5
Dalil-Dalil Tawassul Tawassul: Meminta Kepada Allah Moh Ma’ruf Khozin Definisi Tawassul Tawassul memiliki arti dasar “mendekat”, sementara Wasilah adalah media perantara untuk mencapai tujuan. Tawassul yang dimaksud disini adalah mendekatkan diri kepada Allah Swt dengan menggunakan perantara lain, baik nama-nama Allah (al-Asma’ al-Husna), sifat-sifat Allah, amal shaleh, atau melalui makhluk Allah, baik dengan doanya atau kedudukannya yang mulia disisi Allah. (al-Mausu'ah al-Fiqhiyah). Macam-Macam Tawassul Tawassul memiliki empat macam, tiga diantaranya disepakati kebolehannya oleh para ulama, sementara yang satu macam masih diperselisihkan, yakni ada ulama yang memperbolehkannya dan ada pula yang melarang. Tiga macam tawassul yang disepakati kebolehannya adalah: 1. Tawassul dengan Nama-Nama Allah (Asma al-Husna) Allah berfirman yang artinya “Hanya milik Allah asma-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu”. (Al- A’raf:180) 2. Tawassul dengan Amal Sholeh Tawassul ini berdasarkah hadits shahih yang diriwayatkan oleh al- Bukhari dan Muslim yang mengisahkan tentang tiga orang yang terperangkap dalam sebuah gua. Lalu mereka bertawassul dengan amal shalih mereka masing-masing. Orang yang pertama bertawassul dengan amal shalihnya yang berupa amal bakti kepada kedua orang tuanya. Orang yang kedua bertawassul dengan rasa takutnya kepada Allah Swt saat membatalkan perbuatan zina kepada keponakannya. Sedangkan orang

Dalil-Dalil Tawassul

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Dalil-Dalil Tawassul

Citation preview

Page 1: Dalil-Dalil Tawassul

Dalil-Dalil Tawassul

Tawassul: Meminta Kepada Allah

Moh Ma’ruf Khozin

Definisi Tawassul

Tawassul memiliki arti dasar “mendekat”, sementara Wasilah adalah media

perantara untuk mencapai tujuan. Tawassul yang dimaksud disini adalah

mendekatkan diri kepada Allah Swt dengan menggunakan perantara lain, baik

nama-nama Allah (al-Asma’ al-Husna), sifat-sifat Allah, amal shaleh, atau melalui

makhluk Allah, baik dengan doanya atau kedudukannya yang mulia disisi Allah.

(al-Mausu'ah al-Fiqhiyah).

Macam-Macam Tawassul

Tawassul memiliki empat macam, tiga diantaranya disepakati kebolehannya oleh

para ulama, sementara yang satu macam masih diperselisihkan, yakni ada ulama

yang memperbolehkannya dan ada pula yang melarang. Tiga macam tawassul

yang disepakati kebolehannya adalah:

1.      Tawassul dengan Nama-Nama Allah (Asma al-Husna)

Allah berfirman yang artinya “Hanya milik Allah asma-ul husna, maka

bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu”. (Al-A’raf:180)

2.      Tawassul dengan Amal Sholeh

Tawassul ini berdasarkah hadits shahih yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan

Muslim yang mengisahkan tentang tiga orang yang terperangkap dalam sebuah

gua. Lalu mereka bertawassul dengan amal shalih mereka masing-masing. Orang

yang pertama bertawassul dengan amal shalihnya yang berupa amal bakti kepada

kedua orang tuanya. Orang yang kedua bertawassul dengan rasa takutnya

kepada Allah Swt saat membatalkan perbuatan zina kepada keponakannya.

Sedangkan orang yang ketiga bertawassul dengan menjaga dan memberikan hak

buruh yang ada padanya. Akhirnya Allah Ta’ala membukakan pintu gua itu dari

batu besar yang menghalangi mereka, yang pada akhirnya mereka bertiga bisa

keluar dari dalam gua dengan selamat.

3.      Tawassul dengan Orang yang Masih Hidup

Sahabat Umar yang bertawassul dengan Abbas: “Diriwayatkan dari Anas bahwa

ketika umat Islam berada di musim kering, maka Umar bin Khattab t meminta

hujan kepada Allah dengan perantara Abbas bin Abdul Muthallib (paman Nabi).

Page 2: Dalil-Dalil Tawassul

Umar berdoa: “Ya Allah, sesungguhnya kami bertawassul kepada-Mu dengan

Nabi kami, kemudian Engkau beri hujan pada kami. Dan kami bertawassul

kepada-Mu dengan paman Nabi kami, maka berilah hujan pada kami”. Anas

berkata: “Kemudian mereka diberi hujan”. (HR. al-Bukhari)

Begitu pula Muawiyah dan Dlahhak bertawassul dengan Yazid bin Aswad (HR.

Ibnu ‘Asakir dalam Tarikh al-Dimasyqi dengan sanad yang shahih)

4.      Tawassul dengan Orang yang Telah Wafat

Tawassul inilah yang diperselisihkan. Diantara ulama yang memperbolehkan

adalah Imam Malik, Imam Ahmad, Imam Nawawi, Imam Subki, al-Qasthalani (ahli

hadis), al-Hakim, al-Hafidz al-Baihaqi, al-Hafidz al-Thabrani, al-Hafidz al-

Haitsami, Ibnu Hajar al-Haitami, al-Karmani, al-Jazari, Ibnu al-Hajj, al-Sumhudi

dan masih banyak lagi ulama lain yang memperbolehkannya. Namun ada pula

sebagian kecil golongan umat Islam yang melarang tawassul semacam ini.

Berikut ini adalah dalil hadits tentang tawassul dengan orang-orang yang telah

wafat: “Diriwayatkan dari Utsman bin Hunaif bahwa ada seorang laki-laki datang

kepada (Khalifah) Utsman bin Affan untuk memenuhi hajatnya, namun sayidina

Utsman tidak menoleh ke arahnya dan tidak memperhatikan kebutuhannya.

Kemudian ia bertemu dengan Utsman bin Hunaif (perawi) dan mengadu

kepadanya. Utsman bin Hunaif berkata: Ambillah air wudlu' kemudian masuklah

ke masjid, salatlah dua rakaat dan bacalah: “Ya Allah sesungguhnya aku

meminta-Mu dan menghadap kepada-Mu melalui Nabi-Mu yang penuh kasih

sayang, wahai Muhammad sesungguhnya aku menghadap kepadamu dan minta

Tuhanmu melaluimu agar hajatku dikabukan. Sebutlah apa kebutuhanmu”. Lalu

lelaki tadi melakukan apa yang dikatakan oleh Utsman bin Hunaif dan ia

memasuki pintu (Khalifah) Utsman bin Affan. Maka para penjaga memegang

tangannya dan dibawa masuk ke hadapan Utsman bin Affan dan diletakkan di

tempat duduk. Utsman bin Affan berkata: Apa hajatmu? Lelaki tersebut

menyampaikan hajatnya, dan Utsman bin Affan memutuskan permasalahannya”.

(HR. Al-Thabrani dalam al-Mu'jam al-Kabir dan al-Baihaqi dalam Dalail al-

Nubuwwah. Doa ini dikutip oleh Ibnu Taimiyah dalam kitabnyaMajmu' al-Fatawa,

I/264, dan al-Tawassul wa al-Wasilah, II/199)

Ulama Ahli hadits al-Hafidz al-Haitsami berkata: “Dan sungguh al-Thabrani

berkata (setelah al-Thabrani menyebut semua jalur riwayatnya): "Riwayat ini

sahih”. (Majma’ al-Zawaid, II/565)

Perawi hadits ini, Utsman bin Hunaif, telah mengajarkan tawassul kepada orang

lain setelah Rasulullah Saw wafat. Dan kalaulah tawassul kepada Rasulullah

dilarang atau bahkan dihukumi syirik maka tidak mungkin seorang sahabat akan

mengajarkan hal-hal yang menyimpang dari ajaran Rasulullah Saw.

Page 3: Dalil-Dalil Tawassul

Bahkan Utsman bin Hunaif menyaksikan sendiri ketika Rasulullah Saw

mengajarkan doa Tawassul diatas sebagaimana dalam riwayat sahih berikut

ini: “Dari Utsman bin Hunaif: “Suatu hari seorang yang buta datang kepada

Rasulullah Saw, ia berkata: “Wahai Rasulullah, ajarkan saya sebuah doa yang

akan saya baca agar Allah mengembalikan penglihatan saya”. Rasulullah berkata:

“Bacalah doa (Allahumma inni as'aluka wa atawajjahu ilaika bi nabiyyika

nabiyyirrahmati Ya Muhammad qad tawajjahtu bika ila Rabbi. Allahumma

Syaffi'hu fiyya wa syaffi'ni fi nafsi): “Ya Allah sesungguhnya aku meminta-Mu dan

menghadap kepada-Mu melalui Nabi-Mu yang penuh kasih sayang, wahai

Muhammad sesungguhnya aku menghadap kepadamu dan minta Tuhanmu

melaluimu agar dibukakan mataku, Ya Allah berilah ia syafaat untukku dan

berilah aku syafaat. Kemudian ia berdoa dengan doa tersebut, ia berdiri dan telah

bisa melihat” (HR. Hakim dan al-Turmudzi)

Bertawassul Saat Ziarah Kubur

Berikut ini pendapat para ahli hadis tentang tawassul saat ziarah kubur:

1. Sahabat Bilal bin Harits al-Muzani. “Dari Malik al-Dari

(Bendahara Umar), ia berkata: Telah terjadi musim kemarau di masa

Umar, kemudian ada seorang laki-laki (Bilal bin Haris al-Muzani)

datang  ke makam Rasulullah Saw, ia berkata: Ya Rasullah,

mintakanlah hujan untuk umatmu, sebab mereka akan binasa.

Kemudian Rasulullah datang kepada lelaki tadi dalam mimpinya,

beliau berkata: Datangilah Umar…”. (HR Ibnu Abi Syaibah dan Ibnu

Hajar, Fathul Bari, III/441. Beliau berkata: Sanadnya jayyid)

2. Ahmad Bin Hanbal. "Saya (Abdullah bin Ahmad) bertanya kepada

Imam Ahmad tentang seseorang yang memegang mimbar Nabi Saw,

mencari berkah dengan memegangnya dan menciumnya. Ia juga

melakukannya dengan makam Rasulullah seperti diatas dan

sebagainya. Ia lakukan itu untuk mendekatkan diri kepada Allah.

Imam Ahmad menjawab: "Tidak apa-apa" (Ahmad bin Hanbal al-'lal

wa Ma'rifat al-Rijal 3243)

3. Imam Syafi'i. "Dari Ali bin Maimun, ia berkata: Saya mendengar

Syafi'i berkata bahwa: Saya mencari berkah dengan mendatangi

makam Abu Hanifah setiap hari. Jika saya memiliki hajat maka saya

salat dua rakaat dan saya mendatangi makam Abu Hanifah. Saya

meminta kepada Allah di dekat makam Abu Hanifah. Tidak lama

kemudian hajat saya dikabulkan" (al-Hafidz Khatib al-Baghdadi

dalam Tarikh Baghdad I/123)

4. al-Hafidz Ibnu Hajar. "al-Hakim berkata: Saya mendengar Abu Ali

al-Naisaburi berkata bahwa saya berada dalam kesulitan yang sangat

Page 4: Dalil-Dalil Tawassul

berat, kemudian saya bermimpi melihat Rasulullah Saw seolah beliau

berkata kepada saya: Pergilah ke makam Yahya bin Yahya, mintalah

ampunan dan berdolah kepada Allah, maka hajatmu akan dikabulkan.

Pagi harinya saya melakukannya dan hajat saya dikabulkan" (al-

Hafidz Ibnu Hajar dalam Tahdzib al-Tahdzib XI/261)

5. al-Hafidz Ibnu al-Jauzi dan al-Hafidz al-Dzahabi. Kedua ulama

ahli hadits ini menyebutkan tentang makam ulama shufi: “Ma’ruf al-

Karkhi wafat pada tahun 200 H, kuburnya di Baghdad dicari

berkahnya. Ibrahim al-Harabi berkata: “Makam Ma’ruf adalah obat

yang mujarrab”. (Ibnu al-Jauzi, Shifat al-Shafwah, II/324 dan Al-

Dzhabi, Tarikh al-Islam; XIII/404, dan Siyar A’lam al-Nubala’; IX/343)

Penutup

Berdasarkan dalil dan argument para ahli hadis diatas menunjukkan bahwa

Tawassul dengan berbagai macam jenisnya adalah diperbolehkan dan bukan

syirik. Tentunya dengan keyakinan bahwa yang mengabulkan doa dalam

Tawassul adalah Allah Swt