Upload
vocong
View
218
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
307
DAMPAK AMELIORASI TANAH GAMBUT TERHADAP CADANGAN KARBON TANAMAN KELAPA SAWIT DAN KARET
IMPACT OF PEATSOIL AMELIORATION ON CARBON STOCK OF OIL PALM AND RUBBER PLANTATION
Ai Dariah1, Erni Susanti
2
1 Balai Penelitian Tanah, Jl. Tentara Pelajar No. 12, Cimanggu, Bogor 16114.
2 Balai Penelitian Agroklimatologi dan Hidrologi, Jl. Tentara Pelajar 1A, Bogor 16111.
Abstrak Ameliorasi lahan gambut selain ditujukan untuk meningkatkan kualitas
tanah dan menekan emisi gas rumah kaca, diharapkan juga dapat berpengaruh
positif terhadap sekuestrasi karbon oleh tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk
mempelajari pengaruh ameliorasi tanah gambut terhadap peningkatan cadangan
karbon tanaman kelapa sawit dan karet. Penelitian pada lahan gambut dilakukan
di Desa Arang-Arang, Kecamatan Kumpeh, Kabupaten Muaro Jambi dan Desa
Lubuk Ogong, Kecamatan Bandar Seikijang, Kabupaten Pelalawan, Riau (dengan
tanaman indikator kelapa sawit), serta di Desa Jabiren, Kecamatan Jabiren Raya,
Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah (dengan tanaman indikator karet).
Rancangan percobaan yang digunakan pada masing-masing lokasi adalah acak
kelompok, dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan ameliorasi yang
diaplikasikan pada tanaman kelapa sawit adalah (1) pupuk gambut (pupuk yang
diperkaya kation polyvalen), (2) pupuk kandang, (3) tandan buah kosong sawit,
dan (4) kontrol, sedangkan pada tanaman karet adalah (1) pupuk gambut, (2)
pupuk kandang, (3) tanah mineral, dan (4) kontrol. Pengukuran cadangan karbon
dilakukan dengan menggunakan metode nondestructive. Hasil Penelitian
menunjukkan bahwa ameliorasi tanah gambut tidak berpengaruh nyata terhadap
peningkatan cadangan karbon tanaman kelapa sawit umur 6 tahun dan karet umur
7 tahun. Setelah 10 bulan dari aplikasi amelioran, penambahan cadangan karbon
tanaman kelapa sawit berkisar antara 2,1-2,4 t/ha, sedangkan tanaman karet
sekitar 5-11 t/ha.
Kata kunci: Gambut, kelapa sawit, karet, ameliorasi
Abstract The objective of peatland amelioration is to improve soil quality, as well
as to reduce ghg emissions and to increase Carbon sequestration. The study aim’s
was to investigate the effect of peatland amelioration on oil palm and rubber
carbon stock improvement. The researches on oil palm were done in Arang-arang
village, Kumpeh Subdistrict, Muaro Jambi District; and in Seikijang village,
Bandar Seikijang Subdistrict, Pelalawan District. Both the sites are in Jambi and
Riau Province. The study on Rubber was done in Jabiren Village, Jabiren Raya
Subdistrict, Pulangpisau District, Central Kalimantan Province. The study
experiment design was used Completely Randomized Design (CRD), in four
treatments and four replications. The treatments were peatland fertilizer (Pugam),
23
Ai Dariah, Erni Susanti
308
farmyard manure; empty fruit bunch compost, and control (no application). C
stock measurement was done used nondestructive method. The result of the study
showed that peatland amelioration treatments did not have significant effect to
improve C stock on oil palm in 6 years old and 7 years old of rubber. Oil palm and
rubber C stocks improvement were 2.1-2.4 t/ha and 5-11 ton/ha respectively, after
10 months of amelioration application.
Keywords: Peat, oil palm, rubber, amelioration
PENDAHULUAN
Lahan gambut mempunyai sifat mudah rusak (Sabiham dan Sukarman, 2012) dan
umumnya tergolong sesuai marjinal untuk pengembangan berbagai jenis komoditas
pertanian, dengan faktor pembatas utama media perakaran yang bersifat masam dengan
kandungan asam organik yang berada pada tingkat yang meracuni tanaman, miskin unsur
hara, dan drainase yang tidak mendukung pertumbuhan tanaman (Wahyunto et al., 2013,
Subiksa et al., 2011, Hartatik et al., 2011), sehingga untuk mencapai suatu tingkat
produktivitas yang optimal, selain pemupukan perlu juga dilakukan tindakan ameliorasi.
Kapur, tanah mineral, pupuk kandang, dan abu sisa pembakaran dapat
dimanfaatkan sebagai amelioran tanah gambut, yang utamanya ditujukan untuk
menurunkan kemasaman tanah dan meningkatkan kadar dan ketersediaan basa-basa tanah
(Subiksa et al., 1997; Mario dan Sabiham, 2002; Salampak 1999). Hasil penelitian
Salampak (1999) dan Sabiham (1997) juga menunjukkan bahwa ameliorasi tanah gambut
dengan menggunakan bahan alami yang mengandung kation polyvalen seperti terak baja,
tanah mineral laterit, atau lumpur sungai, efektif dalam menanggulangi efek negatif dari
tingginya asam organik.
Permasalahan lainnya yang perlu diantisipasi jika lahan gambut diusahakan untuk
pengembangan pertanian intensif adalah peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK) akibat
percepatan pelepasan cadangan karbon (Page et al., 2002; Couwenberg et al., 2010;
Hooijer et al.; 2010), baik cadangan karbon yang tersimpan dalam tanaman maupun
dalam tanah gambut. Drainse merupakan penyebab utama peningkatan laju emisi pada
lahan gambut yang telah diusahakan secara intensif (Hooijer et al. , 2006 dan 2010;
Chimner dan Cooper, 2003, Dariah et al., 2013), faktor managemen lainnya seperti
pemupukan, pengapuran juga bisa meningkatkan emisi GRK (Dariah et al., 2013;
Maswar, 2012; Mikkinen et al., 2007; Silvola et al., 1985, 1996).
Peningkatan emisi GRK akibat alih fungsi hutan gambut menjadi lahan pertanian
merupakan isu lingkungan yang menjadi kendala pengembangan lahan gambut khususnya
gambut tropika untuk pertanian (Hooijer et al. , 2006 dan 2010; Joosten, 2007). Oleh
karena itu, perlu berbagai opsi termasuk tindakan ameliorasi pada lahan gambut yang
mampu menekan tingkat emisi GRK dan meningkatkan sekuestrasi karbon. Beberapa
Dampak Ameliorasi Tanah Gambut Terhadap Cadangan Karbon
309
hasil penelitian menunjukkan bahwa ameliorasi tanah gambut dengan menggunakan
bahan-bahan yang mengandung kation polyvalen selain mampu menanggulangi efek
negatif dari kadar senyawa organik yang tinggi, juga dapat menurunkan tingkat emisi
GRK dari tanah gambut (Subiksa et al., 2009, 2012). Dampak lainnya dari aplikasi
amelioran yang belum banyak dipelajari adalah dari aspek peningkatan sekuestrasi karbon
oleh tanaman, di antaranya ditunjukan oleh tingkat perubahan cadangan karbon dalam
tanaman sebagai dampak terjadinya perbaikan kualitas tanah. Peningkatan sekuestrasi
karbon oleh tanaman dapat berkontribusi terhadap nilai net emisi dari lahan gambut.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh tindakan ameliorasi tanah gambut
terhadap cadangan karbon tanaman kelapa sawit dan karet.
METODOLOGI PENELITIAN
Karakteristik lokasi penelitian
Kegiatan penelitian dilakukan dari bulan Agustus 2013 sampai dengan bulan Juni
2014. Penelitian pada lahan gambut dengan tanaman pokok kelapa sawit (umur 5-6 tahun)
dilakukan di dua lokasi yaitu Desa Arang-Arang, Kecamatan Kumpeh, Kabupaten Muaro
Jambi terletak antara 1040’40.79’’-1
041’00.85’’ LS dan 97
048’48.56’’-97
049’33.63’’BT,
dan Desa Lubuk Ogong, Kecamatan Bandar Seikijang, Kabupaten Pelalawan, Riau
dengan letak koodinat 00020’59,3’’-00
021’05,8’’ LS dan 101
041’15,6’’-101
041’22,9’’ BT.
Penelitian ameliorasi pada lahan gambut dengan tanaman pokok karet (umur 6-7 tahun)
dilakukan di Desa Jabiren, Kecamatan Jabiren Raya, Kabupaten Pulang Pisau,
Kalimantan Tengah, dengan letak koodinat 2030’30’’LS dan 114
009’30’’ BT.
Gambut di Desa Pelelawan, Riau dan Desa Jabiren, Kalimantan Tengah tergolong
gambut sangat dalam, dengan kisaran kedalaman gambut berturut-turut 550-647 meter
dan 500-698 m; sedangkan gambut di Desa Arang-Arang, Jambi tergolong gambut sedang
– dalam dengan kisaran kedalaman gambut 155 – 316 cm (Dariah et al., 2012).
Sample tanah diambil pada kedalam 0-15 cm pada piringan sebelum aplikasi
perlakuan, sehingga sifat kimia tanah yang dihasilkan merupakan sifat inheren atau alami
dari gambut dan/atau akibat pengaruh pengelolaan sebelum perlakuan diaplikasikan. Hasil
analisis tanah gambut (Tabel 1) pada lokasi penelitian di Riau menunjukkan bahwa
tingkat ketersediaan hara dalam tanah di piringan pokok tanaman kelapa sawit cukup
besar, dicirikan oleh status hara P berkisar sedang sampai tinggi, hara K sedang. Hara P
dan K tersedia juga tergolong tinggi, sedangkan hara kalsium dan magnesium tergolong
sedang.
Ai Dariah, Erni Susanti
310
Tingkat kesuburan tanah gambut di Jambi relatif lebih baik dibandingkan dengan
tanah gambut di Riau, di antaranya dicirikan jumlah basa (Ca dan Mg) pada lahan gambut
di Jambi lebih tinggi dibanding Riau. Kandungan P potensial (P2O5 ekstrak HCl 25%)
juga lebih tinggi, meskipun kandungan P tersedia (P2O5 Bray) relatif lebih rendah
dibanding tanah gambut pada lokasi penelitian di Riau. Tingkat kesuburan gambut di
Jambi yang relatif baik kemungkinan disebabkan ketebalan gambut di Jambi relatif
dangkal, sehingga tanah gambut sudah terpengaruh lapisan tanah mineral di bawahnya.
Kandungan senyawa humat (yang merupakan salah satu faktor pembatas pertumbuhan
tanaman di lahan gambut), pada tanah gambut di Jambi relatif lebih rendah dibanding di
Riau.
Kesuburan tanah gambut di Kalimantan Tengah relatif lebih rendah dibanding
gambut di Riau maupun Jambi, khususnya ditinjau dari kandungan unsur P dan K (baik
potensial maupun tersedia). Kandungan basa-basa (ditunjukkan oleh kanduang Ca dan
Mg) dan kejenuhan basa pada tanah gambut di Kalimantan Tengah juga relatif lebih
rendah dibanding gambut di Jambi dan Riau. Berdasarkan nilai CN ratio, kematangan
gambut pada lokasi penelitian di Kalimantan Tengah relatif sama dibanding gambut
Jambi. Sementara gambut Riau mempunyai CN ratio yang relatif lebih rendah (tingkat
kematangan relatif lebih rendah).
Tabel 1. Sifat kimia tanah gambut di tiga lokasi penelitian
Parameter Riau Jambi Kalteng
Ph
C organik (%)
N total (%)
C/N
Humat
P2O5 HCl 25% (mg/100 g)
K2O HCl 25% (mg/100 g)
P2O5 Bray (ppm)
K2O Morgan (ppm)
Ca (Cmolc/kg)
Mg (Cmolc/kg)
K (Cmolc/kg)
Na (Cmolc/kg)
Jumlah Nilai Tukar Kation (Cmolc/kg)
KTK (Cmolc/kg)
KB (%)
Al KCl 1N
H KCL 1N
Fe Dithionit
Al Dithionit
3,16
38,08
1,55
28
20,82
38,86
49,30
220,5
333,79
9,16
1,7
0,39
1,0
13,2
85,5
18,11
3,75
4,87
0,08
0,17
3,70
39,48
0,85
49
10,57
42,2
25,05
139,51
241,06
12,52
2,85
0,47
0,66
16,49
107,09
15,5
0,77
4,53
0,12
0,03
3,38
33,60
1,10
43
11,57
21,07
17,50
58,6
124,38
6,20
2,4
0,2
0,5
9,3
80,6
9,2
1,49
5,73
0,07
0,17
Sumber: BBSDLP (unpublish)
Dampak Ameliorasi Tanah Gambut Terhadap Cadangan Karbon
311
Metode Penelitian
Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok dengan empat perlakuan dan
tiga ulangan, jenis amelioran yang diuji pada lahan gambut dengan tanaman utama kelapa
sawit adalah pupuk gambut (Pugam), pupuk kandang (Pukan), tandan buah kosong
(Tankos) sawit, dan kontrol (tanpa amelioran) sebagai pembanding. Pada lahan gambut
dengan tanaman pokok karet, amelioran yang digunakan sama dengan di kelapa sawit,
namun perlakuan tandan buah kosong sawit diganti dengan tanah mineral. Hasil analisis
amelioran yang digunakan disajikan pada Tabel 2. Pugam merupakan pupuk yang telah
diperkaya kation polyvalen. Hasil analisis menunjukan kandungan kation polyvalen (Fe,
Mn, Cu, Zn, Al, B, Pb, dan Cd) pada Pugam jauh lebih tinggi dibanding pada pukan,
tankos, dan tanah mineral. Kandungan kation polyvalen pada tankos lebih rendah
dibanding pukan. Kandungan P, Ca, Mg, dan S pada pugam juga lebih tinggi dibanding
pukan, tankos, dan tanah mineral. Kandungan N pada Pugam lebih rendah dibanding
pukan dan tankos.
Tabel 2. Hasil analisis amelioran yang digunakan dalam penelitian
Parameter Unit Pugam Pukan Kompos Tankos Tanah mineral
pH H2O (1:5) 8,6 8,5 7,0 4,6
Kadar Air % 3,8 70,08 55,89 7,6
As. Humat % - 1,37 1,43
As. Fulfat % - 1,60 2,42
Asam Humat % - 4,48 6,66
C-Organik % - 6,13 19,23 0,38
N-Organik % - 0,40 1,54
NH4 % - 0,06 0,15
NO3 % - 0,03 0,08
Total % - 0,49 1,77 0,05
C/N % - 12 11 7,6
P2O5 % 13,15 0,56 4,75 -
K2O % 0,08 0,49 0,45 -
Ca % 18,9 0,72 1,29 -
Mg % 6,53 0,33 0,80 -
S % 0,56 0,10 0,20 -
Fe Ppm 9460 412 Td 1890
Mn Ppm 5608 47 39 1102
Cu Ppm 1008 3 17 -
Zn Ppm 1633 46 47 -
Al Ppm 6920 Td Td 1700
B Ppm 686 40 3 -
Pb Ppm 17,3 Td Td -
Cd Ppm 1,6 Td Td -
As Ppm Td 0,7 0,8 -
Mo Ppm Td Td Td -
Hg Ppm Td 0,1 0,0 -
Sumber: Subiksa et al. (2013)
Ai Dariah, Erni Susanti
312
Pemberian atau aplikasi amelioran dilakukan setiap enam bulan, bersamaan dengan
aplikasi pupuk. Amelioran diaplikasikan dalam piringan selebar tajuk pohon (diameter
sekitar dua meter). Dosis amelioran pada masing-masing perlakuan disajikan pada Tabel
3. Pupuk dasar yang diberikan pada tanaman kelapa sawit, selain pupuk NPK (urea, SP-
36, dan KCl), diberikan juga kieserit dan pupuk mikro Cu, Zn, dan Borak. Pupuk dasar
untuk tanaman kelapa sawit diberikan pada semua perlakuan, kecuali perlakuan yang
diberi perlakuan Pugam tidak diberi pupuk dasar P dalam bentuk SP-36, karena dalam
amelioran Pugam sudah terkandung unsur P yang bersumber dari fosfat alam. Pupuk
dasar yang diberikan pada tanaman karet adalah pupuk urea, SP-36, dan KCl, diberikan
setiap 6 bulan, sehingga selama penelitian diberikan sebanyak dua kali. Pupuk
diaplikasikan dengan cara disebar dalam piringan dan diaduk sampai kedalaman sekitar
10 cm dengan menggunakan garpu kebun. Jenis dan dosis pupuk dasar tanaman kelapa
sawit dan karet disajikan Pada Tabel 4.
Tabel 3. Dosis amelioran pada masing-masing perlakuan dan per tahap pemberian.
Perlakuan
Pemberian Amelioran (kg/pohon)
Ameliorasi ke 1 Ameliorasi ke 2**
Tanaman kelapa sawit (Gambut Riau dan Jambi)
Kontrol PUGAM *
Pupuk Kandang
Tandan kosong sawit
- 5
10
15
- 3
6
9
Tanaman karet (Gambut Kalimantan Tengah)
Kontrol
PUGAM*
Pupuk Kandang Tanah mineral
-
2.0
4.0 6.0
-
1.0
2.0 3.0
Keterangan: * tanpa SP 36 dan pupuk mikro, ** 6 bulan setelah ameliorasi ke 1
Tabel 4. Jenis dan dosis pupuk tanaman kelapa sawit
Tanaman:
Jenis pupuk
Pupuk dasar (kg/pohon)
Pemupukan ke-1 Pemupukan ke-2**
Kelapa sawit:
Urea
SP-36*
KCl
Kiserit
CuSO4
ZnSO4
Borax
2
2
2.5
1.2
0.15
0.15
0.30
2
2
2.5
-
-
-
-
Tanaman Karet:
Urea
SP-36 *
KCl
0.25
0.20
0.25
0.25
0.20
0.25
*Tanaman yang diberi perlakuan Pugam tidak diberi pupuk SP-36, ** 6 bulan setelah pemupukan pertama
Dampak Ameliorasi Tanah Gambut Terhadap Cadangan Karbon
313
Pengamatan cadangan karbon
Pengukuran cadangan karbon yang pertama dilakukan sekitar 1-2 minggu sebelum
aplikasi amelioran, data hasil pengukuran pertama digunakan sebagai data baseline
cadangan karbon tanaman (kondisi cadangan karbon sebelum diberi perlakuan
ameliorasi). Pengukuran kedua, yang ditujukan untuk mempelajari efek dari ameliorasi
dilakukan sekitar 10 bulan setelah pengukuran pertama, atau sekitar 10 bulan setelah
aplikasi amelioran yang pertama dan sekitar 3,5 bulan setelah aplikasi amelioran yang
kedua). Pengukuran cadangan karbon tanaman kelapa sawit (di Riau dan Jambi)
dilakukan dengan menggunakan metode non destructif (tanpa pengrusakan), parameter
yang diukur untuk mengestimasi berat kering biomas tanaman kelapa sawit adalah tinggi
tanaman yang diukur dari pangkal pohon bagian bawah (sejajar dengan permukaan tanah)
sampai ujung pohon bagian atas (sejajar dengan tandan buah paling bawah). Pengukuran
tinggi tanaman kelapa sawit dilakukan pada setiap petak perlakuan (masing-masing plot
dipilih secara acak 8 tanaman contoh). Parameter yang diukur untuk mengestimasi berat
kering biomas tanaman karet (di Kalimantan Tengah) adalah lingkar batang tanaman
setinggi dada (sekitar 1,3 m dari permukaan tanah). Pengukuran lingkar batang tanaman
karet dilakukan pada setiap plot perlakuan (masing-masing dipilih secara acak 10 tanaman
contoh).
Berat kering biomas tanaman kelapa sawit dihitung dengan menggunakan
persamaan allometrik yang dikembangkan oleh ICRAF, sebagai hasil kegiatan carbon
footprint on Indonesian oil palm production, yaitu sebagai berikut :
BK = (0.0976*H)+0.0706,
dimana: BK=berat kering tanaman dalam ton/pohon, H=tinggi pohon dalam meter.
Berat kering tanaman karet diestimasi dengan menggunakan persamaan allometrik
yang khusus dikembangkan untuk pohon bercabang (Ketterings, 2001), yaitu:
BK= 0.11ρD2.62
,
dimana: BK=;berat kering (kg/pohon); ρ= berat jenis kayu (g/cm3); dan D=diameter
pohon dalam cm.
Penghitungan cadangan karbon dalam tanaman dilakukan dengan menggunakan
persamaan berikut:
Cadangan karbon tanaman = 0,46*Berat kering biomas,
Angka konversi 0,46 menunjukkan bahwa rata-rata kandungan C dalam biomas
adalah sekitar 46% (Kurniatun, 2007, Susanti et al., 2010).
Analisis data dilakukan secara statistik terhadap variabel yang diamati,
menggunakan analysis of variance (ANOVA) atau uji keragaman dengan selang
Ai Dariah, Erni Susanti
314
kepercayaan 95%. Untuk melihat pengaruh beda nyata dari peubah akibat perlakuan
dilakukan uji jarak berganda Duncan (DMRT= Duncan Multiple Range Test) pada taraf
5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh ameliorasi tanah gambut terhadap perubahan cadangan karbon tanaman
kelapa sawit
Pengukuran cadangan karbon yang dilakukan sebelum perlakuan ameliorasi (Tabel
5) menunjukkan bahwa pada umur yang relatif sama, rata-rata cadangan karbon pada
tanaman kelapa sawit di Jambi adalah 10,2-10,7 t/ha, relatif lebih tinggi dibanding
cadangan karbon tanaman sawit di Riau (9,1-9,7 t/ha). Umur tanaman sawit di kedua
lokasi tersebut relatif sama, yaitu sekitar 6 tahun. Kemungkinan hal ini dipengaruhi oleh
perbedaan tingkat kesuburan tanah gambut di dua lokasi penelitian ini, hasil analisis tanah
(Tabel 1) menunjukkan tingkat kesuburan tanah gambut di Jambi relatif lebih baik
dibading gambut di Riau.
Berdasarkan hasil analisis statistik, rata-rata cadangan karbon antar plot perlakuan
sebelum aplikasi bahan Hasil amelioran, baik di Jambi maupun Riau, tidak menunjukan
perbedaan nyata (dengan nilai CV<10%), artinya sebelum perlakuan keragaman cadangan
karbon antar plot relatif rendah (Tabel 5). Sepuluh bulan setelah perlakuan, data hasil
penelitian menunjukkan bahwa pemberian amelioran tidak berpengaruh nyata terhadap
cadangan karbon tanaman kelapa sawit di dua lokasi penelitian (Riau dan Jambi), rata-rata
penambahan cadangan karbon di Riau berkisar antara 2,1-2,4 t/ha, dan rata-rata cadangan
karbon menjadi berkisar antara 11,2-11,9 t/ha (CV < 10%). Peningkatan cadangan karbon
di Jambi berkisar antara 1,6-2,2 t/ha (CV <10%), sehingga rata-rata cadangan karbon di
lokasi ini menjadi 12,1-12,8 t/ha (Tabel 5). Berdasarkan hasil penelitian ini, pemberian
amelioran belum berkontribusi dalam meningkatkan sekuestrasi karbon oleh tanaman
kelapa sawit.
Tabel 5. Perubahan cadangan karbon tanaman kelapa sawit sebagai pengaruh perlakuan
ameliorasi pada lahan gambut di Riau dan Jambi
Perlakuan
Cadangan karbon (t/ha)
Sebelum perlakuan 10 bulan
setelah perlakuan Delta selama 9 bulan
rerata Std dev. Rerata Std dev. Rerata Std dev.
Lokasi Desa Lubuk Ogong, Kec.Bandar Seikijang, Kab. Pelalawan, Riau
Kontrol Pupuk gambut
Pupuk kandang
Tandan kosong
9,57a* 9,17a
9,59a
9,67a
1,03 0,71
0,88
1,01
11,79a 11,59a
11,59a
11,21a
1,62 0,51
1,08
1,25
2,22a 2,42a
2,00a
2,14a
0,97 0,64
0,28
1,06
CV 7,7 - 11,1 - 34,9 -
Dampak Ameliorasi Tanah Gambut Terhadap Cadangan Karbon
315
Perlakuan
Cadangan karbon (t/ha)
Sebelum perlakuan 10 bulan
setelah perlakuan Delta selama 9 bulan
rerata Std dev. Rerata Std dev. Rerata Std dev.
Lokasi Desa Arang-Arang, Kec. Kumpeh, Kab. Muaro Jambi
Kontrol
Pupuk gambut
Pupuk kandang Tandan kosong
10,20a
10,72a
10,49a 10,53a
1,31
1,83
1,73 1,37
12,01a
12,82a
12,64a 12,13a
1,37
2,42
1,93 1,52
1,81a
2,11a
2,15a 1,62a
0,36
0,82
0,62 0,55
CV 7,0 - 7,9 - 27,5 -
*Angka dalam kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji DMRT
Pengaruh ameliorasi tanah gambut terhadap perubahan cadangan karbon tanaman
karet
Hasil baseline cadangan karbon (pengukuran sebelum perlakuan) pada tanaman
karet menunjukkan bahwa cadangan karbon tanaman karet umur 7 tahun berkisar antara
31-35 t/ha. Pada umur yang relatif sama, cadangan karbon pada tanaman karet hampir tiga
kali lebih besar cadangan karbon tanaman sawit. Berdasarkan hasil pengujian statistik
sebelum perlakuan ameliorasi, cadangan karbon tanaman karet antar plot perlakuan tidak
berbeda nyata, artinya keragaman cadangan karbon antar plot sebelum perlakuan
tergolong rendah (Tabel 6).
Aplikasi bahan amelioran ternyata juga tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap peningkatan cadangan karbon pada tanaman karet (Tabel 6). Rata-rata cadangan
karbon tanaman karet menjadi berkisar antara 37-44 t/ha. Tingkat perbedaan penambahan
cadangan karbon sebenarnya cukup tinggi yaitu berkisar berkisar 5,1-10,7 ton/ha. Nilai
CV yang relatif tinggi menyebabkan secara statistik menjadi tidak berbeda nyata.
Tidak berkontribusinya perlakuan amelioran terhadap cadangan karbon tanaman,
juga kemungkinan disebabkan oleh adanya faktor lain yang lebih dominan berpengaruh
terhadap cadangan karbon tanaman. Aplikasi pupuk merupakan faktor yang bisa
berpengaruh lebih dominan, yang mana dosis pupuk yang digunakan pada semua
perlakuan sudah tergolong optimal termasuk pada perlakuan kontrol. Jangka waktu 10
bulan juga kemungkinan terlalu pendek untuk dapat melihat dampak dari ameliorasi
gambut terhadap cadangan karbon tanaman. Namun demikian, meskipun dalam hal ini
amelioran tidak berpengaruh nyata terhadap terhadap cadangan karbon, diharapkan fungsi
lainnya dari bahan amelioran misal dalam menekan emisi atau meningkatkan
produktivitas tanaman (hasil panen) dapat menunjukkan hasil yang signifikan. Hasil
penelitian Dariah et al. (2013) di Siak, Riau menunjukkan potensi amelioran dengan
bahan aktif kation polyvalen dalam menekan emisi GRK dari lahan gambut yang dikelola
secara intensif.
Ai Dariah, Erni Susanti
316
Tabel 6. Perubahan cadangan karbon tanaman Karet sebagai pengaruh perlakuan
ameliorasi pada lahan gambut di Jabireun, Kalimantan Tengah
Perlakuan
Cadangan karbon (t/ha)
Sebelum perlakuan 10 bulan
setelah perlakuan Delta selama 10 bulan
Rerata Std dev. Rerata Std dev. rerata Std dev.
Kontrol
Pupuk gambut
Pupuk kandang
Tanah Mineral
30,63a*
35,23a
31,31a
34,20a
3,55
0,88
5,63
5,72
41,33a
44,30a
36,52a
41,22a
7,04
2,70
4,28
4,47
10,70a
9,08a
5,15a
6,72a
7,22
2,31
1,39
4,87
CV 13,01 - 13,39 - 46,47 -
*Angka dalam kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji DMRT
KESIMPULAN
Ameliorasi tanah gambut dengan menggunakan pupuk gambut (Pugam), pupuk
kandang (Pukan), tandan buah kosong (takos) sawit dan tanah mineral tidak berpengaruh
nyata terhadap tingkat sekuestrasi karbon oleh tanaman karet dan kelapa sawit,
ditunjukkan oleh rata-rata cadangan karbon antar perlakuan yang tidak berbeda nyata.
Tingkat penambahan cadangan karbon tanaman kelapa sawit 10 bulan dari aplikasi
amelioran berkisar antara 2,1-2,4 t/ha, sedangkan perubahan cadangan karbon tanaman
karet sekitar 5-11 t/ha. Meskipun tidak berpengaruh terhadap sekuestrasi karbon oleh
tanaman, penambahan amelioran diharapkan bisa berdampak posistif terhadap
pengurangan emisi dan peningkatan hasil panen.
DAFTAR PUSTAKA
Chimner, R. A., and D. J. Cooper. 2003. Influence of water table position on CO2
emissions in a Colorado subalpine fen: An in situ microcosm study. Soil Biology
and Biogeochemistry. 35: 345–351.
Couwenberg, J., R. Dommain,and H. Joosten. 2010. Greenhouse gas fluxes from tropical
peatswamps in Southeast Asia. Global Change Biology. 16 (6): 1715-1731.
DOI: 10.1111/j.1365-2486.2009.02016.x.
Dariah, A, E. Susanti, dan F. Agus. 2012. Basele Survey: cadangan karbon pada Lahan
gambut di Lokasi Demplot Penelitian ICCTF (Riau, Jammbi, Kalimantan
Tengah, dan Kalimantan Selatan. Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan
Gambut Berkelankutan, Bogor 4 Mei 2012
Dariah, A., E. Susanti, Jubaedah, Wahyunto. 2013. Relationship between sampling
distance on carbon dioxide emission under oil palm plantation. Jurnal Tanah
Tropika.
Dariah, A., Jubaedah, Wahyunto, dan J. Pitono. 2013. Pengaruh tinggi muka air saluran
drainase, pupuk, dan amelioran terhadap emisi CO2 pada perkebunan kelapa
Dampak Ameliorasi Tanah Gambut Terhadap Cadangan Karbon
317
sawit di lahan gambut. Jurnal Penelitian Tanaman Industri (Industrial Crops
Research Journal). 19 (2): 66-71.
Hartatik, W., I G.M. Subiksa, dan A. Dariah. 2011. Sifat kimia dan fisika lahan gambut .
Hlm. 45-57 dalam Pengelolaan Lahan Gambut Berkelanjutan. Balai Besar
Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Kementrian
Pertanian. Jakarta.
Hooijer, A., M, Silvius, H, Wosten and S. Page. 2006. PEAT CO2, Assessment of CO2
Emission from drained peatland in SE Asia. Wetland International and Delft
Hydraulics report Q3943.
Hooijer,A, S. Page, J.G. Cadadell, M. Silvius, J. Kwadijk, H. Wostendan, J. Jauhiainen. .
2010. Current and future CO2 emissions from drained peatlands in Southeast
Asia. Biogeosciences, 7: 1505–1514.
Joousten, H. 2007. Peatland and carbon. pp. 99-117 in Paris, F., A. Siri, D. Chapman, H.
Joosten, T. Minayeva, and M. Silvius (Eds.). Assesment on Peatland,
Biodiversity, and Climate Change. Global Environmental Center. Kuala Lumpur
and Wetland International. Wageningen.
Mario, M.D. dan S. Sabiham. 2002. Penggunaan tanah mineral yang diperkaya bahan
berkadar Fe tinggi sebagai amelioran dalam meningkatkan produksi dan
stabilitas lahan gambut. J. Agroteknos 2 (1):35-45.
Maswar. 2012. Pengaruh aplikasi pupuk NPK terhadap kehilangan karbon pada lahan
gambut yang didrainase. Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Lahan gambut
Berkelanjutan. Bogor, 4 Mei 2012. Hlm.171-178.
Minkkinen, K., J. Laine, N.J. Shurpali, P. Makiranta, J. Alm.,and T. Pentilla. 2007.
Heterotropic soil respiration in forestry-drained peatland. Boreal Environment
Research. 12:115-126.
Page, S.E, F. Siegert, F, J.O. Rieley, H.D.V. Boehm, A. Jaya dan S.H. Limin. 2002. The
amount of carbon released from peat and forest fire in Indonesia during 1991.
Nature 420:61-65.
Sabiham, S. T.B. Prasetyo, dan S. Dohong. Phenoloc acid in Indonesia peat. pp. 289-292
in Rieley and Page (Eds). Biodiversity and Suatainability of Tropical Peat and
Peatland. Samara Publishing Ltd. Cardigan UK.
Sabiham, S. dan Sukarman. 2012. Pengelolaan lahan gambut untuk pengembangan kelapa
sawit. Dalam Husen et al. (Eds.). Hlm. 1-17. Dalam Prosiding Seminar Nasional
Pengelolaan Lahan Gambut Berkelanjutan. Badan Litbang Pertanian. Kementrian
Pertanian. Bogor, 4 Mei 2012.
Salampak. 1999. Peningkatan produktivitas Tanah Gambut yang Disawahkan dengan
pemberian bahan Amelioran Tanah Mineral Berkadar Besi Tinggi. Disertasi
Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
Silvola, J., J. Valijoki, AndH. Aaltonen. 1985. Effect of draining and fertilization on soil
respiration at three ameliorated peatland site. Acta For. Fem. 191:1-32.
Ai Dariah, Erni Susanti
318
Silvola, J., J. Alm, U. Aklholm, H. Nykanen, and P.J. Martikainen. 1996. CO2 fluxes from
peat in boreal mires under varying temperature and moisture condition. J. Ecol.
84:219-228.
Subiksa, I G.M. dan I P.G. Wijaya-Adhi. 1998. Perbandingan pengaruh amelioran untuk
meningkatkan produktivitas lahan gambut. Hlm 119-132 dalam Prosiding
Pertemuan Pembahasan dan Komunikasi hasil Penelitian Tanah dan Agroklimat.
Bogor, 10-12 Febriari 1998.
Subiksa, I G.M., hartatik, dan F. Agus. 2011. Pengelolaan lahan gambut secara
berkelanjutan. Hlm. 73-88 Dalam Pengelolaan Lahan Gambut Berkelanjutan.
Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Badan Litbang Pertanian.
Kementrian Pertanian. Jakarta
Wahyunto dan A. Dariah. 2013. Pengelolaan lahan gambut tergedradasi dan terlantar
untuk mendukung ketahanan pangan. Dalam Politik Pengembangan Pertanian
Menghadapi Perubahan Iklim (Eds:Haryono et al.). Hlm. 329-348. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian.