Upload
allen-salman
View
60
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
sel-sel darah dan imunitas
Citation preview
SEL-SEL DARAH DAN IMUNITAS TUBUH
oleh
Moch. Salman Alfarisi
NIM 082310101071
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2013
Sel-Sel Darah Dan Imunitas
Darah
Darah berasal dari kata haima, yang berasal dari akar kata hemo atau
hemato. Darah adalah sejenis jaringan ikat yang sel-selnya (elemen pembentuk)
tertahan dan dibawa dalam matriks cairan (plasma). Darah terdiri dari 45%
korpuskula dan 55% plasma darah. Darah lebih berat dibandingkan air dan lebih
kental. Cairan ini memiliki rasa dan bau yang khas, serta PH 7,4 (7,35 - 7,45).
Warna darah bervariasi dari merah terang sampai merah tua kebiruan,
bergantung pada kadar oksigen yang dibawa sel darah merah. Volume darah total
sekitar 5 liter pada laki-laki dewasa berukuran rata- rata, dan kurang sedikit pada
perempuan dewasa. Volume ini bervariasi sesuai dengan ukuran tubuh dan
berbanding terbalik dengan jumlah jaringan adiposa dalam tubuh. Volume ini juga
bervariasi sesuai dengan perubahan cairan darah dan konsentrasi elektrolitnya.
Darah adalah cairan yang terdapat pada hewan tingkat tinggi yang
berfungsi sebagai alat transportasi zat seperti oksigen, bahan hasil metabolisme
tubuh, pertahanan tubuh dari serangan kuman, dan lain sebagainya. Beda halnya
dengan tumbuhan, manusia dan hewan level tinggi punya sistem transportasi
dengan darah.
Darah merupakan suatu cairan yang sangat penting bagi manusia karena
berfungsi sebagai alat transportasi serta memiliki banyak kegunaan lainnya untuk
menunjang kehidupan. Tanpa darah yang cukup seseorang dapat mengalami
gangguan kesehatan dan bahkan dapat mengakibatkan kematian.
Darah pada tubuh manusia mengandung 55% plasma darah (cairan darah)
dan 45% sel-sel darah (darah padat). Jumlah darah yang ada pada tubuh kita yaitu
sekitar sepertigabelas berat tubuh orang dewasa atau sekitar 4 atau 5 liter. Jenis sel
darah manusia terdiri dari sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit)
dan trombosit (keping darah).
Semua zat baik hasil maupun sisa metabolisme diedarkan ke seluruh tubuh
oleh sistem peredaran darah. Darah dipompa ke seluruh tubuh oleh jantung untuk
membawa oksigen dan zat makanan yang diperlukan oleh sel untuk hidup.
Karbondioksida dan sisa makanan dibawa kembali menuju paru-paru dan jantung
juga dibawa oleh darah. Sistem peredaran darah adalah sistem yang utama dalam
sistem penghantaran produk metabolisme. Selain itu darah juga merupakan suatu
sistem pertahanan tubuh atau immune system.
Komponen darah dapat berupa plasma darah, sel darah dan keping darah.
Sel – sel darah pada manusia dapat berupa sel darah merah maupun sel darah
putih. Sel – sel darah merah atau eritrosit adalah jenis sel darah yang paling
banyak dan fungsi utamanya adalah membawa oksigen dan makanan ke jaringan
tubuh. Sel darah merah adalah sel yang tidak berinti, bentuknya cekung bikonkaf
atau pipih dengan bagian pusat lebih tipis dan terang sehingga mempermudah
proses terjadinya difusi. Eritrosit merupakan kantong untuk Haemoglobin ( Hb).
Hb inilah yang akan mengikat oksigen.
A. Sel darah merah
sel darah merah
Darah berwarna merah karena adanya sel-sel darah merah. Sel darah
merah berbentuk bulat gepeng yang kedua permukaannya cekung. Sel darah
merah tidak memiliki inti sel dan mengandung hemoglobin. Hemoglobin (Hb)
merupakan protein yang mengandung zat besi. Fungsi hemoglobin adalah untuk
mengikat oksigen dan karbondioksida dalam darah. Hemoglobin berwarna
merah, karena itu sel darah merah berwarna merah.
Jumlah sel darah merah yang normal kurang lebih adalah 5 juta sel/mm3
darah. Sel darah merah dibentuk pada tulang pipih di sumsum tulang dan dapat
hidup hingga 120 hari. Jika sel darah merah rusak atau sudah tua maka sel ini
akan dirombak dalam limfa. Hemoglobin dari sel darah merah yang
dirombak akan terlepas dan dibawa ke dalam hati untuk dijadikan zat warna
empedu. Sel darah merah baru akan dibentuk kembali dengan bahan zat besi yang
berasal dari hemoglobin yang terlepas.
Eritrosit merupakan diskus bikonkaf, bentuknya bulat dengan lekukan
pada sentralnya dan berdiameter 7,65 µm. Erirosit terbungkus dalam membran sel
dengan permeabilitas yang tinggi. Membran ini elastis dan fleksibel, sehingga
memungkinkan eritrosit menembus kapiler (pembuluh darah terkecil). Setiap
eritrosit mengandung sekitar 300 juta molekul hemoglobin sejenis pigmen
pernafasan yang mengikat oksigen. Volume hemoglobin mencapai sepertiga
volume sel.
Struktur kimia hemoglobin
Hemoglobin adalah molekul yang tersusun dari suatu protein, globin.
Globin terdiri dari 4 rantai polipeptida yang melekat pada 4 gugus hem yang
mengandung zat besi. Hem berperan dalam pewarnaan darah. Pada hemoglobin
orang dewasa (HgA), rantai polipeptidanya terdiri dari rantai alfa dan 2 rantai beta
yang identik. Masing-masing membawa gugus hemnya. Hemoglobin janin (Hgf)
terdiri dari 2 rantai alfa dan 2 rantai ngamma. HgF memiliki afinitas yang sangat
besar terhadap oksigen dibandingkan HgA. Fungsi hemoglobin, jika hemoglobin
terpajan oksigen, maka molekul oksigen akan bergabung dengan rantai alfa dan
beta, untuk membentuk oksihemoglobin.
Oksihemoglobin berwarna merah terang. Jika oksigen dilepas ke jaringan,
maka hemoglobinnya disebut deoksihemoglobin atau hemoglobin tereduksi.
Hemoglobin ini terlihat lebih gelap atau bahkan kebiruan, saat vena terlihat dari
permukaan kulit. Setiap gram HgA membawa 1,3ml oksigen. Sekitar 97%
oksigen dalam darah yang dibawa dari paru-paru bergabung dengan hemoglobin,
sisanya yang 3% larut dalam plasma. Hemoglobin berikatan dengan
karbondioksida dibagian asam amino pada globin. Karbaminohemoglobin yang
terbentuk hanya memakai 20% karbondioksida yang terkandung dalam darah,
80% sisanya dibawa dalam bentuk ion bikarbonat.
Jumlah Sel Darah Merah
Jumlah sel darah merah pada laki-laki sehat berukuran rata-rata adalah 4,2
sampai 5,5 juta sel permilimeter kubik (mm3). Pada perempuan sehat rat-rata,
jumlah sel darah merahnya antara 3,2 sampai 5,2 juta sel per mm3.
Hematokrit adalah persentase volume darah total yang mengandung
eritrosit. Persentase ini ditentukan dengan melakukan sentrifugasi sebuah sampel
darah dalam tabung khusus dan mengukur kerapatan sel pada bagian dasar tabung.
Hematokrit pada laki-laki berkisar antara 42% sampai 54% dan pada perempuan
38% samapai 48%. Hematokrit dapat bertambah atau berkurang, bergantung pada
jumlah eritrosit atau faktor-faktor yang mempengaruhi volume darah, seperti
asupan cairan atau air yang hilang. Kecepatan sedimentasi adalah kecepatan sel
darah merah untuk sampai kedasar tabung tanpa melalui sentrifugasi.
Fungsi Sel Darah Merah
1. Sel-sel darah merah menstransfor oksigen keseluruh jaringan melalui
pengikatan hemoglobin terhadap oksigen.
2. Hemoglobin sel darah merah berikatan dengan karbon dioksida untuk
ditransfor ke paru-paru, tetapi sebagian besar karbon dioksida yang dibawa
plasma berada dalam bentuk ion bikarbonat. Suatu enzim (karbonat
anhidrase) dalam eritrosit memungkinkan sel darah merah bereaksi dengan
karbon dioksida untuk membentuk ion bikarbonat. Ion bikarbonat berdifusi
keluar dari sel darah merah dan masuk ke dalam plasma. Sel darah merah
berperan penting dalam pengaturan PH darah karena ion bikarbonat dan
hemoglobin merupakan buffer asam-basa.
3. Pengaturan produksi sel darah merah :
a. Produksi eritrosit diatur eritropoietin, suatu hormon glikoprotein yang
diproduksi terutama oleh ginjal. Kecepatan produksi eritropoietin
berbanding terbalik dengan persediaan oksigen dalam jaringan.
b. Faktor apapun yang menyebabkan jarinagan menerima volume oksigen
yang kurang (anoksia) akan mengakibatkan peningkatan produksi
eritropoietin, sehingga semakin menstimulasi produksi sel darah merah.
Sebagai berikut:
Kehilangan darah akibat hemoragi mengakibatkan
peningkatan produksi sel darah merah.
Tinggal didataran tinggi dengan kandungan oksigen yang rendah
dalam jangka waktu yang lama akan mengakibatkan peningkatan
produksi sel darah merah.
Gagal jantung, yang mengurangi darah ke jaringan, atau
penyakit paru, yang mengurangi volume oksigen yang diabsorpsi
darah, mengakibatkan peningkatan produksi sel darah merah.
4. Hormon lain, seperti kortison, hormon tiroid, dan hormon pertumbuhan, juga
mempengaruhi produksi sel darah merah.
5. Faktor diet esensial untuk produksi sel darah merah
Zat besi penting untuk sintesis hemoglobin oleh eritrosit. Zat inidiabsorpsi
dari makanan sehari-hari dan disimpan diberbagai jaringan, terutama dihati.
Tembaga merupakan bagian esensial dari protein yang diperlukan untuk
mengubah besi feri (Fe3+) menjadi besi fero (Fe2+).
Vitamin tertentu, seperti asam folat, vitamin c, dan vitamin B12+,
berperan penting dalam pertumbuhan normal dan pematangan sel darah merah.
Vitamin B12 tidak dapat disintesis dalam tubuh dan harus didapat dari
makanan. Agar vitamin B12 tidak dapat diabsorpsi dari saluran pencernaan,
lapisan lambung harus memproduksi faktor instrinsik. Jika faktor instrinsik tidak
ada, maka vitamin B12 tidak dapat diabsorpsi, sel darah merah tidak matang
dengan sempurna, dan mengakibatkan anemia pernicious (defisiensi sel darah
merah), injeksi vitamin B12 digunakan untuk pengobatan.
Umur dan destruksi eritrosit
Sel darah merah biasanya bersikulasi selama 120 hari sebelum menjadi
rapuh dan mudah pecah. Walaupun sel darah merah matang tidak memiliki nuklei,
mitokondria ataupun retikulum endoplasma, enzim sitoplasmanya mampu
memproduksi ATP untuk waktu yang terbatas ini. Fragmen sel darah merah yang
rusak atau terdisintegrasi akan mengalami fagositosis oleh makrofag dalam limpa,
hati, sumsum tulang, dan jaringan tubuh lain. Globin (bagian protein) HgA
terdegradasi menjadi asam amino, yang kemudian akan diperbaharui untuk
sintetis protein selular.
Hem (bagian yang mengandung zat besi) diubah menjadi Biliverdin
(pigmen hijau) dan kemudian menjadi bilirubin (pigmen kuning), yang dilepas
kedalam plasma. Bilirubin diserap hati dan disekresi dalam empedu. Sebagian
besar Zat besi yang dilepas oleh Hem akan diambil untuk diperbaharui dalam
proses sintesis HgA selanjutnya.
Pembentukan
Pembentukan sel darah merah (eritropoiesis) terjadi di sumsum tulang dada, iga,
panggul, pangkal tulang paha, dan lengan atas dengan laju produksi sekitar 2 juta
eritrosit per detik (Pada embrio, hati berperan sebagai pusat produksi eritrosit
utama). Eritropoesis distimulasi oleh hormon eritropoietin (EPO) yang disintesa
oleh ginjal. Hormon ini sering digunakan dalam aktivitas olahraga sebagai doping.
Saat sebelum dan sesudah meninggalkan sumsum tulang belakang, sel yang
berkembang ini dinamai retikulosit dan jumlahnya sekitar 1% dari seluruh darah
yang beredar.
Eritrosit dikembangkan dari sel punca melalui retikulosit untuk
mendewasakan eritrosit dalam waktu sekitar 7 hari dan eritrosit dewasa akan
hidup selama 100-120 hari. Sedangkan perkembangan sel dari proeritroblas
adalah sebagai berikut:
Proeritroblas - eritroblas basofil - eritroblas polikromatofil - eritroblas
ortokromatik - retikulosit - eritrosit.
Adapun penjelasan dari masing- masing perkembangan sel dari seri eritrosit yaitu:
a. Pronormoblast
Pronormoblast disebut juga Rubriblast atau proeritrosit, merupakan sel
termuda dalam sel eritrosit. Sel ini berinti bulat dengan beberapa anak inti dan
kromatin yang halus. Dengan pulasan Romanowsky inti berwarna biru
kemerah-merahan sitoplasmanya berwarna biru. Ukuran sel rubriblast
bervariasi 18-25 mikron. Dalam keadaan normal jumlah rubriblast dalam
sumsum tulang adalah kurang dari 1 % dari seluruh jumlah sel berinti.
b. Normoblast basofil
Normobalst basofil disebut juga Prorubrisit atau eritroblast basofilik. Pada
pewarnaan kromatin inti tampak kasar dan anak inti menghilang atau tidak
tampak, sitoplasma sedikit mengandung hemoglobin sehingga warna biru dari
sitoplasma akan tampak menjadi sedikit kemerah-merahan. Ukuran lebih
kecil dari rubriblast. Jumlahnya dalam keadaan normal 1-4 % dari seluruh sel
berinti.
c. Normoblast polikromatik
Normoblast polikromatik disebut juga rubrisit atau eritroblast polikromatik.
Inti sel ini mengandung kromatin yang kasar dan menebal secara tidak
teratur, di beberapa tempat tampak daerah-daerah piknotik. Pada sel ini sudah
tidak terdapat lagi anak inti, inti sel lebih kecil daripada prorubrisit tetapi
sitoplasmanya lebih banyak, mengandung warna biru karena kandungan asam
ribonukleat (ribonucleic acid-RNA) dan merah karena kandungan
hemoglobin, tetapi warna merah biasanya lebih dominan. Jumlah sel ini
dalam sumsum tulang orang dewasa normal adalah 10-20 %.
d. Normoblast ortokromatik
Sel ini disebut juga metarubrisit atau eritroblast ortokromatik. Inti sel ini kecil
padat dengan struktur kromatin yang menggumpal. Sitoplasma telah
mengandung lebih banyak hemoglobin sehingga warnanya merah walaupun
masih ada sisa-sisa warna biru dari RNA. Jumlahnya dalam keadaan normal
adalah 5-10 %.
e. Retikulosit
Pada proses maturasi eritrosit, setelah pembentukan hemoglobin dan
penglepasan inti sel, masih diperlukan beberapa hari lagi untuk melepaskan
sisa-sisa RNA. Sebagian proses ini berlangsung di dalam sumsum tulang dan
sebagian lagi dalam darah tepi. Pada saat proses maturasi akhir, eritrosit
selain mengandung sisa-sisa RNA juga mengandung berbagai fragmen
mitokondria dan organel lainnya. Pada stadium ini eritrosit disebut retikulosit
atau eritrosit polikrom. Retikulum yang terdapat di dalam sel ini hanya dapat
dilihat dengan pewarnaan supravital. Tetapi sebenarnya retikulum ini juga
dapat terlihat segai bintik-bintik abnormal dalam eritrosit pada sediaan apus
biasa. Polikromatofilia yang merupakan kelainan warna eritrosit yang kebiru-
biruan dan bintik-bintik basofil pada eritrosit sebenarnya disebabkan oleh
bahan ribosom ini. Setelah dilepaskan dari sumsum tulang sel normal akan
beredar sebagai retikulosit selama 1-2 hari. Kemudian sebagai eritrosit
matang selama 120 hari. Dalam darah normal terdapat 0,5-2,5 % retikulosit.
f. Eritrosit
Eritrosit normal merupakan sel berbentuk cakram bikonkav dengan ukuran
diameter 7-8 um dan tebal 1,5-2,5 um. Bagian tengah sel ini lebih tipis
daripada bagian tepi. Dengan pewarnaan Wright, eritrosit akan berwarna
kemerah-merahan karena mengandung hemoglobin. Eritrosit sangat lentur
dan sangat berubah bentuk selama beredar dalam sirkulasi. Umur eritrosit
adalah sekitar 120 hari dan akan dihancurkan bila mencapai umurnya oleh
limpa. Banyak dinamika yang terjadi pada eritrosit selama beredar dalam
darah, baik mengalami trauma, gangguan metabolisme, infeksi Plasmodium
hingga di makan oleh Parasit.
B. Sel darah putih (leukosit)
Leukosit adalah sel darah yang mengendung inti, disebut juga sel darah
putih. Leukosit mempunyai peranan dalam pertahanan seluler dan humoral
organisme terhadap zat-zat asingan. Didalam darah manusia, normal didapati
jumlah leukosit rata-rata 6000-10000 sel/mm3, bila jumlahnya lebih dari 12000,
keadaan ini disebut leukositosis, bilakurang dari 5000 disebut leukopenia.
Sebenarnya leukosit merupakan kelompok sel dari beberapa jenis. Untuk
klasifikasinya didasarkan pada morfologi inti adanya struktur khusus dalam
sitoplasmanya.
Dilihat dalam mikroskop cahaya maka sel darah putih dapat dibedakan yaitu :
1. Granulosit, yaitu leukosit yang mempunyai granula spesifik, yang dalam
keadaan hidup berupa tetesan setengah cair, dalam sitoplasmanya dan
mempunyai bentuk inti yang bervariasi. Terdapat tiga jenis leukosit granuler
yaitu neutrofil, basofil,dan asidofil (atau eosinofil) yang dapat dibedakan
dengan afinitas granula terhadap zat warna netral, basa dan asam.
2. Agranulosit Yang tidak mempunyai granula spesifik, sitoplasmanya homogen
dengan inti bentuk bulat atau bentuk ginjal. Terdapat dua jenis leukosit
agranuler yaitu limfosit (sel kecil, sitoplasma sedikit) dan monosit (sel agak
besar mengandung sitoplasma lebih banyak).
Di dalam tubuh, leukosit tidak berasosiasi secara ketat dengan organ atau
jaringan tertentu, mereka bekerja secara independen seperti organisme sel tunggal.
Leukosit mampu bergerak secara bebas dan berinteraksi dan menangkap serpihan
seluler, partikel asing, atau mikroorganisme penyusup. Selain itu, leukosit tidak
bisa membelah diri atau bereproduksi dengan cara mereka sendiri, melainkan
mereka adalah produk dari sel punca hematopoietic pluripotent yang ada pada
sumsum tulang.
Fungsi
Granulosit dan Monosit mempunyai peranan penting dalam perlindungan
badan terhadap mikroorganisme. dengan kemampuannya sebagai fagosit (fago-
memakan), mereka memakan bakteria hidup yang masuk ke sistem peredaran
darah. melalui mikroskop adakalanya dapat dijumpai sebanyak 10-20
mikroorganisme tertelan oleh sebutir granulosit. pada waktu menjalankan fungsi
ini mereka disebut fagosit. dengan kekuatan gerakan amuboidnya ia dapat
bergerak bebas didalam dan dapat keluar pembuluh darah dan berjalan mengitari
seluruh bagian tubuh.
Mengepung daerah yang terkena infeksi atau cidera, menangkap
organisme hidup dan menghancurkannya,menyingkirkan bahan lain seperti
kotoran-kotoran, serpihan-serpihan dan lainnya, dengan cara yang sama, dan
sebagai granulosit memiliki enzim yang dapat memecah protein, yang
memungkinkan merusak jaringan hidup, menghancurkan dan membuangnya.
dengan cara ini jaringan yang sakit atau terluka dapat dibuang dan
penyembuhannya dimungkinkan
Sebagai hasil kerja fagositik dari sel darah putih, peradangan dapat
dihentikan sama sekali. Bila kegiatannya tidak berhasil dengan sempurna, maka
dapat terbentuk nanah. Nanah beisi "jenazah" dari kawan dan lawan - fagosit yang
terbunuh dalam kinerjanya disebut sel nanah. demikian juga terdapat banyak
kuman yang mati dalam nanah itu dan ditambah lagi dengan sejumlah besar
jaringan yang sudah mencair. dan sel nanah tersebut akan disingkirkan oleh
granulosit yang sehat yang bekerja sebagai fagosit.
Pembentukan
Tahap-tahap perkembangan dan pematangan sel darah putih secara umum sebagai
berikut : berawal dari pluripoten stem cell akan membelah menjadi dua macam sel
bakal yaitu mieloid stem cell (sel bakal dari sel granulosit, monosit, trombosit,
dan eritrosit) dan limfoid stem cell (sel bakal dari sel limfosit). Perkembangan
selanjutnya untuk kedua sel bakal tersebut mempunyai kemiripan yaitu : Dari
stem cell akan berkembang membentuk CFU (colony-forming-unit), kemudian
mieloblast/limfoblast, promielosit, mielosit, selanjutnya akan mengalami maturasi
menjadi metamielosit, band (batang), dan hasil akhir berupa sel darah putih yang
bermacam-macam yang dapat dilihat variasi bentuknya dalam apusan darah tepi.
Penjelasan dari perkembangan dan pematangan sel darah putih :
a. Mieloblast
Mieloblast adalah sel termuda diantara seri granulosit. Sel ini memiliki inti
bulat yang berwarna biru kemerah-merahan, dengan satu atau lebih anak inti,
kromatin inti halus dan tidak menggumpal. Sitoplasma berwarna biru dan
sekitar inti menunjukkan warna yang lebih muda. Mieloblast biasanya lebih
kecil daripada rubriblast dan sitoplasmanya kurang biru dibandingkan
rubriblast. Jumlahnya dalam sumsum tulang normal adalah < 1% dari jumlah
sel berinti.
b. Promielosit
Dalam fase ini sitoplasma seri granulosit telah memperlihatkan granula
berwarna biru tua / biru kemerah-merahan. Berbentuk bulat dan tidak teratur.
Granula sering tampak menutupi inti. Granula ini terdiri dari lisozom yang
mengandung mieloperoksidase, fosfatase asam, protease dan lisozim. Inti
promielosit biasanya bulat dan besar dengan struktur kromatin kasar. Anak
inti masih ada tetapi biasanya tidak jelas. Jumlah sel ini dalam sumsum tulang
normal adalah 1-5 %.
c. Mielosit
Pada mielosit granula sudah menunjukkan diferensiasi yaitu telah
mengandung laktoferin, lisozim peroksidase dan fosfatase lindi. Inti sel
mungkin bulat atau lonjong atau mendatar pada satu sisi, tidak tampak anak
inti, sedangkan kromatin menebal. Sitoplasma sel lebih banyak dibandingkan
dengan promielosit. Jumlahnya dalam keadaan normal adalah 2-10 %.
d. Metamielosit
Dalam proses pematangan, inti sel membentuk lekukan sehingga sel
berbentuk seperti kacang merah, kromatin menggumpal walaupun tidak
terlalu padat. Sitoplasma mengandung granula kecil berwarna kemerah-
merahan. Sel ini dalam keadaan normal tetap berada dalam sumsum tulang
dengan jumlah 5-15 %.
e. Neutrofil Batang dan Segmen
Metamielosit menjadi batang apabila lekukan pada inti melebihi setengah
ukuran inti yang bulat sehingga berbentuk seperti batang yang lengkung. Inti
menunjukkan proses degeneratif, kadang-kadang tampak piknotik pada kedua
ujung inti. Sitoplasma mengandung granula halus berwarna kemerah-
merahan. Dalam darah tepi ditemukan hanya 2-6% dari sel-sel leukosit
normal. Selanjutnya sel ini menjadi neutrofil segmen. Dalam sumsum tulang
normal sel ini merupakan 10-40 % dari sel berinti.
C. Neutrofil dan Makrofag
Di antara granulosit, netrofil merupakan merupakan jenis sel yang
terbanyak yaitu sebanyak 60 – 70% dari jumlah seluruh leukosit atau 3000-6000
per mm3 darah normal. Pada perkembangan sel netrofil dalam sumsum tulang,
terjadi perubahan bentuk intinya, sehingga dalam darah perifer selalu terdapat
bentuk-bentuk yang masih dalam perkembangan. Dalam keadaan normal
perbandingan tahap-tahap mempunyai harga tertentu sehingga perubahan
perbandingan tersebut dapat mencerminkan kelainan.
Gambar neutrofil
Sel netrofil matang berbentuk bulat dengan diameter 10-12 μm. Intinya
berbentuk tidak bulat melainkan berlobus berjumlah 2-5 lobi bahkan dapat lebih.
Makin muda jumlah lobi akan berkurang. Yang dimaksudkan dengan lobus yaitu
bahan inti yang terpisah-pisah oleh bahan inti berbentuk benang. Inti terisi penuh
oleh butir-butir khromatin padat sehingga sangat mengikat zat warna basa menjadi
biru atau ungu. Oleh karena padatnya inti, maka sukar untuk untuk memastikan
adanya nukleolus.
Dalam netrofil terdapat adanya bangunan pemukul genderang pada inti
netrofil yang tidak lain sesuai dengan Barr Bodies yang terdapat pada inti sel
wanita. Barr Bodies dalam inti netrofil tidak seperti sel biasa melainkan
menyendiri sebagai benjolan kecil. Hal ini dapat digunakan untuk menentukan
apakah jenis kelamin seseorang wanita.
Dalam sitoplasma terdapat 2 jenis butir-butir ata granul yang berbeda
dalam penampilannya dengan ukuran antara (0.3-0.8μm). Granul pada neutrofil
tersebut yaitu :
Azurofilik yang mengandung enzym lisozom dan peroksidase, dimana
sudah mulai tampak sejak masih dalam sumsum tulang yang makin
dewasa makin berkurang jumlahnya. Ukurannya lebih besar dari pada
jenis butir yang kedua dan kebanyakan telah kehilangan kemampuan
mengikat warna. Dengan pewarnaan Romanovsky butiran ini tampak ungu
kemerah-merahan.
Granul spesifik lebih kecil mengandung fosfatase alkali dan zat-zat
bakterisidal (protein Kationik) yang dinamakan fagositin. Dinamakan butir
spesifik karena hanya terdapat pada sel netrofil dengan ukran lebih halus.
Butiran ini baru tampak dalam tahap mielosit, berwarna ungu merah muda
dan pada sel dewasa akan tampak lebih banyak daripada butir azurofil.
Neutrofil jarang mengandung retikulum endoplasma granuler, sedikit
mitokonria, apparatus Golgi rudimenter dan sedikit granula glikogen. Neutrofil
merupakan garis depan pertahanan seluler terhadap invasi jasad renik, memfagosit
partikel kecil dengan aktif. Dengan adanya asam amino D oksidase dalam granula
azurofilik penting dalam pengenceran dinding sel bakteri yang mengandung asam
amino D. Selama proses fagositosis dibentuk peroksidase. Mielo peroksidase yang
terdapat dalam neutrofil berikatan dengan peroksida dan halida bekerja pada
molekul tirosin dinding sel bakteri dan menghancurkannya.
Netrofil yang sudah matur akan masuk ke jaringan melalui proses yang
disebut diapedesis, yaitu suatu lubang/celah pada pembuluh darah yang berukuran
lebih kecil daripada sel. Netrofil matur masuk ke jaringan karena adanya
chemotaxis yang dipicu oleh inflamasi jaringan, baik karena toxin bakteri atau
virus, procuk degenerative dari jaringan yang inflamasi, reaksi berat baik komplek
komplemen maupun plasma clotting pada daerah yang terinflamasi. Sel ini di
jaringan akan melakukan fungsi fagositosis.
Netrofil mendekati partikel yang akan difagosit, kemudian membentuk
pseudopodia untuk mengelelingi partikel yang akan difagosit, sehingga terbentuk
ruang tertutup di sekitar partikel. Partikel akan masuk ke dalam rongga sitoplasma
dan keluar dari membrane sel untuk membentuk vesikel fagositik yang
mengapung (fagosom) di dalam sitoplasma. Satu netrofil dapat memfagosit 3-20
bakteri sebelum netrofil menjadi inaktif dan mati
Dibawah pengaruh zat toksik tertentu seperti streptolisin toksin
streptokokus membran granula-granula neutrofil pecah, mengakibatkan proses
pembengkakan diikuti oleh aglutulasi organel - organel dan destruksi neutrofil.
Neotrofil mempunyai metabolisme yang sangat aktif dan mampu melakukan
glikolisis baik secara aerob maupun anaerob. Kemampuan nautrofil untuk hidup
dalam lingkungan anaerob sangat menguntungkan, karena mereka dapat
membunuh bakteri dan membantu membersihkan debris pada jaringan nekrotik
D. Eusinofil
Eosinofil ditemukan pada peredaran darah sekitar 2-4 %, sel ini memiliki
daya fagosit yang lemah dan menghambat chemotaxis. Jika dibandingkan dengan
netrofil, eosinofil masih diragukan dalam perannya terhadap beberapa infeksi.
Eosinofil diproduksi dalam jumlah banyak pada infeksi parasit, dimana sel ini
akan bermigrasi ke tempat yang terinfeksi.
Eosinofil tidak memfagosit parasit, karena ukuran parasit jauh lebih besar,
tapi selini mengeluarkan molekul permukaan dan substansi yang membunuh
parasit, terutama stadium yang masih muda. Proses ini melalui cara berikut :
melepaskan enzim hidrolisis dari granula yaitu lisosom yang telah dimodifikasi,
melepaskan oksigen reaktif kekuatan tinggi yang bersifat lethal terhadap parasit,
dan melepaskan larvasidal polipeptida (mayor basic protein). Selain terhadap
parasit, eosinofil juga berperan dalam proses alergi, misalnya pada jaringan
peribronchial pada asthma dan pada reaksi alergi kulit. Pada alergi, sel mast dan
basofil melepaskan eosinofil chemotaktil factor yang menyebabkan eosinofil
bermigrasi ke jaringanyang mengalami reaksi alergi.
Eosinofil akan mendetoksifikasi substansi yang menginduksi inflamasi
yang dilepaskan oleh sel mast dan kemungkinan memfagosit dan merusak
komplek alergan-antibodi yang tersebar pada proses inflamasi lokal. Eosinofil
dapat mengalami peningkatan hitung jenis jika ditemukan >4% dari seratus sel
atau disebut Eosinofilia. Kondisi ini dijumpai pada penyekit alergi
(hipersensitivitas jenis atopic : asthma bronchial, hay fever, urtikaria, dan
hipersensitif terhadap makanan), penyakit parasit (amubiasis, infeksi cacing :
askariasis, anchylostomiasis, skistosomiasis, trikonosis, filariasis, cacing pita),
pemulihan dari infeksi akut, penyakit kulit tertentu :SSJ, psoriasis, pemfigus,
dermatitis herpetiformis, eosinofilia pulmonum, sindrom hipereosinofilik,
sensitivitas obat, poliareritis nodusa, penyakit Hodgkin dan beberapa tumor lain,
keganasan metastasis dengan nekrosis tumor,
E. Basofil
Basofil dalam sirkulasi darah menyerupai sel mast, yang banyak terdapat
terutama di luar kapiler. Baik sel mast maupun basofil akan membawa heparin ke
dalam darah, sehingga mencegah pembekuan darah. Basofil dan sel mast akan
melepaskan histamine, dan sedikit bradikinin dan serotonin.
Basofil memiliki peranan yang penting pada beberapa tipe reaksi alergi,
karena tipe antibody yang mengakibatkan reaksi alergi, yaitu IgE akan menempel
pada basofil. Saat spesifik antigen untuk spsesfik antibody (IgE) bereaksi dengan
antibody, akan mengakibatkan basofil pecah dan akan melepaskan histamine,
bradikinin, serotonin, heparin, slow-reacting substance of anaphylaxis, dan enzim
lisosomal. Ini mengakibatka lokal vascular berupa vasodilatasi dan reaksi jaringan
yang memunculkan alergi
Limfosit
Limfosit dalam darah berukuran sangat bervariasi sehingga pada
pengamatan sediaan apus darah dibedakan menjadi limfosit kecil (7-8 μm),
limfosit sedang dan limfosit besar (12 μm). Jumlah limfosit menduduki nomer dua
setelah netrofil yaitu sekitar 1000-3000 per mm3 darah atau 20-30% dari seluruh
leukosit. Di antara tiga jenis limfosit, limfosit kecil terdapat paling banyak.
Limfosit kecil ini mempunyai inti bulat yang kadang-kadang bertakik sedikit.
Intinya gelap karena khromatinnya berkelompok dan tidak nampak nukleolus.
Sitoplasmanya yang sedikit tampak mengelilingi inti sebagai cincin berwarna biru
muda. Kadang-kadang sitoplasmanya tidak jelas mungkin karena butir-butir
azurofil yang berwarna ungu. Limfosit kecil kira-kira berjumlah 92% dari seluruh
limfosit dalam darah.
Limfosit mempunyai kedudukan yang penting dalam sistem imunitas
tubuh, sehingga sel-sel tersebut tidak saja terdapat dalam darah, melainkan dalam
jaringan khusus yang dinamakan jaringan limfoid. Berbeda dengan sel-sel leukosit
yang lain, limfosit setelah dilepaskan dari sumsum tulang belum dapat berfungsi
secara penuh oleh karena hars mengalami differensiasi lebih lanjut. Apabila sudah
masak sehingga mampu berperan dalam respon immunologik, maka sel-sel
tersebut dinamakan sebagai sel imunokompeten. Sel limfosit imunokompeten
dibedakan menjadi limfosit B dan limfosit T, walaupun dalam sediaan apus kita
tidak dapat membedakannya. Limfosit T sebelumnya mengalami diferensiasi di
dalam kelenjar thymus, sedangkan limfosit B dalam jaringan yang dinamakan
Bursa ekivalen yang diduga keras jaringan sumsum tulang sendiri. Kedua jenis
limfosit ini berbeda dalam fungsi immunologiknya.
Sel-sel limfosit T bertanggung jawab terhadap reaksi immune seluler dan
mempunyai reseptor permukaan yang spesifik untuk mengenal antigen asing. Sel
limfosit B bertugas untuk memproduksi antibodi humoral antibodi response yang
beredar dalam peredaran darah dan mengikat secara khusus dengan antigen asing
yang menyebabkan antigen asing tersalut antibodi, kompleks ini mempertinggi
fagositosis, lisis sel dan sel pembunuh (killer sel atau sel K) dari organisme yang
menyerang. Sel T dan sel B secara marfologis hanya dapat dibedakan ketika
diaktifkan oleh antigen.
Monosit
Jenis sel agranulosit ini berjumlah sekitar 3-8% dari seluruh leukosit. Sel
ini merupakan sel yang terbesar diantara sel leukosit karena diameternya sekitar
12-15 μm. Bentuk inti dapat berbentuk oval, sebagai tapal kuda atau tampak
seakan-akan terlipat-lipat. Butir-butir khromatinnya lebih halus dan tersebar rata
dari pada butir khromatin limfosit.
Sitoplasma monosit terdapat relatif lebih banyak tampak berwarna biru
abu-abu. Berbeda dengan limfosit, sitoplasma monosit mengandung butir-butir
yang mengandung perioksidase seperti yang diketemukan dalam netrofil. Monosit
mampu mengadakan gerakan dengan jalan membentuk pseudopodia sehingga
dapat bermigrasi menembus kapiler untuk masuk ke dalam jaringan pengikat.
Dalam jaringan pengikat monosit berbah menjadi sel makrofag atau sel-sel lain
yang diklasifikasikan sebagai sel fagositik.
Didalam jaringan mereka masih mempunyai membelah diri. Selain
berfungsi fagositosis makrofag dapat berperan menyampaikan antigen kepada
limfosit untuk bekerja sama dalam sistem imun.
F. Leukopenia
Leukopenia berasal dari kata leukosit yang ditambah dengan akhiran penia
(dalam bahasa Yunani, penia berarti kemiskinan). Jadi leukopenia adalah suatu
keadaan berkurangnya jumlah leukosit dalam darah, yaitu kurang dari atau sama
dengan 5000 / mm3.
Leukopenia adalah suatu keadaan di mana jumlah sel darah putih pada
sirkulasi perifer kurang dari 4,0 x 109 / L. Pada sebagian besar kasus, penyakit ini
dihubungkan dengan penurunan granulosit karena granulosit adalah komponen
mayor dari sel darah putih pada sirkulasi perifer.
Leukopenia adalah kondisi klinis yang terjadi bila sumsum tulang
memproduksi sangat sedikit sel darah putih sehingga tubuh tidak terlindung
terhadap banyak bakteri dan agen-agen lain yang mungkin masuk mengenai
jaringan. Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa leukopenia
adalah suatu kondisi klinis di mana sumsum tulang memproduksi sangat sedikit
sel darah putih pada sirkulasi perifer, yaitu kurang dari atau sama dengan 5000
leukosit/mm3.
Etiologi Leukopenia
Penyebab leukopenia dikhususkan ke dalam jenis-jenisnya, yaitu
1. Neutropenia, penyebabnya : infeksi virus, campak, demam thypoid toksin,
rickettsia dari tifus, faktor fisik (radiasi pengion), obat-obatan
(sulfanilamides, barbiturat, cytostaties), bensol, kekurangan vitamin B12,
asam folat, anafilaksis shock, hypersplenism, juga karena kelainan genetik.
2. Eosinopenia, penyebabnya : meningkatnya kadar stres, syndrom Cushing,
kortikosteroid, penyakit menular, corticotrophin dan kortison.
3. Limfopenia, penyebabnya : karena faktor keturunan dan
immunodeficiency, stres, radiasi penyakit, tuberkulosis militer.
4. Monocytopenia, penyebabnya : batang myeloid tertekan ditembak dari
sumsum tulang hemopoiesis (misalnya, dalam penyakit radiasi, kondisi
septik parah, dan agranulocytosis).
Patofisiologi Leukopenia
Leucopenia terjadi karena berawal dari berbagai macam penyebab. Berikut
ini akan dijelaskan patofisilogi penyakit leukopenia. Radiasi sinar X dan sinar ال
(gamma) yang berlebihan serta penggunaan obat-obatan yang berlebihan, akan
menyebabkan kerusakan sumsum tulang. Dengan rusaknya sumsum tulang, maka
kemampuan sumsum tulang untuk memproduksi sel darah (eritrosit, leukosit, dan
trombosit) pun menurun (dalam kasus ini dikhususkan leukosit yang mengalami
penurunan).
Kondisi tersebut akhirnya akan mengakibatkan neutropenia (produksi
neutrofil menurun), monositopenia (produksi monosit menurun), dan eosinopenia
(produksi eosinofil menurun). Selain itu, jika seseorang mengidap penyakit
immunodefisiensi, seperti HIV AIDS, maka virus HIV akan menyerang CD4 yang
terdapat di limfosit T dalam sirkulasi perifer. Kondisi ini akan menyebabkan
limfosit hancur sehingga mengalami penurunan jumlah, yang disebut dengan
limfopenia.Oleh karena penyebab-penyebab di atas yang berujung pada
menurunnya jumlah komponen-komponen leukosit (neutropenia, eosinopenia,
monositopenia, limfopenia) maka terjadilah leukopenia.
Klasifikasi Leukopenia
Klasifikasi leucopenia didasarkan atas penyebabnya, yaitu :
1. Neutropenia memiliki penyebab yang beragam seperti : infeksi virus,
campak, demam tipus toksin, Rickettsia dari tifus, faktor fisik (radiasi
pengion), obat-obatan (sulfanilamides, barbiturat, cytostaties), bensol,
kekurangan vitamin B12, asam folat, anafilaksis shock, hypersplenism,
juga karena kelainan genetik.
2. Eosinopenia penyebabnya adalah : meningkatnya kadar stres, syndrom
Cushing, kortikosteroid, penyakit menular, corticotrophin dan kortison.
3. Lymphopenia penyebabnya adalah : karena faktor keturunan dan
immunodeficiency, stres, radiasi penyakit, tuberkulosis militer.
4. Monocytopenia terjadi karena batang myeloid tertekan ditembak dari
sumsum tulang hemopoiesis (misalnya, dalam penyakit radiasi, kondisi
septik parah, dan agranulocytosis).
Manifestasi Klinis Leukopenia
Indikator yang paling umum dari leukopenia adalah neutropenia
(pengurangan jumlah neutrofil dalam leukosit). Jumlah neutrofil juga dapat
menjadi indikator yang paling umum dari risiko infeksi. Jika leukopenia ringan,
orang tidak akan menunjukkan gejala apapun, hanya dalam kasus yang berat
gejala mulai muncul. Jika leukopenia telah masuk ke tahap berat, gejala klinis
yang biasa muncul :
a. Anemia, yaitu penurunan jumlah sel darah merah dan hemoglobin
b. Menorrhaggia, yaitu perdarahan yang berat dan berkepanjangan saat
periode menstruasi
c. Metrorrhaggia, yaitu perdarahan dari rahim, tetapi bukan karena
menstruasi dan hal ini merupakan indikasi dari beberapa infeksi
d. Neurasthenia, yaitu kondisi yang ditandai oleh kelelahan, sakit kepala, dan
mengganggu keseimbangan emosional.
e. Trombositopenia, yaitu penurunan jumlah trombosit yang abnormal dalam
darah.
f. Stomatitis, yaitu suatu peradangan pada lapisan mukosa struktur di dalam
mulut, seperti pipi, gusi, lidah, bibir, dan lain-lain.
g. Pneumonia, yaitu peradangan yang terjadi di paru-paru karena kongesti
virus atau bakteri.
h. Abses hati, yaitu jenis infeksi bakteri yang terdapat dalam hati. Hal ini
relative jarang terjadi tetapi fatal akibatnya jika tidak ditangani.
i. Kelelahan, sakit kepala, dan demam adalah gejala yang sering terjadi.
Selain itu pasien juga mengalami hot flashes, rentan terhadap berbagai
infeksi, ulkus oral, dan mudah marah
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi: kelemahan, pucat, turgor kulit kering, adanya infeksi / mudah
terkena infeksi (jika adanya luka), adanya luka yang menandakan kelemahan imun
tubuh (sariawan/ stomatitis), nafas cepat dan dangkal,Palpasi: Adanya nyeri tekan
pada area yang sakit dan teraba panas, suhu tubuh menunjukkan
peningkatan,Auskultasi : ditemukan ronchi.
G. Leukimia
Keganasan leukosit yang sering dijumpai adalah leukemia atau biasa
disebut kanker darah. Leukemia adalah penyakit neoplastik yang ditandai dengan
diferensiasi dan proliferasi sel induk hematopoietik yang mengalami transformasi
dan ganas, menyebabkan supresi dan penggantian elemen sumsum normal.
Leukemia dibagi menjadi 2 tipe umum: leukemia limfositik dan leukemia
mielogenosa.
Walaupun penyebab dari leukemia tidak diketahui, predisposisi genetik
maupun faktor-faktor lingkungan kelihatannya memainkan peranan . Diduga hal
ini dapat disebabkan oleh interaksi sejumlah faktor, diantaranya 1) Neoplasia;
2) Infeksi; 3) Radiasi; 4) Keturunan; 5) Zat kimia, misalnya benzen, arsen,
pestisida, kloramfenikol, fenilbutazone, dan agen antineoplastil,dikaitkan dengan
frkuensi yang meningkat khususnya agen-agen alkil, dan 6) Perubahan
kromosom.
Klasifikasi besar adalah leukemia akut dan kronis. Leukemia akut, dimana
terdapat lebih 50% mieloblas atau limfoblas dalam sumsum tulang pada gambaran
klinis, lebih lanjut dibagi dalam leukemia mieloid (mieloblastik) akut (AML) dan
leukemia limfoblastik akut (ALL). Leukemia kronis mencakup dua tipe utama,
leukemia granulositik (mieloid) kronis (CGL/CML) dan leukemia limfositik
kronis (CLL). Tipe kronis lain termasuk leukemia sel berambut, leukemia
prolimfositik, dan berbagai sindroma mielodisplastik, yang sebagian dianggap
sebagai bentuk leukemia kronis dan lainnya sebagai “pre-leukemia”.1 Leukemia
limfositik disebabkan oleh produksi sel limfoid yang bersifat kanker, biasanya
dimulai di nodus limfe atau jaringan limfositik lain dan menyebar ke daerah tubuh
lainnya. Leukimia mielogenosa dimulai dengan produksi sel mielogenosa muda
yang bersifat kanker di sumsum tulang dan kemudian menyebar ke seluruh tubuh,
sehingga leukosit diproduksi di banyak organ ekstramedular, terutama di nodus
limfe, limpa, dan hati.
Pemeriksaan dan Diagnosis Leukemia
a. Hematologi rutin dan Hitung darah lengkap digunakan untuk mengetahui
kadar Hb-eritrosit, leukosit, dan trombosit. Retikulosit jumlah biasanya
rendah, jumlah trombosit mungkin sangat rendah (<50.000/mm), leukosit :
mungkin lebih dari 50.000.
b. Apus darah tepi digunakan untuk mengetahui morfologi sel darah, berupa
bentuk, ukuran, maupun warna sel-sel darah, yang dapat menunjukkan
kelainan hematologi.
c. Aspirasi dan biopsi sumsum tulang digunakan untuk mengetahui kondisi
sumsum tulang, apakah terdapat kelainan atau tidak.
d. Karyotipik digunakan untuk mengetahui keadaan kromosom dengan
metode FISH (Flurosescent In Situ Hybridization).
e. Immunophenotyping mengidentifikasi jenis sel dan tingkat maturitasnya
dengan antibodi yang spesifik terhadap antigen yang terdapat pada
permukaan membran sel.
f. Sitokimia merupakan metode pewarnaan tertentu sehingga hasilnya lebih
spesifik daripada hanya menggunakan morfologi sel blas pada apus darah
tepi atau sumsum tulang.
g. Analisis sitogenetik digunakan untuk mengetahui kelainan sitogenetik
tertentu, yang pada leukemia dibagi menjadi 2: kelainan yang
menyebabkan hilang atau bertambahnya materi kromosom dan kelainan
yang menyebabkan perubahan yang seimbang tanpa menyebabkan hilang
atau bertambahnya materi kromosom.
h. Biologi molekuler mengetahui kelainan genetik, dan digunakan untuk
menggantikan analisis sitogenetik rutin apabila gagal.
DAFTAR PUSTAKA
Guyton, Arthur C. 1995. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 7. Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Gibson, John. 2002. Fisiologi dan Anatomi Modern Untuk Perawat. Jakarta:
EGC.
Ganong, et al. 2001. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
Hoffbrand, A.V., Pettit, J.E., Moss, P.A.H., 2005. Kapita Selekta Hematologi ed.
2. Jakarta : EGC.
Syaifuddin B. Ac. 1992. Anatomi Fisiologi untuk siswa perawat. Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Pearce, Evelyn. 2009. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Price, Syilvia A., Lorranie M. Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
proses Penyakit. Jakarta: EGC.
.