22
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Keperawatan Transkultural adalah suatu proses belajar dan pelayanan keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau keutuhan budaya kepada manusia (Leininger, 2002). Tujuan dari transcultural nursing adalah untuk mengidentifikasi, menguji, mengerti dan menggunakan norma pemahaman keperawatan transkultural dalam meningkatkan kebudayaan spesifik dalam asuhan keperawatan. Asumsinya adalah berdasarkan teori caring, caring adalah esensi dari, membedakan, mendominasi serta mempersatukan tindakan keperawatan. Perilaku caring diberikan kepada manusia sejak lahir hingga meninggal dunia. Human caring merupakan fenomena universal dimana,ekspresi, struktur polanya bervariasi diantara kultur satu tempat dengan tempat lainnya. Indonesia merupakan salah satu negara multikultural terbesar di dunia. Hal ini dapat dilihat dari kondisi sosio-kultural, agama maupun geografis yang begitu beragam dan luas. Sekarang ini, jumlah pulau yang ada di wilayah Negara kesatuan republik indonesia (NKRI) sekitar 13.000 pulau besar dan kecil. Populasi

Dayak

Embed Size (px)

DESCRIPTION

suku dayak

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Keperawatan Transkultural adalah suatu proses belajar dan pelayanan keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau keutuhan budaya kepada manusia (Leininger, 2002).

Tujuan dari transcultural nursing adalah untuk mengidentifikasi, menguji, mengerti dan menggunakan norma pemahaman keperawatan transkultural dalam meningkatkan kebudayaan spesifik dalam asuhan keperawatan. Asumsinya adalah berdasarkan teori caring, caring adalah esensi dari, membedakan, mendominasi serta mempersatukan tindakan keperawatan. Perilaku caring diberikan kepada manusia sejak lahir hingga meninggal dunia. Human caring merupakan fenomena universal dimana,ekspresi, struktur polanya bervariasi diantara kultur satu tempat dengan tempat lainnya.Indonesia merupakan salah satu negara multikultural terbesar di dunia. Hal ini dapat dilihat dari kondisi sosio-kultural, agama maupun geografis yang begitu beragam dan luas. Sekarang ini, jumlah pulau yang ada di wilayah Negara kesatuan republik indonesia (NKRI) sekitar 13.000 pulau besar dan kecil. Populasi penduduknya berjumlah lebih dari 200 juta jiwa, terdiri dari 300 suku yang menggunakan hampir 200 bahasa yang berbeda. Selain itu mereka juga menganut agama dan kepercayaan yang beragam seperti Islam, Katolik, Kristen Protestan, Hindu, Budha, Konghucu serta berbagai macam aliran kepercayaan .Kebudayaan adalah salah satu aset penting bagi sebuah Negara berkembang, kebudayaan tersebut untuk sarana pendekatan sosial, simbol karya daerah, asset kas daerah dengan menjadikannya tempat wisata, karya ilmiah dan lain sebagainya. Dalam hal ini suku Dayak Kalimantan yang mengedepankan budaya leluhurnya, sehingga kebudayaan tersebut sebagai ritual ibadah mereka dalam menyembah sang pencipta yang dilatarbelakangi kepercayaan tradisional yang disebut Kaharingan.

Suku Kenyah adalah suku Dayak yang termasuk rumpun Kenyah-Kayan-Bahau yang berasal dari dataran tinggi Usun Apau, daerah Baram, Sarawak. Dari wilayah tersebut suku Kenyah memasuki Kabupaten Malinau, Kalimantan Timur melalui sungai Iwan di Sarawak terpecah dua sebagian menuju daerah Apau Kayan yang sebelumnya ditempati suku Kayan dan sebagian yang lainnya menuju daerah Bahau. Pergerakan suku ini menuju ke hilir akhirnya sampai ke daerah Mahakam dan akhirnya sebagian menetap di Kampung Pampang Samarinda Utara, Samarinda. Sebagian lagi bergerak ke hilir menuju Tanjung Palas. Suku Kenyah merupakan 2,4% penduduk Kutai Barat dan juga Suku Kenyah terbagi menjadi Kenyah Dataran Rendah dan Kenyah Dataran Tinggi /Usun Apau Kenyah.

Seni budaya suku Kenyah sangat halus dan menarik, sehingga ragam seni hias banyak dipakai pada bangunan-bangunan di Kalimantan Timur. Bukan Saja terdiri dari pada seni ukiran tetapi tarian dan juga cara hidup.

Dayak atau Daya (ejaan lama: Dajak atau Dyak adalah nama yang oleh penduduk pesisir pulau Borneo diberi kepada penghuni pedalaman yang mendiami Pulau Kalimantan (Brunei, Malaysia yang terdiri dari Sabah dan Sarawak, serta Indonesia yang terdiri dari Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan). Ada 5 suku asli Kalimantan yaitu Melayu, Dayak, Banjar, Kutai, Tidung dan Paser. Menurut sensus BPS tahun 2010, suku bangsa yang terdapat di Kalimantan Indonesia dikelompokan menjadi tiga yaitu suku Banjar, suku Dayak Indonesia (268 suku bangsa) dan suku asal Kalimantan lainnya (non Dayak dan non Banjar). Dahulu, budaya masyarakat Dayak adalah Budaya maritim atau bahari. Hampir semua nama sebutan orang Dayak mempunyai arti sebagai sesuatu yang berhubungan dengan "perhuluan" atau sungai, terutama pada nama-nama rumpun dan nama kekeluargaannya.

Dari uraian di atas kami tertarik untuk membuat makalah yang terkait lebih dengan mengambil judul "Kebudayaan Suku Dayak Kenyah".

B. TUJUAN PENULISAN

Tujuan penulisan makalah ini untuk lebih mengenal beragam Budaya Indonesia, kususnya Suka Dayak Kenyah. Begitu pentingnya suatu kebudayaan maka kita sebagai generasi penerus haruslah menjaga kebudayan kita sendiri, manfaatnya bukan hanya untuk diri kita saja namun Kebudayaan adalah harta yang paling berharga dan harus tetap dijaga keberadaannya agar tidak termakan era globalisasi dan menjadikan kita lupa suatu budaya bangsa.

BAB IIPEMBAHASAN

A. SEJARAH PERKEMBANGANOrang yang disebut Dayak itu hanyalah ada di Kalimantan, sedang kenapa mereka disebut Dayak atau Orang Dayak dalam bahasa Kalimantan secara umum berarti Orang Pedalaman yang jauh dan terlepas dari kehidupan kota.

Dulunya memang begitu. Di mana-mana ada perkampungan suku dayak. Mereka selalu berpindah ke satu daerah lain, jika di mana mereka tinggal itu ada orang dari suku lain yang juga tinggal atau membuka perkampungan di dekat wilayah tinggal mereka.

Disebut Dayak berarti tidaklah hanya untuk satu suku, melainkan bermacam-macam seperti

Suku Dayak Kenyah, Suku Dayak Hiban, Suku Dayak Tunjung, Suku Dayak Bahau, Suku Dayak Benua, Dayak Basaf, dan Dayak Punan yang masih pula disertai puluhan Uma (anak suku) dan tersebar diberbagai wilayah Kalimantan.

Pada kurun waktu sebelum abad 20, secara keseluruhan Suku Dayak ini tak mengenal agama Kristen dan Islam. Yang ada pada mereka hanyalah kepercayaan pada leluhur, binatang-binatang, batu batuan, serta isyarat alam pembawaan kepercayaan Hindu kuno. Dalam menjalani kehidupan sehari-hari mereka mempercayai berbagai pantangan yang tandanya diberikan oleh alam. Pantangan dalam kehidupan masyarakat Dayak hanya ada dua. Yaitu pantangan yang membawa kebebasan sehingga populasi mereka bertambah banyak dan ada pula karena pantangan berakibat populasi mereka semakin sedikit dan kini malah hampir punah. Seperti misal kehidupan yang tak boleh berbaur dengan masyarakat lain dari suku mereka.

Pantangan ini membuat mereka selalu hidup tak tenang dan selalu berpindah pindah. Sehingga kehidupan mereka tak pernah maju bahkan cendrung tambah primitif. Misalnya saja seperti Suku Dayak Punan. Suku yang satu ini sulit berkomunikasi dengan masyarakat umum. Kebanyakan mereka tinggal di hutan hutan lebat, di dalam goa-goa batu dan pegunungan yang sulit dijangkau. Sebenarnya hal tersebut bukanlah kesalahan mereka. Namun karena budaya pantangan leluhur yang tak berani mereka langgar terjadilah keadaan demikian. Hal ini sebenarnya adalah kesalahan dari leluhur mereka.

Dalam riwayat atau cerita, leluhur mereka ini asal-usulnya datang dari negeri yang bernama Yunan sebuah daerah dari daratan Cina. Mereka berasal dari keluarga salah satu kerajaan Cina yang kalah berperang yang kemudian lari bersama perahu-perahu, sehingga sampai ke tanah Pulau Kalimantan. Karena merasa aman, mereka lalu menetap di daratan tersebut. Walau demikian, mungkin akibat trauma peperangan, mereka takut bertemu dengan kelompok masyarakat manapun. Mereka kuatir pembantaian dan peperangan terulang kembali sehingga mereka bisa habis atau punah tak bersisa. Karena itulah oleh para leluhur mereka dilakukan pelarangan dan pantangan bertemu dengan orang yang bukan dari kalangan mereka.

Memang pada Abad ke 13, daratan Cina penuh dengan pertikaian dan peperangan antara raja-raja yang berkuasa untuk menentukan salah satu kerajaan besar yang menguasai seluruh daratan Cina. Karena saling tak mengalah, maka terjadilah peperangan sesama mereka untuk menentukan kerajaan mana yang paling besar dan menguasai seluruh daratan Cina itu, Namun seiring perkembangan zaman, kebudayaan Dayak juga mengalami pergeseran salah satu dusun suku Dayak terdapat di Nanga Nyabo, tepatnya di Kapuas Hulu. Pada zaman dahulu, di sini masih lengket dengan kebudayaan asli, dari rumah tinggal, perilaku, hukum adat hingga busana sehari hari. Kini, daerah di sini hampir sama dengan daerah lainnya di pulau Kalimantan. Mungkin hukum adat masih berlaku di sana. Tetapi, soal pakaian tradisional yang dulunya dikenakan sehari-hari, kini telah berubahLihat saja anak-anak dayak tinggal Nanga Nyabo tak ubahnya seperti bocah zaman sekarang yang mengenakan pakaian biasa. Yang unik adalah, mereka masih tinggal di rumah Betang. Rumah Betang merupakan rumah adat asli suku Dayak. Rumah Betang tak jauh berbeda dengan rumah panggung, rumah Betang terlihat berupa bangunan tinggi dari permukaan tanah. Konon, hal ini dimaksudkan untuk menghindari hal-hal yang meresahkan para penghuni, seperti menghindari musuh yang dapat datang tiba-tiba, binatang buas, ataupun banjir yang terkadang melanda. Sebuah rumah Betang bisa ditinggali oleh beberapa keluarga. Karena struktur bangunan yang memanjang dan luas. Namun, banyak juga dari mereka yang memilih untuk tinggal sekeluarga saja.

Mata pencaharian Suku Dayak kebanyakan adalah nelayan dan petani. Karena tempat ini dekat dengan Sungai Kapuas dan juga perkebunan. Inilah Suku Dayak masa kini. Sedikit demi sedikit mereka mulai meninggalkan mitos-mitos yang dulu sempat ada di masa lalu.B. KARAKTERISTIK BUDAYA (DEMOGRAFI/GEOGRAFI/ADAT ISTIADAT)1. Adat Kelahiran Dayak Kenyah

Jika ada istri dari Suku Dayak Kenyah melahirkan maka bunyi-bunyian gong dan gendang terus dikumandangkan jangan sampai tangisan anak itu terdengar oleh binatang-binatang dihutan sebab itu adalah pantangan maka akan berkembang mitos Anakmu akan sial sepanjang Zaman.2. Upacara Pemberian Nama Dayak Kenyah

Bagi keluarga yang baru saja mendapat momongan harus mengundang seluruh penduduk kampung yang berhak memberi nama adalah nenek, ibu, atau perempuan lain yang berasal dari lingkungan keluarga mereka. Sedangkan laki-laki dan bahkan ayahnya sendiri sangat dipantangkan memberikan nama. Bila anak mereka laki-laki Ayam jantan harus dikorbankan Darahnya diletakan diatas mandau (parang) dan lalu dioleskan ketanah sebelah kanan bayi dan bersama itu mantra dibacakan Berilah anak ini air kehidupan.3. Pengobatan Oleh Dayak Kenyah

Dukun dari suku dayak bernama Dayung dia bisa menyembuhkan sakit seseorang dengan cara telur ayam di letakan diatas kepala dan yang Dayung pun mengucapkan Mantera yaitu : Ni atau Sio diman, menyat tolong lait nyengau diterimahkan tolong berikan air yang dapat menghidupkan. Kepada sisakit, ayam dibunuh lalu darahnya di teteskan ketubuhnya, kepada hantu-hantu, doa dipanjatkan yaitu semoga penderita disembuhkan. Bila si penderita tidak dapat tertolong di pukulah gong sebagai pemberitahuan kepada penduduk yang ada dikampung atau di hutan bahwa sudah terjadi kematian, lelaki warga kampung bersenjata membacoki dinding Rumah dan tiang-tiang sebagai tanda memerangi hantu-hantu yang mengakibatkan kematian.

4. Kematian Dayak Kenyah

Mayat di berikan diatas tikar, keluarga si mati berkumpul bertangis-tangisan sambil menyanyikan syair-syair pujian atas jasa almarhum yang telah meninggalkan keluarga. Sementara itu, senjata-senjata perang harus diletakan disamping jenazah. Sungai terdekat dengan kampung disediakan pedoman kaki mayat membujur ke hilir. Kepala mengarah ke hulu menurut arus sungai mengalir. Peti mati, Lungun namanya, jenazah diberi harta dan senjata perangnya. Empat hari empat malam mayat disemayamkan. Pemuda-pemuda membuat tekalong atau rumah-rumahan, diatasnya duduk keluarga yang si mati, dihadapan peti mati bertangis-tangisan, sementara itu kepala adat memberikan petuah kepada para pemikul rumah-rumahan.

5. Tabu Kematian Dayak Kenyah

Bila perempuan Dayak kenyah mati melahirkan satu kampung harus membiarkan kalau ditolong membawa bencana itulah perintah dari dewa-dewa. Penduduk kampung hanya membuatkan peti mati yang diletakan diatas kuburan sedangkan mayat hanya diurus suami sendiri atau saudara dari perempuan yang mati tersebut ke dalam kiba (kiba adalah sejenis keranjang berukuran tinggi. Kiba dibuat dari anyaman rotan kiba diusung dibelakang dan diberi tali untuk diusungkan ke kedua ketiak) mayat diletakan pada saat membawa kekuburan jangan melewati rumah orang karena seluruh kampung akan kena bencana sial atau kalah dalam perang itulah peraturan yang diberikan oleh roh nenek moyang.

6. Setangis Dayak Kenyah

Dalam acara upacara setangis di situlah seluruh keluarga menagis pelan-pelan, peti mati dimasukan kedalam kubur diiringi bunyi-bunyian kelentengan gong dan gendang. Setangis adalah upacara pemakaman yang diiringi kesenian JAMOK HARANG, main alu dan sabung Ayam. Dalam upacara setangis dihidangkan ketan hitam, roti-rotian telur masak dan segala macam makanan yang lain.7. Rapat Adat Dayak Kenyah

Para peserta rapat harus berbaju kulit binatang dan bercawat kain hitam sebelum rapat dimulai para peserta rapat memakan bubur tepung beras yakni sebagai lambang persatuan. Sebagai acara kedua para peserta rapat beramai-ramai meminum air tapai (tape) sambil menyanyikan lagu-lagu lama, acara ketiga kepala adat dipersilahkan memayungi seekor babi sebagai lambang Perlindungan Tuhan Bunga Malan yang bisa memaafkan kesalahan semua orang. Acara keempat kepala adat dipersilahkan menghidangkan delapan gelas jakan (Minuman keras) kepada bangsawan tertinggi dan bila minuman sudah dihabisi barulah rapat boleh dimulai.

8. Tanda-Tanda AlamBungan Malan adalah nama tuhan mereka dia yang menyampaikan perintah dan permintaan kepada manusia dan sebagai perantaranya adalah BALI UTUNG. Mereka percaya apabila mereka melihat burung pelatuk dan burung elang terbang berarti kebaikan akan datang tapi apabila burung tersebut terbangnya menghalang atau melintang itu bertanda tibanya kecelakaan karena itu bila mereka menempuh perjalanan dihutan sebaiknya cepat-cepat pulang karena itulah larangan tuhan mereka yang disampaikan dengan perantara binatang. Mereka percaya apabila larangan itu tidak diajarkan Bungan Malan akan murka lalu dikirim hantu-hantu untuk menyiksa manusia. Mereka percaya hantu masing-masing punya nama. Ada yang bernama Bali Meet, Bali Tenget, Bali Ketatang, Bali Li-it dan Bali Sakit. Hantu-hantu adalah piaraan Tuhan Bangun malan yang bisa mencelakakan jiwa seseorang.

9. Upacara Agama Suku Dayak Kenyah

Agama nenek moyang mereka dinamakan Bungan Ibadat mereka tidak teratur dan tertentu mereka beribadat hanya pada saat-saat yang perlu dengan sesajen melimpah-ruah, dan memakan waktu yang lama sering mengadakan pesta, berupa pesta:a. Erau kepala adalah pesta memohon doa agar Bungan Malan dan Bali Utung memberikan kesuburan kepada tanah ladang yang baru dibuka. b. Ukaw Mending adalah pesta yang dilakukan ketika kampung ditimpa bencana. Sebelum Ukaq Mending di mulai seluruh penduduk diberitahu untuk bertabu selam tiga hari yaitu: jangan memancing, jangan berburu, jangan menumbuk padi, menjahit, keluar kampung dan jangan pula menerima tamu selama bertabu itu. Penguasa pesta terus-menerus membaca mantera agar Bungan Malan melenyapkan malapetaka. c. Erau Bunut adalah pesta pemberian nama yang dilaksanakan semeriah-meriahnya.

C. MASALAH KESEHATAN APA SAJA YANG ADA DI BUDAYA TERSEBUTBagi Suku Dayak di pedalaman Kalimantan, penyakit beserta pengobatannya, sangat erat kaitannya dengan alam religius mereka tentang ajaran Kaharingan. Masyarakat Dayak cenderung melihat penyebab dari suatu penyakit dengan cara metafisik. Suku Dayak mempercayai Balian sebagai penyembuh mereka. Masyarakat Dayak biasa menggunakan ritual tertentu yang dipimpin oleh seorang Balian dalam pengobatan suatu penyakit.

Bagi masyarakat Dayak keberadaan Balian sudah ada sejak zaman nenek moyang mereka. Balian adalah seorang perempuan yang bertugas sebagai mediator dan komunikator antara manusia dengan mahluk lain yang keberadaannya tidak terlihat secara kasat mata.( Riwut, 2003:259) Balian menduduki tempat yang penting dalam kebudayaan Dayak. Masyarakat Dayak percaya bahwa Balian memiliki kemampuan yang tidak dimiliki oleh setiap orang, oleh karenanya Balian mampu mengobati penyakit terutama penyakit-penyakit yang mereka percaya disebabkan oleh mahluk halus.

Dengan masuknya para misionaris di masa kolonial ke pedalaman Kalimantan, sedikit banyak terjadi pergeseran dalam sistem pengobatan pada masyarakat setempat. Para misionaris awal yang masuk ke Kalimantan berusaha mengenalkan sistem pengobatan modern pada masyarakat setempat. Scharer (dalam Ukur, 1971:192) menceritakan pertobatan seorang Balian setelah menerima pelayanan medis di Tumbang Lahang. Balian ini pada awalnya sangat menentang Injil masuk ke Tumbang Lahang. Ia merupakan orang yang paling gigih memperingatkan penduduk agar tetap setia pada adat istiadat nenek moyang. Namun suatu saat anak tunggalnya sakit, dan setelah tidak berhasil melalui pengobatan secara Balian, sangat berat hati ia meminta bantuan dari para misionaris. Akhirnya setelah dilakukan pengobatan secara intensif anak Balian tadi sembuh dari sakit yang dideritanya. Setelah peristiwa tersebut, Balian tadi beserta keluarganya menjadi pemeluk Kristen. Setelah usaha di bidang pengobatan ditingkatkan lewat pendirian poliklinik, rumah sakit, dan dengan sosialisasi masalah sanitasi dan kebersihan, nampak sekali kemajuan yang nampak pada Suku Dayak dalam bidang kesehatan.

Meskipun pengobatan moderen sudah di terima Suku Dayak, namun hingga saat ini pengobatan secara tradisional juga masih bertahan. Seperti pada masyarakat Dayak Ngaju, yang tinggal di Desa Kasongan Baru, Kalimantan Tengah. Kebanyakan penduduk Desa Kasongan Baru memiliki pengetahuan tentang meracik obat-obatan tradisional. Hampir setiap rumah tangga di Desa Kasongan Baru salah satu anggota keluarganya memiliki kemampuan tentang obat-obatan tradisional. Penduduk Desa Kasongan Baru menyebut ramuan tradisional dengan istilah obat kampung. Obat kampung ini biasanya menggunakan daun-daunan dan kayu-kayuan yang tumbuh di sekitar tempat tinggal orang Dayak (Hintan,Mutia,2003:55)

Masyarakat Dayak masih sangat percaya dengan khasiat obat kampung. Mereka masih mengkonsumsi obat kampung pada penyakit-penyakit yang biasa diderita, seperti diare dan berbagai jenis penyakit kulit. Bagi mereka obat kampung merupakan alternatif pengobatan, dan keberadaannya masih tetap bertahan hingga saat ini.. Hal tersebut terbukti bahwa di setiap desa di Kalimantan memiliki seorang Balian, atau dukun, dan Basir ( Hintan,2003:56-57). Basir seperti halnya Balian adalah mediator dan komunikator antara manusia dengan mahluk halus. Di masa silam, Basir selalu seorang laki-laki yang bersifat dan bertingkah laku seperti perempuan, namun pada masa sekarang hal tersebut sudah tidak berlaku lagi. Dalam dunia spiritual Basir memiliki kemampuan lebih dalam hal pengobatan, khususnya penyembuhan penyakit yang berkaitan dengan hal-hal yang bersifat mistik (Riwut, 2003:259-260).

D. Peran Perawat Dalam Menghadapi Suku Dayak.

Peran merupakan seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang, sesuai kedudukannya dalam suatu system. Peran perawat dipengaruhi oleh keadaan social baik dari dalam maupun dari luar profesi keperawatan dan bersifat konstan, Doheny (1982) mengudentifikasi beberapa elemen peran perawat professional meliputi:

1. Care giver Sebagai pelaku atau pemberi asuhan keperawatan, perawat dapat memberikan pelayanan keperawatan secara langsung dan tidak langsung kepada klien, menggunakan pendekatan proses keperawatan yang meliputi : melakukan pengkajian dalam upaya mengumpulkan data dan evaluasi yang benar, menegakkan diagnosis keperawatan berdasarkan hasil analisis data, merencanakan intervensi keperawatan sebagai upaya mengatasi masalah yang muncul dan membuat langkah atau cara pemecahan masalah, melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana yang ada, dan melakukan evaluasi berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukannya. Dalam memberikan pelayanan atau asuhan keperawatan, perawat memperhatikan individu sebagai makhluk yang holistic dan unik.Peran utamanya adalah memberikan asuhan keperawatan kepada klien yang meliputi intervensi atau tindakan keperawatan, observasi, pendidikan kesehatan, dan menjalankan tindakan medis sesuai dengan pendelegasian yang diberikan.

2. Client advocateSebagai advokat klien, perawat berfungsi sebagai penghubung antar klien dengan tim kesehatan lain dalam upaya pemenuhan kebutuhan klien, membela kepentingan klien dan membantu klien memahami semua informasi dan upeya kesehatan yang diberikan oleh tim kesehatan dengan pendekatan tradisional maupun professional. Peran advokasi sekaligus mengharuskan perawat bertindak sebagai narasumber dan fasilitator dalam tahap pengambilan keputusan terhadap upaya kesehatan yang harus dijalani oleh klien. Dalam menjalankan peran sebagai advokat, perawat harus dapat melindungi dan memfasilitasi keluarga dan masyarakat dalam pelayanan keperawatan. Selain itu, perawat juga harus dapat mempertahankan dan melindungi hak-hak klien, antara lain :

a. Hak atas informasi ; pasien berhak memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit/ sarana pelayanan kesehatan tempat klien menjalani perawatanb. Hak mendapat informasi yang meliputi antara lain; penyakit yang dideritanya, tindakan medic apa yang hendak dilakukan, alternative lain beserta resikonya, dll3. CounsellorTugas utama perawat adalah mengidentifikasi perubahan pola interaksi klien terhadap keadaan sehat sakitnya. Adanya pula interaksi ini merupakan dasar dalam merencanakan metode untuk meningkatkan kemampuan adaptasinya. Memberikan konseling/ bimbingan kepada klien, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan sesuai prioritas. Konseling diberikan kepada individu/keluarga dalam mengintegrasikan pengalaman kesehatan dengan penglaman yang lalu, pemecahan masalah difokuskan pada masalah keperawatan, mengubah perilaku hidup kearah perilaku hidup sehat.4. EducatorSebagai pendidik klien perawat membantu klien meningkatkan kesehatannya malalui pemberian pengetahuan yang terkait dengan keperawatan dan tindakan medic yang diterima sehingga klien/keluarga dapat menerima tanggung jawab terhadap hal-hal yang diketahuinya. Sebagai pendidik, perawat juga dapat memberikan pendidikan kesehatan kepada kelompok keluarga yang beresiko tinggi, kadar kesehatan, dan lain sebagainya.5. CollaboratorPerawat bekerja sama dengan tim kesehatan lain dan keluarga dalam menentukan rencan maupun pelaksanaan asuhan keperawtan guna memenuhi kebutuhan kesehatan klien.6. CoordinatorPerawat memanfaatkan semua sumber-sumber dan potensi yang ada, baik materi maupun kemampuan klien secara terkoordinasi sehingga tidak ada intervensi yang terlewatkan maupun tumpang tindih. Dalam menjalankan peran sebagai coordinator perawat dapat melakukan hal-hal berikut:

1. Mengoordinasi seluruh pelayanan keperawatan

2. Mengatur tenaga keperawatan yang akan bertugas

3. Mengembangkan system pelayanan keperawatan

4. Memberikan informasi tentang hal-hal yang terkait dengan pelayanan keperawatan pada sarana kesehatan7. Change agentSebagai pembaru, perawat mengadakan inovasi dalam cara berpikir, bersikap, bertingkah laku, dan meningkatkan keterampilan klien/keluarga agar menjadi sehat. Elemen ini mencakup perencanaan, kerjasama, perubahan yang sistematis dalam berhubungan dengan klien dan cara memberikan keperawatan kepada klien.8. ConsultanElemen ini secara tidak langsung berkaitan dengan permintaan klien terhadap informasi tentang tujuan keperawatan yang diberikan. Dengan peran ini dapat dikatakan perawat adalah sumber informasi yang berkaitan dengan kondisi spesifik lain. Untuk menghadapi berbagai fenomena kebudayaan yang ada di masyarakat, maka perawat dalam menjalankan perannya harus dapat memahami tahapan pengembangan kompetensi budaya, yaitu:

Pertama:

1. Pahami bahwa budaya bersifat dinamis.

2. Hal ini merupakan proses kumulatif dan berkelanjutan

3. Hal ini dipelajari dan dibagi dengan orang lain.

4. Perilaku dan nilai budaya di tunjukkan oleh masyarakat

5. Budaya bersifat kreatif dan sangat bermakana dalam hidup.

6. Secara simbolis terlihat dari bahasa dan interaksi

7. Budaya menjadi acuan dalam berpikir dan bertindak

Kedua:

1. Menjadi peduli dengan budaya sendiri.

2. Proses pemikiran yang terjadi pada perawat juga terjadi pada yang lain, tetapi dalam bentuk atau arti berbeda.

3. Bias dan nilai budaya ditafsirkan secara internal

4. Nilai budaya tidak selalu tampak kecuali jika mereka berbagi secara sosial dengan orang lain dalam kehidupan sehari-hari.

Ketiga:

1. Menjadi sadar dan peduli dengan budaya orang lain trerutama klien yang diasuh oleh perawat sendiri2. Budaya menggambarkan keyakinan bahwa banyak ragam budaya yang ada sudah sesuai dengan budayanya masing-masing

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULANBagi Suku Dayak di pedalaman Kalimantan, penyakit beserta pengobatannya, sangat erat kaitannya dengan alam religius mereka tentang ajaran Kaharingan. Masyarakat Dayak cenderung melihat penyebab dari suatu penyakit dengan cara metafisik. Suku Dayak mempercayai Balian sebagai penyembuh mereka. Masyarakat Dayak biasa menggunakan ritual tertentu yang dipimpin oleh seorang Balian dalam pengobatan suatu penyakit.

B. SARANHendaknya perawat memiliki pengetahuan dan skill tentang latar belakang suku yang ingin di bina yang cukup agar dapat bersosialisasi dan membantu mengubah kebiasan jelek dari budayanya untuk meningkatkan kualitas kesehatan para penduduk.

DAFTAR PUSTAKA

1. Effendy, Ferry. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori Dan Praktik Dalam Keperawatan. Jakarta. Salemba Medika2. Setiadi, Elly M, dkk. 2006. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta : Kencana3. Sudarma, Momon. 2008. Sosiologi untuk Kesehatan. Jakarta : Salemba Medika4. http://leksi-ndolu.blogspot.com/