belum dikuasai
sepenuhnya oleh pesaing-pesaingnya. Hal ini tampak ketika Pemerintah Singapura
memutuskan untuk menjadikan sektor jasa sebagai pilar kedua perekonomiannya
(lihat kembali sub-bab 3.2). Pemilihan ini sangat tepat, mengingat luas teritori negara
ini yang sangat terbatas untuk bisa dibangun lokasi-lokasi pabrik yang membutuhkan
lahan luas. Selain itu sektor jasa juga sangat tepat karena belum dikuasai sepenuhnya
oleh negara-negara di Singapura. Sektor transportasi udara misalnya, meski mayoritas
negara-negara tetangganya telah memiliki maskapai nasional milik pemerintah dan
maskapai swasta domestik serta punya potensi pasar yang cukup besar, namun
negara-negara tetangga Singapura tersebut umumnya belum menguasai pasar
internasional atas sektor transportasi udara. Hal ini mengingat, konsentrasi negara-
negara tetangga Singapura masih lebih dicurahkan pada rute-rute domestik dan
pembangunan ekonomi di daerah-daerah tertinggal di negaranya masing-masing dari
pada untuk rute-rute internasional (lihat kembali sub-bab 2.2). Dengan demikian,
pasar internasional untuk transportasi udara menjadi salah satu peluang disektor jasa
untuk dimanfaatkan oleh Singapura.
Dari uraian diatas nampak bahwa Singapura terus-menerus berupaya untuk menjaga
posisinya untuk tetap lebih unggul dan memimpin persaingan dalam sistem
internasional yang anarkis. Upaya semacam ini adalah tindakan yang wajar,
mengingat dalam sebuah sistem yang anarkis, negara-negara akan memperjuangkan
posisi relatif mereka dalam sistem tersebut. Grieco dan Ikenberry menjelaskan
kondisi tersebut sebagai berikut;
Singapura dan kerja..., Maria Nova Marannu M., FISIP UI, 2010.
93
Universitas Indonesia
“… In this competition for security, states will care about their relative
postion in the world economu. If state A is growing faster than state B, state
A is gaining in underlying power recourses. F at all possible, states would
like to be growing faster, getting wealthier, and becoming technologically
more advanced than other states. When security is at stake, and the
possibility of war or domination looms, states will care a great deal about
not just doing well economically, but doing better than the states potentially
threaten them.” 185
Dengan demikian, semua upaya strategi yang dilakukan oleh Singapura harus lebih
baik dari yang dilakukan oleh negara-negara lain disekitarnya agar dapat memperoleh
gain yang lebih besar dari yang diperoleh oleh negara-negara lain disekitarnya
tersebut.
Keinginan untuk meraih relative gain ini juga menunjukkan bahwa pada akhirnya,
kepentingan nasional Singapura tidak hanya sebatas untuk membangun
perekonomiannya dan memimpin persaingan ekonomi saja. Tetapi lebih dari pada itu,
kepentingan nasional Singapura kemudian menjelma menjadi tujuan geopolitik
Singapura, yaitu menjadi pusat perekonomian di kawasan Asia Tenggara. Hal ini
nampak dari sinergi penggunaan antara strategi world city, strategi city state, dan
dengan upaya Singapura untuk mengusulkan integrasi pasar di ASEAN. Hal ini
bukan pekerjaan mudah, sehingga butuh upaya dan kerja keras terus-menerus untuk
mencapainya.
4.2. Pertimbangan efisiensi dan produktivitas perekonomian Singapura versus
batasan struktural dan domestik Singapura dalam pemilihan strategi
penyesuaian
Upaya untuk terus-menerus mencari peluang bisnis baru, dan melakukan aktivitas
perekonomian yang baru, ternyata membawa dampak positif bagi Singapura. Ini
terjadi karena segala upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Singapura untuk
185
Grieco dan Ikenberry, op cit, hlm. 104
Singapura dan kerja..., Maria Nova Marannu M., FISIP UI, 2010.
94
Universitas Indonesia
meningkatkan produktivitas dan efisiensi aktivitas perekonomian di negara ini agar
tetap menjadi lokasi yang paling ideal untuk berinvestasi, berdampak pada
terciptanya keunggulan daya saing Singapura dari dekade ke dekade (lihat kembali
sub-bab 3.2). Keunggulan daya saing Singapura tersebut hingga sekarang masih sulit
disamai oleh negara-negara di sekitarnya, bahkan untuk sektor transportasi udara
sekalipun (lihat kembali sub-bab 3.3).
Kondisi domestik Singapura, yang luas teritori negaranya sangat terbatas, menjadi
pendukung tersendiri mengapa bidang transportasi udara internasional di negeri ini
dapat berkembang dengan baik. Sebab tidak ada fungsi sosial untuk melayani daerah-
daerah tertinggal seperti yang terjadi di negara-negara tetangganya, jadi pemerintah
tidak perlu memberikan subsidi. Kondisi domestik yang seperti itu juga
memungkinkan bagi Pemerintah Singapura untuk membiarkan maskapai nasionalnya
untuk bersaing dengan bebas dengan maskapai-maskapai internasional.
Namun demikian ini tidak berarti bahwa Pemerintah Singapura membiarkan saja
perusahaan-perusahaan domestiknya berjalan sendiri menghadapi segala keterbatasan
yang dihadapi oleh negara ini. Pemerintah Singapura justru berupaya sekeras
mungkin untuk memberi dukungan agar perusahaan-perusahaan domestiknya juga
tetap dapat bertahan, dan terlebih lagi tetap memperoleh keuntungan besar bagi
negara (lihat kembali sub-bab 3.3). Hal ini penting untuk dilakukan oleh Pemerintah
Singapura mengingat bahwa perusahaan-perusahaan domestik yang ada disana
umumnya adalah investasi yang dibangun sendiri oleh pemerintah negara ini.
Kondisi domestik lain yang dihadapi adalah keterbatasan konsumsi domestik di
Singapura. Hal ini mengingat jumlah populasi negara ini yang sangat kecil. Padahal
seiring dengan meningkatnya produktivitas dan efisiensi negara ini dari waktu ke
waktu, maka Singapura membutuhkan pasar yang lebih untuk menjual hasil
produksinya termasuk dalam sektor jasa. Kondisi ini sepenuhnya terjadi pada pasar
transportasi udara, karena tidak ada rute domestik yang dapat dilayani di Singapura.
Singapura dan kerja..., Maria Nova Marannu M., FISIP UI, 2010.
95
Universitas Indonesia
Di sisi lain, perubahan internasional juga berpengaruh terhadap kebijakan yang dibuat
Pemerintah Singapura. Munculnya berbagai blok kerja sama perdagangan antar
negara, termasuk kerja sama membentuk pasar penerbangan tunggal, menjadi isu
baru yang berkembang di dunia internasional pada periode tahun 1990an (lihat
kembali sub-bab 2.2), rupanya memberi ide tersendiri bagi pemerintah Singapura
untuk bisa memberi solusi atas keterbatasan pasar yang dimilikinya. Pengalaman
Singapura dalam membuat perjanjian open sky secara bilateral dengan Amerika
Serikat di tahun 1997 dan secara multilateral dengan MALIAT pada tahun 2001, serta
keaktifan Singapura dalam berbagai organisasi kerja sama penerbangan dunia seperti
ICAO, memberikan rasa percaya diri bagi Singapura untuk membuat keputusan
mencari pasar yang lebih luas yaitu pasar internasional (lihat kembali sub-bab 3.4).
4.3. Keputusan Singapura untuk bergerak pada tataran internasional demi
mencapai tujuan geopolitik Singapura
Keputusan untuk bergerak pada tataran internasional ini datang demi menciptakan
pasar yang lebih luas untuk memasarkan hasil-hasil produktivitas kinerja
perekonomian Singapura. Grieco dan Ikenberry menuliskan bahwa;
States need markets because market economy is the fundamental location
where wealth is created. States care about wealth creation because wealth
is the key source of state power and because the well-being of the state, over
the long term, depends on the well-being of the society of which it is a
part.186
Dengan demikian, ketersediaan sebuah pasar internasional yang bisa menampung
hasil produktivitas dalam negeri, sangat penting artinya bagi perekonomian
Singapura. Dalam hal ini, pasar Asia Timur dan Asia Tenggara menjadi pasar yang
sangat potensial untuk diraih untuk Pemerintah Singapura, hal ini mengingat jumlah
penduduk di kedua kawasan ini yang sangat besar, dan luas wilayah kedua kawasan
186
Ibid, hlm. 120
Singapura dan kerja..., Maria Nova Marannu M., FISIP UI, 2010.
96
Universitas Indonesia
ini yang tersebar sangat luas. Ditambah pula, bahwa kedua wilayah ini memiliki
kontribusi yang sangat besar terhadap pertumbuhan pasar transportasi udara di
kawasan Asia Pasifik (lihat kembali sub-bab 2.1).
Secara lebih khusus, ASEAN merupakan pasar yang juga sangat ideal bagi
Singapura. Hal ini disebabkan oleh kedekatan letak geografis, juga oleh kondisi
geografis yang terpisah oleh pulau-pulau, dan oleh masih terbatasanya infrastruktur
transportasi darat yang ada untuk menghubungkan negara-negara di kawasan ini.
Selain itu negara-negara lainnya di ASEAN, pada umumnya memiliki jumlah
populasi yang besar (lihat kembali sub-bab 2.1), punya banyak lokasi pariwisata
budaya yang menarik yang menarik wisatawan asing, dan yang terutama adalah
negara-negara ASEAN menjadi pasar terbesar perjalanan udara di Singapura (lihat
kembali tabel 2.3).
Bila kerja sama open sky tercipta di ASEAN, maka hal itu akan memberi dampak
ekonomi yang sangat penting bagi Singapura. Terutama karena terciptanya kerja
sama open sky akan membuka pasar regional yang lebih luas bagi Singapura. Sebab,
maskapai-maskapai dari Singapura dapat melayani rute-rute baru ke kota-kota
sekunder yang lebih banyak, tidak hanya ibukota-ibukota negara di ASEAN saja. Itu
belum termasuk hak untuk melanjutkan penerbangan kota di negara ke negara lain di
luar ASEAN sambil membawa angkutan penumpang dari kota-kota sekunder
tersebut. Terbukanya rute-rute baru dari Singapura ke kota-kota sekunder di negara-
negara ASEAN dan sebaliknya, merupakan rute-rute baru, sehingga tidak tampak
seperti persaingan atas rute-rute yang sudah ada antara Singapura dengan maskapai
dari negara-negara ASEAN lainnya.
Demikian pula, open sky memungkinkan maskapai-maskapai dari Singapura untuk
transit dari perjalanannya dari negara-negara di luar ASEAN ke kota-kota baru di
negara-negara ASEAN sambil menurunkan penumpang, kemudian meneruskan
penerbangannya ke Singapura dengan mengangkut penumpang dari kota-kota-kota
yang disinggahi di ASEAN tersebut. Jadi pada akhirnya jaringan rute yang dilayani
Singapura dan kerja..., Maria Nova Marannu M., FISIP UI, 2010.
97
Universitas Indonesia
oleh maskapai-maskapai dari Singapura akan semakin luas, karena Singapura sudah
punya banyak perjanjian kerja sama transportasi udara (ASA) dengan banyak negara
di luar ASEAN (lihat kembali sub-bab 3.3).
Manfaat lain dari open sky adalah semakin tingginya jumlah wisatawan yang masuk
sebagai dampak dari penurunan harga jual tiket. Hal ini dimungkinkan karena
maskapai-maskapai yang melakukan perjanjian liberalisasi penuh atas pasar
penerbangan akan berlomba-lomba untuk menurunkan harga. Melihat semakin luas
jaringan rute penerbangan yang dapat dilayani oleh Singapura dalam perjanjian open
sky dengan ASEAN, maka hal itu menjadi peluang bagi Singapura untuk ikut
menikmati pertumbuhan pasar pariwisata di ASEAN. Hal ini penting mengingat
dalam bidang jasa pariwisata, negara-negara ASEAN lainnya lebih unggul dari
Singapura. Dengan semakin banyaknya penerbangan asing yang masuk ke Singapura
sebelum melanjutkan ke negara-negara ASEAN lainnya, maka potensi kunjungan
wisata ke Singapura juga bertambah meskipun lama kunjungannya mungkin tidak
seperti lama kunjungan yang dihabiskan di negara-negara ASEAN lainnya (lihat
kembali sub-bab 3.3).
Selain itu, karena maskapai-maskapai yang terikat dalam perjanjian open sky dengan
sendirinya berupaya untuk melakukan penghematan biaya operasional agar dapat
menurunkan harga, maka perawatan dan penjagaan kondisi pesawat-pesawat agar
tetap prima menjadi sangat penting. Hal ini menjadi peluang baru bagi industri jasa
maintenance, repair dan overhaul (MRO) yang saat ini berkembang dengan pesat di
Singapura (lihat kembali sub-bab 3.3). Demikian pula bandara akan menerima
banyak pemasukan dari tingginya aktivitas perekonomian yang terjadi disana, tidak
hanya dari lalu-lintas transportasi penumpang dan barang, tetapi juga dari ativitas
sewa kantor, iklan, dan sebagainya. Sehingga sewajarnya, bila Singapura ingin
negaranya menjadi pusat penerbangan dunia. Sebab semakin banyak maskapai asing
yang membuka rute penerbangan ke Singapura, akan semakin besar pemasukan yang
diterima negara ini dari bandara Changi (lihat kembali sub-bab 3.3).
Singapura dan kerja..., Maria Nova Marannu M., FISIP UI, 2010.
98
Universitas Indonesia
Penting untuk dicermati bahwa dengan semakin banyaknya rute-rute langsung antara
bandara internasional Singapura yaitu Changi, dengan bandara internasional di kota-
kota sekunder di luar ibu kota-ibukota negara-negara ASEAN, maka secara otomatis,
aktivitas penerbangan di kawasan ASEAN akan berpusat di Singapura. Sebab dalam
open sky yang diusulkan tersebut, yang terintegrasi adalah pasar internasional yaitu
rute-rute penerbangan internasional misalnya rute antara Singapura-Makassar atau
Singapura-Surabaya, dan bukan rute-rute penerbangan dalam negeri yang
menghubungkan kota-kota di dalam negeri secara langsung pada sebuah negara.
Dengan demikian hal itu akan mendukung upaya Singapura untuk mencapai tujuan
geopolitiknya yaitu sebagai pusat perekonomian di sektor transportasi udara di Asia
Tenggara.
4.4 Hambatan terhadap AFAS
Ternyata tidak mudah untuk menegosiasikan liberalisasi jasa transportasi udara
melalui AFAS meski kerja sama ini sudah dilakukan sejak tahun 1995. Ada beberapa
hal yang melatarbelakanginya yaitu;
Produk jasa memiliki bentuk yang berbeda dari produk manufaktur dan pertanian.
Stephenson et al, menuliskan dua perbedaan bentuk utama atas produk jasa dengan
produk non-jasa. Perbedaan pertama, produk jasa membutuhkan kehadiran penyedia
jasa dan maupun konsumen secara bersama-sama pada saat terjadinya transaksi
penggunaan produk ini. Misalnya, pada jasa transportasi udara, maka penumpang
sebagai konsumen dan maskapai sebagai penyedia jasa sama-sama hadir dalam
proses layanan penerbangan. Jika penyedia jasa pada suatu negara ingin melayani
kebutuhan jasa yang ada dinegara lain, maka penyedia jasa tersebut harus melakukan
interaksi dengan konsumen dari negara lain yang ditujunya, sehingga pada sektor ini
seringkali melibatkan pergerakan modal dan tenaga kerja.187 Pada transaksi produk
187 Sherry Stephenson, et al., Overview: challenges for services trade liberalization and facilitation
dalam Services trade liberalization and facilitation (Asia Pacific Press: 2002), hlm. 2.
Singapura dan kerja..., Maria Nova Marannu M., FISIP UI, 2010.
99
Universitas Indonesia
manufaktur dan produk pertanian, tidak dibutuhkan kehadiran penyedia produk
maupun konsumen secara bersama-sama, sehingga konsumen di Indonesia dapat
membeli gula yang diimpor dari Vietnam tanpa harus bertemu dengan petani tebu
yang memproduksi gula dari Vietnam tersebut. Dengan demikian, mobilitas tenaga
kerja pada produk manufaktur dan pertanian lebih rendah dibandingkan dengan
produk jasa. Demikian pula, pergerakan modal pada produl pertanian dan manufaktur
lebih rendah dari produk jasa. Disamping itu, layanan produk jasa sangat membutuh
dukungan teknologi yang lebih tinggi agar kualitas dan produktivitas layanannya juga
tinggi.
Perbedaan lainnya adalah bahwa sektor jasa sangat dikendalikan oleh aturan
pemerintah. Hal ini terjadi karena struktur pasar produk jasa cenderung disebabkan
oleh kapasitasnya dalam melayani dan cara penyedia jasa melayani konsumennya,
sebab pada produk jasa tidak ada stok produk yang sudah disiapkan untuk dijual.188
Dengan demikian kemampuan teknologi yang baik sangat dibutuhkan untuk melayani
konsumen. Dalam suatu produk jasa, tidak dapat dilihat atau dideteksi komponen
origin yang berasal dari dalam negeri, hal ini berbeda dengan produk manufaktur atau
pertanian. Karenanya, pada produk manufaktur dapat diberlakukan hambatan tarif.
Hal yang sama sulit diterapkan pada produk jasa, sehingga seringkali cara yang
dipakai untuk mengendalikan sektor jasa adalah adalah dengan menggunakan
hambatan non-tarif seperti capital control atau pengendalian atas kepemilikan saham
atas suatu perusahaan penyedia jasa oleh pihak asing. Batasan maksimum
kepemilikan saham oleh maskapai asing yang diijinkan oleh masing-masing anggota
ASEAN atas maskapai yang terdaftar dan beroperasi di negaranya dan kewajiban
bagi maskapai tersebut untuk melakukan kendali manajemen operasional sepenuhnya
di negara tempat maskapai tersebut terdaftar, adalah contoh dari hambatan non-tarif
yang diberlakukan oleh negara-negara ASEAN atas sektor jasa transportasi udara.
188
Ibid.
Singapura dan kerja..., Maria Nova Marannu M., FISIP UI, 2010.
100
Universitas Indonesia
Disamping kedua perbedaan diatas, produk jasa juga tidak membutuhkan sumber
daya alam yang tinggi sebagai bahan baku produknya, ini dikarenakan tidak ada
produk jadi yang dapat diproduksi dan dilihat kasat mata. Berbeda dengan produk
pertanian yang sungguh membutuhkan tanah dan unsur-unsur hara di dalamnya agar
tanaman dapat tumbuh. Demikian pula pada produk jasa tidak dibutuhkan value
added atau keunggulan-keunggulan tambahan yang diberikan seperti umumnya yang
terdapat pada produk manufaktur. Sehingga dari uraian tadi, perbedaan produk jasa
dengan produk manufaktur dan pertanian dapat dilihat dalam matrik dibawah ini.
Matriks 4.1 Perbedaan bentuk produk jasa dengan produk pertanian dan manufaktur
Produk Pergerakan
tenaga kerja
Pergerakan
modal
Kebutuhan
sumber dalam
alam
Nilai tambah
(value
added)
Pertanian rendah rendah tinggi rendah
Manufaktur sedang sedang sedang tinggi
Jasa tinggi tinggi rendah -
Karena sifatnya yang membutuhkan kehadiran penyedia jasa serta konsumen secara
bersamaan, maka pada perdagangan internasional, pilihan-pilihan untuk menyediakan
layanan jasa menjadi sangat rumit untuk dinegosiasikan. Umumnya ada empat cara
menyediakan layanan produk jasa (modes of supply) yang dinegosiasikan pada
perdagangan internasional: moda 1 yaitu cross border, moda 2 yaitu consumption
abroad, moda 3 yaitu commercial presence, dan moda 4 adalah movement of natural
person.189 Moda 1 yaitu cross border, atau layanan lintas batas, dapat dilakukan
melalui teknologi telekomunikasi dan informasi seperti internet atau telfon dan surat.
189
Situs World Trade Organization (WTO), http://www.wto.org/english/tratop_e/serv_e/serv_e.htm
diakses tanggal 29/12/2010.
Singapura dan kerja..., Maria Nova Marannu M., FISIP UI, 2010.
101
Universitas Indonesia
Moda 2 yaitu consumption abroad terjadi ketika warga negara dari sebuah negara
pergi keluar negeri untuk mengkonsumsi jasa yang ditawarkan, misalnya sebagai
pelajar di luar negeri. Moda 3 yaitu commercial presence, terjadi dengan adanya
kehadiran kantor afiliasi, atau anak perusahaan, atau kantor kantor cabang dari
perusahaan yang dimiliki dan dikendalikan oleh pihak asing. Misalnya berdirinya Air
Asia di Thailand, Indonesia dan Vietnam sebagai anak perusahaan dari Air Asia Sdn.
Berhad., dari Malaysia). Sedangkan moda 4 adalah movement of natural person, yang
melibatkan perpindahan tenaga kerja dari satu negara ke negara lainnya.
Kerja sama dalam AFAS pada awal berdirinya hingga akhir tahun 2000 terutama
adalah pada sistem reservasi melalui komputer, penjualan dan pemasaran jasa
transportasi udara meliputi moda 1 dan 2 dari dari keempat cara menyediakan
layanan produk jasa dalam perdagangan internasional. Sedangkan aktivitas kerja
sama yang berhubungan dengan moda ke 3 cenderung lambat karena masing-masing
negara umumnya berupaya untuk melindungi industri domestiknya. Sementara itu,
untuk penyediaan jasa tertentu seperti ahli perbaikan pesawat terbang, atau pilot
membutuhkan pengakuan atas serfitikat keahlian yang dimiliki oleh tenaga kerja yang
umumnya terdapat dalam moda 4.
Kesulitan lain dalam melakukan negosiasi liberalisasi sektor jasa adalah karena dalam
sektor jasa yang dievaluasi adalah prinsip national treatment yang diterapkan, yaitu
dengan menghapus diskriminasi terhadap maskapai-maskapai dan penyedia jasa lain
dari sesama anggota ASEAN, dan sejauh mana perlakuan negara terhadap penyedia
jasa transportasi udara dari negara lain termasuk maskapai-maskapai asing yang
beroperasi di negara mereka. Hal ini juga berhubungan erat dengan kebijakan
privatisasi dan seberapa besar prosentase kepemilikan yang dijinkan oleh tiap-tiap
negara bagi maskapai atau operator asing atas maskapai-maskapai yang beroperasi di
negaranya. Kebijakan pemberian ijin bagi kepemilikan asing dalam bisnis jasa
transportasi udara di ASEAN berbeda-beda antara negara yang satu dengan negara
yang lain. Singapura menjadi negara ASEAN yang paling liberal dalam mengijinkan
Singapura dan kerja..., Maria Nova Marannu M., FISIP UI, 2010.
102
Universitas Indonesia
investasi asing dalam sektor ini (lihat tabel 2.11). Sehingga kerja sama pada moda 3
tidaklah mudah.
Upaya masing-masing pemerintah negera anggota ASEAN untuk melindungi industri
transportasi udara domestiknya, juga berkontribusi terhadap lambatnya upaya kerja
sama liberalisasi dalam AFAS hingga akhir tahun 2000. Ada beberapa hal yang
menjadi penyebab mengapa negara pada umumnya berupaya melindungi industri
transportasi udara domestiknya. Alasan pertama, adanya peran sosial yang dituntut
dari maskapai nasional oleh kebanyakan negara anggota ASEAN, yaitu untuk turut
membantu pemerintah mempercepat pembangunan ekonomi daerah-daerah tertinggal.
Caranya dengan membuka akses transportasi dari daerah-daerah tersebut ke kota-kota
yang jauh lebih maju, meskipun untuk melaksanakan tugas tersebut pemerintah
membantunya dengan subsidi. Karena perannya ini, maskapai nasional seringkali
dianggap sebagai simbol identitas nasional yang perlu dilindungi terutama dari
persaingan bebas. Sebab, maskapai-maskapai nasional ini umumnya melayani rute-
rute domestik dari ibukota negara menuju ke kota-kota lainnya termasuk kota-kota
pusat pariwisata dan bisnis. Terbukanya akses langsung dari negara lain seperti
Singapura ke kota-kota sekunder diluar ibukota suatu negara lain di ASEAN, akan
mengurangi volume angkutan yang selama ini dilayani oleh maskapai nasional
pemerintah, akibatnya akan mengurangi keuntungan yang diperoleh. Padahal pajak
dari keuntungan tersebut sesungguhnya dibutuhkan pemerintah untuk membantu
mensubsidi rute-rute yang tidak menguntungkan, misalnya rute-rute perintis ke
daerah yang terisolasi.
Kondisi ini semakin diperburuk dengan kenyataan bahwa open sky akan memberi
kebebasan bagi maskapai nasional untuk bersaing secara langsung dengan maskapai
berbiaya rendah atau yang sering disebut dengan low cost carrier milik asing atau
investasi asing yang tarif tiketnya jauh lebih rendah. Misalnya, dengan membiarkan
Garuda Indonesia Airlines atau Thai Airlines bersaing langsung dengan Air Asia
yang tarifnya jauh lebih murah. Kondisi semacam ini memerlukan kemampuan
Singapura dan kerja..., Maria Nova Marannu M., FISIP UI, 2010.
103
Universitas Indonesia
strategi bisnis perusahaan yang kuat untuk mengantisipasi mencegah kerugian yang
akan timbul.
Alasan kedua, dibukanya akses langsung dari luar negeri ke kota-kota sekunder di
luar ibukota negara, juga berpotensi untuk menurunkan jumlah angkutan penumpang
domestik yang bisa dilayani oleh maskapai nasional dan maskapai swasta domestik.
Karena selama ini maskapai nasional dan maskapai swasta domestik melayani rute-
rute domestik dari ibukota negara ke kota-kota sekunder di luar ibukota negara. Bila
maskapai-maskapai tersebut merugi oleh persaingan, maka berdampak pada
pengurangan aktivitas bisnis seperti dikuranginya atau ditutupnya rute-rute domestik
tertentu. Hal ini bisa memberi dampak buruk bagi perekonomian negara, terutama
bila maskapai pengurangan aktivitas bisnis tersebut dilakukan dengan
memberhentikan tenaga kerjanya. Sehingga dengan demikian, liberalisasi penuh jasa
transportasi udara dianggap sebagai ancaman bagi penerbangan domestik. Itu
sebabnya akses masuk ke bandara-bandara di kota-kota sekunder diatur dengan
sangat ketat. Hal ini turut mempengaruhi tingkat pengendalian atas ASA bilateral
yang dimiliki masing-masing negara. Ini dapat dilihat dari jumlah maskapai yang
dijinkan untuk masuk ke negaranya, penetapan harga dan kota-kota yang diijinkan
untuk diakses, berbeda-beda antara negara yang satu dengan negara yang lainnya
(lihat tabel 2.15).
Alasan ketiga, adanya ketidakseimbangan tingkat kapasitas industri transportasi udara
yang dimiliki oleh negara yang lebih maju di ASEAN seperti Singapura dengan
negara yang lebih rendah kapasitasnya, membuat negara-negara yang lebih rendah
kapasitasnya kurang antusias untuk menerima kerja sama liberalisasi penuh. Hal ini
disebabkan karena mereka menyadari kurangnya kemampuan mereka untuk
menyerap potensi pasar yang ada di negara lain yang lebih tinggi tingkat
kapasitasnya, meskipun mereka memiliki kesempatan untuk mengisi pasar tersebut.
Disamping itu, rendahnya tingkat kapasitas industri, membuat persaingan bebas akan
berjalan tidak seimbang (lihat kembali sub-bab 2.4). Hal ini mengingat, bahwa akan
sulit bagi negara-negara yang lebih rendah tingkat kapasitas industri transportasi
Singapura dan kerja..., Maria Nova Marannu M., FISIP UI, 2010.
104
Universitas Indonesia
udaranya, untuk menekan biaya operasional terutama biaya pemeliharaan perbaikan
dan pergantian suku cadang yang dibutuhkan oleh pesawat-pesawat tua yang cukup
besar. Padahal untuk mengganti dengan pesawat-pesawat baru memutuhkan investasi
yang sangat besar, belum lagi biaya yang dibutuhkan negara untuk meningkatkan
fasilitas lainnya seperti bandara dan kemampuan navigasi. Disamping itu, bila
maskapai-maskapai yang lebih lemah dipaksa untuk menurunkan harga, maka akan
menurunkan pula kemampuan mereka untuk mengumpulkan dana buat membeli
pesawat-pesawat baru. Akibatnya persaingan menjadi semakin tidak seimbang.
Negosiasi liberalisasi dalam AFAS menjadi semakin sulit karena keputusan diambil
berdasarkan konsensus, sebab tidak ada lembaga di ASEAN yang dapat mewajibkan
anggota-anggotanya untuk menjalankan suatu keputusan (lihat kembali sub-bab 2.3).
Sejauh ini, kerja sama ASEAN berjalan melalui proses tawar-menawar berdasarkan
kepentingan masing-masing negara, sehingga sulit untuk mendapatkan kata sepakat.
Ini akan berbeda bila ada lembaga yang memiliki otoritas untuk mendiktekan suatu
keputusan untuk dijalankan seperti yang terjadi di Uni Eropa. Juga, tidak ada
mekanisme untuk menyelesaikan sengketa, sehingga mudah timbul kecurigaan bahwa
negara-negara lain dapat saja melanggar kesepakatan. Sebab kerangka kerja dalam
AFAS hanya memberikan gambaran kerja sama secara umum, tetapi tidak mengatur
secara detail. Tanpa aturan yang jelas, maka akan sulit untuk menyelesaikan konflik-
konflik yang dapat terjadi dikemudian hari, sebab tidak ada landasan untuk
menentukan siapa yang salah dan siapa yang benar, dan bagaimana standar baku
prosedur operasi untuk menyelesaikan konflik tersebut. Demikian pula, meski AFAS
dibuat dengan mengadosi GATS, tetapi sesungguhnya GATS sendiri tidak banyak
memuat aturan-aturan mengenai kerja sama jasa transportasi udara. Apalagi didalam
AFAS tidak terdapat kerangka negosiasi dan batasan-batasan waktu yang ditetapkan
untuk dicapai. Hal ini disebabkan oleh perbedaan sudut pandang dan sikap masing-
masing anggota dalam menanggapi liberalisasi atas sektor transportasi udara.
Singapura dan kerja..., Maria Nova Marannu M., FISIP UI, 2010.
105
Universitas Indonesia
Melihat uraian diatas, maka tidak mengherankan bila perkembangan kerja sama
liberalisasi transportasi udara sangat lambat. Tidak hanya itu, usulan Singapura
kepada ASEAN untuk menjalin open sky pada periode tahun 1990an juga ditolak.
4.5 Terbentuknya integrasi ekonomi dan open sky di ASEAN
Situasi perkembangan internasional rupanya menjadi semakin sulit mendorong
Singapura untuk mencari jalan agar bisa open sky pada akhirnya bisa diterima oleh
negara-negara ASEAN. Hal ini terjadi karena munculnya pesaing-pesaing baru bagi
Singapura dalam hal menarik investasi-investasi asing langsung untuk masuk ke
negaranya. Di antara negara baru yang menjadi saingannya adalah China yang
berupaya menjadi penerima investasi asing terbesar di Asia, dan Vietnam yang
berupaya menekan dari bawah posisi Singapura sebagai negara penerima investasi
asing. Sehingga, untuk menjaga posisi Singapura agar tetap menjadi tempat yang
paling menarik untuk investasi asing, adalah mengupayakan mengupayakan agar
ASEAN menjadi terintegrasi sebagai pusat penerima investasi asing. Cara ini akan
mengurangi sedikit beban persaingan antara Singapura dengan China dan membuat
Singapura bisa lebih berkonsentrasi pada pasar upaya penetapan posisinya sebagai
pemimpin persaingan di ASEAN. Integrasi ekonomi juga akan membuka pasar yang
lebih besar bagi hasil-hasil produksi Singapura sekaligus memperkuat posisi
Singapura sebagai pusat dari segala aktivitas perekonomian di Asia Tenggara.
Meski tampaknya integrasi ekonomi justru lebih sulit diperundingkan, namun
demikian ini lebih memungkinkan untuk diusulkan oleh Singapura mengingat tema
kerja sama yang dimasukkan dalam usulan tersebut adalah beragam. Sehingga
kesempatan untuk memperoleh persetujuan pada saat usulan tersebut diusulkan lebih
tinggi dari pada jika hal tersebut diusulkan sebagai tema-tema tunggal secara terpisah
pada pertemuan-pertemuan ASEAN yang berbeda. Hal semacam ini pernah
diungkapkan oleh Gilberto Sarfati dalam suatu kajian mengenai proses negosiasi
multilateral, yaitu bahwa suatu negosiasi yang multi tematik lebih untuk
Singapura dan kerja..., Maria Nova Marannu M., FISIP UI, 2010.
106
Universitas Indonesia
mendapatkan persetujuan dari pada tema-teman tunggal.190 Apalagi dalam hal ini, isi
dari tujuan integrasi ekonomi ASEAN yang disebutkan adalah sebagai cara untuk
membentuk sebuah kawasan pasar tunggal dan basis produksi tunggal, kawasan yang
ekonominya sangat kompetitif, kawasan yang pembangunan ekonominya merata,
sebuah kawasan yang terintegrasi secara penuh ke dalam ekonomi global (lihat
kembali sub-bab 1.1). Tema atau sektor jasa transportasi udara termasuk dalam
sebelas tema atau sektor lain yang diusulkan dalam usulan integraasi ekonomi
ASEAN. Sehingga ketika usulan yang dikemas dengan paket yang menarik tersebut,
tidak memberi banyak kesempatan untuk memisahkan tema-tema tersebut ke isu-isu
yang berbeda. Penolakan terhadap usulan integrasi ekonomi tampaknya lebih sulit
karena AFTA sudah berjalan di ASEAN, apalagi ASEAN juga sudah menandatangi
perjanjian Free Trade dengan China.
Dengan diterimanya usulan untuk membentuk ASEAN Economic Community pada
tahun 2015 dari Pemerintah Singapura oleh ASEAN pada tahun 2003, maka otomatis
jalan menuju pembentukan pasar tunggal penerbangan atau open sky lebih mudah.
Dalam pandangan neoliberal institutionalism, institusi internasional dianggap sebagai
solusi atas problem yang timbul antar negara. Grieco dan Ikenberry menuliskan;
“..In a world of self-interested states, cooperation can provide benefits that
leave all states better off, but social dilemmas stand in the way and
encourage cheating. The key focus of neoliberal institutional theory is the
way in which institutions provide information to states and reduce the
incentives for cheating. Neoliberal theory sees institutions as agreements or
contracts between actors that reduce uncertainty, lower transaction costs,
and solve collective-action problems.”191
Dengan demikian kerja sama liberalisasi penuh transportasi udara dengan membentuk
open sky tetap dianggap penting oleh Singapura sebagai cara untuk mengatasi
190 Gilberto Sarfati, The Third Chessboard: How Multinational Companies Influence Multilateral
Negotiation Process. ISA Annual Convention 2008 – San Fransisco, CA – March 26-29. International
Relations Department, FAAP, Brazil.
191 Ibid, hlm. 116.
Singapura dan kerja..., Maria Nova Marannu M., FISIP UI, 2010.
107
Universitas Indonesia
hambatan negosiasi yang dihadapi oleh anggota-anggota ASEAN, dan untuk
mengikat komitmen negara-negara ASEAN kedalam perilaku yang menerima
liberalisasi penuh atas pasar penerbangan di negaranya masing-masing.
Masih menurut Grieco dan Ikenberry;
International institutions can also socializes states by influencing the ways
in which states think about their interests…. States might initially agree to
operate in an international institution because of the manipulation of
incentives by the hegemon, but after a while, through a complex process of
socialization, the rules and values of the institution may come to be
embraced by the state as right and proper.192
Dengan demikian, pembentukan integrasi ekonomi ini ketika pertama kali diusulkan,
seakan memberikan potensi absolute gain, dimana semua negara yang terlibat
didalamnya akan menikmati keuntungan yang sama dan pertumbuhan ekonomi yang
merata. Negara-negara yang pada awalnya tergiur masuk dalam integrasi ekonomi
dengan alasan agar bisa ikut serta menikmati keuntungan yang sama dan
pertumbuhan ekonomi yang merata ini, pada akhirnya menerima aturan main dan
nilai-nilai yang ditetapkan oleh open sky sebagai sebuah institusi internasional, serta
menganggap bahwa semua hal tersebut adalah memang wajar untuk diterima dan
dihormati.
Untuk mencapai suatu integrasi dibutuhkan penetapan tahapan-tahap waktu yang
akan dicapai untuk menentukan pencapaian tingkat perkembangan integrasi tersebut.
Salah satunya adalah dengan membentuk Roadmap for Integration of Air Travel
Services di tahun 2003 (RIATS). RIATS ini melakukan kajian segala potensi kerja
sama sektor jasa transportasi udara dan menyiapkan kerangka kerja dan aturan-aturan
main, mekanisme penyelesaian sengketa, dan termasuk juga batas-batas waktu yang
akan dicapai dari integrasi transportasi udara di ASEAN menuju sebuah pasar
192
Ibid, hlm. 119.
Singapura dan kerja..., Maria Nova Marannu M., FISIP UI, 2010.
108
Universitas Indonesia
tunggal. Pada kenyataannya bahwa ketika RIATS dibentuk, maka negara-negara
ASEAN mulai lebih lunak untuk menerima keterbukaan pasar transportasi udara di
ASEAN, meskipun perjanjian open sky di ASEAN sendiri baru ditanda-tangani pada
tahun 2009 (untuk jasa angkut kargo) dan tahun 2010 (untuk jasa angkut penumpang)
dan bersifat mengikat.
Berdasarkan keseluruhan uraian analisa pada Bab IV ini, terlihat bahwa tercapainya
pembentukan pasar tunggal penerbangan di ASEAN menjadi tonggak pencapaian
kepentingan nasional Singapura untuk menjadi pusat perekonomian di kawasan Asia
Tenggara pada sektor transportasi udara. Namun demikian pada akhirnya, anggota-
anggota ASEAN perlu untuk mempertimbangkan kembali, apakah integrasi ekonomi
dengan cara open sky benar-benar telah mengintegrasikan perekonomian antara
berbagai daerah di negaranya masing-masing. Pada kenyataannya integrasi
transportasi udara ASEAN hanya mengintegrasikan perekonomian dari ibukota-
ibukota dan kota-kota sekunder yang ada di negara-negara ASEAN secara langsung
dengan Singapura (lihat kembali sub-bab 4.3), sehingga hal ini lebih menguntungkan
Singapura. Padahal kerja sama transportasi udara masih dapat dilakukan secara
bilateral.
Open sky tidak mendorong integrasi ekonomi secara langsung antara kota-kota yang
ada di dalam negeri suatu negara anggota ASEAN, terutama antara kota-kota yang
sudah maju dengan kota-kota yang masih tertinggal perkembangan ekonominya,
misalnya menghubungkan antara kota Fak-fak dengan dengan Medan secara
langsung. ASEAN memang tidak membuka akses kepada cabotage atau rute-rute
penerbangan dalam negeri dalam perjanjian open sky di ASEAN demi melindungi
industri transportasi udara dalam negeri di masing-masing negara dan untuk
memastikan bahwa rute-rute ke daerah-daerah terpencil tetap terlayani. Selain itu bila
akses cabotage turut dibuka untuk open sky, dapat dipastikan bahwa dengan
persaingan antar maskapai yang makin ketat, maka maskapai-maskapai penerbangan
hanya akan melayani rute-rute yang benar-benar menguntungkan agar biaya
operasionalnya dapat tertutupi. Hal ini akan menyulitkan negara-negara yang
Singapura dan kerja..., Maria Nova Marannu M., FISIP UI, 2010.
109
Universitas Indonesia
berupaya untuk mendorong percepatan dan pemerataan pembangunan ekonomi
diberbagai wilayah di negaranya.
Integrasi pasar transportasi udara domestik di ASEAN sesungguhnya terjadi bukan
melalui open sky, tetapi melalui kebijakan deregulasi bisnis layanan transportasi
udara oleh masing-masing negara (lihat kembali sub-bab 2.4.2). Deregulasi ini
memberi kesempatan bagi berdirinya maskapai-maskapai baru, baik oleh pihak
swasta maupun oleh anak usaha dari maskapai nasional milik pemerintah, untuk
bersaing secara langsung dengan maskapai nasional milik pemerintah yang sudah
ada. Dengan kebijakan deregulasi ini, maka kemunculan maskapai-maskapai baru
yang melayani rute-rute penerbangan domestik di masing-masing negara, membuat
tarif tiket perjalanan yang ditawarkan juga bersaing. Ditambah lagi, maskapai-
maskapai yang baru didirikan tersebut tidak hanya berupa maskapai penerbangan
kecil, tetapi juga low cost carrier, sehingga persaingan tarif penerbangan domestik
menjadi lebih kompetitif. Sebagai dampaknya, masyarakat dari berbagai wilayah di
masing-masing negara, mempunyai pilihan transportasi yang lebih banyak dan tarif
yang lebih terjangkau, untuk dapat melakukan perjalanan menuju daerah atau kota-
kota lain di negaranya masing-masing. Dengan semakin mudahnya mobilitas
penduduk antar kota dan antara daerah dalam suatu negara, maka akan mendorong
pemerataan pembangunan ekonomi di berbagai wilayah di masing-masing negara.
Manfaat semacam ini tidak terjadi dalam open sky yang diusulkan oleh Singapura.
Singapura dan kerja..., Maria Nova Marannu M., FISIP UI, 2010.