Upload
others
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) RUU TENTANG CIPTA KERJA
BATANG TUBUH (PASAL 36-PASAL 37) DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
2049. Paragraf 4 Kehutanan
TETAP PDI-P TETAP
PG TETAP
P.GERINDRA TETAP
P. NASDEM TETAP
PKB TETAP
PD TETAP
PKS
PAN TETAP
PPP TETAP
2050. Pasal 36 Untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat terutama pelaku usaha dalam mendapatkan Perizinan Berusaha dan kemudahan persyaratan investasi dari sektor Kehutanan, Undang-Undang ini mengubah, menghapus, atau menetapkan pengaturan baru, beberapa ketentuan dalam:
TETAP PDI-P TETAP
PG TETAP
P.GERINDRA TETAP
P. NASDEM TETAP
PKB TETAP
PD TETAP
PKS DIUBAH Untuk memberikan keadilan, kepastian hukum dan kemaslahatan bagi masyarakat terutama pelaku usaha dalam mendapatkan Perizinan Berusaha dan kepastian hukum ber investasi dari sektor Kehutanan, Undang-Undang ini mengubah, menghapus, atau menetapkan pengaturan baru,
Hakikat pembangunan hukum hanya pada Kehendak atau cita hukum dengan keadilan Kehendak penyelenggara Negara dengan kepastian hukum Kehendak masyarakat dengan kemaslahatan Kehendak moral dengan kebenaran.
2
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
beberapa ketentuan dalam:
PAN TETAP
PPP TETAP
2051. a. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana diubah dengan Undan-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4374); dan
TETAP PDI-P TETAP
PG TETAP
P.GERINDRA TETAP
P. NASDEM TETAP
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN DIUBAH Penambahan kata “Penetapan," setelahfrasa “Undan-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang,” sehingga menjadi sebagai berikut: a. Undang-UndangNomor 41 Tahun 1999 tentangKehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimanadiubahdenganUndang-UndangNomor 19 Tahun 2004 tentangPenetapanPeraturanPemerintahPenggantiUndang-UndangNomor 1 Tahun 2004 tentangPerubahanatasUn
3
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
dang-UndangNomor 41 Tahun 1999 tentangKehutananmenjadiUndang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4374); dan
PPP TETAP
2052. b. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5432).
TETAP PDI-P TETAP
PG TETAP
P.GERINDRA TETAP
P. NASDEM TETAP
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN TETAP
PPP TETAP
2053. Pasal 37 Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
TETAP PDI-P TETAP
PG TETAP Menambahkan Poin 1. Ketentuan Pasal 1
ayat (2) dan (3) diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Perlunya dilakukan perubahan definisi karena kondisi hutan sudah banyak mengalami perubahan dan agar membedakan jenis tanaman hutan. Perubahan defenisi hutan
4
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
3888) sebagaimana diubah dengan Undan-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4374) diubah:
Pasal 1
(2) Hutan adalah Lahan yang luasnya lebih dari 0,5 hektar dengan pepohonan yang tingginya bisa mencapai minimum 5 meter dan tutupan tajuk lebih dari 10 persen.
(3) Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang berhutan yang ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap
sesuai dengan defenisi menurut FAO Pengertian kawasan hutan sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 45/PUU-IX/2011
P.GERINDRA TETAP Ditambahkan beberapa poin. 1. Ketentuan Pasal 1
angka 3 dan angka 6 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1
3. Kawasan hutan adalah wilayah
Pasal 1 angka 3 diubah mengikuti Putusan MK Nomor 45/PUU-IX/2011, yang menghapus frasa “ditunjuk dan atau”. Pasal 1 angka 6 diubah mengikuti Putusan MK Nomor Nomor 35/PUU-X/2012, yang menghapus kata “negara”. Demikian juga penghapusan ayat (3) dari Pasal 4 dan Pasal 5 yang merupakan lanjutan dari definisi yang
5
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.
6. Hutan adat adalah
hutan yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat
2. Ketentuan Pasal 4
ayat (3) dihapus.
3. Ketentuan Pasal 5 ayat (2) diubah, dan ayat (3) serta ayat (4) dihapus, sebagai berikut:
Pasal 5
(1) Hutan berdasarkan statusnya terdiri dari: a. hutan negara; dan b. hutan hak.
(2) Hutan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, tidak termasuk hutan adat.
keliru atas hutan adat.
P. NASDEM TETAP
6
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN DIUBAH Penambahan kata “Penetapan," setelahfrasa “Undan-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang,” sehingga menjadi sebagai berikut: Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang PenetapanPeraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86,
7
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4374)diubah:
PPP TETAP
2054. 1. Ketentuan Pasal 15 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
TETAP PDI-P TETAP
PG TETAP
P.GERINDRA TETAP
P. NASDEM TETAP
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN TETAP
PPP TETAP
2055. Pasal 15 (1) Pengukuhan kawasan
hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 sebagai berikut: dilakukan melalui proses
Pasal 15 (1) Pengukuhan kawasan
hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dilakukan melalui proses:
TETAP PDI-P TETAP
PG TETAP
P.GERINDRA TETAP
P. NASDEM TETAP
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN TETAP
PPP TETAP
2056. a. penunjukan kawasan hutan,
a. penunjukan kawasan hutan;
PDI-P TETAP
PG TETAP
P.GERINDRA TETAP Perlu dimuat dalam bagian penjelasan bahawa : Keputusan menteri tentang penunjukan kawasan hutan tidak memiliki kekuatan hukum melainkan hanya sebagai mekanisme untuk
Pendapat MK dalam Putusan No. 45/PUU-IX/2011 butir [3.12.2] menyatakan : “Penunjukan belaka atas suatu kawasan untuk dijadikan kawasan hutan tanpa melalui proses atau tahap-tahap yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan di
8
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
mememulai proses pengukuhan kawasan hutan. Keputusan menteri tentang penetapan kawasan hutanlah yang mempunyai legalitas hukum dan akibat hukum. Saat ini legalitas penunjukan adalah SK Menteri, namun hanya sekitar 12 % kawasan hutan yang telah melewati proses penunjukan hingga penetapan. Penunjukan melalui keputusan menteri yang bersifat sepihak, oleh putusan MK No. 45/PUU-IX/2011 bersifat otoriter, karena itu perlu segera ditindaklanjuti hingga tahapan penetapan.
kawasan hutan sesuai dengan hukum dan peraturan perundang-undangan, merupakan pelaksanaan pemerintahan otoriter”.
P. NASDEM TETAP
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN TETAP
PPP TETAP
2057. b. penataan batas kawasan hutan,
b. penataan batas kawasan hutan;
PDI-P TETAP
PG TETAP
P.GERINDRA TETAP
9
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
P. NASDEM TETAP
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN TETAP
PPP TETAP
2058. c. pemetaan kawasan hutan, dan
c. pemetaan kawasan hutan; dan
PDI-P TETAP
PG TETAP
P.GERINDRA TETAP
P. NASDEM TETAP
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN TETAP
PPP TETAP
2059. d. penetapan kawasan hutan.
d. penetapan kawasan hutan.
PDI-P TETAP
PG TETAP
P.GERINDRA TETAP
P. NASDEM TETAP
PKB d. penetapan kawasan hutan dilakukan paling lambat 5 (lima) tahun sejak dilakukannya penunjukan kawasan hutan.
Perubahan Substansi. Pasal 15 ayat (1) huruf d menyesuaikan dengan Putusan MK No. 95/PUU-XII/2014
PD TETAP
PKS TETAP
PAN TETAP
PPP TETAP
2060. (2) Pengukuhan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan rencana tata ruang wilayah.
(2) Pengukuhan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan rencana tata ruang wilayah.
PDI-P TETAP
PG Merubah Redaksi : (2) Pengukuhan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan rencana tata ruang wilayah.
Revisi sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 45/PUU-IX/2011, terkait dengan ketentuan revisi pada ayat (2), ayat (3) dan ayat (6)
10
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
P.GERINDRA TETAP
P. NASDEM TETAP
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN TETAP
PPP TETAP
2061. (3) Pengukuhan kawasan hutan dilakukan dengan memanfaatkan teknologi informasi dan koordinat geografis atau satelit.
PDI-P Mohon penjelasan Pemerintah tentang pengukuhan kawasan hutan
Disetujui Panja Pukul 15.10 TETAP
PG Merubah Redaksi : (3) Pengukuhan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatas dilakukan dengan memanfaatkan teknologi informasi dan koordinat geografis atau satelit.
P.GERINDRA PENDALAMAN Norma baru ini bersifat teknis, seharusnya tidak perlu diatur di UU ini, cukup di PP. Jikapun harus dimasukkan, perlu ditegaskan di bagian Penjelasan UU ini, bahwa pengaturan ini tidak menafikan keharusan kunjungan lapangan untuk penatan batas kawasan hutan dan pemetaan kawasan hutan
11
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
(Pasal 15 Ayat (1) huruf b dan c) dengan melitbatkan masyarakat sekitar (termasuk masyarakat ulayat) sebagai stakeholder.
P. NASDEM TETAP
PKB Merubah Redaksi : (3) Pengukuhan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatas dilakukan dengan memanfaatkan teknologi informasi dan koordinat geografis atau satelit.
PD TETAP
PKS TETAP CATATAN: 1 cm pada peta dapat menggambarkan 10 km pada kondisi sebenarnya. Hal tersebut akan berdampak sangat signifikan bagi implementasi dilapangan. Pastikan menggunakan peta citra dengan presisi tinggi. Pemanfaatan teknologi adalah untuk mendukung pemetaan batas wilayah dengan waktu relatif singkat dan hasil yang akurat. Oleh karena itu, pemanfaatan teknologi
12
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
tetap perlu di barengi dengan ‘offline sistem’ yaitu memastikan peta batas wilayah dengan teliti. Tidak overlay dengan hutan private, tanah adat, dll
PAN TETAP
PPP PPP mengusulkan agar menambahkan kata “dapat” setelah frasa kawasan hutan sehingga bunyinya menjadi : (3) Pengukuhan kawasan
hutan dapat dilakukan dengan memanfaatkan teknologi informasi dan koordinat geografis atau satelit.
2062. (4) Pemerintah Pusat memprioritaskan percepatan pengukuhan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada daerah yang strategis.
PDI-P Mohon penjelasan Pemerintah tentang yang dimaksud dengan daerah yang strategis
Disetujui Panja Pukul 15.11 TETAP
PG TETAP
P.GERINDRA TETAP
P. NASDEM TETAP
PKB TETAP
PD TETAP
PKS DIHAPUS
PAN Perlu penjelasan lebih lanjut dari Pemerintah mengenai prioritas percepatan pengukuhan kawasan hutan
PPP TETAP
2063. (5) Ketentuan lebih lanjut PDI-P Menyesuaikan/menungg Disetujui Panja
13
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
mengenai prioritas percepatan pengukuhan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
u penjelasan dari DIM 2061 dan 2062
Pukul 15.12 TETAP PG TETAP
P.GERINDRA TETAP
P. NASDEM Diusulkan dihapus
PKB TETAP
PD
PKS DIHAPUS Pengukuhan kawasan hutan harus sesuai dengan ketentuan perundangan sebagaimana dimaksud pada pasal ini. Bukan mengacu pada ketentuan pemerintah.
PAN TETAP
PPP PPP mengusulkan agar menghapus Frasa “Peraturan Pemerintah” diganti dengan Frasa “Peraturan Menteri”
Konsiten dengan alasan sebelumnya, bahwa mengenai hal ini menjadi kewenangan Menteri terkait yakni diatur dalam Peraturan Menteri.
2064. (6) Dalam hal terjadi tumpang tindih antara kawasan hutan dengan rencana tata ruang, izin dan/atau hak atas tanah, penyelesaian tumpang tindih dimaksud diatur dengan Peraturan Presiden.
PDI-P Mohon penjelasan tentang prinsip dasar penyelesaian masalah tumpang tindih
Disetujui Panja Pukul 15.16 DIM 2064 dicabut oleh Pemerintah.
PG (6) Dalam hal terjadi tumpang tindih antara kawasan hutan yang sudah ditetapkan dengan rencana tata ruang, izin dan/atau hak atas tanah, penyelesaian tumpang tindih dimaksud diatur dengan Peraturan
14
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
Pemerintah
P.GERINDRA TETAP Tambahan di bagian penjelasan, jika materi tumpang tindih sama-sama memiliki kekuatan hukum, maka penyelesaian dilakukan melalui peradilan di Mahkamah Agung. Menurut peraturan perudang undangan yang berlaku selama ini, penyelesaian konflik seperti hak masyarakat sekitar baru dilaksanakan pada saat penataan batas, Namun mengingat hanya 12 % kawasan hutan yang telah melewati hingga tahap penetapan, maka konflik kawasan hutan dilaksanakan melalui jalur pengadilan.
P. NASDEM Diusulkan dihapus Perlu dipertimbangkan bahwa undang-undnag tidak boleh mengatur tentang toleransi terhadap adanya tumpang tindih. Selama ini tumpang tindih yang berkenaan dengan hak
15
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
diselesaikan oleh Badan Peradilan. Tumpang tindih yang terjadi selama ini karena kesalahan pejabat diwaktu yang lalu seperti pembuatan sertifikat di kawasan hutan atau perubahan penetapan kawasan hutan. Menetapkan solusi dengan Peraturan Presiden tidak sejalan dengan adanya kewenangan DPCLS oleh DPR RI, misalnya. Dan berpotensi pemusatan pengambilan keputusan sehingga mengusulkan untuk dihapus
PKB (6) Dalam hal terjadi tumpang tindih antara kawasan hutan dengan rencana tata ruang, izin dan/atau hak atas tanah, penyelesaian tumpang tindih dimaksud dilakukan berdasarkan Peraturan Perundang - undangan.
Perubahan Substansi. Untuk memberikan kepastian hukum bahwa penyelesaian terjadinya tumpang tindih antara kawasan hutan dengan rencana tata ruang, izin dan/atau hak atas tanah dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
PD TETAP
PKS TETAP
PAN Diubah Mengganti frasa “Peraturan Presiden” dengan frasa “Peraturan
Secara yuridis, untuk mengantisipasi terjadinya tumpang tindih, maka Peraturan Pemerintah lebih kuat dibandingkan
16
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
Pemerintah,” sehingga berbunyi sebagai berikut:
Dalam hal terjadi tumpang tindih antara kawasan hutan dengan rencana tata ruang, izin dan/atau hak atas tanah, penyelesaian tumpang tindih dimaksud diatur dengan Peraturan Pemerintah.
dengan Peraturan Presiden. Dalam ketentuan sebelumnya pengaturan lebih lanjut tentang rencana tata ruang, izin dan/atau hak atas tanah semuanya diatur oleh Peraturan Pemerintah, sehingga penyelesaian tumpang tindih tidak seharusnya hanya diatur oleh Peraturan Presiden.
PPP PPP mengusulkan agar menghapus Frasa “Peraturan Presiden” diganti dengan Frasa “Peraturan Pemerintah” sehingga berbunyi: Dalam hal terjadi tumpang tindih antara kawasan hutan dengan rencana tata ruang, izin dan/atau hak atas tanah, penyelesaian tumpang tindih dimaksud diatur dengan Peraturan Pemrintah.
Untuk menghundari terjadnyai tumpang tindih antara kawasan hutan yang sudah ditetapkan dengan rencana tata ruang, izin dan/atau hak atas tanah, maka penyelesaian tumpang tindih dimaksud diatur dengan Peraturan Pemerintah.
2065. Penjelasan Pasal 15 Ayat (1): Penunjukan kawasan hutan adalah kegiatan persiapan pengukuhan kawasan hutan, antara lain berupa : a. pembuatan peta
penunjukan yang bersifat arahan tentang batas luar;
2. Penjelasan Pasal 15 dihapus.
TETAP PDI-P Meminta penjelasan Pemerintah Terkait penghapusan ketentuan penjelasan pasal 15 ayat (1) Usul: Sebaiknya tetap karena dalam RUU CK, ketentuan mengenai penunjukan
Disetujui Panja Pukul 15.23 Penjelasan tetap ada dengan reformulasi sesuai dengan proses
17
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
b. pemancangan batas sementara yang dilengkapi dengan lorong-lorong batas;
c. pembuatan parit batas pada lokasi-lokasi rawan; dan
d. pengumuman tentang rencana batas kawasan hutan, terutama di lokasi-lokasi yang berbatasan dengan tanah hak.
kawasan hutan tetap diatur.
digitalisasi.
PG TETAP
P.GERINDRA TETAP
P. NASDEM TETAP
PKB Kembali ke Penjelasan Pasal 15 UU Existing UU No 19 Tahun 2004 Tentang Kehutanan.
Perubahan Substansi. Menghidupkan Pasal 15 bertujuan untuk memperjelas dan mempertegas batasan kawasan hutan Pemerintah dan kawasan pertanian rakyat sehingga meminimalisir konflik antara pemerintah, swasta dan masyarakat.
PD TETAP
PKS DIUBAH Kembali ke penjelasan Pasal 15 UU Existing. Pasal penjelasan akan penunjukan kawasan hutan penting untuk tetap ada, terutama point d mengenai adanya kemungkinan penunjukkan kawasan hutan beririsan dengan tanah hak.
Pengukuhan kawasan hutan adalah rangkaian kegiatan penunjukan, penataan batas, dan penetapan kawasan hutan Hutan merupakan ekosistem, yang didalamnya terdapat manusia. Oleh karenanya memastikan tanah yang akan dilakukan pengukuhan tidak berbatasan dengan tanah hak adalah suatu keharusan Praktik yang kerap terjadi adalah hak rakyat
18
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
diabaikan oleh pengusaha atau pemegang izin dengan menggunakan bukti izin usaha atas kawasan tertentu. Perlu adanya aspek pelibatan masyarakat. Sehingga masyarakat sekitar hutan tidak dirugikan dengan adanya pengukuhan kawasan hutan.
PAN Diubah : Kembali ke UU Eksisting, sehingga berbunyi : Penjelasan Pasal 15 Ayat (1):Penunjukan kawasan hutan adalah kegiatanpersiapanpengukuhankawasanhutan, antara lain berupa : a. pembuatan peta penunjukan yang bersifatarahantentangbatasluar; b. pemancangan batas sementara yang dilengkapi dengan lorong-lorong batas; c. pembuatan parit batas pada lokasi-lokasirawan; dan d.pengumumantentangrencanabataskawasanhutan, terutama di lokasi-lokasi
Batas fisik pada lokasi area kawasan hutan wajib tetap ada selain pada peta digital untuk mengetahui secara pasti batas kawasan sehingga memudahkan pengawasan oleh petugas lapangan terkait pelanggaran batas kawasan hutan
19
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
yang berbatasandengantanahhak.
PPP Mengusulkan agar dikembalikan kepada ketentuan Pasal 15 ayat (1) UU 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yang berbunyi : Penjelasan Pasal 15 Ayat (1) : (1) Penunjukan kawasan
hutan adalah kegiatan persiapan pengukuhan kawasan hutan, antara lain berupa :
a. pembuatan peta penunjukan yang bersifat arahan tentang batas luar;
b. pemancangan batas sementara yang dilengkapi dengan lorong-lorong batas;
c. pembuatan parit batas pada lokasi-lokasi rawan; dan
d. pengumuman tentang rencana batas kawasan hutan, terutama di lokasi-lokasi yang berbatasan dengan tanah hak.
2066. 3. Ketentuan Pasal 18 diubah sehingga berbunyi sebagai
TETAP PPP TETAP
PG TETAP
P.GERINDRA TETAP
20
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
berikut:
P. NASDEM TETAP
PKB TETAP
PD TETAP
PKS
PAN TETAP
PPP TETAP
2067. Pasal 18 (1) Pemerintah menetapkan
dan mempertahankan kecukupan luas kawasan hutan dan penutupan hutan untuk setiap daerah aliran sungai dan atau pulau, guna optimalisasi manfaat lingkungan, manfaat sosial, dan manfaat ekonomi masyarakat setempat.
Pasal 18 (1) Pemerintah Pusat
menetapkan dan mempertahankan kecukupan luas kawasan hutan dan penutupan hutan untuk setiap daerah aliran sungai, dan/atau pulau guna optimalisasi manfaat lingkungan, manfaat sosial, dan manfaat ekonomi masyarakat setempat.
TETAP Dalam UU No. 41 Tahun 1999 terdapat batas minimum sejumlah 30% untuk DAS/Pulau. Namun pada RUU Cipta Kerja hanya berdasarkan pada kondisi fisik dan geografis DAS/Pulau yang diatur pemerintah. Hal ini akan berakibat pada penyusutan wilayah minimum kawasan hutan untuk DAS/Pulau.
PDI-P TETAP Disetujui Panja Pukul 15.24 TETAP
PG TETAP
P.GERINDRA TETAP
P. NASDEM Perlu penjelasan dari Pemerintah
Ketentuan ini dalam konsep dan operasionalisasinya perlu dibuat dan dilakukan secara hati-hati, dengan dihilangkannya ketentuan luasan maksimal kawasan hutan yang harus dipertahankan sebesar 30 persen, maka pengaturan mengenai luasan maksimal kawasan hutan diserahkan kepada ketentuan berdasarkan kondisi geografis DAS dan/atau pulau yang belum ada ketentuannya. Sedapat mungkin ketentuan luasan maksimal kawasan hutan berdasarkan kondisi fisik dan geografis DAS dan/atau Pulau ditentukan secara ilmiah melibatkan akademisi
21
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
atau peneliti. Pemerintah Pusat mengatur luas kawasan yang harus dipertahankan sesuai kondisi fisik dan geografis DAS, kesatuan ekosistem dan/atau pulau.
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN TETAP
PPP Mengusulkan agar dikembalikan kepada ketentuan Pasal 18 ayat (1) UU 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yang berbunyi :
Pasal 18 (1) Pemerintah
menetapkan dan mempertahankan kecukupan luas kawasan hutan dan penutupan hutan untuk setiap daerah aliran sungai dan atau pulau, guna optimalisasi manfaat lingkungan, manfaat sosial, dan manfaat ekonomi masyarakat setempat.
2068. (2) Luas kawasan hutan yang harus dipertahankan sebagaimana dimaksud
(2) Pemerintah Pusat mengatur luas kawasan yang harus
PDI-P Meminta penjelasan pemerintah, tidak adanya pembatasan minimal
Disetujui Panja Pukul 15.46
22
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
pada ayat (1) minimal 30 % (tiga puluh persen) dari luas daerah aliran sungai dan atau pulau dengan sebaran yang proporsional.
dipertahankan sesuai kondisi fisik dan geografis DAS dan/atau pulau.
30%, akan membuka seluruh lahan hutan Indonesia menjadi lahan investasi, di mana dalam hal ini dapat berpotensi menimbulkan imunitas terhadap korporasi dalam konteks hukum. Usulan: Tetap memakai undang-undang existing agar hadirnya investasi dan besarnya peluang kerja juga menjadi sumber dari standar nilai dari moto kehutanan yang selama ini digaungkan yaitu: masyarakat sejahtera, hutan lestari
PENDING
PG TETAP
P.GERINDRA DIUBAH Kembali ke UU existing. 30 % luas minimal kawasan hutan di DAS sungai atau Pulau tetap dipertahankan.
P. NASDEM TETAP
PKB (2) Pemerintah Pusat mengatur luas kawasan hutan yang harus dipertahankan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal 30
Perubahan Substansi. Bertujuan agar terjaganya keberlanjutan ekosistem setiap kawasan hutan sehingga terjaganya kelestarian dan
23
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
% (tiga puluh persen) dari luas daerah aliran sungai dan atau pulau dengan sebaran yang proporsional
keberlanjutan lingkungan.
PD TETAP
PKS DIUBAH (2) Luas kawasan hutan yang harus dipertahankan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal 30 % (tiga puluh persen) dari luas daerah aliran sungai dan atau pulau dengan sebaran yang proporsional. MENAMBAH 1 AYAT (3) Untuk daerah aliran sungai dan atau pulau yang luas hutannya dibawah 30 % wajib mengusahakan pengembangan ruang terbuka hijau (RTH) hingga 30 %.
Pasal ini sama seperti pasal 17 ayat 5 Undang- undang Tata Ruang. Secara Eksplisit menyebutkan terdapat minimal 30 % luas kawasan hutan dari luas DAS. Hutan memiliki peran yang signifikan bagi kelangsungan ekosistem. Gangguan terhadap ekosistem dapat menyebabkan munculkan berbagai gangguan terhadap kehidupan manusia. Termasuk virus corona yang dinilai berasal dari kelelawar. Rasio luas kawasan hutan terhadap luas daratan Pulau Jawa adalah 26,7%, lebih rendah dari batasan minimal 30%. Berdasarkan hasil penelitian pada DAS Jambi, bahwa diperlukan rasio luas hutan terhadap luas DAS lebih dari 30%.
24
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
Terdapat 8 provinsi yang sudah dibawah 30 %. Hal ini sepanjang studi ilmiah menyebutkan bahwa keberadaan hutan memastikan kebutuhan air, udara, dan menjaga ekosistem. Perlua dibuat 2 ketentuan, yaitu pertama luas minimum terhadap daerah yang masih memiliki luas tutupan hutan diatas 30 % Kedua adalah terhadap daerah yang memiliki luas tutupan hutan di bawah 30 %
PAN Diubah : Kembali ke UU eksisting, sehingga berbunyi: (1) Luas kawasanhutan yang harusdipertahankansebagaimanadimaksud pada ayat (1) minimal 30 % (tigapuluhpersen)dariluasdaerahaliransungai danataupulaudengansebaran yang proporsional.
Luas minimum 30 % wajib kawasan hutan tetap dipertahankan untuk memastikan tidak terjadinya penyusutan kawasan hutan yang dapat mengganggu keseimbangan ekosistem alam, mengingat kondisi geografis Indonesia yang beragam serta curah hujan yang tinggi, sehingga berpotensi menyebabkab banjir, longsor serta bencana
25
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
alam lainnya.
PPP Mengusulkan agar dikembalikan kepada ketentuan Pasal 18 ayat (2) UU 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yang berbunyi : (2)Luas kawasan hutan yang harus dipertahankan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal 30 % (tiga puluh persen) dari luas daerah aliran sungai dan atau pulau dengan sebaran yang proporsional.
Karena di UU eksisting ditentukan minimum batasannya. 30% untuk DAS/Pulau.
2069. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai luas kawasan hutan yang harus dipertahankan termasuk pada wilayah yang terdapat proyek strategis nasional diatur dengan Peraturan Pemerintah.
PDI-P Menyesuaikan/menunggu penjelasan DIM 2068
Disetujui Panja Pukul 15.47 PENDING
PG TETAP
P.GERINDRA DIHAPUS
P. NASDEM TETAP
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN DIHAPUS
PPP DIHAPUS Karena sudah diatur pada ayat diatas.
2070. 4. Ketentuan Pasal 19 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
TETAP PDI-P TETAP
PG TETAP
P.GERINDRA TETAP
P. NASDEM TETAP
PKB TETAP
PD TETAP
PKS
PAN
PPP TETAP
26
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
2071. Pasal 19 (1) Perubahan peruntukan
dan fungsi kawasan hutan ditetapkan oleh Pemerintah dengan didasarkan pada hasil penelitian terpadu.
Pasal 19 (1) Perubahan peruntukan
dan fungsi kawasan hutan ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dengan mempertimbangkan hasil penelitian terpadu.
TETAP Perubahan peruntukan kawasan hutan yang strategis tidak butuh persetujuan DPR Fungsi pengawasan DPR terhadap kebijakan pemerintah akan hilang terutama dalam hal peruntukan kawasan hutan. Hal ini akan berakibat tuntutan dari rakyat kepada DPR sebagai wakilnya akan semakin ramai apabila terjadi pengrusakan hutan karena kurangnya fungsi pengawasan.
PDI-P Memita penjelasan Pemerintah Perubahan frasa “didasarkan” menjadi “mempertimbangkan” memiliki makna yang berbeda. jika hasil penelitian terpadu hanya menjadi pertimbangan perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan, maka apa pertimbangan lain yang menjadi dasar perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan?
Disetujui Panja Pukul 16.08 PENDING DIM 2071 dan 2072
PG TETAP
P.GERINDRA PENDALAMAN Perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan bisa juga diakibatkan oleh putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, yang dimenangkan oleh masyarakat. Minta penjelasan pemerintah terkait tim penelitian terpadu dan hasil keputusan pengadilan yang merubah areal kawasan hutan.
P. NASDEM TETAP
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
27
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
PAN TETAP
PPP Mengusulkan agar dikembalikan kepada ketentuan Pasal 19 ayat (1) UU 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yang berbunyi :
Pasal 19 Perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan ditetapkan oleh Pemerintah dengan didasarkan pada hasil penelitian terpadu.
2072. (2) Perubahan peruntukan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berdampak penting dan cakupan yang luas serta bernilai strategis, ditetapkan oleh Pemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
(3) Ketentuan tentang tata cara perubahan peruntukan kawasan hutan dan perubahan fungsi kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Ketentuan mengenai tata cara perubahan peruntukan kawasan hutan dan perubahan fungsi kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
PDI-P Kembali ke UU existing
PG TETAP
P.GERINDRA DIUBAH Kembali ke UU Existing. Perubahan kawasan hutan yang berdampak penting dan cakupan luas dan bernilai strategis harus mendapat persetuan DPR RI karena menyangkut hajat hidup orang banyak.
P. NASDEM TETAP
PKB (2) Menghidupkan Pasal 19 ayat (2) UU No 19 Tahun 2004 Tentang Kehutanan sehingga berbunyi : Perubahan peruntukan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Perubahan Substansi. Bahwa dalam hal penentuan kawasan hutan diperlukan peran DPR sebagai refresentasi kepentingan masyarakat yang memahami dan mengetahui kondisi
28
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
yang berdampak penting dan cakupan yang luas serta bernilai strategis, ditetapkan oleh Pemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. (3) Ketentuan mengenai tata cara perubahan peruntukan kawasan hutan dan perubahan fungsi kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
kawasan daerah tersebut. Selain itu karena hal yang sangat strategis maka peran dan fungsi DPR sangat diperlukan.
PD TETAP
PKS DIUBAH Kembali pada UU Existing.
DPR merupakan wakil rakyat yang memastikan keterlibatan rakyat dalam proses pemerintahan. Menghilangkan kewenangan DPR dalam persetujuan perubahan peruntukan kawasan hutan adalah pengabaian terhadap hak rakyat dalam demokrasi. Rakyat dapat dirugikan dengan tidak adanya pihak yang menjadi representasinya
PAN Dihapus : Kembali pada UU eksisting :
Yang dimaksud dengan berdampak penting dan cakupan yang luas serta
29
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
Perubahan peruntukan kawasan hutan memerlukan persetujuan DPR.
bernilai strategis dalam UU kehutanan adalah perubahan yang berpengaruh terhadap kondisi geofisik seperti perubahan iklim, ekosistem, dan gangguan tata air, serta berdampak sosial ekonomi masyarakat bagi kehidupan generasi sekarang dan generasi yang akan datang. Mengingat bahwa perubahan peruntukan kawasan hutan dan perubahan fungsi kawasan hutan menyangkut hajat hidup orang banyak, maka DPR harus turut serta memberikan persetujuan dalam pelaksanaannya.
PPP Mengusulkan agar dikembalikan kepada ketentuan Pasal 19 ayat (2) dan (3) UU 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yang berbunyi :
(1) Perubahan peruntukan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berdampak penting dan cakupan yang luas serta bernilai strategis,
30
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
ditetapkan oleh Pemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
(2) Ketentuan tentang tata cara perubahan peruntukan kawasan hutan dan perubahan fungsi kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
2073. 5. Ketentuan Pasal 26 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
TETAP PDI-P TETAP
PG TETAP
P.GERINDRA TETAP
P. NASDEM TETAP
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN TETAP
PPP TETAP
2074. Pasal 26 (1) Pemanfaatan hutan
lindung dapat berupa pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, dan pemungutan hasil hutan bukan kayu.
Pasal 26 (1) Pemanfaatan hutan
dapat dilakukan di hutan lindung dan hutan produksi dengan pemberian Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat
TETAP
PDI-P Meminta penjelasan pemerintah Pemanfaatan Hutan Lindung tidak boleh sama dengan pemanfaatan hutan produksi, karena hutan lindung merupakan kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan sehingga pemanfaatannya hanya boleh sebatas
Disetujui Panja Pukul 16.21 Pasal 26-28 kembali ke UU eksisting dengan reformulasi penyederhana-an rumusan “izin” menjadi “perizinan berusaha”.
31
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
Dengan dihapuskannya kepada siapa izin pemanfaatan hutan diberikan akan membuat ketidakjelasan dalam pemberian izin oleh pemerintah. Pemerintah dapat memberikan kepada siapa saja jenis pemanfaatannya sehingga pelaku usaha yang bermodal kecil akan kalah bersaing.
pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, serta pemungutan hasil hutan bukan kayu seperti pada ayat dalam undang-undang lama Usulan: Kembali ke Undang-Undang existing
PG TETAP
P.GERINDRA TETAP
P. NASDEM TETAP Penambahan ayat: (2) Pemanfaatan hutan di
hutan lindung dan hutan produksi yang dilakukan oleh masyarakat melalui kegiatan dengan perizinan perhutanan sosial dikecualikan dari perizinan berusaha, sebagaimana ayat (1).
(3) Pemanfaatan hutan dalam kawasan hutan konservasi bagi keperluan panas bumi sebagaimana diatur dalam Undnag-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang panas bumi dikecualikan dari
Adanya penambahan ayat baru dengan memperhatikan UU Eksisting atas pemanfaatan hutan yang dilakukan oleh perorangan atau dalam RUU disebut masyarakat Pengaturan tentang Pemanfaatan hutan dalam kawasan hutan
32
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
perizinan berusaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
(4) Pemanfaatan hutan dalam kawasan hutan konservasi bagi keperluan sumber air untuk keperluan non komersial sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air dikecualikan dari perizinan berusaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
konservasi bagi keperluan panas bumi Pengaturan tentang Pemanfaatan hutan dalam kawasan hutan konservasi bagi keperluan sumber air untuk keperluan non komersial
PKB TETAP
PD TETAP
PKS DIUBAH Kembali pada UU existing.
Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah Luas hutan lindung dan hutan produksi kita sama-
33
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
sama hampir mencapi 30 juta hektar. Apabila dipersamakan maka ada kekhawatiran hutan lindung dapat di eksploitasi atau dikonversi. Sehingga fungsinya sebagai perlindungan akan dapat hilang. Pemanfaatan hutan lindung hanya untuk kepentingan jasa lingkungan, pemanfaatan kawasan, dan pemanfaatan hasil hutan non kayu. Perlu secara tegas bahwa pemanfaatan hutan lindung adalah pemanfaatan yang terbatas. Kedudukan Hutan lindung dalam hal pemanfaatan tidak dapat di sejejarkan dengan kata ‘dan’ dengan hutan produksi. Pasal ini khusus untuk mengatur pemanfaatan hutan lindung. Pemanfaatan hutan lindung dilakukan secara terbatas.
34
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
Pasal mengenai pemanfaatan hutan produksi di atur pada pasal 28
PAN Dihapus : Kembali ke UU eksisting :
Pasal 26 (1)Pemanfaatan hutan lindung dapat berupa pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, dan pemungutan hasil hutan bukan kayu.
Hutan lindung memiliki peran yang sangat penting bagi ekosistem dan lingkungan hidup sehingga perlu dijaga kelestarian dan fungsinya. Pemanfaatan hutan lindung wajib dibatasi pada usaha non kayu dan non pertambangan.
PPP Mengusulkan agar dikembalikan kepada ketentuan Pasal 26 ayat (1) UU 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yang berbunyi :
Pasal 26 (1) Pemanfaatan hutan lindung dapat berupa pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, dan pemungutan hasil hutan bukan kayu.
2075. (2) Pemanfaatan hutan lindung dilaksanakan melalui pemberian izin
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha diatur dengan
PDI-P Meminta penjelasan Pemerintah tentang perizinan
Disetujui Panja Pukul 16.21
35
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, dan izin pemungutan hasil hutan bukan kayu.
Peraturan Pemerintah.
berusaha sector kehutanan Usul Diubah: Pemanfaatan hutan lindung dilaksanakan melalui pemberian perizinan berusaha pemanfaatan kawasan, perizinan berusaha pemanfaatan jasa lingkungan, dan perizinan pemungutan hasil hutan bukan kayu.
Pasal 26-28 kembali ke UU eksisting dengan reformulasi penyederhana-an rumusan “izin” menjadi “perizinan berusaha”.
PG TETAP
P.GERINDRA TETAP Peraturan pemerintah tetap mengacu pada UU Existing.
P. NASDEM PERBAIKAN RUMUSAN Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha dan perhutanan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah
Menjadi ayat (5)
PKB
PD TETAP
PKS DIUBAH (2) Pemanfaatan hutan lindung dilaksanakan melalui pemberian izin
36
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, dan izin pemungutan hasil hutan bukan kayu (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha diatur dengan Peraturan Pemerintah.
PAN Dihapus : Kembali ke UU eksisting dengan mengubah frasa “izin usaha” menjadi “perizinan berusaha” sehingga berbunyi sebagai berikut: (2)Pemanfaatan hutan lindung dilaksanakan melalui pemberian Perizinan Berusaha pemanfaatan kawasan, Perizinan Berusaha pemanfaatan jasa lingkungan, dan Perizinan Berusaha pemungutan hasil hutan bukan kayu
Konsisten dengan pendapat Fraksi PAN mengganti izin usaha dengan perizinan berusaha.
PPP Mengusulkan agar dikembalikan kepada ketentuan Pasal 26 ayat (2) UU 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yang berbunyi : (2) Pemanfaatan hutan lindung dilaksanakan
37
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
melalui pemberian izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, dan izin pemungutan hasil hutan bukan kayu.
2076. Pasal 27 (1) Izin usaha pemanfaatan
kawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) dapat diberikan kepada: a. Perorangan, b. koperasi.
(2) Izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2), dapat diberikan kepada: a. perorangan, b. koperasi, c. badan usaha milik
swasta Indonesia, d. badan usaha milik
negara atau badan usaha milik daerah.
(3) Izin pemungutan hasil hutan bukan kayu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2), dapat diberikan kepada:
a. perorangan, b. koperasi.
6. Ketentuan Pasal 27 dihapus.
PDI-P Meminta penjelasan pemerintah Usul: Diubah (1) perizinan berusaha pemanfaatan kawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) dapat diberikan kepada:
a. Perorangan b. koperasi.
(2) perizinan berusaha pemanfaatan jasa lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2), dapat diberikan kepada: a. perorangan, b. koperasi, c. badan usaha milik
swasta Indonesia, d. badan usaha milik
negara atau badan usaha milik daerah.
(3) perizinan pemungutan hasil hutan bukan kayu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2), dapat diberikan kepada:
Disetujui Panja Pukul 16.21 Pasal 26-28 kembali ke UU eksisting dengan reformulasi penyederhana-an rumusan “izin” menjadi “perizinan berusaha”.
38
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
a. perorangan koperasi.
PG TETAP
P.GERINDRA TETAP
P. NASDEM TETAP
PKB Pending. Meminta penjelasan dari Pemerintah mengenai penghapusan Pasal 27 UU No 19 Tahun 2004 terkait Perizinan Berusaha pemanfaatan kawasan hutan, pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dan hasil hutan produksi. Jika akan menyederhanakan 9 jenis izin usaha kehutanan menjadi 1 perizinan berusaha, maka setidaknya 9 jenis/cluster kegiatan usaha kehutanan harus tetap di atur dalam Undang-undang hal ini sangat penting untuk memberikan kepastian hukum dan kemudahan Perizinan Berusaha. Selain itu juga untuk memudahkan Pemerintah dalam mencari panduan atau dasar hukum dalam mengefisiensikan jenis kegiatan untuk memperoleh 1 Perizinan
39
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
Beusaha.
PD TETAP
PKS DIUBAH (1) Perizinan berusaha pemanfaatan kawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) dapat diberikan kepada: a. Perorangan, b. koperasi. (2). Perizinan berusaha pemanfaatan jasa lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2), dapat diberikan kepada: a. perorangan, b. koperasi, c. badan usaha milik swasta Indonesia, d. badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah. (3) Izin pemungutan hasil hutan bukan kayu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2), dapat diberikan kepada: a. perorangan, b. koperasi.
Pasal-pasal ini menjadi dasar dalam implementasi perhutanan sosial. Kekhawatirannya adalah bila di hapus nya pasal ini, maka perhutanan sosial tidak memiliki dasar hukum. Ketika rezim berganti hal tersebut dalam membahayakan implementasi perhutanan sosial
PAN Dihapus Dikembalikan kepada ketentuan eksisting, dengan mengubah frasa
Konsisten dengan pendapat Fraksi PAN mengganti izin usaha dengan perizinan berusaha. Serta
40
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
“izin usaha” menjadi “Perizinan Berusaha,” sehingga menjadi sebagai berikut: Pasal 27 (1) Perizinan Berusaha pemanfaatan kawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) dapat diberikan kepada: a. Perorangan, b. koperasi. (2) Perizinan Berusaha pemanfaatan jasa lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2), dapat diberikan kepada: a. perorangan, b. koperasi, c. badan usaha milik swasta Indonesia, d. badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah. (3) Perizinan Berusaha pemungutan hasil hutan bukan kayu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2), dapat diberikan kepada: a. perorangan, b. koperasi.
konsekuensi dihidupkannya Pasal 26 UU Eksisting. Peruntukan pemanfaatan hutan lindung perlu diperjelas dalam UU, agar memiliki kekuatan hukum yang kuat.
PPP Mengusulkan agar Namun, PPP
41
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
menghidupkan kembali ketentuan Pasal 27 ayat (1), (2) dan (3) UU 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yang berbunyi :
Pasal 27 (1) Izin usaha
pemanfaatan kawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) dapat diberikan kepada: c. Perorangan, d. koperasi.
(2) Izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2), dapat diberikan kepada: e. perorangan, f. koperasi, g. badan usaha milik
swasta Indonesia, h. badan usaha milik
negara atau badan usaha milik daerah.
(5) Izin pemungutan hasil hutan bukan kayu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2), dapat diberikan kepada: c. perorangan, d. koperasi.
Mengusulkan agar menghapus kewajuban iuran sebagaimana dimaksud ayat (1) (2) dan (3) dan menggantiya menjadi kewajiban PNBP bagi kegiatan usaha pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, dan pemungutan hasil hutan bukan kayu.
2077. Pasal 28 7. Ketentuan Pasal 28 PDI-P Meminta penjelasan Disetujui Panja
42
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
(1) Pemanfaatan hutan produksi dapat berupa pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu.
(2) Pemanfaatan hutan produksi dilaksanakan melalui pemberian izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu, izin usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu, izin pemungutan hasil hutan kayu, dan izin pemungutan hasil hutan bukan kayu.
dihapus.
pemerintah Usul: Diubah (1) Pemanfaatan hutan
produksi dapat berupa pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu.
(2) Pemanfaatan hutan produksi dilaksanakan melalui pemberian perizinan berusaha pemanfaatan kawasan, perizinan berusaha pemanfaatan jasa lingkungan, perizinan berusaha pemanfaatan hasil hutan kayu, perizian berusaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu, perizinan pemungutan hasil hutan kayu, dan perizinan pemungutan hasil
Pukul 16.21 Pasal 26-28 kembali ke UU eksisting dengan reformulasi penyederhana-an rumusan “izin” menjadi “perizinan berusaha”.
43
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
hutan bukan kayu.
PG TETAP
P.GERINDRA TETAP
P. NASDEM TETAP
PKB Pending. Meminta penjelasan dari Pemerintah mengenai penghapusan Pasal 28 UU No 19 Tahun 2004 terkait Perizinan Berusaha pemanfaatan kawasan hutan, pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dan hasil hutan produksi. Jika akan menyederhanakan 9 jenis izin usaha kehutanan menjadi 1 perizinan berusaha, maka setidaknya 9 jenis/cluster kegiatan usaha kehutanan harus tetap di atur dalam Undang-undang hal ini sangat penting untuk memberikan kepastian hukum dan kemudahan Perizinan Berusaha. Selain itu juga untuk memudahkan Pemerintah dalam mencari panduan atau dasar hukum dalam mengefisiensikan jenis kegiatan untuk memperoleh 1 Perizinan Beusaha.
44
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
PD TETAP
PKS DIUBAH (1)Pemanfaatan hutan produksi dapat berupa pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu. (2)Pemanfaatan hutan produksi dilaksanakan melalui pemberian perizinan berusaha pemanfaatan kawasan, periizinan berusaha pemanfaatan jasa lingkungan, periizinan berusaha pemanfaatan hasil hutan kayu, periizinan berusaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu, izin pemungutan hasil hutan kayu, dan izin pemungutan hasil hutan bukan kayu.
Pasal ini secara khusus mengatur pemanfaatan hutan produksi, yang berbeda halnya dengan pemanfaatan hutan lindung. Sehingga perlu secara khusus diatur. Secara tegas dijelaskan pada pasal ini hutan produksi dapat dimanfaatkan untuk pemungutan hasil hutan kayu dan tidak begitu halnya dengan hutan lindung. Sehingga harus terdapat pengaturan masing-masing. Pasal ini harus hidup sebagai konsistennya dihidupkannya kembali pasal 26
PAN DIHAPUS Kembali kepada ketentuan eksisting, dengan mengubah frasa ïzin usaha” menjadi “Perizinan Berusaha,”
Konsekensi dihidupkannya Kembali Pasal 26 UU Eksisting.
45
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
sehingga menjadi sebagai berikut:
Pasal 28 (1)Pemanfaatan hutan produksi dapat berupa pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu. (2)Pemanfaatan hutan produksi dilaksanakan melalui pemberian Perizinan Berusaha pemanfaatan kawasan, Perizinan Berusaha pemanfaatan jasa lingkungan, Perizinan Berusaha pemanfaatan hasil hutan kayu, Perizinan Berusaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu, Perizinan Berusaha pemungutan hasil hutan kayu, dan Perizinan Berusaha pemungutan hasil hutan bukan kayu.
PPP Idem dengan Ketentuan Pasal 28 ayat (1) dan (2) UU Eksisting, namun PPP mengusulkan agar
Dengan dihidupkan kembali Pasal 28 ini, maka berpotensi terjadinya konflik dalam
46
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
menghapus iuran kewajiban dan menggantinya dengan kewajiban PNBP bagi kegiatan usaha pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, dan pemungutan hasil hutan bukan kayu.
pemanfaatan hasil usaha pemungutan hutan kayu dan bukan kayu, karena di RUU Ciptaker ini tidak diatur (dihapus).
2078. Pasal 29 (1) Izin usaha pemanfaatan
kawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dapat diberikan kepada: a. perorangan, b. koperasi,
(2) Izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dapat diberikan kepada: a. perorangan,
b. koperasi, c. badan usaha milik
swasta Indonesia, d. badan usaha milik
negara atau badan usaha milik daerah.
(3) Izin usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dapat diberikan kepada: a. perorangan, b. koperasi,
8. Ketentuan Pasal 29 dihapus.
PDI-P Meminta penjelasan pemerintah Usul: Diubah
(1) Perizinan berusaha pemanfaatan kawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dapat diberikan kepada:
a. perorangan, b. koperasi,
(2) perizinan berusaha pemanfaatan jasa lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dapat diberikan kepada:
a. perorangan, b. koperasi, c. badan usaha milik
swasta Indonesia, d. badan usaha milik
negara atau badan
Disetujui Panja Pukul 16.22 Kembali ke UU eksisting dengan reformulasi penyederhana-an rumusan “izin” menjadi “perizinan berusaha”.
47
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
c. badan usaha milik swasta Indonesia,
d. badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah.
(4) Izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dapat diberikan kepada: a. perorangan, b. koperasi, c. badan usaha milik
swasta Indonesia, d. badan usaha milik
negara atau badan usaha milik daerah.
(5) Izin pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dapat diberikan kepada: a. perorangan, b. koperasi,
usaha milik daerah. (3) Perizinan berusaha
pemanfaatan hasil hutan bukan kayu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dapat diberikan kepada: a. perorangan, b. koperasi, c. badan usaha
milik swasta Indonesia,
d. badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah.
(4) Perizinan berusaha pemanfaatan hasil hutan kayu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dapat diberikan kepada:
a. perorangan, b. koperasi, c. badan usaha milik
swasta Indonesia, d. badan usaha milik
negara atau badan usaha milik daerah.
(5) Perizinan pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu sebagaimana
48
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dapat diberikan kepada: a. perorangan,
koperasi,
PG TETAP
P.GERINDRA TETAP
P. NASDEM TETAP
PKB Pending. Meminta penjelasan dari Pemerintah mengenai penghapusan Pasal 29 UU No 19 Tahun 2004 terkait Perizinan Berusaha pemanfaatan kawasan hutan, pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dan hasil hutan produksi. Jika akan menyederhanakan 9 jenis izin usaha kehutanan menjadi 1 perizinan berusaha, maka setidaknya 9 jenis/cluster kegiatan usaha kehutanan harus tetap di atur dalam Undang-undang hal ini sangat penting untuk memberikan kepastian hukum dan kemudahan Perizinan Berusaha. Selain itu juga untuk memudahkan Pemerintah dalam mencari panduan
49
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
atau dasar hukum dalam mengefisiensikan jenis kegiatan untuk memperoleh 1 Perizinan Beusaha.
PD TETAP
PKS DIUBAH (1) Perizinan berusaha pemanfaatan kawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dapat diberikan kepada: a. perorangan, b.koperasi, (2) Perizinan berusaha pemanfaatan jasa lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dapat diberikan kepada: a. perorangan, b. koperasi, c. badan usaha milik swasta Indonesia, d. badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah. (3) Perizinan berusaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dapat diberikan kepada: a. perorangan, b. koperasi,
Pasal-pasal ini menjadi dasar dalam implementasi perhutanan sosial. Kekhawatirannya adalah bila di hapus nya pasal ini, maka perhutanan sosial tidak memiliki dasar hukum. Ketika rezim berganti hal tersebut dalam membahayakan implementasi perhutanan sosial.
50
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
c.badan usaha milik swasta Indonesia, d. badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah. (4). Perizinan berusaha pemanfaatan hasil hutan kayu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dapat diberikan kepada: a. perorangan, b. koperasi, c. badan usaha milik swasta Indonesia, d. badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah. (5). Izin pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dapat diberikan kepada: a. perorangan, b. koperasi,
PAN DIHAPUS Kembali kepada ketentuan eksisting, dengan mengubah frasa “izin usaha” dengan frasa “Perizinan Usaha,” sehingga menjadi sebagai berikut: Pasal 29
Konsekensi dihidupkannya Kembali Pasal 26 UU Eksisting.
51
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
(1) Perizinan Usaha pemanfaatan kawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dapat diberikan kepada: a. perorangan, b. Koperasi, (2) Perizinan Usaha pemanfaatan jasa lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dapat diberikan kepada: a. perorangan, b. koperasi. c. badan usaha milik swasta Indonesia, d. badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah. (3) Perizinan Usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dapat diberikan kepada: a. perorangan, b. Koperasi, c. badan usaha milik swasta Indonesia, d. badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah.
52
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
(4) Perizinan Usaha pemanfaatan hasil hutan kayu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dapat diberikan kepada: a. perorangan, b. Koperasi, c. badan usaha milik swasta Indonesia, d. badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah. (5) Perizinan Usaha pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dapat diberikan kepada: a. perorangan, b. koperasi
PPP Idem, dengan Ketentuan Pasal 29 ayat (1), (2), (3), (4) dan (5) UU Eksisting,
Namun, PPP mengusulkan agar menghapus iuran kewajiban dan menggantinya dengan kewajiban PNBP bagi kegiatan usaha pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, dan pemungutan hasil hutan bukan kayu.
2079. 9. Ketentuan Pasal 30 diubah sehingga
TETAP PDI-P TETAP
PG TETAP
53
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
berbunyi sebagai berikut:
P.GERINDRA TETAP
P. NASDEM TETAP
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN TETAP
PPP TETAP
2080. Pasal 30 Dalam rangka pemberdayaan ekonomi masyarakat, setiap badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan badan usaha milik swasta Indonesia yang memperoleh izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, diwajibkan bekerjasama dengan koperasi masyarakat setempat.
Pasal 30 Dalam rangka memberdayakan ekonomi masyarakat, setiap badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan badan usaha milik swasta yang memperoleh Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat diwajibkan bekerjasama dengan koperasi atau badan usaha milik desa yang dikelola masyarakat setempat.
TETAP PDI-P Mohon penjelasan tentang kerjasama BUMN, BUMS dengan koperasi atau BUMDES, dan apakah ada sanksi kalau tidak dilaksanakan?
Disetujui Panja Pukul 16.38 Timus/Timsin DIM 2080, 2082, 2083, 2085 terkait perubahan kata “Izin” menjadi “Perizinan Berusaha”.
PG TETAP
P.GERINDRA DIUBAH Pengelolaan hutan tidak diserahkan kepada badan usaha asing.
Pasal 30 Dalam rangka memberdayakan ekonomi masyarakat, setiap badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan badan usaha milik swasta Indonesia yang memperoleh Perizinan Berusaha terkait pemanfaatan hutan dari Pemerintah Pusat diwajibkan bekerjasama dengan koperasi atau badan usaha milik desa yang dikelola masyarakat
54
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
setempat.
P. NASDEM Perbaikan rumusan: Dalam rangka memberdayakan ekonomi masyarakat, setiap badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, badan usaha milik swasta dan koperasi yang memperoleh Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat diwajibkan bekerjasama dengan koperasi atau badan usaha milik desa yang dikelola masyarakat setempat atau Kelompok Tani Hutan.
Mengusulkan penambahan frasa “dan koperasi”, dan frasa “kelompok tani hutan” Dalam usaha atau kegiatan diberikan peluang untuk koperasi dan kelompok tani, dan kelompok tani hutan serta masyarakat mitra kehutanan
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN TETAP
PPP PPP mengusulkan agar menghapus Frasa “Perizinan Berusaha” diubah dengan Frasa “izin usaha”, dan menghapus Frasa “Pemerintah Pusat” dan diganti dengan Frasa “pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu” sehingga bunyinya menjadi :
55
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
Pasal 30 Dalam rangka memberdayakan ekonomi masyarakat, setiap badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan badan usaha milik swasta yang memperoleh izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu diwajibkan bekerjasama dengan koperasi atau badan usaha milik desa yang dikelola masyarakat setempat.
2081. 10. Ketentuan Pasal 31 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
TETAP PDI-P TETAP
PG TETAP
P.GERINDRA TETAP
P. NASDEM TETAP
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN TETAP
PPP TETAP
2082. Pasal 31 (1) Untuk menjamin asas
keadilan, pemerataan, dan lestari, maka izin usaha pemanfaatan hutan dibatasi dengan mempertimbangkan aspek kelestarian hutan dan aspek kepastian
Pasal 31 (1) Untuk menjamin asas
keadilan, pemerataan, dan lestari, Perizinan Berusaha terkait pemanfaatan hutan dibatasi dengan mempertimbangkan aspek kelestarian hutan
TETAP
PDI-P Mohon penjelasan pemerintah: 1. Penataan ulang
terhadap izin usaha pemanfaatan hutan (sesuai penjelasan pasal 1)
2. Konsep batasan izin usaha apakah
Disetujui Panja Pukul 16.42 TETAP
56
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
usaha dan aspek kepastian usaha.
berdasar pembatasan luasan, penataan lokasi usaha atau hal-hal lainnya
3. Bagaimana pencegahan praktik oligopoli dan konglomerasi usaha?
PG TETAP
P.GERINDRA TETAP
P. NASDEM Meminta penjelasan pasal aspek kelestarian hutan
Perlu ditambahkan penjelasan pasal aspek kelestarian yang paling utama dijaga adalah deforestasi dengan menjaga rantai pasok, masyarakat adat, kearifan lokal dan menjaga sistem legalitas kayu
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN TETAP
PPP Mengusulkan agar menghidupkan kembali ketentuan Pasal 31 ayat (1), UU 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yang berbunyi :
Pasal 31 (1) Untuk menjamin asas keadilan, pemerataan, dan lestari, maka izin usaha pemanfaatan hutan dibatasi dengan mempertimbangkan aspek kelestarian hutan
57
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
dan aspek kepastian usaha
2083. (2)Pembatasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Ketentuan mengenai Pembatasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
PDI-P Mohon penjelasan pemerintah: 4. Penataan ulang
terhadap izin usaha pemanfaatan hutan (sesuai penjelasan pasal 1)
5. Konsep batasan izin usaha apakah berdasar pembatasan luasan, penataan lokasi usaha atau hal-hal lainnya
6. Bagaimana pencegahan praktik oligopoli dan konglomerasi usaha?
Disetujui Panja Pukul 16.43 TETAP
PG TETAP
P.GERINDRA TETAP
P. NASDEM TETAP
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN TETAP
PPP TETAP
2084. 11. Ketentuan Pasal 32 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
TETAP PDI-P TETAP
PG TETAP
P.GERINDRA TETAP
P. NASDEM TETAP
PKB TETAP
PD TETAP
PKS
PAN TETAP
58
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
PPP TETAP
2085. Pasal 32 Pemegang izin sebagaimana diatur dalam pasal 27 dan pasal 29 berkewajiban untuk menjaga, memelihara dan melestarikan hutan tempat usahanya.
Pasal 32 Pemegang Perizinan Berusaha berkewajiban untuk menjaga, memelihara dan melestarikan hutan tempat usahanya.
TETAP
PDI-P TETAP Disetujui Panja Pukul 16.44 TETAP
PG TETAP
P.GERINDRA DIUBAH Kejelasan norma
Pasal 32 Pemegang Perizinan Berusaha terkait pemanfaatan hutan berkewajiban untuk menjaga, memelihara dan melestarikan hutan tempat usahanya.
P. NASDEM TETAP
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN DIUBAH Menambahkan frasa “sebagimana diatur dalam Pasal 27 dan Pasal 29,” setelah frasa “Perizinan Berusaha,” sehingga menjadi sebagai berikut:
Pasal 32 Pemegang Perizinan Berusaha sebagimana diatur dalam Pasal 27 dan Pasal 29 berkewajiban untuk menjaga, memelihara dan melestarikan hutan
Untuk memberikan penegasan bahwa pihak-pihak yang memegang Perizinan Berusaha sebagaimana disebutkan Pasal 27 dan Pasal 29 berkewajiban menjaga, memelihara, dan melerstarikan hutan.
59
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
tempat usahanya.
PPP
Mengusulkan agar menghidupkan kembali ketentuan Pasal 32, UU 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yang berbunyi :
Pasal 32 Pemegang izin sebagaimana diatur dalam pasal 27 dan pasal 29 berkewajiban untuk menjaga, memelihara dan melestarikan hutan tempat usahanya.
2086. 12. Ketentuan Pasal 33 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
TETAP PDI-P TETAP
PG TETAP
P.GERINDRA TETAP
P. NASDEM TETAP
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN TETAP
PPP TETAP
2087. Pasal 33 (1) Usaha pemanfaatan
hasil hutan meliputi kegiatan penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pengolahan, dan pemasaran hasil hutan.
Pasal 33 (1) Usaha pemanfaatan
hasil hutan meliputi kegiatan penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pengolahan, dan pemasaran hasil hutan.
TETAP
PDI-P TETAP
PG TETAP
P.GERINDRA TETAP
P. NASDEM TETAP
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN TETAP
PPP TETAP
2088. (2) Pemanenan dan pengolahan hasil hutan
(2) Pemanenan dan pengolahan hasil hutan
PDI-P TETAP
PG TETAP
60
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh melebihi daya dukung hutan secara lestari.
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh melebihi daya dukung hutan secara lestari.
P.GERINDRA TETAP
P. NASDEM TETAP
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN TETAP
PPP TETAP
2089. (3) Pengaturan, pembinaan dan pengembangan pengolahan hasil hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur oleh Menteri.
(3) Pengaturan, pembinaan, dan pengembangan pengolahan hasil hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
PDI-P TETAP
PG TETAP
P.GERINDRA TETAP
P. NASDEM TETAP
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN Perlu penjelasan lebih lanjut dari Pemerintah, khususnya soal pengaturan, pembinaan, dan pengembangan pemanena hasil hutan.
PPP Mengusulkan agar menghidupkan kembali ketentuan Pasal 33 ayat (3), UU 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yang berbunyi : 3) Pengaturan, pembinaan dan pengembangan pengolahan hasil hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur oleh Menteri.
Konsisten dengan alasan sebelumnya, bahwa kewenangan ini diberikan kepada Menteri terkait.
2090. 13. Ketentuan Pasal 35 diubah sehingga berbunyi sebagai
TETAP PDI-P TETAP
PG TETAP
P.GERINDRA TETAP
61
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
berikut:
P. NASDEM TETAP
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN TETAP
PPP TETAP
2091. Pasal 35 (1) Setiap pemegang izin
usaha pemanfaatan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dan Pasal 29, dikenakan iuran izin usaha, provisi, dana reboisasi, dan dana jaminan kinerja.
Pasal 35 (1) Setiap pemegang
Perizinan Berusaha terkait pemanfaatan hutan dikenakan Penerimaan Negara Bukan Pajak dibidang kehutanan
TETAP PDI-P Meminta penjelasan pemerintah, apakah PNBP terdapat unsur iuran izin usaha, provisi, dana reboisasi, dan dana jaminan kinerja seperti yang tertera pada UU Existing?
Disetujui Panja Pukul 16.58 PENDING dengan usulan rumusan untuk dipertimbang-kan: Pasal 35 ayat (1) dipecah menjadi 2 (dua), mengenai PNBP dan Dana Reboisasi. RAPAT DISKORS SAMPAI 02/09/20 Pukul 13.00 Disetujui Panja 02/09/20 Pukul 14.09 Kesepakatan: Pengaturan penerimaan dan pengalokasian sektor kehutanan
PG TETAP
P.GERINDRA TETAP
P. NASDEM TETAP
PKB TETAP
PD TETAP
PKS DIUBAH Kembali ke UU eksisting.
Setelah menjadi PNBP tidak ada kepastian akan langsung disalurkan sesuai peruntukan nya. Sistem keuangan kita mengenai konsep earmarking. Seperti halnya pada pajak kendaraan bermotor ataupun cukai rokok. Dana reboisasi utamanya harus tetap ada sebagai dana yang dikhususkan dari dan untuk hutan.
62
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
Pembelajaran penting dari pemanfaatan hutan adalah hutan seringkali ditelantarkan pasca pemanfaatan. Dana yang tersedia dalam hal ini dana reboisasi dapat menjadi alokasi yang secara spesifik dapat memastikan adanya upaya penghijauan kembali.
Dana reboisasi hanya untuk reboisasi dan rehabilitasi kawasan hutan. Usulan rumusan:
(2) Penerimaan Negara bukan pajak dibidang kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berasal dari dana reboisasi hanya dipergunakan untuk kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan.
PAN Diubah Kembali kepada UU Eksiting, dengan mengubah frasa “izin usaha” menjadi frasa “Perizinan Berusaha,” setelah frasa “Setiap orang,” sehingga menjadi sebagai berikut: Pasal 35 (1) Setiap pemegang Perizinan Berusaha pemanfaatan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dan Pasal 29, dikenakan iuran izin usaha, provisi, dana reboisasi, dan dana jaminankinerja.
Merujuk pada PP No. 12 Tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Kehutanan, jenis PNBP sangat banyak. Apabila ini diberlakukan semua, tentu akan memberatkan bagi pemegang Perizinan Berusaha. Pada ketentuan lama, jenis iuran yang dibebankan kepada pemegang perizinan berusaha pemanfaatan hutan lebih tegas dan jelas. Sementara itu, usulan pada RUU Cipta Kerja tidak memberikan rincian mengenai jenis PNBP yang dibebankan kepada pemegang perizinan
63
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
berusaha. Sehingga, memunculkan celah terjadinya pengenaan PNBP yang justru hanya berpihak kepada pemegang perizinan berusaha dari kalangan korporasi besar.
PPP TETAP, Namun, PPP mengusulkan agar Frasa “Perizinan Berusaha” diubah dengan Frasa “izin usaha” pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, sehingga berbunyi :
Pasal 35 (1) Setiap pemegang izin usaha terkait pemanfaatan pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu dikenakan Penerimaan Negara Bukan Pajak dibidang kehutanan
Karena prinsipnya setiap usaha yang mememilki izin wajib membayarkan pajak, dan bukan kewajiban iuran.
2092. (2) Setiap pemegang izin usaha pemanfaatan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dan Pasal 29 wajib menyediakan dana investasi untuk biaya pelestarian hutan.
(3) Setiap pemegang Perizinan Berusaha terkait pemanfaatan hutan wajib menyediakan dana investasi untuk biaya pelestarian hutan
PDI-P Mohon penjelasan pemerintah tentang pengelolaan dana investasi untuk pelestarian hutan
SKORS DICABUT 02/09/20 PUKUL 14.05 Disetujui Panja 02/09/20 Pukul 14.36
PG TETAP
P.GERINDRA TETAP
P. NASDEM Diusulkan dihapus
64
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
PENDING
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN TETAP
PPP Mengusulkan agar menghidupkan kembali ketentuan Pasal 35 ayat (2), UU 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yang berbunyi : (2) Setiap pemegang izin usaha pemanfaatan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dan Pasal 29 wajib menyediakan dana investasi untuk biaya pelestarian hutan.
2093. (3) Setiap pemegang izin pemungutan hasil hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dan Pasal 29 hanya dikenakan provisi. (4)
(4) Setiap pemegang Perizinan Berusaha terkait pemungutan hasil hutan hanya dikenakan Penerimaan Negara Bukan Pajak dibidang kehutanan berupa provisi.
PDI-P TETAP Disetujui Panja 02/09/20 Pukul 14.38 TETAP
PG TETAP
P.GERINDRA DIUBAH Kejelasan Norma (3) Setiap pemegang Perizinan Berusaha terkait pemanfaatan hutan berupa pemungutan hasil hutan bukan kayu hanya dikenakan Penerimaan Negara Bukan Pajak dibidang kehutanan berupa provisi.
P. NASDEM Diusulkan dihapus
nomenklatur pemungutan telah
65
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
dihapus dari Pasal 26 sampai dengan Pasal 29
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN
PPP Mengusulkan agar menghidupkan kembali ketentuan Pasal 35 ayat (3), UU 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yang berbunyi : (3) Setiap pemegang izin pemungutan hasil hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dan Pasal 29 hanya dikenakan provisi. (4)
2094. (4) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
PDI-P TETAP Disetujui Panja 02/09/20 Pukul 14.38 TETAP
PG TETAP
P.GERINDRA TETAP
P. NASDEM Disesuaikan kembali untuk rujukan ayat (2) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
66
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
PAN TETAP
PPP TETAP
2095. 14. Ketentuan Pasal 38 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
TETAP PDI-P TETAP
PG TETAP
P.GERINDRA TETAP
P. NASDEM TETAP
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN TETAP
PPP TETAP
2096. Pasal 38 (1) Penggunaan kawasan
hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan hanya dapat dilakukan di dalam kawasan hutan produksi dan kawasan hutan lindung.
Pasal 38 (1) Penggunaan kawasan
hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan hanya dapat dilakukan di dalam kawasan hutan produksi dan kawasan hutan lindung.
TETAP PDI-P TETAP
PG TETAP
P.GERINDRA TETAP
P. NASDEM TETAP Usulan menyisipkan ayat baru. (2) Penggunaan kawasan
hutan untuk kepentingan pembangunan dalam kawasan hutan konservasi bagi keperluan panas bumi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang panas bumi dikecualikan dari perizinan berusaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan dalam kawasan hutan konservasi bagi keperluan panas bumi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang panas bumi dikecualikan dari perizinan berusaha
67
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN TETAP
PPP TETAP
2097. (2) Penggunaan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan tanpa mengubah fungsi pokok kawasan hutan.
(2) Penggunaan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan tanpa mengubah fungsi pokok kawasan hutan.
TETAP PDI-P TETAP
PG TETAP
P.GERINDRA TETAP
P. NASDEM TETAP
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN TETAP
PPP TETAP
2098. (3) Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pertambangan dilakukan melalui pemberian izin pinjam pakai oleh Menteri dengan mempertim-bangkan batasan luas dan jangka waktu tertentu serta kelestarian lingkungan.
(3) Penggunaan kawasan hutan dilakukan melalui pinjam pakai oleh Pemerintah Pusat dengan mempertimbangkan batasan luas dan jangka waktu tertentu serta kelestarian lingkungan.
TETAP PDI-P Meminta penjelasan pemerintah Penggunaan kawasan hutan akan merambah kepada hal-hal lain selain pertambangan jika terjadi perubahan. Ayat 3 Pasal 38 UU existing agar tetap dipertahankan dengan mengubah kata “Menteri” menjadi “Pemerintah Pusat Kategori pinjam pakai oleh Pemerintah pusat itu apa saja?
PG TETAP
P.GERINDRA PENDALAMAN 1. Dengan dihapusnya kata pertambangan
68
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
apakah pemerintah mau membuka kebijakan pinjam pakai untuk semua kegiatan usaha di Kawasan Hutan seperti perkebunan, perumahan, perdagangan dan jasa, wisata, dll. 2. Kejelasn legalitas/bentuk hukum “pinjam pakai” apakah berupa izin (perizinan berusaha) atau hanya persetujuan, mohon kejelasan? Dimuat dalam norma.
P. NASDEM TETAP
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN DIUBAH Penambahan frasa “untuk kepentingan pertambangan” setelah frasa “kawasan hutan” dan kata “izin” setelah kata “melalui,” sehingga menjadi sebagai berikut: (3)Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pertambangan dilakukan melalui izin pinjam pakai oleh Pemerintah Pusat dengan
Pengenaan izin pinjam pakai harus jelas peruntukannya.
69
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
mempertimbangkan batasan luas dan jangka waktu tertentu serta kelestarian lingkungan.
PPP Mengusulkan agar menghidupkan kembali ketentuan Pasal 38 ayat (3), UU 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yang berbunyi : (3) Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pertambangan dilakukan melalui pemberian izin pinjam pakai oleh Menteri dengan mempertim-bangkan batasan luas dan jangka waktu tertentu serta kelestarian lingkungan
2099. (4) Pada kawasan hutan lindung dilarang melakukan penambangan dengan pola pertambangan terbuka.
(5) Pemberian izin pinjam pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang berdampak penting dan cakupan yang luas serta bernilai strategis dilakukan oleh Menteri atas persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
(4) Pada kawasan hutan lindung dilarang melakukan penambangan dengan pola pertambangan terbuka.
TETAP
PDI-P TETAP
PG TETAP
P.GERINDRA DIUBAH Ayat (4) tetap, ayat (5) UU Existing tidak dihapus, sehingga menjadi 2 ayat. (4) Pada kawasan hutan
lindung dilarang melakukan penambangan dengan pola pertambangan terbuka.
(5) Pemberian pinjam
pakai sebagaimana
70
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
dimaksud pada ayat (3) yang berdampak penting dan cakupan yang luas serta bernilai strategis dilakukan oleh Pemerintah Pusat atas persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
P. NASDEM TETAP
PKB Tetap (5) Pemberian izin
pinjam pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang berdampak penting dan cakupan yang luas serta bernilai strategis dilaku-kan oleh Pemerintah Pusat atas persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
Perubahan Substansi. Menghidupkan Pasal 38 Ayat (5) UU No. 19 Tahun 2004. Mengubah kewenangan Menteri menjadi kewenangan Pemerintah Pusat
PD TETAP
PKS DIUBAH (4) Pada kawasan hutan lindung dilarang melakukan penambangan dengan pola pertambangan terbuka. (5) Pemberian izin pinjam
Izin pinjam pakai kawasan hutan adalah izin yang diberikan untuk menggunakan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan tanpa mengubah fungsi dan
71
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang berdampak penting dan cakupan yang luas serta bernilai strategis dilakukan oleh Menteri atas persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
peruntukan kawasan hutan. Di hilangkan nya ayat (5) pada Undang-undang Cipta Kerja Akan izin pinjam pakai yang harus mendapatkan persetujuan DPR. Sehingga pemerintah dapat memberikan izin pinjam pakai tanpa perlu meminta persetujuan dari DPR DPR merupakan wakil rakyat untuk memastikan amanat UUD 1945 yang memberikan mandat bagi negara untuk mengelola sumber daya bagi sebesar besar kemakmuran rakyat.
PAN Kembali kepada UU Eksisting, dengan perubahan redaksi. (4) Pada kawasan hutan lindung dilarang melakukan penambangan dengan pola pertambangan terbuka. (5)Pemberian izin pinjam pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
Yang dimaksud dengan berdampak penting dan cakupan yang luas serta bernilai strategis dalam UU kehutanan adalah perubahan yang berpengaruh terhadap kondisi geofisik seperti perubahan iklim, ekosistem, dan gangguan tata air, serta berdampak sosial ekonomi masyarakat bagi
72
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
yang berdampak penting dan memiliki cakupan yang luas serta bernilai strategis dilakukan oleh Pemerintah Pusat atas persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
kehidupan generasi sekarang dan generasi yang akan datang. Mengingat bahwa perubahan peruntukan kawasan hutan dan perubahan fungsi kawasan hutan menyangkut hajat hidup orang banyak, maka DPR harus turut serta memberikan persetujuan dalam pelaksanaannya.
PPP TETAP
2100. 15. Ketentuan Pasal 48 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
TETAP PDI-P TETAP
PG TETAP
P.GERINDRA
P. NASDEM TETAP
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN TETAP
PPP TETAP
2101. Pasal 48 (1) Pemerintah mengatur
perlindungan hutan, baik di dalam maupun di luar kawasan hutan.
Pasal 48 (1) Pemerintah Pusat
mengatur perlindungan hutan, baik di dalam maupun di luar kawasan hutan.
TETAP PDI-P TETAP Disetujui Panja 02/09/20 Pukul 14.39 Disempurnakan: Pemerintah Pusat dan Pemerintah
PG TETAP
P.GERINDRA TETAP
P. NASDEM TETAP
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN TETAP
73
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
PPP Mengusulkan agar menghidupkan kembali ketentuan Pasal 48 ayat (1), UU 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yang berbunyi : (1) Pemerintah mengatur perlindungan hutan, baik di dalam maupun di luar kawasan hutan.
Daerah
2102. (2) Perlindungan hutan pada hutan negara dilaksanakan oleh Pemerintah.
(2) Perlindungan hutan pada hutan negara dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat.
PDI-P TETAP Disetujui Panja 02/09/20 Pukul 14.44 Disempurnakan: Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
PG TETAP
P.GERINDRA TETAP Apakah pemerintah daerah tidak dilibatkan dalam perlindungan hutan?
P. NASDEM TETAP
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN
PPP Mengusulkan agar menghidupkan kembali ketentuan Pasal 48 ayat (2), UU 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yang berbunyi : (2) Perlindungan hutan pada hutan negara dilaksanakan oleh Pemerintah.
Bahwa kewenangan ini cukup diberikan kepada Pemerintah.
2103. (3) Pemegang izin usaha pemanfaatan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dan
(3) Pemegang Perizinan Berusaha terkait pemanfaatan hutan serta pihak-pihak yang
PDI-P Meminta penjelasan Pemerintah Usul:
74
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
Pasal 29, serta pihak-pihak yang menerima wewenang pengelolaan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, diwajibkan melindungi hutan dalam areal kerjanya.
menerima wewenang pengelolaan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, diwajibkan melindungi hutan dalam areal kerjanya.
Diubah Pemegang perizinan berusaha pemanfaatan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dan Pasal 29, serta pihak-pihak yang menerima wewenang pengelolaan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, diwajibkan melindungi hutan dalam areal kerjanya
PG TETAP
P.GERINDRA TETAP
P. NASDEM TETAP
PKB TETAP
PD TETAP
PKS DIUBAH Kembali pada UU Eksisting.
PAN DIUBAH Ditambah frasa “sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dan Pasal 29,” sehingga menjadi sebagai berikut: (1)Pemegang Perizinan Berusaha terkait pemanfaatan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dan Pasal 29 serta pihak-pihak yang menerima wewenang
Konsekuensi dihidupkannya Pasal 27 dan Pasal 29.
75
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
pengelolaan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, diwajibkan melindungi hutan dalam areal kerjanya.
PPP Mengusulkan agar menghidupkan kembali ketentuan Pasal 48 ayat (3), UU 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yang berbunyi : (3) Pemegang izin usaha pemanfaatan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dan Pasal 29, serta pihak-pihak yang menerima wewenang pengelolaan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, diwajibkan melindungi hutan dalam areal kerjanya.
2104. (4) Perlindungan hutan pada hutan hak dilakukan oleh pemegang haknya.
(4) Perlindungan hutan pada hutan hak dilakukan oleh pemegang haknya.
PDI-P TETAP
PG TETAP
P.GERINDRA TETAP
P. NASDEM TETAP
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN TETAP
PPP TETAP
2105. (5) Untuk menjamin pelaksanaan perlindungan hutan
(5) Untuk menjamin pelaksanaan perlindungan hutan
PDI-P TETAP
PG TETAP
P.GERINDRA TETAP
76
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
yang sebaik-baiknya, masyarakat diikutsertakan dalam upaya perlindungan hutan.
yang sebaik-baiknya, masyarakat diikutsertakan dalam upaya perlindungan hutan.
P. NASDEM TETAP
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN TETAP
PPP TETAP
2106. (6) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(6) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur dengan Peraturan Pemerintah
PDI-P TETAP
PG TETAP
P.GERINDRA TETAP
P. NASDEM TETAP
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN TETAP
PPP TETAP
2107. 16. Ketentuan Pasal 49 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
TETAP PDI-P TETAP
PG TETAP
P.GERINDRA TETAP
P. NASDEM TETAP
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN TETAP
PPP TETAP
2108. Pasal 49 Pemegang hak atau izin bertanggung jawab atas terjadinya kebakaran hutan di areal kerjanya.
Pasal 49 Pemegang hak atau Perizinan Berusaha wajib melakukan upaya pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan di areal kerjanya.
TETAP
PDI-P DIUBAH
Pasal 49 Pemegang hak atau perizinan berusaha bertanggung jawab atas terjadinya kebakaran hutan di areal kerjanya.
Disetujui Panja Pukul 14.51 Disesuaikan dengan usulan FPGerindra
Pasal 49 (1) Pemegang hak atau Perizinan Berusaha wajib
PG TETAP
P.GERINDRA DIUBAH Norma baru yang diatur
77
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
RUU Cipta Kerja, dijadikan ayat (1) dengan menghapus frasa “dan pengendalian”. Ditambahkan UU Existing menjadi ayat (2). Ayat (1) mengatur tentang pencegahan, ayat (2) mengatur tanggungjawab bila tejadi kebakaran hutan.
Pasal 49 (1) Pemegang hak atau Perizinan Berusaha wajib melakukan upaya pencegahan kebakaran hutan di areal kerjanya. (2) Pemegang hak atau Perizinan Berusaha bertanggungjawab atas terjadinya kebakaran hutan di areal kerjanya.
melakukan upaya pencegahan kebakaran hutan di areal kerjanya. (2) Pemegang hak atau Perizinan Berusaha bertanggungjawab atas terjadinya kebakaran hutan di areal kerjanya.
P. NASDEM Diusulkan Diubah: Pemegang hak atau Perizinan Berusaha bertanggung jawab atas terjadinya kebakaran hutan di areal kerjanya dengan melakukan upaya pencegahan dan pengendalian kebakaran
Mengusulkan perubahan ayat dengan menambah frasa “bertanggung jawab atas terjadinya kebakaran hutan di areal kerjanya” Bagian ini sangat sensitif. Pemegang konsesi secara prinsip harus bertanggungjawab atas
78
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
hutan di areal kerjanya apapun yang terjadi di wilayah konsesinya. Namun demikian dalam hal karhutla, pertanggungjawaban itu lebih ditekankan pada upaya pencegahan dan pengendalian sehingga tetap masih ada tanggung jawab.
PKB Pemegang hak atau Perizinan Berusaha wajib dan bertanggung jawab melakukan upaya pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan di areal kerjanya.
Perubahan substansi. Perubahan Pasal ini bertujuan agar Pemegang Perizinan Berusaha bertanggung jawab atas kelalaian yang dilakukan. Dampak atas kerusakan dan kebakaran hutan tidak hanya dirasakan oleh pemilik Perizinan Berusaha, tetapi juga merugikan masyakat secara luas.
PD TETAP
PKS DIUBAH: Pemegang hak atau Perizinan Berusaha wajib melakukan upaya pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan bertanggung jawab atas terjadinya kebakaran hutan di areal kerjanya.
Perubahan pasal berpotensi membuat penegakan hukum kebakaran hutan di area konsesi perusahaan semakin tumpul. Pasal ini bisa diartikan bahwa setiap kebakaran yang terjadi di areal konsesi perusahaan tidak
79
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
serta merta menjadi tanggung jawab perusahaan Apabila terjadi kebakaran hutan pada areal konsesi, siapa yang harus dituntut untuk bertanggung jawab? Kata tanggung jawab lebih tegas terhadap pemegang izin usaha. Sebab pada praktiknya pengusaha kerap mengambil langkah membuka lahan dengan cara membakar. sebab membuka lahan dengan membakar hanya membutuhkan biaya 1/10 bila dibandingkan dengan pendekatan mekanis.
PAN TETAP
PPP PPP memgusulkan agar frasa “perizinan berusaha” diganti dengan “izin pemanfaatan hutan”, serta menambahakan frasa “dan bertanggung jawab atas terjadinya”, sehingga berbunyi :
Pasal 49 Pemegang hak atau izin wajib melakukan upaya pencegahan dan
80
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
pengendalian, dan bertanggung jawab atas terjadinya kebakaran hutan di areal kerjanya.
2109. 17. Ketentuan Pasal 50 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
TETAP PDI-P TETAP
PG TETAP
P.GERINDRA TETAP
P. NASDEM TETAP
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN TETAP
PPP TETAP
2110. Pasal 50 (1) Setiap orang dilarang
merusak prasarana dan sarana perlindungan hutan.
Pasal 50 (1) Setiap orang yang
diberikan Perizinan Berusaha di kawasan hutan dilarang melakukan kegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan.
TETAP
PDI-P Sarana dan prasarana perlindungan hutan seperti perangkat keras, alat komunikasi, perlengkapan satuan pengaman hutan, tanda Batas kawasan hutan, plan/tanda-tanda larangan, dan alat mobilitas seperti roda empat dan roda dua serta kendaraan air, serta asrama satuan pengamanan hutan, rumah jaga, jalan-jalan pemeriksaan, Menara pengawas dan parit batas harus tetap dilindungi dan dijaga agar perlindungan hutan tetap maksimal Usulan :
Disetujui Panja Pukul 14.51 TETAP
81
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
Kembali ke UU existing
PG TETAP
P.GERINDRA TETAP
P. NASDEM TETAP
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP Dengan catatan pemberian perizinan berusaha harus memperhatikan klasifikasi usaha pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu
PAN TETAP
PPP Mengusulkan agar menghidupkan kembali ketentuan Pasal 50 ayat (1) UU 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yang berbunyi : (1) Setiap orang dilarang merusak prasarana dan sarana perlindungan hutan, pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta izin pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu, yang menimbulkan kerusakan
Pasal 50 ayat (1) dan ayat (2) diusulkan menjadi satu ayat saja, karena perinsipnya pengaturan ketentuan yang dilarang bagi setiap orang harusnya lebih sedikit, dan haurs lebih banyak diatur bagi Perusahaan atau Koorporasi.
82
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
hutan.
2111. (2) Setiap orang yang diberikan izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta izin pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu, dilarang melakukan kegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan.
(2) Setiap orang dilarang :
PDI-P Usulan: Diubah
(3) Setiap orang yang diberikan perizinan berusaha pemanfaatan kawasan, perizinan berusaha pemanfaatan jasa lingkungan, perizinan berusaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta perizinan pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu, dilarang melakukan kegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan.
Disetujui Panja Pukul 14.52 TETAP
PG TETAP
P.GERINDRA TETAP
P. NASDEM TETAP
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN TETAP
PPP TETAP
83
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
2112. a. merambah kawasan hutan;
PDI-P Meminta penjelasan Pemerintah Usul: Kembali ke UU existing
Disetujui Panja Pukul 14.52 TETAP
PG TETAP
P.GERINDRA TETAP
P. NASDEM TETAP
PKB TETAP
PD
PKS TETAP
PAN TETAP
PPP TETAP
2113. b. melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan dengan radius atau jarak sampai dengan :
PDI-P Meminta penjelasan Pemerintah Usul: Kembali ke UU existing
Disetujui Panja Pukul 14.52 TETAP
PG TETAP
P.GERINDRA TETAP
P. NASDEM TETAP
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN
PPP TETAP
2114. 1. 500 (lima ratus) meter dari tepi waduk atau danau;
PDI-P Meminta penjelasan Pemerintah Usul: Kembali ke UU existing
Disetujui Panja Pukul 14.53 TETAP
PG TETAP
P.GERINDRA TETAP
P. NASDEM TETAP
PKB TETAP
PD TETAP
84
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
PKS TETAP
PAN TETAP
PPP TETAP
2115. 2. 200 (dua ratus) meter dari tepi mata air dan kiri kanan sungai di daerah rawa;
PDI-P Meminta penjelasan Pemerintah Usul: Kembali ke UU existing
Disetujui Panja Pukul 14.53 TETAP
PG TETAP
P.GERINDRA TETAP
P. NASDEM TETAP
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN TETAP
PPP TETAP
2116. 3. 100 (seratus) meter dari kiri kanan tepi sungai;
PDI-P Meminta penjelasan Pemerintah Usul: Kembali ke UU existing
Disetujui Panja Pukul 14.53 TETAP
PG TETAP
P.GERINDRA TETAP
P. NASDEM TETAP
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN TETAP
PPP TETAP
2117. 4. 50 (lima puluh) meter dari kiri kanan tepi anak sungai;
PDI-P Meminta penjelasan Pemerintah Usul: Kembali ke UU existing
Disetujui Panja Pukul 14.53 TETAP
PG TETAP
P.GERINDRA TETAP
85
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
P. NASDEM TETAP
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN TETAP
PPP TETAP
2118. 5. 2 (dua) kali kedalaman jurang dari tepi jurang;
PDI-P Meminta penjelasan Pemerintah Usul: Kembali ke UU existing
Disetujui Panja Pukul 14.53 TETAP
PG TETAP
P.GERINDRA TETAP
P. NASDEM TETAP
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN TETAP
PPP TETAP
2119. 6. 130 (seratus tiga puluh) kali selisih pasang tertinggi dan pasang terendah dari tepi pantai.
PDI-P Meminta penjelasan Pemerintah Usul: Kembali ke UU existing
Disetujui Panja Pukul 14.53 TETAP
PG TETAP
P.GERINDRA TETAP
P. NASDEM TETAP
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN TETAP
PPP TETAP
2120. c. membakar hutan;
PDI-P Mohon penjelasan dari pemerintah tentang penghapusan penjelasan Pasal 50 Ayat 3 huruf d
Disetujui Panja Pukul 14.53 TETAP
86
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
UU existing tentang pembakaran hutan secara terbatas
Penjelasan UU eksisting dihidupkan kembali.
PG TETAP
P.GERINDRA TETAP
P. NASDEM TETAP
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN TETAP
PPP TETAP
2121. d. menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan di dalam hutan tanpa memiliki hak atau persetujuan dari pejabat yang berwenang;
PDI-P Meminta penjelasan Pemerintah Usul: Kembali ke UU existing
Disetujui Panja Pukul 15.03 TETAP
PG TETAP
P.GERINDRA TETAP Perlu ditegaskan dalam Penjelasan huruf d ini adanya Putusan MK Nomor 95/PUU-XII /2014, yang menyatakan bahwa larangan “menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan di dalam hutan tanpa memiliki hak atau persetujuan dari pejabat yang berwenang” (Pasal 50 ayat (3) huruf e UU Nomor 41 tahun 1999) bertentangan dengan UUD 1945 dan karena itu tidak mempunyai kekuatan hukum
87
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa ketentuan dimaksud dikecualikan terhadap masyarakat yang hidup secara turun temurun di dalam hutan dan tidak ditujukan untuk kepentingan komersial.
P. NASDEM TETAP
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN TETAP Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 95/PUU-XII/2014, ketentuan tersebut dikecualikan terhadap masyarakat yang hidup secara turun temurun di dalam hutan dan tidak ditujukan untuk kepentingan komersial.
PPP TETAP
2122. e. menggembalakan Ternak di dalam kawasan hutan yang tidak ditunjuk secara khusus untuk maksud tersebut oleh pejabat yang berwenang;
PDI-P Meminta penjelasan Pemerintah Usul: Kembali ke UU existing
Disetujui Panja Pukul 15.04 TETAP
PG TETAP
P.GERINDRA TETAP Perlu ditegaskan dalam Penjelasan huruf e ini adanya Putusan MK Nomor 95/PUU-XII /2014, yang menyatakan bahwa
88
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
larangan “menggembalakan Ternak di dalam kawasan hutan yang tidak ditunjuk secara khusus untuk maksud tersebut oleh pejabat yang berwenang” (Pasal 50 ayat (3) huruf i UU Nomor 41 tahun 1999) bertentangan dengan UUD 1945 dan karena itu tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa ketentuan dimaksud dikecualikan terhadap masyarakat yang hidup secara turun temurun di dalam hutan dan tidak ditujukan untuk kepentingan komersial.
P. NASDEM TETAP
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN Tetap IDEM
PPP TETAP
2123. f. membuang benda-benda yang dapat menyebabkan kebakaran dan kerusakan serta membahayakan keberadaan atau kelangsungan fungsi hutan ke dalam
PDI-P Meminta penjelasan Pemerintah Usul: Kembali ke UU existing
Disetujui Panja Pukul 15.04 TETAP
PG TETAP
P.GERINDRA TETAP
P. NASDEM TETAP
PKB TETAP
89
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
kawasan hutan; dan
PD TETAP
PKS TETAP
PAN Tetap
PPP TETAP
2124. g. mengeluarkan, membawa, dan mengangkut tumbuh-tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi Undang-Undang yang berasal dari kawasan hutan tanpa persetujuan pejabat yang berwenang.
PDI-P Meminta penjelasan Pemerintah Usul: Kembali ke UU existing
Disetujui Panja Pukul 15.16 Akan disandingkan dengan UU eksisting, mulai DIM 2110-2125, apabila ada yang terlewat akan diinsert.
PG TETAP
P.GERINDRA DIUBAH Minta penjelasan pemerintah terkait dengan dihapusnya beberapa larangan penggunaan kawasan hutan yang diatur dalam Pasal 50 ayat (3) existing seperti : a. mengerjakan dan
atau menggunakan dan atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah;
f. menerima, membeli atau menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan, atau memiliki hasil hutan yang diketahui atau patut diduga berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara
90
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
tidak sah; g. melakukan kegiatan
penyelidikan umum atau eksplorasi atau eksploitasi bahan tambang di dalam kawasan hutan, tanpa izin Menteri;
h. mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapi bersama-sama dengan surat keterangan sahnya hasil hutan;
j. membawa alat-alat berat dan atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk mengangkut hasil hutan di dalam kawasan hutan, tanpa izin pejabat yang berwenang;
k. membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk menebang, memotong, atau membelah pohon di dalam kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang;
91
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
Kesimpulan : point-point diatas ditambahkan kembali dalam aturan larang UU Citpa Kerja.
P. NASDEM TETAP
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN TETAP
PPP TETAP
2125. (3) Setiap orang dilarang : a. mengerjakan dan atau
menggunakan dan atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah;
b. merambah kawasan hutan;
c. melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan dengan radius atau jarak sampai dengan: 1. 500 (lima ratus)
meter dari tepi waduk atau danau;
2. 200 (dua ratus) meter dari tepi mata air dan kiri kanan sungai di daerah rawa;
3. 100 (seratus) meter dari kiri kanan tepi sungai;
4. 50 (lima puluh) meter dari kiri kanan tepi anak sungai;
5. 2 (dua) kali
(4) Ketentuan tentang mengeluarkan, membawa, dan atau mengangkut tumbuhan dan atau satwa yang dilindungi, diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
PDI-P Usul: Diubah
(1) Setiap orang dilarang : a. mengerjakan dan
atau menggunakan dan atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah;
b. merambah kawasan hutan;
c. melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan dengan radius atau jarak sampai dengan:
1. 500 (lima ratus) meter dari tepi waduk atau danau;
2. 200 (dua ratus) meter dari tepi mata air dan kiri kanan sungai di daerah rawa;
92
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
kedalaman jurang dari tepi jurang;
6. 130 (seratus tiga puluh) kali selisih pasang tertinggi dan pasang terendah dari tepi pantai.
d. membakar hutan; e. menebang pohon atau
memanen atau memungut hasil hutan di dalam hutan tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat yang berwenang;
f. menerima, membeli atau menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan, atau memiliki hasil hutan yang diketahui atau patut diduga berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah;
g. melakukan kegiatan penyelidikan umum atau eksplorasi atau eksploitasi bahan tambang di dalam kawasan hutan, tanpa izin Menteri;
h. mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapi bersama-sama dengan surat keterangan sahnya hasil hutan;
i. menggembalakan ternak di dalam kawasan hutan
3. 100 (seratus) meter dari kiri kanan tepi sungai;
4. 50 (lima puluh) meter dari kiri kanan tepi anak sungai;
5. 2 (dua) kali kedalaman jurang dari tepi jurang;
6. 130 (seratus tiga puluh) kali selisih pasang tertinggi dan pasang terendah dari tepi pantai.
d. membakar hutan; e. menebang pohon
atau memanen atau memungut hasil hutan di dalam hutan tanpa memiliki hak atau perizinan berusaha dari Pemerintah;
f. menerima, membeli atau menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan, atau memiliki hasil hutan yang diketahui atau patut diduga berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara
93
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
yang tidak ditunjuk secara khusus untuk maksud tersebut oleh pejabat yang berwenang;
j. membawa alat-alat berat dan atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk mengangkut hasil hutan di dalam kawasan hutan, tanpa izin pejabat yang berwenang;
k. membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk menebang, memotong, atau membelah pohon di dalam kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang;
l. membuang benda-benda yang dapat menyebabkan kebakaran dan kerusakan serta membahayakan keberadaan atau kelangsungan fungsi hutan ke dalam kawasan hutan; dan
m. mengeluarkan, membawa, dan mengangkut tumbuh-tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi undang-undang yang berasal dari kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang.
n. Ketentuan tentang mengeluarkan, membawa,
tidak sah; g. melakukan kegiatan
penyelidikan umum atau eksplorasi atau eksploitasi bahan tambang di dalam kawasan hutan, tanpa perizinan Pemerintah;
h. mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapi bersama-sama dengan surat keterangan sahnya hasil hutan;
i. menggembalakan ternak di dalam kawasan hutan yang tidak ditunjuk secara khusus untuk maksud tersebut oleh perizinan dari Pemerintah;
j. membawa alat-alat berat dan atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk mengangkut hasil hutan di dalam kawasan hutan, tanpa perizinan dari Pemerintah;
k. membawa alat-alat
94
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
dan atau mengangkut tumbuhan dan atau satwa yang dilindungi, diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
yang lazim digunakan untuk menebang, memotong, atau membelah pohon di dalam kawasan hutan tanpa perizinan dari Pemerintah;
l. membuang benda-benda yang dapat menyebabkan kebakaran dan kerusakan serta membahayakan keberadaan atau kelangsungan fungsi hutan ke dalam kawasan hutan; dan
m. mengeluarkan, membawa, dan mengangkut tumbuh-tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi undang-undang yang berasal dari kawasan hutan tanpa perizinan dari Pemerintah.
Ketentuan tentang mengeluarkan, membawa, dan atau mengangkut tumbuhan dan atau satwa yang dilindungi, diatur sesuai dengan peraturan
95
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
perundang-undangan yang berlaku.
PG TETAP
P.GERINDRA TETAP
P. NASDEM TETAP Penambahan norma baru dan Pasal baru:
Pasal 50A (1) Dalam hal pelanggaran
sebagaimana dimaksud pada Pasal 50 ayat (2) huruf a dan/atau huruf d yang dilakukan oleh orang perseorangan yang bertempat tinggal di dalam dan/atau di sekitar kawasan hutan paling singkat 5 (lima) tahun secara terus menerus dikenai Sanksi Administratif berupa denda paling sedikit Rp 500.000 (lima ratus ribu rupiah)
(2) Pengenaan Sanksi
Administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan sanksi pidana terhadap pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 50 ayat (2) huruf a dan/atau huruf d dikecualikan terhadap
96
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
orang perseorangan yang masuk dalam kebijakan penataan kawasn hutan untuk masyarakat yang bertempat tinggal di dalam dan/atau di sekitar kawasan hutan paling singkat 5 (lima) tahun secara terus menerus.
(3) Pengecualian sanksi
administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan dalam hal orang perseorangan tersebut telah mendapatkan sanksi sosial atau adat sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai kelompok sosial atau adat.
PKB (3) Setiap orang dilarang : a. mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah, kecuali terhadap masyarakat yang hidup di dalam dan sekitar kawasan hutan dan tidak ditujukan untuk
Perubahan Substansi. Menyesuaikan dengan Putusan MK No. 95 /PUU-XII/2014.
97
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
kepentingan komersil b. merambah kawasan hutan, kecuali terhadap masyarakat yang hidup di dalam dan sekitar kawasan hutan dan tidak ditujukan untuk kepentingan komersil c. melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan dengan radius atau jarak sampai dengan : 1. 500 (lima ratus) meter dari tepi waduk atau danau; 2. 200 (dua ratus) meter dari tepi mata air dan kiri kanan sungai di daerah rawa; 3. 100 (seratus) meter dari kiri kanan tepi sungai; 4. 50 (lima puluh) meter dari kiri kanan tepi anak sungai; 5. 2 (dua) kali kedalaman jurang dari tepi jurang; 6. 130 (seratus tiga puluh) kali selisih pasang tertinggi dan pasang terendah dari tepi pantai. d. membakar hutan; e. menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan di dalam hutan tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat yang berwenang, kecuali terhadap
98
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
masyarakat yang hidup di dalam dan sekitar kawasan hutan dan tidak ditujukan untuk kepentingan komersil f. menerima, membeli atau menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan, atau memiliki hasil hutan yang diketahui atau patut diduga berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah; g. melakukan kegiatan penyelidikan umum atau eksplorasi atau eksploitasi bahan tambang di dalam kawasan hutan, tanpa izin Menteri; h. mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapi bersama-sama dengan surat keterangan sahnya hasil hutan; i. menggembalakan ternak di dalam kawasan hutan yang tidak ditunjuk secara khusus untuk maksud tersebut oleh pejabat yang berwenang, kecuali terhadap masyarakat yang hidup di dalam dan sekitar
99
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
kawasan hutan j. membawa alat-alat berat dan atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk mengangkut hasil hutan di dalam kawasan hutan, tanpa izin pejabat yang berwenang; k. membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk menebang, memotong, atau membelah pohon di dalam kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang, kecuali terhadap masyarakat yang hidup di dalam dan sekitar kawasan hutan l. membuang benda-benda yang dapat menyebabkan kebakaran dan kerusakan serta membahayakan keberadaan atau kelangsungan fungsi hutan ke dalam kawasan hutan; dan m. mengeluarkan, membawa, dan mengangkut tumbuh-tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi undang-undang yang berasal dari kawasan
100
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
hutan tanpa izin pejabat yang berwenang.
PD TETAP
PKS TETAP
PAN TETAP
PPP TETAP
2126. 18. Ketentuan Pasal 77 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Kembali ke UU 41/1999 PDI-P Kembali ke UU existing DISETUJUI PANJA 9 JULI 2020 DIM 2126-DIM 2146 MENGENAI PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL RUMUSAN NORMA KEMBALI KE UNDANG-UNDANG EKSISTING
PG TETAP
P.GERINDRA TETAP
P. NASDEM DIHAPUS Berdasarkan keputusan Rapat Kerja pengaturan Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil dihapus dan dikembalikan pada UU eksisting.
PKB Sinkronisasi dengan hasil kesepakatan Panja RUU CIPTAKER
PD TETAP
PKS TETAP
PAN TETAP
PPP TETAP
2127. Pasal 77 (1) Selain Pejabat Penyidik
Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pengurusan hutan, diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.
Pasal 77 (1) Pejabat Penyidik
Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggungjawabnya meliputi pengurusan hutan, diberi wewenang khusus sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-
PDI-P Kembali ke UU existing
PG Merubah redaksi : Pasal 77 (1) Selain pejabat penyidik kepolisian negara Republik Indonesia, pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pengurusan hutan, diberi wewenang khusus
Wewenang kepolisian dalam pelaksanaan penyidikan telah diatur dalam pasal 6 UU No.8 tahun 1981 Tentang KUHAP. Jika wewenang itu dihilangkan akan bertentangan dengan ketentuan yang telah diatur dalam UU KUHAP
101
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
Undang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana.
sebagai penyidik untuk membantu Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
P.GERINDRA DIUBAH Kembali ke UU Existing
P. NASDEM DIHAPUS Berdasarkan keputusan Rapat Kerja pengaturan Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil dihapus dan dikembalikan pada UU eksisting.
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN Dikembalikan pada UU Eksisting.
Berdasarkan keputusan Baleg, hal-hal yang terkait penyidik PNS dikembalikan kepada UU Eksisting.
PPP TETAP
2128. (2) Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berwenang untuk :
(2) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberi kewenangan untuk:
PDI-P Kembali ke UU existing
PG TETAP
P.GERINDRA DIUBAH Kembali ke UU Existing
P. NASDEM DIHAPUS
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN Dikembalikan pada UU
102
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
Eksisting.
PPP TETAP
2129. a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan yang berkenaan dengan tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan;
a. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan sehubungan dengan tindak pidana;
PDI-P Kembali ke UU existing
PG TETAP
P.GERINDRA DIUBAH Kembali ke UU Existing
P. NASDEM DIHAPUS
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN Dikembalikan pada UU Eksisting.
PPP TETAP
2130. b. melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan;
b. menerima laporan atau keterangan tentang adanya tindak pidana;
PDI-P Kembali ke UU existing
PG TETAP
P.GERINDRA DIUBAH Kembali ke UU Existing
P. NASDEM DIHAPUS
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN Dikembalikan pada UU Eksisting.
PPP TETAP
2131. c. memeriksa tanda pengenal
seseorang yang berada dalam kawasan hutan atau wilayah hukumnya;
c. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi dan/atau tersangka tindak pidana;
PDI-P
Kembali ke UU existing
PG TETAP
P.GERINDRA DIUBAH Kembali ke UU Existing
P. NASDEM DIHAPUS
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
103
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
PAN Dikembalikan pada UU Eksisting.
PPP TETAP
2132. d. melakukan penggeledahan dan penyitaan barang bukti tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
d. melakukan penangkapan dan penahanan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana;
PDI-P Kembali ke UU existing
PG TETAP
P.GERINDRA DIUBAH Kembali ke UU Existing
P. NASDEM DIHAPUS
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN Dikembalikan pada UU Eksisting.
PPP TETAP
2133. e. meminta keterangan dan barang bukti dari orang atau badan hukum sehubungan dengan tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan;
e. meminta keterangan dan bukti dari orang yang diduga melakukan tindak pidana;
PDI-P Kembali ke UU existing
PG TETAP
P.GERINDRA DIUBAH Kembali ke UU Existing
P. NASDEM DIHAPUS
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN Dikembalikan pada UU Eksisting.
PPP TETAP
2134. f. menangkap dan menahan dalam koordinasi dan pengawasan penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana;
f. memotret dan/atau merekam melalui media elektronik terhadap orang, barang, pesawat udara, atau hal yang dapat dijadikan bukti adanya tindak pidana;
PDI-P Kembali ke UU existing
PG TETAP
P.GERINDRA DIUBAH Kembali ke UU Existing
P. NASDEM DIHAPUS
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
104
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
PAN Dikembalikan pada UU Eksisting.
PPP TETAP
2135. g. membuat dan menandatangani berita acara;
g. memeriksa dokumen yang terkait dengan tindak pidana;
PDI-P Kembali ke UU existing
PG TETAP
P.GERINDRA DIUBAH Kembali ke UU Existing
P. NASDEM DIHAPUS
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN Dikembalikan pada UU Eksisting.
PPP TETAP
2136. h. menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti tentang adanya tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan.
h. mengambil sidik jari dan identitas orang;
PDI-P Kembali ke UU existing
PG TETAP
P.GERINDRA DIUBAH Kembali ke UU Existing
P. NASDEM DIHAPUS
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN Dikembalikan pada UU Eksisting.
PPP TETAP
2137. i. menggeledah tempat-tempat tertentu yang dicurigai adanya tindak pidana;
PDI-P Kembali ke UU existing
PG TETAP
P.GERINDRA DIHAPUS Kewenangan PPNS sudah cukup diatur menggunakan UU Existing.
P. NASDEM DIHAPUS
105
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN DIHAPUS
PPP TETAP
2138. j. menyita benda yang diduga kuat merupakan barang yang digunakan untuk melakukan tindak pidana;
PDI-P Kembali ke UU existing
PG TETAP
P.GERINDRA DIHAPUS Kewenangan PPNS sudah cukup diatur menggunakan UU Existing.
P. NASDEM DIHAPUS
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN DIHAPUS
PPP TETAP
2139. k. mengisolasi dan mengamankan barang dan/atau dokumen yang dapat dijadikan sebagai alat bukti sehubungan dengan tindak pidana;
PDI-P Kembali ke UU existing
PG TETAP
P.GERINDRA DIHAPUS Kewenangan PPNS sudah cukup diatur menggunakan UU Existing.
P. NASDEM DIHAPUS
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN DIHAPUS
PPP TETAP
2140. l. mendatangkan saksi ahli yang diperlukan dalam hubungannya
PDI-P Kembali ke UU existing
PG TETAP
P.GERINDRA DIHAPUS
106
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
dengan pemeriksaan perkara tindak pidana;
Kewenangan PPNS sudah cukup diatur menggunakan UU Existing.
P. NASDEM DIHAPUS
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN DIHAPUS
PPP TETAP
2141. m. menghentikan proses penyidikan;
PDI-P Kembali ke UU existing
PG TETAP
P.GERINDRA DIHAPUS Kewenangan PPNS sudah cukup diatur menggunakan UU Existing.
P. NASDEM DIHAPUS
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN DIHAPUS
PPP TETAP
2142. n. meminta bantuan polisi Negara Republik Indonesia atau instansi lain untuk melakukan penanganan tindak pidana; dan
PDI-P Kembali ke UU existing
PG TETAP
P.GERINDRA DIHAPUS Kewenangan PPNS sudah cukup diatur menggunakan UU Existing.
P. NASDEM DIHAPUS
PKB TETAP
PD TETAP
107
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
PKS TETAP
PAN DIHAPUS
PPP TETAP
2143. o. melakukan tindakan lain menurut hukum yang berlaku.
PDI-P Kembali ke UU existing
PG TETAP
P.GERINDRA DIHAPUS Kewenangan PPNS sudah cukup diatur menggunakan UU Existing.
P. NASDEM DIHAPUS
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN DIHAPUS
PPP TETAP
2144. (3) Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyerahkan hasil penyidikannya kepada penuntut umum, sesuai Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.
(3) Kedudukan Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berada di bawah koordinasi dan pengawasan Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia.
PDI-P Kembali ke UU existing
PG TETAP
P.GERINDRA DIUBAH Kembali ke UU Existing
P. NASDEM DIHAPUS
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN Dikembalikan pada UU Eksisting.
PPP TETAP
2145. (4) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), memberitahukan dimulainya penyidikan, melaporkan hasil
PDI-P Kembali ke UU existing
PG TETAP
P.GERINDRA DIHAPUS
P. NASDEM DIHAPUS
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
108
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
penyidikan, dan memberitahukan penghentian penyidikan kepada Penuntut Umum dengan tembusan kepada pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.
PAN DIHAPUS
PPP TETAP
2146. (5) Dalam melaksanakan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penyidik Pegawai Negeri Sipil Tertentu dapat meminta bantuan kepada aparat penegak hukum.
PDI-P Kembali ke UU existing
PG TETAP
P.GERINDRA DIHAPUS
P. NASDEM DIHAPUS
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN DIHAPUS
PPP TETAP
2147. 19. Ketentuan Pasal 78 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
TETAP PDI-P TETAP
PG TETAP
P.GERINDRA TETAP
P. NASDEM TETAP
PKB Sinkronisasi dengan hasil kesepakatan Panja RUU CIPTAKER
PD TETAP
PKS TETAP
PAN TETAP
PPP TETAP
2148. Pasal 78 (1) Barang siapa dengan
sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) atau Pasal 50 ayat (2), diancam dengan pidana penjara paling lama 10
Pasal 78 (1) Setiap orang yang
dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1), diancam dengan pidana penjara paling lama 10
Disesuaikan dengan RUU KUHP
PDI-P Kembali ke UU existing Disetujui Panja Pukul 15.17 PENDING DIM 2148-2158
PG Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1), diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan
Menghapus frase “dengan sengaja”
109
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
(sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
(sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
P.GERINDRA TETAP
P. NASDEM TETAP
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN TETAP
PPP Mengusulkan agar dikembalikan kepada Pasal 78 ayat (1) UU Eksisting,, dan menghapus frasa “dengan sengaja” sehingga bunyinya menjadi :
Pasal 78 (1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) atau Pasal 50 ayat (2), diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
Karena usulan dalam RUU Ciptaker ini hanya merujuk pada Pasal 50 ayat (1) saja.
2149. (2) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf a, huruf b, atau huruf c, diancam dengan pidana penjara
(2) Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf a atau huruf b, diancam dengan pidana
Disesuaikan dengan RUU KUHP
PDI-P Meminta penjelasan Pemerintah
PG Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf a atau huruf b,
Menghapus frase “dengan sengaja”
110
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
penjara paling singkat 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp7.500.000.000,00 (tujuh miliar lima ratus juta rupiah).
diancam dengan pidana penjara paling singkat 10 (sepuluh) tahun dan denda palingbanyak Rp7.500.000.000,00 (tujuh miliar lima ratus juta rupiah).
P.GERINDRA PENDALAMAN Besaran ancaman pidana denda dalam ayat (2) ini tidak sesuai dengan besaran denda di RUU KUHP yang sudah disetujui Pemerintah dan DPR. Harap Pemerintah menyusun ulang untuk disesuaikan.
P. NASDEM TETAP
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN TETAP
PPP Mengusulkan agar dikembalikan kepada Pasal 78 ayat (2) UU Eksisting,, dan menghapus frasa “dengan sengaja” sehingga bunyinya menjadi ; (2) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf a, huruf b, atau
Karena usulan dalam RUU Ciptaker ini hanya merujuk pada Pasal 50 ayat (1) saja.
111
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
huruf c, diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
2150. (3) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf d, diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah)
(3) Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf c, diancam dengan pidana penjara paling singkat 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp7.500.000.000,00 (tujuh miliar lima ratus juta rupiah).
Disesuaikan dengan RUU KUHP
PDI-P Meminta penjelasan Pemerintah
PG Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf c, diancam dengan pidana penjara paling singkat 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp7.500.000.000,00 (tujuh miliar lima ratus juta rupiah).
Menghapus frase “dengan sengaja”
P.GERINDRA PENDALAMAN Besaran ancaman pidana denda dalam ayat (3) ini tidak sesuai dengan besaran denda di RUU KUHP yang sudah disetujui Pemerintah dan DPR. Harap Pemerintah menyusun ulang untuk disesuaikan.
P. NASDEM TETAP
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN TETAP
112
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
PPP Mengusulkan agar dikembalikan kepada Pasal 78 ayat (3) UU Eksisting, dan menghapus frasa “dengan sengaja” sehingga bunyinya menjadi : (3) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf d, diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah)
Karena usulan dalam RUU Ciptaker ini hanya merujuk pada Pasal 50 ayat (1) saja.
2151. (4) Barang siapa karena kelalaiannya melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf d, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.500.000.000,00 (satu milyar lima ratus juta rupiah).
(4) Setiap orang yang karena kelalaiannya melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf c, diancam dengan pidana denda paling banyak Rp3.500.000.000,00 (tiga miliar lima ratus juta rupiah).
Disesuaikan dengan RUU KUHP
PDI-P Meminta penjelasan Pemerintah
PG TETAP
P.GERINDRA DIUBAH Ditambah pidana penjara (4) Setiap orang yang karena kelalaiannya melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf c, diancam dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar lima ratus juta rupiah).
Disesuaikan dengan Pidana Denda kategori VII RUU KUHP
113
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
P. NASDEM TETAP Penambahan norma baru ayat (5): (5) Setiap orang yang
tidak melaksanakan Sanksi Administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50A diancam dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun.
Mengusulkan menambah norma baru yaitu ayat 4A baru mengenai sanksi pidana tidak dilaksanakannya Pasal 50A baru.
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN TETAP
PPP Mengusulkan agar dikembalikan kepada Pasal 78 ayat (4) UU Eksisting, sehingga bunyinya menjadi ; (4) Barang siapa karena kelalaiannya melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf d, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.500.000.000,00 (satu milyar lima ratus
Konsisten dengan ayat-ayat diatasnya.
114
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
juta rupiah).
2152. (5) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf e atau huruf f, diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
(5) Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf d, dengan pidana penjara paling singkat 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp7.500.000.000,00 (tujuh miliar lima ratus juta rupiah).
Disesuaikan dengan RUU KUHP
PDI-P Meminta penjelasan Pemerintah
PG Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf d, dengan pidana penjara paling singkat 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp7.500.000.000,00 (tujuh miliar lima ratus juta rupiah).
P.GERINDRA PENDALAMAN Besaran ancaman pidana denda dalam ayat (5) ini tidak sesuai dengan besaran denda di RUU KUHP yang sudah disetujui Pemerintah dan DPR. Harap Pemerintah menyusun ulang untuk disesuaikan.
P. NASDEM Menyesuaikan menjadi ayat (6)
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN TETAP
PPP Mengusulkan agar dikembalikan kepada Pasal 78 ayat (5) UU Eksisting, dan menghapus frasa “dengan sengaja”
Karena usulan dalam RUU Ciptaker ini hanya merujuk pada Pasal 50 ayat (1) saja.
115
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
sehingga bunyinya menjadi : (5) Barang siapa dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf e atau huruf f, diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
2153. (6) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (4) atau Pasal 50 ayat (3) huruf g, diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
(6) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (4), diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp7.500.000.000,00 (tujuh miliar lima ratus juta rupiah).
Disesuaikan dengan RUU KUHP
PDI-P Meminta penjelasan Pemerintah
PG Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (4), diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp7.500.000.000,00 (tujuh miliar lima ratus juta rupiah).
P.GERINDRA PENDALAMAN Besaran ancaman pidana denda dalam ayat (6) ini tidak sesuai dengan besaran denda di RUU KUHP yang sudah disetujui Pemerintah dan DPR. Harap Pemerintah menyusun ulang untuk disesuaikan.
116
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
P. NASDEM Menyesuaikan menjadi ayat (7)
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN TETAP
PPP Mengusulkan agar dikembalikan kepada Pasal 78 ayat (6) UU Eksisting, dan menghapus frasa “dengan sengaja” sehingga bunyinya menjadi : (6) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (4) atau Pasal 50 ayat (3) huruf g, diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
Karena usulan dalam RUU Ciptaker ini hanya merujuk pada Pasal 50 ayat (1) saja.
2154. (7) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf h, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 10.000. 000.000,00 (sepuluh milyar rupiah).
(7) Setiap orang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf e, diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp2.000. 000.000,00 (dua miliar rupiah).
Disesuaikan dengan RUU KUHP
PDI-P Meminta penjelasan Pemerintah
PG Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf e, diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp2.000. 000.000,00 (dua miliar rupiah).
117
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
P.GERINDRA TETAP
P. NASDEM Menyesuaikan menjadi ayat (8)
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN TETAP
PPP Mengusulkan agar dikembalikan kepada Pasal 78 ayat (7) UU Eksisting, dan menghapus frasa “dengan sengaja” sehingga bunyinya menjadi : (7) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf h, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 10.000. 000.000,00 (sepuluh milyar rupiah).
Idem dengan alasan ayat diatasnya.
2155. (8) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf i, diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) bulan dan denda paling banyak Rp. 10.000. 000.000,00 (sepuluh milyar rupiah).
(8) Setiap orang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf f, diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp2.000. 000.000,00 (dua miliar rupiah).
Disesuaikan dengan RUU KUHP
PDI-P Meminta penjelasan Pemerintah
PG Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf f, diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp2.000. 000.000,00 (dua miliar rupiah).
118
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
P.GERINDRA TETAP
P. NASDEM Menyesuaikan menjadi ayat (9)
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN TETAP
PPP Mengusulkan agar dikembalikan kepada Pasal 78 ayat (8) UU Eksisting, dan menghapus frasa “dengan sengaja” sehingga bunyinya menjadi : (8) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf i, diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) bulan dan denda paling banyak Rp. 10.000. 000.000,00 (sepuluh milyar rupiah).
Idem dengan alasan ayat diatasnya
2156. (9) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf j, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000. 000.000,00 (lima milyar rupiah).
(9) Setiap orang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf g, diancam dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan denda paling sedikit Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
Disesuaikan dengan RUU KUHP
PDI-P Meminta penjelasan Pemerintah
PG Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf g, diancam dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan denda paling sedikit Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
119
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
P.GERINDRA DIUBAH (9) Setiap orang dengan
sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf g, diancam dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan denda paling sedikit Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
P. NASDEM Menyesuaikan menjadi ayat (10)
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN TETAP
PPP Mengusulkan agar dikembalikan kepada Pasal 78 ayat (9) UU Eksisting, dan menghapus frasa “dengan sengaja” sehingga bunyinya menjadi : (9) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf j, diancam dengan pidana penjara paling
Idem dengan alasan ayat diatasnya.
120
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000. 000.000,00 (lima milyar rupiah)
2157. (10) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf k, diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000. 000.000,00 (satu milyar rupiah)
(10) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) dan ayat (3) apabila dilakukan oleh dan atau atas nama badan hukum atau badan usaha, tuntutan dan sanksi pidananya dijatuhkan terhadap pengurusnya, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama, dikenakan pidana sesuai dengan ancaman pidana masing-masing ditambah dengan 1/3 (sepertiga) dari pidana yang dijatuhkan.
Disesuaikan dengan RUU KUHP
PDI-P Meminta penjelasan Pemerintah
PG TETAP
P.GERINDRA TETAP Terkait usulan kami dalam DIM 2124 agar dimasukkan beberapa larangan dari ayat (3) Pasal 50 UU Existing, Pemerintah perlu mereformulasikannya.
P. NASDEM Menyesuaikan menjadi ayat (11)
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN TETAP
PPP Mengusulkan agar dikembalikan kepada Pasal 78 ayat (10) UU Eksisting, dan menghapus frasa “dengan sengaja” sehingga bunyinya menjadi : (10) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf k, diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp.
Idem dengan alasan ayat diatasnya.
121
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
1.000. 000.000,00 (satu milyar rupiah)
2158. (11) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf l, diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000. 000.000,00 (satu milyar rupiah).
(12) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf m, diancam dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 50.000. 000,00 (lima puluh juta rupiah).
(13) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (9), ayat (10), dan ayat (11) adalah kejahatan, dan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dan ayat (12) adalah pelanggaran.
(14) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) apabila dilakukan oleh dan atau atas nama badan
(11) Semua hasil hutan dari hasil kejahatan dan pelanggaran dan atau alat-alat termasuk alat angkutnya yang dipergunakan untuk melakukan kejahatan dan atau pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam pasal ini dirampas untuk Negara.
Disesuaikan dengan RUU KUHP
PDI-P Meminta penjelasan Pemerintah
PG Semua hasil hutan dari hasil kejahatan dan pelanggaran dan atau alat-alat termasuk alat angkutnya yang dipergunakan untuk melakukan kejahatan dan atau pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam pasal ini disita oleh Negara.
P.GERINDRA TETAP
P. NASDEM Menyesuaikan menjadi ayat (12)
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN TETAP
PPP Mengusulkan agar dikembalikan kepada Pasal 78 ayat (11) dan (2) UU Eksisting, dan menghapus frasa “dengan sengaja” sehingga bunyinya menjadi : (11) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf l, diancam dengan pidana penjara paling
Idem dengan alasan ayat diatasnya.
122
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
hukum atau badan usaha, tuntutan dan sanksi pidananya dijatuhkan terhadap pengurusnya, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama, dikenakan pidana sesuai dengan ancaman pidana masing-masing ditambah dengan 1/3 (sepertiga) dari pidana yang dijatuhkan.
(15) Semua hasil hutan dari hasil kejahatan dan pelanggaran dan atau alat-alat termasuk alat angkutnya yang dipergunakan untuk melakukan kejahatan dan atau pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam pasal ini dirampas untuk Negara.
lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000. 000.000,00 (satu milyar rupiah). (12) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf m, diancam dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 50.000. 000,00 (lima puluh juta rupiah). (13) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (9), ayat (10), dan ayat (11) adalah kejahatan, dan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dan ayat (12) adalah pelanggaran. (14) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) apabila dilakukan oleh dan atau atas nama badan hukum atau badan usaha, tuntutan dan sanksi pidananya
Idem dengan alasan ayat diatasnya.
123
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
dijatuhkan terhadap pengurusnya, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama, dikenakan pidana sesuai dengan ancaman pidana masing-masing ditambah dengan 1/3 (sepertiga) dari pidana yang dijatuhkan. (15) Semua hasil hutan dari hasil kejahatan dan pelanggaran dan atau alat-alat termasuk alat angkutnya yang dipergunakan untuk melakukan kejahatan dan atau pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam pasal ini dirampas untuk Negara.
2159. 20. Ketentuan Pasal 80 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
TETAP PDI-P TETAP
PG TETAP
P.GERINDRA TETAP
P. NASDEM TETAP
PKB Sinkronisasi dengan hasil kesepakatan Panja RUU CIPTAKER
PD TETAP
PKS TETAP
PAN TETAP
PPP TETAP
2160. Pasal 80 (1) Setiap perbuatan
melanggar hukum yang
Pasal 80 (1) Setiap perbuatan
melanggar hukum yang
TETAP PDI-P TETAP
PG TETAP
P.GERINDRA TETAP
124
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
diatur dalam undang-undang ini, dengan tidak mengurangi sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 78, mewajibkan kepada penanggung jawab perbuatan itu untuk membayar ganti rugi sesuai dengan tingkat kerusakan atau akibat yang ditimbulkan kepada Negara, untuk biaya rehabilitasi, pemulihan kondisi hutan, atau tindakan lain yang diperlukan.
diatur dalam Undang-Undang ini, dengan tidak mengurangi sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 78, mewajibkan kepada penanggung jawab perbuatan itu untuk membayar ganti rugi sesuai dengan tingkat kerusakan atau akibat yang ditimbulkan kepada Negara, untuk biaya rehabilitasi, pemulihan kondisi hutan, atau tindakan lain yang diperlukan.
P. NASDEM TETAP
PKB TETAP
PD
PKS TETAP
PAN TETAP
PPP TETAP
2161. (2) Setiap pemegang izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan, atau izin pemungutan hasil hutan yang diatur dalam undangundang ini, apabila melanggar ketentuan di luar ketentuan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 78 dikenakan sanksi administratif.
(2) Setiap pemegang Perizinan Berusaha pemanfaatan hutan yang diatur dalam Undang-Undang ini, apabila melanggar ketentuan di luar ketentuan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 78 dikenakan sanksi administratif.
TETAP PDI-P Usul: Diubah Setiap pemegang perizinan berusaha pemanfaatan kawasan, perizinan berusaha pemanfaatan jasa lingkungan, perizinan berusaha pemanfaatan hasil hutan, atau perizinan pemungutan hasil hutan yang diatur dalam undangundang ini, apabila melanggar ketentuan di luar ketentuan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 78 dikenakan
125
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
sanksi administratif.
PG TETAP
P.GERINDRA DIUBAH (2) Setiap pemegang
Perizinan Berusaha terkait pemanfaatan hutan yang diatur dalam Undang-Undang ini, apabila melanggar ketentuan di luar ketentuan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 78 dikenakan sanksi administratif.
P. NASDEM TETAP
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN TETAP
PPP Mengusulkan agar menghidupkan kembali ketentuan Pasal 80 ayat (2) UU No. 41 tentang Kehutanan, yang berbunyi : (2) Setiap pemegang izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan, atau izin pemungutan hasil hutan yang diatur dalam undangundang ini, apabila melanggar
126
NO KETENTUAN UNDANG-UNDANG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
KAJIAN TIM AHLI DPR
FRAKSI TANGGAPAN FRAKSI ALASAN FRAKSI KESEPAKATAN RAPAT
ketentuan di luar ketentuan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 78 dikenakan sanksi administratif.
2162. (3) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(3) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
TETAP PDI-P TETAP
PG TETAP
P.GERINDRA
P. NASDEM TETAP
PKB TETAP
PD TETAP
PKS TETAP
PAN TETAP
PPP TETAP