Upload
rizal-bustamam-ar
View
33
Download
7
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Dalil-Dalil Tawassul
Citation preview
Dalil-Dalil Tawassul
Tawassul: Meminta Kepada Allah
Moh Ma’ruf Khozin
Definisi Tawassul
Tawassul memiliki arti dasar “mendekat”, sementara Wasilah adalah media
perantara untuk mencapai tujuan. Tawassul yang dimaksud disini adalah
mendekatkan diri kepada Allah Swt dengan menggunakan perantara lain, baik
nama-nama Allah (al-Asma’ al-Husna), sifat-sifat Allah, amal shaleh, atau melalui
makhluk Allah, baik dengan doanya atau kedudukannya yang mulia disisi Allah.
(al-Mausu'ah al-Fiqhiyah).
Macam-Macam Tawassul
Tawassul memiliki empat macam, tiga diantaranya disepakati kebolehannya oleh
para ulama, sementara yang satu macam masih diperselisihkan, yakni ada ulama
yang memperbolehkannya dan ada pula yang melarang. Tiga macam tawassul
yang disepakati kebolehannya adalah:
1. Tawassul dengan Nama-Nama Allah (Asma al-Husna)
Allah berfirman yang artinya “Hanya milik Allah asma-ul husna, maka
bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu”. (Al-A’raf:180)
2. Tawassul dengan Amal Sholeh
Tawassul ini berdasarkah hadits shahih yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan
Muslim yang mengisahkan tentang tiga orang yang terperangkap dalam sebuah
gua. Lalu mereka bertawassul dengan amal shalih mereka masing-masing. Orang
yang pertama bertawassul dengan amal shalihnya yang berupa amal bakti kepada
kedua orang tuanya. Orang yang kedua bertawassul dengan rasa takutnya
kepada Allah Swt saat membatalkan perbuatan zina kepada keponakannya.
Sedangkan orang yang ketiga bertawassul dengan menjaga dan memberikan hak
buruh yang ada padanya. Akhirnya Allah Ta’ala membukakan pintu gua itu dari
batu besar yang menghalangi mereka, yang pada akhirnya mereka bertiga bisa
keluar dari dalam gua dengan selamat.
3. Tawassul dengan Orang yang Masih Hidup
Sahabat Umar yang bertawassul dengan Abbas: “Diriwayatkan dari Anas bahwa
ketika umat Islam berada di musim kering, maka Umar bin Khattab t meminta
hujan kepada Allah dengan perantara Abbas bin Abdul Muthallib (paman Nabi).
Umar berdoa: “Ya Allah, sesungguhnya kami bertawassul kepada-Mu dengan
Nabi kami, kemudian Engkau beri hujan pada kami. Dan kami bertawassul
kepada-Mu dengan paman Nabi kami, maka berilah hujan pada kami”. Anas
berkata: “Kemudian mereka diberi hujan”. (HR. al-Bukhari)
Begitu pula Muawiyah dan Dlahhak bertawassul dengan Yazid bin Aswad (HR.
Ibnu ‘Asakir dalam Tarikh al-Dimasyqi dengan sanad yang shahih)
4. Tawassul dengan Orang yang Telah Wafat
Tawassul inilah yang diperselisihkan. Diantara ulama yang memperbolehkan
adalah Imam Malik, Imam Ahmad, Imam Nawawi, Imam Subki, al-Qasthalani (ahli
hadis), al-Hakim, al-Hafidz al-Baihaqi, al-Hafidz al-Thabrani, al-Hafidz al-
Haitsami, Ibnu Hajar al-Haitami, al-Karmani, al-Jazari, Ibnu al-Hajj, al-Sumhudi
dan masih banyak lagi ulama lain yang memperbolehkannya. Namun ada pula
sebagian kecil golongan umat Islam yang melarang tawassul semacam ini.
Berikut ini adalah dalil hadits tentang tawassul dengan orang-orang yang telah
wafat: “Diriwayatkan dari Utsman bin Hunaif bahwa ada seorang laki-laki datang
kepada (Khalifah) Utsman bin Affan untuk memenuhi hajatnya, namun sayidina
Utsman tidak menoleh ke arahnya dan tidak memperhatikan kebutuhannya.
Kemudian ia bertemu dengan Utsman bin Hunaif (perawi) dan mengadu
kepadanya. Utsman bin Hunaif berkata: Ambillah air wudlu' kemudian masuklah
ke masjid, salatlah dua rakaat dan bacalah: “Ya Allah sesungguhnya aku
meminta-Mu dan menghadap kepada-Mu melalui Nabi-Mu yang penuh kasih
sayang, wahai Muhammad sesungguhnya aku menghadap kepadamu dan minta
Tuhanmu melaluimu agar hajatku dikabukan. Sebutlah apa kebutuhanmu”. Lalu
lelaki tadi melakukan apa yang dikatakan oleh Utsman bin Hunaif dan ia
memasuki pintu (Khalifah) Utsman bin Affan. Maka para penjaga memegang
tangannya dan dibawa masuk ke hadapan Utsman bin Affan dan diletakkan di
tempat duduk. Utsman bin Affan berkata: Apa hajatmu? Lelaki tersebut
menyampaikan hajatnya, dan Utsman bin Affan memutuskan permasalahannya”.
(HR. Al-Thabrani dalam al-Mu'jam al-Kabir dan al-Baihaqi dalam Dalail al-
Nubuwwah. Doa ini dikutip oleh Ibnu Taimiyah dalam kitabnyaMajmu' al-Fatawa,
I/264, dan al-Tawassul wa al-Wasilah, II/199)
Ulama Ahli hadits al-Hafidz al-Haitsami berkata: “Dan sungguh al-Thabrani
berkata (setelah al-Thabrani menyebut semua jalur riwayatnya): "Riwayat ini
sahih”. (Majma’ al-Zawaid, II/565)
Perawi hadits ini, Utsman bin Hunaif, telah mengajarkan tawassul kepada orang
lain setelah Rasulullah Saw wafat. Dan kalaulah tawassul kepada Rasulullah
dilarang atau bahkan dihukumi syirik maka tidak mungkin seorang sahabat akan
mengajarkan hal-hal yang menyimpang dari ajaran Rasulullah Saw.
Bahkan Utsman bin Hunaif menyaksikan sendiri ketika Rasulullah Saw
mengajarkan doa Tawassul diatas sebagaimana dalam riwayat sahih berikut
ini: “Dari Utsman bin Hunaif: “Suatu hari seorang yang buta datang kepada
Rasulullah Saw, ia berkata: “Wahai Rasulullah, ajarkan saya sebuah doa yang
akan saya baca agar Allah mengembalikan penglihatan saya”. Rasulullah berkata:
“Bacalah doa (Allahumma inni as'aluka wa atawajjahu ilaika bi nabiyyika
nabiyyirrahmati Ya Muhammad qad tawajjahtu bika ila Rabbi. Allahumma
Syaffi'hu fiyya wa syaffi'ni fi nafsi): “Ya Allah sesungguhnya aku meminta-Mu dan
menghadap kepada-Mu melalui Nabi-Mu yang penuh kasih sayang, wahai
Muhammad sesungguhnya aku menghadap kepadamu dan minta Tuhanmu
melaluimu agar dibukakan mataku, Ya Allah berilah ia syafaat untukku dan
berilah aku syafaat. Kemudian ia berdoa dengan doa tersebut, ia berdiri dan telah
bisa melihat” (HR. Hakim dan al-Turmudzi)
Bertawassul Saat Ziarah Kubur
Berikut ini pendapat para ahli hadis tentang tawassul saat ziarah kubur:
1. Sahabat Bilal bin Harits al-Muzani. “Dari Malik al-Dari
(Bendahara Umar), ia berkata: Telah terjadi musim kemarau di masa
Umar, kemudian ada seorang laki-laki (Bilal bin Haris al-Muzani)
datang ke makam Rasulullah Saw, ia berkata: Ya Rasullah,
mintakanlah hujan untuk umatmu, sebab mereka akan binasa.
Kemudian Rasulullah datang kepada lelaki tadi dalam mimpinya,
beliau berkata: Datangilah Umar…”. (HR Ibnu Abi Syaibah dan Ibnu
Hajar, Fathul Bari, III/441. Beliau berkata: Sanadnya jayyid)
2. Ahmad Bin Hanbal. "Saya (Abdullah bin Ahmad) bertanya kepada
Imam Ahmad tentang seseorang yang memegang mimbar Nabi Saw,
mencari berkah dengan memegangnya dan menciumnya. Ia juga
melakukannya dengan makam Rasulullah seperti diatas dan
sebagainya. Ia lakukan itu untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Imam Ahmad menjawab: "Tidak apa-apa" (Ahmad bin Hanbal al-'lal
wa Ma'rifat al-Rijal 3243)
3. Imam Syafi'i. "Dari Ali bin Maimun, ia berkata: Saya mendengar
Syafi'i berkata bahwa: Saya mencari berkah dengan mendatangi
makam Abu Hanifah setiap hari. Jika saya memiliki hajat maka saya
salat dua rakaat dan saya mendatangi makam Abu Hanifah. Saya
meminta kepada Allah di dekat makam Abu Hanifah. Tidak lama
kemudian hajat saya dikabulkan" (al-Hafidz Khatib al-Baghdadi
dalam Tarikh Baghdad I/123)
4. al-Hafidz Ibnu Hajar. "al-Hakim berkata: Saya mendengar Abu Ali
al-Naisaburi berkata bahwa saya berada dalam kesulitan yang sangat
berat, kemudian saya bermimpi melihat Rasulullah Saw seolah beliau
berkata kepada saya: Pergilah ke makam Yahya bin Yahya, mintalah
ampunan dan berdolah kepada Allah, maka hajatmu akan dikabulkan.
Pagi harinya saya melakukannya dan hajat saya dikabulkan" (al-
Hafidz Ibnu Hajar dalam Tahdzib al-Tahdzib XI/261)
5. al-Hafidz Ibnu al-Jauzi dan al-Hafidz al-Dzahabi. Kedua ulama
ahli hadits ini menyebutkan tentang makam ulama shufi: “Ma’ruf al-
Karkhi wafat pada tahun 200 H, kuburnya di Baghdad dicari
berkahnya. Ibrahim al-Harabi berkata: “Makam Ma’ruf adalah obat
yang mujarrab”. (Ibnu al-Jauzi, Shifat al-Shafwah, II/324 dan Al-
Dzhabi, Tarikh al-Islam; XIII/404, dan Siyar A’lam al-Nubala’; IX/343)
Penutup
Berdasarkan dalil dan argument para ahli hadis diatas menunjukkan bahwa
Tawassul dengan berbagai macam jenisnya adalah diperbolehkan dan bukan
syirik. Tentunya dengan keyakinan bahwa yang mengabulkan doa dalam
Tawassul adalah Allah Swt