Upload
others
View
6
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
DAMPAK PSIKOLOGIS MENGIKUTI RITUAL ADAT (ONEN) PADA
INDIVIDU YANG MEMELUK AGAMA KRISTEN PROTESTAN DI
DESA LASI KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN
OLEH
DEVRI MARIA MAGDALENA NUBAN
802011049
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan
Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2015
DAMPAK PSIKOLOGIS MENGIKUTI RITUAL ADAT (ONEN) PADA INDIVIDU
YANG MEMELUK AGAMA KRISTEN PROTESTAN DI DESA LASI KABUPATEN
TIMOR TENGAH SELATAN
Devri Maria Magdalena nuban
Chr. HariSoetjiningsih
Program StudiPsikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2015
i
Abstrak
Ritual onen adalah ritual memanjatkankan doa untuk keberhasilan seluruh rumpun keluarga
umumnya dilaksanakan di desa Lasi, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Propinsi Nusa Tenggara
Timur, namun pada beberapa orang yang menjalankan ritual ini menimbulkan konflik dalam diri
karena adanya perbedaan persepsi antara individu yang mana ritual ini dianggap bertentangan
dengan nilai agama yang dianaut selama ini. Dalam penelitian ini masalah yang dirumuskan adalah
bagaimana dampak psikologis pada individu yang menganut agama Kristen Protestan ketika
mengikuti ritual onen neu hit fatu makana “fatu lopo”. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui
dampak psikologis dan cara mengatasi konflik pada individu yang memeluk agama Kristen Protestan
ketika mengikuti ritual onen neu hit fatu makana “fatu lopo”. Metode kualitatif digunakan dalam
penelitian dengan tiga orang dewasa sebagai narasumber. Hasil penelitian yang didapat
menunjukkan dampak psikologis yang dialami oleh individu yang menganut agama Kristen Protetas
ketika megikuti ritual onen yaitu cemas, stres dan emosi negatif (takut, gelisah, sedih), dan cara
mengatasi dampak tersebut yaitu dengan penguatan diri, penegendalian diri dan koping.
Kata Kunci: Ritual onen neu hit fatu makana “fatu lopo”, dampak psikologis, konflik dalam
diri.
ii
Abstract
Onen neu hit fatu makana “fatu lopo” ritual is a ritual prayer for the success of the whole family and
generally carried out in the village of Lasi, Timor Tengah Selatan Regency, East Nusa Tenggara
Province, but in some people who carry out this ritual have a conflict of interest because of the
differences in perception between individuals, where this ritual is considered contrary to their
religious value. The problem in this research is how the psychological impact on the individuals who
made up of Protestants when following the ritual onen neu hit Fatu makana "Fatu lopo". The
purposes of this study are determining the psychological impact and how to resolve conflicts on
individual Protestants which following the ritual onen neu hit Fatu makana "Fatu lopo". A qualitative
method is the methode that used in the study with three adults as a resource. Research results
obtained demonstrated the psychological impact experienced by individuals who embrace
Christianity Protetas when megikuti ritual onen that anxiety, stress and negative emotions (fear,
anxiety, sadness), and how to override these impacts is by strengthening themselves, control
themselves and coping.
Keywords: Rirual onen, Psychological impact, Self conflict
1
PENDAHULUAN
Dalam kehidupan, konflik tidak bisa dihindari karena konflik adalah salah satu
esensi dari kehidupan dan perkembangan manusia yang mempunyai karateristik yang
beragam. Konflik terjadi dalam sistem sosial seperti negara, organisasi, perusahan,
keluarga bahkan dalam diri seseorang. Konflik dalam diri individu disebut juga
konflik internal, terjadi karena adanya pertentangan dalam diri yang muncul secara
bersamaan ketika keinginan dan kenyataan bertolak belakang (Wijono, 2010). Konflik
dalam diri memiliki dampak besar pada kondisi seseorang baik secara biologis
maupun secara psikologis.
Konflik mengakibatkan ketidakselarasan antara pikiran dan perilaku, dan hal
inilah yang dialami oleh individu yang harus mengikuti aturan dalam masyarakat yang
dianggap bertentangan dengan apa yang dipahami. Dalam menjalankan ritual adat ada
beberapa praktek adat dan dianggap bertentangan dengan nilai agama, namun ritual-
ritual ini telah menjadi tradisi yang tidak bisa ditingggalkan. Pertentangan yang
dialami berdampak pada kondisi psikologis seseorang sehingga membuat
ketidaknyamanan ketika mengikuti suatu ritual adat.
Ritual adat yang masih dilakukan adalah ritual “Onen Neu Hit Fatu
MakanaFatu Lopo” (berdoa di batu yang bernama fatu lopo) yang dilakukan di Desa
Lasi, Kecamatan Kuanfatu Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Propinsi Nusa
TenggaraTimur (NTT). Ritual ini dilakukan oleh masyarakat yang tinggal Desa Lasi
dan masyarakat kota yang berasal dari Desa Lasi.
Ritual onen adalah ritual yang dilakukan jika ada keluarga yang mau
memanjatkan doa untuk keberhasilan seluruh rumpun keluarga, namun pada
umumnya untuk menjalankan ritual onen ini dilaksanakan oleh masyarakat di Desa
Lasi yang sebagian besar terdiri dari marga Nuban, Benu, Tabun, Lopo, Lai dan
2
Nabuasa sedangkan keluarga yang lain menjadi tamu dalam acara doa syukur yang
dilakukan setelah ritual ini berjalan.
Dalam melaksanakan ritual ini memunyai cara khusus yang dimulai dengan
berdoa di rumah para tua adat. Kemudian dilanjutkan dengan ziarah ke kuburan, saat
itu keluarga yang mengadakan acara syukuran akan membersihkan kuburan, menabur
bunga di kuburan dan memanjatkan doa di kubur para tetua adat atau leluhur keluarga.
Kemudian dilanjutkan dengan doa di batu, biasanya sebelum berdoa, tua adat (atoin
amaf) atau sesepuh akan bercerita tentang asal-usul dari fatu lopo.
Tatacara doa di batu yang pertama kali dilakukan yaitu beribadah menurut
kepercayaan agama Kristiani, setelah itu sembelih ternak berupa kambing atau babi
sebagai tanda ucapan syukur atas berkat yang sudah diterima keluarga dan masyarakat
di Desa Lasi. Ritual terakhir yang dilakukan yaitu makan bersama sebagai tanda
berbagi berkat dalam keluarga dan masyarakat desa. Ada beberapa warga desa yang
memiliki perbedaan persepsi bahwa ritual ini dianggap bertentangan dengan nilai
agama yang dianut selama ini.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi awal dengan Bapak Jakobus (50
tahun) pada Desember 2014, yang merupakan warga asli Desa Lasi mengatakan ritual
onen neu hit fatu makana „fatu lopo‟ sangat penting bagi semua warga karena, Desa
Lasi adalah tanah perjuangan untuk masyarakat di desa hingga masyarakat bisa
tinggal dan menetap. Sedangkan batu fatu lopo adalah tempat dimana orang yang
menemukan Desa Lasi tinggal hingga mati, jadi fatu lopo itu mempunyai makna
tersendiri dan merupakan tempat istimewa bagi masyarakat. Hal ini dilakukan karena
masyarakat rindu ingin melihat Tuhan yang mereka percaya menyatakan kasihnya.
3
Beliau juga menyatakan masyarakat di Desa Lasi percaya bahwa batu
perlindungan (fatu lopo) dapat memberikan berkat bagi setiap orang yang
mengunjungi kemudian memanjatkan doa di tempat tersebut. Jika para warga desa
tidak melakukan doa di batu perlindungan (fatu lopo) maka akan terjadi kekeringan
dan banyak ternak milik warga yang mati. Hal itu bisa terjadi karena para usif (tuan
tanah) marah terhadap warga desa.
Menurut beliau, bahkan untuk keberhasilan hidup para warga Desa Lasi baik di
dunia pendidikan dan dunia kerjapun biasanya sebelum melakukan sesuatu harus
berdoa di atas batu fatu lopo. Kemudian disaat berhasil atau sukses, maka harus
kembali ke (fatu lopo) dan kembali berdoa dan mengucapkan syukur. Jika hal tersebut
tidak dilakukan maka kesialan akan selalu menghampiri, tidak hanya kesialan bisa
juga sakit kronis yang berefek buruk sehingga akan mengingatkan kembali untuk
mengucap syukur di batu fatu lopo.
Warga Desa Lasi telah menganut agama mereka masing-masing dimulai dari
agama Kristen Protestan, Kristen Katolik dan Advent. Agama mengajarkan umatnya
agar mengungkapkan perasaan dan isi hatinya kepada Tuhan Yang Mahakuasa
termaksud dalam kesehatan dan keselamatan (Hendrosucipto, 2012). Namun disisi
lain masyarakat harus mengikuti ritual adat yang percaya kepada leluhur atau tuan
tanah (uis pah). Masyarakat Desa Lasi percaya bahwa sangat penting ritual untuk
mengenang para leluhur (Dhavamony dalam Taum, 2008).
Berdasarkan fenomena yang telah dipaparkan di atas maka peneliti tertarik
untuk meneliti lebih lanjut tentang dampak psikologis individuyang memeluk agama
Kristen Protestan (individu yang taat pada agama) saat mengikuti ritual adat Onen
Neu Hit Fatu Makana “Fatu Lopo” yang ada di Desa Lasi Kecamatan Kuanfatu,
4
Kabupaten Timor Tengah Selatan, Propinsi Nusa Tenggara Timur. Peneliti akan
melihat bagaimana dampak psikologis pada individu dan cara mengatasi konflik yang
dialami oleh individu ketika mengikuti ritual adat onen.
1.1. Rumusan Masalah
Berdasarkan latarbelakang masalah di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana dampak psikologis yang dialami oleh individu yang memeluk
agama kristen protestan ketika mengikuti ritual adat “Onen Neu Hit Fatu
Makana “Fatu Lopo”?
2. Cara mengatasi dampak psikologis yang dialami oleh individu yang memeluk
agama kristen protestan ketika mengikuti ritual adat Onen Neu Hit Fatu Makana
“Fatu Lopo”?
1.2. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dari penelitian yaitu:
1. Untuk mengetahui bagaimana dampak psikologis yang dialami oleh individu
yang memeluk agama Kristen Protestan ketika mengikuti ritual adat Onen Neu
Hit Fatu Makana “Fatu Lopo”.
2. Untuk mengetahui cara yang digunakan untuk mengatasi dampak psikologis
yang dialami oleh individu yang memeluk agama Kristen Protestan ketika
mengikuti ritual adat Onen Neu Hit Fatu Makana “Fatu Lopo”.
1.3. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini penting untuk diteliti karena setiap kegiatan ritual yang
diadakan melibatkan agama dan kebudayaan berdampak pada kondisi psikologis
seseorang, sehingga membuat peneliti semakin tertarik untuk meneliti guna
5
menambah kepustakaan ilmiah yang dapat memberikan sumbangsih pada ilmu-
ilmu psikologi lainya khususnya dalam ilmu psikologi yaitu psikologi sosial,
psikologi agama dan psikologi lintas budaya.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi peneliti
Penelitian ini diharapakan bisa menambahkan wawasan peneliti mengenai
dampak psikologis yang dialami individu dalam mengikuti ritual adat.
b. Bagi Fakultas Psikologi
Menambah wawasan bagi para mahasiswa Fakultas Psikologi sebagai
informasi tentang ritual adat dan pengaruhnya pada kondisi psikologis
seseorang.
c. Bagi Partisipan
Diharapkan penelitian ini dapat mendeskripisikan bagiamana dampak
psikologis ketika mengikuti ritualonen.
d. Bagi Pemerintahan Kota Soe
Diharapkan penelitian ini dapat berguna agar pemerintah lebih memperhatikan
tradisi yang ada di NTT khususnya di Soe agar di publikasikan kepada media
bagaimana keadaan di desa-desa, yang masih dijaga dan dipegang erat oleh
masyarakat di NTT.
TINJAUAN PUSTAKA
Konflik yang Dialami Individu
A. Pengertian Konflik
6
Konflik terjadi secara bersamaan dua atau lebih impuls atau motif yang
antagonistis (Chaplin, 2007). Menurut Thomas (dalam Leever, Hulst, Branjlen,
Roondeburga dan Pols, 2010) konflik adalah proses yang dimulai ketika satu pihak
merasakan bahwa pihak lain telah memengaruhi atau akan dipengaruhi secara
negatif tentang sesuatu yang ia peduli. Sedangkan menurut Pickering, Hutaruk dan
Masri (2006), konflik dalam diri adalah gangguan emosi yang terjadi karena
harapan dan tuntutan yang dihadapi tidak dapat dicapai.
Dari beberapa pengertian di atas, disimpulkan bahwa konflik dalam diri
seseorang terjadi karena adanya pertentangan antara nilai yang dipahami dan nilai
dalam masyarakat yang harusdilakukan.
B. Jenis-jenis Konflik Dalam Diri
Liliweri (2005) mengungkapkan bahwa konflik dalam diri merupakan tipe
konflik yang sederhana karena masih ada pada taraf emosi dan muncul dari
perasaan. Ada empat tipe konflik sederhana yaitu:
a. Konflik personal versus diri sendiri adalah konflik yang terjadi karena apa
yang dipikirkan dan diharapkan tidak sesuai harapan.
b. Koflik personal versus personal adalah konflik antara personal yang
bersumber dari perbedaan karakter masing-masing personal.
c. Konflik personal versus masyarakat adalah konflik yang terjadi antara
individu dan masyarakat yang bersumber dari perbedaan keyakinan suatu
kelompok atau perbedaan keyakinan masyarakat atau perbedaan hukum.
d. Konflik personal versus alam adalah konflik yang terjadi antara
keberadaan personal dan tekanan alam.
7
C. Sumber Konflik Dalam Diri/Internal
Konflik dapat timbul karena berbagai faktor, menurut Wijono (2010) ada tiga
penyebab munculnya konflik yaitu:
1. Adanya pertentangan dari berbagai perasaan
Pertentangan yang dialami individu yaitu antara perasaan senang, frustasi, gagal
dan berhasil, berharap dan putus asa. Perasaan seperti ini muncul karena adanya
kepentingan atau kekuatan yang bergerak ke arah tertentu dalam waktu yang
bersamaan.
2. Adanya dua gagasan atau lebih yang berupa tantangan
Dalam hal ini gerakan hati (impuls) sering berlawanan dan terjadi ketegangan
emosi akibat munculnya perasaan tidak menyenangkan yang mempengaruhi
individu secara kognitif dan akan berpengaruh pada perilaku individu.
3. Adanya perbedaan antara peran dan tindakan
Dalam hal ini perjuangan antara keinginan dan pertentangan yang ada dalam
diri individu membawa efek negatif sehingga menyebabkan pertentangan secara
psikis.
D. Dampak Dari Konflik Dalam Diri
Freud (dalam Wiarawan 2010) mengatakan bahwa konflik dalam diri seseorang
dapat menyebabkan kecemasan dan kegelisahan.Kemudian menurut Winardi
(2010) emosi dan stres mempunyai hubungan erat dengan terjadinya konflik.
8
Kecemasan
1. Pengertian Kecemasan
Menurut kamus lengkap psikologi kecemasan atau kegelisahan adalah
perasaan yang berisikan ketakutan dan keprihatinan mengenai masa-masa
mendatang tanpa sebab (Chaplin, 2004). Menurut Freud kecemasan terjadi
ketika ego tidak bisa mengimbangi ide dan superego yang merupakan energi
psiskis dalam diri seseorang (Wirawan, 2010). Sedangkan menurut Calhoun
& Acocella (dalam Nadia & Zulkaida, 2009) kecemasan berupa perasaan
ketakutan (baik secara realistis ataupun tidak) yang disertai dengan
peningkatan reaksi jiwa seseorang.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan
bahwa kecemasan merupakan dorongan dari dalam diri seseorang karena
adanya pemicu atau stimulus dalam menghadapi sesuatu yang meyebabkan
rasa takut, gelisah dan rasa kurang percaya diri. Dengan katalain kecemasan
dalam diri individu dipicu oleh kejadian yang ada dilingkungan sekitar.
2. Aspek-aspek kecemasan
Ada tiga kelompok aspek-aspek kecemasan yang berupa reaksi
(Calhoun & Acocella dalam Puspitasari 2013) yaitu:
a. Reaksi emosional adalah komponen kecemasan yang berkaitan dengan
persepsi individu terhadap pengaruh psikologis dari kecemasan. Dalam
reaksi emosional ini individu akan merasakan keprihatinan,
ketegangan, sedih, mencela diri sendiri atau orang lain.
9
b. Reaksi kognitif adalah ketakutan dan kekhawatiran yang berpengaruh
pada kemampuan berpikir, sehingga menganggu dalam memecahkan
masalah dan tuntutan di lingkungan sekitar.
c. Reaksi fisiologis adalah reaksi dari tubuh seseorang terhadap sumber
ketakutan dan kekhawatiran. Reaksi ini berhubungan dengan sistem
saraf sehingga saat individu merasa cemas maka detak jantung akan
berdebar dengan sangat keras, nafas bergerak lebih cepat dan tekanan
darah meningkat.
Emosi Negatif
1. Pengertian Emosi
Emosi adalah keadaan yang terangsang dari organisme, mencakup
perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam dan menyebabkan
perubahan perilaku (Chaplin, 2004). Menurut Shirae dan Levy (2012), emosi
atau perasaan adalah respon evaluatif yang biasanya mencakup kombinasi
kebangkitan psikologis, pengalaman subjektif (positif, negatif, dan
ambivalien) dan ekspresi behavioral. Sedangkan menurut King (2010), emosi
adalah perasaan atau afeksi yang dapat melibatkan rangsangan fisiologis
pengalaman sadar dan ekspresi perilaku. Menurut Winardi (2010), emosi
adalah perasaan subjektif yang kompleks sebagai reaksi kognitif dan
fisiologis atas suatu pengalaman yang mempengaruhi sikap dan perilaku
seseorang.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
emosi adalahperasaan kompleks yang berupa rasa senang, tidak senang atau
10
netral.Perasaan yang diekspresikan seseorang menyebabkan perubahan
perilaku dan pikiran baik secara positif maupun secara negatif.
2. Aspek-aspek dari emosi
Aspek dari emosi menurut Wade dan Travis (2008) yaitu fisiologis
yang menunjukan bahwa setiap individu telah memiliki emosi primer
semenjak manusia dilahirkan, aspek tersebut yaitu:
a. Emosi kerja, adalah ekspresi dari emosi yang sebenarnya tidak dirasakan
oleh seseorang, sering kali disebakan oleh tuntutan pekerjaan.
b. Emosi primer, adalah emosi yang berlaku secara umum dan memiliki
dasar biologis yang pada umunya seperti adanya rasa takut, marah,
sedih, senang, terkejut, jijik dan tidak suka. Emosi-emosi ini memiliki
pola fisiologis yang berbeda-beda.
c. Emosi sekuder, adalah emosi yang berkembang sejalan dengan
pertambaan kedewasaan kognitif seseorang dan berbeda-beda untuk tiap
individu dan kebudayaan.
Stres
1. Pengertian Stres
Stres adalah respon atau reaksi psikologis dan fisik orang terhadap
stressor atau situasi umum yang tidak menyenangkan (Wirawan, 2010). Dalam
kamus psikologi stres adalah suatu keadaan dimana seseorang tertekan secara
fisik maupun secara psikologis (Chaplin, 2004).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa stres adalah
keadaan tertekan dalam situasi yang tidak menyenangkan berdampak pada
keadaan fisik maupun psikologis seseorang.
11
2. Aspek-aspek Stres
Dalam stres ada dua spek yang ditekankan yaitu aspek bologis dan aspek
psikologis seperti yang diungkapkan oleh Sarafino (dalam Sari, 2005).
a. Aspek biologis, terkait dengan reaksi tubuh yang terancam karena reaksi
fisiologis yang terjadi dalam tubuh seseorang. Gejala yang muncul adalah
jantung berdetak kencang, sesak napas, sakit kepala, kedinginan, susah
buang air kecil dan susah tidur.
b. Aspek psikologis, terkait dengan perubahan-perubahan psikologis seperti
kognitif, emosi dan perilaku sosial. Pada kondisi kognitif gejela yang
terlihat yaitu sulit berpikir, sulit berkonsentrasi, pelupa dan suka menunda
sesuatu. Pada kondisi emosi, gejala yang muncul adalah takut, cemas,
sedih dan sensitif. Sedangkan pada perilaku sosial gejala yang muncul
yaitu menarik diri dan merasa rendah diri.
E. Cara mengatasi Konflik Dalam Diri
Menurut Wijono (2010) ada tiga cara mengatasi konflik yang terjadi dalam
diri seseorang yaitu pengenalan diri atau usaha untuk untuk mengetahui kekuatan
dan kelemahan seseorang yang tersembunyi (laten) yang mana seseorang dapat
mengenal kekuatannya dengan emosi positif yang dimiliki. Untuk dapat
meningkatkan kekuatan secara produktif maka seseorang akan mengatasi konflik
dalam diri yang dihadapi dengan meningkatkan kepercayaan diri. Yang kedua yaitu
dengan pengendalian diri atau bagaimana seseorang dapat mengontrol emosi
negatif diubahnya menjadi emosi positif. Cara yang ketiga yaitu memilih berbagai
alternatif yatu dengan cara mendekat-mendekat, mendekat menghindar dan
12
mengindar-menghindar. Kemudian cara yang terakhir mengatasi konflik akaibat
stres yaitu dengan koping (Wade & Travis, 2010).
Koping atau upaya mengelola keadaan dan mendorong usaha untuk
menyelesaikan permasalahan kehidupan seseorang kemudian mencari cara untuk
menyesuaikan atau mengurangi stres (King, 2010).
Ada dua bentuk koping yaitu koping yang berfokus pada masalah
(problem-focused coping) merupakan strategi kognitif yang membuat seseorang
mengatasi masalah tersebut secara langsung. Kemudian koping yang berfokus pada
emosi (emotion-focused coping) merupakan respon emosi dari stres tapi tidak
memusatkan perhatiannya pada penyebab stres (King, 2010).
F. Ritual Adat Onen
Ritual merupakan ungkapan bersifat logis yang memperlihatkan tatanan
atas simbol dan objek. Simbol-simbol tersebut memperlihatkan perilaku dan
perasaan dari individu yang mengikat diri pada adat, sedangkan pengobjekan
penting dalam kebersamaan kelompok keagamaan hal ini di ungkapkan oleh
Dhavamony (dalam Taum, 2004).
Ritual adat Onen Neu Hit Fatu Makana “Fatu Lopo” (bahasa dawan)
mempunyai arti “onen” atau berdoa “Neu Hit Fatu Makana” di batu yang bernama
“Fatu Lopo” atau batu perlindungan. Onen adalah bahasa daerah yang digunakan
oleh masyarakat suku dawan yang berarti doa atau berkomunikasi dengan Tuhan.
Ritual ini bertujuan yaitu untuk mengenang jasa-jasa orangtua atau leluhur untuk
peringatan bagi anak-anak sebagai generasi penerus, sebagai sejarah berdirinya
desa tersebut (Desa Lasi), dan juga untuk mensyukuri berbagai berkat usaha dari
seluruh keluarga dan masyarakat di Desa Lasi.
13
Ada beberapa tata acara khusus yang dilakukan ketika menjalankan ritual
onen. Pertama untuk pakaian yang harus digunakan ketika ritual berjalan adalah
pakaian adat, pada laki-laki harus menggunakan selimut dan pilu (pakaian adat
daerah TTS). Sedangkan pada perempuan harus menggunakan sarung dan
selendang. Kedua untuk barang atau alat yang digunakan adalah okomama untuk
sirih pinang dan kapur sirih, oktuke untuk uang, niru untuk makanan, dan serebung
untuk air. Ketiga untuk tata acara ritual dimulai, keluarga yang mengadakan ritual
harus meminta ijin pada anmone atau anak pertama dari pemilik batu yang
dipercaya sebagai penjaga pintu. Cara meminta ijin yaitu tiga orang anak laki-laki
dari keluarga harus memberikan simbol pada penjaga pintu di dua titik faut
makana “fatu lopo” dengan cara memberikan uang yang ditaruh di oktuke. Titik
pertama yaitu di gerbang fatu lopo dan di titik kedua yaitu diatas batufatu lopo.
Kemudian yang terpenting tiga orang anak laki-laki yang bertugas untuk meminta
ijin harus dari turunan pertama, kedua dan ketiga dari leluhur penemu fatu lopo.
Setelah melakukan tiga tata acara khusus tersebut barulah dimulai dengan
percakapan diatas batu dari penjaga pintu berupa natoni atau penuturan untuk
mengungkapkan rasa terimakasih mereka pada keluarga yang mengadakan ritual.
Dalam natoni ada yang bertugas sebagai penutur dan nahaen atau pelengkap.
Kata-kata yang diucapkan ketika natoni adalah sebagai berikut:
Atonis : Lasi mana pinat neon aklahat onhe ma usi kaut matua ma ama kaut
ne ma ena kau (masalah yang mulia hari yang menyala seperti
bertuhankubertuan dan bapak dan ibuku).
Na he‟en : Ma ena kau (dan ibuku)
Atonis : Neo kibit in uis nam palentam ne in usin (untukpenasehat punya raja
perintah punya raja)
Na he‟en : In usin (punya raja)
14
Atonis : Onta et ouk tem ma ta foi‟ok ne tem (seperti beranjak datang dan
melangkah akan datang)
Na he‟en : Tem (datang)
Atonis : Tako kibit in unam palenta ne in un(dari penasehat punya pohon
perintah punya pohon)
Na he‟en : In un(punya pohon)
Atonis : Tem nako SoEm nat Hu‟em na um o ne one (dari soe datang
untukberdoa)
Na he‟en : Hem onen (hendak berdoa)
Atonis : Onat bol temam mat poi ne tem (seperti muncul datang dan keluar)
Na he‟en : Tem (datang)
Atonis : Neo ho kolo ho manu ho pa‟ ma ne nama (untuk engkau burug
engkau ayam engkau bagian dari alam)
Na he‟en : Nama‟ (bagian)
Atonis : Alat tua kenum uis kenu tua kenum het noinam ma palen ne nani
(adat kepunyaan mereka raja kepunyaan mereka supaya melatih lagi)
Na he‟en : Nani (lagi)
Atonis : Es Kap manulat nanebta lek-lekom nasaun ta nelek-leok (itu alas
punggung kuda lembut merendahkan baik-baik menurunkan baik-
baik)
Na he‟en : Lek- leok (baik-baik)
Atonis : Ona fleu besi na poitna lek lekom nakfili ne lek-leok (seperi tali besi
dikeluarkan baik-baik digantung baik-baik)
Na he‟en : Lek –leok (baik-baik)
Atonis : Neu kfili ma aiti ai poni kponi ne ma aiti (digantung tertinggi atau
tergantung di tempat tertinggi)
Na he‟en : Ma aiti (tertinggi)
Atonis : He namau man top man kibit in uis namin tuan at palenta in uis
namne in tuan (supaya mengijinakan dan diterima bimbing perintah
dari raja)
Na he‟en : In tuan (punya raja)
Atonis : Neo hatas in bal nam paot ne In balan (untuk penantian punya
tempat menanti yang punya tempat)
Na he‟en : In balan (punya tempat)
15
Atonis : Es haimi uiskit onle iyam mituat ne on I (seperti kami beraja seperti
ini bertuan seperti ini)
Na he‟en : On i (seperti ini)
Atonis : Yo mana pinat neon ne aklahat(hai yang mulia hari yang baik)
Na he‟en : Aklahat (yang menyala)
Tata acara selanjutnya yaitu pengucapan syukur dengan sembelih ternak
yang disiapkan oleh keluarga. Cara khusus dari sembelih ternak yaitu darah dari
ternak tersebut harus ditumpahkan. Kemudian barulah dimulai dengan ibadah
menggunakan tata acara ibadah agama Kristen Protestan yang seperti pada
umumnya yaitu puji-pujian, pembacaan Firman, memberikan persembahan,
doasyafa’at dan doa penutup.
Setelah ibadah maka anak perempuan dari keluarga harus memberikan sirih
dan pinang sebagai tanda bahwa makanan pengucapan syukur sudah dihidangkan.
Kemudian makanan yang dihidangkan harus dimakan dan disisakan tapi tidak
boleh dibawa pulang, karena jika ada yang membawa makanan tersebut akan
menimbulkan kutuk dari leluhur (didiapat dari hasil wawancara dengan tua adat
bapak O.N 74 tahun). Tata acara ritual selanjutnya pembakaran lilin dari anak
cucu, dan tata acara terakhir yaitu tabur bunga di fatu lopo, inilah gambaran dari
tata acara dari ritual onen.
METODE PENELITIAN
i. Jenis Penelitian
Penelitian ini mengunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenalogi
(Sugiyono, 2005). Dimana peneliti melihat fenomena budaya yang ada ditengah
masyarakat dan mendeskripsikan dampak psikologis berupa koflik dalam diri yang
16
dialami individu saat mengikuti ritual adat onen in fatu makana di Desa Lasi,
Kecamatan Amanuban Tengah Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS).
ii. Partisipan Penelitian
Partisipan dalam penelitian ini ditentukan dengan teknik pengambilan sampel
secara purposive sampling yang menggunakan pengambilan sampel atau partisipan
dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono,2010).
Kriteria Partisipan
- Partisipan penelitian berjumlah 3 orang dewasa yang berusia 51, 54 dan 64
tahun.
- Partisipan penelitian merupakan orang asli atau masyarakat pribumi di
Desa Lasi.
- Partisipan harus individu yang selalu menjalankan praktek agama mayoritas
di Desa Lasi dan taat pada agama.
- Partisipan harus pernah mengikuti ritual adat onen.
- Pertisipan harus beragama Kristen Protestan.
- Berdasarkan wawancara awal partisipan harus mengalami konflik dalam
diri.
iii. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini menggunakan metode-metode yang dapat membantu
mengumpulkan informasi secara detail yaitu:
17
a. Metode pengamatan/observasi
Observasi dalam penelitian ini dilakukan ketika berjalanya ritual onen dan
pada saat wawancara. Peneliti mengamati bagaimana perilaku partisipan ketika
mengikuti ritual onen dan perilaku partisipan ketika wawancara.
b. Wawancara
Wawancara dilakukan lebih dulu menggunakan pendekatan adat yaitu
peneliti lebih dulu datang kerumah partisipan dan meminta kesediaan,
persetujuan waktu dan tempat wawancara. Setelah mendapat persetujuan dan
kesedian dari partisipan barulah wawancara dilaksanakan.
c. Dokumentasi
Dalam penelitian alat yang digunakanadalahkamera dan hanphone untuk
merekam ketika wawancara berlangsung dan merekam beberapa video ketika
ritual berlangsung.
iv. Analisis Data
Aktifitas dalam analisa data kualitatif dilakukan secara interaktif dan
berlangsung secara terus menerus sampai tuntas sehingga datanya sudah jenuh.
Aktivitas dalam analisa data yaitu data reduction, data display, dan conclusion
drawing/verification(Miles dan Huberman dalam Sugiyono, 2012).
a. Reduction data (reduksi data) yaitu data dipeoleh dirangkum, difokuskan pada
hal penting yang diteliti, dan melihat faktor lain yang diangap penting
(Sugiyono, 2012).
b. Display data (penyajian data) yaitu penyajian data penelitian dengan teks yang
bersifat naratif (Sugiyono, 2012).
18
c. Conclusion Drawing/verification yaitu penarikan kesimpulan dan verifikasi
yang akan didapatkan dari hasil penelitian berupa deskripsi atau gambaran suatu
obyek sehingga data berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau teori
(Sugiyono, 2012).
v. Uji Keabsahan Data
Uji keabsahan yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan
triangulasi sumber. Triangulasi dalam pengujian kredibilitas diartikan sebagai
pengecekan data dari berbagai sumber. Triangulasi sumber pengecekan data yang
telah diperoleh, data yang telah dideskripsiskan dan dikategorisasikan. Setelah data
dikumpulkan maka akan dianalisa oleh peneliti sehingga menghasilkan suatu
kesimpulan.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Partisipan dalam penelitian ini berjumlah tiga orang masyarakat pribumi Desa
lasi yang berusia 51, 54 dan 64 tahun dengan tingkat pendidikan SMA. Ketiga
partisipan tidak hanya dikenal sebagai tokoh adat tetapi juga mempunyai kedudukan
sebagai penanggungjawab gereja. Dari hasil wawancara yang dilakukan pada 29
April 2015, diketahui bahwa para partisipan sudah dua hingga tiga kali mengikuti
ritual onen yang dilakukan. Keikutsertaan para partisipan juga karena ada paksaan
yang mana menurut P1 jika tidak mengikuti ritual maka akan menghadapai banyak
tantangan dalam hidupnya dan akan mejadi hambatan untuk mencapai keinginan
dari P1 sendiri. Sedangkan P2 saat mengukuti ritual merupakan dorongan keinginan
dari dalam dirinya, namun ada ketakutan dan kegelisahan yang dialami oleh P2.
Ketakuan yang P2 rasakan terkait pada struktur ritual yang dilakukan berbeda
19
dengan ritual yang yang dilakukan oleh para leluhur. Sedangkan pada P3 dalam
mengukuti ritual P3 mengalamai konflik yaitu kecemasan, yang mana menurut P3
ritual onen ini bertentangan dengan ajaran agama yang dianut selama ini.
Konflik dalam diri individu sering terjadi karena individu mengalami
pertentangan dalam dirinya, dan pada saat itu individu menjadi sangat tertekan
(Wijono, 2010).Pertentangan tersebut menjadi konflik yang membuat individu
merasa tidak aman.
Tabel 1.1 Karakteristik Partisipan penelitian
Inisial Partisipan Usia (Tahun) Pendidikan Pekerjaan
D. N 51 SMA Petani
Y. N 54 SMA Petani
M. L 64 SMA Petani
PEMBAHASAN
Perilaku yang terlihat saat seseorang dalam keadaan tertekan (konflik dalam
diri) maka akan terlihat dari reaksi individu dan sangat berpengaruh pada interaksi atau
pola komunikasi seseorang yang menunjukan ketidaksenangan, keadaan takut, cepat
marah saat individu tersebut dihadapakan pada keadaan yang tidak menyenangkan
(Wirawan, 2010). Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang telah dilakukan
peneliti menemukan bahwa ketika para partisipan mengalami konflik maka berdampak
pada kondisi psikologis, sehingga dapat dilihat dari perilaku para partisipan seperti
tegang, takut, mudah marah dan stres.
20
Dampak Konflik Dalam Diri Individu Saat Mengikuti Ritual Onen
Winardi (dalam Wijono, 2010) mengatakan saat individu mengalami konflik
yang membuatnya merasa tidak aman, maka ia akan mengalami cemas, emosi yang
negatif serta stres. Dalam penelitian ini ketiga partisipan yang merupakan tokoh adat
harus mengikuti setiap acara adat yang dilangsungkan. Namun dalam mengikuti ritual
adat onen tersebut partisipan mengalami konflik dalam diri yang mana keikutsertaan
mereka dalam ritual tersebut karena keterpaksaan. Dampak dari konflik yang dialami
oleh ketiga partisipan berpengaruh pada kodisi psikologis yang menyebabkan cemas,
gelisah, takut dan adanya perasaan tidak suka.
Kecemasan memiliki reaksi seperti reaksi emosional, reaksi kognitif dan
reaksi fisiologis. Reaksi emosional yang timbul pada ketiga partisipan dapat dilihat
pada P1 dan P3, yang mana dari hasil wawancara P1 dan P3 mengikuti ritual onen
karena keterpaksaan menyebabkan saat mengikuti ritual pada P1 dan P3 merasa tegang.
Berikut ini pernyataan dari partisipan yang menunjukan adanya reaksi emosional:
P1 “Ia, memang saat ritual onen itu dilakukan kita banyak (banyak orang yang
mengikuti ritual) tapi saya sendiri merasa tegang”
P3 “Au kha um tau mas onle nas unu (untuk rasa takut tidak ada tapi tegang
juga)”
Reaksi kognitif terjadi pada ketiga partisipan dari hasil wawancara dan
observasi ditunjukan dari perilaku mereka ketika perasaan yang mereka rasa tidak bisa
diungkapkan, membuat para partisipan semakin tertekan sehingga menunjukkan
perilaku seperti melirik kerah kanan dan kiri mereka secara berulangkali, tidak
menyanyi saat semua orang yang mengikuti ritual melakukan pujian dan beberapa kali
meninggalkan tempat ritual.
Berikut ini pernyataan dari partisipan yang menunjukan adanya reaksi kognitif:
21
P1 “Memang kita artinya dalam melaksanakan ritual itu memang merasa terganggu
tapi kita tidak bisa ungkapkan”.
P2 “Tentu kita sudah tidak fokus karena kita tidak tau mekanisme dan aturan kita
mau berdoa dia punya cara kermana? Persiapan seperti apa Terus ungkapan doa
itu seperti apa”.
P3 “saya tidak memikirkan apa yang akan terjadi pada anak, cucu atau keluarga yang
lain ang tidak mengikuti ritual ini. siapa yang tau dia harus mengikuti ritual ini
kalau tidak maka itu akan menjadi masalah dalam kehidupan mereka sendiri-
sendiri”.
Sedangkan reaksi fisiologis yang dirasakan oleh ketiga partisipan dari hasil
wawancara diketahui bahwa saat mengikuti ritual onen detak jantung P1, P2 dan P3
berdetak lebih cepat dari biasanya.
Berikut pernyataan dari para partisipan yang menunujukan adanya reaksi fisisologis:
P1 : “ia memang lebih cepat dari pada biasanya”
P2 : “ia tentu karena kita ada rasa takut dan ada konflik jadi tentu detak jantung
berdebar lebih cepat dari pada biasanya karena ada rasa takut jadi detak
beda dari hari biasanya”.
P3 : “berdetak tapi lebih cepat”
Emosi pada ketiga partisipan mempunyai emosi negatif ketika mengikuti
ritual onen tersebut. Dalam emosi ada tiga aspek dari emosi yang dikaji oleh peneliti
yaitu emosi kerja, emosi primer dan emosi sekunder. Dari hasil wawancaradan
observasi peneliti menemukan bahwa pada P1, P2 dan P3 reaksi emosi yang sering
terjadi adalah reaksi emosi primer atau emosi yang berlaku secara umum dan memiliki
dasar biologis seperti rasa marah, sedih, senang terkejut, dan ketidaksukaan akan
sesuatu. Pada P2 terjadi reaksi emosi kerja namun lebih sering yang terjadi adalah
22
reaksi emosi primer.Sedangkan pada P3 reaksi emosi yang sering terjadi atau muncul
yaitu reaksi emosi primer.
Stres juga dialami oleh P1 dan P2 ketika mengikuti ritual onen, dari hasil
wawancara dan observasi didapati karena rasa ketika sukaan dan karena rasa
ketidaknyamanan ketika mengikuti ritual menyebabkan P1 dan P2 tidak berkomunikasi
tetapi tetap mengikuti ritual hingga akhir. Hal ini didukung dari hasil triangulasi sumber
yang dinyatakan istri dari P1 dan anak dari P2.
Cara Mengatasi Konflik Dalam Diri Ketika Mengikuti Ritual
Saat individu dalam keadaan tertekan maka ia akan menggunakan kebiasaan
untuk menghindari masalah yang ia hadapi (Wijino, 2010). Hal inilah yang dilakukan
oleh P1, P2 dan P3 untuk mengatasi dampak psikologis dalam diri yang dialami oleh
ketiga partisipan. Dari hasil wawancara dan observasi diketahui bahwa P1
menggunakan cara penguasaan diri yang mana P1 sadar betul apa yang dialami. Jika P1
langsung menghindari ritual tersebut maka akan menimbulkan ketidaknyamanan antara
dirinya dengan masyarakat, oleh karena itu walaupun dalam keadaan ketidaknyamanan
yang dialami P1 tetap mengikuti ritual hingga selesai.
Pada P2 menggunakan penguatan diri yang mana dari penguatan diri maka
individu tetap percaya diri mengatasi stressor yang dialami. Tidak hanya menggunakan
penguatan diri P2 juga menggunakan pengendalaian diri. Ketika mengikuti ritual
walaupun bukan karena keterpaksaan namun P2 mengalami ketidaknyamanan, karena
menurut P2 riual yang dijalankan bertentangan dengan keinginan leluhur sehingga P2
tetap mengikuti ritual dengan cara tetap percaya diri dan lebih mengendalikan emosi
negatif dalam dirinya.
23
Sedangkan pada P3 walapun kegelisahan, ketakutan dan rasa tidak senang
ketika mengikuti ritual namun P3 tetap mengikuti ritual hingga selesai. P3 berusaha
untuk menyampingkan rasa cemas dan takut yang dihadapi atau dengan kata lain P3
menggunakan cara pengendalian diri dengan cara menunjukan emosi positif ketika
mengikuti ritual agar tidak menimbulkan sesuatu yang aneh ketika ritual berjalan.
KESIMPULAN
Ada aturan yang harus ditaati dalam kehidupan bermasyarakat namun terkadang
aturan tersebut menimbulkan pertentangan, karena adanya perbedaan nilai yang
dimiliki oleh individu dan nilai yang ada dalam masyarakat hal ini disebut konflik
dalam diri. Konflik dalam diri berpengaruh pada kondisi psikologis seseorang sehingga
dapat menyebabkan kecemasan, emosi yang negatif dan stres.
Konflik dalam diri yang diangkat dalam penelitian ini yaitu ketika partisipan
mengikuti ritual onen (doa) di Desa Lasi Kabupaten Timor Tengah Selatan. Ritual onen
adalah ritual pengucapan syukur yang dilakukan di suatu tempat yang bernama fatu
lopo (batu perlindungan). Ritual ini mempunyai tata acara khusus, seperti meminta ijin
memasuki daerah fatu lopo, tabur bunga di makam leluhur, natoni (pantun berbalas-
balsan), pemotongan hewan yang darahnya harus ditumpakan di atas fatu lopo, dan
makanan yang dibawa tidak boleh dibawa pulang.
Akan tetapi ketidaknyamanan yang terjadi harus diatasi agar tidak menimbulkan
konflik yang lebih besar lagi. Dalam penelitian ini ada tiga cara yang digunakan para
partisipan untuk mengatasi konflik dalam diri, dan juga untuk mengurangi dampak
psikologis yang dialami. Pertama mengontrol emosi yang negatif dan berusaha
menunjukkan emosi yang positif. Kedua meningkatkan kekuatan dalam diri seseorang
24
atau dengan menunjukkan kepercayaan diri. Cara yang terakhir memilih alternatif
untuk menghadapi konflik yang dihadapi yaitu dengan koping.
SARAN
Berdasarkan hasil penelitian tentang dampak psikologis mengikuti ritual adat (onen)
pada individu yang memeluk agama Kristen Protestan di Desa Lasi Kabupaten Timor
Tengah Selatan (TTS) maka ditemukan saran sebagi berikut:
1. Bagi peneliti selanjutnya
- Diharapkan agar mengkaji lebih mendalam mengenai gambaran
konflik dalam diri yang dialami oleh individu ketika mengikuti
suatu ritual adat.
- Lakukan wawancara pada anak atau istri dari partisipan untuk
memastikan partisipan benar-benar mengalami konflik
- Cari partisipan dari agama yang lain atau pada agama yang
melarangadanya ritual yang bertujuan menyembah pada leluhur.
2. Bagi para pembaca hasil penelitian ini mengkaji bagaimana dampak psikologis dan
bagaimana cara yang dilakukan untuk mengatasi dampak psikologis pada individu
yang taat pada agama ketika mengikuti ritual adat.
25
DAFTAR PUSTAKA
Chaplin, J, P. (2007). Kamus Lengkap Psikologi, Edisi 1. Jakarta: Raja Grasindo Persada.
Djaelani, A, R. (2013). Teknik Pegumpulan Data Dalam Penelitian Kualitatif. Jurnal Vol
XX. Tidak diterbitkan IKIP Veteran Semarang.
https://www.google.co.id/url.ejournal.ikipveteran.articl.download.
Hendropuspito, D. (2012). Sosiologi Agama. Yogyakarta: Kanisius.
King, L, A. Psikologi Umum, Buku 2. Jakarta: Salemba Humanika
Liliweri, A, M, S. (2005). Prasangka dan konflik: Komunikasi Lintas Budaya Masyarakat
Llintas Kultural. Yogyakarta: LKIS.
Leever, A, M. Hulst, M,V, D. Brensjen, A, J. & Boendemake, P. M (ED). (2010). Conflict
and Conflict Management In The Collaboration Between Nurses and Pysicians.
University of Groningen, the Netherlands. Journal of Interprofessional Care.
Moleong, L. J. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung. Remaja Rosdakarya.
Nabuasa, Y. (2013). Makna Budaya Topa Ma Ta Auba Pada Masyarakat Desa Lasi
Kecamatan Kuanfatu Kabupaten Timor Tengah Selatan. Skripsi. Kupang:
Universitas PGRI NTT.
Ramaiah, S. (2003). Kecemasan, Bagaimana Mengatasi Penyebanya. Jakarta: Pustaka
Populer Obor.
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung:
Alafabeta.
Sugiyono. (2010). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Pickering, P. (Ed). (2000). How To Manage conflict. Jakarta: Esensi.
https://books.google.co.id/books.idHowToManageconflict
Puspitasari, R, T. (2013). Adversity Quotient Dengan Kecemasan Mengerjakan Skirpsi
Pada Mahasiswa. Jurnal Online Psikologi Unieristas Muhamadiya Malang. Vol.
01.2. http://ejournal.umm.ac.id/index.php/jop/article/view/1637/1733
Poewandari, E, K. (2005). Pendekatan Kualtatif Untuk Penelitian Perilaku Manusia,
Pengantar. Jakarta: Perfecta.
Usfinit, Alexander Un. (2003). Salah Satu Masyarakat di Timor dengan Struktur Adat
Yang Penuh. Yogyakarta: Kanisius.
Wade, C & Tarvis, C. (2008). Psikologi, Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Wijono, S. (2010). Psikologi Industri dan Organisasi: Dalam Suatu Bidang Gerak
Psikologi Sumber Daya Manusia. Jakarta: Kencana.
Wirawan. (2010). Konflik dan Manajemen Konflik. Jakarta: Selemba Humanika.