Upload
danywes
View
87
Download
6
Embed Size (px)
Citation preview
Universitas Gadjah Mada 1
BAB II. DASAR PENGETAHUAN PROTEKSI RADIASI
A. PENDAHULUAN
Bab II tentang Dasar Pengetahuan Proteksi Radiasi direncanakan selesai dalam waktu
2 kali 3 jam (3 x 50 menit) tatap muka. Sebagai Pendahuluan terdiri dari 3 bagian, yaitu
deskripsi singkat, relevansi Bab II baik dengan materi kuliah yang pernah diperoleh maupun
dengan materi-materi yang akan diperoleh kemudian. Selanjutnya diberikan Tujuan
Instruksional Khusus untuk Bab II (Dasar Pengetahuan Proteksi Radiasi).
A.1 Deskripsi Singkat.
Dasar Pengetahuan Proteksi Radiasi secara sederhana telah diterapkan dalam
berbagai bidang yang terkait dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir,
khususnya untuk aplikasi di bidang industri dan rumah sakit. Untuk dapat memahami dasar-
dasar pengetahuan proteksi radiasi dengan lebih baik, terlebih dahulu perlu dikenal
beberapa macam pengertian yang sangat dasar, seperti filosofi keselamatan radiasi,
ketentuan umum proteksi radiasi, prinsip dasar proteksi radiasi eksterna, dan prinsip dasar
proteksi radiasi interna.
A.2 Relevansi
Bab II ini bermaksud memperkenalkan kepada mahasiswa ruang lingkup dasardasar
pengetahuan proteksi radiasi secara umum, selanjutnya dengan mengulangi sedikit tentang
beberapa pengetahuan yang terkait dengan dasar-dasar fisika radiasi, mahasiswa akan lebih
mengerti bahwa dasar-dasar pengetahuan proteksi radiasi mutlak diperlukan dalam
mempelajari tentang proteksi radiasi dan keselamatan kerja di berbagai lapangan pekerjaan.
Dari materi Bab II ini mahasiswa jugs akan mengetahui bahwa dasar-dasar pengetahuan
proteksi radiasi pada mulanya justru untuk memenuhi kebutuhan praktis, baru kemudian
berkembang untuk keperluan penerapan-penerapan di berbagai bidang, khususnya terkait
dengan masalah proteksi radiasi dan keselamatan kerja, misalnya di industri dan rumah
sakit.
A.3 Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mengikuti pelajaran ini mahasiswa diharapkan dapat:
a. menyebutkan pengertian proteksi radiasi.
b. menjelaskan filosofi dan tujuan proteksi radiasi.
c. menyebutkan ketentuan umum proteksi radiasi
d. membedakan radiasi eksterna dan interna.
e. menjelaskan prinsip dasar pengendalian bahaya radiasi eksterna.
Universitas Gadjah Mada 2
f. menjelaskan prinsip dasar pengendalian bahaya radiasi interns.
B. PENYAJIAN
Untuk penyajian bahan kuliah ini (Dasar Pengetahuan Proteksi Radiasi) akan
dikelompokkan dalam tiga bagian, yaitu uraian beserta contoh-contoh dan ilustrasi yang
terkait dengan uraian, latihan soal-soal yang hams diselesaikan mahasiswa, baik sebagai
latihan di dalam kelas (acara tatap muka), maupun tugas untuk dikerjakan di rumah,
rangkuman dari keseluruhan penyajian.
B.1. Uraian
II.1. Pendahuluan
Proteksi Radiasi atau Fisika Kesehatan atau Kesehatan Radiologis atau Keselamatan
Radiasi tidak lain adalah suatu cabang ilmu pengetahuan dan teknik tentang kesehatan
lingkungan yang berhubungan dengan pemberian perlindungan (proteksi) kepada seseorang
atau sekelompok orang terhadap kemungkinan negatif akibat radiasi pengion.
Dalam mengurangi kemungkinan akibat negatif dari radiasi pengion, melalui
penelaahan cabang ilmu ini, diusahakan agar sekelompok orang yang berhubungan
dengandengan radiasi atau zat radioaktif
1. mempunyai apresiasi tentang keselamatan radiasi,
2. mengerti tentang filosofi kesehatan lingkungan,
3. dapat menjadi kawan yang baik serta dapat memanfaatkan semaksimum
mungkin radiasi pengion dengan risiko (kerugian) yang sekecil-kecilnya.
Sejak ditemukan sinar-X oleh Wilhelm Conrad Roentgen pada tahun 1895 dan
kemudian ditemukan unsur radioaktif alam oleh A. Henri Becquerel pada tahun 1898, maka
banyak dipelajari interaksinya terhadap organisme hidup maupun benda mati. Kegiatan
tersebut makin meningkat lagi setelah ditemukan unsur radioaktif buatan oleh Frederic Joliot
dan Irene J. Curie pada tahun 1935. Penelitian interaksi antara unsur radioaktif maupun
radiasi dan materi (benda) berkembang pesat meliputi berbagai bidang ilmu pengetahuan
dan teknologi.
Di dalam perkembangan lebih lanjut ternyata tenaga nuklir dapat dimanfaatkan di
segala bidang perikehidupan manusia. Misalnya, dalam bidang perindustrian, pertanian,
kedokteran, biologi, ekologi, kimia, hidrologi, pertambangan, kelautan, dan bahkan sampai
kepada teknologi dirgantara.
Pada dasarnya penggunaan tenaga nuklir dapat digolongkan dalam dua cara, yaitu
teknik penyinaran eksterna dan teknik penyinaran interna.
Universitas Gadjah Mada 3
Yang dimaksud dengan penyinaran eksterna ialah zat radioaktif pemancar radiasi
berada di luar tubuh organisme atau benda. Jika suatu benda terkena sinar radioaktif, maka
dikatakan benda tersebut terkena radiasi. Proses ini disebut penyinaran atau iradiasi. Sinar-
sinar radioaktif bersifat dapat menembus benda yang dikenai dan pada saat penembusan itu
terjadi proses ionisasi. Proses ionisasi ini dapat berakibat terjadinya perubahan susunan
elemen di dalam benda tersebut. Efek lebih lanjut dapat beragam tergantung pada besarnya
dosis yang diterima dan jenis atau barang benda yang terkena radiasi. Teknik semacam ini
banyak digunakan dalam bidang pertanian, pengawetan, kedokteran, farmasi, dan industri.
Sedang yang dimaksud dengan penyinaran interna ialah zat radioaktif berada atau
dimasukkan ke dalam tubuh organisme atau benda. Dalam hal ini tubuh organisme atau
benda tersebut menjadi radioaktif, sedang pada teknik penyinaran eksterna hal yang
demikian tidak terjadi.
II. 2. Sumber Radiasi
Sumber radiasi dapat dikelompokkan dalam dua golongan besar, yaitu yang berasal
dari alam dan yang buatan manusia.
A. Radiasi Latar Belakang (Alam).
Jauh, sebelum sinar-X ditemukan oleh Roentgen dan uranium radioaktif oleh
Becquerel yaitu sekitar tahun 1895, manusia sudah dan senantiasa mendapat radiasi dari
alam sekitarnya. Radiasi yang diperoleh dari alam sekitarnya disebut radiasi latar belakang
(alam). Radiasi latar belakang yang diterima tubuh manusia terdiri dari sinar kosmik dan
radiasi pengion lain yang berasal dari radionuklida alam.
Beberapa ahli berpendapat bahwa 2 sampai 10 % mutasi alam pada manusia
disebabkan oleh radiasi latar belakang. Beberapa ahli yang lain mencoba mencari hubungan
antara dosis radiasi latar belakang dengan frekuensi terjadinya perubahan genetik, leukimia
dan kanker lain.
B. Sumber Radiasi Buatan Manusia.
B.1. Sinar-X.
Sinar-X dikenal sebagai radiasi yang merambat lurus, tidak dipengaruhi oleh medan
listrik maupun medan magnet serta mengakibatkan zat fosforesensi dapat berpendar.
Kenyataan membuktikan bahwa semakin besar kecepatan elektron yang membentur
target, semakin besar daya tembus sinar-X yang ditimbulkannya.
Semakin banyak elektron yang membentur target semakin tinggi intensitas
sinar-X.
Sifat yang penting sinar-X antara lain:
Universitas Gadjah Mada 4
a. dapat menembus semua bahan dengan daya tembus bergantung dari energi
radiasi, nomor atom, densitas dan tebal bahan target,
b. merupakan radiasi pengion.
B.2. Reaktor Nuklir.
Ada beberapa tipe reaktor nuklir berdasarkan reaksi inti yang dipakai. Reaktor yang
berdasarkan proses fisi menghasilkan reaksi berantai di dalam reaktor. Sebagai bahan fisi
biasanya digunakan U235 atau Pu235. Dengan U235 reaksi fisi berlangsung sebagai berikut:
92U235+ 0n
1 54Xe140 + 38Sr94 + 2 0n1 +
disertai dengan pelepasan energi sebesar kira-kira 200 MeV.
Mengingat bahwa setiap proses fisi menghasilkan dua atau lebih neutron baru, maka
reaksi fisi ini dapat berlangsung terus menjadi suatu reaksi berantai. Yang dapat
menimbulkan reaksi fisi hanya neutron thermal (energinya = 0,025 eV), oleh karena itu
neutron cepat hasil fisi perlu diperlambat dengan menggunakan moderator.
Proses reaksi berantai dalam reaktor perlu dikendalikan dengan menempatkan bahan
pengontrol yang biasanya dibuat dari boron atau cadmium (dapt menyerap neutron thermal)
yang letaknya teratur.
B.3. Radioisotop.
Dapat dibuat dalam reaktor nuklir atau akselerator.
Ada dua jenis sumber radiasi yaitu sumber radiasi terbungkus dan sumber radiasi
terbuka.
Sumber radiasi terbuka dapat menyebabkan kontaminasi dalam kondisi normal.
11.3. Nilai Batas Dosis
Pengawasan lingkungan oleh petugas higiene industri dan kesehatan masyarakat
umumnya didasarkan pada dosis ambang dari efek non-stokastik. Berbeda dengan filosofi
pengawasan lingkungan bahan radioaktif dan radiasi pengion penetapan standar
keselamatan didasarkan pada efek stokastik yang tidak mempunyai dosis ambang.
Untuk keperluan proteksi radiasi efek genetik dianggap sebagai efek stokastik. Efek
somatik ada yang stokastik dan ada yang non-stokastik. Contoh yang non-stokastik misalnya
katarak pada lensa mata, kerusakan sel kelamin yang mengakibatkan kemandulan. Agar
akibat non-stokastik tidak terjadi, diperlukan adanya nilai batas dosis (NBD) ekivalen.
A. Sistem Pembatasan Dosis.
Sistem pembatasan dosis berdasarkan rekomendasi ICRP ditetapkan sebagai
berikut :
Universitas Gadjah Mada 5
1. Suatu pekerjaan akan dilaksanakan bila memberi keuntungan yang nyata (AZAS
MANFAAT).
2. Penyinaran diusahakan serendah mungkin dengan mempertimbangkan faktor ekonomi
dan sosial.
3. Dosis ekivalen yang diterima oleh seseorang tidak boleh melebihi nilai batas dosis
(NBD) yang telah direkomendasikan.
B. Filosofi Proteksi Radiasi.
Butir 2 pada A menunjukkan bahwa nilai batas dosis operasional lebih menentukan
daripada nilai batas dosis yang direkomendasikan. Ini berarti bahwa suatu proses,
perlengkapan (pelindung radiasi, ventilasi, dan lain-lain), dan faktor-faktor operasional lain,
harus dirancang sedemikian rupa sehingga pekerja menerima dosis serendah mungkin
tetapi cukup beralasan dan tidak akan melampaui nilai batas dosis operasional. Filosofi
proteksi radiasi ini dikenal sebagai konsep ALARA (As - Low - As - Reasonably -
Achievable).
C. Tujuan Proteksi Radiasi.
Tujuan proteksi radiasi ialah membatasi peluang terjadinya risiko stokastik dan
mencegah terjadinya efek non-stokastik.
II.4. Pembatasan Dosis
Nilai batas dosis (NBD) yang ditetapkan adalah penerimaan dosis yang tidak boleh
dilampaui dalam setahun, tidak bergantung pada laju dosis, baik untuk radiasi eksterna
maupun interna. Dalam hal ini tidak termasuk penyinaran media dan alam. Pekerja radiasi
tidak boleh berumur kurang dari 18 tahun dan pekerja wanita dalam masa menyusui tidak
diizinkan bertugas di daerah dengan risiko kontaminasi tinggi.
Nilai Batas Dosis (NBD) untuk penyinaran seluruh tubuh 50 mSv (500 mrem) per
tahun.
Nilai Batas Dosis untuk wanita dalam usia subur 13 mSv (1.300 mrem) dalam jangka
13 minggu pada abdomen dan wanita hamil 10 mSv (1.000 mrem) pada janin, terhitung
sejak dinyatakan mengandung hingga saat lahir.
Dosis rata-rata pada setiap organ atau bagian jaringan tidak melebihi 500 mSv (50.000
mrem) dalam setahun tetapi harus memperhatikan nilai batas dosis efektif 50 mSv (5.000
mrem) setahun yang dihitung dengan rumus sebagai berikut.
T = WT . HT
dengan,
WT adalah dosis ekivalen rata-rata pada organ atau jaringan T,
Universitas Gadjah Mada 6
HT adalah factor bobot untuk organ atau jaringan T.
Berikut hubungan nilai faktor bobot terhadap suatu organ tubuh.
Tabel II.1. Faktor Bobot
I . Gonad 0,25
2. Dada 0,15
3. Sumsum Tulang Merah 0,12
4. Paru-paru 0,12
5. Kelenjar Gondok 0,03
6. Tulang (permukaan) 0,03
7. Organ lain 0,30
Telah ditetapkan pula nilai batas untuk:
a. Lensa mata 150 mSv (15.000 mrem) setahun,
b. Kulit 500 mSv (50.000 mrem) dalam setahun.
Dalam hal kontaminasi radioaktif pada kulit diambil dosis rata-rata pada permukaan
seluas 100 cm2.
Penyinaran khusus yang direncanakan tak boleh diberikan kepada pekerja radiasi,
apabila:
a. selama 12 bulan sebelumnya pernah menerima dosis lebih besar daripada NBD
seluruh tubuh (dan usia subur).
b. pernah menerima penyinaran akibat keadaan darurat atau kecelakaan sehingga
jumlah dosis melebihi 5 x NBD untuk seluruh tubuh (local).
c. wanita usia subur dan menolak.
Pembatasan dosis untuk anggota masyarakat umum, NBD untuk seluruh tubuh 5 mSv
(500 mrem) dalam setahun (1/10 x NBD pekerja radiasi), demikian pula halnya untuk
penyinaran lokal.
Penyinaran anggota masyarakat secara keseluruhan. Setiap penguasa instalasi nuklir
harus menjamin konstribusi penyinaran yang berasal dari instalasmya kepada anggota
masyarakat serendah mungkin dan hams dikaji ulang dan dilaporkan pada instansi yang
berwenang, khususnya harus diperkirakan dosis genetik.
Untuk penyinaran eksterna: NBD dianggap dipatuhi bila dipenuhi persyaratan factor
konversi, factor kualitas dan metode evaluasi dosis.
Untuk penyinaran interna: NBD dianggap dipatuhi apabila nilai batas dosis masukan
tahunan dan nilai batas turunan kadar radioaktif udara kerja tidak dilampaui.
A. Pembagian daerah kerja
Universitas Gadjah Mada 7
1. Daerah Pengawasan, yaitu daerah yang memungkinkan seseorang menerima
dosis radiasi kurang dari 15 mSv dalam satu tahun dan bebas kontaminasi.
2. Daerah Pengendalian, yaitu daerah yang memungkinkan seseorang menerima
dosis radiasi 15 mSv atau lebih dalam setahun. Batas daerah kerja Imam diberi tanda yang
jelas.
B. Daerah Pengawasan:
1. Daerah radiasi sangat rendah, yaitu yang memungkinkan seseorang menerima
dosis 1 mSv atau lebih dan kurang dari 5 mSv dalam satu tahun.
2. Daerah radiasi rendah, yaitu yang memungkinkan seseorang menerima dosis 5
mSv atau lebih dan kurang dari 15 mSv dalam satu tahun untuk seluruh tubuh atau nilai
yang sesuai untuk organ tertentu.
C. Daerah Pengendalian:
1. Daerah radiasi sedang, yaitu yang memungkinkan seseorang menerima dosis 15
mSv atau lebih dan kurang dari 50 mSv dalam satu tahun untuk seluruh tubuh atau nilai
yang sesuai untuk organ tertentu.
2. Daerah radiasi tinggi, yaitu yang memungkinkan seseorang menerima dosis 50
mSv atau lebih dalam satu tahun atau nilai yang sesuai terhadap organ tertentu.
D. D. Daerah Kontaminasi:
1. Daerah kontaminasi rendah, yaitu daerah dengan tingkat kontaminasi yang sama
dengan laboratorium perunut radioaktif.
2. Daerah kontaminasi sedang, yaitu daerah yang tingkat kontaminasi radioaktifnya
0,37 Bq/cm2 (10-5µci/cm2) atau lebih dan kurang dari 3,7 Bq/cm2 untuk alfa dan 3,7 Bq/cm2
(10-4 µci/cm2) atau lebih dan kurang dari 37 Bq/cm2 (10-3µci/cm2) untuk bata, sedang
kontaminasi udara tidak melebihi sepersepuluh batas turunan kadar zat radioaktif di udara,
3. Daerah kontaminasi tinggi, yaitu daerah dengan tingkat kontaminasi 3,7 Bq/cm2
atau lebih untuk alfa dan 37 Bq/cm2 atau lebih untuk beta, sedang kontaminasi udara
kadang-kadang lebih besar dari sepersepuluh batas turunan udara.
Petugas Proteksi Radiasi (PPR) bertanggungjawab atas terlaksananya tugas-tugas
dalam daerah yang memungkinkan seseorang menerima dosis lebih dari 5 mSv dalam satu
tahun dan dalam daerah kontaminasi. Di daerah yang tidak memungkinkan penerimaan
dosis melebihi 5 mSv dalam satu tahun, tidak diharuskan adanya pengaturan.
Universitas Gadjah Mada 8
II.5. Klasifikasi Pekerja Radiasi
Untuk tujuan pemonitoran dan pembatasan penyinaran dibedakan dua kategori
pekerja radiasi:
a. Kategori A : yang mungkin menerima dosis sama dengan atau lebih besar
dari 15 mSv per tahun.
b. Kategori B : yang mungkin menerima dosis lebih kecil dari 15 mSv per tahun.
A. Pemonitoran
Pemonitoran daerah kerja maupun pemonitoran perorangan eksterna dan
interna,hasilnya harus dilaporkan secara berkala dan bila dosis yang diterima lebih besar
dari NBD atau melebihi 2 x NBMT, maka PPR harus menyerahkan masalah ini kepada
dokter instalasi yang bertanggungjawab menaksirkan efeknya.
B. Pencatatan Dosis
Petugas Proteksi Radiasi (PPR) harus menyimpan untuk jangka waktu 30 tahun
dokumen (kartu dosis). Hasil pemonitoran daerah kerja yang digunakan juga untuk
menentukan dosis perorangan.
Dosis radiasi akibat kecelakaan atau keadaan darurat hams dilaporkan ke instansi
yang berwenang.
Pengawasan kesehatan hams dilakukan oleh dokter instalasi meliputi:
a. sebelum bekerja (hematologi, dermatologi, ophtalmologi, paru-paru, neurologi
dan kandungan),
b. berkala (sekurang-kurangnya sekali setahun),
c. pada waktu pemutusan hubungan kerja (atas biaya penguasa instalasi).
Kartu Kesehatan: setiap pekerja memiliki kartu kesehatan, disimpan sekurang-
kurangnya 30 tahun sejak berhenti bekerja dengan radiasi di bawah pengawasan dokter
yang ditunjuk.
Perlengkapan Pertolongan Pertama pada Kecelakaan (PPPK) radiasi/kontaminasi
harus tersedia dalam instalasi.
Penanggulangan keadaan darurat harus dilakukan oleh pekerja yang bersedia
secara sukarela, setelah diberi petunjuk dan mengetahui risiko yang mungkin terjadi.
II.6. Sumber Radiasi Ekesterna dan Interna
Universitas Gadjah Mada 9
Yang dimaksud dengan radiasi atau tepatnya radiasi pengion adalah radiasi
elektromagnetik atau zarah yang mampu menghasilkan ion, baik secara langsung maupun
tak langsung sepanjang lintasannya di dalam bahan. Radiasi yang merupakan gelombang
elektromagnetik adalah sinar-X dan sinar gamma, sedangkan yang berupa zarah adalah
partikel alpha (kadang dikenal sebagai sinar alpha), partikel beta (kadang dikenal sebagai
sinar beta), neutron dan hasil belah inti lainnya.
Pada dasarnya radiasi nuklir dapat digolongkan menjadi dua hal, yaitu radiasi
eksterna dan radiasi interna.
Radiasi eksterna, artinya sumber radiasi berada di luar tubuh organisme. Apabila
seluruh tubuh atau organ-organ tubuh terkena paparan radiasi dari zat radioaktif (partikel
beta atau sinar gamma) atau dari pesawat pembangkit sinar-X, maka akan mengalami
kerusakan. Sudah tentu untuk terjadinya kerusakan itu tergantung pada besarnya dosis yang
diterima.
Sedang radiasi interna, artinya sumber radiasi berada di dahtin tubuh organisme.
Boleh jadi, suatu zat radioaktif masuk ke dalam tubuh melalui alat pernafasan, alat
pencernaan makanan, atau penyerapan melalui kulit. Zat radioaktif yang masuk ke dalam
tubuh itu memancarkan radiasi yang dapat membahayakan kesehatan. Seringkali zat
radioaktif tersebut terikut dalam proses metabolisme tubuh sehingga terakumulasi di dalam
organ tertentu. Karena terakumulasi, maka pancaran radiasinya tentu akan lebih kuat dan
lebih berbahaya. Misalnya radioisotop strontium dan fosfor akan niengendap di dalam tulang,
radioisotop iodium akan mengendap di kelenjar gondok.
Efek radiasi terhadap tubuh manusia mampu mengganggu fungsi normal tubuh dari
taraf yang paling ringan hingga fatal. Derajat taraf ini tergantung pada beberapa faktor :
a. jenis radiasi: bagi radiasi eksterna jenis radiasi sinar gamma adalah terbuas,
sedangkan bagi radiasi interna jenis radiasi partikel alpha adalah terbuas bagi
tubuh, lama penyinaran,
b. jarak sumber dengan tubuh, dan
c. ada tidaknya penghalang antara sumber dan tubuh. .
Tubuh terdiri dari sel-sel, ada jenis sel yang bukan main cepatnya membelah diri, dan
ada sel yang seakan-akan sudah tak ingin membelah diri lagi. Keragaman 'perbuatan' sel ini
sebenarnya selaras dengan konsekuensi fungsi sel yang bersangkutan. Misalnya sel yang
suka membelah diri cepat antara lain sel darah putih (lekosit), sel pada selaput lendir
(mukosa), saluran pencernaan makanan dan sel yang mempersiapkan bibit keturunan
(sperma dan ovum). Sedang sel yang 'mandeg' adalah sel syaraf, sel otot dan sel tulang.
Pangaruh radiasi paling besar terhadap mereka yang membelah cepat dan terlemah pada
mereka yang paling 'diam'.
Universitas Gadjah Mada 10
Radiasi yang besarnya di atas dosis yang diperkenankan dapat menimpa seluruh
tubuh atau hanya lokal. Radiasi tinggi dalam waktu singkat (pada umumnya peristiwa kasus
kecelakaan) menimbulkan efek akut (seketika), sedangkan radiasi rendah tetapi dalam
jangka waktu lama (kronik) menimbulkan efek tetunda (late effect). Dengan mengabaikan
ketentuan dalam bekerja menggunakan radiasi, sama dengan tidak siap menghadapi macan
tetapi pintu kandang terlanjur terbuka. Sejauh manakah bahaya 'macan' yang ada di
hadapan ini ?
II.7. Proteksi Radiasi
Karena jelas adanya bahaya radiasi nuklir terhadap manusia atau alam lingkungan,
maka perlu adanya proteksi untuk menyelamatkannya. Seperti halnya air, api, racun, dan
lain-lain adalah berbahaya bagi organisme hidup. Tetapi apabila dapat dikendalikan, maka
mereka akan menjadi sumber yang bermanfaat bagi kesejahteraan manusia. Misalnya
racun, apabila digunakan dosis yang tertentu maka acun dapat menjadi obat yang sangat
bermanfaat bagi kesehatan. Demikian pula air, api, gunung berapi, dan ... radiasi nuklir, jika
dikendalikan akan menimbulkan kesejahteraan bagi manusia. Oleh karena itu untuk
menghindari segala macam bahaya harus diusahakan penanggulangannya.
Tiap program keselamatan radiasi nuklir, selalu mengusahakan agar penerimaan
paparan radiasi itu sekecil mungkin, baik paparan dari sumber eksterna maupun sumber
interna. Tujuan proteksi terhadap radiasi tak lain adalah untuk mencegah terjadinya
kerusakan-kerusakan somatik, genetik, maupun perpaduan keduanya. Pada hakikatnya,
sebagian besar kriteria proteksi radiasi yang dipakai dewasa ini berdasarkan kenyataan
bahwa nilai dosis radiasi ditetapkan tidak menimbulkan efek biologi yang berarti. Karena
data tentang pengaruh radiasi dengan intensitas rendah sangat terbatas, maka ketentuan
dosis maksimal diizinkan itu ditetapkan serendah-rendahnya sehingga kemungkinan
timbulnya kerusakan biologis dapat dihindarkan sejauh-jauhnya.
II. 8. Proteksi Radiasi Eksterna
A. Sumber bahaya.
Bahaya radiasi eksterna berasal dari sumber radiasi yang terdapat di luar tubuh. Jika
zat radioaktif masuk dalam tubuh, maka akan timbul bahaya radiasi interna. Untuk
mengatasinya diperlukan cara pengendalian yang sangat berlainan.
Partikel alfa umumnya tidak dianggap sebagai sumber berbahaya eksterna yang
potensial karena Jaya tembusnya sangat kecil dengan demikian mudah tertahan pada
lapisan luar dari kulit. Bahaya eksterna mungkin ditimbulkan oleh pancaran beta, sinar-X,
gamma atau neutron yang dapat menembus lebih dalam ke bagian dalam tubuh. Bahaya
Universitas Gadjah Mada 11
eksterna dikendalikan dengan mempergunakan tiga prinsip dasar proteksi radiasi, yaitu
memperhitungkan waktu, jarak, dan penahan radiasi.
Praktik proteksi radiasi merupakan aspek khusus dari pengendalian bahaya
kesehatan lingkungan. Penyinaran radiasi eksterna adalah penyinaran yang berasal dari
sumber di luar tubuh manusia, tidak ada kontak fisik dengan sumber radiasi, dan penyinaran
tidak ada bila seseorang meninggalkan daerah radiasi atau bila sumber radiasi dipindahkan
dari daerah radiasi. Karena itu radiasi eksterna dapat diukur dengan relatif mudah dan teliti,
sementara bahaya potensial atau bahaya sesungguhnya dapat diperhitungkan dengan
kebenaran.
Pada lingkungan industri dalam usaha menghilangkan bahaya merupakan prosedur
biasa dan yang pertama dilakukan adalah dalam penyelamatannya. Jika unsur untuk
menghilangkan bahaya ini tidak dapat dilakukan, maka usaha dilakukan untuk mengungkung
bahaya, dan berarti mengisolasi bahaya dari manusia. Jika dari kedua tindakan pemecahan
ini tidak diperoleh keselamatan itu, maka pemaparan terhadap bahaya dapat dicegah
dengan mengisolasi manusia. Cara yang tepat untuk aplikasi tindakan proteksi radiasi
tergantung pada keadaannya.
B. Faktor Proteksi Radiasi.
Tindakan pengendalian untuk radiasi eksterna pada manusia dapat dilakukan dengan
salah satu atau lebih dari tiga teknik berikut
a. mengurangi waktu penyinaran,
b. membuat jarak sejauh mungkin dari sumber radiasi, dan
c. membuat perisai untuk sumber radiasi.
B.1. Faktor Waktu
Meskipun banyak dari efek bahaya radiasi bergantung pada laju dosis, namun untuk
tujuan pengawasan lingkungan dapat dianggap hubungan "laju dosis x waktu penyinaran =
dosis total" selalu berlalcu. Dengan kata lain, makin lama seseorang berada dalam medan
radiasi, makin besar pemaparan dan dosis serap yang diterima.
Dt = Do x t ( 1 )
(dosis = laju dosis mula-mula x waktu)
Hubungan antara pemaparan dan waktu, bila kecepatan pemaparan adalah QR/jam
dan berada dalam medan radiadi itu selama waktu t jam, maka pemaparan yang diterima
adalah sebesar : Q x t Roentgen. Faktor waktu ini memegang peranan dalam hal terjadi
kecelakaan atau keadaan darurat di dalam medan radiasi yang kuat. Agar hal tersebut dapat
tercapai, maka pekerjaan harus dilakukan dengan cepat dan tepat serta cermat sekali.
Contoh 1:
Universitas Gadjah Mada 12
Misalnya seorang pekerja radiasi diizinkan menerima dosis sebesar 100 mrem dalam
1 minggu. Berapa jam seminggu is boleh bekerja dalam ruangan dengan radiasi berlaju
dosis 10 mrem/jam?
Dari rumus (1):
Dt = Do x t
100 mrem = 10 mrem/jam x t
t = 10 jam.
Lama waktu seorang pekerja radiasi dalam suatu ruangan yang mengandung radiasi
pengion itu seringkali bergantung pada pekerjaan yang dilakukannya, mungkin lebih lama
dari 10 jam. Untuk dapat mengatasi hal ini harus dicoba mengurangi laju penyinaran di
tempat tersebut yaitu dengan cara memperbesar jarak antara sumber radiasi dengan
pekerja, atau dengan mempergunakan penahan radiasi.
Contoh 2:
Misalnya seorang ahli radiografi ditugaskan untuk melakukan pekerjaan radioaktif 5
hari dalam 1 minggu di medan radiasi 25 mR/jam. Maka penyinaran yang berlebihan ini
dapat dicegah dengan membatasi waktu kerja hariannya selama 48 menit, sehingga jumlah
penyinaran yang diterima dalam 1 hari hanya 20 mR. Jika volume pekerjaannya
membutuhkan waktu penyinaran yang lebih lama, maka petugas ahli radiografi lain harus
ditunjuk untuk menggantikannya atau pekerjaan itu harus dirancang bangun kembali untuk
mengurangi intensitas medan radiasi pada daerah kerja radiografi.
B.2. Faktor Jarak
Dengan jelas dapat dirasakan bahwa penyinaran radiasi makin berkurang dengan
makin bertambah jauh dari sumber radiasi. Kenyataan ini merupakan alat yang tangguh
dalam keselamatan radiasi. Bila ukuran sumber radiasi dibandingkan dengan jarak adalah
kecil hingga sumber radiasi dapat dianggap sebagai titik sumber, maka pemaparan akan
berbanding terbalik dengan kuadrat jarak terhadap sumber.
Dr = K 1/r2 (K = tetapan yang besarnya bergantung pada sumber)
atau:
Dr r2 =K
sehingga dapat ditulis:
Dr1 x r12 = Dr2 x r2
2 = Dr3 x r32 = ... = K, tetap ( 2 )
dengan,
Dr1 = laju dosis pada jarak r1 dari sumber,
Dr2 = laju dosis pada jarak r2 dari sumber,
Dr3 = laju dosis pada jarak r3 dari sumber.
Universitas Gadjah Mada 13
Contoh 3:
Sebuah sumber Co-60 memberikan, pada jarak 2 m, laju dosis sebesar 50
mrem/jam. Pada jarak manakah laju dosis besarnya 20 mrem/jam?
Dengan memakai rumus (2), diperoleh:
50 x (2)2 = 20 x r2
r = V10 m.
Dari rumus tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa jika jarak menjadikan dua kali
lebih besar, laju dosis berkurang menjadi 1/(2)2. Jika jarak diperbesar 3 kali, laju dosis
berkurang menjadi 1/(3)2 atau 9 kali lebih kecil.
Sebaliknya bila jarak sumber radiasi diperpendek 1/2 kali, laju dosis radiasi akan
menjadi 4 kali lebih besar dan bila jarak diperpendek menjadi 1/3 kali, maka laju dosis
menjadi 9 kali lebih besar. Jadi bila terlalu dekat pada sumber, misalnya langsung
menyentuh atau memegang sumber radiasi, maka laju dosis pada tangan berlipatganda
besarnya. Oleh karena itu dilarang memegang sumber radiasi langsung dengan tangan.
Untuk menangani sumber radiasi diperlukan perlengkapan khsus misalnya tang jepit panjang
atau pinset. Walaupun aktivitas sumber radiasi kecil dan merupakan sumber radiasi
terbungkus, namun larangan memegang sumber secara langsung tetap berlaku, jadi harus
menggunakan peralatan tersebut di atas untuk menghindari penerimaan dosis radiasi yang
berlebihan pada tangan.
Contoh 4:
Misalkan terdapat sumber Co-60 dengan ketentuan 100 mCi yang memancarkan 2
buah foton masing-masing dengan energi 1,17 MeV dan 1,31 MeV tiap disintegrasi. Maka
kekuatan penyinarannya dapat dihitung dengan formula
I = 6 fi Ei ( 3 )
sehingga diperoleh I = 6 (1 x 1,17 + 1 x 1,31)
= 14,9 Rhf tiap curie
Maka untuk sumber 100 mCi, laju penyinaran pada jarak 1 ft dari sumber kirakira
sebesar 1490 mR/jam. Jika ahli radiografi mengendalikan sumber ini selama 1 jam tiap
harinya, maka laju dosis tidak boleh melebihi 20 mR/jam. Pembatasan ini dapat dilakukan
dengan memakai slat pengendali jarak jauh yang panjangnya dapat dihitung dengan
memakai hukum kebalikan pangkat dua, kira-kira sepanjang 8,65 ft.
Jika pekerjaan radiografi hendak dilakukan dengan menggunakan barikade agar nilai
batas rata-rata tertinggi mingguan tidak dilampaui, maka laju dosis pada barikade harus
sebesar (100 mR/minggu) : (40 jam/minggu) = 2,5 mR/jam. Dengan memakai hukum
Universitas Gadjah Mada 14
kebalikan pangkat dua diperoleh jarak yang dibutuhkan 23,8 ft. Tetapi bila ruangan untuk
pengendaliannya terbatas perlu dipasang perisai, sehingga dengan laju dosis yang
diperhitungkan itu tidak akan melebihi penyinaran untuk dosis maksimum mingguan yang
diizinkan.
B.3. Faktor Perisai
Bila harus bekerja pada jarak yang dekat dengan sumber radiasi dan dalam waktu
yang lama, perisai dapat mereduksi pemaparan hingga serendah-rendahnya. Keefektifan
perisai ditentukan oleh interaksi radiasi dengan atom-atom perisai yang juga tergantung
pada macam energi radiasi dan nomor atom materi perisai.
Radiasi alpha dapat diserap oleh kertas yang tebalnya lebih kecil dari 1/64 inci dan
juga oleh lapisan aluminium. Radiasi beta mempunyai jangicau yang lebih panjang
dibandingkan dengan radiasi alpha. Dengan menggunakan perspex setebal 10 mm tenaga
radiasi beta sudah terserap secara keseluruhan. Materi perisai yang digunakan dalam
radiasi elektromagnetik (radiasi sinar-X dan sinar gamma) ialah bahan-bahan yang
mempunyai rapat massa yang tingggi misalnya Pb, U, Au, Fe, Cr, dan Ni. Sementara itu
bahan yang mengandung boron, misalnya boral atau campuran Al dan B4C, biasa digunakan
sebagai perisai neutron.
B.3.1. Partikel Alpha (α):
Partikel alpha mudah sekali diserap. Biasanya sehelai kertas tipis saja sudah cukup
untuk menahan seluruh pancaran alpha. Dengan demikian partikel alpha tidak merupakan
persoalan pelik dalam bidang proteksi terhadap sumber radiasi eksterna.
B.3.2. Partikel Beta ():
Partikel beta mempunyai daya tembus lebih besar daripada partikel alpha. Energinya
biasanya antara 1 dan 10 MeV. Dalam hal ini perspex setebal ,1 cm sudah cukup menyerap
seluruh pancaran beta. Dengan memandang bahwa pancaran beta ini mudah diserap secara
keseluruhan oleh bahan yang relatif tipis itu, maka orang sering sekali menganggap ‘enteng'
radiasi beta ini dan kadang-kadang tidak berhati-hati dan berani memegang sumber beta
langsung dengan tangan, padahal laju dosis pada jarak 3 mm dari sumber demikian mungkin
sebesar 3000 rad per jam.
Sebagai kelanjutan, proses penyerapan partikel beta dapat menimbulkan pancaran-X
yang dikenal dengan Bremsstrahlung. Bremsstrahlung ini besarnya proporsional dengan
bilangan atom (Z) dan zat penyerap dan dengan energi partikel beta (E) yang bersangkutan.
Untuk mengetahui perkiraan bahaya Bremsstrahlung, pendekatan hubungan berikut dapat
dipakai:
Universitas Gadjah Mada 15
f = 35 x 10-4 Z Emaks ( 4 )
dengan,
f = fraksi energi sinar beta yang jatuh berubah menjadi foton,
Z = nomor atom bahan serap,
E = energi partikel beta, MeV.
Dengan demikian untuk bahan penahan partikel beta harus diambil zat yang
mempunyai harga Z rendah, umumnya dalam praktik tidak lebih dari 13.
Energi rata-rata partikel beta ditentukan oleh distribusi energi partikel umumnya
diambil:
Erata-rata = 1/3 Emaks ( 5 )
Contoh 5:
Misalnya untuk pemancar beta Sr-90 dapat digunakan pelindung dari plexiglas atau
aluminium. Strontium-90 memancarkan beta dengan energi 0,5 MeV dan anaknya Y-90
memancarkan beta dengan energi 2,27 MeV. Dalam hal ini harus dipilih tebal pelindung
yang dapat menyerap seluruh beta dengan energi 2,27 MeV. Jika diketahui densitas (ρ)
plexiglas 1,18 mg/cm3 dan tebal (td) yang diperkirakan untuk radioisotop Sr-90 adalah 1,1
g/cm2, maka tebal plexiglas yang diperlukan dapat dihitung dengan nimus sebagai berikut:
t1 = td / ρ
= 0,932 cm.
Plexiglas mudah pecah bila menerima dosis radiasi tinggi dalam waktu lama, oleh
karena itu lebih baik digunakan aluminium yang densitasnya (ρ) 2,7 g/cm3. Sehingga tebal
aluminium yang diperlukan adalah:
t1 = 0,41 cm.
Contoh 6:
Bila ditempatkan dalam botol polietilen, yang berfungsi sebagai wadah dan
pelindung, dengan densitas (ρ) 0,95 g/cm3, maka tebal botol = 1,06 cm.
Andaikan botol polietilen tersebut diisi 37 x 104 MBq Sr-90 maka laju dosis
Bremsstrahlung dari sinar beta Y-90 = 0,21 mSv/jam dan sinar beta dari Sr-90 = 0,013
mSv/jam pada jarak 1 meter. Untuk menurunkan laju dosis gabungan menjadi 0,1 mSv/jam
bahan harus dilapisi dengan Pb setebal 1,75 cm.
B.3.3. Sinar Gamma () dan Sinar-X:
Universitas Gadjah Mada 16
Proses pelemahan sinar-X atau gamma dalam bahan pelindung bersifat
eksponensial. Laju dosis sinar-X atau gamma di suatu titik setelah melalui suatu bahan
penyerap, dapat ditulis sebagai berikut:
Dt = D0 e -µt ( 6 )
dengan,
Do = laju dosis tanpa penahan,
µ = koefisien absorbsi linier, yaitu fungsi penahan yang bersangkutan dan energi
sumber radiasi, (panjang)-1,
t = tebal penahan, (panjang)1.
HVT (Half Value Thickness) untuk bahan penahan radiasi tertentu adalah tebal
bahan yang diperlukan untuk mengurangi intensitas radiasi menjadi setengah dari intensitas
sebelum dilemahkan oleh penahan.
Dari rumus ( 6) untuk t = HVT diperoleh:
Dt = ½ Do
Sehingga diperoleh harga HVT = 0,693 / Dengan kata lain, rumus di atas dapat ditulis
menjadi:
Dt = Do : 2 t/HVT. ( 7 )
Konsep HVT ini sangat berguna untuk menghitung secara cepat tebal bahan
penahan yang diperlukan.
Contoh 7:
Untuk mengurangi laju dosis hingga setengahnya, diperlukan bahan penahan setebal
1 kali HVT, harga HVT ini telah ditentukan dan dicantumkan dalam suatu tabel atau grafik.
Maka untuk mengurangi laju dosis hingga ¼ atau (½)2 diperlukan bahan penahan setebal 2
kali HVT, sedangkan untuk mengurangi laju dosis hingga ⅛ atau (½)3 diperlukan bahan
penahan setebal 3 kali HVT, dan seterusnya. Dengan Ca7Z yang sama dapat dirumuskan
konsep tenth value layer (TVL) sebagai berikut
TVL = In 10 / = 2,303 / ( 8 )
Berikut contoh tabel FIVT dan TVL untuk Pb dan H2O.
Tabel 11.2. Harga HVT dan TVL untuk Pb dan H2O.
Energi Pancaran, MeV
Pb, cm H20, cm
HVT TVL HVT TVL
0,50 0,40 1,25 15,00 50,00
1,00 1,10 3,50 19,00 62,50
1,50 1,50 5,00 20,00 70,00
2,00 1,90 6,00 22,50 75,00
Universitas Gadjah Mada 17
Contoh 8:
Berapa tebal Pb yang dibutuhkan untuk mengurangi laju dosis di suatu titik dari 160
hingga 10 mrem/jam, (diketahui HVT = 2 mm Pb). Laju dosis dari 160 menjadi 10 mrem/jam,
berarti terjadi pengurangan sebesar faktor 16 atau 24. Jadi tebal yang dibutuhkan = 4 x 2
mm Pb = 8 mm Pb.
Atenuasi radiasi gamma secara kualitatif berbeda dengan atenuasi radiasi alpha dan
beta. Kedua partikel ini mempunyai jangkauan tertentu sehingga dapat diserap seluruhnya
dalam medium yang dilalui. Sebaliknya radiasi gamma hanya dapat dikurangi intensitasnya
bila pelindung dipertebal. Faktor transmisi untuk berbagai jenis bahan pelindung dapat
dihitung dengan rumus:
I = IO e-t ( 9 )
Untuk harga dapat dilihat dalam tabel atau grafik yang disediakan untuk berbagai
jenis bahan pelindung.
Contoh 9:
Misal untuk transmisi 10 %, energi 0,1 MeV, membutuhkan pelindung 14,3 g/cm2 Al
atau 0,435 g/cm2 Pb, sedangkan energi 1,0 MeV, membutuhkan 37,4 g/cm2 Al atau 33,6
g/cm2 Pb.
Hal ini menunjukkan bahwa dilihat dari segi massa, sebagai pelindung untuk energi
rendah, Pb jauh lebih baik daripada Al. Secara umum untuk energi di antara 0,75 MeV dan 5
MeV sifat atenuasi hampir sama atau sebanding dengan densitas bahanbpelindung. Untuk
energi kuantum lebih rendah dan tinggi, bahan pelindung dengan nomor atom lebih tinggi
lebih efektif.
Prinsip dasar proteksi radiasi tersebut di atas, yaitu pengendalian radiasi dengan
memperhitngkan waktu, jarak dan pelindung radiasi, harus digunakan oleh pars pekerja
radiasi dalam melaksanakan tugasnya masing-masing, seperti dalam bidang medik maupun
dalam bidang industri lainnya.
C. Dalam bidang medik.
Operator radiografi diagnostik harus memanfaatkan tabir dan apron Pb untuk
mencegah penyinaran seluruh tubuh oleh radiasi hambur.
Petugas yang merangkai radium, yang akan dipasang pada pasien sebagai terapi,
hams memanfaatkan kaca Pb untuk menghindari penyinaran seluruh tubuh.
Untuk melindungi mata bias digunakan cermin atau kacamata Pb, dan hams diingat bahwa
sumber radiasi tidk boleh dipegang langsung dengan tangan.
Pasien radiografi gigi menggunakan apron Pb untuk melindungi gonad.
Universitas Gadjah Mada 18
D. Dalam bidang industri.
Operator radiografi industri berlindung dibalik tiang beton, Binding atau bagian lain
dari konstruksi untuk menghindari penyinaran seluruh tubuh selama waktu penyinaran yang
cukup lama (sampai beberapa menit).
Operator radiografi dilatih mengoperasikan kamera dengan kecepatan tingi tetapi
aman, sebab ia menggunakan sumber radiasi Ir-192 dengan aktivitas ratusan curie dengan
jarak sekitar 6 meter dari mulut kamera (faktor waktu).
Pekerja logging yang menggunakan sumber radiasi neutron Am-Be dengan aktivitas
16 curie seharusnya melakukan tindakan proteksi yang serupa.
Untuk melindungi gonad, baik pekerja logging atau gauging maupun pekerja
radiografi industri, sebaiknya jangan menjinjing kontener atau kamera sendiri, hal ini untuk
menjaga atau mengatur jarak antara gonad dan sumber radiasi.
Dalam melakukan perhitungan menggunakan prinsip dasar proteksi radiasi tersebut
terdahulu perlu diadakan koreksi terhadap aktivitas sumber radiasi yang digunakan,
khususnya bila sumber radiasi tersebut waktu paruhnya rendah, aisalnya dengan cara
menghitung atau melihat grafik peiuruhan/ transformasi.
E. Neutron.
Untuk penahan neutron perhitungannya agak sulit. Ada 3 interaksi penting yang perlu
diketahui:
1. Hamburan kenyal (elastik):
Neutron bertumbukan dengan inti atom bahan penahan dengan cara yang sama
seperti tumbukan bola bilyard. Dalam tumbukan, neutron kehilangan sebagian energinya
yang berpindah kepada inti sasaran. Seluruh energi pindahan ini menjadi energi kinetik inti
sasaran. menurut hukum tumbukan yang berlaku, unsur ringan yang intinya mendekati
massa neutron adalah yang paling baik untuk merendahkan energi neutron dengan jalan
hamburan elastik. Untuk ini dapat digunakan bahan-bahan yang memiliki banyak hidrogen,
misalnya air dan paraffin.
2. Hamburan tak kenyal (in-elastik):
Dalam proses ini neutron memberikan sebagian energinya kepada bahan yang
ditumbuknya dan mengeksitasi inti sasaran, kemudian inti melepaskan energi eksitasi itu
kembali dalam bentuk pancaran gamma. Proses hamburan in-elastik sangat berarti untuk
unsur dengan inti yang berat.
3. Penangkap neutron:
Dalam reaksi ini neutron ditangkap oleh inti, kemudian dalam proses de-eksitasi
memancarkan partikel lain atau foton. Salah satu reaksi penangkap neutron ini adalah
10B(n,α)7Li. Reaksi ini penting artinya dalam proses radiasi, karena partikel alpha yang
Universitas Gadjah Mada 19
dipancarkan mudah sekali diserap. Reaksi yang paling sering ditemui dalam praktik ialah
reaksi 58Fe(n,)59Fe. Radiasi gamma ini merupakan faktor yang harus diperhitungkan dalam
pembulatan penahan, karena itu harus dipakai bahan dengan nomor atom yang tinggi untuk
melapisi penahan dengan nomor atom rendah agar dapat menyerap radiasi gamma ini.
II. 9. Proteksi Radiasi Interna
Bahaya yang ditimbulkan oleh radiasi interna merupakan persoalan yang sangat
penting dalam proteksi radiasi.
A. Radioaktivitas sumber radiasi terbuka.
Sumber radioaktif terbuka yang disimpan dalam suatu wadah yang tertutup dapat
menimbulkan bahaya radiasi eksterna bagi orang yang bcrada disekelilingnya. Zat radioaktif
yang tidak disimpan dalam keadaan tertutup dapat merupakan ancaman bahaya radiasi
intern.
Zat radioaktif dalam jumlah yang kecil sekalipun, yang dilihat dari sudut bahaya
eksterna dapat diabaikan, dapat memberikan dosis yang sangat besar, jika zat tersebut
mengenai, apalagi masuk ke dalam tubuh. Sekali suatu radioisotop masuk dalam tubuh, ia
akan memancarkan radiasinya terhadap tubuh dari dalam sehingga habis aktivitasnya
karena proses peluruhan. Hal ini mungkin berlangsung selama beberapa tahun ,terus
menerus.
Sebaliknya zat itu karena proses metabolisme dikeluarkan oleh tubuh, hal ini
mungkin selesai dalam beberapa hari saja tetapi bisa juga tertahan dalam, tubuh untuk
selama-lamanya. Radioisotop yang tidak sengaja lepas dari tempat penyimpanannya akan
mengakibatkan kontaminasi dan merupakan bahaya radiasi intern yang potensial bagi
manusia.
B. Cara pemasukan dalam tubuh.
Ada tiga cara kontaminasi dapat masuk ke dalam tubuh dan menimbulkan bahaya
radiasi interna terhadap tubuh:
a. melalui pernafasan, penghirupan udara yang terkena kontaminasi,
b. melalui makanan atau mulut,
c. melalui absorpsi langsung oleh kulit atau luka pada kulit yang terkena
kontaminasi.
Jika dalam atmosfir terdapat kontaminasi, maka zat radioaktif akan masuk ke dalam
paru-paru melalui pernafasan dan sebagian akan disalurkan ke calam darah. Bagian lain dari
zat radioaktif akan keluar dari paru-paru dan tertelan kembali masuk ke dalam saluran
pencernaan.
Universitas Gadjah Mada 20
Besarnya zat radioaktif yang masuk melalui pernafasan, kemudian ditelan dan
dinafaskan kembali ke luar bergantung pada berbagai faktor, misalnya bentuk fisis dan kimia
kontaminan itu sendiri, dan keadaan fisiologi orang yang terkena kontaminasi itu.
Begitu juga jika kontaminan tertelan, maka fraksi yang menembus dinding saluran
pencernaan dan kemudian masuk ke dalam cairan tubuh bergantung pada sifat kontaminasi
dan keadaan fisiologis penderita.
C. Pengendalian bahaya kontaminasi.
Seperti halnya dengan radiasi eksterna, kriteria dalam pengendalian bahaya
kontaminasi interna adalah membatasi dosis yang diterima oleh organ tubuh yang dipandang
vital sampai tingkatan yang sekecil-kecilnya dan aman. Dengn demikian pengendalian
bahaya kontaminasi interna ini tergantung pada pengendalian konsentrasi kontaminan dalam
udara, makanan/minuman dan tingkat kontaminasi pada permukaan kulit dan sekitarnya.
II. 10. Penutup
Bahaya radiasi interna timbul apabila tubuh terkena kontaminasi dengan radioisotop,
baik yang berasal dari sumber di luar (eksterna) maupun sumber di dalam (interna). Proteksi
radiasi interna adalah usaha perlindungan yang berhubungan dengan tindakan pencegahan
atau dapat memperkecil kemungkinan adanya zat radioaktif pada atau di dalam tubuh
manusia. Usaha ini dapat dilakukan dengan merancang bangun suatu program dengan
tepat, sehingga kontaminasi pada lingkungan ada dalam batas-batas yang masih dapat
diterima dan pada tingkat yang serendah-rendahnya (ALARA = As Low As Reasonable
Achievable).
ALARA terutama penting dalam konteks proteksi radiasi interna. Yang dimaksud
dengan kontaminasi adalah terdapatnya zat radioaktif pada atau di dalam tubuh manusia.
Sebagai akibat orang yang terkena kontaminasi akan mengalami penyinaran secara terus
menerus, walaupun orang tersebut telah meninggalkan daerah tempat terjadinya
kontaminasi. Lagi pula radioisotop yang ada dalam tubuh dengan sendirinya akan menetap
dalam tubuh. Keluarnya zat radioaktif dari dalam tubuh dapat dipercepat apabila hal tersebut
memungkinkan dan hanya dengan usaha yang relatif sulit. Usaha untuk dapat mengatasi
serangan biologic yang dapat menimbulkan kelainan akan sangat berarti dalam menentukan
dosis serap radiasi dari isotop yang masuk ke dalam tubuh. Hal ini menunjukkan bahwa
untuk memperkirakan bahaya dari penyinaran radiasi interna relatif sulit. Dengan demikian
usaha dapat lebih ditekankan pada tindakan pencegahan terhadap bahaya kontaminasi
terhadap petugas yang bekerja dengan zat radioaktif.
Zat radioaktif sama halnya dengan bahan toksis lainnya dapat masuk ke dalam tubuh
melalui 3 cara:
Universitas Gadjah Mada 21
a. pernafasan, yaitu dengan menghirup udara yang mengandung debu atau gas
radioaktif,
b. pencernaan, yaitu dengan minum air yang terkontaminasi atau mencerna
makanan yang terkontaminasi atau melalui pemindahan akibat zat radioaktif
terkena kulit, dan
c. penyerapan melalui kulit atau kulit yang luka.
Oleh karena itu tindakan perlindungan terhadap bahaya radiasi interna dapat
dirancang bangun secara tepat dengan cara menghambat jalan masuk zat radioaktif ke
dalam tubuh atau menahan penyinaran radiasi dari sumber ke manusia. Cara penahanan
penyinaran yang efektif dari radiasi ini dapat dilakukan dengan cara zat radioaktif yang
dibungkus (tertutup) dan memasukkannya ke dalam wadah atau dengan melakukan
pengawasan lingkungan seperti ventilasi dan membenah rumah yang baik (good house
keeping), atau petugas diberi pakaian pelindung dan alat proteksi pernafasan.
Perlu dijelaskan disini bahwa tindakan penanggulangan ini tidak berbeda halnya
dengan yang dilakukan oleh ahli hygiene industri yang memberi perlindungan bagi pekerja
terhadap efek bahaya dari bahan toksis bukan radioaktif. Meskipun demikian tingkat
pengendalian yang diperlukan bagi keselamatan radiologi hampir selalu jauh melebihi dari
persyaratan yang diberikan untuk keselamatan kimia.
Seperti halnya dengan radiasi eksterna, kriteria dalam pengendalian bahaya
kontaminasi interna adalah membatasi dosis yang diterima oleh organ tubuh yang dipandang
vital sampai tingkatan yang sekecil-kecilnya dan aman. Dengan demikian pengendalian
bahaya kontaminasi interna ini tergantung pada pengendalian konsentrasi kontaminan dalam
udara, makanan/minuman dan tingkat kontaminasi pada permukaan kulit dan sekitarnya.
B.2. Latihan
Untuk latihan ada yang dikerjakan di rumah, ada yang 'secara bersama-sama
dikerjakan di dalam acara tatap muka. Umpan batik dilakukan dengan cara diskusi pada saat
acara tatap muka, atau dengan cara menempel hasil dan komentar-komentar di pagan
pengumuman.
Soal-soal untuk latihan antara lain sebagai berikut.
1. Misalnya seorang pekerja radiasi diizinkan menerima dosis sebesar 120 mrem
dalam 1 minggu. Berapa jam seminggu is boleh bekerja dalam ruangan dengan
radiasi berlaju dosis 12 mrem/jam?
2. Misalnya seorang pekerja radiasi diizinkan menerima dosis sebesar 120 mrem
dalam 1 minggu. Berapa jam seminggu is boleh bekerja dalam ruangan dengan
radiasi berlaju dosis 12 mrem/jam?
Universitas Gadjah Mada 22
3. Misalkan terdapat sumber Co-60 dengan ketentuan 120 mCi yang
memancarkan 2 buah foton masing-masing dengan energi 1,17 MeV
dan 1,31 MeV tiap disintegrasi. Bicarakan hal ini!
4. Misalnya untuk pemancar beta Sr-90 dapat digunakan pelindung dari plexiglas
atau aluminium. Strontium-90 memancarkan beta dengan energi 0,5 MeV dan
anaknya Y-90 memancarkan beta dengan energi 2,27 MeV. Dalam hal ini
harus dipilih tebal pelindung yang dapat menyerap seluruh beta dengan energi
2,27 MeV. Jika diketahui densitas (ρ) plexiglas 1,18 mg/cm3 dan tebal (td) yang
diperkirakan untuk radioisotop Sr-90 adalah 1,2 g/cm2, Maka berapa tebal
plexiglas yang diperlukan?
5. Bila ditempatkan dalam botol polietilen, yang berfungsi sebagai wadah dan
pelindung, dengan densitas (ρ) 0,96 g/cm3, maka tentukan tebal botol itu!
6. Untuk mengurangi laju dosis hingga setengahnya, diperlukan bahan penahan
setebal 1 kali HVT, harga HVT ini telah ditentukan dan dicantumkan dalam
suatu tabel atau graft. Maka untuk mengurangi laju dosis hingga atau
(½)2 diperlukan bahan penahan setebal 2 kali HVT, sedangkan untuk
mengurangi laju dosis hingga ⅛ atau (½)3 diperlukan bahan penahan setebal 3
kali HVT, dan seterusnya. Dengan cara yang sama dapat dirumuskan konsep
tenth value layer (TVL). Bicarakan hal ini.
7. Berapa tebal Pb yang dibutuhkan untuk mengurangi laju dosis di suatu titik dari
225 hingga 15 mrem/jam, (diketahui HVT = 2 mm Pb)?
8. Misal untuk transmisi 10 %, energi 0,1 MeV, membutuhkan pelindung 14,3
g/cm2 Al atau 0,435 g/cm2 Pb, sedangkan energi 1,0 MeV, membutuhkan 37,4
g/cm2 Al atau 33,6 g/cm2 Pb. Bicarakan hal ini!
B.3. Rangkuman
1. Dasar pengetahuan proteksi radiasi merupakan salah ilmu pengetahuan di
bidang nuklir yang banyak dipakai untuk menerapkan teknologi nuklir yang
dewasa ini semakin berkembang maju, khususnya dalam aplikasi di bidang
industri dan rumah sakit.
2. Pada awal mempelajari Proteksi Radiasi dan Keselamatan Kerja tidak akan
lepas selalu menggunakan dasar-dasar pengetahuan proteksi radiasi sebagai
modal utama agar pengetahuan tersebut berkembang terus, dan pelaksanaan
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir dapat berlangsung
dengan cukup aman, terhindar dari adanya bahaya radiasi yang ada, dan dari
kegiatannya akan tercapai mengenai kesehatan dan keselamatan kerja radiasi.
Universitas Gadjah Mada 23
3. Dengan mempelajari dasar-dasar pengetahuan proteksi radiasi, seorang
mahasiswa (khususnya mahasiswa Program Studi Teknik Nuklir), harus tahu
betul kapan dapat diterapkan konsep dasar pengetahuan proteksi radiasi, dan
kapan mau tidak mau harus digunakan konsep dasar pengetahuan proteksi
radiasi dalam penerapan teknologi nuklir, khususnya dalam aplikasi di bidang
industri dan rumah sakit.
C. PENUTUP
Bagian penutup terdiri dari 3 bagian utama, yaitu tes formatif, umpan batik, dan kunci
jawaban tes formatif.
C.1. Tes Formatif
Berikut diberikan contoh tes formatif untuk materi Dasar Pengetahuan Proteksi
Radiasi.
Selesaikan soal-soal berikut ini.
1. Misalnya seorang pekerja radiasi diizinkan menerima dosis sebesar 100 mrem
dalam 1 minggu. Berapa jam seminggu ia boleh bekerja daram ruangan dengan
radiasi berlaju dosis 8 mrem/jam?
2. Misalnya seorang pekerja radiasi diizinkan menerima dosis sebesar 100 mrem
dalam 1 minggu. Berapa jam seminggu ia boleh bekerja dalam ruangan dengan
radiasi berlaju dosis 8 mrem/jam?
3. Misalkan terdapat sumber Co-60 dengan ketentuan 80 mCi yang memancarkan
2 buah foton masing-masing dengan energi 1,17 MeV dan 1,31 MeV tiap
disintegrasi. Bicarakan hal ini!
4. Misalnya untuk pemancar beta Sr-90 dapat digunakan pelindung dari plexiglas
atau aluminium. Strontium-90 memancarkan beta dengan energi 0,5 MeV dan
anaknya Y-90 memancarkan beta dengan energi 2,27 MeV. Dalam hal ini hams
dipilih tebal pelindung yang dapat menyerap seluruh beta dengan energi 2,27
MeV. Jika diketahui densitas (ρ) plexiglas 1,18 mg/cm³ dan tebal (td) yang
diperkirakan untuk radioisotop Sr-90 adalah 1,0 g/cm2, maka berapa tebal
plexiglas yang diperlukan?
5. Bila ditempatkan dalam botol polietilen, yang berfungsi sebagai wadah dan
pellndung, dengan densitas (p) 0,98 g/cm3, maka tentukan tebal botol itu!
6. Untuk mengurangi laju dosis hingga setengahnya, diperlukan bahan penahan
setebal 1 kali HVT, harga HVT ini telah ditentukan dan dicantumkan dalam
suatu tabel atau grafik. Dengan cara yang sama dapat dirumuskan konsep
tenth value layer (TVL). Bicarakan hal ini dan berikan contohnya.
Universitas Gadjah Mada 24
7. Berapa tebal Pb yang dibutuhkan untuk mengurangi laju dosis di suatu titik dari
100 hingga 4 mrem/jam, (diketahui HVT = 2 mm Pb)?
8. Misal untuk transmisi 10 %, energi 0,1 MeV, membutuhkan pelindung 14,3
g/cm2 Al atau 0,435 g/cm2 Pb, sedangkan energi 1,0 MeV, membutuhkan 37,4
g/cm2 Al atau 33,6 g/cm2 Pb. Bicarakan hal ini!
C.2. Umpan Balik
Umpan balik di sini, adalah umpan balik hasil belajar mahasiswa; seberapa jauh
mahasiswa telah dapat menyerap materi kuliah (Dasar Pengetahuan Proteksi Radiasi) yang
telah diberikan oleh pengampu (dosen). Tes formatif diberikan untuk memperkirakan
keberhasilan mahasiswa dalam menyerap materi kuliah (Dasar Pengetahuan Proteksi
Radiasi) yang telah diterimanya.
Keberhasilan mahasiswa menyerap materi kuliah dilihat dari hasil/nilai tes formatif.
Untuk dapat menyelesaikan tes formatif dengan baik, selain mahasiswa mengikuti kuliah,
mereka juga harus telah menyelesaikan soal-soal latihan dan mengerjakan tugas-tugas yang
diberikan, termasuk membaca/mempelajari bahan acuan yang diwajibkan.
Hasil tes formatif ini sebaiknya juga dimanfaatkan oleh dosen, untuk meninjau ulang
bagaimana jalannya proses belajar-mengajar selama ini.
C.3. Kunci Tes Formatif
Berdasar hasil formatif, dosen maupun mahasiswa dapat menentukan langkah
selanjutnya atau tindakan yang perlu dikerjakan (mengulang kembali, menambah latihan,
membaca bahan acuan lebih cermat, atau melanjutkan ke materi berikutnya). Untuk
menentukan langkah tersebut diadakan diskusi antara mahasiswa dan dosen yang
bersangkutan.
Kunci tes formatif ini memberikan kata-kata kunci jawaban tes formatif, sedangkan
jawaban secara lengkap supaya disusun sendiri oleh mahasiswa.
Kunci tes formatif
1. Ingat hubungan antara pemaparan dan waktu.
2. Ingat hubungan antara pemaparan dan waktu untuk volume pekerjaan.
3. Ingat faktor jarak terhadap pemaparan yang terjadi.
4. Ingat hubungan antara pemaparan dan jarak serta waktu dari perisitiwa yang
ada.
Universitas Gadjah Mada 25
5. Ingat hubungan antara pen'laparan dan faktor perisai yang dipenuhi untuk
suatu keperluan tertentu.
6. Ingat faktor perisai atau ketebalan bahan terhadap pemaparan yang diijinkan.
7. lngat hubungan HVT dan TVT dalam menentukan bahan perisai yang
digunakan, dihubungan terhadap tabel yang ada untuk harga HVT dan atau
TVT.
8. Ingat hubungan antara bahan perisai dengan faktor-faktor yang dijumpai untuk
nilai HVT maupun TVT untuk suatu ketebalan tertentu.